Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia
Topik Buddhisme => Buddhisme untuk Pemula => Topic started by: suwarto8116f on 29 August 2012, 11:23:56 PM
-
apakah bisa kita membuktikan bahwa kondisi awal kita ketika lahir, contoh :
lahir ganteng jelek cacat normal di keluarga kaya keluarga miskin dll ini semua adalah buah karma masa lalu ?
bgm cara membuktikannya ?
-
apakah bisa kita membuktikan bahwa kondisi awal kita ketika lahir, contoh :
lahir ganteng jelek cacat normal di keluarga kaya keluarga miskin dll ini semua adalah buah karma masa lalu ?
bisa
bgm cara membuktikannya ?
1. dari kesaksian orang dan telah diuji ketepatan/kebenarannya
2. kemampuan melihat masa lalu, kemampuan ini didapat dari pencapaian meditasi yg baik
tapi buat apa pembuktian itu Bro, apalagi pakai yg no. 2 jgn2 sampai game over (mokat) juga belum bisa melakukan pembuktian
menurut saya 'karma' di Buddhisme ibaratnya pelajaran anak TK
sayang kalau anda belajar Buddhisme cuma berkutat di sini doang
no offense
-
Kamma justru termasuk dalam 4 hal tak terpikirkan (acinteyya)
bagaimana bisa dikatakan masuk pelajaran anak 'TK'?
-
Kamma justru termasuk dalam 4 hal tak terpikirkan (acinteyya)
justru itu kalau berkutat tentang pembuktiannya apa ngak buang2 waktu
bagaimana bisa dikatakan masuk pelajaran anak 'TK'?
maksudnya apa yg mesti kita ketahui tentang karma adalah pelajaran dasar
apakah kita belajar Buddhism seumur hidup hanya untuk membuktikan karma?
ngak usah belajar kesunyataan? trus ngak usah mengamalkannya? cukup buktikan saja karma
-
ada guna nya?
bila ya, terus gimana?
-
paling kalo mau tau ya lewat hypnotherapy liat past life.
ato minta orang yang betul2 bisa kemampuan supra liat past life orang, hehe.
(selain meditasi)
-
Kamma justru termasuk dalam 4 hal tak terpikirkan (acinteyya)
_/\_
bagaimana bisa dikatakan masuk pelajaran anak 'TK'?
bahkan yang punya gelar S3 juga tidak bisa membuktikan. :)
-
maksudnya apa yg mesti kita ketahui tentang karma adalah pelajaran dasar
kayak pendidikan sekolahan pakai jenjang TK - SMU ? ;D
-
apakah setiap malam anda mencuci wajah, dgn sabun khusus ?
menghindarin dari sengatn mata hari ?
dari debu ?
dari kosmetik yg tidak perlu ?
apakah wajah anda segar n sehat ?
-
bisa
1. dari kesaksian orang dan telah diuji ketepatan/kebenarannya
tepat gak tepat siapa yg bisa tau hahahaaaa
2. kemampuan melihat masa lalu, kemampuan ini didapat dari pencapaian meditasi yg baik (setuju)
tapi buat apa pembuktian itu Bro, apalagi pakai yg no. 2 jgn2 sampai game over (mokat) juga belum bisa melakukan pembuktian
menurut saya 'karma' di Buddhisme ibaratnya pelajaran anak TK
sayang kalau anda belajar Buddhisme cuma berkutat di sini doang
bukan berkutat tapi ingin memahami lebih dalam... ::)
no offense
kan disuruh ehipassiko bro ;D _/\_
-
ada guna nya?
ya gunanya untuk menjawab pertanyaan dari teman saja, gw cuma pengen 2nd opinion ajaa hahaaa tq tq
bila ya, terus gimana?
-
paling kalo mau tau ya lewat hypnotherapy liat past life.
ato minta orang yang betul2 bisa kemampuan supra liat past life orang, hehe.
(selain meditasi)
setuju broo _/\_
-
apakah setiap malam anda mencuci wajah, dgn sabun khusus ? tidak bro
menghindarin dari sengatn mata hari ? iya takut kebakar
dari debu ? tidak juga
dari kosmetik yg tidak perlu ? gak make kosmetik sama sekali
apakah wajah anda segar n sehat ? gak tau
how about u ? ;D
-
kalau yang ditanyakan adalah bukti empiris, maka jawabannya: tidak ada.
-
apakah setiap malam anda mencuci wajah, dgn sabun khusus ?
menghindarin dari sengatn mata hari ?
dari debu ?
dari kosmetik yg tidak perlu ?
apakah wajah anda segar n sehat ?
OOT. :outoftopic:
-
ya gunanya untuk menjawab pertanyaan dari teman saja, gw cuma pengen 2nd opinion ajaa hahaaa tq tq
begini bro
anda mesti tahu (setidaknya rekaan) apa alasan teman anda menanyakan itu
baru anda pun dpt memutuskan jawaban apa yg harus anda berikan untuknya
bisa jadi jawabannya dlm bentuk pertanyaan balik ataupun tidak menjawabnya sama sekali
lebih lanjut kita mesti ingat yg kita bicarakan adalah ruang lingkup agama bukan ilmu pasti
dimana keyakinan adalah hal mendasar dalam agama manapun termasuk juga Buddhisme
namun di Buddhisme keyakinan haruslah disertai kebijaksanaan, bukan keyakinan membuta
perlu juga diketahui kalau yg dimaksud kebijaksanaan bukanlah logika semata
bahkan dalam ilmu pasti pun tidak selalu harus dibuktikan, contoh:
A: berapa massa bumi?
B: berdasarkan penelitian para ilmuwan 59.760 miliar ton
A: buktikan!
