Bedanya adalah kalau dalam versi Udana, tuntunan kepada Bahiya tidak dimulai dengan pendahuluan mengenai moralitas (sila), dan bimbingan Satipatthana-nya adalah mengenai Salayatana (enam landasan indriah), bukan panca khanda.
Dalam versi Udana (dan Dhammapada Atthakatha) dijelaskan juga bagaimana Bahiya bisa bertemu dengan Buddha, juga diceritakan tentang kematian Bahiya tidak lama setelah mendengar khotbah itu karena diseruduk sapi ngamuk.
Kalo dalam Abhidhamma...
Salayatana terdiri dari :
1. Cakkhu (mata)
2. Sota (telinga)
3. Ghana (hidung)
4. Jivha (lidah)
5. Kaya (Jasmani)
6. Mano (pikiran)
No. 1-5 = Rupa
No. 6 = Nama (batin)
Jadi salayatana juga terdiri dari Nama dan Rupa....seperti Pancakkhandha yg terdiri dari Nama dan Rupa.
_/\_ :lotus:
gitu donk
biar adil
jgn kita2 j melulu diserang... hehehe...
Ya, biarpun secara isi ga bertentangan, sudah pasti salah satu sutta tersebut salah secara kutipan dan tulisan.
Jadi bagaimana sikap umat Theravada terhadap kenyataan ini?
by kainyn
Pertentangan dalam hal ajaran sih, sepertinya tidak ada. Tapi kalo dari sudut pandang kisahnya, sungguh beda jauh. Misalnya setelah itu Bahiya dikatakan mengasingkan diri dan mencapai Arahatta, sementara dalam kisah lainnya, Bahiya mencapai Arahatta di tempat itu juga, bahkan sebelum Buddha mengajarkan sampai selesai. Itu sebabnya Bahiya dinyatakan (dalam Anguttara Nikaya) sebagai yang tercepat dalam mendapat pengetahuan (khippābhiññānam).
satu pertanyaan dari saya
no offense loh
bagaimanakah pandangan theravada terhadap yang diluar dari theravada ?
apakah adalah salah dan tidak benar dengan kata lain sesat?
_/\_
satu pertanyaan dari saya
no offense loh
bagaimanakah pandangan theravada terhadap yang diluar dari theravada ?
apakah adalah salah dan tidak benar dengan kata lain sesat?
_/\_
satu pertanyaan dari saya
no offense loh
bagaimanakah pandangan theravada terhadap yang diluar dari theravada ?
apakah adalah salah dan tidak benar dengan kata lain sesat?
_/\_
bahkan jika ada member yg menjawab apakah itu bisa mewakili pandangan theravada? siapakah di sini yg berani mewakili theravada? jadi INVALID QUESTION
satu pertanyaan dari saya
no offense loh
bagaimanakah pandangan theravada terhadap yang diluar dari theravada ?
apakah adalah salah dan tidak benar dengan kata lain sesat?
_/\_
melihatnya dengan Sabbe satta bhavantu sukhitata.
satu pertanyaan dari saya
no offense loh
bagaimanakah pandangan theravada terhadap yang diluar dari theravada ?
apakah adalah salah dan tidak benar dengan kata lain sesat?
_/\_
^-^Ya, tidak, bisa
ternyata ada juga thread ini...
"Akhirnya datang juga"
kalo gitu pertanyaan kritis dari saya deh....
Apakah dalam Theravada, altar dan patung dimaklumi ?
Apakah altar dan patung diharuskan?
Bisakah melakukan puja tanpa altar dan patung?
satu pertanyaan dari saya
no offense loh
bagaimanakah pandangan theravada terhadap yang diluar dari theravada ?
apakah adalah salah dan tidak benar dengan kata lain sesat?
_/\_
bahkan jika ada member yg menjawab apakah itu bisa mewakili pandangan theravada? siapakah di sini yg berani mewakili theravada? jadi INVALID QUESTION
waks.... gugur dech, pertanyaan gw...
tapi jawaban-nya itu loh, hehehe.... lsg straight
bener walau ada yang beberapa orang yang keliatan beranggapan demikian, tapi itu tidak mewakili institusi yang bersangkutan
cuma beberapa oknum saja...
walau aku juga tidak jelas aliran-nya, tapi aku juga mengganggap hal itu demikian ada-nyasatu pertanyaan dari saya
no offense loh
bagaimanakah pandangan theravada terhadap yang diluar dari theravada ?
apakah adalah salah dan tidak benar dengan kata lain sesat?
_/\_
melihatnya dengan Sabbe satta bhavantu sukhitata.
reply, tulisan nya kecil bangettttssssss............ ;D
^-^
ternyata ada juga thread ini...
"Akhirnya datang juga"
kalo gitu pertanyaan kritis dari saya deh....
Apakah dalam Theravada, altar dan patung dimaklumi ?
Apakah altar dan patung diharuskan?
Bisakah melakukan puja tanpa altar dan patung?
Kalo saya pribadi sih biasa aja, ga bermasalah dengan paham non theravada bahkan tiap minggu pun biasa pindah2 vihara :P
Tujuan ke vihara adl utk menambah saddha, utk menambah kusala kamma, bukan melihat dari mereknya... ;)
Tapi kalau dalam diskusi misal spt mengenai Samboghakaya, sudah jelas bhw konsep ini tidak ada dalam Theravada, jadi bukan bilang bhw pandangan yg menyebutkan mengenai Samboghakaya adalah salah
Demikian juga dengan konsep bhw setelah parinibbana, masih ada alam para Buddha..... itupun tidak ada di theravada, pun bukan bermaksud bilang bhw pandangan itu salah
salah atau tidak, hanyalah konsep subjektifitas saja. Ketimbang meributkan mana yg benar atau salah yg udah jelas akan berbeda pada setiap orang, saya rasa akan lebih baik jika kita melihat mana yg kusala dan akusala (bermanfaat dan tidak bermanfaat bagi batin) _/\_
Kalo saya pribadi sih biasa aja, ga bermasalah dengan paham non theravada bahkan tiap minggu pun biasa pindah2 vihara :P
Tujuan ke vihara adl utk menambah saddha, utk menambah kusala kamma, bukan melihat dari mereknya... ;)
Tapi kalau dalam diskusi misal spt mengenai Samboghakaya, sudah jelas bhw konsep ini tidak ada dalam Theravada, jadi bukan bilang bhw pandangan yg menyebutkan mengenai Samboghakaya adalah salah
Demikian juga dengan konsep bhw setelah parinibbana, masih ada alam para Buddha..... itupun tidak ada di theravada, pun bukan bermaksud bilang bhw pandangan itu salah
salah atau tidak, hanyalah konsep subjektifitas saja. Ketimbang meributkan mana yg benar atau salah yg udah jelas akan berbeda pada setiap orang, saya rasa akan lebih baik jika kita melihat mana yg kusala dan akusala (bermanfaat dan tidak bermanfaat bagi batin) _/\_
wuih, good answer
jd terbuka wawasan saya, semoga demikian hal nya yang lain :P
kasi daa......
ups... ga bisa bro musti tunggu 1 bulan lg
Sorry, you can't repeat a karma action without waiting 720 hours.
:whistle:
relatip ahh
jahhh, langsung dapet brp :(
Kata "Sesat" memang memiliki konotasi yg SANGAT buruk sih, sama seperti kata "ATHEIST" misalnyaaye ga atheis bro, cuma monotheis freelance... :P
[at] capin: secara umum di masyarakat lah. kalo buat kite-kite yah biasa aja. btw bukan aye loh nyang brp in...^
'Itu tidak benar, itu salah, itu bukan jalan kami, itu tidak ada pada kami.'"
Digha Nikaya, Brahmajala Sutta
sesuai dengan yang diajarkan Sang Buddha, jangan marah, jangan esmosi.
bilang aja hal itu tidak ada pada kami, hal itu tidak diajarkan guru kami.
makanya bilang sesat, karena hal itu tidak diajarkan guru kami ;D
satu pertanyaan dari sayasaudara Navis,
no offense loh
bagaimanakah pandangan theravada terhadap yang diluar dari theravada ?
apakah adalah salah dan tidak benar dengan kata lain sesat?
_/\_
kalo om mercedes sendiri lebih prefer kemana :-? Thera apa Maha ?xixixi....
saudara Bond ada bagus nya kalau ditambah sebagai.
Mudah2an membantu silakan dimulai kalo ada yg mau tanya, diskusi ini tidak ditujukan untuk menjatuhkan antar aliran. ( ditambah )
melainkan mencari mana yang benar mana yang salah......dan kenyataan sebagai acuan kebenaran.
itupun kalau anda mau . ^^
metta.
[at] mercedesiMo, mungkin mksdnya mercedes, pencerahan itu termasuk kategori seperti 'surga' yg masih XX dan belum direalisasikan..
kebenaran kan menurut loe?
emang loe uda mencapai pencerahan?
kalo om mercedes sendiri lebih prefer kemana :-? Thera apa Maha ?terkait dengan konsep,
[at] mercedessaduara navis
kebenaran kan menurut loe?
emang loe uda mencapai pencerahan?
no offense loh,
tapi loe bicara seakan akan loe uda mencapai pencerahan...
bisa tau mana yang merupakan kenyataan sebagai acuan kebenaran ;D
sedikit intermezzo:
uda ah, pulang dulu, jalan cengkareng mo ditutup jam 20:00 sampai 05:00 sumber: wartakota
wuihh rame yakk...
apakah setiap pendiskusi disini menjalankan apa yg harus d jalankan, dan tidak melakukan apa yang harus tidak dilakukan
?
Dari yg akan mencapai pengelapan sempurna:
Bagaimana tanggapan theravada apabila ada sutta palsu yang disebarluaskan
jawaban:
ada yg marah2
ada yang biasa saja
ada yang tertawa
ada yang sedih...
it's all relative
^-^
ternyata ada juga thread ini...
"Akhirnya datang juga"
kalo gitu pertanyaan kritis dari saya deh....
Apakah dalam Theravada, altar dan patung dimaklumi ?
Ya
Apakah altar dan patung diharuskan?
Tidak
Bisakah melakukan puja tanpa altar dan patung?
Bisa, nih dirumah relik Sang Buddha yang saya puja :P
gak pernah dengar roda kecil, dapet di mana tuh ceng?
^ada
bukan kah ditheravada juga mengakui adanya buddha buddha sebelum nya sebelum buddha sakyamuni?
apakah panca dhayani buddha tidak berlaku di theravada,panca dhayani itu eksklusif Mahayana.
bukan kah salah satu panca dhayani buddha itu menghadap sebelah barat adalah buddha Amitabha?
bagaimana pandangan theravada terhadap buddha Amitabha?tidak ada di Tipitaka dan tidak ada di Kitab-kitab komentar.
tidak mengakui ato mengakui?
kenapa negara seperti sri langka, burma, ama thailand
yang menganut paham Theravada begitu suram, begitu kelam, ato begitu ribut, tidak pernah damai?
apakah yang menyebabkan hal demikian?
lain halnya seperti negara Tiongkok yang menganut paham Mahayana begitu berkembang?
apakah yang menyebabkan hal demikian?
no offense,
navis
sesuai dengan yang diajarkan Sang Buddha, jangan marah, jangan esmosi.
bilang aja hal itu tidak ada pada kami, hal itu tidak diajarkan guru kami.
makanya bilang sesat, karena hal itu tidak diajarkan guru kami ;D
kan yg guru kami itu gurunya dia dia juga... (kami = theravada dan mahayana) :))
bagaimana pandangan theravada mengenai cheng beng alias sembahyang ke kuburan?
apakah itu merupakan haram? sesuai fatwa Theravada?
no offense,
navis
^
^
trus bukan nya suatu agama seharusnya mencerminkan penduduknya ??? ;D
no offense loh,
apakah karena terlalu kaku n ketat sehingga mereka menjadi terkekang?
memang sich, dalam hal ini tidak bisa menyalahkan agama, apakah harus menyalahkan manusia-nya ???
trus permasalahan nya terletak dimana ???
CMIIW,
navis
^
^
trus bukan nya suatu agama seharusnya mencerminkan penduduknya ??? ;D
no offense loh,
apakah karena terlalu kaku n ketat sehingga mereka menjadi terkekang?
memang sich, dalam hal ini tidak bisa menyalahkan agama, apakah harus menyalahkan manusia-nya ???
trus permasalahan nya terletak dimana ???
CMIIW,
navis
^
^
trus bukan nya suatu agama seharusnya mencerminkan penduduknya ??? ;D
no offense loh,
apakah karena terlalu kaku n ketat sehingga mereka menjadi terkekang?
memang sich, dalam hal ini tidak bisa menyalahkan agama, apakah harus menyalahkan manusia-nya ???
trus permasalahan nya terletak dimana ???
CMIIW,
navis
ga salah bro? coba deh bro ke thailand, lalu bandingin ama Tiongkok....
wkt saya ke bangkok, pattaya dan ayutthaya, masyarakat disana begitu ramah. Jika kita kesulitan bahasa, jauh lebih bnyk org yg bersedia membantu.... bahkan supir taksi aja liat gambar, mau bantu utk tanya di sepanjang jalan.....
wkt 1 bulan lalu ke tiongkok (beijing dan tianjin), mayoritas penduduk disana judes2.
Jualan di toko aja, kalo kita nanya, jawab sambil "sedikit" bentak.
Taksi kalo disodorin peta yg ada bhs chinese, mayoritas juga langsung tutup pintu en ga mo angkut
Di kereta MRT, bnyk org tua berdiri, sementara anak muda cuek aja duduk
Gembel, pengemis, peminta2 bukannya tidak ada tapi didorong utk pindah ke pinggiran kota, tidak boleh ada di pusat kota
Generasi muda mengalami "culture shock" karena tradisi setempat yg kuat tapi ada tradisi dari barat yg bebas
Nah saya ga tau deh kalo anda udah pergi juga dan mengalami hal yg berbeda
sorry no offense, cuma sharing mengenai kondisi negara
bagaimana pandangan theravada mengenai cheng beng alias sembahyang ke kuburan?
apakah itu merupakan haram? sesuai fatwa Theravada?
no offense,
navis
dear bro navis,
seingat saya ada beberapa versi mengenai cheng beng dan rata2 berasal dari tradisi tiongkok, bukan dari buddhism loh.......
pun, boleh minta informasi mengenai fatwa theravada yang menyatakan cheng beng haram? saya sih belum dengar....
ngeramein ah...
http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/sn/sn02/sn02.009.piya.html
http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/sn/sn02/sn02.009.piya.html
di dua sutta di atas disebut2 ada dewa matahari sama dewa bulan, suriya dan rahu, di mana suriya ditangkap sama rahu. kedua dewa ini dikenal baik dalam hindu.
1. apa dewa2 ini benar2 dikenal di theravada padahal mereka dah dikenal jauh2 hari di hindu?
2. kalo memang ada dewa bulan dan dewa matahari, mereka ini kerjaannya ngapain? bukankah matahari dan bulan semuanya bekerja sesuai hukum alam (gravitasi, energy, dll)?
http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/dn/dn.20.0.piya.html
di sutta di atas disebutkan dewa2 dari 10.000 tata surya berkumpul menemui Buddha.
3. kok dewa2 yg disebut di sutta itu semuanya dewa2 "lokal" dari himalaya, dsb? kok gak ada dewa dari eropa, amrik, afrika atau aussie? katanya dari 10.000 tata surya? kendala bahasa kah?
iseng ;D
ngeramein ah...
http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/sn/sn02/sn02.009.piya.html
http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/sn/sn02/sn02.009.piya.html
di dua sutta di atas disebut2 ada dewa matahari sama dewa bulan, suriya dan rahu, di mana suriya ditangkap sama rahu. kedua dewa ini dikenal baik dalam hindu.
1. apa dewa2 ini benar2 dikenal di theravada padahal mereka dah dikenal jauh2 hari di hindu?
2. kalo memang ada dewa bulan dan dewa matahari, mereka ini kerjaannya ngapain? bukankah matahari dan bulan semuanya bekerja sesuai hukum alam (gravitasi, energy, dll)?
http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/dn/dn.20.0.piya.html
di sutta di atas disebutkan dewa2 dari 10.000 tata surya berkumpul menemui Buddha.
3. kok dewa2 yg disebut di sutta itu semuanya dewa2 "lokal" dari himalaya, dsb? kok gak ada dewa dari eropa, amrik, afrika atau aussie? katanya dari 10.000 tata surya? kendala bahasa kah?
iseng ;D
^
^
trus bukan nya suatu agama seharusnya mencerminkan penduduknya ??? ;D
no offense loh,
apakah karena terlalu kaku n ketat sehingga mereka menjadi terkekang?
memang sich, dalam hal ini tidak bisa menyalahkan agama, apakah harus menyalahkan manusia-nya ???
trus permasalahan nya terletak dimana ???
CMIIW,
navis
ga salah bro? coba deh bro ke thailand, lalu bandingin ama Tiongkok....
wkt saya ke bangkok, pattaya dan ayutthaya, masyarakat disana begitu ramah. Jika kita kesulitan bahasa, jauh lebih bnyk org yg bersedia membantu.... bahkan supir taksi aja liat gambar, mau bantu utk tanya di sepanjang jalan.....
wkt 1 bulan lalu ke tiongkok (beijing dan tianjin), mayoritas penduduk disana judes2.
Jualan di toko aja, kalo kita nanya, jawab sambil "sedikit" bentak.
Taksi kalo disodorin peta yg ada bhs chinese, mayoritas juga langsung tutup pintu en ga mo angkut
Di kereta MRT, bnyk org tua berdiri, sementara anak muda cuek aja duduk
Gembel, pengemis, peminta2 bukannya tidak ada tapi didorong utk pindah ke pinggiran kota, tidak boleh ada di pusat kota
Generasi muda mengalami "culture shock" karena tradisi setempat yg kuat tapi ada tradisi dari barat yg bebas
Nah saya ga tau deh kalo anda udah pergi juga dan mengalami hal yg berbeda
sorry no offense, cuma sharing mengenai kondisi negara
saya rasa budaya setempat akan menentukan prilaku manusianya... kl menurut pengalaman selama pergi ke china (beijing dan hebei) sih orangnya memang tidak ramah..hehhe.... malah di pusat perbelanjaan (ya xiu) kalo kita lihat barang dagangan dan ga jadi dimaki-maki...mereka kira saya ngga bisa mandarin kali....hahhaha..... istri saya sampai ketakutan untuk melihat-lihat barang..haahah....
karena kompetisi yang hebat disana jd lah manusianya agak egois kalo saya liat.. cuma masih banyak juga yang baik...
kalo om mercedes sendiri lebih prefer kemana :-? Thera apa Maha ?terkait dengan konsep,
sebelum saya menjawab saya balik bertanya kepada anda...
apakah anda pernah menderita sampai membuat batin anda betul-betul angkat tangan?
ketika itu mungkin anda berpikir,seandai-nya "saya tidak lahir lagi"
................................................
................................................
................................................
berbeda dengan Mahayana, disitu Sangbuddha lahir dan terus lahir mengalami 1 kombo paket tak terpisahkan.....bahkan saya sendiri tidak melihat ada-nya kebahagiaan ketika menjadi seorang buddha.
makanya saya tanya, buddha membahagiakan dari segi mana-nya?
saya mempelari Theravada bukan dari pertama membaca dan meyakini, melainkan dari pengalaman langsung dan semua itu tertulis dalam sutta.....ajaran buddha..
berbaur dalam 1 pengalaman dan rasa.....
saya ibarat sudah jalan setengah dan melalui apa yang saya lihat dari perjalanan setengah ini, semua ini saling connect..
jadi tentu saya jadi lebih yakin...walau belum menyelesaikan setengah lagi.
ibarat sudah ada "panjar" pembuktian.
----------------------
sy beri perumpamaan...
anda disuruh mencari sebuah rumah beratap biru, disebuah kota.
dalam Theravada semua jadi jelas...
misalkan anda jalan lurus betemu jalan ini, akan ada rumah hijau, kalau anda belok kanan akan ada rumah ini itu..
lalu di persimpangan jalan akan ada ini, dan itu, terus ini itu.
yah ibarat anda punya tour-guide yang mengetahui seluk beluk kota.....ketika anda belum melihat rumah beratap biru...
tetapi tour guide ini telah memperlihatkan kemampuannya....jadi anda memiliki keyakinan pada tour-guide ini...
bahkan tour-guide ini mengetahui ttg isi rumah beratap biru.
dalam mahayana ( saat ini )
disuruh ibarat disuruh mencari rumah beratap biru ( sama dengan contoh atas )
tetapi tidak ada dikatakan bahwa ketika anda belok kiri akan menemukan apa, belok kanan menemukan apa...ini itu semua nya tidak ada...
yang ada hanya dikatakan ketika anda menemukan rumah beratap biru, anda adalah seorang pemenang.
bahkan isi dari rumah beratap biru pun tidak ada penjelasannya...
kalau anda punya tour guide seperti ini, apakah anda mau menyewa jasa nya?
lantas dari mana keyakinan anda menyewa jasa dari orang ini?
alangkah baiknya ketika memberikan penjelasan seperti visudhi magga dalam latihan......
ada dijelaskan kilesa apa-apa yang hancur, kemudian cara mengetahuinya,kemudian memakai objek apa,
jika halangan ini timbul di jelaskan cara mengatasi-nya...
tetapi disini kebanyakan "anda melafalkan amitabha dengan sepenuh hati bisa masuk alam sukhavati"
apakah standar kebenaran untuk mengetahui hal itu?
agama tetangga, dalam proses kesembuhan ilahi/mujizat...dikatakan bahwa orang yg tidak sembuh ,berarti iman-nya kepada mr.Y kurang kuat........karena dalam kitab tertulis
"aku-lah jalan kebenaran dan hidup,tiada seorangpun dapat menemui my boss, tanpa melalui aku"
padahal orang tersebut sudah berdiri didepan, bahkan ber-doa sambil air matanya keluar.....
bagaimana seandainya saya mempelajari nian fo "amitabha" lantas terlahir di alam sengsara, dan dijelaskan bahwa nian fo saya kurang kuat keyakinannya...
saya tinggal menjawab, bagaimana mau kuat kalau penjelasannya hanya seperti motto nike [just do it.]
bahkan untuk mengetahui sukses tidaknya masuk alam sukhavati kita sendiri tidak tahu.
dan hanya kematian baru tahu...apakah anda mau mengorbankan kehidupan anda kepada sesuatu yang anda tidak ketahui kepastian dalam kehidupan ini?
kira-kira kalau kejadian begini saudara hatred, anda mau menyewa tour guide mana?
salam metta.
gak pernah dengar roda kecil, dapet di mana tuh ceng?
Gw dengar dari mana lupa juga (soalnya sering berkelana beberapa ajaran)...
selain roda kecil, juga ada roda besar...
mungkin senior lain bisa beri masukan.
(kenapa bisa punya ide sampai disebut roda kecil?)
gak pernah dengar roda kecil, dapet di mana tuh ceng?
Gw dengar dari mana lupa juga (soalnya sering berkelana beberapa ajaran)...
selain roda kecil, juga ada roda besar...
mungkin senior lain bisa beri masukan.
(kenapa bisa punya ide sampai disebut roda kecil?)
ini juga sama, i pernah denger ;D
kalo gak salah waktu di sekolah dulu.. deh
bagaimana seandainya saya mempelajari nian fo "amitabha" lantas terlahir di alam sengsara, dan dijelaskan bahwa nian fo saya kurang kuat keyakinannya...
saya tinggal menjawab, bagaimana mau kuat kalau penjelasannya hanya seperti motto nike [just do it.]
bahkan untuk mengetahui sukses tidaknya masuk alam sukhavati kita sendiri tidak tahu.
dan hanya kematian baru tahu...apakah anda mau mengorbankan kehidupan anda kepada sesuatu yang anda tidak ketahui kepastian dalam kehidupan ini?
kira-kira kalau kejadian begini saudara hatred, anda mau menyewa tour guide mana?
salam metta.
Saya cuman mau ingetin saja satu hal dalam diskusi karena sekarang wa cukup sibuk belum sempat diskusi. Karena pekerjaan cukup menumpuk. Tapi liat liat sedikit ngak masalah lar. Saa mau ingat kan Pesan Pesan dari YM. Bhante Sri Pannavaro. Jangan mempelajari Sutta by Teori Saja banyak orang yang belajar Abidharma, sutta begitu mendalam hampir menyamai sangha. Tapi penjalanan Prateknya tuh masih jauh dari pada teorinya.
Bagi saya pribadi Ironis bila ada seseorang menghina orang menggunakan Sutta. itu sering terjadi dalam kasus dunia maya. Jangan terulang kembali kasus ini udah ada dari tahun 2002. Saya harap ada perubahan dasar dalam diskusi. Kadang ironisnya sangking bisa ini itu sampai teori sama pratek beda jauh.
THK
ngeramein ah...
http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/dn/dn.20.0.piya.html
di sutta di atas disebutkan dewa2 dari 10.000 tata surya berkumpul menemui Buddha.
3. kok dewa2 yg disebut di sutta itu semuanya dewa2 "lokal" dari himalaya, dsb? kok gak ada dewa dari eropa, amrik, afrika atau aussie? katanya dari 10.000 tata surya? kendala bahasa kah?
bisa dijelaskan bro? bagian mana yg bro curigai sbg "salah kutip/tulis" itu?
dugaan saya adalah sutta itu ditujukan kepada orang yg berbeda (kebetulan bernama sama), di tempat dan kondisi yang berbeda
Bang Kutho, kalau beda urang dan cuma sama nama artinya biasa saja, bukan?
Quoteby kainyn
Pertentangan dalam hal ajaran sih, sepertinya tidak ada. Tapi kalo dari sudut pandang kisahnya, sungguh beda jauh. Misalnya setelah itu Bahiya dikatakan mengasingkan diri dan mencapai Arahatta, sementara dalam kisah lainnya, Bahiya mencapai Arahatta di tempat itu juga, bahkan sebelum Buddha mengajarkan sampai selesai. Itu sebabnya Bahiya dinyatakan (dalam Anguttara Nikaya) sebagai yang tercepat dalam mendapat pengetahuan (khippābhiññānam).
Sudah dijelasin sendiri ;D
Yg warna biru itu abis mencapai arhata lsg diseruduk sapi, yg satu lagi kagak jadi jelas orangnya beda.
bisa dijelaskan bro? bagian mana yg bro curigai sbg "salah kutip/tulis" itu?
dugaan saya adalah sutta itu ditujukan kepada orang yg berbeda (kebetulan bernama sama), di tempat dan kondisi yang berbedaBang Kutho, kalau beda urang dan cuma sama nama artinya biasa saja, bukan?Quoteby kainyn
Pertentangan dalam hal ajaran sih, sepertinya tidak ada. Tapi kalo dari sudut pandang kisahnya, sungguh beda jauh. Misalnya setelah itu Bahiya dikatakan mengasingkan diri dan mencapai Arahatta, sementara dalam kisah lainnya, Bahiya mencapai Arahatta di tempat itu juga, bahkan sebelum Buddha mengajarkan sampai selesai. Itu sebabnya Bahiya dinyatakan (dalam Anguttara Nikaya) sebagai yang tercepat dalam mendapat pengetahuan (khippābhiññānam).
Sudah dijelasin sendiri ;D
Yg warna biru itu abis mencapai arhata lsg diseruduk sapi, yg satu lagi kagak jadi jelas orangnya beda.
Tadinya saya pikir itu orang yang sama, tapi sudah dijelaskan di thread sebelah, kesimpulannya adalah itu orang yang berbeda. Karena Bahiya yang satu tidak ada nama julukannya, jadi saya terima bahwa itu orang yang berbeda. Jadi pertanyaannya saya ganti.
Dalam komentar Theragatha, Vakkali tinggal di Bukit Nasar dan Buddha mengunjungi dan menasihati hingga ia mencapai Arahatta. Dalam komentar Samyutta, Buddha Gotama sedang di Bukit Nasar dan Vakkali berada di Isigili ketika Buddha mendukung Vakkali untuk bunuh diri.
Sama juga seperti Dalam RAPB (halaman 2546-2547), dikatakan Lakuntaka Bhaddiya memiliki tubuh yang pendek karena memilih membangun stupa yang kecil untuk Buddha Kassapa. Sementara dalam Kelisila Jataka, dikatakan penyebab tubuh pendek dari Lakuntaka Bhaddiya adalah karena ia suka menghina orang-orang yang sudah tua, maka di kehidupan ini, tubuhnya menjadi pendek.
Salah satu dari kitab ini pasti keliru. Bagaimana umat Theravada menanggapinya?
[at] kainyn kutho
kayak gini nech, yg gw demen, berpikiran terbuka....
baru tau, kek ada kejadian gitu, thanks for the sharing...
GRP sent ya ^-^
ups, bulan depan ya
Sorry, you can't repeat a karma action without waiting 720 hours.
IMO, kayaknya karena dia tidak hormat kepada orang tua, sehingga bertubuh cebol (sumber Kelisila Jataka, dikatakan penyebab tubuh pendek dari Lakuntaka Bhaddiya adalah karena ia suka menghina orang-orang yang sudah tua, maka di kehidupan ini, tubuhnya menjadi pendek.)
bukan karena bangun stupa kecil (sumber Dalam RAPB (halaman 2546-2547), dikatakan Lakuntaka Bhaddiya memiliki tubuh yang pendek karena memilih membangun stupa yang kecil untuk Buddha Kassapa.)
:-?
koq bisa ada dua versi yang berbeda ya?
Bukan kendala bahasa tapi dewa non lokal datangnya terlambat jadi duduknya paling belakang. Dan dewa-dewa lokal yang datangnya tidak telat duduk di depan. Dan merek ayang duduk di depan yang disebut namanya. Dan dalam ceramah atau pidato, tuan rumah biasanya yang banyak disebut. Lagi pula toh dewa non lokal sudah diwakili dengan kata “dewa 10.000 tata surya.”mungkin juga ada otonomi wilayah perdewaan yah. jadi kalo acaranya di india, dewa yg jadi panitianya juga dari india, duduknya di kursi vip. kalo ngurusin kera sakti, itu otonominya dewa2 china...
Ada yang menganggap mutlak, kalau orang lain mempertanyakan, berarti harus dikutuk.
Ada yang menganggap pasti benar, sehingga pihak tertentu memilih menyalahkan ilmu pengetahuan daripada meragukan kitabnya.
Ada lagi yang memilih membenarkan kitabnya, sehingga tafsiran dicocok-cocokkan dengan kebenaran yang diakui.
Nah, saya mau tahu bagaimana umat Theravada menyikapi kenyataan ini.
beberapa kali saya menemukan dilemma seperti ini, dan yg saya lakukan adalah melemparkan ke forum dan mencoba untuk belajar dari teman2. kadang2 saya cukup puas dengan penjelasan teman2, tapi juga pernah tidak puas, kalau tidak puas maka saya tanyakan lagi kepada para bhikkhu yang saya anggap memiliki pengetahuan.
wah, saya tidak ingat lagi, tapi saya bisa membongkar2 forum ini untuk mencari, dan saya yakin anda juga bisa mencari, so... kenapa anda tidak lakukan sendiri? ;Dbeberapa kali saya menemukan dilemma seperti ini, dan yg saya lakukan adalah melemparkan ke forum dan mencoba untuk belajar dari teman2. kadang2 saya cukup puas dengan penjelasan teman2, tapi juga pernah tidak puas, kalau tidak puas maka saya tanyakan lagi kepada para bhikkhu yang saya anggap memiliki pengetahuan.
bro Indra,
boleh sharing disini gak jawaban yg tidak memuaskan di forum trus ditanyakan ke Bhikkhu dan bro Indra dpt jawaban dgn puas.. tentunya Elin tanya ini kalo ada pertanyaan related this topik..
so do I, banyak juga seh jawaban yg tidak memuaskan bagi Elin tapi so far Elin belum bisa menanyakan ke Bhikkhu..
Thanks..
^
^
trus bukan nya suatu agama seharusnya mencerminkan penduduknya ??? ;D
no offense loh,
apakah karena terlalu kaku n ketat sehingga mereka menjadi terkekang?
memang sich, dalam hal ini tidak bisa menyalahkan agama, apakah harus menyalahkan manusia-nya ???
trus permasalahan nya terletak dimana ???
CMIIW,
navis
ga salah bro? coba deh bro ke thailand, lalu bandingin ama Tiongkok....
wkt saya ke bangkok, pattaya dan ayutthaya, masyarakat disana begitu ramah. Jika kita kesulitan bahasa, jauh lebih bnyk org yg bersedia membantu.... bahkan supir taksi aja liat gambar, mau bantu utk tanya di sepanjang jalan.....
wkt 1 bulan lalu ke tiongkok (beijing dan tianjin), mayoritas penduduk disana judes2.
Jualan di toko aja, kalo kita nanya, jawab sambil "sedikit" bentak.
Taksi kalo disodorin peta yg ada bhs chinese, mayoritas juga langsung tutup pintu en ga mo angkut
Di kereta MRT, bnyk org tua berdiri, sementara anak muda cuek aja duduk
Gembel, pengemis, peminta2 bukannya tidak ada tapi didorong utk pindah ke pinggiran kota, tidak boleh ada di pusat kota
Generasi muda mengalami "culture shock" karena tradisi setempat yg kuat tapi ada tradisi dari barat yg bebas
Nah saya ga tau deh kalo anda udah pergi juga dan mengalami hal yg berbeda
sorry no offense, cuma sharing mengenai kondisi negara
saya rasa budaya setempat akan menentukan prilaku manusianya... kl menurut pengalaman selama pergi ke china (beijing dan hebei) sih orangnya memang tidak ramah..hehhe.... malah di pusat perbelanjaan (ya xiu) kalo kita lihat barang dagangan dan ga jadi dimaki-maki...mereka kira saya ngga bisa mandarin kali....hahhaha..... istri saya sampai ketakutan untuk melihat-lihat barang..haahah....
karena kompetisi yang hebat disana jd lah manusianya agak egois kalo saya liat.. cuma masih banyak juga yang baik...
se7, tidak bisa digeneralisi seperti itu
tar berkembang menjadi SARA (bro markosprawira tentunya tidak mo seperti itu kan :P I know your identity loh, jd please don't SARA, oke? no offense)
kalau saya bilang orang indonesia juga kebanyakan jutek2 loh, karena kompetisi yang hebat disana jd lah manusianya agak egois kalo saya liat.. cuma masih banyak juga yang baik... << setuju dengan pernyataan bro william phang
kalau kamu ke hongkong tapi ga bisa bahasa kanton ya dimarah-marahin dech...sapa suruh orang chinese tapi ga bisa bahasa sendiri
sama halnya kalau kita di indonesia tapi ga bisa bahasa indonesia...
oke, cukup sekian, jangan menjurus-jurus ke SARA lg, tidak ada untung nya
saya cuma menanyakan pengaruh agama terhadap keadaan sesuatu negara.
kalau sudah menjurus-jurus, y ud, please ignore the above statement
kenapa negara seperti sri langka, burma, ama thailand yang menganut paham Theravada begitu suram, begitu kelam, ato begitu ribut, tidak pernah damai?
lain halnya seperti negara Tiongkok yang menganut paham Mahayana begitu berkembang?
[at] kainyn kutho
kayak gini nech, yg gw demen, berpikiran terbuka....
baru tau, kek ada kejadian gitu, thanks for the sharing...
GRP sent ya ^-^
ups, bulan depan ya
Sorry, you can't repeat a karma action without waiting 720 hours.
IMO, kayaknya karena dia tidak hormat kepada orang tua, sehingga bertubuh cebol (sumber Kelisila Jataka, dikatakan penyebab tubuh pendek dari Lakuntaka Bhaddiya adalah karena ia suka menghina orang-orang yang sudah tua, maka di kehidupan ini, tubuhnya menjadi pendek.)
bukan karena bangun stupa kecil (sumber Dalam RAPB (halaman 2546-2547), dikatakan Lakuntaka Bhaddiya memiliki tubuh yang pendek karena memilih membangun stupa yang kecil untuk Buddha Kassapa.)
:-?
koq bisa ada dua versi yang berbeda ya?
Contoh :
Ada seorang anak yang kakinya luka karena kecelakaan dan jatuh dari sepedanya. Lalu ditanya penyebabnya...
- sumber A bilang : karena anak itu tidak menuruti nasehat orangtuanya, main sepeda sampai ke jalan raya.
- sumber B bilang : sepeda itu sudah agak rusak, jadi kurang baik untuk dikendarai.
Kalau dilihat sekilas memang tidak nyambung. Tapi kedua penyebab itu pun sebenarnya saling mengkondisikan.
[at] Kainyn,
saya tidak akan mewakili umat buddha, cukup mewakili diri sendiri saja.
beberapa kali saya menemukan dilemma seperti ini, dan yg saya lakukan adalah melemparkan ke forum dan mencoba untuk belajar dari teman2. kadang2 saya cukup puas dengan penjelasan teman2, tapi juga pernah tidak puas, kalau tidak puas maka saya tanyakan lagi kepada para bhikkhu yang saya anggap memiliki pengetahuan.
Jadi pengen tanya, menurut om Kainyn...Bagi saya adalah menggambarkan sikap yang tidak dianjurkan, tidak disetujui oleh Buddha. Tapi kembali lagi, itu pendapat pribadi.
jawaban yg diatas2 itu menggambarkan sikap yg seperti apa :whistle:
^
^
trus bukan nya suatu agama seharusnya mencerminkan penduduknya ??? ;D
no offense loh,
apakah karena terlalu kaku n ketat sehingga mereka menjadi terkekang?
memang sich, dalam hal ini tidak bisa menyalahkan agama, apakah harus menyalahkan manusia-nya ???
trus permasalahan nya terletak dimana ???
CMIIW,
navis
ga salah bro? coba deh bro ke thailand, lalu bandingin ama Tiongkok....
wkt saya ke bangkok, pattaya dan ayutthaya, masyarakat disana begitu ramah. Jika kita kesulitan bahasa, jauh lebih bnyk org yg bersedia membantu.... bahkan supir taksi aja liat gambar, mau bantu utk tanya di sepanjang jalan.....
wkt 1 bulan lalu ke tiongkok (beijing dan tianjin), mayoritas penduduk disana judes2.
Jualan di toko aja, kalo kita nanya, jawab sambil "sedikit" bentak.
Taksi kalo disodorin peta yg ada bhs chinese, mayoritas juga langsung tutup pintu en ga mo angkut
Di kereta MRT, bnyk org tua berdiri, sementara anak muda cuek aja duduk
Gembel, pengemis, peminta2 bukannya tidak ada tapi didorong utk pindah ke pinggiran kota, tidak boleh ada di pusat kota
Generasi muda mengalami "culture shock" karena tradisi setempat yg kuat tapi ada tradisi dari barat yg bebas
Nah saya ga tau deh kalo anda udah pergi juga dan mengalami hal yg berbeda
sorry no offense, cuma sharing mengenai kondisi negara
saya rasa budaya setempat akan menentukan prilaku manusianya... kl menurut pengalaman selama pergi ke china (beijing dan hebei) sih orangnya memang tidak ramah..hehhe.... malah di pusat perbelanjaan (ya xiu) kalo kita lihat barang dagangan dan ga jadi dimaki-maki...mereka kira saya ngga bisa mandarin kali....hahhaha..... istri saya sampai ketakutan untuk melihat-lihat barang..haahah....
karena kompetisi yang hebat disana jd lah manusianya agak egois kalo saya liat.. cuma masih banyak juga yang baik...
se7, tidak bisa digeneralisi seperti itu
tar berkembang menjadi SARA (bro markosprawira tentunya tidak mo seperti itu kan :P I know your identity loh, jd please don't SARA, oke? no offense)
kalau saya bilang orang indonesia juga kebanyakan jutek2 loh, karena kompetisi yang hebat disana jd lah manusianya agak egois kalo saya liat.. cuma masih banyak juga yang baik... << setuju dengan pernyataan bro william phang
kalau kamu ke hongkong tapi ga bisa bahasa kanton ya dimarah-marahin dech...sapa suruh orang chinese tapi ga bisa bahasa sendiri
sama halnya kalau kita di indonesia tapi ga bisa bahasa indonesia...
oke, cukup sekian, jangan menjurus-jurus ke SARA lg, tidak ada untung nya
saya cuma menanyakan pengaruh agama terhadap keadaan sesuatu negara.
kalau sudah menjurus-jurus, y ud, please ignore the above statement
loh kok jadi SARA? bro ini aneh deh...... diatas statement bhw negara theravada itu suram... ini saya quote :Quotekenapa negara seperti sri langka, burma, ama thailand yang menganut paham Theravada begitu suram, begitu kelam, ato begitu ribut, tidak pernah damai?
dan yg saya alami adalah tidak seperti itu.... negara yg ramah tuh bahkan utk mereka yg tidak bisa bahasa thai
sementara utk Tiongkok, justru tidak ramah, yang anda sebut :Quotelain halnya seperti negara Tiongkok yang menganut paham Mahayana begitu berkembang?
dan saya jelaskan bhw tiongkok itu berkembang scr ekonomi saja, pun hanya utk kota tertentu.
Dalam hidup keseharian tidak tampak pengemis karena disingkirkan ke luar kota
Pun mengalami culture shock
Rekan lainpun saya lihat tidak bermasalah dgn postingan itu bahkan yg punya pengalaman yg beda, semua khan hanya share pengalaman.......Ga ngerti mana yg SARA krn memang demikian adanya kok....
di thai, ga ngerti bhs thai tp mereka tetap ramah. Tapi di tiongkok, ga ngerti bhs chinese, ga ramah
di indo boleh diblg ga ramah, tapi saya bilang dari berbagai penerbangan, Garuda Indonesia itu yg paling ramah
u know identity? emang ada masalah apa dengan identity saya yah? ???
sori nih, statement anda makin lama makin aneh........ kenapa jadi mengarah ke personal identity yah? ???
walau secara identity apapun, saya tidak bermasalah tapi plis ga perlulah OOT ke masalah personal apapun :)
Dan sy cuma ngingetin aja bhw ini forum theravada
Yup, betul sekali bro........ itu kenapa Kamma termasuk salah satu dari acinteyya
Kombinasi dari kamma saja sudah tidak bisa dipikirkan oleh pikiran manusia biasa, apalagi jika sudah bercampur dengan berbagai niyama lain seperti citta, utu, dhamma?
Sekedar mengingatkan bhw suatu vipaka bisa dilemahkan, diperkuat atau bahkan dipotong
demikianlah hendaknya dalam membahas tipitaka, atau hal2 lainnya, hendaknya kita bisa membuka wawasan, berdiskusi dgn rekan/guru, dsbnya agar tidak menduga2 sendiri saja, apalagi kalau sampai terjadi justifikasi benar atau salah
semoga bermanfaat
metta
kalo om mercedes sendiri lebih prefer kemana :-? Thera apa Maha ?terkait dengan konsep,
sebelum saya menjawab saya balik bertanya kepada anda...
apakah anda pernah menderita sampai membuat batin anda betul-betul angkat tangan?
ketika itu mungkin anda berpikir,seandai-nya "saya tidak lahir lagi"
saya ingin komen mengenai statement "saya tidak lahir lagi"
manknya om mercy pernah lahir sebelomnya :-? tau darimana? dikasih tau orang kah?
kalo untuk jawaban saya adalah "Ya" tapi untuk "tidak pernah terlahir". karena yg saya tahu saya cuma lahir saat ini saja.Quote................................................
................................................
................................................
berbeda dengan Mahayana, disitu Sangbuddha lahir dan terus lahir mengalami 1 kombo paket tak terpisahkan.....bahkan saya sendiri tidak melihat ada-nya kebahagiaan ketika menjadi seorang buddha.
makanya saya tanya, buddha membahagiakan dari segi mana-nya?
Jadi om mercy lebih memilih paket Theravada, dimana dikatakan si Buddha gak lahir2 lagi, laen sama Mahayana dimana walau Buddha itu bisa lahir lagi?
Kenapa gak ambil paket tetangga aja om? kan paket tetangga lebih mudah dan paketnya lebih menggiurkan...Quotesaya mempelari Theravada bukan dari pertama membaca dan meyakini, melainkan dari pengalaman langsung dan semua itu tertulis dalam sutta.....ajaran buddha..
berbaur dalam 1 pengalaman dan rasa.....
saya ibarat sudah jalan setengah dan melalui apa yang saya lihat dari perjalanan setengah ini, semua ini saling connect..
jadi tentu saya jadi lebih yakin...walau belum menyelesaikan setengah lagi.
ibarat sudah ada "panjar" pembuktian.
----------------------
sy beri perumpamaan...
anda disuruh mencari sebuah rumah beratap biru, disebuah kota.
dalam Theravada semua jadi jelas...
misalkan anda jalan lurus betemu jalan ini, akan ada rumah hijau, kalau anda belok kanan akan ada rumah ini itu..
lalu di persimpangan jalan akan ada ini, dan itu, terus ini itu.
yah ibarat anda punya tour-guide yang mengetahui seluk beluk kota.....ketika anda belum melihat rumah beratap biru...
tetapi tour guide ini telah memperlihatkan kemampuannya....jadi anda memiliki keyakinan pada tour-guide ini...
bahkan tour-guide ini mengetahui ttg isi rumah beratap biru.
dalam mahayana ( saat ini )
disuruh ibarat disuruh mencari rumah beratap biru ( sama dengan contoh atas )
tetapi tidak ada dikatakan bahwa ketika anda belok kiri akan menemukan apa, belok kanan menemukan apa...ini itu semua nya tidak ada...
yang ada hanya dikatakan ketika anda menemukan rumah beratap biru, anda adalah seorang pemenang.
bahkan isi dari rumah beratap biru pun tidak ada penjelasannya...
kalau anda punya tour guide seperti ini, apakah anda mau menyewa jasa nya?
lantas dari mana keyakinan anda menyewa jasa dari orang ini?
alangkah baiknya ketika memberikan penjelasan seperti visudhi magga dalam latihan......
ada dijelaskan kilesa apa-apa yang hancur, kemudian cara mengetahuinya,kemudian memakai objek apa,
jika halangan ini timbul di jelaskan cara mengatasi-nya...
tetapi disini kebanyakan "anda melafalkan amitabha dengan sepenuh hati bisa masuk alam sukhavati"
apakah standar kebenaran untuk mengetahui hal itu?
agama tetangga, dalam proses kesembuhan ilahi/mujizat...dikatakan bahwa orang yg tidak sembuh ,berarti iman-nya kepada mr.Y kurang kuat........karena dalam kitab tertulis
"aku-lah jalan kebenaran dan hidup,tiada seorangpun dapat menemui my boss, tanpa melalui aku"
padahal orang tersebut sudah berdiri didepan, bahkan ber-doa sambil air matanya keluar.....
bagaimana seandainya saya mempelajari nian fo "amitabha" lantas terlahir di alam sengsara, dan dijelaskan bahwa nian fo saya kurang kuat keyakinannya...
saya tinggal menjawab, bagaimana mau kuat kalau penjelasannya hanya seperti motto nike [just do it.]
bahkan untuk mengetahui sukses tidaknya masuk alam sukhavati kita sendiri tidak tahu.
dan hanya kematian baru tahu...apakah anda mau mengorbankan kehidupan anda kepada sesuatu yang anda tidak ketahui kepastian dalam kehidupan ini?
kira-kira kalau kejadian begini saudara hatred, anda mau menyewa tour guide mana?
salam metta.
Saya kurang tahu dengan pemahaman Mahayanis yg benar, apakah prinsip dhamma nya seperti itu, dimana hanya ada kepala dan ekor tanpa ada gambaran mengenai badan.
tetapi bila memang seperti itu dan hanya ada dua tour guide saja yg seperti diberikan dalam pilihan, maka saya lebih memilih tour guide yg Theravada.
Cuma yg mo saya tanyakan adalah, Kebenaran apa saja yg sudah anda buktikan di Theravada? yg tidak ada di paham manapun
Cuma yg mo saya tanyakan adalah, Kebenaran apa saja yg sudah anda buktikan di Theravada? yg tidak ada di paham manapunbegini, di T disitu ada tentang 4 kesunyataan mulia yang menggambarkan kenyataan......atau dengan kata lain sekarang pun bisa di selami.
saudara navis, seperti nya anda tidak mengerti apa yang saya tulis sebelumnya....bagaimana seandainya saya mempelajari nian fo "amitabha" lantas terlahir di alam sengsara, dan dijelaskan bahwa nian fo saya kurang kuat keyakinannya...
saya tinggal menjawab, bagaimana mau kuat kalau penjelasannya hanya seperti motto nike [just do it.]
bahkan untuk mengetahui sukses tidaknya masuk alam sukhavati kita sendiri tidak tahu.
dan hanya kematian baru tahu...apakah anda mau mengorbankan kehidupan anda kepada sesuatu yang anda tidak ketahui kepastian dalam kehidupan ini?
kira-kira kalau kejadian begini saudara hatred, anda mau menyewa tour guide mana?
salam metta.
kalau setelah mati, anda ketemu Mr. J, gimana coba?
dan ternyata ajaran dia yang bener ???
dengan statement anda diatas, berarti dengan begitu mengugurkan agama2 yang lain,
ingat kita hidup di negara beragama, bukan negara agama.
[at] Kainyn,
saya tidak akan mewakili umat buddha, cukup mewakili diri sendiri saja.
beberapa kali saya menemukan dilemma seperti ini, dan yg saya lakukan adalah melemparkan ke forum dan mencoba untuk belajar dari teman2. kadang2 saya cukup puas dengan penjelasan teman2, tapi juga pernah tidak puas, kalau tidak puas maka saya tanyakan lagi kepada para bhikkhu yang saya anggap memiliki pengetahuan.
Kalo menurut Bro Indra sendiri, bagaimana menyikapi kenyataan adanya kekeliruan dalam kitab, seandainya memang tidak ada jawaban memuaskan dari semua orang?
Setuju, bukannya malah yang salah di bela dengan alasan tidak ada yang salah dalam isinya, trus malah di perbanyak lagi :))[at] Kainyn,
saya tidak akan mewakili umat buddha, cukup mewakili diri sendiri saja.
beberapa kali saya menemukan dilemma seperti ini, dan yg saya lakukan adalah melemparkan ke forum dan mencoba untuk belajar dari teman2. kadang2 saya cukup puas dengan penjelasan teman2, tapi juga pernah tidak puas, kalau tidak puas maka saya tanyakan lagi kepada para bhikkhu yang saya anggap memiliki pengetahuan.
Kalo menurut Bro Indra sendiri, bagaimana menyikapi kenyataan adanya kekeliruan dalam kitab, seandainya memang tidak ada jawaban memuaskan dari semua orang?
sejauh ini saya selalu mendapatkan jawaban memuaskan. tapi baiklah mari kita berandai2, seandainya demikian, setelah terbukti bahwa itu salah, tentu saya akan menerima bahwa itu salah, menurut saya adalah tidak bijaksana secara ngotot mempertahankan sesuatu yg salah.
gue gak ada nyogok atau ngancam kan?Setuju, bukannya malah yang salah di bela dengan alasan tidak ada yang salah dalam isinya, trus malah di perbanyak lagi :))[at] Kainyn,
saya tidak akan mewakili umat buddha, cukup mewakili diri sendiri saja.
beberapa kali saya menemukan dilemma seperti ini, dan yg saya lakukan adalah melemparkan ke forum dan mencoba untuk belajar dari teman2. kadang2 saya cukup puas dengan penjelasan teman2, tapi juga pernah tidak puas, kalau tidak puas maka saya tanyakan lagi kepada para bhikkhu yang saya anggap memiliki pengetahuan.
Kalo menurut Bro Indra sendiri, bagaimana menyikapi kenyataan adanya kekeliruan dalam kitab, seandainya memang tidak ada jawaban memuaskan dari semua orang?
sejauh ini saya selalu mendapatkan jawaban memuaskan. tapi baiklah mari kita berandai2, seandainya demikian, setelah terbukti bahwa itu salah, tentu saya akan menerima bahwa itu salah, menurut saya adalah tidak bijaksana secara ngotot mempertahankan sesuatu yg salah.
Sebetulnya yang saya tanyakan bukan yang mana yang benar, tetapi bagaimana umat Buddha menyikapinya.+ ada yang sudah diberitahu malah menunjukan bahwa ajaran lain pun juga ada yang salah :))
[at] naviscope
Selama saya baca, memang banyak perbedaan-perbedaan begitu baik besar maupun kecil, tapi tidak mencatatnya karena memang saya baca bukan dengan tujuan nyari2 kesalahan.
Setahu saya, tidak ada kitab suci yang sempurna, pasti semua ada cacatnya. Yang membuat perbedaan adalah bagaimana suatu ajaran menyikapi kitab sucinya.
Ada yang menganggap mutlak, kalau orang lain mempertanyakan, berarti harus dikutuk.
Ada yang menganggap pasti benar, sehingga pihak tertentu memilih menyalahkan ilmu pengetahuan daripada meragukan kitabnya.
Ada lagi yang memilih membenarkan kitabnya, sehingga tafsiran dicocok-cocokkan dengan kebenaran yang diakui.
Nah, saya mau tahu bagaimana umat Theravada menyikapi kenyataan ini.
[at] Indra & ryu
Kalo seandainya kemudian ada orang bertanya, "udah tahu salah kok masih beragama Buddha?", gimana kalian menyikapi pertanyaan itu?
[at] Indra & ryubalik lagi ke basic dong, ajaran Buddha paling2 mendasar apa, saya rasa bukan untuk membenarkan hal2 yang belum tentu benar, ajaran dasar itu yang terpenting yaitu 4KM da JMB8.
Kalo seandainya kemudian ada orang bertanya, "udah tahu salah kok masih beragama Buddha?", gimana kalian menyikapi pertanyaan itu?
[at] Indra & ryu
Kalo seandainya kemudian ada orang bertanya, "udah tahu salah kok masih beragama Buddha?", gimana kalian menyikapi pertanyaan itu?
kalau terbukti salah semua terutama ajaran essentialnya, maka saya tentu tidak beragama buddha lagi
Sebetulnya yang saya tanyakan bukan yang mana yang benar, tetapi bagaimana umat Buddha menyikapinya.+ ada yang sudah diberitahu malah menunjukan bahwa ajaran lain pun juga ada yang salah :))
[at] naviscope
Selama saya baca, memang banyak perbedaan-perbedaan begitu baik besar maupun kecil, tapi tidak mencatatnya karena memang saya baca bukan dengan tujuan nyari2 kesalahan.
Setahu saya, tidak ada kitab suci yang sempurna, pasti semua ada cacatnya. Yang membuat perbedaan adalah bagaimana suatu ajaran menyikapi kitab sucinya.
Ada yang menganggap mutlak, kalau orang lain mempertanyakan, berarti harus dikutuk.
Ada yang menganggap pasti benar, sehingga pihak tertentu memilih menyalahkan ilmu pengetahuan daripada meragukan kitabnya.
Ada lagi yang memilih membenarkan kitabnya, sehingga tafsiran dicocok-cocokkan dengan kebenaran yang diakui.
Nah, saya mau tahu bagaimana umat Theravada menyikapi kenyataan ini.
:)[at] Indra & ryubalik lagi ke basic dong, ajaran Buddha paling2 mendasar apa, saya rasa bukan untuk membenarkan hal2 yang belum tentu benar, ajaran dasar itu yang terpenting yaitu 4KM da JMB8.
Kalo seandainya kemudian ada orang bertanya, "udah tahu salah kok masih beragama Buddha?", gimana kalian menyikapi pertanyaan itu?
Yup, betul sekali bro........ itu kenapa Kamma termasuk salah satu dari acinteyya
Kombinasi dari kamma saja sudah tidak bisa dipikirkan oleh pikiran manusia biasa, apalagi jika sudah bercampur dengan berbagai niyama lain seperti citta, utu, dhamma?
Sekedar mengingatkan bhw suatu vipaka bisa dilemahkan, diperkuat atau bahkan dipotong
demikianlah hendaknya dalam membahas tipitaka, atau hal2 lainnya, hendaknya kita bisa membuka wawasan, berdiskusi dgn rekan/guru, dsbnya agar tidak menduga2 sendiri saja, apalagi kalau sampai terjadi justifikasi benar atau salah
semoga bermanfaat
metta
Di sini bukan benar dan salah dalam artian makna ajaran, tetapi penulisan.
Jika dua orang bercerita ketika mereka sedang berjalan, maka mereka bertemu dengan Buddha dan meminta 1 nasihat singkat. Yang satu berkata:
- "Pada waktu itu Buddha hanya mengatakan satu kalimat: 'latihlah diri menghindari pembunuhan!'"
satunya lagi berkata:
- "Pada waktu itu Buddha hanya mengatakan satu kalimat: 'kembangkanlah cinta kasih!'"
Maka secara ajaran/dhamma, kedua hal ini adalah tidak bertentangan sama sekali. Tetapi secara penulisan, kutipan dan fakta, salah satu penulisan itu pasti salah.
ajaran kan dipelajari melalui kitab, sepertinya sulit diterima kalo kitab salah tapi ajaran masih benar. tapi mari kita berandai2 lagi, seandainya memang demikian, kita masih bisa menggunakan tools lain yaitu logika dan pengalaman, kalau seteah membandingkan ternyata kitab salah dan ajaran dari guru2 terbukti benar maka saya memilih mengikuti ajaran yg benar daripada kitab yg salah.[at] Indra & ryu
Kalo seandainya kemudian ada orang bertanya, "udah tahu salah kok masih beragama Buddha?", gimana kalian menyikapi pertanyaan itu?
kalau terbukti salah semua terutama ajaran essentialnya, maka saya tentu tidak beragama buddha lagi
Bukan, bukan ajaran intinya, tetapi di kitabnya. Mayoritas orang tidak mengakui kalau kitab agamanya ada berisi kekeliruan. Sekarang ada yang mengakui bahwa ada kekeliruan (bukan ajaran, tetapi penulisan) tapi kok masih beragama itu?
[at] Indra & ryu
Kalo seandainya kemudian ada orang bertanya, "udah tahu salah kok masih beragama Buddha?", gimana kalian menyikapi pertanyaan itu?
kalau terbukti salah semua terutama ajaran essentialnya, maka saya tentu tidak beragama buddha lagi
Bukan, bukan ajaran intinya, tetapi di kitabnya. Mayoritas orang tidak mengakui kalau kitab agamanya ada berisi kekeliruan. Sekarang ada yang mengakui bahwa ada kekeliruan (bukan ajaran, tetapi penulisan) tapi kok masih beragama itu?
^ nah kalau ada kesalahan ya kita jangan percayailah, gitu aja ko repot, jangan yang salah itu di bela mati2an :))
Yang ke dua itu bisa untuk menambah PD juga lho :))
[at] Indra & ryu
Kalo seandainya kemudian ada orang bertanya, "udah tahu salah kok masih beragama Buddha?", gimana kalian menyikapi pertanyaan itu?
kalau terbukti salah semua terutama ajaran essentialnya, maka saya tentu tidak beragama buddha lagi
Bukan, bukan ajaran intinya, tetapi di kitabnya. Mayoritas orang tidak mengakui kalau kitab agamanya ada berisi kekeliruan. Sekarang ada yang mengakui bahwa ada kekeliruan (bukan ajaran, tetapi penulisan) tapi kok masih beragama itu?
ikutan jawab ah.. :P
kalo saya.... Justru karena pelajaran agama buddha i gak beragama Buddha.. :))
Dhamma sebagai suatu kebenaran akan tetap ada, terserah mereknya^
sebagaimana hukum gravitasi tetap ada, walau tidak dirumuskan oleh Newton
ehm, bro Kai..... kekna ilustrasi anda ga nyambung deh...... kalo anda ilustrasi, seolah2 semuanya itu 1 waktu, ada 2 ucapan yg salah.....
sementara dari http://www.palikanon.com/english/pali_names/l/lakuntaka_th.htm dan http://www.palikanon.com/english/pali_names/ku/kelisiila_jat_202.htm, tidak disebutkan sama sekali mengenai adanya waktu yang sama loh.....
kalau saya bilang, itu yg dibilang bhw Kamma itu acinteyya, bhw tubuh yg kecil, merupakan perpaduan dari kamma memilih membangun stupa yg kecil, dengan hasil dari mengolok2 orang tua
itupun baru dari 2 kamma, belum jika ada kombinasi dan permutasi dari berbagai komponen lainnya
but it's my opinion only......
metta
lho kenapa kecewa? aye khan mahayana, berhak dong kecewa ke mahayana :))^ nah kalau ada kesalahan ya kita jangan percayailah, gitu aja ko repot, jangan yang salah itu di bela mati2an :))
Yang ke dua itu bisa untuk menambah PD juga lho :))
dan berharap acek ryu, tidak kecewa ya dan bisa legowo, ternyata di theravada juga mengalami hal yang sama, ada kekeliruan... ;D
no offense,
navis
ajaran kan dipelajari melalui kitab, sepertinya sulit diterima kalo kitab salah tapi ajaran masih benar. tapi mari kita berandai2 lagi, seandainya memang demikian, kita masih bisa menggunakan tools lain yaitu logika dan pengalaman, kalau seteah membandingkan ternyata kitab salah dan ajaran dari guru2 terbukti benar maka saya memilih mengikuti ajaran yg benar daripada kitab yg salah.
sepertinya saya sedang dituntun gak tau kemana, mungkin ke dalam lubang jebakan, tapi akan saya ikutin permainan bro kainyn
^Sederhana. Saya akan katakan ajaran Buddha bukanlah ajaran yang menggantungkan hidup-mati, benar-salah pada kitab. Itulah yang membedakan ajaran Buddha dengan ajaran lain. Kepada umat Kalama, Buddha sudah mengatakan "kitab belum tentu benar". Lalu kenapa kita sendiri malah ngotot kitab harus benar?
kalo om kain sendiri ditanya kek gitu gmana :-?
Menarik juga pertanyaannya...Setuju sekali. Ajaran Buddha selalu mengembalikan kebenaran pada diri masing-masing, bukan pada buku. Itulah esensi Buddha-dhamma. Jadi memang Buddhisme bukan ajaran "kitab-sentrisme".
Bagi saya, kekeliruan penulisan seperti itu bukan menjadi hal yang memarginalkan esensi dari ajaran agama itu. Bahkan tidak peduli apakah Buddha Gotama itu pernah hidup atau hanya sebuah karangan fiksi, namun yang jelas esensi ajaran (Buddhisme) itu masih cukup sahid. Dan itulah yang saya jadikan pedoman, dan alasan mengapa sampai saat ini saya masih berjalan di Buddhadhamma.
kalo gitu saat mempertanyakan ajaran,,,, tanya kemana donk......
kalo kitab aja gak bisa dijadikan pegangan :-?
yaiks.... ternyata bro kainyn kutho nakal ya... wakakaka...ajaran kan dipelajari melalui kitab, sepertinya sulit diterima kalo kitab salah tapi ajaran masih benar. tapi mari kita berandai2 lagi, seandainya memang demikian, kita masih bisa menggunakan tools lain yaitu logika dan pengalaman, kalau seteah membandingkan ternyata kitab salah dan ajaran dari guru2 terbukti benar maka saya memilih mengikuti ajaran yg benar daripada kitab yg salah.
sepertinya saya sedang dituntun gak tau kemana, mungkin ke dalam lubang jebakan, tapi akan saya ikutin permainan bro kainyn
Bukan, memang biasa saya suka main "jebakan", tapi kali ini tidak.
OK, thanx buat jawabannya.
kalo gitu saat mempertanyakan ajaran,,,, tanya kemana donk......
kalo kitab aja gak bisa dijadikan pegangan :-?
yaiks.... ternyata bro kainyn kutho nakal ya... wakakaka...
cuma saling belajar saja, no hard feeling, kita ini semua bersaudara
saudara saudara sedharma ;D
yaiks.... ternyata bro kainyn kutho nakal ya... wakakaka...ajaran kan dipelajari melalui kitab, sepertinya sulit diterima kalo kitab salah tapi ajaran masih benar. tapi mari kita berandai2 lagi, seandainya memang demikian, kita masih bisa menggunakan tools lain yaitu logika dan pengalaman, kalau seteah membandingkan ternyata kitab salah dan ajaran dari guru2 terbukti benar maka saya memilih mengikuti ajaran yg benar daripada kitab yg salah.
sepertinya saya sedang dituntun gak tau kemana, mungkin ke dalam lubang jebakan, tapi akan saya ikutin permainan bro kainyn
Bukan, memang biasa saya suka main "jebakan", tapi kali ini tidak.
OK, thanx buat jawabannya.
cuma saling belajar saja, no hard feeling, kita ini semua bersaudara
saudara saudara sedharma ;D
[at] bro kainyn kutho & ko indra
waks, tidak diakui saudara, y ud, yo wis, wakakakaka.....
mo saudara kek mo bukan kek, yang penting kan kita teman, betul ga :D
[at] bro kainyn kutho & ko indra
waks, tidak diakui saudara, y ud, yo wis, wakakakaka.....
mo saudara kek mo bukan kek, yang penting kan kita teman, betul ga :D
ajaran kan dipelajari melalui kitab, sepertinya sulit diterima kalo kitab salah tapi ajaran masih benar. tapi mari kita berandai2 lagi, seandainya memang demikian, kita masih bisa menggunakan tools lain yaitu logika dan pengalaman, kalau seteah membandingkan ternyata kitab salah dan ajaran dari guru2 terbukti benar maka saya memilih mengikuti ajaran yg benar daripada kitab yg salah.
sepertinya saya sedang dituntun gak tau kemana, mungkin ke dalam lubang jebakan, tapi akan saya ikutin permainan bro kainyn
Bukan, memang biasa saya suka main "jebakan", tapi kali ini tidak.
OK, thanx buat jawabannya.^Sederhana. Saya akan katakan ajaran Buddha bukanlah ajaran yang menggantungkan hidup-mati, benar-salah pada kitab. Itulah yang membedakan ajaran Buddha dengan ajaran lain. Kepada umat Kalama, Buddha sudah mengatakan "kitab belum tentu benar". Lalu kenapa kita sendiri malah ngotot kitab harus benar?
kalo om kain sendiri ditanya kek gitu gmana :-?
Umat lain boleh klaim kitabnya PASTI GA ADA SALAH, karena ditulis dengan intervensi mahluk adikuasa. Ajaran Buddha tidak demikian. Semua kitab hanyalah sebuah pesan berantai dari manusia ke manusia lainnya, yang tentu saja sarat dengan kesalahan (walaupun maknanya belum tentu salah). Itulah sebabnya semua kitab dimulai dengan "evam me suttam" ("demikianlah yang kudengar").Menarik juga pertanyaannya...Setuju sekali. Ajaran Buddha selalu mengembalikan kebenaran pada diri masing-masing, bukan pada buku. Itulah esensi Buddha-dhamma. Jadi memang Buddhisme bukan ajaran "kitab-sentrisme".
Bagi saya, kekeliruan penulisan seperti itu bukan menjadi hal yang memarginalkan esensi dari ajaran agama itu. Bahkan tidak peduli apakah Buddha Gotama itu pernah hidup atau hanya sebuah karangan fiksi, namun yang jelas esensi ajaran (Buddhisme) itu masih cukup sahid. Dan itulah yang saya jadikan pedoman, dan alasan mengapa sampai saat ini saya masih berjalan di Buddhadhamma.
^saddhu-saddhu-saddhu. _/\_
^
waks, panjang benerrrr.....
ngak tau dech, mumet ndasku...
ya semoga bro marcedes cepat merealisasikan nirvana, n satu lagi, kalau sudah nirvana, jangan engkau lupakan kita2 ini ya.... ;D
Bro marcedes, bolehkah ceritanya lebih dipersingkat?wah tulisan saya jelek ya...hehehe....
sorry.. yg baca juga jd pusink neh kaya Elin.. 8-}
trus sampai banyak yg di quote gt ya...
I guess yg penting dan mau dikomentarin aja yg di quote..
maaf ya kalo komentar Elin menimbulkan ketidaknyamanan bagi bro marcedes.. _/\_
Di sini bukan benar dan salah dalam artian makna ajaran, tetapi penulisan.
Jika dua orang bercerita ketika mereka sedang berjalan, maka mereka bertemu dengan Buddha dan meminta 1 nasihat singkat. Yang satu berkata:
- "Pada waktu itu Buddha hanya mengatakan satu kalimat: 'latihlah diri menghindari pembunuhan!'"
satunya lagi berkata:
- "Pada waktu itu Buddha hanya mengatakan satu kalimat: 'kembangkanlah cinta kasih!'"
Maka secara ajaran/dhamma, kedua hal ini adalah tidak bertentangan sama sekali. Tetapi secara penulisan, kutipan dan fakta, salah satu penulisan itu pasti salah.
dalam minggu ini, udah beberapa kali Kalama Sutta ini kembali digunakan..... mungkin lagi rame lagi utk mengkritisi Tipitaka nih he3.....
Bro Kai, harus diingat bhw Kalama Sutta menyatakan dengan jelas bukan masalah kitabnya, atau Kembalikan pada kebenaran pribadi namun ke bagaimana suatu hal itu bisa membawa manfaat bagi perkembangan batin.....
itu yg jelas2 disebut dalam Kalama Sutta mengenai kerugian dari LDM dan keuntungan dari terbebas dari LDM
source : samaggiphala.or.id (http://www.samaggi-phala.or.id/tipitaka_dtl.php?cont_id=705)
Jadi yg ditelaah bukannya kitabnya melainkan bagaimana manfaat dari kitab itu terhadap pengikisan LDM
Kitab itu adalah peta, utk menunjukkan arah ke pengikisan LDM tapi peta itu sendiri bukan tujuan
Sama seperti telunjuk yang digunakan utk menunjuk bulan tapi telunjuk itu bukanlah bulan
Hanya org bodoh yg bilang telunjuk = bulan, atau peta = tujuan
Jadi bukan peta atau telunjuk yg salah, si pelaksananya itulah yg salah.......
Begini ko, Kalau petanya salah bagaimana, masa mau di pegang terus ga mungkin kan, sipelaksana sudah mengikuti peta itu dengan benar pun belum tentu ketujuan yang benar ;Dajaran kan dipelajari melalui kitab, sepertinya sulit diterima kalo kitab salah tapi ajaran masih benar. tapi mari kita berandai2 lagi, seandainya memang demikian, kita masih bisa menggunakan tools lain yaitu logika dan pengalaman, kalau seteah membandingkan ternyata kitab salah dan ajaran dari guru2 terbukti benar maka saya memilih mengikuti ajaran yg benar daripada kitab yg salah.
sepertinya saya sedang dituntun gak tau kemana, mungkin ke dalam lubang jebakan, tapi akan saya ikutin permainan bro kainyn
Bukan, memang biasa saya suka main "jebakan", tapi kali ini tidak.
OK, thanx buat jawabannya.^Sederhana. Saya akan katakan ajaran Buddha bukanlah ajaran yang menggantungkan hidup-mati, benar-salah pada kitab. Itulah yang membedakan ajaran Buddha dengan ajaran lain. Kepada umat Kalama, Buddha sudah mengatakan "kitab belum tentu benar". Lalu kenapa kita sendiri malah ngotot kitab harus benar?
kalo om kain sendiri ditanya kek gitu gmana :-?
Umat lain boleh klaim kitabnya PASTI GA ADA SALAH, karena ditulis dengan intervensi mahluk adikuasa. Ajaran Buddha tidak demikian. Semua kitab hanyalah sebuah pesan berantai dari manusia ke manusia lainnya, yang tentu saja sarat dengan kesalahan (walaupun maknanya belum tentu salah). Itulah sebabnya semua kitab dimulai dengan "evam me suttam" ("demikianlah yang kudengar").Menarik juga pertanyaannya...Setuju sekali. Ajaran Buddha selalu mengembalikan kebenaran pada diri masing-masing, bukan pada buku. Itulah esensi Buddha-dhamma. Jadi memang Buddhisme bukan ajaran "kitab-sentrisme".
Bagi saya, kekeliruan penulisan seperti itu bukan menjadi hal yang memarginalkan esensi dari ajaran agama itu. Bahkan tidak peduli apakah Buddha Gotama itu pernah hidup atau hanya sebuah karangan fiksi, namun yang jelas esensi ajaran (Buddhisme) itu masih cukup sahid. Dan itulah yang saya jadikan pedoman, dan alasan mengapa sampai saat ini saya masih berjalan di Buddhadhamma.
dalam minggu ini, udah beberapa kali Kalama Sutta ini kembali digunakan..... mungkin lagi rame lagi utk mengkritisi Tipitaka nih he3.....
Bro Kai, harus diingat bhw Kalama Sutta menyatakan dengan jelas bukan masalah kitabnya, atau Kembalikan pada kebenaran pribadi namun ke bagaimana suatu hal itu bisa membawa manfaat bagi perkembangan batin.....
itu yg jelas2 disebut dalam Kalama Sutta mengenai kerugian dari LDM dan keuntungan dari terbebas dari LDM
source : samaggiphala.or.id (http://www.samaggi-phala.or.id/tipitaka_dtl.php?cont_id=705)
Jadi yg ditelaah bukannya kitabnya melainkan bagaimana manfaat dari kitab itu terhadap pengikisan LDM
Kitab itu adalah peta, utk menunjukkan arah ke pengikisan LDM tapi peta itu sendiri bukan tujuan
Sama seperti telunjuk yang digunakan utk menunjuk bulan tapi telunjuk itu bukanlah bulan
Hanya org bodoh yg bilang telunjuk = bulan, atau peta = tujuan
Jadi bukan peta atau telunjuk yg salah, si pelaksananya itulah yg salah.......
Thread ini seru... sekaligus menyedihkan...setuju seru, tapi mana yg menyedihkannya?
Bukan kendala bahasa tapi dewa non lokal datangnya terlambat jadi duduknya paling belakang. Dan dewa-dewa lokal yang datangnya tidak telat duduk di depan. Dan merek ayang duduk di depan yang disebut namanya. Dan dalam ceramah atau pidato, tuan rumah biasanya yang banyak disebut. Lagi pula toh dewa non lokal sudah diwakili dengan kata “dewa 10.000 tata surya.”mungkin juga ada otonomi wilayah perdewaan yah. jadi kalo acaranya di india, dewa yg jadi panitianya juga dari india, duduknya di kursi vip. kalo ngurusin kera sakti, itu otonominya dewa2 china...
tanggapan iseng juga :D
Ya mungkin saja…siapa yang tahu pasti yah ;). Dalam sutta dikenal dengan dewa yang tinggal di daerah seperti digunung, di pohon, dll. Ini yang disebut dewa local. Sedangkan dewa yang tinggal di surga ya mungkin sama saja itu-itu saja, contohnya dewa Sakka yang tinggal di Tavatimsa, ya ia tidak bisa disebut dewa local. Jadi harus dibedakan mana yang local mana yang bukan local tapi disebut dengan nama local.lha, tulisannya pak wowor bilang dalam seribu system tata surya alias sahasi culanikalokadhatu itu ada 1000 jambudipa, 1000 sineru, 4000 samudera, 4000 maharajika, 1000 yama, 1000 tusita, 1000 tavatimsa, dsb. kalo sepuluh rebu tata surya, ya mustinya dikaliin 10 dong... buanyaaaak. yg disebut di sana cuman yg lokal2 aje... mungkin bener yg anda bilang bang, first come first serve, duluan dateng kebagian tempat di depan... atau yg 9999 lainnya kosong ngkali ya...
Ya mungkin saja…siapa yang tahu pasti yah ;). Dalam sutta dikenal dengan dewa yang tinggal di daerah seperti digunung, di pohon, dll. Ini yang disebut dewa local. Sedangkan dewa yang tinggal di surga ya mungkin sama saja itu-itu saja, contohnya dewa Sakka yang tinggal di Tavatimsa, ya ia tidak bisa disebut dewa local. Jadi harus dibedakan mana yang local mana yang bukan local tapi disebut dengan nama local.lha, tulisannya pak wowor bilang dalam seribu system tata surya alias sahasi culanikalokadhatu itu ada 1000 jambudipa, 1000 sineru, 4000 samudera, 4000 maharajika, 1000 yama, 1000 tusita, 1000 tavatimsa, dsb. kalo sepuluh rebu tata surya, ya mustinya dikaliin 10 dong... buanyaaaak. yg disebut di sana cuman yg lokal2 aje... mungkin bener yg anda bilang bang, first come first serve, duluan dateng kebagian tempat di depan... atau yg 9999 lainnya kosong ngkali ya...
nerusin iseng :)
Begini ko, Kalau petanya salah bagaimana, masa mau di pegang terus ga mungkin kan, sipelaksana sudah mengikuti peta itu dengan benar pun belum tentu ketujuan yang benar ;Dajaran kan dipelajari melalui kitab, sepertinya sulit diterima kalo kitab salah tapi ajaran masih benar. tapi mari kita berandai2 lagi, seandainya memang demikian, kita masih bisa menggunakan tools lain yaitu logika dan pengalaman, kalau seteah membandingkan ternyata kitab salah dan ajaran dari guru2 terbukti benar maka saya memilih mengikuti ajaran yg benar daripada kitab yg salah.
sepertinya saya sedang dituntun gak tau kemana, mungkin ke dalam lubang jebakan, tapi akan saya ikutin permainan bro kainyn
Bukan, memang biasa saya suka main "jebakan", tapi kali ini tidak.
OK, thanx buat jawabannya.^Sederhana. Saya akan katakan ajaran Buddha bukanlah ajaran yang menggantungkan hidup-mati, benar-salah pada kitab. Itulah yang membedakan ajaran Buddha dengan ajaran lain. Kepada umat Kalama, Buddha sudah mengatakan "kitab belum tentu benar". Lalu kenapa kita sendiri malah ngotot kitab harus benar?
kalo om kain sendiri ditanya kek gitu gmana :-?
Umat lain boleh klaim kitabnya PASTI GA ADA SALAH, karena ditulis dengan intervensi mahluk adikuasa. Ajaran Buddha tidak demikian. Semua kitab hanyalah sebuah pesan berantai dari manusia ke manusia lainnya, yang tentu saja sarat dengan kesalahan (walaupun maknanya belum tentu salah). Itulah sebabnya semua kitab dimulai dengan "evam me suttam" ("demikianlah yang kudengar").Menarik juga pertanyaannya...Setuju sekali. Ajaran Buddha selalu mengembalikan kebenaran pada diri masing-masing, bukan pada buku. Itulah esensi Buddha-dhamma. Jadi memang Buddhisme bukan ajaran "kitab-sentrisme".
Bagi saya, kekeliruan penulisan seperti itu bukan menjadi hal yang memarginalkan esensi dari ajaran agama itu. Bahkan tidak peduli apakah Buddha Gotama itu pernah hidup atau hanya sebuah karangan fiksi, namun yang jelas esensi ajaran (Buddhisme) itu masih cukup sahid. Dan itulah yang saya jadikan pedoman, dan alasan mengapa sampai saat ini saya masih berjalan di Buddhadhamma.
dalam minggu ini, udah beberapa kali Kalama Sutta ini kembali digunakan..... mungkin lagi rame lagi utk mengkritisi Tipitaka nih he3.....
Bro Kai, harus diingat bhw Kalama Sutta menyatakan dengan jelas bukan masalah kitabnya, atau Kembalikan pada kebenaran pribadi namun ke bagaimana suatu hal itu bisa membawa manfaat bagi perkembangan batin.....
itu yg jelas2 disebut dalam Kalama Sutta mengenai kerugian dari LDM dan keuntungan dari terbebas dari LDM
source : samaggiphala.or.id (http://www.samaggi-phala.or.id/tipitaka_dtl.php?cont_id=705)
Jadi yg ditelaah bukannya kitabnya melainkan bagaimana manfaat dari kitab itu terhadap pengikisan LDM
Kitab itu adalah peta, utk menunjukkan arah ke pengikisan LDM tapi peta itu sendiri bukan tujuan
Sama seperti telunjuk yang digunakan utk menunjuk bulan tapi telunjuk itu bukanlah bulan
Hanya org bodoh yg bilang telunjuk = bulan, atau peta = tujuan
Jadi bukan peta atau telunjuk yg salah, si pelaksananya itulah yg salah.......
dalam minggu ini, udah beberapa kali Kalama Sutta ini kembali digunakan..... mungkin lagi rame lagi utk mengkritisi Tipitaka nih he3.....
Bro Kai, harus diingat bhw Kalama Sutta menyatakan dengan jelas bukan masalah kitabnya, atau Kembalikan pada kebenaran pribadi namun ke bagaimana suatu hal itu bisa membawa manfaat bagi perkembangan batin.....
itu yg jelas2 disebut dalam Kalama Sutta mengenai kerugian dari LDM dan keuntungan dari terbebas dari LDM
source : samaggiphala.or.id (http://www.samaggi-phala.or.id/tipitaka_dtl.php?cont_id=705)
Jadi yg ditelaah bukannya kitabnya melainkan bagaimana manfaat dari kitab itu terhadap pengikisan LDM
Kitab itu adalah peta, utk menunjukkan arah ke pengikisan LDM tapi peta itu sendiri bukan tujuan
Sama seperti telunjuk yang digunakan utk menunjuk bulan tapi telunjuk itu bukanlah bulan
Hanya org bodoh yg bilang telunjuk = bulan, atau peta = tujuan
Jadi bukan peta atau telunjuk yg salah, si pelaksananya itulah yg salah.......
Yang menjadi fokus saya di sini adalah sikap seseorang terhadap kitab sucinya (dalam hal ini, Tipitaka), bukan pada Tipitakanya itu sendiri. Sebetulnya yang ingin saya sampaikan adalah bahwa kemelekatan pada kitab suci adalah sumber dari penderitaan, sementara melihat kesalahan sebagai kesalahan, adalah awal dari kebebasan.
Perkembangan bathin seseorang ditentukan oleh kematangan bathin masing-masing. Perkembangan bathin sendiri sangat subjektif, dan sangat susah dinilai oleh orang lain. Bagi sebagian orang, kalau hafal Tipitaka, bathinnya sudah mantap. Bagi sebagian orang lain, kalau meditasinya tahan 10 jam non-stop, bathinnya sudah mantap. Kebenarannya, siapa yang tahu? Itulah sebabnya saya katakan semua itu dikembalikan pada pribadi masing-masing. Bagi orang yang melekat pada kitab, maka kitab adalah "foto" berisi sebuah gambaran ideal. Ketika mengetahui foto itu ternyata salah atau palsu, maka "habislah" dia. Kalama Sutta mengajarkan agar menyikapi kitab sebagai cermin. Cermin itu boleh buram atau retak, namun jika kita bisa melihat refleksi diri kita di cermin itu, jelek sebagai jelek, bagus sebagai bagus, untuk diperbaiki di masa depan, maka itulah yang dinamakan bermanfaat.
yah, soal nama dibahas lageee. kan para dewa pakai bahasa cuma atu, dev vani. jadi wajar aja morpheus = perubahan = xxx = yyy = zzzkayaknya bukan tuh om...
ada nama jelita, pretty, ramani, dll, dsb, tapi artinya sama aja
yah, soal nama dibahas lageee. kan para dewa pakai bahasa cuma atu, dev vani. jadi wajar aja morpheus = perubahan = xxx = yyy = zzzkayaknya bukan tuh om...
ada nama jelita, pretty, ramani, dll, dsb, tapi artinya sama aja
dari 10000 tata surya yg hadir itu yg diaddress semuanya dewa lokal kok...
tapi saya udah puas kok ama penjelasannya. bisa aje emang cuman yg lokal2 doang yg diaddress. pan tuan rumah. atau kebagian duduk di depan kata bang kelana. masalah ginian kan selalu ada penjelasannya :)
yah, soal nama dibahas lageee. kan para dewa pakai bahasa cuma atu, dev vani. jadi wajar aja morpheus = perubahan = xxx = yyy = zzzkayaknya bukan tuh om...
ada nama jelita, pretty, ramani, dll, dsb, tapi artinya sama aja
dari 10000 tata surya yg hadir itu yg diaddress semuanya dewa lokal kok...
tapi saya udah puas kok ama penjelasannya. bisa aje emang cuman yg lokal2 doang yg diaddress. pan tuan rumah. atau kebagian duduk di depan kata bang kelana. masalah ginian kan selalu ada penjelasannya :)
nah apakah dalam theravada masalah dewa lebih penting atau tidak?
atau malah dewa dibuat lebih hebat ;D
Nah itu udah saya sebut diatas khan bro.......
Hanya orang bodoh yg menganggap peta sebagai tujuan, atau menganggap telunjuk sebagai bulan
Pada wkt dia melekat pada peta itu, berarti dia sudah menjadi orang bodoh yang menganggap kitab itu sebagai "tujuannya", bahwa dia sudah di tujuan dengan kitab itu
Diskusi seperti ini minggu lalu sedang dibahas di milis tetangga, dengan bro Wi Tjong
Kitab memang seperti peta yang menunjukkan atau seperti yang anda sebut bisa seperti cermin yang merefleksikan
Tapi ada (atau bs disebut banyak) yang kebablasan yang melepas peta/cermin itu walau belum sampai di pantai seberang.....
Kondisi ini membuat dia/mereka berpikir "Kitab itu tidak cocok untukku jadi tidak usah digunakan"
Senang diskusi dengan Bro Kai karena sudah jelas apa yang anda maksudkan..... ;)
metta _/\_
nah apakah dalam theravada masalah dewa lebih penting atau tidak?
atau malah dewa dibuat lebih hebat ;D
nah apakah dalam theravada masalah dewa lebih penting atau tidak?
atau malah dewa dibuat lebih hebat ;D
satu pertanyaan dari sayadhamma yg diajarkan sang buddha hanyalah segenggam pasir dibandingkan pasir dipantai.jd sebelum diperiksa dulu hendaknya kita tidak men-CAP sesat suatu ajaran.hanya saja ajaran yg tidak masuk akal hendaknya perlu dipertimbangkan lg ke-absahannya.
no offense loh
bagaimanakah pandangan theravada terhadap yang diluar dari theravada ?
apakah adalah salah dan tidak benar dengan kata lain sesat?
_/\_
_/\_satu pertanyaan dari sayadhamma yg diajarkan sang buddha hanyalah segenggam pasir dibandingkan pasir dipantai.jd sebelum diperiksa dulu hendaknya kita tidak men-CAP sesat suatu ajaran.hanya saja ajaran yg tidak masuk akal hendaknya perlu dipertimbangkan lg ke-absahannya.
no offense loh
bagaimanakah pandangan theravada terhadap yang diluar dari theravada ?
apakah adalah salah dan tidak benar dengan kata lain sesat?
_/\_
jd umat theravada tidak menganggap sesat ajaran mahayana,atau yg lainnya
klo ada pun di ga akan ngaku2,karena orang suci tidak ngaku2_/\_satu pertanyaan dari sayadhamma yg diajarkan sang buddha hanyalah segenggam pasir dibandingkan pasir dipantai.jd sebelum diperiksa dulu hendaknya kita tidak men-CAP sesat suatu ajaran.hanya saja ajaran yg tidak masuk akal hendaknya perlu dipertimbangkan lg ke-absahannya.
no offense loh
bagaimanakah pandangan theravada terhadap yang diluar dari theravada ?
apakah adalah salah dan tidak benar dengan kata lain sesat?
_/\_
jd umat theravada tidak menganggap sesat ajaran mahayana,atau yg lainnya
Saya ingin bertanya, apakah di antara anda2 sekalian sudah mencapai tataran kesucian ?
jika belum, maka hal ini akan menjadi polemik.
jika sudah maka hal ini fakta.
nah apakah dalam theravada masalah dewa lebih penting atau tidak?
atau malah dewa dibuat lebih hebat ;D
kritis banget yah pertanyaannya..
coba saya jawab deh..
yang telah saya mengerti adalah dewa itu tidak perlu disembah..
dewa itu cuma yang lebih sadar dari kita, mereka lebih mengerti diri mereka sendiri..
jadi dengan mengerti dan sadar akan diri kita sendiri maka jadilah kita dewa..
tetapi kita sepantasnya menghormati para dewa, tidak dalam arti menyembah atau meminta2..
satu pertanyaan dari saya
no offense loh
bagaimanakah pandangan theravada terhadap yang diluar dari theravada ?
apakah adalah salah dan tidak benar dengan kata lain sesat?
Namaste
Alo mau ikut nimbrung nih menurut wa kita manusia memiliki tingkat kebijaksanaan dan sifat yang berbeda jadi ada kemungkinan cara Guru kita mengajarkan DhammaNya dengar cara yang berbeda pula untuk mengajar supaya kita bisa mengerti lagi pula selama setelah mempelajari salah satu aliran kita semakin baik tingkah lakunya ya ikutin aja gak perlu ngotot ngaku Theravadhin tapi tingkah lakunya gak bisa diliat bener kan ;D
_/\_ Sukhi Hontu
http://www.patria.or.id/component/content/article/208-buddhism-won-the-best-religion-in-the-world-award.html
uda ada yang baca blm emang ada ya award kayak gitu emang seneng juga sih dengernya dengan begitu Bhuddha Dhamma semakin dikenal dan banyak yang meneladani _/\_
:lotus:
HOAX tu apa ya sorry belum lama gabung jadi masih blum tau istilah2 DChttp://www.patria.or.id/component/content/article/208-buddhism-won-the-best-religion-in-the-world-award.html
uda ada yang baca blm emang ada ya award kayak gitu emang seneng juga sih dengernya dengan begitu Bhuddha Dhamma semakin dikenal dan banyak yang meneladani _/\_
:lotus:
hoax kan?
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,12077.0.html
HOAX = berita palsu, berita yang tidak dapat di pertanggungjawabkan kebenarannyaHOAX tu apa ya sorry belum lama gabung jadi masih blum tau istilah2 DChttp://www.patria.or.id/component/content/article/208-buddhism-won-the-best-religion-in-the-world-award.html
uda ada yang baca blm emang ada ya award kayak gitu emang seneng juga sih dengernya dengan begitu Bhuddha Dhamma semakin dikenal dan banyak yang meneladani _/\_
:lotus:
hoax kan?
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,12077.0.html
Mengenai Buddham saranam gacchami dst.. yang ada di paritta Ti-Sarana. Dari mana asal-usulnya ya? Apakah ini hanya ada di Theravada dan Buddhayana yg mengadopsi dari Theravada? Sedangkan di Mahayana dan yg lain tidak ada?Mengenai asalnya saya kurang tau tapi di Mahayana ada kok baik yang sangkrit (Tri Sarana) atau yang mandarin (San Kui Ie)
I go to the Buddha for refuge.
I go to the Dhamma for refuge.
I go to the Sangha for refuge.
A second time I go to the Buddha for refuge.
A second time I go to the Dhamma for refuge.
A second time I go to the Sangha for refuge.
A third time I go to the Buddha for refuge.
A third time I go to the Dhamma for refuge.
A third time I go to the Sangha for refuge.
http://Mengenai Buddham saranam gacchami dst.. yang ada di paritta Ti-Sarana. Dari mana asal-usulnya ya? Apakah ini hanya ada di Theravada dan Buddhayana yg mengadopsi dari Theravada? Sedangkan di Mahayana dan yg lain tidak ada?
Makasih Bro Gandalf utk infonya.. Berarti 'serupa tapi tak sama' ya.. Boleh ngelunjak dikit?Quotehttp://Mengenai Buddham saranam gacchami dst.. yang ada di paritta Ti-Sarana. Dari mana asal-usulnya ya? Apakah ini hanya ada di Theravada dan Buddhayana yg mengadopsi dari Theravada? Sedangkan di Mahayana dan yg lain tidak ada?
Di Mahayana ada San Gui Yi (Trisarana), tapi ya memang bukan terjemahan langsung dari Pali "Buddham / Dhammam/ Sangham Saranam Gacchami".
Dan San Gui Yi ini dipakai internasional bukan hanya di Indonesia.
Di Vajrayana juga ada bait perlindungan Trisarana. Dan ini selalu dilafalkan setiap kali awal puja.
Setiap dharani Mahayana saja hampir semua diawali dengan perlindungan pada Buddha, Dharma, Sangha.
Yang namanya Buddhis, baik Mahayana maupun Vajrayana, ya melakukan perlindungan pada Triratna, baik pada saat puja (walaupun dengan kata-kata / bahasa yang berbeda) maupun menjalani kehidupan sehari-hari.
_/\_
The Siddha Wanderer
tidak beriman ? ah bro ryu sangat rendah hati...biasanya paling jago ngepost Sutta kan bro ryu...cihuikakakakak, cuma copas doang koq, masa gitu di bilang beriman kakakakakak
g masih inget pertanyaannya keknya... >:D
apa g aja yg nanyain... :P
saya sebagai umat theravada tidak pernah mendengar atau membaca satu pun pernyataan para guru atau pun tulisan yg mengatakan diluar theravada adalah salah, tidak benar atau sesat...
ha??? :oQuotesaya sebagai umat theravada tidak pernah mendengar atau membaca satu pun pernyataan para guru atau pun tulisan yg mengatakan diluar theravada adalah salah, tidak benar atau sesat...
berarti belon pernah tahu mengenai perpecahan Sangha yang tercatat dalam Abhidhamma....
Hahaha... Makin seru aja neh....
Dari tadi kita selalu mencari perbedaan antara Theravada dan Mahayana...
Pernahkah kita tahu bahwa dalam Theravada sendiri terpecah menjadi bebrapa aliran?
Yang saya tahu di Thailand.... Di Thailand terdapat 2 aliran TRheravad yang besar...
Yang pertama dan terbanyak adalah Maha Nikaya dan yang kedua adalah Dhammayuttika...
Di Indonesia sendiri aliran yang kedua inilah yang berkembang..
Dalam 2 aliran ini terdapat perbedaan dalam hal Vinaya para Bhikkhunya....
Untuk lebih jelasnya silahkan baca di : http://www.samaggi-phala.or.id/ftj_win.php?id=403
So jadi mana yang bener??? <----- Pertanyaan yang tidak perlu dijawab...
Karena seseorang memilih agama atau aliran yang diyakininya berdasarkan KECOCOKAN bukan karena agama atau alirannya yang paling benar..... Semoga menjadi perenungan...
Itu common myth. Gak ada bukti otentik bahwa Dhammayut lebih valid daripada Mahanikay. Vinaya mereka sama aja koq.Kalau tidak salah, MN memperbolehkan bhikkhu menerima/menyimpan uang, walaupun sepertinya juga bukan untuk pribadi.
Tapi kalo anda bisa minta bukti tertulis bahwa mereka punya Vinaya dan Buddha yang berbeda, saya akan senang sekali.
saya ingin menanyakan pandangan dari aliran Theravada mengenai bagaimana menyikapi Buddha Bar sesuai ajaran Theravada.
saya menanyakan hal ini karena selama ini di thread sebelah maupun di luar theard, saya tidak pernah menemukan bagaimana seharusnya menyikapi hal ini sesuai yg diajarkan dalam Theravada.
jika ada-pun, IMO sudah bercampur dengan AKU sehingga tidak lagi murni. dan mungkin juga adalah kesalahan di pihak saya, dimana hal itu ternyata adalah benar apa adanya menurut Theravada.
saya menyadari, mayoritas forum ini adalah aliran Theravada yg mungkin mencapai sekitar 98%.
mungkin argument saya tidak masuk di telinga kaum Theravada atau bahkan bertentangan, sehingga timbul berbagai anggapan dimana sedang terjadi guru-menggurui, mencemoohkan, merendahkan,.. dll.
saya yg mendalami Zen, kisah seorang Bhikku yg membakar patung Buddha untuk api unggun, dan seorang jendral dan guci nya sudah menjawab semuanya.
maka dari itu, saya berharap ada dari kaum Theravada ada yg bisa menjelaskan apa yg seharusnya dan apa yg tidak seharusnya sesuai ajaran Theravada yg murni.
dan agar saya dapat lebih memahami Theravada dan kedepannya saya dapat menjaga posting-an saya agar tidak melukai pihak lain.
saya tidak bermaksud menimbulkan konflik internal Theravada bila pada akhirnya terjadi perbedaan pendapat.
saya hanya ingin sebuah jawaban berdasarkan apa yg diajarkan dalam Theravada.
untuk itu saya berharap bagi yg benar2 mendalami Theravada bisa memberikan kepuasan jawaban pada saya.
dan bila ada yg non-Theravada ingin ikut menanyakan hal yg sama, saya mohon agar menghindari diskusi yg tiada akhir.
_/\_
MN memang boleh menyimpan bahkan memegang 'uang' mengingat dlm Vinaya tdk disbutkan ttng Uang
satu pertanyaan dari saya
no offense loh
bagaimanakah pandangan theravada terhadap yang diluar dari theravada ?
apakah adalah salah dan tidak benar dengan kata lain sesat?
_/\_
bahkan jika ada member yg menjawab apakah itu bisa mewakili pandangan theravada? siapakah di sini yg berani mewakili theravada? jadi INVALID QUESTION
Hahaha... Makin seru aja neh....
Dari tadi kita selalu mencari perbedaan antara Theravada dan Mahayana...
Pernahkah kita tahu bahwa dalam Theravada sendiri terpecah menjadi bebrapa aliran?
Yang saya tahu di Thailand.... Di Thailand terdapat 2 aliran TRheravad yang besar...
Yang pertama dan terbanyak adalah Maha Nikaya dan yang kedua adalah Dhammayuttika...
Di Indonesia sendiri aliran yang kedua inilah yang berkembang..
Dalam 2 aliran ini terdapat perbedaan dalam hal Vinaya para Bhikkhunya....
Untuk lebih jelasnya silahkan baca di : http://www.samaggi-phala.or.id/ftj_win.php?id=403
So jadi mana yang bener??? <----- Pertanyaan yang tidak perlu dijawab...
Karena seseorang memilih agama atau aliran yang diyakininya berdasarkan KECOCOKAN bukan karena agama atau alirannya yang paling benar..... Semoga menjadi perenungan...
Itu common myth. Gak ada bukti otentik bahwa Dhammayut lebih valid daripada Mahanikay. Vinaya mereka sama aja koq.
Tapi kalo anda bisa minta bukti tertulis bahwa mereka punya Vinaya dan Buddha yang berbeda, saya akan senang sekali.
hm... masalah antar sekte memang selalu demikian
sampai kapan pun selalu aja ada alasan bagi kalangan keagamaan untuk saling bertikai
ini yang bikin aku malas gabung sama organisasi keagamaan, malesssss banget
ujung ujungnya berkelahi
ga peduli sama sekte juga bisa berkelahi , mana Yang Benar ?
menurut hukum rimba, Yang Benar adalah yang mengikuti prinsip orang yang ngomong dia Benar he he he
berkenaan dengan thread sebelah:janggal dimananya? padahal itu sudah di konfirm itu betul pernyataan dari Buddha oleh bpk Hudoyo selain tisutta lho =))
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=17773.msg293419#msg293419
ttg cerita Angulimala...
kok bisa tau ya cerita lengkapnya seperti itu? kok saya merasa ada yang janggal...hehhee..duh nyusun kalimatnya gmn yakk?
KEBIJAKSANAAN SESEORANG DIPERLUKAN UNTUK BISA MEMAHAMI YANG BENAR, DHAMMA YANG SEJATI TIDAK MUDAH DIMENGERTI. MAKANYA BANYAK YANG KACAU, AMBIL YANG BAIK, BUANG YANG BUSUK.KEtidakBIJAKSANAAN SESEORANG DIPERLUKAN UNTUK BISA MEMAHAMI YANG salah, DHAMMA YANG tidak SEJATI MUDAH DIMENGERTI. MAKANYA BANYAK YANG teratur, AMBIL YANG salah, BUANG YANG benar.
Theravada cenderung menuduh Mahayana Eternalistik :ngomel:
Mahayana cenderung menuduh Theravada Nihilistik :ngomel:
ETERNALISME & NIHILISME yang walaupun secara TEORITIS sama-sama DITOLAK THERAVADA & MAHAYANA namun dalam PRAKTEK itulah yang sesungguhnya menjadi PERDEBATAN yang sangat ABHI (HALUS-TINGGI-LUAS) yang tak kunjung usai (dapat dibandingkan dengan perdebatan antara THEISME dan ATHEISME yang juga tak akan pernah berakhir).
Theravada cenderung Konservatif
Mahayana cenderung Liberal
Koq kayak Partai Republik vs Partai Demokrat di USA aja ya? ^-^
Theravada cenderung Individualis/Egois
Mahayana cenderung Sosialis/Altruis
Koq kayak Kapitalis vs Komunis aja ya? ^-^
Theravada cenderung menjunjung tinggi Citta Logis Kritis
Mahayana cenderung menjunjung tinggi Hati Maitri Karuna
Koq kayak Ilmuwan vs Rohaniawan aja ya ^-^
DISKUSI # 8 : THERAVADA = EKSKLUSIF EKSTREM!
SAGGADHANA:
Jadi kita bisa melihat bahwa pandangan orang yang menyatakan bahwa surga sama dengan ‘nibanna’ adalah tidak benar adanya, maka umat Buddha memandang surga hanya bagian dari 31 alam kehidupan dimana maha pencipta juga merupakan penghuni salah satu alam kehidupan tersebut.
===================
HUDOYO:
Ini adalah salah kaprah khas Theravada. Di sini umat Theravada melihat ‘Tuhan’ dalam agama-agama monoteis dalam pengertian populer, berdasarkan pemahaman harafiah (literal) dari Al-Quran atau Alkitab.
4. LIBERAL (bebas dalam bertindak sehingga kadang ceroboh, cenderung suka mengubah aturan, berani mengambil resiko)dengan mengatakan bahwa MAHAYANA cenderung LIBERAL apakah anda memiliki bukti kecerobohan mahayana dan aturan apa yg telah diubah oleh mahayana?
5. INDIVIDUALIS/EGOIS (dalam arti manusia adalah makhluk individu dan cenderung mementingkan dirinya sendiri dahulu sebelum orang lain)bukankah Theravada juga mengajarkan 10 Parami? dan dalam perjalanan Bodhisatta selama 4 assankheyya + 100 ribu kappa, bukankah Sang Bhodisatta bahkan rela mengorbankan nyawanya demi menolong makhluk lain? egoiskah ini?
5. INDIVIDUALIS/EGOIS (dalam arti manusia adalah makhluk individu dan cenderung mementingkan dirinya sendiri dahulu sebelum orang lain)
6. SOSIALIS/ALTRUIS (dalam arti manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan pertolongan orang lain dalam kehidupannya dan cenderung mementingkan kepentingan orang banyak dibandingkan dirinya sendiri, rela berkorban untuk kepentingan orang banyak)
Theravada cenderung menuduh Mahayana Eternalistik
Mahayana cenderung menuduh Theravada Nihilistik
1. NIHILISTIK (setelah mati, batin/kesadaran/roh/jiwa - hilang/lenyap semua)
2. ETERNALISTIK (setelah mati, batin/kesadaran/roh/jiwa - masih ada)
Dengan mengatakan bahwa Theravada menuduh Mahayana dan sebaliknya, tentu yg anda maksudkan adalah ajaran dari kedua aliran tersebut. dalam sutta manakah terdapat tuduhan dari theravada bahwa mahayana menganut eternalistik?kayaknya yg dimaksudkan om thema di atas adalah penganutnya.
demi kesamaan sudut pandanng, mungkin Sdr. Thema juga perlu menjelaskan terlebih dulu definisi dari beberapa terminologi yg digunakan spt:
1. NIHILISTIK
2. ETERNALISTIK
3. KONSERVATIF
4. LIBERAL
5. INDIVIDUALIS/EGOIS
6. SOSIALIS/ALTRUIS
7. CITTA LOGIS KRITIS
8. HATI MAITRI KARUNA
9. THEIS
10. ATHEIS
Kalau begitu untuk pak hudoyo harus capek-capek mengajarkan meditasi??Kalau ingin AKU berakhir bisa dengan minum baygon,atau minta disuntik mati,atau gantung diri dan banyak lainnya.Maka lenyaplah AKU yang ada sekarang.
DISKUSI # 6 : ANATTA <> MOHA <> DOSA & LOBHA
Jadi masalahnya bukan terletak pada MELEKATNYA aku, melainkan terletak pada AKU itu sendiri. Masalahnya bukan bagaimana menghilangkan kelekatan, tapi bagaimana aku ini bisa lenyap.
Demikianlah, aku tidak mungkin melenyapkan kelekatan dan penolakan, yang adalah dirinya sendiri! Agar kelekatan lenyap, aku harus berakhir.
Sory OOT...
Akhirnya ada yang memulai diskusi dengan menyamakan dulu sudut pandang.Biasanya yang terjadi dalam membahas 1hal:yang satu bilang biawak dan yang satu bilang kadal.
Kalau begitu untuk pak hudoyo harus capek-capek mengajarkan meditasi??Kalau ingin AKU berakhir bisa dengan minum baygon,atau minta disuntik mati,atau gantung diri dan banyak lainnya.Maka lenyaplah AKU yang ada sekarang.
sorry OOT juga, setelah sekian lama tidak pernah online ke DC hari ini baca postingan sis jadi kepengin ketawa.
mettacittena,
dengan mengatakan bahwa MAHAYANA cenderung LIBERAL apakah anda memiliki bukti kecerobohan mahayana dan aturan apa yg telah diubah oleh mahayana?saya bilang CENDERUNG ceroboh dan itupun kadang-kadang jadi tidak selalu ceroboh dan ini terkait dengan sikap liberalnya. contohnya adalah mengenai meditasi yang kadang tidak mengikuti aturan tertentu yang sistematis seperti Theravada yang dapat dibaca dari perdebatan antara marcedes dan sobat-dharma, atau berani mengganti meditasi dengan nianfo dan lain-lain.
bukankah Theravada juga mengajarkan 10 Parami? dan dalam perjalanan Bodhisatta selama 4 assankheyya + 100 ribu kappa, bukankah Sang Bhodisatta bahkan rela mengorbankan nyawanya demi menolong makhluk lain? egoiskah ini?Saya bilang CENDERUNG egois bukan 100% egois tapi egois dalam bentuk YANG SANGAT HALUS (ABHI). Saya beri contoh misalnya mengenai konsep sammasambuddha dalam satu masa, bukankah itu egoisme dalam bentuk yang sangat halus? Ibaratnya begitu banyak orang harus ngantri jadi Buddha selama ajaran Buddha itu belum lenyap, yang mungkin lenyapnya ribuan, jutaan atau milyaran tahun lagi. Buddha jadi kayak raja diraja atau God of the gods. Dan Buddha GOTAMA terkesan sangat egois dengan mengangkangi gelar itu sendirian dan tidak mau orang lain menerima gelar yang sama. Apa bedanya dengan Allah SWT yang super egois dengan kalimat Tiada Tuhan Lain Selain Aku, Hanya aku yang harus kalian puja dan sembah? Karena itu dalam Tantrayana kemudian dikenal banyak sammasambuddha bahkan dalam satu masa sekalipun untuk melawan kecenderungan egoistik ini.
sorry OOT juga, setelah sekian lama tidak pernah online ke DC hari ini baca postingan sis jadi kepengin ketawa.
mettacittena,(http://t1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcR0S4kbRbYPwQ91cdnPlsWQPyhcSY8RpOAMGaCEaazqkCzxA5K_cQ)
DISKUSI # 1 : ANATTA = AKU PADAM/LENYAP
HUDOYO:
Penderitaan ADALAH aku, bukan ‘Aku yang mengalami penderitaan’. Jadi "membebaskan diri dari penderitaan" berarti membebaskan diri dari aku. Itu jelas mustahil, karena aku tidak mungkin membebaskan diri dari aku.
DISKUSI # 2 : LOGIKA BISA PAHAMI DHAMMA ??
HUDOYO:
Kebenaran ajaran Sang Buddha yang dipahami dengan logika semata-mata sama sekali tidak membebaskan. Sang Buddha mencapai kebenarannya bukan dengan intelek, dengan perenungan/logika, melainkan dengan mengamati secara pasif dan melihat langsung gerak-gerik pikiran/aku ini!
