//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada  (Read 36523 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« on: 25 November 2012, 06:40:15 PM »
Artikel ini walau tidak dapat menjawab paradoks dari ungkapan "bentuk (rupa) adalah kosong dan kosong adalah bentuk" (yang umumnya diterjemahkan secara salah sebagai "isi adalah kosong dan kosong adalah isi"), tetapi setidaknya dapat memberikan pemahaman dasar tentang konsep kekosongan dalam pandangan Mahayana yang dikaitkan dengan hukum sebab akibat yang saling bergantungan (paticcasamuppada).

Semoga bermanfaat.

NB: Walau thread ini terinspirasi dari thread sebelah, namun tidak dimaksudkan untuk diperdebatkan spt pada thread tsb. Artikel sudah lama saya terjemahkan dan telah dipost di forum tetangga.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #1 on: 25 November 2012, 06:47:12 PM »
HUBUNGAN ANTARA KEKOSONGAN (ŚŪNYATĀ) DAN SEBAB AKIBAT YANG SALING BERGANTUNGAN (PATICCASAMUPPADA)

ANKUR BARUA,     N. TESTERMAN,    M.A. BASILIO
 
Buddhist Door, Tung Lin Kok Yuen, Hong Kong
Hong Kong, 2009

Abstraksi

Ungkapan “Bentuk (rupa) adalah kosong; kosong adalah bentuk” mungkin paradoks yang paling banyak diperdebatkan dalam filosofi Buddhis. Ungkapan ini berasal dari Prajna Paramita Hridaya Sutra, yang umum dikenal sebagai Sutra Hati, yang mengandung inti filosofi dari 600 naskah yang membentuk Maha Prajna Paramita. Versi Nagarjuna yang unik tentang kekosongan merupakan hasil langsung dari 8 metode penyangkalan. Ia diterjemahkan sebagai yang tidak timbul (non-arising), tidak lenyap (non-ceasing), tidak kekal (non-permanence), tidak musnah (non-annihilition), tidak bertanda (non-identity), tidak berbeda (non-difference), tidak datang (non-coming), dan tidak pergi (non-exiting). Melalui 8 penyangkalan ini, semua konsep di mana kita memahami dunia ditempatkan dalam bentuk negative. Dengan cara ini, seseorang diharapkan dapat menyadari pemahaman yang benar atas kekosongan.

Pendahuluan

Dalam agama Buddha awal, istilah ‘suññatā’ atau ‘śūnyatā’ digunakan umumnya berkaitan dengan ajaran ‘tanpa-diri’ (anata/anatman) untuk menunjukkan bahwa Lima Kelompok Kehidupan (skandha) adalah ‘kosong’ dari diri atau jiwa yang kekal yang dengan salah dikaitkan dengan skandha-skandha tersebut [1].

Namun ajaran kekosongan mencapai bentuk penjelasan panjang lebar yang penuh oleh Nāgārjuna, yang menggunakannya dengan tepat untuk melenyapkan konsep substansial dari aliran Abhidharma dari Theravada. Karena tidak ada apa pun yang bukan sifat Kebuddhaan (buddhatā), semua yang muncul sesungguhnya sama sekali tanpa karakteristik. Ajaran kekosongan merupakan ajaran sentral dalam aliran Mādhyamaka. Pernyataan Nagarjuna yang mendukung hal ini dapat ditemukan dalam karyanya Mūla-Mādhyamaka-Nārikā. [1,2]

Nāgārjuna dianggap sebagai pendiri aliran Madhyamaka dari filosofi Buddhis Mahayana yang ia bangun selama abad ke-2 sampai ke-3 M. Mulamadhyamaka-Karika (Pokok Dasar Jalan Tengah) merupakan karya terbesarnya.

Karya ini mulanya disusun dalam bahasa Sanskerta. Versi Sanskerta dan Tibet awal dari karya ini telah bertahan tanpa kerusakan yang signifikan selama berabad-abad bersama dengan terjemahan bahasa Cina-nya. Beberapa terjemahan Inggris dari Karika telah tersedia saat ini. [1,2]

Dengan demikian kekosongan menjadi karakteristik utama agama Buddha Mahayana. Ajaran ini mendalam dan rumusan yang tepat menjadi pokok perdebatan yang rumit, karena sedikit saja kesalahpahaman dikatakan dapat menghalangi kemajuan menuju pembebasan sempurna. Kekosongan tidak pernah disamakan dengan ketiadaan, seperti ruang kosong, tetapi selalu berhubungan dengan entitas tertentu di mana kekosongan dinyatakan. Dalam cara ini dikenali sampai dengan 20 jenis kekosongan, termasuk kekosongan dari kekosongan. Penekanan pada ketidak-tahuan (indiscoverability) adalah inti dari kekosongan Mādhyamika. Adalah penting untuk membedakan kekosongan dengan nihilisme.[1,2,3]

Pandangan Buddhis tentang kekosongan sering disalahartikan sebagai nihilisme. Sayangnya, filosofi Barat abad ke-19 berkontribusi  pada kesalahpahaman ini. Namun, satu-satunya hal yang didapat dikatakan sama dalam nihilisme dan ajaran kekosongan adalah awalnya yang skeptic. Nihilisme menyimpulkan bahwa kenyataan/realitas tidak dapat diketahui, bahwa tidak ada yang ada, bahwa tidak ada hal yang berarti yang dapat dibicarakan tentang dunia. Pandangan Buddhis tentang kekosongan berlawanan dengan hal ini. Ajaran kekosongan menyatakan bahwa realitas tertinggi dapat diketahui, terdapat dasar ontologis yang jelas untuk fenomena dan kita dapat membicarakan dan memperoleh pengetahuan yang bermanfaat darinya tentang dunia. Kekosongan (śūnyatā) tidak boleh disamakan dengan ketiadaan. Kekosongan bukan tidak ada (non-existence) ataupun tidak ada realitas (non-reality). [1,2,3,4]

Namun, dalam Yogācāra (Vijñānavāda), kekosongan diajarkan sebagai ketidakmampuan untuk memikirkan suatu objek selain dari kesadaran yang menyadari objek tersebut, yaitu penekanan pada ketidakmampuan menguraikan subjek dan objek dalam proses mengetahui [suatu objek] yang merupakan konsep kekosongan dalam Yogācāra. Adalah penting untuk membedakan hal ini dari paham idealism dan solipsism [1].
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #2 on: 25 November 2012, 06:50:22 PM »
Konsep Kekosongan

Untuk memahami pengertian filosofis dari istilah kekosongan (śūnyatā ), marilah kita mengambil objek padat yang sederhana, seperti sebuah mangkuk. Kita biasanya mengatakan bahwa sebuah mangkuk kosong jika ia tidak mengandung cairan atau benda padat apa pun. Ini adalah pengertian awam dari kekosongan. Namun sebuah mangkuk yang kosong dari cairan atau benda padat tidak masih berisi udara. Tepatnya, kita harus menyatakan bahwa mangkuk itu kosong dari apa. Sebuah mangkuk yang berada di ruang hampa tidak mengandung udara, tetapi masing mengandung ruang kosong, cahaya, radiasi, dan substansi mangkuk itu sendiri. Oleh sebab itu, dari cara pandang fisik, mangkuk selalu penuh dengan sesuatu [tidak pernah kosong]. Tetapi dari cara pandang Buddhis, mangkuk selalu kosong. Pengertian Buddhis atas kekosongan berbeda dengan pengertian fisik. Mangkuk kosong karena ia sama sekali tanpa keberadaan yang inheren/melekat (devoid of inherent existence).

Konsep Tanpa Keberadaan yang Inheren (Non-inherent Existence)

Walaupun dari cara pandang Buddhis semua hal adalah tidak kekal, tetapi tidak berarti bahwa mangkuk itu tidak ada. Mangkuk sesungguhnya ada, namun seperti segala sesuatu di dunia ini, keberadaannya bergantung pada fenomena lainnya. Tidak ada sesuatu dalam mangkuk yang melekat pada mangkuk tertentu secara umum. Sifat seperti berlubang, bulat, silinder, atau tahan bocor tidak hakiki pada mangkuk. Benda-benda lain yang bukan mangkuk juga memiliki sifat yang sama, seperti vas bunga dan gelas. Sifat dan unsur dari mangkuk bukan mangkuk itu sendiri ataupun tidak menyatakan persepsi kita atas mangkuk atas sifat mangkuk itu sendiri. Materi bukan mangkuk itu sendir. Bentuk bukan mangkuk itu sendiri. Fungsinya bukan mangkuk itu sendiri. Hanya semua aspek ini bersama-sama yang membentuk mangkuk. Oleh karena itu, kita dapat mengatakan bahwa untuk sebuah objek yang menjadi mangkuk, kita membutuhkan sekumpulan kondisi tertentu agar menjadi ada. Hanya jika semua kondisi ini ada bersamaan maka pikiran menghubungkan label mangkuk pada objek itu. Jika salah satu kondisi lenyap, sebagai contoh, jika bentuk mangkuk berubah karena dihancurkan, mangkuk tersebut kehilangan beberapa atau semua atributnya dan pikiran kita tidak dapat mengenalinya sebagai mangkuk lagi. Dengan demikian, keberadaan mangkuk bergantung pada keadaan luar. Esensi fisiknya tetap sulit dipahami. [3,4,5,6]

Adalah pikiran kita yang mengenali sifat dari sebuah objek dan menghubungkan atribut-atribut seperti mangkuk menjadi satu objek dan meja menjadi objek lain. Adalah pikiran yang menyadari mangkuk dan meja.  Kiranya, pikiran tidak dapat mengenali mangkuk dan meja jika tidak ada sensasi penglihatan dan perabaan. Namun, tidak ada sensasi penglihatan dan perabaan jika tidak ada objek fisik. Dengan demikian persepsi bergantung pada kehadiran sensasi, yang kemudian bergantung pada kehadiran objek fisik. Kita harus memahami bahwa esensi mangkuk bukan berada dalam pikiran, juga ia tidak pernah ditemukan pada objek fisik. Jelasnya, esensi atau inti objek tersebut bukan fisik maupun mental. Karena inti suatu objek tidak dapat ditemukan baik pada dunia eksternal kita maupun pada pikiran kita. [3,4,5,6]

Jika ini adalah kasus untuk objek sederhana, seperti mangkuk, maka ia juga pasti berlaku pada benda-benda yang lebih rumit/majemuk, seperti mobil, rumah, dan mesin. Sebagai contoh, sebuah mobil membutuhkan motor (penggerak), roda, poros roda, roda gigi dan banyak hal lain untuk berfungsi. Kita juga memandang perbedaan antara objek-objek buatan manusia, seperti mangkuk, dengan fenomena alamiah, seperti bumi, tumbuhan, hewan, dan manusia. Seseorang mungkin berpendapat bahwa ketiadaan keberadaan yang inheren tidak berlaku sama untuk fenomena alam dan makhluk hidup. Dalam hal seorang manusia, terdapat tubuh, pikiran, kepribadian, sejarah perbuatan, kebiasaan, perilaku, dan hal-hal lain untuk menggambarkan seseorang. Kita bahkan dapat menguraikan karakteristik ini lebih jauj menjadi sifat yang lebih mendasar. Sebagai contoh, kita dapat menganalisa pikiran dan melihat bahwa terdapat persepsi, kesadaran, perasaan, dan bentuk pikiran [yang membentuk pikiran itu]. [3,4,5,6]

Kita dapat menganalisa otak dan menemukan bahwa terdapat sel neuron, sel akson, sinapsis, dan zat neurotransmiter. Tetapi tidak ada dari unsur-unsur ini yang menjelaskan esensi dari seorang pribadi, pikiran, atau otak. Di sini juga, inti tersebut tidak dapat ditangkap. [3,4,5,6]

Kekosongan dari Kekosongan

Sifat tertinggi (ultimate nature) dari realitas diperdalam dan ditingkatkan dalam pikiran kita. Kita akan mengembangkan sebuah persepsi atas realitas di mana kita dapat mengenali fenomena dan kejadian sebagai semacam ilusi atau seperti ilusi. Cara melihat realitas seperti ini akan menyerap semua interaksi kita dengan realitas tersebut. Bahkan kekosongan itu sendiri, yang dilihat sebagai sifat tertinggi dari realitas, tidak mutlak, ataupun bukan ada secara bebas (tidak bergantung). Kita tidak dapat memahami kekosongan sebagai tidak bergantung pada suatu basis fenomena. Karena ketika kita memeriksa sifat realitas, kita menemukan bahwa ia kosong dari keberadaan yang inheren. Jika kita akan mengambil kekosongan itu sendiri sebagai suatu objek dan mencari esensinya, kita juga akan menemukan bahwa ia kosong dari keberadaan yang inheren. Oleh sebab itu, Buddha sesungguhnya mengajarkan kita “kekosongan dari kekosongan”. [3,4,5,6]
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #3 on: 25 November 2012, 06:55:10 PM »
Konsep Sebab Akibat yang Saling Bergantungan (Paṭiccasamuppāda)

Prinsip sebab akibat yang saling bergantungan merupakan rumusan 12 faktor yang disebut Paṭiccasamuppāda dalam bahasa Pali. Gagasan utama dalam hubungan sebab-akibat ini diidentifikasi sebagai sebab dan akibat dalam urutan linier. Satu faktor diidentifikasi sebagai faktor yang mengkondisikan faktor berikutnya yang kemudian menjadi faktor yang mengkondisikan faktor berikutnya lagi sampai tahap akhir, konsep keduabelas, kelahiran [atau kelapukan dan kematian], yang memulai lagi proses kehidupan dan kemenjadian serta ke-12 langkah tersebut.[6]

Rumusan ini juga dapat dilihat dalam urutan terbalik untuk menunjukkan bagaimana pelenyapan salah satu faktor membawa pengaruh yang dominan pada faktor lain, dan menurun sampai ke faktor sebab yang pertama – ketidaktahuan – dilenyapkan sepenuhnya yang dengan demikian menghancurkan perkembangan dan pembuatan faktor-faktor [lainnya]. Ketika ini tercapai, seseorang dapat dikatakan mencapai pencerahan karena ia tidak lagi dibayangi oleh “hantu” ketidaktahuan sebab ia telah mengalahkan tiga racun dan memahami timbul dan lenyapnya fenomena.[4,6]

Penafsiran tradisionla atas rumusan ini menyatakan bahwa inilah yang menyebabkan kemunculan atau kelahiran dan kematian dan menjangkau sedikitnya tiga masa kehidupan [masa lalu, masa sekarang, dan masa yang akan datang]. Sebab akibat yang saling bergantungan dapat dipandang secara mikrokosmos dan diterapkan hanya pada kehidupan sekarang untuk menggambarkan kemunculan dan kelenyapan proses pikiran dan kesadaran, oleh sebab itu menunjukkan jalan yang benar untuk memahami suatu objek jika pencerahanlah yang dicari. [4,6]

Konsep Kekosongan dalam Hubungannya dengan Sebab Akibat yang Saling Bergantungan

Sebab akibat yang saling bergantungan menunjukkan keterkaitan dari semua fenomena, ketidakkekalan mereka, ketiadaan diri yang hakiki (intrinsic self), dan faktor-faktor yang mengkondisikan. Sama halnya, kekosongan bagi Nāgārjuna sama dengan sebab akibat yang saling bergantungan seperti yang dinyatakan oleh Candrakīrti, “Makna ungkapan ‘sebab akibat yang bergantungan’ sama dengan ‘kekosongan’”, tetapi ia lebih jauh menekankan pada ketiadaan sifat yang hakiki (intrinsic nature) dari dharma dan menyatakan bahwa semua dharma merupakan gagasan konseptual. Bagi Abhidhamma, dhamma merupakan unit terkecil kehidupan yang dapat diuraikan, namun bagi Nāgārjuna, bahkan dhamma-dhamma merupakan gagasan konseptual, dan memahami hal ini memerlukan kebijaksanaan yang benar (prajña): pemahaman atas kekosongan. [2,4,6]

Sebab akibat yang saling bergantungan merupakan prinsip ontologis dalam agama Buddha awal dan Abhidhamma, tetapi sistem Nagarjuna  kekosongan menjadi istilah yang mewakili prinsip utama ontologis ini. Ia menulis, “Adalah sebab akibat yang saling bergantungan yang kita sebut kekosongan.” Kemunculan yang bergantungan dan kekosongan menggambarkan bagaimana realitas menjadi ada; dengan demikian, ia merupakan kebenaran tertinggi dan kebenaran ontologism. Penekanan kekosongan sebagai kebenaran tertinggi merupakan perkembangan lebih lanjut yang unik dari pemikiran Nāgārjuna dan pemikiran Buddhisme belakangan. Nāgārjuna menekankan tidak adanya keberadaan yang hakiki dalam tingkat konvensional dari realitas. Ketiadaan [dari keberadaan yang hakiki] ini harus dipahami dengan pemahaman atas kebenaran tertinggi dari kekosongan. [2,4,6]

Kebenaran kedua tingkatan realitas ini saling mengimplikasikan satu sama lain. Kekosongan menjadi dhammatta, diri sejati atas benda-benda. Seorang komentator Nāgārjuna menggambarkan kekosongan sebagai “tidak dikondisikan oleh yang lain, diam, dapat dicapai oleh para ariya melalui intuisi langsung, melampaui semua perbedaan verbal, tetapi, ia tidak lebih daripada ketiadaan keberadaan yang inheren dan hakiki.” Karena prinsip śūnyatā menyatakan bahwa semua hal yang ditemui seseorang dalam kehidupan ini kosong dari jiwa yang kekal atau sifat yang inheren dan saling berkaitan, tidak pernah berdiri sendiri, atau tidak bergantung [pada yang lain]; dengan demikian tidak ada realitas yang tidak bergantung. [2,4,6]

Walaupun terdapat cara yang berbeda untuk menjelaskan ajaran kekosongan, semuanya didasarkan pada ajaran sebab akibat yang saling bergantungan. Nāgārjuna menyediakna rumusan yang mendalam atas śūnyatā sebagai ciri atas semua fenomena. Uraian yang lebih jauh atas sebab akibat yang saling bergantungan adalah bahwa konsep kekosongan itu bukan ajaran atau pandangan yang sejati, tetapi merupakan alat penyembuhan (therapeutic device). Nāgārjuna menjelaskan hal ini sebagai “penawar atas semua cara pandang (ḍṛṣṭi)”. [2,4,6]
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #4 on: 25 November 2012, 06:55:58 PM »
Penutup

Kekosongan merupakan konsep utama dalam filosofi Buddhis, atau lebih tepatnya, dalam ontology Buddhisme Mahayana. Ungkapan “bentuk adalah kosong; kosong adalah bentuk” mungkin merupakan paradoks yang berhubungan dengan filosofi Buddhis yang paling banyak diperdebatkan. Ia adalah “mantra” yang tertinggi. Ungkapan ini berasal dari Prajna Paramita Hridaya Sutra, yang umumnya dikenal sebagai Sutra Hati, yang mengandung inti filosofi dari kira-kira 600 naskah yang membentuk Maha Prajna Paramita. Sutra Hati merupakan sutra terpendek dalam kumpulan teks ini. Ia termasuk teks Mahayana tertua dan diperkirakan berasal dari India pada masa Masehi. [2,4,5,6]

Versi unik kekosongan dari Nāgārjuna merupakan hasil langsung dari 8 metode penyangkalam. Ia ditafsirkan sebagai yang tidak timbul (non-arising), tidak lenyap (non-ceasing), tidak kekal (non-permanence), tidak musnah (non-annihilition), tidak bertanda (non-identity), tidak berbeda (non-difference), tidak datang (non-coming), dan tidak pergi (non-exiting). Melalui 8 penyangkalan ini, semua konsep di mana kita memahami dunia ini secara normal ditempatkan dalam bentuk negative. Dengan cara ini, seseorang diharapkan menyadari pemahaman yang benar atas kekosongan. Dengan memahami kekosongan dari konsep ini di mana kita secara konseptual membentuk dan memahami dunia ini dan bahkan dhamma, seseorang dapat memahami kekosongan dari kekosongan (śunyatāśunyatā). Inilah penemuan baru dalam pemikiran Buddhis yang dianggap berasal dari Nāgārjuna. [2,3,4,6]

Referensi

1.    Bowker, J. 1997. Śūnyatā. The Concise Oxford Dictionary of World Religions. UK: Encyclopedia.com. [Serial online]. [Cited 2009 April 28]; [2 screens]. Available from: URL: Encyclopedia - Online Dictionary | Encyclopedia.com: Get facts, articles, pictures, video 
 
2.    Garfield, J.L. 1995. The Fundamental Wisdom of the Middle Way: Nāgārjuna's Mulamadhyamakakarika, translation (from Tibetan) and commentary. New York: Oxford University Press.
 
3.    Finkelstein, D.R., Wallace, B.A. ed. 2001. Emptiness and Relativity. Berkeley, CA: University of California Press.
 
4.    McCagney, N. 1997. Nāgārjuna and the Philosophy of Openness. Lanham, MD: Rowman & Littlefield Publishers: 135-218.
 
5.    Knierim, T. 2009. Emptiness is Form [serial online]. [Cited 2009 October 20]; [4 screens]. Available from: URL: Emptiness Is Form 
 
6.    Williams, P. 2009. Mahāyāna Buddhism: The Doctrinal Foundations, 2nd edition. UK: Routledge: 69-82.

Diterjemahkan dari: RELATIONSHIP BETWEEN EMPTINESS (??NYAT? ) AND DEPENDENT ORIGINATION : Buddhism & Governance : Mingkok : Buddhistdoor
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #5 on: 25 November 2012, 06:56:52 PM »
mana?

