Topik Buddhisme > Jurnal Pribadi

Merespon Pertanyaan Rekan-rekan

(1/341) > >>

K.K.:
Karena sekarang ini thread bisa tiba-tiba hilang, penuh junk atau di-lock, saya melanjutkan diskusi saya di sini.
Bagi yang mau melanjutkan atau memulai diskusi dengan saya, silahkan.



K.K.:

--- Quote from: marcedes ---saya juga setuju dengan anda, akan tetapi ada beberapa hal yah menurut saya relatif..
saya ingat milinda panha, apabila seseorang berdiskusi mencari pembenaran, maka semua menjadi susah...
akan tetapi mencari kebenaran maka relatif cara-nya...

dalam sutta "penyerangan" yang dimaksud Buddha itu seperti apa dulu....
dalam Upali Sangbuddha langsung memberikan pertanyaan berupa inti dan langsung ke kenyataan.
dalam upali sutta sendiri, guru upali "muntah darah" jadi apa bisa dikatakan Upali melakukan "penyerangan"?
maka dari itu saya katakan semua itu relatif,

sangBuddha juga pernah berdebat dengan seorang pertapa masalah jasmani adalah "aku"

--- End quote ---
Betul, memang semua itu relatif. Karena itu juga saya berusaha tidak kaku dan tidak menerapkan 1 cara untuk semua orang. Ada orang yang dibilangin baik-baik bisa belajar, ada yang harus diberi tahu dengan tegas, ada juga yang sudah dikasarin masih tidak mengerti. Tetapi memberitahu secara baik-baik selalu jadi pilihan pertama saya.
Kembali ke Upali Sutta, guru dari Upali, Nigantha Nataputta, tidak muntah darah karena Upali menjelek-jelekkan ajarannya, tetapi karena tidak bisa menerima kenyataan penunjang utama alirannya memuji begitu tingginya ajaran Buddha. Jadi tetap Buddha atau pun Upali, tidak menyerang kelompok Nigantha.

Saya juga bukan katakan tidak boleh membahas ajaran lain dalam kondisi apa pun juga. Membahas ajaran orang lain adalah etis JIKA orang itu memang mengundang. Jadi jika ada seseorang masuk ke forum Buddhis, memberikan "Raungan Singa" tentang ajarannya, maka itu saatnya anda bertanya dan mempertanyakan segala tentang ajarannya. Berbeda dengan orang yang masuk, lalu bertanya tentang ajaran "tuan rumah", sudah sepantasnya "tuan rumah" tidak membahas ajaran si "tamu".




--- Quote from: marcedes ---dalam berdiskusi maupun berdebat kita tidak mungkin bisa merubah langsung pemikiran orang dengan kehendak kita.....
kita semua hanya memperlihatkan bukti-bukti dan pandangan yang nyata di terapkan.
apabila mereka menerima ataupun menolak itu merupakan hak mereka.......
dan tidak mungkin kita memaksakan saat itu...

ibarat kita memperlihatkan barang bagus merek buddha, terserah mereka mau tertarik atau tidak.
dari pada tidak ada usaha sama sekali,bukankah hal itu juga berbuat baik.^^

--- End quote ---
Seperti saya katakan, mengatakan kebenaran juga ada caranya, ada waktunya. Saya tidak protes niat baik anda mengenalkan dhamma ke orang lain, tapi saya protes caranya.




--- Quote from: marcedes ---yah relatif saja, tergantung dari lawan bicara....
dan juga jika lawan bicara memang mencari kebenaran.....kalau mencari pembenaran yah sebaiknya di stop....kadang-kadang win-win solution itu tidak ada...^^ relatif saja...
betul yang anda bilang, saya juga sependapat.
hanya memperlihatkan barang merek buddha, terserah mereka tertarik atau tidak........

--- End quote ---
Jika seseorang tidak mengembangkan dendam atau kebencian karena satu diskusi, itu sudah win-win solution bagi saya. Masalah orang itu cari pembenaran, masuk telinga kanan keluar telinga kiri, itu sudah masalah lain. Kalau seseorang memang ingin berdana dhamma, sudah sewajarnya bertahan dari orang-orang macam itu.




--- Quote from: marcedes ---masalah semoga semua makhluk berbahagia.
saya balik bertanya pada anda...
apakah anda setuju melihat orang yang senang dan gembira karena dirinya dibohongi...

--- End quote ---
Bagaimana saya bisa mengatakan seseorang "dibohongi" sementara saya sendiri belum merealisasikan ajaran, juga tidak mampu membuktikan "kebohongan" ajaran lain?
Kalau dari sudut pandang saya, ada dua jenis orang: yang bisa melihat dhamma dan yang tidak bisa melihat dhamma. Jika seseorang bisa melihat dhamma, alangkah baiknya dia mengikis keserakahan, kebencian, dan kebodohan bathin yang ia lihat. Bagi yang tidak bisa melihat dhamma, alangkah baiknya dia tidak menambah keserakahan, kebencian, dan kebodohan bathin yang sudah ada.
Jadi, jika seseorang tidak bisa melihat suatu kebenaran sebagai kebenaran, ia akan bergembira dalam kebohongan dan ilusi. Tidak ada yang bisa saya lakukan tentang hal itu. Tetapi setidaknya jika ia berbahagia dan tidak menambah kebencian dan dendam, saya pun berbahagia untuknya, ketimbang ia bergembira dalam kebohongan dan ilusi ++ benci & dendam.