B: garuk2 kepala
walaupun kita tidak membuktikannya secara langsung tapi apa yg telah dilakukan para ilmuwan sudahlah cukup membuktikan buat semua orang
kalau harus membuktikannya sendiri bukankah membutuhkan banyak pengetahuan, peralatan, tenaga, waktu, dan biaya?
jadi pertanyaan tsb sangatlah dibuat-buat/mengada-ada, mungkin juga hanya bermaksud untuk memojokkan
-
bukan berkutat tapi ingin memahami lebih dalam
kalau sekedar memahaminya tidaklah terlalu sulit, contoh:
boleh dibilang karma mirip dgn nasib, bedanya kalau nasib ditentukan oleh Tuhan, sedang karma disebabkan diri sendiri
kebanyakan orang Buddhis menerima karma karena alasan lebih masuk akal terutama dalam konteks 'keadilan'-nya
namun setelah mendapatkan pemahaman (dari banyak sisi) pun seseorang harus meyakininya (menyimpulkannya)
saya pikir 'pembuktian' adalah tanda2 kurang/belum ada keyakinan (kemampuan membuat kesimpulan)
dan bahayanya kalau ternyata karma tidak mungkin untuk dibuktikan, bagaimana selanjutnya?
padahal menurut saya yg terpenting dlm Buddhisme adalah Catur Ariya Satyani (4 kesunyataan mulia)
dan ada yg lebih berat dari karma yaitu tilakhana terutama anatta, bagaimana memahaminya?
kan disuruh ehipassiko bro ;D _/\_
kalau intrepretasi saya, ehipassiko -> datang dan lihat
jadi datanglah dengan keyakinan dan lihatlah dengan kebijaksanaan
apa yg seharusnya dilihat? menurut saya nibbana, bukan karma
untuk itu perlu mengamalkan Dhamma, tepatnya lagi JMB8
untuk mengamalkan Dhamma butuh keyakinan (bahwa hal ini bermanfaat)
cmiiw
-
kalau sekedar memahaminya tidaklah terlalu sulit, contoh:
boleh dibilang karma mirip dgn nasib, bedanya kalau nasib ditentukan oleh Tuhan, sedang karma disebabkan diri sendiri
kebanyakan orang Buddhis menerima karma karena alasan lebih masuk akal terutama dalam konteks 'keadilan'-nya
namun setelah mendapatkan pemahaman (dari banyak sisi) pun seseorang harus meyakininya (menyimpulkannya)
saya pikir 'pembuktian' adalah tanda2 kurang/belum ada keyakinan (kemampuan membuat kesimpulan)
dan bahayanya kalau ternyata karma tidak mungkin untuk dibuktikan, bagaimana selanjutnya?
padahal menurut saya yg terpenting dlm Buddhisme adalah Catur Ariya Satyani (4 kesunyataan mulia)
dan ada yg lebih berat dari karma yaitu tilakhana terutama anatta, bagaimana memahaminya?
nah lho, darimana kesimpulan karma 'mirip' dengan takdir, hanya beda di Tuhannya doang???
-
nah lho, darimana kesimpulan karma 'mirip' dengan takdir, hanya beda di Tuhannya doang???
setahu saya nasib berbeda dengan takdir
sejauh ini saya hanya berbicara tentang kemiripan karma dengan nasib, belum sampai ke takdir
kalau saya katakan karma mirip dengan nasib, bukan berarti tidak ada perbedaan2 lainnya,
namun saya pikir perbedaan2 tsb tidak fundamentil sehingga saya anggap tidak ada
dan bahkan saya pikir lebih baik fokus pada persamaan2 daripada perbedaan2
jadi semuanya kembali ke individu masing2, apakah ingin selalu berpikiran diskriminatif atau tidak
kalau saya pribadi sebisa mungkin menghindari pemikiran tsb
lebih jauh lagi kalau banyak individu2 (sekalipun seorang Buddhis) yg suka diskriminatif,
secara Buddhisme itu tidak mengherankan karena telah tertuang di dalam 'kesunyataan mulia tentang asal mula dukkha'
-
setahu saya nasib berbeda dengan takdir
sejauh ini saya hanya berbicara tentang kemiripan karma dengan nasib, belum sampai ke takdir
kalau saya katakan karma mirip dengan nasib, bukan berarti tidak ada perbedaan2 lainnya,
namun saya pikir perbedaan2 tsb tidak fundamentil sehingga saya anggap tidak ada
dan bahkan saya pikir lebih baik fokus pada persamaan2 daripada perbedaan2
jadi semuanya kembali ke individu masing2, apakah ingin selalu berpikiran diskriminatif atau tidak
kalau saya pribadi sebisa mungkin menghindari pemikiran tsb
lebih jauh lagi kalau banyak individu2 (sekalipun seorang Buddhis) yg suka diskriminatif,
secara Buddhisme itu tidak mengherankan karena telah tertuang di dalam 'kesunyataan mulia tentang asal mula dukkha'
nah kalo begitu apa persamaannya?
-
bahkan dalam ilmu pasti pun tidak selalu harus dibuktikan, contoh:
A: berapa massa bumi?
B: berdasarkan penelitian para ilmuwan 59.760 miliar ton
A: buktikan!
B: garuk2 kepala
Hukum Newton memberikan hubungan dari gravitasi, massa dan percepatan (F=m.a), juga gravitasi yang mempengaruhi 2 massa, yaitu F=G.M.m/(R*R).
Kita bisa menimbang massa benda dan mengukur percepatannya ketika jatuh. Maka didapatkan berapa F. Kemudian dengan mengukur sudut bayangan matahari di dua tempat pada waktu yang sama, juga jarak antara 2 tempat itu, maka bisa didapatkan jari-jari bumi, yang berarti adalah jarak antara pusat massa bumi dan massa benda. Sementara G adalah konstanta gravitasi yang didapatkan dari penelitian interaksi 2 massa. Konstanta ini tidak berubah.
Dengan hitungan SMU begini, bisa didapatkan massa dari bumi. Namun tentu para ilmuwan tidak menghitung sesederhana ini, namun dengan variable lain dan dukungan teknologi, sehingga akurasinya pun jauh lebih tinggi.
Jadi jangan samakan pembuktian kamma yang tidak akan pernah bisa dibuktikan dengan sains yang memang bisa dibuktikan.
-
nah kalo begitu apa persamaannya?
kan sudah saya sampaikan sebelumnya
-
Hukum Newton memberikan hubungan dari gravitasi, massa dan percepatan (F=m.a), juga gravitasi yang mempengaruhi 2 massa, yaitu F=G.M.m/(R*R).
Kita bisa menimbang massa benda dan mengukur percepatannya ketika jatuh. Maka didapatkan berapa F. Kemudian dengan mengukur sudut bayangan matahari di dua tempat pada waktu yang sama, juga jarak antara 2 tempat itu, maka bisa didapatkan jari-jari bumi, yang berarti adalah jarak antara pusat massa bumi dan massa benda. Sementara G adalah konstanta gravitasi yang didapatkan dari penelitian interaksi 2 massa. Konstanta ini tidak berubah.
Dengan hitungan SMU begini, bisa didapatkan massa dari bumi. Namun tentu para ilmuwan tidak menghitung sesederhana ini, namun dengan variable lain dan dukungan teknologi, sehingga akurasinya pun jauh lebih tinggi.
