//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: MMD (Meditasi Mengenal Diri)  (Read 570173 times)

0 Members and 2 Guests are viewing this topic.

Offline tesla

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.426
  • Reputasi: 125
  • Gender: Male
  • bukan di surga atau neraka, hanya di sini
Re: MMD (Meditasi Mengenal Diri)
« Reply #510 on: 24 June 2008, 12:27:46 PM »
Alhasil...
Pikiran saya melompat-lompat mengikuti beat music/mp3...
Melompat-lompat namun saya tidak ngerasa capek...

mirip pengalaman saya nih...
saya meditasinya dulu hanya full anapanasati.
tidak ada vipassana ataupun mmd

semua terjadi tiba2x saja, seperti bendungan pecah
byk hal yg cocok dg penjelasan pak hud mengenai kebenaran 'dukkha'...

efek pertama kira2 shock, panik, mungkin gila :P
ttp ada pemahaman 4 kebenaran luhur scr berbeda, ini yg buat saya yakin ga gila ;D
trus efek plg kuat itu, seperti setiap kontak (phassa) jd jelas sekali...

jd seperti mbah menyan, mis kontak dg music -> pikiran music
kontak suara anjing -> pikiran anjing
kontak tulisan di dc -> pikiran rekan2 dc ini
ini terjadi gila2an
sangat byk kontak dlm sehari2
bahkan pikiran ini bisa sambung menyambung lagi
tp don't worry
nanti jg biasa :)
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

Offline nyanadhana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.903
  • Reputasi: 77
  • Gender: Male
  • Kebenaran melampaui batas persepsi agama...
Re: MMD (Meditasi Mengenal Diri)
« Reply #511 on: 24 June 2008, 01:02:20 PM »
kegirangan = piti? = somanassa vedana?

ketika kegirangna itu datang juga, kembali lagi ke sadar, sadar dan sadar, ada kejadian ada orng meditasi sampai menitikan air mata kebahagiaan, aku pikir ntah apa yang dia rasakan namun dia perlu segera melepaskan perasaan itu agar tidak berlarut larut soalnya akan mengganggu ketenangan dia nantinya, piti itu juga harus diacuhkan untuk bisa menuju step jhana berikutnya. secara teoritis, namun kalau secara berpraktek, maka apapun perasaan yang muncul sebaiknya sadari timbul lenyapnya hingga kita berada pada titik seimbang yaitu Jalan Tengah.
Sadhana is nothing but where a disciplined one, the love, talks to one’s own soul. It is nothing but where one cleans his own mind.

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: MMD (Meditasi Mengenal Diri)
« Reply #512 on: 24 June 2008, 07:51:41 PM »
Iya pak,
Itulah yang sulit... meninggalkan metoda-metoda lama (Experiment)
Saya sudah mencoba berbekal apa yang saya baca...
Seperti pagi ini,
saya mencoba menekan `Harapan` akan Sunyi/Hening,
dengan sengaja berisik (via mp3)...
Selalu ada KONFLIK antara 'kenyataan [yang ada sekarang]' dan 'harapan'. ...
'Konflik' ini cukup disadari ... bukan direkayasa untuk dihilangkan ...
'Sengaja melakukan sesuatu' berarti masih ada 'usaha' si aku untuk keluar dari keadaan dilematis ...
Jadi, 'memutar MP3' dengan 'tujuan' untuk menekan 'harapan akan keheningan' itu masih merupakan main-main dengan meditasi ...

Quote
Harapan akan Sunyi sering kali menjadi `Target` yang tidak dikejar,
namun diharapkan kehadirannya...
Lagi-lagi ini konflik antara 'kenyataan' dan 'harapan' ... konflik yang 'wajar' dalam kesadaran sehari-hari, menjadi 'masalah besar' dalam meditasi ...

Quote
dan ketika Suara-suara berisik Masuk...
Emosi muncul.... ditandai dengan "meluapnya" sesuatu dari belakang...
Saya menyadari ada sesuatu yang "meluap"
Namun sayangnya emosi selalu muncul...
Walaupun disadari, namun reaksinya selalu tidak bisa dikendalikan...
(dan terakhir2x, `kebencian akan berisik yang berakibat emosi` ini sudah mulai masuk dalam aktivitas sehari2)
Emosi adalah reaksi yang wajar, menyertai pikiran ... menanggapi setiap rangsangan yang masuk ...
Emosi, pikiran, tidak perlu dikendalikan ... siapa pula 'subyek' yang berniat 'mengendalikan'? ... Si aku, yang justru menjadi sumber dari semua konflik / dukkha ...
Usaha untuk 'mengendalikan' hanyalah merupakan usaha yang tidak akan ada habisnya ... Itulah yang diajarkan dalam agama, termasuk dalam agama Buddha (yang berkembang belakangan menggeser ajaran Sang Buddha) ...
Itu bukan meditasi ... Sadari saja itu ...

---

Quote
Pagi ini dalam berisiknya mp3,
Saya coba mengikuti saran teman di DC,
Untuk tidak berfocus pada satu titik (Samatha)
Namun focus pada tiap fenomena yang muncul...
Itu lebih baik daripada samatha-bhavana semata-mata ...
Tapi 'memfokus' itu sendiri masih tetap merupakan aktivitas dari si aku ... betapa pun halusnya ...
Sekarang, cobalah untuk 'tidak memfokuskan' perhatian pada apa pun sama sekali ... melainkan sekadar mengalir secara pasif dengan apa yang terjadi ... tanpa memilih-milih apa yang mau diperhatikan ... 'memfokus' sebentar tanpa disengaja boleh ... tapi jangan sengaja 'memfokus' pada sesuatu ...

