//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Seberapa jauh Nibbana?  (Read 34867 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline ilalang

  • Teman
  • **
  • Posts: 50
  • Reputasi: 1
Re: Seberapa jauh Nibbana?
« Reply #90 on: 14 October 2008, 09:04:47 PM »
hanya dengan meditasi seseorang tidak akan terbebaskan ;D

meditasi merupakan salah satu bagian dari jalan mulia berunsur delapan dimana 7 jalan lainnya saling mendukung dan melengkapi dan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan... ;D

Kalau keyakinan itu mendorong Anda untuk menempuh kedelapan ruas jalan itu secara bersamaan/simultan (istilah Anda: "satu kesatuan, tidak dapat dipisahkan"), saran saya: lakukanlah... Jalankan meditasi sambil mengembangkan Sila, konsentrasi, dsb, tanpa menunggu yang satu harus matang dulu baru menjalankan yg lain.

Tapi kalau keyakinan Anda itu membuat Anda menunda meditasi, dengan alasan Sila harus mantap dulu dsb, saran saya hati-hatilah... Kemungkinan itu adalah akal-akalan aku/pikiran Anda yang licin, yang tidak ingin kebiasaan-kebiasaan, hasrat-hasrat, dan kenyamanannya terusik jika Anda bermeditasi.

Offline ilalang

  • Teman
  • **
  • Posts: 50
  • Reputasi: 1
Re: Seberapa jauh Nibbana?
« Reply #91 on: 14 October 2008, 09:19:30 PM »
Dari terjemahan diatas terlihat bahwa tidak ada bedanya antara puthujana (umat awam dan sekha) yang berbeda hanya konsep... kelihatannya keduanya menurut saudara Ilalang bisa mencerap Nibbana...

Makhluk hidup dan para Buddha bukan hal berbeda. Bila kita selaras dengan kesadaran murni untuk sesaat, maka kita adalah Buddha untuk sesaat; dan bila kita selaras selaras dengan kesadaran murni dari saat ke saat, maka kita adalah Buddha-Buddha dari saat ke saat.

Quote
Sebenarnya bila seseorang telah mencicipi Nibbana maka ia akan mengalami juga berhentinya dukkha (selama mengalami Nibbana) sehingga dia menyelami Empat Kebenaran Ariya. Selain dari itu ia juga mengalami Paticca Samupada sehingga dia tahu dengan jelas kaitan semua itu dan dapat menjawab dengan baik setiap pertanyaan yang diajukan... yang berhubungan dengan pencapaian itu....

Coba renungkan... mungkin kepada diri kita sendiri, sebelum meng-klaim bahwa kita telah mencicipi Nibbana, apakah saya "mengalami Empat Kebenaran Mulia?" dan apakah saya "mengalami Paticca Samuppada? / sebab musabab yang saling bergantungan...?" dan kalau memang pernah mengalami tentu tak akan kesulitan menjawab....

Seandainya Sang Buddha sendiri pun yang menjelaskan Empat Kebenaran Mulia, Paticca Samupada, Mulapariyaya Sutta, dst, selama orang tidak melihat kenyataan dukkha dalam dirinya, selama itu dia akan menjadi puthujjana.

Tetapi ketika orang mulai melihat kenyataan dukkha dalam dirinya, maka dia akan melihat Dhamma pada sehelai daun dan ribuan daun yang gugur, sungai yang mengalir, serta seluruh gerak kehidupan.

Jadi kebenaran bukan milik sutta atau kitab suci. Segala sesuatu di muka bumi ini, hidup, mati, muncul dan layu. Segala sesuatu mengalir dari saat ke saat, tanpa sesuatu pun yang menetap dan berpindah dari saat ke saat, seperti diri ini yang berproses didorong oleh kehausan dan ketidaktahuan, lahir dan mati. Untuk menangkap seluruh gerak kehidupan dibutuhkan kecerdasan yang bukan berasal dari pikiran, buku, kitab suci, atau pengetahuan. Selagi memandang daun yang jatuh, layu, mengering, lenyap terbawa angin, mungkin kita akan memahami, bagaimana sebenarnya kematian kita sendiri.

Quote
Pada tahap ini biasanya batin belum mampu melihat awal kemunculan bentuk-bentuk batin, hanya setelah muncul pada pertengahan baru menyadari, tetapi walau demikian kadang-kadang bisa juga menyadari awal kemunculan fenomena batin.

mengenai pengamatan murni tanpa subjek-objek dsbnya... coba cek dengan benar apakah saudara Ilalang memiliki kontrol penuh atas batin saudara...? coba alihkan untuk memperhatikan sesuatu yang lain... umpamanya keluar masuk napas...atau kembang-kempis perut... apakah saudara dapat mengikuti tanpa muncul pikiran, perasaan dll untuk waktu yang lama....?

Rekan Fabian,
Terima kasih atas saran Anda untuk meditasi saya. Soal tingkat-tingkat vipassana, mohon maaf saya sudah tidak peduli lagi dengan pencapaian apapun. Ada kalanya kegairahan, ketakutan, kesedihan, dan kebosanan, yang belum pernah terbayangkan sebelumnya muncul. Tapi pada akhirnya semua itu indah jika diamati secara wajar dan sederhana.
 _/\_

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: Seberapa jauh Nibbana?
« Reply #92 on: 14 October 2008, 09:32:33 PM »
definisi Buddha dan Putthujana nya sepertinya pada berbeda makna nih....
There is no place like 127.0.0.1

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Seberapa jauh Nibbana?
« Reply #93 on: 14 October 2008, 11:44:07 PM »

Seandainya Sang Buddha sendiri pun yang menjelaskan Empat Kebenaran Mulia, Paticca Samupada, Mulapariyaya Sutta, dst, selama orang tidak melihat kenyataan dukkha dalam dirinya, selama itu dia akan menjadi puthujjana.

Tetapi ketika orang mulai melihat kenyataan dukkha dalam dirinya, maka dia akan melihat Dhamma pada sehelai daun dan ribuan daun yang gugur, sungai yang mengalir, serta seluruh gerak kehidupan.

Quote

Saya teringat isi salah satu sutta yang isinya kurang lebih begini (secara singkat dan ringkas karena saya lupa ada di sutta mana?):

Buddha Gotama memaparkan tentang 3 tipe orang:
1. Orang yang tetap tidak mengerti walaupun telah mendapatkan kesempatan mendengarkan Dhamma.
2. Orang yang dapat mengerti walaupun tidak mendengarkan Dhamma.
3. Orang yang hanya dapat mengerti apabila mendengarkan Dhamma.

Untuk jenis orang ketigalah Dhamma dibabarkan, namun 2 yang lain tetap perlu untuk dibabarkan Dhamma.


Jadi yang bro Ilalang maksud dari quote alinea pertama diatas mungkin adalah tergolong tipe pertama, sedangkan dari alinea kedua termasuk ke dalam 2 tipe yang lainnya.

Pembabaran tentang tipe diatas (menurut saya) jelas bukan untuk tujuan akhir, namun menajamkan kebijaksanaan tentang "pengertian" bahwa memang ada perbedaan antara masing2 orang, jadi tidak ada gunanya memperdebatkan bahwa orang harus bertipe yang ini atau yang itu. Lebih pada proses usaha untuk "mengerti" dan "berempati" terhadap "orang lain".


Jadi kebenaran bukan milik sutta atau kitab suci. Segala sesuatu di muka bumi ini, hidup, mati, muncul dan layu. Segala sesuatu mengalir dari saat ke saat, tanpa sesuatu pun yang menetap dan berpindah dari saat ke saat, seperti diri ini yang berproses didorong oleh kehausan dan ketidaktahuan, lahir dan mati. Untuk menangkap seluruh gerak kehidupan dibutuhkan kecerdasan yang bukan berasal dari pikiran, buku, kitab suci, atau pengetahuan. Selagi memandang daun yang jatuh, layu, mengering, lenyap terbawa angin, mungkin kita akan memahami, bagaimana sebenarnya kematian kita sendiri.
Quote

Setuju dengan Kebenaran bukan milik siapa/apapun, karena kebenaran tidak perlu dimiliki, tanpa perlu dimiliki/dipercaya, Kebenaran tetaplah Kebenaran.

