//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Hubungan Musik dengan Dhamma?  (Read 62357 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
« Reply #240 on: 28 April 2011, 11:09:34 AM »
Sebenarnya obyek pikiran bukan bertambah atau berkurang, sebagaimana seseorang hanya bisa membaca 1 buku dalam waktu yang bersamaan. Obyek pikiran pada satu momen hanya satu, namun karena kecepatan berubahnya obyek pikiran dari satu ke lainnya seolah-olah ada banyak obyek pikiran. Konsentrasi adalah keterpusatan pada sesuatu (termasuk satu obyek pikiran), sedangkan pikiran yang tidak terkonsentrasi adalah pikiran yang mengikuti perubahan obyek pikiran yang cepat seperti seekor monyet yang berpindah dari satu dahan ke dahan lainnya dengan cepat.
Bukankah perubahan arah pikiran pada arti paritta menjadi pengecekan nada sama saja seperti analogi monyet tersebut?


Quote
Musik pada parita adalah sebagaimana kata parikama di dalam meditasi, membantu konsentrasi (pembacaan parita). Dengan musik pada saat pembacaan parita, seseorang lebih mudah mengetahui konsentrasinya kurang pada saat membaca parita karena nada yang dilakukannya salah, sebagaimana seorang yogi mengetahui konsentrasinya melantur karena kata parikamanya tidak sesuai dengan keluar masuk nafas, misalnya.
Mengetahui konsentrasi kurang lewat kesalahan nada? Justru setahu saya kalau konsentrasi berkurang, nada juga jadi tidak teratur. Bagaimana caranya seseorang bisa teratur pada nada, namun konsentrasi paritta-nya berkurang? Bukankah itu juga berarti seperti 'membaca 2 buku pada waktu bersamaan'?


Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
« Reply #241 on: 28 April 2011, 11:19:00 AM »
Orang tuli tidak dapat menikmati dan mengerti keindahan "bunyi" dari puisi, yang dapat ditangkap orang tuli hanyalah ritme secara visual.

Sebelum meragi lagi, begini:
Sebelumnya anda menyatakan bahwa pada puisi tidak ada "kontak fisik"
dan saya tanggapi bahwa pada puisi "ada kontak fisik" yaitu bunyi.
Berarti puisi dikenali oleh telinga, bukan?
Kalau begitu coba dijawab: puisi dalam bahasa asing yang tidak dikenali pikiran, apakah bisa dikenali oleh telinga sebagai puisi?


Quote
Puisi yang tidak dibacakan dengan "bunyi" adalah sama halnya dengan membaca lagu dengan tangga nada tanpa suara (fisik).
Bentuk dalam partitur adalah objek visual. Pemaknaan dalam partitur adalah objek pikiran. Keduanya BUKAN musik, bukan objek pendengaran.


Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
« Reply #242 on: 28 April 2011, 11:21:25 AM »
Bukankah perubahan arah pikiran pada arti paritta menjadi pengecekan nada sama saja seperti analogi monyet tersebut?

Mengetahui konsentrasi kurang lewat kesalahan nada? Justru setahu saya kalau konsentrasi berkurang, nada juga jadi tidak teratur. Bagaimana caranya seseorang bisa teratur pada nada, namun konsentrasi paritta-nya berkurang? Bukankah itu juga berarti seperti 'membaca 2 buku pada waktu bersamaan'?



Yang ane katakan pada post sebelumnya adalah, musik membantu konsentrasi pembacaan parita, bukan konsentrasi pada arti paritta.

Pada saat seseorang tidak berkonsentrasi, biasanya orang tersebut tidak sadar bahwa sedang tidak terkonsentrasi, kesalahan nada adalah alat bantu yang "menyadarkan" bahwa pikiran sedang melantur atau tertarik pada obyek lain.

Yang ane maksud adalah apabila seseorang konsentrasinya kurang, nadanya biasanya meleset dan dengan melesetnya nada tersebut maka orang tersebut lebih mudah mengetahui bahwa konsentrasinya melantur.
« Last Edit: 28 April 2011, 11:32:28 AM by hendrako »
yaa... gitu deh

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
« Reply #243 on: 28 April 2011, 11:31:53 AM »
Berarti puisi dikenali oleh telinga, bukan?
Kalau begitu coba dijawab: puisi dalam bahasa asing yang tidak dikenali pikiran, apakah bisa dikenali oleh telinga sebagai puisi?

Yup.

Bentuk dalam partitur adalah objek visual. Pemaknaan dalam partitur adalah objek pikiran. Keduanya BUKAN musik, bukan objek pendengaran.