Quote
Alhasil...
Pikiran saya melompat-lompat mengikuti beat music/mp3...
Melompat-lompat namun saya tidak ngerasa capek...
Bahkan,
Setelah lebih kurang beberapa lagu berakhir,
Saya ngerasain kalau pikiran tidak melompat-lompat lagi...
Tidak jelas dimana pikiran sedang focus,
Namun saya yakin, kalau saya ndak sedang terbawa arus... (alias masih sadar)
Rupanya untuk sesaat Anda merasakan kesadaran yang otentik ... "tidak merasa capek" disebabkan karena tidak ada pikiran yang bergerak, tidak ada usaha ...
"Tidak jelas apa yang diperhatikan" menunjukkan juga pikiran berhenti ... karena yang 'mengetahui' dan 'mengenali' itu pikiran ... kalau pikiran berhenti, orang akan merasa seolah-olah "tidak tahu" dan "bodoh" ... berbeda dengan orang yang "pintar" karena pikiran bergerak ...
"Yakin tidak terbawa arus" [tapi tidak tahu apa yang disadari] menunjukkan adanya kesadaran otentik di mana pikiran berhenti ...

Quote
Memang,
Meditasi singkat ini benar-benar bikin seger pikiran...
Tidak ada kerutan didahi (tidak seperti Samatha/Teja/Aloka/Anapanasati)
Itulah meditasi yang sesungguhnya ... tidak ada konsentrasi apa pun ... tidak ada teknik apa pun ... tidak ada usaha apa pun ... tidak ada tujuan apa pun ... tidak ada waktu ...

Quote
Namun,
Saya ragu kalau saya sedang ber-MMD
Mohon petunjuknya pak...
Jangan pedulikan "MMD" ... "MMD" cuma sebuah konsep ...
Yang penting adalah apa yang Anda alami ...
Dan sudah saya komentari ... :)

Salam,
hudoyo
« Last Edit: 24 June 2008, 07:57:29 PM by hudoyo »

Offline Sukma Kemenyan

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.840
  • Reputasi: 109
Re: MMD (Meditasi Mengenal Diri)
« Reply #513 on: 24 June 2008, 09:35:44 PM »
Terima kasih pak...
Tulisan diatas cukup jelas bagi saya...

Semoga saya tidak salah mengerti...

Namun,
Kalau dirangkum dalam satu kata...

Maksud bapak disini adalah... "Tidur" dalam keadaan sadar (bangun) ?