Jadi jangan samakan pembuktian kamma yang tidak akan pernah bisa dibuktikan dengan sains yang memang bisa dibuktikan.
dalam beberapa kasus seseorang yang mempunyai kemampuan melihat masa lalu bisa membuktikan karma
namun walaupun demikian sepertinya tidak memungkinkan untuk membuktikannya kepada orang lain kecuali untuk dirinya sendiri
lalu sejauh mana karma bisa dibuktikan tentunya tergantung kemampuan orang tsb, ada yang mampu melihat 1,2, dst kehidupan masa lalu
-
dalam beberapa kasus seseorang yang mempunyai kemampuan melihat masa lalu bisa membuktikan karma
namun walaupun demikian sepertinya tidak memungkinkan untuk membuktikannya kepada orang lain kecuali untuk dirinya sendiri
lalu sejauh mana karma bisa dibuktikan tentunya tergantung kemampuan orang tsb, ada yang mampu melihat 1,2, dst kehidupan masa lalu
Ada dua jenis orang yang bisa membuktikan kamma:
1. Seorang Samma Sambuddha
2. Orang dengan pikiran terganggu (baca: gila)
Saya pastinya tidak percaya pada orang gila.
-
memangnya bisa melihat kehidupan masa lalu=bisa melihat kamma ya??
-
memangnya bisa melihat kehidupan masa lalu=bisa melihat kamma ya??
mungkin saja ya, spt menyambung potongan puzzle
contoh: si A sekarang ini bodoh, setelah diselidiki ketika si A masih sekolah ternyata dia malas belajar, maka ketemulah sebab akibat (karma)-nya
tapi tolong jangan bahas contoh ini, cuma sekedar gambaran saja
-
Ada dua jenis orang yang bisa membuktikan kamma:
1. Seorang Samma Sambuddha
2. Orang dengan pikiran terganggu (baca: gila)
Saya pastinya tidak percaya pada orang gila.
rasanya terlalu naif kalau mensejajarkan orang gila dengan Buddha
-
Orang gilla tidak bisa dimasukan kedalam jenis orang yg bisa membuktikan kamma, karena orang gila untuk fokus dengan pikirannya sendiri saja sulit terlebih jika ditanya mengenai kamma.. Kalau ditanya mengenai kamma mungkin yang ada orang gila yg kebetulan sedikit waras menjawab "lu lebih gila dari gw ternyata, nanya kamma ke gw" :))
rasanya terlalu naif kalau mensejajarkan orang gila dengan Buddha
-
memangnya bisa melihat kehidupan masa lalu=bisa melihat kamma ya??
Dari beberapa kisah dalam menceritakan kamma seseorang, Buddha meceritakan juga kehidupan lampau
Sehingga jika dilihat dari beberapa kisah sepertinya alasan hanya samma sambuddha yang mampu melihat kamma seseorang seperti lebih dikarenakan Buddha memiliki kemampuan melihat masa lampau yang tak terbatas, berbeda dengan beberapa muridnya yg hanya mampu melihat masa lampau yg terbatas
-
kan sudah saya sampaikan sebelumnya
yang mana om?
g ketemu.. ::)
-
Dari beberapa kisah dalam menceritakan kamma seseorang, Buddha meceritakan juga kehidupan lampau
Sehingga jika dilihat dari beberapa kisah sepertinya alasan hanya samma sambuddha yang mampu melihat kamma seseorang seperti lebih dikarenakan Buddha memiliki kemampuan melihat masa lampau yang tak terbatas, berbeda dengan beberapa muridnya yg hanya mampu melihat masa lampau yg terbatas
Bukan masalah kemampuan melihat masa lampau. Ini kesalahan yang sering terjadi bahwa "melihat masa lampau = bisa membuktikan kamma." Nyatanya tidak begitu.
Saya kasih contoh sederhana tidak usah bawa-bawa kehidupan lampau, tapi di kehidupan sekarang saja. Anggaplah kita tahu mukul orang = akibatnya dipukul orang juga (biar gampang). Katakanlah setiap hari kita mukul si A dan si B, selama kurang lebih setahun. Kemudian suatu hari kita dipukul orang. Apakah kita bisa buktikan bahwa itu adalah buah kamma dari mukul si A atau si B? Lalu akibat dari mukul yang mana, hari apa? Kenapa tiap hari kita tampar mereka, tapi buah kammanya dipentung pake kayu? Apakah itu salah satu kamma berbuah, ataukah 2 kamma yang berbuah karena saling mendukung, ataukah 3, 4, dst? Bagaimana proses kamma sehingga tamparnya sejak tahun lalu, tapi berbuahnya sekarang?
Karena kita tidak mampu melihat jalannya kamma, maka kita tidak akan mampu melihatnya. Sama saja walaupun kita tahu 100.000 kehidupan lampau, tetap kita tidak tahu kamma mana membuahkan hasil mana, bagaimana caranya, kapan, didukung kamma yang mana, dihalangi kamma yang mana. Sejauh-jauhnya yang bisa kita lihat adalah secara umum jika kita banyak berbuat baik, maka banyak mendapatkan kebahagiaan, jika berbuat buruk, banyaak mendapatkan malapetaka. Namun itu bukanlah pembuktian kamma.
Pembuktian kamma itu adalah ranah seorang Buddha. Dalam AN IV.77, Acinteyyasutta, dikatakan 4 hal yang tidak untuk dispekulasikan: Kemampuan seorang Buddha, jangkauan jhana, jalannya kamma, dan asal mula dunia. Berusaha menspekulasikannya akan menyebabkan kegilaan dan gangguan. Oleh sebab itu sebelumnya saya katakan hanya 2 orang yang bisa membuktikan kamma: Seorang Samma Sambuddha, dan seorang gila yang (berpikir) bisa melihat jalannya kamma.
-
Seekor anjing turun dari mobil mercides,makan di atas piring emas,mati pun ada kuburan yang bagus.Seorang anak manusia mengorek tempat sampah mencari secuil nasi busuk untuk mengisi perut. Itu gambaran manusia katanya sesuai gambaran tuhan,lalu kenapa makan di tempat sampah?
-
Perlu diperjelas bahwa yang acinteyya adalah kamma-vipaka (hasil/buah perbuatan) bukan kamma (perbuatan).
Kammavipāko bhikkhave acinteyyo na cintetabbo, yaṃ cintento ummādassa vighātassa bhāgī assa. (Acinteyya Sutta - Anguttara Nikaya 4.77)
Menurut hasil terjemahan Bhikkhu Thanissaro
"The [precise working out of the] results of kamma is an unconjecturable that is not to be conjectured about, that would bring madness & vexation to anyone who conjectured about it."
Cara bekerja Hasil Kamma secara tepatnya, inilah yang acinteyya.
Kembali kepertanyaan awal:
apakah bisa kita membuktikan bahwa kondisi awal kita ketika lahir, contoh :
lahir ganteng jelek cacat normal di keluarga kaya keluarga miskin dll ini semua adalah buah karma masa lalu ?
bgm cara membuktikannya ?