Bagi saya, anda mereduksi salah satu bagian penting dari puisi, yaitu suara.
Yang disebut puisi sudah ada jauh sebelum dikenalnya budaya tulisan.
Budaya tulisan banyak mereduksi kualitas dari sastra yang sesungguhnya berasal dari budaya lisan, terutama unsur emosi.
Apabila anda tetap bertahan bahwa dalam puisi tidak ada kontak fisik..... silakan.
Kalo menurut saya, "ADA" kontak fisik dalam puisi yaitu "bunyi".
yaa... gitu deh

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
« Reply #244 on: 28 April 2011, 11:56:10 AM »
Yang ane katakan pada post sebelumnya adalah, musik membaca konsentrasi pembacaan parita, bukan konsentrasi pada arti paritta.

Pada saat seseorang tidak berkonsentrasi, biasanya orang tersebut tidak sadar bahwa sedang tidak terkonsentrasi, kesalahan nada adalah alat bantu yang "menyadarkan" bahwa pikiran sedang melantur atau tertarik pada obyek lain.

Yang ane maksud adalah apabila seseorang konsentrasinya kurang, nadanya biasanya meleset dan dengan melesetnya nada tersebut maka orang tersebut lebih mudah mengetahui bahwa konsentrasinya melantur.
OK, jika arti/makna dari sebuah paritta diabaikan, maka memang benar pembacaan paritta dan musik bisa disinkronisasi. Berarti kita beda definisi di sini karena kalau menurut saya, tanpa pengarahan pikiran pada dhamma, hanya berfokus pada bahan bacaan, itu lebih dekat ke definisi pembacaan berita ketimbang paritta.


Bagi saya, anda mereduksi salah satu bagian penting dari puisi, yaitu suara.
Yang disebut puisi sudah ada jauh sebelum dikenalnya budaya tulisan.
Budaya tulisan banyak mereduksi kualitas dari sastra yang sesungguhnya berasal dari budaya lisan, terutama unsur emosi.
Apabila anda tetap bertahan bahwa dalam puisi tidak ada kontak fisik..... silakan.
Kalo menurut saya, "ADA" kontak fisik dalam puisi yaitu "bunyi".
Berarti bro hendrako bisa mengetahui emosi seseorang lewat suaranya. Walaupun kita orang Indonesia yang tidak mengerti bahasa Swahili, misalnya, ketika mendengar orang berpuisi sambil berurai air mata dalam bahasa tersebut, bisa tahu emosinya orang itu dengan baik. Kalau saya sih tidak tahu apakah puisinya 'terharu bertemu orang yang terpisah lama', 'ditinggal pacar', 'ditinggal mati anjingnya', 'belum makan 3 hari', atau apapun emosinya.


Quote
Quote
puisi dalam bahasa asing yang tidak dikenali pikiran, apakah bisa dikenali oleh telinga sebagai puisi?
Yup.
OK, seperti mengenali emosi lewat bunyinya, saya lihat ini sudah ke pembahasan metafisika. Berhubung saya belum sesakti itu, pembahasannya kita tunda saja yah?


Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
« Reply #245 on: 28 April 2011, 02:04:18 PM »
OK, jika arti/makna dari sebuah paritta diabaikan, maka memang benar pembacaan paritta dan musik bisa disinkronisasi. Berarti kita beda definisi di sini karena kalau menurut saya, tanpa pengarahan pikiran pada dhamma, hanya berfokus pada bahan bacaan, itu lebih dekat ke definisi pembacaan berita ketimbang paritta.

Kalo saya pribadi mah lebih parah lagi kedengarannya. Berhubung saya tidak bisa bahasa Pali, pada saat baca paritta terus terang saya memang sekedar "membaca". Namun sebelumnya tentu diketahui isi dari paritta tersebut lewat terjemahannya. Misal karaniyametta, sudah diketahui kurang lebih isinya, jadi pada saat membaca paritta tersebut saya tidak perlu tahu lagi arti kata perkata. Paritta artinya adalah perlindungan, interpretasi saya pribadi yang disesuaikan dengan ketidakmampuan dalam berbahasa pali adalah, dengan membaca dengan konsentrasi maka pikiran tidak lari kemana-mana, pikiran pada saat berkonsentrasi tersebut terlindungi dari niat2 kurang baik khususnya. Bagi saya salah satu manfaat membaca paritta adalah pengantar yang sangat baik untuk menenangkan pikiran sebelum masuk ke dalam meditasi.

