Syair 50 (IV:6. Kisah Pertapa Paveyya)
Seorang wanita kaya berasal dari Savatthi telah mengangkat Paveyya, seorang pertapa, sebagai seorang anak dan memenuhi semua kebutuhannya. Ketika dia mendengar tetangganya memuji Sang Buddha, dia sangat berharap dapat mengundang Beliau ke rumahnya untuk menerima dana makanan. Maka, Sang Buddha diundang ke rumah wanita kaya tersebut dan makanan terpilih telah disiapkan.
Ketika Sang Buddha sedang menyampaikan anumodana, Paveyya, yang berada di ruang sebelah, menjadi sangat murka. Dia menyalahkan dan mengutuk wanita tersebut karena menghormati Sang Buddha.
Wanita tersebut mendengar kutukan serta teriakannya, menjadi sangat malu sehingga dia tidak dapat berkonsentrasi terhadap apa yang disampaikan oleh Sang Buddha. Sang Buddha berkata kepada wanita itu agar tidak usah memperhatikan kutukan-kutukan dan perlakuan tersebut, tetapi perhatikan saja perbuatan baik dan perbuatan buruk yang dilakukan oleh dirinya sendiri.Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 50 berikut :
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh orang lain. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh diri sendiri.
Wanita kaya tersebut mencapai tingkat kesucian sotapatti setelah khotbah Dhamma itu berakhir.
menurut saya mengutip dhammapada bukan hanya mengutip kata yang terletak pada "syair"nya saja,tetapi cerita dibalik syair tersebut juga..Yang saya boldkan diatas,,saya menangkap bahwa Buddha ingin menyampaikan pesan kepada wanita tersebut,agar tidak terpengaruh oleh kutukan2 yang tidak jelas itu,ditambahkan pada bagian akhir "perhatikanlah kebaikan dan keburukan diri sendiri.."
ini tidak relevan kalau anda "hendak" mengajari saya untuk memperhatikan kesalahan saya sendiri,ini mah namanya dalih pembenaran...
Syair 51-52 (IV:7. Kisah Chattapani, Seorang Umat Awam)
Seorang umat awam bernama Chattapani yang merupakan seorang anagami tinggal di Savatthi. Pada satu kesempatan, Chattapani menghadap Sang Buddha di Vihara Jetavana, mendengarkan khotbah Dhamma dengan penuh hormat dan penuh perhatian.
Ketika itu Raja Pasenadi juga sedang mengunjungi Sang Buddha. Chattapani tidak berdiri sebab dia berpikir bahwa berdiri berarti dia memberikan hormat kepada raja bukan kepada Sang Buddha. Raja menganggap hal ini adalah suatu penghinaan dan melanggar peraturan. Sang Buddha mengetahui pemikiran Raja Pasenadi; maka Beliau memuji Chattapani, yang sangat baik dalam Dhamma dan juga telah mencapai tingkat kesucian anagami.
Mendengar hal ini, Raja Pasenadi sangat terpesona dan memberikan penghormatan kepada Chattapani.
Pada pertemuan berikutnya, raja bertemu dengan Chattapani dan berkata, "Anda sangat pandai; dapatkah anda datang ke istana dan memberikan pelajaran Dhamma kepada kedua orang istriku ?" Chattapani menolak tetapi beliau menyarankan untuk meminta izin kepada Sang Buddha agar menugaskan seorang bhikkhu untuk memberikan pelajaran Dhamma. Raja menghampiri Sang Buddha dan menceritakan maksudnya. Sang Buddha memerintahkan Ananda untuk memberikan pelajaran Dhamma secara teratur kepada Ratu Mallika dan Ratu Vasabhakhattiya di istana.
Setelah beberapa waktu, Sang Buddha bertanya kepada Ananda tentang kemajuan dari kedua orang ratu tersebut. Ananda menjawab bahwa Ratu Mallika mendengarkan Dhamma dengan sungguh-sungguh, sedangkan Vasabhakhatiya tidak sungguh-sungguh belajar Dhamma. Mendengar ini Sang Buddha berkata bahwa Dhamma akan memberikan manfaat bagi seseorang yang mempelajarinya dengan sungguh-sungguh, penuh hormat, dan penuh perhatian serta rajin mempraktekkan apa yang telah dipelajari.Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 51 dan 52 berikut :
Bagaikan sekuntum bunga yang indah tetapi tidak berbau harum; demikian pula akan tidak bermanfaat kata-kata mutiara yang diucapkan oleh orang yang tidak melaksanakannya.
Bagaikan sekuntum bunga yang indah serta berbau harum; demikian pula sungguh bermanfaat kata-kata mutiara yang diucapkan oleh orang yang melaksanakannya.
Syair 63 (V:4. Kisah Dua Orang Pencopet)
Suatu ketika dua orang pencopet bersama-sama dengan sekelompok umat awam pergi ke Vihara Jetavana. Di sana Sang Buddha sedang memberikan khotbah. Satu di antara mereka mendengarkan dengan penuh perhatian dan mencapai tingkat kesucian sotapatti.
Tetapi pencopet satunya lagi tidak memperhatikan khotbah yang disampaikan karena ia hanya berpikir untuk mencuri sesuatu. Ia mengatur cara untuk mengambil sejumlah uang dari salah seorang umat.
Setelah khotbah berakhir mereka pulang dan memasak makan siangnya di rumah pencopet kedua, pencopet yang sudah mengatur cara untuk mengambil sejumlah uang tersebut. Istri dari pencopet kedua mencela pencopet pertama: "Kamu sangat tidak bijaksana, mengapa kamu tidak mempunyai sesuatu untuk dimasak di rumahmu."
Mendengar pernyataan tersebut, pencopet pertama berpikir,"Orang ini sangat bodoh, dia berpikir bahwa dia menjadi sangat bijaksana." Kemudian bersama-sama dengan keluarganya, ia menghadap Sang Buddha dan menceritakan apa yang telah terjadi pada dirinya.Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 63 berikut :
Bila orang bodoh dapat menyadari kebodohannya, maka ia dapat dikatakan bijaksana; tetapi orang bodoh yang menganggap dirinya bijaksana, sesungguhnya dialah yang disebut orang bodoh.
Semua keluarga pencopet pertama tersebut mencapai tingkat kesucian sotapatti setelah khotbah Dhamma itu berakhir.
saya tidak tahu apakah Dhammapada syair ke 152 lebih tepat ditujukan kepada siapa..
yang aneh anda mengquote tulisan saja dan menjelaskan soal Dhammapada ini..
saya hendak menyampaikan Dhammapada juga sebagai berikut :
Sang Buddha kemudian membabarkan syair 60 dengan menggabungkan kedua pernyataan di atas seperti berikut ini :
Malam terasa panjang bagi orang yang berjaga, satu yojana terasa jauh bagi orang yang lelah; sungguh panjang siklus kehidupan bagi orang bodoh yang tak mengenal Ajaran Benar.
Anumodana