//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Buku "mantra penyembuh kanker" oleh Master Lu  (Read 112550 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline El Sol

  • Sebelumnya: El Sol
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.752
  • Reputasi: 6
  • Gender: Male
Re: Re: Buku "mantra penyembuh kanker" oleh Master Lu
« Reply #195 on: 17 July 2007, 03:01:45 PM »
Sorry OOT...

RIBET...RIBET...RIBET...berantakan semuane...gk teratur tulisanne...capee dehh.. #-o

Offline El Sol

  • Sebelumnya: El Sol
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.752
  • Reputasi: 6
  • Gender: Male
Re: Re: Buku "mantra penyembuh kanker" oleh Master Lu
« Reply #196 on: 17 July 2007, 03:17:17 PM »
Quote from: DHAMMAPADA I, 3-5
"Ia menghina saya, ia memukul saya, ia mengalahkan saya, ia merampas milik saya". Selama seseorang masih menyimpan pikiran-pikiran seperti itu, maka kebencian tak akan pernah berakhir.

"Ia menghina saya, ia memukul saya, ia mengalahkan saya, ia merampas milik saya". Jika seseorang sudah tidak lagi menyimpan pikiran-pikiran seperti itu, maka kebencian akan berakhir.

Kebencian tak akan pernah berakhir apabila dibalas dengan kebencian. Tetapi, kebencian akan berakhir bila dibalas dengan tidak membenci. Inilah satu hukum abadi
I like this one..^^

Offline Kelana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.225
  • Reputasi: 142
Re: Re: Buku "mantra penyembuh kanker" oleh Master Lu
« Reply #197 on: 18 July 2007, 06:46:12 PM »
Mengenai istilah zhibing dalam Sutra dan lain sebagainya akan saya diskusikan dulu dengan rekan-rekan Mahayana yang lebih paham. Jadi kita akhiri dulu sampai di sini. Saya akan menanggapi hal-hal lainnya dahulu.


Silahkan Sdr. Tan, dengan senang hati, dengan demikian kita bisa tahu dari sudut pandang yang lainnya. Catatan: dalam sutra tertera zhi bing bukan zhibing.

Quote
Anda menyebutkan bahwa Anda melakukan pelogisan terhadap suatu Sutta atau Sutra. Oleh karena itu, dalam melogiskan sesuatu, Anda menggunakan standar Anda sendiri bukan? Karena “logis” dan “tidak logis” adalah bergantung dari masing-masing individu. Bagi Anda, Sutra Penyembuhan Penyakit Berat di atas nampak tidak logis, tetapi menurut standar saya adalah “logis.” Jadi jelas sekali Anda tidak dapat memaksakan konsep atau standar Anda. Itu poinnya. Pelogisan tidak salah, tetapi Anda tidak dapat memaksakan apa yang Anda anggap “logis” pada orang lain.

Benar bahwa “logis” dan “tidak logis” adalah bergantung dari masing-masing individu, tapi jangan kita kesampingkan bahwa seseorang bisa belajar, belajar untuk berpikir logis. Bukan sekedar logis standar, tetapi logis yang luas. Dengan mengetahui lebih banyak hal, seseorang akan memahami banyak hal dan semuanya bisa logis. Saya tidak memaksakan seseorang bisa menerima pelogisan yang telah saya sampaikan berdasarkan indikasi-indikasi logis, tetapi mengajak kita semua berpikir logis seluas-luasnya.


Quote
Di sini Anda menyebutkan “logika” orang lain sebagai logika sempit. Bagaimana kalau saya juga mengatakan bahwa “logika” Anda juga sempit? Jelas dalam kasus Sutra Penyembuhan Penyakit Berat itu Anda menggunakan logika Anda sendiri yang didasari oleh sekte tertentu. Kalau Anda mempelajari filsafat Tantra, maka tidak ada masalah dengan Sutra Penyembuhan Penyakit Berat. Penerjemah Sutra itu adalah seorang scholar terkenal dalam dunia Buddhis. Kalau menurut dia tidak “logis” maka Sutra itu tidak akan diterjemahkan. Jadi jangan paksakan standar Anda pada orang lain.

Tetapi Anda nampaknya belum memahami inti permasalahannya, atau mungkin Anda sengaja melupakannya. Saya sudah mengkritik mengenai penyebab penyakit yang ada di Ratana Sutta: “As a consequence the evil spirits were exorcised, the pestilence subsided.” Coba cari lagi di atas.

Berdasarkan kalimat di atas jelas sekali bahwa begitu roh jahatnya diusir, maka penyakitnya sembuh. Dengan demikian, kanon Pali masih memiliki konsep bahwa penyebab penyakit adalah roh-roh jahat. Ini adalah pandangan yang sudah ketinggalan zaman, dan tidak masuk akal. Apakah Anda menyebut logika saya ini “sempit,” dan memaksakan atau menganggap logika orang primitif sebagai logika yang henbat? Apakah Anda percaya bahwa penyakit disebabkan oleh roh-roh jahat? Mohon dijawab dahulu dengan “ya” atau “tidak”?

Anda menyebut “hantu” sebagai sesuatu yang logis. Itu hak Anda. Tetapi bukankah ada Kalama Sutta? Bukankah saya punya hak untuk tidak percaya begitu saja pada keberadaan hantu selama saya belum membuktikannya? Bagaimana Anda tahu bahwa ada dunia non-materi? Apa dasarnya? Apakah Anda mengungkapkan adanya dunia materi demi mendukung atau membenarkan logika Anda?

Demikian pula, kalau Anda menolak logika saya yang Anda sebut “sempit” dan “standar,” saya juga punya hak untuk menolak sistim logika Anda.

Ya, saya mengatakan bahwa  anda menggunakan logika standar, logika sains, logika sempit, dimana seseorang hanya membandingkan, menganalisa berdasarkan tolak ukur sains yang hanya menggunakan materi disekelilingnya sebagai alat pembanding, itu berarti orang itu menggunakan logika sempit. Anda berusaha menyangkal keberadaan hantu dengan hanya menggunakan alat materi untuk mengamati, anda tidak memasukan adanya indikasi keberadaan alat non materi sebagai alat pengamatan anda dalam perbandingan yang anda lakukan. Dengan alasan inilah saya mengatakan bahwa anda menggunakan logika standar, logika sains, logika sempit, dan anda sendiri secara tidak sadar menyatakan diri anda menggunakan logika sains dengan mengatakan “tidak saintifik”.

Silahkan saja anda mengatakan saya menggunakan logika sempit, tapi anda tidak memiliki alasan yang tepat untuk itu. Dan “bara” prasangka buruk yang ada dalam pikiran anda yang sudah ada di awal posting anda, membuat pikiran anda tidak jernih. Semua yang mengkritisi hal-hal mengenai Mahayana, anda anggap sebagai hal yang patut diredam, dimatikan, dan anda beranggapan hanya anda-lah (Mahayanis) yang berhak mengkritisi hal-hal mengenai Mahayana sehingga anda dengan ringannya mengkritis para bhiksu yang tidak mempelajari Agama Sutra.

Adalah hak anda untuk tidak percaya hantu. Dalam Kalama Sutta disebutkan bahwa jangan percaya begitu saja, tapi kita perlu mencari tahu bukan membiarkan. Dan anda mencari tahu hanya dalam batas perbandingan materi. Dan saya tidak mengatakan dunia non materi, tapi alat non materi. Apa bukti keberadaannya? Anda pernah merasa sedih? Itulah salah satu non materi, tapi alat non materi yang saya maksud bukan itu, tapi kesadaran. Untuk membuktikannya anda perlu meditasi.

Kembali lagi mengenai hantu dalam Ratana Sutta. Saya tidak menemukan kata-kata “As a consequence the evil spirits were exorcised, the pestilence subsided” dalam terjemahan lain http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/kn/snp/snp.2.01.piya.html
Jadi pertanyaan anda mengenai “Apakah Anda percaya bahwa penyakit disebabkan oleh roh-roh jahat?” adalah pertanyaan yang salah. Dan tidak ada jawaban untuk pertanyaan yang salah. Mengapa salah ? Karena penyakit masyarakat Vesali diawali dari kekeringan dan lapar bukan karena para hantu. Para hantu hanya mengkondisikan masyarakat Vesali menjadi terganggu dan tetap pada kondisi sakitnya. Sekali lagi bahwa suatu fenomena tidak berdiri sendiri.

