13. Avuso, berdasarkan keadaan ini, mungkin ada bhikkhu berkeinginan: "Sungguh baik bila saya sendiri membabarkan dhamma sebagai pernyataan 'anumodana' (membabar dhamma setelah menerima dana), setelah makan dana-makanan, di tempat makan yang ditentukan, sedangkan bhikkhu lain tidak melakukannya. Avuso, tetapi mungkin bhikkhu lain membabarkan dhamma setelah makan dana-makanan di tempat makan yang ditentukan, sedangkan bhikkhu itu tidak melakukannya. Bhikkhu itu berpikir, "Bhikkhu lain membabarkan dhamma setelah makan dana-makanan di tempat makan yang ditentukan, sedangkan saya tidak melakukannya," lalu ia marah dan tidak senang. Avuso, marah dan ketidaksenangan adalah noda-noda batin.
Avuso, berdasarkan keadaan ini, mungkin ada bhikkhu berkeinginan: "Sungguh baik bila saya sendiri yang membabarkan dhamma kepada para bhikkhu yang mengunjungi vihara dan tidak ada bhikkhu lain yang melakukannya." Avuso, tetapi mungkin bhikkhu lain yang membabarkan dhamma kepada para bhikkhu yang mengunjungi vihara, sedangkan bhikkhu itu tidak melakukannya. Bhikkhu itu berpikir, "Bhikkhu lain membabarkan dhamma kepada para bhikkhu yang mengunjungi vihara, sedangkan saya tidak melakukannya," lalu ia marah dan tidak senang. Avuso, marah dan ketidaksenangan adalah noda-noda batin.
14. Avuso, berdasarkan keadaan ini, mungkin ada bhikkhu berkeinginan: "Sungguh baik bila saya sendiri yang membabarkan dhamma kepada para bhikkhuni ... dst .. ... kepada upasaka yang mengunjungi vihara... dst .. ... kepada para upasika yang mengunjungi vihara, sedangkan bhikkhu lain tidak melakukannya." Avuso, tetapi mungkin bhikkhu lain yang membabarkan dhamma kepada para upasika yang mengunjungi vihara, sedangkan bhikkhu itu tidak melakukannya. Bhikkhu itu berpikir, "Bhikkhu lain membabarkan dhamma kepada para upasika yang mengunjungi vihara, sedangkan saya tidak melakukannya," lalu ia marah dan tidak senang. Avuso, marah dan ketidaksenangan adalah noda-noda batin.
Avuso, berdasarkan keadaan ini, mungkin ada bhikkhu berkeinginan: "Sungguh baik bila para bhikkhu menghormat, memuja, memuji dan menghargai saya sendiri, sedangkan para bhikkhu tidak menghormati, memuja, memuji atau menghargai bhikkhu lain." Avuso, tetapi mungkin para bhikkhu menghormat, memuja, memuji dan menghargai bhikkhu lain, sedangkan para bhikkhu tidak menghormat, memuja, memuji dan menghargai bhikkhu itu. Bhikkhu itu berpikir: "Para bhikkhu menghormat, memuja, memuji dan menghargai bhikkhu lain, sedangkan saya tidak dihormat, dipuja, dipuji dan dihormati oleh para bhikkhu," lalu ia marah dan tidak senang. Avuso, marah dan ketidaksenangan adalah noda-noda batin.
15. Avuso, berdasarkan keadaan ini, mungkin ada bhikkhu berkeinginan: "Sungguh baik bila para bhikkhuni ... para upasaka sendiri, sedangkan para upasika tidak menghormat, memuja, memuji atau menghargai bhikkhu lain." Avuso, tetapi mungkin para upasika menghormat, memuja, memuji dan menghargai bhikkhu lain, sedangkan para upasika tidak menghormat, memuja, memuji dan menghargai bhikkhu itu. Bhikkhu itu berpikir: "Para upasika menghormat, memuja, memuji dan menghargai bhikkhu lain, sedangkan saya tidak dihormat, dipuja, dipuji dan dihormati oleh para upasika," lalu ia marah dan tidak senang. Avuso, marah dan ketidaksenangan adalah noda-noda batin.