Maaf, Batara Indra, tadi inet lemot trus ada telp ;D
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline M14ka

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.821
  • Reputasi: 94
  • Gender: Female
  • Live your best life!! ^^
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #6 on: 25 November 2012, 06:59:58 PM »
Maaf, Batara Indra, tadi inet lemot trus ada telp ;D

Post pertama singkat lebih bgs yaa hehe.....

Offline Kelana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.225
  • Reputasi: 142
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #7 on: 25 November 2012, 10:42:13 PM »
Komentar:
Inti artikel adalah mengenai Ajaran Anatta/Anatman dan Paticcasamuppada. Tetap memang tidak membahas mengapa paradoks itu terjadi. Saya tetap mengindikasikan adanya kesalahan terjemahan dari Sanskerta ke bahasa Tiongkok mengenai “Bentuk (rupa) = kosong; kosong = bentuk” , terletak pada menerjemahkan kata ”na prthak” yang seharusnya diterjemahkan sebagai “tidak terpisahkan” menjadi “sama” / “tidak berbeda”. Mungkin ini yang mengakibatkan paradoks ini terjadi.


Terlepas dari kontkes salah terjemahan Prajnaparamita Hrdaya Sutra, ada satu hal yang membuat saya penasaran setiap ada ulasan mengenai Nagarjuna. Dikatakan ia mengkritik/menyangkal ajaran di abhidhamma (di artikel ini dikatakan konsep substansial dari aliran Abhidharma dari Theravada).

Pertanyaannya:
ajaran Abhidhamma Theravada yang mana yang Nagarjuna sanggah tersebut? Ada yang bisa bantu menjelaskannya?

 _/\_
« Last Edit: 25 November 2012, 10:45:46 PM by Kelana »
GKBU
 
_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #8 on: 26 November 2012, 10:41:50 AM »
Komentar:
Inti artikel adalah mengenai Ajaran Anatta/Anatman dan Paticcasamuppada. Tetap memang tidak membahas mengapa paradoks itu terjadi. Saya tetap mengindikasikan adanya kesalahan terjemahan dari Sanskerta ke bahasa Tiongkok mengenai “Bentuk (rupa) = kosong; kosong = bentuk” , terletak pada menerjemahkan kata ”na prthak” yang seharusnya diterjemahkan sebagai “tidak terpisahkan” menjadi “sama” / “tidak berbeda”. Mungkin ini yang mengakibatkan paradoks ini terjadi.


Terlepas dari kontkes salah terjemahan Prajnaparamita Hrdaya Sutra, ada satu hal yang membuat saya penasaran setiap ada ulasan mengenai Nagarjuna. Dikatakan ia mengkritik/menyangkal ajaran di abhidhamma (di artikel ini dikatakan konsep substansial dari aliran Abhidharma dari Theravada).

Pertanyaannya:
ajaran Abhidhamma Theravada yang mana yang Nagarjuna sanggah tersebut? Ada yang bisa bantu menjelaskannya?

 _/\_

Abhidharma berusaha membagi elemen-elemen menjadi unsur yang paling dasar terkecil yang memiliki karakteristik tertentu. Kalau kita lihat Abhidhamma Theravada (saya asumsi ada kesamaan), seperti rupa dibagi menjadi 28 unsur. Nagarjuna menolak pemahaman demikian karena tidak sesuai dengan esensi Ajaran Buddha tentang keterkondisian, perubahan, dan tanpa 'jati', dan ini tidak terbatas hanya pada makhluk saja, namun pada fenomena secara keseluruhan.

P.S.: Abhidharma tidak terdapat dalam Ajaran Buddhisme awal, demikian pula konsep sabhava (elemen yang tak terbagi lagi) ini juga tidak ada dalam Buddhisme awal.

Offline djoe

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 892
  • Reputasi: -13
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #9 on: 26 November 2012, 10:52:55 AM »
Konsep Kekosongan

Sifat dan unsur dari mangkuk bukan mangkuk itu sendiri ataupun tidak menyatakan persepsi kita atas mangkuk atas sifat mangkuk itu sendiri. Materi bukan mangkuk itu sendir. Bentuk bukan mangkuk itu sendiri. Fungsinya bukan mangkuk itu sendiri. Hanya semua aspek ini bersama-sama yang membentuk mangkuk. Oleh karena itu, kita dapat mengatakan bahwa untuk sebuah objek yang menjadi mangkuk, kita membutuhkan sekumpulan kondisi tertentu agar menjadi ada. Hanya jika semua kondisi ini ada bersamaan maka pikiran menghubungkan label mangkuk pada objek itu. Jika salah satu kondisi lenyap, sebagai contoh, jika bentuk mangkuk berubah karena dihancurkan, mangkuk tersebut kehilangan beberapa atau semua atributnya dan pikiran kita tidak dapat mengenalinya sebagai mangkuk lagi. Dengan demikian, keberadaan mangkuk bergantung pada keadaan luar. Esensi fisiknya tetap sulit dipahami. [3,4,5,6]


Mangkuk hanya dapat dikatakan sebagai mangkuk, jika semua unsur dan kondisi terpenuhi seperti yang bro jelaskan. Termasuk sifat cekungan dan cembung.
Semua hal tersebut hanyalah manifestasi dari keberadaan mangkuk itu sendiri, maka dikatakan cekungan dan cumbungan adalah hal yang sama merupakan manifestasi/proyeksi dari hal yang sama(mangkuk)

Sama halnya dengan bukit dan lembah, mereka merupakan manifestasi dari hal yang sama, tidak ada dualisme yang melekat pada bukit dan lembah. Mereka tidak bisa dikatakan terpisahkan dan juga tidak bisa dikatakan tidak terpisahkan, tetapi bersama sama membentuk bukit dan lembah.

Mengatakan bukit dan lembah tidak terpisahkan ataupun terpisahkan hanyalah pandangam terdelusi. Mereka hanyalah seperti itu karena mereka tidak punya sifat terpisahkan ataupun tidak terpisahkan.

Sama seperti seseorang  yang di dalam suatu ruang memaku satu papan untuk menyekat ruang atas dan bawah. Semua unsur unsur yang membentuk ruang dan atas harus ada baru bisa dikatakan ruang dan atas. Tetapi dapatkah kita mengatakan ruang dan atas terpisah atau tidak terpisahkan. Berdebat adanya terpisah atau tidak terpisahkan hanyalah pandangan yang terdelusi. Apalagi menyatakannya dalam pandangan ekstreme mengatakan terpisah dan berusaha meyakinkan kepada orang bahwa hal tersebut terpisah

Sepertinya hal ini sulit dipahami orang tertentu dan tidak menyadari dari statement yang dibuatnya. Atau hanya argumen ego untuk menunjukkan kepintarannya karena tidak bisa melihat hal yang disampaikan terkesan asal menjawab atau tidak bisa menjawab
 :)) :)) :))
 :'( :'( :'(

Atau terlalu pintar untuk menjawab tulisan orang bodoh.
« Last Edit: 26 November 2012, 11:23:03 AM by djoe »

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #10 on: 26 November 2012, 11:03:19 AM »
Mangkuk hanya dapat dikatakan sebagai mangkuk, jika semua unsur dan kondisi terpenuhi seperti yang bro jelaskan. Termasuk sifat cekungan dan cembung.
Semua hal tersebut hanyalah manifestasi dari keberadaan mangkuk itu sendiri, maka dikatakan cekungan dan cumbungan adalah hal yang sama merupakan manifestasi/proyeksi dari hal yang sama.

Sama halnya dengan bukit dan lembah, mereka merupakan manifestasi dari hal yang sama, tidak ada dualisme yang melekat pada bukit dan lembah. Mereka tidak bisa dikatakan terpisahkan dan juga tidak bisa dikatakan tidak terpisahkan, tetapi bersama sama membentuk bukit dan lembah.

Mengatakan bukit dan lembah tidak terpisahkan ataupun terpisahkan hanyalah pandangam terdelusi. Mereka hanyalah seperti itu karena mereka tidak punya sifat terpisahkan ataupun tidak terpisahkan.

Sama seperti seseorang  yang di dalam suatu ruang memaku satu papan untuk menyekat ruang atas dan bawah. Semua unsur unsur yang membentuk ruang dan atas harus ada baru bisa dikatakan ruang dan atas. Tetapi dapatkah kita mengatakan ruang dan atas terpisah atau tidak terpisahkan. Berdebat adanya terpisah atau tidak terpisahkan hanyalah pandangan yang terdelusi. Apalagi menyatakannya dalam pandangan ekstreme mengatakan terpisah.

Sepertinya hal ini sulit dipahami orang tertentu dan tidak menyadari dari statement yang dibuatnya. Atau hanya argumen ego untuk menunjukkan kepintarannya karena tidak bisa melihat hal yang disampaikan.
 :)) :)) :))
 :'( :'( :'(
Wah, ada master djoe. Egonya berkobar meluap tidak bisa tahan diri yah? ;D
Coba dilanjutkan donk di thread sebelah yang master bikin. Mohon jangan lari dan menyebar sampah di mana-mana yah.

Offline djoe

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 892
  • Reputasi: -13
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #11 on: 26 November 2012, 11:18:50 AM »
Artikel ini walau tidak dapat menjawab paradoks dari ungkapan "bentuk (rupa) adalah kosong dan kosong adalah bentuk" (yang umumnya diterjemahkan secara salah sebagai "isi adalah kosong dan kosong adalah isi"), tetapi setidaknya dapat memberikan pemahaman dasar tentang konsep kekosongan dalam pandangan Mahayana yang dikaitkan dengan hukum sebab akibat yang saling bergantungan (paticcasamuppada).


Diterjemahkan secara salah dalam pengertian ini diterjemahkan sebagai isi adalah kosong dan kosong adalah isi.

Offline cumi polos

  • Sebelumnya: Teko
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.130
  • Reputasi: 82
  • Gender: Male
  • mohon transparansinya
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #12 on: 26 November 2012, 11:19:04 AM »
Quote
Sepertinya hal ini sulit dipahami orang tertentu dan tidak menyadari dari statement yang dibuatnya. Atau hanya argumen ego untuk menunjukkan kepintarannya karena tidak bisa melihat hal yang disampaikan.

bagaimana kalau kita lihat master Djoe n cumi polos
  pintar mana ?

 _/\_ :P
merryXmas n happyNewYYYY 2018

Offline djoe

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 892
  • Reputasi: -13
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #13 on: 26 November 2012, 11:24:37 AM »

Bro Ari, boleh minta versi bahasa inggrisnya?

Offline Kelana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.225
  • Reputasi: 142
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #14 on: 26 November 2012, 11:48:05 AM »
Abhidharma berusaha membagi elemen-elemen menjadi unsur yang paling dasar terkecil yang memiliki karakteristik tertentu. Kalau kita lihat Abhidhamma Theravada (saya asumsi ada kesamaan), seperti rupa dibagi menjadi 28 unsur. Nagarjuna menolak pemahaman demikian karena tidak sesuai dengan esensi Ajaran Buddha tentang keterkondisian, perubahan, dan tanpa 'jati', dan ini tidak terbatas hanya pada makhluk saja, namun pada fenomena secara keseluruhan.

P.S.: Abhidharma tidak terdapat dalam Ajaran Buddhisme awal, demikian pula konsep sabhava (elemen yang tak terbagi lagi) ini juga tidak ada dalam Buddhisme awal.


Ooo. IC, thanks Sdr. Kainyn_Kutho, baru tahu saya mengenai hal ini, maklum bukan pakar Abhidhamma.
Jadi, apakah dapat kita katakan bahwa ini salah satu “error” dari Abdhidhamma karena adanya svabhava/sabhava (yaitu 28 unsur tersebut)?
GKBU
 
_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Offline Kelana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.225
  • Reputasi: 142
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #15 on: 26 November 2012, 11:53:38 AM »
........ tetapi bersama sama membentuk bukit dan lembah.


Pernyataan anda ini adalah bukti bahwa eksistensi bukit dan lembah eksis bersamaan tanpa terpisahkan. Dan saya nyatakan anda tidak bisa membedakan antara eksistensi tidak terpisahkan dengan wujud yang tidak terpisahkan atau terpisahkan. Lucu sekali ^-^
GKBU
 
_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #16 on: 26 November 2012, 11:54:29 AM »

Ooo. IC, thanks Sdr. Kainyn_Kutho, baru tahu saya mengenai hal ini, maklum bukan pakar Abhidhamma.
Jadi, apakah dapat kita katakan bahwa ini salah satu “error” dari Abdhidhamma karena adanya svabhava/sabhava (yaitu 28 unsur tersebut)?

Saya juga bukan pakar Abhidhamma. ;D
Kalau saya pribadi memang kurang setuju dengan ajaran-ajaran yang tidak sejalan dengan Buddhisme awal. Error atau tidak, tidak bisa dibuktikan. Paling bisa di-trace lewat sejarah & catatan saja. Tapi itu juga rancu, misalnya dalam catatan aliran tertentu, dikatakan satu aliran memisahkan diri karena mau mengubah vinaya; sementara di catatan aliran lainnya, disebutkan mereka memisahkan diri karena dipaksa menerima 6 Abhidharma, yang menurut mereka tidak ada diajarkan oleh Buddha.

Jadi balik lagi sih semua opini masing-masing aja kali yah. :)

Offline Kelana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.225
  • Reputasi: 142
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #17 on: 26 November 2012, 12:31:08 PM »
Saya juga bukan pakar Abhidhamma. ;D
Kalau saya pribadi memang kurang setuju dengan ajaran-ajaran yang tidak sejalan dengan Buddhisme awal. Error atau tidak, tidak bisa dibuktikan. Paling bisa di-trace lewat sejarah & catatan saja. Tapi itu juga rancu, misalnya dalam catatan aliran tertentu, dikatakan satu aliran memisahkan diri karena mau mengubah vinaya; sementara di catatan aliran lainnya, disebutkan mereka memisahkan diri karena dipaksa menerima 6 Abhidharma, yang menurut mereka tidak ada diajarkan oleh Buddha.

Jadi balik lagi sih semua opini masing-masing aja kali yah. :)

Yup, saya pribadi agak merasa janggal dengan konsep svabhava jika dihadapkan dengan ajaran anatta. Dan saya sependapat bahwa sejarah pun memiliki sudut yang berbeda-beda.

Thanks
GKBU
 
_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Offline djoe

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 892
  • Reputasi: -13
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #18 on: 27 November 2012, 03:50:09 PM »
Wujud adalah kosong
Kosong adalah wujud
Wujud dan kosong hanyalah fenomena
fenomena adalah tanpa keberadaan yang inheren, kemunculan yang saling bergantungan
tidak ada satupun dari bagian fenomena yang bisa dikatakan sebagai fenomena, karena fenomena tidak muncul dari fenomena

Kosong adalah kemunculan yang saling bergantungan
Dan wujud adalah kemunculan yang saling bergantungan

Wujud bergantung pada kosong
Kosong bergantung pada wujud

Berhentinya wujud bukanlah tanpa eksistensi
dan munculnya wujud bukanlah eksistensi

wujud dan kosong adalah satu rangkaian yang bergerak silih berganti,
Kekosongan mengkondisikan kemunculan wujud dan wujud mengkondisikan kemunculan kekosongan, Bergerak terus menerus, saling mempengaruhi

Karena itu wujud adalah kosong dan kosong adalah wujud
bukit adalah lembah dan lembah adalah bukit
Tiada perbedaan atau persamaan diantara mereka
Mereka sama dalam hal kemunculan yang saling bergantungan


Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #19 on: 28 November 2012, 07:04:53 PM »
Mangkuk hanya dapat dikatakan sebagai mangkuk, jika semua unsur dan kondisi terpenuhi seperti yang bro jelaskan. Termasuk sifat cekungan dan cembung.
Semua hal tersebut hanyalah manifestasi dari keberadaan mangkuk itu sendiri, maka dikatakan cekungan dan cumbungan adalah hal yang sama merupakan manifestasi/proyeksi dari hal yang sama(mangkuk)

Sama halnya dengan bukit dan lembah, mereka merupakan manifestasi dari hal yang sama, tidak ada dualisme yang melekat pada bukit dan lembah. Mereka tidak bisa dikatakan terpisahkan dan juga tidak bisa dikatakan tidak terpisahkan, tetapi bersama sama membentuk bukit dan lembah.

Mengatakan bukit dan lembah tidak terpisahkan ataupun terpisahkan hanyalah pandangam terdelusi. Mereka hanyalah seperti itu karena mereka tidak punya sifat terpisahkan ataupun tidak terpisahkan.

Sama seperti seseorang  yang di dalam suatu ruang memaku satu papan untuk menyekat ruang atas dan bawah. Semua unsur unsur yang membentuk ruang dan atas harus ada baru bisa dikatakan ruang dan atas. Tetapi dapatkah kita mengatakan ruang dan atas terpisah atau tidak terpisahkan. Berdebat adanya terpisah atau tidak terpisahkan hanyalah pandangan yang terdelusi. Apalagi menyatakannya dalam pandangan ekstreme mengatakan terpisah dan berusaha meyakinkan kepada orang bahwa hal tersebut terpisah

Sepertinya hal ini sulit dipahami orang tertentu dan tidak menyadari dari statement yang dibuatnya. Atau hanya argumen ego untuk menunjukkan kepintarannya karena tidak bisa melihat hal yang disampaikan terkesan asal menjawab atau tidak bisa menjawab
 :)) :)) :))
 :'( :'( :'(

Atau terlalu pintar untuk menjawab tulisan orang bodoh.

Artikel ini menggunakan contoh mangkuk untuk menunjukkan bahwa mangkuk itu kosong dari keberadaan yang inheren/hakiki, namun tidak mengatakan bahwa cekungan dan cumbungan dari mangkuk merupakan manifestasi/proyeksi dari hal yang sama.

Menurut saya, kalo ditinjau dari paticcasamuppada, keberadaan fenomena apa pun bergantung pada fenomena lainnya, termasuk mangkuk dan bukit-lembah tadi. Dalam hal ini, bergantung pada bukit, maka muncul lembah; dengan tidak adanya bukit, maka tidak muncul lembah. Namun sebab akibat yang saling bergantungan ini tidak menyatakan bahwa bukit sama dengan lembah atau sebaliknya. Semuanya hanyalah fenomena yang saling bergantungan dan tidak dapat berdiri sendiri, namun bukan berarti fenomena-fenomena yang saling bergantungan tersebut adalah manifestasi hal yang sama. Cmiiw.

Diterjemahkan secara salah dalam pengertian ini diterjemahkan sebagai isi adalah kosong dan kosong adalah isi.

Benar, terjemahan umum yang tepat adalah "rupa adalah kosong" dan "kosong adalah rupa" yang menyatakan kekosongan dari fenomena fisik/jasmani (rupakkhanda/rupaskhanda).

Bro Ari, boleh minta versi bahasa inggrisnya?

Sudah disebutkan pada bagian akhir artikel di atas, coba perhatikan baik2....
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline djoe

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 892
  • Reputasi: -13
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #20 on: 30 November 2012, 10:06:56 AM »
These verses demand careful scrutiny. In 24: 18, Nagarjuna establishes a critical three-way relation between emptiness, dependent origination, and verbal convention, and asserts that this relation itself is the Middle Way towards which his entire philosophical system is aimed. As we shall see, this is the basis for understanding the emptiness of emptiness itself. First, Nagarjuna asserts that the dependently arisen is emptiness. Emptiness and the phenomenal world are not two distinct things. They are rather two characterizations of the same thing. To say of something that it is dependently co-arisen is to say that it is empty. To say of something that it is empty is another way of saying that it arises dependently.

Moreover, whatever is dependently co-arisen is verbally established. That is, the identity of any dependently arisen thing depends upon verbal conventions. To say of a thing that it is dependently arisen is to say that its identity as a single entity is nothing more than its being the referent of a word. The thing itself, apart from conventions of individuation, is nothing but an arbitrary slice of an indefinite spatiotemporal and causal manifold. To say of a thing that its identity is a merely verbal fact about it is to say that it is empty. To view emptiness in this way is to see it neither as an entity nor as unreal--it is to see it as conventionally real.

Moreover, "emptiness" itself is asserted to be a dependent designation (Skt prajnaptir-upadaya [brTen Nas gDags pal). Its referent, emptiness itself, is thereby asserted to be merely dependent and nominal--conventionally existent but ultimately empty. This is, hence, a middle path with regard to emptiness. To view the dependently originated world in this way is to see it neither as nonempty nor as completely nonexistent. It is, viewed in this way, conventionally existent, but empty. We thus have a middle path with regard to dependent origination. To view convention in this way is to view it neither as ontologically insignificant--it determines the character of the phenomenal world--nor as ontologically efficacious --it is empty. Thus we also have a middle way with regard to convention. And finally, given the nice ambiguity in the reference of "that," (De Ni), not only are "dependent arising" and "emptiness" asserted to be dependent designations, and hence merely nominal, but the very relation between them is asserted to be so dependent, and therefore to be empty.[8]

http://www.thezensite.com/ZenEssays/Nagarjuna/Dependent_Arising.htm

« Last Edit: 30 November 2012, 10:41:44 AM by djoe »

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #21 on: 30 November 2012, 12:11:41 PM »
Kebetulan sekali ada yang bagus nih.