Offline gendhisjawi

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 5
  • Reputasi: 0
Re: MMD (Meditasi Mengenal Diri)
« Reply #514 on: 25 June 2008, 12:44:04 AM »
Pak Hud, mohon izin berbagi pengalaman ber-MMD, mumpung topiknya sedang pas.
Saya mulai menemukan “cara” yang pas ber-MMD justru ketika mencoba meditasi di tengah suasana seadanya, bukan saat-saat khusus. Berhubung sulit menemukan saat ideal meditasi di malam sunyi, kini saya terbiasa meditasi setiap kali ingat dan setiap kondisi memungkinkan, walau mungkin cuma 1 menit, 2 menit, 3 menit dst.
Biarpun sekejab, belakangan ini (mungkin ini perasaan saya saja) saya justru langsung menemukan keheningan pada detik-detik awal saya memulai meditasi. Biasanya, keheningan itu berangsur-angsur memudar kembali, tapi kalau nanti beruntung bisa hening lagi. Sekadar menambah info, selama ini saya juga gampang sekali tidur (tapi tidak gampang ketiduran, kecuali tubuh sedang super capek). Kalau memang berniat tidur, biasanya tak sampai 30 detik, saya sudah terlelap.
Kembali ke meditasi, saya kira kuncinya adalah meminimalisir pikiran. Kata “meminimalisir” memang mengandung nuansa “berupaya”, tapi maksud saya sebenarnya begini: manifestasi pikiran adalah penafsiran, dugaan, analisis, identifikasi, dan semacamnya. Jadi, selama saya tak melakukan semua itu tadi, ada kemungkinan pikiran saya juga berhenti.
Karena itu ketika sedang bermeditasi, saya tak menafsirkan suara-suara, menduga-duga suara-suara, mengidentifikasi suara-suara, serta menganalisis suara-suara. Biarkan suara-suara masuk kuping apa adanya. Ini juga saya jadikan kontrol. Selama saya masih biasa mengidentifikasi suara-suara itu, berarti pikiran saya masih bekerja.
Saya termasuk orang yang lebih suka menutup mata ketika meditasi karena dengan cara itu paling tidak saya membatasi sensasi yang masuk melalui mata. Tapi, kalau saya merasa bisa meditasi di suatu tempat dan waktu ketika ada orang lain di sekitar saya, ya saya akan melek seperti biasa. Tapi ya itu tadi, saya sebisa mungkin enggak melakukan aktifitas yang menjadi manifestasi pikiran.
Pengalaman meditasi dengan mata terbuka, sering saya lakukan sembari melintasi Tol Jagorawi saban berangkat kerja. Saya memegang setir dengan penuh kesadaran, tapi bukan konsentrasi. Salah satu trik saya meminimalisir pikiran sembari menyetir adalah tidak melihat spion! Saya beranggapan, kalau melihat spion berarti mau tak mau saya harus menganalisis situasi jalan. Mungkin ada yang beranggapan mustahil mengemudi di jalan tol tanpa melihat spion.  Tapi, pengalaman saya, tanpa dengan sengaja melihat spion pun, asal kita membuka mata apa adanya tanpa memilih-milih obyek, mungkin 150 derajat ruang pandang bisa terpantau mata, termasuk bayangan di spion.
Mungkin banyak yang menganggap saya berlebihan atau melebih-lebihkan cerita. Tapi, sungguh, itu saya lakukan hampir tiap hari. Dan saya yakin 1000%, cara mengemudi dengan “penuh kesadaran” sekaligus minim pikiran itu jauh lebih aman ketimbang mengemudi penuh konsentrasi sekaligus emosi. Sebab, semua perilaku tangan dan kaki saya benar-benar berdasarkan “situasi jalan sungguhan” , bukan “persepsi pikiran mengenai situasi jalan”.
Kaki saya hanya akan memancal gas secara otomatis ketika ada ruang yang cukup di depan kendaraan, bukan karena ingin ngebut atau ingin menyalip kendaraan lain. Kaki saya akan menginjak rem semata-mata karena situasi jalan tak memungkinan kendaraan saya melaju dengan kecepatan semula. Dalam situasi meditative seperti itu, saya mengemudi tanpa emosi. Tak ingin buru-buru atau tak ingin pamer. Ketika ada kendaraan lain memotong jalan, saya akan mengerem dengan sukarela dan otomatis tanpa disertai rasa marah atau terprovokasi. Tapi,kalau ditanya saya tadi menyalip kendaraan merek apa saja, kinclong atau tidak, warnanya apa, jenisnya apa, saya enggak akan bisa jawab.
Saya menganggap ini bukan pengalaman luar biasa karena mirip-mirip orang yang nyetir sambil ngobrol atau menelpon. Cuma, kalau ngobrol atau menelpon, nyetirnya tidak sadar, sedangkan yang ini sadar sepenuhnya.
Pak Hud, minta petunjuk. Mohon koreksi kalau eksperimen saya ber-MMD dalam kehidupan sehari-hari ternyata malah melenceng.
Sekalian nambahi (mumpung semangat menulis ), menurut saya, aktifitas maksluk hidup terdorong oleh dua hal: kebutuhan dan keinginan. Saya makan ketika perut telah lapar, itu kebutuhan. Tapi, kalau ketika makan saya memilih menu yang tampaknya lebih enak, ini keinginan. Tidur karena ngantuk itu kebutuhan. Tapi kalau berencana tidur di hotel, ini keinginan. Berpakaian agar tak kedinginan, ini kebutuhan. Tapi kalau tertarik memilih baju yang bagus, itu sudah keinginan.
Nah, saya kira, aktifitas fisik yang dijalankan oleh orang-orang yang telah “hilang  akunya” semata-mata terdorong oleh kebutuhan, bukan keinginan.
Wah, panjang banget posting saya, Pak Hud. Maaf. Salam bagi semuanya.

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: MMD (Meditasi Mengenal Diri)
« Reply #515 on: 25 June 2008, 03:56:17 AM »
[...]
Namun,
Kalau dirangkum dalam satu kata...
Maksud bapak disini adalah... "Tidur" dalam keadaan sadar (bangun) ?
Kalau dibilang "tidur dalam keadaan sadar/bangun", nanti yang membaca bisa bingung, sekalipun orang yang sudah mengalaminya bisa mengerti ... :)  Mengapa? ... Karena sebetulnya ada tiga lapisan keadaan batin:
(1) tidur/bermimpi
(2) jaga/bangun di mana pikiran/aku bergerak - ini kesadaran kita sehari-hari
(3) sadar/eling di mana pikiran/aku berhenti

Salam,
hudoyo
« Last Edit: 25 June 2008, 03:58:18 AM by hudoyo »

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: MMD (Meditasi Mengenal Diri)
« Reply #516 on: 25 June 2008, 04:04:57 AM »
Pak Hud, mohon izin berbagi pengalaman ber-MMD, mumpung topiknya sedang pas. [...]
Terima kasih banyak, Mas Gendhisjawi, atas sharing uraian sadar dalam kehidupan sehari-hari yang sangat rinci dan jelas. ... Silakan teruskan ... tidak ada yang perlu saya "luruskan". ... :)

Salam,
hudoyo

Offline HokBen

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.525
  • Reputasi: 100
  • Gender: Male
Re: MMD (Meditasi Mengenal Diri)
« Reply #517 on: 25 June 2008, 08:59:37 AM »
Jadi, meditasi yang diajarkan Pak Hud itu sperti apa? Maksudnya... bagaimana meditasinya?
Kalau pikiran minta dijelaskan, bagaimana meditasi ... sadari pikiran yang minta dijelaskan itu ... Jangan menunggu penjelasan tentang meditasi, melainkan terjunlah langsung mengamati pikiran itu ... :)

