//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Semua Perbuatan adalah Netral, Niatlah yg menentukan. Benarkah?  (Read 55511 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline williamhalim

  • Sebelumnya: willibordus
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.869
  • Reputasi: 134
  • Gender: Male
Re: Semua Perbuatan adalah Netral, Niatlah yg menentukan. Benarkah?
« Reply #15 on: 14 February 2013, 10:23:13 AM »
Membahas yang begini, cara berpikirnya harus runut (koheren), sehingga logika berpikir tidak terbolak-balik atau berputar-putar di silogisme yang keliru.

Menurut saya, langkah pertama pembahasan, harus didefinisikan dengan jelas dulu, apa itu 'niat' yang dimaksud dalam kalimat di atas.

Yang saya ketahui, ada dua pengertian (dari pembahasan yang sudah-sudah):
1. Niat dalam arti landasan pikiran yang mendahului sebuah perbuatan.
Contoh: Mengambil air di bak mandi, dimulai dari niat mengayunkan tangan menuju gayung untuk mengambil air dalam bak.
2. Niat dalam arti motivasi, maksud atau harapan dalam sebuah perbuatan.
Contoh: Mengambil air di bak mandi, niatnya adalah untuk mandi, membersihkan lantai, atau menyiram kecoak ke kloset, dsb.

Mempersingkat diskusi, dalam pendapat saya, karma vipaka (akibat/buah) sebuah perbuatan adalah kombinasi dari kedua poin tersebut; utamanya dalam Mahayana, kekuatan motivasi lebih mendominasi sebuah perbuatan. Misal: Ketika seorang teroris sedang mau menarik picu senjata atau bom, kita yang berada di dekatnya bisa menabraknya atau mungkin melukainya jika itu diperlukan (ada urgensinya). Tindakan ini (menurut hemat saya), ada dua kategori karma yang berbuah nantinya, yaitu melukai teroris, serta menyelamatkannya dari karma buruk meledakkan bom yang bisa melukai/membunuh puluhan hingga ratusan orang.

Pernyataan anda tidak konsisten Bro.
- Pertama anda menulis: karma vipaka (akibat/buah) sebuah perbuatan adalah kombinasi dari kedua poin tersebut
lalu anda menulis:
- Tindakan ini (menurut hemat saya), ada dua kategori karma yang berbuah nantinya, yaitu melukai teroris, serta menyelamatkannya dari karma buruk meledakkan bom yang bisa melukai/membunuh puluhan hingga ratusan orang.
Nah, lebih spesifik, dalam upaya seorang bodhisattva, niat dan pikiran yang lurus bisa meminimalisir dampak dari sebuah perbuatan; sehingga karma vipaka dari perbuatannya, lebih dominan di niat dalam pengertian kedua (niat sebagai harapan, maksud, motivasi).

"Kombinasi" bisa sy artikan dua hal yg berbeda namun menanam satu kamma..
Mis: Membakar anak
- motivasi mulia: ingin anak tidak malu dan kelaparan
- tindakan buruk: membakar dan membunuh
~ kamma dan vipakanya hanya satu (kombinasi-kan?): yakni kamma-vipaka baik

Sedangkan "dua kategori kamma yg berbuah" merujuk kepada dua perbuatan, dua moment yg berbeda menghasilkan kamma yg berbeda, tidak dapat disebut kombinasi.
Mis: Membakar anak
- motivasi mulia: ingin anak tidak malu dan kelaparan
- tindakan buruk: membakar dan membunuh
~ kamma-vipakanya ada dua, masing2 moment menghasilkan kamma masing2: motivasi agar anak tidak malu dan kelaparan adalah kamma baik dalam bentuk pikiran dan perbuatan membunuh akan membentuk kamma buruk tersendiri pula

Jadi, dua pernyataan anda ini sy nilai tidak konsisten. Mana pernyataan yg benar menurut anda?

Quote
Hal yang lain; perbuatan buruk dan baik yang diketahui awam selama ini, berasal dari doktrin agama, sebagai perbuatan buruk, melanggar sila, berdosa/haram, dlsb.

Iya dan Tidak
Orang beragama mungkin mengetahui baik dan buruk dari ajaran agamanya
Sedangkan orang yg tidak beragama mengetahui baik dan buruk juga, namun tidak dari ajaran agama.

Quote
Maka itu, dalam pengertian lebih luas, semua perbuatan itu cenderung netral, tergantung apa motivasi dibaliknya.

Misalkan: motivasi si Ibu yg ingin agar anaknya tidak malu dan kelaparan (krn sang ayah masuk penjara), akhirnya membakar diri sendiri dan anak2nya... perbuatan ini netral, namun krn motivasinya baik, maka perbuatan ini menjadi baik?

::
Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

Offline Kelana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.225
  • Reputasi: 142
Re: Semua Perbuatan adalah Netral, Niatlah yg menentukan. Benarkah?
« Reply #16 on: 14 February 2013, 10:33:12 AM »
Apakah arti Upaya Kausalya yg sebenarnya?

::

Jika mengacu pada sutra maka kita mungkin tidak akan menemukan arti dari Upaya Kausalya, tetapi hanya contoh ataupun perumpamaan dari Upaya Kausalya, dapat kita temukan di Saddharmapundarika Sutra. Jadi agak sulit menentukan istilah sebenarnya.

Satu-satunya cara adalah mengartikannya secara etimologi (asal kata). Upaya Kausalya dalam bahasa Sanskerta sama dengan Upaya Kusala dalam bahasa Pali.

Upaya, kata ini disadari atau tidak, terdapat dalam bahasa Indonesia, yaitu berarti usaha; ikhtiar (untuk mencapai suatu maksud, memecahkan persoalan, mencari jalan keluar, dsb). Usaha berarti kegiatan dengan mengerahkan tenaga, pikiran, atau badan untuk mencapai suatu maksud.

Kausalya/Kusala/Kosala, bisa berarti baik, terampil, atau cerdas.

Jadi, Upaya Kausalya berarti usaha yang baik, terampil atau cerdas untuk memecahkan persoalan.

Dalam Saddharmapundarika Sutra, perumpamaan dari usaha yang baik, terampil, cerdas, adalah usaha seorang ayah yang dapat mengeluarkan 3 anaknya dari dalam rumah dengan cara membujuk mereka. 

Kemudian Avalokitesvara yang dapat merubah dirinya menjadi berbagai rupa sebagai usaha menyelamatkan makhluk.

Kemudian di literatur Pali,  kisah Kisa Gotami, ketika Sang Buddha menyuruhnya mencari biji lada dari rumah yang belum pernah ada yang meninggal di dalamnya.