Dari beberapa thread termasuk thread ini tentang "jalan" (beberapa pasti tidak setuju dengan penggunaan kata "jalan" ini) menuju ke "hakikat sejati", saya menyimpulkan sebagai berikut:

Latah seorang cleaning service:

Untuk membersihkan lantai
Masing-masing orang memiliki cara berbeda
Namun jelas harus terdapat cahaya
Agar orang menyadari bahwa lantainya berdebu

Setelah memiliki cahaya
Yang terangnya pun tak sama
Masing-masing orang
Lagi-lagi berpikir tak sama

Instruksi Sang Supervisor
Dimengerti dengan beda
Rupanya pengertian tiap orang
Sungguhlah berbeda

Ada yang menyapu terlebih dahulu
Baru mengepel sesudahnya
Namun ada juga yang langsung mengepelnya
Tanpa menyapu terlebih dahulu

Satu sama lain memiliki kecepatannya
Bisa sama cepat,
lebih lambat,
atau lebih cepat

Menyapu terlebih dahulu
Lebih gampang mengepelnya
Langsung mengepel
tidak semudah menyapu terlebih dahulu

Namun jelas keduanya
Memiliki tujuan mulia
Membersihkan lantai berdebu
Hingga tuntas pekerjaannya

 _/\_



« Last Edit: 14 October 2008, 11:48:40 PM by hendrako »
yaa... gitu deh

Offline Hendra Susanto

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.197
  • Reputasi: 205
  • Gender: Male
  • haa...
Re: Seberapa jauh Nibbana?
« Reply #94 on: 15 October 2008, 07:26:38 AM »
hanya dengan meditasi seseorang tidak akan terbebaskan ;D

meditasi merupakan salah satu bagian dari jalan mulia berunsur delapan dimana 7 jalan lainnya saling mendukung dan melengkapi dan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan... ;D

Kalau keyakinan itu mendorong Anda untuk menempuh kedelapan ruas jalan itu secara bersamaan/simultan (istilah Anda: "satu kesatuan, tidak dapat dipisahkan"), saran saya: lakukanlah... Jalankan meditasi sambil mengembangkan Sila, konsentrasi, dsb, tanpa menunggu yang satu harus matang dulu baru menjalankan yg lain.

Tapi kalau keyakinan Anda itu membuat Anda menunda meditasi, dengan alasan Sila harus mantap dulu dsb, saran saya hati-hatilah... Kemungkinan itu adalah akal-akalan aku/pikiran Anda yang licin, yang tidak ingin kebiasaan-kebiasaan, hasrat-hasrat, dan kenyamanannya terusik jika Anda bermeditasi.

terima kasih atas saran yang anda berikan, secara pribadi saya pun rutin bermeditasi...


Offline fabian c

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.095
  • Reputasi: 128
  • Gender: Male
  • 2 akibat pandangan salah: neraka atau rahim hewan
Re: Seberapa jauh Nibbana?
« Reply #95 on: 15 October 2008, 11:19:24 PM »
saudara Ilalang yang baik,

saya akan menanggapi sedikit komentar saudara, saya ingin tahu lebih jauh pandangan kita nyambung atau tidak...

Quote
Makhluk hidup dan para Buddha bukan hal berbeda. Bila kita selaras dengan kesadaran murni untuk sesaat, maka kita adalah Buddha untuk sesaat; dan bila kita selaras selaras dengan kesadaran murni dari saat ke saat, maka kita adalah Buddha-Buddha dari saat ke saat.

Bolehkah saya tahu ini pendapat saudara atau pendapat kitab suci...? bila pendapat kitab suci tolong diberi rujukannya...

Quote
Seandainya Sang Buddha sendiri pun yang menjelaskan Empat Kebenaran Mulia, Paticca Samupada, Mulapariyaya Sutta, dst, selama orang tidak melihat kenyataan dukkha dalam dirinya, selama itu dia akan menjadi puthujjana.

Saya setuju... tetapi harus diingat melihat dukkha juga bukan berarti dia sudah Ariya... Karena melihat dukkha yang dimaksud disini juga berkaitan dengan asal mula dukkha, berhentinya dukkha dan cara untuk melenyapkan dukkha yaitu Jalan Ariya berunsur delapan... Untuk lebih tegasnya yang anda maksud disini tentu Nibbana...?

Nibbana yang bagaimana...? Nibbana yang sebenarnya berkaitan dengan Paticca Samuppada... yaitu ia mengalami Paticcasamupada...

Quote
Tetapi ketika orang mulai melihat kenyataan dukkha dalam dirinya, maka dia akan melihat Dhamma pada sehelai daun dan ribuan daun yang gugur, sungai yang mengalir, serta seluruh gerak kehidupan
.

Bedakan antara pannati Dhamma dan Paramattha Dhamma, pada pannati Dhamma, kaki tersandung batu dan merasa sakit adalah dukkha, makan makanan enak adalah sukha.... (selami bagian ini...)

Pada Paramattha Dhamma... kaki tersandung batu maupun makan enak adalah dukkha.... Terbebas dari semua bentukan batin itu adalah sukkha... Inilah yang dimaksud dengan Nibbana... Inilah yang dimaksud terbebas dari dukkha....

Dan saya ingin saudara perhatikan lagi komentar berikut...
karena kebebasan dari dukkha yang dimaksud adalah Nibbana... yaitu batin yang terlepas dari senang maupun tidak senang atau bentuk batin / tanggapan batin apapun....

Coba renungkan dalam meditasi saudara Ilalang... apakah saudara ilalang pernah dalam meditasi mampu melihat rasa sakit, tanpa merasa sakit sama sekali...? (umpamanya duduk lama melihat kaki yang menjadi sakit tapi tidak merasa sakit sama sekali)

Bila saudara Ilalang mampu melihat demikian, berarti saudara Ilalang mulai dapat terlepas dari Dukkha...Tetapi itupun belum berarti bahwa saudara Ilalang sudah mencapai Nibbana... itu hanya ibarat fondasi yang mulai kokoh... untuk mencapai Nibbana (magga-phala/Sotapanna) masih diperlukan perjuangan lebih jauh...

Quote
Jadi kebenaran bukan milik sutta atau kitab suci. Segala sesuatu di muka bumi ini, hidup, mati, muncul dan layu. Segala sesuatu mengalir dari saat ke saat, tanpa sesuatu pun yang menetap dan berpindah dari saat ke saat, seperti diri ini yang berproses didorong oleh kehausan dan ketidaktahuan, lahir dan mati. Untuk menangkap seluruh gerak kehidupan dibutuhkan kecerdasan yang bukan berasal dari pikiran, buku, kitab suci, atau pengetahuan. Selagi memandang daun yang jatuh, layu, mengering, lenyap terbawa angin, mungkin kita akan memahami, bagaimana sebenarnya kematian kita sendiri.

Tolong diperjelas... (1) kebenaran yang mana yang dimaksud... ? kata-kata milik sendiri sudah tidak tepat... kata-kata yang lebih tepat adalah: kebenaran ada... atau kebenaran tidak ada di kitab suci... terus terang pada bagian ini saya tidak mengerti maksud saudara Ilalang... tolong diperjelas...

Quote
Rekan Fabian,
Terima kasih atas saran Anda untuk meditasi saya. Soal tingkat-tingkat vipassana, mohon maaf saya sudah tidak peduli lagi dengan pencapaian apapun. Ada kalanya kegairahan, ketakutan, kesedihan, dan kebosanan, yang belum pernah terbayangkan sebelumnya muncul. Tapi pada akhirnya semua itu indah jika diamati secara wajar dan sederhana.
 Namaste

Mengenai tingkat Vipassana.. like it or dislike or whatever... kita akan melewati itu...that is the truth...
Mengenai kegairahan, ketakutan, kesedihan dan kebosanan saya rasa dalam meditasi tidak perlu dianggap indah atau tidak indah atau buruk... melihat saja apa adanya.... sesuai sifat alaminya... sehingga semuanya nampak wajar...

(((Semoga kita semua terbebas dari pandangan salah...)))

sukhi hotu..