Quote
Kata Pak Hud kan eling... nah keelingan apa yang dimaksud?
Kalau pikiran memikirkan apa itu 'eling', sadari pikiran yang memikirkan 'eling' itu ... Jangan menunggu sampai mengerti tentang 'eling' ... :)

Quote
Kalau eling kadang secara tidak sadar batin pasti melabel... "panas nih", "pegel nih", dsb...
Ketika batin tidak sadar, sadari saja batin yang tidak sadar itu ... jangan berusaha untuk sadar ... :)
Ketika pikiran melabel, sadari saja pikiran yang melabel itu ... Jangan berusaha menghentikannya. ... :)

Quote
Jadi perhatikan seperti apa yang dimaksud?
Ketika pikiran bertanya, "seperti apa yang dimaksud dengan 'perhatikan' " ... sadari saja pikiran yang bertanya itu ... jangan menunggu jawaban ... :)

Quote
Ketika panas, sadari saja panas? Dan biarkan? Begitu?
Ketika pikiran bertanya, "sadari saja panas?" ... sadari pikiran yang bertanya itu ... jangan menunggu dijawab "ya" ... :)
Ketika pikiran bertanya, "dibiarkan saja?" ... sadari saja pikiran yang bertanya itu ... jangan menunggu dijawab "ya" ... :)
Ketika pikiran mengharapkan kepastian, "begitu?" ... sadari saja pikiran yang mengharapkan kepastian itu ... jangan menunggu kepastian ... :)

Salam,
Hudoyo

Pak..
sama ga dgn salah satu metode meditasi ( lupa nama pengajarnyanya.. ) yang mengajarkan untuk mencatat setiap gerakan batin..
kalo pas ingin jalan catat "ingin", setelah mulai berjalan catat "berjalan", pas ingin berhenti catat "ingin" , dst...

thx

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: MMD (Meditasi Mengenal Diri)
« Reply #518 on: 25 June 2008, 09:05:04 AM »
Rekan Hok Ben,

Itu diajarkan dalam teknik vipassana versi Mahasi Sayadaw.

Menurut hemat saya, itu "dua kali kerja": pertama, mengamati ... kedua, mencatat. ... Selama itu dilakukan, pikiran tidak mungkin berhenti ...

Dalam MMD, cukup disadari saja: keinginan, gerak, ... dsb, tanpa dicatat.

Rekan Hok Ben, mungkin bagi Anda ini masih belum jelas; karena Anda cuma mencoba memahaminya dengan pikiran ... Anda tidak bisa membayangkan bagaimana "menyadari tanpa pikiran" ... Nah, kalau mau tahu dengan jelas, tidak ada jalan lain daripada mempraktikkannya. ...

Cobalah ... dan Anda akan tahu berdasarkan pengalaman sendiri, bukan dari pikiran ... Dan pengalaman itu sangat mencerahkan ... Hidup Anda akan berubah total ... Dan Anda akan mengerti mengapa Sang Buddha bilang: "Nibanna adalah kebahagiaan tertinggi." ...

Salam,
hudoyo
« Last Edit: 25 June 2008, 09:08:02 AM by hudoyo »

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: MMD (Meditasi Mengenal Diri)
« Reply #519 on: 25 June 2008, 09:37:04 AM »
[Dari thread: "Persepsi Murni (Mulapariyaya), Citta Vithi (Abhidhamma)" (Buddhisme untuk Pemula)]

Bukan begitu pak... saya menyesuaikan dg lawan bicara sedang memakai bagian mana dalam Tipitaka...
Kalau saya telusuri lagi diskusi Anda dengan Markos:
(1) Markos menyatakan, 'pikiran tidak bisa berhenti', sesuai ajaran Abhidhamma;
(2) Anda berkata, bisa, yakni 'nirodha-samapatti', sesuai teori jhana;
(3) diskusi berkisar seputar jhana-8 dan 'nirodha-samapatti';
(4) Anda kemudian menulis: "sekedar info, soal resolusi sebelum nirodha-samapatti ini cocok pula dg pengakuan pengalaman pak Hud".

Pada poin #4 itulah kekeliruan terjadi, karena 'berhentinya pikiran' yang saya uraikan sama sekali bukan teori 'nirodha-samapatti'. ... Alasannya sangat jelas:
- 'berhentinya pikiran' yang saya uraikan adalah peristiwa yang sering dialami oleh pemeditasi vipassana/MMD - banyak pemeditasi MMD mengalaminya untuk beberapa detik, satu-dua orang mengalaminya untuk waktu yang lebih lama - Ini terjadi tanpa melalui jhana, karena MMD tidak mengajarkan jhana;
- 'nirodha-samapatti' menurut teori jhana hanya tercapai sesudah melampaui jhana-8, yang menurut uraian di kitab-kitab tampaknya sangat sukar tercapai.