Ketiga contoh Upaya Kausalya ini tidak mengindikasikan adanya pelegalan perbuatan jahat/buruk demi menyelamatkan makhluk lain.

Kemungkinan pengertian Upaya Kausalya kemudian menjadi bias dan dipahami secara tidak benar saat diterjemahkan ke bahasa lain khususnya di Tibet. Saya memperkirakan hanya ada dalam literatur Tibet yang melegalkan perbuatan buruk untuk melakukan perbuatan baik.

Bagaimana mungkin suatu usaha dikatakan baik jika melakukan hal yang tidak baik? Bagaimana mungkin dikatakan usaha yang terampil dan cerdas jika solusinya adalah harus merugikan salah satu pihak?

Demikian.
« Last Edit: 14 February 2013, 10:34:53 AM by Kelana »
GKBU
 
_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Offline williamhalim

  • Sebelumnya: willibordus
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.869
  • Reputasi: 134
  • Gender: Male
Re: Semua Perbuatan adalah Netral, Niatlah yg menentukan. Benarkah?
« Reply #17 on: 14 February 2013, 10:34:34 AM »
Dalam semua contoh kasus yang diberikan TS (Sdr. William), parameternya mudah saja. Niat bisa saja baik, tapi apa perbuatannya dilandasi dengan lobha, dosa, moha atau tidak? Dari sini bisa disimpulkan sendiri apakah perbuatan itu baik atau tidak baik (sesuai parameter agama Buddha).

- Niat (maksud anda motivasi seseorang kali yah?)= baik... ok jelas
- Perbuatan menjadi baik/tidak baik, tergantung LDM = ok jelas

Nah, disini kembali anda memisahkan motivasi seseorang dan perbuatannya untuk menindaklanjuti motivasi tsb.
Kembali ke contoh: si Ibu yg membakar anaknya, dimotivasi tidak ingin anaknya menahan malu dan kelaparan.
Berarti anda telah setuju bahwa:
- motivasi si Ibu adalah: baik (kamma baik dalam bentuk pikiran)
- perbuatan membakar anak = dilandasi moha dan dosa, adalah buruk (kamma buruk dalam bentuk perbautan)

Nah, menghasilkan dua kamma yg berbeda
 kalo ini kita klop

dimana perbuatan = NETRAL seperti yg anda jelaskan? Ujung2nya semuanya cocok dengan yg Buddha ajarkan kan?


Quote
Di luar semua konsep (termasuk agama Buddha), tindakan itu sendiri netral (tergantung dilihat dari sudut pandang apa), dan dalam pengamatan momen ke momen, sebuah perbuatan itu bisa terjadi karena dasar/landasan/sebab. Tidak mungkin (mustahil) sebuah perbuatan hanya murni dari niat pelaku saat itu. Ini yang dimaksud (dalam Mahayana, jika boleh saya wakili/aspirasikan) semua perbuatan itu netral, sebab merupakan rentetan dari sebab-sebab lalu, tercipta karena ada landasannya (dalam bahasa lebih mudah, semua perbuatan ada alasannya).

 [at] Bro Kelana: dapat anda lihat, bukan sy yg mengatakan bahwa ini adalah Ajaran Mahayana, tapi lawan diskusi sy dan krn sy tdk mendalami Mahayana, silahkan Bro Kelana yg lebih memahami Ajaran Mahayana melontarkan argumen atas pendapat Bro Sunya ini.. Bahwa semua tindakan adalah netral

Yg sy pahami bahwa semua OBJEK lah yg netral dan akan menjadi menyenangkan/tidak tergantung bagaimana kita mempersepsikannya
Sedangkan tindakan tidaklah netral krn semua tindakan ada cetana nya (lobha, dosa, moha, alobha, adosa, amoha)

::
« Last Edit: 14 February 2013, 10:47:11 AM by williamhalim »
Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

Offline kullatiro

  • Sebelumnya: Daimond
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.153
  • Reputasi: 97
  • Gender: Male
  • Ehmm, Selamat mencapai Nibbana
Re: Semua Perbuatan adalah Netral, Niatlah yg menentukan. Benarkah?
« Reply #18 on: 14 February 2013, 10:38:50 AM »
yah, didalam dunia ini kadang masih banyak yang mempunyai kegelapan bathin/ kebodohan bathin, karena nya kadang manusia menjadi rancu antara mana yang bijaksana dan tidak bijaksana, jadi tidak sekedar baik dan benar saja secara pemikiran.

kadang kadang kita juga masih terkelabui oleh bermacam macam pemikiran di luar sana
« Last Edit: 14 February 2013, 10:41:22 AM by kullatiro »

Offline williamhalim

  • Sebelumnya: willibordus
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.869
  • Reputasi: 134
  • Gender: Male
Re: Semua Perbuatan adalah Netral, Niatlah yg menentukan. Benarkah?
« Reply #19 on: 14 February 2013, 10:46:01 AM »
Jika mengacu pada sutra maka kita mungkin tidak akan menemukan arti dari Upaya Kausalya, tetapi hanya contoh ataupun perumpamaan dari Upaya Kausalya, dapat kita temukan di Saddharmapundarika Sutra. Jadi agak sulit menentukan istilah sebenarnya.

Satu-satunya cara adalah mengartikannya secara etimologi (asal kata). Upaya Kausalya dalam bahasa Sanskerta sama dengan Upaya Kusala dalam bahasa Pali.

Upaya, kata ini disadari atau tidak, terdapat dalam bahasa Indonesia, yaitu berarti usaha; ikhtiar (untuk mencapai suatu maksud, memecahkan persoalan, mencari jalan keluar, dsb). Usaha berarti kegiatan dengan mengerahkan tenaga, pikiran, atau badan untuk mencapai suatu maksud.

Kausalya/Kusala/Kosala, bisa berarti baik, terampil, atau cerdas.

Jadi, Upaya Kausalya berarti usaha yang baik, terampil atau cerdas untuk memecahkan persoalan.

Kalo pengartian Upaya Kausalya adalah seperti yg Bro jabarkan, sy sangat setuju.
Pengertian ini mirip dengan Sati Sampajanna yg sering dibabarkan oleh Bhante Pannavaro: yakni perbuatan yg baik dan benar yg dilandasi oleh kebijaksanaan... Bahwa perbautan baik dan benar saja tidak cukup, namun tetap perlu kebijaksaan agar tidak merugikan makhluk lain dan diri sendiri.. saya setuju

Quote
Dalam Saddharmapundarika Sutra, perumpamaan dari usaha yang baik, terampil, cerdas, adalah usaha seorang ayah yang dapat mengeluarkan 3 anaknya dari dalam rumah dengan cara membujuk mereka. 