Jadi sekali lagi, silahkan saja anda mengatakan saya menggunakan logika sempit, tapi anda tidak memiliki alasan yang tepat untuk itu.
GKBU
 
_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Offline Kelana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.225
  • Reputasi: 142
Re: Re: Buku "mantra penyembuh kanker" oleh Master Lu
« Reply #198 on: 18 July 2007, 06:47:20 PM »
Quote
Nah, itu jawaban Anda! Jadi Anda mengatakan bahwa meditasi Vipassana termasuk metoda yang diajarkan Buddha, karena tercantum dalam Kanon Pali atau sutta bukan? Jawaban saya, juga sama. Kami umat Mahayana percaya bahwa metoda mantra (mantrayana) adalah salah metoda yang diajarkan Buddha, karena tercantum dalam kanon Mahayana. Anda boleh mengakui kesahihan kanon Pali, saya juga punya hak mengakui kesahihan kanon Mahayana. TITIK. Case closed!

:D Anda terlalu gegabah, terlalu cepat mengatakan Case closed. Mari saya buka lagi case-nya.
Saya tidak mengatakan bahwa bahwa meditasi Anapanasati termasuk metoda yang diajarkan Sang Buddha karena tercantum dalam Kanon Pali atau sutta SAJA, tetapi JUGA ADA dalam literatur Mahayana. Sedangkan Mantra tidak terdapat dalam literatur/ sutta / Kanon Pali, hanya ada dalam sutra Mahayana saja. Jadi tidak sama.
Adalah sesuatu yang bodoh jika saya menggunakan alasan karena tercantum dalam Kanon Pali atau sutta SAJA. Please deh ah :)
Dan anda nampaknya tidak mengindahkan indikasi logis yang pertama karena anda mengincar dan berharap jawaban saya berikan seperti yang anda pikirkan. Anda terlalu meremehkan saya :)

Dan anda belum menyebutkan 84.000 pintu Dharma.  Jika anda tidak bisa menyebutkannya lebih baik anda akui saja bahwa anda tidak tahu, tidak perlu memberikan jawaban dengan pertanyaan yang remeh seperti ini   Atau anda malu mengakui kesalahan ya ? :)


Quote
Tidak perlu berbicara masalah faktor atau kondisi. Yang kita bicarakan adalah bukti tekstual! Saya akan kutipkan kembali: ““As a consequence the evil spirits were exorcised, the pestilence subsided.” Dari kalimat di atas jelas sekali bahwa penyebab hilangnya wabah penyakit adalah terusirnya makhluk halus. Anda boleh mengatakan bahwa logika saya sempit. Itu adalah hak Anda. Tetapi saya juga berhak mengatakan bahwa Anda sama sekali sudah meninggalkan logika modern dan memilih untuk menganut logika abad pertengahan. Anda menyebutkan mengenai hujan. Sudah saya ungkapkan bahwa air hujan bukanlah desifektan, jadi tidak dapat menyembuhkan penyakit apapun. Malah kuman-kuman penyakit yang ada pada mayat dapat dapat merembes pada tanah dan mencemari air tanah.
Anda mencoba menyebutkan mengenai hujan, bukankah ini juga berarti Anda menggunakan “logika sains” yang Anda sebut sempit itu? Tetapi sayangnya argumen Anda mengenai hujan itu juga sama sekali tidak saintifik.
Anda juga belum memberikan penjelasan memuaskan, bila benar air di mangkuk Buddha dapat menyembuhkan penyakit, maka mengapa sang Buddha sendiri masih dapat sakit? Jika jawaban Anda: “Sang Buddha tahu bahwa suatu fenomena tidaklah berdiri sendiri. Dan ketika Ia sakit maka ia menggunakan air hanya untuk minum untuk meringankan dahaga, bukan untuk menyembuhkan diriNya (Mahaparinibbana Sutta)” – maka saya juga boleh berargumen bahwa Buddha menyadari kalau suatu fenomena tidaklah berdiri sendiri, sehingga ketika sakit ia tidak menggunakan mantra untuk menyembuhkan dirinya. Cukup dapat dipahami

:) anda berusaha mengingkari keberadaan faktor dan kondisi, saya tidak tahu apa alasannya. Tapi ini adalah salah satu sikap menepis fakta.

Bukti tekstual yang mana Sdr. Tan :)
http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/kn/snp/snp.2.01.piya.html tidak terdapat hal yang mengatakan bahwa penyebab awalnya adalah para hantu. Jadi tanggapan anda akan hal ini gugur.

Saya mengatakan bahwa logika tidak sama dengan sains, bukan berarti kita tidak boleh menggunakannya. Tetapi ketika kita HANYA menggunakan logika sains itu berarti kita menggunakan logika standar, logika sempit. Sedangkan saya menggunakan logika yang luas, berarti saya tidak HANYA menggunakan logika standar, logika sains, tetapi logika lainnya. Semoga anda paham akan hal ini.

Hujan. Dalam Sutta dikatakan hujan deras menghanyutkan mayat. Dengan demikian bau busuk pun menyingkir. Bisa jadi kuman penyakit merembes dalam tanah, tetapi setidaknya mengurangi keberadaannya di permukaan.  Hujan juga bukan berfungsi menghanyutkan tetapi juga memberikan kembali kesuburan pada tanah sehingga bisa ditanami, hujan bisa ditampung untuk minum, sehingga kelaparan dapat teratasi. Ini yang penting. Dan sekali lagi tidak ada indikasi cepat atau lambat masyarakat Vesali sembuh, tetapi sembuh. Tidak seperti dalam sutra penyakit “kanker” tidak ada indikasi sembuh atau tidak. Anda harus mengakui hal ini.

Mengenai air di mangkuk. Inilah akibatnya kalau anda tidak memperdulikan faktor dan kondisi.  Seperti yang saya katakan segala fenomena tidak berdiri sendiri. Coba anda perhatikan bahwa Ananda tidak hanya memercikan air dari mangkuk tetapi membacakan Ratana Sutta. Tujuannya apa? Sudah saya sampaikan.  Jadi sekali lagi bukan HANYA karena pembacaan Ratana Sutta ataupun pemercikan air dari mangkuk. Tetapi ada FAKTOR lain.

Jika anda menjawab bahwa suatu fenomena tidaklah berdiri sendiri, sehingga ketika sakit Ia tidak menggunakan mantra untuk menyembuhkan dirinya, tapi kenapa Sang Buddha justru mengajarkan mantra  SAJA kepada para bhiksu ??? :D Anda sudah terjebak dengan pernyataan anda sendiri.

Ok, saya rasa cukup sekian. Nampaknya anda belum memahami apa itu logika tidak sama dengan sains.
GKBU
 
_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Offline Kelana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.225
  • Reputasi: 142
Re: Re: Buku "mantra penyembuh kanker" oleh Master Lu
« Reply #199 on: 18 July 2007, 07:18:17 PM »
Ok. saya akan coba menyimpulkan sementara pembahasan mengenai mantra penyembuh “kanker”, versi saya tentunya.

1.   Tidak ada indikasi logis bahwa sutra penyembuh “kanker” adalah sutra untuk penyakit kanker atau pun penyakit berat. Justru ada indikasi bahwa sutra tersebut adalah sutra untuk penyakit wasir. Terbukti dari kata zhi bing (bukan zhibing) yang berarti penyakit wasir. Jadi siapapun yang menambahkan kata “kanker” dan menyebarkan sutra tersebut sudah bersikap gegabah.

2.   Tidak ada indikasi logis bahwa kata “yin” yang bersifat dikotomi mewakili suatu kata yang juga bersifat sama dalam bahasa Sanskertanya. Dalam sutra tersebut kata yang mendahuluinya adalah bersifat spesifik seperti panas dan angin. Tidak ada indikasi logis bahwa adalah hal yang umum penggunaan kata yang bersifat dikotomi dalam sutra ataupun sutta. Pengajuan alasan adanya kata dikotomi dengan mengacu keberadaan kata dikotomi dalam kepercayaan Upanisad, ini menimbulkan indikasi baru bahwa adanya pengaruh kepercayaan Upanisad dalam sutra-sutra mantra.