Quote
These verses demand careful scrutiny. In 24: 18, Nagarjuna establishes a critical three-way relation between emptiness, dependent origination, and verbal convention, and asserts that this relation itself is the Middle Way towards which his entire philosophical system is aimed. As we shall see, this is the basis for understanding the emptiness of emptiness itself. First, Nagarjuna asserts that the dependently arisen is emptiness. Emptiness and the phenomenal world are not two distinct things. They are rather two characterizations of the same thing. To say of something that it is dependently co-arisen is to say that it is empty. To say of something that it is empty is another way of saying that it arises dependently.
Kekosongan dan dunia fenomena bukanlah dua hal yang berbeda. Di sini sangat menjelaskan bahwa kekosongan itu bukan dicari di luar dunia fenomena, namun adalah sisi lain dari dunia fenomena itu sendiri. Secara konvensional kita menunjuk sesuatu sebagai rupa, namun rupa itu sendiri adalah kumpulan yang muncul bergantungan, bukan suatu hakikat 'eksistensi' tertentu, maka disebut 'kosong'. Semua fenomena dunia, termasuk rupa, hakikatnya adalah kosong.

Lalu apakah 'rupa adalah kosong, kosong adalah rupa'?
'Biologi adalah mata pelajaran, apakah mata pelajaran adalah biologi'?

Silahkan jawab sendiri.


Quote
Moreover, whatever is dependently co-arisen is verbally established. That is, the identity of any dependently arisen thing depends upon verbal conventions. To say of a thing that it is dependently arisen is to say that its identity as a single entity is nothing more than its being the referent of a word. The thing itself, apart from conventions of individuation, is nothing but an arbitrary slice of an indefinite spatiotemporal and causal manifold. To say of a thing that its identity is a merely verbal fact about it is to say that it is empty. To view emptiness in this way is to see it neither as an entity nor as unreal--it is to see it as conventionally real.

Moreover, "emptiness" itself is asserted to be a dependent designation (Skt prajnaptir-upadaya [brTen Nas gDags pal). Its referent, emptiness itself, is thereby asserted to be merely dependent and nominal--conventionally existent but ultimately empty. This is, hence, a middle path with regard to emptiness. To view the dependently originated world in this way is to see it neither as nonempty nor as completely nonexistent. It is, viewed in this way, conventionally existent, but empty. We thus have a middle path with regard to dependent origination. To view convention in this way is to view it neither as ontologically insignificant--it determines the character of the phenomenal world--nor as ontologically efficacious --it is empty. Thus we also have a middle way with regard to convention. And finally, given the nice ambiguity in the reference of "that," (De Ni), not only are "dependent arising" and "emptiness" asserted to be dependent designations, and hence merely nominal, but the very relation between them is asserted to be so dependent, and therefore to be empty.[8]

http://wwthezensite.com/ZenEssays/Nagarjuna/Dependent_Arising.htm

Karena muncul bergantungan, maka dikatakan kosong.
Apakah ada ajaran 'kosong mengondisikan kemunculan wujud'?
Apakah dikatakan 'wujud dan kosong bergerak silih berganti'? ;D

Spoiler: ShowHide
Karena embrio berkembang di luar tubuh induk, maka disebut ovipar.
Apakah ovipar yang mengondisikan embrio berkembang di luar tubuh induk?
Apakah ovipar dan perkembangan embrio di luar tubuh induk bergerak silih berganti?


Hanya d**e yang tahu jawabannya.

Offline djoe

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 892
  • Reputasi: -13
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #22 on: 30 November 2012, 03:59:33 PM »
Kebetulan sekali ada yang bagus nih.
Kekosongan dan dunia fenomena bukanlah dua hal yang berbeda. Di sini sangat menjelaskan bahwa kekosongan itu bukan dicari di luar dunia fenomena, namun adalah sisi lain dari dunia fenomena itu sendiri. Secara konvensional kita menunjuk sesuatu sebagai rupa, namun rupa itu sendiri adalah kumpulan yang muncul bergantungan, bukan suatu hakikat 'eksistensi' tertentu, maka disebut 'kosong'. Semua fenomena dunia, termasuk rupa, hakikatnya adalah kosong.

Lalu apakah 'rupa adalah kosong, kosong adalah rupa'?
'Biologi adalah mata pelajaran, apakah mata pelajaran adalah biologi'?

Silahkan jawab sendiri.

Seperti tertulis pada yang saya quote, kekosongan dan sunya bukanlah 2 hal entitias, maka dikatakan kekosongan/sunya itu sendiri adalah fenomena dan fenomena itu sendiri adalah kekosongan/sunya. Keduanya tidak bisa muncul berdiri sendiri dan juga bukan entitas terpisah.

Dan pada dasarnya segala sesusatu adalah sunya dengan kata lain tidak bisa eksis sendiri dengan kata lain bukan entititas yang beridiri sendiri. Segala sesuatu tidak bisa dikatakan ada. TIdak bisa dikatakan ada dalam hal pengertian tidak punya entitas tersendiri. Jika segala sesuatu tidak ada entitas tersendiri, apakah ada entitias yang lain yg bisa membedakan entitas yang tidak ada?

Sama halnya dengan kosong sendiri adalah fenomena Dan rupa juga adalah fenomena.

Keduanya tidak bisa muncul berdiri sendiri dan bukan 2 entitas terpisah. Dan tidak ada yang dapat dikatakan sebagai suatu entitias , sama halnya rupa dan kosong bukanlah 2 entitas terpisah. Jadi rupa adalah kosong, kosong adalah rupa. Dalam hal ini mereka dikatakan sama karena pada dasarnya tidak ada entitas/identiti yang berdiri sendiri

Statement tersebut juga dapat diartikan, tergantung cara kita melihat asalkan sesuai pada konteks dan pada hukum kesunyataan
Seperti yang anda tulis
"namun rupa itu sendiri adalah kumpulan yang muncul bergantungan, bukan suatu hakikat 'eksistensi' tertentu, maka disebut 'kosong'"

dan kosong adalah rupa

Kosong disini dilihat dalam konteks seseorang melihat kosong adalah tanpa eksistensi. Sebaliknya berhentinya rupa bukanlah akhir dari rupa danj uga kita tidak bisa mengatakan akhir dari rupa(jika begitu berarti kita melihat rupa sebagai entitias tertentu dan bisa berakhir putus sama sekalai) tetapi berproses ke eksitensi selanjutnya. Dan bagaiaman mungkin kita bisa mengatakan sesuatu yg tanpa entitas bisa berakhir?.  Karena fenomena itu sendiri juga adalah rupa termasuk kekosongan itu sendiri. Jika kita mengatakan berhentinya rupa adalah berhentinya eksistensi, maka itu adalah nihilisme dengan kata lain kita menganggap rupa itu ada dan berdiri sendiri.

Jika kita membeda bedakan dan melekat pada penamaan, maka ada entitas terpisah dalam hal ini kosong dan rupa berbeda, tetapi pada dasarnya mereka berdua adalah sunya dan bukan entitas yg berdiri sendiri.

Jadi sebenarnya sunya itu sendiri adalah tanpa entititas yg berdiri sendiri, bukan mengatakan mereka sesuatu itu tidak ada, tetrapi mereka tidak punya entitas terpisah. Jika tidak ada entitas terpisah, berdiri sendiri, kenapa tidak bisa dikatakan kosong adalah rupa juga.

Jadi pemahaman itu bisa dikembangkan asalkan berpegangan pada kesunyataan. Kecuali kita hanya menghafal mati kata kata tersebut. Dengan demikian kita terkunci oleh kata kata dan tidak bisa berkembang. Harus menggunakan kata kata tersebut persis seperti yang ada di sutra, untuk menjelaskan sesuatu.

Jika ada pemahaman, seharusnya kita mengerti dan melihat kebenarannya walau dalam wujud beda atau kata kata beda.
« Last Edit: 30 November 2012, 04:14:00 PM by djoe »

Offline djoe

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 892
  • Reputasi: -13
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #23 on: 30 November 2012, 04:15:51 PM »
Dengan kata lain segala sesuatu adalah sunya. Mereka tidak punya sesuatu yang bisa dibedakan ataupun disamakan dikarenakan mereka tidak punya entitas diri.

Segala sesuatu ada , hanyalah karena penyebutan secara nama. Mereka ada secara konvensi atau kita melihatnya sebagai entitas .
« Last Edit: 30 November 2012, 04:17:47 PM by djoe »

Offline Sunyata

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.082
  • Reputasi: 52
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #24 on: 30 November 2012, 09:14:00 PM »
Dengan kata lain segala sesuatu adalah sunya. Mereka tidak punya sesuatu yang bisa dibedakan ataupun disamakan dikarenakan mereka tidak punya entitas diri.

Segala sesuatu ada , hanyalah karena penyebutan secara nama. Mereka ada secara konvensi atau kita melihatnya sebagai entitas .
Bagaimana penjelasannya om? Kalau segala sesuatu tidak punya sesuatu yang bisa dibedakan ataupun disamakan karena tidak punya entitas diri? Mengapa sekarang om dapat menulis dan membedakan a, b dan c? Mengapa saya bisa menyamakan o dan o? Meskipun mereka tidak punya entitas diri? Mohon pencerahannya...

Offline will_i_am

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.163
  • Reputasi: 155
  • Gender: Male
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #25 on: 30 November 2012, 09:35:19 PM »
Quote
"Para Bhikkhu, ada perbedaan antara kaum duniawi yang terlatih dengan kaum duniawi yang tidak terlatih"
yang berkata seperti ini masih belum setara om djoe ya (masih membeda2kan)?
hiduplah hanya pada hari ini, jangan mengkhawatirkan masa depan ataupun terpuruk dalam masa lalu.
berbahagialah akan apa yang anda miliki, jangan mengejar keinginan akan memiliki
_/\_

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #26 on: 01 December 2012, 09:36:52 AM »
yang berkata seperti ini masih belum setara om djoe ya (masih membeda2kan)?


Versi Nagarjuna:
-Eksistensi api tak terpisahkan dari shunya
-Eksistensi air tak terpisahkan dari shunya


Versi 'baru':
-Api dan air adalah shunya, keduanya ga bisa disamakan atau dibedakan

;D

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #27 on: 01 December 2012, 12:21:50 PM »
benda padat tidak benar-benar padat
kekosongan tidak benar-benar kosong
tidak ada benda yang benar-benar padat
tidak ada kekosongan yang benar-benar kosong

masing-masing padat dan kosong
terdiri dari padat dan kosong
yang disebut padat adalah perpaduan
begitu pula kekosongan adalah perpaduan

"sabbe sankhara anicca"
segala perpaduan tidak kekal
padat dan kekosongan adalah perpaduan
keduanya tidak kekal.

"sabbe sankhara dukkha"
"sabbe dhamma anatta"
perpaduan tidak pernah sempurna
segalanya tidak memiliki jati purna

Dalam konteks ini ane setuju, "isi adalah kosong, kosong adalah isi."...."sunyata"
« Last Edit: 01 December 2012, 12:40:36 PM by hendrako »
yaa... gitu deh

Offline Kelana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.225
  • Reputasi: 142
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #28 on: 01 December 2012, 10:51:49 PM »
benda padat tidak benar-benar padat
kekosongan tidak benar-benar kosong
tidak ada benda yang benar-benar padat
tidak ada kekosongan yang benar-benar kosong

masing-masing padat dan kosong
terdiri dari padat dan kosong
yang disebut padat adalah perpaduan
begitu pula kekosongan adalah perpaduan

"sabbe sankhara anicca"
segala perpaduan tidak kekal
padat dan kekosongan adalah perpaduan
keduanya tidak kekal.

"sabbe sankhara dukkha"
"sabbe dhamma anatta"
perpaduan tidak pernah sempurna
segalanya tidak memiliki jati purna

Dalam konteks ini ane setuju, "isi adalah kosong, kosong adalah isi."...."sunyata"


Kalau isi adalah kosong, kosong adalah isi, maka silahkan bertelanjang saat hendak pergi kerja, sekolah atau kemana juga. Silahkan melakukan kejahatan karena kejahatan adalah kebaikan. Ini adalah suatu pemikiran yang tidak dibenarkan. Bahkan Prajnaparamita tidak menyebutkan adanya kosong adalah isi (sunya adalah purna/asunya), tetapi sunya tidak terpisahkan dari rupa (sunya na prthak rupa).

Ketika kita berbicara bahwa benda padat tidak benar-benar padat, kekosongan tidak benar-benar kosong, ini berarti seharusnya kita tahu bahwa ada perbedaan antara rupa dan kosong. Meskipun keduanya memiliki satu sifat/karakter/laksana yang sama bukan berarti kosong adalah rupa.

Ketika kita memberbicara mengenai anicca, dukkha dan anatta (kosong/sunya),  kita berbicara mengenai ciri/sifat/karakter (Pali: lakkhana, Sanskerta:laksana) dari skandha/khandha, dan hanya sifat anatta untuk sunya. 

Jika isi adalah kosong, kosong adalah isi, ini berarti kita menyamakan antara sifat/laksana dengan skandha.

Contoh: Salah satu sifat emas adalah keras, salah satu sifat berlian adalah keras, keras adalah emas – emas adalah keras, berlian adalah keras - keras adalah berlian, maka berlian adalah emas atau emas adalah berlian. Ini tidak benar.

Yang benar adalah salah satu sifat emas = salah satu sifat berlian adalah keras

Jadi yang benar persamaannya adalah sunyata-nya kekosongan = sunyata-nya rupa. Ini adalah persamaan yang setara, antara laksana dengan laksana.
GKBU
 
_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Offline Kelana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.225
  • Reputasi: 142
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #29 on: 01 December 2012, 11:13:05 PM »
Kebetulan sekali ada yang bagus nih.
Kekosongan dan dunia fenomena bukanlah dua hal yang berbeda. Di sini sangat menjelaskan bahwa kekosongan itu bukan dicari di luar dunia fenomena, namun adalah sisi lain dari dunia fenomena itu sendiri. Secara konvensional kita menunjuk sesuatu sebagai rupa, namun rupa itu sendiri adalah kumpulan yang muncul bergantungan, bukan suatu hakikat 'eksistensi' tertentu, maka disebut 'kosong'. Semua fenomena dunia, termasuk rupa, hakikatnya adalah kosong.

Lalu apakah 'rupa adalah kosong, kosong adalah rupa'?
'Biologi adalah mata pelajaran, apakah mata pelajaran adalah biologi'?

Silahkan jawab sendiri.


Karena muncul bergantungan, maka dikatakan kosong.
Apakah ada ajaran 'kosong mengondisikan kemunculan wujud'?
Apakah dikatakan 'wujud dan kosong bergerak silih berganti'? ;D

Spoiler: ShowHide
Karena embrio berkembang di luar tubuh induk, maka disebut ovipar.
Apakah ovipar yang mengondisikan embrio berkembang di luar tubuh induk?
Apakah ovipar dan perkembangan embrio di luar tubuh induk bergerak silih berganti?


Hanya d**e yang tahu jawabannya.

Emptiness and the phenomenal world are not two distinct things. They are rather two characterizations of the same thing

Saya mengindikasikan adanya salah terjemahan. Entah kenapa orang barat menggunakan istilah distinct yang kemudian diartikan dalam bahasa Indonesia jadi berarti “berbeda”, padahal ada pengertian lain:

Oxford:
•  recognizably different in nature from something else of a similar type: the patterns of spoken language are distinct from those of writing there are two distinct types of sickle cell disease
•  physically separate: the gallery is divided into five distinct spaces
 Origin:
late Middle English (in the sense 'differentiated'): from Latin distinctus 'separated, distinguished', from the verb distinguere (see distinguish)

Jadi kata distinct itu berdasarkan asal kata berarti separated (terpisah) sama halnya dengan arti dari prthak = separate = terpisah
Teks awal Prajnaparamita adalah Sanskerta bukan bahasa Inggris atau Mandarin sehingga Sanskerta-lah yang seharusnya menjadi acuan. Dan nampaknya “master” kita ini lebih suka istilah yang memang membuat bingung ria dan berakhir paradoks dari pada kata yang dapat mudah dimengerti . :whistle:
GKBU
 
_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #30 on: 02 December 2012, 07:43:35 AM »
 [at] om kelana, mau bagaimanapun juga sang master pasti mencari pembenaran untuk pemikirannya. Dia akan mencari dari sumber2 yang mendukung dia, jafi yang sangsekerta gak sah lah bagi dia.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline Kelana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.225
  • Reputasi: 142
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #31 on: 02 December 2012, 11:37:14 AM »
[at] om kelana, mau bagaimanapun juga sang master pasti mencari pembenaran untuk pemikirannya. Dia akan mencari dari sumber2 yang mendukung dia, jafi yang sangsekerta gak sah lah bagi dia.

Yup, pasti akan demikian.
Dan mengingat istilah kosong=isi ini kemungkinan sudah ratusan tahun bahkan tidak menutup kemungkinan sudah tertanam dalam pemikiran beberapa Master Mahayana serta dalam tulisan-tulisan mereka, maka hal ini wajar saja. Namun sepengetahuan saya semua sepakat bahwa Prajnaparamita Hrdaya Sutra tersebut mengacu pada ajaran anatta, termasuk para Master Mahayana yang harus merumitkan diri dengan menggunakan istilah kosong=isi.
GKBU
 
_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #32 on: 02 December 2012, 02:04:24 PM »

Kalau isi adalah kosong, kosong adalah isi, maka silahkan bertelanjang saat hendak pergi kerja, sekolah atau kemana juga. Silahkan melakukan kejahatan karena kejahatan adalah kebaikan. Ini adalah suatu pemikiran yang tidak dibenarkan. Bahkan Prajnaparamita tidak menyebutkan adanya kosong adalah isi (sunya adalah purna/asunya), tetapi sunya tidak terpisahkan dari rupa (sunya na prthak rupa).

Ketika kita berbicara bahwa benda padat tidak benar-benar padat, kekosongan tidak benar-benar kosong, ini berarti seharusnya kita tahu bahwa ada perbedaan antara rupa dan kosong. Meskipun keduanya memiliki satu sifat/karakter/laksana yang sama bukan berarti kosong adalah rupa.

Ketika kita memberbicara mengenai anicca, dukkha dan anatta (kosong/sunya),  kita berbicara mengenai ciri/sifat/karakter (Pali: lakkhana, Sanskerta:laksana) dari skandha/khandha, dan hanya sifat anatta untuk sunya. 

Jika isi adalah kosong, kosong adalah isi, ini berarti kita menyamakan antara sifat/laksana dengan skandha.

Contoh: Salah satu sifat emas adalah keras, salah satu sifat berlian adalah keras, keras adalah emas – emas adalah keras, berlian adalah keras - keras adalah berlian, maka berlian adalah emas atau emas adalah berlian. Ini tidak benar.

Yang benar adalah salah satu sifat emas = salah satu sifat berlian adalah keras

Jadi yang benar persamaannya adalah sunyata-nya kekosongan = sunyata-nya rupa. Ini adalah persamaan yang setara, antara laksana dengan laksana.


Intinya adalah segala sesuatu (kecuali Nibbana) adalah "sankhara"..................................................itu saja.
yaa... gitu deh

Offline Sunya

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 876
  • Reputasi: -16
  • Nothing, but your perception ONLY
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #33 on: 02 December 2012, 08:30:50 PM »
Bagaimana penjelasannya om? Kalau segala sesuatu tidak punya sesuatu yang bisa dibedakan ataupun disamakan karena tidak punya entitas diri? Mengapa sekarang om dapat menulis dan membedakan a, b dan c? Mengapa saya bisa menyamakan o dan o? Meskipun mereka tidak punya entitas diri? Mohon pencerahannya...

Saya bantu jawab (maaf bukan cloning-an dari Dj**).

Pikiran yang dapat menulis dan membedakan a, b dan c.

Pikiran juga yang menyamakan o dan o.

Penyamaan dan pembedaan lahir karena ada Pikiran. Ketika tidak ada pikiran, lalu "siapa" yang berpikir? (Kutipan Zen)

Ketika diri telah terbebas (dari shankara dan dukkha), apa yang harus disamakan dan dibedakan?

Bahkan segala intelektualitas dan subjektivitas berpikir adalah sunya, tidak memiliki inti/entitas yang hakiki. Apalagi yang harus dicari persamaan dan perbedaan, karena kita tahu persamaan dan perbedaan lahirnya dari pikiran (salah satu faktor mental dari 5 agregat/khanda).

Semoga selangkah menuju pencerahan.

Salam.

Offline Sunya

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 876
  • Reputasi: -16
  • Nothing, but your perception ONLY
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #34 on: 02 December 2012, 09:24:28 PM »
Intinya adalah segala sesuatu (kecuali Nibbana) adalah "sankhara"..................................................itu saja.

Berhubung ini di sub Tradisi Mahayana, maka pernyataan di atas tidak tepat.

Dalam aliran lain, kebenaran dibagi dua (Paramattha Sacca dan Samutti Sacca), yang meliputi citta, cetasika, rupa, dan nibbana.

Di aliran Mahayana, keempat faktor di atas pun, tidak lepas dari Sunya (kekosongan dari inti hakiki).

Singkatnya, nibbana pun lahir dari hasil (entah itu Jalan Mulia Beruas Delapan, Brahma Vihara, dst). Intinya: "Segala sesuatu di dalam keberadaan ini adalah sunya, tidak berdiri secara independen."