Berarti bro hendrako bisa mengetahui emosi seseorang lewat suaranya. Walaupun kita orang Indonesia yang tidak mengerti bahasa Swahili, misalnya, ketika mendengar orang berpuisi sambil berurai air mata dalam bahasa tersebut, bisa tahu emosinya orang itu dengan baik. Kalau saya sih tidak tahu apakah puisinya 'terharu bertemu orang yang terpisah lama', 'ditinggal pacar', 'ditinggal mati anjingnya', 'belum makan 3 hari', atau apapun emosinya.

Tanpa mengerti isi, sesuatu bisa dikenali sebagai sebuah puisi lewat susunan ritme dan susunan konsonan dan vokalnya. Sebagaimana anda bisa membedakan antara orang yang sedang sekedar membaca dengan orang yang sedang bernyanyi. Tentu saja saya tidak bisa mengertahui isi tentang puisi bahasa asing yang tidak saya mengerti, tetapi bisa diketahui bahwa orang tersebut sedang berpuisi dan emosi apa yang terkandung di dalamnya (sedih, gembira, bersemangat, dll).

OK, seperti mengenali emosi lewat bunyinya, saya lihat ini sudah ke pembahasan metafisika. Berhubung saya belum sesakti itu, pembahasannya kita tunda saja yah?

Tidak perlu jadi orang sakti untuk bisa mengenali emosi dari suara, anak kecil aja bisa kok. Keponakan saya yang masih TK bisa menangis tersedu-sedu menonton film kartun yang notabene berbahasa inggris yang tidak dimengertinya. Seorang anak bisa menangis mendengar bentakan yang tidak ditujukan pada dirinya. Bunyi dapat menunjukkan emosi, bahkan tidak hanya bunyi, bahasa tubuh juga dapat mengungkapkan kecenderungan yang sedang ada di dalam benak seseorang. Hal ini adalah hal yg umum sekali menurut saya. :|
yaa... gitu deh

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
« Reply #246 on: 28 April 2011, 04:07:55 PM »
Kalo saya pribadi mah lebih parah lagi kedengarannya. Berhubung saya tidak bisa bahasa Pali, pada saat baca paritta terus terang saya memang sekedar "membaca". Namun sebelumnya tentu diketahui isi dari paritta tersebut lewat terjemahannya. Misal karaniyametta, sudah diketahui kurang lebih isinya, jadi pada saat membaca paritta tersebut saya tidak perlu tahu lagi arti kata perkata. Paritta artinya adalah perlindungan, interpretasi saya pribadi yang disesuaikan dengan ketidakmampuan dalam berbahasa pali adalah, dengan membaca dengan konsentrasi maka pikiran tidak lari kemana-mana, pikiran pada saat berkonsentrasi tersebut terlindungi dari niat2 kurang baik khususnya. Bagi saya salah satu manfaat membaca paritta adalah pengantar yang sangat baik untuk menenangkan pikiran sebelum masuk ke dalam meditasi.
Kalau saya pribadi tetap berpedoman pada 'pikiran adalah pelopor' dan karenanya, saya merasa pikiran yang tidak terarah, walaupun mengucapkan paritta, tidak bermanfaat maksimal.


Quote
Tanpa mengerti isi, sesuatu bisa dikenali sebagai sebuah puisi lewat susunan ritme dan susunan konsonan dan vokalnya. Sebagaimana anda bisa membedakan antara orang yang sedang sekedar membaca dengan orang yang sedang bernyanyi. Tentu saja saya tidak bisa mengertahui isi tentang puisi bahasa asing yang tidak saya mengerti, tetapi bisa diketahui bahwa orang tersebut sedang berpuisi dan emosi apa yang terkandung di dalamnya (sedih, gembira, bersemangat, dll).
Keliru lagi. Seperti saya katakan, bernyanyi (yang sesuai musik) dikenali dari perbedaan frekuensi dalam interval yang teratur, bukan dari konsonan/vokal kata. (NB: Konsonan-disonan dalam psikoakustik yang saya singgung sebelumnya berbeda 'konsonan-vokal' dalam artikulasi pengucapan kata.)

Mengenai emosi apa yang terkandung di dalamnya, itu adalah interpretasi masing-masing, sifatnya subjektif. Saya pernah baca ada sebuah lagu yang sering dipakai dalam pernikahan padahal sebetulnya adalah lagu kematian (requiem). Sayang sekali saya lupa karya siapa lagu tersebut. Hal ini karena subjektifitas pendengar dalam menginterpretasikan bunyi tersebut.