Quote from: Indra on Yesterday at 01:17:41 PM
dengan mengatakan bahwa MAHAYANA cenderung LIBERAL apakah anda memiliki bukti kecerobohan mahayana dan aturan apa yg telah diubah oleh mahayana?Quotesaya bilang CENDERUNG ceroboh dan itupun kadang-kadang jadi tidak selalu ceroboh dan ini terkait dengan sikap liberalnya. contohnya adalah mengenai meditasi yang kadang tidak mengikuti aturan tertentu yang sistematis seperti Theravada yang dapat dibaca dari perdebatan antara marcedes dan sobat-dharma, atau berani mengganti meditasi dengan nianfo dan lain-lain.Quotebukankah Theravada juga mengajarkan 10 Parami? dan dalam perjalanan Bodhisatta selama 4 assankheyya + 100 ribu kappa, bukankah Sang Bhodisatta bahkan rela mengorbankan nyawanya demi menolong makhluk lain? egoiskah ini?QuoteSaya bilang CENDERUNG egois bukan 100% egois tapi egois dalam bentuk YANG SANGAT HALUS (ABHI). Saya beri contoh misalnya mengenai konsep sammasambuddha dalam satu masa, bukankah itu egoisme dalam bentuk yang sangat halus? Ibaratnya begitu banyak orang harus ngantri jadi Buddha selama ajaran Buddha itu belum lenyap, yang mungkin lenyapnya ribuan, jutaan atau milyaran tahun lagi. Buddha jadi kayak raja diraja atau God of the gods. Dan Buddha GOTAMA terkesan sangat egois dengan mengangkangi gelar itu sendirian dan tidak mau orang lain menerima gelar yang sama. Apa bedanya dengan Allah SWT yang super egois dengan kalimat Tiada Tuhan Lain Selain Aku, Hanya aku yang harus kalian puja dan sembah? Karena itu dalam Tantrayana kemudian dikenal banyak sammasambuddha bahkan dalam satu masa sekalipun untuk melawan kecenderungan egoistik ini.
Saya bilang CENDERUNG egois bukan 100% egois tapi egois dalam bentuk YANG SANGAT HALUS (ABHI). Saya beri contoh misalnya mengenai konsep sammasambuddha dalam satu masa, bukankah itu egoisme dalam bentuk yang sangat halus? Ibaratnya begitu banyak orang harus ngantri jadi Buddha selama ajaran Buddha itu belum lenyap, yang mungkin lenyapnya ribuan, jutaan atau milyaran tahun lagi. Buddha jadi kayak raja diraja atau God of the gods. Dan Buddha GOTAMA terkesan sangat egois dengan mengangkangi gelar itu sendirian dan tidak mau orang lain menerima gelar yang sama. Apa bedanya dengan Allah SWT yang super egois dengan kalimat Tiada Tuhan Lain Selain Aku, Hanya aku yang harus kalian puja dan sembah? Karena itu dalam Tantrayana kemudian dikenal banyak sammasambuddha bahkan dalam satu masa sekalipun untuk melawan kecenderungan egoistik ini.
saya bilang CENDERUNG ceroboh dan itupun kadang-kadang jadi tidak selalu ceroboh dan ini terkait dengan sikap liberalnya. contohnya adalah mengenai meditasi yang kadang tidak mengikuti aturan tertentu yang sistematis seperti Theravada yang dapat dibaca dari perdebatan antara marcedes dan sobat-dharma, atau berani mengganti meditasi dengan nianfo dan lain-lain.saya kira tidak bijaksana untuk membandingkan theravada vs mahayana dengan berpatokan bahwa theravada adalah versi yg benar dan mahayana adalah versi turunan. menurut kaum mahayanis, cara meditasi nianfo juga diajarkan oleh Sang Buddha. jadi tidak ada perubahan dalam hal meditasi, jika mengikuti pandangan Mahayana.
Saya bilang CENDERUNG egois bukan 100% egois tapi egois dalam bentuk YANG SANGAT HALUS (ABHI). Saya beri contoh misalnya mengenai konsep sammasambuddha dalam satu masa, bukankah itu egoisme dalam bentuk yang sangat halus? Ibaratnya begitu banyak orang harus ngantri jadi Buddha selama ajaran Buddha itu belum lenyap, yang mungkin lenyapnya ribuan, jutaan atau milyaran tahun lagi. Buddha jadi kayak raja diraja atau God of the gods. Dan Buddha GOTAMA terkesan sangat egois dengan mengangkangi gelar itu sendirian dan tidak mau orang lain menerima gelar yang sama. Apa bedanya dengan Allah SWT yang super egois dengan kalimat Tiada Tuhan Lain Selain Aku, Hanya aku yang harus kalian puja dan sembah? Karena itu dalam Tantrayana kemudian dikenal banyak sammasambuddha bahkan dalam satu masa sekalipun untuk melawan kecenderungan egoistik ini.menurut pandangan Theravada, hal itu adalah kebenaran (berbeda dengan egois). dalam Tantrayana memang dikenal banyak Buddha, misalnya BADUT HIDUP LSY, tapi badut ini bukan Buddha dalam pandangan Theravada. ada beberapa hal yg diajarkan oleh Sang Buddha yg terkesan egois, tapi kalau dipelajari lebih jauh ternyata cukup masuk akal, beralasan, dan sama sekali tidak egois. "egois" hanyalah kata yg digunakan oleh aliran lain untuk mendebat Theravada.
Bro Thema yang baik, saya hanya mengutip poin 5 yang menurut saya tidak benar.
Sang Buddha membebaskan diri Beliau lebih dahulu, setelah mendapatkan cara pembebasan lalu menolong mahluk lain dengan mengajarkan jalan pembebasan juga.
Ini juga merupakan jalan yang ditempuh para Siswa Ariya, yang berusaha mempelajari jalan pembebasan bagi diri mereka, baru menolong mahluk lain dengan mengajarkan jalan pembebasan yang telah dialami/dipahaminya.
Jika para Siswa Ariya/Sang Buddha mau egois, setelah mendapatkan jalan pembebasan/pencerahan mereka tak perlu repot-repot mengajarkan mahluk lain jalan pembebasan. Sebodo amat, ya kan...?
Apakah sikap tidak egois ditunjukkkan dengan membaca mantra agar mahluk lain selamat/ diselamatkan mahluk lain (Bodhisatta/Buddha) atau secara langsung mengajarkan jalan pembebasan bagi diri mereka...? Sehingga mereka terbebas dan mencapai jalan ke Nibbana...?
Menurut anda manakah yang lebih egois:
- Membaca mantra agar orang lain selamat, agar ditolong Bodhisatta/Buddha, melepas kura-kura burung, tidak makan daging dan lain-lain, atau....
- Mengajarkan dan membimbing mahluk lain bermeditasi Vipassana agar mencapai jalan pembebasan bagi dirinya, hingga mencapai Nibbana...? Dan lebih dari itu mereka yang telah diselamatkan (telah mencapai Nibbana) lalu pada gilirannya juga membimbing mahluk lain yang belum terbebas agar menjadi selamat dan terbebas juga/mencapai Nibbana...?
kayaknya yg dimaksudkan om thema di atas adalah penganutnya.
Jika mau mengerti Buddha Dhamma, referensi Tipitaka ^:)^
kalau cuma membandingkan pendapat pribadi2 tentunya tidak akan ketemu, malah bingung ???
Dengan mengatakan bahwa Theravada menuduh Mahayana dan sebaliknya, tentu yg anda maksudkan adalah ajaran dari kedua aliran tersebut. dalam sutta manakah terdapat tuduhan dari theravada bahwa mahayana menganut eternalistik?
bro Thema yg baik,
- apakah sesuatu yg tidak sesuai dengan textual bisa dibilang liberal/ceroboh?
mettacittena,
setujuKalau anda sudah tahu,kenapa anda harus bertanya?
Jadi membaca mantra tidak bisa membebaskan/menyelamatkan? Kalau jawabannya ya, itulah KECENDERUNGAN pikiran/jawaban Theravadin.
saya tidak dalam posisi menghakimi mana yang lebih baik atau lebih buruk. saya hanya menganalisis kecenderungan-kecenderungan yang sangat ‘abhi’ alias halus, tinggi, dan luas sekali.Jawabannya karena tulisan tebal diatas.Makanya topik ini anda buat dimasing-masing board yang strategis.Dengan memberikan pandangan-pandangan yang bertentangan sehingga masing-masing mengeluarkan pikirannya.Dan setiap tebakan anda benar maka anda akan mengatakan ini kecenderungan pikiran penganut theravada.Ini kecenderungan mahayana.Dan jika tidak ada yang menjawab sama sekali maka anda akan bingung,dan karena topik yang membuat orang bereaksi adalah yang menyerang individu,makanya anda tampilkan.
setuju
Jadi membaca mantra tidak bisa membebaskan/menyelamatkan? Kalau jawabannya ya, itulah KECENDERUNGAN pikiran/jawaban Theravadin.
saya tidak dalam posisi menghakimi mana yang lebih baik atau lebih buruk. saya hanya menganalisis kecenderungan-kecenderungan yang sangat ‘abhi’ alias halus, tinggi, dan luas sekali.
_/\_
Kembali lagi ke IDE saya mengenai AN-ATTA yang seharusnya secara logis berpasangan dengan NIHILISME dan ketika parinibbana sebagai padamnya atta didefinisikan sebagai BUKAN nihilis dan BUKAN eternalis, definisi yang tidak jelas dan tidak bisa dicapai pikiran kita yang awam itulah yang menurut saya pribadi merupakan asal muasal dari perdebatan tiada akhir antara Theravada dan Mahayana yang kemudian merembet kemana-mana hingga ke konsep/teori mengenai arahat dan bodhisattva.Bukan karena itu..tapi karena masing-masing berbeda keunggulan.Dan perdebatan terjadi karena ingin mengetahui, karena seni berbicara dan karena ingin memuaskan ego.Dan sebagian kecil ingin mendapatkan kemajuan karena perdebatan baik dalam sisi melatih kesabaran,baik dalam berbicara,baik dalam melatih kecepatan mengetik dan banyak lagi yang lainnya.
Begini saja, coba kita bayangkan antara orang-orang terpelajar seperti kita (anggaplah kita berdua sudah lulus universitas) dengan seorang businessman yang hanya lulus SMA. Kita yang terpelajar umumnya cenderung konservatif dan tidak terlalu berani mengambil resiko karena kita ini boleh dibilang 'kutubuku' (pinjem istilah bro Tan) alias demennya menggeluti 'textbook' saja. Bandingkan dengan businessman yang hanya lulus SMA dan tidak demen baca buku alias tidak kutubuku seperti kita, sehingga tindakannya cenderung bebas dan berani langgar aturan pemerintah misalnya menjalankan bisnis padahal belum ada akte notaris PT atau CV nya, atau bikin merk tanpa izin dari deperindag, atau membuat produk makanan tanpa izin depkes terlebih dulu, atau tidak melakukan business planning yang matang, dll. Pokoknya 'ceroboh' sekali dalam pandangan kita. Slogan mereka hanya "Just do it!" kayak iklan Nike tempo dulu. Kita mungkin takut berbuat seperti itu, tapi mereka tidak tuh. Dan bisa jadi akhirnya mereka lebih sukses dibandingkan kita yang sarjana. =))
saya tidak bermaksud membahas terlalu jauh sampai ke sutta/sutra yang ujung-ujungnya pasti debat kusir seperti di PANDANGAN KRITIS MENGENAI MAHAYANA yang sudah mencapai 130-an halaman. Lagipula saya tidak mempercayai kebenaran sutta/sutra 100% (hanya 90% untuk Tipitaka dan 70% untuk Tripitaka seperti yang saya ungkapkan sebelumnya, tentu saja angka 90% dan 70% ini bukan angka mutlak, hanya sebagai deskripsi saja)
saya hanya membahas KECENDERUNGAN-KECENDERUNGAN dari pola pikir yang sangat halus, tinggi dan luas dari para pengikut dari kedua belah pihak yang kadang tidak disadari oleh mereka sendiri.
I can see that TENDS. Can't you see them?
Kembali lagi ke IDE saya mengenai AN-ATTA yang seharusnya secara logis berpasangan dengan NIHILISME dan ketika parinibbana sebagai padamnya atta didefinisikan sebagai BUKAN nihilis dan BUKAN eternalis, definisi yang tidak jelas dan tidak bisa dicapai pikiran kita yang awam itulah yang menurut saya pribadi merupakan asal muasal dari perdebatan tiada akhir antara Theravada dan Mahayana yang kemudian merembet kemana-mana hingga ke konsep/teori mengenai arahat dan bodhisattva.
kok bisa ada yang bilang kalau theravada itu individualis, katanya mementingkan penyelamatan diri sendiri....lha kan tidak bisa ditemukan individu yang kekal pada diri sendiri dan makhluk lain....jadi buat apa menyelamatkan makhluk lain? diri sendiri aja nda pernah ada kok.......
jadi nda pernah ada yang mengalami dukkha dan tidak ada yang pernah bebas dari dukkha...
kalau seseorang berusaha bebas dari dukkha, kan hal itu sendiri hanya akan membawa dukkha lebih banyak?
yang paling logis ya, ternyata dukkha nda pernah ada kok...jadi tidak usah melepaskan diri dari dukkha....(dukkha kan nda pernah ada)
santai2 saja....
Waduh, banyak sekali nih tanggapannya, bingung mau jawab yang mana dulu. :))
Harap menjaga ketenangan batin dan konsentrasi pikiran kita. ;D
Fabian C :
Cara untuk memahami anatta adalah dengan bermeditasi Vipassana hingga, pengetahuan itu muncul dengan sendirinya setelah perhatian dan konsentrasi kita semakin mendalam.
Apakah bro sudah menembusnya? atau member-member theravada lainnya ada? jika tidak siapapun yang membicarakan annata hanya asal bicara omong kosong dengan teori dan akhirnya terjebak pada ego masing-masing yang notabene makin kuat egonya tetapi mengatakan tau anatta ha..ha. Bisa jadi yang dikatakan thema bisa benar adanya.memang banyak guru2 yang omong kosong mengajarkan meditasi, terus berdebat sana sini, terus mencari pembenaran2 pada orang lain, padahal sendirinya belum mengerti dengan benar, ujung2nya malah menyesatkan orang lain, sungguh menyedihkan.
Kalau memang memahami anata dengan vipasana, mendingan ramai-ramai berlatih vipasana baru dishare ketika menembusnya. Kalau hanya teori akhirnya terpleset ha..ha
terima kasih atas nasihatnya, ketenangan batin dan konsentrasi pikiran kami biarlah kami yg mengurusnya, anda silahkan mengurus batin dan pikiran anda sendiri.Jangan marah gitu dong Bro. Ampun deh. Sorry deh. ^:)^
Coba anda tukar kejadiannya dengan bagian farmasi.Orang yang harus mengaduk-ngaduk obat dengan takaran yang membutuhkan ketelitian tingkat tinggi dan harus menghafal segala macam dan fungsi kimianya.Apakah yang SMA itu lebih sukses dari yang kutubuku?
memang banyak guru2 yang omong kosong mengajarkan meditasi, terus berdebat sana sini, terus mencari pembenaran2 pada orang lain, padahal sendirinya belum mengerti dengan benar, ujung2nya malah menyesatkan orang lain, sungguh menyedihkan.
Jangan marah gitu dong Bro. Ampun deh. Sorry deh. ^:)^
Demikian adanya. Entah disini ataupun disana banyak yang menyesatkan dengan atas nama ajaran buddha dan merasa ajarannyalah paling benar. Terperangkap dalam ego dan sungguh jauh dari yang diajarkan Guru Agung Buddha tapi masih saja merasa benar.
Adakah di sutta mengatakan theravada lah yang benar dan logis demikian sebaliknya?
Bro Thema yang baik, pikiran anda persis dengan pikiran pak Hudoyo, yang beranggapan atta ada dan kemudian lenyap (padam) dengan pencapaian Nibbana.... Itu adalah pandangan salah (miccha ditthi) menurut Theravada.Untuk ini saya mau berkomentar sedikit. Pak Hudoyo berkata "Buddha mengajarkan dukkha dan lenyapnya dukkha dan bukan menyinggung atta". Atta (atau yang biasa dibilang si 'aku') itu timbul dari proses pikiran yang berkembang melampaui yang seharusnya (mannati). Ketika kita melihat apa adanya, maka pikiran tidak lagi berkembang lebih jauh, berpikir mengenai objek, berpikir 'aku/atta' di luar atau di dalam objek, dan seterusnya, hanya melihat objek sebagai objek saja apa adanya. Di situlah penderitaan berakhir. Jadi sejauh yang saya tahu (entahlah jika sudah berubah), Pak Hudoyo tidak mengajarkan adanya atta lalu lenyap, tapi adanya sesuatu yang dianggap sebagai atta, dan lenyap ketika pengetahuan muncul. Itu bedanya nibbana yang adalah padamnya kemelekatan (pada konsep atta maupun konsep anatta) dengan nihilisme yang mengatakan atta ada, kemudian lenyap dan hancur.
Ada 4 pandangan salah mengenai atta (sakkaya ditthi) yang berhubungan dengan kelima khandha, sehingga total pandangan salah sakkaya ditthi tersebut menjadi 20.
Keempat pandangan salah tersebut menurut Manual of Buddhist terms and doctrines, oleh Nyanatiloka Mahathera yaitu:
1. Beranggapan bahwa atta adalah identik dengan kelima khandha.
2. Beranggapan bahwa atta ada pada setiap khandha
3. Beranggapan bahwa atta terpisah dari khandha
4. Beranggapan bahwa atta memiliki khandha.
Mengenai kemampuan untuk mengerti secara jelas konsep anatta, tidak bisa dicapai dengan membaca dan berusaha menyerap teori, bukan demikian caranya menyelami paham anatta.
Cara untuk memahami anatta adalah dengan bermeditasi Vipassana hingga, pengetahuan itu muncul dengan sendirinya setelah perhatian dan konsentrasi kita semakin mendalam.
Dan pengetahuan yang sangat jelas muncul hampir berbarengan dengan lenyapnya sakkaya ditthi.
_/\_
Untuk ini saya mau berkomentar sedikit. Pak Hudoyo berkata "Buddha mengajarkan dukkha dan lenyapnya dukkha dan bukan menyinggung atta". Atta (atau yang biasa dibilang si 'aku') itu timbul dari proses pikiran yang berkembang melampaui yang seharusnya (mannati). Ketika kita melihat apa adanya, maka pikiran tidak lagi berkembang lebih jauh, berpikir mengenai objek, berpikir 'aku/atta' di luar atau di dalam objek, dan seterusnya, hanya melihat objek sebagai objek saja apa adanya. Di situlah penderitaan berakhir. Jadi sejauh yang saya tahu (entahlah jika sudah berubah), Pak Hudoyo tidak mengajarkan adanya atta lalu lenyap, tapi adanya sesuatu yang dianggap sebagai atta, dan lenyap ketika pengetahuan muncul. Itu bedanya nibbana yang adalah padamnya kemelekatan (pada konsep atta maupun konsep anatta) dengan nihilisme yang mengatakan atta ada, kemudian lenyap dan hancur.
Di sutta gak ada kata Theravada loh... juga ga da kata mahayana dan tantrayana... ^-^
menurut Pak Hudoyo, Pikiran=aku=attaMungkin itu semacam penggunaan istilah untuk "pikiran yang berploriferasi". Kadang secara konseptual, saya setuju dengan Pak Hudoyo, tapi cara penjelasannya entah bagaimana tidak cocok. Jika memang konsep yang saya katakan itu benar (menurut Pak Hudoyo), saya akan mengatakan bahwa pikiran yang bergerak itu bisa membentuk konsep 'aku/atta', juga 'bukan aku/anatta', atau apapun konsep lainnya yang kemudian dilekati. Sebab bukan paham 'atta' saja yang membawa makhluk pada kelahiran kembali, tapi paham 'anatta' atau 'bukan atta bukan anatta' dan lain sebagainya, yang tidak disadari sebagai pikiran yang bergerak adalah yang membelenggu manusia pada kelahiran kembali.
Itu bedanya nibbana yang adalah padamnya kemelekatan (pada konsep atta maupun konsep anatta) dengan nihilisme yang mengatakan atta ada, kemudian lenyap dan hancur.
Oleh karena itu jangan sedikit-sedikit sutta kontra aliran lain demikian sebaliknya. Ajaran sendiri saja tidak mengerti masih sok mengerti he..he. Pola pikir theravada sering dipaksakan dengan topeng logis dan kritis tapi konsep kritis dan logis yang dipakai hanya konsep theravada ketika berhadapan dengan aliran lain . Disini jelas Guru Buddha tidak mengajarkan demikian hanya kebenaran bukan label aliran . Padahal disutta sendiri banyak cerita yang tidak logis menurut ukuran awam. Kalau sutra memang banyak juga tapi mahayana lebih jujur.
Sancai..sancai
Oleh karena itu jangan sedikit-sedikit sutta kontra aliran lain demikian sebaliknya. Ajaran sendiri saja tidak mengerti masih sok mengerti he..he. Pola pikir theravada sering dipaksakan dengan topeng logis dan kritis tapi konsep kritis dan logis yang dipakai hanya konsep theravada ketika berhadapan dengan aliran lain . Disini jelas Guru Buddha tidak mengajarkan demikian hanya kebenaran bukan label aliran . Padahal disutta sendiri banyak cerita yang tidak logis menurut ukuran awam. Kalau sutra memang banyak juga tapi mahayana lebih jujur.Ini adalah generalisasi yang berlebihan. Saya pernah mengatakan Sutta itu banyak yang waktunya tidak sesuai, lalu kisah di satu sutta tidak bersesuaian dengan sutta lainnya. Juga mengatakan ada hal-hal tidak masuk akal seperti binatang berbicara di dalam Jataka.
Sancai..sancai
Demikian adanya. Entah disini ataupun disana banyak yang menyesatkan dengan atas nama ajaran buddha dan merasa ajarannyalah paling benar. Terperangkap dalam ego dan sungguh jauh dari yang diajarkan Guru Agung Buddha tapi masih saja merasa benar.begitulah adanya, mengajarkan mengenal ego, tapi sendirinya tidak mengenal ego dengan baik, merasa ajarannya yang paling benar, soal jauh ya memang jauh lah, lha wong memang tidak mengajarkan budis kok masa mau dibandingkan dengan ajaran buda.
Adakah di sutta mengatakan theravada lah yang benar dan logis demikian sebaliknya?
Jadi menurut lo itu yang tepat itu kek gmn diskusinya dong ? heeee... Mahayana lebih jujur ?
Ini adalah generalisasi yang berlebihan. Saya pernah mengatakan Sutta itu banyak yang waktunya tidak sesuai, lalu kisah di satu sutta tidak bersesuaian dengan sutta lainnya. Juga mengatakan ada hal-hal tidak masuk akal seperti binatang berbicara di dalam Jataka.
Dari mana datangnya konklusi "konsep kritis dan logis hanya dipakai menghadapi aliran lain"?
begitulah adanya, mengajarkan mengenal ego, tapi sendirinya tidak mengenal ego dengan baik, merasa ajarannya yang paling benar, soal jauh ya memang jauh lah, lha wong memang tidak mengajarkan budis kok masa mau dibandingkan dengan ajaran buda.
soal sutta jangan percaya lah semua sutta itu, semua itu bukan langsung dari perkataan buda, yang benar hanyalah tisutta bukan tipitaka apalagi tripitaka =))
Diskusi yang mengarah pada perkembangan batin yang sesuai kebenaran, pemecahan suatu masalah bukan mengejek merendahkan, menghina dan sebagainya. Mahayana lebih jujur bercerita hal yang tidak logis menurut awam ha..ha
Sesuai kebenaran itu contohnya seperti apa ? Hahaha... Mahayana lebih jujur bercerita tentang sesuatu yang tidak logis maksudnya gmn tuh ? Mungkin maksud u baca mantra ato nien fo brp kali lalu permintaan terkabulkan kali ya... Karena di Sutta tidak ada yang seperti itu, maka dibilang tidak jujur ?
Di DC ini yang banyak menjurus ke ejekan thread LSY sama MLDD... Hmmmm :-?
contoh jujur dan tidak jujur bro gunakan hanya untuk mencari pembenaran he..he
Misal ada cerita avalokitesvara, ksitigarbha dan pure land mereka dengan terbuka menceritakan cara-caranya yang dianggap tidak logis oleh theravada . Sementara di theravada banyak juga cerita jataka yang sulit dibuktikan tapi kalau dibilang tidak logis juga pasti banyak bantahannya. Mau mengkritik tapi anti kritik he..he.
Kalau LSY dan MLDD silakan bro cerna sendiri.
Contoh sesuai kebenaran adalah setiap orang pasti sakit dan mati.
Sancai
Pertanyaan saya adalah benarkah theravada disini banyak berkhayal tentang nibbana dan anatta? yang notabene tidak pernah terbukti. Bahkan disini tidak ada yang mencapainya. Kalau ada tolong di share dong.
Saya bertanya loh, bukan membenarkan... :D Memangnya ketidaklogisan cerita jataka banyak yang tidak mau mengakui ? Aduh2 bro... baru saja diatas si Ryu ama Kainyn bilang kalo di jataka banyak yg tidak logis, anda ini bijimane sih yooo... di thread Mahayana pun banyak bantahan2 terhadap kejanggalan sutra Mahayana gt lohhhh... bijimane tuh ?Oo bertanya he..he. Memangnya ryu dan kainyn Adalah theravada? baru 2 orang saja he..he bagaimana dengan yang lain?
Betul dong, tiap orang pasti tua, sakit, dan mati... ;)
Ckckck... Ngerti ga arti anatta ? Coba ambil salah satu barang apa saja di rumah anda trus hancurin pake martil, ada inti ga ? Anatta ga tuh ? ^-^
Kalo Nibbana saya belum nyampe, jadinya no comment deh, mungkin praktsi Vipassana yang sudah advanced bisa menjelaskan...
Oo bertanya he..he. Memangnya ryu dan kainyn Adalah theravada? baru 2 orang saja he..he bagaimana dengan yang lain?
Bagaimana cerita mogalana lawan naga seperti cerita sun go kong, kalau saya bilang tidak logis juga bijimana ?
Apakah itu inti dari penembusan anatta bro?
Ok saya off dulu lagi banyak pelanggan .
Sancai..sancai
Bro Thema yang baik, Saya ingin bertanya kepada saudara apakah menurut anda dengan membaca mantra bisa membebaskan mahluk hidup dari kelahiran berulang/ Nibbana...? Bila ya coba terangkan bagaimana caranya...?
Pertanyaannya, apakah memiliki kecenderungan itu keadaan batin yaing baik atau buruk? Manakah yang harus diperhatikan kecenderungan-kecenderungan batin atau isi dari kecenderungan-kecenderungan batin itu..?
SANG BUDDHA DAN AJARAN-AJARANNYA
(Narada Mahathera)
Bagian Kedua
Bab 33
Halaman 181
SIFAT-SIFAT NIBBANA
Berlawanan dengan Samsara (perwujudan keberadaan)
Nibbana adalah
1) Kekal (Dhuva)
2) Diinginkan (Subha)
3) Bahagia (Sukha)
ABHIDHAMMATTHASANGAHA
(Pandit Jinaratana Kaharudin)
Bab V
Halaman 214
Nibbana adalah keadaan ketenangan yang timbul dengan terbebasnya dari tanha
Nibbana adalah kebahagiaan yang terbebas dari kilesa
Nibbana adalah kebahagiaan tertinggi.
Dari perdebatan yang demikian panjang dan melelahkan (137 halaman), kesimpulan saya adalah:
Theravada cenderung menuduh Mahayana ETERNALISTIK :ngomel:
Mahayana cenderung menuduh Theravada NIHILISTIK :ngomel:
In my opinion, semua itu berpangkal dari ajaran Buddha yang paling eksentrik yaitu AN-ATTA . Anatta adalah ajaran yang jelas-jelas BERLAWANAN dengan ajaran SEMUA AGAMA di dunia yang mengajarkan adanya ATTA (apapun istilahnya, Jiva, Jiwa, Soul, Spirit, Roh, etc.) yang ETERNAL. :D
BRAHMANISME memberikan kepastian bagi pengikutnya bahwa ATTA/ATMAN bila MOKSHA akan menyatu dengan BRAHMAN. Bagai TETES AIR menyatu dengan SAMUDRA. Manunggaling Kawula Gusti. Kekal Abadi selama-lamanya. ETERNALISTIK. :D
Jainisme walau NON-THEIS (tidak mempercayai BRAHMA sebagai Pencipta Semesta) namun juga memberikan kepastian bagi pengikutnya bahwa bila JIVA MOKSHA maka jiva akan mencapai NIRVANA (Jainisme menganggap Nirvana/Nibbana adalah alam tertinggi , lebih tinggi dari Alam Maha Brahma). Kekal Abadi selama-lamanya. ETERNALISTIK. :D
Menurut logika sederhana, Buddha seharusnya menerima paham NIHILISTIK sebagai pasangan ideal dari AN-ATTA. Namun ternyata Buddha dengan tegas menolak NIHILSIME. Mengapa? Di satu sisi, bila Buddha menerimanya maka berarti dia menyetujui Ajita Kesakambala sang guru NIHILISME. :))
Di sisi lain, cara Buddha menolak NIHILISME adalah sedikit banyak meniru DENIAL METHOD-nya JAINISME. Bukan ini bukan itu. Bukan eternalis bukan nihilis. :??
Tidak ada kepastian yang dapat dijangkau dengan logika (nihil? eternal?) dalam hal (PARI)NIBBANA ini yang kemudian menjadi DEBAT ABADI antara Theravada dan Mahayana masa kini. ~X( ~X(
ETERNALISME & NIHILISME yang walaupun secara TEORITIS sama-sama DITOLAK THERAVADA & MAHAYANA namun dalam PRAKTEK itulah yang sesungguhnya menjadi PERDEBATAN yang sangat ABHI (HALUS-TINGGI-LUAS) yang tak kunjung usai (dapat dibandingkan dengan perdebatan antara THEISME dan ATHEISME yang juga tak akan pernah berakhir).
Dan perdebatan (Pari)nibbana ini kemudian merembet ke perdebatan Arahat versus Bodhisattva & Dhammakaya versus Trikaya.
Apakah bro sudah menembusnya? atau member-member theravada lainnya ada? jika tidak siapapun yang membicarakan annata hanya asal bicara omong kosong dengan teori dan akhirnya terjebak pada ego masing-masing yang notabene makin kuat egonya tetapi mengatakan tau anatta ha..ha. Bisa jadi yang dikatakan thema bisa benar adanya.
Kalau memang memahami anata dengan vipasana, mendingan ramai-ramai berlatih vipasana baru dishare ketika menembusnya. Kalau hanya teori akhirnya terpleset ha..ha
Demikian adanya. Entah disini ataupun disana banyak yang menyesatkan dengan atas nama ajaran buddha dan merasa ajarannyalah paling benar. Terperangkap dalam ego dan sungguh jauh dari yang diajarkan Guru Agung Buddha tapi masih saja merasa benar.
Adakah di sutta mengatakan theravada lah yang benar dan logis demikian sebaliknya?
Untuk ini saya mau berkomentar sedikit. Pak Hudoyo berkata "Buddha mengajarkan dukkha dan lenyapnya dukkha dan bukan menyinggung atta". Atta (atau yang biasa dibilang si 'aku') itu timbul dari proses pikiran yang berkembang melampaui yang seharusnya (mannati). Ketika kita melihat apa adanya, maka pikiran tidak lagi berkembang lebih jauh, berpikir mengenai objek, berpikir 'aku/atta' di luar atau di dalam objek, dan seterusnya, hanya melihat objek sebagai objek saja apa adanya. Di situlah penderitaan berakhir. Jadi sejauh yang saya tahu (entahlah jika sudah berubah), Pak Hudoyo tidak mengajarkan adanya atta lalu lenyap, tapi adanya sesuatu yang dianggap sebagai atta, dan lenyap ketika pengetahuan muncul. Itu bedanya nibbana yang adalah padamnya kemelekatan (pada konsep atta maupun konsep anatta) dengan nihilisme yang mengatakan atta ada, kemudian lenyap dan hancur.
Mungkin itu semacam penggunaan istilah untuk "pikiran yang berploriferasi". Kadang secara konseptual, saya setuju dengan Pak Hudoyo, tapi cara penjelasannya entah bagaimana tidak cocok. Jika memang konsep yang saya katakan itu benar (menurut Pak Hudoyo), saya akan mengatakan bahwa pikiran yang bergerak itu bisa membentuk konsep 'aku/atta', juga 'bukan aku/anatta', atau apapun konsep lainnya yang kemudian dilekati. Sebab bukan paham 'atta' saja yang membawa makhluk pada kelahiran kembali, tapi paham 'anatta' atau 'bukan atta bukan anatta' dan lain sebagainya, yang tidak disadari sebagai pikiran yang bergerak adalah yang membelenggu manusia pada kelahiran kembali.
Pertanyaan saya adalah benarkah theravada disini banyak berkhayal tentang nibbana dan anatta? yang notabene tidak pernah terbukti. Bahkan disini tidak ada yang mencapainya. Kalau ada tolong di share dong.
Buddha dan para Arahant yang sudah merealisasinya dan terbukti ;Dtambahan, krisnamurti sudah loh katanya ;D
Belum terbukti karena bro fake id memang belum mempraktekkannya dengan serius ! ^:)^
_/\_
Wah, lebih bagus nanya sama yang praktek baca mantra. Mungkin bro Gandalf atau bro Tan yang paling kompeten di sini. Kalau saya sih nggak tahu. Saya khan cuma menganalisis pikiran-pikiran di sini.Anda berusaha menganalisis pikiran, tapi yang terjadi adalah kecenderungan anda juga untuk berprasangka terhadap Theravada.
Skeptis terhadap kebenaran mutlak ajaran dari kedua belah pihak (termasuk akusala ya =)) ) itulah isi utama batin saya ketika mengamati pola pikir Theravada dan pola pikir Mahayana.
Bagaimana mau menyebarkan Dharma/Dhamma kalau kita sendiri debat di sini tiada akhir dan tidak ada kesepakatan yang bisa diterima kedua belah pihak?
Dan juga keraguan mengenai apa sih sebenarnya anatta? Ultimate Truth ini (pinjem istilah bro Ray) kayaknya juga nggak disepakati apa definisinya. Mungkin karena memang itulah MISTERI terbesar dalam agama Buddha? Yang tak bisa dijangkau logika dan pikiran ataupun kesadaran?Sesuai dengan namanya anatta adalah ultimate truth, yang diluar jangkauan mereka yang tak suka bermeditasi, diluar jangkauan mereka yang perhatian dan konsentrasinya tidak mendalam. Anatta bukan harus dicari definisinya bro... anatta harus dialami, baru anda mengerti sepenuhnya.
Sama misteriusnya dengan Nibbana yang paling hanya bisa dikenali sifatnya yaitu sukha (bahagia).Sama seperti diatas, Nibbana untuk dialami baru mengerti sepenuhnya
[Skeptis Mode On] Benarkah Theravada sungguh-sungguh mengajarkan bahwa Nibbana adalah kekal? [Skeptis Mode Off]
Lalu saya membaca lagi buku di bawah ini:Apakah anda beranggapan Nibbana tidak kekal seperti pada pandangan Mahayana...?
Saya mencoba menyimpulkan bahwa satu-satunya sifat positif mutlak dari Nibbana hanyalah kebahagiaan (sukha) karena Pandit Jinaratana Kaharudin sama sekali tidak menyebutkan atribut kekal pada Nibbana seperti Narada Mahathera. Dan saya pikir Pandit Jinaratana Kaharudin lebih tepat.
1) Ada rekan-rekan yang ingin membantah bahwa Nibbana adalah kebahagiaan?1. Nibbana ada yang dialami ketika Pancakhandha masih tersisa, inilah Nibbana yang dirasakan kebahagiaannya.
2) Dan kalau Nibbana adalah Sukha, apakah berarti Parinibbana adalah juga Sukha? Kalau Parinibbana juga sukha, apa yang merasakan sukha itu? Pastilah kita akan kebingungan sendiri dan terjebak lagi pada kecenderungan eternalis vs nihilis dalam menjawab pertanyaan ini.
3) Atau Parinibbana beyond sukha dan dukkha yang tak dapat dipahami kesadaran/pikiran/citta kita? Seperti perumpamaan seekor kura-kura yang mencoba menjelaskan daratan kepada seekor ikan? Perumpamaan ini saya kutip dari bukunya Narada Mahathera lho.Benar sekali ucapan Narada Mahathera, tapi anda salah mengartikannya. Narada Mahathera maksudkan adalah sia-sia bagi kura-kura menerangkan ada daratan kalau ikan tersebut tidak berusaha membuktikan dan mencapai daratan. Ikan tak dapat mengerti daratan tetapi bukan berarti daratan tak ada. Daratan berada diluar kemampuannya memahami.
Pertanyaan saya disini adalah mengenai hal-hal paling pokok dalam agama Buddha yaitu Anatta dan (Pari)nibbana yang saling kait mengkait.Semua kita disini juga banyak yang belajar kedua aliran, seperti juga anda.
Saya hanya seorang yang ingin mencari kebenaran di tengah debat yang sengit antara Theravada dan Mahayana di Pertanyaan Kritis Mengenai Mahayana di sana dan juga di sini.
Saya memilih untuk percaya kepada ajaran Buddha Gotama yang nampaknya lebih logis dan sistematis dibandingkan ajaran Laozi, Konghucu, Yesus atau siapapun yang kurang logis dan kurang sistematis, namun saya melihat sebuah TITIK LEMAH ajaran BUDDHA itu sendiri yang sama sekali tak bisa mendefiniskan apa itu ANATTA (Bukan Ego? Tiada Ego? Bukan Inti? Tiada Inti? Bukan Atta? Tiada Atta? Bukan Diri? Tiada Diri? Bukan Aku? Tiada Aku? dll) dan apa itu PARINIBBANA yang bukan eternalis dan bukan nihilis.Sesuai perumpamaan Narada Mahathera, cobalah mencapai daratan... bukan memikirkan hal itu yang hanya sia-sia..
Kalau kita sebagai Buddhist terombang-ambing sendiri antara kecenderungan eternalis dan kecenderungan nihilis, bagaimana kita bisa meyakinkan orang lain untuk menjadi pengikut Buddha? Think about that my brothers and sisters.Manusia bijaksana mencoba membuktikan sendiri, bukan berdebat tiada akhir.
Dan nampaknya apa yang saya pertanyakan tak akan pernah ada jawabannya. Karena itu perhatikan benar-benar kesimpulan saya mengenai Theravada dan Mahayana. Saya hanya bisa melihat kecenderungan eternalis vs kecenderungan nihilis itu.
I think Anatta , Nirvana , and Parinirvana are Big Questions in Buddhism without the Answers. Alas, we can not meet Buddha Gotama to explain them well. How can we make other people believe in Buddhism if we can not explain anatta and/or (pari)nirvana? :??
Wah, lebih bagus nanya sama yang praktek baca mantra. Mungkin bro Gandalf atau bro Tan yang paling kompeten di sini. Kalau saya sih nggak tahu. Saya khan cuma menganalisis pikiran-pikiran di sini.
Skeptis terhadap kebenaran mutlak ajaran dari kedua belah pihak (termasuk akusala ya =)) ) itulah isi utama batin saya ketika mengamati pola pikir Theravada dan pola pikir Mahayana.
Bagaimana mau menyebarkan Dharma/Dhamma kalau kita sendiri debat di sini tiada akhir dan tidak ada kesepakatan yang bisa diterima kedua belah pihak?
Dan juga keraguan mengenai apa sih sebenarnya anatta? Ultimate Truth ini (pinjem istilah bro Ray) kayaknya juga nggak disepakati apa definisinya. Mungkin karena memang itulah MISTERI terbesar dalam agama Buddha? Yang tak bisa dijangkau logika dan pikiran ataupun kesadaran?
Sama misteriusnya dengan Nibbana yang paling hanya bisa dikenali sifatnya yaitu sukha (bahagia).
[Skeptis Mode On] Benarkah Theravada sungguh-sungguh mengajarkan bahwa Nibbana adalah kekal? [Skeptis Mode Off]
Lalu saya membaca lagi buku di bawah ini:
Saya mencoba menyimpulkan bahwa satu-satunya sifat positif mutlak dari Nibbana hanyalah kebahagiaan (sukha) karena Pandit Jinaratana Kaharudin sama sekali tidak menyebutkan atribut kekal pada Nibbana seperti Narada Mahathera. Dan saya pikir Pandit Jinaratana Kaharudin lebih tepat.
1) Ada rekan-rekan yang ingin membantah bahwa Nibbana adalah kebahagiaan?
2) Dan kalau Nibbana adalah Sukha, apakah berarti Parinibbana adalah juga Sukha? Kalau Parinibbana juga sukha, apa yang merasakan sukha itu? Pastilah kita akan kebingungan sendiri dan terjebak lagi pada kecenderungan eternalis vs nihilis dalam menjawab pertanyaan ini.
3) Atau Parinibbana beyond sukha dan dukkha yang tak dapat dipahami kesadaran/pikiran/citta kita? Seperti perumpamaan seekor kura-kura yang mencoba menjelaskan daratan kepada seekor ikan? Perumpamaan ini saya kutip dari bukunya Narada Mahathera lho.
Pertanyaan saya disini adalah mengenai hal-hal paling pokok dalam agama Buddha yaitu Anatta dan (Pari)nibbana yang saling kait mengkait.
Saya hanya seorang yang ingin mencari kebenaran di tengah debat yang sengit antara Theravada dan Mahayana di Pertanyaan Kritis Mengenai Mahayana di sana dan juga di sini.
Saya memilih untuk percaya kepada ajaran Buddha Gotama yang nampaknya lebih logis dan sistematis dibandingkan ajaran Laozi, Konghucu, Yesus atau siapapun yang kurang logis dan kurang sistematis, namun saya melihat sebuah TITIK LEMAH ajaran BUDDHA itu sendiri yang sama sekali tak bisa mendefiniskan apa itu ANATTA (Bukan Ego? Tiada Ego? Bukan Inti? Tiada Inti? Bukan Atta? Tiada Atta? Bukan Diri? Tiada Diri? Bukan Aku? Tiada Aku? dll) dan apa itu PARINIBBANA yang bukan eternalis dan bukan nihilis.
Kalau kita sebagai Buddhist terombang-ambing sendiri antara kecenderungan eternalis dan kecenderungan nihilis, bagaimana kita bisa meyakinkan orang lain untuk menjadi pengikut Buddha? Think about that my brothers and sisters.
Dan nampaknya apa yang saya pertanyakan tak akan pernah ada jawabannya. Karena itu perhatikan benar-benar kesimpulan saya mengenai Theravada dan Mahayana. Saya hanya bisa melihat kecenderungan eternalis vs kecenderungan nihilis itu.
I think Anatta , Nirvana , and Parinirvana are Big Questions in Buddhism without the Answers. Alas, we can not meet Buddha Gotama to explain them well. How can we make other people believe in Buddhism if we can not explain anatta and/or (pari)nirvana? :??
tambahan, krisnamurti sudah loh katanya ;Djika tidak salah krisnamurti juga dianggap buda oleh pengemarnya ^-^
Sama misteriusnya dengan Nibbana yang paling hanya bisa dikenali sifatnya yaitu sukha (bahagia).
[Skeptis Mode On] Benarkah Theravada sungguh-sungguh mengajarkan bahwa Nibbana adalah kekal? [Skeptis Mode Off]
Lalu saya membaca lagi buku di bawah ini:
Saya mencoba menyimpulkan bahwa satu-satunya sifat positif mutlak dari Nibbana hanyalah kebahagiaan (sukha) karena Pandit Jinaratana Kaharudin sama sekali tidak menyebutkan atribut kekal pada Nibbana seperti Narada Mahathera. Dan saya pikir Pandit Jinaratana Kaharudin lebih tepat.
Sdr. Thema, menyatakan kehadiran Sammasambuddha yang jarang dan terbatas sebagai suatu CENDERUNG egois, tidak dapat diterima oleh pemikiran saya. Hal ini sama dengan mengatakan seorang guru Wali Kelas SD adalah cenderung egois karena di dalam kelasnya hanya ada 1 orang murid yang pandai dan ranking 1. Padahal keberadaan hanya 1 orang murid yang pandai dan ranking satu bukan kehendak si Wali Kelas, tetapi karena kondisi murid-muridnya seperti itu.
Begitu juga kondisi makhluk dari satu tata surya yang hanya memungkinkan satu Sammasambuddha dalam satu masa tertentu.
Jika dalam Theravada dikatakan Buddha Gotama terkesan sangat egois sama seperti agama tetangga, maka seharusnya tidak ada kisah Buddha Kassapa sebagai Buddha masa lampau dan juga tidak ada kisah Metteyya sebagai Buddha yang akan datang. Jika egois maka hanya ada 1 Buddha dari masa ke masa yaitu hanya Buddha Gotama. Tapi nyatanya tidak demikian dalam literatur Theravada.
saya kira tidak bijaksana untuk membandingkan theravada vs mahayana dengan berpatokan bahwa theravada adalah versi yg benar dan mahayana adalah versi turunan. menurut kaum mahayanis, cara meditasi nianfo juga diajarkan oleh Sang Buddha. jadi tidak ada perubahan dalam hal meditasi, jika mengikuti pandangan Mahayana.
Jika anda memang sudah mempelajari sekian banyak.Dan dengan kemampuan menganalisa yang anda punya,pasti anda sudah mengerti.Untuk apalagi permainan yang anda buat???Untuk pembuktian???Untuk menyamakan??
Orang yang memakai logika akan cocok meditasi dengan menyadari objek adalah objek..kontak adalah kontak dst.Mereka akan memahami dengan cara seperti itu,dengan hanya melihat objek tanpa tercampur konsep-konsep dan lainnya.Sehingga sedikit demi sedikit nafsu keinginannya/kemelekatannya mulai hilang.Tapi jika disuruh dengan objek yang menyangkut rasa misalnya yang menjijikkan atau menyayangi...maka mereka akan bingung.Karena mereka memang unggul di logika bukan di rasa.
Orang yang memakai rasa jika diterangkan dengan cara logika juga tidak akan menangkap.Malah membosankan bagi mereka. Disuruh melatih meditasi dengan nafas keluar masuk saja, tidak akan bertahan lama. Karena membosankan..Tapi jika disuruh dengan objek seperti cinta kasih. Dia bisa merasakan rasa bahagia dan bisa mempertahankan rasa itu. Dan dia mendeteksi dengan rasa. Jika rasa itu menuju kearah yang menyenangkan maka itu tidak boleh, jika ke arah tidak menyenangkan juga tidak boleh. Pada posisi netrallah,yang dipertahankan. Sehingga orang yang bergerak karena rasa, dia bisa menyayangi tanpa melekat.Yang bagi pemakai logika itu agak susah dicerna.Bagi pemakai logika, itu bukan menyayangi tanpa melekat tapi yang terbayang tanpa perasaan.
Tapi apakah para pemakai logika dia tidak bisa menyayangi? Bisa, tapi dia bergerak berupa...itu makhluk sedang menderita dan harus ditolong. Sebatas itu yang bekerja di sistem pikirannya.
Dan Sang Buddha tahu itu, sehingga banyak sekali objek dan cara yang diberikan. Sang Buddha tidak pernah memaksakan kecenderungan yang satu harus melakukan kecenderungan yang lain. Tapi dia memberikan dhamma dan membantu pencapaian kesucian satu makhluk sesuai dengan kelebihan masing-masing. Karena dia sangat bijaksana, dia tahu tidak akan bermanfaat jika itu dilakukan.
Bro Thema yang baik, pikiran anda persis dengan pikiran pak Hudoyo, yang beranggapan atta ada dan kemudian lenyap (padam) dengan pencapaian Nibbana.... Itu adalah pandangan salah (miccha ditthi) menurut Theravada.
Ada 4 pandangan salah mengenai atta (sakkaya ditthi) yang berhubungan dengan kelima khandha, sehingga total pandangan salah sakkaya ditthi tersebut menjadi 20.
Keempat pandangan salah tersebut menurut Manual of Buddhist terms and doctrines, oleh Nyanatiloka Mahathera yaitu:
1. Beranggapan bahwa atta adalah identik dengan kelima khandha.
2. Beranggapan bahwa atta ada pada setiap khandha
3. Beranggapan bahwa atta terpisah dari khandha
4. Beranggapan bahwa atta memiliki khandha.
Mengenai kemampuan untuk mengerti secara jelas konsep anatta, tidak bisa dicapai dengan membaca dan berusaha menyerap teori, bukan demikian caranya menyelami paham anatta.
Cara untuk memahami anatta adalah dengan bermeditasi Vipassana hingga, pengetahuan itu muncul dengan sendirinya setelah perhatian dan konsentrasi kita semakin mendalam.
Dan pengetahuan yang sangat jelas muncul hampir berbarengan dengan lenyapnya sakkaya ditthi.
kok bisa ada yang bilang kalau theravada itu individualis, katanya mementingkan penyelamatan diri sendiri....lha kan tidak bisa ditemukan individu yang kekal pada diri sendiri dan makhluk lain....jadi buat apa menyelamatkan makhluk lain? diri sendiri aja nda pernah ada kok.......
jadi nda pernah ada yang mengalami dukkha dan tidak ada yang pernah bebas dari dukkha...
kalau seseorang berusaha bebas dari dukkha, kan hal itu sendiri hanya akan membawa dukkha lebih banyak?
yang paling logis ya, ternyata dukkha nda pernah ada kok...jadi tidak usah melepaskan diri dari dukkha....(dukkha kan nda pernah ada)
santai2 saja....
Indra:Bro Indra yang baik, saya nggak kenal Pak Hudoyo.
boleh tau apa hubungan anda dengan Pak Hudoyo?
Sis Sriyeklina,
Jujur saja, semakin saya banyak belajar lintas aliran antara Theravada dan Mahayana, semakin saya melihat tidak ada kepastian dalam agama Buddha terutama mengenai hal-hal pokok seperti Anatta, Nibbana, dan Parinibbana. Kayaknya setiap orang boleh menafsirkan sendiri berdasarkan KECENDERUNGAN-nya sendiri apa itu anatta, apa itu nibbana, apa itu parinibbana.
Bro kainyn yang baik, coba periksa dan baca-baca kembali berbagai postingan pak Hudoyo, beliau mengatakan bahwa pikiran adalah aku/atta yang bergerak. Dengan berhentinya pikiran maka atta padam dan tercapailah Nibbana.Bro fabian, memang saya katakan Pak Hudoyo sering menggunakan istilah yang rancu. Oleh karena itu sewaktu diskusi, saya menanyakan istilah dan penjelasannya secara detail. Dan dari pengalaman diskusi saya tersebut, saya menyimpulkan bahwa Pak Hudoyo bukan seorang Nihilis.
Bro Kainyn yang baik, perlu dimengerti bahwa anatta bukanlah suatu paham. Anatta adalah suatu kebenaran mutlak yang tak nampak oleh mereka yang perhatian dan konsentrasinya kurang mendalam. Bagi mereka yang konsentrasi dan perhatiannya mendalam mereka bisa "melihat" sendiri anatta itu.Betul, kebenaran memang bukan konsep, dan sebelum kebenaran itu dialami, maka masih sebatas konsep. Namun ketika kebenaran dibicarakan juga hanya bisa sebatas teori dan konsep, sebab sesungguh-sungguhnya kebenaran itu hanya bisa dialami sendiri. Kebenaran ini dituangkan ke dalam konsep agar bisa dikomunikasikan. Karena itu, tentu saja konsep ini menjadi subjektif walaupun kebenarannya tidaklah subjektif.
Janganlah membandingkan pemikiran yang belum terlatih dengan kemampuan melihat pada batin yang terlatih (para meditator Vipassana), sulit memang untuk melihat anatta tersebut bila batin tak terlatih, bagi mereka yang batinnya tak terlatih Anatta hanya mereka pahami sebatas konsep saja. Bukan "melihat dan mengalami' sendiri.
Urutannya berikut:
Untuk melihat anatta, kita harus mampu melihat segala sesuatu apa adanya (yathabhuta nanadassanam). Untuk mampu melihat segala sesuatu apa adanya kita harus memiliki perhatian dan konsentrasi yang kuat.
Untuk dapat memiliki konsentrasi dan perhatian yang kuat, kita harus berlatih meditasi (dalam hal ini Vipassana)
Yang menjadi pertanyaan penting saya adalah berapa tahunkah SATU MASA itu , Bro? Kalau jawabnya sekian Kappa, atau sekian Asankheyya Kappa, atau sekian Maha Kappa, yang entah itu berapa milyar/triliyun tahun lagi bukankah itu egoisme yang sangat halus? Mengapa? Karena bumi ini sudah musnah sebelum sammasambuddha Maitreya/Metteya lahir di bumi ini. =))
Bro Fabian yang baik, nihilisme jelas-jelas adalah miccha dithhi menurut Theravada. Karena memang secara historis, Buddha Gotama menolak ajaran Ajita Kesakambala yang nihilis itu.Apakah bro thema setuju bahwa dalam Tipitaka Sang Buddha tak pernah menyetujui pandangan nihilisme (ucheda ditthi?)
Bro Fabian yang baik,
Buddhisme dari awal memang menyangkal keberadaan atta, baik atta yang terpisah atau melekat pada satu, beberapa atau semua khanda. Sebab kalau tidak demikian, apa bedanya Buddhisme dengan Brahmanisme yang mempopulerkan konsep atta/atman itu?
Sekarang saya ingin bertanya kepada Bro Fabian yang sudah mengetahui/memahami AN-ATTA ‘dengan sendiri’nya melalui konsentrasi yang mendalam via meditasi vipassana:
1) Apakah Bro hanya dapat memahami Anatta ketika sedang meditasi vipassana saja atau apakah Bro bisa memahami Anatta itu setiap saat bahkan ketika sedang melakukan aktivitas sehari-hari?
2) Dengan kata lain apakah pemahaman Anatta Bro itu sementara, bisa timbul lenyap, ataukah pemahaman Anatta Bro itu stabil dan abadi?Pertanyaan ini jawabannya sama dengan pertanyaan yang pertama.
3) Konon, meditasi vipassana bisa membuat seseorang mencapai Nibbana (correct me if I’m wrong). Apakah Bro sudah mencapai Nibbana? Kalau Bro sudah mencapai Nibbana, bisakah Bro menjelaskannya kepada saya dan rekan-rekan Buddhist maupun non Buddhist di sini? Saya punya segudang pertanyaan nih mengenai Nibbana.
Bro fabian, memang saya katakan Pak Hudoyo sering menggunakan istilah yang rancu. Oleh karena itu sewaktu diskusi, saya menanyakan istilah dan penjelasannya secara detail. Dan dari pengalaman diskusi saya tersebut, saya menyimpulkan bahwa Pak Hudoyo bukan seorang Nihilis.Bro Kainyn yang baik, memang agak berbeda kesimpulan bro Kainyn dengan kesimpulan saya mengenai pernyataan pak Hudoyo, demikian juga dengan teman-teman yang lain. Menurut saya pak Hudoyo beranggapan ada aku yang lenyap/padam pada saat pencapaian Nibbana. Menurut saya ini juga nihilis, karena ia beranggapan ada aku yang padam pada pencapaian Nibbana.
Menurut saya, tidak semua orang yang selalu mengatakan "tidak ada atta" sudah memahami "anatta". Bahkan jika ia sendiri tidak mengerti, melekat pada konsep "tidak ada atta", maka "anatta" itu sendiri telah menjadi "atta" dalam pandangannya. Sama seperti orang berkhayal dirinya sedang sadar, tidak berarti dia sadar.Benar bro, oleh sebab itu berulangkali dalam berbagai tulisan saya selalu menekankan mengalami sendiri anatta tersebut, sehingga tidak mengetahui anatta hanya sebatas konsep.
Berlaku pula sebaliknya. Untuk memahami orang lain, kita perlu mengerti istilah dan pola pikir dari sudut pandang orang itu, bukan dari sudut pandang kita sendiri.Apakah menurut bro Kainyn, bro Kainyn mengetahui pola pikir dari sudut pandang pak Hud?
Betul, kebenaran memang bukan konsep, dan sebelum kebenaran itu dialami, maka masih sebatas konsep. Namun ketika kebenaran dibicarakan juga hanya bisa sebatas teori dan konsep, sebab sesungguh-sungguhnya kebenaran itu hanya bisa dialami sendiri. Kebenaran ini dituangkan ke dalam konsep agar bisa dikomunikasikan. Karena itu, tentu saja konsep ini menjadi subjektif walaupun kebenarannya tidaklah subjektif.Setuju sekali bro...
Mengenai membandingkan "yang mahir" dan "tidak mahir", saya tetap pada prinsip saya bahwa kita tidak bisa menilai pencapaian orang lain. Saya tidak akan mengatakan si A lebih mahir Vipassana dari si B, kecuali saya telah memiliki pencapaian kesucian sekaligus kemampuan bathin luar biasa yang mampu mengetahui pencapaian orang lain.
Bro Kainyn yang baik, memang agak berbeda kesimpulan bro Kainyn dengan kesimpulan saya mengenai pernyataan pak Hudoyo, demikian juga dengan teman-teman yang lain. Menurut saya pak Hudoyo beranggapan ada aku yang lenyap/padam pada saat pencapaian Nibbana. Menurut saya ini juga nihilis, karena ia beranggapan ada aku yang padam pada pencapaian Nibbana.OK, tidak apa. Saya juga bukan bermaksud mengubah pemikiran Bro Fabian, tetapi hanya memberikan satu sudut pandang yang lain saja.
Dalam Theravada mahluk hidup hanya terdiri dari pancakhandha, dimanakah adanya "aku" yang dikatakan pak Hudoyo?Karena saya bukan Pak Hudoyo, maka saya jawab versi saya.
Benar bro, oleh sebab itu berulangkali dalam berbagai tulisan saya selalu menekankan mengalami sendiri anatta tersebut, sehingga tidak mengetahui anatta hanya sebatas konsep.Ya, namun apakah seseorang mengalami atau tidak, tetap susah diketahui karena yang kita bicarakan tetap sebatas konsep-konsep saja.
Apakah menurut bro Kainyn, bro Kainyn mengetahui pola pikir dari sudut pandang pak Hud?Tentu tidak sepenuhnya saya bisa mengerti pola pikir orang lain.
Dalam batas tertentu kita bisa menilai pencapaian orang lain, terutama kita bisa menilai pencapaian orang yang ada dibawah pencapaian kita, tapi tak bisa menilai orang yang pencapaiannya diatas kita.Ini juga menarik. Di satu sisi ada penilaian "Fabian yang tidak maju-maju meditasinya" dan di sisi lain ada "Hudoyo yang cuma sebatas konsep." Keduanya pasti merasa telah SMP dan menilai lainnya sebagai yang SD. Bagi pihak ke tiga yang netral, keduanya sulit dibuktikan. Karena saya adalah pihak ke tiga tersebut, maka penilaian saya hanya sebatas "Fabian & Hudoyo adalah sama-sama praktisi Vipassana yang beda metode dan pengalaman, sehingga berbeda pandangan." Mungkin pihak Bro Fabian atau Pak Hud (atau keduanya) menganggap saya tidak tahu apa-apa (playgroup). Tidak masalah bagi saya. Tapi adalah fakta bahwa sebenarnya pihak mana pun tidak akan bisa membuktikan kebenarannya. Masing-masing hanya bisa membuktikan kebenaran untuk diri sendiri.
Umpamanya anak SMP bisa menilai pencapaian sekolah orang tersebut bila ia tidak mengerti persamaan matematik maka kemungkinan ia anak SD, tetapi anak SMP tak bisa menilai pencapaian anak SMA dstnya...
OK, tidak apa. Saya juga bukan bermaksud mengubah pemikiran Bro Fabian, tetapi hanya memberikan satu sudut pandang yang lain saja.mau nambahin sedikit, sebagai pihak ketiga bisa juga melihat dari permukaan luar dahlu apakah seseorang itu memang sudah tingkat SMP atau hanya mengaku tingkat SMP, dan bisa diberi ujian2 yang jadi tolak ukur apakah orang itu layak dipandang tingkat SMP.
Karena saya bukan Pak Hudoyo, maka saya jawab versi saya.
Makhluk hidup memang hanya terdiri dari pancakhanda, namun karena tidak melihat apa adanya, maka pikirannya mengkonsepsi "aku" yang bisa jadi adalah objek, ada di dalam objek, atau di luar objek, maka di situlah ada penderitaan. Apakah "aku" ada? Dalam konteks sebenar-benarnya, tidak ada yang bisa disebut sebagai "aku". Namun dalam keseharian, "aku" yang adalah bentukan pikiran itu ADA dan bahkan dilekati (oleh mereka yang belum melenyapkan noda sepenuhnya). Karena adanya kemelekatan tentang "aku" itu maka ada "aku" yang senang kalau dipuji, "aku" yang marah kalau dihina, "aku" yang mendambakan sesuatu, "aku" yang membenci sesuatu.
Ya, namun apakah seseorang mengalami atau tidak, tetap susah diketahui karena yang kita bicarakan tetap sebatas konsep-konsep saja.
Tentu tidak sepenuhnya saya bisa mengerti pola pikir orang lain.
Ini juga menarik. Di satu sisi ada penilaian "Fabian yang tidak maju-maju meditasinya" dan di sisi lain ada "Hudoyo yang cuma sebatas konsep." Keduanya pasti merasa telah SMP dan menilai lainnya sebagai yang SD. Bagi pihak ke tiga yang netral, keduanya sulit dibuktikan. Karena saya adalah pihak ke tiga tersebut, maka penilaian saya hanya sebatas "Fabian & Hudoyo adalah sama-sama praktisi Vipassana yang beda metode dan pengalaman, sehingga berbeda pandangan." Mungkin pihak Bro Fabian atau Pak Hud (atau keduanya) menganggap saya tidak tahu apa-apa (playgroup). Tidak masalah bagi saya. Tapi adalah fakta bahwa sebenarnya pihak mana pun tidak akan bisa membuktikan kebenarannya. Masing-masing hanya bisa membuktikan kebenaran untuk diri sendiri.
mau nambahin sedikit, sebagai pihak ketiga bisa juga melihat dari permukaan luar dahlu apakah seseorang itu memang sudah tingkat SMP atau hanya mengaku tingkat SMP, dan bisa diberi ujian2 yang jadi tolak ukur apakah orang itu layak dipandang tingkat SMP.Mungkin maksud Bro ryu adalah sikapnya?
Mungkin maksud Bro ryu adalah sikapnya?ya, seperti contohnya buddha sering di tes bagaimanapun dia bisa mengatasi semuanya, maka bisa di sebut tingkat SMP (misalnya)
ya, seperti contohnya buddha sering di tes bagaimanapun dia bisa mengatasi semuanya, maka bisa di sebut tingkat SMP (misalnya)Masalah sikap, ini memang bisa berhubungan, tapi tidak selalu. Ada orang yang tidak vipassana, bukan Buddhis, tapi perilakunya juga baik.
Masalah sikap, ini memang bisa berhubungan, tapi tidak selalu. Ada orang yang tidak vipassana, bukan Buddhis, tapi perilakunya juga baik.ya setidaknya itu bisa jadi salah satu tolak ukur untuk mengenal/menilai seseorang walau tidak bisa 100% benar tapi bisa memberi kewaspadaan.
Masalah pengetahuan, tentu janganlah dibandingkan dengan seorang Buddha.
Sepertinya anda tidak mengerti tentang sesuatu. Ada yang ingin dibahas, ataukah pernyataan "tidak ada yang bisa menjelaskan anatta, nirvana & parinirvana" sudah final karena anda sendiri tidak paham?
Bro (?) Kainyn yang baik dan pintar,
Baiklah saya jelaskan.
Awalnya saya membaca debat yang sangat sengit di Pertanyaan Kritis Mengenai Mahayana yang sudah mencapai 130-an halaman ketika saya membacanya dari awal.
Lalu saya melihat kecenderungan eternalis dan kecenderungan nihilis terutama dalam debat mengenai Parinibbana.
Perdebatan itu membuat saya jadi skeptis baik terhadap kebenaran mutlak Dhamma Theravada maupun kebenaran mutlak Dharma Mahayana. :??
Menurut hemat saya, kebenaran masing-masing pihak bersifat relatif dan masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Perdebatan kedua pihak persis kayak suami istri lagi berantem ! Yang satu pake logika dan yang lain pake rasa. Ya nggak bakal ketemulah. ;D
Kalau memang nggak ada kesepakatan ya sudahlah. :??
Silahkan tafsirkan sendiri Dharma/Dhamma (terutama mengenai anatta, nibbana, parinibbana) sesuai kecenderungan masing-masing.
Tidak harus terbagi dalam dua polaritas kecenderungan nihilistik-konservatif-individualis-logis kritis di satu sisi dan kecenderungan eternalistik-liberal-sosialis-maitri karuna di sisi lain.
Tapi juga bisa saling silang / kombinasi misalnya ada Buddhist yang cenderung memakai pikiran kritis logis seperti Theravada namun cenderung altruis seperti Mahayana. Atau ada Buddhist yang cenderung memakai hati maitri karuna seperti Mahayana namun dalam memandang parinibbana cenderung nihilistik seperti Theravada. Itu semua mungkin.
Jadi menurut saya, akan ada begitu banyak kemungkinan kecenderungan, tidak hanya dua kemungkinan kecenderungan saja. Kombinasi kecenderungan itu terserah masing-masing orang karena manusia adalah makhluk yang unik. :))
saya nggak begitu tertarik lagi berkomentar. saya akan mulai membatasi komentar saya untuk mencegah debat kusir.
Berhubung saya sekarang skeptis, saya suka slogan skeptisnya Bro Morpheus: Ragu Pangkal Cerah.
Kalo soal netralitas, saya suka gaya netralnya anda Bro(?) Kainyn… dan juga Bro Ryu.
Hail Ryu! The Lord of En-darken-ment! ^:)^ >:D =))
Bro (?) Kainyn yang baik dan pintar,
Baiklah saya jelaskan.
Awalnya saya membaca debat yang sangat sengit di Pertanyaan Kritis Mengenai Mahayana yang sudah mencapai 130-an halaman ketika saya membacanya dari awal.
Lalu saya melihat kecenderungan eternalis dan kecenderungan nihilis terutama dalam debat mengenai Parinibbana.
Perdebatan itu membuat saya jadi skeptis baik terhadap kebenaran mutlak Dhamma Theravada maupun kebenaran mutlak Dharma Mahayana. :??
Menurut hemat saya, kebenaran masing-masing pihak bersifat relatif dan masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Perdebatan kedua pihak persis kayak suami istri lagi berantem ! Yang satu pake logika dan yang lain pake rasa. Ya nggak bakal ketemulah. ;D
Kalau memang nggak ada kesepakatan ya sudahlah. :??
Silahkan tafsirkan sendiri Dharma/Dhamma (terutama mengenai anatta, nibbana, parinibbana) sesuai kecenderungan masing-masing.
Tidak harus terbagi dalam dua polaritas kecenderungan nihilistik-konservatif-individualis-logis kritis di satu sisi dan kecenderungan eternalistik-liberal-sosialis-maitri karuna di sisi lain.
Tapi juga bisa saling silang / kombinasi misalnya ada Buddhist yang cenderung memakai pikiran kritis logis seperti Theravada namun cenderung altruis seperti Mahayana. Atau ada Buddhist yang cenderung memakai hati maitri karuna seperti Mahayana namun dalam memandang parinibbana cenderung nihilistik seperti Theravada. Itu semua mungkin.
Jadi menurut saya, akan ada begitu banyak kemungkinan kecenderungan, tidak hanya dua kemungkinan kecenderungan saja. Kombinasi kecenderungan itu terserah masing-masing orang karena manusia adalah makhluk yang unik. :))
saya nggak begitu tertarik lagi berkomentar. saya akan mulai membatasi komentar saya untuk mencegah debat kusir.
Berhubung saya sekarang skeptis, saya suka slogan skeptisnya Bro Morpheus: Ragu Pangkal Cerah.
Kalo soal netralitas, saya suka gaya netralnya anda Bro(?) Kainyn… dan juga Bro Ryu.
Hail Ryu! The Lord of En-darken-ment! ^:)^ >:D =))
Bro (?) Kainyn yang baik dan pintar,Oh, ternyata dipicu dari perdebatan parinibbana. Karena nibbana saja belum saya capai, maka saya tidak bahas parinibbana.
Baiklah saya jelaskan.
Awalnya saya membaca debat yang sangat sengit di Pertanyaan Kritis Mengenai Mahayana yang sudah mencapai 130-an halaman ketika saya membacanya dari awal.
Lalu saya melihat kecenderungan eternalis dan kecenderungan nihilis terutama dalam debat mengenai Parinibbana.
Perdebatan itu membuat saya jadi skeptis baik terhadap kebenaran mutlak Dhamma Theravada maupun kebenaran mutlak Dharma Mahayana. :??
Menurut hemat saya, kebenaran masing-masing pihak bersifat relatif dan masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Perdebatan kedua pihak persis kayak suami istri lagi berantem ! Yang satu pake logika dan yang lain pake rasa. Ya nggak bakal ketemulah. ;D
Kalau memang nggak ada kesepakatan ya sudahlah. :??
Silahkan tafsirkan sendiri Dharma/Dhamma (terutama mengenai anatta, nibbana, parinibbana) sesuai kecenderungan masing-masing.
Tidak harus terbagi dalam dua polaritas kecenderungan nihilistik-konservatif-individualis-logis kritis di satu sisi dan kecenderungan eternalistik-liberal-sosialis-maitri karuna di sisi lain.
Tapi juga bisa saling silang / kombinasi misalnya ada Buddhist yang cenderung memakai pikiran kritis logis seperti Theravada namun cenderung altruis seperti Mahayana. Atau ada Buddhist yang cenderung memakai hati maitri karuna seperti Mahayana namun dalam memandang parinibbana cenderung nihilistik seperti Theravada. Itu semua mungkin.
Jadi menurut saya, akan ada begitu banyak kemungkinan kecenderungan, tidak hanya dua kemungkinan kecenderungan saja. Kombinasi kecenderungan itu terserah masing-masing orang karena manusia adalah makhluk yang unik. :))
saya nggak begitu tertarik lagi berkomentar. saya akan mulai membatasi komentar saya untuk mencegah debat kusir.
Berhubung saya sekarang skeptis, saya suka slogan skeptisnya Bro Morpheus: Ragu Pangkal Cerah.
Kalo soal netralitas, saya suka gaya netralnya anda Bro(?) Kainyn… dan juga Bro Ryu.
Hail Ryu! The Lord of En-darken-ment! ^:)^ >:D =))
sama seperti om kainyn, saya pikir kurang tepat juga untuk mengkotak2an penganut sekte sebagai logis atau rasa.
menurut saya, semua orang berhak punya opini dan penafsirannya masing2 mengenai ajaran Buddha, yg fair dan etis tentunya (gak pake pembajakan, pemalsuan, dll). yg penting adalah agar tidak terjadi pemaksaan kehendak, menjejalkan pemahamannya kepada orang lain ataupun mengkafirkan pemahaman lain yg tidak sejalan dengan pemahamannya.
saya sebagai pembaca berhak untuk memilih penafsiran yg saya rasa cocok dan sesuai dengan pengalaman saya. toh semua pihak yg memiliki pemahaman yg berbeda juga blom mencapai nibbana. serahkan saja pada pembaca tanpa menghakimi apalagi menyerang pribadi...
Di dunia ini, di antara manusia-manusia egois, pernah muncul sosok Mother Teresa yang sangat altruistik. Namun setelah sekian lama, belum muncul yang mirip-mirip. Nah, dalam periode Mother Teresa sampai sekarang, sudah banyak yang tidak terbantu. Jadi apakah Mother Teresa egois?MT gak se-altruis yang disangka banyak orang lho. ;)
Oh, ternyata dipicu dari perdebatan parinibbana. Karena nibbana saja belum saya capai, maka saya tidak bahas parinibbana.
Mengenai perbedaan, bukan masalah yang satu benar, yang satu salah, yang satu kuat di sini, yang lain kuat di situ; tetapi memang berbeda secara prinsip. Mahayana logis dan penuh kasih dengan caranya sendiri, begitu pula Theravada. Dibilang logis, Mahayanis juga banyak yang logis. Kata siapa Mahayanis selalu lebih pakai perasaan? Dibilang penuh kasih, Theravadin pun banyak yang penuh kasih. Mengatakan Mahayana lebih kasih dan Theravada lebih logis adalah pengkotak-kotakan yang tidak jelas dasarnya. Faktanya, baik Mahayanis maupun Theravadin ada yang penuh kasih, ada yang penuh kebencian; ada yang logis, ada yang tukang mengkhayal. Kepercayaan seseorang tidak menjamin kualitas manusianya.
MT gak se-altruis yang disangka banyak orang lho. ;)rasa2nya anda juga pernah ngomng egois dari sang buda khan?
Udah ah, ntar dibilang nge-gosip. Akusala cetasika is cominggg! =))
Kasih contoh yang lebih bagus dong, jangan MT, Mr J pendiri C gitu? ;D
Lho yang dibahas di sini khan egoisme pengikut bukan egoisme pendiri. ;D ;D
rasa2nya anda juga pernah ngomng egois dari sang buda khan?Pardon me if i did wrong. But I never mean to say that Buddha was egoist. His followers were and are.
Pardon me if i did wrong. But I never mean to say that Buddha was egoist. His followers were and are.anda pernah bertanya mengenai berapa tahunkah SATU MASA itu, dan mengatakan bukankah itu egoisme yang sangat halus, yang egois itu apanya? sutta nya? sutranya? pengikutnya? alirannya?
MT gak se-altruis yang disangka banyak orang lho. ;)Ya, saya tahu banyak kisahnya yang 'dilebih-lebihkan' tapi bukan itu konteks yang saya ambil. Saya pikir anda cukup pintar untuk memahami bahwa yang saya katakan adalah "jika orang berkualitas hanya ada sedikit, mengapa anda menyalahkan pengikutnya egois?"
Udah ah, ntar dibilang nge-gosip. Akusala cetasika is cominggg! =))
Kasih contoh yang lebih bagus dong, jangan MT, Mr J pendiri C gitu? ;D
Lho yang dibahas di sini khan egoisme pengikut bukan egoisme pendiri. ;D ;D
That is a COMBO i had said, I thought U understood but now i know you didn't.Saya memang tidak mengerti apa yang anda katakan. Tidak mengerti apakah anda sekadar seorang yang bertanya karena ingin belajar, atau seorang yang sudah lebih tahu dan ingin mengoreksi semua umat Buddha di sini.
Brothers & SistersTampaknya anda sendiri yang kehilangan keseimbangan. :) Tidaklah perlu menunjuk orang lain, bro. Coba melihat dulu ke dalam.
Please calm down. Where is your No Self? Lost I think. :'(
-------------------------------------------------------------------------------
>:D : Hey, you won’t and you can’t find No Self here, numb dumb!
Coz in the beginning there is No Self at all here.
It’s a B site - nothing but Great Emptiness here.
You’d better go to A site to find some better Existing Self in the Great Existence there.
anda pernah bertanya mengenai berapa tahunkah SATU MASA itu, dan mengatakan bukankah itu egoisme yang sangat halus, yang egois itu apanya? sutta nya? sutranya? pengikutnya? alirannya?Begini Bro ryu, untuk menjadi intan, kristal karbon harus 'ditempa' dalam tekanan dan suhu tinggi dalam waktu yang lama. Oleh karena itu intan yang indah itu sangat langka dan jarang ditemukan.
Begini Bro ryu, untuk menjadi intan, kristal karbon harus 'ditempa' dalam tekanan dan suhu tinggi dalam waktu yang lama. Oleh karena itu intan yang indah itu sangat langka dan jarang ditemukan.yang salah itu yang mana? ;D yang bilang egois atau yang memakai perhiasan?
Sekarang jika orang menyebut intan itu indah dan pantas dipakai sebagai perhiasan, maka orang itu egois. Kalau orang menggunakan batu kali sebagai perhiasan, baru namanya tidak egois. Mengapa? Karena dalam satu masa pencarian, batu kali bisa banyak kali ditemukan, sedangkan intan belum tentu ditemukan dalam satu masa pencarian tersebut.
yang salah itu yang mana? ;D yang bilang egois atau yang memakai perhiasan?Entahlah... Mungkin alamnya itu yang salah, seharusnya membuat intan lebih banyak dari batu kali. :D
anda pernah bertanya mengenai berapa tahunkah SATU MASA itu, dan mengatakan bukankah itu egoisme yang sangat halus, yang egois itu apanya? sutta nya? sutranya? pengikutnya? alirannya?Pengikutnya termasuk yang dulu menulis sutta
sama seperti om kainyn, saya pikir kurang tepat juga untuk mengkotak2an penganut sekte sebagai logis atau rasa.
menurut saya, semua orang berhak punya opini dan penafsirannya masing2 mengenai ajaran Buddha, yg fair dan etis tentunya (gak pake pembajakan, pemalsuan, dll). yg penting adalah agar tidak terjadi pemaksaan kehendak, menjejalkan pemahamannya kepada orang lain ataupun mengkafirkan pemahaman lain yg tidak sejalan dengan pemahamannya.
saya sebagai pembaca berhak untuk memilih penafsiran yg saya rasa cocok dan sesuai dengan pengalaman saya. toh semua pihak yg memiliki pemahaman yg berbeda juga blom mencapai nibbana. serahkan saja pada pembaca tanpa menghakimi apalagi menyerang pribadi...
Freedom of thought? Agree :jempol:
Not forcing opinion? Agree :jempol:
Not infidelizing? Agree. :jempol:
Not judging? ???
Not attacking personally? ???
Wake up, Bro!
We all done, did and do here. =)) =)) =))
Not judging? ???saya emang separo tidur karena pengaruh obat batuk, tapi konteks tulisan "tanpa menghakimi dan menyerang pribadi" adalah dalam koridor debat atau diskusi di internet, hubungan antar satu member dengan member yg lain. tidak satu memberpun yg layak untuk menjadi hakim ataupun otoritas untuk memutuskan mana yg benar, mana yg salah, mewakili Buddha menentukan penafsiran yg "resmi", dsb. ini saya tujukan pada semua pihak...
Not attacking personally? ???
Wake up, Bro!
We all done, did and do here. =)) =)) =))
Pengikutnya termasuk yang dulu menulis suttayeah berarti maksud anda yang nulis sutta itu egois karena menulis sutta, jadi artinya mereka menulis demi kepentingan mereka sendiri gitu? kalau benar gitu ngapain bikin sutta segala, udah aja pelajari sendiri, ngpain cape2 nulis kalau nanti nya dibilang gak beguna, egois, bikin umat debat, buda aja pernah nyuruh murid2nya menyalin sutra loh di aliran sebelah, itu maksudnya egois yak?
OK, tidak apa. Saya juga bukan bermaksud mengubah pemikiran Bro Fabian, tetapi hanya memberikan satu sudut pandang yang lain saja.Bro Kainyn yang baik, bila itu versi bro Kainyn (pendapat pribadi), saya rasa boleh-boleh saja. Tapi menurut Theravada Pembentukan konsep apapun, entah konsep aku, konsep tanpa aku, konsep aku dan bukan aku, konsep bukan aku dan juga bukan bukan aku... semua adalah konsep (ditthi) yang disebabkan avijja dan moha.
Karena saya bukan Pak Hudoyo, maka saya jawab versi saya.
Makhluk hidup memang hanya terdiri dari pancakhanda, namun karena tidak melihat apa adanya, maka pikirannya mengkonsepsi "aku" yang bisa jadi adalah objek, ada di dalam objek, atau di luar objek, maka di situlah ada penderitaan.
Apakah "aku" ada? Dalam konteks sebenar-benarnya, tidak ada yang bisa disebut sebagai "aku". Namun dalam keseharian, "aku" yang adalah bentukan pikiran itu ADA dan bahkan dilekati (oleh mereka yang belum melenyapkan noda sepenuhnya).Setahu saya yang mempelajari Buddhisme sekian lama tak pernah saya mendengar ada pernyataan di Tipitaka yang mengatakan ada aku bentukan pikiran yang dilekati, setahu saya yang dilekati adalah pancakhandha, contohnya bila seseorang melekati jasmaninya ia tak mau disakiti jasmaninya, lalu bila ada yang menyakiti jasmaninya maka ia menjadi marah. Tak ada aku disana.
Karena adanya kemelekatan tentang "aku" itu maka ada "aku" yang senang kalau dipuji, "aku" yang marah kalau dihina, "aku" yang mendambakan sesuatu, "aku" yang membenci sesuatu.Pernahkah bro Kainyn bertemu dengan seseorang yang tidak bro sukai, padahal belum pernah bertemu dengan orang itu, dan orang itu tak pernah mencela atau menghina bro Kainyn..? Apakah rasa tidak suka itu karena aku? padahal bertemupun belum pernah sebelumnya.
Ya, namun apakah seseorang mengalami atau tidak, tetap susah diketahui karena yang kita bicarakan tetap sebatas konsep-konsep saja.Ya, memang benar... yang bisa menilai tentu saja yang pernah mengalaminya. Setahu saya pak Hudoyo memang tak pernah mengalami anatta, berdasarkan tulisannya ia menganggap anatta hanya konsep yang merupakan buah pemikiran belaka.
Tentu tidak sepenuhnya saya bisa mengerti pola pikir orang lain.Jika demikian apakah bro merasa pasti bahwa buah pemikirannya sesuai dengan yang bro nyatakan...?
Ini juga menarik. Di satu sisi ada penilaian "Fabian yang tidak maju-maju meditasinya" dan di sisi lain ada "Hudoyo yang cuma sebatas konsep." Keduanya pasti merasa telah SMP dan menilai lainnya sebagai yang SD. Bagi pihak ke tiga yang netral, keduanya sulit dibuktikan. Karena saya adalah pihak ke tiga tersebut, maka penilaian saya hanya sebatas "Fabian & Hudoyo adalah sama-sama praktisi Vipassana yang beda metode dan pengalaman, sehingga berbeda pandangan." Mungkin pihak Bro Fabian atau Pak Hud (atau keduanya) menganggap saya tidak tahu apa-apa (playgroup). Tidak masalah bagi saya. Tapi adalah fakta bahwa sebenarnya pihak mana pun tidak akan bisa membuktikan kebenarannya. Masing-masing hanya bisa membuktikan kebenaran untuk diri sendiri.Bagi saya penyimpangan pak Hudoyo, mudah dikenali dari pernyataannya yang tak sejalan dengan Tipitaka, bila ia mengatakan bahwa ajarannya mengenai "aku" adalah konsep Buddhis jelas tak bisa diterima, karena konsep aku tersebut adalah konsep Jiddu Krishnamurti, bukan konsep buddhis.
yeah berarti maksud anda yang nulis sutta itu egois karena menulis sutta, jadi artinya mereka menulis demi kepentingan mereka sendiri gitu? kalau benar gitu ngapain bikin sutta segala, udah aja pelajari sendiri, ngpain cape2 nulis kalau nanti nya dibilang gak beguna, egois, bikin umat debat, buda aja pernah nyuruh murid2nya menyalin sutra loh di aliran sebelah, itu maksudnya egois yak?
saya emang separo tidur karena pengaruh obat batuk, tapi konteks tulisan "tanpa menghakimi dan menyerang pribadi" adalah dalam koridor debat atau diskusi di internet, hubungan antar satu member dengan member yg lain. tidak satu memberpun yg layak untuk menjadi hakim ataupun otoritas untuk memutuskan mana yg benar, mana yg salah, mewakili Buddha menentukan penafsiran yg "resmi", dsb. ini saya tujukan pada semua pihak...
Lha, kenyataannya khan begitu, Bro. Kata you sendiri jangan percaya Tipitaka. Berarti Anda ini hipokrit. Kalau saya khan dari awal sudah bilang hanya percaya 90%. Nah yang mengatakan Buddha akan datang sekian milyar/trilyun tahun khan termasuk sutta yang 10%. Masa gitu aja nggak paham. Bukan berarti sutta-nya dibuang semua. Tapi dianalisis, buang yang kayaknya meragukan. Gitu lho. Udah ah gak pakai smiley. Takut netters di sini tersinggung. Egonya gedhe-gedhe semua. Dan gw dipersulit masuk ke DC nih. Proxy gw di banned. Sampai ganti-ganti proxy terus. Ha..ha..ha... OMB, it's not fair.oh gitu ya? apakah anda sudah menganalisis semua? yang meragukan itu khan bagi anda, bagi orang lain belum tentu.
FYI: I am an independent Zen follower.
Bro Morpheusbaru tau ya? saya memang salah satu member paling beringasan, sinis dan kasar di sini. tanya samaneri panna kalo gak percaya.
Wah, Anda juga nggak punya rasa humor nih.
Gak bisa mentertawakan diri sendiri dan komunitas sendiri. Itu tandanya ego Bro terlalu besar.
Benar sekali kata Guru saya. Orang Buddha itu gedhe-gedhe atta-nya.secara umum, saya setuju. emang buddhis itu banyak yg gede2 akunya...
Dia suruh saya test di DC ini. Dan ternyata benar sekali.
baru tau ya? saya memang salah satu member paling beringasan, sinis dan kasar di sini. tanya samaneri panna kalo gak percaya.
mengenai ego, ya jelas iya, mangkanya saya masih berkeliaran ke sana ke mari...
secara umum, saya setuju. emang buddhis itu banyak yg gede2 akunya...
secara khusus thread ini, saya ngerasa anda yg keliwat judgemental dan gelasnya terlalu banyak isinya...
orang yg ngaku pemikir bebas dan skeptik itu gelasnya gak penuh.
Itu khan untuk testing Bro.Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!
Suatu hari datang pertapa berkotbah:ngaku2 aliran ZEN yang termasuk ke mahayana =)) =)) =))
1.Jangan ad hominem (menyerang pribadi)
2.Mari berdiskusi di sini dengan tenang tanpa harus menghina ajaran ‘AGAMA LAIN’
3.Posisi saya adalah netral. Saya adalah awam Buddhist independent yang tak terikat Theravada ataupun Mahayana.
4.Anggaplah saya sebagai orang yang belum mengenal sama sekali agama Buddha
5.Ingat ya yang sudah belajar Abhidhamma mestinya bisa mengendalikan citta dan cetasika, ok? Jangan hanya teori saja tapi praktekkan.
6.Dan jujurlah terhadap diri kita sendiri seperti yang diajarkan Abhidhamma Class.
7.saya tidak dalam posisi menghakimi mana yang lebih baik atau lebih buruk. saya hanya menganalisis kecenderungan-kecenderungan yang sangat ‘abhi’ alias halus, tinggi, dan luas sekali.
8.Beda pendapat boleh-boleh saja khan dalam Buddhisme? Kalo nggak ya mana mungkin ada Theravada dan Mahayana
Dan yang terjadi kemudian(tindakan pertapa tersebut):
1.Jadi membaca mantra tidak bisa membebaskan/menyelamatkan? Kalau jawabannya ya, itulah KECENDERUNGAN pikiran/jawaban Theravadin.
2.Pikiran Bro Indra kok kritis sekali ya. ^-^
Khas Theravadin gitu lho. :))
3.Saya ini Zen, Jadi saya ga peduli orang mau atheist kek, kr****n kek, buddha kek, asal dia punya big heart dan big sense of humor, pluralis, non diskriminatif, berpikir bebas. Dia adalah Zen juga bagi saya. Agama cuma label. Yang penting PRAKTEK bung.
Meditasi vipassana itu cuma membunuh Buddha dan membuat ego makin besar. Itu kritik frontal saya.
4.Wah, Anda juga nggak punya rasa humor nih.
Gak bisa mentertawakan diri sendiri dan komunitas sendiri. Itu tandanya ego Bro terlalu besar.
Saya ini ikut Zen. Jadi harap dimengerti saya memakai cara yang khas Zen.
Dan ternyata tak ada yang lulus.
Benar sekali kata Guru saya. Orang Buddha itu gedhe-gedhe atta-nya.
Dia suruh saya test di DC ini. Dan ternyata benar sekali.
5.Kayaknya yang ikut Miledadao dibohongi tuh sama guru-gurunya yang jualan kecap nomor satu. =))
Tapi janji gombal dari penjual kecap nomor satu memang bisa membuat orang yang nggak ngerti Dhamma dikelabui. =)) =))
6.Well, saya terus terang kecewa di sini nggak ada Buddhist yang punya sense of humor termasuk ketika seorang awam Buddhist mengkritik agamanya sendiri. =))
Terlalu sensitive. percuma latihan meditasi vipassana kalo disentil sedikit saja sudah marah dan tersinggung.
7.Saya seperti terjepit di tengah-tengah singa carnivore Theravada dan gajah herbivore Mahayana.
Yang satu ganas dan bisa memangsa manusia kalau diganggu - dan yang satu lagi besar dan bisa bikin gepeng manusia kalau diganggu ;D
Pertanyaannya:
- Dalam keadaan sadarkah mengetik ini?
Kesimpulannya????
- Wah, si petapa tidak sadar bahwa dia masuk dalam sarang siluman.
"Hai,Zeus penguasa alam..penguasa segala dewa..dimanakah engkau?" =))
"Batara Indra, kemanakah engkau?"
Tunjukkan lah jurus masing-masing. =)) =)) =))
NB;Terbuka lowongan untu Dewa Sakka,Yama dll.
Bro Morpheus
Wah, Anda juga nggak punya rasa humor nih.
Gak bisa mentertawakan diri sendiri dan komunitas sendiri. Itu tandanya ego Bro terlalu besar.
Saya ini ikut Zen. Jadi harap dimengerti saya memakai cara yang khas Zen.
Dan ternyata tak ada yang lulus.
Benar sekali kata Guru saya. Orang Buddha itu gedhe-gedhe atta-nya.
Dia suruh saya test di DC ini. Dan ternyata benar sekali.
Saya hanya diajarkan walau punya atta tapi jangan hiraukan atta itu maka lama-lama akan jadi anatta sendiri.
Kuncinya: punya sense of humor bahkan terhadap diri sendiri dan agama sendiri.
baru tau ya? saya memang salah satu member paling beringasan, sinis dan kasar di sini. tanya samaneri panna kalo gak percaya.Ini baru cocok. Tahu sama tahu, di sini semua masih gede-gede egonya. Hanya kadang suka muncul orang yang merasa sudah tidak ada ego, sudah suci, menasihati orang lain "egonya masih gede" tanpa berkaca.
mengenai ego, ya jelas iya, mangkanya saya masih berkeliaran ke sana ke mari...
Bro Kainyn yang baik, bila itu versi bro Kainyn (pendapat pribadi), saya rasa boleh-boleh saja. Tapi menurut Theravada Pembentukan konsep apapun, entah konsep aku, konsep tanpa aku, konsep aku dan bukan aku, konsep bukan aku dan juga bukan bukan aku... semua adalah konsep (ditthi) yang disebabkan avijja dan moha.Ya, saya setuju hal itu.
Mereka yang telah menyelami anatta "tahu dan mengerti". Apa yang diketahuinya bila dikomunikasikan kepada orang lain hanya dapat diterima oleh orang lain hanya sebatas konsep, karena mereka tidak mengalami sendiri, hanya mendengar kata orang.
Setahu saya yang mempelajari Buddhisme sekian lama tak pernah saya mendengar ada pernyataan di Tipitaka yang mengatakan ada aku bentukan pikiran yang dilekati, setahu saya yang dilekati adalah pancakhandha, contohnya bila seseorang melekati jasmaninya ia tak mau disakiti jasmaninya, lalu bila ada yang menyakiti jasmaninya maka ia menjadi marah. Tak ada aku disana.Karena ia mempersepsi jasmani sebagai aku, jasmani sebagai milikku.
Bila Arahat yang disakiti jasmaninya maka Mereka tak akan marah bila jasmaninya disakiti, karena Mereka tak melekat pada jasmaninya.Sebab para Arahat melihat jasmani sebagai jasmani, tidak berpikir ada aku di sana, tidak berpikir ada aku di dalam, tidak berpikir ada aku di luar. Karena tidak melekat, maka tidak ada penderitaan (berupa kemarahan).
Contoh lain lagi mungkin kita lihat perbedaan dengan seseorang yang kakinya gangrene terkena diabetes, sehingga seluruh daging di kakinya membusuk dan tak bisa diselamatkan lagi. Orang ini akan terlepas kemelekatannya kepada kakinya bahkan ia timbul "kemelekatan terhadap "penolakan" keberadaan kaki tersebut, sehingga ia akan berterima kasih bila sesorang memotong kakinya sehingga lukanya tak menular kebagian lain. Mengapa pada satu kasus seseorang marah besar bila ada orang yang memotong kakinya? sedangkan pada kasus lainnya seseorang malah berterima kasih bila kakinya dipotong? apakah akunya menjadi lenyap karena timbul penyakit?Sebab ia berpikir aku (seharusnya) ada di luar gangrene, gangrene bukan milikku. Demikianlah munculnya penderitaan.
Contoh lain lagi bila seseorang sakit gigi, giginya berlubang besar, apakah ada kemelekatan terhadap giginya? Tak ada bukan? yang ada malah hanya "kemelekatan terhadap penolakan" keberadaan gigi tersebut, ini hanyalah beberapa contoh dari berbagai contoh lainnya.Sama juga. Ia berpikir sakit ini bukan milikku, sakit ini (seharusnya) berada di luar aku. Maka selain jasmani menderita, pikiran juga menderita.
Dalam contoh perbandingan ini menjadi jelas, bahwa tak ada aku disana, yang ada hanya kemelekatan terhadap apa yang dianggap paling menyenangkan baginya, kemelekatan terhadap hal-hal yang membawa kesenangan dan kebahagiaan bagi dirinya yang didasari lobha, dosa dan moha. Bukan kemelekakatan terhadap aku.Saya tidak katakan ada aku, tetapi ada pikiran yang mempersepsi aku. Seperti contoh yang pernah saya gunakan, ketakutan akan monster di dalam lemari, misalnya. Monster tidak ada, tetapi pikiran tentang monster ada. (Aku tidak ada, tetapi pikiran tentang aku ada.)
Pernahkah bro Kainyn bertemu dengan seseorang yang tidak bro sukai, padahal belum pernah bertemu dengan orang itu, dan orang itu tak pernah mencela atau menghina bro Kainyn..? Apakah rasa tidak suka itu karena aku? padahal bertemupun belum pernah sebelumnya.Idem, seperti penjelasan di atas.
Jelas dalam hal ini rasa tidak suka merupakan rangkaian jangka panjang sebab-akibat yang diakibatkan lobha, dosa dan moha, demikian juga dengan rasa suka. tak ada aku disana.
Ya, memang benar... yang bisa menilai tentu saja yang pernah mengalaminya. Setahu saya pak Hudoyo memang tak pernah mengalami anatta, berdasarkan tulisannya ia menganggap anatta hanya konsep yang merupakan buah pemikiran belaka.Yang ini saya memang tidak cocok dengan Pak Hudoyo. Seperti saya katakan, semua hal juga hanya konsep yang dikomunikasikan, demikian juga Anatta. Teori Anatta memang konsep, tapi anatta sendiri bukan konsep. Namun kebenaran yang di luar konsep itu, hanya bisa dialami sendiri dan tidak bisa dikomunikasikan (tanpa mengubahnya ke dalam sebuah konsep). Karena cara komunikasi tiap pribadi berbeda, maka ajaran Buddha ke berbagai individu juga berbeda-beda. Kecenderungan Pak Hudoyo adalah menganggap ajaran yang cocok dengan kecenderungan pribadinya sebagai ajaran langsung, dan yang tidak cocok, sebagai "hanya konsep".
Jika demikian apakah bro merasa pasti bahwa buah pemikirannya sesuai dengan yang bro nyatakan...?Tidak, namun saya yakin Pak Hudoyo tidak lebih menyetujui buah pemikiran Bro Fabian yang mengatakan bahwa dirinya mengajarkan Nihilisme.
Bagi saya penyimpangan pak Hudoyo, mudah dikenali dari pernyataannya yang tak sejalan dengan Tipitaka, bila ia mengatakan bahwa ajarannya mengenai "aku" adalah konsep Buddhis jelas tak bisa diterima, karena konsep aku tersebut adalah konsep Jiddu Krishnamurti, bukan konsep buddhis.Kalau untuk metode2 Vipassana, saya tidak bisa komentar. Tidak adanya metode itu, bukan berarti metode itu salah (walaupun bukan berarti setiap metode adalah benar).
Tidak ada guru-guru pembimbing yang berlatih Vipassana yang memiliki konsep "aku" seperti pak Hudoyo, tidak juga diantara teman-teman praktisi Vipassana yang saya temui.
Ya, saya setuju hal itu.
Karena ia mempersepsi jasmani sebagai aku, jasmani sebagai milikku.
Sebab para Arahat melihat jasmani sebagai jasmani, tidak berpikir ada aku di sana, tidak berpikir ada aku di dalam, tidak berpikir ada aku di luar. Karena tidak melekat, maka tidak ada penderitaan (berupa kemarahan).Lebih tepatnya Arahat hanya melihat jasmani sebagai jasmani, titik.
Sebab ia berpikir aku (seharusnya) ada di luar gangrene, gangrene bukan milikku. Demikianlah munculnya penderitaan.
Sama juga. Ia berpikir sakit ini bukan milikku, sakit ini (seharusnya) berada di luar aku. Maka selain jasmani menderita, pikiran juga menderita.
Saya tidak katakan ada aku, tetapi ada pikiran yang mempersepsi aku. Seperti contoh yang pernah saya gunakan, ketakutan akan monster di dalam lemari, misalnya. Monster tidak ada, tetapi pikiran tentang monster ada. (Aku tidak ada, tetapi pikiran tentang aku ada.)Bukankah ini hanya persepsi/pandangan salah...? Oleh karena itu dikatakan bahwa pandangan salah akan lenyap dengan sendirinya bersamaan munculnya kebijaksanaan (pandangan terang). Darimanakah munculnya pandangan terang? Berasal dari melihat apa adanya (yathabutha nanadassanam), darimanakah munculnya kemampuan melihat apa adanya? Berasal dari perhatian dan konsentrasi yang kuat, darimanakah munculnya konsentrasi dan perhatian yang kuat? Tentu saja dari meditasi Vipassana.
Idem, seperti penjelasan di atas.
Yang ini saya memang tidak cocok dengan Pak Hudoyo. Seperti saya katakan, semua hal juga hanya konsep yang dikomunikasikan, demikian juga Anatta. Teori Anatta memang konsep, tapi anatta sendiri bukan konsep. Namun kebenaran yang di luar konsep itu, hanya bisa dialami sendiri dan tidak bisa dikomunikasikan (tanpa mengubahnya ke dalam sebuah konsep). Karena cara komunikasi tiap pribadi berbeda, maka ajaran Buddha ke berbagai individu juga berbeda-beda. Kecenderungan Pak Hudoyo adalah menganggap ajaran yang cocok dengan kecenderungan pribadinya sebagai ajaran langsung, dan yang tidak cocok, sebagai "hanya konsep".Demikianlah.
Tidak, namun saya yakin Pak Hudoyo tidak lebih menyetujui buah pemikiran Bro Fabian yang mengatakan bahwa dirinya mengajarkan Nihilisme.Entah disebut nihilisme atau bukan, yang jelas dasar perbedaan pandangan saya dengan pak Hudoyo adalah bahwa menurut pak Hudoyo pancakhandha membentuk aku yang kemudian lenyap/padam pada pencapaian Nibbana.
Kalau untuk metode2 Vipassana, saya tidak bisa komentar. Tidak adanya metode itu, bukan berarti metode itu salah (walaupun bukan berarti setiap metode adalah benar).Sebenarnya saya hanya meminta teman-teman bila ada yang tahu latar belakang latihan Vipassananya, kepada siapa? berapa lama? Karena tidak jelas dan nyeleneh sendiri.
Bro Kainyn yang baik, coba baca lagi reply saya no 265, saya copaskan sebagian:
Ada 4 pandangan salah mengenai atta (sakkaya ditthi) yang berhubungan dengan kelima khandha, sehingga total pandangan salah sakkaya ditthi tersebut menjadi 20.
Keempat pandangan salah tersebut menurut Manual of Buddhist terms and doctrines, oleh Nyanatiloka Mahathera yaitu:
1. Beranggapan bahwa atta adalah identik dengan kelima khandha.
2. Beranggapan bahwa atta ada pada setiap khandha
3. Beranggapan bahwa atta terpisah dari khandha
4. Beranggapan bahwa atta memiliki khandha.
[spoiler]“Ia memahami yang tercerap sebagai yang tercerap. Setelah memahami yang tercerap sebagai yang tercerap, ia menganggap [dirinya sebagai] yang tercerap, ia menganggap [dirinya] dalam yang tercerap, ia menganggap [dirinya terpisah] dari yang tercerap, ia menganggap yang tercerap sebagai ‘milikku,’ ia bergembira dalam yang tercerap. Mengapakah? Karena ia belum sepenuhnya memahaminya, Aku katakan...
ngaku2 aliran ZEN yang termasuk ke mahayana =)) =)) =))
baru tau ya? saya memang salah satu member paling beringasan, sinis dan kasar di sini. tanya samaneri panna kalo gak percaya.
mengenai ego, ya jelas iya, mangkanya saya masih berkeliaran ke sana ke mari...
secara umum, saya setuju. emang buddhis itu banyak yg gede2 akunya...
secara khusus thread ini, saya ngerasa anda yg keliwat judgemental dan gelasnya terlalu banyak isinya...
orang yg ngaku pemikir bebas dan skeptik itu gelasnya gak penuh.
Entah disebut nihilisme atau bukan, yang jelas dasar perbedaan pandangan saya dengan pak Hudoyo adalah bahwa menurut pak Hudoyo pancakhandha membentuk aku yang kemudian lenyap/padam pada pencapaian Nibbana.ini kesalahpahaman yg fatal. setahu saya, pak hudoyo tidak pernah dan tidak akan pernah mengatakan itu...
Jika kita mencap, menilai diri yang tidak kekal ini sebagai sesuatu yang sangat buruk, yang hitam tanpa putih, tidak berguna sama sekali, “aku tidak mungkin membebaskan diri dari aku”, yang perlu dimusnahkan, lalu siapa atau apa yang mengamati secara pasif dan melihat langsung gerak-gerik pikiran/aku ini agar mencapai kebenaran?ini pernah ditanyakan oleh om upa dan saya gagal total dalam menjawabnya. mau coba sekali lagi...
In religion, they become "holier than thou" types filled with terrible hatreds.
(John Keel)
Dalam agama, mereka yang menjadi tipe “(aku) lebih suci dari kamu” adalah (orang-orang yang) penuh dengan kebencian yang menakutkan.
(John Keel)
---------------------------------------------------------
Buddhism is not immune to extremism, and you run into terrible trouble when you start trying to criticize Threavada teachings, the most fundamentalist type of Buddhism.
(Mana – Freethinker & Former Theravada Buddhism)
Buddhisme tidak kebal dari ekstremisme, dan kamu akan menemukan masalah yang menakutkan ketika kamu mulai mencoba mengkritik ajaran-ajaran Theravada, sebuah tipe Buddhisme yang paling fundamentalis.
(Mana – Pemikir Bebas & Mantan Buddhisme Theravada)
---------------------------------------------------------
Religion can never reform mankind, because religion is slavery.
(Robert Ingersoll – USA Father of Agnostic)
Agama tak pernah dapat mereformasi umat manusia, sebab agama adalah perbudakan.
(Robert Ingersoll – Bapa Agnostik Amerika Serikat)
----------------------------------------------------------
Theravada Buddhism is in doubt about everything except the Tipitaka itself. The hope of nibbana is no hope at all - only death and total extinction. Theravada Buddhism is an undercover atheism and nihilism.
(Steve – Independent Liberal Christian & Former Theravada Buddhism)
Buddhisme Theravada meragukan segala sesuatu kecuali Tipitaka itu sendiri. Harapan akan nibbana adalah sesungguhnya tiada harapan – hanya kematian dan kemusnahan total. Buddhisme Theravada adalah atheisme dan nihilisme yang menyamar.
(Steve – kr****n Liberal Independen & Mantan Buddhisme Theravada)
---------------------------------------------------------
If someone starts shouting, "Cult! Cult!", he or she is probably a cult unto him or herself.
(Acharya S Murdock – Writer of Suns of God)
Jika seseorang mulai berteriak (menuduh yang lain), “Kultus! Kultus!” dia sendiri mungkin (juga pengikut sebuah) kultus.
(Acharya S Murdock – Penulis Suns of God)
--------------------------------------------------------
Religion does not unite people. It divides them. Religion is not only a barrier to world peace but a thwarter and a stumbling block to world progress.
(G. Vincent Runyon – Atheist Leader & Former Christian Priest)
Agama tidak menyatukan manusia. Agama memecahbelah manusia. Agama tidak hanya sebuah penghalang perdamaian dunia tapi juga penghalang & penghambat kemajuan dunia.
(G. Vincent Runyon – Pemimpin Atheis & Mantan Pendeta kr****n)
---------------------------------------------------------
Zen berusaha menjembatani Theravada dan Mahayana yang berdebat tiada akhir mengenai (pari)nibbana yang mana Theravada cenderung nihilis dan Mahayana cenderung eternalis.
Untuk menjembataninya maka Zen bersikap skeptis terhadap Tipitaka maupun Tripitaka. Karena itu ajaran Zen disebut ajaran di luar kitab. Karena itu kadang Zen nampak ekstrem seperti membakar patung Buddha atau membakar kitab suci. Bahkan pepatah yang terkenal ekstrem adalah “Meet Buddha? Kill Buddha!” maksudnya adalah agar kita waspada terhadap guru/buddha palsu seperti LSY misalnya.
Meditasi dalam Zen gampang-gampang susah. Intinya hanya berusaha agar PIKIRAN tak bergerak, kita hanya mengamati pikiran-pikiran yang timbul tenggelam tanpa terpengaruh terhadapnya. Dan itu tidak dilakukan saat meditasi saja namun juga ketika beraktivitas sehari-hari.
Saya tak mau berkomentar lagi. Ini adalah postingan saya yang terakhir. Semoga rekan-rekan Buddhist bisa memahami maksud baik saya.
Sebagai perpisahan saya berikan kisah Zen yaitu mengenai Tiga Bhiksu Bermeditasi Bisu (anggaplah yang pertama dari Mahayana, yang kedua dari Theravada dan yang ketiga dari Zen). Semoga dapat dijadikan bahan renungan.
Tiga Bhiksu bersama-sama melakukan meditasi dan berjanji untuk tidak bersuara sama sekali.
Namun ketika sedang asyik-asyiknya bermeditasi, tiba-tiba lampu mati.
Bhiksu Pertama (Mahayana) : “Wah, mati lampu!”
Bhikkhu Kedua (Theravada): “Hei, koq kamu bersuara!”
Bhiksu Ketiga (Zen) : “Ha..ha…ha.. Kalian berdua bersuara!”
Yang terakhir itu ya saya. Pikiran saya ikut bergerak. =))
Sorry, kalau saya telah menyinggung ego Anda-anda semua di sini. Mohon ampun, ^:)^
Bye
Namo Buddhaya
Saya tak mau berkomentar lagi. Ini adalah postingan saya yang terakhir. Semoga rekan-rekan Buddhist bisa memahami maksud baik saya.
Bye
Namo Buddhaya
Zen berusaha menjembatani Theravada dan Mahayana yang berdebat tiada akhir mengenai (pari)nibbana yang mana Theravada cenderung nihilis dan Mahayana cenderung eternalis.babay. GBU ;D
Untuk menjembataninya maka Zen bersikap skeptis terhadap Tipitaka maupun Tripitaka. Karena itu ajaran Zen disebut ajaran di luar kitab. Karena itu kadang Zen nampak ekstrem seperti membakar patung Buddha atau membakar kitab suci. Bahkan pepatah yang terkenal ekstrem adalah “Meet Buddha? Kill Buddha!” maksudnya adalah agar kita waspada terhadap guru/buddha palsu seperti LSY misalnya.
Meditasi dalam Zen gampang-gampang susah. Intinya hanya berusaha agar PIKIRAN tak bergerak, kita hanya mengamati pikiran-pikiran yang timbul tenggelam tanpa terpengaruh terhadapnya. Dan itu tidak dilakukan saat meditasi saja namun juga ketika beraktivitas sehari-hari.
Saya tak mau berkomentar lagi. Ini adalah postingan saya yang terakhir. Semoga rekan-rekan Buddhist bisa memahami maksud baik saya.
