//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Zen : From Huairang To Linji  (Read 5839 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline sutarman

  • Teman
  • **
  • Posts: 68
  • Reputasi: 2
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Zen : From Huairang To Linji
« on: 06 January 2011, 08:52:39 AM »
Patriak Zen Generasi ke-6 Huineng menghasilkan lima aliran Zen namun yang bertahan sampai sekarang hanya dua aliran Zen yaitu Linji (Jepang: Rinzai) dan Caodong (Jepang: Soto)

Silsilah Aliran Linji
1.   Master Nanyue Huairang 南嶽懐譲 (677-744) / Nangaku Ejo (Jpn)
2.   Master Mazu Daoyi 馬祖道一(709-788) / Baso Doitsu (Jpn)
3.   Master Baizhang Huaihai 百丈懷海 (720-814) / Hyakujo Ekai (Jpn)
4.   Master Huangbo Xiyun 黄檗希运 (750?-850?) / Obako Kiun (Jpn)
5.   Master Linji Yixuan 臨濟義玄(780?-866) / Rinzai Gigen (Jpn) – Bapa aliran Linji (Chn) / Rinzai (Jpn)

Silsilah Aliran Caodong
1.   Master Qingyuan Xingsi (660-740)
2.   Master Shi-tou (700-790)
3.   Master Yaoshan Weiyan (751-834)
4.   Master Yunyan Tansheng (782-841) – Bapa aliran Caodong

Namun dalam artikel ini saya hanya akan mengulas sedikit pemikiran/pandangan yang ada dalam aliran Linji / Rinzai yang terkait dengan pandangan atau sejarah pencerahan Master-masternya: Huairang, Mazu, Baizhang, Huangbo, dan Linji.

1. MASTER NAN-YUE HUAI-RANG 南嶽懐譲(677-744)

Master Huairang 懐譲 lahir di Jinzhou (baca : Chinchou), provinsi Shanxi. Pada usia 15 tahun dia sudah mendalami Dharma dan kemudian berguru pada seorang guru Zen bernama Hua-in di Gunung Song. Hua-in menganjurkan Huai-rang pergi ke selatan menemui Patriak Hui-neng 惠能 di Cao Xi.

Saat tiba di Caoxi, Huairang memberi hormat dan berlutut kepada Patriak Huineng.
Huineng : Kamu datang dari mana?
Huairang : Saya datang dari Gunung Song.
Huineng : Lalu benda apa pula yang datang ini?
Huairang : Mengatakan ini benda sungguh merupakan perbuatan yang ngawur sekali.
Huineng : Bisakah ia dicapai dengan latihan?
Huairang : Memang bukan tidak mungkin mencapainya dengan latihan. Tetapi latihan kemungkinan besar tidak akan mencemarinya.
Huineng: Hanya yang tidak tercemari inilah yang dipertahankan oleh para Buddha. Sebagaimana ia benar bagimu, ia juga benar bagiku.

(Catatan: Benda yang dimaksud adalah Buddha Dhatu atau Buddha Nature (English)  atau Watak Buddha, kadang disebut pula sebagai Kesadaran Murni)

Sejak itu Huairang melayani Huineng selama 15 tahun dan selanjutnya menetap di Gunung Nanyue 南嶽 (Karena itu kemudian dia disebut Nanyue Huairang atau Huairang yang tinggal di Gunung Nanyue).

« Last Edit: 06 January 2011, 09:21:09 AM by sutarman »

Offline sutarman

  • Teman
  • **
  • Posts: 68
  • Reputasi: 2
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Zen : From Huairang To Linji
« Reply #1 on: 06 January 2011, 08:55:58 AM »
2. MASTER MAZU DAOYI  馬祖道一 (709-788)

Patriak Huineng memberikan petunjuk rahasia pada Master Huairang : Prajnatara (Patriak ke-27, guru Bodhidharma, Patriak ke-28) telah meramalkan bahwa di bawah bimbinganmu, akan muncul seekor kuda yang akan menaklukkan siapapun.

Kuda itu adalah Mazu Daoyi (baca: Ma-cu Tao-i) yang kebetulan bermarga Ma 馬 alias kuda.

Mazu Daoyi datang dari Chengdu (baca:Chengtu), provinsi Sichuan (baca: Sechuan).

A. Cermin dari genteng.

Mazu Daoyi adalah murid yang paling rajin bermeditasi. Master Huairang diam-diam menghargai ketekunan calon penerusnya ini. Dan Master Huairang ingin memberikan pelatihan meditasi yang lebih mendalam.

Suatu hari Mazu sedang asyik duduk bermeditasi.
Huairang : “Muridku  apa yang kamu ingin capai dari meditasimu ? ”
Mazu : “Menjadi Buddha. ”

Kemudian Master Huairang mengambil genteng dan menggosoknya di depan Mazu Daoyi.