Mari kita lihat kutipan sutta berikut.
"….Here, Ananda, in consequence of ardor, endeavor, devotion, diligence, and right attention, some monk or brahman attains such concentration of mind that, when his mind is concentrated, he sees with the heavenly eyesight, which is purified and surpasses the human, that some person kills living beings here, takes what is not given, misconducts himself in sexual desires, speaks falsehood, speaks maliciously, speaks harshly, gossips, is covetous, is ill-willed, has wrong view. He sees that on the dissolution of the body, after death, he has reappeared in the states of deprivation, in an unhappy destination, in perdition, in hell….. (Maha Kammavibhanga Sutta - Majjhima NIkaya 136)
Dengan demikian, ADA orang-orang yang dapat melihat rangkaian sebab akibat dari perbuatan manusia. TAPI kemampuan mereka terbatas, hanya sepotong-sepotong, tidak menyeluruh, tidak seperti seorang Sammasambuddha. Hal ini terlihat pada kelanjutan Maha Kammavibhanga Sutta yang menyatakan sikap setuju atau tidak setuju dari Sang Buddha terhadap sebagian penglihatan dari para brahmana atau bhikkku yang memiliki penglihatan “dewa” tersebut.
Jadi, kita bisa membuktikannya dengan melihat rangkaian meskipun hanya untuk diri kita dan bersifat tidak menyeluruh, hanya Sammasambuddha yang bisa melihat secara menyeluruh.
Caranya: seperti dalam kutipan sutta yang tulisannya ditebalkan.
Demikian cmiiw
-
berarti dari right atention bisa menjadi wrong view ya.
-
Perlu diperjelas bahwa yang acinteyya adalah kamma-vipaka (hasil/buah perbuatan) bukan kamma (perbuatan).
Kammavipāko bhikkhave acinteyyo na cintetabbo, yaṃ cintento ummādassa vighātassa bhāgī assa. (Acinteyya Sutta - Anguttara Nikaya 4.77)
Menurut hasil terjemahan Bhikkhu Thanissaro
"The [precise working out of the] results of kamma is an unconjecturable that is not to be conjectured about, that would bring madness & vexation to anyone who conjectured about it."
Cara bekerja Hasil Kamma secara tepatnya, inilah yang acinteyya.
Lalu 'kamma' (bukan vipaka) yang "cinteyya" yang mana?
Kembali kepertanyaan awal:
apakah bisa kita membuktikan bahwa kondisi awal kita ketika lahir, contoh :
lahir ganteng jelek cacat normal di keluarga kaya keluarga miskin dll ini semua adalah buah karma masa lalu ?
bgm cara membuktikannya ?
Mari kita lihat kutipan sutta berikut.
"….Here, Ananda, in consequence of ardor, endeavor, devotion, diligence, and right attention, some monk or brahman attains such concentration of mind that, when his mind is concentrated, he sees with the heavenly eyesight, which is purified and surpasses the human, that some person kills living beings here, takes what is not given, misconducts himself in sexual desires, speaks falsehood, speaks maliciously, speaks harshly, gossips, is covetous, is ill-willed, has wrong view. He sees that on the dissolution of the body, after death, he has reappeared in the states of deprivation, in an unhappy destination, in perdition, in hell….. (Maha Kammavibhanga Sutta - Majjhima NIkaya 136)
Dengan demikian, ADA orang-orang yang dapat melihat rangkaian sebab akibat dari perbuatan manusia. TAPI kemampuan mereka terbatas, hanya sepotong-sepotong, tidak menyeluruh, tidak seperti seorang Sammasambuddha. Hal ini terlihat pada kelanjutan Maha Kammavibhanga Sutta yang menyatakan sikap setuju atau tidak setuju dari Sang Buddha terhadap sebagian penglihatan dari para brahmana atau bhikkku yang memiliki penglihatan “dewa” tersebut.
Jadi, kita bisa membuktikannya dengan melihat rangkaian meskipun hanya untuk diri kita dan bersifat tidak menyeluruh, hanya Sammasambuddha yang bisa melihat secara menyeluruh.
Caranya: seperti dalam kutipan sutta yang tulisannya ditebalkan.
Demikian cmiiw
Itu sih bukan membuktikan, tapi menyama-nyamakan apa kata sutta.
Untuk bisa disebut membuktikan kamma, berarti pertama-tama harus dibuktikan dulu betul atau tidak apa kata sutta. Betul atau tidak 'ganteng atau jelek adalah hasil dari perbuatan tertentu'. Setelah bisa dipastikan kebenarannya, baru kita uji dari berbagai kehidupan, betulkah begitu, atau ternyata keliru, atau bahkan ternyata kamma itu tidak ada. Namun ini semua tidak akan bisa dilakukan karena bagaimana jalannya kamma saja kita tidak tahu.
Kita sederhanakan secara matematis, kamma = x (perbuatan), dan dengan fungsi tertentu, menghasilkan vipaka (y). [f(x) = y]
Ketika kita menanam kamma (x1), kita tidak tahu kapan vipaka (y1) muncul, tidak pula tahu yang mana. (Kita berdana ke bhikkhu, tapi tidak tahu berbuah kapan dalam bentuk apa.)
Ketika kita merasakan satu vipaka (y2), kita tidak tahu yang mana kammanya (x2). (Kita terlahir miskin, walaupun kita bisa melihat 100.000 kehidupan lampau, kita tidak tahu perbuatan apa dan kehidupan mana yang menyebabkannya.)
Kita hanya bisa melihat kumpulan x dan y, namun tidak tahu korelasinya, sehingga fungsi tidak bisa dicari. Sebaliknya dari fungsi, juga disebut acinteyya, jadi korelasi x dan y, tidak mungkin dicari. Maka apakah sebagian atau keseluruhan, kamma itu tidak bisa dibuktikan.
Belum lagi yang disinggung ryu ini:
berarti dari right atention bisa menjadi wrong view ya.
Orang-orang melihat masa lalu, mencoba menyimpulkan sendiri dari apa yang dilihat, namun malah
terjerumus pada pandangan salah seperti berpikir dunia kekal, sebagian dunia kekal, atau bahkan semua ini adalah kebetulan. (Brahmajalasutta di spekulasi masa lampau.)
-
berarti dari right atention bisa menjadi wrong view ya.
Pertama. Sebagai catatan saja, dalam teks Palinya, right attention dalam Maha Kammavibhanga Sutta- Majjhima Nikaya 136 tersebut adalah: sammā manasikāra bukan sammā sati yang sering diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia sebagai Perhatian Benar.