Kemudian Avalokitesvara yang dapat merubah dirinya menjadi berbagai rupa sebagai usaha menyelamatkan makhluk.

Kemudian di literatur Pali,  kisah Kisa Gotami, ketika Sang Buddha menyuruhnya mencari biji lada dari rumah yang belum pernah ada yang meninggal di dalamnya.

Ketiga contoh Upaya Kausalya ini tidak mengindikasikan adanya pelegalan perbuatan jahat/buruk demi menyelamatkan makhluk lain.

cocok dan setuju

Quote
Kemungkinan pengertian Upaya Kausalya kemudian menjadi bias dan dipahami secara tidak benar saat diterjemahkan ke bahasa lain khususnya di Tibet. Saya memperkirakan hanya ada dalam literatur Tibet yang melegalkan perbuatan buruk untuk melakukan perbuatan baik.

Bagaimana mungkin suatu usaha dikatakan baik jika melakukan hal yang tidak baik? Bagaimana mungkin dikatakan usaha yang terampil dan cerdas jika solusinya adalah harus merugikan salah satu pihak?

Sy sepaham dengan pandangan anda.

Dan sy melihat pendapat yg berbeda dari Bro Sunya..
Ini yg masih perlu sy diskusikan dengan rekan tsb, bahwa semua motivasi mulia harus juga dilakukan dengan perbuatan yg benar dan baik. Bahwa motivasi mulia saja, namun jika disusul dengan perbuatan yg salah, tetap saja perbautan itu salah, tidak peduli motivasinya mulia/tidak...

::
Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

Offline kullatiro

  • Sebelumnya: Daimond
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.153
  • Reputasi: 97
  • Gender: Male
  • Ehmm, Selamat mencapai Nibbana
Re: Semua Perbuatan adalah Netral, Niatlah yg menentukan. Benarkah?
« Reply #20 on: 14 February 2013, 10:54:58 AM »
Buddha mengajarkan kita untuk menjadi  bijaksana tidak hanya sekedar memupuk kamma baik saja.

Bila perbuatan tersebut kental dari noda bathin, seperti hitler dan ibu yang membakar anak anak nya itu karena perbuatan mereka di lingkupi oleh noda tersebut hingga tidak mampu melihat dan menghalangi  mereka mengambil tindakan yang bijaksana.

Offline williamhalim

  • Sebelumnya: willibordus
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.869
  • Reputasi: 134
  • Gender: Male
Re: Semua Perbuatan adalah Netral, Niatlah yg menentukan. Benarkah?
« Reply #21 on: 14 February 2013, 10:56:54 AM »
Sebelum terlalu jauh masuk dalam konsep sekte, ada baiknya kita mengkaji secara mendasar (ajaran Buddha secara umum), yakni dalam hal ini yang terkait adalah konsep anatta.

Jika benar konsep ini merupakan salah satu corak/ciri kehidupan, apakah benar ada Hitler yang sadis dan obsesif?

Apakah benar ada Hitler sebagai sosok (individu) yang berdiri sendiri, independen, lepas dari yang lain dan dapat didikotomikan?

Atau, apakah Hitler lahir sebagai terusan (lanjutan) dari rentetan sebab-sebab lampau yang saling terkait (Paticcasamuppada)?

Beramai-ramai Buddhis sering kali menggadang konsep anatta, bahwa semua diri kosong dari sifat hakiki, tanpa kecuali Hitler dan diri kita masing-masing.

Tapi dalam melihat kasus khusus (tertentu), rupanya banyak perasaan subyektif yang bermain, dan menyimpulkan bahwa ada sosok hakiki (atta) yang berada dibalik suatu peristiwa atau fenomena.

Saran dari saya, jika agak sukar melihat sisi netral suatu fenomena, coba kita tempatkan diri kita dalam sudut pandang yang lain; misalnya kekejaman dan arogansi suku tertentu pada masa lalu, walaupun bukan itu alasan pembenaran untuk genosida dan tindak non-humanis lainnya. Segala sesuatu memiliki sebab, dan dalam kombinasi yang kompleks dengan sebab-sebab (pendukung) lain, maka akan melahirkan sebuah tindakan/perbuatan (action), yang sering kita nilai secara sepihak (tanpa melihat secara keseluruhan). Bisa diibaratkan; ada seorang bapak menabrak seorang anak muda dengan sepeda, malah memaki dan mau memukul anak muda tersebut. Ketika anak muda tersebut mau mencoba membela diri, saat itulah kita (pengamat parsial dan subyektif) muncul, dan kesimpulan kita: Anak muda ini kurang ajar sekali, mau memukul bapak-bapak. Seperti itulah pandangan moha dan avijja seorang makhluk... melihat tidak secara lengkap.

 _/\_

Sy agak takut melihat cara anda memahami konsep Anatta

Sy teringat cerita Zen mengenai seorang murid yg menjawab bahwa segala sesuatu adalah kosong dan saat si guru memukul kepalanya, si murid berteriak kesakitan, dan si guru mengatakan kalau segala sesuatu adalah kosong, mengapa kau berteriak kesakitan saat kupukul kepalamu?

Anatta mengajarkan kita untuk tidak melekati segala sesuatu krn sifat tanpa intinya, tanpa kepemilikan, sehingga kita tidak menderita.. bukannya mengajarkan kita untuk bisa berbuat apa saja karena segala sesuatu adalah kosong...

::
« Last Edit: 14 February 2013, 11:00:03 AM by williamhalim »
Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Semua Perbuatan adalah Netral, Niatlah yg menentukan. Benarkah?
« Reply #22 on: 14 February 2013, 11:28:41 AM »
Terlalu jauh. Bermanfaat atau tidak bermanfaat amat relatif; narkoba bermanfaat tidak, sunat bermanfaat tidak, mengeksekusi tahanan bermanfaat tidak. Ini sudah masuk dalam ranah doktrin (jika dalam agama Buddha sudah mengacu pada sila dan doktrin ajaran). Nibbana juga (dalam setiap aliran bisa beda definisi sejatinya), terlalu absurd untuk dibahas dalam pendahuluan sebuah diskusi. Jika mau runut, kita urutkan dulu satu-satu tema yang Sdr. William sampaikan. Kalau sudah masuk ranah doktrin, pembahasan bisa melebar pada doktrin dan ayat (sutta), yang secara prinsip sudah masuk area keimanan (kepercayaan), sulit didiskusikan dan ditolerir lagi.