Quote
Tidak perlu jadi orang sakti untuk bisa mengenali emosi dari suara, anak kecil aja bisa kok. Keponakan saya yang masih TK bisa menangis tersedu-sedu menonton film kartun yang notabene berbahasa inggris yang tidak dimengertinya. Seorang anak bisa menangis mendengar bentakan yang tidak ditujukan pada dirinya. Bunyi dapat menunjukkan emosi, bahkan tidak hanya bunyi, bahasa tubuh juga dapat mengungkapkan kecenderungan yang sedang ada di dalam benak seseorang. Hal ini adalah hal yg umum sekali menurut saya. :|
Keponakan yang masih TK tersedu menonton film kartun yang berbahasa asing. Tidak perlu kartun berbahasa asing, jaman dulu orang bisa menangis menonton film bisu. Jelas saya tidak bahas menonton yang adalah audio-visual (bahkan lebih cenderung visual).

Ekspresi suara, gerak tubuh secara umum memang bisa ditebak, tapi tidak secara ilmiah. Aktor, gampangnya, melatih ekspresi untuk hal-hal yang sebetulnya tidak dirasakannya. Apakah bro hendrako mampu membedakan emosi tangisan orang sedih beneran dan tangisan aktor/aktris profesional hanya lewat suara?

« Last Edit: 28 April 2011, 04:09:36 PM by Kainyn_Kutho »

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
« Reply #247 on: 28 April 2011, 05:10:58 PM »
Kalau saya pribadi tetap berpedoman pada 'pikiran adalah pelopor' dan karenanya, saya merasa pikiran yang tidak terarah, walaupun mengucapkan paritta, tidak bermanfaat maksimal.

Apakah anda dapat mengerti kata perkata pada bahasa pali di dalam paritta?
Apakah anda pernah membaca paritta dengan suatu nada tertentu?


Dari pengalaman pribadi, pada saat membaca paritta, arah pikiran saya hanya membaca paritta, manfaatnya adalah konsentrasi.
Apa yg anda maksud dengan manfaat maksimal di atas?


Keliru lagi. Seperti saya katakan, bernyanyi (yang sesuai musik) dikenali dari perbedaan frekuensi dalam interval yang teratur, bukan dari konsonan/vokal kata. (NB: Konsonan-disonan dalam psikoakustik yang saya singgung sebelumnya berbeda 'konsonan-vokal' dalam artikulasi pengucapan kata.)

Anda keliru menangkap maksud saya, saya tidak mengatakan bahwa mengenali orang berpuisi dan bernyanyi adalah "persis" sama tetapi kita dapat mengetahui bahwa orang ini sedang berpuisi, orang itu sedang bernyanyi, orang itu sedang bercerita.

Keponakan yang masih TK tersedu menonton film kartun yang berbahasa asing. Tidak perlu kartun berbahasa asing, jaman dulu orang bisa menangis menonton film bisu. Jelas saya tidak bahas menonton yang adalah audio-visual (bahkan lebih cenderung visual).

Ekspresi suara, gerak tubuh secara umum memang bisa ditebak, tapi tidak secara ilmiah. Aktor, gampangnya, melatih ekspresi untuk hal-hal yang sebetulnya tidak dirasakannya. Apakah bro hendrako mampu membedakan emosi tangisan orang sedih beneran dan tangisan aktor/aktris profesional hanya lewat suara?

Terlepas dari benaran atau tidak, yang jelas orang atau aktris tersebut bermaksud mengekspresikan emosi kesedihan lewat tangisan. Bahkan orang yang bermaksud menipu dengan berpura-pura menangispun, suara tangisannya adalah ungkapan emosi kesedihan.
Jadi suara mengekspresikan emosi (baik yang original maupun yang palsu).

Wah ada tambahan kriteria lagi nih, melebar lagi pada hal ilmiah (bold ijo).... tambah jauh dan licin lagi ntar mbahasnya.
yaa... gitu deh

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
« Reply #248 on: 29 April 2011, 10:28:53 AM »
Apakah anda dapat mengerti kata perkata pada bahasa pali di dalam paritta?
Jika saya memang akan membaca satu paritta, maka saya akan belajar artinya. Tidak perlu kata per kata 100% persis sesuai tata bahasa, tetapi minimal saya berusaha mengerti setiap frase agar apa yang saya ucapkan sama dengan yang saya niatkan; juga apa yang saya niatkan selaras dengan yang saya baca. Dengan demikian (konsentrasi) niat dan ucapan (paritta) saling menopang.

Quote
Apakah anda pernah membaca paritta dengan suatu nada tertentu?
Tidak.


Apakah anda dapat mengerti kata perkata pada bahasa pali di dalam paritta?
Apakah anda pernah membaca paritta dengan suatu nada tertentu?