Mazu: “Guru, untuk apa Guru menggosok genteng itu? ”
Huairang : “Aku akan mengubah genteng ini menjadi cermin. ”
Mazu: “Bagaimana mungkin genteng yang digosok bisa menjadi cermin? ”
Huairang: “Jika genteng yang digosok tidak mungkin menjadi cermin, bagaimana mungkin kamu bisa berharap dengan bermeditasi seperti itu kamu akan menjadi Buddha?”

Mazu terkejut dan kemudian bertanya: “Lalu apa yang harus akau lakukan agar bisa menjadi Buddha? ”
Huairang: “Coba kamu bayangkan sebuah kereta yang ditarik sapi. Jika kereta tidak bergerak, apa yang akan kamu cambuk? Keretanya atau sapinya? ”

Mazu Daoyi terdiam.

Huairang: “Saat duduk bermeditasi, apakah kamu ingin berlatih Zen atau meniru Buddha yang sedang duduk?
Jika kamu duduk bermeditasi untuk berlatih Zen, aku beritahu kamu, Zen tidak ada dalam posisi duduk ataupun posisi berbaring..
Jika kamu duduk bermeditasi untuk menjadi Buddha, aku beritahu kamu, Buddha tidak memiliki posisi tubuh yang selalu tetap.
Ketahuilah Dharma berjalan terus. Dharma tidak pernah tinggal diam di satu tempat. Karenanya jangan melekat pada sesuatu dan juga jangan membenci bentuk-bentuk di luar.
Duduk bermeditasi untuk menjadi Buddha sama saja dengan membunuh Buddha. Jika kamu tercekat pada sikap duduk dalam bermeditasi artinya kamu telah gagal memahami kaidah utama dalam bermeditasi.”

(Ini yang kemudian dikenal sebagai meditasi setiap saat atau meditasi setiap hembusan dan tarikan nafas)

Mazu Daoyi akhirnya mencapai pencerahan di bawah bimbingan Huairang dan melayani gurunya selama 10 tahun sebelum akhirnya menjadi kepala Vihara di Jiangxi.

B1. Pikiran itu Buddha.

Seorang Bhiksu bernama Fachang 法常 berkunjung ke Vihara di Jiangxi dan bertemu dengan Master Mazu.
Fachang bertanya: “Apakah itu Buddha?”
Master Mazu menjawab: “Pikiran itu Buddha.”
Fachang mencapai pencerahan seketika dan kemudian mengucapkan terima kasih lalu pergi mengasingkan diri ke Gunung Damei 大梅 (baca: Tamei) untuk menyempurnakan pemahamannya. Karena itu dia kemudian disebut Master Damei Fachang 大梅法常.

B.2. Tiada Pikiran, Tiada Buddha

Di kemudian hari seorang bhiksu lain bertanya kepada Master Mazu:  “Apakah Buddha itu?”
Master Mazu menjawab: “Tiada pikiran, tiada Buddha”

(Catatan: istilah Mandarin yang dipakai untuk “tiada” adalah “wu” yang memiliki dua makna bertolak belakang, arti yang pertama adalah ‘kosong’ atau ‘tiada’, arti yang kedua adalah ‘ada’ bahkan ‘keberadaanya tanpa bandingan’.)

B.3. Buah prem sudah matang.

Master Mazu Daoyi mengirim seorang bhiksu untuk menengok Fachang  法常 di Gunung Damei sekaligus ingin menguji pemahaman Fachang.

Bhiksu utusan bertanya kepada Damei Fachang: “Apa yang kamu dapatkan dari Master Mazu Daoyi sehingga kamu mengasingkan diri di gunung Damei ini?”
Damei Fachang: “Master Mazu Daoyi mengatakan padaku bahwa ‘Pikiran itu Buddha’. ”
Bhiksu utusan: “Buddha Dharma sekarang sudah berbeda, bukan lagi ‘Pikiran itu Buddha’. ”
Fachang: “Bagaimana bisa?”
Bhiksu utusan: “Master Mazu Daoyi sekarang berkata ‘Tiada pikiran, tiada Buddha’.”
Fachang : “Orang tua itu tak pernah berhenti berusaha membuat orang lain bingung! Boleh saja sekarang dia bilang, ‘Tiada pikiran, tiada Buddha’ tapi bagiku ‘Pikiran itu adalah Buddha’.”

Bhiksu utusan kemudian kembali menghadap ke Mazu Daoyi dan melaporkan semua percakapannya dengan Damei Fachang.

Master Mazu berkata dengan gembira: “Buah prem sudah matang!”