Seperti itu kira-kira maksud dari Sunyata, dan kaitannya dengan Patticca Samuppada (sebab-musabab saling bergantungan).

Mohon koreksinya. Terima kasih.

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #35 on: 03 December 2012, 12:23:43 AM »
Berhubung ini di sub Tradisi Mahayana, maka pernyataan di atas tidak tepat.

Dalam aliran lain, kebenaran dibagi dua (Paramattha Sacca dan Samutti Sacca), yang meliputi citta, cetasika, rupa, dan nibbana.

Di aliran Mahayana, keempat faktor di atas pun, tidak lepas dari Sunya (kekosongan dari inti hakiki).

Singkatnya, nibbana pun lahir dari hasil (entah itu Jalan Mulia Beruas Delapan, Brahma Vihara, dst). Intinya: "Segala sesuatu di dalam keberadaan ini adalah sunya, tidak berdiri secara independen."

Seperti itu kira-kira maksud dari Sunyata, dan kaitannya dengan Patticca Samuppada (sebab-musabab saling bergantungan).

Mohon koreksinya. Terima kasih.

Nibbana bukan termasuk sankhara karena bukan merupakan perpaduan.

"Sabbe sankhara anicca
Sabbe sankhara dukkha
Sabbe dhamma anatta"

Segala sesuatu (sankhara + Nibbana) pada syair di atas disebut sebagai Dhamma.
Segala sesuatu (sankhara + Nibbana) bersifat anatta............sunya.
yaa... gitu deh

Offline Sunyata

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.082
  • Reputasi: 52
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #36 on: 03 December 2012, 06:52:34 AM »
Saya bantu jawab (maaf bukan cloning-an dari Dj**).

Pikiran yang dapat menulis dan membedakan a, b dan c.

Pikiran juga yang menyamakan o dan o.

Penyamaan dan pembedaan lahir karena ada Pikiran. Ketika tidak ada pikiran, lalu "siapa" yang berpikir? (Kutipan Zen)

Ketika diri telah terbebas (dari shankara dan dukkha), apa yang harus disamakan dan dibedakan?

Bahkan segala intelektualitas dan subjektivitas berpikir adalah sunya, tidak memiliki inti/entitas yang hakiki. Apalagi yang harus dicari persamaan dan perbedaan, karena kita tahu persamaan dan perbedaan lahirnya dari pikiran (salah satu faktor mental dari 5 agregat/khanda).

Semoga selangkah menuju pencerahan.

Salam.
Pikiran membedakan/menyamakan berdasarkan apa? Bukankah dibedakan/disamakan berdasarkan "sesuatu"? Emas adalah bata dan bata adalah emas. Kesimpulan: Jualah bata ke toko emas?

Offline Sunya

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 876
  • Reputasi: -16
  • Nothing, but your perception ONLY
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #37 on: 03 December 2012, 07:45:47 AM »
Nibbana bukan termasuk sankhara karena bukan merupakan perpaduan.

"Sabbe sankhara anicca
Sabbe sankhara dukkha
Sabbe dhamma anatta"

Segala sesuatu (sankhara + Nibbana) pada syair di atas disebut sebagai Dhamma.
Segala sesuatu (sankhara + Nibbana) bersifat anatta............sunya.

Segala sesuatu sunya/kosong dari sifat hakiki, termasuk Buddha, Dhamma, Sangha dan juga Nibbana.

Offline Sunya

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 876
  • Reputasi: -16
  • Nothing, but your perception ONLY
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #38 on: 03 December 2012, 07:49:59 AM »
Pikiran membedakan/menyamakan berdasarkan apa? Bukankah dibedakan/disamakan berdasarkan "sesuatu"? Emas adalah bata dan bata adalah emas. Kesimpulan: Jualah bata ke toko emas?

Jangan mencampuradukkan kebenaran mutlak dan kondisional.

Salam.

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #39 on: 03 December 2012, 11:18:00 AM »

Kalau isi adalah kosong, kosong adalah isi, maka silahkan bertelanjang saat hendak pergi kerja, sekolah atau kemana juga. Silahkan melakukan kejahatan karena kejahatan adalah kebaikan. Ini adalah suatu pemikiran yang tidak dibenarkan. Bahkan Prajnaparamita tidak menyebutkan adanya kosong adalah isi (sunya adalah purna/asunya), tetapi sunya tidak terpisahkan dari rupa (sunya na prthak rupa).
[...]
Bugil tidak benar2 bugil, berpakaian juga tidak benar2 berpakaian.
Tidak ada yang benar2 bugil, dan tidak ada yang benar2 berpakaian.
Bugil & berpakaian adalah perpaduan, keduanya tidak kekal.
Dalam konteks ini, maka bugil = berpakaian, berpakaian = bugil.

Mau lebih ekstrem?
Spoiler: ShowHide
Buddha tidak benar2 Buddha, penipu juga tidak benar2 penipu.
Tidak ada yang benar2 buddha, dan tidak ada yang benar2 penipu.
Buddha & penipu adalah perpaduan, keduanya tidak kekal.
Dalam konteks ini, maka Buddha = penipu, penipu = Buddha.

 :|




Emptiness and the phenomenal world are not two distinct things. They are rather two characterizations of the same thing

Saya mengindikasikan adanya salah terjemahan. Entah kenapa orang barat menggunakan istilah distinct yang kemudian diartikan dalam bahasa Indonesia jadi berarti “berbeda”, padahal ada pengertian lain:

Oxford:
•  recognizably different in nature from something else of a similar type: the patterns of spoken language are distinct from those of writing there are two distinct types of sickle cell disease
•  physically separate: the gallery is divided into five distinct spaces
 Origin:
late Middle English (in the sense 'differentiated'): from Latin distinctus 'separated, distinguished', from the verb distinguere (see distinguish)

Jadi kata distinct itu berdasarkan asal kata berarti separated (terpisah) sama halnya dengan arti dari prthak = separate = terpisah
Teks awal Prajnaparamita adalah Sanskerta bukan bahasa Inggris atau Mandarin sehingga Sanskerta-lah yang seharusnya menjadi acuan. Dan nampaknya “master” kita ini lebih suka istilah yang memang membuat bingung ria dan berakhir paradoks dari pada kata yang dapat mudah dimengerti . :whistle:
Iya, betul. "Terpisah" nampaknya lebih tidak ambigu. Terlepas dari itu pun, yang bikin aneh adalah ketidaksesuaian konteksnya, bahwa (sehubungan dengan rupa,) rupa tidak terpisah dari sunya dan sunya tidak terpisah dari rupa, dan juga keliru memahami sunya (kosong) di sini yang bukan lawan kata dari rupa, sehingga muncul pola pikir berikut:

-kosong (sunya) itu isi (rupa), isi (rupa) itu kosong (sunya) [a =  b,  b =  a]
E.g. Gelas setengah kosong = setengah isi; bukit = lembah.

Kemudian keluar dari konteks, 2 objek yang berbeda disamakan dengan menghilangkan persepsi (x).
E.g. Karena melihat pisik (ada persepsi, x), maka pria beda dengan wanita (b != !b).
Tapi menutup mata (!x), maka pria dan wanita sama (b = !b).

Dengan demikian, kosong/tidak kosong juga ditentukan persepsi.
Karena persepsi, maka kosong beda dengan tidak kosong (a != !a)
kalau tanpa persepsi, maka kosong sama dengan tidak kosong (a = !a)

Ringkasan.
Jika telah memahami "sunyata" (tanpa x):
* a = b ;  b =  a
* a = !b; !b =  a
*!a = b ;  b = !a
*!a = !b; !b = !a

Tinggal diaplikasikan:
* Gorilla adalah mamalia; mamalia adalah gorilla
* Gorilla adalah kadal; kadal adalah gorilla
* Ubur-ubur adalah mamalia; mamalia adalah ubur-ubur
* Ubur-ubur adalah kadal; kadal adalah ubur-ubur

Penjelasan:
-Gorilla bergantung pada mamalia, mamalia bergantung pada gorilla.
Ubur-ubur adalah mamalia; Gorilla pun kadal.
Gorilla, ubur2, kadal, mamalia, semua bergerak silih berganti, saling mempengaruhi.
Spoiler: ShowHide
Berhentinya wujud bukanlah tanpa eksistensi
dan munculnya wujud bukanlah eksistensi

wujud dan kosong adalah satu rangkaian yang bergerak silih berganti,
Kekosongan mengkondisikan kemunculan wujud dan wujud mengkondisikan kemunculan kekosongan, Bergerak terus menerus, saling mempengaruhi


-Gorilla dan ubur2 terpisahkan hanyalah karena masalah penamaan.
Spoiler: ShowHide
Jika kita membeda bedakan dan melekat pada penamaan, maka ada entitas terpisah dalam hal ini kosong dan rupa berbeda, tetapi pada dasarnya mereka berdua adalah sunya dan bukan entitas yg berdiri sendiri.


-Gorilla ga bener2 gorilla, ubur-ubur juga ga bener2 ubur2.
Spoiler: ShowHide
benda padat tidak benar-benar padat
kekosongan tidak benar-benar kosong
tidak ada benda yang benar-benar padat
tidak ada kekosongan yang benar-benar kosong


dan terakhir, Mendebatkan gorilla terpisah atau tidak terpisah dari ubur2 atau kadal adalah pandangan terdelusi.
Spoiler: ShowHide
Mengatakan bukit dan lembah tidak terpisahkan ataupun terpisahkan hanyalah pandangam terdelusi. Mereka hanyalah seperti itu karena mereka tidak punya sifat terpisahkan ataupun tidak terpisahkan.



Filosofi tingkat tinggi ini memang luar biasa sulit dipahami.


Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #40 on: 03 December 2012, 01:30:01 PM »
Bugil tidak benar2 bugil, berpakaian juga tidak benar2 berpakaian.
Tidak ada yang benar2 bugil, dan tidak ada yang benar2 berpakaian.
Bugil & berpakaian adalah perpaduan, keduanya tidak kekal.
Dalam konteks ini, maka bugil = berpakaian, berpakaian = bugil.

Mau lebih ekstrem?
Spoiler: ShowHide
Buddha tidak benar2 Buddha, penipu juga tidak benar2 penipu.
Tidak ada yang benar2 buddha, dan tidak ada yang benar2 penipu.
Buddha & penipu adalah perpaduan, keduanya tidak kekal.
Dalam konteks ini, maka Buddha = penipu, penipu = Buddha.

 :|



Iya, betul. "Terpisah" nampaknya lebih tidak ambigu. Terlepas dari itu pun, yang bikin aneh adalah ketidaksesuaian konteksnya, bahwa (sehubungan dengan rupa,) rupa tidak terpisah dari sunya dan sunya tidak terpisah dari rupa, dan juga keliru memahami sunya (kosong) di sini yang bukan lawan kata dari rupa, sehingga muncul pola pikir berikut:

-kosong (sunya) itu isi (rupa), isi (rupa) itu kosong (sunya) [a =  b,  b =  a]
E.g. Gelas setengah kosong = setengah isi; bukit = lembah.

Kemudian keluar dari konteks, 2 objek yang berbeda disamakan dengan menghilangkan persepsi (x).
E.g. Karena melihat pisik (ada persepsi, x), maka pria beda dengan wanita (b != !b).
Tapi menutup mata (!x), maka pria dan wanita sama (b = !b).

Dengan demikian, kosong/tidak kosong juga ditentukan persepsi.
Karena persepsi, maka kosong beda dengan tidak kosong (a != !a)
kalau tanpa persepsi, maka kosong sama dengan tidak kosong (a = !a)

Ringkasan.
Jika telah memahami "sunyata" (tanpa x):
* a = b ;  b =  a
* a = !b; !b =  a
*!a = b ;  b = !a
*!a = !b; !b = !a

Tinggal diaplikasikan:
* Gorilla adalah mamalia; mamalia adalah gorilla
* Gorilla adalah kadal; kadal adalah gorilla
* Ubur-ubur adalah mamalia; mamalia adalah ubur-ubur
* Ubur-ubur adalah kadal; kadal adalah ubur-ubur

Penjelasan:
-Gorilla bergantung pada mamalia, mamalia bergantung pada gorilla.
Ubur-ubur adalah mamalia; Gorilla pun kadal.
Gorilla, ubur2, kadal, mamalia, semua bergerak silih berganti, saling mempengaruhi.


-Gorilla dan ubur2 terpisahkan hanyalah karena masalah penamaan.


-Gorilla ga bener2 gorilla, ubur-ubur juga ga bener2 ubur2.


dan terakhir, Mendebatkan gorilla terpisah atau tidak terpisah dari ubur2 atau kadal adalah pandangan terdelusi.



Filosofi tingkat tinggi ini memang luar biasa sulit dipahami.



Benar anda emang tidak mengerti keknya.  :)
Rancu antara konvensi dan realiti.

« Last Edit: 03 December 2012, 01:32:03 PM by hendrako »
yaa... gitu deh

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #41 on: 03 December 2012, 01:39:13 PM »
Benar anda emang tidak mengerti keknya.  :)
Rancu antara konvensi dan realiti.


Konvensi tidak benar-benar konvensi
Realiti tidak benar-benar realiti
Tidak ada yang benar-benar konvensi
Tidak ada yang benar-benar realiti

Maka disebut konvensi adalah realiti, realiti adalah konvensi.

Nampaknya anda yang tidak mengerti apa yang anda katakan. ;D

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #42 on: 03 December 2012, 01:43:35 PM »
Konvensi tidak benar-benar konvensi
Realiti tidak benar-benar realiti
Tidak ada yang benar-benar konvensi
Tidak ada yang benar-benar realiti

Maka disebut konvensi adalah realiti, realiti adalah konvensi.

Nampaknya anda yang tidak mengerti apa yang anda katakan. ;D


 :)
yaa... gitu deh

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #43 on: 03 December 2012, 01:47:14 PM »
:)
Ayolah, jangan ragu jangan malu2, jelaskan dengan terperinci.

Offline djoe

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 892
  • Reputasi: -13
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #44 on: 03 December 2012, 02:12:59 PM »
Emptiness and the phenomenal world are not two distinct things. They are rather two characterizations of the same thing

Saya mengindikasikan adanya salah terjemahan. Entah kenapa orang barat menggunakan istilah distinct yang kemudian diartikan dalam bahasa Indonesia jadi berarti “berbeda”, padahal ada pengertian lain:

Oxford:
•  recognizably different in nature from something else of a similar type: the patterns of spoken language are distinct from those of writing there are two distinct types of sickle cell disease
•  physically separate: the gallery is divided into five distinct spaces
 Origin:
late Middle English (in the sense 'differentiated'): from Latin distinctus 'separated, distinguished', from the verb distinguere (see distinguish)

Jadi kata distinct itu berdasarkan asal kata berarti separated (terpisah) sama halnya dengan arti dari prthak = separate = terpisah
Teks awal Prajnaparamita adalah Sanskerta bukan bahasa Inggris atau Mandarin sehingga Sanskerta-lah yang seharusnya menjadi acuan. Dan nampaknya “master” kita ini lebih suka istilah yang memang membuat bingung ria dan berakhir paradoks dari pada kata yang dapat mudah dimengerti . :whistle:



Coba lihat yang di bold,

Yang berbingung ria dan berakhir berparadoks ria sudah jelas lewat tulisan tersebut.
 :)) :)) :))

Offline djoe

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 892
  • Reputasi: -13
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #45 on: 03 December 2012, 02:17:03 PM »
 [at] Bro Sunya,

Makanya saya tidak mau menjawab pertanyaan bro sunya. Kalau tidak bisa melihat percuma juga dijelaskan. Terus dibawa kemana mana


 :)) :)) :))
 :'( :'( :'(
« Last Edit: 03 December 2012, 02:19:14 PM by djoe »

Offline Sunyata

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.082
  • Reputasi: 52
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #46 on: 03 December 2012, 02:23:58 PM »
Jangan mencampuradukkan kebenaran mutlak dan kondisional.

Salam.
Kebenaran mutlak ada karena kebenaran kondisional, kebenaran kondisional ada karena kebenaran mutlak. Kebenaran mutlak adalah kondisional dan kebenaran kondisional adalah kebenaran mutlak. Tidak ada sesuatu yg bisa dibedakan atau disamakan karena adalah tanpa inti diri.

Offline djoe

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 892
  • Reputasi: -13
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #47 on: 03 December 2012, 02:24:51 PM »
Bugil tidak benar2 bugil, berpakaian juga tidak benar2 berpakaian.
Tidak ada yang benar2 bugil, dan tidak ada yang benar2 berpakaian.
Bugil & berpakaian adalah perpaduan, keduanya tidak kekal.
Dalam konteks ini, maka bugil = berpakaian, berpakaian = bugil.

Mau lebih ekstrem?
Spoiler: ShowHide
Buddha tidak benar2 Buddha, penipu juga tidak benar2 penipu.
Tidak ada yang benar2 buddha, dan tidak ada yang benar2 penipu.
Buddha & penipu adalah perpaduan, keduanya tidak kekal.
Dalam konteks ini, maka Buddha = penipu, penipu = Buddha.

 :|



Iya, betul. "Terpisah" nampaknya lebih tidak ambigu. Terlepas dari itu pun, yang bikin aneh adalah ketidaksesuaian konteksnya, bahwa (sehubungan dengan rupa,) rupa tidak terpisah dari sunya dan sunya tidak terpisah dari rupa, dan juga keliru memahami sunya (kosong) di sini yang bukan lawan kata dari rupa, sehingga muncul pola pikir berikut:

-kosong (sunya) itu isi (rupa), isi (rupa) itu kosong (sunya) [a =  b,  b =  a]
E.g. Gelas setengah kosong = setengah isi; bukit = lembah.

Kemudian keluar dari konteks, 2 objek yang berbeda disamakan dengan menghilangkan persepsi (x).
E.g. Karena melihat pisik (ada persepsi, x), maka pria beda dengan wanita (b != !b).
Tapi menutup mata (!x), maka pria dan wanita sama (b = !b).

Dengan demikian, kosong/tidak kosong juga ditentukan persepsi.
Karena persepsi, maka kosong beda dengan tidak kosong (a != !a)
kalau tanpa persepsi, maka kosong sama dengan tidak kosong (a = !a)

Ringkasan.
Jika telah memahami "sunyata" (tanpa x):
* a = b ;  b =  a
* a = !b; !b =  a
*!a = b ;  b = !a
*!a = !b; !b = !a

Tinggal diaplikasikan:
* Gorilla adalah mamalia; mamalia adalah gorilla
* Gorilla adalah kadal; kadal adalah gorilla
* Ubur-ubur adalah mamalia; mamalia adalah ubur-ubur
* Ubur-ubur adalah kadal; kadal adalah ubur-ubur

Penjelasan:
-Gorilla bergantung pada mamalia, mamalia bergantung pada gorilla.
Ubur-ubur adalah mamalia; Gorilla pun kadal.
Gorilla, ubur2, kadal, mamalia, semua bergerak silih berganti, saling mempengaruhi.


-Gorilla dan ubur2 terpisahkan hanyalah karena masalah penamaan.


-Gorilla ga bener2 gorilla, ubur-ubur juga ga bener2 ubur2.


dan terakhir, Mendebatkan gorilla terpisah atau tidak terpisah dari ubur2 atau kadal adalah pandangan terdelusi.



Filosofi tingkat tinggi ini memang luar biasa sulit dipahami.

Logikanya KK
 :)) :)) :))
 :'( :'( :'(

Offline djoe

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 892
  • Reputasi: -13
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #48 on: 03 December 2012, 02:34:39 PM »
Baik menggunakan kata berbeda atau terpisah ke dua duanya juga mengandung arti yg ambigu juga.
 :)) :)) :))
 :'( :'( :'( :'

Offline Kelana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.225
  • Reputasi: 142
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #49 on: 03 December 2012, 02:35:03 PM »
Bugil tidak benar2 bugil, berpakaian juga tidak benar2 berpakaian.
Tidak ada yang benar2 bugil, dan tidak ada yang benar2 berpakaian.
Bugil & berpakaian adalah perpaduan, keduanya tidak kekal.
Dalam konteks ini, maka bugil = berpakaian, berpakaian = bugil.
Spoiler: ShowHide

Mau lebih ekstrem?
[spoiler]Buddha tidak benar2 Buddha, penipu juga tidak benar2 penipu.
Tidak ada yang benar2 buddha, dan tidak ada yang benar2 penipu.
Buddha & penipu adalah perpaduan, keduanya tidak kekal.
Dalam konteks ini, maka Buddha = penipu, penipu = Buddha.

 :|



Iya, betul. "Terpisah" nampaknya lebih tidak ambigu. Terlepas dari itu pun, yang bikin aneh adalah ketidaksesuaian konteksnya, bahwa (sehubungan dengan rupa,) rupa tidak terpisah dari sunya dan sunya tidak terpisah dari rupa, dan juga keliru memahami sunya (kosong) di sini yang bukan lawan kata dari rupa, sehingga muncul pola pikir berikut:

-kosong (sunya) itu isi (rupa), isi (rupa) itu kosong (sunya) [a =  b,  b =  a]
E.g. Gelas setengah kosong = setengah isi; bukit = lembah.

Kemudian keluar dari konteks, 2 objek yang berbeda disamakan dengan menghilangkan persepsi (x).
E.g. Karena melihat pisik (ada persepsi, x), maka pria beda dengan wanita (b != !b).
Tapi menutup mata (!x), maka pria dan wanita sama (b = !b).

