Ceng Beng : Sembahyang Meja Abu
By : Julia Lau
Orang Tionghoa kalau meninggal kadang enggak dikubur, tapi di kremasi.
Abu sisa kremasi lalu bisa dibawa pulang, untuk ditaruh di meja abu di
rumah di altar leluhur, atau dititipkan di tempat Abu, yang biasanya
kayak apartment untuk guci2 abu, ada juga yang sisa abu tulangnya
disebar di gunung atau di laut.
Diperabukan maupun tidak, seringkali di rumah orang tionghoa ada meja
sembahyang leluhur, yang disebut meja abu, kadang ada foto2 Almarhum
dipajang disana, kadang tidak pakai foto, hanya papan kayu bertuliskan
nama dan tanggal kematiannya saja.
Setiap perayaan Ceng Beng yang berlangsung 15 hari sebelum sampai
mentoknya tanggal 5 April setiap tahun, keluarga gue ada satu hari
kumpul2 sembayang bersama di depan meja Abu. Di Meja Abu ini semua sanak
yang sudah meninggal nanti "disuguhi" penganan. Makanya sembahyang meja
abu biasanya juga berarti acara kumpul kumpul dan makan-makan keluarga
besar.
Makanan wajibnya hampir mirip kalau Imlek deh, ada Ikan, ada ayam, ada
babi plus beberapa penganan tambahan lain, yang biasanya merupakan
makanan kesukaan kerabat yang sudah almarhum. Jadi bisa tahu tahu ada
sayur asem, atau sambal goreng, atau asinan rujak yang kalau digabung
sih enggak nyambung, hehehehe.
Ritual ini seperti juga untuk 'mengingat' mereka yang sudah almarhum itu
jangan sampai terlupakan. Cerita dan Gossip juga kadang tentang mereka
yang sudah meninggal, tapi dalam suasana gembira. Sebab ritual sembayang
meja abu, seperti juga acara pesta makan bersama antara yang sudah
tiada dengan yang masih hidup di dunia, sing penting ngumpul, seolah
mereka masih ada hanya saja tidak terlihat !
Diawali dengan set up meja altar, yang dipenuhi berbagai makanan, mulai
dari nasi, lauk, kue dan buah-buahan. Nasi biasanya di siapkan di
mangkuk2 kecil, ada berapa almarhum yang "diundang" sedemikian banyak
mangkuk nasi disediakan, dengan sumpit ditancap tegak lurus diatas nasi.
Gue pernah diomelin bokap karena menancapkan sumpit ke atas nasi yang
sedang gue makan, sama bokap langsung dicabut lalu gue diomelin, sumpit
tertancap hanya untuk menyuguhi orang mati, kamu masih hidup, sumpitnya
harus ditaruh di pinggir mangkuk, jangan ditancep begitu, apa mau cepet
mati? gitu katanya, heheheheh.
Sedangkan buah-buahan dan kue-kue biasanya disusun dalam kombinasi angka
ganjil, misalnya tiga atau lima buah saja setiap macam. Begitupun untuk
lauk pauk teman nasi yang disiapkan masing masing hanya semangkuk
keciiiil yang untuk orang hidup pasti gak cukup deh segitu.
Gue pernah tanya sama mami, "Mam, nasinya ada tigabelas, kok kuenya
cuman lima? Nanti pada rebutan donk?"
Mami dengan santainya bilang "Alam sini lain dengan alam sana, bahkan
satu kue bisa cukup untuk ber tigabelas masing-masing dapat satu."
Gue melongo, tapi nggak tanya lagi, walaupun logika sebagai anak kecil
pun waktu itu sudah heran bagaimana mungkin?
Hehehe, urusan
kepercayaan memang tidak perlu diselaraskan dengan logika, kalau
dianggap cukup, ya cukuplah. Hanya saja dulu gue berpikir, yah
barangkali di alam sana ada ilmu pengganda makanan, atau mesin yang bisa
memperbesar rumah-rumahan kertas jadi sebesar gedung betulan, atau ilmu
yang mengubah uang-uangan kertas Gin Cua menjadi perak solid. Tugas yang
hidup cuman tinggal mengirim bahan-bahannya ke alam sana, beres.