3.   Tidak ada indikasi logis bahwa HANYA dengan mengucar mantra penyembuh “kanker” maka akan sembuh dari penyakit, mengingat segala fenomena tidaklah hanya terdiri dari 1 faktor/unsur. Selain itu dalam sutra tidak dijelaskan apakah para bhiksu sembuh atau tidak.

4.   Tidak ada indikasi logis bahwa mantra diajarkan oleh Sang Buddha, mengingat:
-   Sang Buddha telah membabarkan Pengertian Benar yang pastilah dapat dipahami dengan mudah, bukan justru menyembunyikan Pengertian Benar tersebut di dalam kata-kata yang tidak mudah untuk dipahami (mantra).
-   Tidak ada indikasi logis bahwa mantra terdapat dalam 84.000 pintu Dharma.
-   Hanya ditemukan dalam literatur Sanskerta yang hanya diakui oleh satu aliran (Mahayana). Hal ini berbeda dengan meditasi Anapanasati yang dibahas di oleh Mahayana dan Theravada.


Catatan: logis tidak identik dengan sains. Ini bukan berarti kita tidak boleh menggunakan logika sains, tetapi ketika kita HANYA menggunakan logika sains maka logika yang kita gunakan adalah logika sempit, standar.

Demikian.
GKBU
 
_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Offline manussa

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 9
  • Reputasi: 1
  • Gender: Male
Re: Re: Buku "mantra penyembuh kanker" oleh Master Lu
« Reply #200 on: 18 July 2007, 10:16:41 PM »

1.   Tidak ada indikasi logis bahwa sutra penyembuh “kanker” adalah sutra untuk penyakit kanker atau pun penyakit berat. Justru ada indikasi bahwa sutra tersebut adalah sutra untuk penyakit wasir. Terbukti dari kata zhi bing (bukan zhibing) yang berarti penyakit wasir. Jadi siapapun yang menambahkan kata “kanker” dan menyebarkan sutra tersebut sudah bersikap gegabah.



sdr.Kelana,
Anda paham bahasa mandarin? Anda tahu arti keseluruhan isi sutra mandarin itu?
Anda tahu, kapan penyakit kanker mulai disebut kanker?

Disebut wasir karena ada indikasi dengan bisul, dan bisul pada jaman kuno merujuk pada tumor dan otomatis termasuk kanker.

bila Anda katakan kata " Zhi" itu hanyalah menunjuk pada wasir, mohon tanya, apakah ada yang namanya:
wasir darah, wasir usus, wasir hidung, wasir lidah, wasir gusi, wasir mata, wasir telinga, dsb (sebab di dalam sutra, kata Zhi diletakkan dibelakang berbagai organ dan bagian tubuh)

4.   Tidak ada indikasi logis bahwa mantra diajarkan oleh Sang Buddha, mengingat:
-   Sang Buddha telah membabarkan Pengertian Benar yang pastilah dapat dipahami dengan mudah, bukan justru menyembunyikan Pengertian Benar tersebut di dalam kata-kata yang tidak mudah untuk dipahami (mantra).
-   Tidak ada indikasi logis bahwa mantra terdapat dalam 84.000 pintu Dharma.
-   Hanya ditemukan dalam literatur Sanskerta yang hanya diakui oleh satu aliran (Mahayana). Hal ini berbeda dengan meditasi Anapanasati yang dibahas di oleh Mahayana dan Theravada.

- Bila Anda menyebut mantra adalah kata kata yang digunakan untuk menyembunyikan makna, maka mohon tanya, apakah Anda bisa memahami makna sejati "Anatta" ?
- Mohon tanya, untuk apa dalam Theravada juga diajarkan konsentrasi dengan melafal kata "Buddho" ?

« Last Edit: 18 July 2007, 10:19:35 PM by manussa »
manusia yang melekat dengan martabak manis alias terang bulan

Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Re: Buku "mantra penyembuh kanker" oleh Master Lu
« Reply #201 on: 19 July 2007, 12:01:58 AM »
Saya jawab dalam satu postingan saja untuk mengirit waktu dan tempat.


KELANA:

Benar bahwa “logis” dan “tidak logis” adalah bergantung dari masing-masing individu, tapi jangan kita kesampingkan bahwa seseorang bisa belajar, belajar untuk berpikir logis. Bukan sekedar logis standar, tetapi logis yang luas. Dengan mengetahui lebih banyak hal, seseorang akan memahami banyak hal dan semuanya bisa logis. Saya tidak memaksakan seseorang bisa menerima pelogisan yang telah saya sampaikan berdasarkan indikasi-indikasi logis, tetapi mengajak kita semua berpikir logis seluas-luasnya.

TAN:

Nah, berarti Anda mengakui bahwa “logis” dan “tidak logis” bergantung pada masing-masing individu. Baik sekarang kita telaah apa yang Anda maksud dengan “logis yang luas.” Saya melihat bahwa “logis yang luas” itu adalah juga didasari oleh kriteria Anda sendiri. Anda melihat bahwa orang yang “tidak menerima logika” Anda sebagai orang yang “logika standar” atau “sempit.” Ini jelas sangat subyektif. Mari kita ambil contoh kasus adanya hantu. Anda mengatakan bahwa orang yang tidak percaya pada hantu telah menggunakan logika “sempit.” Ini jelas sangat subyektif, karena keberadaan hantu masih belum dibuktikan oleh ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, keberadaan hantu yang Anda yakini itu hanya sekedar “keyakinan” (belief). Di sini suatu “keyakinan” adalah di luar logika. Karena itu sangat tidak tepat apabila Anda menyatakan bahwa orang yang tidak meyakini adanya hantu adalah orang yang menerapkan logika sempit. Meskipun hingga saat ini, masih banyak hal yang belum dapat diungkapkan oleh sains, namun argumenitu tetap saja itu tidak membuktikan bahwa hantu ada.
Agar sesuatu dapat disebut “logis” maka harus ada bukti keberadaannya dahulu yang dapat diukur secara fisis. Mari kita ambil foton sebagai contoh. Foton memang tidak dapat dilihat oleh mata, tetapi kita dapat “mengukur” keberadaannya (dalam wujud momentum, energi, dan lain sebagainya) di laboratorium. Jadi foton dapat diterapkan kaidah-kaidah logika.
Bagaimana dengan hantu? Hantu belum dapat dibuktikan keberadaannya secara fisis (hanya dari cerita orang-orang dan kitab suci saja, belum dapat membuktikan keberadaannya). Oleh karena itu, tidak tepat menerapkan logika pada dunia-dunia “non materi” (seperti istilah Anda) yang belum dapat dibuktikan “keberadaannya.” Sehingga jelas sekali, Anda tidak dapat mengatakan bahwa orang yang tidak “percaya” apa yang Anda “percayai” sebagai sempit logikanya. Malahan orang lain dapat menganggap Anda berpikir “irasional.” Semoga penjelasan saya di atas dapat dipahami.

KELANA:

Ya, saya mengatakan bahwa  anda menggunakan logika standar, logika sains, logika sempit, dimana seseorang hanya membandingkan, menganalisa berdasarkan tolak ukur sains yang hanya menggunakan materi disekelilingnya sebagai alat pembanding, itu berarti orang itu menggunakan logika sempit. Anda berusaha menyangkal keberadaan hantu dengan hanya menggunakan alat materi untuk mengamati, anda tidak memasukan adanya indikasi keberadaan alat non materi sebagai alat pengamatan anda dalam perbandingan yang anda lakukan. Dengan alasan inilah saya mengatakan bahwa anda menggunakan logika standar, logika sains, logika sempit, dan anda sendiri secara tidak sadar menyatakan diri anda menggunakan logika sains dengan mengatakan “tidak saintifik”.