Dengan demikian, kosong/tidak kosong juga ditentukan persepsi.
Karena persepsi, maka kosong beda dengan tidak kosong (a != !a)
kalau tanpa persepsi, maka kosong sama dengan tidak kosong (a = !a)

Ringkasan.
Jika telah memahami "sunyata" (tanpa x):
* a = b ;  b =  a
* a = !b; !b =  a
*!a = b ;  b = !a
*!a = !b; !b = !a

Tinggal diaplikasikan:
* Gorilla adalah mamalia; mamalia adalah gorilla
* Gorilla adalah kadal; kadal adalah gorilla
* Ubur-ubur adalah mamalia; mamalia adalah ubur-ubur
* Ubur-ubur adalah kadal; kadal adalah ubur-ubur

Penjelasan:
-Gorilla bergantung pada mamalia, mamalia bergantung pada gorilla.
Ubur-ubur adalah mamalia; Gorilla pun kadal.
Gorilla, ubur2, kadal, mamalia, semua bergerak silih berganti, saling mempengaruhi.


-Gorilla dan ubur2 terpisahkan hanyalah karena masalah penamaan.


-Gorilla ga bener2 gorilla, ubur-ubur juga ga bener2 ubur2.


dan terakhir, Mendebatkan gorilla terpisah atau tidak terpisah dari ubur2 atau kadal adalah pandangan terdelusi.



Filosofi tingkat tinggi ini memang luar biasa sulit dipahami. [/spoiler]



Kesimpulannya jika isi=kosong:

Puthujjana = Buddha

Saya adalah Buddha ...keren kan. :))
GKBU
 
_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Offline Kelana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.225
  • Reputasi: 142
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #50 on: 03 December 2012, 02:40:03 PM »


Coba lihat yang di bold,

Yang berbingung ria dan berakhir berparadoks ria sudah jelas lewat tulisan tersebut.
 :)) :)) :))

Well..well. well. siapa yang mengatakan tidak ingin melanjutkan agar tidak mengumbar ego? Nampaknya anda tidak tahan terhadap ego anda ya?
(Sudahkah anda mulai telanjang hari ini?)

Dan nampaknya anda hanya bisa berkomentar demikian saja. Ini bukti anda hanya mementingkan bahasa lain yang bias dibanding dengan bahasa induk. Good luck kalau begitu.
GKBU
 
_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Offline Sunya

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 876
  • Reputasi: -16
  • Nothing, but your perception ONLY
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #51 on: 03 December 2012, 03:40:24 PM »
Kesimpulannya jika isi=kosong:

Puthujjana = Buddha

Saya adalah Buddha ...keren kan. :))

Tidak demikian, ini pemahaman keliru. Kosong dan isi bukan berlawanan, tapi kosong ada dalam setiap fenomena.

Offline rooney

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.750
  • Reputasi: 47
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia...
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #52 on: 03 December 2012, 03:46:06 PM »
Well..well. well. siapa yang mengatakan tidak ingin melanjutkan agar tidak mengumbar ego? Nampaknya anda tidak tahan terhadap ego anda ya?
(Sudahkah anda mulai telanjang hari ini?)

Dan nampaknya anda hanya bisa berkomentar demikian saja. Ini bukti anda hanya mementingkan bahasa lain yang bias dibanding dengan bahasa induk. Good luck kalau begitu.

Si lalat sangat menyukai bau "kotoran"  =))

Offline Sunya

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 876
  • Reputasi: -16
  • Nothing, but your perception ONLY
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #53 on: 03 December 2012, 03:47:07 PM »
Well..well. well. siapa yang mengatakan tidak ingin melanjutkan agar tidak mengumbar ego? Nampaknya anda tidak tahan terhadap ego anda ya?
(Sudahkah anda mulai telanjang hari ini?)

Telanjang = Berpakaian, Berpakaian = Telanjang. <--- Ini bukan analogi yang tepat untuk pemahaman bahwa semua fenomena sunya dari sifat hakiki.

Saya membaca beberapa analogi seperti Pelajaran adalah Biologi, dan Biologi adalah pelajaran, ini benar-benar penurunan/degradasi dari pemahaman Sunyata dalam Mahayana. Semoga yang menulis tiada niat untuk melecehkan konsep dari Yang Agung Buddha Gautama.

Offline djoe

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 892
  • Reputasi: -13
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #54 on: 03 December 2012, 03:56:31 PM »
When we talk about dependent arising, emptiness and the two truths we are really talking about the same thing. All are just devices to rid people of attachment. (Cheng 1991:39) We label them differently for convenience of discussion, but they are one and the same. Therefore, one cannot place one higher than another or assert one to the exclusion of another. (Winters, 1994:131) Furthermore, the relationship between pratityasamutpada and emptiness is empty and therefore the relationship does not have any intrinsic, inherent essence. Emptiness itself is dependent — dependent on conventional reality, dependent on pratityasamutpada. It is emptiness which allows dependent arising and which allows change and which allows ignorance to be eradicated. Hence,understanding conventional reality to be something other than what it is, is false understanding: nirvana and ‘this very place’ are one and the same.

The implications of Nagarjuna’s teachings are wide-ranging, startling and, at first reading, contradictory, even incomprehensible. For example, if all things are empty, does this mean that emptiness and dependent arising is the Ultimate Truth, in the sense that emptiness is the ‘essence’ of all things? Not at all. Nagarjuna said that ‘everything’ is empty. Therefore, emptiness itself must be empty or else emptiness would be the ‘essence’ of everything and Nagarjuna asserted that there is no ‘essence’ to anything, even emptiness itself. Madhyamika Buddhism refutes all ‘truths’ as being but provisional: “One should be empty of all truths and lean on nothing.” (Cheng, 1991:46) Emptiness, pratityasamutpada, the Four Noble Truths, all of the Tathagata’s teachings are just upaya; none should be asserted as ‘the truth’. As Nagarjuna said, “Empty, non-empty, both, or neither —these should not be declared [as they] are expressed only for the purpose of communication.” (quoted in Winters, 1994:133)

So, what does the emptiness of emptiness mean? Where does it lead us? It leads us back to ‘conventional’ reality. If ultimate reality is itself empty, ultimate reality can be nothing more than conventional reality. The two are identical. The Vimalakirtinirdesa Sutra says: “To say this is conventional and this is ultimate is dualistic. To realise that there is no difference between the conventional and the ultimate is to enter the Dharma-door of nonduality.” (quoted in Garfield and Priest, 2003) The Heart Sutra, the heart of Zen Buddhism, says the same thing: “Form is emptiness; emptiness is form; form is no different from emptiness; emptiness is no different from form.” This links the ‘two truths’ together; conventional reality and ultimate reality are not different; rather, they are two views of the same thing. Without the emptiness of emptiness, Nagarjuna would be preaching some kind of self-evident ultimate truth and he clearly is not doing that. As he said, “no truth has been taught by a Buddha for anyone, anywhere.” However, it is important to point out that nothing Nagarjuna teaches denies the conditional, ordinary world; it is just our clinging to it as an absolute that causes the problem. (MacFarlane, 1995; Cheng, 1991:42; Abe, 1997:99; Schroeder, 2000) Understanding and living in this realization is what.

http://www.thezensite.com/ZenEssays/Nagarjuna/zenteachingsofnagarjuna.pdf

not distinct
« Last Edit: 03 December 2012, 04:16:27 PM by djoe »

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #55 on: 03 December 2012, 04:04:50 PM »
Kesimpulannya jika isi=kosong:

Puthujjana = Buddha

Saya adalah Buddha ...keren kan. :))

Wah... gimana yah? Karena Buddha itu juga puthujjana. Jadi tidak keren sekaligus keren, sebab keren adalah tidak keren. ;D

Offline djoe

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 892
  • Reputasi: -13
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #56 on: 03 December 2012, 04:10:46 PM »
Telanjang = Berpakaian, Berpakaian = Telanjang. <--- Ini bukan analogi yang tepat untuk pemahaman bahwa semua fenomena sunya dari sifat hakiki.

Saya membaca beberapa analogi seperti Pelajaran adalah Biologi, dan Biologi adalah pelajaran, ini benar-benar penurunan/degradasi dari pemahaman Sunyata dalam Mahayana. Semoga yang menulis tiada niat untuk melecehkan konsep dari Yang Agung Buddha Gautama.


tepat sekali
Sangat disayangkan
 :'( :'( :'(

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #57 on: 03 December 2012, 04:11:26 PM »
Telanjang = Berpakaian, Berpakaian = Telanjang. <--- Ini bukan analogi yang tepat untuk pemahaman bahwa semua fenomena sunya dari sifat hakiki.

Saya membaca beberapa analogi seperti Pelajaran adalah Biologi, dan Biologi adalah pelajaran, ini benar-benar penurunan/degradasi dari pemahaman Sunyata dalam Mahayana. Semoga yang menulis tiada niat untuk melecehkan konsep dari Yang Agung Buddha Gautama.
Tidak perlu bersikap seolah-olah komentar anda mewakili Buddha Gautama.
Kalau mau bahas yah bahas saja, kita berdiri sama tinggi. Kalau sudah memberikan argumen, maka argumen itu harus siap dipertanyakan dan diuji.

Jika mampu, silahkan jelaskan. Jika tidak mampu, mungkin berdiam diri adalah pilihan yang baik.

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #58 on: 03 December 2012, 04:12:49 PM »

tepat sekali
Sangat disayangkan
 :'( :'( :'(
Waduh, master lalat, paling mahir menunjuk orang lain yah? ;D
Kok ga berkaca yah kalau anda menjelaskan dengan sangat amburadul? Saya babarkan logika itu berdasarkan quote anda lho.

Offline djoe

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 892
  • Reputasi: -13
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #59 on: 03 December 2012, 04:18:36 PM »
Waduh, master lalat, paling mahir menunjuk orang lain yah? ;D
Kok ga berkaca yah kalau anda menjelaskan dengan sangat amburadul? Saya babarkan logika itu berdasarkan quote anda lho.

Lebih tepatnya berdasarkan pikiran yang bro lihat. Karena tidak mungkin bro bisa melihat pikiran saya
 _/\_

Offline Sunya

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 876
  • Reputasi: -16
  • Nothing, but your perception ONLY
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #60 on: 03 December 2012, 04:20:18 PM »
Yang benar adalah (menurut yang saya pahami): Semua keberadaan (eksistensi), ada karena ditunjang oleh faktor-faktor, atau saling berkaitan satu dengan yang lain (Dependent Origination / Pratītyasamutpāda). Apapun itu; Bentuk / Non- bentuk, Makhluk, Alam Semesta, semua faktor mental (emosi, senang, sedih, stress, merasa ada, merasa merealisasi nibbana, dst) ada karena tunjangan faktor lain.

Contoh yang saya beri sebelumnya: Bodhisattva Gautama mencapai Kebuddhaan, karena usaha-Nya mengumpulkan parami, memupuk kebijaksanaan (Prajna Paramita), menjalankan samadhi, disiplin menjaga sila, dan sebagainya... selama berkalpa-kalpa. Dan hasilnya ialah, ketika terlahir sebagai putra Raja Suddhodana, maka Beliau setelah menjalani berbagai suka-duka dalam pertapaan, menghadapi rintangan karena karma Beliau, akhirnya pada purnama siddhi Beliau mencapai tahap Kemaha-tahuan Beliau, atau kita sebut sebagai Buddha.

Demikian contoh yang relevan dengan topik yang sedang dibahas. Persoalan-persoalan hidup lainnya (yang lebih sepele dibanding pencapaian Kebuddhaan/Arahat/Pacceka Buddha), semua menggunakan dan/atau terliputi (TANPA KECUALI) oleh satu fenomena itu, yaitu: Sunyata.

Dan karena ada Sunyata, maka ada Karuna, karena setiap makhluk ingin bahagia (yang abadi, kekal, agung/sempurna). Dengan mencintai makhluk lain (berwelas-asih/maha-karuna), maka tercapai kebahagiaan itu (dari level makhluk belum tercerahkan, sampai Buddha yang sedang mempurifikasi Buddha Ksetra-Nya).

Sunyata-Karuna-Garbha (Kekosongan melahirkan Welas-Asih). Dengan menyadari bahwa semua fenomena kosong, maka saya (siapapun dia) berkemampuan-penuh untuk menentukan nasib (masa depan) dia sendiri (dalam korelasinya dengan panca niyama, atau hukum yang mengatur alam semesta). Jadi, karena semua kosong, maka Kebuddhaan (atau cita-cita/impian, apapun itu) sangat mungkin dicapai, dengan upaya dan usaha yang benar tentunya. Dalam Kesunyataan, terdapat nirbatas kemungkinan, semua mungkin (everything is possible).

Itulah luar biasanya dari Sunyata.

Mohon tambahan dan koreksinya. Salam dan terima kasih.

Offline Kelana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.225
  • Reputasi: 142
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #61 on: 03 December 2012, 04:23:13 PM »
Tidak demikian, ini pemahaman keliru. Kosong dan isi bukan berlawanan, tapi kosong ada dalam setiap fenomena.
Jika dikatakan kosong ada dalam setiap fenomena, apakah ini berarti kosong=fenomena?

Telanjang = Berpakaian, Berpakaian = Telanjang. <--- Ini bukan analogi yang tepat untuk pemahaman bahwa semua fenomena sunya dari sifat hakiki.

Saya membaca beberapa analogi seperti Pelajaran adalah Biologi, dan Biologi adalah pelajaran, ini benar-benar penurunan/degradasi dari pemahaman Sunyata dalam Mahayana. Semoga yang menulis tiada niat untuk melecehkan konsep dari Yang Agung Buddha Gautama.
Sdr. Sunya, jika Telanjang = Berpakaian, Berpakaian = Telanjang dikatakan  bukan analogi yang tepat untuk pemahaman bahwa semua fenomena sunya dari sifat hakiki, maka kosong = isi juga bukan hal yang tepat untuk pemahaman bahwa semua fenomena sunya dari sifat hakiki, dan ini benar-benar penurunan/degradasi dari pemahaman Sunyata dalam Mahayana.

GKBU
 
_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Offline Kelana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.225
  • Reputasi: 142
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #62 on: 03 December 2012, 04:23:47 PM »
Wah... gimana yah? Karena Buddha itu juga puthujjana. Jadi tidak keren sekaligus keren, sebab keren adalah tidak keren. ;D

Ya anda salah (salah=betul, betul=salah)
GKBU
 
_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #63 on: 03 December 2012, 04:26:48 PM »
Lebih tepatnya berdasarkan pikiran yang bro lihat. Karena tidak mungkin bro bisa melihat pikiran saya
 _/\_
Wah, lagi-lagi berkelit. Lalat memang lincah.

Waktu anda menyetujui soal degradasi, memangnya berdasarkan yang anda lihat atau melihat pikiran saya?

Berkacalah, berkacalah!

Offline Sunya

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 876
  • Reputasi: -16
  • Nothing, but your perception ONLY
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #64 on: 03 December 2012, 04:30:15 PM »
Tidak perlu bersikap seolah-olah komentar anda mewakili Buddha Gautama.
Kalau mau bahas yah bahas saja, kita berdiri sama tinggi. Kalau sudah memberikan argumen, maka argumen itu harus siap dipertanyakan dan diuji.

Jika mampu, silahkan jelaskan. Jika tidak mampu, mungkin berdiam diri adalah pilihan yang baik.

Saya hanya menyayangkan munculnya argumen-argumen yang seolah mengerti, namun menertawakan konsep dalam ajaran Buddha.

Mungkin teguran Anda ada baiknya Anda berikan pada yang memberi penjelasan serta analogi Sunyata secara asal-asalan tersebut, karena sesuai prinsip Anda: "Jika mampu, silahkan jelaskan. Jika tidak mampu, mungkin berdiam diri adalah pilihan yang baik."

Sudahkah Anda memberi teguran/peringatan cinta kasih pada mereka yang berargumen?

Mohon bimbingannya.

Terima kasih.

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #65 on: 03 December 2012, 04:30:49 PM »
Yang benar adalah (menurut yang saya pahami): Semua keberadaan (eksistensi), ada karena ditunjang oleh faktor-faktor, atau saling berkaitan satu dengan yang lain (Dependent Origination / Pratītyasamutpāda). Apapun itu; Bentuk / Non- bentuk, Makhluk, Alam Semesta, semua faktor mental (emosi, senang, sedih, stress, merasa ada, merasa merealisasi nibbana, dst) ada karena tunjangan faktor lain.

Contoh yang saya beri sebelumnya: Bodhisattva Gautama mencapai Kebuddhaan, karena usaha-Nya mengumpulkan parami, memupuk kebijaksanaan (Prajna Paramita), menjalankan samadhi, disiplin menjaga sila, dan sebagainya... selama berkalpa-kalpa. Dan hasilnya ialah, ketika terlahir sebagai putra Raja Suddhodana, maka Beliau setelah menjalani berbagai suka-duka dalam pertapaan, menghadapi rintangan karena karma Beliau, akhirnya pada purnama siddhi Beliau mencapai tahap Kemaha-tahuan Beliau, atau kita sebut sebagai Buddha.

Demikian contoh yang relevan dengan topik yang sedang dibahas. Persoalan-persoalan hidup lainnya (yang lebih sepele dibanding pencapaian Kebuddhaan/Arahat/Pacceka Buddha), semua menggunakan dan/atau terliputi (TANPA KECUALI) oleh satu fenomena itu, yaitu: Sunyata.
OK, ini saya setuju.


Quote
Dan karena ada Sunyata, maka ada Karuna, karena setiap makhluk ingin bahagia (yang abadi, kekal, agung/sempurna). Dengan mencintai makhluk lain (berwelas-asih/maha-karuna), maka tercapai kebahagiaan itu (dari level makhluk belum tercerahkan, sampai Buddha yang sedang mempurifikasi Buddha Ksetra-Nya).
Apa itu karuna menurut anda? Mengapa karuna muncul karena sunyata?


Quote
Sunyata-Karuna-Garbha (Kekosongan melahirkan Welas-Asih). Dengan menyadari bahwa semua fenomena kosong, maka saya (siapapun dia) berkemampuan-penuh untuk menentukan nasib (masa depan) dia sendiri (dalam korelasinya dengan panca niyama, atau hukum yang mengatur alam semesta). Jadi, karena semua kosong, maka Kebuddhaan (atau cita-cita/impian, apapun itu) sangat mungkin dicapai, dengan upaya dan usaha yang benar tentunya. Dalam Kesunyataan, terdapat nirbatas kemungkinan, semua mungkin (everything is possible).
Jadi kalau tidak menyadari kekosongan fenomena ini, nasib ditentukan siapa?

Offline adi lim

  • Sebelumnya: adiharto
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.993
  • Reputasi: 108
  • Gender: Male
  • Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #66 on: 03 December 2012, 04:32:47 PM »
Tidak perlu bersikap seolah-olah komentar anda mewakili Buddha Gautama.
Kalau mau bahas yah bahas saja, kita berdiri sama tinggi. Kalau sudah memberikan argumen, maka argumen itu harus siap dipertanyakan dan diuji.

Jika mampu, silahkan jelaskan. Jika tidak mampu, mungkin berdiam diri adalah pilihan yang baik.

tidak mungkin bro, karena penganut isi adalah kosong dan kosong adalah isi
berdiam diri = bergerak
bergerak = berdiam diri  :)
« Last Edit: 03 December 2012, 04:35:41 PM by adi lim »
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

Offline djoe

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 892
  • Reputasi: -13
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #67 on: 03 December 2012, 04:33:24 PM »
Wah, lagi-lagi berkelit. Lalat memang lincah.

Waktu anda menyetujui soal degradasi, memangnya berdasarkan yang anda lihat atau melihat pikiran saya?

Berkacalah, berkacalah!

Karena degradasi yang saya lihat ada pada tulisan dan bukan pada orangnya.
Sedangkan bro menunjuk pada orang
 :)) :)) :))
« Last Edit: 03 December 2012, 04:35:24 PM by djoe »

Offline Sunya

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 876
  • Reputasi: -16
  • Nothing, but your perception ONLY
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #68 on: 03 December 2012, 04:36:06 PM »
Jika dikatakan kosong ada dalam setiap fenomena, apakah ini berarti kosong=fenomena?
Sdr. Sunya, jika Telanjang = Berpakaian, Berpakaian = Telanjang dikatakan  bukan analogi yang tepat untuk pemahaman bahwa semua fenomena sunya dari sifat hakiki, maka kosong = isi juga bukan hal yang tepat untuk pemahaman bahwa semua fenomena sunya dari sifat hakiki, dan ini benar-benar penurunan/degradasi dari pemahaman Sunyata dalam Mahayana.

Tentu saja tidak sama, analoginya: Udara ada dalam setiap wujud balon (apapun itu; bulat, lonjong, donat, dsb). Tapi (sesuai logika Anda): Apakah udara=balon?

Nah, silakan Anda jawab sendiri. :)

Kosong=Isi, Isi=Kosong, saya kurang tahu istilah itu merujuk dari mana (bahas dhamma harus jelas rujukan dan terjemahannya, kalau tidak hanya akan membuang energi dan waktu, dengan membahas sesuatu yang bisa saja kurang valid sumber maupun terjemahannya).

Salam. Mohon bimbingannya.  _/\_

Offline djoe

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 892
  • Reputasi: -13
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #69 on: 03 December 2012, 04:37:33 PM »
sudah jelas jelas yang menyamakan kosong=isi adalah diri sendiri. Diri sendiri berdebat dengan pemikiran diri sendiri. Tidak menyadari hal tersebut.