« Last Edit: 15 October 2008, 11:23:07 PM by fabian c »
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

Offline ilalang

  • Teman
  • **
  • Posts: 50
  • Reputasi: 1
Re: Seberapa jauh Nibbana?
« Reply #96 on: 16 October 2008, 09:21:18 PM »
Bolehkah saya tahu ini pendapat saudara atau pendapat kitab suci...? bila pendapat kitab suci tolong diberi rujukannya...
Itu pemahaman saya terkait topik "mencicipi Nibbana" dan kaitannya dengan "persepsi murni" seperti diuraikan dalam Mulapariyaya-Sutta.  Saya sudah katakan "mencicipi Nibbana" identik dengan "citarasa" PADA SAAT memasuki persepsi murni, dalam konteks ini saya tidak membedakan antara kesadaran makhluk hidup, sekha, arahat atau Buddha. Hanya jika kesadaran menurun hingga ke tahap "conceive things", maka mulai muncul dualitas aku dan bukan aku, subyek dan obyek, dan kesadaran akan kembali seperti puthujjana, yang terbiasa berpikir ini milikku, ini aku, ini diri-ku.

Sekali lagi mohon disadari bahwa kata-kata bukanlah yang dikatakan. Orang harus harus luarbiasa sadar jika tidak mau tersesat dalam kata-kata ketika mendiskusikan pengalaman meditasi, sekalipun kata-kata itu dinyatakan dalam sutta-sutta atau kitab suci.

 [at]  Sumedho
Mudah-mudahan ini menjelaskan maksud saya.

Quote
Nibbana yang bagaimana...? Nibbana yang sebenarnya berkaitan dengan Paticca Samuppada... yaitu ia mengalami Paticcasamupada...
Apa itu "mengalami Paticcasamupada"?
Dapatkah Anda melihat arus diri dalam sungai yang mengalir dari saat ke saat?
Dapatkah Anda memahami kematian dan kelahiran pada sehelai daun yang gugur?

Quote
Bila saudara Ilalang mampu melihat demikian, berarti saudara Ilalang mulai dapat terlepas dari Dukkha...Tetapi itupun belum berarti bahwa saudara Ilalang sudah mencapai Nibbana... itu hanya ibarat fondasi yang mulai kokoh... untuk mencapai Nibbana (magga-phala/Sotapanna) masih diperlukan perjuangan lebih jauh...
Rasa sakit adalah salah satu fenomena jasmani. Dalam meditasi yang diamati bukan hanya fenomena jasmani tetapi seluruh arus diri: jasmani dan batin, perasaan, persepsi, bentuk-bentuk batin. Kelima arus diri ini adalah dukkha (Dhammacakkappavattana-sutta). Jika fenomena-fenomena ini diamati terus menerus secara intens, maka semuanya akan terlihat timbul dan lenyap dengan cepat; begitu cepat hingga semua seperti langsung lenyap begitu diamati.

Quote
Tolong diperjelas... (1) kebenaran yang mana yang dimaksud... ? kata-kata milik sendiri sudah tidak tepat... kata-kata yang lebih tepat adalah: kebenaran ada... atau kebenaran tidak ada di kitab suci... terus terang pada bagian ini saya tidak mengerti maksud saudara Ilalang... tolong diperjelas...
Anda mengatakan: untuk mencicipi Nibbana, orang harus mengalami Empat Kebenaran Mulia dan Paticca Samuppada, dan bisa menjelaskan/menjawab dengan baik setiap pertanyaan, dst. Tentu maksud Anda pengalaman dan penjelasan seperti yang tencantum dalam sutta-sutta atau kitab suci bukan?

Saya katakan tidak perlu. Jika orang dapat mengamati dirinya beserta seluruh fenomena secara tuntas dalam meditasi, dia tidak perlu semua pengetahuan itu untuk "mencicipi Nibbana". Dia akan melihat kebenaran mulia dari sehelai daun yang gugur, melihat arus diri di dalam sungai yang mengalir, serta memahami seluruh gerak kehidupan... tanpa perlu mengetahui rumusan Empat Kebenaran Mulia dan Paticca Samuppada versi sutta-sutta atau kitab suci, yang malah sering menjadi penghalang untuk dapat melihat fakta dengan jelas seperti apa adanya.


Quote
(((Semoga kita semua terbebas dari pandangan salah...)))

Soal pandangan salah, saya jadi teringat cerita orang:

"Seorang murid Zen, sebelum berlatih, ia melihat sebuah gunung sebagai gunung,
setelah berlatih beberapa lama, ia melihat gunung bukan sebagai gunung,
setelah tercerahkan, ia melihat gunung sebagai gunung lagi"

Semoga kita semua terbebas dari pandangan salah, dan kembali melihat gunung sebagai gunung...
« Last Edit: 16 October 2008, 09:24:00 PM by ilalang »

Offline fabian c

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.095
  • Reputasi: 128
  • Gender: Male
  • 2 akibat pandangan salah: neraka atau rahim hewan
Re: Seberapa jauh Nibbana?
« Reply #97 on: 16 October 2008, 11:57:12 PM »
Saudara Ilalang yang baik,

Saya rasa saya sudah mengerti pandangan anda..

Quote
Quote
Bolehkah saya tahu ini pendapat saudara atau pendapat kitab suci...? bila pendapat kitab suci tolong diberi rujukannya...
Itu pemahaman saya terkait topik "mencicipi Nibbana" dan kaitannya dengan "persepsi murni" seperti diuraikan dalam Mulapariyaya-Sutta.  Saya sudah katakan "mencicipi Nibbana" identik dengan "citarasa" PADA SAAT memasuki persepsi murni, dalam konteks ini saya tidak membedakan antara kesadaran makhluk hidup, sekha, arahat atau Buddha. Hanya jika kesadaran menurun hingga ke tahap "conceive things", maka mulai muncul dualitas aku dan bukan aku, subyek dan obyek, dan kesadaran akan kembali seperti puthujjana, yang terbiasa berpikir ini milikku, ini aku, ini diri-ku.

Saya kira saya mengerti darimana sumber pemikiran anda...

Quote
Sekali lagi mohon disadari bahwa kata-kata bukanlah yang dikatakan. Orang harus harus luarbiasa sadar jika tidak mau tersesat dalam kata-kata ketika mendiskusikan pengalaman meditasi, sekalipun kata-kata itu dinyatakan dalam sutta-sutta atau kitab suci.

Apabila pengalaman meditasi yang saya lakukan sesuai dengan kitab suci, apakah saya harus mengungkapkan sesuatu yang berbeda dengan kitab suci..?

Quote
Quote
Nibbana yang bagaimana...? Nibbana yang sebenarnya berkaitan dengan Paticca Samuppada... yaitu ia mengalami Paticcasamupada...
Apa itu "mengalami Paticcasamupada"?
Dapatkah Anda melihat arus diri dalam sungai yang mengalir dari saat ke saat?
Dapatkah Anda memahami kematian dan kelahiran pada sehelai daun yang gugur?

Dengan sangat menyesal harus saya katakan bahwa, mereka yang telah mengalami Nibbana akan mengalami proses tersebut (paticca samuppada), sedangkan yang tidak mengalami Nibbana maka ia tak akan melihat itu...

Tentu  Paticcca Samuppada dan empat kebenaran Ariya hanya merupakan teori bagi anda dan pembimbing anda, karena belum pernah mengalami. Tetapi bagi mereka yang pernah mengalami, itu bukan lagi teori ... tetapi itu adalah pembuktian yang sesungguhnya... dan itulah yang dimaksud dengan Ehipassiko....

Quote
Quote
Bila saudara Ilalang mampu melihat demikian, berarti saudara Ilalang mulai dapat terlepas dari Dukkha...Tetapi itupun belum berarti bahwa saudara Ilalang sudah mencapai Nibbana... itu hanya ibarat fondasi yang mulai kokoh... untuk mencapai Nibbana (magga-phala/Sotapanna) masih diperlukan perjuangan lebih jauh...
Rasa sakit adalah salah satu fenomena jasmani. Dalam meditasi yang diamati bukan hanya fenomena jasmani tetapi seluruh arus diri: jasmani dan batin, perasaan, persepsi, bentuk-bentuk batin. Kelima arus diri ini adalah dukkha (Dhammacakkappavattana-sutta). Jika fenomena-fenomena ini diamati terus menerus secara intens, maka semuanya akan terlihat timbul dan lenyap dengan cepat; begitu cepat hingga semua seperti langsung lenyap begitu diamati.

Kelihatannya saudara Ilalang, menghindar dari apa yang saya ungkapkan... apakah saudara Ilalang atau pembimbing saudara Ilalang pernah melihat rasa sakit tanpa merasa sakit...?