TAN:

Tetapi yang Anda katakan itu hanya “belief” Anda sendiri. Perlu Anda ketahui “belief” itu sifatnya subyektif. Gampangnya begini, penganut agama K. dapat menganggap logika anda juga “sempit,” karena Anda tidak percaya Tuhan mereka. Jelas dalam hal ini, logika tidak dapat bermain, oleh karena itu menyebut logika sains sebagai sempit sangat tidak tepat. Ibaratnya ada anak kecil, yang sangat percaya keberadaan Superman atau Batman, dan waktu ada orang dewasa yang tidak percaya keberadaan superhero itu mereka menyebut si orang dewasa itu sebagai berlogika sempit. Sekarang silakan Anda sebutkan, apakah Anda sudah menemukan alat non materi itu. Ini adalah tugas Anda untuk menemukannya, bukan saya. Karena dari diskusi ini saya mengambil posisi sebagai “orang yang hanya menerima pembuktikan sains.” Jadi itu adalah tugas Anda. Sains hanya membatasi diri pada sesuatu yang dapat diukur dan diamati, serta tidak mengulas sesuatu yang hanya berupa “belief” (dari kata orang atau kitab suci). Dapatkah Anda membedakannya?

***

KELANA:

Silahkan saja anda mengatakan saya menggunakan logika sempit, tapi anda tidak memiliki alasan yang tepat untuk itu. Dan “bara” prasangka buruk yang ada dalam pikiran anda yang sudah ada di awal posting anda, membuat pikiran anda tidak jernih. Semua yang mengkritisi hal-hal mengenai Mahayana, anda anggap sebagai hal yang patut diredam, dimatikan, dan anda beranggapan hanya anda-lah (Mahayanis) yang berhak mengkritisi hal-hal mengenai Mahayana sehingga anda dengan ringannya mengkritis para bhiksu yang tidak mempelajari Agama Sutra.

TAN:

Karena untuk memahami sutra Mahayana Anda memerlukan pemahaman terhadap filosofi Mahayana. Jadi tidak asal mengkritisi begitu saja. Kalau Anda tidak paham filosofi Mahayana kritikan Anda tidak valid. Bagaimana Anda dapat memberikan kritik terhadap fisika kuantum, kalau Anda tidak paham fisika kuantum? Mengkritik memang mudah, tetapi sekarang ini yang perlu kita tanyakan pada diri sendiri: Apakah kritikan kita sudah tepat? Kedua, sutra Mahayana adalah untuk praktik bukan untuk debat intelektual semata.

***

KELANA:

Adalah hak anda untuk tidak percaya hantu. Dalam Kalama Sutta disebutkan bahwa jangan percaya begitu saja, tapi kita perlu mencari tahu bukan membiarkan. Dan anda mencari tahu hanya dalam batas perbandingan materi. Dan saya tidak mengatakan dunia non materi, tapi alat non materi. Apa bukti keberadaannya? Anda pernah merasa sedih? Itulah salah satu non materi, tapi alat non materi yang saya maksud bukan itu, tapi kesadaran. Untuk membuktikannya anda perlu meditasi.

TAN:

Pengalaman meditasi, tidak dapat dijadikan bukti akan adanya hantu. Pengalaman meditasi tiap orang beda-beda. Misalnya kalau dalam meditasi saya melihat superman atau Batman. Apakah itu membuktikan kalau superman atau Batman itu ada? Ternyata itu yang Anda anggap sebagai alat non materi. Saya kira suatu alat khusus gitu. :) Jadi sekali lagi, Anda sangat subyektif. Menganggap sesuatu yang tidak sejalan dengan “keyakinan” Anda sebagai logika “sempit.” Padahal sekali lagi “belief” itu di luar logika.

***

 
Kembali lagi mengenai hantu dalam Ratana Sutta. Saya tidak menemukan kata-kata “As a consequence the evil spirits were exorcised, the pestilence subsided” dalam terjemahan lain http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/kn/snp/snp.2.01.piya.html
Jadi pertanyaan anda mengenai “Apakah Anda percaya bahwa penyakit disebabkan oleh roh-roh jahat?” adalah pertanyaan yang salah. Dan tidak ada jawaban untuk pertanyaan yang salah. Mengapa salah ? Karena penyakit masyarakat Vesali diawali dari kekeringan dan lapar bukan karena para hantu. Para hantu hanya mengkondisikan masyarakat Vesali menjadi terganggu dan tetap pada kondisi sakitnya. Sekali lagi bahwa suatu fenomena tidak berdiri sendiri.

TAN:

Saya tidak tahu, yang pasti kalimat itu dalam terjemahan yang saya miliki ada. Tidak adanya kalimat itu dalam terjemahan yang Anda miliki, bukanlah bukti bahwa terjemahan yang Anda miliki yang paling benar. Jadi pertanyaan saya tetap valid: “Apakah Anda percaya adanya hantu yang disebabkan oleh roh-roh jahat?” Bukti saya adalah tekstual, dalam teks menyatakan demikian. Saya tidak peduli kalau dalam teks terjemahan lain tidak dicantumkan, yang pasti dalam terjemahan yang saya pakai ada dan saya berpatokan pada terjemahan bahasa Inggris yang saya miliki. Lagipula mana mungkin hantu dapat mengkondisikan sakit seseorang? Jelas dari pernyataan Anda, Anda percaya bahwa hantu merupakan penyebab atau setidaknya salah satu penyebab bagi sakitnya seseorang. Kalau Anda menyebut saya berlogika “sempit,” maka saya juga berhak menyebut Anda “irasional.”

***

KELANA:

Jadi sekali lagi, silahkan saja anda mengatakan saya menggunakan logika sempit, tapi anda tidak memiliki alasan yang tepat untuk itu.

Anda terlalu gegabah, terlalu cepat mengatakan Case closed. Mari saya buka lagi case-nya.
Saya tidak mengatakan bahwa bahwa meditasi Anapanasati termasuk metoda yang diajarkan Sang Buddha karena tercantum dalam Kanon Pali atau sutta SAJA, tetapi JUGA ADA dalam literatur Mahayana. Sedangkan Mantra tidak terdapat dalam literatur/ sutta / Kanon Pali, hanya ada dalam sutra Mahayana saja. Jadi tidak sama.
Adalah sesuatu yang bodoh jika saya menggunakan alasan karena tercantum dalam Kanon Pali atau sutta SAJA. Please deh ah  
Dan anda nampaknya tidak mengindahkan indikasi logis yang pertama karena anda mengincar dan berharap jawaban saya berikan seperti yang anda pikirkan. Anda terlalu meremehkan saya  

TAN:

Jadi Anda mengatakan bahwa meditasi Anapanasati “diyakini” (perhatikan saya tulis dalam tanda petik) diajarkan oleh Buddha karena terdapat dalam kanon Pali dan Mahayana? Jelas ini adalah subyektif. Bagaimana jika terdapat ajaran yang terdapat dalam kanon Pali saja, tetapi tidak dalam Mahayana? Apakah Anda masih menganggapnya diajarkan oleh Buddha? Saya yakin Anda akan menjawab “ya.” Karena Anda menganggap bahwa kanon Pali adalah satu-satunya alat untuk mengesahkan “kebenaran.” Perlu saya ulangi lagi, bahwa kami umat Mahayana meyakini semua sutra yang tercantum dalam kanon Mahayana (Taisho Tripitaka) adalah dibabarkan oleh Buddha. Keyakinan ini tidak dapat diotak-atik, terserah Anda hendak menganggap saya “irasional” atau apa. Saya percaya keseluruhan kanon Taisho Tripitaka adalah ajaran Buddha. Titik!
Jadi kriteria Anda di atas sangat subyektif. Anda tidak dapat mengatakan bahwa apa yang diajarkan Buddha harus terdapat dalam dua kanon atau dalam kanon Anda saja. Apa yang HANYA terdapat dalam kanon Mahayana (termasuk metoda mantra) juga kami selaku umat Mahayana yakini sebagai ajaran Buddha. Kalau Anda bersikeras menyatakan bahwa apa yang hanya terdapat dalam kanon Pali sebagai ajaran Buddha, maka saya juga berhak berkeras bahwa apa yang HANYA terdapat dalam kanon Mahayana adalah ajaran Buddha. Kalau Anda mengatakan bahwa apa yang HANYA terdapat dalam kanon Mahayana adalah bukan ajaran Buddha, maka saya juga berhak mengatakan bahwa apa yang HANYA terdapat dalam kanon Pali adalah juga BUKAN ajaran Buddha. Itulah sebabnya saya sebut “case closed.” Tidak ada gunanya diteruskan. Semoga Anda dapat memahami maksud saya ini.