Kedua. sammā manasikāra (right attention) berpotensi menjadi pandangan keliru. Berpotensi bukan berarti pasti menjadi pandangan keliru. Maha Kammavibhanga Sutta jelas menyatakan bahwa ada pandangan yang disetujui oleh Sang Buddha yang juga dari hasil sammā manasikāra (right attention).
-
yang mana om?
g ketemu.. ::)
sorry ya sis, memang belum
terdapat realitas sosial yang terjadi di dunia yaitu kaya-miskin, pandai-bodoh, terkenal-tidak terkenal, berkuasa-tidak berkuasa, dsb
ada dua pandangan berkenaan dengan perbedaan ini, yaitu semua hanya kebetulan 'tidak ada sebab-akibat', dan yang lainnya berpandangan 'ada sebab-akibat'
nah, menurut saya persamaannya adalah sama2 berpandangan 'ada sebab-akibat' terhadap realitas tsb di atas walaupun berbeda konsep
-
Lalu 'kamma' (bukan vipaka) yang "cinteyya" yang mana?
Saya terjemahkan pertanyaannya sebagai berikut: Perbuatan yang dapat dipikirkan yang mana? Jadi jawaban saya : menyapu, makan, membantu ortu, berdana, dsb. Ini semua adalah perbuatan yang dapat dipikirkan.
Itu sih bukan membuktikan, tapi menyama-nyamakan apa kata sutta.
Untuk bisa disebut membuktikan kamma, berarti pertama-tama harus dibuktikan dulu betul atau tidak apa kata sutta. Betul atau tidak 'ganteng atau jelek adalah hasil dari perbuatan tertentu'. Setelah bisa dipastikan kebenarannya, baru kita uji dari berbagai kehidupan, betulkah begitu, atau ternyata keliru, atau bahkan ternyata kamma itu tidak ada. Namun ini semua tidak akan bisa dilakukan karena bagaimana jalannya kamma saja kita tidak tahu.
Kita sederhanakan secara matematis, kamma = x (perbuatan), dan dengan fungsi tertentu, menghasilkan vipaka (y). [f(x) = y]
Ketika kita menanam kamma (x1), kita tidak tahu kapan vipaka (y1) muncul, tidak pula tahu yang mana. (Kita berdana ke bhikkhu, tapi tidak tahu berbuah kapan dalam bentuk apa.)
Ketika kita merasakan satu vipaka (y2), kita tidak tahu yang mana kammanya (x2). (Kita terlahir miskin, walaupun kita bisa melihat 100.000 kehidupan lampau, kita tidak tahu perbuatan apa dan kehidupan mana yang menyebabkannya.)
Kita hanya bisa melihat kumpulan x dan y, namun tidak tahu korelasinya, sehingga fungsi tidak bisa dicari. Sebaliknya dari fungsi, juga disebut acinteyya, jadi korelasi x dan y, tidak mungkin dicari. Maka apakah sebagian atau keseluruhan, kamma itu tidak bisa dibuktikan.
Bisa saja kita mengatakan ini adalah menyama-nyamakan apa kata sutta dan bukan membuktikan kamma. Betul! Karena saya tidak sedang membuktikan kamma masa lalu di sini. Saya hanya menjawab pertanyaan awal seperti yang saya “quote” saat saya menjawab pertanyaan: “apakah bisa kita membuktikan bahwa kondisi awal kita ketika lahir, contoh : lahir ganteng jelek cacat normal di keluarga kaya keluarga miskin dll ini semua adalah buah karma masa lalu ? bgm cara membuktikannya ?” Jadi saya tidak dalam konteks menjawab tantangan dalam judul thread ini “Buktikan karma masa lalu…..!
Dalam sutta jelas mengatakan ada orang-orang yang bisa melihat rangkaian sebab akibat perbuatan selain Sammasabuddha meskipun terbatas kemampuan melihatnya dan Sang Buddha menyetujui beberapa hasil dari penglihatan mereka.
Ini berarti memberikan kesempatan atau membuka peluang untuk melakukan tindakan pembuktian sendiri dengan melihat rangkaian sebab akibat tersebut. TAPI seperti yang saya sampaikan kita bisa membuktikannya dengan melihat rangkaian sebab akibat meskipun hanya untuk diri kita.
Analogi matematika yang anda berikan, yang saya pahami adalah dalam konteks kamma vipaka masa depan, saya saat ini mungkin sepakat karena jelas kamma vipaka masa depan belum bisa dipikirkan karena belum terjadi. Berbeda jika dalam konteks masa lalu (bukankah pertanyaannya berkaitan dengan masa lalu?)
Dalam konteks masa lalu, analogi anda tidak berlaku bagi mereka yang memiliki kemampuan melihat rangkaian sebab-akibat. Dan sekali lagi sutta mengatakan ada orang-orang yang mampu melihat rangkaian tersebut dan Sang Buddha menyetujui beberapa pendapat dari apa yang mereka lihat.
Orang-orang melihat masa lalu, mencoba menyimpulkan sendiri dari apa yang dilihat, namun malah
terjerumus pada pandangan salah seperti berpikir dunia kekal, sebagian dunia kekal, atau bahkan semua ini adalah kebetulan. (Brahmajalasutta di spekulasi masa lampau.)
Jika kita melihat Maha Kammavibhanga Sutta - Majjhima Nikaya 136, jelas bahwa tidak semua pandangan-pandangan dari orang yang melihat masa lalu itu salah semua.
Tanggapan atas pertanyaan Sdr. Ryu. Bisa dilihat di atas
-
Saya terjemahkan pertanyaannya sebagai berikut: Perbuatan yang dapat dipikirkan yang mana? Jadi jawaban saya : menyapu, makan, membantu ortu, berdana, dsb. Ini semua adalah perbuatan yang dapat dipikirkan.
Dalam konteks 'perbuatan', tentu bisa dipikirkan. Namun jika kita membahas dalam konteks hukum kamma, dengan mengabaikan vipakanya, bisakah kita membahas kammanya? Jadi OK-lah kita tidak tahu hasilnya apa, tapi bisakah kita ketahui bahwa di situ ada kamma (perbuatan) tertanam? (Misalnya kita tanam biji mangga, walaupun pohonnya belum terjadi, tapi kita ketahui di situ ada biji ditanam. Apakah dalam kamma juga bisa dibahas demikian?)