Jika sepakat untuk keluar doktrin dan berpikir bebas, diskusi bisa dilanjutkan. Kalau memang ada koherensinya dengan doktrin, silakan dibawa dan dikutip sesuai urgensinya.

Salam bijak dalam dharma. Semoga berbahagia.  _/\_

Maaf, kemarin pakai HP jadi gak bisa ketik yang panjang2. Berikut penjelasannya yg pernah saya post di forum tetangga:

Menurut ajaran Buddha, suatu perbuatan dapat dikategorikan baik (kusala) atau buruk (akusala) bergantung pada 3 faktor:

1. Motivasi atau dorongan yang melandasi perbuatan tersebut, yang dikenal sebagai akar kejahatan atau kebaikan. Jika akar kejahatan (akusala-mula) yang terdiri dari keserakahan (lobha), kebencian (dosa), dan kebodohan batin (moha) yang melandasi perbuatan tersebut, maka perbuatan itu dikatakan perbuatan buruk (akusala kamma). Jika yang melandasi adalah akar kebajikan (kusala-mula) yang terdiri dari tanpa keserakahan (alobha), tanpa kebencian (adosa), dan tanpa kebodohan batin (amoha), maka dikatakan sebagai perbuatan baik (kusala kamma). Pedoman untuk menilai apakah suatu perbuatan itu baik atau buruk berdasarkan motivasi ini dapat kita temukan dalam Kalama Sutta:

4. "Sekarang, bagaimana pendapatmu, warga suku Kalama? Kalau keserakahan (lobha) timbul dalam diri seorang manusia, apakah itu membawa keuntungan atau kerugian?"
"Akan membawa kerugian, Yang Mulia."
"Sekarang, warga suku Kalama, seseorang yang serakah dicengkeram oleh keserakahan dan tidak dapat mengendalikan dirinya lagi; apakah orang itu tidak mungkin akan membunuh makhluk hidup, mengambil sesuatu yang tidak diberikan, melakukan perzinahan, mengucapkan kata-kata yang tidak benar, dan juga menyebabkan orang lain berbuat demikian; bukankah hal itu akan mengakibatkan kerugian dan penderitaan baginya untuk waktu yang lama?"
"Memang demikian, Yang Mulia."

5. "Sekarang, bagaimana pendapatmu, warga suku Kalama? Kalau kebencian (dosa) timbul dalam diri seorang manusia, apakah itu akan membawa keuntungan atau kerugian?"
"Akan membawa kerugian, Yang Mulia."
"Sekarang, warga suku Kalama, seseorang yang membenci, dicengkeram oleh kebencian dan tidak dapat mengendalikan dirinya lagi; apakah orang itu tidak mungkin akan membunuh makhluk hidup, mengambil sesuatu yang tidak diberikan, melakukan perzinahan, mengucapkan kata-kata yang tidak benar, dan juga menyebabkan orang lain berbuat demikian; bukankah hal itu akan mengakibatkan kerugian dan penderitaan baginya untuk waktu yang lama?"
"Memang demikian, Yang Mulia."

6. "Sekarang, bagaimana pendapatmu, warga suku Kalama? Kalau kegelapan batin (moha) timbul dalam diri seorang manusia, apakah itu akan membawa keuntungan atau kerugian?"
"Akan membawa kerugian, Yang Mulia."
"Sekarang, warga suku Kalama, seseorang yang diliputi kegelapan batin (moha), dicengkeram oleh kegelapan batin dan tidak dapat mengendalikan dirinya lagi; apakah orang itu tidak mungkin akan membunuh makhluk hidup, mengambil sesuatu yang tidak diberikan, melakukan perzinahan, mengucapkan kata-kata yang tidak benar, dan juga menyebabkan orang lain berbuat demikian; bukankah hal itu akan mengakibatkan kerugian dan penderitaan baginya untuk waktu yang lama?"
"Memang demikian, Yang Mulia."

7. "Kalau begitu, warga suku Kalama, bagaimana pendapatmu? Apakah hal-hal tersebut baik atau tidak baik?"
"Tidak baik, Yang Mulia."
"Apakah hal-hal tersebut tercela atau tidak tercela?"
"Tercela, Yang Mulia."
"Apakah hal-hal tersebut dibenarkan atau tidak dibenarkan oleh para Bijaksana?"
"Tidak dibenarkan, Yang Mulia."
"Kalau terus dilakukan, apakah itu akan mengakibatkan kerugian dan penderitaan?"
"Akan mengakibatkan kerugian dan penderitaan, Yang Mulia. Demikianlah pendapat kami."

8. "Karena itu, warga suku Kalama, itulah yang Kumaksud dengan mengatakan, 'Janganlah percaya begitu saja berita yang disampaikan kepadamu; atau oleh karena sesuatu yang merupakan tradisi; atau sesuatu yang didesas-desuskan. Janganlah percaya begitu saja apa yang dikatakan di dalam kitab-kitab suci; juga apa yang katanya sesuai dengan logika atau kesimpulan belaka; juga apa yang katanya merupakan hasil dari suatu penelitian; juga apa yang katanya telah direnungkan dengan seksama; juga apa yang terlihat cocok dengan pandanganmu; atau karena ingin menghormat seorang pertapa yang menjadi gurumu.'
Tetapi, warga suku Kalama, kalau setelah diselidiki sendiri, kamu mengetahui, 'Hal ini tidak berguna, hal ini tercela, hal ini tidak dibenarkan oleh para Bijaksana; hal ini kalau terus dilakukan akan mengakibatkan kerugian dan penderitaan,' maka sudah selayaknya kamu menolak hal-hal tersebut."

..... [omitted]

10. "Bagaimana pendapatmu, warga suku Kalama? Apabila seseorang telah terbebas dari keserakahan (lobha), apakah hal ini merupakan keuntungan atau kerugian?"
"Keuntungan, Yang Mulia."
"Bukankah orang ini, yang telah terbebas dari keserakahan dan tidak lagi dicengkeram oleh keserakahan, dan oleh karena ia dapat mengendalikan dirinya dengan baik, akan berhenti membunuh makhluk hidup, berhenti mengambil sesuatu yang tidak diberikan (mencuri), berhenti melakukan perzinahan berhenti mengucapkan kata-kata yang tidak benar, berhenti menjadi penyebab yang menyesatkan orang lain, tidak akan mendapatkan kerugian dan penderitaan untuk waktu yang lama?"
"Memang demikian halnya, Yang Mulia."