***

KELANA:

Dan anda belum menyebutkan 84.000 pintu Dharma.  Jika anda tidak bisa menyebutkannya lebih baik anda akui saja bahwa anda tidak tahu, tidak perlu memberikan jawaban dengan pertanyaan yang remeh seperti ini   Atau anda malu mengakui kesalahan ya ?  

TAN:

Justru Anda yang salah. Anda tidak paham filosofi Mahayana, maka Anda mengatakan seperti itu. Dalam sutra-sutra Mahayana disebutkan mengenai 84.000 pintu Dharma dalam artian bahwa Buddha mengajarkan banyak metoda untuk mengajar. Tetapi tidak pernah ada dalam sutra Mahayana yang “mendaftar” 84.000 metoda itu satu persatu. Oleh karena itu, pertanyaan Anda merupakan pertanda bahwa Anda tidak paham Mahayana. Baik, coba sampai di sini diresapi dan dipahami terdahulu. Bagaimana saya tahu dan yakin bahwa metode mantra termasuk dalam ke-84.000 itu? Jawabnya sangat sederhana karena termasuk dalam kanon Taisho Tripitaka (jilid ke-18 – 22), yang disebut bagian Tantrayana (Mizhongbu). Ke-84.000 metoda itu sudah dipaparkan dalam keseluruhan sutra-sutra Mahayana. Selain itu, saya hendak jelaskan pula bahwa angka 84.000 itu cuma simbolis. Apakah jumlahnya benar2 84.000? Tidak ada yang tahu dan tidak perlu diketahui. Yang penting kita praktek bukan mendaftarnya satu persatu. Kalau Anda berkeras menganggapnya sebagai angka yang “harafiah,” maka mohon maaf kali ini saya yang mengatakan bahwa “logika” Anda yang “sempit,” Bung!” :))

***

KELANA:

anda berusaha mengingkari keberadaan faktor dan kondisi, saya tidak tahu apa alasannya. Tapi ini adalah salah satu sikap menepis fakta.

TAN:

Fakta yang mana? Coba Anda buktikan kalau hantu itu ada. Coba kutipkan pernyataan dari profesor mana yang mengatakan bahwa penyakit itu dipengaruhi hantu atau mengandung faktor dan kondisi hantu? Anda nampak berkeras melogiskan sesuatu yang Anda bela mati-matian. Jadi tidak beda dong dengan orang K. yang berusaha melogiskan kitab suci mereka.

***

KELANA:
 
Bukti tekstual yang mana Sdr. Tan  
http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/kn/snp/snp.2.01.piya.html tidak terdapat hal yang mengatakan bahwa penyebab awalnya adalah para hantu. Jadi tanggapan anda akan hal ini gugur.

TAN:

Mana bisa gugur? Di terjemahan yang saya punya ada kok. Anda tidak bisa dong secara sepihak mengatakan demikian. Saya juga dapat berkeras pada bukti saya sendiri. Kalimat itu ada. Titik! Jadi saya kira ini tidak ada gunanya diteruskan.

***

KELANA:

Saya mengatakan bahwa logika tidak sama dengan sains, bukan berarti kita tidak boleh menggunakannya. Tetapi ketika kita HANYA menggunakan logika sains itu berarti kita menggunakan logika standar, logika sempit. Sedangkan saya menggunakan logika yang luas, berarti saya tidak HANYA menggunakan logika standar, logika sains, tetapi logika lainnya. Semoga anda paham akan hal ini.

TAN:

Jadi pertanyaan saya, apakah logika yang “luas” itu harus menerima sesuatu yang “irasional”? Jika demikian, apakah Anda juga menerima kalau dunia diciptakan dalam enam hari? Mohon dijawab dengan “ya” atau “tidak”? Logika sains jelas adalah sesuatu yang universal dan diterima semua orang. Dalam diskusi jelas tidak bisa Anda memaksakan logika Anda saja, yang Anda sebut “luas” itu. Kalau Anda memaksa ya jadinya seperti debat dengan agama lain. Akhirnya tidak ada titik temu.

***

KELANA:

Hujan. Dalam Sutta dikatakan hujan deras menghanyutkan mayat. Dengan demikian bau busuk pun menyingkir. Bisa jadi kuman penyakit merembes dalam tanah, tetapi setidaknya mengurangi keberadaannya di permukaan.  Hujan juga bukan berfungsi menghanyutkan tetapi juga memberikan kembali kesuburan pada tanah sehingga bisa ditanami, hujan bisa ditampung untuk minum, sehingga kelaparan dapat teratasi. Ini yang penting. Dan sekali lagi tidak ada indikasi cepat atau lambat masyarakat Vesali sembuh, tetapi sembuh. Tidak seperti dalam sutra penyakit “kanker” tidak ada indikasi sembuh atau tidak. Anda harus mengakui hal ini.

TAN:

Akhirnya diskusinya muter lagi. Dengan mengatakan di atas Anda sudah menggunakan logika sains, yang Anda sebut sempit itu. Jika demikian halnya, berarti pembacaan Ratana Sutta sebenarnya tidak ada artinya, bukan? Oke deh, sekarang pakai “logika” Anda di atas. Baik deh, gini pertanyaan saya. Kalau hujan tidak turun, dengan hanya dibacakan paritta saja apakah masyarakat Vesali akan terbebas dari penderitaannya? Pertanyaan kedua, kalau hujan turun, tetapi tidak dibacakan paritta, apakah rakyat Vesali akan sembuh?
Mohon dijawab dengan “ya” atau “tidak”? Untuk pertanyaan pertama, jawaban saya adalah TIDAK. Untuk pertanyaan kedua, jawaban saya adalah YA. Tetapi saya tidak memaksa Anda untuk menjawab seperti jawaban saya. Jadi menurut kesimpulan saya, pembacaan paritta itu cuma semacam “show of force” saja.
Mengenai Sutra Penyembuhan Penyakit Kanker, sudah saja jelaskan bahwa Buddha dalam sutra tersebut menjamin bahwa orang yang membacanya akan sembuh: “Mereka tidak akan mengalirkan darah dan nanah lagi. Penderitaan mereka akan dicabut hingga ke akar-akarnya dan penyakit beratnya akan sirna.”. Silakan Anda telaah kembali sutra tersebut. Kami umat Mahayana percaya bahwa sabda seorang Buddha tidak pernah bohong. Itu sudah cukup sebagai indikasi bahwa penderita sembuh, tidak perlu diceritakan lebih jauh. Anda sangat subyektif dengan menyatakan bahwa alur sutra Mahayana harus seperti sutta Pali. Anda tidak punya hak untuk menganggap bahwa Sutta Pali sebagai satu-satunya penentu atau tolok ukur bagi kebenaran. Kami selaku umat Mahayana juga berhak meyakini bahwa sutra kami juga mengandung kebenaran. Jadi argumen Anda bahwa tidak ada “indikasi” kesembuhan dalam sutra Penyembuhan Penyakit Kanker adalah tidak tepat atau tidak valid. Bagi kami sabda seorang Buddha sudah lebih dari sekedar “indikasi.” Apakah Anda sebagai umat Theravada tidak “percaya” pada perkataan seorang Buddha dalam artian menganggap pada sabda seorang Buddha dapat berbohong? Mohon dijawab dengan “ya” atau “tidak.” Terima kasih.

***

KELANA:

Mengenai air di mangkuk. Inilah akibatnya kalau anda tidak memperdulikan faktor dan kondisi.  Seperti yang saya katakan segala fenomena tidak berdiri sendiri. Coba anda perhatikan bahwa Ananda tidak hanya memercikan air dari mangkuk tetapi membacakan Ratana Sutta. Tujuannya apa? Sudah saya sampaikan.  Jadi sekali lagi bukan HANYA karena pembacaan Ratana Sutta ataupun pemercikan air dari mangkuk. Tetapi ada FAKTOR lain.