Dan diri sendiri yang menyamakan telanjang=berpakaian. Tidak menyadari sedang mendebatkan pikiran sendiri
« Last Edit: 03 December 2012, 04:39:20 PM by djoe »

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #70 on: 03 December 2012, 04:37:54 PM »
Saya hanya menyayangkan munculnya argumen-argumen yang seolah mengerti, namun menertawakan konsep dalam ajaran Buddha.
Maaf, saya tidak tahu Ajaran Buddha mana yang memberikan argumen "isi = kosong, kosong = isi". Bisa kasih referensi?

Quote
Mungkin teguran Anda ada baiknya Anda berikan pada yang memberi penjelasan serta analogi Sunyata secara asal-asalan tersebut, karena sesuai prinsip Anda: "Jika mampu, silahkan jelaskan. Jika tidak mampu, mungkin berdiam diri adalah pilihan yang baik."

Sudahkah Anda memberi teguran/peringatan cinta kasih pada mereka yang berargumen?

Mohon bimbingannya.

Terima kasih.
Kalau anda sedikitnya membaca dari awal, pasti anda temukan apa yang saya sebut dengan 'shunyata', dan bahkan sudah dilengkapi dan dijelaskan lebih lanjut oleh rekan kelana. Kalau kemudian ada pendapat lain, tentu saja hak saya atau siapapun di sini untuk mengujinya, dan inilah hasilnya.


Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #71 on: 03 December 2012, 04:39:08 PM »
Tentu saja tidak sama, analoginya: Udara ada dalam setiap wujud balon (apapun itu; bulat, lonjong, donat, dsb). Tapi (sesuai logika Anda): Apakah udara=balon?

Nah, silakan Anda jawab sendiri. :)

Kosong=Isi, Isi=Kosong, saya kurang tahu istilah itu merujuk dari mana (bahas dhamma harus jelas rujukan dan terjemahannya, kalau tidak hanya akan membuang energi dan waktu, dengan membahas sesuatu yang bisa saja kurang valid sumber maupun terjemahannya).

Salam. Mohon bimbingannya.  _/\_

Bro Kosong, tampaknya anda bergabung langsung di tengah2 diskusi, tanpa mengikuti dari awal. sangat dianjurkan bagi peserta diskusi untuk mengikuti jalannya diskusi sejak awal, agar terhindar dari ikan kribo. jadi sebaiknya anda menghabiskan sedikit waktu untuk membaca semua postingan mulai dari page 1.

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #72 on: 03 December 2012, 04:42:33 PM »
Karena degradasi yang saya lihat ada pada tulisan dan bukan pada orangnya.
Sedangkan bro menunjuk pada orang
 :)) :)) :))
Wah, lagi-lagi lalat maneuver. ;D
Kalau anda yang mengatakan degradasi, tidak menunjuk ke orang.
Kalau saya bahas logika dan mengkritisi penjelasan anda, berarti saya menunjuk ke orangnya.

Kok anda bisa tahu? Baca pikiran saya yah?

Berkacalah, berkacalah.


Offline Sunya

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 876
  • Reputasi: -16
  • Nothing, but your perception ONLY
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #73 on: 03 December 2012, 04:43:16 PM »
OK, ini saya setuju.

Apa itu karuna menurut anda? Mengapa karuna muncul karena sunyata?

Jadi kalau tidak menyadari kekosongan fenomena ini, nasib ditentukan siapa?

Coba cari di Google dengan kata kunci di atas: "Sunyata-Karuna-Garbha"

Maaf ini balasan terakhir untuk sore ini, saya sedang ada urusan.

Tidak menyadari kekosongan?

Nasib tetap ditentukan oleh diri Anda sendiri. Bedanya, bila menyadari kekosongan (prinsip bekerjanya hukum alam), maka seseorang bisa menentukan tujuan dan target, dengan mengikis kilesanya sendiri. Bila tidak tahu cara bekerjanya hukum alam ini, maka LDM (lobha, dosa, moha) yang "memimpin".

Jadi intinya sama, Anda berkuasa penuh atas nasib Anda, mengerti atau tidak hukum sunyata. Semua sama, Anda adalah pemilik hidup Anda (tahu ataupun tidak tahu hukum alam, tahu ataupun tidak tahu peta/map kehidupan).

Semoga berbahagia. Salam dharma.  _/\_

Offline Kelana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.225
  • Reputasi: 142
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #74 on: 03 December 2012, 04:49:39 PM »
Tentu saja tidak sama, analoginya: Udara ada dalam setiap wujud balon (apapun itu; bulat, lonjong, donat, dsb). Tapi (sesuai logika Anda): Apakah udara=balon?

Nah, silakan Anda jawab sendiri. :)

Kosong=Isi, Isi=Kosong, saya kurang tahu istilah itu merujuk dari mana (bahas dhamma harus jelas rujukan dan terjemahannya, kalau tidak hanya akan membuang energi dan waktu, dengan membahas sesuatu yang bisa saja kurang valid sumber maupun terjemahannya).

Salam. Mohon bimbingannya.  _/\_

Nah, seperti yang anda katakan bahwa tidak sama antara kosong dan fenomena, seperti analogi udara dalam balon yang anda berikan. Permasalahannya adalah ada seseorang di sini yang mengatakan kosong=fenomena dengan menggunakan istilah kosong=isi. Saya mengkritisi hal ini dengan menganalogikannya dengan telanjang=tidak telanjang.
.
Jadi bagi saya, tidak sedang menertawakan konsep dalam ajaran Buddha, tetapi mengkritisi istilah yang DIANGGAP ajaran Buddha yaitu isi=kosong, kosong=isi.

Silahkan membaca terlebih dulu duduk perkaranya:
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,21828.0/message,424055.html
GKBU
 
_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #75 on: 03 December 2012, 04:56:41 PM »
Coba cari di Google dengan kata kunci di atas: "Sunyata-Karuna-Garbha"
Saya tidak minta penjelasan menurut Google, tapi saya bertanya menurut anda, apa karuna itu, dan apa korelasinya dengan shunyata? Bagaimana bisa karuna muncul setelah memahami shunyata?

Quote
Nasib tetap ditentukan oleh diri Anda sendiri. Bedanya, bila menyadari kekosongan (prinsip bekerjanya hukum alam), maka seseorang bisa menentukan tujuan dan target, dengan mengikis kilesanya sendiri. Bila tidak tahu cara bekerjanya hukum alam ini, maka LDM (lobha, dosa, moha) yang "memimpin".
Tujuan dan target ini maksudnya apa, dan apa hubungannya dengan pengetahuan shunyata dan klesha?
Lalu hukum alam ini apa definisinya, dan mengapakah dengan mengetahuinya, LDM bisa tidak 'memimpin'?

Quote
Jadi intinya sama, Anda berkuasa penuh atas nasib Anda, mengerti atau tidak hukum sunyata. Semua sama, Anda adalah pemilik hidup Anda (tahu ataupun tidak tahu hukum alam, tahu ataupun tidak tahu peta/map kehidupan).
OK.

Offline djoe

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 892
  • Reputasi: -13
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #76 on: 03 December 2012, 05:01:04 PM »
Bukit dan lembah bukanlah dua hal yang berbeda
Sesuatu hal yang tidak terpisahkan bukanlah dua hal yang berbeda
Karena mereka tidak bisa eksis sendiri
Karena mereka tidak punya keberadaan diri yang hakiki yang terpisah berdiri sendiri
Dalam hal ini Bukti dan lembah dikatakan sama.
Bahkan segala sesuatu tidak bisa dikatkan berbeda, karena segala sesuatu tidak punya keberadaan diri yang hakiki yang dapat disebut sebagai diri yg terpisah yang bisa eksis sendiri.

Dengan pengertian ini segala sesuatu tidaklah berbeda artinya bukan hal yang terpisah, yg mempunya keberadaa diri yang hakiki

Sama seperti ruang kosong tidak bisa eksis tanpa wujud
dan wujud tidak bisa eksis tanpa kosong.

Jadi tidak ada yang mengatakan telanjang = berpakaian , karena itu analogi yang bodoh menunjukkan tingkat pemahaman seseorang. Paling tidak buatlah analogi yang masuk akal dan sesuai dengan yang berkaitan sedang dibahas.

Dan tidak ada yang menggunakan tanda "=" dalam penjelasan saya

Jadi silahkan baca
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,23460.0/message,426286.html untuk lebih jelasnya

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #77 on: 03 December 2012, 05:08:50 PM »
sudah jelas jelas yang menyamakan kosong=isi adalah diri sendiri. Diri sendiri berdebat dengan pemikiran diri sendiri. Tidak menyadari hal tersebut.

Dan diri sendiri yang menyamakan telanjang=berpakaian. Tidak menyadari sedang mendebatkan pikiran sendiri
Sedikit penyegar ingatan tentang setengah kosong = setengah isi dan samanya laki-laki dan perempuan.

Adakah wujud tanpa kosong, kosong tanpa wujud?

Jika ada, maka seseorang bisa memisahkan antara wujud dan kosong.
Bisakah seseorang memisahkan wujud dan kosong.?

Wujud tanpa kosong dan
kosong tanpa wujud

Seseorang yg terdelusi berusaha memisahkan wujud dan kosong. Tidak menyadari itu hanyahlah persepsi dari pikiran yang membeda bedakan dan terjebak pada dualisme.

Orang yang terdelusi terjebak pada pandangan gelas itu setengah berisi dan yang lain mengatakan gelas itu setengah kosong.


Apakah yang disebut Pria?
Apakah yang disebut Wanita?

Jika berdasarkan pisik, seseorang bisa mengatakan pria dan wanita
Demikian juga Patung bisa dikatakan Pria dan Wanita

Jika berdasarkan pisik, maka seorang pria bisa dikatakan wanita dan seorang wanita bisa dikatakan pria
Karena pisik tidaklah tetap


Tutuplah mata anda dan lihatlah ke dalam batin, adakah pria dan wanita?



Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #78 on: 03 December 2012, 05:10:17 PM »
[...]

Sama seperti ruang kosong tidak bisa eksis tanpa wujud
dan wujud tidak bisa eksis tanpa kosong.


[...]
Lalu kalau kita lihat luar angkasa, ruang kosong itu, eksis ditopang wujud apa?

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #79 on: 03 December 2012, 05:16:46 PM »
Bukit dan lembah bukanlah dua hal yang berbeda
Sesuatu hal yang tidak terpisahkan bukanlah dua hal yang berbeda
Karena mereka tidak bisa eksis sendiri
Karena mereka tidak punya keberadaan diri yang hakiki yang terpisah berdiri sendiri
Dalam hal ini Bukti dan lembah dikatakan sama.
Bahkan segala sesuatu tidak bisa dikatkan berbeda, karena segala sesuatu tidak punya keberadaan diri yang hakiki yang dapat disebut sebagai diri yg terpisah yang bisa eksis sendiri.

Dengan pengertian ini segala sesuatu tidaklah berbeda artinya bukan hal yang terpisah, yg mempunya keberadaa diri yang hakiki

Sama seperti ruang kosong tidak bisa eksis tanpa wujud
dan wujud tidak bisa eksis tanpa kosong.

Jadi tidak ada yang mengatakan telanjang = berpakaian , karena itu analogi yang bodoh menunjukkan tingkat pemahaman seseorang. Paling tidak buatlah analogi yang masuk akal dan sesuai dengan yang berkaitan sedang dibahas.

Dan tidak ada yang menggunakan tanda "=" dalam penjelasan saya

Jadi silahkan baca
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,23460.0/message,426286.html untuk lebih jelasnya
:yes: sebagaimana dikatakan:
"Karena ada ini maka ada itu, tidak ada ini maka tidak ada itu."
yaa... gitu deh

Offline Kelana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.225
  • Reputasi: 142
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #80 on: 03 December 2012, 05:30:08 PM »
Bukit dan lembah bukanlah dua hal yang berbeda
Sesuatu hal yang tidak terpisahkan bukanlah dua hal yang berbeda
Karena mereka tidak bisa eksis sendiri
Karena mereka tidak punya keberadaan diri yang hakiki yang terpisah berdiri sendiri
Dalam hal ini Bukti dan lembah dikatakan sama.
Bahkan segala sesuatu tidak bisa dikatkan berbeda, karena segala sesuatu tidak punya keberadaan diri yang hakiki yang dapat disebut sebagai diri yg terpisah yang bisa eksis sendiri.

Dengan pengertian ini segala sesuatu tidaklah berbeda artinya bukan hal yang terpisah, yg mempunya keberadaa diri yang hakiki

Sama seperti ruang kosong tidak bisa eksis tanpa wujud
dan wujud tidak bisa eksis tanpa kosong.

Jadi tidak ada yang mengatakan telanjang = berpakaian , karena itu analogi yang bodoh menunjukkan tingkat pemahaman seseorang. Paling tidak buatlah analogi yang masuk akal dan sesuai dengan yang berkaitan sedang dibahas.

Dan tidak ada yang menggunakan tanda "=" dalam penjelasan saya

Jadi silahkan baca
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,23460.0/message,426286.html untuk lebih jelasnya

Ada yang linglung  :)

Demikian juga samsara adalah nibbana, dan nibbana adalah samsara, tanpa samsara tidak ada nibbana dan tanpa nibbana tidak ada samsara. Karena ke duanya adalah satu hal. Samsara tepat berada di nibbana, nibbana berada di samsara.
Hanya orang yg terdelusi melihatnya sebagai beda

Kepada orang yang melekat pada gelas setengah berisi, buddha mengajarkan gelas itu setengah kosong untuk melepaskan kemelekatan
Kepada orang yang melekat pada gelas setengah kosong, bddha mengajarkan gelas itu setengah berisi untuk melepaskan kemelekatan
Intinya adalah agar seseorang tidak melekat pada suatu pandangan.
Berhenti dari kebiasaan kita mengejar satu sisi dgn menolak sisi yang lain. Pada dasarnya tidak ada dua sisi. Ke dua sisi adalah ilusi/manifestasi dari koin itu sendiri

Sutra yang indah hanya bagi mereka yang melihatnya

Keberadaan 2 hal yang saling menunjang bukan berarti keduanya sama, keberadaan 2 hal yang tidak terpisahkan bukan berarti keduanya sama.

KBBI
 ada·lah v 1 identik dng: Pancasila -- falsafah bangsa Indonesia; 2 sama maknanya dng: Desember -- bulan kedua belas; 3 termasuk dl kelompok atau golongan: saya -- pengagum Ki Hajar Dewantara
« Last Edit: 03 December 2012, 05:32:10 PM by Kelana »
GKBU
 
_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Offline Kelana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.225
  • Reputasi: 142
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #81 on: 03 December 2012, 05:31:03 PM »
:yes: sebagaimana dikatakan:
"Karena ada ini maka ada itu, tidak ada ini maka tidak ada itu."

Apakah berarti: ini adalah itu, itu adalah ini, ini=itu, itu=ini?
GKBU
 
_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #82 on: 03 December 2012, 05:33:43 PM »
Lalu kalau kita lihat luar angkasa, ruang kosong itu, eksis ditopang wujud apa?


Isinya. Kalo tidak ada apa-apa sama sekali, tidak ada yang disebut ruang kosong karena tidak terdapat pembandingnya, binnary opposition.

Btw, yang disebut ruang hampa sekalipun ternyata tidak benar2 hampa.
Begitu pula benda yang disebut paling padat, ambil contoh berlian, tidak benar2 padat melainkan masih tersusun oleh ruang dan wujud.

010101010101010...
yaa... gitu deh

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #83 on: 03 December 2012, 05:39:02 PM »
Apakah berarti: ini adalah itu, itu adalah ini, ini=itu, itu=ini?

ya....karena pada hakikatnya, ini dan itu tidak ada, melainkan konvensi belaka, kitalah yang memberikan label dan terikat padanya, konvensi. Namun perlu diingat bahwa konvensi memiliki fungsi juga yaitu untuk berkomunikasi, tanpa konvensi kita tidak dapat berkomunikasi satu sama lain.
yaa... gitu deh

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #84 on: 03 December 2012, 05:45:04 PM »
ya....karena pada hakikatnya, ini dan itu tidak ada, melainkan konvensi belaka, kitalah yang memberikan label dan terikat padanya, konvensi. Namun perlu diingat bahwa konvensi memiliki fungsi juga yaitu untuk berkomunikasi, tanpa konvensi kita tidak dapat berkomunikasi satu sama lain.

pada Udana 8.3 berikut ini

"There is, monks, an unborn[1] — unbecome — unmade — unfabricated. If there were not that unborn — unbecome — unmade — unfabricated, there would not be the case that escape from the born — become — made — fabricated would be discerned. But precisely because there is an unborn — unbecome — unmade — unfabricated, escape from the born — become — made — fabricated is discerned."

Apakah kata "there is" ("ada") di sana juga pada hakikatnya adalah tidak ada?

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #85 on: 03 December 2012, 05:58:29 PM »
Sebaiknya kalian menggunakan ref mahayana, jangan kemana mana.

Cewe adalah cowo, cowo adalah cewe
Kwanim adalah cewe
Cewe adalah cowo
Kwanim adalah cowo
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #86 on: 03 December 2012, 06:03:29 PM »
Isinya. Kalo tidak ada apa-apa sama sekali, tidak ada yang disebut ruang kosong karena tidak terdapat pembandingnya, binnary opposition.
;D Ruang kosong ditopang oleh isinya? Bisa diperjelas apa isi dari ruangan kosong?

Ditopang di sini apakah maksudnya persepsinya terhadap objek yang ditopang, ataukah keberadaan objek yang ditopang?


Quote
Btw, yang disebut ruang hampa sekalipun ternyata tidak benar2 hampa.
Begitu pula benda yang disebut paling padat, ambil contoh berlian, tidak benar2 padat melainkan masih tersusun oleh ruang dan wujud.

010101010101010...
Apa hubungan 'tidak benar-benar padat' dengan 'tersusun oleh ruang & wujud'? Padat adalah suatu state zat di mana molekulnya saling mengikat dan mempertahankan keadaannya sehingga tidak fluid. Padat tidak padat tidak bergantung pada ruang.
Wujud sendiri di sini apa maksudnya?

Mungkin anda mau menyampaikan bahwa dalam kepadatan itu terdapat ruang, ya memang demikian. Namun itu tidak relevan. Benda padat tersusun atas atom-atom, yang terpola dalam bentuk tertentu yang beraturan (kecuali amorphous seperti kaca), jadi memang selalu ada rongga antara atom tersebut.

Jadi kalau mau bermain ke sana, bolehlah kita mengambil unsur yang paling dasar itu untuk dipertanyakan: apakah atom memiliki ruang? Bagaimana menurut anda?


Offline Kelana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.225
  • Reputasi: 142
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #87 on: 03 December 2012, 06:04:15 PM »
Isinya. Kalo tidak ada apa-apa sama sekali, tidak ada yang disebut ruang kosong karena tidak terdapat pembandingnya, binnary opposition.

Btw, yang disebut ruang hampa sekalipun ternyata tidak benar2 hampa.
Begitu pula benda yang disebut paling padat, ambil contoh berlian, tidak benar2 padat melainkan masih tersusun oleh ruang dan wujud.

010101010101010...


Kita tidak berbicara mengenai kosong dalam bentuk duniawi, tetapi Sunyata seperti yang dibahas dalam Prajnaparamita Hrdaya Sutra.

ya....karena pada hakikatnya, ini dan itu tidak ada, melainkan konvensi belaka, kitalah yang memberikan label dan terikat padanya, konvensi. Namun perlu diingat bahwa konvensi memiliki fungsi juga yaitu untuk berkomunikasi, tanpa konvensi kita tidak dapat berkomunikasi satu sama lain.

Jika demikian maka tidak perlu melakukan perbuatan baik, lakukanlah perbuatan buruk karena keduanya tidak ada ataupun sama saja.
GKBU
 
_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #88 on: 03 December 2012, 07:34:30 PM »
Jadi kalau tidak menyadari kekosongan fenomena ini, nasib ditentukan siapa?
kalau om kainyn nanya kek gitu bisa2 kek humor ini :



     PENGALAMAN MEMBELI DOMBA

    Seorang ibu mendatangi laki-laki penjual domba di pinggir jalan. Dia mau membeli domba untuk Hari Raya Kurban. Di  samping laki-laki itu ada dua ekor domba, berwarna hitam dan putih.

    “Berapa harga domba ini, Pak?” tanya ibu itu sambil menunjuk ke arah domba.

    “Yang mana, Bu? Yang hitam, apa yang putih?”

    “Yang hitam!” tanya si ibu.

    “Yang hitam harganya sejuta dua ratus ribu.”

    “Kalau yang putih?”

    “Yang putih juga sama, sejuta dua ratus ribu.”

    “Oohh. Boleh ditawar tidak?” tanya si ibu kembali.

    “Yang mana? Yang hitam, atau yang putih?” tanya balik laki-laki itu.

    “Yang hitam lah….”

    “Yang hitam tidak boleh ditawar, sudah harga pas.”

    “Kalau yang putih?”

    “Eemm, kalau yang putih, sama juga. Sudah harga pas, tidak boleh ditawar.”

    “Halah, sama saja kalau begitu,” kata ibu itu mulai kesal.

    “Ini domba Garut semua, Pak?” tanya si ibu lagi.

    “Yang mana Bu? Yang hitam atau putih?”

    “Yang putih!”