Quote
Quote
Tolong diperjelas... (1) kebenaran yang mana yang dimaksud... ? kata-kata milik sendiri sudah tidak tepat... kata-kata yang lebih tepat adalah: kebenaran ada... atau kebenaran tidak ada di kitab suci... terus terang pada bagian ini saya tidak mengerti maksud saudara Ilalang... tolong diperjelas...
Anda mengatakan: untuk mencicipi Nibbana, orang harus mengalami Empat Kebenaran Mulia dan Paticca Samuppada, dan bisa menjelaskan/menjawab dengan baik setiap pertanyaan, dst. Tentu maksud Anda pengalaman dan penjelasan seperti yang tencantum dalam sutta-sutta atau kitab suci bukan?

kembali lagi pada jawaban saya diatas... bila pengalaman saya sesuai dengan kitab suci apakah saya harus mengatakan hal yang lain..?
Apakah menurut anda bila seseorang berlatih dari guru yang berpraktek sesuai dengan kitab suci Tipitaka, hasilnya berbeda dengan kitab suci Tipitaka..?

Quote
Saya katakan tidak perlu. Jika orang dapat mengamati dirinya beserta seluruh fenomena secara tuntas dalam meditasi, dia tidak perlu semua pengetahuan itu untuk "mencicipi Nibbana". Dia akan melihat kebenaran mulia dari sehelai daun yang gugur, melihat arus diri di dalam sungai yang mengalir, serta memahami seluruh gerak kehidupan...

Sayang sekali saudara Ilalang saya harus membuyarkan mimpi indah anda yang, menganggap bahwa Nibbana bisa dialami oleh setiap orang yang berlatih meditasi Vipassana dua tiga hari...entah siapa yang mengatakan kepada anda demikian. Percayalah siapapun yang mengatakan demikian kepada anda pasti ia hanya berteori... tidak lebih.

Quote
tanpa perlu mengetahui rumusan Empat Kebenaran Mulia dan Paticca Samuppada versi sutta-sutta atau kitab suci, yang malah sering menjadi penghalang untuk dapat melihat fakta dengan jelas seperti apa adanya.

bila anda ingin membuat roket.. mungkinkah dilakukan dengan benar tanpa belajar teori lebih dahulu...? apakah anda sebaiknya menganggap bahwa petunjuk membuat roket hanya menjadi penghalang dan langsung saja membuat roket...?

Saudara Ilalang perlu berapa kalikah saya katakan bahwa Empat Kebenaran Ariya dan Paticcasamuppada adalah pengalaman langsung yang dialami oleh seorang meditator Vipassana? bukan membaca buku...?

Inilah sebabnya saya berani mengatakan bahwa anda "definitely" belum pernah merasakan Nibbana... demikian juga dengan pembimbing anda...
Seorang yang pernah mengalami Nibbana, mengalami empat Kebenaran Ariya dan juga mengalami Paticcasamuppada, itu pasti....

Quote
Soal pandangan salah, saya jadi teringat cerita orang:

"Seorang murid Zen, sebelum berlatih, ia melihat sebuah gunung sebagai gunung,
setelah berlatih beberapa lama, ia melihat gunung bukan sebagai gunung,
setelah tercerahkan, ia melihat gunung sebagai gunung lagi"

Mungkin murid ini waktu melihat gunung bukan sebagai gunung dia sedang halusinasi?

Quote
Semoga kita semua terbebas dari pandangan salah, dan kembali melihat gunung sebagai gunung...

Mungkin lebih baik bila kita komentari demikian,

((("Semoga kita semua terbebas dari pandangan salah, dan tidak pernah melihat gunung sebagai bukan gunung...)))

Semoga anda berbahagia..

sukhi hotu

« Last Edit: 17 October 2008, 12:06:15 AM by fabian c »
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

Offline ilalang

  • Teman
  • **
  • Posts: 50
  • Reputasi: 1
Re: Seberapa jauh Nibbana?
« Reply #98 on: 17 October 2008, 12:55:50 PM »
Quote
Sekali lagi mohon disadari bahwa kata-kata bukanlah yang dikatakan. Orang harus harus luarbiasa sadar jika tidak mau tersesat dalam kata-kata ketika mendiskusikan pengalaman meditasi, sekalipun kata-kata itu dinyatakan dalam sutta-sutta atau kitab suci.

Apabila pengalaman meditasi yang saya lakukan sesuai dengan kitab suci, apakah saya harus mengungkapkan sesuatu yang berbeda dengan kitab suci..?
Tidak ada yang mengharuskan Anda begitu. Sebaliknya saya melihat Anda sulit untuk mengakui pengalaman meditasi yang Anda rasa tidak sesuai dengan sutta-sutta atau kitab suci. CMIIW.


Quote
Dengan sangat menyesal harus saya katakan bahwa, mereka yang telah mengalami Nibbana akan mengalami proses tersebut (paticca samuppada), sedangkan yang tidak mengalami Nibbana maka ia tak akan melihat itu...
Tidak ada yang mengatakan bahwa orang yang mengalami Nibbana tidak mengalami/melihat Paticcasamupada.
Dan Anda belum menjawab pertanyaan saya:
Apa itu "mengalami Paticcasamupada"?

Quote
Tentu  Paticcca Samuppada dan empat kebenaran Ariya hanya merupakan teori bagi anda dan pembimbing anda, karena belum pernah mengalami. Tetapi bagi mereka yang pernah mengalami, itu bukan lagi teori ... tetapi itu adalah pembuktian yang sesungguhnya... dan itulah yang dimaksud dengan Ehipassiko....
Apa itu "mengalami Paticcasamupada"?
Silahkan Anda jelaskan berdasarkan pengalaman Anda.

Quote
Kelihatannya saudara Ilalang, menghindar dari apa yang saya ungkapkan... apakah saudara Ilalang atau pembimbing saudara Ilalang pernah melihat rasa sakit tanpa merasa sakit...?

Anda tidak melihat jawaban saya, tidak mengerti, atau jawaban saya tidak sesuai dengan yang Anda harapkan?
Saya katakan jika fenomena-fenomena [salah satunya rasa sakit] diamati terus menerus secara intens, maka semuanya akan terlihat timbul dan lenyap dengan cepat; begitu cepat hingga semua seperti langsung lenyap begitu diamati. Ini saya alami dalam meditasi, dan tidak perlu dibesar-besarkan.

Saya katakan juga dalam meditasi vipassana saya tidak memusatkan perhatiannya pada satu obyek saja[/b], melainkan mengamati semua fenomena dari kelima arus diri. Dengan meningkatnya kesadaran, semua fenomena [termasuk rasa sakit] seolah-olah langsung lenyap begitu diamati. Dalam hal ini batin tidak terserap dalam fenomena rasa sakit, melainkan terus awas mengamati kelima fenomena arus yang muncul. Hal ini bisa dipahami  karena tidak ada pengamat sebagai subyek yang terpisah dari obyek pengamatannya.

Saya tidak mengerti pertanyaan Anda soal "pembimbing" saya, dan apa kaitannya dalam diskusi ini? Tapi OK-lah saya jawab: "pembimbing-pembimbing" saya tidak pernah merasakan sakit apapun!  Anda tahu siapa "pembimbing-pembimbing" saya?
[Clue: saya sudah ungkapkan siapa itu "pembimbing-pembimbing" saya dalam posting sebelumnya]  :-?

Quote
Sayang sekali saudara Ilalang saya harus membuyarkan mimpi indah anda yang, menganggap bahwa Nibbana bisa dialami oleh setiap orang yang berlatih meditasi Vipassana dua tiga hari...entah siapa yang mengatakan kepada anda demikian. Percayalah siapapun yang mengatakan demikian kepada anda pasti ia hanya berteori... tidak lebih.
Tidak ada yang mengatakan hal-hal di atas dalam diskusi ini. Saya rasa itu cuma asumsi pribadi yang Anda kenakan kepada saya. Jika tidak ingin diskusi kehilangan arah atau berubah menjadi debat kusir, saran saya lepaskan asumsi-asumsi Anda, atau Anda klarifikasikan kepada saya secara terbuka, dengan demikian kita bisa berdiskusi dengan lebih sehat.

