5. MASTER LINJI YIXUAN 臨濟義玄 (780? – 867)
Master Linji Yixuan (baca: Linchi Yisiien) awalnya adalah seorang murid pemalu sebelum akhirnya menjadi Guru Zen yang sangat kreatif. Master Linji atau Rinzai dalam bahasa Jepang terkenal dengan metode teriakan ‘Ho!’ untuk mengagetkan para murid sehingga bisa mencapai pencerahan seketika.
-------------------------------------------------------------
Bagaimanapun juga aliran Zen ala Master Linji yang kemudian berkembang pesat di Korea dan di Jepang setelah Zen mengalami kemunduran besar di China karena pelarangan Buddhisme (dan agama ‘asing’ lainnya) tahun 845 oleh Li Yan 李炎 (baca:Li Yen), atau “ Li the double fire” (karena Yan ditulis dengan simbol dua api) atau Li Chan 李 瀍, kaisar ke-17 Dinasti Tang, yang bergelar “Tang Wu Zong” 唐武宗 (baca: Tang Wu Cung) atau “Tang Martial Ancestor” (Leluhur Martial Dinasti Tang).
Kaisar Li Yan menutup semua vihara di seluruh negeri dan merumahkan bhiksu dan bhiksuni. Larangan terhadap agama Buddha adalah masukan pejabat yang beragama Konghucu kepada kaisar. Pejabat Konghucu ini melihat bahwa menjadi Bhiksu/Bhiksuni adalah alternatif pelarian dari wajib pajak dan wajib militer. Semakin banyak bhiksu/bhiksuni berarti semakin sedikit pemasukan pajak dan calon tentara.
Saat itu Kaisar Dinasti Tang Li Yan tidak lagi beragama Buddha sebagaimana yang menjadi tradisi kaisar-kaisar Dinasti Tang yang mana tradisi ini dipelopori oleh Li Shi-min 李世民 (baca: Li Semin) sang pendiri Dinasti Tang, yang menjadi kaisar tahun 627 hingga 649 dan bergelar “Tang Tai Zong” 唐太宗 (baca: Tang Tai Cung) atau “Tang Great Ancestor” (Leluhur Agung Dinasti Tang).
Sekitar enam dasawarsa sebelum dan sesudah Kaisar Li Yan pula, Dinasti Tang dikuasai para kasim/kebiri (pelayan istana yang dikebiri) yang korup yang memicu berbagai pemberontakan dalam negeri yang tak puas dengan kinerja pemerintahan yang dikuasai para kebiri/kasim bersama kroni-kroninya yang juga korup.
Selain itu kemegahan bangunan vihara-vihara Zen juga mengundang kedengkian/iri hati orang yang tak suka dengan Zen. Kemegahan vihara itu bahkan dinilai lebih megah dibandingkan istana Kaisar itu sendiri sehingga dianggap tidak menghormati kaisar.
Setahun setelah pelarangan Buddhisme, Kaisar Li Yan digantikan Kaisar Li Chan 李忱 atau Li Yi 李怡 yang bergelar Tang Xuan Zong 唐宣宗 (baca: Tang Xiien Cung) yang menjadi kaisar dari tahun 846 hingga 859, yang meneruskan penindasan terhadap Buddhisme.
Master Linji hidup ketika penindasan itu berlangsung. Dia mengalami sendiri masa penindasan Buddhisme oleh Kaisar Li Yan dan Kaisar Li Chan.
Tahun 907, 62 tahun setelah pelarangan Buddhisme itu, Dinasti Tang yang sudah keropos karena korupsi yang merajalela itu akhirnya runtuh juga oleh kudeta yang dipimpin Zhu Quanzhong 朱全忠 (baca: Chu Jiien Chung) tahun 907 yang menghabisi para kasim/kebiri sekaligus membunuh kaisar terakhir (kaisar ke-21) Dinasti Tang yang bernama Li Zhu 李柷 (baca: Li Chu) yang menjadi kaisar Tang sejak tahun 904 (baru 3 tahun).
Namun sesungguhnya walaupun ditindas, Zen terus bertahan hidup di China hingga masa kini walau tidak semasif zaman Dinasti Tang. Karena Zen, yang mengajarkan konsentrasi pikiran / meditasi di setiap tarikan dan hembusan nafas, sebenarnya tidak terlalu bergantung pada vihara. Lagipula ajaran dan tradisi Zen sudah merasuk ke dalam masyarakat China itu sendiri yang melahirkan ajaran/tradisi sikap hemat/tidak memboroskan makanan, pakaian dll, gigih/pantang menyerah sebelum berhasil, dan tekun/suka bekerjakeras, yang bahkan hingga kini masih menjadi karakter umum komunitas Chinese dimanapun mereka berada. Apalagi bhiksu-bhiksu Zen memang sudah dilatih untuk hidup mandiri dan tidak mengemis. Pelarangan Buddhisme ini otomatis mendorong bhiksu-bhiksu Zen mengungsi ke negara-negara di sekitar China terutama Korea, Jepang, Vietnam, Myanmar sekaligus mengembangkan Zen di negeri-negeri tersebut.