11. "Sekarang, bagaimana pendapatmu, warga suku Kalama? Apabila seseorang telah terbebas dari kebencian (dosa), apakah hal ini merupakan keuntungan atau kerugian?"
"Keuntungan, Yang Mulia."
"Bukankah orang ini, yang telah terbebas dari kebencian tidak lagi dicengkeram oleh kebencian….., berhenti menjadi penyebab yang menyesatkan orang lain, tidak akan mendapatkan kerugian dan penderitaan untuk waktu yang lama?"
"Memang demikian halnya, Yang Mulia."

12. "Sekarang, bagaimana pendapatmu, warga suku Kalama? Apabila seseorang telah terbebas dari kegelapan batin (moha), apakah hal ini merupakan keuntungan atau kerugian?"
"Keuntungan, Yang Mulia."
"Bukankah orang ini, yang telah terbebas dari kegelapan batin dan tidak lagi dicengkeram oleh kegelapan batin ….., berhenti menjadi penyebab yang menyesatkan orang lain, tidak akan mendapat kerugian dan penderitaan untuk waktu yang lama?"
"Memang demikian halnya, Yang Mulia."

13. "Kalau begitu, warga suku Kalama, bagaimana pendapatmu? Apakah hal-hal tersebut menguntungkan atau tidak menguntungkan?"
"Menguntungkan, Yang Mulia."
"Apakah hal-hal tersebut tercela atau tidak tercela?"
"Tidak tercela, Yang Mulia."
"Apakah hal-hal tersebut dibenarkan atau tidak dibenarkan oleh para Bijaksana?"
"Dibenarkan, Yang Mulia."
"Kalau terus dilakukan, apakah akan membawa kebahagiaan atau tidak?"
"Tentu akan membawa kebahagiaan. Demikianlah pendapat kami."

14. "Demikianlah, warga suku Kalama, itulah yang Kumaksud dengan mengatakan, 'Janganlah percaya begitu saja….., Tetapi apabila setelah diselidiki sendiri, kamu mengetahui hal ini berguna; hal ini tidak tercela; hal ini dibenarkan oleh para Bijaksana; hal ini kalau terus dilakukan akan membawa keberuntungan dan kebahagiaan, maka sudah selayaknya kamu menerima dan hidup sesuai dengan hal-hal tersebut.' Itulah sebabnya, mengapa Aku mengucapkan kata-kata tersebut."

Sumber: Kalama Sutta (SAMAGGI-PHALA :: Buddhist Information Network)

2. Akibat langsung dari perbuatan tersebut terhadap diri sendiri dan orang lain apakah menyebabkan kebahagiaan atau penderitaan. Hal ini dijelaskan dalam Cula-rahulovada Sutta sebagai berikut:

“Kapan pun kamu ingin melakukan perbuatan melalui jasmani, kamu harus bercermin: ‘Perbuatan melalui jasmani yang ingin kulakukan ini – akankah ia membawa pada penderitaan bagi diri sendiri, orang lain, atau keduanya? Apakah ia suatu perbuatan jasmani yang tidak baik, dengan akibat yang menyedihkan, hasil yang menyakitkan?’ Jika, dalam bercermin, kamu mengetahui bahwa ia akan membawa pada penderitaan bagi diri sendiri, orang lain, atau keduanya; ia adalah perbuatan jasmani yang tidak baik dengan akibat yang menyedihkan, hasil yang menyakitkan, maka segala perbuatan jasmani yang semacam itu sesungguhnya tidak pantas kamu lakukan. Namun jika dalam bercermin kamu mengetahui bahwa ia tidak akan mengakibatkan penderitaan… ia adalah perbuatan jasmani yang baik dengan akibat yang membahagiakan, hasil yang menyenangkan, maka segala perbuatan jasmani yang semacam itu pantas kamu lakukan.”

“Saat kamu melakukan suatu perbuatan jasmani, kamu harus bercermin: ‘Perbuatan jasmani yang kulakukan ini – apakah membawa pada penderitaan bagi diri sendiri, orang lain, atau keduanya? Apakah ia suatu perbuatan jasmani yang tidak baik, dengan akibat yang menyedihkan, hasil yang menyakitkan?’ Jika, dalam bercermin, kamu mengetahui bahwa ia membawa pada penderitaan bagi diri sendiri, orang lain, atau keduanya… kamu harus menghentikannya. Namun jika dalam bercermin kamu mengetahui bahwa ia bukan… kamu dapat melanjutkannya.”

“Setelah melakukan suatu perbuatan jasmani, kamu harus bercermin padanya…. Jika, dalam bercermin, kamu mengetahui bahwa ia membawa pada penderitaan bagi diri sendiri, orang lain, atau keduanya; ia adalah perbuatan jasmani yang tidak baik dengan akibat yang menyakitkan, hasil yang menyedihkan, maka kamu harus mengakuinya, mengungkapkannya, mengatakannya secara terbuka kepada Sang Guru atau kepada seorang sahabat yang berpengetahuan dalam kehidupan suci. Setelah mengakuinya… kamu harus berlatih mengendalikan diri pada masa yang akan datang. Namun jika dalam bercermin kamu mengetahui bahwa ia tidak membawa pada penderitaan… ia adalah perbuatan jasmani yang baik dengan akibat yang menyenangkan, hasil yang membahagiakan, maka kamu harus tetap tersegarkan secara mental dan bergembira, dengan berlatih siang dan malam dalam kualitas mental yang baik.”

..... [dst berlaku juga untuk perbuatan melalui ucapan dan pikiran]

Sumber: Cula-rahulovada Sutta dalam Riwayat Hidup Raja Asoka

3. Kontribusi atau pengaruh perbuatan tersebut pada kemajuan batin, yaitu apakah perbuatan tsb bisa membawa pada pelenyapan dukkha, Pencerahan, dan Nibbana atau tidak. Perbuatan yang bermanfaat (kusala) adalah perbuatan yang dapat membawa pada kemajuan batin, yaitu sesuai dengan Jalan Mulia Berunsur Delapan; perbuatan yang tidak bermanfaat adalah kebalikannya.

Berdasarkan ketiga faktor di atas, suatu perbuatan dikatakan benar-benar perbuatan baik jika dilandasi oleh alobha, adosa, dan amoha, menyebabkan kebahagiaan orang lain dan diri sendiri, serta membawa kemajuan batin hingga tercapainya Nibbana.

Jika mengacu pada sutra maka kita mungkin tidak akan menemukan arti dari Upaya Kausalya, tetapi hanya contoh ataupun perumpamaan dari Upaya Kausalya, dapat kita temukan di Saddharmapundarika Sutra. Jadi agak sulit menentukan istilah sebenarnya.

Satu-satunya cara adalah mengartikannya secara etimologi (asal kata). Upaya Kausalya dalam bahasa Sanskerta sama dengan Upaya Kusala dalam bahasa Pali.

