//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: KELUARGA BAHAGIA DENGAN BUDDHA DHAMMA  (Read 2293 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline F.T

  • Sebelumnya: Felix Thioris, MarFel, Ocean Heart
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 7.134
  • Reputasi: 205
  • Gender: Male
  • • Save the Children & Join with - Kasih Dharma Peduli • We Care About Their Future • There Are Our Next Generation.
KELUARGA BAHAGIA DENGAN BUDDHA DHAMMA
« on: 16 September 2010, 04:24:21 PM »

PENDAHULUAN

Buddha Dhamma atau Ajaran Kebenaran yang diberikan oleh Sang Buddha kepada umat
manusia telah hampir 3000 tahun usianya sejak pertama kali dibabarkan di Taman
Rusa Isipatana, Sarnath, India. Sejak jaman Sang Buddha masih hidup, siswa
Beliau selalu terdiri dari para bhikkhu dan umat perumahtangga biasa. Oleh
karena itu, jelas, mempelajari dan melaksanakan Buddha Dhamma bukanlah monopoli
para bhikkhu saja. Umat sebagai perumahtangga pun hendaknya juga berusaha
melaksanakan Buddha Dhamma tanpa harus menjadi bhikkhu terlebih dahulu.

Dalam pelaksanaan Buddha Dhamma tidak perlu dibedakan warna kulit, bangsa, jenis
makanan, jenis kelamin, cara berpakaian maupun kondisi tempat tinggal. Justru
hal yang perlu diperhatikan dan dipersiapkan dalam usaha melaksanakan Buddha
Dhamma adalah ketekunan, keuletan, kesungguhan dan semangat untuk membuktikan
kebenaran Ajaran Sang Buddha. Sang Buddha tidak pernah mengharuskan para
pengikutNya untuk menerima begitu saja segala yang disabdakan oleh Beliau dengan
hanya bermodalkan kepercayaan maupun keyakinan yang membuta. Sang Buddha sendiri
justru menganjurkan para siswaNya untuk selalu menguji dan terus menguji
kebenaran Ajaran Beliau sebelum menerima serta melaksanakannya bagaikan seorang
tukang emas yang harus menguji terlebih dahulu emas yang akan dibelinya agar
mengetahui kadar emas yang sesungguhnya. Buddha Dhamma apabila telah diuji dan
dilaksanakan dengan tekun maka akan memberikan kebahagiaan lahir batin dalam
kehidupan saat ini maupun kehidupan setelah kematian nanti serta memberikan
kondisi tercapainya kebahagiaan sejati yaitu Nibbana / Nirvana atau Tuhan Yang
Maha Esa.

PEMBAHASAN

Dalam pembahasan ini akan diuraikan beberapa persyaratan dasar yang mendukung
untuk mewujudkan kehidupan keluarga bahagia menurut Ajaran Sang Buddha.
Faktor-faktor pendukung itu adalah :

Hak dan Kewajiban

Telah disebutkan di atas bahwa Keluarga bahagia adalah komponen terpenting
pembentuk masyarakat bahagia. Untuk mendapatkan kebahagiaan tersebut maka
persyaratan utamanya adalah masing-masing anggota keluarga hendaknya saling
menyadari bahwa dalam kehidupan ini seseorang tidak akan dapat hidup sendirian,
orang pasti saling membutuhkan antara satu dengan yang lainnya. Masing-masing
fihak terikat satu dengan yang lain. Oleh karena itu, dalam kehidupan
berkeluarga agar mendapatkan kebahagiaan bersama diperlukan adanya pengertian
tentang hak dan kewajiban dari setiap anggota keluarga. Setiap anggota keluarga
hendaknya selalu menanamkan dalam pikirannya dan melaksanakan dalam kehidupannya
Sabda Sang Buddha yang berkenaan dengan pedoman dasar munculnya hak dan
kewajiban tersebut yang terdapat pada Anguttara Nikaya I, 87 yaitu 'Sebaiknya
orang selalu bersedia terlebih dahulu memberikan pertolongan sejati tanpa pamrih
kepada fihak lain dan selalu berusaha agar dapat menyadari pertolongan yang
telah diberikan fihak lain kepada diri sendiri agar muncul keinginan untuk
menanam kebajikan kepadanya'. Pola pandangan hidup Ajaran Sang Buddha ini
apabila dilaksanakan akan dapat menjamin ketenangan, keharmonisan dan
kebahagiaan keluarga.

Kemoralan

Dalam pengembangan kepribadian yang lebih luhur, setiap anggota keluarga
hendaknya juga dilengkapi dengan kemoralan (=sila) dalam kehidupannya untuk
dapat menjaga ketertiban serta keharmonisan dalam keluarga maupun dalam
masyarakat. Tingkah laku bermoral adalah salah satu tonggak penyangga
kebahagiaan keluarga yang selalu dianjurkan oleh Sang Buddha. Bahkan secara
khusus Sang Buddha menyebutkan lima dasar kelakuan bermoral yang terdapat pada
Anguttara Nikaya III, 203 yaitu lima perbuatan atau tingkah laku yang perlu
dihindari :

1. melakukan pembunuhan / penganiayaan,
2. pencurian,
3. pelanggaran kesusilaan,
4. kebohongan dan
5. mabuk-mabukan.