Kalau mau mencari penjelasan di kitab-kitab Pali tentang 'berhentinya pikiran' yang saya uraikan, mungkin Anda bisa bandingkan dengan 'khanika-samadhi' dalam teori vipassana sebagaimana diuraikan dalam Visuddhi-magga. ... Tapi saya tidak mau berteori ... :)


Quote
Quote
Di situ Sang Buddha berkata:
(1) "Di dalam yang terlihat hanya ada yang terlihat ... dst" - Ini berarti 'pikiran berhenti'.
(2) "Kalau bisa berada di situ, ... kamu tidak ada ... itulah akhir dukkha" - ini nibbana.
ingin tanya yg no. (1) pak.
"Di dalam yg terlihat hanya ada yg terlihat... dst"

saya tidak tahu ini pikiran berhenti atau bukan, tapi pengalaman saya,
ketika merasakan penderitaan dan kemudian menyadari bahwa penderitaan itu berasal dari pikiran yg berusaha merubah kondisi utk mencapai kondisi yg diinginkan.
dan ketika saya tidak berusaha merubah kondisi lagi, penderitaan bathin pun berhenti.
kondisi di luar tetap saja begitu, tidak berubah.
yg berubah hanya saya yg menerima apa adanya.
Lebih dulu, perlu kita pahami pikiran itu apa, sifat-sifat pikiran itu bagaimana:

* Menurut definisi disiplin psikologi dan menurut pengalaman batin saya sendiri, berpikir/pikiran (thinking, thought) adalah 'respons batin terhadap rangsangan yang masuk dari luar (melalui pancaindra) atau dari dalam (sebagai ingatan).' - Jadi, harus ada rangsangan dulu, baru ada tanggapan batin berupa pikiran.

* Pikiran selalu menggunakan simbol-simbol; dalam hal ini kata-kata/bahasa. - Bayi atau binatang (yang tidak punya perbendaharaan kata) tidak berpikir. - Pada dasarnya, berpikir sama dengan 'bicara dengan diri sendiri'.

* Pikiran menciptakan 'subyek' (aku/atta) yang sebetulnya adalah delusi/ilusi. (Mulapariyaya-sutta). Maka pikiran menciptakan DUALITAS antara 'subyek' dan 'obyek'. - Pikiran dan aku/atta muncul bersama-sama, dan lenyap bersama-sama.

* Pikiran membawa emosi (kasar atau halus).

* Pikiran & aku hanya bisa berada di masa lampau atau di masa depan; pikiran/aku tidak mungkin berada pada saat kini - Dengan kata lain, untuk berada pada saat kini, pikiran/aku harus berhenti.

* Pikiran (respons batin terhadap rangsangan) bisa berhenti, dalam keadaan sadar/eling yang kuat.

*****

Nah, sekarang izinkan saya mengomentari pengalaman batin yang Anda uraikan di atas berdasarkan prinsip-prinsip yang saya ketahui tentang pikiran. Mohon dikoreksi kalau dalam komentar ini ada yang salah atau tidak sesuai dengan pengalaman batin Anda. :)

(1) "Anda 'merasakan' penderitaan." ... Ini bisa
(1a) berupa suatu peristiwa yang Anda lihat/alami sendiri pada saat kini; atau bisa pula
(1b) berupa ingatan yang berasal dari apa yang Anda lihat atau pelajari di masa lampau dan sekarang muncul kembali dalam batin Anda. ...
Tetapi, mana pun yang terjadi, 'rangsangan' yang Anda terima itu Anda tanggapi (respond), Anda kenali (recognize) sebagai 'penderitaan' ...
(1c) KATA 'penderitaan' sebagai 'response' atau 'recognition' itu menunjukkan sebuah konsep ... itu adalah pikiran yang bergerak menanggapi pengalaman batin Anda akan suatu rasa tidak nyaman yang kemudian Anda sebut "penderitaan". ...

(2) "Anda 'menyadari' bahwa 'penderitaan' itu disebabkan oleh pikiran yang berusaha mencapai kondisi yang diinginkan" ... Tergantung dari mana datangnya konsep 'penderitaan' itu (apakah dari (1a) atau dari (1b)), maka yang terjadi adalah:
(2a) Anda melihat langsung pikiran/aku & keinginan bergerak dan menyebabkan rasa tidak nyaman yang kemudian Anda sebut "penderitaan", atau
(2b) Anda meneruskan proses berpikir dalam (1b), dan secara analitis menghubungkan konsep 'pikiran yang bergerak' dengan konsep 'penderitaan'.
(2c) Apa yang Anda alami dalam (2a) adalah suatu pencerahan, sedangkan kalau yang Anda alami (2b), itu hanyalah konseptualisasi.

(3) "Anda 'menyadari' bahwa ketika tidak ada usaha/pikiran untuk mengubah keadaan, penderitaan pun berhenti" - Yang terjadi mungkin:
(3a) Anda melihat langsung bahwa berhentinya pikiran/aku/usaha berkaitan dengan lenyapnya rasa tidak nyaman, yang kemudian Anda sebut "lenyapnya penderitaan", atau
(3b) Anda meneruskan proses berpikir dalam (2b), dan secara analitis menghubungan konsep 'berhentinya pikiran' dengan 'lenyapnya penderitaan'.
(3c) Apa yang Anda alami dalam (3a) adalah suatu pencerahan, sedangkan kalau yang Anda alami (3b), itu hanyalah konseptualisasi.

CATATAN: Proses (1a) dan (1b), (2a) dan (2b), (3a) dan (3b) bisa terjadi berselang-seling ... Maksudnya, Anda bisa mengalami pencerahan (di luar pikiran/aku) ... kemudian Anda pikirkan, renungkan, analisis menjadi konsep-konsep ... kemudian mengalami pencerahan selanjutnya ... Anda renungkan kembali ... dst. (Yang saya sebut 'merenungkan' bisa terjadi secepat kilat.)