Upaya, kata ini disadari atau tidak, terdapat dalam bahasa Indonesia, yaitu berarti usaha; ikhtiar (untuk mencapai suatu maksud, memecahkan persoalan, mencari jalan keluar, dsb). Usaha berarti kegiatan dengan mengerahkan tenaga, pikiran, atau badan untuk mencapai suatu maksud.

Kausalya/Kusala/Kosala, bisa berarti baik, terampil, atau cerdas.

Jadi, Upaya Kausalya berarti usaha yang baik, terampil atau cerdas untuk memecahkan persoalan.

Dalam Saddharmapundarika Sutra, perumpamaan dari usaha yang baik, terampil, cerdas, adalah usaha seorang ayah yang dapat mengeluarkan 3 anaknya dari dalam rumah dengan cara membujuk mereka. 

Kemudian Avalokitesvara yang dapat merubah dirinya menjadi berbagai rupa sebagai usaha menyelamatkan makhluk.

Kemudian di literatur Pali,  kisah Kisa Gotami, ketika Sang Buddha menyuruhnya mencari biji lada dari rumah yang belum pernah ada yang meninggal di dalamnya.

Ketiga contoh Upaya Kausalya ini tidak mengindikasikan adanya pelegalan perbuatan jahat/buruk demi menyelamatkan makhluk lain.

Kemungkinan pengertian Upaya Kausalya kemudian menjadi bias dan dipahami secara tidak benar saat diterjemahkan ke bahasa lain khususnya di Tibet. Saya memperkirakan hanya ada dalam literatur Tibet yang melegalkan perbuatan buruk untuk melakukan perbuatan baik.

Bagaimana mungkin suatu usaha dikatakan baik jika melakukan hal yang tidak baik? Bagaimana mungkin dikatakan usaha yang terampil dan cerdas jika solusinya adalah harus merugikan salah satu pihak?

Demikian.


Ada satu sutra Mahayana yang disebut Upaya Kausalya Sutra, mengatakan Upaya Kausalya juga termasuk perbuatan buruk yang dilegalkan untuk menyelamatkan makhluk2 lain... ;D
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline Kelana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.225
  • Reputasi: 142
Re: Semua Perbuatan adalah Netral, Niatlah yg menentukan. Benarkah?
« Reply #23 on: 14 February 2013, 12:53:44 PM »

 [at] Bro Kelana: dapat anda lihat, bukan sy yg mengatakan bahwa ini adalah Ajaran Mahayana, tapi lawan diskusi sy dan krn sy tdk mendalami Mahayana, silahkan Bro Kelana yg lebih memahami Ajaran Mahayana melontarkan argumen atas pendapat Bro Sunya ini.. Bahwa semua tindakan adalah netral


Benar saya melihatnya, dan memang bukan anda yang mengatakannya, untuk itu saya bertanya kepada anda sebagai TS agar tergerak untuk memberikan batasan-batasan, ketentuan-ketentuan yang perlu diterapkan dalam diskusi ini, misalnya yang berargumen perlu menyantumkan dasar sutranya, sehingga klaim seperti itu dapat diminimalkan. 
GKBU
 
_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Offline Kelana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.225
  • Reputasi: 142
Re: Semua Perbuatan adalah Netral, Niatlah yg menentukan. Benarkah?
« Reply #24 on: 14 February 2013, 12:54:12 PM »
Ada satu sutra Mahayana yang disebut Upaya Kausalya Sutra, mengatakan Upaya Kausalya juga termasuk perbuatan buruk yang dilegalkan untuk menyelamatkan makhluk2 lain... ;D

Dalam Bodhisattvapitaka Sutra tidak memberi peluang seorang bodhisattva untuk melanggar sila.  ;D

Saya pribadi dalam hal Upaya Kausalya lebih mengacu pada etimologi daripada akhirnya membahas sutra Mahayana yang saling bertentangan.
« Last Edit: 14 February 2013, 01:01:37 PM by Kelana »
GKBU
 
_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Offline Sunya

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 876
  • Reputasi: -16
  • Nothing, but your perception ONLY
Re: Semua Perbuatan adalah Netral, Niatlah yg menentukan. Benarkah?
« Reply #25 on: 14 February 2013, 02:27:41 PM »
Pernyataan anda tidak konsisten Bro.
- Pertama anda menulis: karma vipaka (akibat/buah) sebuah perbuatan adalah kombinasi dari kedua poin tersebut
lalu anda menulis:
- Tindakan ini (menurut hemat saya), ada dua kategori karma yang berbuah nantinya, yaitu melukai teroris, serta menyelamatkannya dari karma buruk meledakkan bom yang bisa melukai/membunuh puluhan hingga ratusan orang.
Nah, lebih spesifik, dalam upaya seorang bodhisattva, niat dan pikiran yang lurus bisa meminimalisir dampak dari sebuah perbuatan; sehingga karma vipaka dari perbuatannya, lebih dominan di niat dalam pengertian kedua (niat sebagai harapan, maksud, motivasi).

"Kombinasi" bisa sy artikan dua hal yg berbeda namun menanam satu kamma..
Mis: Membakar anak
- motivasi mulia: ingin anak tidak malu dan kelaparan
- tindakan buruk: membakar dan membunuh
~ kamma dan vipakanya hanya satu (kombinasi-kan?): yakni kamma-vipaka baik

Sedangkan "dua kategori kamma yg berbuah" merujuk kepada dua perbuatan, dua moment yg berbeda menghasilkan kamma yg berbeda, tidak dapat disebut kombinasi.
Mis: Membakar anak
- motivasi mulia: ingin anak tidak malu dan kelaparan
- tindakan buruk: membakar dan membunuh
~ kamma-vipakanya ada dua, masing2 moment menghasilkan kamma masing2: motivasi agar anak tidak malu dan kelaparan adalah kamma baik dalam bentuk pikiran dan perbuatan membunuh akan membentuk kamma buruk tersendiri pula

Jadi, dua pernyataan anda ini sy nilai tidak konsisten. Mana pernyataan yg benar menurut anda?

Iya dan Tidak
Orang beragama mungkin mengetahui baik dan buruk dari ajaran agamanya
Sedangkan orang yg tidak beragama mengetahui baik dan buruk juga, namun tidak dari ajaran agama.

Misalkan: motivasi si Ibu yg ingin agar anaknya tidak malu dan kelaparan (krn sang ayah masuk penjara), akhirnya membakar diri sendiri dan anak2nya... perbuatan ini netral, namun krn motivasinya baik, maka perbuatan ini menjadi baik?