Avuso, berdasarkan keadaan ini, mungkin ada bhikkhu berkeinginan: "Sungguh baik bila hanya saya sendiri menerima jubah yang bagus, sedangkan bhikkhu lain tidak menerima jubah yang bagus." Avuso, tetapi mungkin bhikkhu lain menerima jubah yang bagus, sedangkan bhikkhu itu tidak menerima jubah yang bagus. Bhikkhu itu berpikir: "Bhikkhu lain menerima jubah yang bagus, sedangkan saya tidak menerima jubah yang bagus," lalu ia marah dan tidak senang. Avuso, marah dan tidaksenangan adalah noda-noda batin.
16. Avuso, berdasarkan keadaan ini, mungkin ada bhikkhu berkeinginan: "Sungguh baik bila hanya saya sendiri menerima dana-makanan yang baik ... tempat tinggal saya bagus ... obat-obatan yang bagus dan kebutuhan pengobatan yang digunakan dalam keadaan sakit, sedangkan bhikkhu yang lain tidak menerima hal-hal itu." Avuso, tetapi mungkin bhikkhu lain menerima obat-obatan dan kebutuhan pengobatan yang digunakan dalam keadaan sakit, sedangkan bhikkhu itu tidak menerima hal-hal itu. Bhikkhu itu berpikir, "Bhikkhu lain menerima obat-obatan yang bagus dan kebutuhan pengobatan yang digunakan dalam keadaan sakit, sedangkan saya tidak menerima hal-hal itu," lalu ia marah dan tidak senang. Avuso, marah dan ketidaksenangan adalah noda-noda batin.
Avuso, 'noda' ini adalah sebutan untuk faktor-faktor buruk yang muncul dari keinginan-keinginan jahat.
17. Avuso, bilamana seorang bhikkhu dilihat atau didengar oleh seseorang bahwa bhikkhu itu tidak melenyapkan faktor-faktor buruk yang muncul dari keinginan-keinginan jahat walaupun bhikkhu itu melakukan 'praktik keras', seperti, 'tinggal dihutan' (arannako) atau 'tempat terpencil' (pantasenasano), menerima dana-makanan (pindapatiko) atau 'menerima makanan dari rumah-rumah' (sapadanacari), mengenakan jubah yang dibuat dari kain bekas pembungkus mayat' (pamsukuliko) atau jubah yang dibuat dari kain-kain kasar yang kurang berharga' (lukhacivara), ia tidak akan dihormati, dipuja, dipuji atau dihargai oleh rekan-rekannya yang 'melaksanakan penghidupan suci' (sabrahmacari). Apa alasannya? Karena melihat atau mendengar bahwa bhikkhu itu belum melenyapkan faktor-faktor buruk yang muncul dari keinginan-keinginan jahat.
Avuso, sebagai contoh, sebuah 'wadah perunggu' (kamsapati) bersih dan tidak ternoda yang dibeli dari toko atau tukang perunggu dan pemiliknya pergi ke pasar mengisinya dengan (potongan) bangkai ular membusuk, bangkai anjing atau potongan mayat manusia dan menutupi wadah itu dengan wadah perunggu lain. Orang-orang yang melihat wadah perunggu itu, mungkin berkata: "Kawan, mengapa anda membawa hadiah bagus ini?" bangkit dari duduk, membukanya dan melihat ke dalamnya. Namun, segera setelah mereka melihat isinya, mereka akan merasa mau muntah, jijik dan muak, sehingga orang yang lapar pun tidak berkeinginan untuk makan, apalagi mereka yang kenyang.