Sebagai perpisahan saya berikan kisah Zen yaitu mengenai Tiga Bhiksu Bermeditasi Bisu (anggaplah yang pertama dari Mahayana, yang kedua dari Theravada dan yang ketiga dari Zen). Semoga dapat dijadikan bahan renungan.
Tiga Bhiksu bersama-sama melakukan meditasi dan berjanji untuk tidak bersuara sama sekali.
Namun ketika sedang asyik-asyiknya bermeditasi, tiba-tiba lampu mati.
Bhiksu Pertama (Mahayana) : “Wah, mati lampu!”
Bhikkhu Kedua (Theravada): “Hei, koq kamu bersuara!”
Bhiksu Ketiga (Zen) : “Ha..ha…ha.. Kalian berdua bersuara!”
Yang terakhir itu ya saya. Pikiran saya ikut bergerak. =))
Sorry, kalau saya telah menyinggung ego Anda-anda semua di sini. Mohon ampun, ^:)^
Bye
Namo Buddhaya
ini pernah ditanyakan oleh om upa dan saya gagal total dalam menjawabnya. mau coba sekali lagi...boleh ikut tanya om? kondisi lenyapnya duka dengan let go, tanpa konflik keinginan, aware itu bisa bertahan dengan cara apa?
ya, disaat aku ingin duduk bermeditasi, itu adalah gerak si aku
ya, disaat aku menderita dan ingin keluar dari penderitaan, itu adalah gerak si aku
ya, disaat aku berjuang berkelahi ingin memusnahkan kilesa2, itu adalah gerak si aku
ya, disaat aku ingin mencapai nibbana, itu adalah gerak si aku
namun disaat semua terlepas (let go), tanpa konflik keinginan, disaat hanya ada sadar (aware), tidak ada si aku di sana...
jadi imo, didalam diskusi #1, ph ingin menerangkan segala macam ambisi, keinginan, perjuangan, perkelahian dan segala macam usaha aktif untuk mencapai sesuatu dan untuk memusnahkan sesuatu, dalam konteks dukkha dan lenyapnya dukkha, harus dilepaskan (inilah susahnya komunikasi dengan bahasa, karena "harus dilepaskan" itu sendiri mengandung makna aktif, padahal yg dimaksudkan benar2 pasif, tidak ada gerak / usaha, hanya ada sadar). sewaktu ada gerak (thought, cerita bendera hui neng mengenai pikiran yg bergerak) tidak ada sadar dan disitu ada aku. disaat hanya ada sadar, tidak ada si aku.
demikian pemahaman saya.
ini pernah ditanyakan oleh om upa dan saya gagal total dalam menjawabnya. mau coba sekali lagi...
ya, disaat aku ingin duduk bermeditasi, itu adalah gerak si aku
ya, disaat aku menderita dan ingin keluar dari penderitaan, itu adalah gerak si aku
ya, disaat aku berjuang berkelahi ingin memusnahkan kilesa2, itu adalah gerak si aku
ya, disaat aku ingin mencapai nibbana, itu adalah gerak si aku
namun disaat semua terlepas (let go), tanpa konflik keinginan, disaat hanya ada sadar (aware), tidak ada si aku di sana...
jadi imo, didalam diskusi #1, ph ingin menerangkan segala macam ambisi, keinginan, perjuangan, perkelahian dan segala macam usaha aktif untuk mencapai sesuatu dan untuk memusnahkan sesuatu, dalam konteks dukkha dan lenyapnya dukkha, harus dilepaskan (inilah susahnya komunikasi dengan bahasa, karena "harus dilepaskan" itu sendiri mengandung makna aktif, padahal yg dimaksudkan benar2 pasif, tidak ada gerak / usaha, hanya ada sadar). sewaktu ada gerak (thought, cerita bendera hui neng mengenai pikiran yg bergerak) tidak ada sadar dan disitu ada aku. disaat hanya ada sadar, tidak ada si aku.
demikian pemahaman saya.
Zen berusaha menjembatani Theravada dan Mahayana yang berdebat tiada akhir mengenai (pari)nibbana yang mana Theravada cenderung nihilis dan Mahayana cenderung eternalis.
Untuk menjembataninya maka Zen bersikap skeptis terhadap Tipitaka maupun Tripitaka. Karena itu ajaran Zen disebut ajaran di luar kitab. Karena itu kadang Zen nampak ekstrem seperti membakar patung Buddha atau membakar kitab suci. Bahkan pepatah yang terkenal ekstrem adalah “Meet Buddha? Kill Buddha!” maksudnya adalah agar kita waspada terhadap guru/buddha palsu seperti LSY misalnya.
Meditasi dalam Zen gampang-gampang susah. Intinya hanya berusaha agar PIKIRAN tak bergerak, kita hanya mengamati pikiran-pikiran yang timbul tenggelam tanpa terpengaruh terhadapnya. Dan itu tidak dilakukan saat meditasi saja namun juga ketika beraktivitas sehari-hari.
Saya tak mau berkomentar lagi. Ini adalah postingan saya yang terakhir. Semoga rekan-rekan Buddhist bisa memahami maksud baik saya.
Sebagai perpisahan saya berikan kisah Zen yaitu mengenai Tiga Bhiksu Bermeditasi Bisu (anggaplah yang pertama dari Mahayana, yang kedua dari Theravada dan yang ketiga dari Zen). Semoga dapat dijadikan bahan renungan.
Tiga Bhiksu bersama-sama melakukan meditasi dan berjanji untuk tidak bersuara sama sekali.
Namun ketika sedang asyik-asyiknya bermeditasi, tiba-tiba lampu mati.
Bhiksu Pertama (Mahayana) : “Wah, mati lampu!”
Bhikkhu Kedua (Theravada): “Hei, koq kamu bersuara!”
Bhiksu Ketiga (Zen) : “Ha..ha…ha.. Kalian berdua bersuara!”
Yang terakhir itu ya saya. Pikiran saya ikut bergerak. =))
Sorry, kalau saya telah menyinggung ego Anda-anda semua di sini. Mohon ampun, ^:)^
Bye
Namo Buddhaya
Zen berusaha menjembatani Theravada dan Mahayana yang berdebat tiada akhir mengenai (pari)nibbana yang mana Theravada cenderung nihilis dan Mahayana cenderung eternalis.perdebatan (yg beradab) itu hanya sebatas pertukaran informasi. masing2 tetap harus menemukannya sendiri dalam meditasinya, yg mungkin tidak sama teori yg dipelajarinya...
Untuk menjembataninya maka Zen bersikap skeptis terhadap Tipitaka maupun Tripitaka. Karena itu ajaran Zen disebut ajaran di luar kitab. Karena itu kadang Zen nampak ekstrem seperti membakar patung Buddha atau membakar kitab suci. Bahkan pepatah yang terkenal ekstrem adalah “Meet Buddha? Kill Buddha!” maksudnya adalah agar kita waspada terhadap guru/buddha palsu seperti LSY misalnya.setahu saya pepatah itu lebih diarahkan ke dalam, di mana kita mempunyai ideal2 sendiri mengenai Buddha itu harus begini dan harus begitu. maknanya apabila kita memikirkan Buddha itu begini dan Buddha itu begitu, pikiran seperti itulah yg dibunuh...
Meditasi dalam Zen gampang-gampang susah. Intinya hanya berusaha agar PIKIRAN tak bergerak, kita hanya mengamati pikiran-pikiran yang timbul tenggelam tanpa terpengaruh terhadapnya. Dan itu tidak dilakukan saat meditasi saja namun juga ketika beraktivitas sehari-hari.nah itu dia paradoxnya. bagaimana bisa berusaha agar pikiran tidak bergerak? usaha itu juga gerak.
Saya tak mau berkomentar lagi. Ini adalah postingan saya yang terakhir. Semoga rekan-rekan Buddhist bisa memahami maksud baik saya.saya tau maksud anda baik dan saya juga tadinya mengharap anda bertahan lama di sini agar pemikiran di sini ada yg baru dan tidak terlalu seragam...
Bro Kainyn yang baik, coba baca lagi reply saya no 265, saya copaskan sebagian:Bro Fabian, saya mau tanyakan kembali mengenai yang sebelumnya. Misalkan ada anak kecil berpikir ada monster di lemari. Lalu saya mengatakan monster tidak ada, hanya pikiran yang membentuk monster tersebut. Apakah berarti saya mengatakan monster identik dengan/ada pada/terpisah dari/memiliki pikiran?
Ada 4 pandangan salah mengenai atta (sakkaya ditthi) yang berhubungan dengan kelima khandha, sehingga total pandangan salah sakkaya ditthi tersebut menjadi 20.
Keempat pandangan salah tersebut menurut Manual of Buddhist terms and doctrines, oleh Nyanatiloka Mahathera yaitu:
1. Beranggapan bahwa atta adalah identik dengan kelima khandha.
2. Beranggapan bahwa atta ada pada setiap khandha
3. Beranggapan bahwa atta terpisah dari khandha
4. Beranggapan bahwa atta memiliki khandha.
Mungkin perlu saya jelaskan satu demi satu pandangan salah tersebut:
I. beranggapan bahwa atta adalah identik dengan jasmani, kesadaran, persepsi, perasaan dan bentuk-bentuk pikiran. Jadi yang dimaksudkan dalam bagian kesatu ini adalah pandangan salah bahwa,
- perasaannya adalah attanya,
- kesadarannya adalah attanya,
- jasmani(bentuk)nya adalah attanya,
- perasaannya adalah attanya,
- bentuk-bentuk pikirannya adalah attanya.
Jadi semuanya ada lima pandangan salah yang menganggap atta identik dengan kelima khandha.
II. Beranggapan bahwa atta ada pada jasmani, kesadaran, persepsi, perasaan dan bentuk-bentuk pikiran. jadi yang dimaksudkan dalam bagian ke dua ini adalah pandangan salah bahwa,
- atta ada pada kesadaran
- atta ada pada jasmani (bentuk)
- atta ada pada persepsi
- atta ada pada perasaan
- atta ada pada bentuk-bentuk pikiran
Jadi semuanya ada lima pandangan salah yang menganggap bahwa atta ada di dalam kelima khandha.
III. Beranggapan bahwa atta terpisah dari jasmani, kesadaran, persepsi, perasaan dan bentuk-bentuk pikiran. jadi yang dimaksudkan dalam bagian ke tiga ini adalah pandangan salah bahwa,
- atta terpisah dari kesadaran
- atta terpisah dari jasmani (bentuk)
- atta terpisah dari persepsi
- atta terpisah dari perasaan
- atta terpisah dari bentuk-bentuk pikiran
Jadi semuanya ada lima pandangan salah yang menganggap atta terpisah dari kelima khandha.
IV. Beranggapan bahwa atta memiliki jasmani, kesadaran, persepsi, perasaan dan bentuk-bentuk pikiran. Jadi yang dimaksudkan dalam bagian ke empat ini adalah pandangan salah bahwa,
- atta memiliki kesadaran
- atta memiliki jasmani (bentuk)
- atta memiliki persepsi
- atta memiliki perasaan
- atta memiliki bentuk-bentuk pikiran
Jadi semuanya ada lima pandangan salah yang menganggap atta memiliki kelima khandha,
yang menjadikan total pandangan salah sakkaya ditthi menjadi 20 tipe.
Uraian mengenai pandangan salah ini terdapat pada Culavedalla Sutta, Majjhima Nikaya 44, Samyutta Nikaya 22.1 dll...
Lebih tepatnya Arahat hanya melihat jasmani sebagai jasmani, titik."Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang adalah seorang Arahant dengan noda-noda telah dihancurkan, yang telah menjalani kehidupan suci, telah melakukan apa yang harus dilakukan, telah menurunkan beban, telah mencapai tujuan sesungguhnya, telah menghancurkan belenggu-belenggu penjelmaan, dan sepenuhnya terbebas melalui pengetahuan akhir, ia juga secara langsung mengetahui tanah sebagai tanah. Setelah secara langsung mengetahui tanah sebagai tanah, ia tidak menganggap [dirinya sebagai] tanah, ia tidak menganggap [dirinya] dalam tanah, ia tidak menganggap [dirinya terpisah] dari tanah, ia tidak menganggap tanah sebagai ‘milikku,’ ia tidak bergembira dalam tanah. Mengapakah? Karena ia telah memahami sepenuhnya, Aku katakan."
Yang bold Ini adalah pandangan salah sakkaya ditthi. Yang biru pandangan benar. Tidak muncul penderitaan bila ia mampu melihat gangrene hanya sebagai gangrene.Umumnya, ada dua jenis orang yang mengatakan sesuatu "bukan milikku". Yang pertama adalah karena ia tidak melihat adanya aku/diri. Yang ke dua adalah yang menilai "aku" seharusnya tidak memiliki itu. Yang pertama adalah yang berpandangan benar.
blue: bila berpikir sakit ini bukan milikku bukan pandangan salah, yang dibold ini juga adalah pandangan salah sakkaya ditthi. Tidak timbul penderitaan bila ia "mampu" melihat sakit hanya sebuah proses.
Bukankah ini hanya persepsi/pandangan salah...? Oleh karena itu dikatakan bahwa pandangan salah akan lenyap dengan sendirinya bersamaan munculnya kebijaksanaan (pandangan terang). Darimanakah munculnya pandangan terang? Berasal dari melihat apa adanya (yathabutha nanadassanam), darimanakah munculnya kemampuan melihat apa adanya? Berasal dari perhatian dan konsentrasi yang kuat, darimanakah munculnya konsentrasi dan perhatian yang kuat? Tentu saja dari meditasi Vipassana.Betul, berpikir adanya monster di lemari adalah pandangan salah. Monster itu lenyap sendiri berdasarkan kebijaksanaan yang muncul.
Entah disebut nihilisme atau bukan, yang jelas dasar perbedaan pandangan saya dengan pak Hudoyo adalah bahwa menurut pak Hudoyo pancakhandha membentuk aku yang kemudian lenyap/padam pada pencapaian Nibbana.OK, kalau gitu saya mau tanya. Menurut Bro Fabian, jika bukan (salah satu dari unsur) panca khanda yang membentuk persepsi aku, lalu darimana asalnya pandangan salah "ini milikku"?
Sedangkan saya beranggapan bahwa kita ada kecenderungan laten berpandangan salah yang menganggap bahwa pancakhandha, entah terpisah dari, di dalam, identik maupun memiliki aku. Sebenarnya saya hanya meminta teman-teman bila ada yang tahu latar belakang latihan Vipassananya, kepada siapa? berapa lama? Karena tidak jelas dan nyeleneh sendiri.
Sdr. Morpheus, apakah anda merasa ada yang hilang (missing link)? Maksud saya, bagaimana yang tadinya si aku itu bergerak tiba-tiba tidak ada si aku? Bagaimana bisa tiba-tiba hanya ada sadar? apa yang anda lakukan sehingga si aku itu jadi tidak ada di sana dan tinggal sadar? Apakah dengan diam saja, bengong saja bisa menyingkirkan si aku? Saya yakin tidak.om kelana, menurut saya, sutta itu mencoba menerangkan pembebasan diri yg lebih makro, dari seseorang berkeinginan bebas dari dukkha sampai menjadi arahat. apa yg mau disampaikan ph adalah pada level yg lebih mikro dalam satu praktek meditasi. sebagai guru meditasi, ph harus bersikap dan berkata seperti itu demi pengertian dan kemajuan praktek murid2nya.
Imo, kita membutuhkan niat, usaha, keinginan untuk menyingkirkan si aku sehingga yang tinggal hanya ada sadar. Tetapi niat, usaha, keinginan tersebut harus hanya ada saat sebelum memproses, menindaklanjutinya. Kita memproses, menindaklanjutinya dengan cara bermeditasi. Saat inilah ke-pasif-an itu dimulai, sadar itu terbit. Saat seseorang sudah mahir, maka ke-pasif-an ini akan terbawa dalam kehidupan sehariannya, dengan kata lain sadar itu ada dalam kesehariannya.
Saya merasa PH mencampurkan kala waktu proses sebelum dan sesudah saat sadar itu tinggal sendirian. Dan mencampurkan hasil yang sudah mahir dengan hasil yang belum mahir.
Masalah mempertentangkan aku dengan aku, “aku tidak mungkin membebaskan diri dari aku” atau “tidak mungkin membebaskan diri dari keinginan dengan keinginan” sudah pernah terjadi. Sebagai referensi :
http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/sn/sn51/sn51.015.than.html
boleh ikut tanya om? kondisi lenyapnya duka dengan let go, tanpa konflik keinginan, aware itu bisa bertahan dengan cara apa?saya gak tau, om. apakah anda ada pendapat?
boleh ikut tanya om? kondisi lenyapnya duka dengan let go, tanpa konflik keinginan, aware itu bisa bertahan dengan cara apa?Pengertiannya terbalik Bro ryu. Yang ditopang oleh akar adalah dukkha. Kondisi lenyapnya dukkha itu terjadi jika penopang dukkha itu hilang. Perumpamaannya seperti pohon yang ditopang oleh akarnya, walaupun daunnya dipetik, dahannya dipotong, tetap bisa tumbuh kembali. Sebaliknya kalau akarnya dicabut, tidak dipetik pun, daun akan layu dan pohon akan mati dengan sendirinya. Tidak perlu ada penopang untuk "mempertahankan" kematian pohon.
[at] bro fabian
Persyaratan apakah yang harus ter-penuhi untuk mencapai:
1. Sotapana
2. Sakadagami
3. Anagami
4. Arahat
Bisa tolong bantu jelaskan bro?
saya gak tau, om. apakah anda ada pendapat?yang aware itu apakah panca khandha? atau kesadaran? ketika aware hancur dan tidak ada pikiran ini aku, ini milikku, ini diriku maka apakah yang terjadi?
secara intelek, saya meraba2 mungkin disaat aware ini muncul dengan berjalannya waktu, aku menjadi semakin lemah, aware menjadi semakin kuat sampai akhirnya hancur dan si praktisi tidak lagi berpikir "ini aku, ini milikku, ini diriku" secara permanen.
Pengertiannya terbalik Bro ryu. Yang ditopang oleh akar adalah dukkha. Kondisi lenyapnya dukkha itu terjadi jika penopang dukkha itu hilang. Perumpamaannya seperti pohon yang ditopang oleh akarnya, walaupun daunnya dipetik, dahannya dipotong, tetap bisa tumbuh kembali. Sebaliknya kalau akarnya dicabut, tidak dipetik pun, daun akan layu dan pohon akan mati dengan sendirinya. Tidak perlu ada penopang untuk "mempertahankan" kematian pohon.ok ....
ok ....Mindfulness/perhatian adalah jalan untuk memahami fenomena. Dengan memahami fenomena, maka kebodohan lenyap (seperti dengan memahami alphabet, buta huruf lenyap). Kalau sudah tidak dipengaruhi kebodohan bathin lagi, kita tidak lagi melekat pada apa pun, maka tidak terlahirkan kembali. Idealnya begitu.
duka disini dimaksudkan adalah terlahir kembali khan. cara2 untuk lepas dari duka adalah menghilangkan penopang duka itu
yaitu aware?
let go?
itu saja?
ini kesalahpahaman yg fatal. setahu saya, pak hudoyo tidak pernah dan tidak akan pernah mengatakan itu...Bro Morpheus yang baik, pak Hudoyo mengatakan bahwa pikiran/batin dilekati aku, padahal tak ada aku yang melekati, yang ada adalah cetasika yang menyertai setiap bentuk citta. Tak pernah dikatakan dalam Sutta atau Abhidhamma bahwa "aku melekati setiap bentuk pikiran" seperti yang diklaim pak Hudoyo.
sungguh sayang sebenarnya yg namanya disebut2 tidak ada di sini untuk menjelaskan langsung.
dari membaca tulisan2nya, menurut pemahaman saya sebenarnya terminologi "aku" yg dipakai sangatlah sederhana dan gampang dimengerti, selama kita mencoba memahami dengan polos dan melupakan terminologi doktrin buddhism theravada..
singkatnya, berkali2 Buddha menjelaskan orang awam berpikir "ini aku, ini milikku, ini diriku" sedangkan arahat tidak lagi berpikir "ini aku, ini milikku, ini diriku" dan itu yg dimaksudkan sebagai padam atau berhenti. bukan pancakhanda yg padammaksudnya Arahat tidak mempersepsikan "ini aku, ini milikku, ini diriku" terhadap segala sesuatu yang muncul dalam batinnya, karena sakkaya ditthi dan berbagai kemelekatan yang terhalus sekalipun telah lenyap.
saya pikir tidak perlu meditasi vipassana ataupun meditasi yg lain, secara intelek pun keakuan ini bisa dipikir2 dan terlihat dengan jelas dikehidupan nyata. seperti contoh yg dipakai bhante pannavaro, kalo jam tangan mahal kepunyaanku pecah, rasanya menderita sekali, sedangkan kalo jam tangan mahal yg sama kepunyaan toko pecah, rasanya biasa aja. penderitaan bukan ada pada pecahnya jam tangan, melainkan kepada pecahnya aku yg sudah terasosiasi dengan jam tangan mahal tadi sebagai jam tangan-ku...kalau menurut saya tak ada aku disana hanya kemelekatan/lobha yang muncul terhadap jam tangannya tersebut, dan kemelekatan/lobha juga anicca. Contohnya bila jam itu sudah terlalu tua, terlalu jelek atau harganya telah turun tak ada harganya sama sekali, bila pecah ia tentu biasa saja. Jadi sekali lagi pandangan bahwa "segala sesuatu berasal dari aku" adalah pandangan salah sakkaya ditthi.
kata2 langsung dari bhante pannavaro: "Kalau keakuan tidak lahir, penderitaan tidak mengikuti. Pada saat aku lahir, penderitaan mulai", sejalan dengan kata2 Buddha seorang arahat tidak lagi berpikir "ini aku, ini milikku, ini diriku". bagi saya, apa yg dipaparkan pak hudoyo, bhante pannavaro dan Buddha semuanya sejalan dan sangat telak dalam konteks dukkha dan lenyapnya dukkha.Sang Buddha mengatakan "kalau "kemelekatan" tidak lahir maka penderitaan tidak mengikuti, pada saat kemelekatan lahir,penderitaan mulai" Apakah teman-teman ada yang bisa membantu menunjukkan dimana Sang Buddha mengatakan "Kalau keakuan tidak lahir, penderitaan tidak mengikuti. Pada saat aku lahir, penderitaan mulai"? Setahu saya Sang Buddha mengatakan dimana ada kondisi (sankhara) maka penderitaan mengikuti. Karena seorang Arahat yang tak memiliki "keakuan" masih mengalami penderitaan jasmani.
Mindfulness/perhatian adalah jalan untuk memahami fenomena. Dengan memahami fenomena, maka kebodohan lenyap (seperti dengan memahami alphabet, buta huruf lenyap). Kalau sudah tidak dipengaruhi kebodohan bathin lagi, kita tidak lagi melekat pada apa pun, maka tidak terlahirkan kembali. Idealnya begitu.ya itulah, maka harus diberikan pandangan2, ini saat samadi, ini saat keseharian.
Tapi dalam kenyataan, kita tidak selalu mampu berdiam dalam keadaan tersebut karena masih dikuasai noda bathin lainnya. Misalnya kita mengamati nafsu yang timbul. Jika kemelekatan kita pada nafsu terlalu besar, maka bukannya mengamati nafsu, tetapi kita terbawa pada nafsu tersebut. Ini seperti kita mau mengamati datang dan perginya ombak di pantai, tetapi kitanya malah hanyut terbawa arus ombak itu. Dengan begitu, pengamatan tidak terjadi.
Karena hal inilah sila dalam keseharian kita menjadi penting, yaitu agar pikiran kita tidak cenderung terhanyut pada fenomena yang muncul. Dalam Samadhi, kita tidak lagi memikirkan "ini sesuai sila, ini tidak". Di situ hanya ada kecenderungan hasil dari perbuatan keseharian kita. Jika tidak menghindari kebencian, maka pikirannya mudah terarah pada pikiran kejam. Jika sebaliknya, menghindari kebencian, maka ia tidak cenderung pada pikiran kejam.
Jadi yang ditanyakan diperlukan ini apakah dalam bhavana (meditasi) ataukah secara keseluruhan dalam hidup?
Dalam bhavana, betul, tidak perlu lainnya lagi. Tapi untuk mencapai bhavana itu, perlu banyak hal.
yang aware itu apakah panca khandha? atau kesadaran? ketika aware hancur dan tidak ada pikiran ini aku, ini milikku, ini diriku maka apakah yang terjadi?sori, saya ketinggalan nulis "aku", seharusnya:
Bro Fabian, saya mau tanyakan kembali mengenai yang sebelumnya. Misalkan ada anak kecil berpikir ada monster di lemari. Lalu saya mengatakan monster tidak ada, hanya pikiran yang membentuk monster tersebut. Apakah berarti saya mengatakan monster identik dengan/ada pada/terpisah dari/memiliki pikiran?Bro Kainyn yang baik, Apakah bisa diperjelas maksud pertanyaannya...?
"Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang adalah seorang Arahant dengan noda-noda telah dihancurkan, yang telah menjalani kehidupan suci, telah melakukan apa yang harus dilakukan, telah menurunkan beban, telah mencapai tujuan sesungguhnya, telah menghancurkan belenggu-belenggu penjelmaan, dan sepenuhnya terbebas melalui pengetahuan akhir, ia juga secara langsung mengetahui tanah sebagai tanah. Setelah secara langsung mengetahui tanah sebagai tanah, ia tidak menganggap [dirinya sebagai] tanah, ia tidak menganggap [dirinya] dalam tanah, ia tidak menganggap [dirinya terpisah] dari tanah, ia tidak menganggap tanah sebagai ‘milikku,’ ia tidak bergembira dalam tanah. Mengapakah? Karena ia telah memahami sepenuhnya, Aku katakan."Saya akan memperjelas apa yang dimaksud oleh Sutta ini, seorang Arahat sudah tidak mempersepsikan apa yang masuk ke panca inderanya/dialaminya, jadi Mereka melihat apa adanya. Karena melihat apa adanya maka tidak timbul anggapan-anggapan dan persepsi terhadap apa yang dialaminya.
Umumnya, ada dua jenis orang yang mengatakan sesuatu "bukan milikku". Yang pertama adalah karena ia tidak melihat adanya aku/diri. Yang ke dua adalah yang menilai "aku" seharusnya tidak memiliki itu. Yang pertama adalah yang berpandangan benar.Yang berpandangan paling benar adalah mereka yang melihat sesuatu apa adanya, tanpa persepsi.
Betul, berpikir adanya monster di lemari adalah pandangan salah. Monster itu lenyap sendiri berdasarkan kebijaksanaan yang muncul.Mungkin jawaban atas pernyataan yang ini berkaitan dengan kejelasan pertanyaan yang diatas.
OK, kalau gitu saya mau tanya. Menurut Bro Fabian, jika bukan (salah satu dari unsur) panca khanda yang membentuk persepsi aku, lalu darimana asalnya pandangan salah "ini milikku"?Yang membentuk persepsi aku adalah lobha, dosa, moha dan avijja. yang menimbulkan delusi persepsi (sanna vipallasa), delusi pikiran (citta vipallasa) dan delusi pandangan (ditthi vipallasa).
sori, saya ketinggalan nulis "aku", seharusnya:ok, aktifitas pikiran seseorang yang aware itu seperti bagaimana?
disaat aware ini muncul dengan berjalannya waktu, aku menjadi semakin lemah, aware menjadi semakin kuat sampai akhirnya aku (please jangan lagi diputarbalikkan aku=pancakhanda, tetap berada dikonteks) hancur dan si praktisi tidak lagi berpikir "ini aku, ini milikku, ini diriku" secara permanen.
seperti yg dibilang om kain, saat melek alpabet, buta huruf hancur.
seorang Arahat yang tak memiliki "keakuan" masih mengalami penderitaan jasmani.
Sang Buddha mengatakan "kalau "kemelekatan" tidak lahir maka penderitaan tidak mengikuti
Sang Buddha mengatakan dimana ada kondisi (sankhara) maka penderitaan mengikuti.
kata2 langsung dari bhante pannavaro: "Kalau keakuan tidak lahir, penderitaan tidak mengikuti. Pada saat aku lahir, penderitaan mulai", sejalan dengan kata2 Buddha seorang arahat tidak lagi berpikir "ini aku, ini milikku, ini diriku"
om kelana, menurut saya, sutta itu mencoba menerangkan pembebasan diri yg lebih makro, dari seseorang berkeinginan bebas dari dukkha sampai menjadi arahat. apa yg mau disampaikan ph adalah pada level yg lebih mikro dalam satu praktek meditasi. sebagai guru meditasi, ph harus bersikap dan berkata seperti itu demi pengertian dan kemajuan praktek murid2nya.
begitu juga dengan paragraf pertama anda di atas. ph ingin menyampaikan bahwa semua usaha dan gerak aktif -termasuk duduk meditasi mencoba untuk menjadi tenang, dsb- tidak akan berhasil. disaat semuanya berhenti, maka si aku juga berhenti. sekali lagi sebagai guru meditasi, ph harus menyampaikan prinsip ini dengan konsisten...
dan bagaimana berhenti itu bisa tiba2 ada? ya dengan sadar aja. saat sadar ada, aku berhenti. disaat berkeinginan dan berusaha, sadar tidak ada. berusaha untuk menyingkirkan keinginan itu sama saja dengan bermeditasi sambil berkata dalam hati "stop ingin itu.. jangan ingin.. stop ingin.. ayo dong, jangan ingin". gak akan berhasil. saya pikir, ini prinsip yg ingin disampaikan ph.
demikian menurut saya.
Bro Morpheus yang baik, pak Hudoyo mengatakan bahwa pikiran/batin dilekati aku, padahal tak ada aku yang melekati, yang ada adalah cetasika yang menyertai setiap bentuk citta. Tak pernah dikatakan dalam Sutta atau Abhidhamma bahwa "aku melekati setiap bentuk pikiran" seperti yang diklaim pak Hudoyo.om fabi, kapan ph bilang batin dilekati aku? saya mohon anda pakai kata yg persis, karena maknanya bisa berubah banyak kalo pake filter anda sendiri...
Saya kutipkan postingan tersebut (saya hanya mengutip yang ini karena mudah dicari)om fabi, kedua ajaran itu sama saja kalo anda mau mengerti terminologinya. saya memandang aku itu tidak lain adalah avijja itu juga.
Orang yg tidak memahami dualitas pikiran, ia akan macet dalam dualitas itu, terus-menerus berjuang mengikis lobha, dosa, moha yg kasar, tanpa menyadari lobha, dosa & moha yg halus dan sangat halus, yg bersumber pada pikiran & akunya, dan oleh karena itu tidak akan pernah bebas.
Perhatikan yang saya italic, jelas disini pak Hudoyo mengatakan bahwa sumber dari lobha, dosa dan moha adalah dari si "aku" Dimanakah pernah ditemukan pernyataan ini di Tipitaka? Ini adalah ajaran Jiddu Krishnamurti.
Sang Buddha mengajarkan bahwa lobha, dosa, moha dan avijja yang menyebabkan timbulnya persepsi "aku" (sakkaya ditthi).
Jadi perbedaannya menurut Sang Buddha dan Jiddu Krishnamurti/Hudoyo Hupudio:
Sang Buddha:lobha, dosa, moha dan avijja menjadi sebab. Persepsi aku sebagai akibat.
Jiddu Krishnamurti dan Hudoyo Hupudio: Aku sebagai sebab. Lobha, dosa dan moha sebagai akibat.
Dalam board ini memang dibahas pemikiran Theravada bro, tentu saja saya menggunakan Tipitaka sebagai rujukan.saya gak meminta anda membuang tipitaka dan stop memakai terminologi tipitaka.
maksudnya Arahat tidak mempersepsikan "ini aku, ini milikku, ini diriku" terhadap segala sesuatu yang muncul dalam batinnya, karena sakkaya ditthi dan berbagai kemelekatan yang terhalus sekalipun telah lenyap.sama seperti di atas.
kalau menurut saya tak ada aku disana hanya kemelekatan/lobha yang muncul terhadap jam tangannya tersebut, dan kemelekatan/lobha juga anicca. Contohnya bila jam itu sudah terlalu tua, terlalu jelek atau harganya telah turun tak ada harganya sama sekali, bila pecah ia tentu biasa saja. Jadi sekali lagi pandangan bahwa "segala sesuatu berasal dari aku" adalah pandangan salah sakkaya ditthi.
menurut Sang Buddha: dengan kondisi-kondisi (sankhara) sebagai sebab, maka sebab-sebab itu juga bersifat tidak kekal. Karena tidak kekal maka menimbulkan penderitaan.sekali lagi, yg lebih penting adalah bagaimana dukkha itu lenyap, seperti yg dikatakan Buddha:
Sang Buddha mengatakan "kalau "kemelekatan" tidak lahir maka penderitaan tidak mengikuti, pada saat kemelekatan lahir,penderitaan mulai"
Apakah teman-teman ada yang bisa membantu menunjukkan dimana Sang Buddha mengatakan "Kalau keakuan tidak lahir, penderitaan tidak mengikuti. Pada saat aku lahir, penderitaan mulai"? Setahu saya Sang Buddha mengatakan dimana ada kondisi (sankhara) maka penderitaan mengikuti. Karena seorang Arahat yang tak memiliki "keakuan" masih mengalami penderitaan jasmani.
ok, aktifitas pikiran seseorang yang aware itu seperti bagaimana?yg ini saya gak tau. masih perlu dibuktikan... apakah ini penting?
apakah dia masih berpikir atau tidak?
betul sekali. siapapun yang masih hidup, tentu ia mengalami penderitaan jasmani. tidak seorangpun yang memiliki tubuh, tidak mengalami penderitaan tubuh. setidaknya, tidak pernah saya temukan dalam sutta sang Buddha bersabda bahwa ada manusia yang memiliki tubuh, tapi sudah tidak mengalami penderitaan jasmani.Bagaimana cara menyimpulkan kedua kalimat tersebut? Bro Satria yang baik, keduanya menimbulkan penderitaan, dimana dengan diawali avijja lalu timbullah sankhara, lalu nama-rupa....hingga upadana (kemelekatan) semua ini adalah bagian dari paticca samuppada.
apa bedanya dua kalimat berikut ini :
mana sebenarnya yang dikatakan oleh sang Buddha? yang pertama, yang kedua atau keduanya?
semua kemelekatan itu sankhara. true or false?Berdasarkan kondisi-kondisi (sankhara), timbullah kemelekatan
semua sankhara itu kemelekatan. true or false?
apakah hubungan kedua kalimat tersebut dengan kalimat berikut :Keakuan adalah ditthi (pandangan) yang muncul oleh sebab-sebab tertentu.
semua keakuan adalah sankara. true or false?
semua sankara adalah keakuan. true or false?
semua keakuan adalah kemelekatan. true or false?Keakuan timbul dari kemelekatan.
semua kemelekatan adalah keakuan. tru or false?
Saya rasa sama dalam tujuannya, Sdr. Morpheus, hanya istilah anda dan caranya saja beda, yang satu ingin bebas dari dukkha menjadi arahat. dan yang lain: bebas dari aku (keinginan, dst) dan menerbitkan sadar. Yang membedakan adalah PH tidak mengakui adanya cara atau jalan dan menganggap sepenuhnya aku (keinginan, dst) tidak bermanfat sama sekali. Sedangkan dalam sutta nampak ada jalan dan nampak bahwa aku (keinginan, dst) ada manfaatnya sebagai batu loncatan untuk memadamkan aku (keinginan, dst) itu sendiri, abandon desire by means of desire.seperti yg saya bilang di atas, yg berbeda adalah konteksnya, om.
Jika PH tidak mengakui adanya jalan, cara dan mengatakan aku (keinginan, dst) harus dimusnahkan, lalu praktik meditasi bagaimana bisa jalan? Siapa yang bisa bayar retreat MMD ke PH jika tidak ada keinginan untuk bayar MMD?setahu saya mmd itu gratis:
Dan seperti yang saya duga, jika penjelasan Sdr. Morpheus benar seperti yang dimaksud PH, maka semakin jelas bagi saya bahwa selama ini PH dalam promosi MMD-nya tidak memisahkan antara kondisi sebelum praktik meditasi dengan kondisi saat meditasi. Dalam pembahasannya ia tidak memisahkan yang sudah sampai diseberang dengan yang sedang menyeberang dan dengan yang belum menyeberang. Semua dicampur aduk sehingga timbullah kekeacauan pemahaman.perbedaan dalam konteks.
Bagaimana cara menyimpulkan kedua kalimat tersebut? Bro Satria yang baik, keduanya menimbulkan penderitaan, dimana dengan diawali avijja lalu timbullah sankhara, lalu nama-rupa....hingga upadana (kemelekatan) semua ini adalah bagian dari paticca samuppada.
Keakuan timbul dari kemelekatan.
om fabi, kapan ph bilang batin dilekati aku? saya mohon anda pakai kata yg persis, karena maknanya bisa berubah banyak kalo pake filter anda sendiri...Baiklah bro, lebih tepatnya pikiran. Sekarang saya tanyakan bila anda berpikir 700 X 5, apakah ada keakuan disana? bila anda melihat batu jelek di pinggir jalan, apakah timbul "keakuan...."?
om fabi, kedua ajaran itu sama saja kalo anda mau mengerti terminologinya. saya memandang aku itu tidak lain adalah avijja itu juga.Saya tak mau mengatakan mana salah mana benar, menurut saya "keakuan" timbul dari avijja bukan sebaliknya.
anda memandangnya dari segi doktrinal, ph memandangnya dari segi praktis meditatif.Menurut saya PH melihatnya dari segi persepsi dan teorinya sendiri. Saya lebih suka memendam ini dari segi kebenaran masing-masing, tapi yang jelas anda keliru kalau menganggap bahwa saya hanya memandang segala persoalan dari segi doktrinal. Saya melihat segala sesuatu berdasarkan pengalaman saya dan menggunakan doktrin sebagai referensi.
kedua2nya hanya menjadi spekulasi kalo tidak dialami dalam meditasi...Time will tell the truth....
keduanya sah2 saja mengklaim sebagai penafsiran yg benar, namun yg tidak baik adalah mengkafirkan penafsiran yg lain dan mengatakan penafsirannya sendiri yg paling benar dan direstui Buddha.Ini adalah pernyataan yang sifatnya personal bro... Saya tidak pernah mengatakan bahwa pernyataan saya direstui Buddha atau tidak... saya mempersilahkan membandingkan pernyataan saya dan PH dibandingkan dengan Tipitaka sebagai referensi.
yg lebih penting daripada spekulasi2 itu adalah bagaimana dukkha itu bisa lenyap.Benar... berbagai kepercayaan menggunakan berbagai metode berusaha melenyapkan dukkha, apakah dukkha bisa lenyap dengan cara lain?
saya gak meminta anda membuang tipitaka dan stop memakai terminologi tipitaka.Saya rasa pernyataan PH sendiri sudah jelas bahwa apa yang dikemukakannya tidak sesuai dengan Tipitaka, hanya sesuai dengan ti Sutta, ya kan...? Apakah ada yang lebih tepat dari pernyataannya sendiri...?
saya hanya menyarankan, untuk memahami kata2 pak hudoyo, jangan dihubungkan dengan terminologi tipitaka anda. sesudah anda mengerti, silakan pake lagi tipitaka anda.
sama seperti di atas.Kalau begitu menurut anda mana yang lebih tepat?
dalam prakteknya, mudah sekali melihat penderitaan pecahnya jam itu berasal dari asosiasi si aku dengan barang tersebut, ketimbang mencoba melihat lobha sebagai sesuatu yg terpisah dari diri.
sekali lagi, yg lebih penting adalah bagaimana dukkha itu lenyap, seperti yg dikatakan Buddha:Saya kira mengenai hal ini telah dibahas dalam reply saya kepada bro Kainyn.
"Kalau begitu, Bahiya, engkau harus berlatih demikian: berkaitan dengan apa yang terlihat, hanya ada yang terlihat. Berkaitan dengan apa yang terdengar, hanya ada yang terdengar. Berkaitan dengan apa yang tercerap [dengan ketiga indra lain], hanya ada yang tercerap. Berkaitan dengan apa yang dikenal [dalam batin], hanya ada yang dikenal. Demikianlah engkau harus berlatih. Bila bagimu hanya ada yang terlihat berkaitan dengan apa yang terlihat, hanya ada yang terdengar berkaitan dengan apa yang terdengar, hanya ada yang tercerap berkaitan dengan apa yang tercerap, hanya ada yang dikenal berkaitan dengan apa yang dikenal, maka, Bahiya, tidak ada engkau sehubungan dengan itu. Bila tidak ada engkau sehubungan dengan itu, maka tidak ada engkau di situ. Bila tidak ada engkau di situ, maka engkau tidak ada di sini, atau di sana, atau di antara keduanya. Inilah, hanya inilah, akhir dukkha."
jika "aku" tidak ada, maka apakah yang melekat pada objek?
ya itulah, maka harus diberikan pandangan2, ini saat samadi, ini saat keseharian.Keseharian seseorang terefleksi dalam samadhinya, dan apa yang diperoleh dalam samadhinya itu biasa terefleksi pula dalam kesehariannya. Walaupun kita tidak bisa benar-benar tahu samadhi seseorang, tapi bisa sedikit banyak dinilai dari kesehariannya.
seseorang samadi bagus tapi keseharian tidak bagus maka sepetinya itu sia2.
ibarat, ketika samadi aware terus, tapi ketika sudah tidak samadi eh pikirannya kemana2.
salam,
ijinkan nubie menjawab yg ini, menurut abhidhamma bukanlah "aku" yg melekat pada objek,melainkan rangkaian citta dan cetasika yg selalu timbul tenggelam dengan sangat cepat yg kemudian sering disalah-pahami sebagai "aku"
Baiklah bro, lebih tepatnya pikiran. Sekarang saya tanyakan bila anda berpikir 700 X 5, apakah ada keakuan disana? bila anda melihat batu jelek di pinggir jalan, apakah timbul "keakuan...."?saya gak tau gimana pemahaman ph, jadi saya jawab menurut pemahaman saya.
Saya tak mau mengatakan mana salah mana benar, menurut saya "keakuan" timbul dari avijja bukan sebaliknya.di sini lah cara pandang kita beda. bagi saya, dalam doktrin theravada, aku itu adalah avijja.
Ini adalah pernyataan yang sifatnya personal bro... Saya tidak pernah mengatakan bahwa pernyataan saya direstui Buddha atau tidak... saya mempersilahkan membandingkan pernyataan saya dan PH dibandingkan dengan Tipitaka sebagai referensi.nah itu dia. ph mengklaim dia juga berbasis tipitaka.
Saya rasa pernyataan PH sendiri sudah jelas bahwa apa yang dikemukakannya tidak sesuai dengan Tipitaka, hanya sesuai dengan ti Sutta, ya kan...? Apakah ada yang lebih tepat dari pernyataannya sendiri...?saya pikir tipitaka bukan harga mati.
Kalau begitu menurut anda mana yang lebih tepat?saya melihat delusi sang aku itulah avijja.
Lobha, dosa, moha dan avijja sebagai sebab dan "aku" sebagai akibat atau
"Aku" sebagai sebab dan lobha, dosa, moha sebagai akibat...?
Bro Kainyn yang baik, Apakah bisa diperjelas maksud pertanyaannya...?Untuk menggambarkan "ilusi pikiran", Pak Hudoyo menggunakan istilah "aku"; Saya dalam contoh anak kecil menggambarkannya dengan "monster".
Saya akan memperjelas apa yang dimaksud oleh Sutta ini, seorang Arahat sudah tidak mempersepsikan apa yang masuk ke panca inderanya/dialaminya, jadi Mereka melihat apa adanya. Karena melihat apa adanya maka tidak timbul anggapan-anggapan dan persepsi terhadap apa yang dialaminya.Ini pernyataan saya sebelumnya:
"Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang adalah seorang Arahant dengan noda-noda telah dihancurkan, yang telah menjalani kehidupan suci, telah melakukan apa yang harus dilakukan, telah menurunkan beban, telah mencapai tujuan sesungguhnya, telah menghancurkan belenggu-belenggu penjelmaan, dan sepenuhnya terbebas melalui pengetahuan akhir, ia juga secara langsung mengetahui tanah sebagai tanah. Setelah secara langsung mengetahui tanah sebagai tanah, ia tidak menganggap [dirinya sebagai] tanah, ia tidak menganggap [dirinya] dalam tanah, ia tidak menganggap [dirinya terpisah] dari tanah, ia tidak menganggap tanah sebagai ‘milikku,’ ia tidak bergembira dalam tanah. Mengapakah? Karena ia telah memahami sepenuhnya, Aku katakan."
Jadi kalimat warna biru sebenarnya adalah keterangan untuk lebih mempertegas kalimat yang saya bold.Betul itu adalah keterangannya. Karena Bro Fabian awalnya menolak keterangan saya dengan mengatakan "Lebih tepatnya Arahat hanya melihat jasmani sebagai jasmani, titik.", maka saya mencantumkan sutta yang memberikan keterangan.
Yang berpandangan paling benar adalah mereka yang melihat sesuatu apa adanya, tanpa persepsi.
Yang membentuk persepsi aku adalah lobha, dosa, moha dan avijja. yang menimbulkan delusi persepsi (sanna vipallasa), delusi pikiran (citta vipallasa) dan delusi pandangan (ditthi vipallasa).Bisa dijelaskan lebih detail, dan berhubungan dengan (khanda) apa sajakah lobha-dosa-moha ini?
saya gak tau gimana pemahaman ph, jadi saya jawab menurut pemahaman saya.
apa sih "aku" itu?
bagi saya, aku itu adalah sebuah garis ilusi. garis yg memisahkan antara aku (di dalam garis) dan lingkungan (di luar garis).
karena ada ilusi ini, segala sesuatu kita kelompokan sebagai aku dan bukan aku.
jadi pada saat saya melihat batu jelek di pinggir jalan, pikiran saya otomatis menggolongkannya sebagai bukan aku.
[...]Menurut saya tergantung pada kecenderungan "aku"-nya.
pada orang yg akunya gede, banyak sekali yg ada di dalam garis: tubuhku, mobilku, rumahku, karyaku, istriku, agamaku, doktrinku, viharaku, pencapaianku, dsb. dan diluar garis: tubuhmu, mobilmu, rumahmu, dsb.
nyenggol segala sesuatu yg ada di dalam garis, dia akan menderita.
kalo yg ada di luar garis kesenggol, dia santai2 aja.
pada orang yg tipis akunya, sedikit yg ada di dalam garis...
pada orang yg tercerahkan, garis ilusi ini lenyap...
[...]
yg ini saya gak tau. masih perlu dibuktikan... apakah ini penting?sama kaga tau ;D
menurut anda?
Keseharian seseorang terefleksi dalam samadhinya, dan apa yang diperoleh dalam samadhinya itu biasa terefleksi pula dalam kesehariannya. Walaupun kita tidak bisa benar-benar tahu samadhi seseorang, tapi bisa sedikit banyak dinilai dari kesehariannya.setuju ;D
Kalau (katanya) samadhinya bagus tapi kesehariannya berperilaku tidak baik, bukan berarti samadhinya sia-sia, tapi mungkin samadhinya tidak berhasil.
Bagaimana proses-nya terjadi penggolongan di pikiran anda dalam melihat sesuatu?saya gak tau persis.
Sekarang misalnya ada sebuah mobil yang terletak di pinggir jalan. Bagaimana bisa terjadi keputusan bahwa itu mobilku atau bukan mobilku?Di luar garis atau didalam garis?
anda betul. dari sankara, timbulah nama rupa. ketika nama rupa ini muncul, apakah penderitaan muncul bersamanya, ataukah muncul kemudian? jika muncul kemudian, maka seberapa tempo yang diperlukan dari nama rupa hingga penderitaan?Penderitaan muncul dari ketidak puasan, ketidak puasan terhadap apa? Ketidak puasan terhadap perubahan.
dari mana asal muasal pengetahuan Anda ini?:)
apakah keakuan timbul bersama munculnya kemelekatan. ataukah keakuan muncul beberapa waktu setelah munculnya kemelekatan?Keakuan timbul karena kemelekatan.
jika "aku" tidak ada, maka apakah yang melekat pada objek?Keserakahan dan kebencian disertai kegelapan batin yang menyebabkan kita melekat pada objek..
Penderitaan muncul dari ketidak puasan, ketidak puasan terhadap apa? Ketidak puasan terhadap perubahan.Bagaimana dengan orang yang seumur hidup menderita, tidak puas dengan "keabadian" penderitaan ini? Bukankah sebetulnya ia mengharapkan perubahan?
Menurut saya tergantung pada kecenderungan "aku"-nya.tepat sekali, tepat sekali.
Jika berupa penolakan, maka banyak yang ada di luar garis: tubuh jelek ini bukan "aku", mobil butut gini seharusnya bukan "milikku", rumah gubuk ini adalah bukan milikku, dst.
Pada orang yang "aku"-nya gede, banyak hal yang terpisahkan oleh garis. Pada orang yang "aku"-nya cenderung melemah, maka garisnya semakin sedikit. Ia cenderung melihat objek sebagai objek saja, tidak di luar atau di dalam garis.
Untuk menggambarkan "ilusi pikiran", Pak Hudoyo menggunakan istilah "aku"; Saya dalam contoh anak kecil menggambarkannya dengan "monster".bukankah karena pandangan salah maka ada "monster" dalam pikiran?
Sebelum memahami, "aku" ada dalam pikiran. Setelah memahami kebenarannya, "aku" itu hilang.
Sebelum memahami, "monster" ada dalam pikiran. Setelah memahami kebenarannya, "monster" itu hilang.
Mengapa Bro Fabian mengatakan itu pandangan salah? Apakah ketika saya mengatakan "monster" itu ada di dalam pikiran, berarti saya termasuk pada salah satu pandangan salah ("monster" identik/ada pada/terpisah/memiliki pikiran)?
sama kaga tau ;Ddalam bahasa Sang Buddha, ia tidak lagi berpikir "ini aku, ini milikku, ini diriku".
cuma kalau dalam pikiran aye, seharusnya pikiran itu tetap ada, tapi pikiran yang telah lepas dari duka atau menuju lepas dari duka dia tenang tidak tergoyahkan oleh LDM.
dalam bahasa Sang Buddha, ia tidak lagi berpikir "ini aku, ini milikku, ini diriku".karena pikiran diperlukan dalam survival, maka untuk apakah pikiran di "on" dan "off" kan?
mengenai pertanyaan anda, ph sering ngomong pikiran tetap diperlukan dalam survival sehari2...
mungkin jelasnya tanyakan yg bersangkutan.
saya memilih jawaban "gak tau" aja.
saya gak tau persis.
mungkin dengan analogi komputer:
* cek array memory, apakah mobil itu terdaftar di list barangku?
* jika ada, kasih flag "aku", "milikku"
* jika tidak ada, kasih flag "bukan milikku"
* kalo barang ini barusan diklaim, dibeli, diterima, masukin ke dalam memori list barangku
bukankah karena pandangan salah maka ada "monster" dalam pikiran?Betul. Namun anak itu tidak akan memahaminya hanya dengan diberikan teori "monster tidak ada" atau "itu hanyalah pandangan salah." Satu-satunya cara adalah dengan menyelidiki "monster" itu sendiri.
saya gak tau gimana pemahaman ph, jadi saya jawab menurut pemahaman saya.Bro Morpheus yang baik, berdasarkan pertanyaan saya apakah pada waktu anda menghitung 700 X 5 timbul keakuan? Demikian juga apa reaksi anda melihat batu jelek di pinggir jalan apakah timbul keakuan? Jawaban terhadap dua pertanyaan ini mungkin bisa menjelaskan sikap saya terhadap konsep "aku" dari Jiddu Krishnamurti.
apa sih "aku" itu?
bagi saya, aku itu adalah sebuah garis ilusi. garis yg memisahkan antara aku (di dalam garis) dan lingkungan (di luar garis).
karena ada ilusi ini, segala sesuatu kita kelompokan sebagai aku dan bukan aku.
jadi pada saat saya melihat batu jelek di pinggir jalan, pikiran saya otomatis menggolongkannya sebagai bukan aku.
pada orang yg akunya gede, banyak sekali yg ada di dalam garis: tubuhku, mobilku, rumahku, karyaku, istriku, agamaku, doktrinku, viharaku, pencapaianku, dsb. dan diluar garis: tubuhmu, mobilmu, rumahmu, dsb.
nyenggol segala sesuatu yg ada di dalam garis, dia akan menderita.
kalo yg ada di luar garis kesenggol, dia santai2 aja.
pada orang yg tipis akunya, sedikit yg ada di dalam garis...
pada orang yg tercerahkan, garis ilusi ini lenyap...
di sini lah cara pandang kita beda. bagi saya, dalam doktrin theravada, aku itu adalah avijja.Setahu saya aku itu adalah sakkaya ditthi/atta ditthi, apakah bro Morpheus yakin ada bagian Tipitaka/doktrin theravada yang menyatakan bahwa aku adalah avijja?
nah itu dia. ph mengklaim dia juga berbasis tipitaka.lebih tepatnya tiSutta
saya pikir tipitaka bukan harga mati.Ya benar, di jaman Sang Buddha banyak yang mampu mencapai Kebebasan bahkan hanya dengan beberapa baris kalimat.
segenggam sutta kalo itu bisa membawa pembebasan dan akhir dukkha, itu udah cukup.
sah2 saja kalo orang diluaran menolak abhidhamma, tidak perlu memaksakan kepercayaan dan pemahaman kepada orang lain.Agree.. bahkan menolak Tipitakapun tak apa-apa, tetapi bila mengatakan sesuatu sesuai dengan Tipitaka/Ajaran Sang Buddha padahal tidak, itulah yang saya tidak setujui, kalau beda ya terima saja perbedaannya, bila sama ya terima persamaannya, tak perlu disama-samakan atau dibeda-bedakan.
saya melihat delusi sang aku itulah avijja.Saya menghargai pendapat bro walaupun tidak sependapat.
dalam kesehariannya, lebih mudah melihat sang aku yg membuat dukkha, ketimbang mencoba melihat lobha, dosa, moha.Entahlah saya tak berusaha melihat aku, saya hanya melihat lobha dan dosa yang bagi saya mudah sekali dirasakan kehadirannya, walaupun masih sering terseret fenomena batin tersebut.
itulah perbedaan pandangannya. let ph keeps his view and om fabian keeps his view. serahkan sama pembaca.Yup agree...
btw, saya jadi mau tau pendapat anda. menurut teori atau pengalaman anda, gimana caranya lobha bisa menjadi sebab aku?Lobha (craving) adalah kecenderungan batin untuk mendapatkan (keinginan). Arus keinginan yang muncul terus- menerus terhadap sesuatu menyebabkan timbul keserakahan. Karena terus menerus ingin memiliki maka kemudian bisa timbul berbagai persepsi untuk mempertahankan sesuatu itu, dstnya. Semua proses inilah yang dianggap salah sebagai aku/keakuan, padahal semua itu hanya proses batin belaka. Yang timbul dari interaksi pancakhandha berdasarkan hukum sebab akibat yang saling bergantungan.
Salah klik "quote" jadi "thanks". ;DBro Kainyn yang baik, mau dibalikin thanksnya...? ;D Coba renungkan baik-baik apakah benar ada orang yang sungguh-sungguh selalu menderita selama hidupnya...? Tidak pernah berubah? Sebaiknya coba amati sungguh-sungguh, mudah mengamatinya: bila ia tak pernah tertawa atau tersenyum selama hidupnya mungkin benar ia memang selalu menderita.
Bagaimana dengan orang yang seumur hidup menderita, tidak puas dengan "keabadian" penderitaan ini? Bukankah sebetulnya ia mengharapkan perubahan?
karena pikiran diperlukan dalam survival, maka untuk apakah pikiran di "on" dan "off" kan?soal yg berhubungan pikiran yg diperlukan dalam survival, tanyakan langsung saja.
soal yg berhubungan pikiran yg diperlukan dalam survival, tanyakan langsung saja.kalau ditanya nanti pasti masuk keranjang sampah ;D
Betul. Namun anak itu tidak akan memahaminya hanya dengan diberikan teori "monster tidak ada" atau "itu hanyalah pandangan salah." Satu-satunya cara adalah dengan menyelidiki "monster" itu sendiri.dengan teori juga bisa kok, sama seperti narkoba tidak baik, masa harus diselidiki dahulu baru tahu, dari pengalaman orang lain juga bisa di beritahu kan ;D
Bro Kainyn yang baik, mau dibalikin thanksnya...? ;DSama sekali tidak perlu, lagi suasana Natal harus banyak berdana. ;D
Coba renungkan baik-baik apakah benar ada orang yang sungguh-sungguh selalu menderita selama hidupnya...? Tidak pernah berubah? Sebaiknya coba amati sungguh-sungguh, mudah mengamatinya: bila ia tak pernah tertawa atau tersenyum selama hidupnya mungkin benar ia memang selalu menderita.Sebetulnya ada saja. Contohnya anak-anak yang lahir di medan perang, sejak lahir mungkin sudah kena bom, penyakit, kelaparan dan sebagainya.
Bro Morpheus yang baik, berdasarkan pertanyaan saya apakah pada waktu anda menghitung 700 X 5 timbul keakuan? Demikian juga apa reaksi anda melihat batu jelek di pinggir jalan apakah timbul keakuan? Jawaban terhadap dua pertanyaan ini mungkin bisa menjelaskan sikap saya terhadap konsep "aku" dari Jiddu Krishnamurti.udah saya jawab di atas.
Setahu saya aku itu adalah sakkaya ditthi/atta ditthi, apakah bro Morpheus yakin ada bagian Tipitaka/doktrin theravada yang menyatakan bahwa aku adalah avijja?pemikiran "ini aku, ini milikku, ini diriku" membuat derita, dan itulah avijja.
Ya benar, di jaman Sang Buddha banyak yang mampu mencapai Kebebasan bahkan hanya dengan beberapa baris kalimat.om fabi tau darimana di jaman sekarang tak ada yg seperti itu? apakah ada bagian tipitaka yg menyatakannya?
Tetapi jaman sekarang tak ada yang seperti itu, sekarang yang muncul adalah neyya puggala yang harus mendengarkan Dhamma panjang lebar dan berlatih dengan sungguh-sungguh baru bisa mencapai Kebebasan.
Agree.. bahkan menolak Tipitakapun tak apa-apa, tetapi bila mengatakan sesuatu sesuai dengan Tipitaka/Ajaran Sang Buddha padahal tidak, itulah yang saya tidak setujui, kalau beda ya terima saja perbedaannya, bila sama ya terima persamaannya, tak perlu disama-samakan atau dibeda-bedakan.nah itu dia. ada yg melihatnya sejalan dan sesuai dengan ajaran Sang Buddha, ada yg tidak.
Lobha (craving) adalah kecenderungan batin untuk mendapatkan (keinginan). Arus keinginan yang muncul terus- menerus terhadap sesuatu menyebabkan timbul keserakahan. Karena terus menerus ingin memiliki maka kemudian bisa timbul berbagai persepsi untuk mempertahankan sesuatu itu, dstnya. Semua proses inilah yang dianggap salah sebagai aku/keakuan, padahal semua itu hanya proses batin belaka. Yang timbul dari interaksi pancakhandha berdasarkan hukum sebab akibat yang saling bergantungan.dimanakah anda melihat, merasakan, mengamati arus keinginan dan proses batin belaka itu?
Untuk menggambarkan "ilusi pikiran", Pak Hudoyo menggunakan istilah "aku"; Saya dalam contoh anak kecil menggambarkannya dengan "monster".
Sebelum memahami, "aku" ada dalam pikiran. Setelah memahami kebenarannya, "aku" itu hilang.
Sebelum memahami, "monster" ada dalam pikiran. Setelah memahami kebenarannya, "monster" itu hilang.
Mengapa Bro Fabian mengatakan itu pandangan salah? Apakah ketika saya mengatakan "monster" itu ada di dalam pikiran, berarti saya termasuk pada salah satu pandangan salah ("monster" identik/ada pada/terpisah/memiliki pikiran)?Pandangan benar melihat bentuk pikiran apapun juga hanyalah bentuk pikiran. Bedakan dengan persepsi atta, karena perumpamaan monster tidak nyambung.
Ini pernyataan saya sebelumnya:Apakah saya mengatakan tak sesuai...? Saya hanya menjelaskan.
"Sebab para Arahat melihat jasmani sebagai jasmani, tidak berpikir ada aku di sana, tidak berpikir ada aku di dalam, tidak berpikir ada aku di luar. Karena tidak melekat, maka tidak ada penderitaan (berupa kemarahan)."
Adakah yang tidak sesuai?
Betul itu adalah keterangannya. Karena Bro Fabian awalnya menolak keterangan saya dengan mengatakan "Lebih tepatnya Arahat hanya melihat jasmani sebagai jasmani, titik.", maka saya mencantumkan sutta yang memberikan keterangan.
Setahu saya, sebetulnya yang biasa Pak Hudoyo maksud dengan "menghentikan pikiran" adalah proses "titik" yang disebut Bro Fabian tersebut. Setelah mengenali "objek sebagai objek", maka berhenti, tidak dilanjutkan lagi. Inilah yang saya pahami bahwa sebetulnya dalam hal ini, Pak Hudoyo juga sesuai dengan Buddhisme (walaupun saya tidak tahu meditasinya bagaimana bentuknya).Sampai pada titik ini benar, tetapi menjadi tidak benar setelah ia mengatakan bahwa ada aku yang terlibat, yang sebenarnya: pikiran hanyalah proses batin yang timbul-tenggelam, tak lebih, tak ada aku yang melekati.
Bisa dijelaskan lebih detail, dan berhubungan dengan (khanda) apa sajakah lobha-dosa-moha ini?Lobha dosa bisa disebabkan oleh semua khandha.
dengan teori juga bisa kok, sama seperti narkoba tidak baik, masa harus diselidiki dahulu baru tahu, dari pengalaman orang lain juga bisa di beritahu kan ;DMenyelidiki tidak selalu berarti dan terbatas pada "melakukan hal yang sama yang dilakukan orang lain." Misalnya narkoba, kita bisa menyelidiki efek dari orang yang pakai narkoba. Bisa selidiki pengaruh narkoba ke otak dalam dosis rendah. Kita bisa tahu kebenarannya tanpa melakukan (kebodohan) yang sama yang dilakukan orang lain.
Kalau menurut saya:dari sudut pandang ini, betul juga, bu. makasih.
- Yang awal terjadi,setelah kita mempunyai pandangan yang menyesatkan tentang tubuh dan pikiran.
Tubuh dan pikiran yang bisa diatur, sendiri kita namakan aku. Dan yang bukan diatur oleh kita, maka kita namakan kamu.
Disaat kita kecil, pengetahuan tentang itu telah dijejalkan dalam pikiran. Contoh:Ambil bajumu.Ini mainanmu.
Dan setelah kita lebih besar,pengetahuan kita bertambah. Salah satu contoh, apa yang kita dapatkan dari usaha sendiri itu adalah milikku. Uang yang kita dapat dari usaha sendiri adalah uangku. Dan barang apa yang kubeli dari uangku adalah milikku. Begitulah kecenderungan terbentuk.
Kecenderungan aku yang terbentuk ditambah dengan nafsu serakah, maka terjadi pengejaran dalam mengumpulkan harta. Bukan hanya dalam mengumpulkan, juga terjadi dalam mempertahankan hak milik. Sehingga dalam mempertahankan hak milik terkadang terjadi pembunuhan, pertengkaran,perang dll.
Nafsu serakah yang sangat besar disertai ketidak-bijaksanaan(kebodohan batin) , maka membuat orang terkadang tidak peduli dengan milik orang lain.Sehingga dia ingin menguasai yang bukan milik-nya.
Cara bekerja otak/pikiran bisa dilihat salah satu contohnya: seperti membawa sepeda motor.Saat baru pertama belajar,gigi satu untuk memulai awal.Kita merasakan bagaimana saat gigi satu terlalu besar di gas,maka motor bisa melompat.Jadi perlahan saja, setelah jalan sekian jauh, kita mendengar bunyi mesin dan merasakan,dan diberi tahu bahwa itu harus masuk gigi 2. Masuk gigi 3, dan seterusnya..
Setelah kita mahir, kita tidak memikirkan sama sekali.Kapan harus masuk atau memulangkan gigi/ Kapan harus pijak rem?
Contoh:Disaat kita lagi kencang,tiba-tiba ada seorang anak melintas dijalan.Kita bisa dengan begitu cepat melakukan gerakan memijak rem,mengurangi gas dan memulangkan gigi.Hanya dalam waktu beberapa detik,semua gerakan itu terjadi.
Sebetulnya ada saja. Contohnya anak-anak yang lahir di medan perang, sejak lahir mungkin sudah kena bom, penyakit, kelaparan dan sebagainya.menurut buda, lahir, tua, sakit, mati adalah duka, menyadari atau tidak, semua mengalaminya.
Bukan saya tidak mengerti maksud Bro Fabian, tapi saya hanya rasa kurang cocok saja dengan kalimat "Penderitaan muncul dari ketidak puasan, ketidak puasan terhadap apa? Ketidak puasan terhadap perubahan." Karena bisa mengindikasikan kalau kita puas dengan perubahan (yang biasanya mengarah ke kondisi lebih baik), maka tidak ada penderitaan. Tidak ada kelahiran, tua, sakit, dan mati.
Sama sekali tidak perlu, lagi suasana Natal harus banyak berdana. ;DAnumodana deh kalau begitu ;D niru ah.... ;D
Sebetulnya ada saja. Contohnya anak-anak yang lahir di medan perang, sejak lahir mungkin sudah kena bom, penyakit, kelaparan dan sebagainya.Apakah bro Kainyn yakin mereka tak pernah bergembira...?
Bukan saya tidak mengerti maksud Bro Fabian, tapi saya hanya rasa kurang cocok saja dengan kalimat "Penderitaan muncul dari ketidak puasan, ketidak puasan terhadap apa? Ketidak puasan terhadap perubahan." Karena bisa mengindikasikan kalau kita puas dengan perubahan (yang biasanya mengarah ke kondisi lebih baik), maka tidak ada penderitaan. Tidak ada kelahiran, tua, sakit, dan mati.Saya rasa saya tidak mengatakan bahwa kalau kita puas dengan perubahan tak ada penderitaan. Saya hanya mengatakan kalau kita dapat menerima perubahan yang berkaitan dengan keadaan itu kita tidak menderita (tidak muncul penderitaan yang berkaitan hal itu). Persepsi yang menyebabkan kita menderita atau tidak menderita.
Bro kainyn yang baik, coba renungkan bila mobil anda dicuri orang, kemudian memahami bahwa itu hanya bentuk "keakuan". Setelah menyadari bahwa kehilangan itu hanya bentuk keakuan, apakah "keakuan" anda hilang...? Apakah anda tidak berusaha tetap mencari...?Dalam konteks dhamma, ketika 'pandangan salah aku" hilang, otomatis pandangan akan kepemilikan pun hilang. Dengan begitu, tidak ada yang namanya 'kehilangan' dan tidak ada yang perlu 'dicari'.
Atau misalnya pacar anda direbut orang, kemudian anda menyadari bahwa kehilangan itu hanya bentuk keakuan, apakah dengan kesadaran itu keakuan anda hilang lalu serta merta merelakan pacar anda direbut orang...?
Pandangan benar melihat bentuk pikiran apapun juga hanyalah bentuk pikiran. Bedakan dengan persepsi atta, karena perumpamaan monster tidak nyambung.Kalau perumpamaan monster tidak nyambung, coba Bro Fabian saja yang berikan perumpamaan.
Apakah saya mengatakan tak sesuai...? Saya hanya menjelaskan.Nah, justru saya mau tanya, bagian mana dari penjelasan saya yang tidak benar sehingga perlu dipotong dengan 'titik' tersebut?
Sampai pada titik ini benar, tetapi menjadi tidak benar setelah ia mengatakan bahwa ada aku yang terlibat, yang sebenarnya: pikiran hanyalah proses batin yang timbul-tenggelam, tak lebih, tak ada aku yang melekati.
menurut buda, lahir, tua, sakit, mati adalah duka, menyadari atau tidak, semua mengalaminya.Betul, oleh karena itu, penderitaan bukan berasal dari ketidakpuasan terhadap perubahan. Ketidakpuasan itu sendiri ada karena perubahan. Ketidakpuasan itu adalah penderitaan, disadari atau tidak, semua mengalaminya.
Betul, oleh karena itu, penderitaan bukan berasal dari ketidakpuasan terhadap perubahan. Ketidakpuasan itu sendiri ada karena perubahan. Ketidakpuasan itu adalah penderitaan, disadari atau tidak, semua mengalaminya.
Anumodana deh kalau begitu ;D niru ah.... ;DSoal ini saya tidak lanjutkan. Seperti saya bilang, saya tahu maksud Bro Fabian tapi tidak cocok dengan kalimatnya.
Apakah bro Kainyn yakin mereka tak pernah bergembira...?
Saya rasa saya tidak mengatakan bahwa kalau kita puas dengan perubahan tak ada penderitaan. Saya hanya mengatakan kalau kita dapat menerima perubahan yang berkaitan dengan keadaan itu kita tidak menderita (tidak muncul penderitaan yang berkaitan hal itu). Persepsi yang menyebabkan kita menderita atau tidak menderita.
Mungkin saya perlu mengambil contoh yang lebih ekstrim supaya bro Kainyn mengerti. Seekor cacing akan bergembira bila kita letakkan di lumpur atau di tempat tinja manusia dan mereka akan menderita bila diletakkan di ranjang yang empuk dan mewah. Demikian juga sebaliknya dengan manusia, seorang manusia akan menderita bila diletakkan di lumpur atau di tempat tinja, dan akan bergembira bila diletakkan di ranjang yang empuk dan mewah.
Tapi dalam keadaan tertentu pikiran dapat mempersepsikan kebahagiaan dengan lumpur atau tinja tersebut, contohnya bila seorang petani yang mengerti manfaat tahi ayam akan merasa gembira dan bahagia bila diberikan tahi ayam yang sangat banyak. Tapi bila petani yang lain lagi yang tak tahu manfaat tahi ayam (atau menganggap tahi ayam sebagai najis yang harus dijauhi) kita berikan tahi ayam maka, ia dapat menganggap perbuatan itu sebagai penghinaan.
Aku adalah permainan persepsi bro.... yang disebabkan ketidak tahuan terhadap proses sebab-akibat yang terjadi pada batin dan jasmani.
jika ketidak puasan ada karena perubahan, dan segala sesuatu itu berubah (anicca), berarti segala sesuatu tidak mmuaskan. bila segala sesuatu tidak memuaskan, maka bagaimana cara manusia mencapai kebahagiaan?Dengan tidak melekat pada satu kondisi, maka tidak ada lagi puas maupun tidak puas. Jika tidak ada lagi puas maupun tidak puas, maka perubahan apa pun tidak menjadikannya menderita. Itulah akhir dari penderitaan yang disebut sebagai kebahagiaan tertinggi.
menurut buda, lahir, tua, sakit, mati adalah duka, menyadari atau tidak, semua mengalaminya.buda > Buddha...\/\/
Dengan tidak melekat pada satu kondisi, maka tidak ada lagi puas maupun tidak puas. Jika tidak ada lagi puas maupun tidak puas, maka perubahan apa pun tidak menjadikannya menderita. Itulah akhir dari penderitaan yang disebut sebagai kebahagiaan tertinggi.
Dalam konteks dhamma, ketika 'pandangan salah aku" hilang, otomatis pandangan akan kepemilikan pun hilang. Dengan begitu, tidak ada yang namanya 'kehilangan' dan tidak ada yang perlu 'dicari'.
Dalam konteks hidup sehari-hari, tentu saja hal yang dibutuhkan tersebut dicari. Memangnya Arahat kalau jubahnya diambil maling jemuran akan berpindapatta sambil bugil ria karena berpikir tidak ada yang namanya 'jubahku'?
Kalau perumpamaan monster tidak nyambung, coba Bro Fabian saja yang berikan perumpamaan.Pikiran monster maupun pikiran tak ada monster hanyalah bentuk pikiran. Itu hanyalah sebuah proses, tak ada aku disana.
Nah, justru saya mau tanya, bagian mana dari penjelasan saya yang tidak benar sehingga perlu dipotong dengan 'titik' tersebut?Bro.. bila ingin bertanya coba quote kan kembali karena susah saya mengulang-ulang kembali karena saya harus menjawab pertanyaan anda dan bro Morpheus. jadi tak perlu saya membuka kembali, karena format reply penulisan kita telah berubah. kadang-kadang jawaban akhirnya melantur jadi menjauh dari pokok perbincangan. Yaitu persepsi salah mengenai aku.
Pertama Bro Fabian menuliskan:Ini ada di Sutta.
"Sedangkan saya beranggapan bahwa kita ada kecenderungan laten berpandangan salah yang menganggap bahwa pancakhandha, entah terpisah dari, di dalam, identik maupun memiliki aku."
Lalu saya tanya:Bukankah jawaban saya terakhir telah menjawab...? Semua khandha bisa menyebabkan pandangan salah, lobha -dosa-moha timbul.
"OK, kalau gitu saya mau tanya. Menurut Bro Fabian, jika bukan (salah satu dari unsur) panca khanda yang membentuk persepsi aku, lalu darimana asalnya pandangan salah "ini milikku"?"
Bro Fabian menjawab:
"Yang membentuk persepsi aku adalah lobha, dosa, moha dan avijja. yang menimbulkan delusi persepsi (sanna vipallasa), delusi pikiran (citta vipallasa) dan delusi pandangan (ditthi vipallasa)."
Saya tanya lagi:
"Bisa dijelaskan lebih detail, dan berhubungan dengan (khanda) apa sajakah lobha-dosa-moha ini?"
Terakhir dijawab:
"Lobha dosa bisa disebabkan oleh semua khandha."
Saya rangkum:Sekali lagi anda berpikir cara Hudoyo, yaitu pikiran membentuk persepsi aku. Tetapi saya melihat dalam hukum sebab-akibat, yaitu semua pancakhandha dapat menyebabkan "persepsi aku" timbul.
LD(M?) bisa disebabkan semua khanda, LDM membentuk persepsi aku. Tapi bukan (salah satu dari) unsur panca khanda yang menimbulkan persepsi aku.
Perbandingan.Kenyang bukan hanya disebabkan makan, bisa juga karena minum, kenyang belum tentu bikin ngantuk, ngantuk bisa disebabkan berbagai hal.
Kenyang bisa disebabkan oleh makan, kenyang bikin ngantuk. Tapi bukan makan yang bikin ngantuk.
Saya kurang mengerti.
[at] fabianagamanya apa sis??
semua pancakhandha dapat menyebabkan "persepsi aku" timbul.
Maaf bro, saya bukan Buddhisme. Jadi saya ingin tahu arti jelas pancakhanda.
-Apakah arti kata pikiran yang diterima oleh masyarakat umum?
-Apakah arti kata pikiran yang diterima oleh seorang pemeditasi?
-Apakah pikiran itu tidak termasuk pancakhanda?
agamanya apa sis??ka****k.
"aku" adalah salah satu dari bentukan mental yang berada di dalam pancakhanda. tapi bukan pancakhanda itu yang menyebabkan terbentuknya "aku".
udah saya jawab di atas.Mengenai batu jelek sudah dijawab, bagaimana dengan menghitung 700 X 5 apakah "keakuan" timbul dengan menghitung 700 X 5...?
pemikiran "ini aku, ini milikku, ini diriku" membuat derita, dan itulah avijja.Bila seseorang mendapatkan rumah yang lama diidam-idamkannya karena dapat rejeki besar, apakah ia menderita karena "berpikir ini milikku" terhadap rumah yang baru kemarin didapatkannya tersebut...? I don't think so.
om fabi tau darimana di jaman sekarang tak ada yg seperti itu? apakah ada bagian tipitaka yg menyatakannya?Tipitaka menerangkan empat jenis manusia tersebut yaitu:
siapa tahu om fabi ternyata bisa mencapai kesucian hanya bermeditasi dengan basis satu sutta seperti ariya2 di jaman Buddha. mungkinkah?Nope... impossible. Tak ada manusia seperti itu terlahir di jaman sekarang.
nah itu dia. ada yg melihatnya sejalan dan sesuai dengan ajaran Sang Buddha, ada yg tidak. piye?Anda salah mengerti maksud saya. Ajaran non-Buddhis yang berbeda dengan Buddhis biarkan saja perbedaannya, jangan disama-samakan. Ajaran non-Buddhis yang sama dengan Buddhis wajar bila kita akui persamaannya.
dimanakah anda melihat, merasakan, mengamati arus keinginan dan proses batin belaka itu?Apakah menurut anda hal-hal seperti itu terlihat pada orang yang tak pernah bermeditasi...?
[at] fabian
semua pancakhandha dapat menyebabkan "persepsi aku" timbul.
Maaf bro, saya bukan Buddhisme. Jadi saya ingin tahu arti jelas pancakhanda.
-Apakah arti kata pikiran yang diterima oleh masyarakat umum?
-Apakah arti kata pikiran yang diterima oleh seorang pemeditasi?
-Apakah pikiran itu tidak termasuk pancakhanda?
"aku" adalah salah satu dari bentukan mental yang berada di dalam pancakhanda. tapi bukan pancakhanda itu yang menyebabkan terbentuknya "aku".
Mengenai batu jelek sudah dijawab, bagaimana dengan menghitung 700 X 5 apakah "keakuan" timbul dengan menghitung 700 X 5...?oh, itu maksudnya...
Bila seseorang mendapatkan rumah yang lama diidam-idamkannya karena dapat rejeki besar, apakah ia menderita karena "berpikir ini milikku" terhadap rumah yang baru kemarin didapatkannya tersebut...? I don't think so.nah, menurut saya, ini pengertian yg sangat sangat sangat penting mengenai dukkha.
Tipitaka menerangkan empat jenis manusia tersebut yaitu:lah, tulisan anda di atas sekalipun kan tidak menjabarkan si neyya ini harus belajar buanyak sutta dan buku2. bisa saja si neyya ini belajar satu sutta dan mempraktekkannya dengan intensive. instruksi meditasi di satu sutta saja mungkin gak akan habis2 kalo dipraktekkan seumur hidup.
1. Ughatitannu, cukup beberapa baris saja untuk mencapai kesucian
2. Vipancitannu, perlu hingga akhir sutta untuk mencapai kesucian
3. Neyya, perlu belajar teori dan praktek intensive untuk mencapai kesucian.
4. padaparama, tak akan mencapai kesucian apapun. Walau siapapun yang mengajar dan sekuat apapun latihannya.
Nope... impossible. Tak ada manusia seperti itu terlahir di jaman sekarang.
Anda salah mengerti maksud saya. Ajaran non-Buddhis yang berbeda dengan Buddhis biarkan saja perbedaannya, jangan disama-samakan. Ajaran non-Buddhis yang sama dengan Buddhis wajar bila kita akui persamaannya.sampai sekarang pernahkah saya menjawab pake kitabnya jk? bukannya semua pertanyaan anda saya jawab dengan teori buddhis?
Penyebab saya tak setuju dengan pak Hudoyo karena ia mengatakan bahwa penulis Tipitaka keliru kecuali tiSutta, lebih lanjut secara implisit ia mengatakan bahwa Krishnamurti lebih benar daripada tipitaka (kecuali tiSutta) bahwa ajaran Krishnamurti lebih sejalan dengan ajaran Sang Buddha dibandingkan dengan Tipitaka.saya yakin ph tidak pernah dan tidak akan pernah mengatakan "penulis Tipitaka keliru kecuali tiSutta". sekali lagi saya mohon anda memakai kata2 yg akurat. jelas2 ph sering sekali memakai referensi sutta2 lain. kalo menolak abhidhamma sih emang jelas iya dan itu tidak aneh di dunia buddhism. wong mereka yg menyelidiki dan mempelajari secara mendalam seperti ajahn brahm dan skolar2 lain juga menolak abhidhamma kok... biasa aja. tipitaka bukan harga mati buat buddhis.
Apakah menurut anda hal-hal seperti itu terlihat pada orang yang tak pernah bermeditasi...?arah pertanyaan saya adalah anda mengaku melihat, merasakan, mengamati arus keinginan dan proses batin belaka.
jika perubahan apapun tidak menjadikannya menderita, maka kesimpulan bahwa "ketidakpuasan ada karena perubahan" tidaklah dapat dibenarkan.OK, terima kasih atas masukannya yang kritis. Yang saya sebutkan tentang perubahan dan penderitaan adalah corak umum makhluk dalam samsara. Hal tersebut sifatnya general saja. Kalau ingin dibahas secara logika, maka tentu perlu membuat modelnya. Ini model menurut saya yang disederhanakan:
ketidak puasan adalah penderitaan.
ketidak puasan muncul karena perubahan.
berarti penderitaan muncul karena perubahan.
tetapi, bila di ada perubahan, tapi disitu tidak ada penderitaan, berarti perubahan itu bukan sebab, bagi penderitaan. dan berarti, bukan sebab bagi ketidak puasan.
ada faktor lain yang menjadi sebab penderitaan itu. berdasarkan pernyataan anda, faktor lain itu adalah kemelekatan.
dan adakah yang menyatakan bahwa "kemelekatan ada karena perubahan" ? jika ada, maka berdasarkan semua argumen yang terungkap di sini, kebenaran pernyataan itupun tidak dapat diterima akal.
jadi, menurut Anda, apa sebab kemelekatan?
saya yakin ph tidak pernah dan tidak akan pernah mengatakan "penulis Tipitaka keliru kecuali tiSutta". sekali lagi saya mohon anda memakai kata2 yg akurat. jelas2 ph sering sekali memakai referensi sutta2 lain. kalo menolak abhidhamma sih emang jelas iya dan itu tidak aneh di dunia buddhism. wong mereka yg menyelidiki dan mempelajari secara mendalam seperti ajahn brahm dan skolar2 lain juga menolak abhidhamma kok... biasa aja. tipitaka bukan harga mati buat buddhis.bagi PH, sutta yang lain diragukan itu perkataan sang buda, hanya tisutta yang di anggap PH sebagai perkataan buda yang sebenarnya.
WHILE (x=1)
LAHIR()
WHILE (umur > 0)
Kesadaran()
Pikiran()
Bentuk Pikiran()
Perasaan()
Perasaan bathin= (x Sin(0.5πC)/x) * I
Perasaan jasmani= sin({1/2+C}π)
Jasmani()
WAIT (1 momen)
umur = umur - 1
END [WHILE(umur>0)]
MATI()
END [WHILE (x=1)]
bagi PH, sutta yang lain diragukan itu perkataan sang buda, hanya tisutta yang di anggap PH sebagai perkataan buda yang sebenarnya.buktikan perkataan anda. setahu saya dia meragukan maha satipatthana sutta dan itu sah2 saja. wong ajahn buddhadasa juga meragukannya kok.
POTALIYA-SUTTA (A.ii.97) - Mengecam & memuji
Petapa kelana Potaliya mendapatkan Sang Buddha & bertukar sapa. Sang
Buddha berkata kepadanya:
"Potaliya, ada empat jenis manusia di dunia. Apakah itu?
(1) Ada orang yang mengecam apa yang patut dikecam, tapi tidak memuji apa yang
patut dipuji, secara benar & pada saat yang tepat;
(2) ada orang yang memuji apa yang patut dipuji, tapi tidak mengecam apa yang
patut dikecam, secara benar & pada saat yang tepat;
(3) ada orang yang tidak mengecam apa yang patut dikecam, dan tidak memuji apa
yang patut dipuji, secara benar & pada saat yang tepat;
(4) ada orang yang mengecam apa yang patut dikecam, dan memuji apa yang patut
dipuji, secara benar & pada saat yang tepat.
Potaliya, di antara keempat jenis manusia ini, manakah yang terbaik dan
termulia?"
Jawab Potaliya:
"Gotama yang baik, di antara keempat jenis manusia ini, orang yang tidak
mengecam apa yang patut dikecam, dan tidak memuji apa yang patut dipuji, secara
benar & pada saat yang tepat, adalah yang terbaik dan termulia. Mengapa begitu?
Oleh karena ia telah memiliki keseimbangan batin (upekkha) yang tinggi."
Kata Sang Buddha:
"Potaliya, di antara keempat jenis manusia ini, orang yang mengecam apa yang
patut dikecam, dan memuji apa yang patut dipuji, secara benar & pada saat yang
tepat, adalah yang terbaik dan termulia. Mengapa begitu? Oleh karena ia tahu apa
yang harus dikatakan pada saat yang tepat."
Jawab Potaliya:
"Betapa sempurna, Gotama yang baik, betapa sempurna! Bagaikan menegakkan kembali
apa yang terbalik, mengungkap apa yang tersembunyi, menunjukkan jalan kepada
orang yang tersesat, menyalakan pelita bagi mereka yang mempunyai mata untuk
melihat wujud-wujud. Begitulah Gotama yang baik telah menjelaskan Dhamma dengan
berbagai cara. Saya berlindung pada Sang Bhagava Gotama, pada Dhamma dan Sangha
para bhikkhu. Semoga saya diingat sebagai orang awam (upasaka) yang telah
berlindung, mulai sekarang, sepanjang hidup."
[Terjemahan: Hudoyo Hupudio]
Bro Kainyn yang baik, Apakah anda menyamakan Arahat dengan orang bodoh yang tidak mengerti bahwa ia memiliki sesuatu?Bukan, saya mengatakan Arahat yang tidak ada kemelekatan saja mencari sesuatu yang hilang karena mempertimbangkan fungsinya, apalagi saya yang masih melekat lalu kehilangan mobil.
Seorang Arahat bukan kesadaran pemilikan atau aku yang hilang, tetapi "kemelekatan terhadap segala sesuatu", baik kemelekatan terhadap pancakhandha, maupun hal-hal lainnya. Tetapi apakah "sense of belonging" terhadap jubahnya hilang? Saya rasa memang tak ada, apakah beliau tak tahu bahwa jubah itu miliknya (dalam segi hukum?) tentu saja tahu. Tetapi need of robe menyebabkan Arahat akan berusaha mencari gantinya sebelum pindapatta. Jadi kesimpulannya: disebabkan "kemelekatan terhadap segala sesuatu" telah lenyap pada Arahat.Ya, betul. Demikian juga walaupun saya tidak punya sense of belonging, tapi kalau saya tahu adalah kewajiban saya menjaga mobil tersebut, saya akan mencarinya.
Pikiran monster maupun pikiran tak ada monster hanyalah bentuk pikiran. Itu hanyalah sebuah proses, tak ada aku disana.Sayang sekali. Saya pikir Bro Fabian selalu mengikuti semua posting sebagai satu kesatuan, ternyata hanya satu per satu saja. Tidak apa, tidak ada lagi yang saya tanyakan.
Bro.. bila ingin bertanya coba quote kan kembali karena susah saya mengulang-ulang kembali karena saya harus menjawab pertanyaan anda dan bro Morpheus. jadi tak perlu saya membuka kembali, karena format reply penulisan kita telah berubah. kadang-kadang jawaban akhirnya melantur jadi menjauh dari pokok perbincangan. Yaitu persepsi salah mengenai aku.
Ini ada di Sutta.Begitu yah? :) Saya sih tidak terbayang jasmani ini entah bagaimana caranya bisa mempersepsi adanya aku.
Bukankah jawaban saya terakhir telah menjawab...? Semua khandha bisa menyebabkan pandangan salah, lobha -dosa-moha timbul.
Anda tidak nyambung karena anda berpikir dengan cara pikir pak Hudoyo: yaitu pikiran membentuk persepsi aku.
Sedangkan saya menjawab tidak mengikuti cara pikir Hudoyo. Saya menjawab bahwa rangkaian sebab-akibat yang dapat menyebabkan pandangan salah mengenai aku (sakkkaya ditthi/atta ditthi) menjadi timbul, bisa disebabkan pancakhandha atau hal-hal diluar pancakhandha, berakarkan lobha, dosa dan moha.
Sekali lagi anda berpikir cara Hudoyo, yaitu pikiran membentuk persepsi aku. Tetapi saya melihat dalam hukum sebab-akibat, yaitu semua pancakhandha dapat menyebabkan "persepsi aku" timbul.Saya berpikir cara saya. Itulah pendapat saya bahkan sebelum bertemu Pak Hudoyo. Juga saya tahu perasaan adalah hasil dari kontak indera dan objek indera, yang kemudian menghasilkan perasaan menyenangkan, netral dan tidak menyenangkan. Saya tidak terbayang perasaan bisa menimbulkan 'persepsi aku' yang saya tahu sebatas pikiranlah yang mempersepsi perasaan ini sebagai aku.
Kenyang bukan hanya disebabkan makan, bisa juga karena minum, kenyang belum tentu bikin ngantuk, ngantuk bisa disebabkan berbagai hal.
buktikan perkataan anda. setahu saya dia meragukan maha satipatthana sutta dan itu sah2 saja. wong ajahn buddhadasa juga meragukannya kok.salah satu contoh :
tipitaka bukan harga mati.
saya beri bukti yg sebaliknya dari internet bahwa ph memakai ref sutta lain:
salah satu contoh :ini saya tampilkan:
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=3921.msg66928#msg66928
ini saya tampilkan:sutta yang dia ambil sebagai referensi hanyalah yang bisa menguatkan ajarannya, yang tidak menguatkan maka dianggap bukan perkataan Buda.
hudoyo: Sejauh menyangkut praktik, saya melihat tidak semua isi Tipitaka itu bagus.
apakah ini bukti "hanya tisutta yang di anggap PH sebagai perkataan buda yang sebenarnya"?
seperti tidak tuh. kata2 anda sepertinya tidak benar karena sangat sering ph memakai sutta2 lain di luar tiga sutta sebagai referensi. contohnya: potaliya, theragatha 257, dll. kalo kata2 itu tidak benar dan tidak membuktikan seperti itu bisa dikatakan fitnah.
sutta yang dia ambil sebagai referensi hanyalah yang bisa menguatkan ajarannya, yang tidak menguatkan maka dianggap bukan perkataan Buda.dengan kata lain, "hanya tisutta yang di anggap PH sebagai perkataan buda yang sebenarnya" tidaklah terbukti?
Bila seseorang mendapatkan rumah yang lama diidam-idamkannya karena dapat rejeki besar, apakah ia menderita karena "berpikir ini milikku" terhadap rumah yang baru kemarin didapatkannya tersebut...? I don't think so.Ini namanya sesuatu yang menyenangkan(diinginkan/disukai/dicintai).
Ini namanya sesuatu yang menyenangkan(diinginkan/disukai/dicintai).
Bagaimana jika rumah yang diidam-idamkannya dan sudah menjadi miliknya terbakar?
umumnya pastilah sedih :o bahkan menangis :'(
karena tidak bisa menerima perubahan ke buruk
_/\_
oh, itu maksudnya...
ada, om. sewaktu menghitung 700 x 5, saya berpikir "saya diminta om fabi menghitung 700 x 5".
Mengenai batu jelek sudah dijawab, bagaimana dengan menghitung 700 X 5 apakah "keakuan" timbul dengan menghitung 700 X 5...?'keakuan" apa yang timbul? Apakah atta anda timbul waktu menghitung 700 X 5...?
nah, menurut saya, ini pengertian yg sangat sangat sangat penting mengenai dukkha.Ini pernyataan anda sendiri kan...? referensinya ada...?
dalam pengertian saya, dukkha itu bukanlah hanya sakit, bukanlah sedih, atau hal2 negatif lainnya.
bagi saya, dukkha itu selalu ada karena dukkha adalah gap antara realita dengan keinginan si aku.
selama saya hidup dan belum tercerahkan, keinginan saya akan selalu satu langkah di depan realita seperti keledai yg ditunggangi orang yg memancingnya pake wortel.
dalam contoh anda, apakah dengan mendapatkan rumah lalu dukkha berhenti? no way.Anda katakan bahwa seseorang yang muncul pikiran ini milikku akan menderita? Apakah kasus orang yang mendapatkan rumah idamannya ini menderita?
di saat itu juga, didetik itu juga, rumah masuk ke dalam garis "milikku" dan keinginan dia maju lagi satu langkah kepada hal2 diluar garis yg "bukan milikku".Ini adalah spekulasi anda bro... bisa juga ia merasa puas dan merasa cukup dengan rumah tersebut.
keinginan ini akan terus menerus menggerakkan kita kesana kemari, jungkir balik, mengejar hp model baru, cewe yg hot, pendidikan yg lebih tinggi, belajar teori buddhis, makan makanan enak, ketenangan jhana, pengetahuan yg lebih dalam, tamat sd, tamat smp, tamat sma, tamat s1, s2, pegawai senior, manager, direktur, ceo, kepala suku, rumah rss, rumah dua tingkat, apartemen... segalanya. belum ditambah dukkha yg timbul dari menjaga keabadian "milikku" tadi.jawaban ini melantur bro... tak berhubungan dengan pertanyaannya.
gap antara realita dan keinginan si aku ini tidak akan pernah tertutup, hanya bisa tertutup, tidak ada gap lagi disaat aku berhenti.Perlu diperjelas dan jangan dicampurkan bro... ini bukan perkataan Sang Buddha kecuali yang saya bold.
ini yg dikatakan Buddha: tidak lagi berpikir "ini aku, ini milikku, ini diriku".
bukankah ini sangat jelas terlihat di dalam sana?Ini adalah pengertian anda sendiri bro.
inilah pengertian yg saya anggap amat sangat penting, mengenai dukkha.
lah, tulisan anda di atas sekalipun kan tidak menjabarkan si neyya ini harus belajar buanyak sutta dan buku2.Saya bukan katakan hanya baca sutta buku, tetapi harus meditasi intensive bro.
bisa saja si neyya ini belajar satu sutta dan mempraktekkannya dengan intensive. instruksi meditasi di satu sutta saja mungkin gak akan habis2 kalo dipraktekkan seumur hidup.Poinnya apa...?
dan anda menyimpulkan itu impossible berdasarkan ....?Karena kekotoran batin manusia sekarang semakin tebal sehingga kebijaksanaan/pannanya juga semakin tipis, sehingga lebih sulit mencapai kesucian.
sampai sekarang pernahkah saya menjawab pake kitabnya jk? bukannya semua pertanyaan anda saya jawab dengan teori buddhis?Anda menjawab berdasarkan pemikiran anda sendiri bro, saya tak pernah Sang Buddha mengajarkan ada gap antara realita dan si"aku".
jadi menurut saya, ada orang2 yg merasa apa yg diajarkan ph itu buddhism, dan ada orang2 yg merasa itu bukan seperti anda.Yang pasti orang-orang itu seperti anda.
wajar saja, boleh saja, selama yg satu tidak mengkafirkan pemahaman yg lain...Mengkafirkan pemahaman yang lain adalah bagian dari freedom of thought bro...
saya yakin ph tidak pernah dan tidak akan pernah mengatakan "penulis Tipitaka keliru kecuali tiSutta".Coba untuk penyegaran kembali baca link ini:
sekali lagi saya mohon anda memakai kata2 yg akurat. jelas2 ph sering sekali memakai referensi sutta2 lain. kalo menolak abhidhamma sih emang jelas iya dan itu tidak aneh di dunia buddhism. wong mereka yg menyelidiki dan mempelajari secara mendalam seperti ajahn brahm dan skolar2 lain juga menolak abhidhamma kok... biasa aja. tipitaka bukan harga mati buat buddhis.
arah pertanyaan saya adalah anda mengaku melihat, merasakan, mengamati arus keinginan dan proses batin belaka.Pada waktu saya melihat landasan kesadaran sendiri sewaktu meditasi. Menurut anda dimana?
Pertanyaannya: dimanakah anda melihat dan merasakannya? di batinku ataukah batin orang lain atau di tempat lain?
Saya kutipkan kembali: 'keakuan" apa yang timbul? Apakah atta anda timbul waktu menghitung 700 X 5...?pikiran saya tidak mungkin menghitung 700 x 5 seperti komputer. pikiran saya akan berkata "saya sedang menghitung 700 x 5 atas permintaan om fabi".
Ini pernyataan anda sendiri kan...?percakapan ini sudah berubah menjadi perang referensi :)
referensinya ada...?
Anda katakan bahwa seseorang yang muncul pikiran ini milikku akan menderita? Apakah kasus orang yang mendapatkan rumah idamannya ini menderita?yg saya tuliskan di atas adalah pengertian paling dasar untuk memahami dukkha yg diajarkan Buddha yg akan selalu ditemukan siapapun yg belajar Buddha Dhamma. kebenarannya dibuktikan di dalam diri (oh ya, anda akan bilang gak ada diri. ini kata2 diperlukan untuk komunikasi, om) masing2 saja.
Ini adalah spekulasi anda bro... bisa juga ia merasa puas dan merasa cukup dengan rumah tersebut.
Saya bukan katakan hanya baca sutta buku, tetapi harus meditasi intensive bro.saya ngeliat stamina dan fokus anda udah berkurang (maaf kalo salah), demikian juga dengan stamina saya.
Poinnya apa...?
Coba untuk penyegaran kembali baca link ini:terserah anda kalo merasa tipitaka kata demi kata adalah 100% asli dari mulut Buddha dan tidak ada perubahan, penambahan maupun pengurangan.
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=4351.600 selain itu coba baca hal 43,
Ia menyalahkan para guru penghafal Tipitaka, yang berarti secara implisit ia menyalahkan Tipitaka yang ditulis oleh para penghafal Tipitaka tersebut.
Pada waktu saya melihat landasan kesadaran sendiri sewaktu meditasi. Menurut anda dimana?:)
Anda mencoba mengarahkan bahwa ada aku disana (di batin)... maaf bro... kenyataannya tidak demikian, keinginan hanyalah proses batin belaka yang timbul dan lenyap kembali tak lebih. Tak ada aku disana.
Bukan, saya mengatakan Arahat yang tidak ada kemelekatan saja mencari sesuatu yang hilang karena mempertimbangkan fungsinya, apalagi saya yang masih melekat lalu kehilangan mobil.Ya bro, oleh karena itu saya mengatakan tak ada aku disana, hanya kadang-kadang persepsi aku timbul pada puthujana, tetapi tidak selalu.
Ya, betul. Demikian juga walaupun saya tidak punya sense of belonging, tapi kalau saya tahu adalah kewajiban saya menjaga mobil tersebut, saya akan mencarinya.. Inilah yang dikatakan mempersepsikan sesuatu, sebenarnya persepsi adalah permainan pikiran, dengan hilangnya persepsi maka kita dapat melihat segala sesuatu apa adanya. Bagaimana reaksi kita terhadap apa yang kita alami tergantung dari bagaimana kita me 'manage" batin kita. Persepsi setiap orang kadang berlainan contohnya bila di langit cuaca mendung: "yang satu beranggapan wah mendung sebentar lagi akan hujan". yang lainnya beranggapan "ah mendung sedikit sebentar lagi juga cerah" Persepsi menimbulkan konsep, dan konsep itulah yang seringkali berbuah konflik. Ini mobilku, ini rumahku... semua adalah konsep yang timbul dari persepsi.
Saya juga tidak memahami relevansi "hilangnya pikiran khayal" yang saya contohkan, dengan "hilangnya mobil/pacar yang nyata"
Sayang sekali. Saya pikir Bro Fabian selalu mengikuti semua posting sebagai satu kesatuan, ternyata hanya satu per satu saja. Tidak apa, tidak ada lagi yang saya tanyakan.Sulit bagi saya mengingat kembali postingan sebelumnya setelah kita berdiskusi sedemikian jauh (saya juga memiliki memori yang kurang baik), sehingga repot membuka kembali postingan yang lama.
Begitu yah? :) Saya sih tidak terbayang jasmani ini entah bagaimana caranya bisa mempersepsi adanya aku.Aneh sekali bagaimana mungkin jasmani memiliki persepsi? yang jelas jasmani dapat menyebabkan timbul persepsi aku, coba baca kembali postingan saya.
Saya hanya terbayang sebatas pikiranlah yang mempersepsi jasmani (atau yang dipersepsi oleh jasmani) sebagai aku.Memang benar, pikiran yang mempersepsi jasmani, tapi pikiran tidak selalu mempersepsi aku.
Saya berpikir cara saya. Itulah pendapat saya bahkan sebelum bertemu Pak Hudoyo. Juga saya tahu perasaan adalah hasil dari kontak indera dan objek indera, yang kemudian menghasilkan perasaan menyenangkan, netral dan tidak menyenangkan. Saya tidak terbayang perasaan bisa menimbulkan 'persepsi aku' yang saya tahu sebatas pikiranlah yang mempersepsi perasaan ini sebagai aku.Sama dengan yang diatas, apakah saya pernah mengatakan bahwa perasaan mempersepsi aku? saya mengatakan bahwa pancakhandha dapat menyebabkan persepsi "aku" timbul.
Jadi sudah jelas yah bahwa pemikiran kita berbeda. Jadi saya tidak lanjutkan lagi.Lebih tepatnya salah mengerti, dan juga perbedaan terutama mengenai "pikiran selalu mempersepsi aku" menurut saya kemelekatanlah yang menyebabkan kita selalu terseret oleh berbagai bentuk pikiran yang muncul, yang kemudian dianggap oleh bro Kainyn sebagai "timbulnya persepsi aku".
Ini namanya sesuatu yang menyenangkan(diinginkan/disukai/dicintai).Itu soal lain lagi sis. Yang jelas waktu mendapatkan rumah tersebut ia bahagia, tetapi perasaan bahagia inipun juga tidak kekal.
Bagaimana jika rumah yang diidam-idamkannya dan sudah menjadi miliknya terbakar?
Itu soal lain lagi sis. Yang jelas waktu mendapatkan rumah tersebut ia bahagia, tetapi perasaan bahagia inipun juga tidak kekal.Dari mana soal lainnya bro, bukankah ketika rumah-ku terbakar.Disitu ada pikiran AKU???
bagi saya, dukkha itu selalu ada karena dukkha adalah gap antara realita dengan keinginan si aku.
Dari mana soal lainnya bro, bukankah ketika rumah-ku terbakar.Disitu ada pikiran AKU???
Saya tanya pada bro apa arti pikiran menurut mayoritas dan pemeditasi seperti bro?
Persepsi, kecenderungan, ide, konsep.Dimanakah prosesnya itu terjadi semua, dengan kata apakah kita sebut?
Apakah dimulut ? Apakah ditelinga? Atau dihidung mungkin?
Dan saya rasa bukan karena rangkaian sebab akibat seperti yang bro bilang, tapi lebih tepat rangkaian yang saling dukung mendukung.
Yang terjadi dalam diskusi ini, cuma bagaimana kata-kata siapa yang lebih tepat.
Bro, berkata sekarang, persepsi menghasilkan konsep. Dan bro berkata pandangan salah jika persepsi menghasilkan aku. Aku itu apa? Apa bukan konsep juga?
Bagaimana jika rumah orang lain yang terbakar?
bertanya, kenapa terbakar ?
;D
[at]fabian
39. ‘Poṭṭhapāda, ada tiga jenis ‘diri’:17 diri yang kasar, diri yang ciptaan-pikiran, dan diri yang tanpa bentuk. Apakah diri yang kasar? Diri ini berbentuk, tersusun dari empat unsur utama, memakan makanan padat. Apakah diri yang ciptaan-pikiran? Diri ini berbentuk, lengkap dengan semua bagian-bagiannya, tidak cacat dalam semua organ-indria. Apakah diri yang tanpa bentuk? Diri ini tanpa bentuk, dan terbuat dari persepsi.’
Kalau membaca dari bro fabian, berarti Sang Buddha mengajarkan dengan cara ini tidak lah benar. Kata-kata Sang Buddha tidak tepat. Seharusnya Sang Buddha tidak menguraikan begitu. Kata diri harus diganti dengan serangkaian sebab akibat karena pancakhanda atau yang diluar pancakhanda.
"What self do you posit, Potthapada?"mettalanka.net
"I posit a gross self, possessed of form, made up of the four great existents [earth, water, fire, and wind], feeding on physical food."
"Then, Potthapada, your self would be gross, possessed of form, made up of the four great existents, feeding on physical food. That being the case, then for you perception would be one thing and self another. And it's through this line of reasoning that one can realize how perception will be one thing and self another: even as there remains this gross self — possessed of form, made up of the four great existents, and feeding on food — one perception arises for that person as another perception passes away. It's through this line of reasoning that one can realize how perception will be one thing and self another."
21. `Is then, Sir, the consciousness identical with a man's soul, or is consciousness one thing, and the soul another [20]?
`But what then, Poññhapàda? Do you really fall back on the soul?'
[186] `I take for granted, [21] Sir, `a material soul, having [\q 253/] form, built up of the four elements, nourished by solid food [22]
`And if there were such a soul, Poññhapàda, then, even so, your consciousness would be one thing, and your soul another. That, Poññhapàda, you may know by the following considerations. Granting, Poññhapàda, a material soul, having form, built up of the four elements, nourished by solid food; still some ideas, some states of consciousness, would arise to the man, and others would pass away. On this account also, Poññhapàda, you can see how consciousness must be one thing, and soul another.'
22. `Then, Sir, I fall back on a soul made of mind, with all its major and minor parts complete, not deficient in any organ.' [23]
And granting, Poññhapàda, you had such a soul, the
same argument would apply.'
[187] 23. `Then, Sir, I fall back on a soul without form, and made of consciousness.'
`And granting, Poññhapàda, you had such a soul, still the same argument would apply.' [24]
[\q 254/] 24. `But is it possible, Sir, for me to understand whether consciousness is the man's soul, or the one is, different from the other?'
`Hard is it for you, Poññhapàda, holding, as you do, different views, other things approving themselves to you, setting different aims before yourself, striving, after a different perfection, trained in a different system of doctrine, to grasp this matter!'[/b]
39. `The following three modes of personality, are common Poññhapàda, (are commonly acknowledged in the world): material, immaterial, and formless. [37] The [\q 260/] first has form, is made up of the four elements, and is nourished by solid food. The second has no form, is made up of mind, has all its greater and lesser limbs complete, and all the organs perfect. The third is without form, and is made up of consciousness only.jadi yang dimaksud disini adalah tubuh yang bermateri, tanpa materi dan tanpa bentuk. Yang tanpa bentuk hanya terdiri dari kesadaran saja. Jadi bait ini bukan membahas atta tetapi jenis kehidupan mahluk.
Dear all,Itu yang dari dulu hendak saya sampaikan, Bro bond. "Aku" yang hancur ketika pencapaian kesucian; "pikiran berhenti" dalam meditasi, semua hanyalah sebatas istilah. Makna dari istilah itu yang menentukan benar/salahnya satu pernyataan.
Mungkin yang perlu diperjelas definisi " aku " kalau definisinya jelas maka barulah ada titik temu.
Kalau dianggap " aku " ada = benar-benar ada/adanya entitas----> false
Kalau dianggap "aku " persepsi diri/ilusion/LDM = hanya sebuah penyederhanaan kata dari berbagai macam kilesa ----> benar .
keinginan------> tau ada kesan yang muncul dan tidak dilanjutkan maka tidak ada upadana dan lobha disana
Tetapi Keinginan---> ada kesan yang dilekati---> munculah lobha--> perbuatan yang diulang2/tidak puas
Metta.
Sis Sriyeklina yang baik, Pothapada sutta ini adalah mengenai konsep roh (atta) inilah yang saya katakan dalam diskusi ini bahwa atta tak ada, itu hanyalah pandangan (atta ditthi) konsep bentukan pikiran. Jadi disini Pothapada beranggapan ada roh dan sulit menerima bahwa yang dianggap roh tak ada, yang ada hanya kelompok batin (nama). Ini saya kutip dari "access to insight dan mettalanka.net".Sory bro....TIDAK NYAMBUNG karena saya tidak bisa bahasa Inggris.
http://www.metta.lk/tipitaka/2Sutta-Pitaka/1Digha-Nikaya/Digha1/09-potthapada-e.html
access to insight:mettalanka.net
Perhatikan beda penerjemahan access to insight yang sering membuat orang salah mengerti disebabkan konsep "not self"nya bhikkhu Thanissaro. Mettalanka secara jelas dan tepat menerjemahkan roh (soul) bukan diri (self)
Disini Sang Buddha mengatakan jika roh (soul) bermaterial, memiliki bentuk, terdiri dari empat unsur dan perlu diberi makan maka, kesadaran dan roh berbeda.