Quote
Saudara Ilalang perlu berapa kalikah saya katakan bahwa Empat Kebenaran Ariya dan Paticcasamuppada adalah pengalaman langsung yang dialami oleh seorang meditator Vipassana? bukan membaca buku...?
Kita sedang mendiskusikan soal Meditasi Vipassana, bukan soal membuat roket.
Let's put it this way:
Bisakah Anda menerima kenyataan bahwa seorang meditator Vipassana bisa mengalami Empat Kebenaran Ariya dan Paticcasamuppada tanpa mengetahui teorinya lebih dahulu?

Quote
Inilah sebabnya saya berani mengatakan bahwa anda "definitely" belum pernah merasakan Nibbana... demikian juga dengan pembimbing anda...
Seorang yang pernah mengalami Nibbana, mengalami empat Kebenaran Ariya dan juga mengalami Paticcasamuppada, itu pasti....
Saya tidak pernah mengatakan orang yg pernah mengalami Nibbana, tidak mengalami empat Kebenaran Ariya dan juga mengalami Paticcasamuppada.
Silahkan jawab pertanyaan saya:
Apa itu "mengalami Paticcasamupada"?
Dapatkah Anda melihat arus diri dalam sungai yang mengalir dari saat ke saat?
Dapatkah Anda memahami kematian dan kelahiran pada sehelai daun yang gugur?

Quote
((("Semoga kita semua terbebas dari pandangan salah, dan tidak pernah melihat gunung sebagai bukan gunung...)))
Apakah kita sudah melihat gunung sebagai gunung?
Bukan gunung sebagai teori?

gunung=Paticcasamupada

Offline anak naga

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 16
  • Reputasi: 2
Re: Seberapa jauh Nibbana?
« Reply #99 on: 17 October 2008, 01:11:58 PM »



Quote
Soal pandangan salah, saya jadi teringat cerita orang:

"Seorang murid Zen, sebelum berlatih, ia melihat sebuah gunung sebagai gunung,
setelah berlatih beberapa lama, ia melihat gunung bukan sebagai gunung,
setelah tercerahkan, ia melihat gunung sebagai gunung lagi"

Mungkin murid ini waktu melihat gunung bukan sebagai gunung dia sedang halusinasi?

Quote
Semoga kita semua terbebas dari pandangan salah, dan kembali melihat gunung sebagai gunung...

Mungkin lebih baik bila kita komentari demikian,

((("Semoga kita semua terbebas dari pandangan salah, dan tidak pernah melihat gunung sebagai bukan gunung...)))

Semoga anda berbahagia..

sukhi hotu




Umat Awam melihat gunung sebagai gunung = yang dia lihat adalah tampak luar dari sebuah gunung.

Setelah berlatih (tercerahkan) dia melihat gunung bukan sebagai gunung = biasanya orang yang dari awam (gelap) kemudian tercerahkan  (disinari lampu yang terang benderang) = dia "silau" jadi gunung yang dia lihat itu bukan sebagai gunung .

Setelah Cerah "Matang" = dia melihat gunung sebagai gunung lagi.

Yang membedakan dari awam = melihat gunung sebagai gunung,  Dengan yang Cerah Matang melihat gunung sebagai gunung adalah dalam hal "Kebijaksanaannya"

 _/\_ mohon koreksi ...
« Last Edit: 17 October 2008, 01:15:11 PM by anak naga »

Offline markosprawira

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.449
  • Reputasi: 155
Re: Seberapa jauh Nibbana?
« Reply #100 on: 17 October 2008, 03:06:01 PM »
Sedikit menambahkan mengenai Mulapariyaya Sutta :



Mulapariyaya Sutta berasal dari Majjhima Nikaya, yang artinya Asal Semua Akar. 

Dikatakan dalam sutta tersebut bahwa ada 5 bikkhu yg berpandangan salah karena mereka memegang kuat pada ajaran aliran lain sewaktu mereka belum menjadi pengikut Sang Buddha. 

Sang Buddha lalu berusaha untuk meluruskan pandangan mereka ini dan berkata, "Para bikkhu, akan kuajarkan pada kalian khotbah mengenai akar semua hal.  Dengarkan dan perhatikan dgn cermat apa yg akan kukatakan."
 
Dalam khotbah ini Sang Buddha mengajarkan bahwa di dalam alam semesta ini terdapat tiga golongan makhluk yaitu Assutava Putujjana, yang artinya manusia biasa yg tidak belajar; Sekha, yg artinya siswa dlm pelatihan lebih tinggi; dan Arahat.
 
Assutava Putujjana (1)
Orang-orang yg tergolong dalam kategori ini dapat dikatakan sebagai berikut:
    1. Ariyanam Adassari
    Mereka tidak memiliki rasa hormat kepada manusia-manusia agung
    2. Ariyadhamnussa Akovido
    Mereka yang tidak terampil
    3. Ariyadhamme Avinita
    Mereka yang tidak disiplin di dalam dhamma
    4. Pathavim Pathavito Sanjanati
    Mereka mempersepsikan tanah (Pathavi) sebagai tanah (2)
    5. Pathavim Pathavito Sanjitva
    Mereka lalu mengkonsepsikan (3) [dirinya sebagai] tanah
    6. Pathavim Mannati
    Mereka lalu mengkognisasikan [dirinya terpisah dari] tanah
    7. Pathavim Meti Mannati
    Mereka mengkonsepsikan tanah sebagai "milikku"
    8. Pathavim Abhinandati
    Mereka bersuka cita di dalam konsepsi tanah
 
Lalu Sang Buddha bertanya, "Tam kissa hetu?" (Mengapa demikian?) "Aparinnatam tasmim vadam" (Karena mereka belum sepenuhnya memahami hal itu).  Mereka berpegang pada konsep:
    1. Nicca - kekekalan
    2. Natta - ke"aku"an
    3. Sukha - kepuasan2
 
Sekha
Orang2 ini dapat dikatakan telah mencapai tingkat kesucian, (ariya puggala).
Orang yg tergolong dalam kategori ini adalah:
    1. Sappurisanam Adassari
    Para bikkhu yg berada pd pelatihan yg lebih tinggi
    2. Sappurisadhamnussa Akovido
    Para bikkhu yg belum mencapai tujuan
    3. Sappurisadhamme Avinita
    Para bikkhu yg masih berjuang untuk terbebas dari belenggu
    4. Pathavim Pathavito Abhijanati
    secara langsung mengetahui tanah sebagai tanah
    5. Pathavim Abhinnaya
    berusaha untuk tidak mengkonsepsikan [dirinya sebagai] tanah
    6. Pathavim Ma Mannati
    berusaha untuk tidak mengkognisasikan [dirinya terpisah dari] tanah
    7. Pathavim Ma Meti Mannati
    berusaha untuk tidak menganggap tanah sebagai "milikku"
    8. Pathavim Ma Abhinandati
    berusaha untuk tidak bersukacita di dalam konsepsi tanah
 
Lalu Sang Buddha bertanya, "Tam kissa hetu?" (Mengapa demikian?) "Parinneyyam tasmim vadami " (Karena mereka telah memahami segala yg harus dipahami).
 
Arahat

Orang yg tergolong dalam kategori ini adalah:
    1. Para bikkhu yg telah menghancurkan segala noda
    2. Para bikkhu yg telah mencapai tujuan
    3. Para bikkhu yg telah menghacurkan belenggu-belenggu dan sepenuhnya terbebaskan
    4. Pathavim Pathavito Abhijanati
    secara langsung mengetahui tanah sebagai tanah
    5. Pathavim Abhinnaya
    berhenti mengkonsepsikan [dirinya sebagai] tanah
    6. Pathavim Na Mannati
    berhenti mengkognisasikan [dirinya terpisah dari] tanah
    7. Pathavim Na Meti Mannati
    berhenti menganggap tanah sebagai "milikku"
    8. Pathavim Na Abhinandati
    tidak bersukacita di dalam konsepsi tanah
 
Lalu Sang Buddha bertanya, "Tam kissa hetu?" (Mengapa demikian?) "Parinneyyam tasmim vadami " (Karena mereka telah sepenuhnya memahami segala yg harus dipahami).
 
 
(1) Kita juga sebenarnya tergolong dlm kategori Putujjana tapi bukan Assutava karena kita (belajar) mengenal dhamma, Assutava adalah untuk orang2 yg tidak tahu dhamma sama sekali.
 
(2) Tanah adalah sebagai contoh dan dapat digantikan dengan ke-24 obyek dibawah ini. 