C. Ratna di dalam diri

Bhiksu Huihai dari vihara Dayun (baca: Ta-yiin) di Yuezhou (baca: Yue-chou) mengunjungi Master Mazu Daoyi.

Master Mazu: “Kamu datang ke sini ingin apa?”
Bhiksu Huihai : “Saya ingin memperoleh Dharma.”
Mazu : “Aku tak punya apa-apa di sini. Tiada Dharma yang bisa kamu dapatkan di sini. ”

Mazu Daoyi kemudian terdiam sejenak sebelum melanjutkan.

Mazu:  “Sesungguhnya di dalam dirimu sendiri sudah ada Ratna mengapa kamu mencarinya di sini?”
Huihai: “Ratna apa yang sudah ada dalam diri saya?”
Mazu: “Watak Buddha sudah ada dalam dirimu tapi kamu tidak menyadarinya. Bagaimana aku bisa memberikannya lagi kepadamu?”

(Catatan: Watak Buddha/ Buddha Dhatu ini tidak boleh disamakan dengan Atta/Atman karena Buddha Dhatu ini justru merupakan pikiran yang memahami Anatta)

Huihai kemudian menyadari pikirannya sendiri dan mencapai pencerahan seketika. Huihai melayani Master Mazu Daoyi selama 12 tahun dan kemudian kembali ke Yuezhou dan menjadi Master Dazhu.

Offline sutarman

  • Teman
  • **
  • Posts: 68
  • Reputasi: 2
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Zen : From Huairang To Linji
« Reply #2 on: 06 January 2011, 08:58:04 AM »
3. MASTER BAIZHANG HUAI-HAI 百丈懷海 (720-814)

A. Aku bisa jadi Buddha

Saat Master Baizhang Huaihai (baca: Paichang Huaihai) masih kecil, ibunya sesekali mengajaknya ke vihara.

Baizhang kecil bertanya kepada ibunya sambil menunjuk patung Buddha: “Itu apa?”

Ibunya menjawab: “Itu Buddha.”

Baizhang: “Koq wajahnya seperti manusia biasa. Kalau begitu aku juga bisa menjadi Buddha ya, Bu?”

Ibunya terdiam.
 
B. Sudah pergi

Baizhang yunior menemani Master Mazu berjalan-jalan dan mendadak melihat serombongan itik yang sedang terbang sambil mengeluarkan pekikan kencang.

Mazu: “Bunyi apa itu?”

Baizhang: “Pekikan itik liar.”

Mazu: “Pekikan itik liar? Mana ada itik liar?”

Baizhang: “Sudah pergi.”

Mazu kemudian memencet keras hidung Baizhang yang tentu saja menjerit kesakitan dan berkata: “Kamu bilang ‘sudah pergi’”

(Catatan: Pikiran yang tenang seperti cermin tak mengandung apapun yang ia pantulkan. Ketika semua itu telah pergi berlalu, tak ada yang tertinggal dalam ingatan/memori pikiran yang tenang tersebut.)

Saat itu juga Baizhang yunior mencapai pencerahan seketika.

C. Vinaya Zen

Master Baizhang Huaihai adalah pengganti almarhum Master Mazu Daoyi sebagai kepala Vihara di Jiangxi.

Langkah pertama yang ia lakukan adalah menyusun Vinaya bagi bhiksu Zen, Vinaya Zen ini yang membedakan Zen dengan aliran Buddhisme lainnya sekaligus menegaskan bahwa Zen tidak tergantung pada aliran Budhis lain dalam penyusunan Vinaya-nya.

Para bhiksu Zen yang menjadi komunitas vihara di Jiangxi harus mematuhi lima Vinaya dasar:
1)   Tidak membunuh
2)   Tidak melakukan kejahatan seksual
3)   Tidak mencuri atau merampok
4)   Tidak berbohong atau tidak berkata tidak benar
5)   Tidak minum minuman yang memabukkan
Selain itu ada lima Vinaya tambahan:
1)   Tidak tidur di tempat tidur yang mewah dan besar
2)   Tidak memakai perhiasan atau bunga (di kepala)
3)   Tidak bernyanyi dan menari seperti pemain opera
4)   Tidak menyimpan emas dan perak (uang pada zaman itu)
5)   Tidak makan di luar jam makan

Semua itu disebut Sepuluh Ikrar sebelum seseorang ditahbiskan menjadi Bhiksu Zen (dengan cara digunduli rambutnya).

D. Sehari tidak kerja, sehari tidak makan

Selain itu Master Baizhang memperkenalkan sebuah ajaran revoluisoner yaitu tidak tergantung pada sumbangan dari masyarakat / umat Buddha.

“Seorang bhiksu Zen yang memiliki pikiran jernih dan jasmani sehat mengapa harus menggantungkan hidup pada orang lain?”

