6). ARGUMENTASI: Agaknya kurang begitu arif jika seseorang mengkaji suatu hal hanya secara sepintas. Pengkajian secara saksama akan memperlihatkan bahwa Hak Istimewa itu baru diperoleh tatkala Ânanda Thera resmi ditunjuk sebagai Pelayan Tetap Sang Buddha Gotama (Buddha Upatthâka), kira-kira tiga belas tahun setelah pewejangan Abhidhamma di Alam Surga Tâvatiæsa. Pada waktu itu, sebagaimana yang telah dikemukakan di depan, Ânanda Thera sudah menghafal Abhidhamma dan 500 bhikkhu murid Sâriputta Thera – atau mungkin juga dari Sâriputta Thera sendiri. Karena Ânanda Thera sudah menghafalnya sejak semula, agaknya tidak perlu lagi (kalau tak boleh dikatakan “mubazir”) bagi Sang Buddha Gotama untuk mengulangi kembali pewejangan Abhidhamma di Alam Surga Tâvatiæsa –yang sudah berlalu 13 tahun– kepadanya. Ini bukan berarti bahwa Sang Buddha Gotama tidak menetapi kesanggupan-Nya atas Hak Istimewa tersebut. Hak Istimewa tersebut baru berlaku terhadap pembabaran Dhamma yang tak dihadirinya semenjak menjadi Pelayan Tetap Sang Buddha Gotama.
Lalu Dhammacakkapavatthanasutta, Ananda dapat wahyu dari Tuhan?
7). ARGUMENTASI: Terlalu banyak bukti dalam Sutta Piöaka dan Vinaya Piöaka yang dapat diacu untuk memperlihatkan bahwa Abhidhamma memang benar-benar sudah ada sejak masa kehidupan Sang Buddha Gotama – sehingga takmungkin dapat dihadirkan di sini semuanya. Hanya sebagian yang akan dikutipkan sebagai berikut:
Dalam Vinaya Piöaka, Mahâvibhaõga, Dabbamalaputta Thera-vatthu tertulis:
...YE TE BHIKKHÛ ABHIDHAMMIKÂ TESAM EKAJJHAM SENÂSANAM PAÑÑÂPETI TE AÑÑAMAÑÑAM ABHIDHAMMAM SÂKACCHISANTÎTI...
...Para bhikkhu yang ahli Abhidhamma tergabungkan dalam satu kelompok (Dabbamallaputa Thera) mengatur tempat duduk untuk mereka dengan berpikir supaya mereka ini dapat saling mengadakan perbincangan tentangAbhidhamma...9)
Dalam Vinaya Piöaka, Bhikkhuói Vibhaõga termaktublah satu peraturan kedisiplinan:
…PAÑHAM PUCCHEYYÂTI SUTTANTE OKÂSAM KÂRÂPETVÂ VINAYAM VÂ ABHIDHAMMAM VÂ PUCCHATI ÂPATTI PÂCITTIYASSA, VINAYE OKÂSAM KÂRÂPETVA SUTTANTAM VÂ ABHIDHAMMAM VÂ PUCCHATI ÂPATTI PÂCITTIYASSA, ABHIDHAMME OKÂSAM KÂRÂPETVA SUTTANTAM VÂ VINAYAM VÂ PUCCHATI ÂPATTI PÂCITTIYASSA...
Karena ada tulisan 'Abhidhamma', maka bisa disimpulkan itu adalah "Abhidhamma Pitaka".
Maka dengan alasan yang sama, karena ada tulisan 'Dhammakaya', bisa disimpulkan Buddha mengajarkan "may The Force be with you"*.
*Silahkan cari tentang cult dhammakaya.
8. ARGUMENTASI: Tak perlu disangkal bahwa istilah “Abhidhamma” yang terdapat dalam Kitti Sutta dijelaskan oleh Pengulas-nya scbagai Bodhipakkhiyadhamma. Namun, haruslah disadari lebih lanjut bahwa penjelasan itu diberikan dengan berdasarkan pada ancangan pelaksanaan (practical approach). Seluruh Ajaran yang terdapat dalam Abhidhamma Piöaka pun, jika ditinjau dengan berdasarkan pada ancangan pelaksanaan, tidak akan terlepas dari Bodhipakkhiyadhamma. Bahkan, justru dalam Abhidhamma Piöaka inilah, Bodhipakkhiyadhamma dikupas dengan sangat luas dan mendalam – melebihi kupasan yang terdapat dalam Sutta Piöaka.
Bodhipakkhiyadhamma dibahas lebih mendalam dalam Abhidhamma, sebagaimana vinaya makan juga dibahas lebih mendalam dalam
Abhivinaya.
Intinya semua juga bisa bikin klaim dan mencocok-cocokkan, namun itu tidak menjadikannya sahih.