::

Baik, ini penjelasan saya:
1. Tentang kombinasi.
Penjaga toko itu dengan terpaksa memberikan 4 angka kombinasi untuk membuka brankas kepada perampok yang menodongkan senjata api padanya.
Kue lapis yang dibuat Ibu, terdiri dari kombinasi tiga warna; merah, kuning dan putih.

Nah, sampai disini jelas pendapat saya tentang karma vipaka?
Masing-masing karma memiliki hasilnya, namun bisa saja yang satu lebih kuat dari yang lain tergantung niat/motivasi yang mendasari perbuatan tersebut.
2. Tentang awam.
Maksud saya puthujjana, bukan orang tidak beragama. Benar salah memang bisa darimana saja: Tradisi, kebudayaan, aturan keluarga, konstitusi, dlsb.
3. Tentang netral.
Saya ingin bertanya dulu, "Apakah Anda setuju jika ada ungkapan bahwa Buddha melihat sesuatu apa adanya, atau jika seseorang telah mencapai kesempurnaan maka Ia melihat melampaui dualitas yang dilihat makhluk belum tercerahkan?"
Karena Anda terus membagi perbuatan berdasarkan buruk dan baik, yang telah saya sebutkan dan asumsikan Anda setuju bahwa tolok ukur baik dan buruk adalah dari doktrin agama (selama pembahasan kita), maka amat sulit melihat kemuliaan ajaran Buddha; tidak menghakimi, bersifat analistis, non-dualitas (mutlak), serta melihat sesuatu secara lebih obyektif bukan parsial (sebagian). Jika ini dipahami, niscaya pembahasan atau perdebatan mengenai dualitas dan hakikat ini akan sirna. Karma itu bekerja apa adanya, jika melakukan ini maka hasilnya itu. Jika melakukan yang lain, hasilnya akan lain juga. Cuma sesederhana itu 'kan? Tanpa perlu labelisasi perbuatan buruk maupun baik, karma toh tetap bekerja. Benar?

Salam. Semoga dipahami dan bermanfaat.  _/\_

Offline Sunya

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 876
  • Reputasi: -16
  • Nothing, but your perception ONLY
Re: Semua Perbuatan adalah Netral, Niatlah yg menentukan. Benarkah?
« Reply #26 on: 14 February 2013, 02:42:23 PM »
Kemungkinan pengertian Upaya Kausalya kemudian menjadi bias dan dipahami secara tidak benar saat diterjemahkan ke bahasa lain khususnya di Tibet. Saya memperkirakan hanya ada dalam literatur Tibet yang melegalkan perbuatan buruk untuk melakukan perbuatan baik.

Bagaimana mungkin suatu usaha dikatakan baik jika melakukan hal yang tidak baik? Bagaimana mungkin dikatakan usaha yang terampil dan cerdas jika solusinya adalah harus merugikan salah satu pihak?

Demikian.

Hm, sebenarnya ini masih terlalu jauh untuk dikaitkan dengan upaya kausalya. Tapi berhubung terus disinggung-singgung dari awal, baiklah saya beri tanggapan (pandangan saya) sedikit.

Perbuatan buruk itu apa? Boleh didefinisikan? Nanti akan dibahas dahulu sebelum jauh ke upaya kausalya.

Kalau yang saya tahu tentang pandangan Anda terhadap Upaya Kausalya (yang saya beri warna merah), setahu saya upaya seorang Bodhisattva harus menguntungkan makhluk manapun. Kalau merugikan satu pihak, tentu bukan upaya cerdas namanya (bukan Upaya Kausalya lagi namanya).

Yang dipermasalahkan (Anda dan William mungkin) cenderung pada justifikasi perbuatan sesuai atau tidak dengan sila. Ini masalah dogma, bukan substansial menurut saya. Misalnya membunuh disebut perbuatan buruk. Jika seorang Bodhisattva membunuh demi menyelamatkan yang dibunuh maka upaya-Nya termasuk perbuatan buruk, sebab membunuh itu salah, tidak sesuai sila, melanggar ajaran, dsb. Jika hanya ini tolok ukurnya, tentu saja terlalu sempit cara pandangnya. :)

Non dualitas, lihat sesuatu apa adanya. Cuma itu kata kuncinya.  _/\_

Offline williamhalim

  • Sebelumnya: willibordus
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.869
  • Reputasi: 134
  • Gender: Male
Re: Semua Perbuatan adalah Netral, Niatlah yg menentukan. Benarkah?
« Reply #27 on: 14 February 2013, 02:57:11 PM »
Baik, ini penjelasan saya:
1. Tentang kombinasi.
Penjaga toko itu dengan terpaksa memberikan 4 angka kombinasi untuk membuka brankas kepada perampok yang menodongkan senjata api padanya.
Kue lapis yang dibuat Ibu, terdiri dari kombinasi tiga warna; merah, kuning dan putih.

Nah, sampai disini jelas pendapat saya tentang karma vipaka?
Masing-masing karma memiliki hasilnya, namun bisa saja yang satu lebih kuat dari yang lain tergantung niat/motivasi yang mendasari perbuatan tersebut.

Pernyataan Bro Sunya: Masing2 kamma memiliki hasil

Bisa saya artikan bahwa masing2 perbuatan adalah kamma masing2, memiliki motivasi yg mulia adalah kamma-baik dalam bentuk pikiran dan membakar anak adalah kamma-buruk dalam bentuk pikiran dan perbuatan.

Mana yg dominan, kita nggak tau, tapi logikanya 'pikiran yg diikuti dengan perbuatan' mempunyai kamma yg lebih kuat ketimbang hanya berpikir2 saja, sehingganya perlakuan si Ibu yg membakar anaknya menelorkan kamma-buruk yg lebih dominan ketimbang motivasi mulianya.

Benar begitu?

Quote
2. Tentang awam.
Maksud saya puthujjana, bukan orang tidak beragama. Benar salah memang bisa darimana saja: Tradisi, kebudayaan, aturan keluarga, konstitusi, dlsb.

Puthujjana adalah orang yg belum mencapai tingkat kesucian, termasuk di dalamnya umat beragama dan atheist.
Sehingga Bro tidak bisa menggeneralisasi semua puthujjana mendapatkan moralitas mereka dari dogma agama.

Sy pikir tidak ada bedanya puthujjana dan Bro Sunya... kita semua belajar dari buku2, belajar dari pengalaman dan bisa memisahkan mana yg baik dan mana yg buruk... tidak melulu dogmatis kan?

Quote
3. Tentang netral.
Saya ingin bertanya dulu, "Apakah Anda setuju jika ada ungkapan bahwa Buddha melihat sesuatu apa adanya, atau jika seseorang telah mencapai kesempurnaan maka Ia melihat melampaui dualitas yang dilihat makhluk belum tercerahkan?"