Master Baizhang bersama-sama dengan semua bhiksu Zen yang dipimpinnya bercocoktanam untuk memenuhi kebutuhan sandang pangan komunitas vihara itu sendiri.

Master Baizhang berumur panjang (sesuai namanya Bai yang artinya seratus) dan hidup hingga usia 94 tahun. Di usianya yang sudah sangat tua, ia masih bekerja di ladang bersama murid-muridnya.

Suatu hari murid-muridnya menyembunyikan peralatan kerjanya agar ia bisa beristirahat. Namun yang terjadi kemudian adalah Baizhang mogok makan selama tiga hari.

Murid-muridnya menjadi khawatir atas respon Master Baizhang yang tak terduga itu. Mereka akhirnya sadar bahwa Master Baizhang adalah orang yang konsisten dengan peraturan yang ia buat sendiri.

Murid-muridnya kemudian mengembalikan peralatan kerjanya, dan Master Baizhang kemudian langsung kembali bekerja di ladang. Dan kemudian mulai makan kembali makanan yang disediakan baginya.

Master Baizhang kemudian berkata: “Sehari tidak kerja, sehari tidak makan”. 一日不做一日不食 (Yi Re Bu Zuo, Yi Re Bu Shi)

Dan motto itulah yang kemudian menjadikan vihara Zen terkenal akan kemandirian hidupnya sekaligus menjawab tudingan miring sebagian masyarakat China non Buddhis bahwa bhiksu hanyalah parasit bagi masyarakat sekitarnya.


Offline sutarman

  • Teman
  • **
  • Posts: 68
  • Reputasi: 2
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Zen : From Huairang To Linji
« Reply #3 on: 06 January 2011, 09:01:49 AM »
4. MASTER HUANG-BO XI-YUN 黄檗希运 (750?-850?)

Master Huangbo Xiyun (baca: Huangpho Xiyiin) adalah pengganti almarhum Master Baizhang sebagai kepala Vihara. Tak ada yang tahu bagaimana ia mencapai pencerahan, namun yang jelas Master Baizhang memuji pemahaman dan pengetahuannya.

Master Huangbo terkenal dengan metode menabok (memukul dengan telapak tangan) dan berteriak (yang juga merupakan salah satu metode Master Mazu Daoyi).

A. Teriakan Master Mazu Daoyi

Master Baizhang: “Buddha Dharma bukanlah masalah yang sepele, bhiksu tua ini (menunjuk pada dirinya sendiri) pernah diteriaki Master Mazu hingga menjadi tuli sebelah selama tiga hari.”

Mendengar cerita itu, Huangbo menunjukkan rasa kagumnya.

Master Baizhang kemudian bertanya kepada Huangbo: “Jadi kamu tengah memikirkan ajaran Master Mazu?”

Huangbo: “Bukan begitu. Mendengar perkataan Guru, saya telah menyaksikan keahlian dan ketrampilan yang luar biasa dari Master Mazu. Sayang, saya tidak mengenal Master Mazu dan jika saya bermaksud mendapatkan ajarannya pun juga sudah tak mungkin.”

Master Baizhang: “Bagus. Menyamai seorang guru sebenarnya malah meniadakan separuh kebajikan guru itu. Namun melebihi guru adalah menghargai transmisi Dharma.”

Mendengar ucapan Master Baizhang, Huangbo kemudian berdiri dan membungkukkan badan untuk memberikan hormat kepada Master Baizhang.

B. Ajaran Utama Master Huangbo

Semua Buddha dan semua makhluk hidup adalah satu pikiran. Sedari awal pikiran itu tidak diciptakan atau dilenyapkan. Seperti alam semesta, pikiran tak bisa diukur. Satu pikiran itu sendiri adalah Buddha.

Buddha dan makhluk hidup tak berbeda, tetapi makhluk hidup melekat pada bentuk dan tampilan yang ada di luar dan mencari segala sesuatu yang ada di luar. Semakin jauh mereka mencarinya semakin mereka tersesat jadinya. Sedangkan Buddha mencari Buddha, pikiran mencari pikiran.

Hentikan pikiran dan lenyapkan semua kekhawatiran maka Buddha akan muncul dengan sendirinya.

Pikiran ini adalah Buddha. Sebagai makhluk hidup biasa, pikiran ini tidak berkurang, sebagai seorang Buddha, pikiran ini tidak berlebih.


Offline sutarman

  • Teman
  • **
  • Posts: 68
  • Reputasi: 2
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Zen : From Huairang To Linji
« Reply #4 on: 06 January 2011, 09:06:30 AM »
5. MASTER LINJI YIXUAN 臨濟義玄 (780? – 867)

Master Linji Yixuan (baca: Linchi Yisiien) awalnya adalah seorang murid pemalu sebelum akhirnya menjadi Guru Zen yang sangat kreatif. Master Linji atau Rinzai dalam bahasa Jepang terkenal dengan metode teriakan ‘Ho!’ untuk mengagetkan para murid sehingga bisa mencapai pencerahan seketika.