TAN:

Sudah saya ulas di atas. Kalau HANYA memercikkan air yang sudah dibacakan paritta tanpa ada faktor lain, apakah rakyat Vesali akan sembuh? Mohon dijawab dengan “ya” atau “tidak”.

***

KELANA:

Jika anda menjawab bahwa suatu fenomena tidaklah berdiri sendiri, sehingga ketika sakit Ia tidak menggunakan mantra untuk menyembuhkan dirinya, tapi kenapa Sang Buddha justru mengajarkan mantra  SAJA kepada para bhiksu   Anda sudah terjebak dengan pernyataan anda sendiri.

TAN:

Tetapi Anda perlu ingat. Sutra Mahayana tidak hanya itu saja. Masih banyak sutra lain. Kalau sutra Mahayana hanya Sutra Penyembuh Penyakit Berat, maka pendapat Anda saya terima. Tetapi ingat bahwa Buddha juga mengajarkan sutra-sutra Mahayana lainnya. Berarti argumen Anda bahwa Buddha hanya mengajarkan mantra tidaklah tepat. Sutra-sutra Mahayana harus dipandang sebagai satu kesatuan. Tidaklah bijaksana menyatakan bahwa seekor zebra berwarna putih hanya karena Anda melihat warna putihnya saja. Tidaklah pula bijaksana menyatakan bahwa seekor zebra berwarna hitam hanya karena Anda melihat warna “hitam”nya saja.

***

KELANA:

Ok, saya rasa cukup sekian. Nampaknya anda belum memahami apa itu logika tidak sama dengan sains.

TAN:

Logika mungkin tidak sama dengan sains. Tetapi yang pasti logika dan sains tidak mengajarkan kita untuk berpikir “irasional.”

***


Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Re: Buku "mantra penyembuh kanker" oleh Master Lu
« Reply #202 on: 19 July 2007, 12:03:52 AM »
KELANA:

Ok. saya akan coba menyimpulkan sementara pembahasan mengenai mantra penyembuh “kanker”, versi saya tentunya.

1.   Tidak ada indikasi logis bahwa sutra penyembuh “kanker” adalah sutra untuk penyakit kanker atau pun penyakit berat. Justru ada indikasi bahwa sutra tersebut adalah sutra untuk penyakit wasir. Terbukti dari kata zhi bing (bukan zhibing) yang berarti penyakit wasir. Jadi siapapun yang menambahkan kata “kanker” dan menyebarkan sutra tersebut sudah bersikap gegabah.

TAN:

Saya barusan dapat inputan. Mari lihat terjemahan berikut ini:

“Begitu pula, ia dapat menjadi penyembuh bagi penyakit berat (zhibing) yang menyerang darah, rongga perut, hidung, gigi, lidah, mata, telinga, kepala, anggota-anggota tubuh, tulang belakang, anus, dan persendian.”

Anda lihat, bahwa disebutkan “zhi bing” yang menyerang darah, rongga perut, hidung, gigi, lidah, dll. Nah kalau Anda menerjemahkannya sebagai “wasir,” pertanyaan saya: “Adakah wasir yang menyerang darah, tulang, dll?” Wasir adalah semacam sesuatu yang “tumbuh.” Kanker sebenarnya adalah sel yang bermutasi dan tumbuh pada salah satu organ tubuh, sehingga akhirnya menyebar dan merusak organ tubuh lainnya. Jadi jelas sekali penerjemahannya sebagai “wasir”jelas tidak tepat. Malahan saya melihat bahwa penerjemahannya sebagai “kanker” bukan sesuatu yang gegabah.

Anda menyebutkan: “dari kata zhi bing (bukan zhibing).” Ini membuktikan Anda tidak paham bahasa Mandarin. dua suku kata boleh digabungkan bila menunjukkan satu kesatuan. Contoh Dongxi (terbentuk dari kata “Dong” artinya “Timur” dan “Xi” artinya “Barat”) yang berarti “Barang.” Kata Fujian (nama Propinsi) juga ditulis bergabung.

***

KELANA:

2. Tidak ada indikasi logis bahwa kata “yin” yang bersifat dikotomi mewakili suatu kata yang juga bersifat sama dalam bahasa Sanskertanya. Dalam sutra tersebut kata yang mendahuluinya adalah bersifat spesifik seperti panas dan angin. Tidak ada indikasi logis bahwa adalah hal yang umum penggunaan kata yang bersifat dikotomi dalam sutra ataupun sutta. Pengajuan alasan adanya kata dikotomi dengan mengacu keberadaan kata dikotomi dalam kepercayaan Upanisad, ini menimbulkan indikasi baru bahwa adanya pengaruh kepercayaan Upanisad dalam sutra-sutra mantra.

TAN:

Balik lagi ke pokok permasalahannya. Saya kira Anda sudah melenceng. Pada mulanya Anda mempertanyakan mana mungkin kata “yin” dapat muncul dalam sutra-sutra Mahayana. Saya sudah jelaskan bahwa konsep yin-yang itu bukan monopoli bangsa Tionghua saja. Itu universal. Lalu Anda menyarankan  bahwa mungkin saja itu adalah terjemahan dari unsur bhumi dalam dhatu. Tetapi saya memilih untuk tidak menerjemahkannya karena tidak tahu bahasa aslinya. Lebih aman tetap tulis “yin.” Meskipun demikian, saya tidak menolak kemungkinan yang Anda sarankan itu.

Lalu apa masalahnya ada pengaruh keyakinan Hindu dalam sutra Mahayana. Bukankah di kanon Pali juga ada keyakinan Hindunya, contoh dewa-dewi dan lain sebagainya. Jadi jangan mempermasalahkan apa yang tidak perlu dipermasalahkan.

***
KELANA:
 
3.   Tidak ada indikasi logis bahwa HANYA dengan mengucar mantra penyembuh “kanker” maka akan sembuh dari penyakit, mengingat segala fenomena tidaklah hanya terdiri dari 1 faktor/unsur. Selain itu dalam sutra tidak dijelaskan apakah para bhiksu sembuh atau tidak.

TAN:

Sudah saya jawab di atas.

***

KELANA

4.   Tidak ada indikasi logis bahwa mantra diajarkan oleh Sang Buddha, mengingat:
-   Sang Buddha telah membabarkan Pengertian Benar yang pastilah dapat dipahami dengan mudah, bukan justru menyembunyikan Pengertian Benar tersebut di dalam kata-kata yang tidak mudah untuk dipahami (mantra).

TAN:

Kalau Pengertian Benar bisa dipahami dengan mudah, semua orang sudah jadi Buddhis. Kedua, tidak benar bahwa mantra tidak mudah dipahami. Bagi Anda tidak mudah dipahami, tetapi belum tentu bagi orang lain. Jadi mengatakan sesuatu tidak mudah dipahami sangat subyektif. Anda tidak paham fisika kuantum, tetapi tidaklah bijaksana mengatakan fisika kuantum “tidak mudah dipahami.” Seorang murid SD tidak paham mekanika teknik, tetapi itu adalah salah satu bidang keahlian saya. Anda lagi-lagi subyektif, hanya lihat dari sudut pandang sendiri.


***

KELANA:

-   Tidak ada indikasi logis bahwa mantra terdapat dalam 84.000 pintu Dharma.

TAN:

Sudah saja jawab di atas.

***

KELANA:

 -   Hanya ditemukan dalam literatur Sanskerta yang hanya diakui oleh satu aliran (Mahayana). Hal ini berbeda dengan meditasi Anapanasati yang dibahas di oleh Mahayana dan Theravada.

TAN:

Tidak bijaksana mengatakan bahwa sesuatu diajarkan Buddha hanya karena terdapat dalam kedua kanon. Hanya diakui aliran Mahayana bukan indikasi bahwa itu tidak diajarkan oleh Buddha. Pandangan demikian sangat subyektif, karena seorang Mahayanis juga dapat dengan mudah berargumentasi bahwa ajaran-ajaran yang hanya terdapat di kanon Pali tidak diajarkan Buddha. Bila Theravadin berargumen bahwa kanon Pali merupakan satu-satunya penentu kebenaran, maka seorang Mahayanis juga berhak menyatakan demikian pada kanon Sansekerta.