Kelima bikkhu yg saya sebut diatas berpegang pada 24 obyek kepercayaan yg salah sebagai berikut:
EMPAT ELEMEN
    1. Pathavi - tanah
    2. Apo - air
    3. Tejo - api
    4. Vayo - udara
MAKHLUK-MAKHLUK
    5. makhluk-makhluk biasa
    6. dewa-dewa
    7. Pajapati (makhluk yg berdiam di alam kehidupan "halus", dalam bahasa inggris "Fine-Material realms")
    8. Brahma ("Fine-Material")
    makhluk2 yg tidak mempunyai rupa:
        9. Subhakianaka - Para dewa dengan cahaya yg gemerlap
        10. Abhassara - Para dewa dengan keagungan yg memancar
        11. Vehappala - Para dewa dengan buah yg besar
        12. Abhibhu - Sang Penguasa
JHANA-JHANA
    13. landasan ruang tanpa batas
    14. landasan kesadaran yg tanpa batas
    15. landasan ketiadaan
    16. landasan "persepsi" dan "tanpa persepsi"
KHANDA
    17. dittham - dilihat
    18. sutam - didengar
    19. mutam - dirasakan
    20. vinnana - terkognisi
TAHAPAN
    21. ekatham - kesatuan
    22. nanattam - keragamana
    23. sabba - semuanya
            a. mata yg melihat bentuk
            b. telinga yg mendengar suara
            c. hidung yg mencium bau
            d. lidah yg mencicipi rasa
            e. tubuh yg merasakan sentuhan
            f. pikiran yg mengerti dhamma
    24. Nibbana
Ingat bahwa ke 24 obyek ini adalah pandangan yg SALAH.  Kelima bikkhu itu mengkonsepsikan ke 24 obyek diatas dengan cara yg sama.
 
(3) Note: Pikiran kita ini dibagi menjadi tiga tingkat. 
    1. Sanna - persepsi
    2. Vinnana - konsepsi atau bentuk2 pikiran
    3. Panna - Kebijaksanaan yg diperoleh dari konsepsi2, jd mungkin seperti semacam konklusi.

Jadi pertama2 kita ada object, misalnya tanah, lalu kita berpersepsi tentang tanah itu, lalu pikiran itu terus berbuah menimbulkan konsepsi ini itu yg akhirnya menjadi suatu konklusi.
 
Pada akhir khotbah Beliau, kelima bikkhu tsb. tidak puas dengan ajarannya karena mereka masih berpegangan kuat dgn kepercayaan mereka.  Ini adalah khotbah yg pertama, Sang Buddha memberikan khotbah (Dhammacakka Pavathana Sutta) lima kali lagi dan Khotbah Anattalakkhana Sutta dan pada akhirnya mereka mencapai kesempurnaan.
 
Disini dapat dilihat bahwa Buddha memberikan kotbah yang disesuaikan dengan pendengarnya, jadi tidak hanya 1 sutta saja, lalu semua orang bisa tercerahkan

semoga bisa bermanfaat dan mohon koreksi jika ada kesalahan  _/\_

Offline fabian c

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.095
  • Reputasi: 128
  • Gender: Male
  • 2 akibat pandangan salah: neraka atau rahim hewan
Re: Seberapa jauh Nibbana?
« Reply #101 on: 17 October 2008, 06:58:56 PM »
Saudara Ilalang yang baik,

anda mengatakan,

Quote
Quote
Quote
Quote
from: fabian c on Yesterday at 11:57:12 PM
Sekali lagi mohon disadari bahwa kata-kata bukanlah yang dikatakan. Orang harus harus luarbiasa sadar jika tidak mau tersesat dalam kata-kata ketika mendiskusikan pengalaman meditasi, sekalipun kata-kata itu dinyatakan dalam sutta-sutta atau kitab suci.
Apabila pengalaman meditasi yang saya lakukan sesuai dengan kitab suci, apakah saya harus mengungkapkan sesuatu yang berbeda dengan kitab suci..?

Tidak ada yang mengharuskan Anda begitu. Sebaliknya saya melihat Anda sulit untuk mengakui pengalaman meditasi yang Anda rasa tidak sesuai dengan sutta-sutta atau kitab suci. CMIIW.

Saudara Ilalang nampaknya anda hanya dipenuhi oleh asumsi negatif terhadap Tipitaka, yang anda ukur berdasarkan pengalaman anda sendiri... sangat disayangkan anda mengharapkan orang sependapat dengan anda...

Bahkan berasumsi pengalaman saya berbeda dengan Tipitaka...? bila belajar sesuai dengan Tipitaka apa yang anda harapkan...? berbeda dengan Tipitaka? Please....

Coba perhatikan dari awal saya bergabung dengan forum ini, amati semua tulisan saya, adakah saya pernah mengatakan pengalaman saya berbeda dengan tipitaka...? atau mengisyaratkan hal itu...?

Quote
Quote
Dengan sangat menyesal harus saya katakan bahwa, mereka yang telah mengalami Nibbana akan mengalami proses tersebut (paticca samuppada), sedangkan yang tidak mengalami Nibbana maka ia tak akan melihat itu...
Tidak ada yang mengatakan bahwa orang yang mengalami Nibbana tidak mengalami/melihat Paticcasamupada.
Dan Anda belum menjawab pertanyaan saya:
Apa itu "mengalami Paticcasamupada"?

Sudah jelas anda belum pernah mengalami Paticcasamuppada ini saya quote kembali tulisan anda...

Quote
Apa itu "mengalami Paticcasamupada"?
Dapatkah Anda melihat arus diri dalam sungai yang mengalir dari saat ke saat?
Dapatkah Anda memahami kematian dan kelahiran pada sehelai daun yang gugur?

Sekarang anda bertanya.. kelihatannya hanya ingin mencocok-cocokkan, jelas karena anda belum pernah mengalami kan...?

sekali lagi maaf, dengan jelas saya harus katakan bahwa Nibbana hanya dialami oleh seorang Ariya (he directly knows...) maaf kalau saya merusak mimpi indah anda...

Quote
Quote
Tentu  Paticcca Samuppada dan empat kebenaran Ariya hanya merupakan teori bagi anda dan pembimbing anda, karena belum pernah mengalami. Tetapi bagi mereka yang pernah mengalami, itu bukan lagi teori ... tetapi itu adalah pembuktian yang sesungguhnya... dan itulah yang dimaksud dengan Ehipassiko....
Apa itu "mengalami Paticcasamupada"?
Silahkan Anda jelaskan berdasarkan pengalaman Anda.

Hal ini memang tak pernah saya singgung dalam tulisan-tulisan saya sebelumnya... (karena saya tidak mau nanti ditiru-tiru seperti tulisan saya mengenai khanika samadhi), coba tanyakan kepada pembimbing anda yang mengatakan bahwa pemeditator versi dia telah mengalami Nibbana... tanyakan pengalaman dia.... emas asli akan nampak jika di uji....

bahkan Empat Kebenaran Ariya saja belum pernah mengalami... malah mengatakan itu hanya sekedar teori.... Saudara Ilalang saya harus katakan seseorang yang pernah mencicipi Nibbana akan mengalami Empat Kebenaran Ariya juga...

Quote
Quote
Kelihatannya saudara Ilalang, menghindar dari apa yang saya ungkapkan... apakah saudara Ilalang atau pembimbing saudara Ilalang pernah melihat rasa sakit tanpa merasa sakit...?
Anda tidak melihat jawaban saya, tidak mengerti, atau jawaban saya tidak sesuai dengan yang Anda harapkan?
Saya katakan jika fenomena-fenomena [salah satunya rasa sakit] diamati terus menerus secara intens, maka semuanya akan terlihat timbul dan lenyap dengan cepat; begitu cepat hingga semua seperti langsung lenyap begitu diamati. Ini saya alami dalam meditasi, dan tidak perlu dibesar-besarkan.

Inilah pengujian praktek yang sesungguhnya... bila seseorang pernah mengalami maka ia akan mengerti apa yang saya maksud... Saudara Ilalang, seseorang yang belum pernah mencicipi rasa mangga tak akan mengerti bila dikatakan mengenai mangga, walau ia berusaha mencari tahu mengenai rasa mangga dengan mengaduk-aduk perpustakaan maka ia tak akan mengerti rasa mangga, jawaban anda yang mengatakan rasa sakit timbul lenyap mencerminkan hal itu... anda belum pernah mengalami...