-------------------------------------------------------------

Bagaimanapun juga aliran Zen ala Master Linji yang kemudian berkembang pesat di Korea dan di Jepang setelah Zen mengalami kemunduran besar di China karena pelarangan Buddhisme (dan agama ‘asing’ lainnya) tahun 845 oleh Li Yan 李炎 (baca:Li Yen),  atau “ Li the double fire” (karena Yan ditulis dengan simbol dua api) atau Li Chan  李 瀍, kaisar ke-17 Dinasti Tang, yang bergelar “Tang Wu Zong” 唐武宗 (baca: Tang Wu Cung) atau “Tang Martial Ancestor” (Leluhur Martial Dinasti Tang). 

Kaisar Li Yan menutup semua vihara di seluruh negeri dan merumahkan bhiksu dan bhiksuni. Larangan terhadap agama Buddha adalah masukan pejabat yang beragama Konghucu kepada kaisar. Pejabat Konghucu ini melihat bahwa menjadi Bhiksu/Bhiksuni adalah alternatif pelarian dari wajib pajak dan wajib militer. Semakin banyak bhiksu/bhiksuni berarti semakin sedikit pemasukan pajak dan calon tentara. 

Saat itu Kaisar Dinasti Tang  Li Yan tidak lagi beragama Buddha sebagaimana yang menjadi tradisi kaisar-kaisar Dinasti Tang yang mana tradisi ini dipelopori oleh Li Shi-min 李世民 (baca: Li Semin) sang pendiri Dinasti Tang, yang menjadi kaisar tahun 627 hingga 649 dan bergelar “Tang Tai Zong” 唐太宗 (baca: Tang Tai Cung) atau “Tang Great Ancestor” (Leluhur Agung Dinasti Tang).

Sekitar enam dasawarsa sebelum dan sesudah Kaisar Li Yan pula, Dinasti Tang dikuasai para kasim/kebiri (pelayan istana yang dikebiri) yang korup yang memicu berbagai pemberontakan dalam negeri yang tak puas dengan kinerja pemerintahan yang dikuasai para kebiri/kasim bersama kroni-kroninya yang juga korup.

Selain itu kemegahan bangunan vihara-vihara Zen juga mengundang kedengkian/iri hati orang yang tak suka dengan Zen. Kemegahan vihara itu bahkan dinilai lebih megah dibandingkan istana Kaisar itu sendiri sehingga dianggap tidak menghormati kaisar.

Setahun setelah pelarangan Buddhisme, Kaisar Li Yan digantikan Kaisar Li Chan 李忱 atau Li Yi 李怡 yang bergelar Tang Xuan Zong 唐宣宗 (baca: Tang Xiien Cung) yang menjadi kaisar dari tahun 846 hingga 859, yang meneruskan penindasan terhadap Buddhisme.

Master Linji hidup ketika penindasan itu berlangsung. Dia mengalami sendiri masa penindasan Buddhisme oleh Kaisar Li Yan dan Kaisar Li Chan.

Tahun 907, 62 tahun setelah pelarangan Buddhisme itu, Dinasti Tang yang sudah keropos karena korupsi yang merajalela itu akhirnya runtuh juga oleh kudeta yang dipimpin Zhu Quanzhong 朱全忠 (baca: Chu Jiien Chung) tahun 907 yang menghabisi para kasim/kebiri sekaligus membunuh kaisar terakhir (kaisar ke-21) Dinasti Tang yang bernama Li Zhu 李柷 (baca: Li Chu) yang menjadi kaisar Tang sejak tahun 904 (baru 3 tahun).

Namun sesungguhnya walaupun ditindas, Zen terus bertahan hidup di China hingga masa kini walau tidak semasif zaman Dinasti Tang. Karena Zen, yang mengajarkan konsentrasi pikiran / meditasi di setiap tarikan dan hembusan nafas, sebenarnya tidak terlalu bergantung pada vihara. Lagipula ajaran dan tradisi Zen sudah  merasuk ke dalam masyarakat China itu sendiri yang melahirkan ajaran/tradisi sikap hemat/tidak memboroskan makanan, pakaian dll,  gigih/pantang menyerah sebelum berhasil, dan tekun/suka bekerjakeras, yang bahkan hingga kini masih menjadi karakter umum komunitas Chinese dimanapun mereka berada. Apalagi bhiksu-bhiksu Zen memang sudah dilatih untuk hidup mandiri dan tidak mengemis. Pelarangan Buddhisme ini otomatis mendorong bhiksu-bhiksu Zen mengungsi ke negara-negara di sekitar China terutama Korea, Jepang, Vietnam, Myanmar sekaligus mengembangkan Zen di negeri-negeri tersebut.

