Jadi Sariputta Saddha-nya pada Asajji, berlindung pada Asajji.
Lalu, Moggallana Saddha-nya pada Sariputta, berlindung pada Sariputta.
Yang menarik, Pukkusati Saddha-nya kepada "pertapa sembarang", dan mencapai Anagami.
Ya sudah, silahkan anda percaya apa yang ingin anda percaya.
Pukkusati manakah yang anda maksud? Kalau berdasarkan Pukkusati yang saya tahu, beliau memiliki Saddha terhadap Buddha Gotama.
Apakah maksud anda "Petapa Sembarang" = Buddha Gotama
Pukkusati adalah seorang raja yang merupakan kawan dari Bimbisara. Ia mengirimkan kain dengan kualitas terbaik dan Bimbisara tidak tahu bagaimana membalasnya, memberikan 2 plakat kayu yang bertuliskan ajaran dasar Buddha Dhamma. Ketika membacanya, maka Pukkusati meninggalkan kehidupan rumah tangga dan hidup sebagai 'bhikkhu' (walaupun tidak ditahbiskan) dan mencari Buddha. Di suatu tempat, Buddha bermalam di tempat yang sama dengan Pukkusati dan mengajarnya tentang pembagian elemen. Pukkusati kemudian mencapai Anagami phala dan mengenali Buddha. Ia mencari perlengkapan bhikkhu untuk ditahbiskan, tetapi kemudian diseruduk sapi. Kisahnya ada di Dhatuvibhanga sutta, Majjhima Nikaya 140.
Dalam Pali Dictionary Pukkusati adalah:
A young monk whom the Buddha met at the house of Bhaggava, the potter, in Rājagaha. Pukkusāti was already occupying the guest room of the house, and the Buddha asked to be allowed to share it, to which Pukkusāti readily agreed.
They sat together for sometime in silence, and then the Buddha preached the Dhātuvibhanga Sutta. Pukkusāti recognised the Buddha at the end of the sermon and begged his forgiveness for not having paid him due honour; he then begged to have the upasampadā conferred on him. The Buddha consented and sent him to procure a begging bowl and a robe. On the way Pukkusāti was gored to death by a mad cow.
When this was reported to the Buddha, he said that Pukkusāti was an Anāgāmin and had been born in the realms above, never more to return. M.iii.237 47. In this context Pukkusāti is spoken of as a kulaputta (iii.238); see also J.iv.180 and DhA.ii.35.
In his comments on the Dhātuvibhanga Sutta, Buddhaghosa gives a long account of Pukkusāti. MA.ii.979 ff. Cp. the story of Tissa, king of Roruva (ThagA.i.199f.)
He had been the king of Takkasilā, contemporary of Bimbisāra and of about the same age. A friendly alliance was established between the two kings through the medium of merchants who travelled between the two countries for purposes of trade. In the course of time, although the two kings had never seen each other, there grew up between them a deep bond of affection. Pukkusāti once sent to Bimbisāra, as a gift, eight priceless garments in lacquered caskets. This gift was accepted at a special meeting of the whole court, and
Bimbisāra having nothing of a material nature, which he considered precious enough to send to Pukkusāti, conceived the idea of acquainting Pukkusāti with the appearance in the world of the Three Jewels (ratanāni) the Buddha, the Dhamma, and the Sangha. He had inscribed on a golden plate, four cubits long and a span in breadth, descriptions of these Three Jewels and of various tenets of the Buddha's teachings, such as the satipatthānā, the Noble Eightfold Path, and the Thirty seven factors of Enlightenment. This plate was placed in the innermost of several caskets of various precious substances, and was taken in procession on the back of the state elephant up to the frontier of Bimbisira's kingdom. Similar honours were paid to it by the chiefs of other territories, through which lay the route to Takkasilā.
When Pukkusāti, in the solitude of his chamber, read the inscription on the plate, he was filled with boundless joy and decided to renounce the world. He cut off his hair, donned the yellow robes of a monk, and left the palace alone amid the lamentations of his subjects. He travelled the one hundred and ninety two leagues to Sāvatthi, passing the gates of Jetavana; but having understood from Bimbisāra's letter that the Buddha was at Rājagaha, he omitted to enquire for him at Jetavana, and travelled on forty five leagues more to Rājagaha, only to find that the Buddha was all the time in Sāvatthi. As it was then evening, he took lodging in Bhaggava's house. The Buddha, with his divine eye, saw what was in store for Pukkusāti, and travelling on foot from Sāvatthi, reached Bhaggava's house at sundown, and, waiting his opportunity, engaged Pukkusāti in talk and preached to him the Dhātuvibhanga Sutta, as related above. After his untimely death* Pukkusāti was born in the Avihā world, where, together with six others, he became an arahant at the moment of his birth (see S.i.35, 60, for the names of the others.).