9). KILAHAN: Dalam Mahâparinibbâna Sutta, Dîgha Nikâya, Sutta Piöaka dapatlah ditemui satu pesan Sang Budha Gotama bahwa apabila ada orang yang memperdebatkan suatu ajaran apakah termasuk Sabda Murni Beliau atau tidak, hendaknya ajaran itu dicocokkan dengan Sutta dan Vinaya (Mahâpadesa 4). Dalam Sutta Piöaka, Jhâna (Pencerapan) dibagi menjadi delapan. Tetapi, dalam Abhidhamma Piöaka, Jhâna dipilah menjadi lima. Karena tidak cocok dengan Sutta Piöaka, tentunya dapat diputuskan bahwa Abhidhamma bukanlah Sabda Murni Sang Buddha Gotama!
Tidak begitu, harus dilihat konteksnya. Seperti pembicaraan Pancakanga dan Udayi mengenai pembagian perasaan menjadi 2 vs 3, namun keduanya merupakan ajaran Buddha, namun dalam beda konteks. Contoh lain penembusan dalam jhana biasa dijelaskan dibagi 3 seperti yang dialami oleh Bodhisatta menjelang pencerahan: ingatan masa lampau, mata deva, dan hancurnya noda; namun di kasus lain, bisa jadi 6 (dengan tambahan iddhipada, telinga dewa, dan membaca pikiran makhluk) yang disebut challabhinna. Pembagian jhana secara berbeda juga terdapat dalam upakkilesasutta yang mirip dalam Abhidhamma, walaupun tidak secara jelas dibagi menjadi 5 atau lebih.
9). ARGUMENTASI: Apabila ditilik hanya dari jumlab angkanya, memang seolah-olah pembagian Jhâna menurut Sutta tidaklah sama dengan pemilahan Jhâna menurut Abhidhamma. Akan tetapi, jika ditelaah dengan seksama akan terbuktilah bahwa keduanya tidak mengandung perbedaan prinsipial. Dalam Sutta Piöaka ada delapan Jhâna karena dihitung berdasarkan faktor Jhâna, yaitu empat rangkaian11) faktor Jhâna dalam Pencerapan Berbentuk (Rûpa-Jhâna), dan berdasarkan pada objek yang nirbentuk dalam Arûpa Jhâna –yang terdiri atas: Âkâsânañcâyatana (angkasa yang nirbatas), Viññaóañcâyatana (kesadaran yang nirhingga), Akiñcaññâyatana (kehampaan yang melompong), dan Nevasaññâ nâsaññâyatana (bukan ingatan tetapi bukan pula tanpa ingatan). Sementara itu, dalam Abhidhamma Piöaka ada lima Jhâna karena seluruhnya dihitung berdasarkan pada faktor Jhâna, yaitu lima rangkaian faktor Jhâna dalam Rûpa Jhâna beserta satu rangkaian faktor Jhâna dalam Arûpa Jhâna. Jelasnya, empat objek nirbentuk itu terangkum menjadi satu. Alasannya ialah bahwa empat objek nirbentuk itu sesungguhnya mempunyai faktor Jhâna yang persis, yaitu Upekkhâ (keseimbangan), dan Ekaggatâ (panunggalan). Jadi, hanya ada nuansa dalam cara menghitungnya, tetapi dalam kenyataannya sesungguhnya sama saja. Dari sini dapatlah dinyatakan bahwa apabila seseorang sungguh-sungguh memahami Abhidhamma dan Sutta secara benar dan mendalam, ia niscaya menatap suatu kenyataan bahwa tidak di bagian mana pun ada Ajaran dalam Abhidhamma Piöaka yang bertentangan dengan ajaran dalam Sutta Piöaka. Sebabnya tidak lain ialah bahwa kedua-duanya memang merupakan Sabda Murni Sang Buddha Gotama.
Yang menarik, dalam sutta, tidak dijelaskan faktor-faktor yang sama dengan dalam abhidhamma. Misalnya di jhana pertama dalam sutta, secara konsisten tidak disebutkan ada ekaggata.
10). KILAHAN: Sang Buddha Gotama adalah pendiri agama yang telah membabarkan Ajaran-Nya dengan sempurna. Seluruh Ajaran-Nya ini mempunyai kaitan satu dengan lainnya. Sudah terbuktikan bahwa ada kaitan antara Ajaran yang termaktub dalam Vinaya Piöaka dengan Ajaran yang terkandung dalam Sutta Piöaka. Kalau Abhidhamma diakui sebagai Sabda Murni Sang Buddha Gotama, tentunya harus ada kaitan antara Abhidhamma dengan Pencerahan Agung (Sammâsambodhi-Ñâóa) yang berhasil Beliau raih di bawah pohon Bodhi pada saat purnama sempurna di bulan Waisak sebagaimana yang diterangkan dalam Sutta Piöaka. Coba jelaskan hubungan tersebut!