-------------------------------------------------


A. Pencerahan Master Linji

Pencerahan Master Linji 臨濟 (baca: Linchi) adalah kerjasama yang cantik antara dua Master Zen yaitu Master Huangbo 黄檗 (baca: Huangpo) dan Master Dayu 大愚 (baca: Tayii). Saat itu Master Huangbo sudah sangat tua dan tak lama setelah Linji mencapai pencerahan, Master Huangbo meninggal dunia.

Suatu hari kepala bhiksu Muzhou (baca: Muchou) bertanya kepada Linji: “Sudah berapa lama kamu di sini?”
Linji: “Sudah tiga tahun.”
Muzhou: “Pernah mengajukan sebuah pertanyaan kepada Guru?”(Guru yang dimaksudkan adalah Master Huangbo)
Linji: “Tidak pernah. Saya tak tahu mau tanya apa.”
Muzhou: “Mengapa kamu tidak bertanya kepada Guru mengenai intisari Buddha Dharma?”

Linji kemudian menemui Master Huangbo dan bertanya mengenai intisari Buddha Dharma namun Master Huangbo malah menaboknya (memukulnya dengan telapak tangan).

Ketika Linji bertemu dengan Muzhou kembali, Muzhou bertanya: “Bagaimana?”
Linji: “Saya sudah bertanya, tapi Guru malah diam dan menabok saya. Saya tidak mengerti.”
Muzhou menjawab: “Coba tanya lagi.”

Linji kembali bertanya dan lagi-lagi kena tabok Master Huangbo. Ini terjadi sampai tiga kali.

Linji kemudian berkata kepada Muzhou:  “Terima kasih atas dorongan Anda untuk bertanya mengenai intisari Dharma. Tapi Guru sudah tiga kali menabok saya. Saya sungguh tak mengerti, mungkin karena karma buruk saya terlalu besar sehingga saya tak memahami ajaran Guru. Saya akan pergi sekarang mencari Guru lain.”

Muzhou: “Jika kamu mau pergi hendaknya kamu berpamitan dulu dengan Guru esok hari.”

Muzhou kemudian menemui Master Huangbo: “Linji ini memiliki bakat yang khusus. Jika dia datang berpamitan, mohon Guru menggunakan sedikit kebijaksanaan saat memberinya pelajaran. Bila tiba waktunya, dia akan menjadi sebuah pohon besar yang menjadi tempat berteduh bagi banyak orang.”

Esok harinya Linji menghadap Master Huangbo untuk berpamitan. Master Huangbo kemudian berkata: “Kamu pergilah ke Master Dayu. Dia akan menjelaskan segalanya kepadamu.”

Linji kemudian pergi dari vihara Master Huangbo dan menemui Master Dayu (baca: Tayii).

Master Dayu: “Kamu darimana?”
Linji: “Dari vihara Master Huangbo.”
Master Dayu: “Apa yang diajarkan Master Huangbo.”
Linji: “Tiga kali saya bertanya mengenai intisari Dharma, tiga kali pula saya ditabok. Saya tidak mengerti dimana letak kesalahan saya.”
Master Dayu: “Huangbo sangat bersemangat seperti nenek-nenek (catatan: bo dari Huangbo ucapannya mirip dengan ‘bobo’ atau ‘nenek’ dalam bahasa Mandarin). Dia sebenarnya ingin membuat kamu bebas. Tapi kamu sekarang bertanya soal siapa yang bersalah.”

Begitu mendengar kata ‘bebas’, pikiran Linji terbebaskan dan mendapat pencerahan seketika.

Lalu Linji berkomentar sinis: “Oh, jadi ajaran Master Huangbo sebenarnya tidak mengandung apapun.”

Master Dayu mendengar jawaban sinis itu langsung mencengkeram leher jubah Linji: “Dasar orang bodoh! Tadi kamu bertanya siapa yang salah, sekarang kamu bilang ajaran Huangbo tidak mengandung apapun! Lalu apa yang kamu ketahui? Ayo bicara sekarang!”

Linji menjawabnya dengan menabok pinggang Master Dayu tiga kali. Lalu Master Dayu mendorong Linji ke samping dan berkata: “Gurumu itu Huangbo, aku tak punya hubungan denganmu.”

Linji kemudian berpamitan kepada Master Dayu dan kembali ke Master Huangbo.

Master Huangbo setelah melihat Linji kembali kemudian berkata: “Orang ini terus datang dan pergi, kapan sih selesainya?”