'Pencerahan' dapat dikenali (belakangan) sebagai suatu pemahaman yang timbul tanpa melalui pikiran, tanpa konsep. ... Selama masih ada konsep, itu bukan 'pencerahan', melainkan 'perenungan', 'pemikiran'. ...

Terakhir, Anda mengalami bahwa ada suatu perubahan dalam batin Anda ... yang Anda renungkan sebagai "batin menerima apa adanya, sementara yang di luar tidak terpengaruh". ... Itu adalah suatu pencerahan, yang kemudian Anda renungkan kembali menjadi konsep, menjadi kalimat tersebut.


Quote
seperti inikah "Di dalam yg terlihat hanya ada yg terlihat... "?
Di sini yang ada hanyalah 'apa adanya' ... tidak ada konsep 'penderitaan' ... tidak ada konsep 'sebab penderitaan' ... tidak ada konsep 'lenyapnya penderitaan' ... apalagi konsep 'jalan menuju lenyapnya penderitaan' ... Singkatnya: pikiran/si aku berhenti. ... Itulah yang di tempat lain saya sebut: MENGALAMI/MENEMBUS Empat Kebenaran Mulia secara langsung, serempak, sebagai satu kesatuan integral ... melampaui konsep-konsep pikiran analitis. ... Di situ tidak ada apa-apa ... hanya keheningan total. ... Sang Buddha bilang: "... Kalau kamu bisa berada dalam keadaan itu ... kamu tidak ada ... itulah, hanya itulah, akhir derita."


Quote
tapi agak berapa lama kemudian, pikiran berusaha lagi mencari jalan yg lebih baik, menjadi arsitek hidup, dll... hasilnya penderitaan bathin muncul lagi.
Tentu saja ... :)

Maaf, kalau terlalu panjang. :)

Salam,
hudoyo
« Last Edit: 25 June 2008, 10:00:53 AM by hudoyo »

Offline tesla

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.426
  • Reputasi: 125
  • Gender: Male
  • bukan di surga atau neraka, hanya di sini
Re: MMD (Meditasi Mengenal Diri)
« Reply #520 on: 25 June 2008, 10:01:51 AM »
soal jhana & nirodha lupakan saja pak... :P

uraiannya pas (tidak terlalu panjang) :jempol:

Terima kasih _/\_
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Dari MMD di Bali (20-22 Juni '08): Ibu Sonya Elsegood, 51 th.
« Reply #521 on: 26 June 2008, 07:58:10 AM »
[Dari retret MMD di Bali, 20-22 Juni 2008: Komentar Ibu Sonja Elsegood, 51 tahun, guru bahasa Inggris, tinggal di Bali (saya terjemahkan di bawah):]

"What has been my experience from following three days of Meditasi Mengenal Diri? First of all, I wish to thank you very much, Pak Hudoyo, for a most useful experience and your very enlightening teachings. I learnt many things about both the nature of my own mental patterns and also about the nature of pure, perfect consciousness. During these 3 days I have been able to glimpse that inner stillness beyond the constant stream of thoughts and feelings. You have given me a lot to ponder on as well, particularly your comments this morning about the difference between awareness and experiencing the flow of thoughts and feelings with one's awareness as opposing to being the "observer" of one's thoughts and feelings. OF course it is supremely logical to say that the question 'Who is the observer?' already implies the 'I' being there. There is a subtle shift between awareness and consciousness in terms of becoming the observer.

I found your explanation yesterday about the 4 stages beginning with labelling which produce thought and thinking; as a teacher of critical thinking this idea is very clear to me because even the labelling process itself can involve judgement and evaluation. I thought of a saying, "The difference between a flower and a weed is simply a judgement." Just a name, but a plant called a flower is valued whereas one called a weed is seen to be rubbish needing to be destroyed. But actually a weed appreciated for itself can be a very beautiful plant as well as a flower. In the academic world I move, every single word used to describe something encapsulates a judgement and manifests a whole mental construct often which is culturally based.

Thank you, Pak Hudoyo, for making this clear and paving the way for us to develop a suffering-free form of consciousness, where using our awareness we are able to accept whatever is at that moment, 'apa adanya', without torturing ourselves constantly by judging good/bad.

After these 3 days I feel my senses, including my mind is steadied, not being pulled here and there so easily. I also feel more in touch with myself, not muy ego self, but myself as the core that pervades the universe and all objects, animate and inanimate.

I find your technique, MMD, to be a very useful and appropriate one for me. Your explanations about the other vipassana techniques really made sense to me because they articulated my own concerns for many years. I have always been baffled by technniques which try to achieve something, no matter how wonderful that something is, because that striving to achieve it means the ego is still at the helm of our endeavours, which cannot but fail if our goal is egolessness.

Your comments about the symbolism of Christ are very interesting and thought-provoking. Sri Sri Ravi Shankar has also talked on this topic. His view is that the meaning of Christ's sacrifice and crucifixion is to exemplify the importance of surrender in the spiritual path. The whole tradition of gurus probably exemplifies this. As you say, we cannot "save" ourselves, because the very desire to save ourselves already pushes the ego to the fore.