Tidak relevan juga. Dhamma apapun yang diketahui oleh seorang Buddha belum tentu menjadi bagian dalam penembusannya. Misalnya Buddha mengajarkan tentang dhatu (elemen), namun itu tidak ada dalam perenungan yang membawanya pada pencerahan.
10). ARGUMENTASI: Untuk memberikan penjelasan tentang hal itu, perlu kiranya dimengerti terlebih dahulu apakah sesungguhnya makna Pencerahan Agung. Menunut pengertian Abhidhamma, Pencerahan Agung adalah penembusan Dhamma yang seharusnya dipahami (Ñeyyadhamma). Ñeyyadhamma ini secara teoretis terjabarkan menjadi lima bagian, yakni:
1. Saõkhâra: kesadaran (Citta 89 atau 121), corak batiniah (Cetasika 52) dan rupa sejati (Nipphana-rûpa 18)
2. Vikâra: rupa yang berubah (Vikâra-rûpa 5)
3. Lakkhaóa: rupa yang bersifat (Lakkhaóa-rûpa 4)
4. Nibbâna: Pembebasan Sejati (dari Lima Kelompok Kehidupan)
5. Paññatti ketetapan suara (Sadda-paññatti) dan ketetapan makna (Attha-paññatti)
Secara sekilas, lima Ñeyyadhamma di atas tidak ada sangkut-pautnya dengan Empat Kebenaran Mulia (Ariya Sacca 4) sebagaimana yang terdapat dalam Sutta Piöaka. Akan tetapi, jika ditelaah dengan saksama, tertampaklah bahwa Kebenaran Mulia Pertama tentang Penderitaan (Dukkha-sacca) yang dipahami (pariññeyya) oleh Sang Buddha Gotama tidak lain ialah kesadaran duniawi (Lokiya-citta 81) –yang terdiri atas: kesadaran buruk (Akusala-citta 12), kesadaran nirsebab (Ahetuka-citta 18), kesadaran baik yang berkelana dalam alam indera (Kâmâvacarasobhaóa-citta 24), kesadaran meluhur (Mahâggata-citta 27)–, corak batiniah (cetasika 51) –semuanya kecuali corak batin kelobaan (Lobha-cetasika)–, dan rupa (Rûpa 28). Kebenaran Mulia kedua tentang Sebab Penderitaan (Dukkha-samudaya) yang dilenyapkan (pâhatabba) oleh Sang Buddha Gotama tidak lain ialah corak batiniah kelobaan (Lobha-cetasika). Kesunyataan Mulia Ketiga tentang Lenyapnya Penderitaan (Dukkhanirodha) yang diraih (sacchikatabba) oleh Sang Buddha Gotama tidak lain ialah Pembebasan Sejati (Nibbâna). Kesunyataan Mulia tentang Jalan Menuju Lenyapnya Penderitaan (Dukkhanirodhagâminipatipadâ) yang telah dikembangkan (bhâvetabba) oleh Sang Buddha Gotama tidak lain ialah corak batiniah faktor jalan (Maggaõga-cetasika – yang terdiri atas: corak batiniah Kebijaksanaan (Paññâ cetasika), corak batiniah Pengarahan (Vitaka-cetasika), corak batiniah Ucapan Benar (Sammâvâcâ-cetasika), corak batiniah Tindakan Benar (Sammâkammanta-cetasika), corak batiniah Matapencahanian Benar (Sammââjîva-cetasika), corak batin Upaya Benar (Viriya-cetasika), corak batiniah Penyadaran (Sati-cetasika), dan corak batiniah Panunggalan (Ekaggatâ-cetasika) – yang berpadu dengan kesadaran Jalan (Magga-citta 4). Dengan demikian, jelas terbuktilah betapa erat hubungan antara Abhidhamma dengan Pencerahan Agung yang diraih oleh Sang Buddha Gotama.
Lebih tidak relevan lagi.
52 ini adalah corak batin, menurut Abhidhammanya Theravada.
Abhidhammanya Theravada adalah penjelasan sutta, menurut Abhidhamma Theravada.
Maka: 52 ini adalah penjelasan corak bathin yang ada di sutta, menurut Abhidhamma Theravada.
46 ini adalah corak batin, menurut Abhidharmanya Sarvastivada.
Abhidharmanya Sarvastivada adalah penjelasan sutta (=agama), menurut Abhidharmanya Sarvastivada.
Maka: 46 ini adalah penjelasan corak batin yang ada di sutta, menurut Abhidharmanya Sarvastivada.
51 ini adalah corak batin, menurut Abhidharmanya Yogacara.
Abhidharmanya Yogacara adalah penjelasan sutta (=agama), menurut Abhidharmanya Yogacara.
Maka: 51 ini adalah penjelasan corak batin yang ada di sutta, menurut Abhidharmanya Sarvastivada.
Yah kalo menurut sumber dan klaim masing-masing, yah tentu saja masing-masing juga benar, namun sifatnya subjektif dan relatif.