Bisa saja kita mengatakan ini adalah menyama-nyamakan apa kata sutta dan bukan membuktikan kamma. Betul! Karena saya tidak sedang membuktikan kamma masa lalu di sini. Saya hanya menjawab pertanyaan awal seperti yang saya “quote” saat saya menjawab pertanyaan: “apakah bisa kita membuktikan bahwa kondisi awal kita ketika lahir, contoh : lahir ganteng jelek cacat normal di keluarga kaya keluarga miskin dll ini semua adalah buah karma masa lalu ? bgm cara membuktikannya ?” Jadi saya tidak dalam konteks menjawab tantangan dalam judul thread ini “Buktikan karma masa lalu…..!
Dalam sutta jelas mengatakan ada orang-orang yang bisa melihat rangkaian sebab akibat perbuatan selain Sammasabuddha meskipun terbatas kemampuan melihatnya dan Sang Buddha menyetujui beberapa hasil dari penglihatan mereka.
Saya agak lupa tentang kasus begitu, mungkin bisa berikan contohnya?
Ini berarti memberikan kesempatan atau membuka peluang untuk melakukan tindakan pembuktian sendiri dengan melihat rangkaian sebab akibat tersebut. TAPI seperti yang saya sampaikan kita bisa membuktikannya dengan melihat rangkaian sebab akibat meskipun hanya untuk diri kita.
Analogi matematika yang anda berikan, yang saya pahami adalah dalam konteks kamma vipaka masa depan, saya saat ini mungkin sepakat karena jelas kamma vipaka masa depan belum bisa dipikirkan karena belum terjadi. Berbeda jika dalam konteks masa lalu (bukankah pertanyaannya berkaitan dengan masa lalu?)
Dalam konteks masa lalu, analogi anda tidak berlaku bagi mereka yang memiliki kemampuan melihat rangkaian sebab-akibat. Dan sekali lagi sutta mengatakan ada orang-orang yang mampu melihat rangkaian tersebut dan Sang Buddha menyetujui beberapa pendapat dari apa yang mereka lihat.
Jika kita berorientasi pada kamma (x), maka konteksnya adalah masa depan. Kita lakukan x, lalu mencari y, yang entah kapan dan bagaimana berbuahnya.
Jika kita berorientasi pada vipaka (y), maka konteksnya adalah masa lalu. Kita sekarang mengalami satu buah kamma, lalu kita mencari sebabnya. Nah, walaupun kita bisa melihat entah berapa banyak kehidupan lampau, tetap kita tidak tahu kamma apa, di kehidupan mana, yang menyebabkan vipaka kita sekarang. Bahkan tidak usah jauh2, ada kamma yang berbuah dalam kehidupan sekarang (ditthadhamma vedaniya kamma), namun ketika berbuahpun kita tidak tahu perbuatan mana dalam kehidupan ini yang menyebabkan buah demikian.
Jadi jika merunut ke depan, x diketahui namun y tidak diketahui.
Jika merunut ke belakang, y diketahui namun x tidak diketahui.
Kemudian fungsinya sendiri tidak diketahui dan selalu berubah (karena dukungan atau hambatan kamma lain yang berintegrasi).
Dari sini, saya menyimpulkan bahwa ke depan ataupun ke belakang, tetap tidak akan diketahui.
Kalau yang saya ingat, para Tevijja Arahant dikatakan bisa melihat bagaimana makhluk berlanjut sesuai kammanya, yang saya pahami sebagai penglihatan bagaimana makhluk2 yang belum memutuskan lingkaran kelahiran (masih menanam kamma), masih terus berlanjut. Mereka bukan mengetahui kamma apa berakibat apa, sebab mereka tidak mampu menelusuri kehidupan lampau orang lain.
Jika kita melihat Maha Kammavibhanga Sutta - Majjhima Nikaya 136, jelas bahwa tidak semua pandangan-pandangan dari orang yang melihat masa lalu itu salah semua.
Tanggapan atas pertanyaan Sdr. Ryu. Bisa dilihat di atas
Ya, saya bukan bermaksud mengatakan bahwa penilaian itu pasti salah, namun saya mau mengatakan bahwa walaupun orang mampu melihat masa lampau demikian jauh, namun tetap saja tidak dapat memahami kamma. Bahkan karena spekulasi tertentu, justru malah terperosok pada pandangan salah. Namun konsentrasi dan penglihatan masa lampau itu sendiri jelas bukan hal tercela sama sekali.
(Dalam sehari-hari kadang kita bertemu dengan orang yang melakukan kebaikan, namun nasibnya buruk, juga sebaliknya. Demikian pula dengan kehidupan lampau, ada yang berbuat baik namun terlahir di alam buruk. Melihat hal ini, beberapa petapa/brahmana berspekulasi bahwa tidak ada akibat dari perbuatan baik/buruk [akiriya], ada juga beranggapan karena memang sudah nasib [paham determinisme], namun Buddha memberikan penjelasan bahwa jika orang baik terlahir di alam buruk, ini karena sebelumnya, apakah di kehidupan ini ataupun sebelum-sebelumnya, telah melakukan kejahatan, dan kamma buruknya kebetulan berbuah.)
-
rumusan di dalam 'ilmu pasti' datang dari suatu pembuktian, namun demikian jangan pikir 100% akurat
bahwasannya para ilmuwan pun sepakat ada toleransi (lebih-kurang atau batas kekeliruan) dari suatu rumusan
contoh: jangan harap dapat luas lingkaran yang akurat, karena konstanta phi=22/7 ngak akan habis dibagi
semakin tinggi teknologi yang dikembangkan maka ambang toleransinya semakin kecil, namun tetap tidak bisa 100% akurat
dalam ranah sosial pun spt 'hukum' juga membutuhkan pembuktian, dan sepertinya lebih rumit
seorang terdakwa harus dibuktikan bersalah/tidak bersalah dengan menyajikan data2: bukti, saksi, keterangan ahli, dsb
ketika palu hakim terketuk apakah semuanya telah terbukti 100% tanpa ada kemungkinan keliru
kenyataannya bisa melakukan persidangan ulang dengan menyajikan data2 terbaru
begitu pula dalam hal spiritual, kalau nirvana saja bisa dibuktikan (hanya untuk dirinya sendiri) kenapa karma tidak
bukankah mencapai nibbana berarti meniadakan karma, apakah mungkin meniadakannya tanpa pernah membuktikan keberadaannya
tentunya kemampuan ini datangnya dari pengamalan Dhamma
kalau ada istilah 'tidak dapat dipikirkan' mungkin maksudnya tidak bisa pakai logika semata,
atau menghindari pemikiran liar (tidak ada batasan) yang menjauhkan dari tujuan
[at] TS
saya tambahkan satu, karma bisa dibuktikan dengan syarat harus jadi seorang Samma Sambuddha
begitulah yang bisa saya sampaikan berdasarkan dari literatur Buddhisme (seingat saya)
tolong jangan minta saya untuk membuktikan kebenarannya, karena saya masih dalam tahap pemahaman dan pengamalan
dan pada akhirnya semua orang harus membuktikannya sendiri, sekalipun seorang Buddha tidak dapat membuktikannya untuk anda
yang bisa dilakukanNya cuma membantu, namun bantuanNya sungguh luar biasa (seorang guru yang tiada tandingannya)
-
Dalam konteks 'perbuatan', tentu bisa dipikirkan. Namun jika kita membahas dalam konteks hukum kamma, dengan mengabaikan vipakanya, bisakah kita membahas kammanya? Jadi OK-lah kita tidak tahu hasilnya apa, tapi bisakah kita ketahui bahwa di situ ada kamma (perbuatan) tertanam? (Misalnya kita tanam biji mangga, walaupun pohonnya belum terjadi, tapi kita ketahui di situ ada biji ditanam. Apakah dalam kamma juga bisa dibahas demikian?)
