nah...cerita dunk..plz
hmm..tp tampaknya cukup berhasil juga ya.. akhirnya masuk islam juga...
tp.. aku pengen dgr ceritanya.. entah benar or gak....
di forum ini, perasaan saya udah terlalu sering curhat tentang ingatan masa lalu saya. tak apa saya ulang cerita, kendatipun nanti ujung-ujungnya mungkin sekedar untuk diperolok-olok lagi. saya sudah terbiasa.
dulu saya terlahir di Korea, namaku So Ung Yuk. di sebuah Desa yang indah. Saya hidup bersama nenek saya. di usia 19 tahun, saya sudah mengajar di sebuah universitas bernama U No untuk pelajaran Filsafat dan Sastra. Dan aku mempunyai seorang guru Budhis yang selalu mengajarkan Dhamma padaku di hutan, ia bikhu pengelana bernama Seng Cheng. Ia pun berasal dari tempat yang jauh, dan berhenti berkelana di hutan itu mengajarkan dhamma pada saya.
tidak mengerti tentang apa yang terjadi pada politik negeri. tapi tiba-tiba datang gerombolan tentara cina. mereka menjajah negeri kami. Ditengah penderitaan rakyat, saya menemukan cinta. saya bertemu dengan gadis cantik bernama Yen Mei. Ia adalah salah satu murid di U No. Usianya beberapa tahun lebih muda dari saya.
Tidak menyangka, bahwa Yen Mei adalah anak seorang panglima tentara Cina. Ia seorang muslim. Tapi anak buahnya, banyak yang beragama budhis. Saya tidak ingat nama orang tua itu. Tapi ia tidak memperkenankan saya mencintai putrinya. Dia tidak melarang saya beragama budhis. seperti iapun tidak memaksa anak buahnya untuk masuk Islam. Ia hanya tidak rela anaknya menikah dengan seorang budhis yang disebutnya "kafir". Tapi antara aku dan Yen Mei saling mencintai.
Banyak hal telah terjadi. tidak bisa saya ceritakan semuanya. Yen Mei mencuri-curi kesempatan untuk bertemu denganku. Bila ketahuan, aku dipukuli oleh anak buah ayah Yen Mei sampai aku berdarah-darah. kendatipun begitu, Yen Mei sangat terikat padaku, ia tidak mau menjauh dariku. Yen Mei berkata, "Lebih baik aku mati, dari pada dipisahkan dari kaka Yuk."
aku memang mencintai Yen Mei. menyayangi kelembutan hatinya. tapi Aku sendiri tidak terlalu melakat padanya. dan rela hati, bila saja Yen Mei mau pergi meninggalkanku. Tapi Yen Mei tak sanggup melaukan itu. ia hanya bahagia bila ada di sisiku. lalu aku mengajarkan dhamma kepadanya, agar ia lepas dari keterikatan duniawi. tapi, hal itu membuat ayahnya semakin murka.
suatu pagi, ketika aku sedang duduk meditasi menghadap ke timur di dalam bilik rumahku, ayah Yen Mei datang bersama beberapa prajurit. dia berkata, "Ini adalah pertanyaan yang terakhir untukmu, dan aku tidak akan mengulanginya kembali. Jauhilah putriku Yen Mei, masuklah Islam agar bisa menikahi putriku atau kau mati! mana yang kau pilih?"
aku terdiam saja, dan berkonsentrasi terus menerus kepada nafas. pandangan mataku memandang ke arah ujung hidung. tidak tedorong sedikitpun untuk menjawab pertanyaan itu, karena saya tidak mengetahui bagaimana cara menjawabnya. bagaimana saya bisa menjauhi putri kesayangannya, sedangkan dia selalu mencariku. Bagaimana bisa aku masuk ke dalam agama orang ini, bila keyakinanku pada sang Buddha sudah tidak tergoyahkan lagi. dan bagaimana mungkin aku akan memilih kematian? jika aku berpikir, maka aku akan bingung. maka aku diam saja.
keputusanku untuk diam saja, ternyata menambah kemurkaan panglima itu. saya dianggapnya telah melecehkan dia. lalu ia menyuruh prajuritnya untuk memenggal kepalaku. munculah kesadaran di dalam batinku, "Inilah saat kematianku tiba", dan aku mengheningkan cipta, berupaya semakin meneguhkan hati pada objek konsentrasi. tamatlah riwayat hidupku. bagian-bagian ketika pedang itu menebas leherku dari arah belakang, dan apa yang terjadi ketika aku sedang sekarat, tidak dapat aku ceritakan. itu merupakan kengerian yang dahsyat dan hal-hal menakjubkan juga terjadi pada saat itu. bila mengingat semua itu, maka aku akan kehilangan gairah hidup, karena takutnya pada kematian.
setelah kematian, aku hidup di alam surgawi. entah bagaimana, setelah lebih dari 100 tahun, aku terlahir kembali di tengah-tengah keluarga muslim. Jadilah aku seorang muslim.