Linji menjawab sambil menyindir: “Karena semangat ‘nenek’ Guru maka sekarang semuanya sudah selesai.”

Huangbo: “Kamu kemana saja?”

Linji: “Mengikuti petunjuk Guru, saya mengunjungi Guru Dayu dan sekarang saya sudah kembali.”

Huangbo: “Apa kata Dayu?”

Linji kemudian mengulangi kembali perkataan Master Dayu.

Huangbo: “Orang tua itu terlalu banyak bicara. Aku akan menaboknya bila dia datang ke sini.”

Linji: “Mengapa harus menunggu? Tabokan itu bisa dilakukan sekarang!”

Kemudian secara mendadak Linji menabok Master Huangbo.

Huangbo berkata: “Orang gila ini sudah menarik kumis harimau!”

Linji kemudian berteriak keras: “Hoooo!”

Huangbo kemudian memanggil para bhiksu: “Bawa orang gila ini ke Aula Zen!”

(Master Huangbo sesungguhnya merasa gembira karena Linji sudah memahami Zen dan Linji yang kemudian menjadi pengganti Master Huangbo.)

B. Seni Berteriak

Master Linji berkata kepada murid-muridnya: “Kadang berteriak seperti pedang Raja Permata, kadang berteriak seperti Singa yang mencakar, kadang berteriak digunakan untuk menjerat ikan dalam air, kadang berteriak bukan lagi merupakan teriakan. Apa pendapat kalian?”
Saat seorang bhiksu bermaksud menjawab, Master Linji buru-buru berteriak: “Hooo!”

C. Dilarang Berteriak

Master Linji menggunakan teriakan sebagai sarana untuk mengajar. Seluruh muridnya mencontohnya. Master Linji kemudian berkata: “Kalian semua suka berteriak seperti yang kulakukan. Sekarang aku mau tanya kepada kalian. Bila ada dua orang bhiksu, yang satu muncul dari Aula Timur dan satu lagi muncul dari Aula Barat, dan kemudian dua-duanya berteriak. Bisakah kalian menunjukkan yang mana Guru yang mana Tamu? Apa jawaban kalian? Jika kalian tidak bisa menjawabnya, kalian tidak boleh berteriak seperti yang kulakukan.”

D. Keinginan & Pikiran

Jika kalian ingin menjadi Buddha, jangan menginginkan sesuatu. Jika pikiran muncul segala hal akan muncul pula. Jika pikiran berhenti, segala hal ikut berhenti. Jika pikiran Sunyata, Dharma berada dalam keadaan yang selaras.

E. Alamiah

Buddha Dharma sederhana dan alamiah. Tak ada yang berlebihan. Bila lapar makan, bila mengantuk tidur. Tercekat pada penampilan adalah kebodohan.

F. Pemahaman yang benar

Jika kalian ingin belajar Dharma, kalian harus punya pemahaman yang benar terlebih dahulu. Dengan pemahaman yang benar, kelahiran dan kematian tak bisa lagi membelenggu diri kalian. Kalian bebas datang dan pergi.
Jika kalian tak punya keyakinan (sradha) yang cukup, kalian akan dibuat bingung oleh segala sesuatunya, oleh apa yang tengah terjadi, dan kalian tak akan pernah terbebaskan.
Jangan mencari yang luar biasa karena yang luar biasa akan datang dengan sendirinya.
Jika kalian bisa menenangkan pikiran, maka kalian tak jauh beda dengan para Buddha dan para Patriak.

G. Kesadaran murni

Tubuh yang terdiri dari empat elemen utama tidak dapat mendengar atau memahami Dharma. Lalu apa yang bisa mendengar dan memahami Dharma? Di sini, tepat di sini, jelas, jernih, tak berbentuk, yaitu kesadaran murni. Kesadaran inilah yang bisa mendengar dan memahami Dharma.
Jika kalian memahami ini, kalian tak jauh beda dengan para Buddha dan para Patriak. Apapun yang kalian pahami selalu ada di situ.
Namun jika emosi muncul maka kebijaksanaan pun terhalangi.
Jika pikiran berubah, tubuh pun ikut berubah.
Karena itu kita terlahir kembali dan mengalami segala jenis penderitaan.
Semuanya begitu dalam.
Semuanya begitu bebas.
Dharma pikiran tak mempunyai bentuk.
Ia menembus ke sepuluh penjuru.
Dengan pikiran Sunyata, orang bebas kemanapun juga.
Bhiksu gunung (Linji menunjuk pada dirinya sendiri) ini mengatakan hal ini kepada kalian karena pikiran kalian tidak pernah tenang sehingga tercekat pada kebijaksanaan yang sudah tua (mereka terpaku pada ajaran di dalam kitab tanpa memahami makna yang sesungguhnya).