Buddhism is a somewhat different path, because it emphasises using wisdom to gain insight into Maya. But the guru path uses 'surrender'. This mind with all its conflicts and beauty I surrender to you. In my case, being more a heart person rather than a head, the path of surrender is very appealing to me because it emphasises love and loving kindness as the source of all breaking down the ego barriers and realising oneness.

As you say, we each have our right path, but your Meditasi Mengenal Diri has been a very useful addition to my path and I will most definitely join again. THANK YOU!"

TERJEMAHAN:

"Apakah pengalaman saya dalam mengikuti tiga hari Meditasi Mengenal Diri? Pertama-tama, saya ingin mengucapkan terima kasih banyak, Pak Hudoyo, untuk suatu pengalaman yang sangat bermanfaat dan ajaran Anda yang amat mencerahkan. Saya belajar banyak hal tentang hal-ihwal pola-pola batin saya sendiri dan juga tentang hakikat kesadaran yang murni & sempurna. Selama tiga hari ini, saya dapat mencicipi keheningan batin yang mengatasi arus pikiran & perasaan yang tak ada habisnya. Anda juga memberi saya banyak hal untuk direnungkan, terutama komentar Anda pagi ini tentang perbedaan antara keadaan sadar/eling serta mengalami arus pikiran & perasaan dengan kesadaran kita di satu pihak dengan menjadi "si pengamat" dari pikiran & perasaan di lain pihak. Sudah tentu sangat logis bila pertanyaan "Siapakah si pengamat?" sudah mengimplikasikan si 'Aku' ada di situ. Ada pergeseran halus antara keadaan sadar (awareness) kesadaran (consciousness) yang menjadi 'si pengamat'.

Saya melihat penjelasan Anda kemarin tentang 4 tahap yang mulai dengan pemberian label yang menghasilkan pikiran dan proses berpikir; sebagai pengajar 'berpikir kritis' ide ini sangat jelas bagi saya, oleh karena bahkan proses pelabelan itu sendiri bisa melibatkan penghakiman dan penilaian. Saya teringat akan pepatah, "Perbedaan antara sekuntum bunga dan rumput liar hanyalah sekadar penilaian." Hanya sekadar nama, karena tumbuhan yang disebut bunga dihargai, sedangkan tumbuhan yang disebut rumput liar dianggap sampah dan perlu dimusnahkan. Namun sesungguhnya, rumput liar yang dihargai dalam dirinya sendiri bisa merupakan tumbuhan yang sangat indah sama seperti sekuntum bunga. Di dalam dunia akademis tempat saya bekerja, di dalam setiap patah kata yang digunakan untuk mendeskripsikan sesuatu terkandung suatu penilaian dan terwujud suatu konstruk mental penuh, yang sering kali mempunyai dasar kultural.

Terima kasih, Pak Hudoyo, untuk menjelaskan ini dan membuka jalan bagi kita untuk mengembangkan suatu kesadaran yang bebas-penderitaan, yang dengan menggunakan kesadaran kita, kita mampu menerima apa pun pada saat itu, 'apa adanya', tanpa menyiksa batin kita dengan terus-menerus menilai baik/buruk.

Setelah tiga hari ini, saya merasa indra-indra saya, termasuk batin saya menjadi seimbang, tidak mudah terseret ke sana ke mari. Saya juga merasa menyentuh diri saya, bukan diri ego, melainkan diri saya sebagai pusat yang meresapi alam semesta dan semua obyek, yang bernyawa maupun tak bernyawa.

Saya mendapati teknik Anda, MMD, sangat bermanfaat dan cocok bagi saya. Penjelasan Anda tentang teknik-teknik vipassana yang lain sungguh masuk akal bagi saya, oleh karena hal itu mengungkapkan keprihatinan saya selama bertahun-tahun. Saya selalu bingung dengan teknik-teknik yang mencoba mencapai sesuatu, tidak peduli betapa menarik sesuatu itu, oleh karena perjuangan mencapainya menyiratkan masih adanya ego sebagai pengemudi dari semua usaha kita, yang jelas tidak akan berhasil kalau tujuan kita adalah tanpa-ego.

Komentar Anda tentang simbolisme Kristus sangat menarik dan menggugah perenungan. Sri Sri Ravi Shankar juga pernah membahas topik ini. Pandangan beliau adalah bahwa makna dari pengorbanan & penyaliban Kristus adalah untuk memberi teladan akan pentingnya penyerahan diri dalam jalan spiritual. Seluruh tradisi guru-murid tampaknya memberi teladan mengenai hal ini. Seperti Anda bilang, kita tidak bisa "menyelamatkan" diri sendiri, oleh karena keinginan untuk menyelamatkan diri itu sendiri sudah mendorong ego ke depan.

Buddhisme merupakan jalan yang agak lain, oleh karena ia menekankan penggunaan kearifan untuk menembus Maya. Tetapi jalan Guru menggunakan 'penyerahan diri'. Batin dengan seluruh konflik dan keindahannya saya serahkan kepada Guru. Dalam hal saya, karena saya lebih condong ke hati daripada pikiran, jalan penyerahan diri ini sangat menarik bagi saya oleh karena menekankan cinta kasih dan welas asih sebagai sumber dari seluruh keruntuhan penghalang ego dan mencapai kesatuan.