(banyak orang yang bermeditasi dengan cara non-Buddhis mengalami yang mereka anggap out of body experience (pengalaman keluar tubuh), sehingga mereka beranggapan bahwa ada sesuatu yang keluar tubuh dan inilah yang mereka anggap "atta" atau roh atau jiwa atau suatu entitas dalam diri manusia yang berpindah dari satu tubuh ke tubuh yang lain. Padahal menurut Buddhis tak ada.
Oleh karena itu Sang Buddha berkata kepada Potthapada, sulit bagi dia untuk mengerti hal ini, karena ia memiliki pandangan berbeda, menyetujui pemikiran-pemikiran yang lain, memiliki sasaran yang berbeda, berjuang dan setelah berbagai pencapaian, berlatih dalam sistem dan doktrin yang berbeda. jadi sulit baginya menyelami.
Sory bro....TIDAK NYAMBUNG karena saya tidak bisa bahasa Inggris.
Bagi saya arti atta bukan roh tapi diri. Saya mengerti dan terbantu dari cara sang Buddha ketika memisahkan itu menjadi 3.
Ketika Sang Buddha mengatakan diri yang kasar, saya mengerti bahwa itu yang dimaksud 4 unsur.
Ketika Sang Buddha mengatakan diri yang ciptaan pikiran, saya mengerti itu yang dimaksud kita selama ini tentang diri.
Ketika Sang Buddha mengatakan diri yang tanpa bentuk, saya mengerti itu yang ada di pikiran saya.
Saat Sang Buddha menjelaskan tentang kesadaran, itulah yang selama ini saya pikir ROH.
39. `The following three modes of personality, are common Poññhapàda, (are commonly acknowledged in the world): material, immaterial, and formless. [37] The [\q 260/] first has form, is made up of the four elements, and is nourished by solid food. The second has no form, is made up of mind, has all its greater and lesser limbs complete, and all the organs perfect. The third is without form, and is made up of consciousness only.Terjemahannya:
pikiran saya tidak mungkin menghitung 700 x 5 seperti komputer. pikiran saya akan berkata "saya sedang menghitung 700 x 5 atas permintaan om fabi".Bro Morpheus yang baik, anda benar... memang diskusi seperti ini melelahkan, lebih enak kita saling mengucapkan selamat tahun baru ya...? Selamat tahun baru juga untuk anda dan teman-teman semua...
sampai di sini saya tidak meneruskan lagi.
percakapan ini sudah berubah menjadi perang referensi :)
saya udah gak ada energi untuk mencari referensi, tapi saya yakin pernyataan saya itu sejalan dengan pengertian ajaran Buddha.
kalo yg anda mengharapkan kata demi kata yg keluar dari keyboard saya 100% sama dari tipitaka, saya menyerah saja daripada jadi tukang copy paste tipitaka.
yg saya tuliskan di atas adalah pengertian paling dasar untuk memahami dukkha yg diajarkan Buddha yg akan selalu ditemukan siapapun yg belajar Buddha Dhamma. kebenarannya dibuktikan di dalam diri (oh ya, anda akan bilang gak ada diri. ini kata2 diperlukan untuk komunikasi, om) masing2 saja.
cukup sampai di sini ya, om.
saya ngeliat stamina dan fokus anda udah berkurang (maaf kalo salah), demikian juga dengan stamina saya.
cukup sampai di sini saja, om fabi.
terserah anda kalo merasa tipitaka kata demi kata adalah 100% asli dari mulut Buddha dan tidak ada perubahan, penambahan maupun pengurangan.
saya sendiri sependapat dengan ph kalo isi tipitaka perlu dicermati, dikritisi, direnungkan dan digali lebih dalam. tidak semuanya diterima dan ditelan bulat2.
bagi saya sah2 saja menyalahkan bagian2 tipitaka yg gak membawa kemajuan batin.
sampai di sini juga untuk topik ini, om.
:)
ada salah sambung dalam komunikasi kita, om. saya udah kecapean untuk meneruskan. saya serahkan pada pembaca saja. silakan kalo anda mau terus.
cukup sekian, om fabian. terima kasih and selamat tahun baru.
[at] Bro FabianBro Kai yang baik, menurut apa yang saya ketahui tak ada aku yang menilai, secara cepat batin membandingkan dengan pengalaman lalu mengenai persepsi wanita cantik, lalu ia mengatakan wanita itu cantik.
Hanya tambahan saja. Yang dimaksud si "aku" bukan berarti segala pikiran harus "membuat akunya dulu", tetapi semua "penilaian" berdasarkan kemelekatan yang 'lebih dari sebagaimana adanya'.
Contoh super sederhana: Cewek itu cakep.
Dalam pikiran itu, tidak ada pembentukan aku adalah di dalam/di luar cewek. Tetapi penilaian itu sendiri adalah berdasarkan "aku" yang menilai.
Kalau diuraikan adalah "Perasaan lampau yang menganggap itu menyenangkan dilekati sehingga menimbulkan kecenderungan suka pada objek tersebut, dan ketika bertemu kembali dengan objek serupa, ditangkap oleh indera dan diproses oleh pikiran, dibandingkan dengan ingatan masa lampau, dianggap sebagai menyenangkan."
Secara singkat: "keakuan."
:D
Dari mana soal lainnya bro, bukankah ketika rumah-ku terbakar.Disitu ada pikiran AKU???Sis Sriyeklina yang baik, jawabannya saya rangkum saja ya...?
Saya tanya pada bro apa arti pikiran menurut mayoritas dan pemeditasi seperti bro?
Persepsi, kecenderungan, ide, konsep.Dimanakah prosesnya itu terjadi semua, dengan kata apakah kita sebut?
Apakah dimulut ? Apakah ditelinga? Atau dihidung mungkin?
Dan saya rasa bukan karena rangkaian sebab akibat seperti yang bro bilang, tapi lebih tepat rangkaian yang saling dukung mendukung.
Yang terjadi dalam diskusi ini, cuma bagaimana kata-kata siapa yang lebih tepat.
Bro, berkata sekarang, persepsi menghasilkan konsep. Dan bro berkata pandangan salah jika persepsi menghasilkan aku. Aku itu apa? Apa bukan konsep juga?
Saya kutip ulang:Terjemahannya:Personalitas itu artinya bagi saya kepribadian.
Berikut adalah tiga bentuk personalitas, yang umum Potthapada, (anggapan umum di dunia): bermateri, tak bermateri dan tanpa bentuk.
- Yang pertama KEPRIBADIAN memiliki bentuk, tersusun dari empat unsur dan berlangsung ditopang makanan padat.
- Yang kedua KEPRIBADIAN tak memiliki bentuk, terdiri dari batin/pikiran, dan anggota tubuhnya yang besar maupun kecil lengkap dan semua organ sempurna.
- Yang ketiga KEPRIBADIAN tanpa bentuk, dan terdiri dari kesadaran saja.
Menurut saya yang pertama manusia, hewan
yang kedua adalah mahluk halus
dan yang ketiga adalah mahluk Arupa-Brahma.
Apakah aku ditopang makanan padat...? tentu tidak kan? Hanya tubuh yang ditopang makanan padat.
Sis Sriyeklina yang baik, Pothapada sutta ini adalah mengenai konsep roh (atta) inilah yang saya katakan dalam diskusi ini bahwa atta tak ada, itu hanyalah pandangan (atta ditthi) konsep bentukan pikiran. Jadi disini Pothapada beranggapan ada roh dan sulit menerima bahwa yang dianggap roh tak ada, yang ada hanya kelompok batin (nama). Ini saya kutip dari "access to insight dan mettalanka.net".
http://www.metta.lk/tipitaka/2Sutta-Pitaka/1Digha-Nikaya/Digha1/09-potthapada-e.html
access to insight:mettalanka.net
Perhatikan beda penerjemahan access to insight yang sering membuat orang salah mengerti disebabkan konsep "not self"nya bhikkhu Thanissaro. Mettalanka secara jelas dan tepat menerjemahkan roh (soul) bukan diri (self)
Disini Sang Buddha mengatakan jika roh (soul) bermaterial, memiliki bentuk, terdiri dari empat unsur dan perlu diberi makan maka, kesadaran dan roh berbeda.
(banyak orang yang bermeditasi dengan cara non-Buddhis mengalami yang mereka anggap out of body experience (pengalaman keluar tubuh), sehingga mereka beranggapan bahwa ada sesuatu yang keluar tubuh dan inilah yang mereka anggap "atta" atau roh atau jiwa atau suatu entitas dalam diri manusia yang berpindah dari satu tubuh ke tubuh yang lain. Padahal menurut Buddhis tak ada.
Oleh karena itu Sang Buddha berkata kepada Potthapada, sulit bagi dia untuk mengerti hal ini, karena ia memiliki pandangan berbeda, menyetujui pemikiran-pemikiran yang lain, memiliki sasaran yang berbeda, berjuang dan setelah berbagai pencapaian, berlatih dalam sistem dan doktrin yang berbeda. jadi sulit baginya menyelami.
Sebagai tambahan menurut mettalanka penerjemahannya adalah sebagai berikut:jadi yang dimaksud disini adalah tubuh yang bermateri, tanpa materi dan tanpa bentuk. Yang tanpa bentuk hanya terdiri dari kesadaran saja. Jadi bait ini bukan membahas atta tetapi jenis kehidupan mahluk.
mahluk bermateri (manusia, hewan dsbnya) yang kedua adalah dewa, brahma, dsbnya, dan yang ketiga adalah mahluk Arupa Brahma.
Sis Sriyeklina yang baik, jawabannya saya rangkum saja ya...?
Batin manusia seringkali mempersepsikan segala sesuatu yang diterima oleh pancainderanya, lalu dibandingkan dengan kesan yang lalu, kemudian mengkonsepkannya.
Dari contoh yang telah saya ungkapkan timbulnya pandangan yang disangka "aku" berasal dari kesan yang muncul, bila dianggap lebih baik maka kita cenderung ingin memiliki, bila dirasa lebih buruk atau tak berguna mungkin batin kita menolak.
Mungkin saya bisa tambahkan contoh lainnya:
Katakanlah sis Sri tak pernah tahu mengenai kotoran kelelawar, lalu seseorang membawa kotoran kelelawar satu truk dan memberikan kepada sis Sri, apa yang terjadi? kemungkinan marah, karena berpikir kok diberi tahi? karena konsep yang timbul pada manusia umumnya pemberian tahi adalah penghinaan.
Tetapi apakah yang terjadi bila orang yang sama tersebut memberikan kotoran kelelawar satu truk dan sis Sri kebetulan tahu bahwa harga kotoran kelelawar adalah 2,5 US dollar per lbs di pasar retail. (satu lbs adalah 0,42 kg) Apakah sis Sri akan marah? :)
Sekali lagi hanya permainan persepsi sis....
Jika saya berkata itu hanya permainan pikiran? Bagaimana menurut bro? Cocok atau tidak?Bisa juga...
Dari contoh bro diatas, anggap saya senang karena dapat duit. Berarti saya mempersepsikan tahi itu adalah duit. Benar begitu?Maksudnya informasi tahi yang maksud ke indera kita, terlebih dahulu dibandingkan dengan pengalaman lalu, lalu timbul persepsi bahwa itu penghinaan. Bila pengalaman lalunya mengetahui bahwa harga retailnya 2,5 dollar per 0,42 kg maka persepsinya tentu beda dibandingkan jika tak tahu.
Dan karena saya menyenangi-nya, sehingga timbul keinginan dan saya mencari tahi itu lagi. Jika itu saya lakukan terus menerus, maka lama-lama jadi melekat-kan? Jika ada orang yang mengambil tahi itu saya jadi marah. Karena saya jadi kehilangan.ya ini semua diakibatkan telah timbul persepsi.
Pada apakah saya melekat dari kejadian itu? Pada tahi-nya atau persepsi-nya?Persepsi tersebutlah yang menyebabkan saya melekat.
Bisa juga...Ok...berarti kan tidak salah jika ada seseorang yang bilang, pikiran inilah yang membuat kita menderita. Karena untuk orang yang awam akan lebih mudah memahami begitu. Sama seperti saya dulu. Tidak nyangkut-nyangkut juga di kepala saya, ketika dibilang karena persepsi. Karena saya tidak tahu arti kata persepsi. Sama seperti kata kecenderungan, saya akan langsung mengerti jika kata kecenderungan itu diganti dengan kata kebiasaan berpikir atau kebiasaan pola pikir.
Maksudnya informasi tahi yang maksud ke indera kita, terlebih dahulu dibandingkan dengan pengalaman lalu, lalu timbul persepsi bahwa itu penghinaan. Bila pengalaman lalunya mengetahui bahwa harga retailnya 2,5 dollar per 0,42 kg maka persepsinya tentu beda dibandingkan jika tak tahu.
ya ini semua diakibatkan telah timbul persepsi.
Persepsi tersebutlah yang menyebabkan saya melekat.
Sebelumnya saya memberikan contoh orang yang tak pernah melihat dan tak pernah tahu sama sekali laptop. menurut sis Sri bila orang kampung yang tinggal digunung terpencil misalnya suku baduy dalam yang tak pernah keluar kampung, disuruh memilih antara beras sekarung dan laptop macintosh pilih mana? Tentu memilih sekarung beras, karena persepsinya terhadap laptop belum timbul dan macintos tak bermanfaat di baduy karena belum ada listrik (padahal harga laptop jauh lebih mahal), sedangkan persepsi terhadap beras sudah ada, sehingga ia berusaha mendapatkan beras.Iya, dalam hal ini tidak ada pembentukan aku.
Tak ada pembentukan aku disini, hanya pembentukan persepsi.
Ok...berarti kan tidak salah jika ada seseorang yang bilang, pikiran inilah yang membuat kita menderita. Karena untuk orang yang awam akan lebih mudah memahami begitu. Sama seperti saya dulu. Tidak nyangkut-nyangkut juga di kepala saya, ketika dibilang karena persepsi. Karena saya tidak tahu arti kata persepsi. Sama seperti kata kecenderungan, saya akan langsung mengerti jika kata kecenderungan itu diganti dengan kata kebiasaan berpikir atau kebiasaan pola pikir.Mungkin terjemahan Indonesia yang tepat untuk persepsi adalah anggapan. Persepsi timbul setelah ada suatu memori sebelumnya. Setelah ada persepsi baru kemudian menilai. Menilai timbul berdasarkan perbandingan terhadap apa yang kita alami dengan rekam ingatan yang lalu.
Pancakhandha: lima kelompok kemelekatan. Terdiri atas:Ya pada kasus yang satu sehingga timbul dosa/marah, sedangkan pada kasus yang lain melekat pada persepsi 2,5 dollar US per pound retail sehingga timbul lobha/serakah.
- rupakhandha yaitu kemelekatan jasmani
- vinnanakhandha yaitu kemelekatan kesadaran
- sannakhandha yaitu kemelekatan persepsi atau ingatan
- vedanakhandha yaitu kemelekatan perasaan
- sankharakhandha yaitu kemelekatan bentuk-bentuk pikiran.
Dari daftar yang bro beri, berarti pada kasus tahi kelelawar. Kemelekatan saya berada pada sannakhandha. Benarkah? Yang arti-nya saya melekat pada persepsi tahi, bukan pada tahi-nya.
Iya, dalam hal ini tidak ada pembentukan aku.
saya mengatakan bahwa pancakhandha dapat menyebabkan persepsi "aku" timbul.
Itu perkataan bro fabian di postingan sebelumnya. Dan saya mencoba menyimpulkan dari pemberitahuan bro kepada saya.
Persepsi aku(diri maupun roh) timbul karena pandangan salah(moha). Pandangan yang salah itu dianggap benar dan disukai/diterima/diinginkan/disenangi/dicintai sehingga terjadilah berbagai kemelekatan baik pada jasmani maupun batin-nya. Bukankah begitu bro?
Mungkin terjemahan Indonesia yang tepat untuk persepsi adalah anggapan. Persepsi timbul setelah ada suatu memori sebelumnya. Setelah ada persepsi baru kemudian menilai. Menilai timbul berdasarkan perbandingan terhadap apa yang kita alami dengan rekam ingatan yang lalu.
Ya pada kasus yang satu sehingga timbul dosa/marah, sedangkan pada kasus yang lain melekat pada persepsi 2,5 dollar US per pound retail sehingga timbul lobha/serakah.
Iya... tapi ini hanya berlaku bila hal itu menyenangkan maka timbul lobha. Tapi kemelekatan batin bukan hanya pada hal-hal yang menyenangkan, tapi juga pada hal-hal yang tak menyenangkan. Bedanya bila hal-hal tersebut dalam persepsi kita menyenangkan maka lobha timbul, tapi bila persepsi tak menyenangkan maka dosa yang timbul.
Contoh: umpamanya seseorang sakit gigi, apakah hal itu menyenangkan...? tentu tidak kan? Tapi apakah bisa kita bisa melepaskan perhatian dari kemelekatan terhadap rasa sakit itu...? Tak bisa kan...? Itulah bentuk kemelekatan terhadap sesuatu yang tidak kita senangi.
Contoh lain lagi bila kita membenci seseorang (dosa), rasa tidak suka yang timbul tentu akan lama sekali hilangnya, bahkan mungkin kita tak ingin bertemu lagi orang itu seumur hidup. Kebalikan halnya bila kita mencintai seseorang (lobha), kita selalu merindukan dan bahkan selalu ingin berada di dekatnya, bukankah demikian?
Tapi semua itu anicca tak kekal.
Oleh karena itu umat Buddha yang bijaksana yang melihat ketidak kekalan segala sesuatu, tidak terlalu membenci dan tidak terlalu serakah, dan siap menerima segala perubahan yang tak terduga.
Contoh lain lagi: Terasi, blue cheese (keju biru) dan sashimi (daging ikan mentah)
Ketika saya masih kecil saya paling tidak suka terasi, bila mencium bau sambal terasi bahkan menyentuhpun tidak mau, ini adalah persepsi tidak enak karena bau yang tak menyenangkan.
Suatu ketika karena lapar tak ada sayur lain tak ada pilihan lain (hanya ada ikan asin dan terasi) saya coba juga makan, eh ternyata enak sejak itu suka terasi, bahkan sangat suka.
Ketika saya pergi ke Sizzler ada pilihan dressing (saus untuk salad) antara thousand island, italian dressing dan blue cheese. Karena pertama kali makan disana tidak tahu rasanya, jadi kesan saya keju tentu enak rasanya, siapa sangka ternyata setelah dimakan baunya seperti keju/mentega tengik. Sejak itu saya tak suka blue cheese. Karena saya telah memiliki persepsi bau mentega tengik tak bagus.
Tapi besan sepupu saya yang memang Amerika keturunan Eropa malah lebih suka blue cheese.
Sejak kecil saya merinding mendengar orang Jepang memakan hasil laut mentah-mentah, suatu ketika diajak paman saya makan sushi di restoran Jepang awalnya memakan tuna roll, lalu belakangan salad dan lain-lain... akhirnya...? Sekarang antipati terhadap sashimi telah luntur.
Jadi semua adalah persepsi yang bisa berobah, tak lebih.
Terima kasih bro, atas penjelasan yang sangat lengkap.
Kalau dibuat urutan kejadian yang sebenarnya pada kasus tahi mungkin seperti ini:
Tahap I : Tahi -- kontak -- mata -- rasa -- persepsi (yang selanjutnya akan jadi objek pikiran)
Dalam kasus ini, tahi adalah yang terlihat dan terjadi kontak sehingga kesadaran mata
menerima gambar tersebut. Saat menerima gambar,timbul cuma 2 rasa :diterima atau tidak
diterima.Contoh tidak diterima,jika kita kena cahaya yang menyilaukan.Otomatis mata kita
menutup.Kalau pada kasus ini, berarti bisa diterima. Kemudian gambar tersebut masuk ke
pikiran menjadi persepsi.Sampai pada tahap ini, tahi itu
masih tetap tahi karena belum terkontaminasi dengan hal lain.Dan selanjutnya persepsi ini akan
menjadi objek bagi inderawi pikiran.
Tahap II :
Persepsi tahi -- kontak -- pikiran -- bentukan pikiran -- rasa -- keinginan -- pencarian -- perolehan --pengambil keputusan --nafsu keinginan -- kemelekatan.
Pada tahap ini, persepsi terjadi kontak dengan pikiran. Pikiran yang saya maksud ini bisa berupa kecenderungan,ingatan,pengetahuan.Setelahh diproses di pikiran akan keluar bentukan pikiran. Bentukan pikiran ini bisa berupa ide,konsep,gambaran dll.Bentukan pikiran ini menimbulkan rasa.Yang pada tahap ini rasa itu ada 3: menyenangkan atau tidak menyenangkan atau netral.
Dan itu berlanjut menjadi keinginan (ingin mencari/menghindari/menerima).Pada keinginan disini belum terjadi kemelekatan.
Dari keinginan menimbulkan pencarian. Pencarian akan menimbulkan perolehan dan selanjutnya pengambil keputusan.
Pengambil keputusan yang dilandasi karena rasa menyenangkan akan menjadi nafsu keserakahan dan timbul kemelekatan.
Pengambil keputusan yang dilandasi karena rasa tidak menyenangkan akan menjadi nafsu kebencian dan timbul kemelekatan.
Pada 2 hal diatas akan mengakibatkan batin tidak seimbang. Yang dalam sehari-hari terkadang berupa gembira, senang, marah, tertekan dll
Pengambil keputusan yang dilandasi karena rasa netral akibat kebodohan(tidak tahu benar atau tidak benar) bisa jatuh ke tindakan yang tidak benar.
Pengambil keputusan yang dilandasi karena rasa netral akibat kebijaksanaan akan mengarah ke yang lebih baik.
Pada 2 hal diatas ini, mengakibatkan keadaan batin seimbang.
-Contoh seimbang karena moha: seseorang bisa membunuh tanpa ada rasa takut/kasihan/kejam. Bisa kita lihat pada pemotong ayam.Dia membunuh bukan karena menyukai atau tidak menyukai.
-Contoh seimbang karena kebijaksanaan : seseorang menghindari pembunuhan ayam bukan karena dia tidak menyukai pembunuhan atau dia menyukai. Tapi dia menghindari karena dia tahu, perbuatan itu tidak benar.
Bukankah seperti ini bro yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari? Sehingga kita disuruh melihat apa adanya? Kita baru bisa melihat apa ada-nya jika kita mengerti proses-nya. Dan semua ini lebih mudah diamati jika konsentrasi bagus. Konsentrasi bagus hanya bisa didapatkan dengan melatih meditasi.Setelah konsentrasi bagus jika kita menggunakan meditasi vipasana maka semua akan terlihat jelas. Itu-kan yang bro maksudkan?
Boleh tahu apakah sis Sri belajar Abhidhamma? penjelasan sis Sri bagus sekali seperti penjelasan Abhidhamma, mungkin baik sekali bila sis Sri belajar Abhidhamma.Saya belum belajar abhidhamma, cuma ada salah satu anggota forum ini yang pernah menerangkan kepada saya. Apalagi sejak menerima buku DN dari bro Hendra, jadi tambah mengerti. Kemudian saya coba perhatikan sendiri proses-nya dalam sehari-hari tapi belum dalam keadaan meditasi. Jadi belum dapat hasil maksimal.
Mau menambahkan sedikit sis, melihat prosesnya adalah bagian dari melihat apa adanya.Nanti bila saat-nya sudah tiba saya tanya bro fabian. Sekarang meditasi-nya baru 20menit.
Bila kita melihat apa adanya maka kita melihat bagaimana segala fenomena yang muncul pada empat landasan perhatian mulai berproses, berkembang dan kemudian berhenti.
Saya belum belajar abhidhamma, cuma ada salah satu anggota forum ini yang pernah menerangkan kepada saya. Apalagi sejak menerima buku DN dari bro Hendra, jadi tambah mengerti. Kemudian saya coba perhatikan sendiri proses-nya dalam sehari-hari tapi belum dalam keadaan meditasi. Jadi belum dapat hasil maksimal.
Nanti bila saat-nya sudah tiba saya tanya bro fabian. Sekarang meditasi-nya baru 20menit.
Jika yang diatas itu sudah benar. Maka ada yang saya bingungkan bro.
Apakah "aku" ada? Dalam konteks sebenar-benarnya, tidak ada yang bisa disebut sebagai "aku". Namun dalam keseharian, "aku" yang adalah bentukan pikiran itu ADA dan bahkan dilekati (oleh mereka yang belum melenyapkan noda sepenuhnya)
Ini posting-nya bro kainyn
Setahu saya yang mempelajari Buddhisme sekian lama tak pernah saya mendengar ada pernyataan di Tipitaka yang mengatakan ada aku bentukan pikiran yang dilekatiJawaban diatas sudah menjawab pertanyaan ini. Jadi kita melekat pada pandangan salah bahwa ada "aku" dalam diri kita yang kita lekati, padahal tidak ada aku. pandangan salah ini bukan hanya menjangkiti umat awam, bahkan Bhikkhu terkenal sekalipun bisa terjangkit pandangan salah ini. Hanya meditasi Vipassana dapat melenyapkan pandangan salah ini.
Dan ini tanggapan bro fabian.
Kenapa kok bisa bro fabian bilang begitu?? Jika saya urutkan kejadiannya seharusnya AKU itu memang bentuk pikiran. Dari seseorang melihat jasmani dan merasakan batin-nya, kemudian terkontaminasi dengan pandangan salah maka keluar bentukan pikiran/konsep aku(diri dan roh). Dan karena seseorang itu melekat pada konsep itu maka timbul kata AKU dalam kehidupan. Tubuh dan pikiran itu menjadi aku, yang biasa kita sebut sehari-hari.Dan karena itulah terjadi kemelekatan yang lebih besar lagi.Aku ini menjadi lebih ego sehingga terjadi kepemilikan.Anggapan salah "aku" tidak selalu muncul pada waktu kita berpikir, umpamanya perumpamaan yang saya berikan kepada bro Morpheus mengenai menghitung 700 X 5. Apakah ada "pembentukan aku" bila kita menghitung 700 X 5? Tentu tidak kan?
Contoh: Kita menyayangi seseorang (pacar) karena dia milikku.Walaupun sebenarnya yang menjadi pacar itu suami orang sekalipun.Ini adalah bentuk lobha sis...
Jika dilanjutkan lagi urutan-nya setelah kepemilikan, akan terjadi penjagaan.Karena penjagaan terjadi penyediaan alat seperti pedang,tongkat dll. Dan ini semua yang membuat perang,pertengkaran dll.
Bagaimana menurut bro? Apakah saya salah?
Sis Sriyeklina yang baik, menurut Abhidhamma pikiran dapat menciptakan materi, dapat menciptakan substansi. Pernyataan bro Kainyn pikiran membentuk "aku" maka seolah-olah ada suatu "entitas aku" yang dibentuk. Lain halnya bila "aku" hanya suatu persepsi/konsep, suatu anggapan belaka. kalau menurut saya segala hal yang kita alami hanya kita persepsikan/konsepkan, tetapi tak ada pembentukan aku, hanya anggapan ini adalah aku, ini milikku.
Berarti salah pemahaman yah. Saya cuma penasaran tentang ini.QuoteAda perbedaan antara pikiran yang membentuk "aku" dan pikiran yang mempersepsikan "aku". Oleh karena itu disebut pandangan salah mengenai aku (sakkaya ditthi/atta ditthi).Mungkin iya hanya meditasi vipassana. Karena saya belum mencoba-nya jadi tidak bisa komentar. Tapi saya percaya bahwa aku(diri dan roh) itu tidak ada. Bukan dari vipassana, tapi saya mengerti dari buku RAPB dan pengetahuan yang saya dapati. Saya tahu tubuh ini terdiri dari unsur-unsur dan tidak kekal.Itu saaat masih sekolah dulu. Tapi kalau soal roh baru-baru ini.
Jawaban diatas sudah menjawab pertanyaan ini. Jadi kita melekat pada pandangan salah bahwa ada "aku" dalam diri kita yang kita lekati, padahal tidak ada aku. pandangan salah ini bukan hanya menjangkiti umat awam, bahkan Bhikkhu terkenal sekalipun bisa terjangkit pandangan salah ini. Hanya meditasi Vipassana dapat melenyapkan pandangan salah ini.
Contoh: Telinga jika rusak saja gendang-nya. Maka sudah tidak bisa mendengar, Itu menunjukkan bahwa roh tidak ada di telinga.
Seseorang yang terkena stroke maka tubuh-nya menjadi lumpuh.Lumpuh bukan karena roh-nya pada pergi, tapi karena syaraf-nya yang rusak.QuoteAnggapan salah "aku" tidak selalu muncul pada waktu kita berpikir, umpamanya perumpamaan yang saya berikan kepada bro Morpheus mengenai menghitung 700 X 5. Apakah ada "pembentukan aku" bila kita menghitung 700 X 5? Tentu tidak kan?Tentu tidak. Karena aku itu baru keluar disaat yang berhubungan pula.QuoteAnusaya (kecenderungan laten) adalah kecenderungan seseorang untuk berpikir dengan cara itu berulang-ulang, ini dikarenakan sanna (memori). Jadi setiap kita mengalami sesuatu kita membandingkan dengan pengalaman yang lalu, umpamanya bila seseorang melihat uang 100 ribuan di pinggir jalan, selalu ia membandingkan dengan pengalamannya yang lalu. lalu timbul ke "akuan", (sebenarnya lebih tepat disebut keserakahan, bukan keakuan). Tak ada pembentukan "aku". Tapi mungkin juga kita mempersepsikan itu sebagai aku, tapi mungkin juga tidak.Kalau kecenderungan jelas ada. Tapi menurut saya kejadian-nya bukan seperti yang bro contohkan. Disaat sudah timbul konsep aku dan dilekati.Maka konsep aku itu menjadi kecenderungan bagi orang yang melekat dan sudah menjadi ingatan. Ini menurut saya saja lho. Sehingga begitu ada objek pikiran yang berhubungan dengan aku masuk maka kecenderungan aku yang keluar.
Contoh objek pikiran orang tua saya sakit dan sudah koma. Maka kecenderungan aku bekerja maka saya merasa sedih. Ketika orang tua bro fabian yang kondisi-nya begitu, saya bukan sedih tapi malah cuek.
Tapi benar atau tidak-nya suatu saat nanti saya akan mengerti. Karena saya masih tetap belajar.
Dan terima kasih atas diskusi yang menarik-nya.
Kenapa kok bisa bro fabian bilang begitu?? Jika saya urutkan kejadiannya seharusnya AKU itu memang bentuk pikiran. Dari seseorang melihat jasmani dan merasakan batin-nya, kemudian terkontaminasi dengan pandangan salah maka keluar bentukan pikiran/konsep aku(diri dan roh). Dan karena seseorang itu melekat pada konsep itu maka timbul kata AKU dalam kehidupan. Tubuh dan pikiran itu menjadi aku, yang biasa kita sebut sehari-hari.Dan karena itulah terjadi kemelekatan yang lebih besar lagi.Aku ini menjadi lebih ego sehingga terjadi kepemilikan.
Contoh: Kita menyayangi seseorang (pacar) karena dia milikku.Walaupun sebenarnya yang menjadi pacar itu suami orang sekalipun.
Jika dilanjutkan lagi urutan-nya setelah kepemilikan, akan terjadi penjagaan.Karena penjagaan terjadi penyediaan alat seperti pedang,tongkat dll. Dan ini semua yang membuat perang,pertengkaran dll.
Bagaimana menurut bro? Apakah saya salah?
jika tidak salah di Abhidhamma agama tetangga waktu makan berdoa kepada tuhan termasuk pandangan salahKalau bagi saya pribadi, tidak ada permasalahan Tuhan itu ada atau tidak. Tapi sayang-nya kami tidak membahas soal Tuhan saat ini.
saya tidak bisa menjelaskannya tapi pernah membacanya di ulasan tentang Abhidhamma
termasuk juga 'tetangga2' yang percaya adanya tuhan yang bersifat pribadi (penguasa tunggal)
maaf bukan mau aja ribut hanya ulasan pribadi, suka atau tidak tergantung kepercayaan masing2 pribadi.
Mungkin iya hanya meditasi vipassana. Karena saya belum mencoba-nya jadi tidak bisa komentar. Tapi saya percaya bahwa aku(diri dan roh) itu tidak ada. Bukan dari vipassana, tapi saya mengerti dari buku RAPB dan pengetahuan yang saya dapati. Saya tahu tubuh ini terdiri dari unsur-unsur dan tidak kekal.Itu saaat masih sekolah dulu. Tapi kalau soal roh baru-baru ini.
Contoh: Telinga jika rusak saja gendang-nya. Maka sudah tidak bisa mendengar, Itu menunjukkan bahwa roh tidak ada di telinga.
Seseorang yang terkena stroke maka tubuh-nya menjadi lumpuh.Lumpuh bukan karena roh-nya pada pergi, tapi karena syaraf-nya yang rusak.
Tentu tidak. Karena aku itu baru keluar disaat yang berhubungan pula.
Kalau kecenderungan jelas ada. Tapi menurut saya kejadian-nya bukan seperti yang bro contohkan. Disaat sudah timbul konsep aku dan dilekati.Maka konsep aku itu menjadi kecenderungan bagi orang yang melekat dan sudah menjadi ingatan. Ini menurut saya saja lho. Sehingga begitu ada objek pikiran yang berhubungan dengan aku masuk maka kecenderungan aku yang keluar.
Contoh objek pikiran orang tua saya sakit dan sudah koma. Maka kecenderungan aku bekerja maka saya merasa sedih. Ketika orang tua bro fabian yang kondisi-nya begitu, saya bukan sedih tapi malah cuek.
Tapi benar atau tidak-nya suatu saat nanti saya akan mengerti. Karena saya masih tetap belajar.
Dan terima kasih atas diskusi yang menarik-nya.
Oh ya saya cuma mau menambahkan sedikit, pernyataan sis Sri orang lain meninggal sis Sri cuek...? Belum tentu sis. Tergantung persepsi yang bermain, contohnya bila tokoh dalam film yang sis Sri kagumi meninggal (peran dalam film tersebut) kadang sis Sri sedih dan menangis kan...? Apakah kesedihan itu karena pembentukan "aku...?" Saya rasa tidak. Itulah kemelekatan terhadap persepsi, bukan kemelekatan terhadap "aku". Tokoh film adalah fiktif, sis Sri juga tahu bahwa film itu fiktif, tetapi tetap menangis, padahal tokoh film tersebut tak ada kaitannya dengan sis Sri...? Sekali lagi hanya persepsi sis......
[at] sri:Yah, saya mengerti dengan yang anda katakan. Kalau itu pernah terjadi. Bahkan melihat binatang yang sakit dan kelihatan-nya menderita sekali. Itu pun membuat saya mengeluarkan air mata. Karena rasa iba. Saya iba karena berpikir seandai-nya, saya yang jadi seperti itu. Sungguh tidak enak rasa-nya. Sungguh menderita rasa-nya.
Mungkin maksud bro Fabian adalah: jika ada film yang jalan ceritanya/tokohnya menggugah rasa haru kita, kita pun akan menangis karena persepsi kita atas tayangan yang kita tonton tersebut. Saya sendiri mengalami hal yang sama ketika menonton film2 tertentu yang sangat sedih ceritanya, padahal saya tahu itu hanya tayangan fiktif/tidak nyata, tetapi saya tidak dapat menahan rasa haru tsb dan menangis dengan sendirinya.
Yah, saya mengerti dengan yang anda katakan. Kalau itu pernah terjadi. Bahkan melihat binatang yang sakit dan kelihatan-nya menderita sekali. Itu pun membuat saya mengeluarkan air mata. Karena rasa iba. Saya iba karena berpikir seandai-nya, saya yang jadi seperti itu. Sungguh tidak enak rasa-nya. Sungguh menderita rasa-nya.
Mungkin bro fabian sudah tidak punya AKU. Jadi tidak bisa mengerti dengan orang yang punya AKU. Dan bagaimana anda bisa memberitahu saya, jika anda tidak mengerti posisi saya bro fabian?Mungkin maksud sis Sri dengan aku adalah egoisme/selfishness. Bukan hanya itu yang saya bicarakan, "aku" yang saya diskusikan dengan teman-teman lain bukan hanya sekedar selfishness, melainkan lebih daripada itu.
Sis Sriyeklina yang baik, bro Seniya telah menjelaskan maksud saya dengan tepat sekali. Itulah yang dimaksud dengan kemelekatan pada persepsi. Film hanya persepsi kan...?
Mungkin maksud sis Sri dengan aku adalah egoisme/selfishness. Bukan hanya itu yang saya bicarakan, "aku" yang saya diskusikan dengan teman-teman lain bukan hanya sekedar selfishness, melainkan lebih daripada itu.
Contohnya: kalau kaki merasa sakit karena duduk bersila menurut teman-teman ada "aku" yang sakit. Ini bukan karena selfishness kan?
Kalau menurut saya hanya ada kemelekatan terhadap rasa sakit, tak ada aku disana. Jadi ada perbedaan sudut pandang.
Kalau selfishness saya juga memilikinya, saya bukan Arahat.
Jujur saja yah bro. Sejak kita diskusi, saya jadi tambah bingung. Bukan jadi tambah mengerti. Saya membaca buku DN yang menuliskan itu kata diri. Dan dari cara bro jawab, berarti penerjemahnya salah. Malah pembahasannya ke arah yang saya tambah tidak mengerti.Sis Sriyeklina yang baik, saya rasa bukan penerjemahnya yang salah, mungkin sis Sri yang salah mengerti. Pandangan Salah mengenai atta ini sulit dimengerti tanpa praktek Vipassana.
Informasi dari bro malah bentrok semua dengan yang saya pelajari selama ini tentang buddhisme. Jadinya blank...Apakah semua yang dipelajari oleh sis Sri selama ini mengenai Buddhisme mengatakan aku/atta ada?
Sis Sriyeklina yang baik, saya rasa bukan penerjemahnya yang salah, mungkin sis Sri yang salah mengerti. Pandangan Salah mengenai atta ini sulit dimengerti tanpa praktek Vipassana.
Terjemahan atta bisa berarti: aku, ego, diri, jiwa, roh. jadi harus benar-benar diresapi konteks keseluruhan dari sutta tersebut, jangan hanya diambil secuplik.Apakah semua yang dipelajari oleh sis Sri selama ini mengenai Buddhisme mengatakan aku/atta ada?
Sekarang bro mengatakan permainan persepsi, melekat pada persepsi.sebelum-nya bro membantah. Tidak ada yang melekat pada persepsi. Yang ada cuma melekat pada pancakhanda.
Bro, saya tidak berminat untuk melanjutkan diskusi. Karena saya sudah melekat dengan persepsi saya tentang bro. Begitu saya harus diskusi dengan bro, langsung yang terbayang RUMIT-NYA. Kalau sudah terbayang rumit-nya, saya sudah tidak punya keinginan buat belajar.
Sekarang bro mengatakan permainan persepsi, melekat pada persepsi.sebelum-nya bro membantah. Tidak ada yang melekat pada persepsi. Yang ada cuma melekat pada pancakhanda.Setahu saya, saya tak pernah membantah bahwa ada kemelekatan pada persepsi, yang saya katakan tidak selalu kita melekat pada persepsi. baca reply #465 hal 31, juga reply #491 hal 33.
Bro, saya tidak berminat untuk melanjutkan diskusi. Karena saya sudah melekat dengan persepsi saya tentang bro. Begitu saya harus diskusi dengan bro, langsung yang terbayang RUMIT-NYA. Kalau sudah terbayang rumit-nya, saya sudah tidak punya keinginan buat belajar.
[at] sutarmankalau yang tidak "normal" siapa? ;D
Terima kasih telah mengenalkan Zen yang "normal".
kalau yang tidak "normal" siapa? ;DYang katanya 'menjembatani' keekstreman 'Mahayana Vs Theravada', yang punya pandangan kadang 'tanpa aku' ada, kadang 'tanpa aku' hilang.
Yang katanya 'menjembatani' keekstreman 'Mahayana Vs Theravada', yang punya pandangan kadang 'tanpa aku' ada, kadang 'tanpa aku' hilang.ohh I see ;D
Kalau saya tangkap, malah Sis Sri menyatakan bahwa "aku" itu eksis karena bla bla bla...Karena bro tidak baca dari awal sehingga bro mengatakan begitu, kalau dari posting-posting saya yang terakhir maka benar yang bro katakan diatas.
Kenapa anda begitu mudah menangkap maksud saya?? Kenapa dengan bro fabian, saya sampai harus memeras pikiran sedemikian rupa? Sampai saya harus membuka sutta untuk menyampaikan maksud saya, sampai saya harus mencoba dengan teori abhiddhamma untuk menjelaskan proses yang terjadi di pikiran saya. Itu-pun tetap tidak sampai tujuan.
Jd keduanya sama2 tdk menunjuk pd adanya "aku",melainkan hanya kemelekatan yg menimbulkan anggapan seakan2 "aku" itu ada (baik dlm pengertian "aku" sbg keakuan maupun pengertian yg lebih luas).
Karena bro tidak baca dari awal sehingga bro mengatakan begitu, kalau dari posting-posting saya yang terakhir maka benar yang bro katakan diatas.
Kalau posting terakhir seperti itu ? Kok malah alur-nya jadi terbalik... Dari An-atta menjadi Atta ? Apakah sekarang makin mempelajari Dhamma (khususnya ber"diskusi" di Dhammacitta) malah menjadi Atta view daripada An-atta view ?
hehehehehe
[at] sutarman
Terima kasih telah mengenalkan Zen yang "normal".
[at] sisBro, saya rasa ini tidak ada manfaat-nya dibahas.
coba back to basic dulu, bagaimana anda & bro fabian mengartikan anatta
1. no self
2. not self
3. no soul (essence)
4. not soul
saya lihat dari sini saja sudah beda.
saya pribadi mengatakan not self (bukan diri), tetapi bukan mengartikan "adanya diri"
lebih dari itu "ada atau tidak adanya diri bukanlah topik utk bebas dari dukkha" :)
_/\_
forum ini, fungsi nya menyarankan/ mengenalkan mahzab...bukan menjatuhkan...
yang perbedaan emang ada, tapi haruz kah d'tangapi seperti itu...
dalam diri kita ajj udah jelas berbeda, (menurut bhante utamo) kaki kiri sama kaki kanan, jelas berbeda...namun jika kompak akan bagus...tapi tidak bisa d'samakan...ayo donk kompakan, antar mahzab dalam buddhist...
Panca Kandha berkumpul dan berpadu membentuk apa yang disebut/dianggap secara umum adalah Aku/Diri.imho, yg disebut aku/diri bukan panca khandha nya.
imho, yg disebut aku/diri bukan panca khandha nya.setuju...
tetapi "melekat" pada panca khandha yg membentuk aku.
kemelekatan sendiri (imho lagi) membentuk satu eksistensi & eksistensi bagaimanapun membutuhkan "jati diri".
maka salah satu atau lebih dari panca khandha ini akan dianggap sbg "jati diri". entah itu fisik, batin, ataupun keduanya.
tolong dikoreksi juga :)
_/\_
Bagaimana dengan pemahaman Anatta berikut, tolong dikoreksi jika ini adalah pemahaman yang menyimpang:Mau nambahin bro, sifat anatta disebabkan semua fenomena dunia berubah (tidak kekal) tanpa dapat diatur (agar menjadi kekal), karena semua pancakhandha kita adalah perubahan belaka, oleh sebab itu anatta.
Panca Kandha berkumpul dan berpadu membentuk apa yang disebut/dianggap secara umum adalah Aku/Diri.
Sifat Dunia termasuk Panca Kandha adalah tidak kekal, berubah, Anicca, sehingga mereka tidak bisa dipegang terus, dimiliki, tidak bisa berkondisi sesuai dengan keinginan, inilah mengapa dikatakan Dunia itu Anatta, Bukan Diri.
Jika Dunia termasuk Panca Kandha itu adalah Atta atau Diri, maka mereka akan selalu bisa dipegang terus, dimiliki, dan akan bisa dikendalikan sepenuhnya sesuai dengan keinginan.
Thanks
imho, yg disebut aku/diri bukan panca khandha nya.
tetapi "melekat" pada panca khandha yg membentuk aku.
kemelekatan sendiri (imho lagi) membentuk satu eksistensi & eksistensi bagaimanapun membutuhkan "jati diri".
maka salah satu atau lebih dari panca khandha ini akan dianggap sbg "jati diri". entah itu fisik, batin, ataupun keduanya.
tolong dikoreksi juga :)
_/\_
ribet bener...Bro fabian, tanggapilah kata AKU diatas.
manusia/mahluk -> panca khanda -> masing2 komponen anicca -> semua itu jadinya dukkha -> karena smeuanya dukkha, semuanya anatta -> memahami itu, jd kecewa pada panca khanda -> tidak tertarik -> tidak melekat/terbebas
soal ini milikku, mobil ku, dkk, kalau tidak ada si aku itu sama sekali pada "diri kita", yg eksternal itu jadi tidak relevan.
ribet bener...
manusia/mahluk -> panca khanda -> masing2 komponen anicca -> semua itu jadinya dukkha -> karena smeuanya dukkha, semuanya anatta -> memahami itu, jd kecewa pada panca khanda -> tidak tertarik -> tidak melekat/terbebas
soal ini milikku, mobil ku, dkk, kalau tidak ada si aku itu sama sekali pada "diri kita", yg eksternal itu jadi tidak relevan.
Lalu, Sdr. Tesla, siapa/apa yang "melekat" pada panca khandha?
Thanks
IMHO, bila kita semua sudah menyadari (secara teoritis) mengenai 'anatta' bahwa yang disebut 'atta' / 'diri' ini sebenarnya ilusif alias tak pernah ada karena hanya gabungan dari kandha, maka semestinya kita tak mungkin kembali lagi terjebak dalam praktek sejenis 'atta'.saya rasa ada 2 macam pendapat secara garis besar:
Dalam kehidupan sehari-hari, anatta ini, IMHO, diwujudkan dengan hidup penuh kesadaran setiap saat. Hidup sadar setiap saat (mengenai anatta, dukkha, anicca) akan mengubah pikiran kita yang timbul tenggelam menjadi tenang, jernih dan fokus, dan otomatis ucapan/perilaku kita yang semula (misalnya) kasar/ceroboh menjadi (misalnya) lembut/berhati-hati.imho, sadar & tidak sadar tidak mengubah orang ceroboh menjadi hati2... tidak mengubah orang bodoh menjadi pandai. tidak mengubah orang kasar jadi orang lembut, tidak mengubah orang batak jadi orang sunda.
IMHO, anatta adalah merupakan pendekatan yang bersifat 'semi-psikologis' agar pikiran kita tidak melekat pada 'atta' (yang erat kaitannya, bahkan sama dengan ego) sebagaimana yang dipromosikan Brahmanisme.setuju...
Dan setelah kita mengakui 'anatta' maka seharusnya dalam praktek pikiran-ucapan-badan (yang ketiga-tiganya adalah 'karma') sehari-hari, kita bisa lebih baik dan bukannya malah menjadi lebih buruk dibandingkan orang-orang yang jelas-jelas mengakui keberadaan 'atta'.imho, lagi2 ini hanya keinginan seseorang. mengakui anatta tidak lebih baik dari mengakui atta. 2 2 sama saja. bagi saya akibatnya hanya semakin tidak melekat, semakin bebas dari penderitaan...
Jadi bukan Dharma Buddha yang salah, namun pemahaman Dharma yang kurang membumi dan mengawang-awang sehingga akhirnya tak punya korelasi dengan praktek hidup sehari-hari yang seharusnya menunjukkan keunikan dan keistimewaan Buddha Dharma.straight saja, saya translatekan ke bahasa langsung:
Bro fabian, tanggapilah kata AKU diatas.
Mungkin pengertian orang tersebut karma adalah hukuman atau hadiah, tapi ada artikel menarik mengenai pandangan salah yang tertuang dalam Brahmajala Sutta di Majalah Dhammacakka:
"In nature there is no reward nor punishment, there are only consequenses", semoga membantu pengertian anda.
koreksi mbah, Brahmajala Sutta terdapat dalam Digha Nikaya, bukan majalah Dhammacakka
saya rasa ada 2 macam pendapat secara garis besar:
1. anatta = atta tidak ada, ilusif, penggabungan penyebutan khandha, referensi: dapat dilihat pada dialog antara YA Nagasena & Raja Millinda.
2. anatta = bukan atta, panca khanda ini bukan atta, referensi: anatta-lakkhana-sutta
mohon saling menghargai :)
imho, sadar & tidak sadar tidak mengubah orang ceroboh menjadi hati2... tidak mengubah orang bodoh menjadi pandai. tidak mengubah orang kasar jadi orang lembut, tidak mengubah orang batak jadi orang sunda.
hanya semakin tidak melekat, semakin bebas dari penderitaan.
setuju...
imho, lagi2 ini hanya keinginan seseorang. mengakui anatta tidak lebih baik dari mengakui atta. 2 2 sama saja. bagi saya akibatnya hanya semakin tidak melekat, semakin bebas dari penderitaan...
straight saja, saya translatekan ke bahasa langsung:
bukan buddha dhamma yg salah, ente2 yg ga paham... begitu?
saya rasa ada 2 macam pendapat secara garis besar:
1. anatta = atta tidak ada, ilusif, penggabungan penyebutan khandha, referensi: dapat dilihat pada dialog antara YA Nagasena & Raja Millinda.
2. anatta = bukan atta, panca khanda ini bukan atta, referensi: anatta-lakkhana-sutta
by silemot
saya pernah bertanya kpd salah satu romo mengenai anatta berikut pemaparannya :
saya : apakah atta itu? dan apakah ada hubungannya dengan karma?
dan beliau menjawab : atta tsb adl citta / kesadaran, tapi kesadaran itu pun bersifat anatta.
ga ada official answer utk ini dalam paham Theravada,Imo, ada pandangan yang berbeda dengan anda mengenai apa itu diri/atta dalam anggapan umum, sekali lagi dalam anggapan umum.
jadi ini bukan jawaban theravada ya, imho ada sesuatu diluar pancakhanda yg tidak dapat dijelaskan. sesuatu ini dikatakan nanti bebas dari LDM, bebas dari penderitaan, Yg Tersadarkan, Yg Pergi & Tak Kembali, yg menyebrangi pantai eksistensi.
dalam paham Mahayana ada 1 istilah yg sangat pas utk ini... cmiiw
Coba lihat yg dibold. Seharusnya dan kalau bisa tanyakan ke romo itu lagi apa yang dimaksud "kesadaran/citta itupun bersifat anatta " sekaligus minta contohnya.... _/\_
Metta.
ko tesla bisa tolong bantu jelaskan mengapa anatta disebut dengan tidak ada atta?yah ada 2 pendapat & pendapat ini walau tidak bertolak belakang, namun memiliki arti yg berbeda... kalau dicampur yah jadi binggung :)
saya pernah bertanya kpd salah satu romo mengenai anatta berikut pemaparannya :
saya : apakah atta itu? dan apakah ada hubungannya dengan karma?
dan beliau menjawab : atta tsb adl citta / kesadaran, tapi kesadaran itu pun bersifat anatta. apakah maksudnya sama dengan pernyataan koko?
dan dari referensi buku anattalakhana - sutta disanapun di jelaskan bahwa citta tsb adalah bukan aku.
mohon bantuannya :)
1. Jika atta tidak ada alias penggabungan khanda maka itu semua juga bukan atta.
2. Jika pancakhanda bukan atta maka apakah ada atta tentu tidak ada atta.
sepintas memang kelihatan pendapat ini tidak bertolak belakang,
tapi pada kesimpulan akhirnya, pendapat pertama sampai pada tidak ada atta
sedang pendapat kedua tidak sampai pada kesimpulan demikian.
kesimpulan akhirnya adalah, panca khanda bukan atta. itu saja. titik. ada atau tidak ada <--- tidak dibicarakan
Imo, ada pandangan yang berbeda dengan anda mengenai apa itu diri/atta dalam anggapan umum, sekali lagi dalam anggapan umum.
Diri/atta dalam anggapan umum, bagi Theravada adalah hanya gabungan dari panca khanda sekali lagi gabungan dari panca khanda (bukan panca khanda yang berdiri sendiri-sendiri). Singkatnya : gabungan Panca Khanda = Diri/atta dalam anggapan umum
Sedangkan anda berpendapat (cmiiw) ada hal lain yang membentuk Diri/atta dalam anggapan umum, yaitu “T”. Singkatnya: : gabungan Panca Khanda + “T” = Diri/atta dalam anggapan umum.
Bagaimana apakah sependapat dengan perbandingannya seperti ini?
If there's no self, then who gets enlightened?
If there's no self, then what gets reborn?
If there's no self, then why...?
Nowhere in the Pali canon does Buddha categorically declare, without qualification, "There is no self."[1] Any question that begins along the lines of, "If there's no self..." is thus inherently misleading, dooming the questioner to a hopeless tangle of confusion — "a thicket of [wrong] views" [MN 2]. Such questions are best put aside altogether in favor of more fruitful lines of questioning.[2]
ref: http://www.accesstoinsight.org/lib/authors/bullitt/bfaq.html#noself
Sedangkan anda berpendapat (cmiiw) ada hal lain yang membentuk Diri/atta dalam anggapan umum, yaitu “T”. Singkatnya: : gabungan Panca Khanda + “T” = Diri/atta dalam anggapan umum.mengenai ini, kalau boleh saya menjelaskan pakai bahasa saya dahulu:
Bagaimana apakah sependapat dengan perbandingannya seperti ini?
ribet bener...Saya mencoba untuk menguraikan sebagian penjelasan Suhu Medho (untuk baris yang di tebalkan saja) , cmiiw.
manusia/mahluk -> panca khanda -> masing2 komponen anicca -> semua itu jadinya dukkha -> karena smeuanya dukkha, semuanya anatta -> memahami itu, jd kecewa pada panca khanda -> tidak tertarik -> tidak melekat/terbebas
soal ini milikku, mobil ku, dkk, kalau tidak ada si aku itu sama sekali pada "diri kita", yg eksternal itu jadi tidak relevan.
Saya mencoba untuk menguraikan sebagian penjelasan Suhu Medho (untuk baris yang di tebalkan saja) , cmiiw.
Panca Khanda yang sifatnya anicca ini bergabung membentuk diri/atta dalam anggapan/istilah umum. Supaya mudah kita ganti saja istilah: diri/atta dalam anggapan/istilah umum dengan kata “si Amir”
Kemudian si Amir ini menerima sensasi dari luar dan dalam ditambah LDM sehingga muncul kemelekatan pada dirinya sendiri (diri/atta dalam anggapan umum / si Amir melekat pada dirinya sendiri) dan hal-hal di luar dirinya. Tanpa pengetahuan yang sesungguhnya maka timbullah konsepsi, pemikiran, ide mengenai adanya: Aku/Diri sejati, dia milikku, ini milikku, mobilku, egoistis, dsb pada diri si Amir.
Realitasnya,Dunia itu tidak kekal, anicca, berubah,sehingga Dunia termasuk si Amir tidak selamanya tetap, si Amir tidak bisa menginginkan dirinya sesuai dengan keinginannya, si Amir tidak bisa memegang/menahan kondisi dirinya agar tetap. Si Amir bukanlah Diri sesungguhnya, karena seperti perumpamaan sebuah buku, jika buku tersebut adalah milik kita maka kita bisa memperlakukannya sekehendak kita, mau dibakar, atau digoreng, tapi jika bukan milik kita tapi orang lain maka tidak bisa sekehendak kita. Inilah definisi dari Anatta/Bukan Diri, yaitu sesuatu yang tidak bisa di pegang, yang tidak bisa perlakukan sekehendak ‘hati’ karena adanya sifat Anicca.
Maka terjadilah gesekan, pertentangan, tarik-menarik, ketidaksesuaian antara konsepsi, pemikiran, idenya si Amir tersebut dengan realitas yang ada, dimana si amir tidak bisa memperlakukan segala hal termasuk dirinya sesuai kehendaknya maka muncullah stress, kesusahan, beban pada si Amir, inilah Dukkha.
ralat bro,
sejauh yg saya tau, ada 2 macam pandangan theravada:
1. anatta = tidak ada atta (hanya gabungan panca khandha)
2. anatta = bukan atta, anatta adalah doktrin utk mengajarkan kita agar melepaskan ego kita, bukan pembahasan ada atau tidak adanya atta.
kedua pandangan ini masih umum dan saya condong ke yg ke2.
ini ter-documen dg baik, bukan jawaban essay singkat dari saya, berikut kutipannya:
Dari yang saya tahu, ini terjadi karena bias dari bahasa dari kata 'a-' yang diterjemahkan menjadi 'bukan’ dan ‘tidak'
Ketika pertama kali belajar Buddhisme saya menemukan pengertian anatta:
Anatta = tidak ada diri sejati, di sini diikuti dengan kata ‘sejati’. Ini berarti yang tidak ada adalah diri yang sejati, dan yang ada adalah diri yang tidak sejati yaitu perpaduan panca khanda itu. Diri yang tidak sejati ini disebut ilusi, mimpi karena tidak bisa dipegang, tidak tetap, mengalami perubahan. Seperti fata morgana oasis, nampak ada dan nyata, namun ternyata bukan oasis. Begitu juga diri yang tidak sejati ini ternyata bukan diri = Anatta.
Lihat di atas bagaimana saya merubah arti kata dari Anatta yang berarti TIDAK ada diri sejati menjadi berarti BUKAN diri. Sama-sama Anatta. Kebanyakan orang tidak mencantumkan kata ‘sejati’ yang mengikuti “tidak ada diri” sehingga menutup semua peluang keberadaan diri yang meskipun diri itu adalah diri yang tidak sejati.
Dalam percakapan Milinda dengan Nagasena, saya tidak menemukan Nagasena mengatakan tidak ada diri. Ia mengatakan perpaduan panca khanda itulah Nagasena, titik. Ia juga tidak mengatakan bahwa perpaduan panca khanda itu adalah diri sesungguhnya.
Sekali lagi jika kita perpatokan pada Anattalakkhana Sutta, yang disebut dengan Diri adalah sesuatu yang bisa kita kontrol sepenuhnya, kita pegang, kita perlakukan sekehendak kita. Nah, realitasnya, kebalikannya, kita tidak bisa mengontrolnya, memegang penuh, memperlakukan sekehendak kita, oleh karena itu di sebut sebagai lawan dari Diri yaitu Bukan Diri , Anatta.
Anatta bukan hanya sekedar doktrin untuk melepaskan ego sebagai tujuan akhirnya, tetapi untuk memahami terlebih dulu realitas diri bukan sejati ini, ego sebagai sesuatu yang tidak bisa dipegang, tidak bisa sesuai keinginan karena adanya sifat Anicca.
Pembahasan yang lain kita kesampingkan dulu.
_/\_
setuju bisa juga dikatakan bahwa panca khanda adalah diri yg tidak sejati.
Dari yang saya tahu, ini terjadi karena bias dari bahasa dari kata 'a-' yang diterjemahkan menjadi 'bukan’ dan ‘tidak'
Ketika pertama kali belajar Buddhisme saya menemukan pengertian anatta:
Anatta = tidak ada diri sejati, di sini diikuti dengan kata ‘sejati’. Ini berarti yang tidak ada adalah diri yang sejati, dan yang ada adalah diri yang tidak sejati yaitu perpaduan panca khanda itu. Diri yang tidak sejati ini disebut ilusi, mimpi karena tidak bisa dipegang, tidak tetap, mengalami perubahan. Seperti fata morgana oasis, nampak ada dan nyata, namun ternyata bukan oasis. Begitu juga diri yang tidak sejati ini ternyata bukan diri = Anatta.
Lihat di atas bagaimana saya merubah arti kata dari Anatta yang berarti TIDAK ada diri sejati menjadi berarti BUKAN diri. Sama-sama Anatta. Kebanyakan orang tidak mencantumkan kata ‘sejati’ yang mengikuti “tidak ada diri” sehingga menutup semua peluang keberadaan diri yang meskipun diri itu adalah diri yang tidak sejati.
Dalam percakapan Milinda dengan Nagasena, saya tidak menemukan Nagasena mengatakan tidak ada diri. Ia mengatakan perpaduan panca khanda itulah Nagasena, titik.oh ya, sepertinya Anda benar... ternyata dalam percakapannya juga tidak ada referensi pernyataan "tidak ada diri"... berarti saya salah referensi... saya sudah tidak tahu darimana referensi "tidak ada diri" berasal...
Ia juga tidak mengatakan bahwa perpaduan panca khanda itu adalah diri sesungguhnya.em... sepertinya dia mengatakan perpaduan panca khandha inilah yg disebut orang (person)... bukan adalah diri sesungguhnya.
Sekali lagi jika kita perpatokan pada Anattalakkhana Sutta, yang disebut dengan Diri adalah sesuatu yang bisa kita kontrol sepenuhnya, kita pegang, kita perlakukan sekehendak kita. Nah, realitasnya, kebalikannya, kita tidak bisa mengontrolnya, memegang penuh, memperlakukan sekehendak kita, oleh karena itu di sebut sebagai lawan dari Diri yaitu Bukan Diri , Anatta.oh jgn salah artikan kalau saya bilang doktrin melepaskan ego itu berarti anatta itu hanya akal2an...
Anatta bukan hanya sekedar doktrin untuk melepaskan ego sebagai tujuan akhirnya, tetapi untuk memahami terlebih dulu realitas diri bukan sejati ini, ego sebagai sesuatu yang tidak bisa dipegang, tidak bisa sesuai keinginan karena adanya sifat Anicca.
Pembahasan yang lain kita kesampingkan dulu.
Anatta = tidak ada diri sejati, di sini diikuti dengan kata ‘sejati’. Ini berarti yang tidak ada adalah diri yang sejati, dan yang ada adalah diri yang tidak sejati yaitu perpaduan panca khanda itu. Diri yang tidak sejati ini disebut ilusi, mimpi karena tidak bisa dipegang, tidak tetap, mengalami perubahan. Seperti fata morgana oasis, nampak ada dan nyata, namun ternyata bukan oasis. Begitu juga diri yang tidak sejati ini ternyata bukan diri = Anatta.
Anggapan salah atta yang sesungguhnya adalah anggapan bahwa ada diri sejati yang berada di luar pancakhandha atau berada di dalam pancakhandha atau pancakhandha itu sendiri dan yang terakhir menganggap bahwa diri sejati atta memiliki pancakhandha.
Atta (atta ditthi/sakkaya ditthi) adalah pandangan salah yang menganggap ada diri sejati.
Anatta adalah tak ada diri sejati. Yang ada hanya pancakhandha.
ah, tidak ada diri sejati pun adalah pandangan yg salah.
jadi bagaimanakah pandangan benar itu sehubungan dengan diri ini?kalau menyangkut soal diri, kira2 begini:
kalau menyangkut soal diri, kira2 begini:Pandangan nihilis mengatakan ada yang disebut diri, kemudian hancur. Ini berbeda dengan paham tidak ada diri.
1. siapa yg berpandangan ada diri ----> akan jatuh ke pandangan salah eternalis.
2. siapa yg berpandangan tidak ada diri ---> akan jatuh ke pandangan salah nihilis.
jadi right view tidak ada diantara kedua itu... ini jawaban sangaaat serius dari saya
Pandangan nihilis mengatakan ada yang disebut diri, kemudian hancur. Ini berbeda dengan paham tidak ada diri.http://dictionary.reference.com/browse/nihilism
Pandangan nihilis mengatakan ada yang disebut diri, kemudian hancur. Ini berbeda dengan paham tidak ada diri.nihilisme from wiki
Menurut saya, kalau melekat pada 'bukan diri/tanpa diri' akhirnya cenderung melekat pada "atta" yang tidak memiliki kesadaran, persepsi, perasaan, pikiran, bentuk. Sebetulnya "atta" juga, tapi "atta" yang merk-nya "anatta".tunggu dulu... disini jadi ambigu...
yah ada 2 pendapat & pendapat ini walau tidak bertolak belakang, namun memiliki arti yg berbeda... kalau dicampur yah jadi binggung :)
1. anatta = tidak ada atta
terus terang saya pribadi pun tidak sependapat dg pendapat bahwa anatta = tidak ada atta, dalam pemahaman ini atta sebenarnya cuma ilusi. yg paling mutlaknya cuma ada tubuh & batin (mind & matter)... mungkin fabian lebih kompeten membahas ini.
2. anatta = bukan diri
saya lebih setuju dg ini, yaitu panca khandha (atau disingkat saja tubuh & batin), bukanlah diri. bedanya dg pendapat romo tsb, menurut saya batin (citta) pun bukan diri.
Bhikkhu Thanissaro dalam access to insight seringkali memberi penjelasan yang membingungkan banyak orang dengan pernyataan ambigunya terhadap atta ditthi. ia menerjemahkan anatta sebagai not-self.menurut saya ini subjektif, bagi fabian ambigu belum tentu bagi orang lain.
Lantas pertanyaan yang jelas muncul, jadi bagaimana..?
Apakah atta (diri sejati) ada?ada yg kurang,
Apakah atta (diri sejati) tak ada?
Apakah atta ada dan tak ada?
Apakah atta bukan tak ada juga bukan ada?
Bila atta (diri sejati) ada, dimanakah adanya?
Bila ada dan tak ada bagaimana?
bila tidak ada, setelah parinibbana, Buddha lenyap
bila bukan ada dan juga bukan tak ada bagaimana...?
6. Venerable sir, matter lacks self; I should dispel interest for it. Feelings, perceptions, intentions, and consciousness lack self. I should dispel interest for them.dari yg saya baca ini sama saja dg anatta lakhana sutta... bahwa panca-khandha lack self...
jd pandangan romo mengenai citta itu atta masuk ke 1 atau 2 ko? knp bisa ada 2 persepsi yang berbeda gini yah?romo tsb berkata panca khanda bukanlah diri ---> disini saya setuju.
pertanyaan juga nih : apakah konsep atta ini sama dengan konsep tuhan? yang kosong adl isi dan isi adalah kosong? hmmatta = tuhan? ---> tidak
QuoteIa juga tidak mengatakan bahwa perpaduan panca khanda itu adalah diri sesungguhnya.Quoteem... sepertinya dia mengatakan perpaduan panca khandha inilah yg disebut orang (person)... bukan adalah diri sesungguhnya. nagasena hanyalah penamaan...
oh jgn salah artikan kalau saya bilang doktrin melepaskan ego itu berarti anatta itu hanya akal2an...
bukan demikian, menurut saya, anatta memang menunjukkan karakteristik --- realitas (kata bro) --- dari panca khandha, bukan doktrin akal2an.
yg saya tegaskan adalah, anatta hanya membahas panca khanda bukan diri. titik. tidak sampai pada kesimpulan tidak ada diri. anatta berangkat dari pandangan umum mahkluk, bahwa panca khandha ini adalah diri & doktrin ini mengkoreksi pandangan demikian dg hanya memberi tahu, "bukan".
ah, tidak ada diri sejati pun adalah pandangan yg salah.
http://dictionary.reference.com/browse/nihilism
4. Philosophy .
a. an extreme form of skepticism: the denial of all real existence or the possibility of an objective basis for truth.
b. nothingness or nonexistence.
...
6. annihilation of the self, or the individual consciousness, esp. as an aspect of mystical experience.
nihilisme from wiki
Nihilisme adalah sebuah pandangan filosofi yang sering dihubungkan dengan Friedrich Nietzsche. Nihilisme mengatakan bahwa dunia ini, terutama keberadaan manusia di dunia, tidak memiliki suatu tujuan. Nihilis biasanya memiliki beberapa atau semua pandangan ini: tidak ada bukti yang mendukung keberadaan pencipta, moral sejati tidak diketahui, dan etika sekular adalah tidak mungkin. Karena itu, kehidupan tidak memiliki arti, dan tidak ada tindakan yang lebih baik daripada yang lain.
tunggu dulu... disini jadi ambigu...Maksud saya adalah yang pertama. Saya pernah memberi perumpamaan 'kotak kosong' yang diduga berisi/tidak berisi. Ada orang yang mempertahankan pandangan "kotaknya berisi". Sebagian lagi mempertahankan bahwa "kotaknya kosong" namun keduanya tidak ada yang benar-benar telah membuka kotak. Jadi intinya sama saja melekat pada pandangan, walaupun yang satu lebih mendekati kebenaran.
1. melekat pada "yg bukan diri" seperti panca khandha...
2. melekat pada pandangan bahwa anatta = bukan diri...
cmiiw, kalau ini ditujukan pada saya, saya rasa adalah yg ke2, terima kasih atas warningnya _/\_Maksud saya bukan yang ke dua, jadi ini bukan ditujukan ke Bro tesla.
kepentingan saya menyatakan ada sesuatu diluar panca khanda adalah hanya menjadi fondasi utk menjalani kehidupan sesuai dhamma... selebih itu saya sadar bahwa ini adalah perangkap yg sangat halus, yg 1 micro lagi sudah jatuh pada pandangan ada nya diri.
EMPAT JENIS KEMELEKATAN ATTA
Ada empat jenis kemelekatan Atta muncul dari kepercayaan
akan Diri atau jiwa.
(1) Kemelekatan Sàmi atta: Kepercayaan bahwa ada, di dalam tubuh seseorang, suatu entitas hidup, yang mengatur dan mengarahkan keinginan dan perbuatan. Adalah jiwa yang hidup ini yang berjalan, berdiri, duduk, tidur, berbicara kapanpun ia inginkan.
“Kemelekatan Sàmi atta adalah kepercayaan akan adanya suatu entitas hidup di dalam tubuh seseorang, yang mengendalikan dan mengarahkan sesuai keinginannya.”
Anattalakkhana Sutta yang diajarkan oleh Sang Bhagavà secara khusus bertujuan untuk melenyapkan kemelekatan Sàmi atta ini. Sekarang, karena Sutta ini pertama kali diajarkan kepada Kelompok Lima Bhikkhu yang telah menjadi Pemasuk-Arus, tidakkah patut dipertanyakan apakah seorang Pemasuk-Arus masih dirintangi oleh kemelekatan Atta?
“Pemasuk-Arus telah meninggalkan kemelekatan Atta, tetapi masih berpegang pada kesombongan.”
Pada tingkat Sotàpanna, Pemasuk-Arus, belenggu-belenggu kepercayaan akan diri (pandangan salah tentang diri), keragu-raguan dan kebimbangan, dan keterikatan pada upacara dan ritual telah dilenyapkan secara total. Tetapi seorang Pemasuk-Arus belum terbebas dari Asmi-màna,
kesombongan-aku. Bangga akan kemampuannya, statusnya, “Aku dapat melakukan; Aku mulia,” adalah genggaman pada kesombongan-aku. Tetapi kesombongan seorang Pemenang Arus berhubungan dengan kualitas sesungguhnya, ia memang benar memiliki dan bukan keangkuhan palsu berdasarkan pada kualitas yang tidak ada.
Oleh karena itu, Pemasuk-Arus harus, melanjutkan praktik Vipassanà untuk melenyapkan kemelekatan pada kesombongan-aku yang masih merupakan belenggu baginya.
Ketika Vipassanà-nana telah lebih terkembang, kesombonganaku ini berhenti dan sebagian telah dilenyapkan oleh Jalan Sakadàgàmi. Tetapi belum benar-benar dilenyapkan. Jalan Anàgàmi semakin memperlemahnya, tetapi Jalan ini juga hanya melenyapkan sebagian. Hanya melalui Arahatta magga, kesombongan-aku ini dapat dilenyapkan secara total. Dengan
demikian dapat dianggap bahwa Anattalakkhana Sutta diajarkan oleh Sang Bhagavà untuk melenyapkan secara total kemelekatan pada kesombongan-aku yang masih menempel
pada Kelompok Lima Bhikkhu walaupun mereka telah mencapai tingkat Pemasuk-Arus.
'[...] diri ini adalah materi yang tersusun dari empat unsur (1) ... deva, materi, yang berdiam di alam indriah, memakan makanan nyata (2) ... dewa, bermateri, ciptaan pikiran (3) ... dengan melewatkan seluruhnya melampaui sensasi jasmani, dengan lenyapnya semua penolakan dan dengan ketidak-tertarikan pada persepsi yang beraneka-ragam, melihat bahwa ruang adalah tidak terbatas (4) ... kesadaran adalah tanpa batas (5) ... kesadaran adalah tidak ada apapun (6) ... telah mencapai alam bukan persepsi, juga bukan bukan-persepsi (7). Engkau tidak mengetahuinya atau melihatnya, tetapi aku mengetahuinya dan melihatnya. Diri ini saat hancurnya jasmani, akan musnah dan binasa, dan tidak ada setelah kematian.'imho, implikasinya pada buddhisme adalah pada saat parinibanna (karena kira mengenal kelahiran kembali yg terus berulang sebelum parinibbana). pada saat parinibbana, dikatakan tubuh dan batin sudah hancur & tidak ada lagi yg baru. artinya adalah ajaran Buddha ini adalah ajaran pemusnahan juga, tidak ada penjelasan tentang ini, tapi ada statement dari Buddha yg menyatakan:
Ini adalah tujuh cara bagi petapa dan para brahmana menyatakan ajaran pemusnahan"
Tidak menurut saya. Jika anda perhatikan bagaimana definisi anatta yang saya sampaikan dari pengertian anatta sebagai Tidak Ada Diri Sejati berubah menjadi pengertian Bukan Aku, maka bukanlah hal yang berbeda. Berdasarkan ini, jika anda katakan bahwa Tidak Ada Diri Sejati adalah pandangan salah maka Bukan Aku adalah juga pandangan salah. Hal berbeda jika kita mengatakan tidak ada diri, titik, tanpa ada kata ‘sejati’. Menambah atau meniadakan satu kata dapat merubah definisi yang terkandung dalam sebuah kata.bagaimanapun saya tetap melihat, "tidak ada diri sejati" adalah kesimpulan yg dipaksakan.
Anatta = tidak ada diri sejati = bukan aku --> ini hal yang benarimho, tidak ada diri sejati != (ga sama dengan) bukan aku
Anatta = tidak ada diri --> ini hal yang tidak benar, dan ini yang selalu digembar-gemborkan, diusung selama diskusi disini.
Demikian pendapat saya.sama2 sdr. Kelana
Saya rasa cukup. Thanks atas diskusinya Sdr. Tesla.
imho, implikasinya pada buddhisme adalah pada saat parinibanna (karena kira mengenal kelahiran kembali yg terus berulang sebelum parinibbana). pada saat parinibbana, dikatakan tubuh dan batin sudah hancur & tidak ada lagi yg baru.Kalau di Buddhisme memang "setelah kematian" bisa diganti "setelah parinibbana".
artinya adalah ajaran Buddha ini adalah ajaran pemusnahan juga, tidak ada penjelasan tentang iniWalaupun sama-sama menunjukkan satu 'penghentian' eksistensi, tetapi tetap berbeda pada prinsipnya. Ajaran Buddha mengatakan kita ini adalah gabungan unsur yang berproses secara terus-menerus, namun tidak ada suatu 'diri' yang menjadi intinya, yang kekal atau hancur.
tapi ada statement dari Buddha yg menyatakan:Menurut saya, pertanyaan ini melewatkan satu fase:
setelah parinibbana, Tathagata tidak ada ---> pandagan salah
setelah parinibbana, Tathagata ada ---> pandangan salah
setelah parinibbana, ada dan tidak ada ---> pandangan salah
setelah parinibbana, bukan ada & bukan tidak ada ---> pandangan salah
Betul, oleh karena itu saya katakan Nagasena juga TIDAK mengatakan bahwa perpaduan panca khanda itu adalah diri sesungguhnya.
Saya tidak pernah mengatakan: “anatta adalah doktrin melepaskan ego merupakan sebuah akal-akalan”, tetapi dari ajaran anatta saya mencoba untuk melihat lebih dalam lagi dasar, akar dari proses melepaskan ego, yaitu memahami karakteristik, lakkhana, ego itu sendiri.
Tidak menurut saya. Jika anda perhatikan bagaimana definisi anatta yang saya sampaikan dari pengertian anatta sebagai Tidak Ada Diri Sejati berubah menjadi pengertian Bukan Aku, maka bukanlah hal yang berbeda. Berdasarkan ini, jika anda katakan bahwa Tidak Ada Diri Sejati adalah pandangan salah maka Bukan Aku adalah juga pandangan salah. Hal berbeda jika kita mengatakan tidak ada diri, titik, tanpa ada kata ‘sejati’. Menambah atau meniadakan satu kata dapat merubah definisi yang terkandung dalam sebuah kata.
Anatta = tidak ada diri sejati = bukan aku --> ini hal yang benar
Anatta = tidak ada diri --> ini hal yang tidak benar, dan ini yang selalu digembar-gemborkan, diusung selama diskusi disini.
Demikian pendapat saya.
Saya rasa cukup. Thanks atas diskusinya Sdr. Tesla.
Menurut saya, pertanyaan ini melewatkan satu fase:
-sebelum parinibbana, apakah Tathagata ada/tidak ada/ada dan tidak ada/bukan ada & bukan tidak ada?
Penjelasannya sama seperti penjelasan Nagasena tentang kereta. Apakah Tathagata 'ada' di tubuhnya, ataukah di pikirannya, di perasaannya, dst? Kalau tidak ada, lantas apa yang kita sebut Tathgata? Itu adalah kumpulan unsur tersebut yang berproses dan tidak kekal juga. Jadi apakah ada dan tidak ada/bukan ada & bukan tidak ada? Ini hanya subjektif pada perspektif orang, namun spekulasi keberadaan dan/atau ke-bukan-ada-an juga bukan bermanfaat bagi lenyapnya dukkha.
Sang Buddha menerangkan: mahluk hanya terdiri dari batin (nama) dan jasmani (rupa).
jasmani (rupa) adalah tubuh/bentuk.
batin (nama) adalah kelompok perasaan, kesadaran, persepsi/ingatan, dan bentuk-bentuk pikiran.
Yang berproses timbul-lenyap sepanjang waktu....
Hanya itu dan tak ada yang lainnya. Itulah yang disebut mahluk.
imho, implikasinya pada buddhisme adalah pada saat parinibanna (karena kira mengenal kelahiran kembali yg terus berulang sebelum parinibbana). pada saat parinibbana, dikatakan tubuh dan batin sudah hancur & tidak ada lagi yg baru. artinya adalah ajaran Buddha ini adalah ajaran pemusnahan juga, tidak ada penjelasan tentang ini, tapi ada statement dari Buddha yg menyatakan:
setelah parinibbana, Tathagata tidak ada ---> pandagan salah
setelah parinibbana, Tathagata ada ---> pandangan salah
setelah parinibbana, ada dan tidak ada ---> pandangan salah
setelah parinibbana, bukan ada & bukan tidak ada ---> pandangan salah
CMIIW, setahu saya Buddha hanya tidak menjawab pertanyaan tentang hal itu, bukan tentang pandangan salah.termasuk salah satu ditthi. <--- ditthi disini diterjemahkan sbg pandangan salah kan?
Kalau Sang Buddha pernah kasih tau gue begini :
Bond : Sang Bhagava, mengapa saat itu Sang Tathagata tidak menjawab mengenai ada dan tiada dst dan hanya mengatakan semua anatta titik.
Sang Buddha : Gue diam aja, lu orang bingung. Apalagi gue jelasin lebih detil. pikiran kalian akan lebih lincah berkembang tentang anatta.
Bond : (dalam hati nih Sang Buddha gaul juga ^-^) Jadi gimana dong solusinya Guru yang Maha Suci ?
Sang Buddha : Sana vipasanna dulu nanti balik lagi kalo uda mengalami sesuatu. Kata kunci pada upadana nanti ketahuan apa yang dimaksud anatta..
Bond : Ama Bhante.
Sang Buddha fabian kan, bukan Buddha Gotama kan?
coba kita bandingkan dg referensi Buddha Gotama dulu. untungnya ada 1 orang (Radha) yg dengan tepat mengajukan pertanyaan, "apakah yg disebut mahkluk?" silahkan dibaca sendiri, karena kalau ditambah komentar saya akan tidak fair
Satta Sutta
I have heard that on one occasion the Blessed One was staying near Savatthi at Jeta's Grove, Anathapindika's monastery. Then Ven. Radha went to the Blessed One and, on arrival, having bowed down to him sat to one side. As he was sitting there he said to the Blessed One: "'A being,' lord. 'A being,' it's said. To what extent is one said to be 'a being'?"
"Any desire, passion, delight, or craving for form, Radha: when one is caught up[1] there, tied up[2] there, one is said to be 'a being.'[3]
"Any desire, passion, delight, or craving for feeling... perception... fabrications...
"Any desire, passion, delight, or craving for consciousness, Radha: when one is caught up there, tied up there, one is said to be 'a being.'
"Just as when boys or girls are playing with little sand castles:[4] as long as they are not free from passion, desire, love, thirst, fever, & craving for those little sand castles, that's how long they have fun with those sand castles, enjoy them, treasure them, feel possessive of them. But when they become free from passion, desire, love, thirst, fever, & craving for those little sand castles, then they smash them, scatter them, demolish them with their hands or feet and make them unfit for play.
"In the same way, Radha, you too should smash, scatter, & demolish form, and make it unfit for play. Practice for the ending of craving for form.
"You should smash, scatter, & demolish feeling, and make it unfit for play. Practice for the ending of craving for feeling.
"You should smash, scatter, & demolish perception, and make it unfit for play. Practice for the ending of craving for perception.
"You should smash, scatter, & demolish fabrications, and make them unfit for play. Practice for the ending of craving for fabrications.
"You should smash, scatter, & demolish consciousness and make it unfit for play. Practice for the ending of craving for consciousness — for the ending of craving, Radha, is Unbinding."
Sang Buddha menerangkan: mahluk hanya terdiri dari batin (nama) dan jasmani (rupa).
jasmani (rupa) adalah tubuh/bentuk.
batin (nama) adalah kelompok perasaan, kesadaran, persepsi/ingatan, dan bentuk-bentuk pikiran.
Yang berproses timbul-lenyap sepanjang waktu....
Hanya itu (nama-rupa) dan tak ada yang lainnya. Itulah yang disebut mahluk.
yup setuju sekali, implikasinya berlanjut kepada apakah sebelum parinibbana, self itu juga tidak ada... dari pandangan seperti ini, dari semula memang tidak ada self, semua hanya proses. air menjadi uap air, uap air kembali menjadi air... <--- dapatkah kita bandingkan demikian?Iya, menurut saya memang seharusnya kita melihatnya demikian.
menurut saya, jika demikian tidak perlu pencerahan, semua hanya proses, seperti air menjadi uap. tidak ada yg bebas, tidak ada yg menderita, dst tidak ada yg melekat, (cuma ada kelekatan --- begitu slogannya). hidup & mati hanya proses, sama seperti air menjadi uap & kembali lagi menjadi air, begitu seterusnya. kenapa Buddha harus mengajar jika demikian? ini pertanyaan yg sangat fundamental.Semua memang hanya proses. Yang menjadi pertanyaan, apakah proses yang berlangsung terus menerus adalah memuaskan atau tidak memuaskan? Bagi yang merasa itu semua menyenangkan, tidak perlu belajar Ajaran Buddha, karena menurut Buddha, proses perulangan tersebut adalah dukkha.
tambahan dari slogan ini, menurut saya slogan ini kehabisan jawaban utk menjelaskan "apa/siapa yg terlahir kembali?". saya tau kurang lebih jawaban Nagasena, tapi masihkah "segala proses" ini memerlukan pencerahan jika demikian? utk apa pula "proses" ini memerlukan penghentianNah, ini dia yang paling sering ditanyakan. Kalau saya pribadi tidak punya jawaban teknis tertentu terhadap pertanyaan ini. Untuk kali ini saya mau bertanya balik, kalau seseorang memaki kita "BABI KAU!" lalu kita marah, sebetulnya siapa yang dihina?
^ saya yakin anda dah ngerti tapi pura2 bego aja. anda orang yg cerdas, ga perlu membohongi diri sendiri.
Samanera Peacemind kemana ya?Saya pikir terjemahannya memang "bukan/tanpa aku". Kalau dalam Pali, ingkaran yang umum itu ada 3: na (tidak), ma (jangan), dan a- (bukan/tanpa). Bagaimana 'anatta' dijelaskan itu berbeda-beda tergantung dari mana orang membahas, karena 'atta'-nya setiap orang berbeda. Maka kadang Buddha membahas khanda adalah anatta, kadang bahas 6 landasan indriah adalah anatta, kadang bahas unsur adalah anatta, tergantung kesesuaian dengan si pendengar.
Mungkin harus dilihat kembali terjemahan yang pas buat anatta. Mungkin Samanera bisa membantu dari segi tata bahasa dan sekalian pandangannya.
Smoga bisa terbantu
Metta
ikutan :D
Buda : apakah kalian ingin tahu mengenai anatta?
me : percuma Bud, gak akan ada yang percaya ucapan anda, apalagi nanti di tulis juga pasti tidak akan percaya itu ucapan bud ;D
Iya, menurut saya memang seharusnya kita melihatnya demikian.ketika dikatakan tidak ada diri sejak awal (dari awal sebelum pencerahan ya),
Semua memang hanya proses. Yang menjadi pertanyaan, apakah proses yang berlangsung terus menerus adalah memuaskan atau tidak memuaskan? Bagi yang merasa itu semua menyenangkan, tidak perlu belajar Ajaran Buddha, karena menurut Buddha, proses perulangan tersebut adalah dukkha.
Nah, ini dia yang paling sering ditanyakan. Kalau saya pribadi tidak punya jawaban teknis tertentu terhadap pertanyaan ini. Untuk kali ini saya mau bertanya balik, kalau seseorang memaki kita "BABI KAU!" lalu kita marah, sebetulnya siapa yang dihina?lho justru saya yg harus tanya... kok malah saya yg ditanya balik :hammer:
No... saya memang tidak mengerti apa maksud anda, saya tidak biasa dan tidak suka membohongi diri sendiri, saya tidak melihat Sutta tersebut bertentangan dengan postingan saya.walau kata2 saya dirasa kasar oleh anda, saya tulus utk berdiskusi, bukan mencari argumen utk tentang-menentang.
Tapi Sutta tersebut jelas bertentangan dengan postingan anda mengenai ada sesuatu di luar pancakhandha.jadi ini bukan tentang "apa yg disebut mahkluk", tapi anda mau buktikan bahwa dimana2 tidak ada sesuatu selain panca kandha, sebaiknya energinya dialihkan ke jalan yg benar saja :)
ketika dikatakan tidak ada diri sejak awal (dari awal sebelum pencerahan ya),Menurut saya bukan begitu. Memang tidak ada 'atta' yang menderita, tapi perasaan (bathin) menderita itu ada. Mengapa perasaan (bathin) menderita itu ada? Karena menganggap apa yang 'bukan aku' sebagai 'aku'. Bagi orang yang tidak memiliki perasaan (bathin) menderita dalam bentuk apa pun juga, adalah benar tidak perlu Ajaran Buddha.
maka sebelum pencerahan juga tidak ada yg menderita, benar?
disinilah ajaran Buddha menjadi tidak berarti, dari tidak ada yg menderita --- menjadi tidak ada yg menderita.Salah satu cara menjawab 'kan dengan bertanya balik :D
lho justru saya yg harus tanya... kok malah saya yg ditanya balik :hammer:
Menurut saya bukan begitu. Memang tidak ada 'atta' yang menderita, tapi perasaan (bathin) menderita itu ada. Mengapa perasaan (bathin) menderita itu ada? Karena menganggap apa yang 'bukan aku' sebagai 'aku'. Bagi orang yang tidak memiliki perasaan (bathin) menderita dalam bentuk apa pun juga, adalah benar tidak perlu Ajaran Buddha.
Salah satu cara menjawab 'kan dengan bertanya balik :D
Ga boleh yah? Kalau begitu saya ganti.
Penderitaan adalah perasaan, timbul karena kemelekatan. Yang mengalami adalah kesadaran. Kesadaran ini pun berubah, sehingga tidak bisa disebut 'diri'.
Contohnya saya datang ke warnet Tesla, main 10 jam tidak bayar, rusakin keyboard, makan bakso kuah, tumpah di mana-mana. Apakah di sini ada suatu ada yang saya sakiti? Tidak ada. Tetapi mungkin kumpulan khanda yang kita sebut "si tesla" menjadi menderita, karena ia menganggap 'warnetku tidak seharusnya dibegitukan'. Lalu bukankah kita bisa bilang ada 'si tesla' yang menderita? Kalau kita bilang 'si tesla' yang menderita, maka ketika kemelekatan (pada warnetnya) sudah tidak ada, tidak ada lagi penderitaan, 'si tesla' ini ke mana? Ada di manakah sebetulnya 'tesla' ini?
jadi ajaran Buddha adalah: dari batin yg menderita menjadi ... ? nihilisme kan? :)Tidak ada 'diri' yang hancur, bagaimana disebut nihilisme? Perasaan (senang/netral/tidak senang), pikiran, dsb hanyalah bagian dari proses seperti air hujan jatuh ke bawah. Perasaan itu timbul dan tenggelam, jadi di mana letaknya 'diri' yang ada kemudian hancur tersebut?
Tidak ada 'diri' yang hancur, bagaimana disebut nihilisme? Perasaan (senang/netral/tidak senang), pikiran, dsb hanyalah bagian dari proses seperti air hujan jatuh ke bawah. Perasaan itu timbul dan tenggelam, jadi di mana letaknya 'diri' yang ada kemudian hancur tersebut?
karena tdk ada diri, permasalahannya bergeser menjadi batin. awalnya adalah batin yg menderita, akhirnya adalah parinibbana, tubuh dan batin padam tanpa sisa. nihilisme bukan?Jika berhentinya satu proses disebut nihilisme, maka boleh dibilang begitu.
karena tdk ada diri, permasalahannya bergeser menjadi batin. awalnya adalah batin yg menderita, akhirnya adalah parinibbana, tubuh dan batin padam tanpa sisa. nihilisme bukan?mnrt pandgn pribadi,
Jika berhentinya satu proses disebut nihilisme, maka boleh dibilang begitu.
Bagi saya, nihilisme itu adalah hancurnya sesuatu yang dianggap sebagai diri. Jika tidak ada yang sesungguhnya dianggap sebagai diri, maka apa yang dihancurkan? Hanya ada proses yang berhenti saja.
walau kata2 saya dirasa kasar oleh anda, saya tulus utk berdiskusi, bukan mencari argumen utk tentang-menentang.Kembalikan saja ke pokok persoalan, kita diskusi berdasarkan referensi yang benar, bukan sesuatu yang bersifat pribadi, menentang suatu argumen yang kita anggap salah wajar saja.
jadi ini bukan tentang "apa yg disebut mahkluk", tapi anda mau buktikan bahwa dimana2 tidak ada sesuatu selain panca kandha, sebaiknya energinya dialihkan ke jalan yg benar saja :)Bila menurut anda dalam diri mahluk ada yang lain, selain pancakhandha, buktikan saja berikan referensinya, mudah kan...?
yg saya katakan adalah tidak ada sesuatu selain panca kandha adalah statement yg tidak berdasar. itu saja... di mana2 tidak ditemukan statement tegas demikian.Bila dalam Tipitaka anda menemukan bahwa menurut Sang Buddha ada sesuatu yang lain, selain pancakhandha anda ungkapkan, jadi pernyataan anda bahwa yang saya katakan satement saya tak berdasar adalah benar, mudah kan...?
namun di satu sutta (udana) ditemukan statement:
"Para bhikkhu, ada yang tak dilahirkan, tak tercipta, tak terbuat, tak terbentuk; kalau (itu) tidak ada, maka tidak mungkin orang bebas dari yang dilahirkan, tercipta, terbuat, terbentuk ..."
saya disini bukan ingin menjatuhkan anda, tetapi ingin anda melihat sendiri... saya kira sudah cukup jelas, anda cermati saja sabda Buddha demi kebaikan diri anda sendiri. mohon maaf jika kata2 saya ada yg menyakiti anda
_/\_
Lebih percaya ucapan hud ;D
Bila menurut anda dalam diri mahluk ada yang lain, selain pancakhandha, buktikan saja berikan referensinya, mudah kan...?yg membahas soal mahkluk adalah anda fabian c.
Bila dalam Tipitaka anda menemukan bahwa menurut Sang Buddha ada sesuatu yang lain, selain pancakhandha anda ungkapkan, jadi pernyataan anda bahwa yang saya katakan satement saya tak berdasar adalah benar, mudah kan...?
Baca lagi baik-baik Sutta tersebut bro... apakah Nibbana itu adalah mahluk?anda sangat hebat membaca sutta sehingga bisa baca hidden text ya? di mana ada kata nibbana di sana? komentar siapa pulak ini hehe...
Saya juga tidak beranggapan anda demikian, anda sendiri yang merasa. Saya kira sebelum anda menasehati saya, cobalah anda periksa diri sendiri, coba untuk berdiskusi berdasarkan referensi, bukan berdasarkan anggapan pribadi. Kasihan nanti banyak pembaca yang menjadi salah mengerti terhadap ajaran Sang Buddha.thanks, ya saya merasa anda penuh kebencian dg saya, shg kalimat sederhana saja anda artikan lain dan tidak mengerti. hehe.. syukurlah kalau saya yg salah, saya jadi lega :)
Kembalikan saja ke pokok persoalan, kita diskusi berdasarkan referensi yang benar, bukan sesuatu yang bersifat pribadi, menentang suatu argumen yang kita anggap salah wajar saja.bro fabian, jangan gitu donk, kl kt diskusi jgn menjudge tesla spti ingin memberi pengertian salah kpd para pembaca, saya yakin niat tesla tdk bgtu, krn disini diskusi bukan membuat artikel pengajaran. thx ya.
Bila menurut anda dalam diri mahluk ada yang lain, selain pancakhandha, buktikan saja berikan referensinya, mudah kan...?
Bila dalam Tipitaka anda menemukan bahwa menurut Sang Buddha ada sesuatu yang lain, selain pancakhandha anda ungkapkan, jadi pernyataan anda bahwa yang saya katakan satement saya tak berdasar adalah benar, mudah kan...?
Baca lagi baik-baik Sutta tersebut bro... apakah Nibbana itu adalah mahluk?
Saya juga tidak beranggapan anda demikian, anda sendiri yang merasa. Saya kira sebelum anda menasehati saya, cobalah anda periksa diri sendiri, coba untuk berdiskusi berdasarkan referensi, bukan berdasarkan anggapan pribadi. Kasihan nanti banyak pembaca yang menjadi salah mengerti terhadap ajaran Sang Buddha.
yg membahas soal mahkluk adalah anda fabian c.Dan saya koreksi lagi pernyataan anda, apakah menurut anda bila tak ada kemelekatan terhadap pancakhandha bukan mahluk?
anda bilang yg disebut mahkluk adalah panca kandha
saya koreksi, yg disebut di mana ada kemelekatan thd panca kandha, ia disebut mahkluk
anda sangat hebat membaca sutta sehingga bisa baca hidden text ya? di mana ada kata nibbana di sana? komentar siapa pulak ini hehe...Kalau menurut anda yang dimaksud bukan Nibbana disebutkan saja, apa yang dimaksud Sutta Udana tersebut.
lagian, ini sudah hal yg berbeda tapi anda sangkut2-kan. 1. tentang mahkluk, 2. ada tidaknya sesuatu di luar panca kandha. mungkin anda sedang minum alcohol ya? kok ga bisa focus gitu, dari definisi anda saja. saya bilang ada yg selain panca kandha, anda ubah jadi mahkluk ada terdiri dari sesuatu yg bukan panca kandha <--- ini jurus baca hidden text ya?Apakah perlu saya kutipkan pernyataan anda sendiri bahwa ada sesuatu yang lain diluar pancakhandha...?
thanks, ya saya merasa anda penuh kebencian dg saya, shg kalimat sederhana saja anda artikan lain dan tidak mengerti. hehe.. syukurlah kalau saya yg salah, saya jadi lega :)Saya beranggapan sebaliknya bro... Saya tak pernah menghina anda kan? Sebaiknya perbaiki cara anda berdiskusi.
soal referensi, saya menampilkan referensi dari sutta.Sebutkan suttanya bahwa ada sesuatu yang lain diluar pancakhandha.
peace bro,
_/\_
bro fabian, jangan gitu donk, kl kt diskusi jgn menjudge tesla spti ingin memberi pengertian salah kpd para pembaca, saya yakin niat tesla tdk bgtu, krn disini diskusi bukan membuat artikel pengajaran. thx ya.
Bro jimmy yang baik, saya tidak menjudge bro Tesla ingin memberi pengertian salah. Tetapi suatu pernyataan salah mungkin dianggap benar oleh mereka yang tidak mengerti, pada akhirnya tetap akan menyesatkan, walaupun tak ada niat menyesatkan.apakh itu artinya pembc lebih berpihak pd pendpat bro tesla drpd bro fabian? atau tesla lebih berpengaruh drpd bro fabian?
sorry all, mau nanya mslnya seseorg tidak ada niat menyesatkan tapi tetap menyesatkan, apakah seseorg tlah mlakukan kamma buruk dan ada kamma buruk yg berbuah?
Siapa menyesat-kan siapa ? ** Tunjuk Hidung terus saja... Jangan malu-malu dan juga memperkeruh suasana...akw pucing jg jka ada kamma, maybe bnyak skali akw mgkinlah pernah menyesatkan orang lain wlw tanpa niat, takwtnya ada kamma burux dan buah buruxnya. bnyak keterlibatan kyaxnya. mudahanlah akw gx pernah membuat org laen sampai tersesat wlaw tanpa niat. krna salah-salah bz terlibat bnyk kasus sana-sini. buddham saranam gacchami. dhammam saranam gacchami. sangham saranam gacchami.
akw pucing jg jka ada kamma, maybe bnyak skali akw mgkinlah pernah menyesatkan orang lain wlw tanpa niat, takwtnya ada kamma burux dan buah buruxnya. bnyak keterlibatan kyaxnya. mudahanlah akw gx pernah membuat org laen sampai tersesat wlaw tanpa niat. krna salah-salah bz terlibat bnyk kasus sana-sini. buddham saranam gacchami. dhammam saranam gacchami. sangham saranam gacchami.
akw~o)
pucing
bnyk
wlw
wlaw
burux
bz
bynk
kyaxnya
Masya Auloh, bisakah kita menggunakan bahasa yg baik dan benar di sini?
tesla: lagian, ini sudah hal yg berbeda tapi anda sangkut2-kan. 1. tentang mahkluk, 2. ada tidaknya sesuatu di luar panca kandha. mungkin anda sedang minum alcohol ya? kok ga bisa focus gitu, dari definisi anda saja. saya bilang ada yg selain panca kandha, anda ubah jadi mahkluk ada terdiri dari sesuatu yg bukan panca kandha <--- ini jurus baca hidden text ya?
fabian: Apakah perlu saya kutipkan pernyataan anda sendiri bahwa ada sesuatu yang lain diluar pancakhandha...?
sorry all, mau nanya mslnya seseorg tidak ada niat menyesatkan tapi tetap menyesatkan, apakah seseorg tlah mlakukan kamma buruk dan ada kamma buruk yg berbuah?
imho, niat itulah yg disebut karma. jadi tanpa niat = tanpa karma.
Bro jimmy yang baik, saya tidak menjudge bro Tesla ingin memberi pengertian salah. Tetapi suatu pernyataan salah mungkin dianggap benar oleh mereka yang tidak mengerti, pada akhirnya tetap akan menyesatkan, walaupun tak ada niat menyesatkan.
sekarang balik lagi --- sesuatu di luar panca kandha
let sing together until end of time :whistle:
fabian c: mana referensi sesuatu di luar panca kandha?
Chorus:
tesla:Udana 8.3
fabian c: itu bukan mahkluk
tesla: lho bilang itu mahkluk siapa?
fabian: perlu saya quote kan anda bilang ada sesuatu di luar panca kandha?
tesla: ya, emg ada sesuatu di luar panca kandha
fabian: referensi?
(repeat chorus)
peace bro... saya menolak berdiskusi model begini... baca2 aja lyric lagu di atas terus.
em, pointnya bagi saya bukan ingin menuduhkan nihilisme, tetapi berangkat dari sesuatu yg ada (batin yg menderita), menjadi tidak ada. begitu bukan?Saya pikir mungkin bro tesla harus merumuskan dulu apa definisi nihilisme. Kalau hanya dari ada menjadi tidak ada = nihilisme, maka benar, Buddha yang mengajarkan dukkha dan lenyapnya dukkha juga adalah nihilisme.
utk apa proses tsb berhenti? kalau demi batin yg menderita, bukankah subjeknya disini adalah si batin?Proses bukan harus berhenti. Tetapi ketika menyadari itu adalah ketidakpuasan, maka dengan sendirinya tidak lagi melekat. Namun bukan melekat/menginginkan kondisi berhenti tersebut. Menurut saya begitu.
No... saya memang tidak mengerti apa maksud anda, saya tidak biasa dan tidak suka membohongi diri sendiri, saya tidak melihat Sutta tersebut bertentangan dengan postingan saya.* penonton naik panggung*
Saya pikir mungkin bro tesla harus merumuskan dulu apa definisi nihilisme. Kalau hanya dari ada menjadi tidak ada = nihilisme, maka benar, Buddha yang mengajarkan dukkha dan lenyapnya dukkha juga adalah nihilisme.imho yah... dukkha itu "menderita" <--- kata kerja, sedang batin itu "subjek". kalau kata kerja menjadi tidak ada, bahasanya "berhenti", kalau subjek tidak ada sederhananya adalah "hilang/lenyap".
Proses bukan harus berhenti. Tetapi ketika menyadari itu adalah ketidakpuasan, maka dengan sendirinya tidak lagi melekat. Namun bukan melekat/menginginkan kondisi berhenti tersebut. Menurut saya begitu.oke, bukan harus berhenti, namun demi kepentingan apa? tentu harus ada subjek nya di sini kan? lalu siapa yg "menyadari", "melekat", dll...
Saya tak ada waktu melayani anda berbelit-belit.... jawab saja straightforward, anda telah telah mengatakan "dimana ada kemelekatan terhadap pancakhandha ia disebut mahluk".
Dan anda belum menjawab pertanyaan saya: "apakah menurut anda bila tak ada kemelekatan terhadap pancakhandha bukan mahluk?"
Saya bertanya apakah ada sesuatu diluar pancakhandha, anda mengelak dengan mengatakan bahwa ada sesuatu selain pancakhandha dengan mengutip Udana VIII.3 :
Udana 8-3: Tatiyanibbànasuttaü (73)
1. Evaü me sutaü: ekaü samayaü Bhagavà Sàvatthiyaü viharati Jetavane Anàthapiõóikassa àràme. Tena kho pana samayena Bhagavà bhikkhå nibbànapañisaüyuttàya dhammiyà kathàya sandasseti samàdapeti samuttejeti sampahaüseti. Te ca bhikkhå aññhã katvà manasikatvà sabbaü cetaso samannàharitvà ohitasotà dhammaü suõanti.
2. Atha kho Bhagavà etam-atthaü viditvà tàyaü velàyaü imaü udànaü udànesi:
ßatthi bhikkhave ajàtaü abhåtaü akataü asaïkhataü. No ce taü bhikkhave abhavissà ajàtaü abhåtaü akataü asaïkhataü, na-y-idha jàtassa bhåtassa katassa saïkhatassa nissaraõaü pa¤¤àyetha. [PTS Page 081] [\q 81/] Yasmà ca kho bhikkhave atthi ajàtaü abhåtaü akataü asaïkhataü, tasmà jàtassa bhåtassa katassa saïkhatassa nissaraõaü pa¤¤àyatãû-ti.
Hmm...Inikah klaim anda sesuatu lainnya selain pancakhandha adalah referensi Sutta Udana VIII.3 ini?
Ada diskusi menarik di wall pak hudoyo...Bro Wijayananda yang baik, iseng-iseng tanya kepada beliau, apakah yang melekat kepada pancakhandha tersebut? Apakah yang melekat pada pancakhandha tersebut terpisah atau bersatu dengan pancakhandha?
[at] Karto W: <<setauku aku
khan terdiri dr panca khanda
yg salah satunya adalah pikiran
n kesadaran. apakah aku yg
saya bicarakan berbeda dgn
aku yg romo bicarakan? saya jd
bingung romo. mhn
pencerahannya>>
Menurut psikologi Buddhis
manusia itu terdiri dari 5 unsur
(panca-khandha): 1. jasmani, 2.
perasaan, 3. pencerapan, 4.
bentuk-bentuk batin, 5.
kesadaran.
Seorang yg masih belum bebas
(Anda & saya) mempunyai
panca-khandha itu. Buddha &
para arahat pun mempunyai
panca-khandha itu.
Jadi, di mana perbedaan panca-
khandha Anda dan panca-
khandha Arahat Sariputta,
misalnya?
Perbedaannya ialah: di dalam
batin Anda & saya, ada
KELEKATAN kepada panca-
khandha! Oleh karena itu,
panca-khandha Anda & saya
disebut 'panca-upadana-
khandha' (upadana =
kelekatan).
Di dalam batin buddha & para
arahat tidak ada lagi kelekatan
(upadana) pada panca-
khandha. Panca-khandha
mereka cukup disebut 'panca-
khandha' saja.
Nah, KELEKATAN seorang
biasa (puthujjana) kepada
panca-khandha-nya sendiri,
itulah yg melahirkan
'atta' (aku/diri, rasa subjektif,
rasa terpisah dari segala
sesuatu yg bukan-aku). Itu
tidak ada lagi dalam batin
buddha & para arahat,
Di dalam meditasi vipassana,
yogi menyadari kelekatan
(upadana) kepada panca-
khandha ini terus-menerus.
Sampai akhirnya kelekatan itu
runtuh (tetapi panca-
khandhanya tetap ada). Itulah
pencerahan, pembebasan,
kepadaman (nibbana);
padamnya kelekatan,
padamnya si aku.
seorang manusia yang telah mencapi pencerahan sebagai contoh sang Buddha
dikatakan telah tercerahkan, lalu apa yang tercerahkan,?
sebagai manusia kita memiliki komponen hidup sebagai mahluk yang bernama
manusia, dia memiliki 2 komponen pokok, yaitu;
"nama dan rupa"
lalu apa bedanya manusia biasa dengan para buddha (termasuk arahat)
apanya yang berbeda, secara kasat mata kita tidak dapat membedakan
keduanya jika dilihat fisiknya, tentunya mereka yang tercerahkan berbeda dengan manusia pada umumnya
banyak literatur dalam tipitaka ataupun tulisan-tulisan para intelektual buddhis
tidak merinci secara jelas perbedaanya, hanya menyatakan tingkat spiritual saja,
mari kita lihat sifat dhamma itu sendiri, dhamma dapat di buktikan, tampa jeda
waktu, dapat di selami oleh para bijaksana,
disini mengandung arti di buktikan artinya kita praktekan sendiri lalu terbukti
kandungan tulisan makna yang tersurat maupun yang tersirat dari dhamma
tampa jeda, maksudnya jika kita melakukan/praktek dhamma buahnya nyata
sekarang juga dapat di lihat;
(banyak umat salah kaprah disini antara dhamma spiritual dan dhamma
perbuatan yang berbuah)
... content ga penting dihapus ...
kembali pada bentuk manusia ada nama dan rupa yg terdiri dari;
- kesadaran
- perasaan
- pencerapan/ingatan pikiran (memori)
- bentuk-bentuk pikiran
- tubuh jasmani
yang mana yang berubah dari lima elemen ini jika manusia mencapai
pencerahan, apakah satu, dua, tiga, empat atau kelimanya berubah menjadi
tercerahkan,
disini kita dapat menyingkirkan tubuh jasmani karena para arahat jaman dulu
tidak ada perbedaan antara waktu manusia biasa dan yg sudah tercerahkan.
tinggal 4 faktor, lalu kita dapat menyingkirkan faktor pencerapan/ingatan
karena ini semacam data bank kejadian lampau, tinggal 3 faktor
- kesadaran
- perasaan
- bentuk-bentuk pikiran
banyak dalam sutta menyatakan pencapaiyan nibbana adalah saat perasaan
berhenti (artinya tidak bekerja) jadi kita juga dapat menyingkirkan faktor
perassaan sebagai komponen yang tercerahkan dari manusia,
lalu tinggal 2 faktor,
- kesadaran
- bentuk-bentuk pikiran.
yang mana yang tercerahkan,? pada manusia yang telah mengapai kebuddhaan?
apakah kesadaran atau bentuk-bentuk pikiran,?
bentuk-bentuk pikiran adalah masa depan atau respon terhadap kontak dia
tidak berbentuk statik, dia terbentuk berdasarkan kesadaran orang tsb dimana
level kebijaksanaan dan femahaman seseorang, seperti kita dapat membedakan
bentuk-bentuk pikiran anak sekolah sd dengan bentuk-bentuk pikiran mahasiswa misalnya,
berarti tingal "kesadaran" ini adalah faktor yang berubah pada saat seseorang
atau manusia dari manusia biasa menjadi manusia suci, pertanyaanya
apakah kesadaran para buddha berbeda dengan kesadaran manusia yang belum
tercerahkan,?? tentu saja, inilah yang membedakan antara orang sadar dan
orang yang belum sadar, makanya di sebut "buddha" yang telah sadar.
semoga kita dapat meningkatkan kesadaran kita akan dhamma, dan dapat
menjadi buddha dalam kehidupan ini juga dengan jalan "mempraktekan dhamma"
yang merupakan "guru" setelah maha parinibbananya Yang Terberkahi
metta cettana,
Wah.... dah ketinggalan kereta nih.