Quote
Saya katakan juga dalam meditasi vipassana saya tidak memusatkan perhatiannya pada satu obyek saja[/b], melainkan mengamati semua fenomena dari kelima arus diri. Dengan meningkatnya kesadaran, semua fenomena [termasuk rasa sakit] seolah-olah langsung lenyap begitu diamati. Dalam hal ini batin tidak terserap dalam fenomena rasa sakit, melainkan terus awas mengamati kelima fenomena arus yang muncul. Hal ini bisa dipahami  karena tidak ada pengamat sebagai subyek yang terpisah dari obyek pengamatannya.

Saudara Ilalang, anda hanya berteori, disini nampak anda tidak bisa melihat terpisahnya nama-rupa, sebenarnya disinilah kuncinya, oleh karena mengatakan bahwa subjek tidak terpisah dengan objek maka saya berani katakan terus terang dan terbuka di forum ini bahwa yang anda alami bukan Nibbana, anda tak pernah mengalami nibbana....

Quote
Saya tidak mengerti pertanyaan Anda soal "pembimbing" saya, dan apa kaitannya dalam diskusi ini? Tapi OK-lah saya jawab: "pembimbing-pembimbing" saya tidak pernah merasakan sakit apapun!  Anda tahu siapa "pembimbing-pembimbing" saya?
[Clue: saya sudah ungkapkan siapa itu "pembimbing-pembimbing" saya dalam posting sebelumnya] 

Ya maaf saya memang kurang tahu, mungkin Kho Ping Hoo ya...? sebab saya baca tulisan anda sebelumnya mengenai Kho Ping Hoo, saya juga pengagum kho Ping Hoo dengan semua dongengnya... bahkan sudah membaca semua semua bukunya beserta filosfi nya yang dijiplak dari filosofi orang lain, filosofi ditambahkan di belakang dengan tujuan menambah halaman.. belakangan sebelum meninggal ia masuk K*****n, maaf out of topic.

Quote
Quote
Sayang sekali saudara Ilalang saya harus membuyarkan mimpi indah anda yang, menganggap bahwa Nibbana bisa dialami oleh setiap orang yang berlatih meditasi Vipassana dua tiga hari...entah siapa yang mengatakan kepada anda demikian. Percayalah siapapun yang mengatakan demikian kepada anda pasti ia hanya berteori... tidak lebih.
Tidak ada yang mengatakan hal-hal di atas dalam diskusi ini. Saya rasa itu cuma asumsi pribadi yang Anda kenakan kepada saya. Jika tidak ingin diskusi kehilangan arah atau berubah menjadi debat kusir, saran saya lepaskan asumsi-asumsi Anda, atau Anda klarifikasikan kepada saya secara terbuka, dengan demikian kita bisa berdiskusi dengan lebih sehat.

Maaf, mungkin dugaan saya salah.. bila demikian coba tolong di koreksi, berapa lama anda bermeditasi...?

Quote
Quote
Saudara Ilalang perlu berapa kalikah saya katakan bahwa Empat Kebenaran Ariya dan Paticcasamuppada adalah pengalaman langsung yang dialami oleh seorang meditator Vipassana? bukan membaca buku...?
Kita sedang mendiskusikan soal Meditasi Vipassana, bukan soal membuat roket.
Let's put it this way:
Bisakah Anda menerima kenyataan bahwa seorang meditator Vipassana bisa mengalami Empat Kebenaran Ariya dan Paticcasamuppada tanpa mengetahui teorinya lebih dahulu?

Pertanyaan anda menyimpang dari pernyataan saya, Seorang yang mengalami Nibbana juga akan mengalami Empat Kebenaran Ariya.. serta paticcasamuppada...Itu bukan hanya teori... Bila belum mengalami berarti belum pernah merasakan Nibbana... tak mungkin melihat/mengalami Paticcasamupada bila  belum pernah mengalami Nibbana. Saya bicara praktek bukan teori..

Anda mengklaim bahwa putthujana pernah mengalami Nibbana tentu anda bisa menerangkan pengalaman Nibbananya bagaimana...?

Quote
Quote
Inilah sebabnya saya berani mengatakan bahwa anda "definitely" belum pernah merasakan Nibbana... demikian juga dengan pembimbing anda...
Seorang yang pernah mengalami Nibbana, mengalami empat Kebenaran Ariya dan juga mengalami Paticcasamuppada, itu pasti....
Saya tidak pernah mengatakan orang yg pernah mengalami Nibbana, tidak mengalami empat Kebenaran Ariya dan juga mengalami Paticcasamuppada.

Apakah anda maksudkan anda pernah mengalami Empat Kebenaran Ariya dan paticcasamuppada? tolong diperjelas....

Quote
Silahkan jawab pertanyaan saya:
Apa itu "mengalami Paticcasamupada"?

Anda punya pembimbing atau belajar sendiri..? bila anda punya pembimbing tanyakan kepada pembimbing anda. Hanya bila pembimbing anda menyatakan ia belum pernah mengalami baru bertanya kepada saya.

Quote
Dapatkah Anda melihat arus diri dalam sungai yang mengalir dari saat ke saat?

Saya tidak melihat arus diri, yang saya lihat adalah kelima faktor batin yaitu:
jasmani, kesadaran, ingatan/persepsi, perasaan dan bentuk-bentuk pikiran terus berproses dan saling berinteraksi.

Quote
Dapatkah Anda memahami kematian dan kelahiran pada sehelai daun yang gugur?

Maksud anda...? bila muncul dan layu, anak kecilpun bisa melihat itu...

Quote
Quote
((("Semoga kita semua terbebas dari pandangan salah, dan tidak pernah melihat gunung sebagai bukan gunung...)))
Apakah kita sudah melihat gunung sebagai gunung?

Saya selalu melihat gunung sebagai gunung, saya tak pernah melihat gunung sebagai mobil atau burung...

Quote
Bukan gunung sebagai teori?

saya melihat langsung gunung gede dan Pangrango, saya tidak berteori.

Quote
gunung=Paticcasamupada

Aneh.. mendadak anda menyinggung Paticcasamuppada yang tak pernah anda alami..?

Besok-besok mungkin anda tulis anda pernah mengalami Paticcasamuppada?

Oh ya, terima kasih atas postingan saudara markos jadi bisa langsung di copy paste kan... _/\_

Assutava Putujjana (1)
Orang-orang yg tergolong dalam kategori ini dapat dikatakan sebagai berikut:

    1. Ariyanam Adassari
    Mereka tidak memiliki rasa hormat kepada manusia-manusia agung

menganggap para Arahat penghafal Tipitaka salah... bahkan menganggap para Arahat memanipulasi ajaran Sang Buddha...

    2. Ariyadhamnussa Akovido
    Mereka yang tidak terampil

mereka yang menganggap telah mengalami padahal belum mengalami.

    3. Ariyadhamme Avinita
    Mereka yang tidak disiplin di dalam dhamma

Mereka yang tidak mempraktikkan Dhamma dengan benar, tetapi beranggapan bahwa ia telah mengalami Dhamma.

    4. Pathavim Pathavito Sanjanati
    Mereka mempersepsikan tanah (Pathavi) sebagai tanah (2)

Mereka yang tenggelam dalam persepsi dan asumsi-asumsi yang tidak sejalan dengan Dhamma

    5. Pathavim Pathavito Sanjitva
    Mereka lalu mengkonsepsikan (3) [dirinya sebagai] tanah
    6. Pathavim Mannati
    Mereka lalu mengkognisikan [dirinya terpisah dari] tanah

Mereka juga menganggap telah mengalami dan menyelami Dhamma.

    7. Pathavim Meti Mannati
    Mereka mengkonsepsikan tanah sebagai "milikku"

Mereka (menganggap) Inilah Dhamma yang sesungguhnya dan melekat kepadanya, menganggap ini milikku....

    8. Pathavim Abhinandati
    Mereka bersuka cita di dalam konsepsi tanah

Mereka bersukacita dalam asumsi-asumsi tanpa mengetahui bahwa itu hanya asumsi...

(((semoga kita semua terbebas dari pandangan salah)))

Semoga saudara Ilalang berbahagia selalu..