Pukkhusāti was one of seven monks who, in the time of Kassapa Buddha, decided to abstain from eating until they should attain arahantship. They lived on the top of a mountain. The senior monk attained arahantship, the second became an anāgāmī, but the remaining five died of starvation and were reborn in Tusita. In this age they became, respectively, Pukkusāti, Kumāra Kassapa, Dārucīriya, Dabba Mallaputta and Sabhiya. Ap.ii.473; DhA.ii.212; UdA.81; but see MA.i.335, where only three are mentioned (Pukkusāti, Dārucīriya, and Kassapa).
Nah jelas di atas Pukkusati telah berkeyakinan pada Triratna ketika melihat plat yang dibuat Bimbisara, yang berisi tentang Tiratana, Satipatthana Arayatthangika Magga dan Bodhipakkhiya Dhamma. Setelah itu ia mencukur habis rambutnya.
Sang Buddha juga tidak mengatakan kapan sebenarnya Pukkusati mencapai tingkatan Anagamin, apakah sebelum menyadari petapa tersebut Sang Buddha, atau setelahnya.
Ketika ia ditanya Sang Buddha pada awalnya, Pukkusati menjawab:
"There is, my friend, the contemplative Gotama, a son of the Sakyans, gone forth from a Sakyan clan. Now, this excellent report about the honorable Gotama has been spread about: 'Indeed, the Blessed One is worthy & rightly self-awakened, consummate in knowledge & conduct, well-gone, an expert with regard to the worlds, unexcelled as a trainer for those people fit to be tamed, the Teacher of divine & human beings, awakened, blessed.' I have gone forth out of dedication to that Blessed One. That Blessed One is my teacher. It is of that Blessed One's Dhamma that I approve."Nah sangat jelas bahwa Pukkusati telah berkeyakinan pada Tiratana.
Dan Sang Buddha sendiri tidak mengenalkan dirinya. Pukkusati sendiri yang sadar bahwa petapa tersebut adalah Sang Buddha, pada akhir pembabaran Dhamma.
Then the thought occurred to Ven. Pukkusati:
"Surely, the Teacher has come to me! Surely, the One Well-gone has come to me! Surely, the Rightly Self-awakened One has come to me!" Getting up from his seat, arranging his upper robe over one shoulder, and bowing down with his head at the Blessed One's feet, he said, "A transgression has overcome me, lord, in that I was so foolish, so muddle-headed, and so unskilled as to assume that it was proper to address the Blessed One as 'friend.' May the Blessed One please accept this confession of my transgression as such, so that I may achieve restraint in the future."Demikianlah jelas sekali bahwa Pukkusati berlindung pada Tiratana. Setiap contoh yang anda berikan, semuanya berlindung pada Triratna lo…..
Pada kelahiran lampaunya, Pukkusati juga berlindung pada Tiratana.
Keyakinan pada Tiratana, menurut saya adalah "ciri" dari seorang Sotapanna, bukan "syarat" menjadikan seseorang Sotapanna.
Sebelum seseorang mencapai Sotapatti-Magga, keyakinannya hanyalah sebuah fanatisme (baik halus, maupun kasar), karena sesungguhnya dia belum membuktikan Buddha Dhamma apapun.
Analagoinya seperti ini: "ciri" dari wanita yang memasuki fase remaja adalah menstruasi. Tetapi seorang wanita tidak bisa me-menstruasi-kan diri untuk memasuki fase remaja.
remaja=Sotapanna; menstruasi=keyakinan pada Tiratana; penghancuran kemelekatan pada "atta" dan "ritual".
Anda tahu bahwa tingkatan Sotapatti itu terdiri dari Magga (Jalan) dan Phala (Buah) yang muncul bersamaan. Oleh karena itu tentu keyakinan pada Triratna ini juga merupakan sebuah Magga dan Phala (buah dari jalan yaitu juga keyakinan pada Triratna / hilangnya keragu-raguan pada sang Tiratana).
Ngomong-ngomong juga bukankah tubuh wanita itu secara sendirinya memunculkan menstruasi?? Jadi memang bukan kehendak wanita tersebut, tetapi "kehendak" alami tubuh wanita tersebut.
Perlindungan pada Triratna adalah ciri sekaligus syarat.
Meskipun anda bilang itu fanatisme, toh akhirnya juga membawa seorang pada tingkatan Sotapatti??
Meskipun apabila keyakinan pada Tiratana hanayalah sebuah ciri saja pada Sotapanna, maka ketika ada seseorang misalnya umat K mencapai tingkatan Sotapatti, maka secara otomatis ia akan berlindung pada Triratna dan ujung-ujungnya ya berubah jadi umat Buddhis juga..... alias pindah keyakinan.
Pada masa Buddha Kassapa, Bodhisatta Jotipala memasuki Sangha Buddha. Apa berarti Samma Sambuddha Gotama itu berlindung pada Buddha2 sebelumnya, Dhamma2 sebelumnya, Sangha2 sebelumnya dan mencapai Kebuddhaan karena Saddhanya? Silahkan jawab sendiri.