Perbuatan tertanam??? Cuci piring di dalam tanah maksudnya?? ;D
Mungkin yang anda maksud adalah potensi/benih-benih buah kamma yang tertanam. Ini sudah wilayah kerja kamma-vipaka. Jadi jawaban akhirnya: acinteyya.
Saya agak lupa tentang kasus begitu, mungkin bisa berikan contohnya?
Jika anda meminta kasus yang sama yang mendetail seperti pertanyaan awal TS, saya pun tidak ingat apakah ada kasus seperti itu. Tapi jika kasus seseorang yang bisa melihat rangkaian sebab akibat perbuatan sehingga memberi kita peluang melihat rangkaian seperti yang ditanyakan TS maka saya sudah menyampaikannya kepada anda, Maha Kammavibhanga Sutta- Majjhima Nikaya 136.
Jika kita berorientasi pada kamma (x), maka konteksnya adalah masa depan. Kita lakukan x, lalu mencari y, yang entah kapan dan bagaimana berbuahnya.
Jika kita berorientasi pada vipaka (y), maka konteksnya adalah masa lalu. Kita sekarang mengalami satu buah kamma, lalu kita mencari sebabnya. Nah, walaupun kita bisa melihat entah berapa banyak kehidupan lampau, tetap kita tidak tahu kamma apa, di kehidupan mana, yang menyebabkan vipaka kita sekarang. Bahkan tidak usah jauh2, ada kamma yang berbuah dalam kehidupan sekarang (ditthadhamma vedaniya kamma), namun ketika berbuahpun kita tidak tahu perbuatan mana dalam kehidupan ini yang menyebabkan buah demikian.
Jadi jika merunut ke depan, x diketahui namun y tidak diketahui.
Jika merunut ke belakang, y diketahui namun x tidak diketahui.
Kemudian fungsinya sendiri tidak diketahui dan selalu berubah (karena dukungan atau hambatan kamma lain yang berintegrasi).
Dari sini, saya menyimpulkan bahwa ke depan ataupun ke belakang, tetap tidak akan diketahui.
Kalau yang saya ingat, para Tevijja Arahant dikatakan bisa melihat bagaimana makhluk berlanjut sesuai kammanya, yang saya pahami sebagai penglihatan bagaimana makhluk2 yang belum memutuskan lingkaran kelahiran (masih menanam kamma), masih terus berlanjut. Mereka bukan mengetahui kamma apa berakibat apa, sebab mereka tidak mampu menelusuri kehidupan lampau orang lain.
Mungkin saja anda benar mengenai Tevijja Arahant, tapi sayangnya penjelasan saya sama seperti sebelumnya, dan sekekeh (orang Sunda bilang) apa yang anda sampaikan tidaklah bisa menepis bahwa ada orang-orang di luar sammasambuddha yang bisa melihat rangkaian sebab-akibat perbuatan dan pendapat mereka dari penglihatannya tersebut ada yang disetujui oleh Sang Buddha, seperti dalam Maha Kammavibhanga Sutta. Jadi itu saja yang bisa saya sampaikan mengenai hal ini.
Ya, saya bukan bermaksud mengatakan bahwa penilaian itu pasti salah, namun saya mau mengatakan bahwa walaupun orang mampu melihat masa lampau demikian jauh, namun tetap saja tidak dapat memahami kamma. Bahkan karena spekulasi tertentu, justru malah terperosok pada pandangan salah. Namun konsentrasi dan penglihatan masa lampau itu sendiri jelas bukan hal tercela sama sekali.
(Dalam sehari-hari kadang kita bertemu dengan orang yang melakukan kebaikan, namun nasibnya buruk, juga sebaliknya. Demikian pula dengan kehidupan lampau, ada yang berbuat baik namun terlahir di alam buruk. Melihat hal ini, beberapa petapa/brahmana berspekulasi bahwa tidak ada akibat dari perbuatan baik/buruk [akiriya], ada juga beranggapan karena memang sudah nasib [paham determinisme], namun Buddha memberikan penjelasan bahwa jika orang baik terlahir di alam buruk, ini karena sebelumnya, apakah di kehidupan ini ataupun sebelum-sebelumnya, telah melakukan kejahatan, dan kamma buruknya kebetulan berbuah.)
Sayangnya di sini saya tidak dalam kapasitas mengajak orang untuk memahami kamma secara keseluruhan, mendetail atau berusaha membuktikan kamma di sini, tetapi menunjukkan adanya peluang seseorang untuk mampu melihat rangkaian sebab-akibat dari kelahiran sebelumnya. Apakah rangkaian itu 10 kappa atau 1000 kappa, itu juga di luar apa yang ingin saya sampaikan.
Hanya itu saja yang bisa saya sampaikan Sdr. Kainyn.
Thanks
-
sorry ya sis, memang belum
terdapat realitas sosial yang terjadi di dunia yaitu kaya-miskin, pandai-bodoh, terkenal-tidak terkenal, berkuasa-tidak berkuasa, dsb
ada dua pandangan berkenaan dengan perbedaan ini, yaitu semua hanya kebetulan 'tidak ada sebab-akibat', dan yang lainnya berpandangan 'ada sebab-akibat'
nah, menurut saya persamaannya adalah sama2 berpandangan 'ada sebab-akibat' terhadap realitas tsb di atas walaupun berbeda konsep
yang ditanya apa persamaan nasib yang ditentukan tuhan dengan proses kamma ?
-
yang ditanya apa persamaan nasib yang ditentukan tuhan dengan proses kamma ?
iya sejujurnya saya juga bingung baca jawabannya.