***

KELANA:

Catatan: logis tidak identik dengan sains. Ini bukan berarti kita tidak boleh menggunakan logika sains, tetapi ketika kita HANYA menggunakan logika sains maka logika yang kita gunakan adalah logika sempit, standar.

TAN:

Jadi agar logikanya “luas” harus menerima apa saja yang Anda “yakini” ya? Kendati bagi orang lain itu sangat tidak “irasional.” Bila jawaban Anda adalah “ya,” saya memilih menghentikan saja diskusi ini. Karena percuma saja diteruskan paling hanya muter-muter saja, hingga seseorang menerima “gaya Anda berlogika.” Terima kasih.

KESIMPULAN TAN:

Anda sangat subyektif. Mengambil sudut pandang Anda sendiri, seperti tolok ukur kebenaran (kanon Pali dll.), masalah logika sempit dan luas. Semuanya menggunakan sudut pandang Anda sendiri.

Metta,

Tan


Offline El Sol

  • Sebelumnya: El Sol
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.752
  • Reputasi: 6
  • Gender: Male
Re: Re: Buku "mantra penyembuh kanker" oleh Master Lu
« Reply #203 on: 19 July 2007, 08:11:52 AM »
HAHAHAHAHA kayakne Tan gk tao cara make quote deh...^^ jangan2 beneran om2... :))

Offline Muten Roshi

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 366
  • Reputasi: 2
  • http://en.wikipedia.org/wiki/Muten-R%C3%B4shi
Re: Re: Buku "mantra penyembuh kanker" oleh Master Lu
« Reply #204 on: 19 July 2007, 11:38:20 AM »
bung kelana, setahu saya memang agama Buddha tidak semuanya bisa di logika, coba tolong anda logika, bagaimana logikanya seorang yang memberikan segelas susu hangat ke petapa kurus bisa naik ke surga? logikanya dimana sih?

kalau anda juga masih berpikir agama Buddha itu penuh logika, maka pertanyaan yang paling gampang:
1. Siapa supplier energy di neraka dan siapa supplier emas, berlian di alam dewa? kalau neraka dan alam dewa cuma di alam pikiran, maka sudah selayaknya sutra-sutra direvisi, karena menyesatkan !!!!

2. Di alam petta digambarkan, makhluk2 memiliki tenggorokan yang selebar jarum saja, coba dipikirkan: kalau lehernya cuma selebar jarum, tentu tidak akan kuat untuk menyangga kepala, dan makhluk itu pasti mati. tolong sutra-sutra tentang makhluk di alam petta di revisi, karena TAKHAYUL !!!


Ok. saya akan coba menyimpulkan sementara pembahasan mengenai mantra penyembuh “kanker”, versi saya tentunya.

1.   Tidak ada indikasi logis bahwa sutra penyembuh “kanker” adalah sutra untuk penyakit kanker atau pun penyakit berat. Justru ada indikasi bahwa sutra tersebut adalah sutra untuk penyakit wasir. Terbukti dari kata zhi bing (bukan zhibing) yang berarti penyakit wasir. Jadi siapapun yang menambahkan kata “kanker” dan menyebarkan sutra tersebut sudah bersikap gegabah.

2.   Tidak ada indikasi logis bahwa kata “yin” yang bersifat dikotomi mewakili suatu kata yang juga bersifat sama dalam bahasa Sanskertanya. Dalam sutra tersebut kata yang mendahuluinya adalah bersifat spesifik seperti panas dan angin. Tidak ada indikasi logis bahwa adalah hal yang umum penggunaan kata yang bersifat dikotomi dalam sutra ataupun sutta. Pengajuan alasan adanya kata dikotomi dengan mengacu keberadaan kata dikotomi dalam kepercayaan Upanisad, ini menimbulkan indikasi baru bahwa adanya pengaruh kepercayaan Upanisad dalam sutra-sutra mantra.

3.   Tidak ada indikasi logis bahwa HANYA dengan mengucar mantra penyembuh “kanker” maka akan sembuh dari penyakit, mengingat segala fenomena tidaklah hanya terdiri dari 1 faktor/unsur. Selain itu dalam sutra tidak dijelaskan apakah para bhiksu sembuh atau tidak.

4.   Tidak ada indikasi logis bahwa mantra diajarkan oleh Sang Buddha, mengingat:
-   Sang Buddha telah membabarkan Pengertian Benar yang pastilah dapat dipahami dengan mudah, bukan justru menyembunyikan Pengertian Benar tersebut di dalam kata-kata yang tidak mudah untuk dipahami (mantra).
-   Tidak ada indikasi logis bahwa mantra terdapat dalam 84.000 pintu Dharma.
-   Hanya ditemukan dalam literatur Sanskerta yang hanya diakui oleh satu aliran (Mahayana). Hal ini berbeda dengan meditasi Anapanasati yang dibahas di oleh Mahayana dan Theravada.


Catatan: logis tidak identik dengan sains. Ini bukan berarti kita tidak boleh menggunakan logika sains, tetapi ketika kita HANYA menggunakan logika sains maka logika yang kita gunakan adalah logika sempit, standar.

Demikian.

« Last Edit: 19 July 2007, 11:43:01 AM by Dharmakara »

Offline El Sol

  • Sebelumnya: El Sol
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.752
  • Reputasi: 6
  • Gender: Male
Re: Re: Buku "mantra penyembuh kanker" oleh Master Lu
« Reply #205 on: 19 July 2007, 12:09:34 PM »
 [at] Dharmakara
memberikan segelas susu kepada pengemis yg kehidupannya tidak berdasarkan sila tentu ajah beda balasan kammanya dengan memberikan susu kepada seorang yg telah sadar, yg melaksanakan sila dengan benar dan seorang yg membabarkan ajaran yg akan membawa banyak makhluk ke realisasi Nibbana ^^

1.kalo gk salah..pernah tertulis di Tipitaka kalo para dewa pnya kekuatan Gaib, mereka bisa menciptakan apa ajah yg mereka inginkan....bisa anda liat sendiri di Tipitaka. Di Tipitaka juga tertulisa kalo ada beberapa jenis dewa..dan ada dewa tingkat tinggi yg menggunakan ciptaan dewa2 lain yg lebih rendah alamnya/tingkatannya..

2.Makhluk alam Peta tidak mempunyai Tubuh kasar..Jadi mungkin saja mereka mempunyai tubuh seperti itu..karena tubuh mereka itu tergantung dengan kemelekatan dan Kamma mereka..^^ memang saya setuju bahwa sutra2 telah direvisi..memang betul itu! tapi kalo Sutta..gk direvisi donk...^^

nama lain Makhluk alam peta itu...

1.Makhluk halus
2.Hantu Laper
3.Hantu gentayangan
4.Makhluk menderita
5.Makhluk rendah

Konklusinya adalah...Agama Buddha sangat logika..hanya mereka yg tidak melihat Dhamma yg mengira kalo agama Buddha itu tidak logika..padahal sang Buddha Gotama sendiri dah bilank kalo beliau telah membabarkan Dhamma dengan sempurna, dan terbukti sampe skarang kalo Dhamma itu berjalan dengan Science ^^ :))
« Last Edit: 19 July 2007, 12:12:24 PM by El Sol »

Offline morpheus

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.750
  • Reputasi: 110
  • Ragu pangkal cerah!
Re: Re: Buku "mantra penyembuh kanker" oleh Master Lu
« Reply #206 on: 19 July 2007, 12:40:39 PM »
Konklusinya adalah...Agama Buddha sangat logika..hanya mereka yg tidak melihat Dhamma yg mengira kalo agama Buddha itu tidak logika..padahal sang Buddha Gotama sendiri dah bilank kalo beliau telah membabarkan Dhamma dengan sempurna, dan terbukti sampe skarang kalo Dhamma itu berjalan dengan Science ^^ :))
anda diundang untuk masuk ke topik "pembuktian menurut buddhisme"  >:D >:D >:D
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

Offline manussa

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 9
  • Reputasi: 1
  • Gender: Male
Re: Re: Buku "mantra penyembuh kanker" oleh Master Lu
« Reply #207 on: 19 July 2007, 10:38:53 PM »

1.kalo gk salah..pernah tertulis di Tipitaka kalo para dewa pnya kekuatan Gaib, mereka bisa menciptakan apa ajah yg mereka inginkan....bisa anda liat sendiri di Tipitaka. Di Tipitaka juga tertulisa kalo ada beberapa jenis dewa..dan ada dewa tingkat tinggi yg menggunakan ciptaan dewa2 lain yg lebih rendah alamnya/tingkatannya..