Avuso, begitu pula halnya, bilamana seorang bhikkhu dilihat atau didengar oleh seseorang bahwa bhikkhu itu tidak melenyapkan faktor-faktor buruk yang muncul dari keinginan-keinginan jahat walaupun bhikkhu itu melakukan 'praktik keras', seperti, 'tinggal dihutan' (arannako) atau 'tempat terpencil' (pantasenasano), menerima dana makanan (pindapatiko) atau 'menerima makanan dari rumah-rumah' (sapadanacari), mengenakan jubah yang dibuat dari kain pembungkus mayat (pamsukuliko) atau jubah yang dibuat dari kain-kain kasar yang kurang berharga (lukhacivara), ia tidak akan dihormati, dipuja, dipuji atau dihargai oleh rekan-rekannya yang 'melaksanakan penghidupan suci' (sabrahmacari). Apa alasannya? Karena mereka melihat atau mendengar bahwa bhikkhu itu belum melenyapkan faktor-faktor buruk yang muncul dari keinginan-keinginan jahat.
18. Avuso, bilamana seorang bhikkhu dilihat atau didengar oleh seseorang bahwa bhikkhu itu telah melenyapkan faktor-faktor buruk yang muncul dari keinginan-keinginan jahat walaupun ia menetap di sebuah vihara desa, menerima dana-makanan dari mereka yang mengundangnya dan mengenakan jubah yang didanakan para umat, ia akan dihormati, dipuja, dipuji dan dihargai oleh para rekannya yang melaksanakan penghidupan suci. Apakah alasannya? Karena mereka melihat atau mendengar bahwa bhikkhu itu telah melenyapkan faktor-faktor buruk yang muncul dari keinginan-keinginan jahat.
Avuso, sebagai contoh, sebuah wadah perunggu bersih dan tak ternoda yang dibeli dari toko atau tukang perunggu, lalu pemiliknya pergi ke pasar, mengisinya dengan nasi matang yang bagus, tanpa bijian hitam, bersama banyak kari kacang, daging dan ikan, setelah itu menutupinya dengan wadah perunggu lain. Orang-orang yang melihat wadah perunggu itu, mungkin berkata: "Kawan! Mengapa anda membawa hadiah bagus ini?" bangkit dari duduk, membukanya dan melihat ke dalamnya. Namun, segera setelah mereka melihat isinya, mereka akan merasa gembira, tanpa merasa muak atau jijik. Sehingga orang yang telah kenyang pun berkeinginan untuk makan, apalagi mereka yang lapar.
Avuso, begitu pula halnya, bilamana seorang bhikkhu dilihat atau didengar oleh seseorang bahwa bhikkhu itu telah melenyapkan faktor-faktor buruk yang muncul dari keinginan-keinginan jahat walaupun menetap di sebuah vihara desa, menerima dana-makanan dari mereka yang mengundangnya dan mengenakan jubah yang didanakan para umat, ia akan dihormati, dipuja, dipuji dan dihargai oleh para rekannya yang melaksanakan penghidupan suci. Apakah alasannya? Karena mereka melihat atau mendengar bahwa bhikkhu itu telah melenyapkan faktor-faktor buruk yang muncul dari keinginan-keinginan jahat.
19. Setelah hal ini dikatakan, lalu Bhikkhu Moggallana berkata kepada Bhikkhu Sariputta: "Avuso Sariputta, sebuah perumpamaan muncul dalam pikiranku."
"Avuso Moggallana, ungkapkanlah perumpamaan itu."
"Avuso, saya pernah menetap di Giribbaje, dekat kota Rajagaha. Pada suatu pagi, setelah saya mengenakan jubah dan membawa patta serta civara, pergi ke Rajagaha untuk pindapata (menerima makanan). Ketika itu, Samiti, putra pembuat kereta, sedang membentuk bagian sisi roda kereta, sedangkan petapa telanjang (ajiviko) bernama Panduputta, mantan pembuat kereta, sedang berdiri di dekatnya.
Avuso, kemudian muncul ide pada petapa telanjang Panduputta: "Akan baik bila Samiti memperbaiki lengkungan, bagian yang bengkok dan kerusakan dari bagian sisi roda kereta. Dengan demikian maka bagian sisi roda kereta akan tanpa lengkungan, bagian yang bengkok dan rusak, maka bagian sisi roda kereta akan tanpa cacad dan bagus.