    “Kalau yang putih memang domba Garut,” jawab laki-laki itu.

    “Kalau yang hitam?”

    “Eeemm…sama, domba Garut juga.”

    “Haah, sama juga. Gimana nih Bapak?” tanya si ibu mulai marah.

    “Gimana apanya, Bu?” tanya laki-laki itu seperti tak bersalah.

    “Kalau semuanya sama, kenapa mesti dibeda-bedain, ada domba hitam, domba putih? Dasar tukang domba aneh!”

    “Masalahnya Bu, kalau domba putih milik saya sendiri.”

    “Oh gitu. Kalau domba hitam?”

    “Eehmm…samma, milik saya juga.”

    “Aaah, dasar kamu tukang domba aneh!” serang si ibu dengan suara keras.

    “Maaf, maaf…tukang domba yang aslinya lagi ngopi di warung.”

    “Lalu kamu sendiri apa?”

    “Hheemm…tukang domba juga….”

    Sesaat suasana hening, lalu…

    Bruaak… Prang… Krontang… Brugg… Cluuit… Swer… Prash… Dum… Dum… Dum… Baam…

    Terdengar suara-suara aneh yang menandakan telah terjadi “perang dunia” dalam skala lokal…



=)) =)) =))
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #89 on: 03 December 2012, 10:50:28 PM »
pada Udana 8.3 berikut ini

"There is, monks, an unborn[1] — unbecome — unmade — unfabricated. If there were not that unborn — unbecome — unmade — unfabricated, there would not be the case that escape from the born — become — made — fabricated would be discerned. But precisely because there is an unborn — unbecome — unmade — unfabricated, escape from the born — become — made — fabricated is discerned."

Apakah kata "there is" ("ada") di sana juga pada hakikatnya adalah tidak ada?

Yup, "kata" hanyalah bayangan semu dari apa yang ditandainya, selama anda masih berkutat dengan kata ada dan tiada tanpa mengalaminya, maka kata "ada" tersebut hanyalah konvensi belaka.
yaa... gitu deh

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #90 on: 03 December 2012, 11:08:25 PM »
;D Ruang kosong ditopang oleh isinya? Bisa diperjelas apa isi dari ruangan kosong?

Ditopang di sini apakah maksudnya persepsinya terhadap objek yang ditopang, ataukah keberadaan objek yang ditopang?

Apa hubungan 'tidak benar-benar padat' dengan 'tersusun oleh ruang & wujud'? Padat adalah suatu state zat di mana molekulnya saling mengikat dan mempertahankan keadaannya sehingga tidak fluid. Padat tidak padat tidak bergantung pada ruang.
Wujud sendiri di sini apa maksudnya?

Mungkin anda mau menyampaikan bahwa dalam kepadatan itu terdapat ruang, ya memang demikian. Namun itu tidak relevan. Benda padat tersusun atas atom-atom, yang terpola dalam bentuk tertentu yang beraturan (kecuali amorphous seperti kaca), jadi memang selalu ada rongga antara atom tersebut.

Jadi kalau mau bermain ke sana, bolehlah kita mengambil unsur yang paling dasar itu untuk dipertanyakan: apakah atom memiliki ruang? Bagaimana menurut anda?



Tentang ruang kosong dan atom, silakan anda cari sendiri informasinya, apakah benar2 ada ruang kosong song dan apakah atom merupakan satuan terkecil yang tidak bisa dibagi2 lagi.

Yang ingin saya sampaikan hanyalah bahwa tidak terdapat satu entitas tunggal yang berdiri sendiri, segalanya adalah perpaduan (kecuali Nibbana) yang tidak kekal, tidak sempurna dan tanpa inti diri (termasuk Nibbana).

Selain itu cobalah gali lebih dalam lagi apa yang dimaksud dengan konvensi.
yaa... gitu deh

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #91 on: 03 December 2012, 11:39:30 PM »
Kita tidak berbicara mengenai kosong dalam bentuk duniawi, tetapi Sunyata seperti yang dibahas dalam Prajnaparamita Hrdaya Sutra.

Yup, coba bandingkan dengan "sabbe sankhara dukkha", secara duniawi terdapat sukkha dan dukkha, namun mengapa Buddha mengatakan bahwa "sabbe sankhara dukkha."? lari kemana sukkha? apabila anda telah mengerti ini maka anda juga otomatis mengetahui hubungan kosong yang anda sebut bentuk duniawi dengan Sunyata.

Jika demikian maka tidak perlu melakukan perbuatan baik, lakukanlah perbuatan buruk karena keduanya tidak ada ataupun sama saja.


Anda lah yang berkesimpulan untuk melakukan perbuatan buruk, saya tidak pernah menyuruh orang lain untuk melakukannya?
« Last Edit: 03 December 2012, 11:42:00 PM by hendrako »
yaa... gitu deh

Offline Kelana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.225
  • Reputasi: 142
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #92 on: 04 December 2012, 06:56:18 AM »
Yup, coba bandingkan dengan "sabbe sankhara dukkha", secara duniawi terdapat sukkha dan dukkha, namun mengapa Buddha mengatakan bahwa "sabbe sankhara dukkha."? lari kemana sukkha? apabila anda telah mengerti ini maka anda juga otomatis mengetahui hubungan kosong yang anda sebut bentuk duniawi dengan Sunyata.

Ini berarti jawaban anda tentang binary tidak nyambung, kita berbicara mengenai Sunyata bukan kosong duniawi dalam konteks kosong = isi. Jadi kita membicarakan anggapan bahwa Sunyata=isi, bukan membicarakan kosong duniawi=isi.

Mengapa Buddha mengatakan bahwa "sabbe sankhara dukkha" ?
Jawab: Karena segala perpaduan unsur adalah tidak kekal (anicca), dan sukkha adalah perpaduan unsur.

Lalu apa hubungannya dengan sunyata yang tanpa perpaduan unsur? Apakah ini berarti juga perpaduan unsur = tidak perpaduan unsur?


Quote
Anda lah yang berkesimpulan untuk melakukan perbuatan buruk, saya tidak pernah menyuruh orang lain untuk melakukannya?

Lah anda sendiri yang berkesimpulan awal ini=itu itu=ini, maka konsekuensinya perbuatan buruk = perbuatan baik. Jadi bukan kesimpulan saya untuk melakukan perbuatan buruk, tapi konsekensi dari ini=itu, itu=ini.  Apakah sekarang anda menyangkal perbuatan buruk = perbuatan baik?

Lalu kenapa anda tidak pernah menyuruh orang melakukan perbuatan buruk toh sama saja dengan perbuatan baik?
GKBU
 
_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #93 on: 04 December 2012, 09:02:40 AM »
Tentang ruang kosong dan atom, silakan anda cari sendiri informasinya, apakah benar2 ada ruang kosong song dan apakah atom merupakan satuan terkecil yang tidak bisa dibagi2 lagi.

Yang ingin saya sampaikan hanyalah bahwa tidak terdapat satu entitas tunggal yang berdiri sendiri, segalanya adalah perpaduan (kecuali Nibbana) yang tidak kekal, tidak sempurna dan tanpa inti diri (termasuk Nibbana).

Selain itu cobalah gali lebih dalam lagi apa yang dimaksud dengan konvensi.
Jadi cuma itu argumen anda?

"Cari sendiri" dan "gali lebih dalam"?

Wah, kalo cuma gitu sih saya juga bisa bilang di bulan ada kelinci. Bukti? Cari sendiri tentang bulan. Dan galilah sendiri lebih dalam apa yang dimaksud dengan kelinci. Beres.


Quote
Yang ingin saya sampaikan hanyalah bahwa tidak terdapat satu entitas tunggal yang berdiri sendiri, segalanya adalah perpaduan (kecuali Nibbana) yang tidak kekal, tidak sempurna dan tanpa inti diri (termasuk Nibbana).
Nah, ini sendiri sudah menyalahi argumen dari Nagarjuna yang justru tidak menyetujui nibbana sebagai entitas.


Ya sudah deh kalau yang bisa didapat cuma itu.
« Last Edit: 04 December 2012, 09:11:02 AM by Kainyn_Kutho »

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #94 on: 04 December 2012, 09:10:44 AM »
kalau om kainyn nanya kek gitu bisa2 kek humor ini :



     PENGALAMAN MEMBELI DOMBA

    Seorang ibu mendatangi laki-laki penjual domba di pinggir jalan. Dia mau membeli domba untuk Hari Raya Kurban. Di  samping laki-laki itu ada dua ekor domba, berwarna hitam dan putih.

    “Berapa harga domba ini, Pak?” tanya ibu itu sambil menunjuk ke arah domba.

    “Yang mana, Bu? Yang hitam, apa yang putih?”

    “Yang hitam!” tanya si ibu.

    “Yang hitam harganya sejuta dua ratus ribu.”

    “Kalau yang putih?”

    “Yang putih juga sama, sejuta dua ratus ribu.”

    “Oohh. Boleh ditawar tidak?” tanya si ibu kembali.

    “Yang mana? Yang hitam, atau yang putih?” tanya balik laki-laki itu.

    “Yang hitam lah….”

    “Yang hitam tidak boleh ditawar, sudah harga pas.”

    “Kalau yang putih?”

    “Eemm, kalau yang putih, sama juga. Sudah harga pas, tidak boleh ditawar.”

    “Halah, sama saja kalau begitu,” kata ibu itu mulai kesal.

    “Ini domba Garut semua, Pak?” tanya si ibu lagi.

    “Yang mana Bu? Yang hitam atau putih?”

    “Yang putih!”

    “Kalau yang putih memang domba Garut,” jawab laki-laki itu.

    “Kalau yang hitam?”

    “Eeemm…sama, domba Garut juga.”

    “Haah, sama juga. Gimana nih Bapak?” tanya si ibu mulai marah.

    “Gimana apanya, Bu?” tanya laki-laki itu seperti tak bersalah.

    “Kalau semuanya sama, kenapa mesti dibeda-bedain, ada domba hitam, domba putih? Dasar tukang domba aneh!”

    “Masalahnya Bu, kalau domba putih milik saya sendiri.”

    “Oh gitu. Kalau domba hitam?”

    “Eehmm…samma, milik saya juga.”

    “Aaah, dasar kamu tukang domba aneh!” serang si ibu dengan suara keras.

    “Maaf, maaf…tukang domba yang aslinya lagi ngopi di warung.”

    “Lalu kamu sendiri apa?”

    “Hheemm…tukang domba juga….”

    Sesaat suasana hening, lalu…

    Bruaak… Prang… Krontang… Brugg… Cluuit… Swer… Prash… Dum… Dum… Dum… Baam…

    Terdengar suara-suara aneh yang menandakan telah terjadi “perang dunia” dalam skala lokal…



=)) =)) =))
Justru kalo sama orang2 lucu tertentu, si penjual langsung mati kutu.

“Berapa harga domba ini, Pak?” tanya ibu itu sambil menunjuk ke arah domba.

“Yang mana, Bu? Yang hitam, apa yang putih?”

“Pak, hitam adalah putih, dan putih adalah hitam.” *dengan nada wibawa nan bijak*


Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #95 on: 04 December 2012, 09:23:48 AM »
 :)

Apa yang perlu disampaikan sudah disampaikan,
Apabila masih belum puas silakan memuaskan diri sendiri.
Apabila diteruskan hanya mendapat kerugian.
Saya permisi untuk undur diri dari diskusi.

 _/\_
yaa... gitu deh

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #96 on: 04 December 2012, 09:25:06 AM »
:)

Apa yang perlu disampaikan sudah disampaikan,
Apabila masih belum puas silakan memuaskan diri sendiri.
Apabila diteruskan hanya mendapat kerugian.
Saya permisi untuk undur diri dari diskusi.

 _/\_
Lagi-lagi sikap begitu.. :))

Offline Kelana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.225
  • Reputasi: 142
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #97 on: 04 December 2012, 09:41:39 AM »
Yang ingin saya sampaikan hanyalah bahwa tidak terdapat satu entitas tunggal yang berdiri sendiri, segalanya adalah perpaduan (kecuali Nibbana) yang tidak kekal, tidak sempurna dan tanpa inti diri (termasuk Nibbana).

Selain itu cobalah gali lebih dalam lagi apa yang dimaksud dengan konvensi.

Nah loh, anda sekarang mengatakan bahwa tidak terdapat satu entitas tunggal yang berdiri sendiri, segalanya adalah perpaduan (kecuali Nibbana). Ini berarti ada perbedaan antara Nibbana dengan skhandha yang merupakan perpaduan unsur, dengan kata lain Nibbana tidak sama dengan samsara, atau Sunyata bukanlah samsara. Jadi pernyataan Sunyata adalah samsara atau Nirvana adalah samsara adalah salah.

Saya mengindikasikan anda telah salah memahami apa yang sedang dibicarakan. Cobalah anda melihat duduk persoalannya. Saya juga mengindikasikan kemungkinan bahwa anda tidak tahu bahwa Nibbana itu adalah (=) Sunya. Jika tahu maka anda tentu tidak sependapat dengan anggapan Nibbana adalah samsara atau Sunya=Isi / Kosong=isi atau turunannya, karena seperti yang anda sampaikan bahwa kecuali Nibbana, segalanya adalah perpaduan, ini berarti samsara pun adalah perpaduan. Oleh karena ada pengecualian maka Nibbana/Nirvana/Sunya/Kosong tidak sama dengan skhandha.
« Last Edit: 04 December 2012, 09:45:31 AM by Kelana »
GKBU
 
_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Offline djoe

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 892
  • Reputasi: -13
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #98 on: 04 December 2012, 11:17:08 AM »
Lalu kalau kita lihat luar angkasa, ruang kosong itu, eksis ditopang wujud apa?


Sepertinya anda masih tidak memahami arti  kosong walau TS sudah menunjukkan nya melalui artikel.

Sekarang anda berbalik kepada ruang kosong. Seperti pada artikel TS ruang kosong itu bukanlah benar kosong. Ia dikatakan kosong relatif, karena kosong dari apa? Karena ruang kosong di luar angkasa bisa dikatakan kosong dari udara, tapi ia tidak kosong dari sinar, radiasi, partikel.
Dan juga ruang kosong itu sendiri adalah eksistensi/wujud/rupa. Dan ruang kosong ini sendiri adalah fenomena dan karena itu ia tidak terlepas dari sunya, tidak terlepas dari kemunculan yang bergantungan.

Sepertinya pernyataan anda mengatakan ruang kosong eksis tidak ditopang dengan wujud.
Berarti kemunculan ruang kosong adalah berdiri sendiri tanpa bergantung, Benarkah demikian?

« Last Edit: 04 December 2012, 11:27:00 AM by djoe »

Offline djoe

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 892
  • Reputasi: -13
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #99 on: 04 December 2012, 11:50:53 AM »
Nah loh, anda sekarang mengatakan bahwa tidak terdapat satu entitas tunggal yang berdiri sendiri, segalanya adalah perpaduan (kecuali Nibbana). Ini berarti ada perbedaan antara Nibbana dengan skhandha yang merupakan perpaduan unsur, dengan kata lain Nibbana tidak sama dengan samsara, atau Sunyata bukanlah samsara. Jadi pernyataan Sunyata adalah samsara atau Nirvana adalah samsara adalah salah.

Saya mengindikasikan anda telah salah memahami apa yang sedang dibicarakan. Cobalah anda melihat duduk persoalannya. Saya juga mengindikasikan kemungkinan bahwa anda tidak tahu bahwa Nibbana itu adalah (=) Sunya. Jika tahu maka anda tentu tidak sependapat dengan anggapan Nibbana adalah samsara atau Sunya=Isi / Kosong=isi atau turunannya, karena seperti yang anda sampaikan bahwa kecuali Nibbana, segalanya adalah perpaduan, ini berarti samsara pun adalah perpaduan. Oleh karena ada pengecualian maka Nibbana/Nirvana/Sunya/Kosong tidak sama dengan skhandha.

Ketika seseorang melekat pada gelas setengah berisi, maka diajarkan bahwa gelas itu setengah kosong
Dan pada orang yg melekat pada gelas setengah kosong, maka diajarkan bahwa gelas itu sentengah berisi.

Masalahnya setelah diajarkan, seseorang tetap melekat pada ajaran dan mengatakan bahwa sesuatu yang tidak ada itu eksis

Karena pada dasarnya ultimate truth bukanlah berdasarkan pada metapisik(supranatural) tetapi berdasarkan pada conventional. Ultimate muncul bergntung pada conventional.
Ultimate diajarkan karena manusia cenderung "mengkonkretkan" segala sesuatu, karena itu diajarkan sunya.
Maka dikatakan sunya itu sendiri adalah sunya, keberadaanya tida inheren dan bergantung pada conventional. Jika tidak ada conventional maka tidak ada yang namanya sunya.

Dan celakanya sekarang manusia melekat pada sunya, tidak melihat bahwa dharma adalah rakit/alat yang digunakan untuk membantu kita melihat sesuatu sesuai apa adanya bukan untuk mengkonkretkan sunya

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #100 on: 04 December 2012, 12:12:41 PM »
Sepertinya anda masih tidak memahami arti  kosong walau TS sudah menunjukkan nya melalui artikel.
Sebaliknya, justru saya melihat TS membahas 'kosong' yang berbeda dengan yang anda bahas.


Quote
Sekarang anda berbalik kepada ruang kosong.
Anda memang luar biasa. Sudah jelas anda yang duluan membahas ruang kosong.

Bukit dan lembah bukanlah dua hal yang berbeda
Sesuatu hal yang tidak terpisahkan bukanlah dua hal yang berbeda
Karena mereka tidak bisa eksis sendiri
Karena mereka tidak punya keberadaan diri yang hakiki yang terpisah berdiri sendiri
Dalam hal ini Bukti dan lembah dikatakan sama.
Bahkan segala sesuatu tidak bisa dikatkan berbeda, karena segala sesuatu tidak punya keberadaan diri yang hakiki yang dapat disebut sebagai diri yg terpisah yang bisa eksis sendiri.

Dengan pengertian ini segala sesuatu tidaklah berbeda artinya bukan hal yang terpisah, yg mempunya keberadaa diri yang hakiki

Sama seperti ruang kosong tidak bisa eksis tanpa wujud
dan wujud tidak bisa eksis tanpa kosong.

Jadi tidak ada yang mengatakan telanjang = berpakaian , karena itu analogi yang bodoh menunjukkan tingkat pemahaman seseorang. Paling tidak buatlah analogi yang masuk akal dan sesuai dengan yang berkaitan sedang dibahas.

Dan tidak ada yang menggunakan tanda "=" dalam penjelasan saya

Jadi silahkan baca
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,23460.0/message,426286.html untuk lebih jelasnya



Quote
Seperti pada artikel TS ruang kosong itu bukanlah benar kosong. Ia dikatakan kosong relatif, karena kosong dari apa? Karena ruang kosong di luar angkasa bisa dikatakan kosong dari udara, tapi ia tidak kosong dari sinar, radiasi, partikel.
Dan juga ruang kosong itu sendiri adalah eksistensi/wujud/rupa. Dan ruang kosong ini sendiri adalah fenomena dan karena itu ia tidak terlepas dari sunya, tidak terlepas dari kemunculan yang bergantungan.

Sepertinya pernyataan anda mengatakan ruang kosong eksis tidak ditopang dengan wujud.
Berarti kemunculan ruang kosong adalah berdiri sendiri tanpa bergantung, Benarkah demikian?
Wah, berarti yang namanya sunya adalah karena relativitas, tergantung 'kosong dari apa' gitu? ;D

Berarti boleh atau tidak saya katakan rupa itu tidak sunya? Yah, misalnya karena rupa itu bukan tanpa atom, jadi tidak kosong 'kan?


Offline djoe

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 892
  • Reputasi: -13
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #101 on: 04 December 2012, 04:08:37 PM »
Sebaliknya, justru saya melihat TS membahas 'kosong' yang berbeda dengan yang anda bahas.

Anda memang luar biasa. Sudah jelas anda yang duluan membahas ruang kosong.


Wah, berarti yang namanya sunya adalah karena relativitas, tergantung 'kosong dari apa' gitu? ;D

Berarti boleh atau tidak saya katakan rupa itu tidak sunya? Yah, misalnya karena rupa itu bukan tanpa atom, jadi tidak kosong 'kan?

Anda itu makin ngawur dan tidak paham apa yang sedang dibicarakan.
Anda berbicara ruang kosong, makanya saya tunjukkan ruang kosong sesuai dengan artikel di TS, tetapi kemudian anda balik ke sunya
Sepertinya anda tidak mengerti perbedaan ruang kosong dan sunya.
 :'( :'( :'( :'(
Saya rasa cukup dari saya sampai disini sebelum makin oot saja
 _/\_

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #102 on: 04 December 2012, 04:15:43 PM »
Anda itu makin ngawur dan tidak paham apa yang sedang dibicarakan.
Anda berbicara ruang kosong, makanya saya tunjukkan ruang kosong sesuai dengan artikel di TS, tetapi kemudian anda balik ke sunya
Sepertinya anda tidak mengerti perbedaan ruang kosong dan sunya.
 :'( :'( :'( :'(
Saya rasa cukup dari saya sampai disini sebelum makin oot saja
 _/\_

"Anda tidak paham, anda tidak mengerti, saya sudahi saja"

:))
Betul2 sikap yang sama.

Spoiler: ShowHide
:)

Apa yang perlu disampaikan sudah disampaikan,
Apabila masih belum puas silakan memuaskan diri sendiri.
Apabila diteruskan hanya mendapat kerugian.
Saya permisi untuk undur diri dari diskusi.