-------------------------------------------------
A. Pencerahan Master Linji
Pencerahan Master Linji 臨濟 (baca: Linchi) adalah kerjasama yang cantik antara dua Master Zen yaitu Master Huangbo 黄檗 (baca: Huangpo) dan Master Dayu 大愚 (baca: Tayii). Saat itu Master Huangbo sudah sangat tua dan tak lama setelah Linji mencapai pencerahan, Master Huangbo meninggal dunia.
Suatu hari kepala bhiksu Muzhou (baca: Muchou) bertanya kepada Linji: “Sudah berapa lama kamu di sini?”
Linji: “Sudah tiga tahun.”
Muzhou: “Pernah mengajukan sebuah pertanyaan kepada Guru?”(Guru yang dimaksudkan adalah Master Huangbo)
Linji: “Tidak pernah. Saya tak tahu mau tanya apa.”
Muzhou: “Mengapa kamu tidak bertanya kepada Guru mengenai intisari Buddha Dharma?”
Linji kemudian menemui Master Huangbo dan bertanya mengenai intisari Buddha Dharma namun Master Huangbo malah menaboknya (memukulnya dengan telapak tangan).
Ketika Linji bertemu dengan Muzhou kembali, Muzhou bertanya: “Bagaimana?”
Linji: “Saya sudah bertanya, tapi Guru malah diam dan menabok saya. Saya tidak mengerti.”
Muzhou menjawab: “Coba tanya lagi.”
Linji kembali bertanya dan lagi-lagi kena tabok Master Huangbo. Ini terjadi sampai tiga kali.
Linji kemudian berkata kepada Muzhou: “Terima kasih atas dorongan Anda untuk bertanya mengenai intisari Dharma. Tapi Guru sudah tiga kali menabok saya. Saya sungguh tak mengerti, mungkin karena karma buruk saya terlalu besar sehingga saya tak memahami ajaran Guru. Saya akan pergi sekarang mencari Guru lain.”
Muzhou: “Jika kamu mau pergi hendaknya kamu berpamitan dulu dengan Guru esok hari.”
Muzhou kemudian menemui Master Huangbo: “Linji ini memiliki bakat yang khusus. Jika dia datang berpamitan, mohon Guru menggunakan sedikit kebijaksanaan saat memberinya pelajaran. Bila tiba waktunya, dia akan menjadi sebuah pohon besar yang menjadi tempat berteduh bagi banyak orang.”
Esok harinya Linji menghadap Master Huangbo untuk berpamitan. Master Huangbo kemudian berkata: “Kamu pergilah ke Master Dayu. Dia akan menjelaskan segalanya kepadamu.”
Linji kemudian pergi dari vihara Master Huangbo dan menemui Master Dayu (baca: Tayii).
Master Dayu: “Kamu darimana?”
Linji: “Dari vihara Master Huangbo.”
Master Dayu: “Apa yang diajarkan Master Huangbo.”
Linji: “Tiga kali saya bertanya mengenai intisari Dharma, tiga kali pula saya ditabok. Saya tidak mengerti dimana letak kesalahan saya.”
Master Dayu: “Huangbo sangat bersemangat seperti nenek-nenek (catatan: bo dari Huangbo ucapannya mirip dengan ‘bobo’ atau ‘nenek’ dalam bahasa Mandarin). Dia sebenarnya ingin membuat kamu bebas. Tapi kamu sekarang bertanya soal siapa yang bersalah.”
Begitu mendengar kata ‘bebas’, pikiran Linji terbebaskan dan mendapat pencerahan seketika.
Lalu Linji berkomentar sinis: “Oh, jadi ajaran Master Huangbo sebenarnya tidak mengandung apapun.”
Master Dayu mendengar jawaban sinis itu langsung mencengkeram leher jubah Linji: “Dasar orang bodoh! Tadi kamu bertanya siapa yang salah, sekarang kamu bilang ajaran Huangbo tidak mengandung apapun! Lalu apa yang kamu ketahui? Ayo bicara sekarang!”
Linji menjawabnya dengan menabok pinggang Master Dayu tiga kali. Lalu Master Dayu mendorong Linji ke samping dan berkata: “Gurumu itu Huangbo, aku tak punya hubungan denganmu.”
Linji kemudian berpamitan kepada Master Dayu dan kembali ke Master Huangbo.
Master Huangbo setelah melihat Linji kembali kemudian berkata: “Orang ini terus datang dan pergi, kapan sih selesainya?”
Linji menjawab sambil menyindir: “Karena semangat ‘nenek’ Guru maka sekarang semuanya sudah selesai.”
Huangbo: “Kamu kemana saja?”
Linji: “Mengikuti petunjuk Guru, saya mengunjungi Guru Dayu dan sekarang saya sudah kembali.”
Huangbo: “Apa kata Dayu?”
Linji kemudian mengulangi kembali perkataan Master Dayu.
Huangbo: “Orang tua itu terlalu banyak bicara. Aku akan menaboknya bila dia datang ke sini.”