Dari pengalaman pribadi, pada saat membaca paritta, arah pikiran saya hanya membaca paritta, manfaatnya adalah konsentrasi.
Apa yg anda maksud dengan manfaat maksimal di atas?


Anda keliru menangkap maksud saya, saya tidak mengatakan bahwa mengenali orang berpuisi dan bernyanyi adalah "persis" sama tetapi kita dapat mengetahui bahwa orang ini sedang berpuisi, orang itu sedang bernyanyi, orang itu sedang bercerita.

Terlepas dari benaran atau tidak, yang jelas orang atau aktris tersebut bermaksud mengekspresikan emosi kesedihan lewat tangisan. Bahkan orang yang bermaksud menipu dengan berpura-pura menangispun, suara tangisannya adalah ungkapan emosi kesedihan.
Jadi suara mengekspresikan emosi (baik yang original maupun yang palsu).

Wah ada tambahan kriteria lagi nih, melebar lagi pada hal ilmiah (bold ijo).... tambah jauh dan licin lagi ntar mbahasnya.

Tadi saya sudah tulis panjang lebar, ternyata bro hendrako alergi ilmiah, jadi saya hapus lagi. Sampai di sini saja yah, saya tidak berargumentasi berdasar opini.


Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
« Reply #249 on: 29 April 2011, 11:30:09 AM »
Tadi saya sudah tulis panjang lebar, ternyata bro hendrako alergi ilmiah, jadi saya hapus lagi. Sampai di sini saja yah, saya tidak berargumentasi berdasar opini.


Wah, anda terlalu cepat berasumsi, coba liat kembali di post ane sebelumnya, apakah ane menolak atau melarang anda untuk berkata-kata soal ilmiah. Ane tidak alergi ilmiah, malah sempat enjoy dan nyemplung di bidang ilmiah beberapa waktu, saya hanya mengatakan bahwa pembahasan ini sudah melebar terlalu jauh, berbelit dan licin, dan kebetulan aja pemicunya adalah pelebaran pembahasan dengan kategori ilmiah ato tidaknya tanggapan dari saya....

Yup, cukup disini saja.

Sebenarnya poin dari pembahasan hanya seperti di bawah ini:

                           Anda berpendapat bahwa puisi tidak ada hubungan dengan bunyi/suara, jadi tidak ada kontak fisik.
                           Saya berpendapat bahwa puisi berhubungan dengan bunyi/suara, jadi ada kontak fisik yaitu bunyi.

 :backtotopic:
yaa... gitu deh

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
« Reply #250 on: 29 April 2011, 11:53:27 AM »
Wah, anda terlalu cepat berasumsi, coba liat kembali di post ane sebelumnya, apakah ane menolak atau melarang anda untuk berkata-kata soal ilmiah. Ane tidak alergi ilmiah, malah sempat enjoy dan nyemplung di bidang ilmiah beberapa waktu, saya hanya mengatakan bahwa pembahasan ini sudah melebar terlalu jauh, berbelit dan licin, dan kebetulan aja pemicunya adalah pelebaran pembahasan dengan kategori ilmiah ato tidaknya tanggapan dari saya....

Yup, cukup disini saja.

Sebenarnya poin dari pembahasan hanya seperti di bawah ini:

                           Anda berpendapat bahwa puisi tidak ada hubungan dengan bunyi/suara, jadi tidak ada kontak fisik.
                           Saya berpendapat bahwa puisi berhubungan dengan bunyi/suara, jadi ada kontak fisik yaitu bunyi.

 :backtotopic:
OK, saya coba tanya terakhir. Orang beragama Buddha, dikenali oleh panca indera, ataukah dikenali oleh pikiran?

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
« Reply #251 on: 29 April 2011, 02:27:07 PM »
Katanya udah.....
Ok, lah terakhir saya jawab.

OK, saya coba tanya terakhir. Orang beragama Buddha, dikenali oleh panca indera, ataukah dikenali oleh pikiran?


Jawaban ane:
Apakah pancaindera bisa mengenali?
yaa... gitu deh

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
« Reply #252 on: 29 April 2011, 03:07:59 PM »
Katanya udah.....
Ok, lah terakhir saya jawab.
Hanya memastikan saja karena mengakhiri diskusi dengan orang cerdas tertentu hanya karena salah paham/salah istilah sungguh disayangkan.

Quote
Jawaban ane:
Apakah pancaindera bisa mengenali?
OK deh, thanks.

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
« Reply #253 on: 29 April 2011, 07:19:18 PM »
yaa... gitu deh