 _/\_


Terjemahan:
Spoiler: ShowHide
"Gue udah menjelaskan dengan paling benar, paling baik, dan dapat dimengerti. Yang ga ngerti berarti bego. Dan gue ga meneruskan bukan karena ga mengerti atau takut diuji atau ga kuasai diskusi, tapi karena gue ga ego dan menahan diri."


Typical.
« Last Edit: 04 December 2012, 04:20:11 PM by Kainyn_Kutho »

Offline cumi polos

  • Sebelumnya: Teko
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.130
  • Reputasi: 82
  • Gender: Male
  • mohon transparansinya
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #103 on: 04 December 2012, 04:21:11 PM »
Anda itu makin ngawur dan tidak paham apa yang sedang dibicarakan.
Anda berbicara ruang kosong, makanya saya tunjukkan ruang kosong sesuai dengan artikel di TS, tetapi kemudian anda balik ke sunya
Sepertinya anda tidak mengerti perbedaan ruang kosong dan sunya.
 :'( :'( :'( :'(
Saya rasa cukup dari saya sampai disini sebelum makin oot saja
 _/\_
1 apa artinya sunya ?
2 apa perbedaan sunya dgn ruang kosong ?
3 apa artinya ruang kosong ?

silahkan bro Djoe... mari kita lihat bisa sampai dimana kemampuan berpikir anda...
sampai sejauh mana pengertian yg anda tulis...
dan semoga juga anda gak ngawur ya... :x

 _/\_ ;D
« Last Edit: 04 December 2012, 04:24:24 PM by cumi polos »
merryXmas n happyNewYYYY 2018

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #104 on: 04 December 2012, 04:24:08 PM »
"Anda tidak paham, anda tidak mengerti, saya sudahi saja"

:))
Betul2 sikap yang sama.
[-X [-X [-X [-X [-X [-X

perhatikan yang di bold
Ketika seseorang melekat pada gelas setengah berisi, maka diajarkan bahwa gelas itu setengah kosong
Dan pada orang yg melekat pada gelas setengah kosong, maka diajarkan bahwa gelas itu sentengah berisi.

Masalahnya setelah diajarkan, seseorang tetap melekat pada ajaran dan mengatakan bahwa sesuatu yang tidak ada itu eksis

Karena pada dasarnya ultimate truth bukanlah berdasarkan pada metapisik(supranatural) tetapi berdasarkan pada conventional. Ultimate muncul bergntung pada conventional.
Ultimate diajarkan karena manusia cenderung "mengkonkretkan" segala sesuatu, karena itu diajarkan sunya.
Maka dikatakan sunya itu sendiri adalah sunya, keberadaanya tida inheren dan bergantung pada conventional. Jika tidak ada conventional maka tidak ada yang namanya sunya.

Dan celakanya sekarang manusia melekat pada sunya, tidak melihat bahwa dharma adalah rakit/alat yang digunakan untuk membantu kita melihat sesuatu sesuai apa adanya bukan untuk mengkonkretkan sunya
disini master djoe sedang mengajarkan, sdr KK harus angguk2 dong

sepertinya master djoe tidak termasuk manusia yang di bold biru lho, kita tidak akan celaka lho ada yang membimbing ;D
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #105 on: 04 December 2012, 04:27:23 PM »
[-X [-X [-X [-X [-X [-X

perhatikan yang di bolddisini master djoe sedang mengajarkan, sdr KK harus angguk2 dong

sepertinya master djoe tidak termasuk manusia yang di bold biru lho, kita tidak akan celaka lho ada yang membimbing ;D
Benar2 typical. "Kalo setuju, berarti mengerti. Kalo mempertanyakan berarti ga paham."

Iye aja deh. Buat master:  :yes:

Offline cumi polos

  • Sebelumnya: Teko
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.130
  • Reputasi: 82
  • Gender: Male
  • mohon transparansinya
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #106 on: 04 December 2012, 04:50:20 PM »
sy tunggu deh masternya supaya tampil lagi....gw juga mau mencicipin ajarannya master Djoe... :-[
merryXmas n happyNewYYYY 2018

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #107 on: 04 December 2012, 07:13:36 PM »
Kalo saya gak salah menangkap dari thread2 sebelumnya, inti permasalahan yang dibahas adalah mengapa pandangan Mahayana bisa menyimpulkan "rupa adalah kosong" dan "kosong adalah rupa".

Untuk ungkapan pertama (rupa adalah kosong) dapat diterima bahwa fenomena rupa adalah kosong dari diri (anatta, versi Buddhisme awal) atau kosong dari keberadaan yang inheren (saling kebergantungan/paticcasamuppada, versi Madhyamika). Jadi rupa itu memang bersifat kosong. Demikian juga kelompok kehidupan/khanda lainnya (perasaan/vedana, persepsi/sanna, bentukan mental/sankhara, dan kesadaran/vinnana) bersifat kosong. Ini yang dijelaskan pada artikel di atas.

Untuk ungkapan kedua (kosong adalah rupa), agak sulit diterima karena bagaimana sifat (lakkhana) kekosongan itu bisa sama dengan/mengandung sifat rupa? Dalam hal ini Buddhisme awal tidak menganggap kekosongan (anatta) juga bersifat rupa walaupun rupa bersifat kosong (anatta). Jadi logikanya A bersifat B tetapi B tidak bersifat A. Kalo diperluas, mengapa kekosongan juga bersifat vedana, sanna, sankhara dan vinnana. Kenapa kosong bisa bersifat rupa (atau sifat kelompok kehidupan lainnya) ini yang tidak dijelaskan dalam artikel di atas.

Sedangkan sdr. Joe dalam menjelaskan "isi = kosong" dan "kosong = isi" sepertinya terpaku pada sifat "isi" (wujud) yang biasanya dianggap berlawanan dengan "kosong" (krn isi = tidak kosong dlm pengertian sehari-hari) bukan sifat "rupa". Ditambah lagi menyamakan "bukit = lembah" yang dlm pengertian sehari-hari bukit itu lawannya lembah (alias bukit = bukan lembah). Sehingga muncul argumen dari lawan diskusi: berarti "laki-laki = perempuan", "baik = buruk", "buddha = putthujana", dst. Seharusnya sdr. Djoe menjelaskan bagaimana bukit itu bersifat kosong (bukit = kosong) dan bagaimana kosong juga bersifat bukit (kosong = bukit) sehingga bisa dijelaskan kenapa laki-laki bersifat kosong dan kosong bersifat laki-laki.....

Just IMHO.... :)
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline Sunya

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 876
  • Reputasi: -16
  • Nothing, but your perception ONLY
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #108 on: 04 December 2012, 08:44:25 PM »
Saya tidak minta penjelasan menurut Google, tapi saya bertanya menurut anda, apa karuna itu, dan apa korelasinya dengan shunyata? Bagaimana bisa karuna muncul setelah memahami shunyata?
Tujuan dan target ini maksudnya apa, dan apa hubungannya dengan pengetahuan shunyata dan klesha?
Lalu hukum alam ini apa definisinya, dan mengapakah dengan mengetahuinya, LDM bisa tidak 'memimpin'?
OK.

Sebenarnya literatur Mahayana banyak tersedia secara online tanpa harus menunggu penjelasan saya.

Karuna muncul dari memahami sunyata, karena setelah sadar bahwa semua akibat yang saya terima saat ini adalah berasal dari saya sendiri, maka saya bisa menciptakan sebab untuk kebahagiaan saya (di masa mendatang), dengan melakukan praktek welas asih (karuna). Contoh paling sederhana: Anda bahagia saat sekeliling Anda bahagia (khususnya yang memiliki keterkaitan emosi dengan Anda), Anda bahagia setelah berhasil menolong seseorang, atau bahagia saat berhasil membahagiakan orang lain.

Tujuan dan target dalam kehidupan (bukan hanya dalam satu kehidupan).

Tidak semua pertanyaan perlu dijawab. Silakan cermati yang saya garis bawahi di atas, itu menjawab pertanyaan yang lain.

Offline Sunya

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 876
  • Reputasi: -16
  • Nothing, but your perception ONLY
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #109 on: 04 December 2012, 08:47:24 PM »
Sepertinya pembahasan meruncing pada "kosong = isi, isi = kosong".

Baiklah, saya akan buat thread khusus untuk membahas ini, semoga ini bisa menambah wawasan dharma kita semua.

Offline Kelana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.225
  • Reputasi: 142
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #110 on: 04 December 2012, 09:04:12 PM »
Kalo saya gak salah menangkap dari thread2 sebelumnya, inti permasalahan yang dibahas adalah mengapa pandangan Mahayana bisa menyimpulkan "rupa adalah kosong" dan "kosong adalah rupa".

Untuk ungkapan pertama (rupa adalah kosong) dapat diterima bahwa fenomena rupa adalah kosong dari diri (anatta, versi Buddhisme awal) atau kosong dari keberadaan yang inheren (saling kebergantungan/paticcasamuppada, versi Madhyamika). Jadi rupa itu memang bersifat kosong. Demikian juga kelompok kehidupan/khanda lainnya (perasaan/vedana, persepsi/sanna, bentukan mental/sankhara, dan kesadaran/vinnana) bersifat kosong. Ini yang dijelaskan pada artikel di atas.

Untuk ungkapan kedua (kosong adalah rupa), agak sulit diterima karena bagaimana sifat (lakkhana) kekosongan itu bisa sama dengan/mengandung sifat rupa? Dalam hal ini Buddhisme awal tidak menganggap kekosongan (anatta) juga bersifat rupa walaupun rupa bersifat kosong (anatta). Jadi logikanya A bersifat B tetapi B tidak bersifat A. Kalo diperluas, mengapa kekosongan juga bersifat vedana, sanna, sankhara dan vinnana. Kenapa kosong bisa bersifat rupa (atau sifat kelompok kehidupan lainnya) ini yang tidak dijelaskan dalam artikel di atas.

Sedangkan sdr. Joe dalam menjelaskan "isi = kosong" dan "kosong = isi" sepertinya terpaku pada sifat "isi" (wujud) yang biasanya dianggap berlawanan dengan "kosong" (krn isi = tidak kosong dlm pengertian sehari-hari) bukan sifat "rupa". Ditambah lagi menyamakan "bukit = lembah" yang dlm pengertian sehari-hari bukit itu lawannya lembah (alias bukit = bukan lembah). Sehingga muncul argumen dari lawan diskusi: berarti "laki-laki = perempuan", "baik = buruk", "buddha = putthujana", dst. Seharusnya sdr. Djoe menjelaskan bagaimana bukit itu bersifat kosong (bukit = kosong) dan bagaimana kosong juga bersifat bukit (kosong = bukit) sehingga bisa dijelaskan kenapa laki-laki bersifat kosong dan kosong bersifat laki-laki.....

Just IMHO.... :)

Seperti yang telah saya sampaikan bahwa hal tesebut berindikasi terjadinya kesalahan pemahanan teks Prajnaparamita entah siapa yang memulai (mungkin Nagarjuna, siapa tahu). Rupa na prthak sunyata. imo na prthak yang seharusnya berarti 'tidak terpisahkan' menjadi 'tidak berbeda'.

Jika menggunakan pengertian “tidak terpisahkan” maka pemahamannya tidak mengalami pertentangan walaupun kalimatnya dibolak-balik. Sehingga menjadi: Rupa tidak terpisahkan dengan Sunyata, Sunyata tidak terpisahkan dengan rupa. Jadi dengan satu kalimat singkat: Sunyata dan Rupa tidak terpisahkan.

Ketika menggunakan perngertian “tidak berbeda” maka pemahamannya mengalami pertentangan ketika kalimatnya dibalik. Kecuali ada penambahan: apanya yang tidak berbeda. Misalnya kekosongan dari sunyata tidak berbeda dengan kekosongan dari rupa. Jika kalimatnya dibalik maka tidak ada pertentangan.

Saya rasa sudah cukup penjelasan saya, dan sudah saatnya saya untuk berhenti.

Thanks _/\_
« Last Edit: 04 December 2012, 09:09:34 PM by Kelana »
GKBU
 
_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #111 on: 04 December 2012, 09:15:22 PM »
Seperti yang telah saya sampaikan bahwa hal tesebut berindikasi terjadinya kesalahan pemahanan teks Prajnaparamita entah siapa yang memulai (mungkin Nagarjuna, siapa tahu). Rupa na prthak sunyata. imo na prthak yang seharusnya berarti 'tidak terpisahkan' menjadi 'tidak berbeda'.

Jika menggunakan pengertian “tidak terpisahkan” maka pemahamannya tidak mengalami pertentangan walaupun kalimatnya dibolak-balik. Sehingga menjadi: Rupa tidak terpisahkan dengan Sunyata, Sunyata tidak terpisahkan dengan rupa. Jadi dengan satu kalimat singkat: Sunyata dan Rupa tidak terpisahkan.

Ketika menggunakan perngertian “tidak berbeda” maka pemahamannya mengalami pertentangan ketika kalimatnya dibalik. Kecuali ada penambahan: apanya yang tidak berbeda. Misalnya kekosongan dari sunyata tidak berbeda dengan kekosongan dari rupa. Jika kalimatnya dibalik maka tidak ada pertentangan.

Saya rasa sudah cukup penjelasan saya, dan sudah saatnya saya untuk berhenti.

Thanks _/\_


Betul, sampai detik ini, saya belum menemukan penjelasan yang memuaskan dari ungkapan ini selain dari penjelasan anda ini sama seperti pada thread2 sebelumnya.....

_/\_
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline Sunya

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 876
  • Reputasi: -16
  • Nothing, but your perception ONLY
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #112 on: 04 December 2012, 09:23:32 PM »
Betul, sampai detik ini, saya belum menemukan penjelasan yang memuaskan dari ungkapan ini selain dari penjelasan anda ini sama seperti pada thread2 sebelumnya.....

_/\_

Coba kita bahas bersama, di thread khususnya: http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,23523.new.html#new

Selain dugaan bahwa ungkapan tersebut adalah misinterpretasi, ada penjelasan lain yang sebenarnya tidak mempermasalahkan apakah kosong=isi, dan isi=kosong.

Mari kita bahas disana.

Terima kasih.

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #113 on: 05 December 2012, 08:38:58 AM »
Sebenarnya literatur Mahayana banyak tersedia secara online tanpa harus menunggu penjelasan saya.

Karuna muncul dari memahami sunyata, karena setelah sadar bahwa semua akibat yang saya terima saat ini adalah berasal dari saya sendiri, maka saya bisa menciptakan sebab untuk kebahagiaan saya (di masa mendatang), dengan melakukan praktek welas asih (karuna). Contoh paling sederhana: Anda bahagia saat sekeliling Anda bahagia (khususnya yang memiliki keterkaitan emosi dengan Anda), Anda bahagia setelah berhasil menolong seseorang, atau bahagia saat berhasil membahagiakan orang lain.

Tujuan dan target dalam kehidupan (bukan hanya dalam satu kehidupan).

Tidak semua pertanyaan perlu dijawab. Silakan cermati yang saya garis bawahi di atas, itu menjawab pertanyaan yang lain.
Lagi-lagi, lagi-lagi sikap seperti itu.

Master Syndrome sepertinya menular.

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #114 on: 05 December 2012, 10:25:24 AM »
Kalo saya gak salah menangkap dari thread2 sebelumnya, inti permasalahan yang dibahas adalah mengapa pandangan Mahayana bisa menyimpulkan "rupa adalah kosong" dan "kosong adalah rupa".
Untuk masalah kalimat, saya sangat setuju dengan om Kelana. "Tidak terpisahkan" itu bukan berarti "adalah" ataupun "sama dengan."


Quote
Untuk ungkapan pertama (rupa adalah kosong) dapat diterima bahwa fenomena rupa adalah kosong dari diri (anatta, versi Buddhisme awal) atau kosong dari keberadaan yang inheren (saling kebergantungan/paticcasamuppada, versi Madhyamika). Jadi rupa itu memang bersifat kosong. Demikian juga kelompok kehidupan/khanda lainnya (perasaan/vedana, persepsi/sanna, bentukan mental/sankhara, dan kesadaran/vinnana) bersifat kosong. Ini yang dijelaskan pada artikel di atas.

Untuk ungkapan kedua (kosong adalah rupa), agak sulit diterima karena bagaimana sifat (lakkhana) kekosongan itu bisa sama dengan/mengandung sifat rupa? Dalam hal ini Buddhisme awal tidak menganggap kekosongan (anatta) juga bersifat rupa walaupun rupa bersifat kosong (anatta). Jadi logikanya A bersifat B tetapi B tidak bersifat A. Kalo diperluas, mengapa kekosongan juga bersifat vedana, sanna, sankhara dan vinnana. Kenapa kosong bisa bersifat rupa (atau sifat kelompok kehidupan lainnya) ini yang tidak dijelaskan dalam artikel di atas.
Mengapa ada "[objek] tidak terpisahkan dari shunya" dan juga "shunya tidak terpisahkan dari [objek]"?

Ini untuk menghindari interpretasi [objek] adalah himpunan bagian dari shunya, dan shunya mencakup hal lain di luar [objek] (dan sebaliknya). 

Jika hanya frasa pertama yang digunakan, maka rentan interpretasi: "Rupa tidak terpisahkan dari kosong, namun kosong bisa terpisahkan dari rupa."
(e.g. "Teh manis tidak terpisahkan dari gula, namun gula bisa terpisahkan dari teh manis." <- bukan begini)

Setiap kalimat itu menjelaskan satu konteks yang berdiri sendiri. Analisis "objek1 tidak terpisahkan dari shunya" tidak bisa dihubungkan dengan "objek2 tidak terpisahkan dari shunya." Sama seperti kita analisis 'rupa itu anitya', 'vedana itu anitya', konteks rupa dan vedana itu terpisah, maka tidak bisa disamakan 'rupa = vedana', namun sesuai konteks, sehubungan dengan 'rupa', maka 'anitya tidak terlepas dari rupa', dan sehubungan dengan 'vedana', maka 'anitya tidak terlepas dari vedana'. 


Quote
Sedangkan sdr. Joe dalam menjelaskan "isi = kosong" dan "kosong = isi" sepertinya terpaku pada sifat "isi" (wujud) yang biasanya dianggap berlawanan dengan "kosong" (krn isi = tidak kosong dlm pengertian sehari-hari) bukan sifat "rupa". Ditambah lagi menyamakan "bukit = lembah" yang dlm pengertian sehari-hari bukit itu lawannya lembah (alias bukit = bukan lembah). Sehingga muncul argumen dari lawan diskusi: berarti "laki-laki = perempuan", "baik = buruk", "buddha = putthujana", dst. Seharusnya sdr. Djoe menjelaskan bagaimana bukit itu bersifat kosong (bukit = kosong) dan bagaimana kosong juga bersifat bukit (kosong = bukit) sehingga bisa dijelaskan kenapa laki-laki bersifat kosong dan kosong bersifat laki-laki.....

Just IMHO.... :)
Just IMHO juga, kekusutan yang terjadi, karena mereka yang merasa telah menjelaskan dengan baik tidak memahami 'kosong' dalam kata dan makna (yang terlihat seringkali diremehkan dan dianggap hanya konvensi), padahal komunikasi yang baik dimulai dari pemahaman kata kendatipun kata hanyalah 'penunjuk'.

Yang dibahas dengan carut-marut di sini adalah 3 jenis 'kekosongan':
- Pertama kosong dalam artian "Ākāśā/Akasha", yang adalah 'ruang kosong' yang ditempati unsur-unsur lain. Kosong ini ada dalam ranah materi, tidak bersifat relatif terhadap persepsi, dan memang bisa diukur, tergantung parameternya saja.

- Ke dua kosong dalam makna "Ākiṃca" yang timbul dari peluruhan persepsi kita, dan tentu saja sifatnya internal & relatif. Misalnya karena persepsi patrilineal, kita membedakan anak cowok lebih 'untung' dari cewek. Bagi orang yang tidak berpola pikir demikian, maka bisa dibilang ia kosong dari persepsi patrilineal. Dalam hal yang halus, ini merujuk pada lenyapnya diskriminasi 'kesadaran & luar kesadaran' dalam Arupa jhana 3, maka hanya ada persepsi 'kosong'.

- Ke tiga barulah kosong dalam makna "Śūnya/Shunya" yang merujuk pada konsep Nagarjuna tersebut. Seperti pernah saya tulis, konsep ini adalah 'sanggahan' terhadap klasifikasi Abhidharmika terhadap fenomena Samsāra dan nirvana yang seolah terpisah, sehingga ada Samvrti Satya dan Paramārtha Satya. Ini mengesankan 'nirvana' adalah satu elemen yang terpisah, berdiri sendiri, di luar samsara. Nagarjuna mengupas bahwa "nirvana" ini bukanlah terpisah, lepas dari fenomena dalam samsara, namun sebuah pemahaman terhadap samsara itu sendiri yang hakikatnya adalah kosong, tidak memiliki 'inti' dan 'ada' karena muncul bergantungan ditopang oleh kondisi-kondisnya.

Dengan memahami kata-kata yang hanya konvensional ini, maka pemakaian juga akan sesuai konteks dan dengan sendirinya interpretasi shunya adalah ruang kosong tidak benar-benar kosong, pria = wanita, dan lain sebagainya bisa terhindarkan.

« Last Edit: 05 December 2012, 10:27:49 AM by Kainyn_Kutho »