Saya tidak membaca semua komen di sini, tapi mohon maaf.. ikut nimbrung nih. Menurut saya, pada hakekatnya, tidak ada 'being / makhluk / diri (satta) dalam pañcakkhandha. Yang ada hanyalah pañcakkhandha. Namun dalam bahasa dunia, kita harus menggunakan istilah 'being, diri, makhluk atau satta, meskipun untuk para arahat sekalipun. Ini bisa dilihat dari Vajirāsutta, Samyuttanikāya. Dlm sutta ini, ketika Mara menanyakan ke bhikkhuni Vajirā siapakah yang menciptakan makhluk, Bhikkhuni Vajirā menjawab sebagai berikut:
"Why now do you assume 'a being (satta)'?
Mara, is that your speculative view?
This is a heap of sheer formations:
Here 'no being' is found".
"Just as, with an assemblage of parts,
the word 'chariot' is used,
so when the aggregates (khandhā) exist,
there is the convention (sammuti) 'a being'.
Dua syair di atas menunjukkan bahwa pada hakekatnya tidak ada makhluk. Yang ada hanyalah pañcakkhandha. Namun secara konvensionil, makhluk itu ada jika lima khandhā ada. Menurut kitab komentar, syair pertama merujuk pada paramatthasacca, sedangkan syair kedua sammutisacca.
Meskipun pada hakekatnya / menurut paramatthasacca tidak ditemukan 'makhluk' dan yang ada hanya makhluk secara konvensionil terutama jika ada gabungan pañcakkhandhā, manusia yang masih terikat dengan kekotoran batin memiliki kecenderungan bahwa 'makhluk' benar-benar ada. Ketika di sana ada kemelekatan terhadap lima khandha, di sana ada kecenderungan pikiran bahwa 'makhluk / diri / aku / satta' benar-benar ada. Namun jika tidak ada kemelekatan terhadap lima khandhā, kecenderungan ini pun lenyap. Kondisi batin ini sudah dicapai oleh para arahat. Karena hal inilah, Sattasutta dikhotbahkan oleh Sang Buddha kepada Radha. Kesimpulannya adalah pada hakekatnya tidak ada makhluk. Yang ada hanya makhluk secara konvensionil (sammuti) ketika lima khandhā eksis. Ini telah dijelaskan dalam Vajirāsutta. Dalam Radhasutta, yang disebut makhluk adalah kecenderungan pikiran yang masih diliputi oleh kemelekatan terhadap lima khandhā. Jika ada kemelekatan terhadap lima khandhā, meskipun pada hakekatnya tidak ada yang bisa dianggap sebagai makhluk, seseorang masih memiliki kecenderungan bahwa makhluk adalah benar adanya. Sebaliknya, jika tidak ada kemelekatan terhadap lima khandhā, seseorang tidak akan memiliki kecenderungan pikiran semacam ini.
Mettacittena,
Saya tidak membaca semua komen di sini, tapi mohon maaf.. ikut nimbrung nih. Menurut saya, pada hakekatnya, tidak ada 'being / makhluk / diri (satta) dalam pañcakkhandha. Yang ada hanyalah pañcakkhandha. Namun dalam bahasa dunia, kita harus menggunakan istilah 'being, diri, makhluk atau satta, meskipun untuk para arahat sekalipun. Ini bisa dilihat dari Vajirāsutta, Samyuttanikāya.saya rasa ini sudah menjawab pertanyaan "ketika tidak ada kemelekatan thd pancakandha, dapatkah disebut mahkluk?" imo, dalam penjelasannya, dalam Buddhisme arahat & buddha tidak disebut mahkluk lagi. ini implikasi langsung dari satta sutta.
Mara, is that your speculative view?ada bbrp terjemahan utk ini, mis:
kalau menyangkut soal diri, kira2 begini:saya sebagai praktisi Zen tak bisa untuk tidak mengatakan tidak setuju untuk jawaban Anda. Salut. Itulah yang juga saya mengerti selama ini.
1. siapa yg berpandangan ada diri ----> akan jatuh ke pandangan salah eternalis.
2. siapa yg berpandangan tidak ada diri ---> akan jatuh ke pandangan salah nihilis.
jadi right view tidak ada diantara kedua itu... ini jawaban sangaaat serius dari saya
saya rasa ini sudah menjawab pertanyaan "ketika tidak ada kemelekatan thd pancakandha, dapatkah disebut mahkluk?" imo, dalam penjelasannya, dalam Buddhisme arahat & buddha tidak disebut mahkluk lagi. ini implikasi langsung dari satta sutta.
ada bbrp terjemahan utk ini, mis:
is that your speculative view?
Do you take a position? -- Thanissaro
Mara, have you grasped a view? -- Bhikkhu Bodhi
tentunya penerjemahan kata ini berhubungan dg pengetahuan seseorang cmiiw. imho speculative view melihat dari sudut pandang "hakekat yg sebenarnya" vs "konvensional" (benar atau salahnya sebuah pandangan). sementara yg lain adalah tentang, diri/mahkluk/self adalah sebuah view(ditthi). setuju dg ven. Peacemind bahwa ini adalah kecenderungan pikiran yg tidak muncul lagi pada arahat, sementara masih muncul terus pada non-arahat. imho dimana ada kemelekatan pada pancakandha, disitu akan muncul pandangan (ditthi) akan diri. dimana kemelekatan itu telah sirna, tidak ada pandangan (ditthi) yg muncul tentang diri, termasuk pandangan (ditthi) benar tentang diri. pancakandha akan dilihat sbg pancakandha (This is a heap of sheer constructions) tidak ada diri di sini (here = pancakandha).
_/\_
imho yah... dukkha itu "menderita" <--- kata kerja, sedang batin itu "subjek". kalau kata kerja menjadi tidak ada, bahasanya "berhenti", kalau subjek tidak ada sederhananya adalah "hilang/lenyap".Maksudnya prosesnya berubah, dari menderita, berhenti menjadi tidak menderita; bathin dari ada, hilang menjadi tidak ada, begitu?
saya setuju buddhisme mengajarkan dari ada ego menjadi tidak ada ego, di sini yg hancur adalah yg disebut diri/ego. tetapi tujuan akhirnya (tentu saja ini masih spekulasi saya), apakah murni hanya tidak ada apa2 lagi... ini yg saya ragukan.Tujuan 'murni tidak ada apa2 lagi' ini Bro tesla dapat dari mana?
dalam sutta banyak digunakan kata "seseorang". seseorang pergi, seseorang menjadi dingin, seseorang melekat pada kesadaran, bentukan mental, dll... kalau tidak salah ingat di salah satu cerita, Buddha menjawab: kita tidak dapat mendeskripsikan orang yg telah pergi, orang tsb telah meninggalkan dunia, shg segala cara di dunia tidak bisa dipakai utk menjelaskannya (mungkin bro Kainyn tau suttanya?)Saya pernah baca juga, tapi tidak ingat di mana.
imho hal ini tidak sesederhana tidak ada.Tentu saja tidak sesederhana 'tidak ada'.
oke, bukan harus berhenti, namun demi kepentingan apa?Kalau ditanya ke saya, saya tidak akan bilang harus atau bukan harus, ataupun mengatakan penting/tidak. Silahkan diselidiki sendiri tentang kemelekatan tersebut, apakah membuat menyenangkan atau bikin menderita. Setelah itu bisa didiskusikan lagi, lalu diselidik lagi, dan begitu seterusnya. Jadi sebaiknya tidak melakukan sesuatu berdasarkan 'kesimpulan' orang lain, tetapi melakukan sesuatu karena kita memahaminya.
tentu harus ada subjek nya di sini kan? lalu siapa yg "menyadari", "melekat", dll...Subjeknya adalah bathin itu sendiri. Yang mengetahui adalah kesadaran.
Maksudnya prosesnya berubah, dari menderita, berhenti menjadi tidak menderita; bathin dari ada, hilang menjadi tidak ada, begitu?label "nihilisme" tidak penting. point saya, mungkin hanya berlaku bagi saya, dg demikian pencerahan menjadi tidak berarti, jika pencerahan adalah batin yg menderita, maka kemudian batin itu hilang. mungkin nilai pencerahan itu hanya berlaku ketika seorang arahat masih hidup, di sana masih ada batin yg bebas .benarkah?
Memang bisa juga seperti itu. Tetapi di mana sisi 'nihilisme'-nya?
Tujuan 'murni tidak ada apa2 lagi' ini Bro tesla dapat dari mana?berangkat dari karena kesimpulan bahwa "tidak ada diri", jadi pada hakikatnya tidak ada yg tercerahkan bukan?
Saya pernah baca juga, tapi tidak ingat di mana.
Kalau kita bisa sepakat pada istilahnya, maka tidak akan 'salah sambung'. Jadi kembali lagi misalnya ke perasaan, pertama kali bedah mayat, seorang calon dokter merasa takut. Setelah terbiasa, perasaan itu hilang. Lalu apakah bisa dibilang subjeknya hilang?bagi saya, yah dokter itu subjeknya. apakah dokter itu tidak ada? inilah yg jadi perbedaan pendapat kita paling mendasar. termasuk pada arti yg sebenarnya/hakekatnya/paramattha dokter itu ada. tesla itu ada. Kainyn itu ada. itu pendapat saya.
label "nihilisme" tidak penting. point saya, mungkin hanya berlaku bagi saya, dg demikian pencerahan menjadi tidak berarti, jika pencerahan adalah batin yg menderita, maka kemudian batin itu hilang. mungkin nilai pencerahan itu hanya berlaku ketika seorang arahat masih hidup, di sana masih ada batin yg bebas .benarkah?Oh, maksudnya bro tesla, tadinya bathin ada dan merasakan penderitaan. Kemudian setelah penderitaan hilang, bathin juga hilang. Jadi yang mengalami pencerahan sebetulnya hanya sebatas bathin tanpa penderitaan, yaitu para Arahat yang belum parinibbana. Begitu bukan?
berangkat dari karena kesimpulan bahwa "tidak ada diri", jadi pada hakikatnya tidak ada yg tercerahkan bukan?Diri yang mana yang dimaksud? Atta yang abadi, ataukah diri sebagai kumpulan panca khanda?
hanya semua pancakandha ini hancur... termasuk batin (kesadaran dkk)Ya, menurut saya begitu.
hanya proses yg berhenti... begitukah?
bagi saya, yah dokter itu subjeknya. apakah dokter itu tidak ada? inilah yg jadi perbedaan pendapat kita paling mendasar. termasuk pada arti yg sebenarnya/hakekatnya/paramattha dokter itu ada. tesla itu ada. Kainyn itu ada. itu pendapat saya.OK, jadi maksudnya tentang hakikat ada/tidaknya itu. Saya masih belum mengerti maksud bro tesla, jadi saya tanya lagi. Tesla/Kainyn/Bedu/dll itu bisa disebut ada (menurut bro tesla) jika memenuhi kriteria apa saja?
OK, jadi maksudnya tentang hakikat ada/tidaknya itu. Saya masih belum mengerti maksud bro tesla, jadi saya tanya lagi. Tesla/Kainyn/Bedu/dll itu bisa disebut ada (menurut bro tesla) jika memenuhi kriteria apa saja?
imho, tesla, kainyn, bedu, dll semua ada. kita tau kita ada, bukan tidak ada. ini bukan tentang tubuh & batin. ini bukan tentang komposisi, hanya sebatas kita ada, nyata, dan terus mengalami (experience).Ya, dari sisi ini, kita semua ada.
diri/ego/self/atta adalah wujud kemelekatan dimana kita ingin membedakan, memecah, menandakan, dll agar kita punya pegangan "jati diri", agar kita dapat menyebut "ini aku". lihat bagaimana anatta ter-slip dari permasalahan kemelekatan thd menjadi permasalahan komposisi.Ya, antara ego/kemelekatan memang bukan masalah komposisi, jadi tidak nyambung dengan anatta, menurut saya. Misalnya saya suka makanan begini, tesla suka yang begitu, itu adalah 'ego' masing-masing.
mengapa kita terus melihat dari segi komposisi? mengapa pandangan tentang diri terus muncul? apakah aku, aku ada, aku tidak ada, semua ini adalah tentang pencarian jati diri. jika aku ada, pertanyaannya adalah apakah aku... ini sudah natural, saya akui inipun adalah pencarian jati diri, mencari sesuatu utk dipegang.Ini juga masih belum menyentuh 'anatta'. Dengan pandangan ada atau tidak ada aku, atau yang tidak berpandangan apa-apa, tetap saja kita semua juga punya kecenderungan masing-masing. Apa yang kita lihat sebagai ideal dari diri kita, maka kita sebut jati diri.
itu baru atta yg sebagai ego yah? bagaimana dg atta sbg jiwa yg kekal... lihat, bukankah ini pencarian jati diri lagi? bahkan kesimpulan "tidak ada jiwa yg kekal" (maaf) adalah rasa terpojok dari pencarian jati diri, tidak ada lagi yg bisa dipegang. pencarian jati diri tetap berlangsung bukan, walau jawabannya adalah tidak ada. ketika kemelekatannya berakhir, keinginan utk mencari jati diri ini berakhir, seseorang (arahat) tidak lenyap, hanya pencariannya berakhir, ia tidak berpandangan aku ada, aku tidak ada, aku adalah ini, dst... (setelah badan & batin terakhirnya hancur, ia tidak mengambil wujud baru --- utk apa juga)Ya, betul. Dalam hal ini, seperti yang saya bilang, atta-nya seseorang berwujud 'anatta'. Kalau untuk bagian Arahat yang parinibbana, itu sudah tidak bisa kita konsepkan lagi karena juga tidak ada tolok ukur yang tepat untuk dibandingkan. Kalau dibilang ada, dari sudut pandang tertentu ada. Dibilang tidak ada, juga benar dari sudut pandang lainnya.
ya, ternyata suttanya sudah saya temukan... di DC juga
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=18145.msg313405#msg313405
tapi ada pula istilah "bagaikan samudra" di sutta ini hahaha... okelah, tidak begitu penting
Dear all,
Kelihatan njelimet banget ya anatta dari dulu ^-^
Kalau Sang Buddha pernah kasih tau gue begini :
Bond : Sang Bhagava, mengapa saat itu Sang Tathagata tidak menjawab mengenai ada dan tiada dst dan hanya mengatakan semua anatta titik.
Sang Buddha : Gue diam aja, lu orang bingung. Apalagi gue jelasin lebih detil. pikiran kalian akan lebih lincah berkembang tentang anatta.
Bond : (dalam hati nih Sang Buddha gaul juga ^-^) Jadi gimana dong solusinya Guru yang Maha Suci ?
Sang Buddha : Sana vipasanna dulu nanti balik lagi kalo uda mengalami sesuatu. Kata kunci pada upadana nanti ketahuan apa yang dimaksud anatta..
Bond : Ama Bhante.
:o ???
Metta.
sehubungan dengan "bagaikan samudra" penerjemah menambahkan catatan kaki sebagai berikut
723) Paragraf ini harus dihubungakan dengan perumpamaan padamnya api. Seperti halnya padamnya api tidak dapat digambarkan sebagai pergi ke arah manapun, demikian pula Sang Tathāgata yang telah mencapai Nibbāna akhir tidak dapat digambarkan dalam hal empat alternatif. Perumpaan itu hanya berkaitan dengan legitimasi penggunaan konseptual dan bahasa dan bukan dimaksudkan untuk menyiratkan, seperti yang dianut oleh beberapa terpelajar, bahwa Sang” Tathāgata mencapai suatu pencerapan mistis dalam Yang Mutlak. Kata-kata “dalam, tidak terbatas, sulit diukur” menunjukkan dimensi transenden dari kebebasan yang dicapai oleh Yang Sempurna, ketidak-terjangkauannya oleh pikiran yang berkeliaran.
Sepertinya bahwa pada titik ini dalam percakapan itu, Sang Buddha menggunakan perumpamaan untuk menyampaikan apa yang tidak dapat disampaikan oleh konsep-konsep. Kedua perumpamaan – padamnya api dan samudera dalam – dengan sendirinya membentuk ketegangan dialektika, dan dengan demikian keduanya harus diperhitungkan untuk menghindari pandangan-pandangan satu sisi. Perumpamaan padamnya api, secara berdiri sendiri, berbelok ke arah pemadaman total, dan dengan demikian harus diimbangi dengan perumpamaan samudera; Perumpamaan samudera, secara berdiri sendiri, menyiratkan beberapa modus penjelmaan abadi, dan dengan demikian harus diimbangi dengan perumpamaan padamnya api. Selanjutnya, kebenaran terletak di tengah-tengah yang melampaui kedua ekstrim yang tidak dapat dipertahankan.
Bro Indra yang baik, postingan yang sangat baik, yang menjelaskan inti persoalan: yaitu apakah yang terjadi setelah Parinibbana? Saya kira hal itu berada diluar jangkauan kita, sehingga mengatakan setelah Parinibbana Sang Tathagata ada, tidak ada, ada dan tidak ada dsbnya, menjadi tidak relevan (hanya bentuk spekulasi belaka).
Yang pasti terjadi setelah Parinibbana, mengikuti kaidah sebab-akibat/ sebab musabab yang saling bergantungan, yaitu:
Oleh karena Sang Buddha dan Arahat tidak membentuk kondisi-kondisi baru sebagai sebab, maka tak ada kondisi penjelmaan kembali sebagai akibat.
Inilah yang pasti terjadi setelah Parinibbana.
Selesai !, tamat !, habis !, berakhir !, padam !, tidak ada lagi !,
mana lebih tepat ya ???
Bila menurut anda dalam diri mahluk ada yang lain, selain pancakhandha, buktikan saja berikan referensinya, mudah kan...?
yg membahas soal mahkluk adalah anda fabian c.
anda bilang yg disebut mahkluk adalah panca kandha
saya koreksi, yg disebut di mana ada kemelekatan thd panca kandha, ia disebut mahkluk
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=17773.0;message=293759
8. Buddha
7. “Aku akan mengajarkan engkau secara berurutan sebagaimana adanya,
Vāseṭṭha,” Sang Bhagavā berkata,
“Pengelompokan umum makhluk-makhluk hidup;
Karena banyak jenis kelahiran.
8. Pertama-tama ketahuilah rumput dan pepohonan:
Walaupun tidak memiliki kesadaran-diri,
Kelahirannya adalah tanda khususnya;
Karena banyak jenis kelahiran.
10. Kemudian ketahuilah jenis-jenis binatang kaki empat
[dari berbagai jenisnya] baik kecil maupun besar:
Kelahirannya adalah tanda khususnya;
Karena banyak jenis kelahiran.
14. “Sementara dalam kelahiran-kelahiran ini perbedaan-perbedaan
Kelahiran menjadi tanda khususnya,
Pada manusia tidak ada perbedaan kelahiran
Yang menjadi tanda khususnya.
18. Pada tubuh manusia
Tidak ada tanda khusus dapat ditemukan
Perbedaan di antara manusia
Hanyalah sebutan verbal
yg membahas soal mahkluk adalah anda fabian c.
anda bilang yg disebut mahkluk adalah panca kandha
saya koreksi, yg disebut di mana ada kemelekatan thd panca kandha, ia disebut mahkluk
Boleh ikutan nyumbang dikit…
Dalam Vāseṭṭha sutta MN.98 Sang Buddha membedakan mahkluk menjadi 3 jenis, Tumbuhan, Binatang dan Manusia, oleh sebab itu Bhikkhu dilarang menebang pohon salah satu alasan adalah tumbuhan juga merupakan mahkluk hidup. Demikian juga termasuk membunuh binatang apalagi manusia berarti melakukan pelanggaran pembunuhan. Termasuk adanya masa vassa juga salah satu alasan untuk melindungi rumputan/tumbuhan yang sedang tunas, karena setiap masa hujan adalah masa tumbuh2an untuk tunas.
‘‘Tesaṃ vo ahaṃ byakkhissaṃ, (vāseṭṭhāti bhagavā)
Anupubbaṃ yathātathaṃ;
Jātivibhaṅgaṃ pāṇānaṃ, aññamaññāhi jātiyo.
(The Blessed One said:
Vāseṭṭha, I will tell you step by step how it happens,
The classification of living things in this and other births.)
‘‘Tiṇarukkhepi jānātha, na cāpi paṭijānare;
Liṅgaṃ jātimayaṃ tesaṃ, aññamaññā hi jātiyo.
(Look at the grass and trees, although they are not aware,
This and the other have attributes peculiar to their births.)
‘‘Catuppadepi jānātha, khuddake ca mahallake;
Liṅgaṃ jātimayaṃ tesaṃ, aññamaññā hi jātiyo.
(Look at the animals small and large
They have attributes peculiar to their births.)
‘‘Yathā etāsu jātīsu, liṅgaṃ jātimayaṃ puthu;
Evaṃ natthi manussesu, liṅgaṃ jātimayaṃ puthu.
(Although these have various attributes, at birth,
In humans various attributes are not evident at birth.)
‘‘Paccattañca sarīresu [paccattaṃ sasarīresu (sī. pī.)], manussesvetaṃ na vijjati;
Vokārañca manussesu, samaññāya pavuccati.
(In the individual bodies of humans, these are not evident,
They are designated by the activities of humans.)
mettacittena,
‘‘Tesaṃ vo ahaṃ byakkhissaṃ, (vāseṭṭhāti bhagavā)
Anupubbaṃ yathātathaṃ;
Jātivibhaṅgaṃ pāṇānaṃ, aññamaññāhi jātiyo.
(The Blessed One said:
Vāseṭṭha, I will tell you step by step how it happens,
The classification of living things in this and other births.)
tumbuhan/tanaman bukan mahluk hidup tapi benda hidupQuote
‘‘Tesaṃ vo ahaṃ byakkhissaṃ, (vāseṭṭhāti bhagavā)
Anupubbaṃ yathātathaṃ;
Jātivibhaṅgaṃ pāṇānaṃ, aññamaññāhi jātiyo.
(The Blessed One said:
Vāseṭṭha, I will tell you step by step how it happens,
The classification of living things in this and other births.)
maaf, saya tidak paham Pali, tapi dari englishnya IMO living things=benda-benda hidup yg tidak sama dengan makhluk hidup yg biasanya menggunakan kata "living beings"
maaf, saya tidak paham Pali, tapi dari englishnya IMO living things=benda-benda hidup yg tidak sama dengan makhluk hidup yg biasanya menggunakan kata "living beings"
bro Adi Lim & batara Indra, ini sy carikan artinya kata demi kata, lalu sy ketemu di hal.451, bhw mahkluk hidup pun disebut sbg pāṇānaṃ.
‘‘Tesaṃ vo ahaṃ byakkhissaṃ, (vāseṭṭhāti bhagavā)
Anupubbaṃ (gradual) yathātathaṃ (according to truth);
Jātivibhaṅgaṃ (Jāti= birth, vibhaṅgaṃ=classification) pāṇānaṃ (breathing, usually a living being endowed with the breath of life, p.451), aññamaññāhi (identical) jātiyo (birth).
mettacittena,
ini menimbulkan implikasi yg cukup serius, karena selama ini sebagian besar buddhist tidak menganggap tumbuhan sebagai makhluk. sekarang, apakah tumbuhan juga terpengaruh oleh hukum karma? apakah tumbuhan juga mengalami kelahiran kembali? di manakah tumbuhan ini berada dalam 31 alam?
tentu saja, jika kriterianya hanya pada "bernafas" saya setuju bahwa tumbuhan juga bernafas. tetapi sekadar bernafas tidak cukup untuk mengidentifikasi tumbuhan sebagai makhluk hidup
kalau lihat di Pali Text Society diterjemahkan sbg:
Vibhanga [vi+bhanga, of bhaj1] distribution, division, distinction, classification Vin i.359; Sn 600 (jāti˚ classification of species; expld as jāti-- vitthāra at SnA 464); J
kalau lihat suggest nya sih species (one of the basic units of biological classification and a taxonomic rank), yg mana adalah kosa kata sangat "ilmiah" lho... mengejutkan, mungkin di zaman Buddha sudah ada ilmu science yg cukup berkembang...
pananam = sesuatu yg bernafas... <--- ini juga patokan objek dari sila pertama kan? ;) kalau di terjemahkan ke bahasa Indonesia emg repot, akhirnya disamakan aja dengan mahkluk hidup... OOT dulu: jadi tumbuhan termasuk salah satu objek "pananam" ya? :o
jangan lupa bro, Taxila adalah Universitas terkemuka dijaman Sang Buddha, termasuk semua Science sudah ada dijaman itu. Plato pun malah lebih awal lahirnya dibanding Sang Buddha. bahkan Universitas Nalanda yg juga seumuran dg Taxila itupun memiliki perpustakaan yang maha luas, sehingga ketika buku2 nya ditumpuk untuk dibakar, baru padam dengan sendirinya setelah 3 tahun, hanya buku2 saja lo bro. betapa luar biasanya kemajuan science dikala itu.Plato tidak lebih awal dari Sang Buddha.
anda rupanya sepaham dengan saya bro,karena kurangnya kosa kata kita baik English maupun bahasa Indonesia, sepertinya sulit utk mencari padanan kata dari kosakata Pali :| sepertinya utk melengkapi sila pertama, para upasaka & upasika jg jgn merusak hidupnya tanaman --- kayanya ini sudah nature umat Buddhist, jadi ga begitu masalah, bukan menyombong (tapi emg sombong dari sananya) hehehe...
Vibhanga [vi+bhanga, of bhaj1] distribution, division, distinction, classification Vin i.359; Sn 600 (jāti˚ classification of species; expld as jāti-- vitthāra at SnA 464); J
dan kata pāṇānaṃ (breathing, usually a living being endowed with the breath of life, p.451) sama2 menunjukkan living beings khan bro...
nah maka dari itu saya juga menanyakan ke forum dg menyajikan cuplikan Vāseṭṭha sutta MN.98 karena ingin mendapatkan lebih mendalam diskusi ttg mahkluk.
mettacittena,
iya bro, Sang Buddha menetapkan dalam Vinaya tentang masa Vassa tentu tidak didasarkan keputusan main2 lah, untuk menjaga dari hancurnya tunas2 rumput dan tanaman lainnya karena termasuk mahkluk hidup...
saya sendiri ingin tahu lebih lanjut pandangan dari member, maka dari itu saya melempar hal ini di forum, silahkan di diskusikan...
mettacittena,
iya bro, Sang Buddha menetapkan dalam Vinaya tentang masa Vassa tentu tidak didasarkan keputusan main2 lah, untuk menjaga dari hancurnya tunas2 rumput dan tanaman lainnya karena termasuk mahkluk hidup...
saya sendiri ingin tahu lebih lanjut pandangan dari member, maka dari itu saya melempar hal ini di forum, silahkan di diskusikan...
mettacittena,
untuk menjaga dari hancurnya tunas dan rumput karena termasuk makhluk hidup? apakah tunas dan rumput ini hanya tumbuh pada masa vassa? atau apakah di luar masa vassa para bhikkhu boleh membunuh makhluk hidup tunas dan rumput?
cmiiw, ini bukan berlaku bagi bhikkhu saja, tapi bagi upasaka/upasika... kita teliti ya:
Pānātipātā veramanī sikkhāpadam samādiyāmi
Pānātipātā
pana = Skt. [Sanskrit] prana - life breath
ati + pat = attack
pat from patati - to fly, to fall. (From this, Latin praepes - quick, peto - to go for, impetus, attack, etc.) To fall, jump, fall down on.
Panatipata = to cause prana to fall; to attack life breath.
dari object nya kategorinya adalah nafas (sesuatu yg bernafas). jadi berdasarkan Vasettha Sutta, ketika kitamembunuhmengakhiri nafas (respirasi) pada tanaman, ini termasuk Panatipata.
imho, tunas yg baru tumbuh kalau dilalui (diinjak) dapat mati, jadi dihindari, termasuk pada masa di luar vassa. kalau tidak salah vassa ini musim hujan ya? jadi pada zaman itu, tunas2 baru byk yg muncul. kalau zaman ini sih musim dah ga jelas.
yg membahas soal mahkluk adalah anda fabian c.Samaneri Panna, menurut saya, Vasettha Sutta tidak membahas 'makhluk hidup'-nya, tetapi atribut atau ciri-ciri yang ada sewaktu lahir. Jadi rumput dan tumbuhan, walaupun tidak memiliki kesadaran, tapi setiap tumbuhan sejenis memiliki atribut dan ciri yang sama. Kita menyebutnya "tumbuhan" karena atribut tersebut. Demikian pula halnya dengan binatang.
anda bilang yg disebut mahkluk adalah panca kandha
saya koreksi, yg disebut di mana ada kemelekatan thd panca kandha, ia disebut mahkluk
Boleh ikutan nyumbang dikit…
Dalam Vāseṭṭha sutta MN.98 Sang Buddha membedakan mahkluk menjadi 3 jenis, Tumbuhan, Binatang dan Manusia, oleh sebab itu Bhikkhu dilarang menebang pohon salah satu alasan adalah tumbuhan juga merupakan mahkluk hidup. Demikian juga termasuk membunuh binatang apalagi manusia berarti melakukan pelanggaran pembunuhan. Termasuk adanya masa vassa juga salah satu alasan untuk melindungi rumputan/tumbuhan yang sedang tunas, karena setiap masa hujan adalah masa tumbuh2an untuk tunas.
‘‘Tesaṃ vo ahaṃ byakkhissaṃ, (vāseṭṭhāti bhagavā)
Anupubbaṃ yathātathaṃ;
Jātivibhaṅgaṃ pāṇānaṃ, aññamaññāhi jātiyo.
(The Blessed One said:
Vāseṭṭha, I will tell you step by step how it happens,
The classification of living things in this and other births.)
‘‘Tiṇarukkhepi jānātha, na cāpi paṭijānare;
Liṅgaṃ jātimayaṃ tesaṃ, aññamaññā hi jātiyo.
(Look at the grass and trees, although they are not aware,
This and the other have attributes peculiar to their births.)
‘‘Catuppadepi jānātha, khuddake ca mahallake;
Liṅgaṃ jātimayaṃ tesaṃ, aññamaññā hi jātiyo.
(Look at the animals small and large
They have attributes peculiar to their births.)
‘‘Yathā etāsu jātīsu, liṅgaṃ jātimayaṃ puthu;
Evaṃ natthi manussesu, liṅgaṃ jātimayaṃ puthu.
(Although these have various attributes, at birth,
In humans various attributes are not evident at birth.)
‘‘Paccattañca sarīresu [paccattaṃ sasarīresu (sī. pī.)], manussesvetaṃ na vijjati;
Vokārañca manussesu, samaññāya pavuccati.
(In the individual bodies of humans, these are not evident,
They are designated by the activities of humans.)
mettacittena,
topik ini bisa berkembang menjadi tidak terkendali. dengan perkembangan terakhir ini, diskusi akan merembet pada apakah mata pencarian benar dalam buddhism? apakah bercocok tanam/bertani adalah mata pencarian benar? (apakah melakukan pelanggaran?) karena pasti melibatkan pembunuhan. apakah tukang membangun rumah juga melakukan pembunuhan? dan banyak lagi lainnya.
tapi perkembangan topik ini juga tidak menyalahi topik utama yaitu "pertanyaan kritis ..." jadi sepertinya boleh dilanjutkan.
Boleh ikut nimbrung bahas Anatta? IMHO, Anatta LEBIH BENAR dibandingkan Atta, namun kalau kita melekat pada Anatta, ya jelas salah jadinya.
Kalau tak salah Kainyn pernah mengatakannya walau dalam bahasa yang sedikit berbeda. Saya pribadi kalau meditasi biasanya setelah memahami anatta kemudian melanjutkannya dengan kontemplasi bahwa sesungguhnya saya tidak berbeda dengan orang lain hanya saja orang lain masih melekat pada pandangan salah atta,
jadi tugas saya hanya mendorong orang lain terbebas dari pandangan salah atta dengan semangat metta karuna. Itulah yang disebut 'penyelamatan'.
Sebenarnya mereka sendiri yang membebaskan diri mereka sendiri. Bukan kita yang membebaskan mereka. Kita hanya mendorong mereka ke arah pembebasan itu. Yang harus diingat adalah sebelum kita mengetahui Buddha Dharma, kita dulu sama dengan mereka, melekat pada pandangan salah atta yang membuat seseorang MENDERITA. Tugas kita hanyalah 'sadar' dan 'menyadarkan' saja. Namun setelah 'sadar' kita harus melepaskan 'perahu' anatta, menuju tahap berikutnya. Tahap berikutnya itu IMHO ya semangat Bodhisattva: membebaskan/menyadarkan banyak orang dengan semangat metta karuna. Menurut saya itulah SPIRIT sejati Buddhisme.
Mungkin saya boleh tambahkan: tilakkhana (dukkha, anatta, anicca) adalah 'benar' namun bukan sebuah 'kebenaran' yang harus dilekati, tapi sebaliknya kita hanya berusaha memahaminya lalu kita berusaha 'terbebaskan' dari pengaruh dukkha.
Jadi, IMHO, tilakkhana hanyalah sarana untuk mencapai tahap/tujuan berikutnya. IMHO, kalau kita melekat pada anatta, bukan tak mungkin kita akan jatuh dalam pandangan salah nihilis yang menjadi lawan pandangan eternalis (yang biasanya dimiliki oleh orang yang terjebak dalam pandangan salah atta).
Jadi agar tidak jatuh ke pandangan salah lainnya, kita harus melangkah ke tahap berikutnya yaitu semangat Bodhisattva. Dalam Zen, hal ini sederhana, cukup kita selalu menjaga pikiran kita sendiri agar tenang, dan saya menyaksikan sendiri bagaimana pikiran, ucapan, tindakan saya yang tenang bisa mengubah orang-orang di sekitar saya ke arah yang lebih baik. Dan kemudian orang yang semula tak tertarik agama Buddha atau meditasi menjadi tertarik mempelajarinya.
_/\_
topik ini bisa berkembang menjadi tidak terkendali. dengan perkembangan terakhir ini, diskusi akan merembet pada apakah mata pencarian benar dalam buddhism? apakah bercocok tanam/bertani adalah mata pencarian benar? (apakah melakukan pelanggaran?) karena pasti melibatkan pembunuhan. apakah tukang membangun rumah juga melakukan pembunuhan? dan banyak lagi lainnya.
tapi perkembangan topik ini juga tidak menyalahi topik utama yaitu "pertanyaan kritis ..." jadi sepertinya boleh dilanjutkan.
Samaneri Panna, menurut saya, Vasettha Sutta tidak membahas 'makhluk hidup'-nya, tetapi atribut atau ciri-ciri yang ada sewaktu lahir. Jadi rumput dan tumbuhan, walaupun tidak memiliki kesadaran, tapi setiap tumbuhan sejenis memiliki atribut dan ciri yang sama. Kita menyebutnya "tumbuhan" karena atribut tersebut. Demikian pula halnya dengan binatang.ya, jati+vibhaga memang klasifikasi kelahiran, tp kalimatnya adalah: Jātivibhaṅgaṃ pāṇānaṃ.
ya, jati+vibhaga memang klasifikasi kelahiran, tp kalimatnya adalah: Jātivibhaṅgaṃ pāṇānaṃ.OK, ini juga sesuatu yang menarik. Kalau memang pembunuhan itu hanya dilihat dari nafas, berarti aborsi pada saat janin belum membentuk paru-paru juga bukan pembunuhan.
kalau ditranslatekan secara lurus: klasifikasi kelahiran pada sesuatu-yg-bernafas.
kita kesampingkan dulu kata "mahkluk", krn emg kata "satta" tidak ada di sutta ini. masalahnya adalah pada sila pertama juga menggunakan kata: Pānātipātā veramanī sikkhāpadam samādiyāmi, merujuk pada objek yg sama, nafas, disini pun tidak digunakan kata mahkluk/satta.
OK, ini juga sesuatu yang menarik. Kalau memang pembunuhan itu hanya dilihat dari nafas, berarti aborsi pada saat janin belum membentuk paru-paru juga bukan pembunuhan.tidak juga, kenyataannya tumbuhan juga tidak memiliki paru-paru, tetapi dikategorikan sbg "pananam" (breathing, bagaimana orang dulu bisa tau kalau tanaman membutuhkan gas ya?). disini yg menarik kalau mau ditarik garis kesimpulan ya memang seperti pada umumnya, pananam ada 3: tumbuhan, hewan, manusia. pada janin, perpindahan gas (oksigen) dan makanan terjadi melalui placenta, ini terjadi sebelum paru2 ada. jadi sila pertama ya sama pada pengertian umumnya, menghindari membunuh tanaman, tumbuhan dan manusia
Kalau saya pribadi menganggap sila 1 itu hanyalah pembunuhan secara umum saja. Kalau mau sampai ke arah ilmiah, nanti kita bahas proses anaerobik juga, malah tambah rumit.
Bro Sutarman yang baik, Anatta bukan benar atau tidak benar, anatta adalah kebenaran absolut. Anatta untuk diselami (dialami) bukan untuk dihafalkan. Adalah tidak tepat mengatakan seseorang yang telah menyelami anatta melekat pada anatta. Hanya orang yang belum pernah mengalami anatta, yang mengerti hanya sebatas konsep, yang terjebak melekat pada konsep anatta.
Sama tidak tepatnya mengatakan seseorang yang telah tahu 7 X 5 = 35 lalu melekat pada 35. Atau seseorang yang telah tahu bila menampar seseorang akan balas ditampar lalu dikatakan melekat pada hal itu.
Anatta adalah kebenaran absolut, pengetahuan mengenai anatta yang sesungguhnya timbul dari mengalami sendiri, bukan dengan berspekulasi mengenai hal itu. Bila kita sendiri belum mengalami anatta maka pengetahuan kita hanya sebatas spekulasi belaka.
Menyelami anatta hanya didapat pada waktu kita bermeditasi Vipassana, bukan didapat sebelum meditasi Vipassana, dan pengalaman anatta juga tak bisa di dapat dengan meditasi cara lain selain Vipassana.
Mengetahui bahwa pengalaman yang kita dapatkan dalam meditasi adalah pengalaman anatta didapat setelah selesai bermeditasi Vipassana, kemudian menganalisa pengalaman-pengalaman yang telah dialami tanpa berusaha menghubung-hubungkan dengan pengetahuan teori anatta.
Pengetahuan/pengalaman anatta didapat dengan meditasi Vipassana, bukan dengan semangat metta karuna. Agar orang lain dapat menyelami anatta hanya orang itu sendiri yang mampu melihatnya, guru hanya bisa mengarahkan dengan meditasi Vipassana/Satipatthana.
Membaca sejuta buku mengenai anatta dan mendengar segala hal mengenai anatta dari sejuta guru tidak membuat seseorang menyelami anatta, seperti perumpamaan orang yang berusaha menyelami rasa buah apricot dengan membaca jutaan buku mengenai rasa buah apricot.
Hanya mengalami sendiri yang membuat seseorang mengerti dengan jelas rasa apricot, demikian juga dengan anatta.
Anatta bukan "perahu teori" anatta adalah pengetahuan langsung. Orang yang "sadar" (mengalami langsung anatta) otomatis terbebas dari pandangan salah mengenai "atta" maupun pandangan salah mengenai "anatta".
.
Sekali lagi untuk menyelami tilakkhana harus dialami, bukan cuma sekedar dipahami secara teori.
Melekat pada konsep anatta hanya dialami oleh mereka yang belum pernah mengalami anatta. Bagi yang telah mengalami, secara otomatis tidak melekat. Karena pengetahuan yang sesungguhnya telah dialaminya.
Untuk menenangkan pikiran tak perlu memiliki semangat Bodhisattva, setiap orang bisa melatihnya.
Mettacittena,
tidak juga, kenyataannya tumbuhan juga tidak memiliki paru-paru, tetapi dikategorikan sbg "pananam" (breathing, bagaimana orang dulu bisa tau kalau tanaman membutuhkan gas ya?). disini yg menarik kalau mau ditarik garis kesimpulan ya memang seperti pada umumnya, pananam ada 3: tumbuhan, hewan, manusia. pada janin, perpindahan gas (oksigen) dan makanan terjadi melalui placenta, ini terjadi sebelum paru2 ada. jadi sila pertama ya sama pada pengertian umumnya, menghindari membunuh tanaman, tumbuhan dan manusiaKalau menurut bro tesla, sementara tumbuhan, binatang dan manusia sama-sama bernafas (pananam), mengapa dalam sila petapa, pembunuhan dan perusakan tanaman dipisahkan?
ya, jati+vibhaga memang klasifikasi kelahiran, tp kalimatnya adalah: Jātivibhaṅgaṃ pāṇānaṃ.
kalau ditranslatekan secara lurus: klasifikasi kelahiran pada sesuatu-yg-bernafas.
kita kesampingkan dulu kata "mahkluk", krn emg kata "satta" tidak ada di sutta ini. masalahnya adalah pada sila pertama juga menggunakan kata: Pānātipātā veramanī sikkhāpadam samādiyāmi, merujuk pada objek yg sama, nafas, disini pun tidak digunakan kata mahkluk/satta.
Kalau menurut bro tesla, sementara tumbuhan, binatang dan manusia sama-sama bernafas (pananam), mengapa dalam sila petapa, pembunuhan dan perusakan tanaman dipisahkan?
pengrusakan benih & hasil panen yah...Kalau hanya masalah benih dan panen, sama saja dengan ternak, bukan? Maksudnya tidak perlu mengatakan 'menghindari membunuh ternak/panen' cukup 'menghindari membunuh makhluk' yang tentu sudah mencakup ternak dan panen.
ga tau jg, tp nanya balik, apakah sila yg dijelaskan di awal DN itu tidak ada yg overlapped?Overlap maksudnya berulang dua kali atau lebih? Saya belum sempat teliti satu per satu. Setahu saya juga, kalau sepertinya berulang, mungkin adalah kategori berbeda. Misalnya menerima binatang ada yang untuk diambil produknya (kambing/domba), ada yang untuk dibunuh (babi/unggas) ada yang untuk kendaraan beban (gajah/kuda/sapi). Kesemuanya tidak diterima oleh seorang bhikkhu. Saya menangkapnya begitu.
Teman-teman... setahu saya tumbuhan tidak dianggap sebagai mahluk hidup (teman-teman pakar Abhidhamma bisa lebih jelas menerangkan mengenai hal ini).
Penyebab utama Sang Buddha memberikan peraturan itu karena dicela oleh umat yang berpaham Jaina (kaum Nigantha), yaitu tumbuhan juga dianggap sebagai mahluk hidup.
Jadi memetik atau mematikan tanaman dianggap melukai atau membunuh mahluk hidup.
_/\_
Mungkin kita memang berbeda tradisi dan pengalaman. Saya tak menyalahkan kalau bro Fabian menganggap itu sebagai kebenaran absolut. Namun walaupun itu kebenaran absolut, saya tetap bersikap untuk tidak melekat pada kebenaran absolut tersebut. Karena itulah yang diajarkan dalam Zen untuk tidak melekat pada dualisme. Pengalaman saya dalam bermeditasi atau mengajarkan orang bermeditasi menunjukkan bahwa untuk mencapai ketenangan pikiran, bahkan orang yang masih melekat pada atta (seperti teman saya yang kr****n) pun bisa mencapai ketenangan pikiran, hanya saja, menurut pengalaman saya, ketenangan pikiran itu tidak berlangsung lama dan terus menerus namun hanya sebentar dan tidak kontinu. Sedangkan dalam Zen, ketenangan pikiran itu dijaga dalam setiap hembusan dan tarikan nafas, jadi bukan waktu meditasi saja. Tapi ini mungkin karena kita beda tradisi dan pengalaman saja.
Mungkin tidak tepat kalau disamakan dengan matematika. Mungkin kisah Zen mengenai Shenhui yang diketok kepalanya oleh Master Huineng dapat menjelaskan dengan tepat mengenai atta dan anatta ini. Tapi saya tidak berani memastikan apakah bro menyetujui pemikiran Master Zen Huineng itu atau tidak, karena sekali lagi, kita berbeda tradisi.
Sekali lagi mungkin karena kita berbeda tradisi bahkan dalam meditasi.
Sekali lagi mungkin kita memang berbeda tradisi. Saya tak menyalahkan kalau bro punya pandangan seperti itu.
Mungkin Bro salah mengerti, ketenangan pikiran adalah semacam syarat mendasar bukan hanya dalam meditasi namun dalam aktivitas sehari-hari, Zen sangat serius untuk hal ini, inilah yang disebut sebagai mindfulness / eling/ sadar setiap saat.
Dan semangat Bodhisattva yang mendorong orang lain untuk bebas dari atta memang membutuhkan ketenangan pikiran.
Sama seperti perumpamaan yang diberikan Buddha bahwa gajah liar hanya bisa dijinakkan oleh gajah jinak. Bagaimana mungkin kita bisa mendamaikan dunia yang tidak tenang ini, penuh dengan kemarahan, kebencian, ketakutan, kalau pikiran kita sendiri tidak tenang? Dan saya yakin satu tindakan lebih berarti dari sejuta ucapan. Tindakan yang tenang yang dihasilkan dari pikiran yang tenang adalah lebih ampuh dibandingkan kata-kata, bahasa, ucapan, ceramah nasihat dll yang semuanya dikeluarkan oleh mulut kita. Dan benar sekali semua orang bisa melatih pikiran tenang, yang menjadi pertanyaan besar adalah APAKAH SETIAP SAAT dia melatihnya atau hanya saat meditasi saja?
Apakah dia menjadikannya sebagai konsep dan teori saja atau menerapkannya dalam praktik sehari-hari khususnya ketika berhubungan dengan orang lain? Zen sangat menekankan pentingnya mindfulness bahkan dalam setiap langkah kaki yang kita ambil. Pikiran yang tenang dan fokus setiap saat, sepanjang pengalaman hidup saya, bisa menjaga agar kita selalu sadar, dan kalau kita selalu sadar setiap saat maka, menurut tradisi Zen, kita sudah tak berbeda dengan Buddha dan para Patriak.
Manusia biasanya hangat-hangat tahi ayam, manusia tak bisa mempertahankan level kesadarannya dalam jangka waktu yang lama dan terus menerus karena pikiran tak bisa selalu tenang namun malah terseret mengikuti gejolak perasaan/emosi. Sedangkan Buddha dapat mempertahankan level kesadarannya dalam setiap detiknya dan dalam setiap detik pikiran Sang Buddha juga sangat tenang dan tak terseret gejolak perasaan/emosi.
Ketenangan pikiran-ucapan-tindakan itulah yang ingin dicapai praktisi Zen. Cita-cita yang mungkin bagi Bro Fabian sangat sepele dan terlalu sederhana, namun itulah Zen. Zen tidak muluk-muluk namun sederhana dan alamiah. Namun walaupun sepele dan sederhana, saya yakin berdasarkan pengalaman hidup saya sendiri, sebagian besar orang tak mampu melaksanakan pikiran-ucapan-tindakan tenang setiap saat dengan baik. Mungkin Bro bisa membaca buku Thich Nhat Hanh yang berjudul 'Miracle of Mindfulness' untuk memahami tradisi meditasi Zen yang unik ini.
_/\_
Benar sekali, sdr. Fabian. Saya pernah membaca di situs Jainisme (lupa alamatnya) bahwa mereka menganggap ajaran Buddha tidak berbelas kasih karena salah satunya adalah masih memperbolehkan memetik/menghancurkan tanaman. Yang lainnya adalah mereka mengganggap ajaran Buddha sebagai akriyavada (tidak percaya pada akibat perbuatan/kamma) karena mengajarkan anatta yang menyatakan tidak ada aku/atman. Penalaran mereka, jika atman tidak ada maka tidak ada yang menerima akibat perbuatan, karena tidak ada yg menerima akibat perbuatan, maka tidak ada akibat perbuatan. Jelas ini pandangan salah terhadap Buddhisme.Bro Seniya yang baik, ini disebabkan mereka masih memiliki pemikiran bahwa karma merupakan hadiah dan hukuman (reward and punishment)
Boleh tahu bro Sutarman mengajarkan meditasinya bagaimana? Bagaimana praktek meditasinya...?
Bagaimana hubungan diketok kepala dengan pengetahuan anatta...? Apakah maksud bro dengan diketok kepalanya pengetahuan anatta jadi muncul...?
Bro Fabian yang baik,
Agar tak terjadi salah paham dan untuk mengerti komentar saya sebelumnya, ada baiknya saya kutip beberapa ‘metode’ meditasi ala Master Zen Thich Nhat Hanh. Catatan: keterangan tambahan dalam ‘tanda kurung ( )’ adalah interpretasi/penafsiran saya pribadi (correct me if I’m wrong).
Dikutip dari Keajaiban Hidup Sadar / The Miracle of Mindfulness halaman 107:
Duduklah dengan posisi teratai atau setengah teratai.
Mulailah mengatur napas.
Renungkanlah hakikat kekosongan (sunyata) dalam perpaduan lima agregat (panca skandha): tubuh, perasaan, persepsi, bentuk-bentuk pikiran, kesadaran.
Amati unsur demi unsur.
Lihat bahwa semuanya bertransformasi, tidak kekal (anitya/anicca) dan tanpa aku (anatta).
Perpaduan lima agregat sama dengan perpaduan semua fenomena yang ada: semuanya patuh pada hukum kesaling-ketergantungan.
Penyatuan dan pemisahan lima agregat sama dengan berkumpul dan lenyapnya awan yang menyelimuti puncak gunung.
Jangan melekat atau menolak lima agregat itu.
Ketahui bahwa perasaan suka dan tidak suka adalah fenomena perpaduan lima agregat.
Lihat dengan jelas bahwa lima agregat tidak memiliki inti (anatta) dan oleh sebab itu kosong (sunya), tetapi mereka ajaib/menakjubkan, sama ajaib/menakjubkan dengan semua fenomena di alam semesta ini.
Cobalah untuk melihat ini dengan merenungkan bahwa ketidakkekalan (anitya/anicca) adalah sebuah konsep, tanpa aku (anatta) adalah sebuah konsep, kekosongan (sunyata) adalah sebuah konsep sehingga Anda tidak akan terpenjara dalam konsep ketidakkekalan (anicca/anitya), tanpa aku (anatta/anatman), dan kekosongan (sunyata).
Anda akan melihat bahwa kekosongan (sunyata) juga kosong (sunya), dan bahwa hakikat sejati kekosongan (sunyata) tidak berbeda dengan hakikat sejati kelima agregat (panca skandha).
Catatan: Latihan ini hanya boleh dilakukan setelah melatih lima latihan sebelumnya. Waktu latihan tergantung masing-masing individu, bisa satu atau dua jam.
Dikutip dari Keajaiban Hidup Sadar / The Miracle of Mindfulness halaman 113:
Duduklah dengan posisi teratai atau setengah teratai.
Amati napas.
Lakukanlah salah satu latihan atas kesaling-ketergantungan: diri Anda sendiri, tulang belulang Anda, atau seseorang yang telah meninggal dunia.
Sadari bahwa segalanya tidak kekal (anitya/anicca) dan tidak memiliki identitas abadi.
Sadari bahwa meskipun segalanya demikian, namun segalanya juga ajaib/menakjubkan.
Anda tidak terikat oleh hal-hal yang berkondisi, Anda juga tidak terikat hal-hal yang tidak berkondisi.
Sadari bahwa para Bodhisattva, meskipun mereka tidak terjebak/terbawa oleh ajaran kesaling-ketergantungan, namun mereka berdiam diri di dalamnya dan tidak tenggelam, seperti sebuah perahu di atas danau.
Renungkanlah bahwa orang-orang yang tercerahkan, meskipun tidak terperangkap oleh kerja melayani makhluk hidup, namun mereka tetap tidak pernah meninggalkan kerja mereka melayani makhluk hidup.
Overlap maksudnya berulang dua kali atau lebih? Saya belum sempat teliti satu per satu. Setahu saya juga, kalau sepertinya berulang, mungkin adalah kategori berbeda. Misalnya menerima binatang ada yang untuk diambil produknya (kambing/domba), ada yang untuk dibunuh (babi/unggas) ada yang untuk kendaraan beban (gajah/kuda/sapi). Kesemuanya tidak diterima oleh seorang bhikkhu. Saya menangkapnya begitu.misalnya ya...
Penalaran mereka, jika atman tidak ada maka tidak ada yang menerima akibat perbuatan, karena tidak ada yg menerima akibat perbuatan, maka tidak ada akibat perbuatan. Jelas ini pandangan salah terhadap Buddhisme.
Bro Sutarman yang baik, kalau boleh tahu metode meditasi sesuai yang diajarkan master Thich Nhat Hanh inikah yang anda ajarkan...?
Meditasi menurut master Thich Nhat Hanh ini memang beda bro, menurut meditasi Theravada, ini bukan meditasi, ini berpikir bro.
Dalam Theravada pada waktu praktek meditasi tidak diajarkan berpikir demikian, karena meditasi Vipassana Theravada diajarkan untuk melepas (tidak memikirkan) konsep bukan menambah konsep seperti yang diajarkan master Thich Nhat Hanh.
Menurut Theravada pengetahuan Anatta dll yang sesungguhnya muncul pada waktu bermeditasi. Pengetahuan anatta bukan muncul karena direnungkan.
Merenungkan bahwa anicca, dukkha, anatta adalah konsep. Pertimbangan supaya tidak terpenjara oleh konsep anicca, dukkha dan anatta akan dengan halus menyebabkan kita masuk dalam konsep juga, yaitu konsep "anicca, dukkha dan anatta bukan konsep". Jadi konsep dalam konsep. Atau konsep mengatasi konsep.
Maaf bro menurut saya (pendapat saya) ini bukan bimbingan meditasi, ini adalah bimbingan filsafat. Meditasi adalah memperhatikan objek, bukan berpikir ngalor-ngidul, walaupun yang dipikirkan adalah Dhamma ajaran Sang Buddha.
Yah mungkin memang beda.
Mettacittena.
misalnya ya...Bagian itu didahului dengan "menghindari/menjauhi mengambil apa yang tidak diberikan", lalu maksud bro tesla, di bawahnya itu adalah "overlapped". Pertama-tama saya singgung dulu bahwa ini masih dalam satu sila, jadi bukan seperti sila 'pembunuhan makhluk' muncul lalu 'pembunuhan' tumbuhan muncul lagi di sila lain.
hidup murni, menerima apa yang diberikan, menunggu apa yang diberikan, tanpa mencuri.
dg 1 baris kalimat ini sebenarnya sudah mencangkup byk yg dibawah2nya. kenapa harus dijabarkan terpisah lagi...
[4] 1.8. ‘“Menghindari pembunuhan, Petapa Gotama berdiam dengan menjauhi9 pembunuhan, tanpa tongkat atau pedang, cermat, penuh belas kasih, bergerak demi kesejahteraan semua makhluk hidup.”
1.10. ‘“Petapa Gotama adalah seorang yang menjauhi merusak benih dan hasil panen.
1.11. ‘“Sementara beberapa petapa dan Brahmana memakan makanan pemberian mereka yang berkeyakinan, cenderung merusak benih-benih itu yang tumbuh dari akar-akar, dari tangkai, dari ruas-ruas, dari irisan, dari biji, Petapa Gotama menghindari perusakan demikian.” Demikianlah orang-orang biasa akan memuji Sang Tathāgata.’ [6]
tidak juga, kenyataannya tumbuhan juga tidak memiliki paru-paru, tetapi dikategorikan sbg "pananam" (breathing, bagaimana orang dulu bisa tau kalau tanaman membutuhkan gas ya?). disini yg menarik kalau mau ditarik garis kesimpulan ya memang seperti pada umumnya, pananam ada 3: tumbuhan, hewan, manusia. pada janin, perpindahan gas (oksigen) dan makanan terjadi melalui placenta, ini terjadi sebelum paru2 ada. jadi sila pertama ya sama pada pengertian umumnya, menghindari membunuh tanaman, tumbuhan dan manusia
Thanissaro yg saya tidak diragukan "Theravadin" jg mempertanyakan kok, "If no-self, then... bla bla bla..." tidak perlu melihat jauh sampai ke Jain, dalam Buddhisme juga ada kritikan thd translate no-self, dan imo, orang yg tidak mengerti kritikan tsb akan melihat seolah-olah, sebentar eternalis, sebentar nihilis. yg bilang no-self, seolah2 Thanissaro bilang self, yg bilang self, seolah2 Thanissaro bilang no-self.
yg ini kah maksudnya?1.11 tersebut adalah bagian ke dua (majjhima sila), yang merupakan penjelasan atau pengembangan dari cula sila.
1.10. ‘“Petapa Gotama adalah seorang yang menjauhi merusak benih dan hasil panen.
1.11. ‘“Sementara beberapa petapa dan Brahmana memakan makanan pemberian mereka yang berkeyakinan, cenderung merusak benih-benih itu yang tumbuh dari akar-akar, dari tangkai, dari ruas-ruas, dari irisan, dari biji, Petapa Gotama menghindari perusakan demikian.” Demikianlah orang-orang biasa akan memuji Sang Tathāgata.’ [6]
Kalau menurut bro tesla, sementara tumbuhan, binatang dan manusia sama-sama bernafas (pananam), mengapa dalam sila petapa, pembunuhan dan perusakan tanaman dipisahkan?
lalu ini maksudnya dipisahkan gimana ya? (imo kan penjabaran definisi aja)Maksud saya kalau memang sama-sama 'pembunuhan', maka bagian panatipata sudah mencakup tumbuhan, jadi sila merusak tumbuhan tidak berdiri sendiri, sebagaimana tidak ada dipisahkan pembunuhan manusia dan pembunuhan hewan.Kalau menurut bro tesla, sementara tumbuhan, binatang dan manusia sama-sama bernafas (pananam), mengapa dalam sila petapa, pembunuhan dan perusakan tanaman dipisahkan?
1.10. ‘“Petapa Gotama adalah seorang yang menjauhi merusak benih dan hasil panen. Beliau makan sekali sehari dan tidak makan pada waktu malam, menjauhi makan pada waktu yang salah.13 Beliau menghindari menonton tari-tarian, nyanyian, musik, dan pertunjukan. Beliau menghindari memakai karangan bunga, pengharum, kosmetik, dan perhiasan. Beliau menghindari menggunakan tempat tidur yang tinggi atau lebar. Beliau menghindari menerima emas dan perak.14 Beliau menghindari menerima beras mentah atau daging mentah, Beliau tidak menerima perempuan atau gadis muda, budak laki-laki atau perempuan, domba dan kambing, ayam dan babi, gajah, sapi, kuda jantan dan betina, ladang dan bidang tanah;15 Beliau menghindari menjadi kurir, membeli dan menjual, menipu dengan timbangan dan takaran yang salah, dari menyuap dan korupsi, dari penipuan dan kemunafikan, dari melukai, membunuh, memenjarakan, perampok jalanan, dan mengambil makanan dengan paksa.” Demikianlah orang-orang biasa akan memuji Sang Tathāgata.’
dalam cula sila paragraf terakhir memang di ulang2 kok utk menegaskan mungkin:Bagian dari 'kurir' sampai 'mengambil makanan dengan paksa' itu adalah menjelaskan tentang penghidupan salah yang dihindari. Ingat ada member yang mengatakan ada pembunuhan yang disetujui Buddha? Aplikasinya seperti ini: Pembunuhan jelas dihindari. Tapi ada orang-orang tertentu membunuh bukan karena kebencian, bukan karena senang menyakiti, namun karena terpaksa untuk mencari makan atau mempertahankan diri. Tetapi di sini Buddha mengatakan pembunuhan demikian juga dihindari.Quote1.10. ‘“Petapa Gotama adalah seorang yang menjauhi merusak benih dan hasil panen. Beliau makan sekali sehari dan tidak makan pada waktu malam, menjauhi makan pada waktu yang salah.13 Beliau menghindari menonton tari-tarian, nyanyian, musik, dan pertunjukan. Beliau menghindari memakai karangan bunga, pengharum, kosmetik, dan perhiasan. Beliau menghindari menggunakan tempat tidur yang tinggi atau lebar. Beliau menghindari menerima emas dan perak.14 Beliau menghindari menerima beras mentah atau daging mentah, Beliau tidak menerima perempuan atau gadis muda, budak laki-laki atau perempuan, domba dan kambing, ayam dan babi, gajah, sapi, kuda jantan dan betina, ladang dan bidang tanah;15 Beliau menghindari menjadi kurir, membeli dan menjual, menipu dengan timbangan dan takaran yang salah, dari menyuap dan korupsi, dari penipuan dan kemunafikan, dari melukai, membunuh, memenjarakan, perampok jalanan, dan mengambil makanan dengan paksa.” Demikianlah orang-orang biasa akan memuji Sang Tathāgata.’
itu perampok jalanan juga dipisahin... tuing??
imo, tumbuhan dipisahkan karena tumbuhan tidak bergerak, jadi ga perlu pakai tongkat/pedang... dg gampang bisa dibunuh... sedangkan utk orang jahat dibedain lagi utk menghilangkan keraguan apakah Buddha membalas jahat dg jahat... secara pasti harus tanya pada Buddha...Ya, tentu sah saja bro tesla berpendapat demikian.
itu perampok jalanan juga dipisahin... tuing??wah susah juga yah, kalau kita kategorikan ini penghidupan salah, tp ini pun tidak mencangkup semua, mengapa perdagangan mahkluk, minuman keras, senjata tidak disebutkan? dan ini sila pertapa kan? kalau sila pertapa kan dah jelas sebenarnya hidup dg menerima aja (tidak ber-usaha seperti perumah tangga) seperti yg dijelaskan sebelumnya.
Bagian dari 'kurir' sampai 'mengambil makanan dengan paksa' itu adalah menjelaskan tentang penghidupan salah yang dihindari. Ingat ada member yang mengatakan ada pembunuhan yang disetujui Buddha? Aplikasinya seperti ini: Pembunuhan jelas dihindari. Tapi ada orang-orang tertentu membunuh bukan karena kebencian, bukan karena senang menyakiti, namun karena terpaksa untuk mencari makan atau mempertahankan diri. Tetapi di sini Buddha mengatakan pembunuhan demikian juga dihindari.
Penghidupan salah ini diuraikan lagi dalam Maha sila.pendapat saya sebenarnya sila di sini tidak simetris... mungkin saja dalam pemikiran Buddha, tanaman bukan mahkluk hidup (breathing things) tetapi menjadi kontradiksi dg Vasetha Sutta (yg mengatakan classification birth of breathing things). mungkin Vasetha Sutta adalah penambahan belakang. saya melihat translate pananam menjadi living thing *bukan living being* karena para penterjemah sudah melihat kontradiksi ini. btw patokan pancasila utk upasaka & upasika di sutta mana yah... coba kita teliti lagi dari sumbernya langsung. awal DN ini kan sila pertapa, bukan sila perumah tangga, cmiiw...
Ya, tentu sah saja bro tesla berpendapat demikian.
Bro Fabian yang baik,
saya berikan kisah Shenhui 神會 yang diketok kepalanya oleh Master Huineng itu.
Shenhui adalah pendiri aliran/zong 宗 , satu dari lima aliran Zen , yang disebut Heze 荷泽 (baca: Hece) atau Heze zong(荷泽宗) - yang sekarang telah punah. Karena itu Shenhui disebut juga Heze Shenhui.
Heze Shenhui (650-758) walau masih muda namun sudah memiliki pemahaman yang cukup mendalam terhadap Dharma.
Suatu hari Master Huineng bertanya kepadanya: “Kamu datang dari jauh. Apa kamu juga membawa yang paling mendasar/basic bersamamu? Coba jelaskan padaku soal itu.”
Shenhui: “Yang paling mendasar adalah ketidakmelekatan. Subjeknya adalah melihat.”
Master Huineng terdiam.
Kemudian Shenhui bertanya: “Saat duduk bermeditasi, Guru melihat atau tidak melihat?”
Master Huineng kemudian menghampiri Shenhui dan mengetok kepalanya lalu berkata: “Saat aku ketok kepalamu, kamu sakit atau tidak?”
Shenhui: “Saya merasa sakit dan tidak sakit”
Huineng: “Kalau begitu aku juga melihat dan tidak melihat.”Ini kok nggak nyambung dengan topik persoalan yaitu: waktu meditasi master Huineng melihat atau tidak melihat..? Apakah master Huineng sedang meditasi atau sedang introspeksi diri?
Shenhui nampak kebingungan dan kemudian bertanya: “Apa yang Guru maksud melihat dan tidak melihat?”
Huineng: “Aku melihat dengan jelas kesalahanku sendiri dan aku tidak melihat orang lain baik atau buruk, bijaksana atau jahat.”
Shenhui terdiam.
Huineng melanjutkan: “Lalu apa yang kamu maksud dengan sakit dan tidak sakit? Jika kamu merasa sakit berarti kamu sama saja dengan orang biasa yang gampang tersinggung dan marah. Bila kamu tidak merasa sakit berarti kamu sama saja dengan benda mati seperti batu atau kayu.”
“Melihat - tidak melihat yang kamu kaitkan dengan subjek dalam meditasi itu adalah pandangan ekstrem. Kamu tidak bisa melihat hakikat dirimu sendiri namun masih berani mengolok orang lain?”Pertanyaannya sederhana begitu kok tidak dijawab oleh master Huineng...? Malah balik menyerang orang lain...?
(Catatan: yang disebut hakikat diri dalam Zen adalah kesadaran murni dalam diri)
Mendengar penjelasan itu, Shenhui bersujud sebagai tanda penghormatan sekaligus permintaan maaf. Sejak itu Shenhui menjadi murid Patriak keenam Huineng dan Shenhui kemudian menjadi seorang Master Zen yang disegani.
Nah, apakah Bro Fabian sudah memahami apa yang saya maksudkan dengan 'tidak melekat' bahkan kepada kebenaran 'anatta'?Maaf bro, sejujurnya saya tetap tidak mengerti yang dimaksud "tidak melekat" versi anda...
Thanissaro yg saya tidak diragukan "Theravadin" jg mempertanyakan kok, "If no-self, then... bla bla bla..." tidak perlu melihat jauh sampai ke Jain, dalam Buddhisme juga ada kritikan thd translate no-self, dan imo, orang yg tidak mengerti kritikan tsb akan melihat seolah-olah, sebentar eternalis, sebentar nihilis. yg bilang no-self, seolah2 Thanissaro bilang self, yg bilang self, seolah2 Thanissaro bilang no-self.
Tidak persis sama sih, biasanya saya malah lebih sederhana, intinya dari menit ke menit cuma memahami badan, perasaan, persepsi, pikiran, kesadaran.
Dan saya meluangkan waktu khusus meditasi biasanya pada pagi hari, sekitar jam 3 atau 4 pagi (saya tidur biasanya jam 8 atau 9 malam).
Selebihnya saya mengamati semua tindakan dan ucapan. Misalnya ketika makan, saya akan mengunyah lebih lama dibandingkan orang lain, karena saya menikmati cita rasa makanan dengan penuh rasa takjub dan syukur. Mencuci piring yang bagi banyak orang merupakan beban atau membosankan, saya lakukan dengan senang hati dan lagi-lagi merasa takjub dan syukur dengan berfungsinya anggota gerak badan.
Ketika Anda mengambil sebuah benda, Anda mengamatinya pula dengan penuh kesadaran. Bagusnya adalah Zen membuat saya disiplin dalam menempatkan barang, dan saya selalu menjaga kerapian rumah saya.Adik saya tidak belajar Zen tapi dia disiplin dan juga rapi dalam menempatkan barang bro.
Dan saya ingat dimana sebuah benda ditaruh terakhir kali karena saya melakukannya dengan penuh mindfulness. Itu memang khas dalam Zen.Adik saya juga ingat tempat dia menaruh terakhir kali walaupun tidak belajar Zen bro....
saya tahu kita berbeda tradisi karena justru Zen menunjuk langsung pada pikiran. Pikiran dalam Zen adalah tak terukur. Pikiran baik dikembangkan sebaliknya pikiran jahat dikendalikan bahkan kalau bisa dimusnahkan. Ini merefer pada petunjuk Sang Buddha itu sendiri. Semua itu untuk menuju pada kesadaran murni yang merupakan isu penting dalam Zen. Dan bagi praktisi Zen, ini bukan sekedar konsep melainkan praktik. Zen lebih mementingkan praktik 'perhatian penuh kesadaran' atau 'konsentrasi pikiran' atau 'mindfulness' atau 'eling' atau apapun sebutannya.
Zen berusaha untuk tidak melekat pada istilah atau kata atau bahasa. Ibarat jari menunjuk bulan. Itulah bahasa, kata, istilah, konsep, dll. Itulah pepatah terkenal dari patriak Huineng yang buta huruf namun telah mencapai kesadaran murni. Pikiran adalah Buddha. Itulah pepatah terkenal dari Master Zen Mazu Daoyi yang sangat berani.Bagaimana pikiran kriminal? Apakah itu pikiran Buddha juga...? Apakah pikiran kriminal adalah pikiran Buddha dengan istilah lain...?
Namun dalam tradisi Zen, pikiran adalah awal segalanya. Sesuai petunjuk Sang Buddha itu sendiri dalam Dhammapada. Pikiran adalah sumber dari semua ucapan dan tindakan. Ibarat mencabut rumput (ucapan dan tindakan) bila tidak sampai pada akarnya (pikiran) maka akan sia-sia belaka, karma akan terus tumbuh/muncul, bila kita tidak mencabut hingga ke akarnya, dan tumimbal lahir akan terus terjadi.Setuju bro....
Pikiran menemukan pikiran. Buddha menemukan Buddha. Itu juga pepatah terkenal dalam tradisi Zen.
Yah, kita memang berbeda tradisi.
_/\_
Seorang bhikkhu Theravadin belum tentu berpandangan benar. Di Thailand ada aliran Dhammakaya yang membuat heboh Thailand, pengikutnya jutaan, mereka memiliki pandangan atta, bukan berpandangan anatta. Pandangan-pandangan mereka kadang lebih mirip Mahayana.
Pandangan bhikkhu Thanissaro sendiri ambigu (tak jelas).
setuju.
Seorang bhikkhu Theravadin belum tentu berpandangan benar. Di Thailand ada aliran Dhammakaya yang membuat heboh Thailand, pengikutnya jutaan, mereka memiliki pandangan atta, bukan berpandangan anatta. Pandangan-pandangan mereka kadang lebih mirip Mahayana.
Pandangan bhikkhu Thanissaro sendiri ambigu (tak jelas).
OK, ini juga sesuatu yang menarik. Kalau memang pembunuhan itu hanya dilihat dari nafas, berarti aborsi pada saat janin belum membentuk paru-paru juga bukan pembunuhan.
Kalau saya pribadi menganggap sila 1 itu hanyalah pembunuhan secara umum saja. Kalau mau sampai ke arah ilmiah, nanti kita bahas proses anaerobik juga, malah tambah rumit.
tidak juga, kenyataannya tumbuhan juga tidak memiliki paru-paru, tetapi dikategorikan sbg "pananam" (breathing, bagaimana orang dulu bisa tau kalau tanaman membutuhkan gas ya?). disini yg menarik kalau mau ditarik garis kesimpulan ya memang seperti pada umumnya, pananam ada 3: tumbuhan, hewan, manusia. pada janin, perpindahan gas (oksigen) dan makanan terjadi melalui placenta, ini terjadi sebelum paru2 ada. jadi sila pertama ya sama pada pengertian umumnya, menghindari membunuh tanaman, tumbuhan dan manusia
dalam cula sila paragraf terakhir memang di ulang2 kok utk menegaskan mungkin:
itu perampok jalanan juga dipisahin... tuing??
imo, tumbuhan dipisahkan karena tumbuhan tidak bergerak, jadi ga perlu pakai tongkat/pedang... dg gampang bisa dibunuh... sedangkan utk orang jahat dibedain lagi utk menghilangkan keraguan apakah Buddha membalas jahat dg jahat... secara pasti harus tanya pada Buddha...
Bro Sutarman yang baik, bila saya dalam posisi Shenhui inilah jawaban saya: Apakah Master Huineng tidak tahu bagaimana rasanya digetok kepalanya...?
Ini kok nggak nyambung dengan topik persoalan yaitu: waktu meditasi master Huineng melihat atau tidak melihat..? Apakah master Huineng sedang meditasi atau sedang introspeksi diri?
Pertanyaannya sederhana begitu kok tidak dijawab oleh master Huineng...? Malah balik menyerang orang lain...?
Jawabannya sederhana kok cuma ada tiga: 1. melihat 2. tidak melihat 3. tidak tahu....
-----------------------------------------------
Maaf bro, sejujurnya saya tetap tidak mengerti yang dimaksud "tidak melekat" versi anda...
Mettacittena,
Kalau boleh tahu bersyukur kepada siapa bro...?
Adik saya tidak belajar Zen tapi dia disiplin dan juga rapi dalam menempatkan barang bro.
Adik saya juga ingat tempat dia menaruh terakhir kali walaupun tidak belajar Zen bro....
Mengenai praktek... semua agama juga mengajarkan yang penting praktek.... Tapi praktek tiap agama beda-beda bro... Sebelumnya anda katakan bahwa ketenangan pikiran itulah mindfulness/eling/... Boleh saya bertanya lagi dimana rujukannya dalam Tripitaka...?
Bagaimana pikiran kriminal? Apakah itu pikiran Buddha juga...? Apakah pikiran kriminal adalah pikiran Buddha dengan istilah lain...?
Mettacittena,
Bro fabian yang baik,
Saya pikir Bro cukup cerdas menangkap yang dimaksud Master Zen Huineng, saya jadi kecewa bila harus menjelaskannya dengan kata-kata 'lugas' yang bisa jadi 'menusuk' hati Bro. Karena kita memang berbeda tradisi seperti yang sudah saya katakan dari awal.
Baiklah saya jelaskan dengan kata-kata saya yang lebih lugas, mohon dimaafkan sebelumnya, kuncinya adalah 'meditasi' jenis apa yang diikuti Shenhui yang 'subjek' nya 'melihat' objek sebagaimanamestinya. Nah, semoga Bro Fabian cukup cerdas untuk mengetahui sendiri jawabannya. Dan Bro juga tahu apa hubungannya dengan tidak melekat pada anatta seperti yang saya argumenkan sebelumnya.
_/\_
kalo dah nanya quote disini ya bro.... ;D ;Dnanti khan buda akan dateng ke indo, bisa di tanya tuh =))
Seorang bhikkhu Theravadin belum tentu berpandangan benar. Di Thailand ada aliran Dhammakaya yang membuat heboh Thailand, pengikutnya jutaan, mereka memiliki pandangan atta, bukan berpandangan anatta. Pandangan-pandangan mereka kadang lebih mirip Mahayana.kalau begitu apalagi pandangan umat awam bang ;D
Pandangan bhikkhu Thanissaro sendiri ambigu (tak jelas).
Bersyukur pada HIDUP itu sendiri. Menyadari bahwa kita masih HIDUP / BERNAPAS. Setelah kita menyadari bahwa semua itu hanya gabungan lima agregat yang hakikat sejatinya sunya. Jadi walau SUNYA namun HIDUP. Di sinilah keajaiban/miracle-nya yang sering dilupakan Buddhist sehingga mereka tak bisa bersyukur RIGHT HERE dan RIGHT NOW.
Kalau benar demikian, dia punya bakat dalam meditasi Mindfulness.Pertanyaan saya, hanya itukah yang didapat dalam meditasi Zen..? Adik saya tak berlatih juga memilikinya, demikian juga banyak orang-orang lainnya yang tak berlatih Zen.
Sekarang lupakanlah dulu Tripitaka (saya sebagai praktisi Zen juga menjaga sikap skeptis terhadap Tripitaka maupun Tipitaka dalam batas-batas tertentu).
Saya balik tanya kepada Anda apakah Buddha mengajarkan agar: Pikiran kita kacau balau atau tenang? Pikiran kita keruh kotor atau suci murni? Pikiran kita fokus atau terceraiberai?Inilah jawaban meditator Vipassana: Pikiran hanyalah pikiran, perhatikan saja apa adanya.
Jawabannya sudah terwakili dengan pertanyaan saya di atas.Saya tidak melihat anda menjawab pertanyaan saya.
_/\_
kalau begitu apalagi pandangan umat awam bang ;D
Pengertian didapat bukan dengan memakai jubah bro... pandangan salah bisa menghinggapi mereka yang berjubah Bhikkhu, bahkan di jaman Sang Buddha, ada Bhikkhu yang berpandangan salah sudah di kasih pengertian oleh Bhikkhu-Bhikkhu lain tetap tidak menerima, akhirnya ditegur oleh Sang Buddha sendiri.begitulah, logikanya kita bisa ambil dari atas dulu, apabila gurunya berpandangan salah maka ke bawahnya bisa semakin salah, dan kita tidak bisa mengetahui semua pandangan2 orang lain yang begitu banyak, bahkan bisa saja penulis sutta pun berpandangan salah khan ;D
Umat awam seringkali bila sudah ngefans seorang Bhikkhu sering tak dapat berpikir jernih, contohnya pengikut Devadatta (berjumlah kira-kira 500 keluarga) tetap ngefans Devadatta walaupun Devadatta banyak melakukan kejahatan-kejahatan sehingga akhirnya mereka masuk neraka juga seperti Devadatta.
Mettacittena,
begitulah, logikanya kita bisa ambil dari atas dulu, apabila gurunya berpandangan salah maka ke bawahnya bisa semakin salah, dan kita tidak bisa mengetahui semua pandangan2 orang lain yang begitu banyak, bahkan bisa saja penulis sutta pun berpandangan salah khan ;D
sory udah ketinggalan banyak, baru ga online sehari dah panjang halamannya.Betul, Samaneri. Di sini sudah ada persetujuan tentang makhluk. Yang jadi perbedaan adalah 'pana' dalam panatipata ini, menurut saya merujuk pada kehidupan makhluk walaupun tidak bernafas, namun tidak termasuk benda hidup yang tidak memiliki kesadaran, walaupun benda hidup itu bernafas.
bukankah yg memenuhi kriteria diatas disebut pembunuhan krn adanya consciousness disitu, begitu adanya pembuahan maka si "kesadaran" ini segera menempati rumah baru (pembentukan janin dlm proses).
sory blm mencantumkan suttanya krn barusan buka jadi blm sempat nyari, besok lusa baru sempat nyari stlh mengantarkan teman Singapore ini. sekali lagi sory ya.Tidak masalah sama sekali, saya tidak buru-buru kok. :)
mettacittena,
wah susah juga yah, kalau kita kategorikan ini penghidupan salah, tp ini pun tidak mencangkup semua, mengapa perdagangan mahkluk, minuman keras, senjata tidak disebutkan? dan ini sila pertapa kan? kalau sila pertapa kan dah jelas sebenarnya hidup dg menerima aja (tidak ber-usaha seperti perumah tangga) seperti yg dijelaskan sebelumnya.Saya rasa memang tidak mungkin disebutkan satu per satu. Mungkin itu hanyalah yang umum terjadi saja pada saat itu. Soal overlap ini, saya pikir tidak bisa ditentukan karena subjektif pada persepsi orang masing-masing. Misalnya soal sila membunuh itu, bro tesla melihat sebagai 'overlapped' karena 'tidak membunuh' sudah mencakup semua. Saya memang paham juga maksudnya secara logika. Tetapi logika setiap orang pun berbeda. Saya sudah beri contoh ex-member DC dengan pembunuhan sucinya. Contoh lain adalah petapa/brahmana juga menganut sila tidak membunuh, tapi dalam kasus tertentu, seperti upacara korban, mereka punya pengecualian.
pendapat saya sebenarnya sila di sini tidak simetris... mungkin saja dalam pemikiran Buddha, tanaman bukan mahkluk hidup (breathing things) tetapi menjadi kontradiksi dg Vasetha Sutta (yg mengatakan classification birth of breathing things). mungkin Vasetha Sutta adalah penambahan belakang. saya melihat translate pananam menjadi living thing *bukan living being* karena para penterjemah sudah melihat kontradiksi ini. btw patokan pancasila utk upasaka & upasika di sutta mana yah... coba kita teliti lagi dari sumbernya langsung. awal DN ini kan sila pertapa, bukan sila perumah tangga, cmiiw...Kalau 'pananam' itu setahu saya menjelaskan hal yang bernafas, tetapi tidak disebut sebagai makhluk atau benda. Jadi itu tidak kontradiktif. Yang bernafas bisa makhluk hidup, bisa juga benda hidup.
ya jadi kembali lagi, kalau pananam ---> cuma melihat sebagai nafas
demikian juga dg Panatipata...
Panatipata dalam arti lurus adalah to cause breath to fall, sama sekali tidak merujuk ke mahkluk hidup juga...
btw ada yg punya referensi pancasila dari sutta? kemudian kalau tidak salah ada murid Buddha yg tukang jagal ya? hmmm...
ya jadi kembali lagi, kalau pananam ---> cuma melihat sebagai nafasBaru saja saya terpikir beberapa konsekwensi, jadi saya mau tanya bro tesla sebelum melanjutkan. Apa sebetulnya tujuan bro tesla mengatakan panatipata mencakup tumbuhan?
demikian juga dg Panatipata...
Panatipata dalam arti lurus adalah to cause breath to fall, sama sekali tidak merujuk ke mahkluk hidup juga...
btw ada yg punya referensi pancasila dari sutta? kemudian kalau tidak salah ada murid Buddha yg tukang jagal ya? hmmm...
AN 8.39 PTS: A iv 245
Abhisanda Sutta: Rewards
translated from the Pali by
Thanissaro Bhikkhu
© 1997–2011
thanks bro, content-nya sama dengan pancasila, tapi pointnya berbeda, disini dijelaskan manfaat dari moralitas, tp ga ditemukan tuntutan kepada upasaka/upasika utk melaksanakannya... hmmm...Perumahtangga tidak 'dituntut' menjalankan semua sila karena keperluan rumahtangga tersebut, tetapi sebatas sila uposatha. Jika tidak mampu berselibat, maka hanya melakukan hubungan seksual dengan istrinya. Tambahannya, menyokong orang tua, dan berlaku jujur dalam berusaha/berdagang. (Sutta Nipata, Dhammika Sutta).
Baru saja saya terpikir beberapa konsekwensi, jadi saya mau tanya bro tesla sebelum melanjutkan. Apa sebetulnya tujuan bro tesla mengatakan panatipata mencakup tumbuhan?
Perumahtangga tidak 'dituntut' menjalankan semua sila karena keperluan rumahtangga tersebut, tetapi sebatas sila uposatha. Jika tidak mampu berselibat, maka hanya melakukan hubungan seksual dengan istrinya. Tambahannya, menyokong orang tua, dan berlaku jujur dalam berusaha/berdagang. (Sutta Nipata, Dhammika Sutta).
kan disini membahas dari sudut pandang berbeda (kritis) bro... jadi melanjutkan dari umpan yg diberi samaneri pannadevi, fondasi bahwa sila upasaka & upasika itu harus mencangkup lebih luas... (kemudian saya mencari pondasi/rujukan sila bagi upasaka-upasika krn saya pikir rujukannya harus dilihat juga, selama ini saya tidak pernah teliti, cuma ikut2an aja)OK, berarti tidak 'berbahaya'. Hal yang saya khawatirkan adalah pandangan 'tanaman adalah makhluk, ada kesadaran di sana' di satu sisi, dan satu sisi lain adalah 'tanaman tidak apa dibunuh, karena bukan makhluk'.
selain itu juga ada satu hal yg saya ragukan dalam Vasettha Sutta, yaitu bagaimana tumbuhan bisa dikategorikan sebagai "breathing". saya kira di zaman itu, breathing (pana/prana) hanya diketahui dari adanya keluar masuknya gas/udara. ilmu pengetahuan sekarang juga membedakan "breathing" & "respiration" loh... karena "breathing" itu lebih spesifik ke pernafasan dg sistem organ. sedang "respiration" bersifat lebih micro...
tapi dalam pikiran saya kemudian dan arah berkembangnya diskusi, ini berlanjut jadi dilema bagi upasaka/upasika utk melaksanakan penghidupan benar, dalam pemikiran saya garis batas antara pembunuhan langsung & tidak langsung semakin tidak jelas... ini topik nanti aja...
OK, berarti tidak 'berbahaya'. Hal yang saya khawatirkan adalah pandangan 'tanaman adalah makhluk, ada kesadaran di sana' di satu sisi, dan satu sisi lain adalah 'tanaman tidak apa dibunuh, karena bukan makhluk'.sama sekali tidak ada tolak ukur "kesadaran" (vinnana) di sila.
Kalau kita lihat ke pana/prana di vassetha sutta, tidak semata-mata 'breathing', tetapi semua yang memiliki energi hidup. Tanaman juga memiliki prana ini. Sedangkan kalau pana yang berarti 'nafas' seharusnya seperti dalam anapanasati, yaitu keluar-masuknya udara. Dalam konteks ini, bahkan tidak semua binatang mengalaminya, misalnya ikan jelas tidak menarik & menghembus, apalagi tumbuhan, jamur, dan lainnya. (Klas pycnogonid dari athropoda {hewan berbuku-buku} bahkan tidak punya sistem respirasi sama sekali.)pana = prana = nafas = energi = live (= cakra = chi = ki :hammer: jgn terlalu percaya yg bagian ini)
Menurut saya itu hanya penggunaan istilah yang berbeda konteks saja. Mempertahankan makna satu ke dalam konteks lainnya, pasti berakhir keliru. Kalau dari sila, bagi umat awam tidak begitu lengkap jadi susah juga melihatnya. Bagi bhikkhu larangan pembunuhan ada 2 konsekwensi yaitu parajika jika manusia, pacittiya jika hewan. Dikatakan membunuh kalau makhluknya mengalami kematian (marana). Sedangkan untuk tanaman, setahu saya istilahnya adalah merusak/menghancurkan (samarambha) yaitu kalau merobek, memisahkan (memetik) atau mencabut.ya ya ya... permasalahannya sebenarnya adalah mana yg disebut mahkluk hidup (& mana yg bukan)? ini juga membingungkan science sampai saat ini loh. dari sini baru kita bisa tau mana yg harus kita hindari (pembunuhannya). sejauh yg saya lihat sih semua mengartikan sendiri2. cmiiw, saya pernah mendengar bahwa ada aliran Buddhisme Tantra yg menganggap tumbuhan adalah mahkluk hidup sih.
Bagaimanapun masing-masing memandangnya, memang lebih baik tidak merusak tanaman karena sebetulnya kita juga yang terkena akibatnya.setuju, dalam praktek nyata, kita memang naturally bukan perusak 8)
"Now I will tell you the layman's duty. Following it a lay-disciple would be virtuous; for it is not possible for one occupied with the household life to realize the complete bhikkhu practice (dhamma).
"He should not kill a living being, nor cause it to be killed, nor should he incite another to kill. Do not injure any being, either strong or weak, in the world.
Anda perlu lebih banyak belajar Vipassana sebelum memberi komentar menyama-nyamakan Vipassana dengan meditasi Zen, menurut saya anda belum banyak mengerti mengenai Vipassana.Nah, sekarang saya ingin bertanya apakah pandangan terang / vipassana khusus untuk buddhist atau bisa diikuti non buddhist? Yang saya tahu sih orang yang non Buddhist juga boleh vipassana.
Menulis Sutta bukan kerja satu orang bro... itu adalah kerja kolektif ratusan orang Bhikkhu berdasarkan persetujuan sidang (pada konsili ke-4) di Aluvihara Srilanka.
Saya menerima penulisan di Aluvihara sebagai rujukan syah bentuk pandangan Theravada, terlepas benar atau salah. (Walaupun pengalaman saya pribadi beberapa yang tertulis di Tipitaka sejauh yang saya jalani terbukti sejalan dengan praktek).
Mettacittena,
om sutarman, apa yg anda terangkan dan praktikan pada post2 yg di atas, menurut saya sejalan dengan vipassana dan meditasi yang diajarkan Sang Buddha. wajar saja kalo masing2 aliran memiliki teknik yg berbeda2. sekolah2 vipassana yg berbeda saja memiliki perbedaan teknik yg sangat beragam.
santai aja sama perbedaan pendapat.
sama sekali tidak ada tolak ukur "kesadaran" (vinnana) di sila.Betul, tapi kalau kita mau bahas, tentu harus mempertimbangkan juga apa yang disepakati secara umum, tidak bisa menetapkan tolok ukur dan interpretasi kita sendiri saja.
pana = prana = nafas = energi = live (= cakra = chi = ki :hammer: jgn terlalu percaya yg bagian ini)Tidak juga. Pana/prana ini juga memang mengacu pada energi kehidupan. Pada saat nirodha-samapati, seseorang tidak lagi menunjukkan tanda kehidupan, tetapi tetap memiliki pana ini. Ini juga terserah pendapat masing-masing, tapi saya tetap melihat pana dalam 2 konteks berbeda.
prana bahasa sansekerta, sedang pana pali, jadi kalau mahayana, dalam agama akan dibilang ana-prana-sati (cmiiw). kata prana identik dg energi / live krn org dulu pikir nafas = live. tidak bernafas = tidak live = mati... hehe... simple.
ya ya ya... permasalahannya sebenarnya adalah mana yg disebut mahkluk hidup (& mana yg bukan)? ini juga membingungkan science sampai saat ini loh. dari sini baru kita bisa tau mana yg harus kita hindari (pembunuhannya). sejauh yg saya lihat sih semua mengartikan sendiri2. cmiiw, saya pernah mendengar bahwa ada aliran Buddhisme Tantra yg menganggap tumbuhan adalah mahkluk hidup sih.Definisi makhluk hidup (satta) juga sudah ada. Tergantung masing-masing mau menggunakan tolok ukur pribadi atau mengikuti yang konvensional. Walaupun memiliki 'nafas', saya pribadi tidak akan mengatakan 'semoga pohon ini berbahagia' karena pohon tidak bisa berbahagia atau menderita.
next topic,Apakah kita tahu bangkai tersebut dari lahir, besar, gemuk tidak akan dibunuh jika kita tidak makan?
di mana batasannya cause it to be killed. cmiiw, kita termasuk Buddha bukan vegetarian, tetapi masih makan bangkai. nah di zaman ini, bukankah kita tau bangkai tsb emg disiapkan dari lahir, besar, gemuk utk kita makan... hmmm... noted: sampai saat ini saya masih makan daging, jd ga ada kampanye vegetarian di sini
Definisi makhluk hidup (satta) juga sudah ada. Tergantung masing-masing mau menggunakan tolok ukur pribadi atau mengikuti yang konvensional. Walaupun memiliki 'nafas', saya pribadi tidak akan mengatakan 'semoga pohon ini berbahagia' karena pohon tidak bisa berbahagia atau menderita.mengacu pada satta sutta, arahat layak dibunuh (wogh... tambahan: kayanya ada sutta yg menyatakan arahat akan bersyukur kalau ada yg bantu mereka parinibbana :o) akhirnya imo, pakai common sense aja, yg bisa feel pain = mahkluk hidup...
Apakah kita tahu bangkai tersebut dari lahir, besar, gemuk tidak akan dibunuh jika kita tidak makan?wah ini jadi repot... sebenarnya kalau mau dicari pembenarannya yah, kata dokter "kalau saya ga bantu, dia ke dukun utk gugurin, tar lebih berabe kena infeksi" (contoh ekstrim pembunuhan langsung pun dibenar2kan) & kalau mau dicari pen-salah-an-nya pun bisa2 aja... makanya saya sebut dilema...
Misalnya di warung tetangga kita datang bertanya apakah ada daging ayam, dan ternyata tidak ada; kemudian besoknya tiba-tiba ada ayam goreng, bisa jadi memang kita yang mendorong orang itu untuk mengadakan pembunuhan ayam.
Tapi kalau kita bilang dalam skala McD, jika kita tidak makan, maka tidak ada pembunuhan, saya pikir itu terlalu naif.
Menurut saya, jika apa yang kita lakukan bisa berpengaruh langsung pada si penjual bangkai, maka kita bisa mengusahakan penghindaran pembunuhan tersebut. Tapi kalau memang tidak bisa, lebih baik tidak perlu mengkhayal yang tidak-tidak. Lebih baik yang realistis saja.
wah ini jadi repot... sebenarnya kalau mau dicari pembenarannya yah, kata dokter "kalau saya ga bantu, dia ke dukun utk gugurin, tar lebih berabe kena infeksi" (contoh ekstrim pembunuhan langsung pun dibenar2kan) & kalau mau dicari pen-salah-an-nya pun bisa2 aja... makanya saya sebut dilema...Perbandingannya tidak sesuai.
contoh lebih halus, kita geser ke peternak, kalau saya tidak ternak pun orang lain ternak juga (peternak tidak membunuh secara langsung)
kayanya kalau mengacu terpaku kepada sutta, pembunuhan tidak langsung bagaimanapun tidak terhindarkan, jadi sutta tsb tidak realistis. sebab pembunuhan tidak langsung bisa diperluas "tidak langsungnya" hingga tidak terbatas.Darimana bro tesla menarik kesimpulan pembunuhan tidak langsung tidak terhindarkan, sementara Bhikkhu Chakkupala yang secara langsung menginjak serangga tanpa mengetahuinya, tidak dipersalahkan oleh Buddha?
Bro Fabian yang baik,
Kalau saya mengutip dari wikipedia mengenai meditasi Vipassana /Pandangan Terang maka saya sebenarnya melihat kemiripan meditasi Vipassana dengan meditasi Zen. Hanya saja Zen mungkin lebih to the point menunjuk pada PIKIRAN sebagai subjek sekaligus objek meditasinya dan tidak mau melekat pada konsep apapun. Dapat dikatakan meditasi Zen adalah meditasi yang bertujuan menenangkan dan menyucikan pikiran. Tujuannya sederhana dan jelas.
Vipassanā (Pāli) or vipaśyanā (Sanskrit) means "insight". While it is often referred to as Buddhist meditation, the practice taught by the Buddha was non-sectarian, and has universal application. It does not require conversion to Buddhism. While the meditation practices themselves vary from school to school, the underlying principle is the investigation of phenomena as they manifest in the five aggregates (skandhas) namely, matter or form (rupa), sensation or feelings (vedana), perception (samjna, Pāli sanna), mental formations (samskara, Pāli sankhara) and consciousness (vijnana, Pāli vinnana). This process leads to direct experiential perception, vipassanā
Vipassanā is a Pali word from the Sanskrit prefix "vi-" and verbal root √drś. It is often translated as "insight" or "clear-seeing," though, the "in-" prefix may be misleading; "vi" in Indo-Aryan languages is cognate to our "dis." The "vi" in vipassanā may then mean to see apart, or discern. Alternatively, the "vi" can function as an intensive, and thus vipassanā may mean "seeing deeply". In any case, this is used metaphorically for a particularly powerful mental self-perception.
Vipassanā meditation is a very simple, logical technique which depends on direct experience, observation, rather than belief. It has three parts - adherence to a sīla (Sanskrit: śīla) (abstinence from killing, stealing, lying, sexual misconduct and intoxication), which is not an end in itself but a requirement for the second part, concentration of the mind (samādhi). With this concentrated mind, the third part of the technique (paññā, Sanskrit prajñā) is detached observation of the reality of the mind and body from moment to moment.
Kemiripan itu adalah tiga tahap (dalam tradisi Zen):
Dalam meditasi Zen, tahap pertama sebelum melangkah menuju meditasi/Zen, seseorang harus mematuhi Panca Sila Buddhist untuk mengendalikan tindakan dan ucapan. Khusus sila pertama, Zen memiliki tradisi ‘vegetarian’ yang mungkin tidak ‘wajib’ dalam tradisi Theravada.
Tahap kedua adalah samadhi/meditasi/Zen itu sendiri atau konsentrasi pikiran dari waktu ke waktu / mindfulness. Pikiran adalah yang terpenting dalam tradisi Zen, karena pikiran adalah sumber dari tindakan dan ucapan. Ini terkait dengan karma yang terdiri dari tindakan, ucapan, pikiran. Ini seperti mencabut rumput (tindakan & ucapan) yang harus sampai ke akar (pikiran).
Di dalam tradisi Zen, teknik bernapas yang baik memerankan peran sangat penting dalam konsentrasi pikiran dalam setiap aktivitas yang kita lakukan.
Hasil tahap kedua adalah mindfulness / eling/ hidup sadar yang ditandai dengan pikiran-ucapan-tindakan praktisi meditasi yang menjadi ‘tenang’ atau ‘terkendali dengan baik’ (kalau Anda tidak menyukai kata ‘tenang’).
Namun yang perlu dicatat adalah sampai pada tahap kedua ini (mindfulness/ eling/ sadar) pikiran buruk/jahat masih dapat timbul dan belum dapat dihancurkan.
Pada tahap ketiga atau terakhir, kita harus menggunakan perhatian penuh kesadaran/ eling/ mindfulness yang sudah diperoleh pada tahap kedua tersebut ditambah dengan wisdom/prajna/panna kita sendiri yang diperoleh dari pengalaman HIDUP sehari-hari yang memungkinkan kita menghancurkan semua pikiran jahat/buruk.
Wisdom/Prajna yang dimaksud adalah wisdom/prajna seorang Bodhisattva.
Di dalam tradisi Zen, orang yang berhasil pada tahap ketiga ini telah menjadi seorang Bodhisattva atau minimal seorang Master Zen.
Biasanya sebelum menjadi Master Zen, seorang praktisi Zen mengalami apa yang biasa disebut beberapa pencerahan mendadak/seketika.
Diperlukan latihan eling/mindfulness yang kontinyu dan satu atau beberapa pengalaman hidup ‘pencerahan seketika’ yang tak disangka-sangka datangnya itu untuk menjadi seorang Master Zen.
Namun karena pencerahan seketika itu bersifat pribadi maka seringkali Master Zen enggan menceritakan pengalaman pencerahan seketika itu atau enggan mengaku sebagai Master Zen.
Dalam sejarah Zen, seringkali cerita pencerahan seorang Master Zen itu diperoleh dari teman seperguruan sang Master Zen itu yang menyaksikan sendiri bagaimana temannya mencapai pencerahan mendadak berkat petunjuk Gurunya.
Saya yakin saat ini di dunia ini banyak Master Zen yang menyembunyikan identitasnya dan pencerahannya sehingga tidak diketahui khalayak umum. Master Zen Thich Nhat Hanh termasuk yang diketahui umum, yang tersembunyi mungkin ratusan bahkan ribuan Master.
Yang lain mungkin boleh saja mempromosikan teh, kopi, soft drink dll yang memiliki aroma dan cita rasa yang menggoda lidah, tapi lidah saya tetap menyukai air minum biasa yang bening, jernih, dan menyehatkan. Itulah Zen dan meditasinya yang unik dan simple. Saya tetap menyukai (meditasi) Zen yang menurut saya simple, alamiah, menyegarkan dan menenangkan pikiran saya.
Pepatah Zen: Sebagai manusia biasa, pikiran tak berkurang. Sebagai Buddha, pikiran tak berlebih.
(Meditasi) Zen adalah semacam pendekatan etika dan psikologis yang sesungguhnya diperlukan oleh semua orang di dunia ini, tak melihat status sosial, etnis, bahkan agama, untuk mencapai ketenangan dan kedamaian individual yang pada akhirnya ‘cahaya’ ketenangan dan kedamaian itu ‘menyebar’ ke seluruh dunia. Sebagaimana meditasi Vipassana itu sendiri yang bersifat lintas agama dan berusaha agar semua orang yang mengikutinya mencapai 'Pandangan Terang'. Correct me if I'm wrong.
_/\_
Di contoh 1, produsen telah menyiapkan daging terlebih dahulu. Jadi apakah kita datang atau tidak ke restoran itu, daging telah disiapkan. Dalam contoh ekstrem, walaupun hari itu dunia kiamat tidak ada yang makan daging, namun ayamnya sudah terbunuh dahulu.nah intinya kan tanpa kita pun pembunuhan terjadi kan? hal yg sama dg dokter aborsi... hanya saja pembunuhannya benar2 di tangan si dokter.
Dalam kasus makanan fast food:yup, kurang lebih intinya kalau saya berada di belakang rantai pembunuhan saya hindari, tapi kalau saya sesudah rantai pembunuhan, tidak apa2... imho sebenarnya sama aja, cuma kita memberi ruang pada diri sendiri karena pembunuhannya terjadi sebelum kita.
Resto A & B mengadakan penyediaan daging -> Apakah konsumen X atau Y, datang atau tidak datang, ke Resto A atau B, daging telah tersedia. Kehadiran X dan Y tidak berpengaruh pada penyediaan daging tersebut.
Dalam kasus peternakan, jika kita yang jadi supplier:
Kita menyediakan daging -> diambil oleh resto A/B, maka akan terjadi pembunuhan.
Y juga menyediakan daging -> diambil oleh resto A/B, juga terjadi pembunuhan.
Darimana bro tesla menarik kesimpulan pembunuhan tidak langsung tidak terhindarkan, sementara Bhikkhu Chakkupala yang secara langsung menginjak serangga tanpa mengetahuinya, tidak dipersalahkan oleh Buddha?yup, kan tidak tahu & tidak niat, sekarang kalau bro mau berpikir, pasti byk hal yg bro tau :)
Bro Sutarman yang baik, sudahlah... saya sudah mengatakan sampai disini saja, saya tak perlu melanjutkan diskusi kita, karena saya menduga dari apa yang anda tulis, bahwa anda baru mengikuti retret Thich Nhat Hanh, dan mengambil kesimpulan retret itu sama dengan retret Vipassana Theravada, padahal tidak sama.
Tak pernah ada retret Vipassana Theravada dengan sengaja disertai iringan musik.
Cara Thich Nhat Hanh yang bersukur karena ini, bersukur karena itu mungkin dipengaruhi agama tetangga, karena agama tetangga cukup kuat mempengaruhi guru-guru Buddhis dari Vietnam seperti Suma Chinghai misalnya.
Tak ada retret Vipassana Theravada diajarkan untuk bersukur karena ini atau bersukur karena itu.
Anda bahkan tak bisa membedakan ketenangan dengan mindfulness...
Jadi anda perlu belajar lebih jauh Vipassana untuk mengambil kesimpulan bro...
Mettacittena,
Bro Sutarman yang baik, sudahlah... saya sudah mengatakan sampai disini saja, saya tak perlu melanjutkan diskusi kita, karena saya menduga dari apa yang anda tulis, bahwa anda baru mengikuti retret Thich Nhat Hanh, dan mengambil kesimpulan retret itu sama dengan retret Vipassana Theravada, padahal tidak sama.
Tak pernah ada retret Vipassana Theravada dengan sengaja disertai iringan musik.
Cara Thich Nhat Hanh yang bersukur karena ini, bersukur karena itu mungkin dipengaruhi agama tetangga, karena agama tetangga cukup kuat mempengaruhi guru-guru Buddhis dari Vietnam seperti Suma Chinghai misalnya.
Tak ada retret Vipassana Theravada diajarkan untuk bersukur karena ini atau bersukur karena itu.
Anda bahkan tak bisa membedakan ketenangan dengan mindfulness...
Jadi anda perlu belajar lebih jauh Vipassana untuk mengambil kesimpulan bro...
Mettacittena,
bro Sutarman, apa benar vipasana ala TNH ada Iringan MUSIK ? :o
_/\_
bro Sutarman, apa benar vipasana ala TNH ada Iringan MUSIK ? :o
_/\_
kalau gak salah dulu pernah ada postingan gambar Sang Master on stage bersama personnel orchestra-nya, ada yg bisa bantu membongkar arsip?
Bro Adi Lim yang baik,
Saya tidak tahu karena saya tidak pernah mengikuti retret Beliau (saya bukan murid Beliau), ada baiknya rekan lain yang pernah mengikuti retret itu membantu memberikan informasi dan membantu meluruskan duduk persoalannya.
_/\_
Sutarman
(Praktisi Zen)
Saya yakin saat ini di dunia ini banyak Master Zen yang menyembunyikan identitasnya dan pencerahannya sehingga tidak diketahui khalayak umum. Master Zen Thich Nhat Hanh termasuk yang diketahui umum, yang tersembunyi mungkin ratusan bahkan ribuan Master.
nah intinya kan tanpa kita pun pembunuhan terjadi kan? hal yg sama dg dokter aborsi... hanya saja pembunuhannya benar2 di tangan si dokter.Betul, berperan atau tidaknya kita, pembunuhan tetap berlangsung. Lalu apa pointnya? Pointnya adalah jika kita berperan, maka pembunuhan tetap terjadi + 1. Jika kita tidak berperan, maka tidak ada penambahan.
yup, kurang lebih intinya kalau saya berada di belakang rantai pembunuhan saya hindari, tapi kalau saya sesudah rantai pembunuhan, tidak apa2... imho sebenarnya sama aja, cuma kita memberi ruang pada diri sendiri karena pembunuhannya terjadi sebelum kita.Ini sudah mencakup 2 hal yang berbeda. Pertama adalah pembunuhannya, ke dua adalah kemelekatan pada hasil pembunuhannya. Menghindari pembunuhannya sudah selangkah lebih maju. Betul mungkin masih melekat, tetapi setidaknya menahan diri dari pembunuhan. Dalam perbandingan, seperti orang masih bernafsu melihat wanita, namun tetap menjaga sila susilanya. Ini tetap sudah jauh lebih baik ketimbang tidak menjaganya sama sekali.
yup, kan tidak tahu & tidak niat, sekarang kalau bro mau berpikir, pasti byk hal yg bro tau :)Yang bro tesla katakan memang sangat benar. Apakah hidup kita sebetulnya bermanfaat atau tidak bermanfaat bagi alam, itulah sebetulnya yang harus direnungkan. Walaupun masih perumahtangga, kita bisa melihat sendiri apakah perilaku ini condong pada pengembangan keserakahan, ataukah pada kehidupan petapa.
yg udah jelas ya peternak, nelayan. lanjut ke yg tidak langsung ya, krn utk orang sekaliber bro Kainyn pasti tau, bukan tidak tau. perkebunan, pembangun rumah, pertambangan. jadi byk pekerjaan basic yg mensupport kehidupan skr ga sah... sisa pekerjaan2 modren yg berada di layer lebih atas kan? mis perdagangan, desainer, dll tapi ya kalau ga ada mereka kita ga bisa hidup dg culture seperti sekarang, jatuhnya pasti ga jauh2 dari hidup pertapa.
imo, kita cuma memposisikan diri di sisi sebelah setelah pembuhunan, padahal semua ini rantainya ya saling terkait. singkat kata utk pemegang sila diharapkan menempati posisi di bagian demand (dari supply & demand), hasilnya ya ga mengurangi pembunuhan (saya bilang mengurangi ya... krn menghilangkan sempurna, krn kalau ini emg naif, tidak semua org buddhis), terlihat ga pembenarannya bro?Untuk hal ini, adalah tergantung kasus. Terlalu banyak faktor yang diperhitungkan.
Bro Fabian yang baik,
Wisdom/Prajna yang dimaksud adalah wisdom/prajna seorang Bodhisattva.
