Kalo saya pribadi mah lebih parah lagi kedengarannya. Berhubung saya tidak bisa bahasa Pali, pada saat baca paritta terus terang saya memang sekedar "membaca". Namun sebelumnya tentu diketahui isi dari paritta tersebut lewat terjemahannya. Misal karaniyametta, sudah diketahui kurang lebih isinya, jadi pada saat membaca paritta tersebut saya tidak perlu tahu lagi arti kata perkata. Paritta artinya adalah perlindungan, interpretasi saya pribadi yang disesuaikan dengan ketidakmampuan dalam berbahasa pali adalah, dengan membaca dengan konsentrasi maka pikiran tidak lari kemana-mana, pikiran pada saat berkonsentrasi tersebut terlindungi dari niat2 kurang baik khususnya. Bagi saya salah satu manfaat membaca paritta adalah pengantar yang sangat baik untuk menenangkan pikiran sebelum masuk ke dalam meditasi.
Kalau saya pribadi tetap berpedoman pada 'pikiran adalah pelopor' dan karenanya, saya merasa pikiran yang tidak terarah, walaupun mengucapkan paritta, tidak bermanfaat maksimal.
Tanpa mengerti isi, sesuatu bisa dikenali sebagai sebuah puisi lewat susunan ritme dan susunan konsonan dan vokalnya. Sebagaimana anda bisa membedakan antara orang yang sedang sekedar membaca dengan orang yang sedang bernyanyi. Tentu saja saya tidak bisa mengertahui isi tentang puisi bahasa asing yang tidak saya mengerti, tetapi bisa diketahui bahwa orang tersebut sedang berpuisi dan emosi apa yang terkandung di dalamnya (sedih, gembira, bersemangat, dll).
Keliru lagi. Seperti saya katakan, bernyanyi (yang sesuai musik) dikenali dari perbedaan frekuensi dalam interval yang teratur, bukan dari konsonan/vokal kata. (NB: Konsonan-disonan dalam psikoakustik yang saya singgung sebelumnya berbeda 'konsonan-vokal' dalam artikulasi pengucapan kata.)
Mengenai emosi apa yang terkandung di dalamnya, itu adalah interpretasi masing-masing, sifatnya subjektif. Saya pernah baca ada sebuah lagu yang sering dipakai dalam pernikahan padahal sebetulnya adalah lagu kematian (requiem). Sayang sekali saya lupa karya siapa lagu tersebut. Hal ini karena subjektifitas pendengar dalam menginterpretasikan bunyi tersebut.
Tidak perlu jadi orang sakti untuk bisa mengenali emosi dari suara, anak kecil aja bisa kok. Keponakan saya yang masih TK bisa menangis tersedu-sedu menonton film kartun yang notabene berbahasa inggris yang tidak dimengertinya. Seorang anak bisa menangis mendengar bentakan yang tidak ditujukan pada dirinya. Bunyi dapat menunjukkan emosi, bahkan tidak hanya bunyi, bahasa tubuh juga dapat mengungkapkan kecenderungan yang sedang ada di dalam benak seseorang. Hal ini adalah hal yg umum sekali menurut saya.
Keponakan yang masih TK tersedu
menonton film kartun yang berbahasa asing. Tidak perlu kartun berbahasa asing, jaman dulu orang bisa menangis menonton film bisu. Jelas saya tidak bahas menonton yang adalah audio-visual (bahkan lebih cenderung visual).
Ekspresi suara, gerak tubuh
secara umum memang bisa ditebak, tapi tidak secara ilmiah. Aktor, gampangnya, melatih ekspresi untuk hal-hal yang sebetulnya tidak dirasakannya. Apakah bro hendrako mampu membedakan emosi tangisan orang sedih beneran dan tangisan aktor/aktris profesional hanya lewat suara?