Linji: “Mengapa harus menunggu? Tabokan itu bisa dilakukan sekarang!”
Kemudian secara mendadak Linji menabok Master Huangbo.
Huangbo berkata: “Orang gila ini sudah menarik kumis harimau!”
Linji kemudian berteriak keras: “Hoooo!”
Huangbo kemudian memanggil para bhiksu: “Bawa orang gila ini ke Aula Zen!”
(Master Huangbo sesungguhnya merasa gembira karena Linji sudah memahami Zen dan Linji yang kemudian menjadi pengganti Master Huangbo.)
B. Seni Berteriak
Master Linji berkata kepada murid-muridnya: “Kadang berteriak seperti pedang Raja Permata, kadang berteriak seperti Singa yang mencakar, kadang berteriak digunakan untuk menjerat ikan dalam air, kadang berteriak bukan lagi merupakan teriakan. Apa pendapat kalian?”
Saat seorang bhiksu bermaksud menjawab, Master Linji buru-buru berteriak: “Hooo!”
C. Dilarang Berteriak
Master Linji menggunakan teriakan sebagai sarana untuk mengajar. Seluruh muridnya mencontohnya. Master Linji kemudian berkata: “Kalian semua suka berteriak seperti yang kulakukan. Sekarang aku mau tanya kepada kalian. Bila ada dua orang bhiksu, yang satu muncul dari Aula Timur dan satu lagi muncul dari Aula Barat, dan kemudian dua-duanya berteriak. Bisakah kalian menunjukkan yang mana Guru yang mana Tamu? Apa jawaban kalian? Jika kalian tidak bisa menjawabnya, kalian tidak boleh berteriak seperti yang kulakukan.”
D. Keinginan & Pikiran
Jika kalian ingin menjadi Buddha, jangan menginginkan sesuatu. Jika pikiran muncul segala hal akan muncul pula. Jika pikiran berhenti, segala hal ikut berhenti. Jika pikiran Sunyata, Dharma berada dalam keadaan yang selaras.
E. Alamiah
Buddha Dharma sederhana dan alamiah. Tak ada yang berlebihan. Bila lapar makan, bila mengantuk tidur. Tercekat pada penampilan adalah kebodohan.
F. Pemahaman yang benar
Jika kalian ingin belajar Dharma, kalian harus punya pemahaman yang benar terlebih dahulu. Dengan pemahaman yang benar, kelahiran dan kematian tak bisa lagi membelenggu diri kalian. Kalian bebas datang dan pergi.
Jika kalian tak punya keyakinan (sradha) yang cukup, kalian akan dibuat bingung oleh segala sesuatunya, oleh apa yang tengah terjadi, dan kalian tak akan pernah terbebaskan.
Jangan mencari yang luar biasa karena yang luar biasa akan datang dengan sendirinya.
Jika kalian bisa menenangkan pikiran, maka kalian tak jauh beda dengan para Buddha dan para Patriak.
G. Kesadaran murni
Tubuh yang terdiri dari empat elemen utama tidak dapat mendengar atau memahami Dharma. Lalu apa yang bisa mendengar dan memahami Dharma? Di sini, tepat di sini, jelas, jernih, tak berbentuk, yaitu kesadaran murni. Kesadaran inilah yang bisa mendengar dan memahami Dharma.
Jika kalian memahami ini, kalian tak jauh beda dengan para Buddha dan para Patriak. Apapun yang kalian pahami selalu ada di situ.
Namun jika emosi muncul maka kebijaksanaan pun terhalangi.
Jika pikiran berubah, tubuh pun ikut berubah.
Karena itu kita terlahir kembali dan mengalami segala jenis penderitaan.
Semuanya begitu dalam.
Semuanya begitu bebas.
Dharma pikiran tak mempunyai bentuk.
Ia menembus ke sepuluh penjuru.
Dengan pikiran Sunyata, orang bebas kemanapun juga.
Bhiksu gunung (Linji menunjuk pada dirinya sendiri) ini mengatakan hal ini kepada kalian karena pikiran kalian tidak pernah tenang sehingga tercekat pada kebijaksanaan yang sudah tua (mereka terpaku pada ajaran di dalam kitab tanpa memahami makna yang sesungguhnya).
===============================================================================
Demikian artikel saya, semoga dapat memahami bahwa Zen adalah meditasi / konsentrasi pikiran. Meditasi dalam Zen dilakukan tidak hanya dalam duduk bersila namun juga dalam berbagai aktivitas. Atau disebut juga Zen dalam setiap tarikan dan hembusan nafas. Nafas adalah tanda kehidupan. Zen adalah seni bernafas dengan baik. Zen adalah sebuah seni meditasi dalam kehidupan sehari-hari. Zen adalah cara bernafas yang harus Anda latih dan temukan sendiri untuk menjaga agar pikiran selalu tenang, damai, fokus, jernih dan bebas setiap saat dan setiap detik, bukan hanya ketika duduk bermeditasi.
Bila ada kesalahan ketik atau kesalahan yang tidak saya sengaja, mohon saya diberi petunjuk.
Sutarman
(Praktisi Zen)