Di dalam tradisi Zen, orang yang berhasil pada tahap ketiga ini telah menjadi seorang Bodhisattva atau minimal seorang Master Zen.
Biasanya sebelum menjadi Master Zen, seorang praktisi Zen mengalami apa yang biasa disebut beberapa pencerahan mendadak/seketika.
Diperlukan latihan eling/mindfulness yang kontinyu dan satu atau beberapa pengalaman hidup ‘pencerahan seketika’ yang tak disangka-sangka datangnya itu untuk menjadi seorang Master Zen.
Namun karena pencerahan seketika itu bersifat pribadi maka seringkali Master Zen enggan menceritakan pengalaman pencerahan seketika itu atau enggan mengaku sebagai Master Zen.
Dalam sejarah Zen, seringkali cerita pencerahan seorang Master Zen itu diperoleh dari teman seperguruan sang Master Zen itu yang menyaksikan sendiri bagaimana temannya mencapai pencerahan mendadak berkat petunjuk Gurunya.
Saya yakin saat ini di dunia ini banyak Master Zen yang menyembunyikan identitasnya dan pencerahannya sehingga tidak diketahui khalayak umum. Master Zen Thich Nhat Hanh termasuk yang diketahui umum, yang tersembunyi mungkin ratusan bahkan ribuan Master.
Pepatah Zen: Sebagai manusia biasa, pikiran tak berkurang. Sebagai Buddha, pikiran tak berlebih.
(Meditasi) Zen adalah semacam pendekatan etika dan psikologis yang sesungguhnya diperlukan oleh semua orang di dunia ini, tak melihat status sosial, etnis, bahkan agama, untuk mencapai ketenangan dan kedamaian individual yang pada akhirnya ‘cahaya’ ketenangan dan kedamaian itu ‘menyebar’ ke seluruh dunia. Sebagaimana meditasi Vipassana itu sendiri yang bersifat lintas agama dan berusaha agar semua orang yang mengikutinya mencapai 'Pandangan Terang'. Correct me if I'm wrongb
_/\_
Bro Sutarman, karena Mister TNH termasuk yg diketahui umum, artinya beliau tidak menyembunyikan identitas dan pencerahannya, bisakah anda share pengetahuan anda mengenai bagaimana pencapaian pencerahan oleh TNH ini?
bold biru
Bro Sutarman pernah mendengar pengalaman guru Zen yang dapat 'pencerahan mendadak', bisakah anda berbagi cerita tersebut.
karena saya masih bingung dengan 'pencerahan' dimaksud, apakah dimaksud 'masuk arus' ( jadi mahluk Ariya ) atau sekedar mendapat ketenangan mendadak sesudah pikiran yang tadinya 'liar' jadi tenang . ^:)^
kalau dari komik-komik zen, yg dimaksudkan pencerahan dalam zen itu adalah mengetahui jawaban dari suatu teka-teki.
khan dalam zen tidak ada vinaya ;D
itu saya masih ingat ada di file 'Biku mian gitar', ^:)^
tapi bukannya waktu itu TNH lagi show on music bukan sedang acara meditasi !
atau memang TNH sedang meditasi sekalian show musik ? ???
_/\_
kalau dari komik-komik zen, yg dimaksudkan pencerahan dalam zen itu adalah mengetahui jawaban dari suatu teka-teki.Koan itu cara kerjanya seperti waktu Buddha Gotama menyuruh Kisa Gotami mencari biji lada tersebut. Kadang bukan jawaban dari teka-tekinya yang berguna, tetapi apa yang didapat dalam pencarian teka-teki tersebut.
bro Tesla yg baik,
Plato pun malah lebih awal lahirnya dibanding Sang Buddha.
Plato tidak lebih awal dari Sang Buddha.
begitulah, logikanya kita bisa ambil dari atas dulu, apabila gurunya berpandangan salah maka ke bawahnya bisa semakin salah, dan kita tidak bisa mengetahui semua pandangan2 orang lain yang begitu banyak, bahkan bisa saja penulis sutta pun berpandangan salah khan ;D
Baru saja saya terpikir beberapa konsekwensi, jadi saya mau tanya bro tesla sebelum melanjutkan. Apa sebetulnya tujuan bro tesla mengatakan panatipata mencakup tumbuhan?
Bro Fabian yang baik,
Apakah kerja kolektif ratusan Bhikkhu bisa menjamin KEBENARAN isinya? Tanpa salah sedikitpun?
Bila Bro mengakui BUKAN BUDDHA sendiri yang menulis Tipitaka, lalu apakah Bro menganggap apa yang DISADARI BUDDHA setara dan sama persis dengan apa yang disadari ratusan Bhikkhu itu?
Zen tetap menjaga sikap skeptis, karena itu Zen disebut ajaran di luar kitab yang berusaha mentransmisikan PIKIRAN BUDDHA yang tidak dapat ditemukan dalam rangkaian kata-kata. Karena kata-kata memiliki keterbatasan mengungkapkan maksud sebenarnya.
Saya berikan contoh: coba Anda deskrispsikan keharuman mawar dan melati dan juga perbedaannya kepada orang yang belum pernah membaui keharuman kedua bunga itu.
Karena itu Zen berusaha menemukan makna sebenarnya dalam praktek meditasi secara langsung. Tipitaka/Tripitaka dan konsep-konsep yang ada di dalamnya hanya semacam pengantar saja untuk tahap yang lebih lanjut yang ditemukan dalam meditasi dan HIDUP itu sendiri.
_/\_
275. Etañhi tumhe paṭipannā, dukkhassantaṃ karissatha;
Akkhāto ve mayā maggo, aññāya sallasanthanaṃ
(dengan menjalani jalan ini kau akan mengakhiri penderitaan jalan yang kutunjukkan ini adalah yang telah kutemui ketika aku mencabut duri diriku.)
276. Tumhehi kiccamātappaṃ, akkhātāro tathāgatā;
Paṭipannā pamokkhanti, jhāyino mārabandhanā.
(perjuangan harus kau laksanakan sendiri Sang Tathagata hanya Penunjuk jalan orang yang melaksanakan meditasi yang mengalami jalan ini akan terbebas dari jerat dan cengkraman Mara.)
emank ZEN itu hanya dari cerita komik ! :o
tidak ada referensi pitaka ? ???
_/\_
khan dalam zen tidak ada vinaya ;D
Bro Adi Lim yang baik, ini linknya:
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=18103.0
Apakah Bhiksu Thich sedang meditasi atau bukan waktu bermain musik...?
Logikanya demikian:
Dalam Zen dikatakan mindful, eling, sadar setiap saat. Itulah meditasi Zen.
Bila sedang main musik apakah kita bisa mindful atau tidak?
- bila jawabannya bisa mindful berarti yang main musik juga sedang meditasi Zen.
- bila jawabannya tidak bisa mindful berarti meditator zen tidak mindful pada waktu bermain musik, berarti tak cocok dengan pernyataan mindful, eling, sadar setiap saat.
Apakah ketika bermain musik mindful atau tidak mindful?
- bila tidak mindful berarti Bhiksu Thich tidak mengajarkan meditasi Zen yang benar (karena mengajarkan orang tidak mindful).
- bila mindful berarti Bhiksu Thich sedang main musik sambil meditasi Zen. Berarti mengajarkan meditasi Zen diiringi musik.
Mettacittena
Karena itu, berlakulah point ke 3 dari Jivaka Sutta: 'kalau kita menduga daging itu disiapkan untuk kita, maka kita tidak memakannya.' Jika kita memang menduga demikian, janganlah makan. Bagaimana jika kita senang menduga-duga bahwa semuanya disiapkan untuk kita? Gampang, jangan makan semuanya, kecuali kita yakin memang itu tidak dipersiapkan untuk kita. Sikap ini berbeda dengan vegetarian-freak yang melihat makan daging seperti memakan makhluk hidup-hidup (=membunuhnya). Kita boleh menghindari jika menduga kita ikut andil dalam pembunuhannya, tapi tetap selalu melihat daging sebagai daging, makanan sebagai makanan, bukan sesuatu yang kotor yang bikin mati kalau dimakan.nah ini dia intinya, kalau mau melihat lebih jauh, "yg kita makan adalah yg disiapkan utk kita". argumen melihat orang lain (non Buddhist) sbg pasar (market) nya adalah keliru, kalau kita makan yah memang kita marketnya. brp sih dari kita yg makan daging dari mahkluk yg mati krn kecelakaan, tua, sakit? brp sih yg hanya makan pemberian orang lain tanpa upaya/usaha? makanya saya sebut sila tidak relevan bagi bukan-pertapa.
Kembali lagi, seharusnya prioritas adalah mengikis kemelekatan dulu, jika tidak bisa, baru dibatasi sila. Jangan jadikan sila sebagai 'tujuan akhir' karena itu tidak memberikan manfaat maksimal sebagai pengikut Ajaran Buddha.ya sila kan tools* utk mengatasi "kemelekatan". makan daging atau sayur sebenarnya ya sama aja. bedanya makan utk bertahan hidup, atau makan utk memenuhi nafsu, begitukan? namun kenyataannya adalah umat awam (yg tidak mirip bro) ya patokannya sila & pelanggaran sila. penghidupan benar ya ga melanggar sila, bukan mengikis kemelekatan. benarkan? patokannya udah jadi sila diperkuat dg Jivaka Sutta lagi yg sebenarnya hanya men-shifting pembunuhan & menurut saya (pada umumnya orang) pura2 tidak tau saja, dari risih jika melanggar sila menjadi tidak risih krn tidak melanggar sila. parahnya lagi peran orang dibalik layar pembunuhan dianggap lebih hina (lebih kotor) sementara orang yg di depan panggung (terima bersih aja udah jadi bangkai) dianggap moralitasnya lebih baik. pemikiran demikian menyebabkan kalau ada nelayan yg jadi Buddhist dianjurkan berhenti, atau peternak, atau penjual pecel lele, dll... ini berlaku utk pengkebun-pensuplai sayur (yg menyiram pestisida), pembuka lahan (yg memusnahkan tempat tinggal beserta mahkluknya)... sebenarnya kita ya sama aja.
khan dalam zen tidak ada vinaya ;D
ohh... maksudnya KOMIK lebih tinggi kedudukannya dan lebih dpt dipertanggungjawabkan daripada TIPITAKA yg ditulis oleh kaum ARAHAT yang amat menjaga Vinaya, begitukah?
tentunya agama baru yang boleh tanpa vinaya, melanggar semua sila dan dapat mencapai PENCERAHAN akan mendapatkan sebanyak2nya umat, yakin dah...
nah ini dia intinya, kalau mau melihat lebih jauh, "yg kita makan adalah yg disiapkan utk kita". argumen melihat orang lain (non Buddhist) sbg pasar (market) nya adalah keliru, kalau kita makan yah memang kita marketnya. brp sih dari kita yg makan daging dari mahkluk yg mati krn kecelakaan, tua, sakit? brp sih yg hanya makan pemberian orang lain tanpa upaya/usaha? makanya saya sebut sila tidak relevan bagi bukan-pertapa.Walaupun demikian, saya pikir faktor-faktor lain juga berperan. Misalnya eksploitasi oleh produsen. Kalau diperhatikan, sangat banyak juga daging yang terbuang karena produksi berlebih. Kalau kita tetap mau hitung-hitungan, tetap tidak akan ada titik temunya untuk memastikan apakah konsumsi kita menyebabkan pembunuhan itu atau bukan. Selalu ada 'pembenaran' & 'penyalahan'. Maka saya lebih condong pada yang jelas terlihat saja, tapi juga jangan pernah mengabaikan bahwa kemungkinan 'kita adalah penyebabnya' selalu ada.
misalkan shifting dari jual "seafood hidup" menjadi "seafood segar". sebagai konsumennya sebenarnya yah "kita men-tidak tahu kan saja pembunuhannya", padahal jelas2 cuma beda lokasi saja pembunuhannya, dari dapat dilihat (akuarium depan) menjadi tidak dilihat (di dapur). sama saja dg beli daging di pasar, kita men-tidak-tahu-kan pembunuhannya (padahal ya sebenarnya tau jg). kesimpulan saya sih, sbg konsumen ya sama aja, yg ke resto seafood segar tidak lebih baik dari yg ke resto seafood hidup.Secara umum, saya setuju sama saja. Secara khusus, tergantung situasi, baru bisa berbeda.
lebih lanjut lagi, juga konsumen tidak lebih baik dari tukang jagalnya, distributornya, nelayannya... mau atau tidak saja kita membuka mata kita (pikiran).Di sisi tertentu memang betul. Bahkan tukang jagal/nelayan itu sebetulnya 'berkorban' melakukan bagian yang tidak enaknya untuk kenyamanan kita. Yang dilihat sebagai pembunuh juga mereka.
ya sila kan tools* utk mengatasi "kemelekatan". makan daging atau sayur sebenarnya ya sama aja. bedanya makan utk bertahan hidup, atau makan utk memenuhi nafsu, begitukan?Betul sekali. Untuk kemelekatan pada cita rasa, daging atau non-daging bukan masalah. Fokusnya adalah terikat pada kesenangan indera.
namun kenyataannya adalah umat awam (yg tidak mirip bro) ya patokannya sila & pelanggaran sila. penghidupan benar ya ga melanggar sila, bukan mengikis kemelekatan. benarkan? patokannya udah jadi sila diperkuat dg Jivaka Sutta lagi yg sebenarnya hanya men-shifting pembunuhan & menurut saya (pada umumnya orang) pura2 tidak tau saja, dari risih jika melanggar sila menjadi tidak risih krn tidak melanggar sila. parahnya lagi peran orang dibalik layar pembunuhan dianggap lebih hina (lebih kotor) sementara orang yg di depan panggung (terima bersih aja udah jadi bangkai) dianggap moralitasnya lebih baik. pemikiran demikian menyebabkan kalau ada nelayan yg jadi Buddhist dianjurkan berhenti, atau peternak, atau penjual pecel lele, dll... ini berlaku utk pengkebun-pensuplai sayur (yg menyiram pestisida), pembuka lahan (yg memusnahkan tempat tinggal beserta mahkluknya)... sebenarnya kita ya sama aja.Saya pikir untuk hal ini, kebanyakan orang TIDAK mengamati sila dengan baik. Misalnya pembunuhan, bukan hanya tidak melakukan, namun juga tidak menyetujui dan tidak menganjurkan. Bisa diterima waktu bunuh tidak meminta persetujuan kita, tapi kalau saja misalnya kita bilang "wah enak lho ikannya, boleh sering-sering nih!" Bisa jadi itu adalah penganjuran "besok-besok beli/tangkap ikan lagi yah!" Memang tidak selalu sampai sebegitunya, tetapi dalam kasus tertentu, bisa jadi seperti itu.
saya lebih memilih "menghindari penghambur2an", daripada "menghindari pembunuhan".Menghindari 'pemborosan' ini menurut saya paling tepat. Soal makan atau tidak makan daging, susah menentukan apakah itu berpengaruh pada pembunuhannya secara langsung atau tidak. Tapi sikap yang boros, mengkonsumsi berlebihan, selalu adalah tidak bermanfaat. Sebaliknya sikap sederhana SELALU bermanfaat, setidaknya untuk diri sendiri.
makan daging atau sayur sebenarnya ya sama aja. bedanya makan utk bertahan hidup, atau makan utk memenuhi nafsu, begitukan?
Mahayana (khususnya Zen) bukan berdasarkan KOMIK, tetapi dharma diajarkan langsung dari hubungan antar guru ke murid. praktisi Mahayana memang lebih berpatokan pada guru, benda hidup daripada Kitab, benda mati. Disini secara fundamental memang antara Theravada dan Mahayana berbeda, sudah nature Mahayanist lebih yakin sama gurunya & Theravadin lebih yakin sama kitabnya. tidak ada titik temu disini... Mahayanist tentu yakin dg guru mereka (mis: TNH).
saran utk semua yg mengkritisi Mahayana
mohon jgn melakukan penyerangan pribadi thd guru mereka. kita tidak tau apakah mereka tercerahkan / tidak. bagaimana mahkluk yg tercerahkan itu ciri2nya saya kira tidak ada yg tau, jd jgn anggap gambaran pencerahan di-pikiran kita adalah yg paling benar, sebab dg gambaran demikian pun (walau berasal dari Kitab Tertinggi) kita belum/tidak tercerahkan sampai sekarang.
apakah Tipitaka dapat dipercaya 100%? <--- imo, disinilah memang thread utk memberi ruang membahas secara kritis dari sudut pandang berbeda. ayo lanjutkan diskusi dg netral... semua tradisi sebenarnya ada **** (cencored) kok, jadi santai aja...
:backtotopic:
judulnya thread aja pertanyaan kritis ...jadi saya rasa boleh dilanjut donk....(*peace bro...ini diskusi yah...*)
kalo saya minta sekarang Tesla dan saya berhadapan secara gentle, saya tanya ANDA secara pribadi, "apabila tidak ada Tipitaka, bisakah anda mendapatkan dhamma yang berasal dari ajaran Sang Buddha?" memang dhamma ada dimana2, tapi bagaimana kita menemukan dhamma itu tanpa adanya petunjuk? kagak mungkinlah Tesla tiba2 "Jeduaarr" langsung jadi Sammasambuddha tanpa adanya Tipitaka. dengan adanya Tipitaka saya dan anda jadi dpt mengenal Dhamma, bila ada yang bicara "Jangan Percaya Tipitaka, krn belum tentu benar, itu hanya produk bhikkhu2 penghapal" maap...maap deh itu adalah "ORANG KEBLINGER" saya yakin dan seyakin-yakin nya, Bhikkhu2 yang telah mencapai Magga dan phala MUSTAHIL akan berucap demikian, itu pasti ucapan dari seorang Puthujjana yg Keblinger...sory sekali bila ada yg kurang berkenan dg pandangan saya ini. bagi saya aneh, sungguh2 ANEH, orang bisa mengenal dhamma dari Tipitaka, lalu gembor2 "Jangan percaya Tipitaka", ngaku nya Buddhist, ngaku nya Bhikkhu, ngaku nya Romo, dll, tapi gembar gembor jangan percaya Tipitaka, JUJUR saya pribadi langsung tidak bakalan mau percaya dg ybs. sudah terlihat "KUALITAS" pribadinya, yaitu orang KEBLINGER. sory Bro Tesla ya, kita ini bicara jujur ya...
bila anda tidak setuju saling serang Mahayana dan Theravada, sama saya pun demikian juga, saya pribadi tidak suka ada adu jotos atau saling menjelekkan antar aliran. tapi yg sy bicarakan adalah FAKTA. saya menulis bhw Mahayana menanggap Sang Buddha tidak pernah mengajarkan ajarannya, hanya duduk terpejam dlm posisi meditasi sempurna, karena ajarannya teramat sulit dipahami dan beliau mengetahui hal ini sehingga tidak diajarkan kepada manusia didunia. saya ada catatan dari kuliah sy. nanti sy quote kan, dari bangku kuliah sy ttg Mahayana, jadi kami diberikan materi perbedaan dan persamaan antara Mahayana dan Theravada. sehingga tulisan saya adalah materi kuliah bukan GOSIP semata.
mettacittena,
Nggak percaya produk Bhikkhu-Bhikkhu penghafal lantas percaya kepada siapa....? Tentu saja percaya kepada Krishnamurti dong.... ;D ^:)^
judulnya thread aja pertanyaan kritis ...jadi saya rasa boleh dilanjut donk....(*peace bro...ini diskusi yah...*)
kalo saya minta sekarang Tesla dan saya berhadapan secara gentle, saya tanya ANDA secara pribadi, "apabila tidak ada Tipitaka, bisakah anda mendapatkan dhamma yang berasal dari ajaran Sang Buddha?" memang dhamma ada dimana2, tapi bagaimana kita menemukan dhamma itu tanpa adanya petunjuk? kagak mungkinlah Tesla tiba2 "Jeduaarr" langsung jadi Sammasambuddha tanpa adanya Tipitaka. dengan adanya Tipitaka saya dan anda jadi dpt mengenal Dhamma, bila ada yang bicara "Jangan Percaya Tipitaka, krn belum tentu benar, itu hanya produk bhikkhu2 penghapal" maap...maap deh itu adalah "ORANG KEBLINGER" saya yakin dan seyakin-yakin nya, Bhikkhu2 yang telah mencapai Magga dan phala MUSTAHIL akan berucap demikian, itu pasti ucapan dari seorang Puthujjana yg Keblinger...sory sekali bila ada yg kurang berkenan dg pandangan saya ini. bagi saya aneh, sungguh2 ANEH, orang bisa mengenal dhamma dari Tipitaka, lalu gembor2 "Jangan percaya Tipitaka", ngaku nya Buddhist, ngaku nya Bhikkhu, ngaku nya Romo, dll, tapi gembar gembor jangan percaya Tipitaka, JUJUR saya pribadi langsung tidak bakalan mau percaya dg ybs. sudah terlihat "KUALITAS" pribadinya, yaitu orang KEBLINGER. sory Bro Tesla ya, kita ini bicara jujur ya...
bila anda tidak setuju saling serang Mahayana dan Theravada, sama saya pun demikian juga, saya pribadi tidak suka ada adu jotos atau saling menjelekkan antar aliran. tapi yg sy bicarakan adalah FAKTA. saya menulis bhw Mahayana menanggap Sang Buddha tidak pernah mengajarkan ajarannya, hanya duduk terpejam dlm posisi meditasi sempurna, karena ajarannya teramat sulit dipahami dan beliau mengetahui hal ini sehingga tidak diajarkan kepada manusia didunia. saya ada catatan dari kuliah sy. nanti sy quote kan, dari bangku kuliah sy ttg Mahayana, jadi kami diberikan materi perbedaan dan persamaan antara Mahayana dan Theravada. sehingga tulisan saya adalah materi kuliah bukan GOSIP semata.maksud saya 'dalam diskusi' ini aja... jujur ya, byk hasutan yg memperkeruh suasana.
kalo saya minta sekarang Tesla dan saya berhadapan secara gentle, saya tanya ANDA secara pribadi, "apabila tidak ada Tipitaka, bisakah anda mendapatkan dhamma yang berasal dari ajaran Sang Buddha?" memang dhamma ada dimana2, tapi bagaimana kita menemukan dhamma itu tanpa adanya petunjuk? kagak mungkinlah Tesla tiba2 "Jeduaarr" langsung jadi Sammasambuddha tanpa adanya Tipitaka. dengan adanya Tipitaka saya dan anda jadi dpt mengenal Dhamma, bila ada yang bicara "Jangan Percaya Tipitaka, krn belum tentu benar, itu hanya produk bhikkhu2 penghapal" maap...maap deh itu adalah "ORANG KEBLINGER" saya yakin dan seyakin-yakin nya, Bhikkhu2 yang telah mencapai Magga dan phala MUSTAHIL akan berucap demikian, itu pasti ucapan dari seorang Puthujjana yg Keblinger...sory sekali bila ada yg kurang berkenan dg pandangan saya ini. bagi saya aneh, sungguh2 ANEH, orang bisa mengenal dhamma dari Tipitaka, lalu gembor2 "Jangan percaya Tipitaka", ngaku nya Buddhist, ngaku nya Bhikkhu, ngaku nya Romo, dll, tapi gembar gembor jangan percaya Tipitaka, JUJUR saya pribadi langsung tidak bakalan mau percaya dg ybs. sudah terlihat "KUALITAS" pribadinya, yaitu orang KEBLINGER. sory Bro Tesla ya, kita ini bicara jujur ya...
ya secara gentle (lembut), bukan adu jotos :)
apakah Tipitaka dapat dipercaya 100%, 100% begitu pertanyaannya... saya menjawab "tidak, tidak 100%". saya kira ini yg disinggung oleh rekan Sutarman. jadi mungkin sekitar 70% dari Tipitaka adalah benar, 30% nya meragukan. begitu kira2...
maksud saya 'dalam diskusi' ini aja... jujur ya, byk hasutan yg memperkeruh suasana.
khan dalam zen tidak ada vinaya ;D
ohh... maksudnya KOMIK lebih tinggi kedudukannya dan lebih dpt dipertanggungjawabkan daripada TIPITAKA yg ditulis oleh kaum ARAHAT yang amat menjaga Vinaya, begitukah?
tentunya agama baru yang boleh tanpa vinaya, melanggar semua sila dan dapat mencapai PENCERAHAN akan mendapatkan sebanyak2nya umat, yakin dah...
judulnya thread aja pertanyaan kritis ...jadi saya rasa boleh dilanjut donk....(*peace bro...ini diskusi yah...*)
bila anda tidak setuju saling serang Mahayana dan Theravada, sama saya pun demikian juga, saya pribadi tidak suka ada adu jotos atau saling menjelekkan antar aliran. tapi yg sy bicarakan adalah FAKTA. saya menulis bhw Mahayana menanggap Sang Buddha tidak pernah mengajarkan ajarannya, hanya duduk terpejam dlm posisi meditasi sempurna, karena ajarannya teramat sulit dipahami dan beliau mengetahui hal ini sehingga tidak diajarkan kepada manusia didunia. saya ada catatan dari kuliah sy. nanti sy quote kan, dari bangku kuliah sy ttg Mahayana, jadi kami diberikan materi perbedaan dan persamaan antara Mahayana dan Theravada. sehingga tulisan saya adalah materi kuliah bukan GOSIP semata.
mettacittena,
“In the Kathavatthu the discussion of the topic Buddhassa Bhagavato vohāro lokkutaro ti, that Buddha’s action [vohāro] are lokottara and that they are treated as lokiya [mundane] and lokottara [supramundane] according as the object of the action is lokiya or lokottara. Mr.Shwe Zen Aung prefers to confine the sense of the word “vohāro to speak”.
“the Sutras (or discourses) preached by the Buddha are all perfect in themselves (nītārtha). Buddhas speak of nothing but dharma (doctrines); as such their teaching is concerned only with paramārtha-satya (paramattha-sacca). i.e. not with saṃvṛtisatya (sammutisacca). The paramārtha-satya cannot be normally expressed by words. It can be explained only by silence or at the most by an exclamation.”
It is expressed in Vasumitra’s treatise thus “ Buddha can expound all the doctrines with a single utterance and there is nothing which is not in conformity with the truth in what has been preached by the world-honoured one.”
mohon maaf ya bro, kita diskusi dhamma, kita diskusi ajaran Buddha, jadi SORY mohon jangan salah paham, referensi yang sah adalah Tipitaka, jadi tidaklah mungkin kita diskusi dhamma pake referensi BUKAN TIPITAKA. tetaplah sources valid yg kita jadikan acuan, semisal kita mau diskusi dhamma lantas kita pake referensi komik, ya ga mungkinlah, Arahatnya pun arahat komik. sory bro, saya tidak bisa mengerti jalan pikiran anda yg berpegang bahwa Tipitaka tidak bisa dipegang sbg referensi yg valid. bagi saya selama saya belum Arahat maka saya tetap perpedoman Tipitaka daripada komik.saya mau kasih kejelasan, bahwa lawan diskusi bukan pakai komik... cuma itu, jgn salah paham... maaf beribu maaf, yg mau saya sampaikan adalah "pada diskusi ini tidak ada yg membandingkan Tipitaka vs komik"
saya mau kasih kejelasan, bahwa lawan diskusi bukan pakai komik... cuma itu, jgn salah paham... maaf beribu maaf, yg mau saya sampaikan adalah "pada diskusi ini tidak ada yg membandingkan Tipitaka vs komik"
lanjut ttg Mahkluk...oke, Jain kalau tidak salah juga berpikir bahwa adanya manusia (kita ini) sendiri sudah menyakiti mahkluk lain. mirip pikiran saya :hammer: baik kain (sandang), tempat tinggal (papan), makanan termasuk sayuran (pangan) yg kita konsumsi punya andil utk menyakiti/membunuh mahkluk lain. jadi ada praktik ekstrimnya, mereka tidak berpakaian, tidak makan sampai mati & kemudian membiarkan bangkai mereka dimakan binatang buas. soal membedakan tumbuhan mahkluk hidup atau bukan saya kurang tau sama sekali.
oleh sebab itu kaum Jain banyak yang berpenghidupan dalam perdagangan mata uang, kalo istilah keren bankir, tetapi bagi "I" istilahnya "rentenir". awal saya masuk Srilanka agak kaget juga,kok di sepanjang jalan pertokoan melulu "pawning" kapan nih jualannya? melulu pinjam uang...hehehe...
saya rasa karena mereka mengacu menghindari bisnis pāṇānaṃ (breathing, usually a living being endowed with the breath of life, p.451) itu.
judulnya thread aja pertanyaan kritis ...jadi saya rasa boleh dilanjut donk....(*peace bro...ini diskusi yah...*)
kalo saya minta sekarang Tesla dan saya berhadapan secara gentle, saya tanya ANDA secara pribadi, "apabila tidak ada Tipitaka, bisakah anda mendapatkan dhamma yang berasal dari ajaran Sang Buddha?" memang dhamma ada dimana2, tapi bagaimana kita menemukan dhamma itu tanpa adanya petunjuk? kagak mungkinlah Tesla tiba2 "Jeduaarr" langsung jadi Sammasambuddha tanpa adanya Tipitaka. dengan adanya Tipitaka saya dan anda jadi dpt mengenal Dhamma, bila ada yang bicara "Jangan Percaya Tipitaka, krn belum tentu benar, itu hanya produk bhikkhu2 penghapal" maap...maap deh itu adalah "ORANG KEBLINGER" saya yakin dan seyakin-yakin nya, Bhikkhu2 yang telah mencapai Magga dan phala MUSTAHIL akan berucap demikian, itu pasti ucapan dari seorang Puthujjana yg Keblinger...sory sekali bila ada yg kurang berkenan dg pandangan saya ini. bagi saya aneh, sungguh2 ANEH, orang bisa mengenal dhamma dari Tipitaka, lalu gembor2 "Jangan percaya Tipitaka", ngaku nya Buddhist, ngaku nya Bhikkhu, ngaku nya Romo, dll, tapi gembar gembor jangan percaya Tipitaka, JUJUR saya pribadi langsung tidak bakalan mau percaya dg ybs. sudah terlihat "KUALITAS" pribadinya, yaitu orang KEBLINGER. sory Bro Tesla ya, kita ini bicara jujur ya...
bila anda tidak setuju saling serang Mahayana dan Theravada, sama saya pun demikian juga, saya pribadi tidak suka ada adu jotos atau saling menjelekkan antar aliran. tapi yg sy bicarakan adalah FAKTA. saya menulis bhw Mahayana menanggap Sang Buddha tidak pernah mengajarkan ajarannya, hanya duduk terpejam dlm posisi meditasi sempurna, karena ajarannya teramat sulit dipahami dan beliau mengetahui hal ini sehingga tidak diajarkan kepada manusia didunia. saya ada catatan dari kuliah sy. nanti sy quote kan, dari bangku kuliah sy ttg Mahayana, jadi kami diberikan materi perbedaan dan persamaan antara Mahayana dan Theravada. sehingga tulisan saya adalah materi kuliah bukan GOSIP semata.
mettacittena,
adi lim: emank ZEN itu hanya dari cerita komik !
kepada adi lim, harap meng-edit pernyataan ini menjadi:
adi lim: emank ZEN itu hanya dari cerita komik ?
hehehe
walaupun sudah telat bener, kalau tidak salah pancasila itu sepertinya bukan untuk melatih kemelekatan, tapi utk membawa kita pada kehidupan yg lebih berbahagia secara duniawi. Kekna itu hasil turunan dari beberapa sutta, kalau salah satunya adalah kammavibhanga sutta. kalau ada yg punya sumbernya bagi2 yoo \ :D /
saya mau kasih kejelasan, bahwa lawan diskusi bukan pakai komik... cuma itu, jgn salah paham... maaf beribu maaf, yg mau saya sampaikan adalah "pada diskusi ini tidak ada yg membandingkan Tipitaka vs komik"
tanda '?' lebih ke bertanyaokelah kalau begitu... saya harus belajar lagi pemakaian tanda baca anda.
tanda '!' bisa melambangkan bingung atau kaget atau ragu2, emank kenapa dan salah dimana ? ???
tidak ada yang membandingkan Tipitaka vs komikoh! okelah, semoga kamu senang.
hanya dari bro tesla aja ^-^
walaupun sudah telat bener, kalau tidak salah pancasila itu sepertinya bukan untuk melatih kemelekatan, tapi utk membawa kita pada kehidupan yg lebih berbahagia secara duniawi. Kekna itu hasil turunan dari beberapa sutta, kalau salah satunya adalah kammavibhanga sutta. kalau ada yg punya sumbernya bagi2 yoo \ :D /
okelah kalau begitu... saya harus belajar lagi pemakaian tanda baca anda.
oh! okelah, semoga kamu senang.
Bro Sutarman, karena Mister TNH termasuk yg diketahui umum, artinya beliau tidak menyembunyikan identitas dan pencerahannya, bisakah anda share pengetahuan anda mengenai bagaimana pencapaian pencerahan oleh TNH ini?
khan dalam zen tidak ada vinaya ;D
bold biru
Bro Sutarman pernah mendengar pengalaman guru Zen yang dapat 'pencerahan mendadak', bisakah anda berbagi cerita tersebut.
karena saya masih bingung dengan 'pencerahan' dimaksud, apakah dimaksud 'masuk arus' ( jadi mahluk Ariya ) atau sekedar mendapat ketenangan mendadak sesudah pikiran yang tadinya 'liar' jadi tenang . ^:)^
sayang sekali Sang Buddha sudah ditawarin royalti menolak, karena beliau bukan seorang yang berprofesi penulis, kearahatan adalah pencapaian tahap kesucian yang hanya bisa dicapai dg praktek langsung, bukan suatu resep masakan yang bisa diperjualbelikan.
dalam Dh.275 & 276 anda bisa temukan pesan Sang Buddha, dg jelas beliau berpesan
"hanya kita sendirilah yang langsung berpraktek untuk mencapai kesucian (Arahat) tsb, beliau hanya menunjukkan jalan saja".
dalam konsep Mahayana, Sang Buddha tidak pernah mengajarkan "Ajarannya" beliau hanya duduk sempurna meditasi tanpa mengeluarkan sepatah katapun. jadi sebaiknya kita tidak perlu memperpanjang diskusi ini krn lebih ke Mahayana. bagi saya, sebelum saya mencapai Arahat, maka ajaran beliau yang bisa saya dapatkan dari Tipitaka dapat dipertanggungjawabkan dari pada tulisan karya Buda Hidup. sory bro...saya pribadi masih menganggap Tipitaka dapat dipertanggungjawabkan.
mettacittena,
Bro Indra yang baik,
IDENTITAS Master Thich Nhat Hanh sebagai Master Zen sudah diketahui secara global. Namun kalau PENCERAHAN Beliau, saya tidak tahu karena saya bukan murid Beliau. Ada baiknya rekan lain di sini yang murid Beliau bisa menjelaskannya.
_/\_
Ada vinaya. Hanya saja lebih sederhana dan bersifat fleksibel mengikuti zaman (terutama untuk istilah/terminologi). Saya sudah tulis sebelumnya di artikel Zen: From Huairang to Linji
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=19164.0 (http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=19164.0)
Para bhiksu Zen harus mematuhi lima Vinaya dasar (yang juga menjadi sila dasar bagi praktisi Zen):
1) Tidak membunuh
2) Tidak melakukan kejahatan seksual
3) Tidak mencuri atau merampok
4) Tidak berbohong atau tidak berkata tidak benar
5) Tidak minum minuman yang memabukkan
Selain itu ada lima Vinaya tambahan bagi bhiksu Zen (TIDAK menjadi sila bagi praktisi Zen):
1) Tidak tidur di tempat tidur yang mewah dan besar
2) Tidak memakai perhiasan atau bunga (di kepala)
3) Tidak bernyanyi dan menari seperti pemain opera
4) Tidak menyimpan emas dan perak (uang pada zaman itu)
5) Tidak makan di luar jam makan
Tuhanku yang baik,
Bagaimana bila sila sebagai anugerah untuk kemanusiaan?
Sila sebagai suatu pemberian yang membawa kebahagiaan dan kesejahteraan bagi mahluk-mahluk lain.
dalam Abhisanda Sutta. (Anguttara Nikaya 8:39)
http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/an/an08/an08.039.than.html
Pendapat ini saya setuju. Tujuan Sila adalah untuk mengikis kemelekatan (dalam tahapan kasar, yah).
Kita makan sayuran ataupun daging, jika dimakan dengan penuh nafsu, tiada beda-nya...
Kalau mau jujur, banyak dari kita yg makan daging krn memang lezat (alias lobha banget...) Sdr. Tesla benar soal ini.
Tapi kenapa mesti ada Sila pertama (dan kaitannya dengan menghindari pembunuhan scr langsung atas makanan yg kita makan untuk kita)?
Sila pertama ini jelas tujuannya kita menghormati hidup makhluk lain, mencintai kehidupan lain dan jangan menyakiti mereka. Sila ini juga bertujuan agar -sebelum pemahaman dan kesadaran kita benar2 mendalam- setidaknya kita tidak merusak kondisi batin kita dgn dosa (sering2 membunuh) dan lobha (makan daging terus).
Sila tidak dapat mengikis kilesa halus dalam batin. Sila hanya berperan sampai tingkatan kasar tertentu. Tidak terkecuali Sila Pertama. Sila adalah langkah awal bagi manusia dengan tingkatan batin rata2 untuk mengarungi Sang Jalan. Dengan melaksanakan sila, maka samadhi dan panna akan lbh mudah dilatih dibanding tidak peduli sila.
Tapi, kenyataannya, tidak terhindarkan, bagi segelintir umat hanya menjalankan sila tanpa berusaha melatih samadhi dan meningkatkan panna. Jika begini, maka kegunaan sila tsb menjadi tumpul. Tujuan sila menjadi melenceng.
Sila yg benar adalah yg dapat menumpu latihan samadhi dan meningkatkan panna.
Sila yg benar adalah sila yg ditumpu oleh panna dan samadhi.
Menghindari pembunuhan juga perlu mungkin Bro.. setidaknya melatih batin kita sendiri untuk lebih care..
Yg menarik dari Sila hindari pembunuhan ini, misalnya:
dulu kita asal ada nyamuk, maen tepok aja, udah reflek lah gitu.
Sejak melatih sila pertama, kita jadi lebih mikir sewaktu mau tepok nyamuk yg nempel di kulit kita.
Kadang kita usir2 aja, kadang saking sebel, kita tepok juga...
Lama kelamaan, reflek kita untuk maen tepok saja, sudah tergantikan dengan mikir dulu sebelum tepok.
Artinya kita sudah mulai memperhatikan gerakan yg akan kita lakukan.
gerakan reflek yg tidak disadari sudah mulai menjadi gerakan yg disadari penuh.
Ini salah satu efek melatih sila, belum lagi jika diiringi panna..
::
"There is the case where a disciple of the noble ones has gone to the Buddha for refuge. This is the first reward of merit, reward of skillfulness, nourishment of happiness, celestial, resulting in happiness, leading to heaven, leading to what is desirable, pleasurable, & appealing; to welfare & to happiness.
...
"Furthermore, abandoning the use of intoxicants, the disciple of the noble ones abstains from taking intoxicants. In doing so, he gives freedom from danger, freedom from animosity, freedom from oppression to limitless numbers of beings. In giving freedom from danger, freedom from animosity, freedom from oppression to limitless numbers of beings, he gains a share in limitless freedom from danger, freedom from animosity, and freedom from oppression. This is the fifth gift, the fifth great gift — original, long-standing, traditional, ancient, unadulterated, unadulterated from the beginning — that is not open to suspicion, will never be open to suspicion, and is unfaulted by knowledgeable contemplatives & priests. And this is the eighth reward of merit, reward of skillfulness, nourishment of happiness, celestial, resulting in happiness, leading to heaven, leading to what is desirable, pleasurable, & appealing; to welfare & to happiness.
saya tidak mempelajari Zen walaupun saya suka membaca komik2 Zen. tapi apakah yg anda maksudkan sebelumya sebagai Khalayak Umum adalah kelompok murid2 seorang Master, bukan "umum" yg seumum2nya?
Master menyembunyikan pencerahan -> tidak diketahui umum.
Master diketahui umum <- tidak menyembunyikan pencerahan.
benarkah expression di atas? , atau apakah harus ditambah dengan expr ke 3 yaitu:
Umum=Murid.
Bukan bermaksud menyudutkan Thich Nath Tahn, hanya mengambil contoh untuk pertanyaan:
Vinaya Zen ternyata sedikit dan fleksibel dgn kemajuan zaman. Krn sedikit, tentu lbh mudah untuk diingat.
Bila dikaitkan dengan Vinaya tambahan no. 3, bagaimana penjelasannya Bhikkhu Thich Nath Tahn yg bermain musik dengan orkestra?
::
Bukan bermaksud menyudutkan Thich Nath Tahn, hanya mengambil contoh untuk pertanyaan:
Vinaya Zen ternyata sedikit dan fleksibel dgn kemajuan zaman. Krn sedikit, tentu lbh mudah untuk diingat.
Bila dikaitkan dengan Vinaya tambahan no. 3, bagaimana penjelasannya Bhikkhu Thich Nath Tahn yg bermain musik dengan orkestra?
::
Mbah fab yg tentunya baik juga,
komentar aye itu adalah utk bagian ini
thanks utk rujukan yg itu... bisa saja dianggap sebagai hadiah, tapi tapi buntutnya jg kembali pada
Bro William yang baik, untuk lebih fleksibel lagi mengapa tidak dikurangi lagi Vinayanya? Mungkin 5 kebanyakan.
- Mungkin berbohong jangan diwajibkan, bukankah berbohong adalah lumrah sesuai kemajuan jaman sekarang ini..?
- Tidak meminum-minuman yang memabukkan juga saya rasa boleh dihilangkan, karena di barat minum-minuman yang dapat menyebabkan mabuk bukan suatu dosa, bukanlah suatu yang salah.
- Bagaimana dengan mencuri atau merampok...? Merampok masih dilarang, tapi mencuri (korupsi)? sudah jamak nampaknya, jadi mungkin perlu dihilangkan.
- Tidak melakukan kejahatan seksual? Maksudnya bagaimana nih? Apakah anak dan orang tua melakukan hubungan seksual melakukan kejahatan atau tidak?
Kesimpulan: nampaknya cuma sila membunuh saja yang masih perlu dipegang.
Tapi nanti dulu.... di Indonesia kan mayoritas Islam, membunuh kurban berpahala... sering-sering dilakukan akan membuat Tuhan senang sehingga akan membolehkan kita ke Surga. Jadi demi fleksibilitas mungkin sila pertama juga tak perlu ya, demi toleransi dan menghormati mereka yang beragama Islam...?
Jadi saran saya untuk mereka yang berpikir fleksibel demi kemajuan jaman sebaiknya jangan ada Vinaya,
Bikin repot saja... saran Gus Dur... gitu aja kok repot....
Mettacittena.
oh ya, menanggapi ini... anggap saya orang KEBLINGER, (walau dibilang gitupun :p) saya menganggap Tipitaka berasal dari bbrp zaman, ada yg merupakan penambahan belakangan. --- dan dulu saya adalah korban yg disesatkan >:D krn asal ambil saja, komentar pun ditelan, dan diperjuangkan (vs orang lain). sekarang jujur, bagi saya abhidhamma bukan dari Sang Buddha. Sutta sendiri pun tidak terbukti otentik 100% dari mulut Buddha, tp lebih bisa dipegang.Antara 'tidak asli' dan menyesatkan itu saya pikir berbeda. Kalau seseorang baca Tipitaka lalu orang itu menjadi lebih buruk, BELUM TENTU Tipitakanya yang ngaco, bisa jadi orang itu sendiri yang salah mengartikannya. Dalam kasus ini, tidak bisa dikatakan 'menyesatkan'. Ini seperti perumpamaan ular di mana orang belajar dhamma dengan cara yang salah, seperti menangkap ular di ekornya. Maka ular itu akan berbalik dan menggigit tangannya. Jika memang setelah diteliti, diselidiki dengan baik, kesimpulannya adalah membuat orang menjadi buruk, maka boleh dibilang itu 'menyesatkan'. Kalau bro tesla bilang ada yang menyesatkan, sebetulnya saya tertarik sekali untuk membahasnya.
akhir kata, itu menurut saya... saya tidak memaksa orang lain utk tidak percaya Abhidhamma, jd no-flamming ya... peace.
Bro fabian yang baik,
Bahkan Master Zen Nanquan (baca: Nan Ciien) pada zaman Dinasti Tang KONON pernah membunuh seekor kucing yang diperebutkan dua kelompok bhiksu.
Saya tidak membenarkan atau menyalahkan karena MUNGKIN tindakan ekstrem Master Zen itu terkait dengan konteks perebutan kucing itu.
Tapi bukan berarti Zen lalu harus menghapuskan semua vinaya atau sila. Itu namanya jatuh ke dalam sebuah ekstremitas seperti yang Buddha itu sendiri jauhi. Ekstrem yang satu memanjakan indra dan ekstrem yang lain menyiksa indra.
_/\_
Bro Sutarman yang baik, bagaimana bila saya katakan: hanya menjalankan 5 sila adalah ekstrim bagi seorang Bhikkhu? Karena ia menurut saya ia bukan lagi Bhikkhu tapi sama saja dengan saya, anda dan orang-orang lainnya yang menjalankan 5 sila, bila demikian menurut pendapat saya orang tersebut tak lagi pantas disebut Bhikkhu.
Apakah kita menyebut seorang Bhikkhu hanya karena ia berjubah? Atau karena ia ditahbiskan? Apakah kriteria Bhikkhu menurut Zen...?
Mettacittena,
Bro Fabian yang baik,
Masalah definisi seorang bhiksu Zen memang jadi masalah khususnya di masa kini.
Sebagai contoh: guru Zen saya tidak menikah namun Beliau menjalankan sila atau vinaya yang bisa Beliau jalankan kecuali menyimpan uang (karena Beliau bekerja untuk menghidupi diri sendiri, mengikuti tradisi Zen pasca pembubaran Zen oleh dinasti Tang).
Ya, Anda dan saya bisa saja menemui seorang bhiksu Zen yang 'tersembunyi' semacam ini, yang secara penampilan tidak ada bedanya dengan kita-kita yang awam ini.
Yang saya hargai adalah SEMANGAT/SPIRIT BHIKSU itu sendiri bukan PENAMPILAN LUAR BHIKSU. Sebab bisa saja seorang berjubah bhiksu/bhikkhu namun tindakan-ucapan-pikiran-nya sama sekali tidak mencerminkan seorang bhiksu/bhikkhu, mulai dari melakukan hubungan seksual, korup, berkata jorok/kotor, dll. Contohnya sudah banyak dari zaman dulu sampai masa kini.
_/\_
Ada yang mau bikin thread 'Pertanyaan kritis mengenai ZEN menurut pandangan yg berbeda'?
Bro William yang baik,
Apakah Master Zen Thich Nhat Hanh itu sendiri menyanyi dan menari? Menyanyi dan menari cenderung membuyarkan konsentrasi pikiran karena itu tidak diperbolehkan bagi bhiksu Zen.
Tapi kalau ada bhiksu ybs bisa tetap fokus walau menari dan menyanyi ya tidak ada yang melarang. Bisa atau tidaknya dia tetap fokus/konsentrasi yang tahu dirinya sendiri.
Kasusnya mungkin sama seperti TERIAKAN Master Zen Linji. Berteriak cenderung membuyarkan pikiran yang berteriak. Tapi kalau Master Zen Linji sudah bisa tetap fokus pikirannya walau berteriak, ya tidak ada yang bisa melarangnya. Di sinilah letak fleksibilitas Zen. Intinya apapun boleh asal tetap bisa konsentrasi pikiran dari waktu ke waktu. Yang tahu itu buyar atau fokus ya diri sendiri.
Jadi di sini diperlukan kejujuran diri kita sendiri. Sebab boleh saja kita membohongi semua orang di dunia mengenai kemajuan meditasi kita, namun diri kita sendiri tak dapat kita bohongi.
Intinya segala sesuatu yang membuyarkan konsentrasi pikiran tidak dianjurkan, misalnya seperti sila kelima ' tidak minum minuman memabukkan' di masa kini bisa diperluas menjadi 'rokok, ganja, morfin, ekstasi' dll.
Saya beri contoh lain: kisah dua orang Master Zen di Jepang. Yang satu minum sake/arak khas Jepang dan yang lain tidak. Padahal minuman keras jelas 'dilarang' dalam Pancasila Buddhist yang dipatuhi praktisi Zen sekalipun apalagi bhiksu/master Zen . Master/Guru Zen yang tidak minum arak menegur yang minum arak. Jawaban Guru Zen yang minum arak adalah: "Yang tidak minum arak BUKAN manusia.". Lalu Guru Zen yang tidak minum arak menjawab: "Oh ya, kalau bukan manusia lalu apa?". Guru Zen yang minum arak menjawab singkat: "Buddha".
Jadi, Anda bisa lihat sendiri, begitu fleksibel-nya sila/vinaya Zen sehingga tak aneh bila kemudian Zen sendiri terpecah-pecah menjadi entah berapa banyak aliran di masa kini. Termasuk yang MUNGKIN bhiksu-nya memainkan musik yang menjadi isu di sini.
Saya tidak menyalahkan atau membenarkan main musik. Semuanya kembali berpulang ke masing-masing individu praktisi Zen itu sendiri. Seberapa jauh pengaruh 'minum arak' 'main musik' terhadap ELING/ MINDFULNESS itu sendiri? Hanya diri 'mereka' sendiri yang tahu.
Kasusnya mungkin sama seperti TERIAKAN Master Zen Linji. Berteriak cenderung membuyarkan pikiran yang berteriak. Tapi kalau Master Zen Linji sudah bisa tetap fokus pikirannya walau berteriak, ya tidak ada yang bisa melarangnya. Di sinilah letak fleksibilitas Zen. Intinya apapun boleh asal tetap bisa konsentrasi pikiran dari waktu ke waktu. Yang tahu itu buyar atau fokus ya diri sendiri.
Oh I see... bagaimana dengan Kimattha Sutta (AN 11.1):jempol:
http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/an/an11/an11.001.than.html
Ini adalah rangkaian sebab-akibat dari menjalankan Sila hingga pencapaian Nibbana.
Mettacittena
astaga udah 3x klik reply kepotong orang reply :))Sila pada umumnya memang hanya pembatasan, tetapi manfaat dari sila sendiri saya pikir tergantung pada pandangan masing-masing orang yang melakukan. Seperti dana, misalnya, ada yang berdana untuk hal tidak bermanfaat seperti dapat pujian, ada juga yang bermanfaat seperti untuk membantu orang lain. Tapi ada juga yang menjalankan latihan untuk belajar melepas 'milikku' yang adalah latihan menuju padamnya keinginan juga. Demikian juga halnya sila, yang dilakukan dengan pandangan benar, adalah latihan menuju nibbana juga.
:jempol:
tapi pancasila tetap bukan cara utk mengikis kemelekatan karena itu baru bermain di level permukaan.
Dengan ... -> Samadhi/jhana -> Yathābhūtañāṇadassanā itu yg menyebabkan disenchantment/nibida -> Dispassion/nibbida -> pembebasan/vimutti
Oh I see... bagaimana dengan Kimattha Sutta (AN 11.1)
http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/an/an11/an11.001.than.html
Ini adalah rangkaian sebab-akibat dari menjalankan Sila hingga pencapaian Nibbana.
Mettacittena
Bro Sutarman yang baik, bagaimana bila saya katakan: hanya menjalankan 5 sila adalah ekstrim bagi seorang Bhikkhu? Karena menurut saya ia bukan lagi Bhikkhu tapi sama saja dengan saya, anda dan orang-orang lainnya yang menjalankan 5 sila, bila demikian menurut pendapat saya orang tersebut tak lagi pantas disebut Bhikkhu.
Apakah kita menyebut seorang Bhikkhu hanya karena ia berjubah? Atau karena ia ditahbiskan? Apakah kriteria Bhikkhu menurut Zen...?
Jadi kesimpulan saya berdasarkan keterangan anda: Bhiksu Zen moralitasnya bahkan lebih rendah daripada Anagarika (Upasaka Atthasila) dalam Theravada.
Mettacittena,
Mohon konfirmasi, apakah memang quote di atas terutama pada bagian BOLD adalah inti (pada kata intinya) ajaran Zen?
Antara 'tidak asli' dan menyesatkan itu saya pikir berbeda. Kalau seseorang baca Tipitaka lalu orang itu menjadi lebih buruk, BELUM TENTU Tipitakanya yang ngaco, bisa jadi orang itu sendiri yang salah mengartikannya. Dalam kasus ini, tidak bisa dikatakan 'menyesatkan'. Ini seperti perumpamaan ular di mana orang belajar dhamma dengan cara yang salah, seperti menangkap ular di ekornya. Maka ular itu akan berbalik dan menggigit tangannya. Jika memang setelah diteliti, diselidiki dengan baik, kesimpulannya adalah membuat orang menjadi buruk, maka boleh dibilang itu 'menyesatkan'. Kalau bro tesla bilang ada yang menyesatkan, sebetulnya saya tertarik sekali untuk membahasnya.em, sebenarnya saya bilang "menyesatkan" itu secara tidak langsung saya udah sok tau mana yg menyesatkan & mana yg tidak menyesatkan ya hehe... yah terus terang, saya kira setiap orang punya gambaran benar & salahnya masing2, jadi apa yg dulu saya anggap benar sekarang saya anggap tidak benar. itu yg terjadi. argumen saya yg salah berpraktek, ya mungkin saja :) sebab walau text nya sama, skr saya membaca Tipitaka dg pemahaman yg berbeda.
Kalau 'tidak asli', sudah jelas Tipitaka TIDAK ASLI perkataan Buddha. Tipitaka adalah tulisan dari kumpulan hafalan para bhikkhu yang diturunkan melalui berbagai generasi. Bahkan generasi yang pertama yang mengulang, Ananda (yang notabene siswa langsung, pembantu tetap Buddha Gotama, Arahat dengan 6 kekuatan bathin, paling baik dalam ingatan), pun tidak mengatakan 'hafalan' itu sebagai omongan Buddha, tetapi sebagai 'apa yang ia dengar', dan karena itulah selalu dimulai dengan 'evam me suttam'. Saya pikir tugas seorang siswa Buddha BUKANLAH mencari tahu Tipitaka asli omongan Buddha karena sudah jelas itu hasil ingatan seseorang yang mendengar dari Buddha, lalu diturunkan secara tradisi; melainkan untuk menyelidiki kebenaran semua fenomena, termasuk yang tertulis dalam Tipitaka.apa yg ia dengar, kalau benar kata Buddha ya masih otentik. bagaimana kalau saya bilang ada kecenderungaan ada perubahan entah karena ingatan yg gagal atau ada unsur politisnya? bagi orang yg saddhanya kuat thd arahat, konsili, moral bhikkhu2 penghapal pasti akan menganggap ini pelecehan & tuduhan tidak berdasar lagi...
Menurut saya, ini adalah suatu atribut yang unggul. Suatu saat saya diceritakan seorang teman saya (dari Tantrayana) bahwa ada temannya yang menyindir bahwa "Buddhis kitabnya berdasar gossip" karena ditulis dari hasil "dengar-dengar". Saya hanya senyum-senyum saja. Bagi saya, semua juga 'gossip', hasil dengar dari orang lain yang dengar dari orang lain yang juga dengar dari orang lain entah sampai tingkat ke berapa. Bedanya, yang satu beri label: "Awas, ini hasil dengar-dengar, selidiki dulu sebelum dimakan!", satunya lagi: "Kudu pasti yakin tentu bener 100.1%, telan bulat-bulat tanpa kunyah!" Kalau ternyata benar, minimal saya tahu mengapa itu benar. Kalau ternyata salah, maka bahaya tersebut bisa dihindari melalui penyelidikan.hormat kepada kritis bro Kainyn _/\_
Itu akibat kesalahan MENELAN MENTAH-MENTAH kelakuan para Master Zen... Slogan ZEN kan langsung menuju ke pikiran... LAH, emang-nya tahu apa state of mind (pikiran) para Master Zen saat melakukan perilaku "nyeleneh" itu...
Maka-nya kan saya katakan kepada bro SUTARMAN... harus seperti LINJI (seorang master Zen) kalau mau ngomong MEET BUDDHA, KILL BUDDHA...
(Note : Koan (Gong-An) -- Ketemu Buddha, Bunuh Buddha -- adalah berasal dari Master LINJI)
Antara 'tidak asli' dan menyesatkan itu saya pikir berbeda. Kalau seseorang baca Tipitaka lalu orang itu menjadi lebih buruk, BELUM TENTU Tipitakanya yang ngaco, bisa jadi orang itu sendiri yang salah mengartikannya. Dalam kasus ini, tidak bisa dikatakan 'menyesatkan'. Ini seperti perumpamaan ular di mana orang belajar dhamma dengan cara yang salah, seperti menangkap ular di ekornya. Maka ular itu akan berbalik dan menggigit tangannya. Jika memang setelah diteliti, diselidiki dengan baik, kesimpulannya adalah membuat orang menjadi buruk, maka boleh dibilang itu 'menyesatkan'. Kalau bro tesla bilang ada yang menyesatkan, sebetulnya saya tertarik sekali untuk membahasnya.Yang bold: :yes:
Kalau 'tidak asli', sudah jelas Tipitaka TIDAK ASLI perkataan Buddha. Tipitaka adalah tulisan dari kumpulan hafalan para bhikkhu yang diturunkan melalui berbagai generasi. Bahkan generasi yang pertama yang mengulang, Ananda (yang notabene siswa langsung, pembantu tetap Buddha Gotama, Arahat dengan 6 kekuatan bathin, paling baik dalam ingatan), pun tidak mengatakan 'hafalan' itu sebagai omongan Buddha, tetapi sebagai 'apa yang ia dengar', dan karena itulah selalu dimulai dengan 'evam me suttam'. Saya pikir tugas seorang siswa Buddha BUKANLAH mencari tahu Tipitaka asli omongan Buddha karena sudah jelas itu hasil ingatan seseorang yang mendengar dari Buddha, lalu diturunkan secara tradisi; melainkan untuk menyelidiki kebenaran semua fenomena, termasuk yang tertulis dalam Tipitaka.
Menurut saya, ini adalah suatu atribut yang unggul. Suatu saat saya diceritakan seorang teman saya (dari Tantrayana) bahwa ada temannya yang menyindir bahwa "Buddhis kitabnya berdasar gossip" karena ditulis dari hasil "dengar-dengar". Saya hanya senyum-senyum saja. Bagi saya, semua juga 'gossip', hasil dengar dari orang lain yang dengar dari orang lain yang juga dengar dari orang lain entah sampai tingkat ke berapa. Bedanya, yang satu beri label: "Awas, ini hasil dengar-dengar, selidiki dulu sebelum dimakan!", satunya lagi: "Kudu pasti yakin tentu bener 100.1%, telan bulat-bulat tanpa kunyah!" Kalau ternyata benar, minimal saya tahu mengapa itu benar. Kalau ternyata salah, maka bahaya tersebut bisa dihindari melalui penyelidikan.
em, sebenarnya saya bilang "menyesatkan" itu secara tidak langsung saya udah sok tau mana yg menyesatkan & mana yg tidak menyesatkan ya hehe... yah terus terang, saya kira setiap orang punya gambaran benar & salahnya masing2, jadi apa yg dulu saya anggap benar sekarang saya anggap tidak benar. itu yg terjadi. argumen saya yg salah berpraktek, ya mungkin saja :) sebab walau text nya sama, skr saya membaca Tipitaka dg pemahaman yg berbeda.Sebetulnya pengalaman saya (dan saya rasa hampir setiap orang) juga sama. Karena bathin kita semua juga mengalami perubahan. Kadang (dan semoga) membaik, kadang merosot. Tapi saya setuju bahwa ada satu batas di mana kita selidiki dengan baik, menggunakan akal sehat, tetap subjektif tanpa kesimpulan definitif. Si A pandangannya begini, si B pandangannya begitu. Untuk tahapan ini, saya pikir sudah tidak bisa ditentukan 'sesat' dan tidak.
soal mana yg menyesatkan bagi saya sangat technical, yg terjadi kalau saya udah berbicara sesuatu yg lain dari pengetahuan umum pasti udah melawan arus pemikiran orang pada umumnya, jadi praktisi sesat/nyeleneh, shg saya merasakan menjadi akar perpecahan (pro vs kontra) hehehe... yg saya lihat lagi, kalau udah begini, pro give thanks to pro, contra give thanks to contra. krn saya bukan arahat/Buddha, saya masih menghindari apa yg tidak ingin saya lihat, saya jijik melihat murid Buddha begini, makanya saya susah berbaur dg umat Buddhist di dunia nyata juga (malah curhat... :hammer:) jadi sedikit2 saja tp kalau ada waktu saya pasti ingin mendiskusikan dg orang yg ingin berdiskusi, terlepas dari siapa yg salah & siapa yg benar.;D Saya juga dulu begitu karena berharap yang namanya murid Buddha, harus begini-begitu. Tetapi sekarang saya tidak lagi melihat demikian. Bagi saya, Buddhis dan non-Buddhis, sebetulnya sama saja. Yang namanya manusia (termasuk saya) memang demikian, tidak terlepas dari keegoisan dan kebodohan. Cuma beda label kebodohannya saja, mungkin orang lain melakukan kebodohan a la kitab suci lain, saya (dan Buddhis lain) melakukan kebodohan a la tipitaka, atheis melakukan kebodohan dengan caranya sendiri. Tidak ada yang aneh.
apa yg ia dengar, kalau benar kata Buddha ya masih otentik. bagaimana kalau saya bilang ada kecenderungaan ada perubahan entah karena ingatan yg gagal atau ada unsur politisnya? bagi orang yg saddhanya kuat thd arahat, konsili, moral bhikkhu2 penghapal pasti akan menganggap ini pelecehan & tuduhan tidak berdasar lagi...Menurut saya, itu sangat mungkin terjadi. Kita tahu tidak semua Arahat punya ingatan sebaik Ananda. Berarti Arahat yang tanpa politik juga bisa 'mewariskan' dengan tidak sempurna. Setelah kemudian lewat beberapa generasi, yang mewariskan juga belum tentu Arahat, maka apa anehnya kalau utak-atik Tipitaka terjadi?
Mohon konfirmasi, apakah memang quote di atas terutama pada bagian BOLD adalah inti (pada kata intinya) ajaran Zen?
Bro Sutarman yang baik, saya rasa anda belum menjawab pertanyaan saya:
"Apakah kita menyebut seorang Bhikkhu hanya karena ia berjubah? Atau karena ia ditahbiskan? Apakah kriteria Bhikkhu menurut Zen...?"
Bro Indra yang baik,
Itulah keterbatasan kata-kata dan bahasa yang tidak bisa mengungkapkan maksud saya yang sebenarnya. Ini makin membuat saya yakin betapa sulitnya Buddha mengungkapkan PIKIRAN beliau dalam kata-kata dan bahasa. Karena orang bisa jadi salah mengerti.
Tulisan/komentar saya ini bisa salah total karena saya gagal menyampaikan maksud saya yang sebenarnya. Sama seperti saya berusaha menjelaskan keharuman bunga. Bisa jadi saya akan melakukan banyak 'kesalahan' di sana-sini bila penjelasan saya dikritisi kata per kata tanpa dihubungkan dengan konteksnya. Padahal yang saya sebut 'apapun boleh' itu masih dalam konteks 'samadhi' dan dalam konteks bahwa 'diri kita yang menanggung karma kita sendiri', bukan orang lain.
Kalau tulisan saya dikritisi kata per kata namun dikeluarkan dari konteksnya ya memang salah jadinya. Demikian pula, kalau kita mau membahas yang lebih berat misalnya mengenai anatta, kalau dikeluarkan dari konteks lima agregat, bisa jadi salah total.
_/\_
Rekan-rekan sekalian yang baik,
Saya berikan lagi kisah Zen lain yang HEBOH namun semuanya dalam konteks menyadarkan / membebaskan /mencerahkan pikiran.
Sila atau Vinaya seorang bhiksu Zen mengenai hubungan seksual YANG TAK TERTULIS misalnya tidak boleh menyentuh perempuan.
Ada kasus seorang Guru Zen Jepang menggendong seorang perempuan menyebrangi sungai yang dangkal. Muridnya langsung BERPIKIR sang Guru telah melanggar vinaya seorang bhiksu mengenai HUBUNGAN SEKSUAL (padahal faktanya tak separah itu). Sehingga kemudian setelah sang perempuan telah tidak bersama mereka berdua, sang murid mengkritik gurunya sendiri.
Sang Guru Zen menjawab dengan enteng: “Saya sudah menurunkan perempuan itu sejak lama, tapi kamu masih menggendongnya hingga kini.” Giliran PIKIRAN sang murid yang kemudian tercerahkan/tersadarkan. Jadi sekali lagi ini masalah PIKIRAN. Khususnya apakah ketika Anda menggendong perempuan, pikiran Anda tetap fokus, jernih, suci, tenang. Yang tahu diri Anda sendiri.
Saya beri contoh lain mengenai ‘mesra-mesra’-an. Seorang Master Zen ditemui seorang bhiksuni muda dan cantik yang menanyakan mengenai apa itu sesungguhnya Zen. Master Zen itu kemudian memegang tangan bhiksuni dengan mesra. Dalam tradisi Zen, walau tidak tertulis, memegang tangan perempuan sudah seperti berhubungan seksual dengan perempuan itu. Seperti orang Isl*m radikal yang tidak boleh berjabat tangan dengan perempuan yang bukan muhrim-nya (kasus Tifatul Sembiring vs Michelle Obama).
Tentu saja bhiksuni itu kaget dan berteriak : “Anda adalah seorang Master Zen yang senior dan dihormati banyak orang, mengapa Anda punya pikiran sebejat itu ?!” . Master Zen itu tersenyum dan berkata : “Nah itulah Zen. Semua itu tergantung pada Anda dan PIKIRAN Anda sendiri. Anda yang BEBAS menentukan apakah Anda mau mengikuti PIKIRAN Anda yang suci atau mau mengikuti PIKIRAN Anda yang bejat.”
Saya ingat kejadian dulu sekali ketika Gus Dur dengan berani menyebutkan bahwa Quran adalah kitab cabul/porno karena tertulis mengenai menyusui/meneteki. Gus Dur dengan pernyataan ‘gila’ ini sengaja menyerang pola pikir Isl*m garis keras yang gencar mempromosikan anti pornografi dan pornoaksi tempo dulu.
Tentu saja pernyataan Gus Dur itu membuat heboh dan dikecam Isl*m garis keras sebagai pelecehan terhadap kesucian Quran. Tapi Gus Dur dengan ringan menjawab bahwa semua itu tergantung PIKIRAN kita sendiri. Kalau PIKIRAN kita tidak kotor bahkan kata ‘menyusui/meneteki’ itu pun tidak kotor.
Dengan cara ‘unik’ ini pula Gus Dur mencoba MENYADARKAN publik mengenai bahaya ‘agama yang kebablasan’ seperti Isl*m garis keras. Ini cara yang JENIUS SEKALIGUS FLEKSIBEL seperti Master Zen yang kadang SENGAJA melanggar vinaya (mulai dari memegang tangan perempuan, menggendong perempuan, minum arak, sampai membunuh kucing!) demi menyadarkan seseorang atau bahkan banyak orang.
Beda dengan kita yang melanggar sila atau vinaya demi kenikmatan pribadi semata bukan dalam konteks menyadarkan/mencerahkan pikiran seseorang/orang banyak.
Jadi saya harap kita jangan buru-buru menghakimi seseorang dulu sebelum tahu motivasinya.
_/\_
ini seperti pengalaman saya. seorang bhante yg sedang sakit keras dan kesakitan. karena perbedaan bahasa, mungkin bhante agak frustrasi mencoba berkomunikasi mencoba mengatakan bagian mana yang terasa luar biasa sakit. akhirnya si bhante mencekal paha si perawat untuk mengatakan "di sini lho sakitnya". si perawat sangat kaget dan buru2 kabur. apakah motivasi si bhante? saya tidak bisa jawab, karena hanya si bhante itu yg tahu... saya sih mikirnya si bhante sangat kesakitan dan merasa gak ada jalan lain...
kisah ini sudah cukup sering dibahas dalam forum ini, dan dengan penafsiran yg cukup banyak dan berbeda.
menurut Bro Sutarman, apakah motivasi Guru Zen Jepang itu dalam menggendong seorang perempuan menyebrangi sungai yang dangkal, yang seharusnya dapat diseberangi sendiri tanpa kesulitan oleh perempuan itu.
Bro Fabian yang baik,
Harap dimengerti saya tidak mau mengomentari hal-hal yang menurut saya tidak perlu dikomentari. Takutnya nanti terjadi kesalahpahaman yang makin menjadi-jadi.
No comment adalah hak saya. Dan saya pikir, pertanyaan Bro tidak membawa kita kemana-mana selain debat kusir karena kita berbeda tradisi.
Harap dimaafkan kalau saya tidak mau menjawab walaupun sebenarnya saya bisa.
_/\_
ini seperti pengalaman saya. seorang bhante yg sedang sakit keras dan kesakitan. karena perbedaan bahasa, mungkin bhante agak frustrasi mencoba berkomunikasi mencoba mengatakan bagian mana yang terasa luar biasa sakit. akhirnya si bhante mencekal paha si perawat untuk mengatakan "di sini lho sakitnya". si perawat sangat kaget dan buru2 kabur. apakah motivasi si bhante? saya tidak bisa jawab, karena hanya si bhante itu yg tahu... saya sih mikirnya si bhante sangat kesakitan dan merasa gak ada jalan lain...
demikian juga dengar cerita di atas. bagaimana kita tahu kondisi sebenarnya? apakah arus deras dan batu licin? apakah wanita biasa bisa menyeberangi sungai itu? gak ada yg tau... kecuali si pelaku.
ini seperti pengalaman saya. seorang bhante yg sedang sakit keras dan kesakitan. karena perbedaan bahasa, mungkin bhante agak frustrasi mencoba berkomunikasi mencoba mengatakan bagian mana yang terasa luar biasa sakit. akhirnya si bhante mencekal paha si perawat untuk mengatakan "di sini lho sakitnya". si perawat sangat kaget dan buru2 kabur. apakah motivasi si bhante? saya tidak bisa jawab, karena hanya si bhante itu yg tahu... saya sih mikirnya si bhante sangat kesakitan dan merasa gak ada jalan lain...
demikian juga dengar cerita di atas. bagaimana kita tahu kondisi sebenarnya? apakah arus deras dan batu licin? apakah wanita biasa bisa menyeberangi sungai itu? gak ada yg tau... kecuali si pelaku.
dan akhirnya dari pihak yg menerima kisah ini, akan mengatakan bahwa guru itu tidak melekat, sementara dari pihak yg kontra akan mengatakan bahwa guru itu hanya mencari pembenaran. IMO kisah ini sama sekali tidak mengajarkan Dhamma.iya om. tergantung masing2. yg merasa itu pembenaran, silakan jalan terus. yg merasa ada pelajaran dhammanya, silakan singgah.
ini seperti pengalaman saya. seorang bhante yg sedang sakit keras dan kesakitan. karena perbedaan bahasa, mungkin bhante agak frustrasi mencoba berkomunikasi mencoba mengatakan bagian mana yang terasa luar biasa sakit. akhirnya si bhante mencekal paha si perawat untuk mengatakan "di sini lho sakitnya". si perawat sangat kaget dan buru2 kabur. apakah motivasi si bhante? saya tidak bisa jawab, karena hanya si bhante itu yg tahu... saya sih mikirnya si bhante sangat kesakitan dan merasa gak ada jalan lain...
demikian juga dengar cerita di atas. bagaimana kita tahu kondisi sebenarnya? apakah arus deras dan batu licin? apakah wanita biasa bisa menyeberangi sungai itu? gak ada yg tau... kecuali si pelaku.
Maka-nya Kisah-kisah KOAN (Gong-An) Zen itu jangan di-TELAN MENTAH-MENTAH, sehingga hanya seperti mem-BEO saja...apapun yg ditelan mentah2 dan dibeokan itu pasti gak bijaksana.
Mis : Yang berkoar-koar dan mengutip KOAN -- KETEMU BUDDHA , BUNUH BUDDHA -- yang di-populer-kan MASTER LINJI itu harus sekaliber MASTER LINJI untuk dapat memberikan KOAN seperti itu... Jika TIDAK... HANYA MEMBEO saja lah...
Bro Morpheus yang baik, saya setuju dengan anda tak ada yang tahu apa motif si pelaku, oleh karena itu sesuai dengan saran bro Sutarman kita jangan buru-buru menghakimi seseorang sebelum tahu motivasinya.sebagai manusia yg cerdas, tentu kita bisa mencari dan menilai apa alasannya. baru diterima atau ditolak.
Oleh karena itu bila kita mengetahui seorang Bhikkhu mencuri, mengaku telah mencapai tingkat kesucian Arahat, berduaan saja dengan wanita di kamar di rumah bordil, menipu dsbnya jangan dicurigai macam-macamlah... kita kan tidak tahu apa motivasi si pelaku...
Begitu juga bila dia memerkosa dan membunuh, apalagi bila dia (mungkin) melakukannya dengan fokus dan konsentrasi....
Mettacittena,
sebagai manusia yg cerdas, tentu kita bisa mencari dan menilai apa alasannya. baru diterima atau ditolak.
bukan seperti program komputer dengan if-then-else.
saya pikir perbedaan ini tidak diperbincangkan lagi.
masing2 memprioritaskan hal yg berbeda seperti yg saya tulis dithread sebelah.
benar dan salah biarlah diserahkan pada value masing2 pembaca.
Maksudnya begini bro, motif Bhikkhu-bhikkhu yang saya sebutkan sungguh mulia:seperti saya katakan di atas,
- Mencuri karena ingin menolong membayar ongkos rumah sakit orang tuanya yang sakit keras.
- Mengaku telah mencapai tingkat kesucian Arahat supaya orang lain termotivasi mencapai tingkat kesucian Arahat
- Berduaan saja dengan wanita di rumah bordil, karena ia ingin menolong menyembuhkan penyakit WTS tersebut dengan cara memijat, karena memijat merupakan keahliannya, dan karena harus buka pakaian ya harap dimaklumi sajalah...
- Menipu, orang yang ditipu sebenarnya suka menipu, jadi Bhikkhu tersebut tujuannya untuk memberi pelajaran "spiritual" kepada si penipu tersebut, supaya ia sadar dan tidak menipu, duitnya untuk kasih orang-orang miskin.
seperti saya katakan di atas,kitasaya serahkan pada kecerdasan masing2 untuk menilai alasan2 di atas...
sampai di sini, om fabi...
Alamak... kembali lagi UPAYA KAUSALYA... bahasa JOKER itu...Memang betul semua kembali ke "Upaya kosalla". Tidak ada masalah dengan istilah itu. Tapi justru kita bisa menilai seberapa bijaksana seseorang dalam melakukan upaya kosalla. Semakin tinggi 'skill'-nya, maka semakin sedikit pihak yang dirugikan dan semakin banyak yang mendapat manfaat.
Memang betul semua kembali ke "Upaya kosalla". Tidak ada masalah dengan istilah itu. Tapi justru kita bisa menilai seberapa bijaksana seseorang dalam melakukan upaya kosalla. Semakin tinggi 'skill'-nya, maka semakin sedikit pihak yang dirugikan dan semakin banyak yang mendapat manfaat.
Bro Morpheus yang baik, saya setuju dengan anda tak ada yang tahu apa motif si pelaku, oleh karena itu sesuai dengan saran bro Sutarman kita jangan buru-buru menghakimi seseorang sebelum tahu motivasinya.
Oleh karena itu bila kita mengetahui seorang Bhikkhu mencuri, mengaku telah mencapai tingkat kesucian Arahat, berduaan saja dengan wanita di kamar di rumah bordil, menipu dsbnya jangan dicurigai macam-macamlah... kita kan tidak tahu apa motivasi si pelaku...
Begitu juga bila dia memerkosa dan membunuh, apalagi bila dia (mungkin) melakukannya dengan fokus dan konsentrasi....
Mettacittena,
Parah-nya, ada yang menyalah gunakan TERM Upaya Kausalya itu untuk berlindung dari perbuatan bejat-nya...Memang begitu, jadi sebaiknya setiap orang jangan melihat yang bermerk "Upaya Kausalya" itu pasti benar.
Jadi lebih bijak menurut saya adalah tetap mengedepankan Sila (VINAYA dalam hal ini) daripada berkutat pada Upaya Kausalya yang di "mata" awam menjadi nyeleneh dan membingungkan ?
Alamak... kembali lagi UPAYA KAUSALYA... bahasa JOKER itu...
dan akhirnya dari pihak yg menerima kisah ini, akan mengatakan bahwa guru itu tidak melekat, sementara dari pihak yg kontra akan mengatakan bahwa guru itu hanya mencari pembenaran. IMO kisah ini sama sekali tidak mengajarkan Dhamma.setuju dgn bro Indra..kisah ini tak mengandung Dhamma
jadi apabila ada kasus Bhikkhu perkosa dan melakukan pembunuhan, berita ini jangan ditelan mentah2 dan jangan juga di beokan, karena pastilah tidak bijaksana.marilah kita gunakan kecerdasan kita, apakah perkosaan dan pembunuhan oleh bhikkhu itu dilakukan dengan pengertian dan niat baik...
jadi boleh perkosa dan pembunuhan semuanya dilakukan dengan pengertian dan niat yang baik .
dan tergantung penilaian masing2 umat dan pembaca ^:)^
setuju dgn bro Indra..kisah ini tak mengandung Dhammaoh, saya baru sadar itu yg om2 tangkap dari cerita saya?
justru yg jd tanda tanya...
kenapa mencekal wanita? emang sudah tak ada pria disana?
1 hal yg mungkin pasti..dia tak tahan dgn rasa sakitnya...hingga tidak memikirkan vinaya
setuju dgn bro Indra..kisah ini tak mengandung Dhamma
justru yg jd tanda tanya...
kenapa mencekal wanita? emang sudah tak ada pria disana?
1 hal yg mungkin pasti..dia tak tahan dgn rasa sakitnya...hingga tidak memikirkan vinaya
marilah kita gunakan kecerdasan kita, apakah perkosaan dan pembunuhan oleh bhikkhu itu dilakukan dengan pengertian dan niat baik...
Parah-nya, ada yang menyalah gunakan TERM Upaya Kausalya itu untuk berlindung dari perbuatan bejat-nya...
Jadi lebih bijak menurut saya adalah tetap mengedepankan Sila (VINAYA dalam hal ini) daripada berkutat pada Upaya Kausalya yang di "mata" awam menjadi nyeleneh dan membingungkan ?
kisah ini sudah cukup sering dibahas dalam forum ini, dan dengan penafsiran yg cukup banyak dan berbeda.
menurut Bro Sutarman, apakah motivasi Guru Zen Jepang itu dalam menggendong seorang perempuan menyebrangi sungai yang dangkal, yang seharusnya dapat diseberangi sendiri tanpa kesulitan oleh perempuan itu.
Kalau tidak salah nih, perempuan itu memakai pakaian yang menutupi seluruh hampir seluruh tubuh dan kakinya dan dia ragu menyebrang karena takut kaki dan bagian pakaian yang menutupi kaki itu basah. Nah Master Zen itu iba lalu membantunya dengan menggendongnya.
_/\_
Bro Dilbert dan Bro Fabian yang baik,
Saya walau praktisi Zen, bukan berarti tahu semua kisah Zen yang sangat banyak itu. Konteks kisah/ungkapan/artikel Zen hanya seputar PIKIRAN kita sendiri. Jadi jangan keluar dari konteks pikiran ini karena bisa-bisa salah total.
Zen sesungguhnya ajaran yang sangat sederhana: menunjuk langsung ke PIKIRAN. Jadi walau diputar-putar dan djpelintir habis-habisan oleh Master-master Zen, ujung-ujungnya ya itu itu juga : PIKIRAN.
Apakah salah satu dari Anda berdua bisa menceritakan kepada saya kisah selengkapnya mengenai Master Zen Linji ketika mengatakan Meet Buddha Kill Buddha? Dari situ saya akan coba pelajari kaitannya dengan PIKIRAN kita sendiri.
_/\_
bersentuhan dengan wanita adalah pelanggaran vinaya. apakah master itu hanya membantu si wanita agar pakaiannya tidak basah? atau ada maksud lain? ini yg kita tidak mungkin ketahui. pakaian basah tidak akan membunuh wanita itu. jika sungai itu dalam dan berarus deras, mungkin kemuliaan si master akan lebih terlihat. untuk ke depannya, saya mengusulkan agar kisah ini direvisi.kalau saya menilai, kisah ini emang ingin menyentil kekakuan thd vinaya, di sini yg ngotot thd vinaya itu dilambangkan sbg si-murid tsb. si master udah menurunkan wanita tsb, tapi kita belum. jadi tidak mungkin direvisi krn reply bro indra ini emg tujuan dari kisah tsb.
Bro Sutarman yang baik, saya ingin tahu sampai sejauh mana anda menyelami PIKIRAN anda sendiri.
Bagaimanakah menurut anda pikiran seorang master Zen bila ada sesorang menghinanya dengan mengatakan (maaf) "anak monyet lu..." Bila anda telah mendalami Zen tentu anda tahu bagaimana pikiran seorang master Zen menghadapi situasi ini?.[/b]
Mettacittena,
kalau saya menilai, kisah ini emang ingin menyentil kekakuan thd vinaya, di sini yg ngotot thd vinaya itu dilambangkan sbg si-murid tsb. si master udah menurunkan wanita tsb, tapi kita belum. jadi tidak mungkin direvisi krn reply bro indra ini emg tujuan dari kisah tsb.
saya melihat kekakuan terhadap vinaya tidak lebih buruk daripada ketidak-punyaan vinaya. ini akan menjadi pembenaran oleh semua bhikkhu bahwa mereka tidak kaku dengan vinaya sehingga boleh melakukan apa saja dimulai dengan menggendong wanita. preseden begini tidak pernah kita baca dalam kisah2 para arahat jaman Sang Buddha. mungkin bro tesla ingat tentang kisah Arahat Anuruddha yg ditegur oleh Sang Buddha karena bermalam di rumah seorang wanita. Kenapa Sang Buddha begitu kaku?
saya tidak berada di kubu anti-vinaya bro... tetapi hanya memberitahukan sudut pandang berbeda. saya pribadi tidak terlalu pusing dg vinaya & pelanggaran vinaya oleh orang lain (baca: bhikkhu).
yah meskipun tidak anti-vinaya, tapi pertanyaan "kenapa Sang Buddha begitu kaku?" masih boleh dikomentari kan?menurut saya begini, yg mengubah (mengurangi) vinaya sama sekali bukan serta merta menghapus vinaya. cmiiw Buddha sendiri pada akhirnya berpesan bahwa beberapa aturan yg kaku dapat diubah/disesuaikan, ini bukan masalah sederhana (imo), ini yg menyebabkan perpecahan sangha sebelum konsili ke 3 loh.
kesimpulan maksa,
kalau bro sutarman bisa menyelami pikiran seorang master, maka ia adalah master zen, bahkan lebih. pertanyaan ini sama seperti mengatakan jika anda menyelami theravada, tentu anda tau batin Buddha & Arahat.
Apakah salah satu dari Anda berdua bisa menceritakan kepada saya kisah selengkapnya mengenai Master Zen Linji ketika mengatakan Meet Buddha Kill Buddha? Dari situ saya akan coba pelajari kaitannya dengan PIKIRAN kita sendiri.
yah meskipun tidak anti-vinaya, tapi pertanyaan "kenapa Sang Buddha begitu kaku?" masih boleh dikomentari kan?gini lho pola pikir mahayanis:
kesimpulan maksa,entahlah om. om fabian suka berandai2 dan mengira2 bagaimana pikiran si anu, si itu.
kalau bro sutarman bisa menyelami pikiran seorang master, maka ia adalah master zen, bahkan lebih. pertanyaan ini sama seperti mengatakan jika anda menyelami theravada, tentu anda tau batin Buddha & Arahat.
entahlah om. om fabian suka berandai2 dan mengira2 bagaimana pikiran si anu, si itu.
padahal di contoh bhante theravada yg mencekal paha perawat di atas tadi sudah jelas, kita tidak tahu apa yg ada dipikiran si bhante. bagaimana bisa menjawab pertanyaan andai2 dan kira2 pikiran orang lain?
Jadi pada contoh perawat dan bhante, apakah menurut anda kita harus memeriksa pikiran si bhante atau menilai apa yang kita lihat...? :) Apakah kita harus berandai-andai dan mengira-ngira pikiran Bhante tersebut...?ini yg saya lakukan ya om, gak tau orang lain. seperti yg dituliskan di atas, saya menggunakan kecerdasan saya memakai pengamatan bertahun2 dan testimoni banyak orang terhadap bhante ini. dari sana saya menyimpulkan: mungkin si bhante tadi luar biasa kesakitan dan frustrasi karena perbedaan bahasa dan tidak dimengerti para dokter dan perawat, ditambah pengaruh penyakit yg diderita pada otaknya.
Kira-kira menurut anda siapa yang berusaha menilai pikiran orang lain...?
menurut saya begini, yg mengubah (mengurangi) vinaya sama sekali bukan serta merta menghapus vinaya. cmiiw Buddha sendiri pada akhirnya berpesan bahwa beberapa aturan yg kaku dapat diubah/disesuaikan, ini bukan masalah sederhana (imo), ini yg menyebabkan perpecahan sangha sebelum konsili ke 3 loh.
& ironisnya, pada praktiknya juga bhikkhu Theravada byk melanggar vinaya kok, dah biasa2 aja tuh. bhikkhu punya hp, punya koneksi inet, punya kamar ber-AC, punya tempat berendam air panas, dll... yg cuma punya jubah & mangkok ya jarang bgttt... so apa gunanya lagi kita meributkan vinaya, kayanya skr sih cuma jadi idealisme doank.
yah meskipun tidak anti-vinaya, tapi pertanyaan "kenapa Sang Buddha begitu kaku?" masih boleh dikomentari kan?
gini lho pola pikir mahayanis:
peraturan dibikin dengan suatu alasan. dalam hal ini, alasan lebih penting ketimbang peraturannya. peraturan itu sesuatu yg mati, sedangkan hidup ini penuh dinamika. kalo suatu saat ditemukan alasan yg kuat (dengan kecerdasan dewasa tentunya), peraturan bisa saja mengalah.
peraturan itu sendiri bukanlah senjata paling dasyat. karena peraturan itu mati, maka lobang2nya masih bisa terus dipergunakan oleh manusia. contohnya: vinaya gak boleh pegang duit, emas dan perak. oooo, berarti pegang credit card dan rekening digital boleh dong... sila gak boleh minum yg memabukkan. ooo, kalo gitu rokok atau pil ekstasi boleh dong...
ini bukan guyon lho. melainkan sudah terjadi....
see? peraturan itu mati, namun alasan dan kecerdasan itu hidup.
bahkan Sang Buddha sendiri pernah berpesan, peraturan yg gak gitu penting boleh dihapuskan.
* bukan mahayanis *
Jika ada Bhikkhu Theravada banyak melanggar Vinaya itu memang patut dikatakan salah dan melanggar,begini bro,
tidak ada pembelaan dan pembenaran.
masalah idealisme itu dari sudut pandang bro Tesla
sedangkan ada Bhiksu non Theravada melanggar Vinaya dibenarkan, alasannya :
karena sudut pandang berbeda
karena pikiran umat awam dgn praktisi Master Zen berbeda, Sang Master Zen sudah tercerahkan walaupun salah tapi pikirannya tidak salah dan konsentrasi
.............nah ini yg saya sebut idealisme, tidak realistis, tidak membuka mata utk melihat kenyataan :)
terakhir Upaya Kausalya
IMO, karena Vinaya tetap Vinaya dan memang harus kaku.
_/\_
kenapa Sang Buddha sangat kaku dalam kasus YA. Anurudha ?lho, gampang sekali jawabnya: karena ada alasannya...
karena .............. ^:)^
kenapa Sang Buddha sangat kaku dalam kasus YA. Anurudha ?Saya coba jawab yang ini.
karena .............. ^:)^
Jika ada Bhikkhu Theravada banyak melanggar Vinaya itu memang patut dikatakan salah dan melanggar,Bro adi, dalam vinaya juga ada kesalahan yang hanya harus diakui. Jika kesalahan itu tidak diakui dan tidak ada yang tahu (melaporkan) juga tidak akan ketahuan. Kehidupan petapa bukan seperti militer, tetapi lebih mengutamakan kesadaran diri sendiri untuk mengakui kesalahannya.
tidak ada pembelaan dan pembenaran.
masalah idealisme itu dari sudut pandang bro Tesla
lho, gampang sekali jawabnya: karena ada alasannya...
begini bro,
yg saya katakan adalah bahwa bahkan dalam bhikkhu Theravada yg men-klaim taat vinaya, pelanggaran vinaya terjadi, dan itu sudah terjadi menjadi hal biasa tidak ada hukuman, dll... terserah anda saja mau membuka mata atau menutup mata.
utk master Zen tidak juga, bagi murid yg tidak bisa menerima, sang murid akan meninggalkan master tsb.
nah ini yg saya sebut idealisme, tidak realistis, tidak membuka mata utk melihat kenyataan :)
begini bro,
yg saya katakan adalah bahwa bahkan dalam bhikkhu Theravada yg men-klaim taat vinaya, pelanggaran vinaya terjadi, dan itu sudah terjadi menjadi hal biasa tidak ada hukuman, dll... terserah anda saja mau membuka mata atau menutup mata.
utk master Zen tidak juga, bagi murid yg tidak bisa menerima, sang murid akan meninggalkan master tsb.
nah ini yg saya sebut idealisme, tidak realistis, tidak membuka mata utk melihat kenyataan :)
yg saya katakan adalah bahwa bahkan dalam bhikkhu Theravada yg men-klaim taat vinaya, pelanggaran vinaya terjadi, dan itu sudah terjadi menjadi hal biasa tidak ada hukuman, dll... terserah anda saja mau membuka mata atau menutup mata.untuk memberi konteks, mari kita lihat "nyanyian" seorang bhikkhu STI:
saya melihat kenyataan, yang pelanggaran tetaplah pelanggaranbegini bro, kalau bicara pelanggaran adalah pelanggaran, maka dalam dimana kisah zen itu ngaku itu bukan pelanggaran? justru misal kisah master menggendong wanita, dia terang2an melakukan pelanggaran. nah pertanyaan yg ke2, pelanggaran vinaya benar atau salah (tidak benar). singkat saja, itu tergantung idealisme masing2. tiap orang punya idealisme berbeda2. pertanyaan ke2 anda udah mengarah pada peng-adu-an idealisme anda dan saya, utk apa? utk menyamakan idealisme? utk membunuh idealisme lain?
bro tesla, apakah pelanggaran Vinaya dibenarkan atau tidak ? ^:)^
_/\_
untuk memberi konteks, mari kita lihat "nyanyian" seorang bhikkhu STI:
http://groups.yahoo.com/group/samaggiphala/message/18088
Saya coba jawab yang ini.
Karena bukan hanya masalah diri sendiri saja, tetapi jika tidak dilarang, maka (1) akan menjadi pergunjingan orang lain di mana bhikkhu bermalam seatap dengan wanita, (2) bhikkhu lain akan ikut-ikutan, dan belum tentu bisa berhasil mengatasi godaan.
Jadi Buddha melarangnya bukan hanya demi keuntungan Anurrudha (yang notabene sudah Arahat), namun juga demi keuntungan semua bhikkhu lain, termasuk yang belum melenyapkan noda.
Bro adi, dalam vinaya juga ada kesalahan yang hanya harus diakui.
Jika kesalahan itu tidak diakui dan tidak ada yang tahu (melaporkan) juga tidak akan ketahuan.
Kehidupan petapa bukan seperti militer, tetapi lebih mengutamakan kesadaran diri sendiri untuk mengakui kesalahannya.
Jadi memang betul, ini masih masalah idealisme.
Ada sedikit bhikkhu yang menganggap vinaya sebagai idealismenya, maka berusaha mentaatinya.
Sementara kebanyakan yang lain hanya bersifat praktis saja, walaupun bukan berarti mereka bhikkhu2 ngawur.
Di zaman Buddha Gotama, banyak Arahat tapi tidak semua juga memperhatikan vinaya sampai yang sekecil-kecilnya. Yang 'idealis' itu seperti contohnya Upali (maha savaka terunggul dalam vinaya).
itu hanya uneg2 ketidak-puasan seseorangpointnya: banyak pelanggaran di tempat yg ketat sekalipun. juga ada lobang2 vinaya yg dipakai seperti yg saya sebut di atas (vinaya gak boleh pegang duit, emas dan perak. oooo, berarti pegang credit card dan rekening digital boleh dong...).
pointnya adalah ...?
begini bro, kalau bicara pelanggaran adalah pelanggaran, maka dalam dimana kisah zen itu ngaku itu bukan pelanggaran? justru misal kisah master menggendong wanita, dia terang2an melakukan pelanggaran. nah pertanyaan yg ke2, pelanggaran vinaya benar atau salah (tidak benar). singkat saja, itu tergantung idealisme masing2. tiap orang punya idealisme berbeda2. pertanyaan ke2 anda udah mengarah pada peng-adu-an idealisme anda dan saya, utk apa? utk menyamakan idealisme? utk membunuh idealisme lain?
pointnya: banyak pelanggaran di tempat yg ketat sekalipun. juga ada lobang2 vinaya yg dipakai seperti yg saya sebut di atas (vinaya gak boleh pegang duit, emas dan perak. oooo, berarti pegang credit card dan rekening digital boleh dong...).
itu hanya uneg2 ketidak-puasan seseorang
pointnya adalah ...?
menurut saya link itu hanya berisi gosip dan tuduhan tanpa bukti dari seseorang yg tidak puas
baiklah dengan alasan idealisme atau aliran berbeda.saya bukan hakim, dan bagi saya tidak ada manfaatnya (bagi saya, kamu & orang lain) saya menyatakan salah/benar seorang bhikkhu. :)
sekarang kita perkecil khusus Bhikkhu Theravada
bro Tesla, apakah pelanggaran Vinaya dibenarkan atau tidak ? ^:)^
oke, kesimpulanYa, betul. Dalam satu kisah di Samyutta Nikaya, sesosok deva pernah mengkritisi seorang bhikkhu yang mengendus harumnya bunga. Deva itu mengatakan jika itu dilakukan oleh orang yang mentalnya seperti 'popok kotor', maka itu tidak jadi masalah, namun jika dilakukan oleh seorang petapa yang berusaha hidup suci, maka adalah hal yang perlu diperhatikan.
pelanggaran tetaplah pelanggaran
pelanggaran kecil atau besar tetaplah ada konsekuensi ;D
_/\_
saya bukan hakim, dan bagi saya tidak ada manfaatnya (bagi saya, kamu & orang lain) saya menyatakan salah/benar seorang bhikkhu. :)
sayang sekali jawaban gampang anda tidak bisa menjawab
sangat bermamfaat bagi yang lain
_/\_
menurut saya link itu hanya berisi gosip dan tuduhan tanpa bukti dari seseorang yg tidak puas
Cara penulisannya memang terlihat emosional. Tetapi bukankah perlu juga diselidiki kebenaran rekening STI, penggelapan dana, hubungan dengan janda, dsb? Karena seorang saudari saya pernah bercerita tentang hubungan bhikkhu dengan upasika yang sudah pakai sentuhan fisik di depan umum.
kalau memang ada buktinya kenapa gak sekalian dibeberkan? cantumkan nomor rekening, sebutkan nama dan alamat si janda dan bhikkhu dimaksud, dll. kalo cuma ngomong tanpa disertai bukti, bukankah lebih mengarah ke fitnah?Nomor rekeningnya ada, tapi tidak bisa dibuktikan juga siapa yang berkuasa atas rekening itu. Misalnya yang pegang buku adalah umat, tapi yang memerintahkan apa yang harus dilakukan dengan uang itu, adalah bhikkhu tertentu. Ini sama saja bhikkhu yang pegang uang dan sulit dibuktikan.
Nomor rekeningnya ada, tapi tidak bisa dibuktikan juga siapa yang berkuasa atas rekening itu. Misalnya yang pegang buku adalah umat, tapi yang memerintahkan apa yang harus dilakukan dengan uang itu, adalah bhikkhu tertentu. Ini sama saja bhikkhu yang pegang uang dan sulit dibuktikan.
Mengenai Paritta Rp. 39,000 itu kalau sempat, saya akan cari tahu. Saya tidak mengatakan 'uneg-uneg' itu benar, tapi tidak mengatakan itu fitnah juga karena belum jelas kebenarannya.
Nomor rekeningnya ada, tapi tidak bisa dibuktikan juga siapa yang berkuasa atas rekening itu. Misalnya yang pegang buku adalah umat, tapi yang memerintahkan apa yang harus dilakukan dengan uang itu, adalah bhikkhu tertentu. Ini sama saja bhikkhu yang pegang uang dan sulit dibuktikan.
Mengenai Paritta Rp. 39,000 itu kalau sempat, saya akan cari tahu. Saya tidak mengatakan 'uneg-uneg' itu benar, tapi tidak mengatakan itu fitnah juga karena belum jelas kebenarannya.
kalau begitu, mungkin yg masalah janda cukup menarik dan bisa diselidiki, bahkan berpotensi untuk menjadi top thread, bagaimana?Tapi menurut 'uneg-uneg' sudah mati karena stress. ;D
Kalau Bhikkhu di Indonesia, di-bandingkan dengan bhikkhu di negara Laos, Kamboja, Srilanka mungkin taraf hidupnya lebih baik. mungkin juga karena kamma baik-nya sehingga jika kondisi mendukung (salah satu berkah utama / jaya mangala) seharusnya lebih AFDOL mempraktekkan dhamma, dibanding-kan dengan rekan-rekan bhikkhu di negara buddhis yang miskin tetapi jumlah populasi bhikkhu-nya banyak sekali.Kalau bhikkhu hidup sesuai dhamma-vinaya punya banyak umat yang makmur dan berbakti, tinggal di daerah yang subur, maka saya katakan itu memang kamma baik mereka berbuah. Tapi kalau bhikkhu tidak hidup sesuai dhamma-vinaya, memanfaatkan kebodohan umat untuk keuntungan pribadi, itu berarti sedang 'makan makanan sisa' dan mendekat ke jurang untuk 'terjun bebas'.
Tidak jarang kan di Indonesia, satu bhikkhu bisa mengepalai beberapa vihara. Kalau di negara lain yang populasi bhikkhu-nya banyak, satu vihara bisa berpuluh bahkan ratusan bhikkhu. Di Indonesia, bhikkhu masih barang langka.
Tapi menurut 'uneg-uneg' sudah mati karena stress. ;D
Kalau ada yang punya kenalan aktivis vihara bersangkutan, mungkin bisa selidiki tentang cerita ini.
Wah tidak jadi donk buat trilogi dengan judul: Oknum Bhikkhu BerJanda (Trilogi Bhikkhu Bergitar) :whistle:Masih ada "bhikkhu konglomerat" untuk sequel-nya.
haha... lucu... menurut anda, hidup anda benar atau tidak benar? anda jawab dulu pertanyaan2 saya kalau begitu
Kalau bhikkhu hidup sesuai dhamma-vinaya punya banyak umat yang makmur dan berbakti, tinggal di daerah yang subur, maka saya katakan itu memang kamma baik mereka berbuah. Tapi kalau bhikkhu tidak hidup sesuai dhamma-vinaya, memanfaatkan kebodohan umat untuk keuntungan pribadi, itu berarti sedang 'makan makanan sisa' dan mendekat ke jurang untuk 'terjun bebas'.
bro tesla anda lebih senior dan post anda sudah 4800 kali lebih.
yang lucunya saya bertanya soal ketegasan pelanggaran vinaya dibenarkan atau tidak ! tapi anda minta jawaban saya dulu tentang hidup saya ! ^-^
tapi tidak apa2 karena saya masih junior maka saya menjawab ^-^
saya umat awam, tentunya berlatih praktek 5 sila dan berlatih bhavana (mengembangkan batin)
tentunya dalam praktek latih 5 sila pasti sering langgar dan bhavana juga sering 'bolong' :-[
karena hal ini semoga menjadi pembelajaran yang baik bagi bro tesla cara menjawab yang baik dan benar, jawaban tidak diputar !
oh begitu !tinggal puter recorder:
bukan tidak mampu jawab ya ?
tinggal puter recorder:
gini lho pola pikir mahayanis:
peraturan dibikin dengan suatu alasan. dalam hal ini, alasan lebih penting ketimbang peraturannya. peraturan itu sesuatu yg mati, sedangkan hidup ini penuh dinamika. kalo suatu saat ditemukan alasan yg kuat (dengan kecerdasan dewasa tentunya), peraturan bisa saja mengalah.
peraturan itu sendiri bukanlah senjata paling dasyat. karena peraturan itu mati, maka lobang2nya masih bisa terus dipergunakan oleh manusia. contohnya: vinaya gak boleh pegang duit, emas dan perak. oooo, berarti pegang credit card dan rekening digital boleh dong... sila gak boleh minum yg memabukkan. ooo, kalo gitu rokok atau pil ekstasi boleh dong...
ini bukan guyon lho. melainkan sudah terjadi....
see? peraturan itu mati, namun alasan dan kecerdasan itu hidup.
bahkan Sang Buddha sendiri pernah berpesan, peraturan yg gak gitu penting boleh dihapuskan.
ps: tatiyampi, jadi alasan / reason itu lebih penting ketimbang peraturan.
Membunuh karena upaya kausalya... Main gitar karena upaya kausalya...kalo kecerdasan pembaca percaya pada alasan itu, ya silakan.
see? peraturan itu mati, namun alasan dan kecerdasan itu hidup.
bahkan Sang Buddha sendiri pernah berpesan, peraturan yg gak gitu penting boleh dihapuskan.
> Alasan lain seperti STI membuat/menambah
> peraturan sendiri di luar Dhamma Winaya contoh; umat
> membangun wihara diminta agar diserahkan kepada
> Sanggha Theravada Indonesia untuk dikelola, setelah
> diserahkan dijadikan milik/aset STI yang khususnya
> untuk tempat tinggal bhikkhu anggota STI, jika
> bhikkhu bukan anggota STI hanya boleh tinggal dalam
> batas waktu tiga (3) bulan, setelah lewat maka
> bhikkhu tersebut sudah termasuk Finalti dan dilarang
> tinggal di semua wihara milik STI. Padahal menurut
> Dhamma Winaya wihara itu tempat tinggal bhikkhu dari
> empat penjuru yang sudah datang dan tinggal maupun
> yang belum datang.
> Kalau bhikkhu dilarang tinggal di wihara milik
> STI, berarti STI ini melanggar Dhamma Winaya
> (Aparihaniya Dhamma-lihat di atas), lalu dimanakah
> bhikkhu itu harus tinggal? Di Hotel? Memang justru
> bhikkhu Gadungan zaman sekarang lebih suka memilih
> tinggal di hotel apalagi kalau keluar negri.
> STI menerbitkan buku “Paritta Suci” laluyg ini kayanya kalau kebukti pun mana ada sih umat yg berani nuntut ;D
> dijual diseluruh toko buku khususnya
> Gramedia dengan harga Rp39.000,-, sedangkan
> isinya hasil terjemahan dari buku
> bahasa Inggris, tapi tidak mau mencantumkan:
> Judul asli, Penulis asli
> (sumbernya), tidak ada kata pengantar ijin
> dari penerbit aslinya, padahal buku
> STI itu menulis dilarang mengkopy, mencetak
> ulang dst..
> Kita tahu peraturan hak cipta dan pelanggarannya
> apa jika dilakukan, hal itu sudah termasuk kriminal,
> yakni harus bayar Rp100 juta atau sekurang-kurangnya
> di penjara selama sekian tahun dan ini kalau diusut
> melalui Dhamma Winaya sudah termasuk pelanggaran
> “Parajika” yang akibatnya siapapun dia bhikkhu itu
> atau sekelompok bhikkhu yang menjadi kepengurusan
> dalam STI harus lepas jubah semua karena hal ini
> sudah menjadi tanggung jawab dan
> konsenkwensinya/resiko mau melakukan tindakan itu
> yang harus dipertanggung jawabkan, dengan
> sesadar-sadarnya, tanpa beralasan apapun lagi.
> Saya berkeliling di Thailand, Myanmar danmasih ada ga yah?
> Malaysia termasuk hampir di seluruh Indonesia keluar
> masuk wihara-wihara, tapi belum pernah melihat di
> satu wiharapun yang memasang kotak dana diberi nama
> bhikkhu A, B, C, hanya sepesial adanya di wihara
> Dhammacakkajaya Jakarta, kotak dana diberi nama
> b.sukhemo, b.pannavaro, b.khantidharo, dulu ada
> b.subalaratano pelopor yang pertama, lalu STI, dan
> para bhikkhu.
> Sekilas untuk diketahui oleh seluruh umatbutuh bhikkhu STI sendiri yg membongkar nih...
> Buddha, bahwa STI banyak membuat peraturan sendiri
> yang isinya diluar Dhamma Winaya bahkan bertentangan
> dengan Dhamma Winaya. Misalnya ada umat pergi ke
> Negara buddhis lalu di upasampada di Myanmar oleh
> Sayadow U. pandita Rama atau Sayadow U. Janaka,
> setelah kembali ke Indonesia mau masuk anggota STI
> harus di upasampada/tahbiskan ulang oleh Bhikkhu
> ke-3 tsb diatas sebagai uppajjaya, jika tidak mau
> resikonya tidak boleh masuk menjadi anggota STI.
> Dalam penahbisan/upasampada bhikkhu ataupertanyaan bukan berhub dg dhamma & winaya, jadi tentang apa ???
> samanera, STI membuat/menambah peraturan sendiri di
> luar Dhamma Winaya, dengan sebutan “Skrining” yang
> berisi banyak pertanyaan kurang lebih sampai ratusan
> soal yang tidak ada didalam Dhamma Winaya, hal ini
> sangat jauh melampui Dhamma Winaya yang diajarkan
> oleh Buddha sebagai Guru Junjungan, namun terus
> melakukannya, membenarkan, mengakui dan menggunakan
> nama Sanggha, saya tidak habis pikir mengapa hingga
> sejauh itu? Dan tidak ada seorangpun yang berani
> menegur atau mengingatkan agar diperbaiki, sebab hal
> itu sangat fatal akibatnya nanti, bahkan mengerikan!
karena Sang Buddha sendiri tidak mendefinisikan mana "peraturan yg gak gitu penting" itu, maka para sesepuh yg dipimpin oleh Arahat Mahakassapa memutuskan tidak ada peraturan yg dihapuskan. dalam kapasitas apa para bhikkhu jaman sekarang mengamandemen vinaya itu?betul, Sang Buddha tidak mendefinisikannya.
lho siapa yg tanya sila anda bolong / tidak? saya tanya hidup anda benar atau tidak benar, itu saja tidak bisa jawab. jawaban berputar2. maling teriak maling :) makanya saya ga perlu menjawab anda.
Quote from: tesla on Today at 11:19:13 AM
haha... lucu... menurut anda, hidup anda benar atau tidak benar? anda jawab dulu pertanyaan2 saya kalau begitu
betul, Sang Buddha tidak mendefinisikannya.
nah, sekarang post mengenai keputusan mahakassapa di atas referensi dan sumbernya berasal dari mana? apakah itu sumber netral?
menurut notulen/catatan Sidang Konsili pertama. rujukan saya karena bersumber dari naskah Theravada tentu saja menjadi tidak netralnah itu dia. jawaban gentleman. tidak netral.
Jika berbicara mengenai Vinaya, IMO Vinaya memang harus kaku tanpa toleransi. jika pelanggaran2 ditoleransi karena alasan motivasi si pelanggar, Vinaya tidak akan dapat ditegakkan.bagaimana kalau dikesampingkan dulu masalah perubahan pada vinaya (baca: masalah akar perpecahan). kita focus pada yg vinaya tetap saja (baca: Theravada). apakah Vinaya dapat ditegakkan? siapa yg berani menuntut bhikkhu utk taat vinaya, taruhlah sudah ada bukti... >:D
Jika berbicara mengenai Vinaya, IMO Vinaya memang harus kaku tanpa toleransi. jika pelanggaran2 ditoleransi karena alasan motivasi si pelanggar, Vinaya tidak akan dapat ditegakkan.