===============================================================================

Demikian artikel saya, semoga dapat memahami bahwa Zen adalah meditasi / konsentrasi pikiran. Meditasi dalam Zen dilakukan tidak hanya dalam duduk bersila namun juga dalam berbagai aktivitas. Atau disebut juga Zen dalam setiap tarikan dan hembusan nafas. Nafas adalah tanda kehidupan. Zen adalah seni bernafas dengan baik. Zen adalah sebuah seni meditasi dalam kehidupan sehari-hari. Zen adalah cara bernafas yang harus Anda latih dan temukan sendiri untuk menjaga agar pikiran selalu tenang, damai, fokus, jernih dan bebas setiap saat dan setiap detik, bukan hanya ketika duduk bermeditasi.

Bila ada kesalahan ketik atau kesalahan yang tidak saya sengaja, mohon saya diberi petunjuk.

Sutarman
(Praktisi Zen)
« Last Edit: 06 January 2011, 09:14:02 AM by sutarman »

Offline morpheus

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.750
  • Reputasi: 110
  • Ragu pangkal cerah!
Re: Zen : From Huairang To Linji
« Reply #5 on: 06 January 2011, 09:31:49 AM »
Quote
Patriak Huineng memberikan petunjuk rahasia pada Master Huairang
om, dicerita sana selalu mengenai "murid dalam" dan ajaran rahasia dari seorang guru zen anu.
apakah ajaran zen yg paling dalam bukan untuk orang biasa kayak kita2?
singkatnya apakah zen udah open source?
« Last Edit: 06 January 2011, 09:33:30 AM by morpheus »
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

Offline sutarman

  • Teman
  • **
  • Posts: 68
  • Reputasi: 2
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Zen : From Huairang To Linji
« Reply #6 on: 06 January 2011, 03:50:40 PM »
om, dicerita sana selalu mengenai "murid dalam" dan ajaran rahasia dari seorang guru zen anu.
apakah ajaran zen yg paling dalam bukan untuk orang biasa kayak kita2?
singkatnya apakah zen udah open source?
Di dalam Zen, sebenarnya tidak ada rahasia-rahasiaan. Semuanya sudah terang benderang bahwa Zen menunjuk langsung ke pikiran sadar kita. Jadi Zen memang untuk orang biasa kayak kita-kita. Transmisi pikiran sadar itu sesungguhnya bukan hal yang rumit, gaib, atau rahasia. Ada baiknya Anda beli buku Keajaiban Hidup Sadar / The Miracle of Mindfulness karya Thich Nhat Hanh agar memahami apa yang saya katakan.

Offline rooney

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.750
  • Reputasi: 47
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia...
Re: Zen : From Huairang To Linji
« Reply #7 on: 06 January 2011, 07:04:58 PM »
Penerus silsilah Rinzai dan Soto sekarang itu sapa ?

Kenapa pencerahan kebanyakan terlihat seperti cara yang dilakukan Buddha kepada Bahiya, apakah makna pencerahan dalam Zen ?

Offline sutarman

  • Teman
  • **
  • Posts: 68
  • Reputasi: 2
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Zen : From Huairang To Linji
« Reply #8 on: 07 January 2011, 07:14:02 AM »
Penerus silsilah Rinzai dan Soto sekarang itu sapa ?

Waduh, saya nggak mau terlibat yang beginian, sebab kalau saya mau bicara jujur bukankah Patriat Zen keenam Huineng sudah mengisyaratkan bahwa silsilah itu tidak penting, yang penting adalah praktek meditasi/zen itu sendiri. Itulah yang harus dilakukan umat Buddha. Praktek dan bukan teori melulu. Mengapa? Karena justru dari praktek, teori akan lebih mudah dipahami. Bahkan teori yang sangat sulit sekalipun. Ini pengalaman pribadi saya.

Quote
Kenapa pencerahan kebanyakan terlihat seperti cara yang dilakukan Buddha kepada Bahiya, apakah makna pencerahan dalam Zen ?

Pencerahan dalam Zen adalah pikiran hidup sadar (mindfulness) itu sendiri dan bagaimana mempertahankannya dalam setiap menit dalam kehidupan kita sehari-hari. Jadi bukannya menit sekarang sadar, menit berikutnya lenyap entah kemana. Makanya beli buku Thich Nhat Hanh mengenai Miracle of Mindfulness untuk mengerti lebih dalam. Yang asli dapat dibeli di Gramedia Rp 30.000, tebal bukunya sekitar 150 halaman. Jangan beli yang bajakan ya. Semua disampaikan dalam bahasa yang mudah dimengerti awam.  Bahkan yang non Buddhist pun bisa paham.   

 

anything