Dari apa yg saya baca, benar begitu

Quote
Karena Anda terus membagi perbuatan berdasarkan buruk dan baik, yang telah saya sebutkan dan asumsikan Anda setuju bahwa tolok ukur baik dan buruk adalah dari doktrin agama (selama pembahasan kita), maka amat sulit melihat kemuliaan ajaran Buddha; tidak menghakimi, bersifat analistis, non-dualitas (mutlak), serta melihat sesuatu secara lebih obyektif bukan parsial (sebagian). Jika ini dipahami, niscaya pembahasan atau perdebatan mengenai dualitas dan hakikat ini akan sirna. Karma itu bekerja apa adanya, jika melakukan ini maka hasilnya itu. Jika melakukan yang lain, hasilnya akan lain juga. Cuma sesederhana itu 'kan? Tanpa perlu labelisasi perbuatan buruk maupun baik, karma toh tetap bekerja. Benar?

Awalnya diskusi, materinya adalah: apakah kamma baik/buruk tergantung motivasi saja (perbuatan dianggap netral) ataukah motivasi dan perbuatan sama2 melahirkan kamma masing2...

Bukan hanya saya yg berbicara baik-buruk, bro dan saya, awalnya kita sama2 tidak mempermasalahkan baik-buruk, yg kita bahas adalah dimana peranan kamma: apakah di motivasi doang ataukah motivasi dan perbuatan dua2nya berperan.

Sebaiknya kita fokus soal itu dulu

Mengenai dualitas dan non-dualitas, itu cerita lain dan bisa dibuka thread tersendiri

::

Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

Offline Sunya

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 876
  • Reputasi: -16
  • Nothing, but your perception ONLY
Re: Semua Perbuatan adalah Netral, Niatlah yg menentukan. Benarkah?
« Reply #28 on: 14 February 2013, 02:58:29 PM »
Ini yg masih perlu sy diskusikan dengan rekan tsb, bahwa semua motivasi mulia harus juga dilakukan dengan perbuatan yg benar dan baik. Bahwa motivasi mulia saja, namun jika disusul dengan perbuatan yg salah, tetap saja perbautan itu salah, tidak peduli motivasinya mulia/tidak...

::

Jika Anda ingat, saya pernah menulis lewat PM bahwa perbuatan salah dan benar ini bersifat dogma, atau kebenaran konvensional, bukan absolut (mutlak). Jika bicara dalam tahap lebih tinggi (seperti Anda sebut, bahwa melihat sesuatu harus momen ke momen, bukan parsial ataupun dicampur aduk), maka sebenarnya suatu saat Anda akan paham, maksud dari netral itu adalah non-justifikasi, tidak terikat dualitas konvensional. Ini semua nanti mengerucut pada ajaran Buddha, Anda jangan khawatir (seolah saya mau membawa Anda jauh ke pemahaman Non-Buddhisme). Semua ini kaitannya dengan perbuatan dan cara pandang Buddha dan Arahat, melihat sesuatu apa adanya, netral, dan melakukan perbuatan tanpa tendensi apa-apa (hanya perbuatan saja; kiriya), serta juga kondisi spiritual saat Vipassana-Bhavana, yakni: Hanya mengamati (tidak menghakimi, tidak terikat, tidak memberi nama). Semua hanya proses dari saling-keterkaitan. Apa yang mau dilabeli sebagai jahat dan baik? :)

Sesungguhnya saya (maaf) agak prihatin.

Di forum kepercayaan (agama) lain, istilah non-dualitas ini cukup sering digunakan, dan cukup populer di kalangan para spiritualis yang sudah menempuh perjalanan spiritual taraf tertentu (jika tidak ingin disebut tinggi, khawatir disebut penilaian saya belaka). Mereka yang disegani dalam forum agama lain ini, banyak bicara cara pandang netral dan tidak terikat konsep konvensional ini. Saya tadinya berpikir, jika agama Buddha mengajarkan Kemutlakan, dan ini satu-satunya keunggulan ajaran Buddha, idealnya tentu penganutnya sangat memperhatikan cara pandang spiritual Non-Duality View ini. Terlebih di agama Buddha sudah jelas ada Vipassana. Kalau ini masih juga luput dari perhatian, sungguh disayangkan.

Semoga semua makhluk berbahagia.

Offline Sunya

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 876
  • Reputasi: -16
  • Nothing, but your perception ONLY
Re: Semua Perbuatan adalah Netral, Niatlah yg menentukan. Benarkah?
« Reply #29 on: 14 February 2013, 03:07:01 PM »
Sy agak takut melihat cara anda memahami konsep Anatta

Sy teringat cerita Zen mengenai seorang murid yg menjawab bahwa segala sesuatu adalah kosong dan saat si guru memukul kepalanya, si murid berteriak kesakitan, dan si guru mengatakan kalau segala sesuatu adalah kosong, mengapa kau berteriak kesakitan saat kupukul kepalamu?

Anatta mengajarkan kita untuk tidak melekati segala sesuatu krn sifat tanpa intinya, tanpa kepemilikan, sehingga kita tidak menderita.. bukannya mengajarkan kita untuk bisa berbuat apa saja karena segala sesuatu adalah kosong...

::

Anda keliru (2 hal):
1. Saya justru yang sering mengingatkan murid-murid saya untuk bisa membedakan antara kebenaran mutlak dan kondisional. Sebagai informasi, saya masih beraktivitas seperti manusia lain dan saya juga mengalami kurang lebih apa yang Anda dan manusia lain alami (masalah kehidupan, ekonomi, sosial, keluarga, dsb).
2. Anda keliru memahami konsep kosong. Ini sudah sering diajarkan dalam Buddhisme Mahayana, bahwa kosong itu berpotensi salah pengertian, bahwa kita bebas berbuat apa saja. Ini semacam peringatan yang sering dilontarkan di buku-buku maupun ceramah-ceramah dan diskusi. Mirip seperti konsep nibbana yang sering disalahpahami sebagai ketiadaan (nihilisme), konsep kosong ini juga sering disosialisasikan karena rawan salah pengertian.

Tentang netral yang saya jelaskan sudah Anda pahami atau belum? Kalau sepertinya sulit diterima (bukan sulit paham, saya yakin itu) akan lebih sulit mengerti konsep kosong dalam pandangan Mahayana (Emptiness/Kekosongan/Sunyata).

Oke, selamat belajar dan semoga mencapai apa yang dicita-citakan. Salam.  _/\_

 

anything