Ada peraturan2 lain yg memang berguna untuk spiritual seorang bhikkhu, seperti misalnya peraturan yg diusulkan oleh Devadatta, menetap di hutan, wajib pindapatta, dll. ini tidak Sang Buddha tidak memasukkan ini ke dalam Vinaya, dan karena itu boleh dilakukan tanpa pelanggaran. Tetapi peraturan2 yg termasuk dalam Vinaya wajib dilaksanakan sekaku/seketat mungkin.
bagaimana kalau dikesampingkan dulu masalah perubahan pada vinaya (baca: masalah akar perpecahan). kita focus pada yg vinaya tetap saja (baca: Theravada). apakah Vinaya dapat ditegakkan? siapa yg berani menuntut bhikkhu utk taat vinaya, taruhlah sudah ada bukti... >:D
menurut notulen/catatan Sidang Konsili pertama. rujukan saya karena bersumber dari naskah Theravada tentu saja menjadi tidak netral
Semoga dengan pembahasan adanya oknum bhikkhu yang hidup tanpa kepatutan ini, tidak membatalkan, mengurangi niat kita, khususnya umat awam untuk tetap melakukan persembahan dana kepada para bhikkhu sangha dengan pengertian yang benar yaitu melakukan persembahan dana kepada Arya Sangha bukan kepada personal/pribadi seorang bhikkhu.Saya bukan senior, tapi ingin mengungkapkan satu hal.
Semoga para senior sepakat akan hal di atas, dan mau menegaskannya kepada kita-kita yang awam agar tidak ada salah paham.
_/\_
Setuju... suka dengan istilah "makan makanan sisa"... hahahhahahaha...Istilahnya Visakha (Migaramata). ;D
sesuai SOP tentunya Sangha yg berwenang untuk itu. mekanisme penegakannya sudah dijelaskan dalam Vinaya.ibaratnya kalau Sangha nya yg udah corrupt gmn? mis kalau bbrp klaim kasus tadi ternyata benar, tentang penerbitan buku 39000 tsb... parajika euy... serem...
ibaratnya kalau Sangha nya yg udah corrupt gmn? mis kalau bbrp klaim kasus tadi ternyata benar, tentang penerbitan buku 39000 tsb... parajika euy... serem...
ibaratnya kalau Sangha nya yg udah corrupt gmn? mis kalau bbrp klaim kasus tadi ternyata benar, tentang penerbitan buku 39000 tsb... parajika euy... serem...
ini yg saya lakukan ya om, gak tau orang lain. seperti yg dituliskan di atas, saya menggunakan kecerdasan saya memakai pengamatan bertahun2 dan testimoni banyak orang terhadap bhante ini. dari sana saya menyimpulkan: mungkin si bhante tadi luar biasa kesakitan dan frustrasi karena perbedaan bahasa dan tidak dimengerti para dokter dan perawat, ditambah pengaruh penyakit yg diderita pada otaknya.
kalo pada contoh yg lain, itu hanya cerita, nggak kenal si master, nggak tau riwayatnya, gak ada testimoninya, nggak pernah ketemu, jangan2 malah ini cuman karangan... gimana mau menilai? jelas2 cerita itu ingin menyampaikan satu pelajaran seperti yg dikatakan om tesla. ambil pelajarannya sajalah, karena itu kontek cerita tersebut... kalo gak setuju ama pelajarannya, tolak saja. masa mau berandai2 menilai tokoh dalam satu cerita?
tidak ada Sangha yang korup, yang ada oknum Bhikkhu pribadi.
kalau mengenai penerbitan buku Paritta Suci STI untuk mengganti biaya ongkos cetak Rp. 25.000/buku (itu harga di bursa), saya pernah beli 1 dus (25 buku) ketika mengganti ongkos cetak bukutsb, sama dgn kita berdana kepada Sangha karena dana tersebut masuk ke rek Sangha, dan buku Paritta tsb boleh danakan ke VIhara lain atau umat yang membutuhkannya.
:)) :))
ibaratnya kalau Sangha nya yg udah corrupt gmn? mis kalau bbrp klaim kasus tadi ternyata benar, tentang penerbitan buku 39000 tsb... parajika euy... serem...
Saya bukan senior, tapi ingin mengungkapkan satu hal.wah, bagaimana ya caranya mencerdaskan umat agar secerdas anda?
Kalau karena beberapa oknum tertentu lantas umat tidak mau lagi menyokong kehidupan sangha, maka lama kelamaan sangha tidak akan ada lagi, termasuk bhikkhu-bhikkhu yang baik juga akan lenyap. Orang-orang yang beraspirasi murni menjadi bhikkhu yang baik juga tidak akan kesampaian. Kalau menurut saya, jangan berhenti berdana, tapi berdanalah dengan bijak, tidak usah berlebihan. Jangan mendanakan lebih dari yang diperlukan karena sebetulnya membuat godaan lebih banyak pula bagi petapa.
bukan masalah harganya, bagaimana kalau diterbitkan tanpa copyright atau izin dari pemegang copyright nya.
secara hukum ya, utk umat awam berujung ke pengadilan lho...
setiap hari saya masih namaskara terhadap Sang Tiratana, Buddha-Dhamma-Sangha
Sangha harus di sokong dan didukung
Semoga bermamfaat
_/\_
hehe... tentu saja. _/\_
imo utk sekarang ga perlu khawatir materi deh... soalnya saya salah satu yg pernah mencicip makanan di vihara lengkap dg penutup ice cream :malu: kayanya bukan saya aja, tp byk deh... soalnya bhikkhu : dana kayanya udah 1 : 10
wah, bagaimana ya caranya mencerdaskan umat agar secerdas anda?Maka umat tersebut melupakan bahwa hitungan itu berlaku JIKA si pemberi dana juga orang yang baik (=TIDAK SERAKAH). Jadi ada pemberi dana yang baik, dananya juga sesuai, dan penerima dana yang baik, baru nilanya yang 100 x 100 ... dst itu. Bagaimana disebut baik itu adalah yang berpandangan benar, berpikiran benar, ... , berkonsentrasi benar. Jika tidak, maka hanya seperti benih yang disebarkan di tanah kering, di mana burung akan memakannya, hujan tidak turun pada waktunya. Pemberian dari umat serakah, dana boleh korupsi, memberikan dana tidak sesuai (mobil/kemewahan duniawi pada petapa) ke petapa palsu tak bermoral, sepertinya bukan 100 x 100 ... tapi seperti buang benih ke toilet.
wong hampir setahun sekali pasti ada kotbah mengenai dana kepada sangha (yg somehow bisa diwakili oleh 5 orang bhikkhu, referensi?) yg sama dengan 100 x 100 x 100 x 100 x 100 x 100 x 100 x 100 x 100 berdana kepada orang biasa yg bermoral. wah, umat mendengar ini matanya jadi ijo ingin berbuat karma baik sebanyak2nya. keuntungannya jauh melebihi investasi lehman brother ataupun CDO fund lain. kalo kata gordon gekko: "greed is good...".
wah, bagaimana ya caranya mencerdaskan umat agar secerdas anda?
wong hampir setahun sekali pasti ada kotbah mengenai dana kepada sangha (yg somehow bisa diwakili oleh 5 orang bhikkhu, referensi?) yg sama dengan 100 x 100 x 100 x 100 x 100 x 100 x 100 x 100 x 100 berdana kepada orang biasa yg bermoral. wah, umat mendengar ini matanya jadi ijo ingin berbuat karma baik sebanyak2nya. keuntungannya jauh melebihi investasi lehman brother ataupun CDO fund lain. kalo kata gordon gekko: "greed is good...".
wah, bagaimana ya caranya mencerdaskan umat agar secerdas anda?
wong hampir setahun sekali pasti ada kotbah mengenai dana kepada sangha (yg somehow bisa diwakili oleh 5 orang bhikkhu, referensi?) yg sama dengan 100 x 100 x 100 x 100 x 100 x 100 x 100 x 100 x 100 berdana kepada orang biasa yg bermoral. wah, umat mendengar ini matanya jadi ijo ingin berbuat karma baik sebanyak2nya. keuntungannya jauh melebihi investasi lehman brother ataupun CDO fund lain. kalo kata gordon gekko: "greed is good...".
emank Bhikkhu Sangha dapat makanan enak, apakah tidak diperbolehkan ?Yang mengumpulkan dana untuk vihara seharusnya adalah umat. Seseorang menjadi bhikkhu justru melepas keduniawian, puas hanya dengan jubah, mangkuknya dan makanan secukupnya pada hari itu.
umat dengan senang hati berdana makanan yang terbaik kepada Bhikkhu Sangha, apakah tidak diperbolehkan ?
Sangha mengumpulkan dana utk pembangunan vihara dsb....., apakah tidak diperbolehkan ?
Jika ada orang yang tidak suka dengan hal2 diatas, orang itulah yang harus dikasihani :'(
karena ketidaktahuannya .......... :-?
semoga bermamfaat
Maka umat tersebut melupakan bahwa hitungan itu berlaku JIKA si pemberi dana juga orang yang baik (=TIDAK SERAKAH). Jadi ada pemberi dana yang baik, dananya juga sesuai, dan penerima dana yang baik, baru nilanya yang 100 x 100 ... dst itu. Bagaimana disebut baik itu adalah yang berpandangan benar, berpikiran benar, ... , berkonsentrasi benar. Jika tidak, maka hanya seperti benih yang disebarkan di tanah kering, di mana burung akan memakannya, hujan tidak turun pada waktunya. Pemberian dari umat serakah, dana boleh korupsi, memberikan dana tidak sesuai (mobil/kemewahan duniawi pada petapa) ke petapa palsu tak bermoral, sepertinya bukan 100 x 100 ... tapi seperti buang benih ke toilet.lha, menurut kotbah yg saya denger, berdana kepada sangha itu nilainya 100 x dana kepada sammasambuddha. dan kalo berhasil ngumpulin 5 orang bhikkhu, itu udah sama dengan sangha (yg nilainya 100 x sammasambuddha tadi). individu lebur menjadi sangha. bermoral gak bermoral, palsu atau asli, pokoknya kalo bisa kumpulin 5 orang, beres deh, sama dengan sangha. cmiiw dan kalo ada yg tau sumbernya 5 orang bhikkhu ini.
kadang2 manusia terlalu cerdas jadi masalah juga, karena banyak hitungan/kalkulasi, sehingga perbuatan baik bisa tertunda karena 'kalkulasi' itu lhoMaksud bro morph, umat itu justru menjadi 'ganas' berdana karena diiming-imingi kalkulasi tersebut. Seharusnya kita berdana untuk melatih kerelaan bukan mengembangkan keserakahan. Juga harusnya kita berdana demi kebaikan orang lain, bukan karena keserakahan akan pahalanya.
siapapun mau berdana baik kepada Sangha ataupun bukan Sangha ^:)^
kita patutlah mendukung, mendorong, bermudita, atau anumodana , :jempol:
tidak perlu ditertawai atau di komentari.
semoga bermamfaat
_/\_
emank Bhikkhu Sangha dapat makanan enak, apakah tidak diperbolehkan ?
umat dengan senang hati berdana makanan yang terbaik kepada Bhikkhu Sangha, apakah tidak diperbolehkan ?
Sangha mengumpulkan dana utk pembangunan vihara dsb....., apakah tidak diperbolehkan ?
Jika ada orang yang tidak suka dengan hal2 diatas, orang itulah yang harus dikasihani :'(
karena ketidaktahuannya .......... :-?
semoga bermamfaat
hehe... tentu saja. _/\_
imo utk sekarang ga perlu khawatir materi deh... soalnya saya salah satu yg pernah mencicip makanan di vihara lengkap dg penutup ice cream :malu: kayanya bukan saya aja, tp byk deh... soalnya bhikkhu : dana kayanya udah 1 : 10
lha, menurut kotbah yg saya denger, berdana kepada sangha itu nilainya 100 x dana kepada sammasambuddha. dan kalo berhasil ngumpulin 5 orang bhikkhu, itu udah sama dengan sangha (yg nilainya 100 x sammasambuddha tadi). individu lebur menjadi sangha. bermoral gak bermoral, palsu atau asli, pokoknya kalo bisa kumpulin 5 orang, beres deh, sama dengan sangha. cmiiw dan kalo ada yg tau sumbernya 5 orang bhikkhu ini.Betul, persembahan kepada sangha (walaupun isinya bhikkhu bejad), pasti lebih bermanfaat dari pribadi (walaupun seorang samma-sambuddha, kecuali mungkin makanan menjelang pencerahan sempurna seperti dilakukan Sujata, dan menjelang parinibbana seperti dilakukan Cunda). Tapi, suatu dana menjadi murni bukan hanya dari sisi penerima.
ada bbrp fakta menarik utk ditelusuri:kalo gak salah, ada fit and proper test yg ketat untuk jadi bhikkhu dalam sti.
pertanyaan bukan berhub dg dhamma & winaya, jadi tentang apa ???
Betul, persembahan kepada sangha (walaupun isinya bhikkhu bejad), pasti lebih bermanfaat dari pribadi (walaupun seorang samma-sambuddha, kecuali mungkin makanan menjelang pencerahan sempurna seperti dilakukan Sujata, dan menjelang parinibbana seperti dilakukan Cunda). Tapi, suatu dana menjadi murni bukan hanya dari sisi penerima.biar tidak murni misalnya 0.01 x 1000000000000000000, wah lumayan nih juga om. hau cuan.
"Ananda, ada 4 jenis kemurnian dalam persembahan:
Persembahan yang murni, dari pihak pendana, tapi tidak dari penerima;
Persembahan murni dari pihak penerima, tapi tidak dari pendana;
Persembahan tidak murni baik dari sisi pendana maupun penerima;
Persembahan murni baik dari sisi pendana maupun penerima."
Seharusnya ditanyakan pada si pengkhotbah, kalau persembahan tidak murni dari kedua sisi, persembahan tidak sesuai dan didapat dari pencaharian salah, dilakukan dengan pikiran serakah, beranikah ia mengatakan hasilnya 100 x 100 ... ?
Mengenai 5 bhikkhu itu, mungkin adalah syarat jumlah minimal mentahbiskan bhikkhu baru, sehingga bisa disebut sangha. Tapi ingat juga bahwa dana terhadap bhikkhu tertentu BUKAN dana pada sangha, tapi pada pribadi juga.maksud saya, apakah syarat sangha dana mengumpulkan 5 bhikkhu ini ada basis suttanya ataukah bikinan organisasi modern saja?
biar tidak murni misalnya 0.01 x 1000000000000000000, wah lumayan nih juga om. hau cuan.
maksud saya, apakah syarat sangha dana mengumpulkan 5 bhikkhu ini ada basis suttanya ataukah bikinan organisasi modern saja?
apakah misalnya kita transfer ke bcanya sti juga termasuk sangha dana (yg dikali 100 x 100 x...)?
gimana kalo bca sanghanya lsy (ada gak ya?)?
apa syaratnya mo bikin sangha dana (yg berhadiah 100 x 100 x...)?
dasar referensinya apa?
ada yg tau?
biar tidak murni misalnya 0.01 x 1000000000000000000, wah lumayan nih juga om. hau cuan.Wah, susah juga yah ngomongnya ;D Tapi hitungan itu ada 'syarat & ketentuan berlaku' dan belum potong PPN. Jadi sebaiknya jangan terpancing.
maksud saya, apakah syarat sangha dana mengumpulkan 5 bhikkhu ini ada basis suttanya ataukah bikinan organisasi modern saja?Belum ketemu referensinya sih, tapi dibilang Sangha dana kalau ditujukan untuk sejumlah bhikkhu. Biasa kalau mau memulai sangha, 'kan harus ada 5 bhikkhu di tempat itu sebagai syarat untuk menahbiskan bhikkhu baru. Mungkin dari situ patokannya.
apakah misalnya kita transfer ke bcanya sti juga termasuk sangha dana (yg dikali 100 x 100 x...)?
gimana kalo bca sanghanya lsy (ada gak ya?)?
apa syaratnya mo bikin sangha dana (yg berhadiah 100 x 100 x...)?Syaratnya: harus mengikis keserakahan dan melepaskan menginginkan hadiah 100 x 100 x ... itu. :D
dasar referensinya apa?
ada yg tau?
setau saya tidak harus 5 bhikkhu, 1 bhikkhu pun bisa disebut Sangha dana dengan 1 bhikkhu itu mewakili Sangha.Betul, jika memang dananya tidak ditujukan untuk satu bhikkhu pribadi, maka bisa disebut sangha dana, walaupun yang menerima adalah seorang saja. Tapi dana itu bukan jadi miliknya, harus diserahkan pada yang berwenang untuk dibagikan. Setahu saya begitu.
Betul, jika memang dananya tidak ditujukan untuk satu bhikkhu pribadi, maka bisa disebut sangha dana, walaupun yang menerima adalah seorang saja. Tapi dana itu bukan jadi miliknya, harus diserahkan pada yang berwenang untuk dibagikan. Setahu saya begitu.
[at] morph, dari mana dapat angka 5 itu?denger kotbah di vihara... kalo gak salah jumlahnya kadang berfluktuasi, dulu kala 10 lalu bisa jadi 4 atau 5.
Untuk yang 'mata hijau' alias tamak berdana yang kebetulan baca, saya berikan alternatif daripada dana itu juga nanti akhirnya sia-sia.
Nidana Samyutta, Opamma Samyutta, Pathama Vagga.
4. Ukkha Sutta (Periuk Nasi)
Demikianlah yang kudengar. Suatu ketika Sang Bhagava sedang berada di vihara persembahan Anathapindika di Jetavana, Savatthi.
"Bhikkhu, mengembangkan pikiran cinta kasih sedikitnya untuk sekejap saja di pagi hari, atau mengembangkan pikiran cinta kasih sedikitnya untuk sekejap saja di tengah hari, atau mengembangkan pikiran cinta kasih sedikitnya untuk sekejap saja di malam hari adalah lebih bermanfaat daripada persembahan seratus periuk nasi di pagi hari, atau persembahan seratus periuk nasi di tengah hari, atau persembahan seratus periuk nasi di malam hari.
Demikianlah, para bhikkhu, kalian harus berlatih 'kebebasan pikiran melalui cinta kasih harus dikembangkan, diperbanyak, dibiasakan, dilatih sepenuhnya, harus dijaga dan dilaksanakan sepenuhnya.'
Para bhikkhu, kalian harus berlatih dengan cara demikian."
Syaratnya: harus mengikis keserakahan dan melepaskan menginginkan hadiah 100 x 100 x ... itu. :Dwah, susah nih...
wah, susah nih...
ini sama kaya session meditasi, instrukturnya bilang "mohon diingat ya, meditasi kali ini adalah meditasi pengosongan pikiran dari bayangan2 ayam goreng kfc yg crispy bagian paha atas". apa dong yg kebayang pas mau meditasi?
kalo gitu ignorance is really bliss.
mending gak usah baca buku dhamma, denger kotbah atau diskusi di forum, biar gak tau dan masih polos. tau2 berdana ke sangha, dan joss kena 100 x 100 x 100 x...
asiknya....
wah, susah nih...Memang betul demikian. Jika belajar dhamma membuat seseorang menjadi serakah, adalah baik dia tidak belajar dhamma, karena toh tidak akan bermanfaat baginya.
ini sama kaya session meditasi, instrukturnya bilang "mohon diingat ya, meditasi kali ini adalah meditasi pengosongan pikiran dari bayangan2 ayam goreng kfc yg crispy bagian paha atas". apa dong yg kebayang pas mau meditasi?
kalo gitu ignorance is really bliss.
mending gak usah baca buku dhamma, denger kotbah atau diskusi di forum, biar gak tau dan masih polos. tau2 berdana ke sangha, dan joss kena 100 x 100 x 100 x...
asiknya....
"Seseorang yang tidak tamak, memberi pada mereka yang tidak tamak, persembahan yang didapat dengan benar, dengan pikiran baik, memahami akibat dari kamma; Saya katakan, itulah yang persembahan materi tertinggi."
(Majjhima Nikaya, 142. Dakkhinavibhanga Sutta)
"Seseorang yang tidak tamak, memberi pada mereka yang tidak tamak, persembahan yang didapat dengan benar, dengan pikiran baik, memahami akibat dari kamma; Saya katakan, itulah yang persembahan materi tertinggi."
(Majjhima Nikaya, 142. Dakkhinavibhanga Sutta)
Memang betul demikian. Jika belajar dhamma membuat seseorang menjadi serakah, adalah baik dia tidak belajar dhamma, karena toh tidak akan bermanfaat baginya.
Seperti gadis yang sedang bakar jagung, dapat jackpot Mahakassapa yang baru bangun dari Nirodha Samapati, ia meninggal dan terlahir di alam deva. Jika seseorang tanpa keserakahan, tanpa teriming-imingi, bisa memiliki keinginan untuk berdana, maka saya rasa itu jauh lebih bermanfaat daripada yang berdana atas dasar keserakahan.
Tetapi hanya orang yang memahami dhamma, melakukan apa yang harus dilakukan sesuai dengan dhamma, yang dapat memberikan dana terbaik.
"Seseorang yang tidak tamak, memberi pada mereka yang tidak tamak, persembahan yang didapat dengan benar, dengan pikiran baik, memahami akibat dari kamma; Saya katakan, itulah yang persembahan materi tertinggi."
(Majjhima Nikaya, 142. Dakkhinavibhanga Sutta)
Bukan-kah biasanya para Ariya yang baru "bangun" dari nirodha samapati malah akan meninjau dunia untuk melihat siapa yang pantas memberikan persembahan/dana ? Jadi semacam di-pilih, bukan dapat jackpot... CMIIW...Bisa memilih mau jalan ke mana, tapi sepertinya tidak bisa pasti. Misalnya Mahakassapa juga memilih orang miskin sebagai pemberi dana, tapi pernah hampir 'tertipu' oleh Sakka yang menyamar sebagai orang tua miskin. Jadi semacam 'jodoh-jodohan' juga sepertinya.
wah inimah terlalu susah... dana bijaksana ga asal tabur benih ke toiletKalau gampang, semua sudah dapat "100 x 100 x ... " itu bukan? Sudah pasti di dunia ini penuh konglomerat dan semuanya Buddhis. :D
secara singkat, ini adalah dana dari seorang Arahat kepada Arahat lainnyaIdealnya seperti itu, seperti dalam Petavatthu di mana Sariputta memberi jubah pada bhikkhu ariya lainnya dan melimpahkan pada peti yang adalah ibunya di beberapa kehidupan lampau, langsung berbuah saat itu juga.
Yang mengumpulkan dana untuk vihara seharusnya adalah umat. Seseorang menjadi bhikkhu justru melepas keduniawian, puas hanya dengan jubah, mangkuknya dan makanan secukupnya pada hari itu.
lha, menurut kotbah yg saya denger, berdana kepada sangha itu nilainya 100 x dana kepada sammasambuddha. dan kalo berhasil ngumpulin 5 orang bhikkhu, itu udah sama dengan sangha (yg nilainya 100 x sammasambuddha tadi). individu lebur menjadi sangha. bermoral gak bermoral, palsu atau asli, pokoknya kalo bisa kumpulin 5 orang, beres deh, sama dengan sangha. cmiiw dan kalo ada yg tau sumbernya 5 orang bhikkhu ini.
lebih cocok para donatur yang berdana ke Sangha (tentunya dana yang terkumpul atas nama Sangha) layaknya dipakai untuk kegiatan Vihara dan sebagainya yang bersifat Kebajikan dan sosial.Betul, dananya seharusnya dipakai untuk kelangsungan vihara. Yang saya maksud sebelumnya adalah para bhikkhu seharusnya tidak ikut campur masalah cari dana. Ingat kisah Buddha yang tidak menerima dana makanan yang seperti 'bayaran' terhadap dhamma yang diajarkan? Kalau dari kisah-kisah lainnya juga sepertinya umat yang mengurus kegiatan duniawi bagi sangha, seperti kisah Anathapindika yang mengurus Jetavana (tawar menawar dengan menutup Jetavana dengan koin emas).
untuk masalah dana, saya pribadi cenderung melupakan segala macam doktrin, khotbah dan cerita2 mengenai dana, syarat dana, dana yg baik, dsb. saya cukup liat apakah dia memang memerlukan, apakah bisa disalahgunakan, apakah ada yg lebih perlu ketimbang yg ini, adakah cara yg lebih efisien dan efektif. saya gak mandang sangha, bhikkhu, buddhis atau agama lain ataupun mahluk lain.Kembali lagi seperti ular, doktrin itu bisa membantu, bisa menjerumuskan tergantung bagaimana orang menggunakannya. Bagi orang yang cenderung pada pahala, sudah barang tentu akan mengutamakan perhitungan pahalanya. Bagi orang yang cenderung pada belas kasih, tentu akan mengutamakan kepentingan mereka yang menderita.
untuk masalah dana, saya pribadi cenderung melupakan segala macam doktrin, khotbah dan cerita2 mengenai dana, syarat dana, dana yg baik, dsb. saya cukup liat apakah dia memang memerlukan, apakah bisa disalahgunakan, apakah ada yg lebih perlu ketimbang yg ini, adakah cara yg lebih efisien dan efektif. saya gak mandang sangha, bhikkhu, buddhis atau agama lain ataupun mahluk lain.
apa yang harus dilihat ? :owah, membaca posting saya yg sederhana di atas saja segitu susah mengertinya...
apa sesudah berdana, kita ikuti terus 'penerima dana' sampai dimana menggunakan dana tsb, kita telusuri terus, atau
kita memikirkan terus dana tsb semoga dana ini tidak diselewengkan oleh penerima dana dst ......
beginikah cara berdana yang baik menurut bro Morp ?
jika mau berdana banyak pertimbangan, alhasil tidak jadi berdana, udah keburu tua. :)) :))
Bisa memilih mau jalan ke mana, tapi sepertinya tidak bisa pasti. Misalnya Mahakassapa juga memilih orang miskin sebagai pemberi dana, tapi pernah hampir 'tertipu' oleh Sakka yang menyamar sebagai orang tua miskin. Jadi semacam 'jodoh-jodohan' juga sepertinya.
Ada berbagai faktor yang harus diperhatikan dalam berdana:
1. Kemurnian sila
2. Tingkat urgensi
3. Motivasi
4. Cara mendapatkan dana yang akan diberikan
5. Cara memberikan
6. Ketulusan
7. Timing (ketepatan waktu)
8. Dll...
kalo gak salah, ada fit and proper test yg ketat untuk jadi bhikkhu dalam sti.apakah ada yg bisa ngasih info untuk ini?
apakah ada test iq, test fisika, matematika, biologi atau psikologi test dan surat keterangan pak rt, saya kurang tau...
mungkin ada bhikkhu, samanera/i atau mantannya yg bisa memberikan insider story?
apakah ada yg bisa ngasih info untuk ini?
pertanyaan:Saya pikir orang apapun boleh jadi bhikkhu, namun pada saat menjadi bhikkhu, semua kehidupan seksualnya (apapun orientasinya, apakah lawan jenis, sesama jenis, binatang, benda mati, dll) semuanya ditinggalkan. Syarat petapa bukanlah heteroseksual, tetapi Aseksual.
* bagaimana pandangan theravada mengenai gay?
* apakah gay boleh jadi bhikkhu?
* apakah perlu ada vinaya gak boleh sentuh sesama jenis sekalian?
pertanyaan:
* bagaimana pandangan theravada mengenai gay?
* apakah gay boleh jadi bhikkhu?
* apakah perlu ada vinaya gak boleh sentuh sesama jenis sekalian?
Kalau gay jadi bhikkhu dilingkungan bhikkhu kondisi latihannya lebih tidak mendukung. Mendingan kalau gay jadi bhikkuni aja atau Maechee aja. ^-^Boleh juga tuh idenya. Tapi kalo Bi-sexual gimana yah? Jadi bhikkhu hutan aja?
Boleh juga tuh idenya. Tapi kalo Bi-sexual gimana yah? Jadi bhikkhu hutan aja?
pertanyaan:
* bagaimana pandangan theravada mengenai gay?
* apakah gay boleh jadi bhikkhu?
* apakah perlu ada vinaya gak boleh sentuh sesama jenis sekalian?
ternyata bener kata purnama, biku di indo tidak ada yang berbudaya =))
bro Morpheus, ada minat jadi Bhikkhu STI ?kamsiah om. berarti udah ada perubahan peraturan di sti dibanding jamannya bhikkhu sudhammacaro? siapa aja yg mau bisa jadi bhikkhu (kecuali sakit mental)?
sekarang ini STI menerima Bhikkhu yang bukan upasampada STI yang penting punya bukti/resmi di upasampada ala Theravada dan secara tertulis(ID) dan sudah beberapa tahun jadi Bhikkhu (ada minimal jika tidak salah) serta tidak terjadi pelanggaran atau reputasi masih baik.
semoga bermanfaat
Saya pikir orang apapun boleh jadi bhikkhu, namun pada saat menjadi bhikkhu, semua kehidupan seksualnya (apapun orientasinya, apakah lawan jenis, sesama jenis, binatang, benda mati, dll) semuanya ditinggalkan. Syarat petapa bukanlah heteroseksual, tetapi Aseksual.akur, om. idealnya begitu.
akur, om. idealnya begitu.
di dunia yg tidak ideal, apakah perlu penambahan peraturan vinaya untuk ini. mengingat ada vinaya untuk sentuhan kepada wanita. kalo ya, apakah bisa? kalo tidak, apakah ini berarti vinaya gak bisa mengikuti perkembangan jaman? mengingat vinaya emas perak udah ketinggalan ama credit card dan internet banking. apa solusinya?
saya kenal seorang bhikkhu yg tidak menerima uang/emas/perak juga tidak mempunyai kartu kredit maupun rekening bank. ini membuktikan bahwa vinaya ini masih applicable bahkan untuk jaman sekarangterbalik, om. vinaya kan untuk membatasi dan membantu bhikkhu nakal, bukan bhikkhu baik seperti kenalan anda.
Solusinya:usul bagus, om.
1. baiknya ada aturan agar para calon bhikkhu dengan jujur mengakui kecenderungan seksualnya. Pengakuan ini harus bersifat rahasia, hanya antar calon bhikkhu dan pembimbingnya. Pengakuan ini mirip dengan pernyataaan adanya sakit serius yg perlu diperhatikan (ayan, aids), kecenderungan negatif lainnya (alkohol, drugs, dsbnya), juga sedang dalam kriminal atau tidak.
2. Pembimbing dapat memperhatikan dan membimbing tindak tanduk si bhikkhu yg secara jujur telah mengakui kecenderungan tsb (mungkin mendapat kondisi khusus, tidak bergabung dgn siswa lainnya untuk sementara, dsbnya).
kamsiah om. berarti udah ada perubahan peraturan di sti dibanding jamannya bhikkhu sudhammacaro? siapa aja yg mau bisa jadi bhikkhu (kecuali sakit mental)?
kasihan juga yang mempunyai mental demikian. :-? pengin Bhikkhu jadi mundur hanya karena dengar isu yg tidak beralasan ! ^-^seperti yg dikemukakan di atas2. issue itu belum terbukti salah dan sebagian ada yg bener.
apalagi orang yang hanya mendengar isu, kemudian ikut melempar isu yang tidak bertanggung jawab, apakah orang demikian mentalnya sehat ?
terbalik, om. vinaya kan untuk membatasi dan membantu bhikkhu nakal, bukan bhikkhu baik seperti kenalan anda.
kalo emang vinaya itu applicable sampe jaman sekarang, "lubang"nya harus ditutup dong. jadi daripada sekadar melarang memegang emas dan perak, juga melarang memegang rekening digital dan kartu kredit dong. jadi bhikkhu nakal gak bisa memanfaatkan lubang ini. gimana?
jawaban anda justru seolah2 setuju menyerahkan kepada kecerdasan dan kebijaksanaan masing2 individu. gak perlu vinaya yg kaku hehehe....
seperti yg dikemukakan di atas2. issue itu belum terbukti salah dan sebagian ada yg bener.
mengenai syarat jadi bhikkhu sti, saya justru pernah denger juga dari sumber lain. ada syarat2 atau test atau interview tambahan. mungkin alasannya bagus, makanya saya tanya mungkin ada yg tau.
hehe... beginilah orang yg kalau udah berdiri di satu kubu... :no:
susah mendengar & mengerti...
hanya mau tau masalah di kubu bhikkhu teladan & bhikkhu tuyul.
padahal ya, yg dibicarakan itu tentang vinaya, terlepas dari bhikkhunya... :no: :no: :no:
mungkin denger kata vinaya langsung tersssssingung krn bhikkhunya teladan ya 8)
akur, om. idealnya begitu.Sulit juga yah. Kalau saya pribadi, sebetulnya asal tahu esensinya, kita tahu apa yang dimaksud dengan vinaya tersebut. Misalnya emas/perak yah sama juga kekayaan dalam bentuk apapun. Tapi untuk orang yang bebal, memang suka cari-cari lubang. Kalau seandainya saya berkuasa mengubah vinaya, mungkin sekarang ini saya belum perlu menambah atau mengurangi sila-nya, tetapi memberikan semacam 'komentar' vinaya tersebut yang perlu dipahami.
di dunia yg tidak ideal, apakah perlu penambahan peraturan vinaya untuk ini. mengingat ada vinaya untuk sentuhan kepada wanita. kalo ya, apakah bisa? kalo tidak, apakah ini berarti vinaya gak bisa mengikuti perkembangan jaman? mengingat vinaya emas perak udah ketinggalan ama credit card dan internet banking. apa solusinya?
sayang sekali, pikiran anda hanya tertuju Bhikkkhu yang tidak benar.eh, kayaknya komentar anda gak nyambung dengan maksud posting saya.
didunia ini masih ada Bhikkhu yang baik, Sangha yang berlaku Baik, Jujur, Benar dan Patut serta layak dipuja, di sanjung, dihormati, didukung.
dilihat dari pernyataan, sepertinya anda menjugde semua Bhikkhu jadi jelek karena situasi, jaman edan, serta Vinaya harus di amandemen dan seterusnya ......, apakah seperti demikian ?
kalau begitu anda hanya spekulasi jadi tidak serius utk mengetahui, lebih senang mendengar gosip dari pada bertanya kepada yang mengertipost saya ini justru ingin menyelidiki kebenaran kata2 bhikkhu sudhammacaro tadi... biar jelas itu cuman gosip atau beneran.
tolonk belajar jangan suka sebar gosip yang tidak bertanggung jawab, perbuatan tidak bemanfaat ;D
usul bagus, om.
apakah perlu revisi vinaya untuk ini? ataukah upaya prevensi ini cukup?
Sulit juga yah. Kalau saya pribadi, sebetulnya asal tahu esensinya, kita tahu apa yang dimaksud dengan vinaya tersebut. Misalnya emas/perak yah sama juga kekayaan dalam bentuk apapun. Tapi untuk orang yang bebal, memang suka cari-cari lubang. Kalau seandainya saya berkuasa mengubah vinaya, mungkin sekarang ini saya belum perlu menambah atau mengurangi sila-nya, tetapi memberikan semacam 'komentar' vinaya tersebut yang perlu dipahami.ok, akur juga.
Soal sentuh menyentuh, saya pikir walaupun bhikkhu heteroseksual dengan bhikkhu/lelaki lain yang heteroseksual juga, tidak pantas untuk sentuh menyentuh. Apalagi menyentuh objek yang berpotensi menimbulkan nafsu.
ok, akur juga.Betul, maksud saya seperti itu. Bukan hanya peraturannya yang kita pegang, tapi makna di balik peraturan itu, mengapa satu hal dihindari sementara hal lain diperbolehkan oleh Buddha.
jadi saya sementara ini menyimpulkan bahwa om indra dan om kainyn justru merasa kita harus meneliti alasan dari sebuah peraturan dan memakai kecerdasan untuk memahaminya, bukan membaca peraturan secara kaku. sori kalo salah.
Seharusnya para bhikkhu sudah dapat mengambil esensi dari aturan2 yang telah ada.klop sudah.
...
Saya pikir vinaya akan menjadi bejibun banyaknya, akan menjadi tidak efisien lagi.
Sy pikir Sang Buddha sudah memprediksi kekacauan yg akan ditimbulkan oleh kebebasan menambahkan vinaya ini jika Beliau sudah tidak ada lagi. Beliau mengambil keputusan terbaik diantara terburuk. Jauh lebih baik mempertahankan vinaya yg asli, yg telah ada ketimbang diberi kebebasan mengembangkannya...koreksi dikit. Sang Buddha malah berpesan agar peraturan2 yg kurang penting boleh dihapuskan.
Sedangkan bagi bhikkhu2 yg nakal yg mencari2 celah/kelemahan vinaya, bagaimanapun ditambah pasal2 baru dalam vinaya, tetap aja mereka bisa menemukan kelemahannya untuk dilanggar.
klop sudah.
ternyata semua setuju untuk melihat alasan dan esensinya, menggunakan kecerdasan untuk memahaminya, bukan secara kaku.
karena semuanya pada sepemikiran, muncul pertanyaan berikut:
karena katanya sila adalah basis dari samadhi dan panna. kalo bhikkhu yg nakal memanfaatkan lobang vinaya, misalnya punya credit card dan rekening internet banking. apakah ini berefek pada samadhi dan meditasinya, atau gak? kalo berefek, nyatanya kan dia tidak melanggar vinaya dalam arti yg kaku. ataukah dia terhitung melanggar vinaya juga, sehingga meditasinya bakal terganggu?
koreksi dikit. Sang Buddha malah berpesan agar peraturan2 yg kurang penting boleh dihapuskan.
yg berkeputusan mempertahankan vinaya itu adalah maha kassapa, inipun menurut sumber tidak netral dari theravada.
menambahkan dari sudut pandang berbeda ya :)saya tidak melihatnya berbeda. satu lagi yg setuju untuk tidak melihat sila dan vinaya secara kaku melainkan memakai pemahaman dengan cerdas.
dan bagi bhikkhu2 yg benar2 menjalani kehidupan suci, meski ada rekening atas namanya ia tidak memiliki rekening tsb, sementara yg lain dapat memiliki rekening atas nama orang lain. jd yg tau hanya diri sendiri (bhikkhu ybs). ini bukan pembenaran ya... jgn disalah artikan. jgn... jgn...
Justru tidak ada di-katakan manakah peraturan yang kurang penting. Jadi memang sebaik-nya tidak di-rubah-rubah...Pihak yang ingin merubah vinaya justru me-legitimasi untuk merubah-rubah vinaya karena ada-nya pesan dari Buddha.noted, om. thanks opininya.
IMHO, memang tidak perlu di-lakukan perubahan...
karena semuanya pada sepemikiran, muncul pertanyaan berikut:Menurut saya, vinaya belum tentu adalah sila. Vinaya adalah tata aturan berperilaku bagi para bhikkhu. Misalnya mengenai jubah ekstra tidak boleh disimpan lebih dari 10 hari. Mungkin saja seorang bhikkhu bukan karena keserakahan menyimpan jubah tersebut. Walaupun secara vinaya telah melanggar, tapi saya pikir tidak ada hubungannya dengan sila (yang mendukung samadhi-panna).
karena katanya sila adalah basis dari samadhi dan panna. kalo bhikkhu yg nakal memanfaatkan lobang vinaya, misalnya punya credit card dan rekening internet banking. apakah ini berefek pada samadhi dan meditasinya, atau gak? kalo berefek, nyatanya kan dia tidak melanggar vinaya dalam arti yg kaku. ataukah dia terhitung melanggar vinaya juga, sehingga meditasinya bakal terganggu?
koreksi dikit. Sang Buddha malah berpesan agar peraturan2 yg kurang penting boleh dihapuskan.Dalam hal ini juga ada pendapat bahwa perkataan Buddha itu hanya untuk menguji ketaatan para siswa. Saya tidak setuju hal tersebut, karena seorang Buddha hanya mengatakan kebenaran, bukan tukang mancing.
yg berkeputusan mempertahankan vinaya itu adalah maha kassapa, inipun menurut sumber tidak netral dari theravada.
saya tidak melihatnya berbeda. satu lagi yg setuju untuk tidak melihat sila dan vinaya secara kaku melainkan memakai pemahaman dengan cerdas.maksudnya kalau bahas vinaya, jgn lihat bhikkhu2 jelek aja, tp juga harus lihat bagaimana bhikkhu teladan menyikapinya. pointnya sih sama.
noted, om. thanks opininya.
klop sudah.maaf, saya tidak klop. kalau selalu mempertimbangkan alasan, semua vinaya bisa di langgar dengan beribu alasan.
ternyata semua setuju untuk melihat alasan dan esensinya, menggunakan kecerdasan untuk memahaminya, bukan secara kaku.
karena semuanya pada sepemikiran, muncul pertanyaan berikut:
karena katanya sila adalah basis dari samadhi dan panna. kalo bhikkhu yg nakal memanfaatkan lobang vinaya, misalnya punya credit card dan rekening internet banking. apakah ini berefek pada samadhi dan meditasinya, atau gak? kalo berefek, nyatanya kan dia tidak melanggar vinaya dalam arti yg kaku. ataukah dia terhitung melanggar vinaya juga, sehingga meditasinya bakal terganggu?
koreksi dikit. Sang Buddha malah berpesan agar peraturan2 yg kurang penting boleh dihapuskan.
yg berkeputusan mempertahankan vinaya itu adalah maha kassapa, inipun menurut sumber tidak netral dari theravada.
maaf, saya tidak klop. kalau selalu mempertimbangkan alasan, semua vinaya bisa di langgar dengan beribu alasan.dan dg cara yg sama, pengumbaran nafsu dapat dicapai tanpa pelanggaran vinaya
dan dg cara yg sama, pengumbaran nafsu dapat dicapai tanpa pelanggaran vinaya
bayangkan... tanpa pelanggaran vinaya (yang terlihat, terdengar, terasa) bisa mengumbar nafsu. apalagi kalau melanggar vinaya ? hehehehewih mantep, + 1
-- Buddha menyatakan bahwa seorang perumah tangga yang setia pada pasangan-annya itu sama baik-nya dengan seorang bhikkhu yang setia kepada vinaya-nya --
Kalau masih pingin laku-in hal yang melanggar vinaya, boleh saja lepas jubah... kapan-kapan kalau mau coba lagi kehidupan monastery, bisa join lagi... daripada melakukan pembenaran pelanggaran vinaya dengan berbagai alasan...
maaf, saya tidak klop. kalau selalu mempertimbangkan alasan, semua vinaya bisa di langgar dengan beribu alasan.Bro ryu salah paham. Maksudnya mempertimbangkan alasan dari si pembuat vinaya (=Buddha) BUKAN alasan si pelanggar vinaya. Misalnya soal emas & perak, alasan dari Buddha adalah kekayaan, kepemilikan yang rentan pada keserakahan. Jadi yang pakai kartu kredit jelas melanggar karena alasan tersebut.
Justru tidak ada di-katakan manakah peraturan yang kurang penting. Jadi memang sebaik-nya tidak di-rubah-rubah...Pihak yang ingin merubah vinaya justru me-legitimasi untuk merubah-rubah vinaya karena ada-nya pesan dari Buddha.
IMHO, memang tidak perlu di-lakukan perubahan...
Bro ryu salah paham. Maksudnya mempertimbangkan alasan dari si pembuat vinaya (=Buddha) BUKAN alasan si pelanggar vinaya. Misalnya soal emas & perak, alasan dari Buddha adalah kekayaan, kepemilikan yang rentan pada keserakahan. Jadi yang pakai kartu kredit jelas melanggar karena alasan tersebut.ya intinya adalah di pihak biku yang hendak mengambil jalannpastinya sudah mempertimbangkan ada suatu Vinaya yang memang "sebisa mungkin" dijalankan untuk menunjang lancar tidaknya jalan yang hendak ditempuh, apabila tujuannya lain pastinya vinaya itu hanya dijadikan beban dan tidak mau menyadari apabila telah melakukan pelanggaran.
maaf, saya tidak klop. kalau selalu mempertimbangkan alasan, semua vinaya bisa di langgar dengan beribu alasan.anda gak mengerti konteks "alasan" di sini.
Menurut saya, vinaya belum tentu adalah sila. Vinaya adalah tata aturan berperilaku bagi para bhikkhu. Misalnya mengenai jubah ekstra tidak boleh disimpan lebih dari 10 hari. Mungkin saja seorang bhikkhu bukan karena keserakahan menyimpan jubah tersebut. Walaupun secara vinaya telah melanggar, tapi saya pikir tidak ada hubungannya dengan sila (yang mendukung samadhi-panna).kalo itu bukan vinaya, jadi apa itu sila bagi bhikkhu dalam konteks sila-samadhi-panna di sini?
Dalam hal ini juga ada pendapat bahwa perkataan Buddha itu hanya untuk menguji ketaatan para siswa. Saya tidak setuju hal tersebut, karena seorang Buddha hanya mengatakan kebenaran, bukan tukang mancing.noted, om. saya setuju dengan anda. perbedaan pandangan thera dan maha ini udah gak bisa dibicarakan lagi.
Menurut saya Mahakassapa tidak mengubahnya karena pada waktu konsili pertama itu, masih sangat dekat dengan jaman Buddha, maka boleh dibilang juga tidak ada perubahan kondisi dalam masyarakat yang signifikan.
Mengenai 'peraturan minor' yang boleh diubah, tetap kita tidak akan tahu karena memang Ananda tidak menanyakannya. Kita hanya bisa sebatas spekulasi saja.
bayangkan... tanpa pelanggaran vinaya (yang terlihat, terdengar, terasa) bisa mengumbar nafsu. apalagi kalau melanggar vinaya ? hehehehekonteks "alasan" di sini adalah alasan yg cerdas dan bijaksana, bukan alasan yg menipu diri sendiri ataupun alasan akal2an berlatarbelakang mau enak.
-- Buddha menyatakan bahwa seorang perumah tangga yang setia pada pasangan-annya itu sama baik-nya dengan seorang bhikkhu yang setia kepada vinaya-nya --
Kalau masih pingin laku-in hal yang melanggar vinaya, boleh saja lepas jubah... kapan-kapan kalau mau coba lagi kehidupan monastery, bisa join lagi... daripada melakukan pembenaran pelanggaran vinaya dengan berbagai alasan...
konteks "alasan" di sini adalah alasan yg cerdas dan bijaksana, bukan alasan yg menipu diri sendiri ataupun alasan akal2an berlatarbelakang mau enak.
anda gak mengerti konteks "alasan" di sini.okey, boleh beri contohnya?
ya intinya adalah di pihak biku yang hendak mengambil jalannpastinya sudah mempertimbangkan ada suatu Vinaya yang memang "sebisa mungkin" dijalankan untuk menunjang lancar tidaknya jalan yang hendak ditempuh, apabila tujuannya lain pastinya vinaya itu hanya dijadikan beban dan tidak mau menyadari apabila telah melakukan pelanggaran.Karena itulah yang harus dimengerti adalah makna dari vinaya itu sendiri. Apa saja alasan dibuatnya vinaya tersebut. Jika tidak paham, maka tidak akan mendapat manfaat darinya. Yang kaku, hanya menuruti kata demi kata, yang fleksibel, menganggap tidak penting.
Kalau seseorang paham akan alasannya, maka tidak akan bertindak 'kaku' atau 'fleksibel', tetapi selalu menjaga manfaatnya. Misalnya Upali yang sangat memperhatikan vinaya sedetil-detilnya, dibilang kaku, tidak juga. Ia tahu kapan vinaya itu cocok, kapan tidak. Maka dikatakan sebagai yang terbaik dalam menjaga vinaya.
Bila kita melanggar peraturan sepantasnyalah kita mengakui pelanggaran tersebut.Kalau baca di sutta, dikatakan adalah suatu kebiasaan dalam disiplin ariya untuk mengakui kesalahan agar tidak terulang kembali di masa depan. Masalahnya, tidak semua orang bergabung dengan sangha untuk tujuan yang mulia.
Bukan mencari pembenaran untuk pelanggaran tersebut.
Alasan dikemukakan bukan untuk membenarkan suatu pelanggaran tetapi,
alasan dikemukakan untuk mengakui bahwa kita terpaksa melakukan pelanggaran karena sesuatu, dan bersedia dihukum karena pelanggaran tersebut.
Yang satu membuat pembenaran atas suatu pelanggaran, yang lain meminta keringanan hukuman atas pelanggaran tersebut.
Kalau baca di sutta, dikatakan adalah suatu kebiasaan dalam disiplin ariya untuk mengakui kesalahan agar tidak terulang kembali di masa depan. Masalahnya, tidak semua orang bergabung dengan sangha untuk tujuan yang mulia.
Bila kita melanggar peraturan sepantasnyalah kita mengakui pelanggaran tersebut.betul, yang terpenting bukan mencari celah untuk melanggar, tapi untuk menyadari mana yang melanggar atau tidak.
Bukan mencari pembenaran untuk pelanggaran tersebut.
Alasan dikemukakan bukan untuk membenarkan suatu pelanggaran tetapi,
alasan dikemukakan untuk mengakui bahwa kita terpaksa melakukan pelanggaran karena sesuatu, dan bersedia dihukum karena pelanggaran tersebut.
Yang satu membuat pembenaran atas suatu pelanggaran, yang lain meminta keringanan hukuman atas pelanggaran tersebut.
boleh amandemen Vinaya tapi dengan alasan cerdas dan bijaksana, begitukah ?kalo anda mengikuti percakapan dengan om bill, anda gak akan menanyakan itu.
okey, boleh beri contohnya?saya pikir waktu anda menulis "tidak klop", anda sudah mengikuti alur diskusi yg sebelumnya.
saya pikir waktu anda menulis "tidak klop", anda sudah mengikuti alur diskusi yg sebelumnya.yang saya baca hanyalah seperti adanya pembenaran2 untuk melanggar vinaya, yang namanya pelanggaran adalah pelanggaran, baik itu disadari atau tidak, soal sangsi atau hukuman diri sendiri dan juga bisa orang lain yang menilai, yang terpenting adalah ada vinaya dan ada pelanggaran, dan juga sikap yang baik dari seseorang yang MAU mengakui pelanggaran yang diperbuatnya, seperti contoh ajahn chan yang merokok ya, dia menyadari merokok itu tidak baik ya akhirnya mau mengakui khan bukannya mencari celah untuk melakukan hal itu.
silakan baca kembali.
yang saya baca hanyalah seperti adanya pembenaran2 untuk melanggar vinaya, yang namanya pelanggaran adalah pelanggaran, baik itu disadari atau tidak, soal sangsi atau hukuman diri sendiri dan juga bisa orang lain yang menilai, yang terpenting adalah ada vinaya dan ada pelanggaran, dan juga sikap yang baik dari seseorang yang MAU mengakui pelanggaran yang diperbuatnya, seperti contoh ajahn chan yang merokok ya, dia menyadari merokok itu tidak baik ya akhirnya mau mengakui khan bukannya mencari celah untuk melakukan hal itu.
dan dg cara yg sama, pengumbaran nafsu dapat dicapai tanpa pelanggaran vinaya
_/\_ Namo Buddhaya..
Pandangan para penganut Theravada trhdp penganut mazhab / aliran lain adalah menjunjung tinggi toleransi antar umat beragama..
yang saya baca hanyalah seperti adanya pembenaran2 untuk melanggar vinaya, yang namanya pelanggaran adalah pelanggaran, baik itu disadari atau tidak, soal sangsi atau hukuman diri sendiri dan juga bisa orang lain yang menilai, yang terpenting adalah ada vinaya dan ada pelanggaran, dan juga sikap yang baik dari seseorang yang MAU mengakui pelanggaran yang diperbuatnya, seperti contoh ajahn chan yang merokok ya, dia menyadari merokok itu tidak baik ya akhirnya mau mengakui khan bukannya mencari celah untuk melakukan hal itu.
topik yang sangat menarikBetul, saya tinggal di Jakarta, maka semangka warnanya merah.
saya yang berada di daerah jadi lebih mengerti, apa yang terjadi diluar sana
salam,
Betul, saya tinggal di Jakarta, maka semangka warnanya merah.
Salam.
belum tentu, saya juga tinggal di Jakarta, tapi semangka warnanya kuningItu karena semangkanya dipotong sore-sore.
Itu karena semangkanya dipotong sore-sore.
semangka saya gak berbiji.
semua salah dan semua benarBetul, dan itu semua ditentukan dari bagaimana cara memasak sup, sebagaimana lebih tau keadaan di luar sana ditentukan apakah tinggal di daerah atau bukan.
semangka ada banyak jenis: ada semangka merah dan ada semangka kuning, ada semangka berbiji banyak dan ada semangka berbiji sedikit dan ada semangka tanpa biji
semua salah dan semua benar
semangka ada banyak jenis: ada semangka merah dan ada semangka kuning, ada semangka berbiji banyak dan ada semangka berbiji sedikit dan ada semangka tanpa biji
Semua tidak salah dan semua tidak benar...Tapi tetap saya lebih benar karena saya suka apel.
Tidak semua salah dan tidak semua benar...
Ada yang salah dan ada yang benar...
Tidak semua tidak salah dan tidak semua tidak benar...
Terkadang ada yang salah dan Terkadang ada yang benar...
;D
Tapi tetap saya lebih benar karena saya suka apel.
Sudahlah, ayo BTT! ;D
mohon maaf, request tidak dapat dipenuhi. Ini karena saya suka duren. :hammer:
:backtotopic:
Nah, ini baru fair. ;Dyg di klaim asli dr segi arkeologi dan kajian sejarah adalah 3 nikaya,sedangkan utk yg lain masih merupakan kontorvesi,namun tentunya sebagai murid buddha tidak hanya theravada melainkan aliran manapun kita seharusnya tidak hanya berPAKU pada kitab suci melainkan pada pengalaman pribadi dan penyelidikan yg seksama atas fenomena yg disebutkan dikitab suci,kitab hanya pedoman luar.pedoman yg sebenarnya ada didalam diri.
Begini, beberapa pihak 'kan sering klaim bahwa Theravada yang paling 'asli' dan sebagainya, tapi kita lihat dari Tipitaka Pali saja banyak catatan meragukan, misalnya di thread sebelah (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,10555.0.html) tercatat 2 kisah Bahiya yang berbeda di mana salah satunya seharusnya salah. Gimana pihak Theravadin yang mengklaim Tipitaka paling asli dan benar menanggapinya?
yg di klaim asli dr segi arkeologi dan kajian sejarah adalah 3 nikaya,sedangkan utk yg lain masih merupakan kontorvesi,namun tentunya sebagai murid buddha tidak hanya theravada melainkan aliran manapun kita seharusnya tidak hanya berPAKU pada kitab suci melainkan pada pengalaman pribadi dan penyelidikan yg seksama atas fenomena yg disebutkan dikitab suci,kitab hanya pedoman luar.pedoman yg sebenarnya ada didalam diri.Setuju. Semoga memang (umat Buddha umumnya, Theravada khususnya) berperilaku demikian.
Dulu sy blajar mahayana(kendaraan besar) hinayana(kendaraan kecil), apakah hinayana dan theravada sama?
sepertinya beda, kendaraan besar adalah kapal, pesawat, kereta api, dll. kendaraan kecil adalah sepeda motor, becak, bajaj,dll
sepertinya beda, kendaraan besar adalah kapal, pesawat, kereta api, dll. kendaraan kecil adalah sepeda motor, becak, bajaj,dll
Kalau ke Nirvana enakan naik kendaraan yang besar apa kendaraan yang kecil ya...? Maksudnya lebih nyaman mana...? Servicenya bagusan mana...?
Theravada dan Mahayana keduanya merupakan ajaran Sang Buddha. jadi tergantung kecenderungan bathin mahluk itu sendiri lebih cocok ke yg kemana. Buddhism diajarkan kepada semua mahluk dengan level bathin yg sangat beragam oleh krn itu ada Theravada dan Mahayana.
tujuan akhir theravada = Nibanna (bebas dari siklus samsara)/Arahatship
tujuan akhir mahayana = Kebuddhaan (Samyak Sambuddha)/Buddhahood, ttp kalau mahluk itu mau kapanpun ia bisa memasuki nibanna.
Sebenarnya awal perbedaan karena Mahayana tidak mengerti bahwa Arahat juga adalah Buddha (Savaka Buddha).
Kita bisa melihat jelas bahwa Mahayana tidak mengerti, karena ada konsep mencapai ke-Buddha-an hanya dalam satu kali kehidupan. Arahat adalah pencapaian Buddha dalam satu kali kehidupan, jadi siapapun yang mencapai ke-Buddha-an dimasa ajaran Sammasambuddha masih ada, disebut Savaka Buddha. Julukannya yang lebih populer adalah Arahat.
Mettacittena,
Sebenarnya awal perbedaan karena Mahayana tidak mengerti bahwa Arahat juga adalah Buddha (Savaka Buddha).
Kita bisa melihat jelas bahwa Mahayana tidak mengerti, karena ada konsep mencapai ke-Buddha-an hanya dalam satu kali kehidupan. Arahat adalah pencapaian Buddha dalam satu kali kehidupan, jadi siapapun yang mencapai ke-Buddha-an dimasa ajaran Sammasambuddha masih ada, disebut Savaka Buddha. Julukannya yang lebih populer adalah Arahat.
Karena Arahat juga adalah Buddha, maka untuk mencapai ke-Buddha-an/Arahat juga harus memenuhi parami. Tak mungkin tingkat kesucian dicapai tanpa mengumpulkan parami.
Tak ada seketika dhuarrrr... langsung menjadi Arahat, atau menjadi Buddha.
Sammasambuddha hanya muncul di dunia, bila tak ada ajaran Buddha lain. Tak mungkin ada dua Sammasambuddha pada satu masa di bumi.
Yang satu akan muncul hanya bila ajaran yang lain telah lenyap, inilah hukum yang pasti.
Jadi bila muncul Buddha lain di jaman ajaran Buddha Gotama masih ada, maka itu adalah Buddha palsu, atau bila ada Buddha sungguhan (memang telah mencapai kesucian setara Sang Buddha Gotama) maka disebut Savaka Buddha, yang lebih populer dengan sebutan Arahat.
Mettacittena,
Sebenarnya awal perbedaan karena Mahayana tidak mengerti bahwa Arahat juga adalah Buddha (Savaka Buddha).
Kita bisa melihat jelas bahwa Mahayana tidak mengerti, karena ada konsep mencapai ke-Buddha-an hanya dalam satu kali kehidupan. Arahat adalah pencapaian Buddha dalam satu kali kehidupan, jadi siapapun yang mencapai ke-Buddha-an dimasa ajaran Sammasambuddha masih ada, disebut Savaka Buddha. Julukannya yang lebih populer adalah Arahat.
Karena Arahat juga adalah Buddha, maka untuk mencapai ke-Buddha-an/Arahat juga harus memenuhi parami. Tak mungkin tingkat kesucian dicapai tanpa mengumpulkan parami.
Tak ada seketika dhuarrrr... langsung menjadi Arahat, atau menjadi Buddha.
Sammasambuddha hanya muncul di dunia, bila tak ada ajaran Buddha lain. Tak mungkin ada dua Sammasambuddha pada satu masa di bumi.
Yang satu akan muncul hanya bila ajaran yang lain telah lenyap, inilah hukum yang pasti.
Jadi bila muncul Buddha lain di jaman ajaran Buddha Gotama masih ada, maka itu adalah Buddha palsu, atau bila ada Buddha sungguhan (memang telah mencapai kesucian setara Sang Buddha Gotama) maka disebut Savaka Buddha, yang lebih populer dengan sebutan Arahat.
Mettacittena,
aliran Theravada dan Mahayana, keduanya benar, merupakan yang dibabarkan oleh Sang Buddha. "KITA TIDAK BOLEH MEMBANDINGKAN/MERENDAHKAN/MENGHINA ALIRAN2 TSB", karena karma buruknya sangatlah "FATAL" lebih buruk daripada menghancurkan seluruh stupa buddha di bumi ini.
berhati-hati lah kawan...please ^:)^
aliran Theravada dan Mahayana, keduanya benar, merupakan yang dibabarkan oleh Sang Buddha. "KITA TIDAK BOLEH MEMBANDINGKAN/MERENDAHKAN/MENGHINA ALIRAN2 TSB", karena karma buruknya sangatlah "FATAL" lebih buruk daipada menghancurkan seluruh stupa buddha di bumi ini.
berhati-hati lah kawan...please ^:)^
masak beda harus disamakan ! please ....
memang berbeda bro, tapi kan SAMA-SAMA buddhisme ??? :-?
Kalau anda memandang itu sama ? saya memandang-nya kedua doktrin itu ada perbedaannya, dan bahkan cukup prinsipil.
Di Dalam Saddharmapundarika Sutra, ada juga dikatakan BUDDHA SAKYAMUNI sudah mencapai ke-BUDDHA-an berkalpa-kalpa yang lampau. Jadi skenario apakah yang di-"pertontonkan" oleh Siddharta (versi mahayana) dalam usaha mencapai ke-BUDDHA-annya ?
Ada satu jawaban yang sangat pamungkas ? (Mungkin anda tahu).
ya anda benar, menurut mahayana, dikatakan BUDDHA SAKYAMUNI sudah mencapai ke-BUDDHA-an berkalpa-kalpa yang lampau. beliau adalah seorang boddhisattva agung di surga Tus**ta sebelum memasuki rahim ibunya...
menurut versi mahayana (bukan versi saya pribadi), BUDDHA SAKYAMUNI membabarkan dharma, krn memang sudah waktunya bagi beliau mendidik/mencontohkan semua mahluk bgmn mencapai kebudhaan... jadi bukan 'skenario' atau 'sandiwara' belaka....
seperti itulah yang pernah saya dengar....
mencapai ke-BUDDHA-an sejak berkalpa kalpa yang lampau apakah = dengan sebagai bodhisatva di surga Tusita ?
Terminologi bodhisatva yang menurut bro itu seperti apa ?
aliran Theravada dan Mahayana, keduanya benar, merupakan yang dibabarkan oleh Sang Buddha. "KITA TIDAK BOLEH MEMBANDINGKAN/MERENDAHKAN/MENGHINA ALIRAN2 TSB", karena karma buruknya sangatlah "FATAL" lebih buruk daripada menghancurkan seluruh stupa buddha di bumi ini.
berhati-hati lah kawan...please ^:)^
boddhisattva adalah mahluk2 yang mempraktekkan budhadharma dengan berdana paramita, untuk menolong mahluk2 lain agar bebas dari penderitaan dan juga menolong mahluk2 tsb mencapai 1.parinibanna atau 2.Kebudhaan
inti-nya bodhisatva belum mencapai ke-BUDDHA-an donk...
jadi apa inti yang disampaikan di dalam Saddharmapundarika sutra bahwa BUDDHA SAKYAMUNI sudah mencapai ke-BUDDHA-an sejak berkalpa kalpa yang lampau (arti-nya disini tentunya SUDAH PERNAH mencapai ke-BUDDHA-an), bukan bodhisatva donk.
BUDDHA SAKYAMUNI sudah pasti bodhisattva agung, paling tidak level 10...bahkan ada yg mengatakan bahwa beliau hanya mencontohkan kpd semua mahluk bgmn mencapai pencerahan sempurna dan bebas dari penderitaan.
mengenai bodhisattva (level 1-10), anda bisa mencari lebih detail di Google aja banyak kok...sulit membedakan seorang bodhisattva yang sudah level 10 lho ya... dengan seorang samyak sambuddha.
tetapi seorang samyak sambudha bisa meng"emanasi"/menjelmakan dirinya hingga tak terhingga dalam bentuk apapun, bahkan dalam bentuk seorang boddhisattva, binatang, alien, preta, dll...yg sulit kita ketahui...
apakah ada referensi (dari mahayana) tentang kelahiran terakhir Siddharta sebagai dewa di Surga Tusita sudah mencapai bodhisatva tingkat keberapa ? Karena sepengetahuan saya, seorang annutara samyaksambuddha baru dikatakan mencapai tingkat ke-10 dalam konsep Dasabhumi Bodhisatva Mahayana
saya jg kesulitan nyarinya buku spt itu bro...maaf tapi coba di google aja.
menurut sepengatahuan saya samyaksambuddha itu bodhisatva level10 ke atas (tak terhingga)
referensi bro tentang tingkat bodhisatva (konsep mahayana) dari mana ? kok ada level di atas 10 ?menurut karya guru Arya Asanga, level ke 10 memang paling tinggi...selebihnya tak terhingga utk jelasnya cari buku ini saja "Boddhisattvabhumi by Asanga" semoga membantu... ^:)^
menurut karya guru Arya Asanga, level ke 10 memang paling tinggi...selebihnya tak terhingga utk jelasnya cari buku ini saja "Boddhisattvabhumi by Asanga" semoga membantu... ^:)^
guru arya asanga siapa ya ?
guru arya asanga dapat mengetahui level2 dari mana ?
udah pencapaian level bodhisatva ke berapa ?
menurut karya guru Arya Asanga, level ke 10 memang paling tinggi...selebihnya tak terhingga utk jelasnya cari buku ini saja "Boddhisattvabhumi by Asanga" semoga membantu... ^:)^
Konsep Bodhisattvabhumi adalah konsep Mahayana yang baru muncul belakangan, yang nampaknya merupakan produk pemikiran seseorang, bukan ajaran Sang Buddha.
Walaupun Sang Buddha memang menjadi Bodhisatta sebelum menjadi Buddha, tetapi Bodhisatta menurut versi Theravada sangat berbeda dengan Bodhisatta versi Mahayana. Lantas versi mana yang benar...?
Logikanya demikian,
Aliran Theravada selalu mempertahankan tradisi yang diwariskan oleh Sang Buddha, dari cara berpakaian, Vinaya, Sutta dsbnya. Sifat aliran Theravada adalah menganggap pelanggaran atau penyimpangan terhadap apa yang diajarkan oleh Buddha adalah suatu kesalahan yang serius. Oleh sebab itu Theravada berusaha selalu menjaga kemurnian ajaran Sang Buddha. Dengan demikian boleh dikatakan bahwa ajaran Theravada adalah ajaran yang paling mendekati keasliannya.
Dengan cara berpikir yang berusaha menjaga kemurnian ajaran, bila memang benar Sang Buddha mengajarkan bahwa ada 10 tingkat Bodhisattva tentu para sesepuh Theravada tak akan berani menghilangkannya. Kenyataannya dalam Tipitaka tak ditemukan ajaran mengenai Bodhisattvabhumi 10, maka kemungkinan ajaran itu ditambahkan kemudian dan bukan berasal dari Sang Buddha. Anda sendiri yang mengatakan bahwa konsep Bodhisattvabhumi ditulis oleh Asanga. Oleh karena itu wajar bila kita mengambil kesimpulan bahwa itu adalah ajaran Asanga.
Pendapat Asanga bukan mewakili pandangan Buddhis, pendapat Asanga mewakili pandangan Mahayana. Dari sejarah kita ketahui bahwa guru-guru Mahayana membuat berbagai konsep dan akhirnya mendirikan berbagai aliran berdasarkan konsep yang mereka buat masing-masing, yang pada akhirnya menciptakan rimba pandangan (thicket of views) yang tak jarang kontradiktif satu sama lain.
Mettacittena,
maaf bro sekedar masukan....
di dalam aliran mahayana (terutama yg tibetan) kita dibabarkan mengenai tiga motivasi, yaitu:
1.Motivasi kecil (seseorang mempraktekkan buddhadharma untuk kelahiran berikutnya yg lebih beruntung, seperti terlahir sbg dewa, sbg raja, dll)
2.Motivasi menengah (seseorang mempraktekkan buddhadharma untuk bebas seorang diri dari samsara/parinibanna/arahat)
3.Motivasi Agung (seseorang mempraktekkan buddhadharma untuk mencapai Kebuddhaan/Buddhahood/samyak sambuddha demi menolong mahluk lain)
silahkan mahluk itu pilih sendiri motivasi mana yang diinginkan sesuai dengan kapasitas bathin mahluk itu sendiri.
apabila ia memilih motivasi agung, ia akan memasuki jalur yang kemudian menjadi Boddhisattva (level 1-10), dimana ia berjuang untuk menolong mahluk lain agar bebas dari penderitaan.
seorang bodhisattva level tertentu mampu menjelmakan/mengemanasi dirinya sbg seorang sravaka atau arahat (walaupun sebenarnya dirinya adalah seorang bodhisattva level tertentu)
ketika Sakyamuni Buddha turun ke dunia, beliau didampingi oleh 8 bodhisattva, yang menjelmakan dirinya menjadi sravaka atau arahat atau bahkan bisa mahluk apa saja. dimana sebenarnya 8 bodhisattva tersebut merupakan penjelmaan dari 8 Buddha (Avalokitesvara, Manjushri, Samantabadra, Maitreya, Vajrapani, Akashagarbha, SarvaNivarana-vishva-kambin, Ksitigarbha ). walaupun pada era Sakyamuni Buddha yang mendapat giliran mengajarkan dharma di bumi adalah Sakyamuni Buddha.
tidak tertutup kemungkinan bahwa ada juga ratusan, milyaran, bahkan trilyunan bodhisattva yang merupakan penjelmaan buddha-buddha masa lampau yang mungkin hadir pada saat Sakyamuni Buddha membabarkan dharma.
kita(manusia biasa) sulit utk mengetahui mahluk yang mana yang merupakan penjelmaan para buddha, sampai kita sendiri mencapai kebudhaan, barulah kita bisa mengenali penjelmaan para buddha2 tsb.
seperti itulah yang pernah saya dengar....
IMO. punya pandangan demikian tentulah 'bermasalah'
Guru Asanga tidak pernah memaksa siapapun untuk harus percaya pada "Boddhisattvabhumi"...tetapi bagi saya pribadi, saya lebih mempercayai pandangan Guru Asanga daripada pandangan saya sendiri...
sekedar masukan silahkan teman2 Google sendiri atau mencari referensi dari buku2 ttg Guru Asanga... ^:)^
Bagaimana bila dibandingkan dengan ajaran Buddha Sakyamuni seperti yang termaktub dalam Tipitaka...? Mana yang lebih anda percayai...?
;D jelas saya lebih mempercayai Buddha Sakyamuni dan Tripitaka, daripada pandangan saya sendiri ...Tipitaka berbeda dengan Tripitaka, Tipitaka dianggap lebih otentik. Mana yang lebih anda percayai pandangan guru Asanga atau ajaran Buddha Sakyamuni seperti yang termaktub dalam Tipitaka...?
Tipitaka berbeda dengan Tripitaka, Tipitaka dianggap lebih otentik. Mana yang lebih anda percayai pandangan guru Asanga atau ajaran Buddha Sakyamuni seperti yang termaktub dalam Tipitaka...?
menurut saya hanya beda pengejaan saja...Tripitaka (Vinaya, Abhidharma, Sutra) ini yg saya maksudkan...
terus terang saya lebih percaya pada Guru Asanga, Buddha Sakyamuni, Buddha Manjushri, Buddha Avalokitesvara, Buddha Maitreya, Buddha2 lainnya dan Tripitaka daripada diri saya sendiri... ^:)^
Tripitaka dan Tipitaka arti harfiahnya sama bro... Tapi isinya berbeda, Manjushri dan Avalokitesvara tak ada dalam kitab suci Tipitaka Theravada bro....
Mettacittena,
apa isinya Tipitaka Theravada bro...maaf saya tidak bgt tau...spt yg diatas bukan ? bila di ajaran Mahayana buddha2 banyak sekali...bukan cuma Shakyamuni Buddha....contoh nya dalam kalpa ini saja ada 1000 buddha....belum lagi kalpa2 yg telah lampau...
disebutkan dalam kalpa ini : 1. Buddha Krakuchanda, 2. Buddha Kanakamuni, 3. Buddha Kasyapa, 4.Buddha Sakyamuni dst...
Menurut Tipitaka Theravada ada 4 Buddha yang telah muncul pada kalpa ini, yaitu Buddha-Buddha yang disebutkan terakhir, pertama Buddha Kakussanda, kedua Buddha Konagamana, ketiga Buddha Kassapa dan jaman sekarang Buddha Gotama (Mahayana menyebutnya Buddha Sakyamuni).
Dalam satu kalpa maksimum hanya 5 Buddha muncul. Buddha kita (Buddha Goptama) adalah Buddha ke-empat. Ada satu lagi Buddha yang akan muncul dan sekaligus sebagai Buddha penutup kalpa ini, yaitu Buddha Metteya (Maitreya). Jadi berbeda dengan Tripitaka.
Mettacittena,
wow berbeda juga ya...memang di mahayana buddha ke5 Buddha Maitreya, ttp akan buddha ke6 dst sampai semua mahluk bebas dari samsara...
Yang saya bold maksudnya itu apa ya ? Sorry kurang nangkep maksudnya... ;Dmaksudnya akan ada buddha ke6, ke 7 dst... ;D
maksudnya akan buddha ke6, ke 7 dst... ;D
Oh gitu, Buddha setelah Maitreya itu uda masuk kalpa baru kan ?
saya kurang tau bro... ada yg mengatakan dalam 1 kalpa akan muncul 1000 Buddha
maaf bro... saya tidak mengerti pendapat anda dalam huruf tebal... ^:)^
wow berbeda juga ya...memang di mahayana buddha ke5 Buddha Maitreya, ttp akan buddha ke6 dst sampai semua mahluk bebas dari samsara...
menurut saya hanya beda pengejaan saja...Tripitaka (Vinaya, Abhidharma, Sutra) ini yg saya maksudkan...
terus terang saya lebih percaya pada Guru Asanga, Buddha Sakyamuni, Buddha Manjushri, Buddha Avalokitesvara, Buddha Maitreya, Buddha2 lainnya dan Tripitaka daripada diri saya sendiri... ^:)^
bold, referensi Tipitaka Pali : takkan terjadi :)Bukannya 'takkan terjadi' tapi akan terjadi setelah lewat 'waktu yang tidak terpikirkan'.
bold, referensi Tipitaka Pali : takkan terjadi :)yang di bold, jika semua mahluk tidak bisa terbebas dari samsara, untuk apa kita belajar Buddhisme ??? :o :o :o
yang di bold, jika semua mahluk tidak bisa terbebas dari samsara, untuk apa kita belajar Buddhisme ??? :o :o :o
yang di bold, jika semua mahluk tidak bisa terbebas dari samsara, untuk apa kita belajar Buddhisme ??? :o :o :o
belajar Buddha Dhamma yang pasti adalah demi kebahagiaan anda dulu.bold, demi kebahagiaan semua mahluk...bukan untuk diri sendiri aja...krn kita berhutang budi kepada semua mahluk...bro :>-
bold, demi kebahagiaan semua mahluk...bukan untuk diri sendiri aja...krn kita berhutang budi kepada semua mahluk...bro :>-
karena cinta kasih atau karena berhutang budi ?sebabnya= hutang budi....
sebabnya= hutang budi....
metodenya= cinta kasih... :>-
Wkwkwk... Kok sebabnya hutang budi bukan demi kebahagiaan semua makhluk ? :-?dengan cinta kasih...semua mahluk pasti bahagia... :>-
dengan cinta kasih...semua mahluk pasti bahagia... :>-
kalo ada mahluk yg gak mau cinta kasih...gpp kok ^:)^
benarkah? pernah dengar cerita tentang seorang perempuan yg jatuh cinta dengan seorang pria pengangguran, dan memiliki pandangan, "biar miskin yg penting bahagia", ketika ia pulang ke rumah orang tuanya untuk minta makan, si ortu hanya berkata, "makan tuh cinta."
itu bukan cinta kasih... >:( itu kemelekatan... ~X(.... :>-
itu bukan cinta kasih... >:( itu kemelekatan... ~X(.... :>-
bisakah anda menjelaskan bagaimana mekanisme membahagiakan semua makhluk dengan cinta kasih? misalnya anda bertemu dengan seorang pengemis yg sudah 3 hari tidak makan, dan anda tidak memiliki apa pun juga selain cinta kasih segunung
mekanismenya simple saja...cintai secara tulus....orang tua, teman2, orang lain, binatang2, dll...jika anda tidak tahu caranya...wah gawat !!! ^:)^
jual saja baju/celanamu untuk membelikan makanan, atau carikan buah2 an di pohon, bila perlu mengemislah pada orang lain untuk memberikan pengemis itu makanan....masih ada cari laen kok...tidak semata2 UUD(ujung-ujung duit)
bisakah anda menjelaskan bagaimana mekanisme membahagiakan semua makhluk dengan cinta kasih? misalnya anda bertemu dengan seorang pengemis yg sudah 3 hari tidak makan, dan anda tidak memiliki apa pun juga selain cinta kasih segunungkasih buku LSY =))
sama... kemelekatan... seorang individu yang "bertekad mulia" -- channa -- seperti seorang bodhisatta sendiri boleh memiliki tekad mulia untuk "membebaskan" semua makhluk. Tetapi ternyata setelah "menjalani" secepat-cepatnya 4 assankheya kappa + 100.000 kappa (bakal buddha pannadhika), akhirnya "SADAR" bahwa sebenarnya tidak ada makhluk yang bisa diselamatkan oleh Tathagatha sekalipun.ini thread theravada, emang ada?
Referensi : VAJRACHEDDIKA PARAMITA SUTRA (Sutra Intan / Sutra Pemotong Intan) -- salah satu sutra utama Mahayana.
---
...
Kemudian Subhuti berkata kepada Hyang Buddha, "Yang Dijunjungi, jika seorang laki-laki atau wanita bajik bertekad untuk mencapai Anuttara-samyak-sambodhi, bagaimana seharusnya dia bertumpu, bagaimana seharusnya dia mengendalikan hatinya?"
Hyang Buddha memberitahu Subhuti, "Seorang laki-laki atau wanita bajik, yang bertekad untuk mencapai Anuttara-samyak-sambodhi harus berpikiran demikian:"Aku harus membebaskan semua makhluk hidup dari arus tumimbal lahir, tetapi bila semua makhluk hidup sudah dibebaskan dari tumimbal lahir, sebenarnya sama sekali tidak ada makhluk hidup yang dibebaskan. Mengapa begitu? Subhuti, jika seorang Bodhisattva masih mempunyai ciri keakuan, ciri manusia, ciri makhluk hidup dan ciri kehidupan, maka dia bukanlah seorang Bodhisattva. Apa sebabnya? Subhuti, sebenarnya tidak ada Dharma tentang tekad untuk mencapai Anuttara-samyak-sambodhi.
---
...
"Subhuti, bagaimana pendapatmu? Jika ada orang yang mengatakan bahwa Tathagatha mempunyai pikiran : "Aku akan membebaskan semua makhluk hidup". Subhuti, jangan mempunyai pikiran demikian. Mengapa? Karena sebenarnya tidak ada makhluk hidup yang dibebaskan oleh Tathagatha. Jika ada makhluk hidup yang dibebaskan oleh Tathagatha, maka Tathagatha akan mempunyai konsepsi
keakuan, manusia, makhluk hidup, dan kehidupan. Subhuti, keberadaan konsepsi keakuan dikatakan oleh Tathagatha sebagai bukan keberadaan konsepsi diri tetapi orang awam menganggapnya sebagai keberadaan konsepsi keakuan. Subhuti, orang awam dikatakan oleh Tathagatha sebagai bukan orang awam. Oleh sebab itu dinamakan orang awam."
---
membelikan makanan bukankah perlu uang? sedangkan yg anda miliki hanya cinta kasih yg luar biasa tulus, anda tidak punya baju untuk di jual, anda memiliki celana yg walaupun bisa anda jual tapi dapat menyebabkan anda ditangkap petugas keamanan bahkan sebelum anda sempat membelikan nasi bungkus. justru cara lain itu yg sangat ingin saya ketahui, bagaimanakah cara lain itu? saya bisa memahami bahwa cinta kasih itu adalah suatu kualitas yg baik, tapi saya masih belum bisa mencerna bagaimana cinta kasih itu dapat membuat semua makhluk bahagia, seperti claim anda.
contoh lain, pernahkah anda melihat bagaimana sapi dan kambing menangis menjelang disembelih pada upacara idul adha? bagaimana cinta kasih anda dapat membahagiakan mereka?
untuk pengemis itu, katakan saja maaf anda tidak punya apa2... lalu anda ikut mengemis bersama dia... =))
Sang Buddha mengajarkan kita mempraktekkan cinta kasih untuk membahagiakan semua mahluk, anda mau melawan saran Sang Buddha...?
jika anda masih menganggap cinta kasih mustahil membahagiakan mahluk lain, anda tanyakan lansung saja pada sang Buddha, kalau perlu anda lawan sekalian Beliau... =))
jika anda kesulitan mempraktekkan cinta kasih, praktekkan saja kebencian, saya jamin anda akan terlahir di neraka... ^:)^
maaf bro Indra...anda sendiri yang menyatakan bgmn cinta kasih bisa membahagiakan mahluk lain?
saya sudah jelaskan semampu saya, ttp anda masih tidak puas...sutra sang Buddha sudah banyak dibabarkan, ttp anda masih tidak puas, dan ingin bertanya langsung kepada sang Buddha...,
silahkan anda pilih pilihan yang dibwah ini (terserah anda) :
-mempraktekkan cinta kasih
-mempraktekkan kebencian
-tidak mempraktekkan apa-apa
sesuai dengan keinginan anda pilih salah satu diatas...bila tidak memilih jg tdk apa2....semua tergantung anda bro... :)
cinta kasih perlu tindakan nyata...praktekkan saja...anda akan tau hasilnya...dengan hanya membaca dan menghafal 1000 sutra tidak akan membahagiakan semua mahluk...hanya berdebat kusir jg tdk akan membahagiakan semua mahluk...kalau gitu ngapain sih umat buda baca2an di vihara ketika puja bakti? ngapain pula tuh umat buda bikin sutra2, percuma khan kalau di baca dan dihafal, kaga ada gunanya? mendingan hapus aja tuh baca2an di vihara =))
praktekkan dan terapkan pada diri anda sabda sang Buddha dlm kehidupan sehari-hari...itu kuncinya...
maaf bro Indra, saya laki2, saya tidak bisa memuaskan anda.... =)) =)) =)) :>-
kalau gitu ngapain sih umat buda baca2an di vihara ketika puja bakti? ngapain pula tuh umat buda bikin sutra2, percuma khan kalau di baca dan dihafal, kaga ada gunanya? mendingan hapus aja tuh baca2an di vihara =))hus...main hapus aja...emangnya papan tulis... =)) :>-
cinta kasih perlu tindakan nyata...praktekkan saja...anda akan tau hasilnya...dengan hanya membaca dan menghafal 1000 sutra tidak akan membahagiakan semua mahluk...hanya berdebat kusir jg tdk akan membahagiakan semua mahluk...
praktekkan dan terapkan pada diri anda sabda sang Buddha dlm kehidupan sehari-hari...itu kuncinya...
maaf bro Indra, saya laki2, saya tidak bisa memuaskan anda.... =)) =)) =)) :>-
baiklah sekarang kita sudah memasuki tahap praktek, bisakah anda menjelaskan bagaimana praktek cinta kasih itu? semoga anda bisa menjawab dengan lebih cerdas kali ini, bukan demi kepuasan saya, tapi untuk membuktikan cinta kasih yg anda praktekkan. sebelumnya anda sudah gagal membahagiakan saya dengan cinta kasih anda, semoga anda berhasil kali ini.
berdebat kusir melibatkan minimal 2 orang, 1 orang tidak mungkin bisa berdebat kusir.
baiklah sekarang kita sudah memasuki tahap praktek, bisakah anda menjelaskan bagaimana praktek cinta kasih itu? semoga anda bisa menjawab dengan lebih cerdas kali ini, bukan demi kepuasan saya, tapi untuk membuktikan cinta kasih yg anda praktekkan. sebelumnya anda sudah gagal membahagiakan saya dengan cinta kasih anda, semoga anda berhasil kali ini.contoh yg simpel praktek cinta kasih = anda berdana (bukan hanya dengan materi lho ya) pada kaum miskin papa dengan niat dalam bathin yg welas asih, anda tidak membunuh binatang terutama serangga didasari welas asih di bathin anda, dsb.
berdebat kusir melibatkan minimal 2 orang, 1 orang tidak mungkin bisa berdebat kusir.
contoh yg simpel praktek cinta kasih = anda berdana (bukan hanya dengan materi lho ya) pada kaum miskin papa dengan niat dalam bathin yg welas asih, anda tidak membunuh binatang terutama serangga didasari welas asih di bathin anda, dsb.berdana menurut tipitaka adalah praktik dana, tidak membunuh binatang adalah praktik moralitas (sila)
saya tidak pernah mengatakan bahwa saya mempraktekkan cinta kasih secara sempurna dan saya tidak bisa dijadikan acuan anda, Sang Buddha adalah contoh yang ideal dalam praktek cinta kasih yang bisa anda jadikan acuan, perhatikan saja aktivitas beliau...jika anda benar2 memahami ajaran buddhism tentunya.
bila anda belum puas atas penjelasan saya, silahkan tanya pada org agama Kr*sten saja, saya rasa mereka lebih ahli dalam hal praktek cinta kasih.... =))
benar, apakah saya mengatakan yg sebaliknya?
yang bold, bukankah anda dan saya sudah 2 orang? belum lagi TS yg lain =))
anda sepertinya susah sekali berpraktek cinta kasih, memangnya di Dhammapada kurang jelas penjabarannya? atau anda tidak menemukan praktek cinta kasih di dalam Tipitaka ?
bila anda belum puas atas penjelasan saya, silahkan tanya pada org agama Kr*sten saja, saya rasa mereka lebih ahli dalam hal praktek cinta kasih.... =))
berdana menurut tipitaka adalah praktik dana, tidak membunuh binatang adalah praktik moralitas (sila)
justru karena saya tidak benar2 memahami ajaran buddhism maka saya bertanya kepada anda yg "benar2 memahami ajaran buddhism"
setelah menyarankan agar saya bertanya langsung kepada Sang Buddha, sekarang anda menyarankan agar saya bertanya kepada umat kr*sten, menurut anda siapakah yg lebih menguasai topik ini, Sang Buddha atau umat kr*sten?benar, apakah saya mengatakan yg sebaliknya?
kalau sudah jelas bagi saya tentu saya tidak perlu bertanya lagi pada anda, bukan? jadi mohon pencerahan dari anda
bro Lob mantan umat kr*sten ?
kok tahu mereka ahli dalam praktek CK ?
tahu kah caranya mereka praktek CK ?
tidak bisa jawab, tolong jangan suruh cari google lagi :)) :)) :))
anda minta contoh praktek CK, saya sudah berikan 2 contoh tindakan di atas yg dilandasi oleh bathin CK....kedua praktek diatas jika dilandasi oleh niat CK yang tulus, bisa menjadi praktek CK...mas bro...yg saya maksudkan adalah petunjuk step by step, semacam idiot guide gitu.
apakah anda mampu bertanya langsung pada Buddha ? kecuali anda punya kesaktian luar biasa... =)) itu saya tidak tahu...saya tidak mampu bertanya langsung pada Buddha, tapi karena anda yg menyarankan untuk bertanya langsung pada Sang Buddha, saya pikir anda tentu tahu bagaimana caranya.
maaf bro motivasi anda bukan tulus b'tanya pada saya, tapi mengetes/memancing untuk terus berdebat yg...akhirnya ya debat kusir aja.... =))sekali lagi anda menunjukkan kecerdasan anda, bagaimana anda bisa mengetahui motivasi saya? saya hanya berharap bisa mendapat penjelasan dari anda, tapi kalau anda menganggap ini debat kusir, saya heran kok anda masih terus lanjut?
kenapa anda terus mendesak mendapat penjelasan dari saya? saya sudah jelaskan tp anda tidak puas....maaf saja saya bukan bhiku/sramanera/pandita buddhis... saya cuma umat awam biasa...cari saja guru buddhis yg kira2 anda bisa merasa puas dengan jwbn beliau....tidak ada seorang pun di forum ini yg bisa mendesak seorang member untuk menjelaskan jika member tsb tidak ingin menjelaskan, kecuali diperintahkan oleh tuhan.
dan jangan mohon pencerahan dari saya....maaf saya tidak bisa 'memberi' pencerahan pd anda...pencerahan itu hrs anda usahakan sendiri, dengan penuh virya...kalau tidak mau ya gpp.... =))
atau .... cari google saja deh...terus terang saya malas n capek menjelaskannya... =)) =)) =)) :>-
idak ada seorang pun di forum ini yg bisa mendesak seorang member untuk menjelaskan jika member tsb tidak ingin menjelaskan, kecuali diperintahkan oleh tuhan.;D yang di bold, :o bisa tolong anda jelaskan apa maknanya ? saya benar2 tidak mengerti, thx
;D yang di bold, :o bisa tolong anda jelaskan apa maknanya ? saya benar2 tidak mengerti, thx
yg saya maksudkan adalah petunjuk step by step, semacam idiot guide gitu.
saya tidak mampu bertanya langsung pada Buddha, tapi karena anda yg menyarankan untuk bertanya langsung pada Sang Buddha, saya pikir anda tentu tahu bagaimana caranya.
sekali lagi anda menunjukkan kecerdasan anda, bagaimana anda bisa mengetahui motivasi saya? saya hanya berharap bisa mendapat penjelasan dari anda, tapi kalau anda menganggap ini debat kusir, saya heran kok anda masih terus lanjut?
tidak ada seorang pun di forum ini yg bisa mendesak seorang member untuk menjelaskan jika member tsb tidak ingin menjelaskan, kecuali diperintahkan oleh tuhan.
setelah bertanya kepada Sang Buddha, kemudian kepada orang kr*sten, sekarang menjadi bhiku/samanera/pandita buddhis, apakah ini sudah final, Bro?
anda benar, bahkan Sang Buddha pun tidak dapat memberikan pencerahan kepada siapa pun. tapi "pencerahan" dalam kalimat saya itu adalah ungkapan yg bermakna "penjelasan", maaf saya tidak tau kalau anda begitu ....
saya tidak yakin anda malas dan capek, buktinya ...
cinta kasih perlu tindakan nyata...praktekkan saja...anda akan tau hasilnya...dengan hanya membaca dan menghafal 1000 sutra tidak akan membahagiakan semua mahluk...hanya berdebat kusir jg tdk akan membahagiakan semua mahluk...
praktekkan dan terapkan pada diri anda sabda sang Buddha dlm kehidupan sehari-hari...itu kuncinya...
maaf bro Indra, saya laki2, saya tidak bisa memuaskan anda.... =)) =)) =)) :>-
nah kalau gitaran, band, keyboard... TARIK SUARA... jam2an sebelum acara dimulai
itu apakah termasuk membahagiakan semua mahkluk ?
nah kalau gitaran, band, keyboard... TARIK SUARA... jam2an sebelum acara dimulaiitu sih bersenang-senang ...! :ngomel:
itu apakah termasuk membahagiakan semua mahkluk ?
Budha Dhamma itu sangat sederhana, EHIPASSIKO... tidak perlu terlalu banyak teori, intinya praktek praktek & praktek. Apa gunanya memikirkan jalan tapi tidak pernah berjalan, tidak akan pernah sampai....setubuh eh..setuju _/\_ :>-
Budha Dhamma itu sangat sederhana, EHIPASSIKO... tidak perlu terlalu banyak teori, intinya praktek praktek & praktek. Apa gunanya memikirkan jalan tapi tidak pernah berjalan, tidak akan pernah sampai....apa gunanya jalan kalau tersesat?
Budha Dhamma itu sangat sederhana, EHIPASSIKO... tidak perlu terlalu banyak teori, intinya praktek praktek & praktek. Apa gunanya memikirkan jalan tapi tidak pernah berjalan, tidak akan pernah sampai....Kalau teori tidak ada, lantas apa yang dipraktekin? Cuma praktek-praktek-praktek buta, ternyata jalan mundur kejeblos lobang.
Budha Dhamma itu sangat sederhana, EHIPASSIKO... tidak perlu terlalu banyak teori, intinya praktek praktek & praktek. Apa gunanya memikirkan jalan tapi tidak pernah berjalan, tidak akan pernah sampai....kalau gituh, latihan di mana saja berarti bisa dong?
Budha Dhamma itu sangat sederhana, EHIPASSIKO... tidak perlu terlalu banyak teori, intinya praktek praktek & praktek. Apa gunanya memikirkan jalan tapi tidak pernah berjalan, tidak akan pernah sampai....betul..betul..betul...
kalau gituh, latihan di mana saja berarti bisa dong?di neraka juga bole... =)) kalau situ mau =))
betul..betul..betul...Betul... seperti orang yang tidak bisa baca, makan obat sakit kepala untuk menyembuhkan sakit perut. Yang penting minum dulu obatnya.
sama saja dengan orang sakit yang hanya membaca buku2 medis dan berharap sembuh tanpa minum obat....kapan sembuhnya...?
Budha Dhamma itu sangat sederhana, EHIPASSIKO... tidak perlu terlalu banyak teori, intinya praktek praktek & praktek. Apa gunanya memikirkan jalan tapi tidak pernah berjalan, tidak akan pernah sampai....Mgkn maksudnya, kalo kita uda ehipassiko, uda mengerti Dhamma, tapi hanya mengerti aja tanpa praktek buat apa, contohnya sy tau meditasi bagus, tapi ga pernah meditasi, gmn bisa mengembangkan samadhi, ato contoh lain saya tau sila ke empat apa, tapi suka menghina, sama aja tidak praktek hehe....
Betul... seperti orang yang tidak bisa baca, makan obat sakit kepala untuk menyembuhkan sakit perut. Yang penting minum dulu obatnya.
benar, yg penting minum aja dulu, kalo sakit perutnya gak sembuh, minum lagi obat lain, terus begitu, kemungkinan terbaik adalah sembuh dari sakit perut, dan kemungkinan terburuk adalah, mendapatkan perut baru dalam kehidupan berikut. jadi yg pentig minum, gak perlu membaca petunjuknyaTepat sekali. Jadi nanti kalau ketemu orang yang lagi belajar baca obat & kegunaannya, tinggal membanggakan diri: "ah, teori mulu! kapan prakteknya? Ehipassiko donk, telen dulu untuk buktikan khasiatnya. Seperti saya lho, sudah minum obat A, B, C, dst (entah itu obat pencahar atau anti-hamil, yang penting 'praktek' dulu)." ;D
Teori dan Praktek, bagi yg mau belajar dharma keduanya penting bro, ibarat tangan kanan-kiri, sampai praktek kita sempurna ^:)^Kalau dibilang keduanya penting, saya setuju. Jika salah satu ditinggalkan, maka bagaimanapun juga akan jadi komedi.
Kalau dibilang keduanya penting, saya setuju. Jika salah satu ditinggalkan, maka bagaimanapun juga akan jadi komedi.
komedi putar ;D
ya betul keduanya penting. tapi kebanyakan org hanya tahu teorinya saja. ketika praktek contohnya meditasi, bilang gak sempat, gak ada waktu.
komedi putar ;DKalau orang memahami teori dhamma, maka ia tidak akan bilang 'tidak sempat' untuk praktek, sebab 'tidak sempat praktek' dalam dhamma sama artinya dengan 'tidak sempat hidup'.
ya betul keduanya penting. tapi kebanyakan org hanya tahu teorinya saja. ketika praktek contohnya meditasi, bilang gak sempat, gak ada waktu.
knowing is nothing, applying is everythingKnowing is nothing? :D Satu lagi manusia sombong.
Knowing is nothing? :D Satu lagi manusia sombong.
sebelum menjudge orang lain, cobalah jangan terlalu dini mengambil kesimpulan...saya hanya mengutip kalimat tersebut..silakan serach di google biar wawasan anda bertambah..jgn jd katak dalam tempurung.. ;DMungkin anda yang "berwawasan" tidak tahu caranya mengutip, jadi biarkan "katak dalam tempurung" ini mengingatkan bahwa kalau kutipan itu hendaknya disertai tanda kutip '"' dan disertakan pengutipnya supaya jangan dikira plagiat yang membeo orang lain. Dengan menyertakan hal tersebut, maka orang bisa mencari konteks yang dibicarakan dari kutipan tersebut. Mungkin anda mau tampak bijaksana dan berwawasan dengan mengutip dari orang lain, tapi percayalah, anda tidak tampak seperti itu.
Mungkin anda yang "berwawasan" tidak tahu caranya mengutip, jadi biarkan "katak dalam tempurung" ini mengingatkan bahwa kalau kutipan itu hendaknya disertai tanda kutip '"' dan disertakan pengutipnya supaya jangan dikira plagiat yang membeo orang lain. Dengan menyertakan hal tersebut, maka orang bisa mencari konteks yang dibicarakan dari kutipan tersebut. Mungkin anda mau tampak bijaksana dan berwawasan dengan mengutip dari orang lain, tapi percayalah, anda tidak tampak seperti itu.
Lagipula, anda merasa setiap kalimat yang anda posting pantas dicari lewat google? Tolonglah.
Mungkin anda yang "berwawasan" tidak tahu caranya mengutip, jadi biarkan "katak dalam tempurung" ini mengingatkan bahwa kalau kutipan itu hendaknya disertai tanda kutip '"' dan disertakan pengutipnya supaya jangan dikira plagiat yang membeo orang lain. Dengan menyertakan hal tersebut, maka orang bisa mencari konteks yang dibicarakan dari kutipan tersebut. Mungkin anda mau tampak bijaksana dan berwawasan dengan mengutip dari orang lain, tapi percayalah, anda tidak tampak seperti itu.
Lagipula, anda merasa setiap kalimat yang anda posting pantas dicari lewat google? Tolonglah.
bukan tempurung kodok bukan pula berwawasan, melainkan nabrak tembokNabrak tembok?? Apa pula maksudnya itu? ;D
Nabrak tembok?? Apa pula maksudnya itu? ;D
nah i win, bahkan bro kainyn sang genius pun tidak memahami ini, tapi mungkin hanya perlu tambahan waktu saja, take your time, Bro.;D OK, saya dapat gambarannya: "Pancake Tom"
hint: adegan Tom yg sedang ngejar2 Jerry, dan Jery keluar pintu sambil membanting pintu
;D OK, saya dapat gambarannya: "Pancake Tom"
Budha Dhamma itu sangat sederhana, EHIPASSIKO... tidak perlu terlalu banyak teori, intinya praktek praktek & praktek. Apa gunanya memikirkan jalan tapi tidak pernah berjalan, tidak akan pernah sampai....
Knowing is nothing? :D Satu lagi manusia sombong.
Knowing is nothing? :D Satu lagi manusia sombong.
biasa-nya yang ngomong "knowing is nothing" itu praktek-nya juga NOL besar. Karena begitu prakteknya sudah BERHASIL, otomatis sudah knowing... jadi kalau masih katakan knowing is nothing... Jangan-jangan Knowing dan Practice-nya NOL besar.Menurut saya memang begitu. Ketika orang sudah paham benar akan sesuatu, maka pemahamannya itu seperti 'otomatis' diterapkan dalam kehidupannya. Dia tidak lagi melihat 'ini lagi teori, ini lagi praktek'. Misalnya orang baru kenal dhamma, baru belajar berdana, mungkin merasa 'saya sedang praktek dhamma nih.' Mungkin juga dia berpikir orang lain yang tidak/belum berdana sebagai 'baru teori' saja.
Nabrak tembok kan referensinya metta bhavana?lengkapnya ...?
teori dan praktek itu berlaku utk meditasi.
contoh kita tahu teori meditasi tapi gak pernah praktek ya percuma.
kita meditasi tapi gak tahu caranya ya percuma juga.
Dalam Vāseṭṭha sutta MN.98 Sang Buddha membedakan mahkluk menjadi 3 jenis, Tumbuhan, Binatang dan Manusia, oleh sebab itu Bhikkhu dilarang menebang pohon salah satu alasan adalah tumbuhan juga merupakan mahkluk hidup. Demikian juga termasuk membunuh binatang apalagi manusia berarti melakukan pelanggaran pembunuhan. Termasuk adanya masa vassa juga salah satu alasan untuk melindungi rumputan/tumbuhan yang sedang tunas, karena setiap masa hujan adalah masa tumbuh2an untuk tunas.
Pada masa awal pengajaran Sang Buddha, vinaya belum ditetapkan, bhikkhu masih menebang pohon, hingga pada suatu ketika, seorang bhikkhu menebang pohon yg ditinggali oleh dewa pohon, hingga melukai anak dari dewa pohon tersebut. dewa itu kemudian curhat keapda Sang Buddha tentang perilaku bhikkhu itu. inilah yg melatar-belakangi vinaya dilarang menebang pohon, bukan karena pohon adalah makhluk hidup.
Kewajiban vassa adalah respon terhadap kritikan masyarakat pada masa itu yg melihat bahwa banyak bhikkhu berkeliaran pada musim hujan sehingga merusak tunas dan membunuh banyak binatang2 kecil, sementara para petapa lain bahkan tidak melakukan perjalanan pada musim hujan. juga bukan karena tunas adalah makhluk hidup
Kok dewa bisa terluka dengan tebasan kapak ? :-?
Pada masa awal pengajaran Sang Buddha, vinaya belum ditetapkan, bhikkhu masih menebang pohon, hingga pada suatu ketika, seorang bhikkhu menebang pohon yg ditinggali oleh dewa pohon, hingga melukai anak dari dewa pohon tersebut. dewa itu kemudian curhat keapda Sang Buddha tentang perilaku bhikkhu itu. inilah yg melatar-belakangi vinaya dilarang menebang pohon, bukan karena pohon adalah makhluk hidup.
Kewajiban vassa adalah respon terhadap kritikan masyarakat pada masa itu yg melihat bahwa banyak bhikkhu berkeliaran pada musim hujan sehingga merusak tunas dan membunuh banyak binatang2 kecil, sementara para petapa lain bahkan tidak melakukan perjalanan pada musim hujan. juga bukan karena tunas adalah makhluk hidup
wah gak tau juga, tapi demikianlah yg kubaca, dan sepertinya semua yg memiliki jasmani memang bisa saja terluka
kalo deva batara yang ini memang ya masih punya jasmani, tp kalo deva yang itu, masihkah punya jasmani?
kalo deva batara yang ini memang ya masih punya jasmani, tp kalo deva yang itu, masihkah punya jasmani?
hanya makhluk di alam arupa-brahma yg tidak memiliki jasmani
Dari yang pernah saya baca dan dengar sih iya masih ada rupa (jasmani) untuk alam deva kecuali arupa brahma... rupa deva itu hasil-kamma (kammaja-rupa) dan tidak punya materi hasil-panas ato unsur api....
benar memang demikian, latar belakang penebangan pohon karena hal tsb, benar sekali karena ada dewa yg bermukim di pohon tsb. sehingga diturunkan vinaya tsb. hanya sy mendpt penjelasan dosen saya sewaktu materi kuliah ini seperti yg sy tuliskan itu. jadi ada tambahan penjelasan dari dosen sy bahwa tumbuhan juga sbg mahkluk menurut vasettha sutta ini. lalu melebar alasan ke hal penebangan dan masa vassa ini, jadi masih ada relevansinya bhw memang benar2 Buddhism menganggap sbg mahkluk karena hal2 tsb. gtu deva batara.
aslinya ?
kalau begitu teori yg mengatakan bahwa vegetarian bisa mengurangi pembunuhan jelas salah, sangat salah, hanya mengganti makhluk yg dibunuh saja.^-^ ^-^ makanya mending B2 panggang ya ?
kenapa tumbuhan tidak terdaftar dalam 31 alam ya? apakah ada kemungkinan kelahiran kembali menjadi tumbuhan? atau apakah tumbuhan adalah makhluk istimewa yg bebas dari kelahiran kembali? bagaimana karma tumbuhan itu? dikatakan karma adalah cetana, apakah tumbuhan ber-cetana?
maksud asli?
para dewa yg bukan makhluk arupa brahma jelas masih tersusun dari panca khandha yg salah satu komponennya adalah rupa.
^-^ ^-^ makanya mending B2 panggang ya ?
lagi2 nanti bakalan memanas dah...karena Vegie pasti ga terima...
kalau gitu dalam paritta "Sacca Kiriya Gatha" ketika sang Buddha menjadi burung puyuh menolak makan yg bernyawa pan sama aja donk, makan rumput juga mahkluk yg bernafas.
tumbuhan memang bukan termasuk dlm 31 alam, sedangkan tumbuhan itu sendiri tidak memiliki pancakkhandha, jadi yang dimaksudkan kategori membunuh sebenarnya mahkluk yg memiliki pancakkhandha.jadi ada alam lain lagi selain 31 alam ini?
yahh....maksud sy itu deva ASLI bukan deva batara ini....jadi kalo deva yg asli maksud sy apakah jasmaninya nampak?
belum pernah dengar cerita burung puyuh dalam "Sacca Kiriya Gatha", mohon penjelasan lebih lanjut.
jadi ada alam lain lagi selain 31 alam ini?
dari tadi pun saya tidak pernah membicarakan diri saya, yg saya maksudkan adalah para dewa di alam surga dan brahma di alam arupa brahma. para dewa masih memiliki rupa, vedana, sanna, sankhara, dan vinnana. rupa di sana adalah jasmani.
kisah ttg burung puyuh ini menolak ketika disuapi cacing oleh induknya sehingga badannya melemah, beliau adalah bodhisattva yg bertekad tidak mau makan yang bernyawa, ketika hutan kebakaran semua burung terbang keluar dari hutan menyelamatkan diri, lalu bodhisattva yg tidak mampu terbang krn tubuhnya melemah mengucapkan sacca kiriya gatha ini sehingga beliau selamat. sory ya bro ga bisa quote parittanya, buka aja deh di buku paritta. (**duhh barusan keinget...jangan2 di test nih...lalu buntutnya...hayooo...ga baca RAPB... ;D)
alam mana ya tumbuhan ini? kalo selain di alam manusia kok di alam deva juga banyak semerbak harum bunga yg sangat harum sekali, bukankah berarti ada tumbuhan yak? tanya juga ah....
iya, saya juga maksudkan itu, apakah jasmani (rupa) tsb nampak ? karena tidak kasat mata setahu saya.
rupa tidak harus kasat mata. jenis rupa tertentu tidak terlihat bukan karena tidak ada melainkan karena keterbatasan mata, beberapa orang tertentu yg bermata tajam spt Sang Buddha dan para siswa Arahat, mampu melihat rupa yg tidak kasat mata ini
angin adalah contoh rupa yg nyata tapi toh gak terlihat juga. contoh lain adalah virus, jelas ada, tidak kasat mata tapi masih bisa dilihat dengan alat bantu
thanks deva batara, trus yg tumbuhan gimana, ikutan nanya lho sy....
loh saya tidak pernah mengatakan tumbuhan adalah makhluk, justru saya yg mengharapkan jawaban
sebenarnya saya dah mo matiin komputer, tiba2 keinget belum jawab ini. sebenarnya deva batara ini hanya mo ngetest sy aja, tp gpp lah, pdhal tahu banget aslinya. begini, syarat utk terlahir kembali apa sih? adalah adanya "kesadaran", sehingga tumbuhan tidak termasuk dalam syarat tsb. binatang masih memiliki "kesadaran" walau tingkat rendah tidak spt manusia. sehingga binatang mampu terlahir kembali menjadi manusia jika akusalakamma vipakanya berakhir. atau jika dia melakukan karya besar spt contoh kura2 yg menyelamatkan 500 pedagang yg terdampar kelaparan tsb.
udahan ya, sy mgk agak lama ga online dulu (mulai nyicil tugas paper dulu).
mettacittena,
saya hanya perlu meluruskan, bahwa saya tidak punya kepentingan apa pun untuk menguji member mana pun juga di sini, ada pendapat yg baru yg sangat bertentangan dengan apa yg saya pahami selama ini, dan hal ini memunculkan rasa ingin tahu pada diri saya, dan saya tertarik untuk menggali lebih dalam lagi tentang teori baru ini.
mohon maaf kalau hal ini jadi dianggap sebagai "test". walaupun rasa ingin tahu saya masih belum terpuaskan, tapi baiklah, saya akhiri saja diskusi ini agar tidak menimbulkan kesalah-pahaman lebih jauh lagi.