Setelah set up meja altar, dimulai lah acara sembahyang, dimulai dari
yang paling dituakan, mengundang para almarhum untuk bertandang dan
menerima yang sudah disediakan. Entah bagaimana, ceritanya makanan yang
disuguhkan saat Ceng Beng ini akan mengenyangkan mereka di alam sana,
supaya mereka tidak jadi setan kelaparan saat bulan tujuh, saat chinese
ghost festival. Nah untuk sembahyang di meja abu ini ada perdebatan, ada
yang bilang anak dari almarhum pai kui (hormat berlutut) 12 kali, ada
yang bilang pai kui hanya 3 kali, entah mana yang betul deh. Pokoknya
setelah acara sembayang mengundang para leluhur dan almarhum ini
sementara yang dari alam sana "makan", yang hidup juga sibuk mengisi
perut dengan berbagai suguhan yang disediakan. Yang datang biasanya
masing-masing bawa satu penganan, jadi kayak POT LUCK gitu, makanan jadi
baaaaanyaaaaaaaaaakkkk macam dan jumlahnya, alhasil.... kekenyangan,
hehehehehe.
Sambil makan makan tangan bekerja, membuat uang uangan. Sebab
berikutnya ada acara bakar-bakar Gin Cua berkarung-karung, sebanyak
sanggup dibuat. Sebab yang namanya Gin Cua itu semacam kertas merang
yang diatasnya ada sapuan keperakan. Kertas berbentuk segi empat ini
harus digulung dulu kayak semprong, lalu ujungnya dikerucutkan dan
ditekuk keatas supaya bentuknya nggak berubah lagi. Kata Oma dulu, kalau
enggak dibentuk dulu, percuma kirim Gin cua ke alam sana, enggak bakalan
laku, maka anak cucu yang dirumah yang membuat dulu gincua jadi bentuk
uang uangan, lalu dibakar, dan dialam sana berubah jadi uang alambaka,
gitu.
Setelah Gin cua habis dibakar, mulai lah bakar barang-barang kiriman.
Ada koper kertas berisi uang dan seperangkat pakaian, lengkap dengan
sepatu dan sandalnya. Koper diberi "SEGEL" semacam kertas kuning,
bertuliskan ini kiriman untuk siapa (tulis nama almarhum) dan dari siapa
( tulis nama yang masih hidup yang ngirim) katanya supaya enggak nyasar,
hehehehehe. Dikirimnya pake TIKI kali, wakakakakaka......
Sambil bakar membakar ini anak cucu pada bercandaan semua, antara
percaya dan nggak percaya, berusaha merasionalisasikan hal-hal yang
tidak rasional.
Misalnya kemarin, kita ketawa-ketawa sambil kirim HANDPHONE ke alam
sana. Handphone dari kertas, dengan merk NODIA bukan NOKIA. Lalu nakut
nakutin sepupu gue, weh, besok kalu mau ceng beng lagi nyokap lu tinggal
SMS sama lu ya, minta dibawain makanan apa.
Lalu ada juga dompet dan sepatu merk VERSASI sambil bercanda kita
bilang, Si Versace kali bakalan nuntut deh di alam sana, karena
rancangannya beredar dengan merk VERSASI ini.
Lalu kita juga bercandain sepupu gue yang kirim Creditcard dari BANK OF
HELL bergambar Giam Lo Ong (raja akherat) bertuliskan VILLA (bukan
VISA), wah bokap lu disono kalau belanja ntar tinggal gesek aje deh,
tagihannya dikirim ke elu yah, getoh.
Lalu ada lagi sepupu gue yang masih SMP bilang gini, ngapain ya kita
kirim-kirim duit begini banyak, disana khan nggak ada Mall, dan Oom-oom
gue langsung nyahut, lu mana tahu kalau Giam Lo Ong udah bikin Mall
segede Taman Anggrek disana, atau barangkali Kongco2 kita yang dikirimin
duit berkarung-karung tiap taon udah pada investasi bikin Mall disana.
Candaan-candaan gila yang bikin kita ketawa-ketawa, sambil dalam hati
bilang "apa iya sih?" antara tidak percaya dan ingin percaya, sebab
alangkah menyenangkannya kalau kehidupan dunia bisa berlanjut di alam
sana, which is... heheheheh too good to be true. But again, kepercayaan
nggak perlu disambungkan sama logika, seberapa pun absurdnya, kalau
orang mau percaya demikian, mo bilang apa, ha ha ha ha, biarlah jadi
hiburan saja.
Tapi gue masih terkenang-kenang sama creditcard itu tadi,
hihihihihihi....... masih demen nakutin sepupu gue, bener lu kaga takut
tau-tau ada tagihan dari BANK OF HELL ke elo??? wakakakakkakakaka......