Konklusinya adalah...Agama Buddha sangat logika..hanya mereka yg tidak melihat Dhamma yg mengira kalo agama Buddha itu tidak logika..

bang Elsol,
tolong ajarin saya gimana logikanya dewa menciptakan apa aja yang mereka inginkan?
kata Anda dewa bisa mencipta apa aja yang mereka inginkan, bisakah dia menciptakan dewa yang lain? apa yang dimaksud dengan dewa tingkat tinggi menggunakan ciptaan dewa yang tingkat rendah?

makasih bang ^:)^
manusia yang melekat dengan martabak manis alias terang bulan

Offline manussa

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 9
  • Reputasi: 1
  • Gender: Male
Re: Re: Buku "mantra penyembuh kanker" oleh Master Lu
« Reply #208 on: 19 July 2007, 10:46:20 PM »
2.Makhluk alam Peta tidak mempunyai Tubuh kasar..Jadi mungkin saja mereka mempunyai tubuh seperti itu..karena tubuh mereka itu tergantung dengan kemelekatan dan Kamma mereka..^^ memang saya setuju bahwa sutra2 telah direvisi..memang betul itu! tapi kalo Sutta..gk direvisi donk...^^
nama lain Makhluk alam peta itu...Konklusinya adalah...Agama Buddha sangat logika..hanya mereka yg tidak melihat Dhamma yg mengira kalo agama Buddha itu tidak logika..dan terbukti sampe skarang kalo Dhamma itu berjalan dengan Science ^^

Bang El Sol,
tolong ajarin gue logikannya "tidak mempunyai tubuh kasar", kalo menurut sciene apa aja susunan tubuh halus makhluk peta?

sekalian logikanya antara sutta dan sutra, emangnya sutta and sutra itu beda? berarti "metta" dan "maitri" itu beda juga ya?

oya, tolong dong kasih saya bukti kalo sutta Theravada tidak direvisi, biar saya nanti bisa membanggakan sutta Theravada dengan logis :-*
manusia yang melekat dengan martabak manis alias terang bulan

Offline Kelana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.225
  • Reputasi: 142
Re: Re: Buku "mantra penyembuh kanker" oleh Master Lu
« Reply #209 on: 20 July 2007, 05:44:25 PM »

Nah, berarti Anda mengakui bahwa “logis” dan “tidak logis” bergantung pada masing-masing individu. Baik sekarang kita telaah apa yang Anda maksud dengan “logis yang luas.” Saya melihat bahwa “logis yang luas” itu adalah juga didasari oleh kriteria Anda sendiri. Anda melihat bahwa orang yang “tidak menerima logika” Anda sebagai orang yang “logika standar” atau “sempit.” Ini jelas sangat subyektif. Mari kita ambil contoh kasus adanya hantu. Anda mengatakan bahwa orang yang tidak percaya pada hantu telah menggunakan logika “sempit.” Ini jelas sangat subyektif, karena keberadaan hantu masih belum dibuktikan oleh ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, keberadaan hantu yang Anda yakini itu hanya sekedar “keyakinan” (belief). Di sini suatu “keyakinan” adalah di luar logika. Karena itu sangat tidak tepat apabila Anda menyatakan bahwa orang yang tidak meyakini adanya hantu adalah orang yang menerapkan logika sempit. Meskipun hingga saat ini, masih banyak hal yang belum dapat diungkapkan oleh sains, namun argumenitu tetap saja itu tidak membuktikan bahwa hantu ada.
Agar sesuatu dapat disebut “logis” maka harus ada bukti keberadaannya dahulu yang dapat diukur secara fisis. Mari kita ambil foton sebagai contoh. Foton memang tidak dapat dilihat oleh mata, tetapi kita dapat “mengukur” keberadaannya (dalam wujud momentum, energi, dan lain sebagainya) di laboratorium. Jadi foton dapat diterapkan kaidah-kaidah logika.
Bagaimana dengan hantu? Hantu belum dapat dibuktikan keberadaannya secara fisis (hanya dari cerita orang-orang dan kitab suci saja, belum dapat membuktikan keberadaannya). Oleh karena itu, tidak tepat menerapkan logika pada dunia-dunia “non materi” (seperti istilah Anda) yang belum dapat dibuktikan “keberadaannya.” Sehingga jelas sekali, Anda tidak dapat mengatakan bahwa orang yang tidak “percaya” apa yang Anda “percayai” sebagai sempit logikanya. Malahan orang lain dapat menganggap Anda berpikir “irasional.” Semoga penjelasan saya di atas dapat dipahami.

Sdr. Tan, saya tidak pernah mengatakan bahwa  orang yang “tidak menerima logika” saya sebagai orang yang “logika standar” atau “sempit, tetapi saya mengatakan orang yang HANYA menggunakan alat pembanding materi saja maka ia adalah menggunakan logika sains, logika sempit. Dan di sini anda mengakuinya secara tidak sadar, lagi dan lagi mengakuinya dengan mengatakan hantu belum bisa dibuktikan secara sains. Sekali lagi saya sampaikan anda menggunakan logika sains, logika sempit. Jika anda tidak ingin dikatakan bahwa anda hanya menggunakan logika sempit, logika sains semata, maka buktikanlah bahwa anda bisa berlogika diluar dari logika standar itu, bukan justru malah tetap membahas hantu yang tidak bisa di buktikan secara sains (logika standar). Mudah kan. ?


Quote
Tetapi yang Anda katakan itu hanya “belief” Anda sendiri. Perlu Anda ketahui “belief” itu sifatnya subyektif. Gampangnya begini, penganut agama K. dapat menganggap logika anda juga “sempit,” karena Anda tidak percaya Tuhan mereka. Jelas dalam hal ini, logika tidak dapat bermain, oleh karena itu menyebut logika sains sebagai sempit sangat tidak tepat. Ibaratnya ada anak kecil, yang sangat percaya keberadaan Superman atau Batman, dan waktu ada orang dewasa yang tidak percaya keberadaan superhero itu mereka menyebut si orang dewasa itu sebagai berlogika sempit. Sekarang silakan Anda sebutkan, apakah Anda sudah menemukan alat non materi itu. Ini adalah tugas Anda untuk menemukannya, bukan saya. Karena dari diskusi ini saya mengambil posisi sebagai “orang yang hanya menerima pembuktikan sains.” Jadi itu adalah tugas Anda. Sains hanya membatasi diri pada sesuatu yang dapat diukur dan diamati, serta tidak mengulas sesuatu yang hanya berupa “belief” (dari kata orang atau kitab suci). Dapatkah Anda membedakannya?

Nah, ini dia, jangan-jangan anda tidak mengetahui bahwa logika itu bukan hanya semata-mata membandingkan sesuatu dengan yang bermateri.
Ya silahkan saja jika umat K itu mengatakan saya memiliki logika sempit karena tidak percaya pada tuhan mereka, tapi apa dasarnya? Saya tidak percaya kepada tuhan mereka karena tidak ada indikasi-indikasi logis ke arah keberadaannya. Kemudian saya justru akan bertanya balik, apa indikasi logisnya bahwa tuhan mereka itu ada? Silahkan mereka memaparkannya, setelah itu mari kita uji. Dan kemudian saya bisa memaparkan salah satu indikasi logis dimana keberadaan tuhan mereka itu tidak ada, yaitu adanya kejahatan. Kejahatan bukanlah suatu materi loh dan sains tidak mengurusi mengenai kejahatan, tetapi kejahatan itu jelas ada.
GKBU
 
_/\_ suvatthi hotu


- finire -

 

anything