_/\_
kisah ttg burung puyuh ini menolak ketika disuapi cacing oleh induknya sehingga badannya melemah, beliau adalah bodhisattva yg bertekad tidak mau makan yang bernyawa, ketika hutan kebakaran semua burung terbang keluar dari hutan menyelamatkan diri, lalu bodhisattva yg tidak mampu terbang krn tubuhnya melemah mengucapkan sacca kiriya gatha ini sehingga beliau selamat. sory ya bro ga bisa quote parittanya, buka aja deh di buku paritta. (**duhh barusan keinget...jangan2 di test nih...lalu buntutnya...hayooo...ga baca RAPB... ;D)
alam mana ya tumbuhan ini? kalo selain di alam manusia kok di alam deva juga banyak semerbak harum bunga yg sangat harum sekali, bukankah berarti ada tumbuhan yak? tanya juga ah....
iya, saya juga maksudkan itu, apakah jasmani (rupa) tsb nampak ? karena tidak kasat mata setahu saya.
Kisah Sacca Kiriya Gatha itu tidak serta merta hanya karena sang burung puyuh itu tidak makan cacing, tetapi kualitas parami burung puyuh sendiri sebagai tumimbal lahir-nya seorang bodhisatta.
Jadi masalah tidak makan cacing dari seekor burung puyuh menurut saya masih terlalu prematur untuk disimpulkan bahwa tidak makan makhluk hidup adalah sangat superior.
IMOYakkha juga dikatakan doyan daging, bahkan daging manusia. Tapi mereka tetap dikatakan 'deva'. Jadi memang sepertinya soal diet makhluk tidak ada hubungannya dengan superioritas kalau ditinjauh dari Ajaran Buddha. Yang relevan adalah moralitas & kebijaksanaan.
bukan hanya prematur, sudah pasti tidak ada hubungan dengan mahluk superior
Kisah Sacca Kiriya Gatha itu tidak serta merta hanya karena sang burung puyuh itu tidak makan cacing, tetapi kualitas parami burung puyuh sendiri sebagai tumimbal lahir-nya seorang bodhisatta.
Jadi masalah tidak makan cacing dari seekor burung puyuh menurut saya masih terlalu prematur untuk disimpulkan bahwa tidak makan makhluk hidup adalah sangat superior.
saya hanya perlu meluruskan, bahwa saya tidak punya kepentingan apa pun untuk menguji member mana pun juga di sini, ada pendapat yg baru yg sangat bertentangan dengan apa yg saya pahami selama ini, dan hal ini memunculkan rasa ingin tahu pada diri saya, dan saya tertarik untuk menggali lebih dalam lagi tentang teori baru ini.emank lagi ujian pakai test2 segala
mohon maaf kalau hal ini jadi dianggap sebagai "test". walaupun rasa ingin tahu saya masih belum terpuaskan, tapi baiklah, saya akhiri saja diskusi ini agar tidak menimbulkan kesalah-pahaman lebih jauh lagi.
_/\_
Pertanyaannya: "Bagaimana bisa seekor burung puyuh berbicara dan punya pemikiran secerdas manusia ber-IQ lebih dari 135 itu?" ;D
Kisah Sacca Kiriya Gatha itu tidak serta merta hanya karena sang burung puyuh itu tidak makan cacing, tetapi kualitas parami burung puyuh sendiri sebagai tumimbal lahir-nya seorang bodhisatta.
Jadi masalah tidak makan cacing dari seekor burung puyuh menurut saya masih terlalu prematur untuk disimpulkan bahwa tidak makan makhluk hidup adalah sangat superior.
bro, dengan senjata paritta ini kaum Vegie di Sri Lanka memiliki BUKTI yg kuat bahwa Sang Buddha adalah penganut Vegie. (sory kalo bro tidak sepaham, ini hanya sharing info).
hal ini kita bisa pertanyakan karena sekarang kita paham dan mampu berpikir dg benar. tetapi konteks pembicaraan awal adalah ttg tekad tidak makan makanan bernyawa itu telah ada di paritta ini yg akhirnya dijadikan senjata oleh kaum Vegie bahwa bahkan ketika sang Buddha sewaktu masih menjadi Bodhisattvapun SUDAH ber-vegie. ini pula yg dijadikan senjata oleh kaum Vegie di Sri Lanka.
mettacittena,
sebaliknya, dalam Jataka juga ada kisah Bodhisattva sebagai singa yg berburu mangsa rusa, sapi, dll
apakah Srilanka tidak mengakui persembahan daging babi sebagai makanan terakhir kepada Sang Buddha oleh Cunda?
apakah Srilanka tidak mengakui persembahan daging babi sebagai makanan terakhir kepada Sang Buddha oleh Cunda?
boleh saya tambahkan bro, seingat saya sang buddha pun tidak melarang para bhikku memakan daging , selama daging itu tidak dengan sengaja di bunuh untuk di berikan ( bangkai) . untuk sumber yang ini saya belum temukan ;D
sumber:
[kaum vegie] cukup 2 cerita Jataka, yang lain tidak benar
[Hudoyo H. ] cukup 2 sutta, sutta lainnya tidak benar
=))
;D ;D
menurut orang Vegie itu jamur beracun bro.... ^-^
maafkan kesalahan saya cc ;D
;D ;D
menurut orang Vegie itu jamur beracun bro.... ^-^
bagaimana dengan teks pali? apakah Pali mengatakan daging babi atau jamur beracun?
wah om kutho jadi modetator yah? ;D.
selamat yah ;D, selamat menjalankan tugas ;D.
bagaimana dengan teks pali? apakah Pali mengatakan daging babi atau jamur beracun?
teks Pali ya? iya sih menurut teks Pali dikatakan "sūkaramaddava"
hal ini kita bisa pertanyakan karena sekarang kita paham dan mampu berpikir dg benar. tetapi konteks pembicaraan awal adalah ttg tekad tidak makan makanan bernyawa itu telah ada di paritta ini yg akhirnya dijadikan senjata oleh kaum Vegie bahwa bahkan ketika sang Buddha sewaktu masih menjadi Bodhisattvapun SUDAH ber-vegie. ini pula yg dijadikan senjata oleh kaum Vegie di Sri Lanka.
mettacittena,
Saya tidak mempersoalkan kisah mengenai "burung puyuh (Bodhisatta) yang tidak mau memakan cacing". Bagi saya itu tidak istimewa sama sekali. Kalau kita mau membuka mata pada dunia, kita bisa menemukan ratusan "keajaiban" lain yang lebih hebat yang dilakukan oleh berbagai hewan di masa kini.kek di pelem pelem....jangan kan burung, kambing/sapi juga dulu pernah ada di sutta mana gitu bisa bicara bahkan memahami hukum kamma
Burung puyuh bervegetarian itu tidak janggal. Anjingnya paman saya juga bervegetarian, sama sekali tidak mau makan daging.
Yang saya persoalkan adalah: "Bagaimana bisa burung puyuh dapat berbicara? Lalu kalau kita baca di kisah Jataka itu, terlihat sekali bahwa burung puyuh itu punya kecerdasan setingkat dengan manusia. Bagaimana bisa?"
Ada komentar yang ilmiah? ;D
Kan udah ada translator sekarang. :))
kek di pelem pelem....jangan kan burung, kambing/sapi juga dulu pernah ada di sutta mana gitu bisa bicara bahkan memahami hukum kamma
kek di pelem pelem....jangan kan burung, kambing/sapi juga dulu pernah ada di sutta mana gitu bisa bicara bahkan memahami hukum kamma
Makanya. Saya butuh penjelasan ilmiah! ;DJika mau jawaban pasti, ciptakan mesin waktu dan kembali ke jaman dulu.
kalau masalah usia sih logis aja....dimana kita liat...dulu kakek kakek rata rata usia 80-90....sekarang 65-75 udah K.O...belum lagi penyakit aneh bermunculan,,, dulu mana ada kanker?
pernah dengar cerita pada jaman buddha kasapa sampai umur berapa manusia hidup?
kalau masalah usia sih logis aja....dimana kita liat...dulu kakek kakek rata rata usia 80-90....sekarang 65-75 udah K.O...belum lagi penyakit aneh bermunculan,,, dulu mana ada kanker?Saya membayangkan kalau orang malas belajar, bisa-bisa ditertawakan anjing.
menurut saya logis logis aja usia itu....hanya kalau umur manusia 10000 tahun yah susah jg saya percaya...belum liat pribadi sih...
tapi ini kambing/sapi bisa bicara dgn manusia pakai bahasa yg sama? bayangkan kalau anjing jadi berbahasa inggris. ^^
kalau masalah usia sih logis aja....dimana kita liat...dulu kakek kakek rata rata usia 80-90....sekarang 65-75 udah K.O...belum lagi penyakit aneh bermunculan,,, dulu mana ada kanker?mungkin saya punya kutipan sedikit soal umur bro,
menurut saya logis logis aja usia itu....hanya kalau umur manusia 10000 tahun yah susah jg saya percaya...belum liat pribadi sih...
tapi ini kambing/sapi bisa bicara dgn manusia pakai bahasa yg sama? bayangkan kalau anjing jadi berbahasa inggris. ^^
[1] 1.1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR.[1] Suatu ketika, Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthi, di taman Anāthapiṇḍika di hutan Jeta, dalam kawasan gubuk Kareri. Dan di antara sejumlah bhikkhu yang berkumpul di sana setelah makan, setelah menerima makanan, duduk di Paviliun Kareri, terjadi suatu diskusi serius tentang kehidupan lampau, mereka berkata: ‘Beginilah terjadinya di masa lampau,’ atau ‘Begitulah terjadinya di masa lampau.’sumber :DN 14 Mahāpadāna Sutta Khotbah Panjang Tentang Silsilah
1.2. Dan Sang Bhagavā, dengan indria telinga dewa yang melampaui kekuatan manusia, mendengar apa yang sedang mereka bicarakan. Bangkit dari duduk-Nya, Beliau datang ke Paviliun Kareri, duduk di tempat yang telah disediakan, dan berkata: ‘Para bhikkhu, apakah pembicaraan kalian ketika kalian berkumpul? Diskusi apakah yang terhenti karena-Ku?’ dan mereka menceritakan kepada Beliau. [2]
1.3. ‘Baiklah, para bhikkhu, maukah kalian mendengarkan ceramah mengenai kehidupan lampau?’ ‘Bhagavā, sekarang adalah waktunya untuk itu! Yang Sempurna menempuh Sang Jalan, sekarang adalah waktunya untuk itu! Jika Bhagavā membabarkan khotbah tentang kehidupan lampau, para bhikkhu akan mendengarkan dan mengingatnya!’ ‘Baiklah, para bhikkhu, dengarkan, perhatikanlah dengan baik, dan Aku akan berbicara.’
‘Baik, Bhagavā,’ para bhikkhu menjawab, dan Sang Bhagavā berkata:
1.4. ‘Para bhikkhu, sembilan puluh satu kappa yang lalu, Sang Bhagavā, Sang Arahant, Buddha Vipassī yang telah mencapai Penerangan Sempurna muncul di dunia. Tiga puluh satu kappa yang lalu, Buddha Sikhī muncul; pada kappa yang sama muncul Buddha Vessabhū, dan dalam kappa yang menguntungkan saat ini[2], para Buddha, Kakusandha, Konāgamana, dan Kassapa muncul di dunia. Dan para bhikkhu, dalam kappa yang menguntungkan ini, Aku juga muncul di dunia ini sebagai seorang Buddha yang mencapai Penerangan Sempurna.’
1.5. ‘Buddha Vipassī terlahir dari kasta Khattiya, dan dibesarkan dalam keluarga Khattiya; Buddha Sikhī juga demikian; [3] Buddha Vessabhū juga demikian; Buddha Kakusandha terlahir dari Kasta Brahmana, dan dibesarkan dalam keluarga Brahmana; Buddha Konāgamana juga demikian, Buddha Kassapa juga demikian, dan Aku, para bhikkhu, yang adalah seorang Arahant dan Buddha yang mencapai Penerangan Sempurna, terlahir dari kasta Khattiya, dan dibesarkan dalam keluarga Khattiya.’
1.6. ‘Buddha Vipassī berasal dari marga Kondañña; Buddha Sikhī juga demikian; Buddha Vessabhū juga demikian; Buddha Kakusandha berasal dari marga Kassapa; Buddha Konāgamana juga demikian; Buddha Kassapa juga demikian; Aku yang sekarang adalah seorang Arahant dan Buddha yang mencapai Penerangan Sempurna, berasal dari marga Gotama.’
1.7. ‘Pada masa Buddha Vipassī, umur kehidupan manusia adalah delapan puluh ribu tahun; pada masa Buddha Sikhī, tujuh puluh ribu; pada masa Buddha Vessabhū, enam puluh ribu; pada masa Buddha Kakusandha, empat puluh ribu; pada masa Buddha Konāgamana, tiga puluh ribu; [4] pada masa Buddha Kassapa, dua puluh ribu. Pada masa-Ku, umur kehidupan sangat singkat, terbatas, dan cepat dilalui; jarang sekali bagi siapa pun yang hidup sampai seratus tahun.’
1.8. ‘Buddha Vipassī mencapai Penerangan Sempurna di bawah pohon bunga-trompet; Buddha Sikhī di bawah pohon-mangga-putih; Buddha Vessabhū di bawah pohon–sāl; Buddha Kakusandha di bawah pohon Akasia; Buddha Konāgamana di bawah pohon banyan; dan Aku mencapai Penerangan Sempurna di bawah pohon-assattha’.[3]
mungkin saya punya kutipan sedikit soal umur bro,
sumber :DN 14 Mahāpadāna Sutta Khotbah Panjang Tentang Silsilah
http://dhammacitta.org/dcpedia/DN_14:_Mahapadana_Sutta (http://dhammacitta.org/dcpedia/DN_14:_Mahapadana_Sutta)
logis tidak ya umur sampai segitu?
bisa tidak di buktikan secara ilmiah?
apakah sang buddha hanya menceritakan kebohongan? atau hanya omong kosong belaka?
bagi nyamuk yg umurnya cuma beberapa hari, adalah mustahil ada manusia yg bisa hidup sampai 60 tahun. logis atau tidak logis hanya karena dibatasi oleh jangkauan pikiran kita yg sangat terbatas
apakah dalam artian, ada hal yang dapat dibuktikan dengan ilmiah dan ada hal yang memang tidak perlu pembuktian ilmiah ya bro, karena segala sesuatu mempunyai keterbatasan dalam pemikiran logis
maksud saya, sesuatu tidak logis menurut kita bukan berarti hal itu tidak benar, hanya kita yg tidak mampu membuktikan.
Jika mau jawaban pasti, ciptakan mesin waktu dan kembali ke jaman dulu.
Memangnya kisah Jataka itu sudah dipastikan pernah terjadi di zaman dulu?
Memangnya kisah Jataka itu sudah dipastikan pernah terjadi di zaman dulu?
pernah terjadi atau tidaknya kisah jataka pernah di bahas pada tread yang lain bro, salah satunya ini http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=18707.msg310375#msg310375 (http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=18707.msg310375#msg310375)
Jangan-jangan om upa juga modus-nya sama... ada bagian tipitaka yang benar, Jataka salah...
** PISS BRO...
Betul. Saya cuma menyentil postingan Sis Sriyeklina, sebab seolah dia sudah memastikan kisah Jataka itu memang benar pernah terjadi di zaman dulu. ;D
tidak juga, menurut ide mesin waktu itu juga bisa diaplikasikan pada kasus kisah jataka yg "tidak pernah" terjadi di masa lalu.
Mohon sumber atau referensi ilmiah yang terkait.
Memangnya kisah Jataka itu sudah dipastikan pernah terjadi di zaman dulu?Dengan kamu kembali ke jaman dulu, mungkin bisa terpenuhi jawaban-nya.
Dengan kamu kembali ke jaman dulu, mungkin bisa terpenuhi jawaban-nya.
oops, typo error, harusnya " menurut saya ide mesin ..."
Kalau begitu, mohon penjelasan ilmiahnya.
dengan pergi ke masa lalu, kita bisa mengalami/melihat bahwa suatu kejadian dalam Jataka si tempat tersebut memang benar2 terjadi. tapi setelah ditunggu2 hingga waktunya lewat dan belum terjadi maka kita tahu bahwa kisah itu memang tidak pernah terjadi.
???Dengan bisa kembali ke jaman dulu, kamu bisa melihat cara komunikasi antar makhluk berjuta-juta tahun yang lalu.
Persoalannya, bagaimana bisa mesin waktu diciptakan? Adakah penjelasan ilmiahnya?
Persoalannya, bagaimana bisa mesin waktu diciptakan? Adakah penjelasan ilmiahnya?Kalau secara ALA AKAL SEHAT seperti-nya tidak bisa. Sama seperti pada jaman dulu dimana secara akal sehat yang ngetrend waktu itu tidak percaya bahwa manusia bisa sampai ke bulan.
itu itu memang menjadi persoalan, tapi a bit OOT
Kalau secara ALA AKAL SEHAT seperti-nya tidak bisa. Sama seperti pada jaman dulu dimana secara akal sehat yang ngetrend waktu itu tidak percaya bahwa manusia bisa sampai ke bulan.
LOL. Jadi BTT: "Bagaimana bisa burung puyuh dapat berbicara? Lalu kalau kita baca di kisah Jataka itu, terlihat sekali bahwa burung puyuh itu punya kecerdasan setingkat dengan manusia. Bagaimana bisa?"
kemungkinan selalu ada, yg penting "jangan putus harapan"
;D Jadi BTT: "Bagaimana bisa burung puyuh dapat berbicara? Lalu kalau kita baca di kisah Jataka itu, terlihat sekali bahwa burung puyuh itu punya kecerdasan setingkat dengan manusia. Bagaimana bisa?"
tapi rasa2nya jataka memang aneh ya..masa binatang punya pikiran ya? trus antar binatang bisa berkomunikasi..bukannya kalo binatang (menurut buddhisme) kesadarannya lemah ya? kalo begitu kontrakdiksi bukan ya?
Yah, dan ada bagus-nya membuka sebuah forum ILMIAH sehingga bisa mengkaji segala sesuatu secara ilmiah. Karena di forum agama tidak akan memuaskan kehausan otak akan ilmiah.
Saya tidak menyangkal keberadaan ratio probabilitas di setiap kasus. Saya hanya menanyakan kajian ilmiah yang bisa menguatkan ratio probabilitas itu.
;D Jadi BTT: "Bagaimana bisa burung puyuh dapat berbicara? Lalu kalau kita baca di kisah Jataka itu, terlihat sekali bahwa burung puyuh itu punya kecerdasan setingkat dengan manusia. Bagaimana bisa?"
saya tidak kompeten untuk memberikan analisis ilmiah sehubungan dengan hal ini, tapi yg kita bicarakan di sini adalah bodhisatta burung puyuh, yg telah mengumpulkan parami lumayan banyak, dan ada kemungkinan lain bahwa "berbicara" itu adalah dalam bentuk mind to mind, not verbally, yg diekspresikan demi tuntutan penulisan teks menjadi seolah2 dialog manusia
Nazi dikabarkan melatih anjing berbicara
http://international.okezone.com/read/2011/05/25/214/461054/nazi-latih-anjing-berbicara
Ilmu tafsir yang cukup sempurna. ;D Mari kita ganti pembahasan kritis lainnya...
Salah. Yang benar, setiap belajar agama; ketika ada hal yang tidak bisa dibuktikan secara ilmiah, maka akuilah dengan jujur bahwa kita hanya bisa sebatas percaya. Nah, ada yang mau jujur?Pada hal-hal yang saya belum tahu jawaban-nya, saya hanya menyimpan itu sebagai sesuatu yang akan saya cari tahu. Dan saya tidak menutup kemungkinan apa-pun. Saya mengetahui keterbatasan saya, tapi bukan berarti saya mengukur segala sesuatu dengan keterbatasan saya , maka sesuatu itu tidak mungkin dan tidak bisa dipercaya.
Pada hal-hal yang saya belum tahu jawaban-nya, saya hanya menyimpan itu sebagai sesuatu yang akan saya cari tahu. Dan saya tidak menutup kemungkinan apa-pun. Saya mengetahui keterbatasan saya, tapi bukan berarti saya mengukur segala sesuatu dengan keterbatasan saya , maka sesuatu itu tidak mungkin dan tidak bisa dipercaya.
Nazi dikabarkan melatih anjing berbicaraYang hebat bukan anjing-nya tapi yang melatih-nya. Dan saya juga heran kenapa ada pemilik hewan yang mengerti kebutuhan atau yang diinginkan anjing-nya, padahal anjing-nya tidak mengikuti pelatihan bahasa manusia.
http://international.okezone.com/read/2011/05/25/214/461054/nazi-latih-anjing-berbicara
http://dunia.vivanews.com/news/read/148341-kisah_manusia_bicara_dengan_ikan_paus (http://dunia.vivanews.com/news/read/148341-kisah_manusia_bicara_dengan_ikan_paus)
Ada berita tentang burung puyuh yang bisa berbicara dan punya IQ setingkat manusia? Please share, dong. ;D
Berbicara dengan kata2 adalah cara manusia berkomunikasi, burung puyuh tentu tidak berbicara seperti manusia, tapi mereka tetap mempunyai cara untuk berkomunikasi.
Terbayang manusia purba, keknya para leluhur manusia tsb IQ-nya belum secanggih manusia sekarang dan keknya juga bukan berkomunikasi dengan kongkow-kongkow, atau minimal bahasanya tidak serumit dan sekompleks manusia yang menyebut dirinya modern.
Perihal "berkomunikasi", hal ini sifatnya sangat ambigu dan bisa ditafsir sedemikian rupa oleh setiap orang. Lalu bagaimana dengan kecerdasan intelejensi si burung puyuh itu? ;D
Saya beri satu contoh Jataka, namanya Godha Jataka (http://www.sacred-texts.com/bud/j3/j3034.htm). Dikisahkan saat itu Bodhisatta terlahir sebagai seekor biawak (lizard). Bacalah kisah Jataka itu dengan teliti dan perhatikan betapa tingginya tingkat intelejensi si makhluk reptil bernama biawak itu. Di akhir cerita, sang biawak (Bodhisatta) bahkan berbalas-balas puisi dengan seorang petapa jahat. Ada komentar?
Mungkin pertapanya walau jahat tapi sakti bisa komunikasi ama biawak kek orang yg bisa komunikasi ama paus. Soal puisi..... adalah usaha untuk mempermudah penjelasan komunikasi antar biawak + pertapa, yang mana kalau dijelasin pake bahasa mereka berdua kita2 ini mungkin tidak bakal mengerti. Film Instinct yg dibintangi Anthony Hopkins ada menggambarkan komunikasi antar gorilla yang dipraktekkan Anthony untuk bisa masuk ke dalam kelompok gorilla tanpa kata2.
Puisi adalah salah satu bentuk komunikasi yang menyampaikan makna yg lebih dalam ketimbang kata2 itu sendiri.
LOL. ;D Ya, sudah. Makanya saya bilang tidak usah bahas hal ini lagi. Kita cari pembahasan kritis yang lainnya saja.
Apakah burung puyuh di masa itu mendapat pelatihan berbahasa? ;D
Sekarang-pun kita berkomunikasi tanpa mengeluarkan kata-kata...
Brati binatang berbicara benar2 topik yg kritis................. ;D
apakah topik-nya mau berganti dengan melatih burung puyuh berbicara ?
Tentu saja kritis. ;D Sebab untuk dapat berbicara, seekor binatang harus punya intelejensi lingual. Setelah itu, seekor binatang harus memiliki organ lingual. Kemudian, seekor binatang harus mempunyai indria pendengaran yang baik --- misalnya: ular seharusnya mustahil bisa berbicara, sebab tidak punya indria pendengaran (alias tuli).
Kemudian seekor binatang itu harus paham bahasa binatang lain, bahasa manusia, bahasa isyarat, dsb. Lalu binatang tersebut harus paham dunia, misalnya tahu bahwa di dunia ini ada yang namanya selingkuh, tahu bahwa ada yang namanya agama, tahu bahwa ada yang namanya petapa palsu, dsb. Setelah tahu itu semua, binatang itu harus punya kebijaksanaan dan kedewasaan bertindak ala manusia dewasa. Bahkan lebih cerdas dari manusia yang masih remaja. --- Contohnya ketika binatang lain tampil bodoh seperti binatang pada umumnya (misalnya: gampang masuk perangkap manusia), binatang yang spesial (Bodhisatta) adalah binatang yang tidak ubahnya seperti manusia cerdas namun diceritakan dengan wujud hewan. Seperti kisah fiktif Sun Go Kong yang berubah menjadi burung, namun akalnya tetap seekor dewa kera. ^-^
Itulah gambaran spektakuler binatang (Bodhisatta) yang tertuang dalam kisah-kisah Jataka di Jataka Atthakatha.
Mungkin pertapanya walau jahat tapi sakti bisa komunikasi ama biawak kek orang yg bisa komunikasi ama paus. Soal puisi..... adalah usaha untuk mempermudah penjelasan komunikasi antar biawak + pertapa, yang mana kalau dijelasin pake bahasa mereka berdua kita2 ini mungkin tidak bakal mengerti. Film Instinct yg dibintangi Anthony Hopkins ada menggambarkan komunikasi antar gorilla yang dipraktekkan Anthony untuk bisa masuk ke dalam kelompok gorilla tanpa kata2.
Puisi adalah salah satu bentuk komunikasi yang menyampaikan makna yg lebih dalam ketimbang kata2 itu sendiri.
Tentu saja ini hanya spekulasi ane..............
Keknya sama deh dengan Winnie the pooh, Mickey mouse, dll.
Kembali ke film "Instict", ada gambaran induk gorilla menyerahkan anaknya untuk digendong anthony, trus pemimpin gorilla yang melindungi anthony dari serangan tentara.... memang IQ gorilla tidak setinggi manusia, tapi (dari film tsb) gorilla memiliki makna kepercayaan dan perlindungan anggotanya yang apabila diterjemahkan dalam bahasa manusia bisa menjadi kalimat2 dengan banyak kata yang mungkin tetap saja tidak dapat menjelaskan secara penuh dan perlu puisi untuk menyampaikan maknanya....... ;D
Spekulasi tingkat tinggi.......... :))
Dan itu hanya terjadi di Hollywood. :)) Dunia tidak seindah film-film Box Office. :P
Ada kejadian nyata, anak kecil yg belum bisa bicara tinggal dengan kelompok monyet di afrika, sebelum ditemukan tingkahnya emang kek monyet, setelah ditemukan dan diajarin tingkah manusia, beliau masi bisa komunikasi dengan monyet, minimal beliau bisa mendekati monyet2 tsb dengan bahasa tubuh... salah satunya dengan jongkok mendekat perlahan dengan menghindari tatapan langsung tapi dengan larak-lirikan mata dari samping. Kalo tidak salah ane liat di animal planet....udah tahunan yg lalu.
Saya tahu bahwa sesama hewan bisa berkomunikasi, bahkan dengan majikan dan dengan makhluk spesies lain pun ada kemungkinan bisa. Tapi bukan berarti hewan bisa berkomunikasi dengan kompleks dan komprehensif.
"Bahasa" beberapa jenis burung pada saat merayu betina untuk dijadikan pasangannya benar2 "kompleks" dan "komprehensif", tidak hanya bunyi tapi juga bahasa tubuh (dan bulu) bisa makan waktu sampe berjam-jam sampe akhirnya si betina menyerahkan diri..... dan manusia yang berusaha menerjemahkan bahasanya mungkin hanya bisa membayangkannya dengan puisi ............;D
Nah itu dia! Jika burung jantan merayu dengan "bahasa kompleksnya", nanti manusia mungkin akan menafsirnya dengan kalimat: "Sayangku, biar kata kau buaya, bagiku kau Luna Maya! I Love you Beibeh!".
^-^
:))
Naahh..... dalam kasus Jataka yang bercerita bukan penafsir asal, tapi pengetahu segala alam, dan si petapa jahat.... biar jahat tapi petapa lho......sakti ......soalnya bisa bicara ama biawak.......... ;D
;D Tapi kisah itu sudah diteruskan dari generasi ke generasi. Ada kemungkinan telah mengalami penambahan. Lagipula Jataka kan hanya sebuah kitab bagian dari Khuddaka Nikaya yang isinya berupa syair-syair Dhamma (agak mirip Dhammapada). Kisah Jataka hanya ditemukan di Atthakatha (kitab komentar), dan kitab komentar sebaiknya tidak terlalu dipercayai. ;D
Setidaknya kisah2 Jataka tidak meleset dari pengumpulan parami menuju Sammasambuddha:
(http://dhammacitta.org/pustaka/ebook/theravada/Risalah%20tentang%20Parami-Parami%20dari%20Kitab%20Komentar%20untuk%20Cariyapitaka.jpg)
http://dhammacitta.org/pustaka/ebook/theravada/Risalah%20tentang%20Parami-Parami%20dari%20Kitab%20Komentar%20untuk%20Cariyapitaka.pdf (http://dhammacitta.org/pustaka/ebook/theravada/Risalah%20tentang%20Parami-Parami%20dari%20Kitab%20Komentar%20untuk%20Cariyapitaka.pdf)
dan
http://dhammacitta.org/dcpedia/Para_Arahant,_Boddhisattva,_dan_Buddha_%28Bodhi%29 (http://dhammacitta.org/dcpedia/Para_Arahant,_Boddhisattva,_dan_Buddha_%28Bodhi%29)
Tapi sumber di atas berdasarkan Komentar juga sih..... tapi masuk akal sebagai syarat menuju Sammasambuddha bila dikaitkan dengan hukum sebab akibat , tumimbal lahir dan kamma.
Seperti yang saya jawab ke Sis Sriyeklina... "Saya tidak keberatan jika kisah-kisah Jataka hanyalah omong-kosong. Karena kisah-kisah itu bukanlah inti Ajaran Sang Buddha.". :D
Seperti yang saya jawab ke Sis Sriyeklina... "Saya tidak keberatan jika kisah-kisah Jataka hanyalah omong-kosong. Karena kisah-kisah itu bukanlah inti Ajaran Sang Buddha.". :D
Apabila Jataka hanyalah omong kosong, apa yang menyebabkan suatu mahluk bisa menjadi seorang Sammasambuddha? Apakah ada sebab yang lain?
Sama donk modus-nya dengan Hudoyo yang cuma "percaya" dengan 2 sutta... hehehehehe
Sama donk modus-nya dengan Hudoyo yang cuma "percaya" dengan 2 sutta... hehehehehe
Saya tidak mau berspekulasi mengenai hal-hal yang belum saya ketahui. Dalam pandangan rasional, Siddhattha Gotama menjadi Sammasambuddha adalah karena Beliau sukses mengembangkan potensi-Nya. Hanya itu saja.
Semua orang yang mempunyai kaki normal mempunyai potensi untuk dikembangkan, tapi mengapa hanya sedikit orang yang berhasil menjadi bintang sepakbola? Spekulasi ane, tentunya tidak hanya memiliki kaki yang normal........ ;D
Selain kaki yang normal, juga butuh stamina, otak, otot, mental juara, karakter yang elegant, dan sebagainya. :D
Nah.............. berati spekulasi ane bener tuh........... :))
Itu semua kan termasuk potensi. ;D
Sebagaimana potensi menjadi Sammasambuddha yang harus dikembangkan seperti yang tertuang di dalam Jataka.
;D Tidak, saya tidak bahas potensi dari kehidupan masa lalu. Saya menekankan potensi di kehidupan sekarang.
Brati anda mereduksi potensi dari kehidupan lampau, Buddha mengajarkan hukum kamma bahwa perbuatan di masa sekarang bisa berbuah tidak hanya pada kehidupan sekarang tetapi beberapa kehidupan di masa mendatang. Dan itulah yang ditunjukkan oleh Jataka, bahkan tidak hanya kehidupan sebagai manusia, jg kehidupan di dalam alam2 yang lain mempunyai pengaruh terhadap kehidupan sekarang.
Tidak, Bro! Saya bukan menentang konsep Parami. Yang saya pertanyakan adalah: "Apakah benar kisah Jataka itu 100% real*?"
selagi masih punya nama rupa yang berkondisi bisa berbicara dan bisa berkondisi ber-IQ tinggi, kenapa tidak ?
;D Saya tetap ngotot bahwa binatang tidak akan bisa mempunyai kualitas layaknya manusia. Tapi Bro dilbert dan Bro hendrako juga ngotot bahwa binatang (Bodhisatta dalam Jataka) bisa saja mempunyai kualitas tersebut. Jadi baiknya yah kita sepakat untuk tidak sepakat.
mungkin morfologi burung puyuh pada kisah Jataka tersebut berbeda morfologi-nya dengan burung puyuh yang kita kenal pada jaman sekarang ini.
Nah kan, semakin panjang ilmu tafsirnya. :))
informasi-nya di JATAKA tidak jelas, terpaksa main tafsir-tafsiran
wkwkwkwkw
;D Persoalannya, semua binatang lain yang diceritakan di dalam Jataka tidak punya keistimewaannya (binatang wajar). Kecuali binatang-binatang yang konon merupakan kehidupan lampau dari Siddhattha Gotama, Ananda, Sariputta, Devadatta, dsb. ;D
seperti-nya tidak ada secara tertulis bahwa binatang lain selain tumimbal lahir siddharta, ananda, sariputra, devadatta dll tidak bisa berbicara.Ada cerita 2 kelompok burung , yang satu pemimpin-nya siddhatta dan yang satu lagi pemimpin-nya devadatta. Apakah di jataka atau sutta? Saya pernah baca tapi lupa dimana.
seperti-nya tidak ada secara tertulis bahwa binatang lain selain tumimbal lahir siddharta, ananda, sariputra, devadatta dll tidak bisa berbicara.
Ada cerita 2 kelompok burung , yang satu pemimpin-nya siddhatta dan yang satu lagi pemimpin-nya devadatta. Apakah di jataka atau sutta? Saya pernah baca tapi lupa dimana.
Dalam cerita itu kelompok devadatta tertangkap karena kesombongan dan merasa diri lebih hebat dari antara satu burung dengan yang lain-nya.
Sudah pasti dari Jataka Atthakatha. Nah kan, apa saya bilang. ^-^ Kalau kita baca kisah-kisah Jataka, ada kesimpulan lain lagi yang bisa kita ambil...Jika dengan cara dan sudut pandang yang bro berikan saya pikir bukan cuma jataka yang tidak bisa diterima akal sehat. Bahkan isi sutta juga banyak yang bisa dicari tidak masuk akal sehat seperti yang bro ucapkan.
Jika dengan cara dan sudut pandang yang bro berikan saya pikir bukan cuma jataka yang tidak bisa diterima akal sehat. Bahkan isi sutta juga banyak yang bisa dicari tidak masuk akal sehat seperti yang bro ucapkan.
Benar! Lalu apakah kamu cukup berani dan jujur pada diri sendiri setelah melihat ini semua?Berapa kalipun kamu menanyakan, saya akan tetap menjawab sama. Bahwa saya tidak menutup kemungkinan apapun jika memang saya belum tahu.
Tidak, Bro! Saya bukan menentang konsep Parami. Yang saya pertanyakan adalah: "Apakah benar kisah Jataka itu 100% real*?"iya jujur,saya juga masih agak ragu dengan jataka,apakah semuanya itu reeal?Dan darimanakah kisah2 jataka tersebut berasal?
iya jujur,saya juga masih agak ragu dengan jataka,apakah semuanya itu reeal?Dan darimanakah kisah2 jataka tersebut berasal?
misalnya,ketika siddhattha menjadi burung puyuh dan ketika hutannya terbakar,Ia "mengucapkan" paritta yang sekarang dikenal sebagai vattaka paritta,dan dari mana kisah2 jataka tersebut diketahui,apakah ada orang yang sepanjang masa hidupnya selalu hidup bersama Siddhatha sehingga mengetahui secara pasti kisah2 jataka?
thanks.... ;D ;D ;D
sama juga anda menanyakan darimana sutta2 tersebut apakah ada orang yang sepanjang masa hidupnya selalu hidup dengan sang buddha?ok,ada beberapa sutta baik pali maupun sanskrit yang bukan merupakan omongan asli buddha.
dan boleh juga dong kalau saya menanyakan sutta2 itu 100% omongan sang buddha atau bukan? apakah semuanya real?
ok,ada beberapa sutta baik pali maupun sanskrit yang bukan merupakan omongan asli buddha.
beberapa Sutta2 yang cukup terkenal,misalnya Karaniya Metta Sutta adalah asli omongan buddha (saat mengajari metta pada bikkhu yang bertapa di hutan)
[guru senior] dan ingatlah,segala sesuatu hanyalah ilusi belaka,dan tidak ada yang kekal.sesungguhnya segala yang terkondisi adalah ilusi [/guru senior]
thanks..... ;D ;D ;D
cc panna , lain kali di translate ya... bagi2 dong pengetahuan dhammanya ^-^Kan udah ada translator sekarang. :))
Tidak, Bro! Saya bukan menentang konsep Parami. Yang saya pertanyakan adalah: "Apakah benar kisah Jataka itu 100% real*?"
Semua skolar Buddhist/Bhikkhu saat ini setuju dengan arti "jamur atau cendawan", dan saya setuju dengan mereka. Menurut peraturan monastik, para bhikkhu tidak diperkenankan makan daging dari hewan yang khusus dibunuh untuk disajikan sbg makanan untuk mereka. Sehingga arti sukara-maddava sebagai "daging babi / daging babi hutan" tidak tepat di sini.
Berapa kalipun kamu menanyakan, saya akan tetap menjawab sama. Bahwa saya tidak menutup kemungkinan apapun jika memang saya belum tahu.
Saya tidak memberikan pelatihan bahasa manusia kepada anjing saya. Tapi kami bisa berkomunikasi. Sesama orang bisu kok bisa berkomunikasi.
-Sama seperti cerita tentang ular yang besar dan panjang yang bertapa , dan karena kita tidak bisa melihat buktinya lagi maka itu dikatakan dongeng.
-Sama seperti manusia yang bisa menjadi harimau jadi-jadian, tidak masuk akal dan omong kosong.
-Sama juga cerita manusia yang punya kekebalan yang kamu ceritakan bahwa hormon ini dan itu. Sayangnya itu tidak lengkap, karena belum termasuk penjelasan kok ada orang mempan dibacok? Hormon apa yang menyebabkan manusia itu kebal?
Justru konsep Parami itu dijelaskan dengan kisah2 Jataka.
Manusia juga masih temasuk hewan (binatang berkaki dua), hanya kesombongan intelijenlah yang membuat manusia merasa beda dari hewan. Menurut info mahluk dewa males deket2 mahluk manusia karena bau.... menurut bayangan ane sama kek manusia yang males deket2 ama kambing yang dirasa bau dan "bodoh". Dan bentuk komunikasi antar mahluk Dewa, belajar dari topik pembahasan ini, bisa jadi bukan lewat bunyi seperti manusia, atau minimal bukan bahasa manusia, tapi tetap dijelaskan dengan bahasa manusia agar manusia bisa mengerti.
Mengikuti hukum perubahan, bentuk manusia (apabila masih ada) sejuta tahun yang akan datang tidak akan persis sama seperti yang kita lihat pada masa sekarang ini, termasuk faktor2 pendukungnya.
Anggaplah Jataka tidak 100% real, menurut anda berapa persen tingkat ke-real-an-nya? 0%?
iya jujur,saya juga masih agak ragu dengan jataka,apakah semuanya itu reeal?Dan darimanakah kisah2 jataka tersebut berasal?
misalnya,ketika siddhattha menjadi burung puyuh dan ketika hutannya terbakar,Ia "mengucapkan" paritta yang sekarang dikenal sebagai vattaka paritta,dan dari mana kisah2 jataka tersebut diketahui,apakah ada orang yang sepanjang masa hidupnya selalu hidup bersama Siddhatha sehingga mengetahui secara pasti kisah2 jataka?
thanks.... ;D ;D ;D
kisah jataka itu di komentar belakangan kan?
kisah jataka diceritakan oleh Sang Buddha sendiri, biasanya ketika terjadi suatu peristiwa Sang Buddha akan menceritakan latar belakang dari kejadian tersebut di masa lampau.
jataka diceritakan oleh sang buddha sendiri, jika jataka dianggap cerita yang mengada2 ataupun tidak real, apakah salah jika saya mengatakan sang buddha hanya menceritakan dongeng kosong? mohon pencerahannya _/\_
Jataka yang diceritakan oleh Buddha sendiri,selalu diceritakan di saat yang tepat.Saat dimana terjadi keadaan "de javu".Kisah2 kehidupan lampau orang lain pun,sang buddha tau,misalnya ketika devadatta mati ditelan bumi,dan orang2 merayakannya.Maka sang Buddha berkata,bahwa tidak sekali ini saja ia ditertawai ketika mati,dikehidupan lampaunya pun ia pernah ditertawakan di saat kematiannya (Dhammapada Atthakatha)
Sang Buddha tidak pernah menceritakan Jataka tanpa alasan khusus,selalu ada landasan tertentu sehingga sang Buddha menceritakan Jataka. ;D ;D ;D ;D
menurut anda jataka asli atau tidak?
pada awal anda bilang ragu mengenai jataka, tetapi setelah saya katakan jika jataka hanya dongeng yang di ceritakan sang buddha anda justru berbalik memberikan statment mendukung keaslian jataka? ???
menurut anda jataka asli atau tidak?saya tidak memberikan pernyataan mendukung keaslian jataka.Saya hanya membuat tambahan pernyataan yang sudah dibilang oleh koko Indra,bahwa sang Buddha yang menceritakan kisah2 jataka.
pada awal anda bilang ragu mengenai jataka, tetapi setelah saya katakan jika jataka hanya dongeng yang di ceritakan sang buddha anda justru berbalik memberikan statment mendukung keaslian jataka? ???
kisah jataka diceritakan oleh Sang Buddha sendiri, biasanya ketika terjadi suatu peristiwa Sang Buddha akan menceritakan latar belakang dari kejadian tersebut di masa lampau.
saya tidak memberikan pernyataan mendukung keaslian jataka.Saya hanya membuat tambahan pernyataan yang sudah dibilang oleh koko Indra,bahwa sang Buddha yang menceritakan kisah2 jataka.
Memang awalnya saya ragu,tetapi setelah membaca pernyataan koko indra bahwa Sang Buddha sendiri yang menceritakan jataka,saya sudah mulai agak percaya.Saya ragu akan keaslian jataka itu karena saya bingung,siapa yang dengan begitu akurat bisa mengetahui kisah2 hidup buddha di masa lampau,Mulai dari Kisah Sumedha,sampe 10 jataka utama....
Mingun Jetavan Sayadaw mampu mengingat semua isi Tipitaka, jadi tidak ada yang mustahil ;Diya,saya tau,Bhante Ananda pun mampu mengingat semua Sutta Sang Buddha.Yand dulu membuat saya bingung itu adalah,siapa yang mampu mengikuti seluruh jalan hidup Buddha dari Sumedha sampai 10 jataka utama.Darimana orang2 tau bahwa Sumedha itu adalah bakal calon Buddha gotama,padahal itu sudah terjadi berkalpa kalpa yang lalu.Tetapi,ketika koko Indra memberi tahu bahwa Sang Buddha sendiri lah yang menceritakan Jataka jataka tersebut.Makanya saya mulai agak percaya.... ;D ;D ;D
saya tidak memberikan pernyataan mendukung keaslian jataka.Saya hanya membuat tambahan pernyataan yang sudah dibilang oleh koko Indra,bahwa sang Buddha yang menceritakan kisah2 jataka.pada awal anda menyatakan keraguan keaslian jataka kan?
iya jujur,saya juga masih agak ragu dengan jataka,apakah semuanya itu reeal?Dan darimanakah kisah2 jataka tersebut berasal?
misalnya,ketika siddhattha menjadi burung puyuh dan ketika hutannya terbakar,Ia "mengucapkan" paritta yang sekarang dikenal sebagai vattaka paritta,dan dari mana kisah2 jataka tersebut diketahui,apakah ada orang yang sepanjang masa hidupnya selalu hidup bersama Siddhatha sehingga mengetahui secara pasti kisah2 jataka?
thanks....
Jataka yang diceritakan oleh Buddha sendiri,selalu diceritakan di saat yang tepat.Saat dimana terjadi keadaan "de javu".Kisah2 kehidupan lampau orang lain pun,sang buddha tau,misalnya ketika devadatta mati ditelan bumi,dan orang2 merayakannya.Maka sang Buddha berkata,bahwa tidak sekali ini saja ia ditertawai ketika mati,dikehidupan lampaunya pun ia pernah ditertawakan di saat kematiannya (Dhammapada Atthakatha)
Sang Buddha tidak pernah menceritakan Jataka tanpa alasan khusus,selalu ada landasan tertentu sehingga sang Buddha menceritakan Jataka.
[/b]
Memang awalnya saya ragu,tetapi setelah membaca pernyataan koko indra bahwa Sang Buddha sendiri yang menceritakan jataka,saya sudah mulai agak percaya.Saya ragu akan keaslian jataka itu karena saya bingung,siapa yang dengan begitu akurat bisa mengetahui kisah2 hidup buddha di masa lampau,Mulai dari Kisah Sumedha,sampe 10 jataka utama....
saya ikut keputusan hasil KONSILI SANGHA saja... yang gak mau ikut yang apa-apa... demokrasi kok dan itu menjadi hak asasi setiap orang untuk mempertanyakan, meragukan bahkan menganggap Tipitaka atau sebagian dari Tipitaka itu bagaimana...:outoftopic:
ada yang bikin saya sangsi di sini. menurut saya menghapal dari tulisan lebih mudah daripada menghapal secara lisan..kalo tulisan kan bisa dibaca berkali2 untuk memastikan..kalo lisan bagaimana ya?
Kalo saya tidak ragu ada yang mampu menghafal secara lisan. Saya sedikit sangsi pada ketepatannya. Bisa saja ada yang salah pada saat mengingat kembali khotbah dan menurunkannya secara oral. Tapi, hal ini seharusnya bisa diatasi dengan pemeriksaan dan pencocokan khotbah pada konsili sangha maupun pertemuan-pertemuan lainnya.
Kalo saya tidak ragu ada yang mampu menghafal secara lisan. Saya sedikit sangsi pada ketepatannya. Bisa saja ada yang salah pada saat mengingat kembali khotbah dan menurunkannya secara oral. Tapi, hal ini seharusnya bisa diatasi dengan pemeriksaan dan pencocokan khotbah pada konsili sangha maupun pertemuan-pertemuan lainnya.bagaimana kalo sumbernya yang slaah menghapal?
bagaimana kalo sumbernya yang slaah menghapal?
bayangkan seberapa banyak yang harus diingat oleh bhante Ananda secra lisan..(apalgi sekali denger ya..cmiiw)..menurut saya agak mustahil
Waktu konsili kan banyak bhikku yang hadir, tentu saja uraian khotbah diperiksa kembali oleh bhikku-bhikku yang mengikuti konsili tersebut. Kalau dari konsili pertama pasti sangat akurat. Yang saya rasa rentan adalah pada saat konsili kedua dan ketiga. Sangha sudah terpecah-pecah, tentu saja rentan terjadi penyelewengan. Apalagi jumlah bhikku sangat banyak dan ditambah lagi sutra mahayana yang juga banyak, bahkan dalam sutta pali saja ada yang gaya bahasanya seperti sutra mahayana. Saya tidak tau, apakah memang seperti itu aslinya atau ada yang lupa tersaring oleh para thera... :-?
apa kesalahan dalam mengartikan suatu teks (uraian khotbah) bisa menjadi penyebab perbedaan bro, seperti yang saya posting kemarin tentang manggala sutta , walau sepele tetapi bisa mengubah arti yang dimaksud dari sutta itu. dalam tata bahasa jaman dahulu kan ada perbedaan dengan jaman sekarang.
Maksudnya yang di fb itu yak, yang "tergoda" ? ;D
Maksud saya bukan penerjemahan, tapi gaya bahasa. Manggala Sutta walau ada ketidaktepatan penerjemahan pada buku paritta, namun bahasanya manusiawi ;D
Yang hebat itu BOHONG secara konsisten...
maksudnya seperti apa bro??? bisa berikan contohnya?? ;D
Semua skolar Buddhist/Bhikkhu saat ini setuju dengan arti "jamur atau cendawan", dan saya setuju dengan mereka. Menurut peraturan monastik, para bhikkhu tidak diperkenankan makan daging dari hewan yang khusus dibunuh untuk disajikan sbg makanan untuk mereka. Sehingga arti sukara-maddava sebagai "daging babi / daging babi hutan" tidak tepat di sini.
BOLD, dasarnya apa mengatakan semua skolar/Bhikkhu setuju adalah cendawan/jamur !
atau setiap jadi Bhikkhu harus mengucapkan kata2 demikian bahwa makanan terakhir Sang Buddha adalah cendawan/jamur racun
dalam bahasa gaul sūkara-maddava = samcan
Dalam catatan Kaki Digha Nikaya 16 Mahaparinibbana Sutta, Maurice Walshe menuliskan:
Saya memilih ungkapan yang membingungkan ini untuk menerjemahkan istilah yang kontroversial ini sūkara-maddava (sūkara = ‘babi’, maddava = ‘lunak, lembut, halus, juga hancur’). Karena itu, dapat berarti ‘bagian lembut dari babi’ atau ‘apa yang disukai babi’ (cf. Catatan 46 dalam LDB). Apa yang pasti adalah para komentator masa lalu tidak dapat memastikan apa artinya. DA memberikan tiga kemungkinan: 1. Daging babi liar, yang tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua, yang diperoleh tanpa dibunuh, 2. Nasi yang dimasak lunak dengan ‘lima produk sapi’, atau 3. Sejenis zat untuk mempertahankan kehidupan (rasāyana). Para penerjemah modern dimulai dari RD dan seterusnya mengartikan sejenis jamur sebagai penjelasan yang masuk akal, dan beberapa bukti untuk ini telah dikemukakan. Trevor Ling, dalam n.31 dalam revisi atas terjemahan RD atas Sutta ini (The Buddha’s Philosophy of Man) (Everyman’s Library, London 1981, p. 218), mengatakan: ‘Penjelasan ini sepertinya dimaksudkan untuk tidak menyinggung para pembaca vegetarian. Pernyataan Rhys Davids bahwa umat Buddha “pada umumnya adalah vegetarian, dan semakin bertambah”, adalah sulit diterima.’ Meskipun sepertinya (dan kenyataannya para umat Buddha Theravada timur jarang yang vegetarian, walaupun sekarang banyak yang vegetarian, itu adalah karena pengaruh barat!) pertanyaan seputar Vegetarian sering muncul dalam Buddhisme. Posisi Theravāda dikemukakan dalam Jīvaka Sutta (MN 55), yang mana Sang Buddha mengatakan kepada Jīvaka bahwa para bhikkhu tidak boleh memakan daging dari binatang yang mereka lihat, dengar, atau curigai khusus dibunuh untuk mereka. Sang Buddha menolak usulan Devadatta yang melarang memakan daging sama sekali bagi para bhikkhu. Hidup dari persembahan makanan di pedesaan India pada masa itu, mereka akan mempermalukan mereka yang mempersembahkan makanan, atau kelaparan jika mereka menolak segala jenis daging. Di barat khususnya, pertanyaan juga muncul sehubungan apakah Sangha tidak mendidik umat awam agar mempersembahkan hanya makanan vegetarian. Banyak umat Buddha di barat (dan bukan hanya umat Mahāyāna) dalam kenyataannya adalah vegetarian. Dalam banyak aliran Buddhis Mahāyāna, vegetarianisme adalah peraturan, dan beberapa penulis melibatkan diri dalam polemik menentang aliran Theravāda dalam hal ini. Hal ini, apa pun yang dikatakan, tidak selalu beralasan belas kasihan. Shinran Shonin, pendiri aliran Shin di Jepang, menghapuskan keharusan vegetarianisme bersama dengan hidup selibat karena ia menganggap ini adalah suatu bentuk praktik penebusan.
Bold biru di atas,
Daging yang diperoleh tanpa dibunuh maksudnya apa nih bro?
Ane sampe ngebayangin babi yang dagingnya diambil tapi tetap dibiarin idup, amputasi salah satu kaki (dan paha) misalnya........ :hammer:
Ato maksudnya didapet dari beli di pasar misalnya..... jadi gak membunuh sendiri. ?
Apakah orang India pada saat itu umum mengkonsumsi jamur?
Bold biru di atas,misalkan kalau dapat babi nya jatuh di jurang lalu mati...yah kek gitu..dapat bangkai gratis...
Daging yang diperoleh tanpa dibunuh maksudnya apa nih bro?
Ane sampe ngebayangin babi yang dagingnya diambil tapi tetap dibiarin idup, amputasi salah satu kaki (dan paha) misalnya........ :hammer:
Ato maksudnya didapet dari beli di pasar misalnya..... jadi gak membunuh sendiri. ?
Apakah orang India pada saat itu umum mengkonsumsi jamur?
Sa
anda sudah menjawab sendiri. Salah satunya adalah beli di pasar. tulisan diatas menguatkan gagss
asan samcan jadi pertanyaan apakah org india makan jamur menjadi tdk relevan
misalkan kalau dapat babi nya jatuh di jurang lalu mati...yah kek gitu..dapat bangkai gratis...
cuma di jaman sekarang mau dapat daging babi, kek mudah banget..yg jelas beli aja yg di pasar ga usah pesan atau apalah....
sy pernah liat pembuatan sosis so nice gitu.....astaga dari ayam hidup
aduh,jadi pengen makan sukkarra-madava nih....ada yang bikin ga? kalo ada bawain dong...hahahaha
ok. :backtotopic:
sukkaramadava sebenarnya tidak ada unsur daging babi dalamne,tetapi dinamakan babi lunak,karena jamur sukkara-madava didapatkan hanya dengan cara diendus2 oleh babi,sehingga bisa didapat.dan jamur tersebut dikatakan sangat mahal dan lezat..... =P~
Ngetiknya super kilat ya bro? beberapa bagian kalimat, ane msh binun?ol pake hp susahnya ampun deh
Tapi katanya kan beracun.... buat apa dimakan? Mahal lagi..... abis makan ... enak.... trus matek.... :hammer: konyol itu mah.....iya beracun,tetapi racunnya masih batas wajar kok.Lagipula,tathagatha tidak parinibbana akibat makan jamur itu,tathagatha kambuh penyakitnya saat makan sukkaramadava,tathagatha udah menderita penyakit pelemahan organ pencernaan saat vassa terakhirnya,dan saat buddha makan sukkaramadava,ia tahu bahwa itu adalah makanan terakhir-Nya,dan saat itu memang sudah saatnya Ia parinibbana,karena rata2 umur manusia saat itu hanya 100 tahun,maka Buddha parinibbana di usia 80 tahun.....cmiiw ya.. ;D ;D
aduh,jadi pengen makan sukkarra-madava nih....ada yang bikin ga? kalo ada bawain dong...hahahaha
ok. :backtotopic:
sukkaramadava sebenarnya tidak ada unsur daging babi dalamne,tetapi dinamakan babi lunak,karena jamur sukkara-madava didapatkan hanya dengan cara diendus2 oleh babi,sehingga bisa didapat.dan jamur tersebut dikatakan sangat mahal dan lezat..... =P~
samcan itu memang enak lho :jempol:
Yup, bener enak! ^:)^ Makasih Bro!
jadi teringat samcan pasar tangerang, selera si saka memang ciamik :))
:backtotopic:
Ayo BTT! Yang OOT terus, didenda Samcan 1 KG.
serius bro... di denda silahkan PM saya !!ongkos tanggung ndiri...hahahaha bcanda loh... ;D ;D ;D ;D
saya kok sedikitpun gak bisa "suka" / tertarik makan daging babi dan "turunannya" ya ?astaga... Anda benar2 berselera rendah
Ayo BTT! Yang OOT terus, didenda Samcan 1 KG.Pertanyaan kritis mengenai samcan menurut pandangan yg berbeda.
Pertanyaan kritis mengenai samcan menurut pandangan yg berbeda.
Pertanyaan kritis mengenai samcan menurut pandangan yg berbeda.Bukan, "Pandangan kritis mengenai Theravada menurut pandangan tukang (makan) samcan".
saya gak suka samcanSaya juga tidak suka, karena lunak dan geli dimulut.
Bukan, "Pandangan kritis mengenai Theravada menurut pandangan tukang (makan) samcan".Awas udah dpt 'ancaman' dr glomod ne..:-D :-D
---
Ayo semua BTT!!
saya kok sedikitpun gak bisa "suka" / tertarik makan daging babi dan "turunannya" ya ?
bacon paling enakk....bacon lovers.... ;D ;D ;D
jadi,kesimpulanne,sukkara-madava itu apa?
kesimpulan: yang pasti makanan seh ;Dmungkin sama kayak jamur matsutake ya.....hahahaha =P~ =P~ =P~
bacon paling enakk....bacon lovers.... ;D ;D ;D
jadi,kesimpulanne,sukkara-madava itu apa?
Mahayana masih mengikuti jumlah sila yang lama, tetapi dalam Theravada ada sedikit perubahan
bukannya Mahayana 250 sila?
Theravada tetep 227 sila.
kok jadi Theravada yg ada perubahan?
Nah, ini baru fair. ;D
Begini, beberapa pihak 'kan sering klaim bahwa Theravada yang paling 'asli' dan sebagainya, tapi kita lihat dari Tipitaka Pali saja banyak catatan meragukan, misalnya di thread sebelah (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,10555.0.html) tercatat 2 kisah Bahiya yang berbeda di mana salah satunya seharusnya salah. Gimana pihak Theravadin yang mengklaim Tipitaka paling asli dan benar menanggapinya?
perubahan ? apakah THERAVADA mengurangi sila Vinaya ?setauku 227 itu cuma patimokkha sila...
perubahan ? apakah THERAVADA mengurangi sila Vinaya ?
ternyata mahayana ada 250 sila ? mengapa lebih banyak dari /teravada?
:o
apa gunanya banyak kalau tidak dilaksanakan?
:)) btul btul btul
sama juga, apalah gunanya belajar sutta kalau dak dilaksanakan.
lucu sekali anda menyamakan vinaya dan sutta, bisakah anda menjelaskan bagaimana kita melaksanakan aganna sutta atau lakkhana sutta?
jadi maksud kamu semua isi pembabaran dhamma dari sang buddha dalam sutta bukan untuk direnungi yang bermuara pada pelaksanaan/praktek ?
jangan bawa2 aganna sutta utk menampik sutta2 lain yg jelas2 menganjurkan para siswaNya utk melaksanakan apa yg telah dibabarkannya.
jadi pernyataan aku masih relevan, untuk apa belajar sutta kalau tak dilaksanaken, mengingat anda bilang utk apa ada banyak vinaya kalau tak dilaksanakan
cuma orang bodoh bro yang tidak mengerti atau tidak mau mengerti tulisan anda
_/\_
jadi maksud kamu semua isi pembabaran dhamma dari sang buddha dalam sutta bukan untuk direnungi yang bermuara pada pelaksanaan/praktek ?
jangan bawa2 aganna sutta utk menampik sutta2 lain yg jelas2 menganjurkan para siswaNya utk melaksanakan apa yg telah dibabarkannya.
jadi pernyataan aku masih relevan, untuk apa belajar sutta kalau tak dilaksanaken, mengingat anda bilang utk apa ada banyak vinaya kalau tak dilaksanakan
Setuju brooo, tapi tetep sabar ya, Jgn esmosiiii _/\_ mettacittena
ternyata mahayana ada 250 sila ? mengapa lebih banyak dari /teravada?Mungkin bisa diperbandingkan dengan cerita dibawah ini:
:o
:)) btul btul btul
sama juga, apalah gunanya belajar sutta kalau dak dilaksanakan.
jika sutta memang harus dilaksanakan, silakan jelaskan bagaimana kita melaksanakan aganna sutta dan lakkhana sutta. sederhana saja, tidak perlu dipersulit, jika anda tidak mampu menjelaskan, anda boleh merevisi statement anda yg tidak mampu anda pertanggungjawabkan.dan juga bagaimana dengan sutta2 yg hanya berisikan kisah2 misalnya koleksi sutta dalam Sakka samyutta yg menceritakan peperangan para dewa tavatimsa melawan asura, bagaimana melaksanakan sutta itu?
Dan hal tersebut menyebabkan tidak adanya suatu kitab (penengah) yang dapat dijadikan rantai penghubung antara kitab - kitab Theravada dengan Kitab - kitab ajaran Mahayana.
_/\_
inilah sekumpulan orang-orang yang tidak tahu dirinya "bodoh"
dantersingung di bilang bodoh,
Menurut saya, banyaknya perbedaan paham dalam Therevada dan Mahayana seperti dalam Mahayana dikenal dengan adanya alam sukhavati dan dalam Theravada tidak mengenal alam tersebut bukan perkara salah satu pihak benar dan salah satu pihak salah. Dalam kitab Canon Pali Theravada memang tidak dituliskan tentang alam tersebut namun kita juga tidak bisa langsung mengatakan alam sukhavati tidak ada karena alam sukhavati juga dijelaskan dalam Canon Sanskrit (sansekerta).
Mungkin salah satu faktor banyaknya perbedaan paham antara kedua belah pihak berasal dari sejarah negara India dimana ketika agama Buddha hampir punah dikarenakan masuknya agama Islam ke India dan sebagian besar Canon - canon (kitab) agama Buddha musnah dibakar. Dan hal tersebut menyebabkan tidak adanya suatu kitab (penengah) yang dapat dijadikan rantai penghubung antara kitab - kitab Theravada dengan Kitab - kitab ajaran Mahayana.
_/\_
Menurut saya, banyaknya perbedaan paham dalam Therevada dan Mahayana seperti dalam Mahayana dikenal dengan adanya alam sukhavati dan dalam Theravada tidak mengenal alam tersebut bukan perkara salah satu pihak benar dan salah satu pihak salah. Dalam kitab Canon Pali Theravada memang tidak dituliskan tentang alam tersebut namun kita juga tidak bisa langsung mengatakan alam sukhavati tidak ada karena alam sukhavati juga dijelaskan dalam Canon Sanskrit (sansekerta).
Mungkin salah satu faktor banyaknya perbedaan paham antara kedua belah pihak berasal dari sejarah negara India dimana ketika agama Buddha hampir punah dikarenakan masuknya agama Islam ke India dan sebagian besar Canon - canon (kitab) agama Buddha musnah dibakar. Dan hal tersebut menyebabkan tidak adanya suatu kitab (penengah) yang dapat dijadikan rantai penghubung antara kitab - kitab Theravada dengan Kitab - kitab ajaran Mahayana.
Perlu dipahami sejarahnya dulu, Theravada sudah membawa 'tipitaka komplit' ke srilangka sejak jaman Asoka mengutus anaknya ke Srilangka. Ketika isl*m menyerbu India dan membasmi buddhism di sana, kebanyakan berpaham mahayana. Jadi seharusnya kitab2 mahayanan lah yg kalau mau dikatakan : 'ada yg musnah, tidak lengkap' tapi kenyataannya malah 'kitab suci' mahayana yg katanya lebih banyak kitabnya daripada theravada. Jadi pernyataan di atas tidak sesuai malah berlawanan dengan kenyataan yg ada.
masalahnya : jika ditambah terus sesuai karangan masing2, tentunya jadi banyak :)
konon karena kreasinya terlalu tinggi malah diklaim bahwa ada kitab yang diambil dari 'alam naga'.
ini pernyataan krisis terhadap theravada atau mahayana sih...:D
temen" ada yang bisa bantu gak
bagai mana to kita sebagai calon buddha di bumi, bisa membantu membebaskan makhluk asura?? dengar" mereka kan makhluk yang paling rendah! dengan" juga katanya mereka sulit mengenali bahasa ki ta manusia ato bahasa pali mmaupun sansekerta pun mereka tidak tahu??? jadi gimana cara menolong mereka??
tolong dibantu ya......!!!!!!!
Thank beFor
_/\_ Namo Buddhaya
salam Bodhi citta _/\_
Kalau anda berpikir komunikasi antar alam masih menggunakan bahasa,maka anda salah besar. Contoh mudah. Pikirkan seseorang yang kamu benci,pikirkan terus sambil jalan keluar dan coba perhatikan apa reaksi orang-orang yang melihat wajahmu? Pikirkan seseorang yang kamu sayangi dan sangat kamu cintai,maka anda akan senyum-senyum sendiri sehingga orang lain yang tidak tahu akan mengira kamu tidak waras.Pada waktu anda memegang tangan seseorang yang dekat denganmu,yang disayangi dengan perasaan hangat,dia akan merasakannya walau tidak ada ucapan apapun. Pikiran yang penuh metta akan terpancar dengan jelas di wajah karena BATINNYA.Batin itu akan memancarkan bahasanya sendiri.
Pertanyaan begini saja,kalau ada penghuni surga arab,kr****n,yahudi dll datang ketemu SANG BUDDHA untuk minta berdiskusi,BAHASA APA YANG DIPAKAI?
Dalam kisah ceramah Sang Buddha,dimana Sang Buddha menggunakan satu bahasa,sedangkan yang mendengarkan ceramahnya terdiri dari berbagai orang dengan berbagai macam bahasa,"LALU MENGAPA MEREKA BISA MENGERTI CERAMAH SANG BUDDHA DENGAN SENDIRINYA,DENGAN BAHASA IBU MEREKA LAGI? Inilah yang kebanyakan umat tidak memahami.Kebanyakan dari kita hanya mengenal ajaran Buddha secara intelek saja,tapi berlatih dengan tekun hampir tidak kemauan yang keras.Bagaimana kita bisa memahami "dengan benar"kalau kita tidak serius berlatih.Ini hanya sekedar sharing saja,tapi penting agar kita tidak terbelenggu dengan kebenaran dan pikiran secara duniawi saja.
kalau menurut saya mungkin saja bisa berbeda bahasa. tapi mereka bisa membaca dan mengerti isi hati orang. Jadi tetep bisa berkomunikasi.
Yang jelas, pasti ntar ngerti2 sendiri JIKA sehabis ini terlahir dialam itu atau mengembangkan "mata dewa" :) _/\_
Protes saja buku RIWAYAT AGUNG PARA BUDDHA. Pikirkan saja dan renungkan saja,ada berapa banyak suku dan bahasa di india,apakah Sang Buddha harus bergiliran mengajar dengan berbagai bahasa kepada setiap suku?Dimana kemampuan sang Buddha sebagai Makhluk tercerahkan kalau tidak mengerti bahasa batin yang melampaui bahasa duniawi? Kalau di india hanya ada satu bahasa yang menurutmu paling benar,ya tidak perlu diskusi lagi. Apakah orang yang diskusi denganmu harus sediakan TUMPUKKAN buku-buku TIPITAKA DAN TRIPITAKA(YANG KAMU TIDAK PERCAYA) di sampingnya sebagai antisipasi pertanyaanmu? TIPITAKA SENDIRI BANYAK VERSINYA MASING-MASING WALAU SECARA GARIS BESAR MASIH SAMA ISINYA.Bagaimana kalau setiap pernyataanmu saya selalu minta referensi juga?Pertanyaan saya adalah,bagaimana anda tahu sang Buddha memakai bahasa apa waktu mengajar di alam dewa?APAKAH ANDA DENGAR SENDIRI ATAU HANYA SELALU CARI DI BUKU BESARMU YANG MENURUTMU PALING BENAR? Hey bung,diluar itu masih ada tripitaka tantra dan tripitaka mandarin.Sebelum nalanda diserbu oleh oleh tentara muslim sekitar tahun 1193, MARPA (1012-1097)SANG PENERJEMAH TELAH MEMBAWA PULANG BANYAK KITAB MAHAYANA KE TIBET,DEMIKIAN JUGA BHIKSU XUAN ZANG DI ABAD 7 TELAH MEMBAWA BANYAK KITAB DARI NALANDA,BELUM LAGI BHIKSU I CING DLL. Di indonesia sendiri dengan bukti borobudur,itu telah menandakan mahayana Buddhism telah mencapai puncaknya pada masa itu dan sriwijaya,walau akhirnya harus hancur di tangan orang jahat.Anda bisa cari tahu di sutra-sutra tantra dan mandarin.di surangama juga ada diceritakan tentang kemampuan Sang Buddha.Kalau menurutmu tidak benar,silakan berdebat dengan para Geshe tibet.Atau debatin saja sekalian guru-guru besar aliran mahayana.Anda bisa tulis di forum internasinal,semacam forum bodhipaksa dll,banyak sekali.debatin saja.hmmm lucu juga ya ya gaya diskusi kek gini =))
hmmm lucu juga ya ya gaya diskusi kek gini =))
ga terpikir kalau tipitaka itu karangan? gak terpikir kalau bahasa yang dipakai itu hanya cerita bohongan?
Protes saja buku RIWAYAT AGUNG PARA BUDDHA. Pikirkan saja dan renungkan saja,ada berapa banyak suku dan bahasa di india,apakah Sang Buddha harus bergiliran mengajar dengan berbagai bahasa kepada setiap suku?
Dimana kemampuan sang Buddha sebagai Makhluk tercerahkan kalau tidak mengerti bahasa batin yang melampaui bahasa duniawi?ini pendapat anda atau ...?
Kalau di india hanya ada satu bahasa yang menurutmu paling benar,ya tidak perlu diskusi lagi. Apakah orang yang diskusi denganmu harus sediakan TUMPUKKAN buku-buku TIPITAKA DAN TRIPITAKA(YANG KAMU TIDAK PERCAYA) di sampingnya sebagai antisipasi pertanyaanmu?
TIPITAKA SENDIRI BANYAK VERSINYA MASING-MASING WALAU SECARA GARIS BESAR MASIH SAMA ISINYA.Kalau banyak versi, bisakah anda menyebutkan sedikitnya 3 versi saja? 3 tentu sangat tidak banyak, bukan? setau saya TIPITAKA cuma ada 1 versi.
Bagaimana kalau setiap pernyataanmu saya selalu minta referensi juga?
Pertanyaan saya adalah,bagaimana anda tahu sang Buddha memakai bahasa apa waktu mengajar di alam dewa?saya tidak tahu dan saya tidak membuat pernyataan sehubungan dengan hal itu, kan?
APAKAH ANDA DENGAR SENDIRI ATAU HANYA SELALU CARI DI BUKU BESARMU YANG MENURUTMU PALING BENAR?jika ada suatu pernyataan yg meragukan, maka saya memiliki kebiasaan untuk membandingkannya dengan sutta2.
Hey bung,diluar itu masih ada tripitaka tantra dan tripitaka mandarin.Sebelum nalanda diserbu oleh oleh tentara muslim sekitar tahun 1193, MARPA (1012-1097)SANG PENERJEMAH TELAH MEMBAWA PULANG BANYAK KITAB MAHAYANA KE TIBET,DEMIKIAN JUGA BHIKSU XUAN ZANG DI ABAD 7 TELAH MEMBAWA BANYAK KITAB DARI NALANDA,BELUM LAGI BHIKSU I CING DLL. Di indonesia sendiri dengan bukti borobudur,itu telah menandakan mahayana Buddhism telah mencapai puncaknya pada masa itu dan sriwijaya,walau akhirnya harus hancur di tangan orang jahat.Anda bisa cari tahu di sutra-sutra tantra dan mandarin.di surangama juga ada diceritakan tentang kemampuan Sang Buddha.Kalau menurutmu tidak benar,silakan berdebat dengan para Geshe tibet.Atau debatin saja sekalian guru-guru besar aliran mahayana.Anda bisa tulis di forum internasinal,semacam forum bodhipaksa dll,banyak sekali.debatin saja.
setahu saya selama ber-urusan d klenteng, mau sembahyang pakai bahasa cina, bahasa indo,bahasa guandong, atau hokkian dewa nya ngerti kok.Yang penting syaratnya dipenuhi: acung2 hio turun naik dan bawa persembahan ke altar, minyak, lilin, kertas uang, dll, maka para dewanya udah ngerti umatnya mau [minta] apa :whistle:
Jaman sekarang banyak provokator yang ingin menjelek-jelekkan agama Buddha, di dalamnya banyak provokator baik dari umat sendiri ataupun dari agama lain yang pura-pura sebagai umat Buddha dan berusaha mengangkat topik yang mendiskreditkan agama Buddha.
[…]
Karena tentunya kalau kita benar2 belajar Dhamma, tidak perlu keluar ucapan yang menjelek-jelekan aliran lain.
[…]
Banyak juga yang punya segudang teori Dhamma, tapi tidak bisa mempraktekkannya, hanya untuk menunjukkan kebolehannya dalam berdebat, tapi tidak ditunjukkan dalam mempraktekkannya sesuai dengan Teori Dhamma yang dipelajarinya.
Maka itu teman-teman se-dhamma sekalian, berhati-hatilah, kalau kita hanya melihat dan tidak mengetahui latar belakang segala sesuatu, harap jangan cepat menyimpulkan, apalagi malah ikut menjelekkan aliran lain.
Hati-hati dengan yang pura-pura sebagai umat Buddha, tapi tersirat ingin mendiskreditkan umat Buddha.
Menurut saya, menjelek-jelekkan artinya: membuat jelek apa yang bagus.
Sedangkan, mengatakan apa yang jelek sebagai jelek, itu bukanlah menjelek-jelekkan. Walaupun memang, sedapat mungkin tidak menggunakan ucapan/cara kasar, diucapkan di saat yang tepat, dan setelah dipertimbangkan bahwa hal itu bermanfaat.
no komen..
Oleh karena itu, perbanyak pengetahuan tentang apa yang benar, sehingga kita tau apa yang jelek sebagai jelek, apa yang bagus sebagai bagus.
Karena punya pengetahuan, kita tidak cepat menyimpulkan, tidak ikut-ikutan..
Yang namanya “berhati-hati”, tentu harus punya persiapan kan? Ibarat mau tempur, harus punya senjata. Jadi, apa senjata kita? Yaitu Pengetahuan. Dengan pengetahuan benar, kita tau apakah seseorang ingin mendiskreditkan umat Buddha (atau Buddhism), atau memang mengatakan sesuatu yang menyimpang sebagai menyimpang.
Awalnya hanya ada satu Buddhasasana, tapi setelah jumlah para Ariya semakin sedikit maka perpecahanpun timbul.
Sang Bhagava sudah memberikan petunjuk yang pasti, anut dan jalankan saja ajaran2 yang dapat membawa menuju penembusan 4 kesunyataan ariya secara langsung, yang jelas2 terbebas dari 3 akar penderitaan sajalah yang layak dijalankan, di luar dari itu sudah selayaknya ditinggalkan.
Hanya segenggam daun saja yang perlu diketahui untuk membawa menuju kebahagiaan dan bukan daun2 yang di hutan belantara.
_/\_
TIPITAKA (KANON PALI - THERAVADA)
Sutta Pitaka
1. Digha Nikaya
2. Majjhima Nikaya
3. Samyutta Nikaya
4. Anguttara Nikaya
5. Khuddaka Nikaya
Vinaya Pitaka
1. Parajika
2. Pacittiya
3. Mahavagga
4. Culavagga
5. Parivara
Abhidhamma Pitaka
TRIPITAKA (KANON SANSKRIT - MAHAYANA)
Mahapitaka
1. Agama
- Dhirghagama
- Mdhyamagama
- Samyuktagama
- Ekottarikagama
2. Jataka
3. Prajnaparamita
4. Saddharma Pundarika
5. Vaipulya
6. Ratnakuta
7. Parinirvana
8. Mahasannipata
9. Kumpulan Sutra
10. Tantra
11. Vinaya
12. Penjelasan Sutra
13. Abhidharma (pitaka ini berasal-mula dari Aliran Sarvastivada)
- Jnanaprasthana
- Samgitiprayaya
- Prakaranapada
- Vijnanakayasya
- Dhatukaya
- Dharmaskandha
- Prajnaptisastra
14. Madhyamika
15. Yogacara
16. Sastra
17. Komentar Sutra
18. Komentar Vinaya
19. Komentar Sastra
20. Sekte
21. Aneka Sekte
22. Sejarah
23. Kamus
24. Daftar Isi
25. Komentar Sutra Lanjutan
26. Komentar Vinaya Lanjutan
27. Komentar Sastra Lanjutan
28. Aneka Sekte Lanjutan
Salam kenal sebelumnya.. _/\_Salam kenal juga,
mw tanya nih..
Tipitaka itu apa2 aja..?
tripitaka itu apa2 aja..?
tisutta itu apa2 aja..?
Salam..
TRIPITAKA sama dg tipitaka hanya tripitaka adalah bahasa sanskrit.
Tipitaka dan Tripitaka tidak sama, ada perbedaannya meski ada juga sebagian yg sama (hanya beda bahasa).
Selain perbedaan bahasa (Pali vs Sanskerta), juga ada penambahan2 belakangan di Tripitaka yang tidak ada dalam Tipitaka. silahkan lihat daftar isi Tipitaka - Tripitaka di atas, di wiki, atau di google. ;D
Kalau mau liat-liat Tipitaka, liat link berikut:
Quote from: Nevada on 30 April 2010, 04:34:24 PM (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,16217.msg261056.html#msg261056)<blockquote>TIPITAKA (KANON PALI - THERAVADA)
Sutta Pitaka
1. Digha Nikaya
2. Majjhima Nikaya
3. Samyutta Nikaya
4. Anguttara Nikaya
5. Khuddaka Nikaya
Vinaya Pitaka
1. Parajika
2. Pacittiya
3. Mahavagga
4. Culavagga
5. Parivara
Abhidhamma Pitaka
TRIPITAKA (KANON SANSKRIT - MAHAYANA)
Mahapitaka
1. Agama
- Dhirghagama
- Mdhyamagama
- Samyuktagama
- Ekottarikagama
2. Jataka
3. Prajnaparamita
4. Saddharma Pundarika
5. Vaipulya
6. Ratnakuta
7. Parinirvana
8. Mahasannipata
9. Kumpulan Sutra
10. Tantra
11. Vinaya
12. Penjelasan Sutra
13. Abhidharma (pitaka ini berasal-mula dari Aliran Sarvastivada)
- Jnanaprasthana
- Samgitiprayaya
- Prakaranapada
- Vijnanakayasya
- Dhatukaya
- Dharmaskandha
- Prajnaptisastra
14. Madhyamika
15. Yogacara
16. Sastra
17. Komentar Sutra
18. Komentar Vinaya
19. Komentar Sastra
20. Sekte
21. Aneka Sekte
22. Sejarah
23. Kamus
24. Daftar Isi
25. Komentar Sutra Lanjutan
26. Komentar Vinaya Lanjutan
27. Komentar Sastra Lanjutan
28. Aneka Sekte Lanjutan
</blockquote>http://dhammacitta.org/dcpedia/Tipitaka
Kalau mau liat-liat Tipitaka, liat link berikut:
http://dhammacitta.org/dcpedia/Tipitaka
In Mahāyāna schools
The term Tripiṭaka had tended to become synonymous with Buddhist scriptures, and thus continued to be used for the Chinese and Tibetan collections, although their general divisions do not match a strict division into three piṭakas. In the Chinese tradition, the texts are classified in a variety of ways, most of which have in fact four or even more piṭakas or other divisions.
tengkiu tengkiu jawabannya kk dhammadinna, kk sanjiva, kk shasika..
kayanya aye kudu melipir ketempat pemula dulu nih..
tapi sebelum melupir mo tanya atu lg,,
klo tipitaka kan tiga keranjangnya vinaya, sutta n abhidhamma..
klo tripitaka itu tiga keranjangnya utamanya yang mana?
sumber (http://en.wikipedia.org/wiki/Tripiṭaka)
Istilah TRIPITAKA cenderung diidentikkan dengan kitab-kitab Buddhist, sehingga kata ini terus digunakan untuk kitab tradisi China dan Tibet.
Kesimpulan pribadi saya, tipitaka dan tripitaka maknanya sama saja dan keduanya dapat merujuk pada 3 keranjang tradisi Theravada.
Secara harfiah, kitab tradisi Mahayana tidak dapat disebut dengan tipitaka, tripitaka, maupun 3 keranjang. Untuk itu, carilah nama yang lebih tepat untuk kitab-kitab tersebut.
bold, lain kale !Saya katakan, maknanya sama saja. Bukankah ti/tri artinya 3 dan pitaka artinya keranjang? Apakah kitab Theravada bukan 3 keranjang? Apakah tipitaka hanya boleh disebut dalam bahasa pali sehingga kata tripitaka yg maknanya jelas sama tidak boleh digunakan untuk merujuk kitab pali? Bagaimana dengan bahasa inggrisnya, three baskets, atupun bahasa indonesianya, tiga keranjang? Apakah tidak boleh digunakan untuk merujuk pada kitab pali juga?
Saya katakan, maknanya sama saja. Bukankah ti/tri artinya 3 dan pitaka artinya keranjang? Apakah kitab Theravada bukan 3 keranjang? Apakah tipitaka hanya boleh disebut dalam bahasa pali sehingga kata tripitaka yg maknanya jelas sama tidak boleh digunakan untuk merujuk kitab pali? Bagaimana dengan bahasa inggrisnya, three baskets, atupun bahasa indonesianya, tiga keranjang? Apakah tidak boleh digunakan untuk merujuk pada kitab pali juga?
tidak usah diputar2 dan diterjemahin ke bahasa inggris dan bahasa indonesia.
penulisan aja beda tri sama ti, mosok dipaksa in harus sama ! ???
nih coba baca ulang,Pantas om Adi gak nyambung. Saya bahas kitab Mahayana, om bahas kitab Buddhayana.
TIpitaka identik kitab yang terdiri dari 3 kitab bahasa Pali, Vinaya Pitaka, Sutta Pitaka, Abhidhamma Pitaka
TRIpitaka menurut aliran Buddhayana Indonesia terdiri dari Sankrit Pitaka, Pali Pitaka dan Kawi Pitaka
jadi mazhab Theravada tentunya tidak akan memakai pedoman Tripitaka versi Buddhayana.
Jika sunyata mau menterjemahkan TRIpitaka arti ke bahasa apa pun boleh saja, tidak ada larangan kok ! ;DTerima kasih, om.
Karena penulisannya berbeda, maknanya juga ikut berbeda, ya?
Pantas om Adi gak nyambung. Saya bahas kitab Mahayana, om bahas kitab Buddhayana.
Terima kasih, om.
TRIpitaka menurut aliran Buddhayana Indonesia terdiri dari Sankrit Pitaka, Pali Pitaka dan Kawi Pitaka
ini lho yang sering terjadi, karena suka 'dipaksakan' harus sama makanya sering tidak nyambungSaya klarifikasikan, di sini saya tidak sedang berusaha menyamakan kitab Pali Theravada dengan Sanskerta dari Mahayana. Saya katakan sekali lagi, kata Tripitaka dapat digunakan untuk merujuk kitab Pali, dan kitab Mahayana tidak tepat disebut dengan Tripitaka karena tidak terbagi dalam 3 bagian, yang sebenarnya sudah OOT (maafkan saya) karena kita seharusnya mempertanyakan tradisi Theraveda di sini.
kitab Mahayana yang berbasis bahasa Sankrit bahkan diadopsi aliran Buddhayana sebagai salah satu Pitaka,
Saya katakan, maknanya sama saja. Bukankah ti/tri artinya 3 dan pitaka artinya keranjang? Apakah kitab Theravada bukan 3 keranjang? Apakah tipitaka hanya boleh disebut dalam bahasa pali sehingga kata tripitaka yg maknanya jelas sama tidak boleh digunakan untuk merujuk kitab pali? Bagaimana dengan bahasa inggrisnya, three baskets, atupun bahasa indonesianya, tiga keranjang? Apakah tidak boleh digunakan untuk merujuk pada kitab pali juga?
IMO, kitab Theravada harus direfer sebagai Tipitaka, sedangkan kitab Mahayana direfer sebagai Tripitaka.
Sejalan dengan penyebutan bhikkhu untuk rohaniwan Theravada dan biksu untuk Mahayana. Kalau dibalik2 pemakaiannya maka arti dan maknanya akan berbeda.
Saya klarifikasikan, di sini saya tidak sedang berusaha menyamakan kitab Pali Theravada dengan Sanskerta dari Mahayana. Saya katakan sekali lagi, kata Tripitaka dapat digunakan untuk merujuk kitab Pali,
dan kitab Mahayana tidak tepat disebut dengan Tripitaka karena tidak terbagi dalam 3 bagian, yang sebenarnya sudah OOT (maafkan saya)
karena kita seharusnya mempertanyakan tradisi Theraveda di sini.
IMO, kitab Theravada harus direfer sebagai Tipitaka, sedangkan kitab Mahayana direfer sebagai Tripitaka.Dari kamus Pali dan Sanskerta:
Sejalan dengan penyebutan bhikkhu untuk rohaniwan Theravada dan biksu untuk Mahayana. Kalau dibalik2 pemakaiannya maka arti dan maknanya akan berbeda.
Baiklah kalau anda ingin memakai standar itu, saya rasa tidak perlu melanjutkan diskusi ini.
inilah salah satu contoh dimaksud.
dibuat satu standar supaya tidak ngaco
setuju bro sanjiva :jempol:
Dari kamus Pali dan Sanskerta:
Bhikkhu: Buddhist monk
Bhiksu: Buddhist monk
Bagaimana makna dan arti kata tersebut dapat berubah? Apakah water tidak dapat merujuk air dan air tidak dapat merujuk water? Apakah water dan air berbeda dalam maknanya? Apakah air akan berubah arti dan makna jika digunakan pada water dan sebaliknya?
kitab Mahayana tidak tepat disebut dengan Tripitaka karena tidak terbagi dalam 3 bagian
sumber (http://www.buddhanet.net/e-learning/history/s_chtripit.htm)
(a) Agama
(b) Vinaya
(c) Abhidharma
(d) Mahayana scriptures of the
Sunyavada
(e) Mahayana scriptures of the
noumenon school
(f) Madhyamika
(g) Yogacara-Vijnanavada
(h) The esoteric Yoga
Setahu gw Tripitaka Mahayana terdiri dari Vinaya, Sutra dan Sastra/Abhidharma yang dikumpulkan dari berbagai aliran Buddhisme awal (Mahasanghika, Dharmaguptaka, Sarvastivada, dst) dan dari teks-teks Mahayana sendiri.
Dari kamus Pali dan Sanskerta:
Bhikkhu: Buddhist monk
Bhiksu: Buddhist monk
Bagaimana makna dan arti kata tersebut dapat berubah? Apakah water tidak dapat merujuk air dan air tidak dapat merujuk water? Apakah water dan air berbeda dalam maknanya? Apakah air akan berubah arti dan makna jika digunakan pada water dan sebaliknya?
Kita punya istilah yg presisi (bhikkhu vs biksu), mengapa malah harus menurunkan level kita dengan mengacu istilah awam non buddhis (buddhist monk) ?
Apakah pendeta sama dengan pastur? Toh sama2 ulama nasrani?
Yang mengerti kr1sten pasti akan bisa membedakan bahwa pastur dari katol1k, sedangkan pendeta pastilah dari prote5tan.
Mengapa orang awam di masyarakat bisa membedakan kedua istilah christian priest ini sedangkan di buddhis malah mau dikabur2kan?
- Tujuannya apa?
- Siapa yg bisa memasyarakatkan dan membenarkan pemakaian istilah ini kalau bukan umatbudabuddha sendiri?
- Agama lain toh tak perduli, mau pakai kata padri juga silahkan, kayak di komik: padri sakti :whistle:
"monk" (english) adalah sebutan untuk anggota kelompok religius yang menetap dalam suatu lingkungan tertentu, dalam buddhis, istilah ini merujuk pada "bhikkhu", dalam keyakinan lain, ya disesuaikan dengan sebutan dalam keyakinan mereka itu. jadi kata english "monk" bukan eksklusif untuk agama tertentu.Lah, memang. Makanya gw pake istilah buddhist monk kan? Bukan monk yg lain.
bhikkhu vs bhiksu adalah perbedaan bahasa bukan perbedaan istilah, jadi tidak dapat dibandingkan dengan perbedaan "pendeta" vs "pastur".Oh perbedaan bahasa saja ya?
mungkin akan lebih tepat jika dibandingkan dengan "Dhamma" vs "Dharma".Bisa dijelaskan maksud tulisan anda di atas?
Lah, memang. Makanya gw pake istilah buddhist monk kan? Bukan monk yg lain.
Oh perbedaan bahasa saja ya?
Jadi jika ditulis "biksu Sarvadharma sedang makan nasi rendang sapi" tak punya makna khusus dan sama saja maknanya dibanding "bhikkhu Sabbedhammo sedang makan kari ayam" misalnya? :whistle:
Ingat lho, bhikkhu boleh makan daging, biksu tidak. Dan dengan pemakaian istilah yg tepat maka pembaca langsung bisa mengerti buddhist monk dari aliran apa yg dimaksudkan dalam kalimat itu.bukan kata "bhikkhu" atau "biksu" yg menentukan seseorang boleh makan daging atau tidak, melainkan sila/vinaya yg ia praktikkanlah yg menentukan. seorang biksu jika boleh makan daging jika ia mengikuti vinaya theravada, dan sebaliknya.
Ternyata banyak yg cocok jadi penterjemah Ehipassiko, menterjemahkan tulisan2 Ajahn Brahm dengan mengganti kata 'bhikkhu' menjadi 'biksu' kayak di buku Si Cacing. Kan beda bahasa saja ya bukan beda istilah. :whistle:no comment, karena saya tidak berkomentar mengenai terjemahan teks formal.
Bisa dijelaskan maksud tulisan anda di atas?
Kita punya istilah yg presisi (bhikkhu vs biksu), mengapa malah harus menurunkan level kita dengan mengacu istilah awam non buddhis (buddhist monk) ?Tidak ada yg ingin menurunkan level anda di sini. Saya hanya menyatakan arti dari sebuah kata, itu saja.
Mengapa orang awam di masyarakat bisa membedakan kedua istilah christian priest ini sedangkan di buddhis malah mau dikabur2kan?- Kata bhikkhu/bhiksu dalam kamus Pali/Sanskerta diartikan sebagai Buddhist monk, bukan Theravadin Buddhist monk maupun Mahayanist Buddhist monk. Lalu siapa yg mengaburkan arti kata bhikkhu/bhiksu di sini?
- Tujuannya apa?
- Siapa yg bisa memasyarakatkan dan membenarkan pemakaian istilah ini kalau bukan umatbudabuddha sendiri?
- Agama lain toh tak perduli, mau pakai kata padri juga silahkan, kayak di komik: padri sakti :whistle:
benar, dan karena itu sebutan "monk" seharusnya tidak dipermasalahkan.Gw heran, sudah punya sebutan bhikkhu dan biksu, ngapain ngotot pake 'monk' sih? Pemakaian kata monk itu kan hanya di kamus Inggris. Untuk menerangkan kepada masyarakat berbahasa Inggris (baca: orang Barat). Di sini, di lingkup buddhis --bahkan ada yg sudah level penterjemah kitab suci, apa sih yg dicari? Topik sudah jelas bahas bhikkhu dan biksu, jadi jangan dilencengkan menjadi bahas bahasa Inggris.
jika itu adalah nama orang, tentu saja harus dituliskan sesuai yg melekat pada identitas orang itu, dan jika ada orang bernama "bhikkhu" dan ada orang lain bernama "bhiksu" tentu saja, kedua kata ini tidak sama dan bukan sekedar perbedaan bahasa, karena memang merujuk pada individu yg berbeda.[/b]Nah kelihatannya belut mulai menggejala di DC nih nampaknya. Belut tapi bukan belut, bukan belut tapi belut. ::)
bukan kata "bhikkhu" atau "biksu" yg menentukan seseorang boleh makan daging atau tidak, melainkan sila/vinaya yg ia praktikkanlah yg menentukan. seorang biksu jika boleh makan daging jika ia mengikuti vinaya theravada, dan sebaliknya.
sangat jelas, jika ingin membedakan "bhikkhu" vs "biksu", apakah "dhamma" juga berbeda dengan "dharma"?Gw yg tanya belum dijawab, malah balik nanya.
bhikkhu vs bhiksu adalah perbedaan bahasa bukan perbedaan istilah, jadi tidak dapat dibandingkan dengan perbedaan "pendeta" vs "pastur". mungkin akan lebih tepat jika dibandingkan dengan "Dhamma" vs "Dharma".Apa maksud tulisan anda: 'mungkin akan lebih tepat jika dibandingkan dengan "Dhamma" vs "Dharma"' ?
Gw heran, sudah punya sebutan bhikkhu dan biksu, ngapain ngotot pake 'monk' sih? Pemakaian kata monk itu kan hanya di kamus Inggris. Untuk menerangkan kepada masyarakat berbahasa Inggris (baca: orang Barat). Di sini, di lingkup buddhis --bahkan ada yg sudah level penterjemah kitab suci, apa sih yg dicari? Topik sudah jelas bahas bhikkhu dan biksu, jadi jangan dilencengkan menjadi bahas bahasa Inggris.
Nah kelihatannya belut mulai menggejala di DC nih nampaknya. Belut tapi bukan belut, bukan belut tapi belut. ::)saya tidak melihat ada belut yg mengelola DC, tapi jika pun ada saya pikir itu manajemen yg bagus sekali karena untuk mengelola belut-belut tentu lebih tepat jika belut juga lah yg melakukan.
Itu contoh sengaja pakai nama agar jelas. Mana yg bhikkhu dalam arti beraliran Theravada dengan segala embel2nya termasuk vinaya dan jubah, dan mana yg biksu dengan segala embel2nya termasuk vinaya berikut ajaran kitab yg diikuti.
Dengan analogi yg sama artinya seorang pastur boleh kawin jika menerima syahadat, dan seorang haji boleh makan pork jika sudah dibaptis. :hammer::hammer:
Belut lagi nih. :whistle:
Penjelasan:
Biksu yg menerima vinaya Theracvada adalah bhikkhu, yaitu yg silanya 227, kitabnya Tipitaka Pali, dan jubahnya seperti di Thailand, Burma, dan Srilangka. Tidak pakai jubah seperti kuil shaolin. Kalau mau membelut masih bisa koq ditimpali, "Di Thailand, Burma, dan Srilangka juga ada koq yg pakai jubah kayak shaolin [yaitu biksu Mahayana]" Nah, silahkan 'self service' dah kalo gini. Gw ga ikutan lagi. ;)
Gw yg tanya belum dijawab, malah balik nanya.
Gw ulangi sekali lagi pertanyaan gw:Apa maksud tulisan anda: 'mungkin akan lebih tepat jika dibandingkan dengan "Dhamma" vs "Dharma"' ?
Tidak ada yg ingin menurunkan level anda di sini. Saya hanya menyatakan arti dari sebuah kata, itu saja.Kata2 itu gw tujukan secara umum ke pembaca DC, bukan utk anda saja.
- Kata bhikkhu/bhiksu dalam kamus Pali/Sanskerta diartikan sebagai Buddhist monk, bukan Theravadin Buddhist monk maupun Mahayanist Buddhist monk. Lalu siapa yg mengaburkan arti kata bhikkhu/bhiksu di sini?Seperti yg gw bilang, anda semua sudah ngerti bhikkhu itu seperti apa, dan biksu itu seperti apa. Lalu buat apa main2 istilah kata lagi? Kecuali anda sampai sekarang tidak bisa membedakan bhikkhu dengan biksu dan tidak tahu di mana bedanya (dalam hal vinaya, jubah, silsilah, penampakan, dll).
Itu tidak merubah kenyataan bahwa kata bhikkhu/bhiksu memiliki arti yg sama.
sumber (http://dictionary.tamilcube.com/pali-dictionary.aspx), sumber (http://dictionary.tamilcube.com/sanskrit-dictionary.aspx)
ko jadi ngedebatin yg aneh2.. :(
Itu tidak merubah kenyataan bahwa kata bhikkhu/bhiksu memiliki arti yg sama.
sumber (http://dictionary.tamilcube.com/pali-dictionary.aspx), sumber (http://dictionary.tamilcube.com/sanskrit-dictionary.aspx)
tidak aneh kok !
memang sepatutnya di simak dan umat2 DC yang membaca pasti bisa mengerti serta tidak bingung, seyogianya ada perbedaan2
namanya juga anak baru yang masih belajar adaptasi, tentunya anda tidak aneh.
oo.. ga aneh ya..
brarti sy yang aneh menganggap perdebatan ini aneh.. =))
dimaafkeun yah.. namanya jg anak baru.. masih belajar adaptasi.. :-[
btw mw tanya lg,klo buddhayana ini aliran apa lagi..?
ada berapa aliran kah ajaran buddha ini..?
n apa pembedanya, apa yg eksklusif dimasing2 aliran sampe ada aliran2 tersebut?
btw mw tanya lg,klo buddhayana ini aliran apa lagi..?
ada berapa aliran kah ajaran buddha ini..?
n apa pembedanya, apa yg eksklusif dimasing2 aliran sampe ada aliaran2 tersebut?
namanya juga anak baru yang masih belajar adaptasi, tentunya anda tidak aneh.Saya baru tahu ada mashab baru di buddhism :o
sesungguhnya saya juga tidak tahu apakah Buddhyana ini suatu aliran atau bukan ? karena saya sendiri bukan pelaku di Buddhayana, tetapi di Indonesia, aliran Buddhayana ini cukup unik dan khas, karena mengadopsi beberapa tradisi Buddha yang eksis di dunia ini, sehingga aliran Buddhayana cukup banyak massa di Nusantara ini.
yang diketahui cukup besar pengikut tradisi di dunia ini, Theravada, Mayanana, Tantrayana, mungkin yang kecil juga ada.
pembedanya secara garis besar, adalah pedoman para Sangha dalam praktek Vinaya dan kitab Suci.
Menurut kalangan Buddhayana sendiri, Buddhayana adalah "wadah" yang menampung semua tradisi aliran Buddhis (Theravada, Mahayana, dan Vajrayana) yang bersifat non-sektarian.[at] Bro Jung13, anda pegang pernyataan ini karena beliau telah menerbitkan bukunya, ada kok di DC, bentar ya saya cari dlu link nya.
Ajaran Buddha pada awalnya terpecah menjadi 2 kelompok besar 100 tahun setelah wafatnya Sang Buddha, yaitu kelompok Mahasanghika dan Sthaviravada. Setelah 200 tahun, kelompok Mahasanghika terpecah menjadi 10 aliran dan Sthaviravada menjadi 8 aliran (salah satunya Vibhajjavada yang menurunkan Theravada saat ini). Kira-kira 500 tahun setelah wafatnya Sang Buddha muncul teks-teks Mahayana yang mengajarkan cita-cita Bodhisattva yang kemudian berkembang menjadi aliran Mahayana saat ini. Kemudian pada abad ke-3 M menjelang kemunduran Buddhisme di India muncul Buddhisme esoterik yang dikenal sebagai Vajrayana/Tantrayana saat ini.
Menurut kalangan Buddhayana sendiri, Buddhayana adalah "wadah" yang menampung semua tradisi aliran Buddhis (Theravada, Mahayana, dan Vajrayana) yang bersifat non-sektarian.[at] Bro Jung13, anda pegang pernyataan ini karena beliau telah menerbitkan bukunya, ada kok di DC, bentar ya saya cari dlu link nya.
Ajaran Buddha pada awalnya terpecah menjadi 2 kelompok besar 100 tahun setelah wafatnya Sang Buddha, yaitu kelompok Mahasanghika dan Sthaviravada. Setelah 200 tahun, kelompok Mahasanghika terpecah menjadi 10 aliran dan Sthaviravada menjadi 8 aliran (salah satunya Vibhajjavada yang menurunkan Theravada saat ini). Kira-kira 500 tahun setelah wafatnya Sang Buddha muncul teks-teks Mahayana yang mengajarkan cita-cita Bodhisattva yang kemudian berkembang menjadi aliran Mahayana saat ini. Kemudian pada abad ke-3 M menjelang kemunduran Buddhisme di India muncul Buddhisme esoterik yang dikenal sebagai Vajrayana/Tantrayana saat ini.
Saya baru tahu ada mashab baru di buddhism :o
:)) :)) typo granny...
:)) :)) typo granny...
granny strikes again :))masak ? pan nanya ? :o :o
Hidup granny ;Dya ampuuunnn... :hammer:
yang diketahui cukup besar pengikut tradisi di dunia ini, Theravada, Mayanana, Tantrayana, mungkin yang kecil juga ada.
pembedanya secara garis besar, adalah pedoman para Sangha dalam praktek Vinaya dan kitab Suci.
Saya baru tahu ada mashab baru di buddhism :o
maaf ya !, ada salah kesalahan tulis, yang benar MAHAYANA ;):)) :))
saya juga baru tahu ada kata baru mashab ^-^
maksud granny Shasika adalah mazhab kale ! ;D
maz.hab
[n] (1) Isl haluan atau aliran mengenai hukum fikih yg menjadi ikutan umat Islam (dikenal empat mazhab, yaitu mazhab Hanafi, Hambali, Maliki, dan Syafii): umat Islam di Indonesia banyak yg menganut -- Syafii; (2) golongan pemikir yg sepaham dl teori, ajaran, atau aliran tertentu di bidang ilmu, cabang kesenian, dsb dan yg berusaha untuk memajukan hal itu: -- ekonomi; -- seni lukis
Referensi: http://kamusbahasa/mazhab#ixzz2YyGrCVQg
- Saya saja kadang bertanya , kenapa tiap calon2 Buddha kelahiran terakhirnya pasti lahirnya di kerajaan, mungkin kalo bukan pake synonim kerajaan, mungkin keadaan yang sangat beruntung atau baik dan indah awalnya, dari contoh itu kita bisa tau, adat2 yang tidak dapat ditinggalkan dan sangat kental, jika kita memakai, kaidah maitreya atau kwan im avalokitesvara, mengapa lebih kental ke arah Tao bahkan dekat2 dengan MAHAYANA, cukup unik ya. tapi ajarannya luar biasa mungkin sangat sama, cinta kasih mentok tok cer.
_/\_
- Bisa saja kita akan selalu mencari2 ajaran2 asli dan sebenar2nya dimasa lampau, tetapi kita tidak akan bisa mencegahnya dari perubahan2 yang terus terjadi baik didalam ajaran2, maupun dalam peradaban manusia itu sendiri, itu semua akan selalu berubah, dan mungkin akan menyulitkan dalam, toh anda mempunyai prinsip2 yang cukup dari Buddha," kalo agama Buddha sudah gk bisa dipake ya tinggalkan saja, " ya toh.
- trus mau tanya bagaimana alibinya angulimala bisa menjadi arahat padahal cukup sadis
saya tidak berani mewakili theravada dalam menjawab, tapi kalau saya sebagai theravada memiliki opini pribadi seperti ini. semua agama dan semua aliran tidak ada yang salah ataupun sesat. cuma saja kan memang tujuan dan caranya berbeda beda jadi tidak bisa disalahkan.
Substansi-nya, Kalau sudah menggunakan referensi theravada sebagai pedoman praktek kehidupan dan spiritual, tentu-nya menganggap theravada itu benar yang lainnya salah... demikian juga praktisi mahayana, pasti akan menganggap yang lainnya adalah salah... Gak mungkin semua benar, tidak ada yang salah.
Ucapan seperti ini adalah ucapan normatif dan diplomatis saja.
Gak harus begitu lah, Bro. Pada kenyataannya tidak ada yang murni, bisa saja seseorang yang walaupun mengaku pengikut theravada namun juga pandangannya tercampur baur dengan mahayana, yang mungkin oleh karena itulah ada aliran lain lagi yang mengaku gabungan dari aliran2, karena pada kenyataannya memang begitu, ada yang nyampur, ada yang setengah yakin, ada yg "terlalu" yakin, dan lain2. Seseorang memilih agama dan atau aliran, mungkin lebih banyak disebabkan oleh kecocokan atau bahkan kebetulan, cocok dengan lingkungannya, atau kebetulan cocok dg pandangannya, kebetulan tradisi keluarga atau banyak temannya atau cocok dg ritualnya dll. Jadi tidak selalu karena "kebenarannya". Lagipula, kalau membaca beberapa tulisan dari "guru-guru" yang berasal dari aliran yang berbeda, menurut saya isinya juga pada dasarnya kurang lebih sama.
Selain itu tentunya memang ada juga yg ngotot kalo alirannya paling benar, bahkan bukan hanya alirannya yg paling bener tapi dirinya yang paling bener, semua aliran salah.... :)) Yang jelas macem2 dah.
Substansinya, kita nda bole main ketok palu bgitu aja karena kita nda tahu yang sebenar2nya. Peace.... :>-
Ilustrasi dari tulisan ane sebelumnya kurang lebih begini bro,
Ibarat makan bakmie, orang bisa saja menggunakan sumpit atau sendok+ garpu.
Saya bisa menggunakan sumpit, tapi saya lebih suka menggunakan sendok dan garpu.
Saya menggunakan sendok + garpu, bukan berarti saya menganggap bahwa menggunakan sumpit adalah salah.
Namun karena saya merasa lebih nyaman menggunakan sendok dan garpu ketimbang menggunakan sumpit.
Begitulah ilustrasi sederhananya.
apakah ada suatu praktek yang ada+benar di ajaran theravada dan ada+benar di ajaran mahayana, yang bukan basi-basi dan bukan diplomatis? apakah ada contohnya yang bisa disebutkan?
kalo ada berarti bisa saja anggota sekte theravada mengakui kebenaran ajaran mahayana, dan sebaliknya...
apakah ada suatu praktek yang ada+benar di ajaran theravada dan ada+benar di ajaran mahayana, yang bukan basi-basi dan bukan diplomatis? apakah ada contohnya yang bisa disebutkan?
kalo ada berarti bisa saja anggota sekte theravada mengakui kebenaran ajaran mahayana, dan sebaliknya...
apakah ada suatu praktek yang ada+benar di ajaran theravada dan ada+benar di ajaran mahayana, yang bukan basi-basi dan bukan diplomatis? apakah ada contohnya yang bisa disebutkan?
kalo ada berarti bisa saja anggota sekte theravada mengakui kebenaran ajaran mahayana, dan sebaliknya...
JMB8?betul dan banyak lagi yang lain.
betul dan banyak lagi yang lain.Jika yang dimaksud "Theravada" adalah "Mahavihara" mentok, maka sebetulnya memang benar pandangannya adalah hanya ajaran dan praktik dalam "Theravada" yang benar, lainnya pandangan salah, bermakna semu, tercemar ajaran sesat, bersifat memecah, dll.
jadi bisa saja memegang referensi dan doktrin theravada, namun melihat praktik mahayanis benar dan sesuai dengan pegangannya.
Apa bedanya jika th*******vada tidak sama dengan ma******yana.
Hayo mana predatornya.
Sdr prxxxxxtor
Menyambung jawaban pada
Pertanyaan yg sama
Di thread yg locked
Ketulusan tidak dinilai
Dari kata kata.
Dengan berdiamkita tetap
Bisa tulus lurus.
Sdr wxxxxxliam
Sy menunggu argumen anda
Argumen positif yang membangun
Kalau hanya nulis
Kunci
Apa susahnya
Tidak usah jadi moderator
Juga bisa.
Apa. Benar teravada bisa menyebabkan semua mahluk bahagia.
Jika bisa bagaimana caranya
Jika tidak kenapa iklannya tidak
Diganti saja.
Benar sekali
Cerita jalannya bgmn
Atau ganti iklan.
Anda pernah mendengar
1 +1 belum tentu 2.
Bisa 11 khan . Atau 4
Naaa
Kalau sdh begini bagaimana
Ganti saja iklannya
biarlah yg lainnya menjawab
Anda juga belum menceritakan jalannya.
Oh ya
Mengapa teravada di sini sepi.
Bagaimana caranya banyak biasa menjadi sedikit
Sy pamit dulu
Sy cari jawabannya di vihara teravada si
SEMOGA SEMUA MAHLUK BERBAHAGIA
SABHE SATTTA BHAVANTU SUKHITATHA.
SADHU SADHU SADHU
ANUMODANA ATAS PERHATIAN SDR SEKALIAN.
satu pertanyaan dari saya
no offense loh
bagaimanakah pandangan theravada terhadap yang diluar dari theravada ?
apakah adalah salah dan tidak benar dengan kata lain sesat?
_/\_
Benar! Lalu apakah kamu cukup berani dan jujur pada diri sendiri setelah melihat ini semua?