« Last Edit: 17 October 2008, 07:10:26 PM by fabian c »
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

Offline cham3leon

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 39
  • Reputasi: 2
  • Gender: Male
Re: Seberapa jauh Nibbana?
« Reply #102 on: 18 October 2008, 12:27:49 AM »
 _/\_
mohon penjelasan lebih lanjutt..mungkin dalam bentuk sharing pengalaman rekan ilalang..
atau mungkin pengertian nibbana rekan ilalang, berbeda dari rekan-rekan??

semoga saya bisa ikut tercerahkan... _/\_


Offline Adhitthana

  • Sebelumnya: Virya
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.508
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
Re: Seberapa jauh Nibbana?
« Reply #103 on: 18 October 2008, 10:50:09 PM »
Bukanlah pengertian Nibbana adalah tidak ada Dukkha dan tidak ada Sukha?

Mohon Pencerahan .... kalo salah  _/\_
  Aku akan mengalami Usia tua, aku akan menderita penyakit, aku akan mengalami kematian. Segala yang ku Cintai, ku miliki, dan ku senangi akan Berubah dan terpisah dariku ....

Offline ilalang

  • Teman
  • **
  • Posts: 50
  • Reputasi: 1
Re: Seberapa jauh Nibbana?
« Reply #104 on: 19 October 2008, 12:05:48 AM »
Quote
Tidak ada yang mengharuskan Anda begitu. Sebaliknya saya melihat Anda sulit untuk mengakui pengalaman meditasi yang Anda rasa tidak sesuai dengan sutta-sutta atau kitab suci. CMIIW.

Saudara Ilalang nampaknya anda hanya dipenuhi oleh asumsi negatif terhadap Tipitaka, yang anda ukur berdasarkan pengalaman anda sendiri... sangat disayangkan anda mengharapkan orang sependapat dengan anda...

Bahkan berasumsi pengalaman saya berbeda dengan Tipitaka...? bila belajar sesuai dengan Tipitaka apa yang anda harapkan...? berbeda dengan Tipitaka? Please....

Coba perhatikan dari awal saya bergabung dengan forum ini, amati semua tulisan saya, adakah saya pernah mengatakan pengalaman saya berbeda dengan tipitaka...? atau mengisyaratkan hal itu...?

Maksud tulisan dalam huruf biru diatas adalah:
"pengalaman meditasi [orang lain]"; ...bukannya:
"pengalaman meditasi [Anda]"

Saya tidak pernah mempersoalkan pengalaman meditasi Anda, atau siapapun. Jadi harap jangan panik dulu. 
Kita sedang membahas meditasi orang lain, dalam hal ini meditasi saya bukan?  Anda yang menilai pengalaman meditasi saya, menilai tingkat-tingkat nyana, menguji dengan Paticcasamuppada, berapa lama saya meditasi, mengatakan saya bermimpi Nibbana, dst. Bahkan Mulapariyaya-Sutta digunakan untuk menghakimi orang lain. Untuk itukah Anda belajar Tipitaka? Maaf.
 
Saya sih tidak akan mengukur-ukur pengalaman meditasi orang seperti bayangan Anda. Sikap saya jelas. Tiap orang, Anda, rekan Markos, rekan Hendra, siapapun, akan memutuskan langkah dan jalannya masing-masing. Silahkan meneruskan sampai akhir. Jadi jangan khawatir saya akan men-judge macam pendeta keristen abad pertengahan di pengadilan inkuisisi.

Quote
Pertanyaan anda menyimpang dari pernyataan saya, Seorang yang mengalami Nibbana juga akan mengalami Empat Kebenaran Ariya.. serta paticcasamuppada... Itu bukan hanya teori... Bila belum mengalami berarti belum pernah merasakan Nibbana... tak mungkin melihat/mengalami Paticcasamupada bila  belum pernah mengalami Nibbana. Saya bicara praktek bukan teori..

Anda mengklaim bahwa putthujana pernah mengalami Nibbana tentu anda bisa menerangkan pengalaman Nibbananya bagaimana...?
Aneh, dimana saya bilang putthujana pernah mengalami Nibbana?
Yang didiskusikan adalah "mencicipi Nibbana", dan sudah saya jelaskan berkali-kali. Masalah Anda tidak bisa menerima istilah "mencicipi Nibbana", itu hak Anda. Bukan lantas memaksakan istilah "Nibbana" yang Anda anut kepada orang lain.

Quote
Apakah anda maksudkan anda pernah mengalami Empat Kebenaran Ariya dan paticcasamuppada? tolong diperjelas....
Kami belajar dari kearifan sungai dan hutan. Merekalah "pembimbing" kami. Di dalam belajar mengamati aliran sungai dan runtuhnya daun-daun, kami mungkin menemukan Kebenaran yang dirumuskan dalam kitab suci sebagai Empat Kebenaran Ariya dan Paticcasamuppada. 

Quote
Anda punya pembimbing atau belajar sendiri..? bila anda punya pembimbing tanyakan kepada pembimbing anda. Hanya bila pembimbing anda menyatakan ia belum pernah mengalami baru bertanya kepada saya.
Anda menggunakan parameter Anda sendiri untuk menilai orang lain, dan ketika diminta penjelasan mengenai parameter Anda, Anda menghindar dengan alasan takut ditiru-tiru, malah menanyakan soal pembimbing dsb. Terus terang saya kesulitan mengikuti arah diskusi Anda.


Quote
Quote
Dapatkah Anda melihat arus diri dalam sungai yang mengalir dari saat ke saat?
Saya tidak melihat arus diri, yang saya lihat adalah kelima faktor batin yaitu:
jasmani, kesadaran, ingatan/persepsi, perasaan dan bentuk-bentuk pikiran terus berproses dan saling berinteraksi.
Anda menyebutnya proses, kami menyebutnya arus. Kami belajar dari arus sungai yang mengalir, berubah tanpa henti, tidak ada yang menetap. Kami memahami jika orang tidak ingin arus sungai mengalir seperti apa adanya, maka dia akan sangat menderita. Jika orang memahami dan menerima sifat sungai yang berubah terus menerus,  terlepas dari suka dan tidak suka, maka dia akan bebas. Mengetahui secara langsung keberadaan arus ini, kosong akan aku yang kekal, adalah menemukan kebebasan.

Quote
Quote
Dapatkah Anda memahami kematian dan kelahiran pada sehelai daun yang gugur?
Maksud anda...? bila muncul dan layu, anak kecilpun bisa melihat itu...
Setiap saat hutan terus menerus memberikan ajarannya kepada kami. Daun berguguran dan kami menyapunya. Walaupun demikian, bahkan ketika sedang menyapu dan akhir dari jalan setapak telah dibersihkan, kami bisa melihat ke belakang, ke ujung jalan yang lain, dan menyaksikan daun-daun mulai berserakan menutupi jalan yang baru disapu tadi. Kehidupan kita bagaikan nafas, bagaikan daun yang tumbuh dan gugur. Jika orang bisa benar-benar memahami tentang daun yang berguguran, dia bisa menyapu jalan setiap hari dan menemukan kebebasan dalam dunia yang senantiasa berubah ini.

Bisakah kita memahami ini secara mendalam? Mengalami sendiri, melihat sendiri kebenaran yang begitu wajar dan sederhana. Dalam keheningan vipassana, selagi mengamati sungai yang mengalir dan helai daun yang berguguran...menyadari aku...yang adalah sungai itu dan daun itu...mengalir, lahir dan mati... menyadari bahwa akhir dari setiap hari adalah juga akhir dari diri kita setiap hari.

Quote
Oh ya, terima kasih atas postingan saudara markos jadi bisa langsung di copy paste kan... _/\_

Assutava Putujjana (1)
Orang-orang yg tergolong dalam kategori ini dapat dikatakan sebagai berikut:
1. Ariyanam Adassari

Dunia di dalam dan di sekeliling kita selalu berada dalam dualitas, tidak pernah satu sisi. Tidak pernah seorang itu sepenuhnya suci atau sesat. Saya adalah orang sesat dan Anda juga orang sesat.  Tetapi suatu hari orang sesat ini akan menjadi Brahma lagi, suatu hari akan mencapai 'nibbana', suatu hari akan menjadi seorang Buddha.

Kini "suatu hari" itu adalah khayalan; karena kita menderita khayalan bahwa waktu itu adalah sesuatu yang nyata. Dalam keheningan meditasi, sangat mungkin untuk menghalau waktu, untuk melihat dengan seketika, masa kini dan masa lalu.

 

anything