Pelaksanaan kelima hal ini selain dapat menjaga keutuhan serta kedamaian dalam
keluarga juga dapat untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Manfaat ke
dalam batin si pelaku dari pelaksanaan Pancasila Buddhis ini adalah membebaskan
diri dari rasa bersalah dan ketegangan mental yang sesungguhnya dapat dihindari.

Ekonomi

Faktor pendukung kebahagiaan keluarga selain setiap anggota keluarga mempunyai
perbuatan yang terbebas dari kesalahan secara hukum moral maupun negara seperti
yang telah diuraikan di atas, tidak dapat disangkal lagi bahwa kondisi ekonomi
keluarga juga memegang peranan penting. Telah cukup banyak diketahui, keluarga
menjadi tidak bahagia dan harmonis lagi karena disebabkan oleh kondisi ekonomi
yang kurang layak menurut penilaian mereka sendiri. Mengetahui pentingnya
kondisi ekonomi untuk kebahagiaan keluarga maka Sang Buddha juga telah
menguraikan dengan jelas hal ini pada Anguttara Nikaya IV, 285. Dalam nasehat
Beliau di sana disebutkan empat persyaratan dasar agar orang dapat memperbaiki
kondisi ekonomi keluarganya yaitu bahwa pertama, orang hendaknya rajin dan
bersemangat didalam bekerja mencari nafkah. Kedua, hendaknya ia menjaga dengan
hati-hati kekayaan apapun yang telah diperoleh dengan kerajinan dan semangat,
tidak membiarkannya mudah hilang atau dicuri. Orang hendaknya juga terus menjaga
cara bekerja yang telah dilakukannya sehingga tidak mengalami kemunduran atau
kemerosotan. Ketiga, berusahalah untuk memiliki teman-teman yang baik, dan tidak
bergaul dengan orang-orang jahat, serta ke empat adalah menempuh cara hidup yang
sesuai dengan penghasilan, tidak terlalu boros dan juga tidak terlalu kikir.

Melaksanakan tuntunan cara hidup yang diberikan oleh Sang Buddha seperti itulah
yang akan mewujudkan kehidupan keluarga menjadi bahagia secara ekonomis. Bila
kondisi ekonomi keluarga telah dapat dicapai sesuai dengan harapan para anggota
keluarga tersebut maka untuk mempertahankannya atau bahkan untuk meningkatkannya
lagi dapat disimak Sabda Sang Buddha yang lain dalam Anguttara Nikaya II, 249
yang menyebutkan bahwa keluarga manapun yang bertahan lama di dunia ini, semua
disebabkan oleh empat hal, atau sebagian dari keempat hal itu. Apakah keempat
hal itu? Keempat hal itu adalah menumbuhkan kembali apa yang telah hilang,
memperbaiki apa yang telah rusak, makan dan minum tidak berlebihan, dan selalu
berbuat kebajikan.

Harus disebutkan pula disini bahwa kesinambungan adanya semangat bekerja
memegang peranan penting untuk keberhasilan berusaha. Sang Buddha membahas
tentang hal ini dalam Khuddaka Nikaya 2444 yaitu Bekerjalah terus pantang
mundur; hasil yang diinginkan niscaya akan terwujud sesuai dengan cita-cita. Dan
bila semangat dapat dipertahankan serta dikembangkan maka tiada lagi kekuatan
yang mampu menghalangi keberhasilannya seperti yang disabdakan Sang Buddha
selanjutnya dalam Khuddaka Nikaya 881, bahwa seseorang yang tak gentar pada hawa
dingin atau panas, gigitan langau, tahan lapar dan haus, yang bekerja dengan
jujuh tanpa putus, siang dan malam, tidak melewatkan manfaat yang datang pada
waktunya; ia menjadi kecintaan bagi keberuntungan. Keberuntungan niscaya meminta
bertinggal dengannya.

Perkawinan harmonis

Istilah 'keluarga' tentulah mengacu pada unsur terpenting pembentuk keluarga
yaitu pria dan wanita yang terikat dalam satu kelembagaan yang dikenal dengan
sebutan 'perkawinan'. Kelembagaan ini akan terus berkembang dengan lahirnya anak
sebagai keturunan. Garis keturunan ini juga akan dapat terus berlanjut menjadi
beberapa generasi penerus keluarga tersebut.