Bukan Sammasambuddha Gotama yang berlindung pada Buddha2 sebelumnya. Tetapi Bodhisattva Svetaketu atau Sang Bodhisatta yang berlindung pada Buddha2x, Dhamma2x dan Sangha2x yang sebelumnya.
Mohon dibedakan antara Sammasambuddha dengan Bodhisatta!
Jadi dalam karirnya sebagai Bodhisatta dalam berbagai kelahiran, Pangeran Siddharta berkali-kali berlindung pada Triratna.
Sang Bodhisatta mencapai Kebuddhaan salah satunya adalah karena Saddha.
Bahkan ada tipe Bodhisatta yaitu tipe Bodhisatta Saddhadhika (Orang yang meraih Sammasambuddha [terutama] dengan kekuatan keyakinan).
"This Law [Dharma] is inexpressible,
It is beyond the realm of terms;
Among all the other living beings
None can apprehend it
Except
the bodhisattvas
Who are firm in the power of faith."(Saddharmapundarika Sutra)Kalau saya sudah Arahat yang memiliki kemampuan baca pikiran dan patisambidha, baru saya yakin yang saya katakan itu benar adanya.
Hahaha... kalau saya sih... dengan yakin saya menulis. Apabila keyakinan saya itu terbukti salah, maka saya mengaku salah. Gitu aja kok repot.
Yang jadi aneh adalah berarti pernyataan anda selama ini didasari atas ketidakyakinan anda. Nah lho bagaimana seseorang bisa percaya sama tulisan anda, kalau anda sendiri nggak yakin
Karena anda tidak memberikan uraian tentang satu ayat, malah lompat2, pindah2 dan berlindung di balik ayat lain. Cara diskusi begitu tidak akan membawa pada kesimpulan, bahkan sampai kalpa mendatang. Jadi silahkan anda bilang saya yang salah, anda yang benar. Saya tidak tertarik melanjutkan kecuali anda jelaskan kenapa Tuhan punya Tuhan tanpa berlindung di balik ayat lain yang juga ditafsirkan MENURUT ANDA.
Saya berlindung pada ayat lain?? Saya tidak menyangka kalau perkataan ini akan terlontar dari tulisan anda. Apakah salah ketika seseorang memberikan suatu ayat yang dapat menjawab ketidakjelasan ayat lainnya?? Misal ada ayat yang mengajarkan seseorang untuk menolong sesamanya namun masih tidak jelas apa yang dimaksud. Dan kemudian ada ayat lain yang menjabarkannya dengan lebih lanjut. Apa itu yang dikatakan "berlindung pada ayat lain"?
Bahkan anda katakan itu adalah tafsiran saya. Tafsiran saya?? Jelas-jelas kitab Filipi ditulis oleh Rasul Paulus yang mengakui adanya Trinitas dan dalam ayat tersebut menjelaskan kenapa Yesus merendahkan dirinya. Dalam kitab Yohanes, juga sudah jelas dan itu bukan tafsiran saya. Orang yang masih sangat awampun saja tahu apa yang dimaksud dengan ayat di dalam kitab Yohanes tersebut. Bahkan murid Yohanes, St. Ignatius dari Antioch adalah salah satu Eksponen Trinitas.
Ataukah anda yang tidak dapat menerima kenyataan?
Lagipula toh anda menyangkal Yesus sebagai Tuhan juga via ayat. Nah ini kan juga bisa disebut bahwa anda "berlindung pada ayat" juga namun dengan tujuan berbeda yaitu menyangkal konsep Trinitas???
Tapi sayangnya ayat yang anda ajukan itu ternyata sudah dijawab penjelasannya oleh ayat lain yang saya ajukan. Sayangnya lagi jawaban ayat lain itu tidak sesuai dengan pendapat anda. Makanya anda jadi tersesat dalam "lingkaran setan".
Haahhh... memang sifat manusia sukanya menyangkal apa yang sudah benar-benar nyata di depan mata..... demikian ujar Acariya Mun Bhuridatta.
Jadi, bener2 paling valid adalah ayat dari kitab suci?
Baiklah. Saya mau tanya satu hal saja. Dalam kitab Matthew, sebelum Yesus disalib, diberikan jubah merah (scarlet robe). Dalam kitab John, dikenakan jubah ungu (purple robe). Yang mana yang menjadi tolok ukur kebenaran?
Untuk yang lainnya, saya rasa tidak perlu diteruskan.
Anda salah sangka mengenai apa yang saya maksud dengan "valid". Saya kutipkan lagi kata-kata saya:
"salah satu sumber yang paling valid dalam menjelaskan ajaran agamanya"Yaitu:
1. Saya bilang
salah satu2. Saya bilang
menjelaskan ajaran agamanya. Nah masalah jubah merah sama jubah ungu itu apa ada ada kaitan dengan ajaran sentral dari Kristiani??
The Siddha Wanderer