Avuso, Samiti memperbaiki lengkungan, bagian yang bengkok dan yang rusak, sesuai dengan ide petapa telanjang Panduputta. Kemudian petapa telanjang Panduputta gembira, dengan mengucapkan teriakan kegembiraan: "Nampaknya ia melakukan perbaikan (bagian luar dari roda) bagaikan ia, melalui pikirannya, mengetahui pikiran orang lain."
Avuso, begitu pula halnya, orang-orang yang tanpa keyakinan (Tiratana), meninggalkan kehidupan berumah-tangga menjadi petapa yang bukan karena berdasarkan pada kepercayaan (pada hukum kamma), tetapi sebagai mata pencaharian. Mereka licik, penipu, pemalsu, bingung, arogan, keji, pesolek dan cerewet; mereka tidak menjaga indera-indera, makan tidak sederhana (bhojane amattannuta), tidak selalu waspada (jagariya ananuyutta), tidak berkehidupan samana dengan baik (samane anapekhavanto), tidak melaksanakan peraturan dengan baik (sikkhaya na tibbagarava), ingin hidup mewah, lalai, kemauan baik menurun, tak bertanggung jawab dalam usaha untuk melenyapkan dukkha (nibbana), malas, kurang bersemangat, tidak berperhatian, tidak berpengertian, tidak menenangkan pikiran, pikiran tidak tetap, pikiran tak terkendali, tidak bijak dan pikiran tumpul. Nampaknya seperti ayasma (saudara) Sariputta mengetahui pikiran mereka melalui pikiran yang mengatur (membentuk) pikiran mereka dengan uraian Dhamma.
Tetapi, ada pula orang-orang dengan keyakinan meninggalkan kehidupan berumah tangga menjadi petapa, yang tidak licik, tidak menipu, bukan memalsu, tidak bingung, tidak arogan, tidak keji, tidak pesolek dan tidak cerewet; menjaga indera-indera, makan sederhana, selalu waspada, berkehidupan samana dengan baik, melaksanakan peraturan dengan baik, hidup sederhana, bersemangat, berkemauan baik, berusaha untuk melenyapkan dukkha, rajin, berperhatian, berpengertian, pikiran tenang, pikiran tetap, pikiran terkendali, bijak dan pintar. Setelah mereka mendengar uraian dhamma dari Ayasma Sariputta, bagaikan mereka minum (saripati) ungkapannya dan makan maknanya, dengan berkata: "Baik sekali! Ayasma Sariputta telah menyebabkan rekan brahmacari-nya meninggalkan hal-hal buruk (akusala) dan mengembangkan hal-hal yang baik (kusala).
Avuso, seperti seorang wanita atau pria, remaja dan berusia muda yang biasa merias diri, mandi, mengambil bunga teratai, melati, akasia dan membawanya dengan kedua tangan atau menaruh itu di kepala, begitu pula orang-orang itu dengan keyakinan meninggalkan kehidupan berumah tangga menjadi petapa, yang tidak licik, tidak menipu, bukan memalsu, tidak bingung, tidak arogan, tidak keji, tidak pesolek dan tidak cerewat; menjaga indera-indera, makan sederhana, selalu waspada, berkehidupan samana dengan baik, melaksanakan peraturan dengan baik, hidup sederhana, bersemangat, berkemauan baik, berusaha untuk melenyapkan dukkha, rajin, berperhatian, berpengertian, pikiran tenang, pikiran tetap, pikiran terkendali, bijak dan pintar. Setelah mereka mendengar uraian dhamma dari Ayasma Sariputta, bagaikan mereka minum (saripati) ungkapannya dan makan maknanya, dengan berkata: "Baik sekali! Ayasma Sariputta telah menyebabkan rekan brahmacarinya meninggalkan hal-hal buruk (akusala) dan mengembangkan hal-hal yang baik (kusala).
Dengan cara ini kedua maha arahat (mahanaga) gembira dalam pembicaraan mereka.