Suami dan istri sebagai unsur pertama pembentuk keluarga tentu menjadi pusat
perhatian Sang Buddha juga. Dalam salah satu kesempatan, Sang Buddha menguraikan
tentang empat persyaratan yang sebaiknya dipenuhi untuk membina perkawinan
harmonis dan membentuk keluarga bahagia baik dalam kehidupan ini maupun sampai
pada kehidupan-kehidupan yang akan datang. Uraian mengenai hal tersebut dapat
dijumpai dalam Anguttara Nikaya II, 59 yaitu bahwa jika sepasang suami istri
ingin tetap bersama, baik dalam kehidupan sekarang maupun kehidupan mendatang,
dan keduanya mempunyai keyakinan yang sama, kebajikan yang sama, kemurahan hati
yang sama, dan kebijaksanaan yang sama, mereka akan tetap bersama dalam
kehidupan sekarang maupun kehidupan mendatang.

Sang Buddha lebih lanjut menguraikan tugas-tugas yang perlu dilaksanakan oleh
suami terhadap istrinya dan juga sebaliknya. Oleh karena, keluarga bahagia akan
dapat dicapai apabila suami dan istri dalam kehidupan perkawinan mereka telah
mengetahui serta memenuhi hak dan kewajibannya masing-masing seperti yang
disabdakan oleh Sang Buddha dalam Digha Nikaya III, 118 yaitu bahwa tugas suami
terhadap istri adalah memuji, tidak merendahkan atau menghina, setia, membiarkan
istri mengurus keluarga, memberi pakaian dan perhiasan. Lebih dari itu,
hendaknya disadari pula oleh suami bahwa dalam Ajaran Sang Buddha, istri
sesungguhnya merupakan sahabat tertinggi suami (Samyutta Nikaya 165). Sedangkan
tugas istri terhadap suami adalah mengatur semua urusan dengan baik, membantu
sanak keluarga suami, setia, menjaga kekayaan yang telah diperoleh, serta rajin.
Konsekuensi logis lembaga perkawinan adalah melahirkan keturunan. Dan, Sang
Buddha juga memberikan petunjukNya agar terjadi hubungan harmonis antara
orangtua dan anak serta sebaliknya.

Keharmonisan ini juga terwujud apabila masing-masing fihak menyadari dan
melaksanakan tugastugasnya. Untuk itu, dalam kesempatan yang sama Sang Buddha
menguraikan tugas anak terhadap orang tua yaitu merawat, membantu, menjaga nama
baik keluarga, bertingkah laku yang patut sehingga layak memperoleh warisan
kekayaan, melakukan pelimpahan jasa bila orangtua telah meninggal. Lebih lanjut
dalam Khuddaka Nikaya 286 disebutkan bahwa Ayah dan ibu adalah Brahma (makhluk
yang luhur), Ayah dan ibu guru pertama juga Ayah dan ibu adalah orang yang patut
diyakini oleh putra-putrinya. Mengingat sedemikian besar jasa serta kasih sayang
orangtua terhadap anaknya maka kewajiban anak di atas sungguh-sungguh tidak
dapat diabaikan begitu saja seperti yang telah disebutkan dalam Khuddaka Nikaya
33 yaitu bahwa 'Penghormatan, kecintaan, dan perawatan terhadap ayah serta ibu
membawa kebahagiaan di dunia ini'. Sedangkan dalam Khuddaka Nikaya 393
disebutkan bahwa 'Anak yang tidak merawat ayah dan ibunya ketika tua; tidaklah
dihitung sebagai anak'. Oleh karena 'Ibu adalah teman dalam rumah tangga'
(Samyutta Nikaya 163). Sedangkan tugas orangtua terhadap anak adalah
menghindarkan anak melakukan kejahatan, menganjurkan anak berbuat baik,
memberikan pendidikan, merestui pasangan hidup yang telah dipilih anak,
memberikan warisan bila telah tiba saatnya. Ditambahkan dalam Khuddaka Nikaya
252 bahwa 'Orang bijaksana mengharapkan anak yang meningkatkan martabat
keluarga, serta mempertahankan martabat keluarga, dan tidak mengharapkan anak
yang merendahkan martabat keluarga; yang menjadi penghancur keluarga'.

Dengan adanya 'rambu-rambu' rumah tangga yang diberikan oleh Sang Buddha di atas
akan menjamin tercapainya keselamatan bahtera rumah tangga yang sedang dijalani.
Oleh karena itu, kesadaran melaksanakan Ajaran Sang Buddha tersebut perlu
semakin ditingkatkan sehingga akan meningkatkan pula baik secara kualitas maupun
kuantitas keluarga bahagia yang ada dalam masyarakat kita maupun dalam bangsa
dan negara kita.

Sumber : Website Buddhis Samaggi Phala ( http://www.samaggi-phala.or.Id )


Save the Children & Join With :
Kasih Dharma Peduli ~ Anak Asuh
May all Beings Be Happy


Contact Info : Kasihdharmapeduli [at] yahoo.com

 

anything