--- Quote from: marcedes ---jadi semoga semua makhluk berbahagia itu artinya seperti apa....^^
saya tidak meminta atau berharap semua beragama buddha, akan tetapi semua berprilaku sesuai buddha dhamma......
dan itu tidak akan tercapai tanpa usaha bukan...setidaknya seperti apa yang saya katakan,
lihat barang saya, lihat barang kamu mana kualitas bagus anda memilih.
dibanding barang kita tidak dilihat sama sekali...tentu pilihan cuma 1. ^^

--- End quote ---
Sama seperti jawaban di atas. Setiap mahluk terbelenggu keserakahan, kebencian, dan kebodohan bathin. Bagi yang bisa melihat dhamma, saya harapkan ia berkesempatan mengenalnya. Bagi yang tidak bisa melihat dhamma, semoga ia tidak menambah keserakahan, kebencian, dan kebodohan bathin yang sudah ada dengan cara memuaskan ego diskusinya.




--- Quote from: marcedes ---masalah menyinggung atau menyerang, sebaik-nya dibicarakan dari awal
karena kalau bicara konsep berbeda sudah pasti akan ada kemungkinan emosi keluar....
sangBuddha mengajarkan Dhamma ada kan korbannya, hitung-hitung sudah cukup banyak yang muntah darah...jadi walau kita berbicara sebaik mungkin, tidak menutup ada pertengkaran yang keluar dikarenakan perbedaan....hanya saja jika dibicarakan dari awal setidaknya masih lebih baik
maka dari itu
cari pembenaran / kebenaran?

--- End quote ---
Setahu saya, "korban-korban" muntah darah itu bukan karena berdebat dengan Buddha, tetapi kehilangan murid (Nigantha Nataputta yang kehilangan Upali; Sanjaya Belatthaputta yang kehilangan Sariputta & Moggallana). Buddha selalu mengajar dengan belas kasih, bukan menimbulkan bencana bagi orang lain. Seperti saya katakan, Buddha mengajarkan 5 syarat mengajar dhamma, dan sejauh yang pernah saya baca, Buddha sendiri tidak pernah melanggar ajarannya sendiri.


K.K.:

--- Quote from: Samita ---1. apa reinkarnasi dalam agama Buddha sama artinya dengan mengenal konsep anatta/tanpa inti/roh toh?

--- End quote ---
Jika seseorang mengaitkan konsep Anatta atau tanpa diri, hanya dengan teori kelahiran kembali, maka selalu terjadi kebinungan. Anatta berlaku sekarang, bukan hanya pada saat kematian/kelahiran kembali. Walaupun sekarang kita bisa berpikir, merasakan, dan lain-lain, tetap tidak ada sesuatu yang bisa ditunjuk sebagai inti diri yang kekal dan tidak berubah.
Jadi di dalam kehidupan yang sama pun, tidak ada suatu yang tidak berubah dalam diri kita, bagaimana mungkin setelah kematian, ada sesuatu yang tetap, yang bisa disebut sebagai "diri"?



--- Quote from: Samita ---2. Sewaktu kehidupan Sang Buddha tidak ada rupang, apakah para Sangha telah melakukan kebaktian seperti kita sekarang ini?

--- End quote ---
Ini saya tidak tahu.



--- Quote from: Samita ---3. .SAKYAMUNI BUDDHA meninggal karena apa rekan rekan toh, saya sedang membaca sedikit sedikit ajaran buddha, jadi yang saya ingin tanyakan , segera saya tanyakan toh.

--- End quote ---
Meninggal karena umur kehidupannya memang sudah habis.



--- Quote from: Samita ---4. .Untuk masuk agama buddha toh (misal ada yang mau pindah agama ke buddha) apakah ada syaratnya toh? misal kalo di I**** kan ada pengucapan dua kalimat syahadat baru "resmi" jadi islam. Di buddha ada juga kagak?

--- End quote ---
Dalam dhamma, tidak ada yang disebut "Buddhis" atau "non-Buddhis". Setahu saya, Buddha hanya membedakan seseorang berdasarkan caa pandang dan perilakunya. Cara pandang dan perilaku yang dianjurkan Buddha adalah menjaga kemoralan (tidak membunuh, tidak mencuri, tidak berbuat asusila, tidak bicara tidak benar, tidak mabuk2an), mengembangkan konsentrasi (menghancurkan penghalang berupa kemalasan, keraguan, kegelisahan, pikiran kejam, nafsu indriah) dan kebijaksanaan (melihat segala fenomena sebagaimana adanya).

Berkenaan dengan keorganisasian, setahu saya masyarakat India jaman dahulu jika memeluk satu ajaran, maka ia menyatakannya dengan "berlindung pada guru, ajaran, dan komunitas" maka tradisi itu pun terbawa oleh pemeluk Buddhis yang menyatakan berlindung pada "Buddha, Dhamma, dan Sangha". Kalau bagaimana birokrasinya sekarang, saya tidak tahu.

Forte:
Sedikit intermezzo..

Saya kagum dengan ketenangan bro kainyn..

Samita:
kamsiah Kamsiah , saya pun kagum dengan bro kainyn toh, ini salah satu yang dapat membuat orang tertarik dengan agama budha toh, bukan hanya teori nya saja toh, tapi benar benar sesuai yang diajarkan budha toh.

Bro apa yang harus dilakukan pemula toh dalam belajar agama budha toh? walaupun saya toh bukan budhis?
Bila saya toh, ingin belajar dhama, tapi saya toh tetep dalam agama saya toh, apa itu toh bisa bermasalah toh?

Navigation

[0] Message Index

[#] Next page

Go to full version