Seperti Anda bilang, masing-masing dari kita mempunyai jalan kita yang benar, tetapi Meditasi Mengenal Diri Anda merupakan tambahan yang sangat bermanfaat bagi jalan saya, dan saya sangat pasti akan mengikutinya lagi. TERIMA KASIH!"

=========================
CATATAN:

Dalam perjalanan pulang dari Brahmavihara-arama (Singaraja) ke Denpasar, Ibu Sonya, saya dan beberapa teman lain berada dalam satu mobil. Saya sempat mengomentari paham tentang 'penyerahan diri' (surrender): di dalam 'penyerahan diri', termasuk rasa 'menyerahkan diri kepada seorang guru tertentu', rasa 'menjadi murid dari seorang guru tertentu', merasa 'menjadi satu dengan alam semesta', dsb, masih terdapat si aku yang sangat halus.

Mula-mula Ibu Sonya tidak mengerti. Tetapi setelah saya kejar terus secara konsisten, "Siapa yang menyerahkan diri?", "Siapa yang merasa menjadi murid seorang guru tertentu?", "Siapa yang merasa menyatu dengan alam semesta?", Ibu Sonya tampak berpikir keras.

Salam,
Hudoyo
« Last Edit: 26 June 2008, 08:12:42 AM by hudoyo »

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Re: MMD (Meditasi Mengenal Diri)
« Reply #522 on: 27 June 2008, 08:00:20 PM »
Pak mau nanya dikit...
Apakah saya sedang mengkhayal?
Pada saat meditasi saya merasakan hal yang sangat aneh...
Hal tersebut adalah ketika meditasi tangan saya dan tubuh saya sering kali terangkat ke atas?(tapi pada saat itu sebelum terangkat biasanya saya sudah hentikan,mungkin agak shock?)
Sebenarnya saya juga agak ragu dan agak menolak hal tersebut,setahu saya tidak ada sensasi seperti badan melayang bukan?
Hal yang saya rasakan sudah beberapa kali dan saya pikir itu hanya ilusi saya semata atau mungkin saya yang "merasa"...(Tapi jika dibilang saya merasa tidak mungkin juga,karena pada saat saya membuka mata saya tahu posisi tangan saya sudah berubah?Apakah ini praktek yang sudah menyimpang?Karena kita "wajib" diam?)
Pertama saat meditasi semua aura menjadi dingin dan tangan saya dengan sendiri naik ke atas sampai kedada dan saat2 tertentu berhenti.Tepat pada saat berhenti tidak ada apa2(Yang ada tangan saya kesemutan karena tangan saya berada didada,dan saya membetulkan posisinya kembali)...
Kedua saat meditasi tangan saya bukan lagi naik sejajar tetapi ke depan dan naik ke atas mengikuti irama angin?Pada saat itu juga berhenti tepat didada saya rasa.Kemudian hal yang saya lakukan sama,membetulkan posisinya kembali...
Pada saat meditasi yang paling sering adalah tubuh saya "ingin" melayang,atau tidak menyentuh kasur?Apakah pratek saya ada yang salah?
Akhir2 ini batin saya selalu risau dan risau,saya tidak tahu mengapa....Dan ketika marah ada luapan emosi yang sepertinya seakan2 siap meledak(pada saat2 seperti itu saya mencoba untuk sadar dan mengamati...Tepat  pada saat emosi itu juga,rasanya tubuh ini "ingin" memukul sesuatu?)


Salam,
Riky
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Re: MMD (Meditasi Mengenal Diri)
« Reply #523 on: 27 June 2008, 08:46:47 PM »
[at]Atas...
Marah itu ditujukan bukan pada saat meditasi,tapi pada saat2 tertentu/pada kegiatan sehari2(Ketika kesal akan sesuatu dll)

Salam,
Riky
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: MMD (Meditasi Mengenal Diri)
« Reply #524 on: 28 June 2008, 10:05:20 AM »
Riky,

Banyak pemeditasi ketika duduk diam mengalami gerakan fisik (badan) yang tidak dikehendaki, yang didorong dari bawah sadar. Gerakan fisik itu bisa macam-macam. ... Kalau gerakan itu muncul, "tugas" kita sama saja: sadari saja secara pasif ... jangan diminati, disenangi, diperhatikan sebagai sesuatu yang menarik ... tapi sadari saja secara pasif, sama seperti Anda menyadari napas Anda atau menyadari bagian-bagian tubuh yang lain ... Nanti gerakan itu akan berakhir dengan sendirinya. ... Di lain pihak, gerakan itu jangan ditekan ... kalau ditekan, memang akan berhenti ... tapi nanti akan muncul kembali ...

Tentang batin yang risau ... yah, memang pada saat-saat ini Anda sedang risau ... terima saja, tidak perlu memikirkan sebab-sebabnya ... Yang penting, sadari juga bagaimana batin Anda bereaksi terhadap kerisauan itu ... risau itu kan suatu rasa yang tidak enak ... biasanya si aku tidak suka itu dan mencari jalan untuk menghilangkannya ... nah, sadari juga reaksi si aku terhadsap risau itu ... Beradalah bersama risau itu, sekalipun itu berlangsung untuk beberapa lama ... jangan lari dari situ ... risau itu adalah Anda, adalah aku Anda ... Justru semua perasaan yang tidak enak itu memberi pelajaran bahwa kita masih mempunyai aku ...

Salam,
hudoyo