-
untuk referensi, ada perkataan buddha :
Sehubungan dengan itu, ada penderitaan yang ditimbulkan oleh empedu, oleh lendir, dari udara, oleh kecelakaan, oleh keadaan yang tak dapat diketahui sebelumnya, dan juga oleh hasil perbuatan lampau seperti diketahui dari pengalamanmu sendiri. Dan kenyataan bahwa penderitaan timbul dari berbagai penyebab telah diketahui dunia sebagai suatu kebenaran. Oleh karenanya pertapa dan kaum Brahmin yang berkata: "Apapun kesenangan atau penderitaan atau keadaan batin yang dialami seseorang, kesemuanya disebabkan karena masa lampau," maka pernyataan mereka bertentangan dengan pengalaman setiap orang yang telah diakui kebenarannya oleh dunia. Oleh karenanya, Saya katakan, bahwa mereka itu salah.
-
[at] Adi & Hema
persamaannya karma dan nasib sama2 berpandangan 'ada sebab-akibat' bukan sebuah kebetulan
di awal saya katakan mirip bukan berarti sama, karena memang ada perbedaan2
tergantung masing2 individu apakah ingin menekankan kepada perbedaan2nya atau persamaan2nya
kalau tendensius pada perbedaan2, yang kecil pun bisa jadi masalah besar
kalau tendensius pada persamaan2, setidaknya dapat menghindari konflik/konfrontasi
bukankah sulit untuk dapat mengamalkan Dhamma di daerah konflik
terlebih lagi kalau konflik tersebut sengaja dibuat2/dicari2
bukankah Buddhisme mengusung keharmonisan
-
untuk referensi, ada perkataan buddha :
Sehubungan dengan itu, ada penderitaan yang ditimbulkan oleh empedu, oleh lendir, dari udara, oleh kecelakaan, oleh keadaan yang tak dapat diketahui sebelumnya, dan juga oleh hasil perbuatan lampau seperti diketahui dari pengalamanmu sendiri. Dan kenyataan bahwa penderitaan timbul dari berbagai penyebab telah diketahui dunia sebagai suatu kebenaran. Oleh karenanya pertapa dan kaum Brahmin yang berkata: "Apapun kesenangan atau penderitaan atau keadaan batin yang dialami seseorang, kesemuanya disebabkan karena masa lampau," maka pernyataan mereka bertentangan dengan pengalaman setiap orang yang telah diakui kebenarannya oleh dunia. Oleh karenanya, Saya katakan, bahwa mereka itu salah.
Sekedar bertanya
Jika dilihat "Apapun kesenangan atau penderitaan atau keadaan batin yang dialami seseorang, kesemuanya disebabkan karena masa lampau," bagaimana jika pertapa dan brahma tidak menggunakan "kesemuanya" tapi menggunakan "ada yang" ?
Lalu jika pengalaman setiap orang yg diakui dunia dan dianggap sebagai suatu kebenaran ternyata lebih banyakan mengatakan "karena kuasa Gusti T" maka mana yg benar ? :D
-
[at] Adi & Hema
persamaannya karma dan nasib sama2 berpandangan 'ada sebab-akibat' bukan sebuah kebetulan
di awal saya katakan mirip bukan berarti sama, karena memang ada perbedaan2
tergantung masing2 individu apakah ingin menekankan kepada perbedaan2nya atau persamaan2nya
kalau tendensius pada perbedaan2, yang kecil pun bisa jadi masalah besar
kalau tendensius pada persamaan2, setidaknya dapat menghindari konflik/konfrontasi
bukankah sulit untuk dapat mengamalkan Dhamma di daerah konflik
terlebih lagi kalau konflik tersebut sengaja dibuat2/dicari2
bukankah Buddhisme mengusung keharmonisan
iya om, saya sangat mengerti.
tapi apakah itu benar2 persamaan atau hanya asal disama2kan saja??
menurut kbbi:
na.sib
[n] sesuatu yg sudah ditentukan oleh Tuhan atas diri seseorang; takdir: -- membawanya tehempas di Jakarta
-
Perbuatan tertanam??? Cuci piring di dalam tanah maksudnya?? ;D
Mungkin yang anda maksud adalah potensi/benih-benih buah kamma yang tertanam. Ini sudah wilayah kerja kamma-vipaka. Jadi jawaban akhirnya: acinteyya.
Jadi kamma (perbuatan) & kammavipaka (hasil perbuatan), keduanya acinteyya toh. Saya pikir kammavipaka saja yang acinteyya dari pernyataan sebelumnya:
Perlu diperjelas bahwa yang acinteyya adalah kamma-vipaka (hasil/buah perbuatan) bukan kamma (perbuatan).
Kammavipāko bhikkhave acinteyyo na cintetabbo, yaṃ cintento ummādassa vighātassa bhāgī assa. (Acinteyya Sutta - Anguttara Nikaya 4.77)
Menurut hasil terjemahan Bhikkhu Thanissaro
"The [precise working out of the] results of kamma is an unconjecturable that is not to be conjectured about, that would bring madness & vexation to anyone who conjectured about it."
Cara bekerja Hasil Kamma secara tepatnya, inilah yang acinteyya.
Jika anda meminta kasus yang sama yang mendetail seperti pertanyaan awal TS, saya pun tidak ingat apakah ada kasus seperti itu. Tapi jika kasus seseorang yang bisa melihat rangkaian sebab akibat perbuatan sehingga memberi kita peluang melihat rangkaian seperti yang ditanyakan TS maka saya sudah menyampaikannya kepada anda, Maha Kammavibhanga Sutta- Majjhima Nikaya 136.
Mungkin saja anda benar mengenai Tevijja Arahant, tapi sayangnya penjelasan saya sama seperti sebelumnya, dan sekekeh (orang Sunda bilang) apa yang anda sampaikan tidaklah bisa menepis bahwa ada orang-orang di luar sammasambuddha yang bisa melihat rangkaian sebab-akibat perbuatan dan pendapat mereka dari penglihatannya tersebut ada yang disetujui oleh Sang Buddha, seperti dalam Maha Kammavibhanga Sutta. Jadi itu saja yang bisa saya sampaikan mengenai hal ini.
Sayangnya di sini saya tidak dalam kapasitas mengajak orang untuk memahami kamma secara keseluruhan, mendetail atau berusaha membuktikan kamma di sini, tetapi menunjukkan adanya peluang seseorang untuk mampu melihat rangkaian sebab-akibat dari kelahiran sebelumnya. Apakah rangkaian itu 10 kappa atau 1000 kappa, itu juga di luar apa yang ingin saya sampaikan.
Hanya itu saja yang bisa saya sampaikan Sdr. Kainyn.
Thanks
Jadi anda setuju kamma & kammavipaka adalah acinteyya, tapi bisa dipahami (oleh bukan Samma Sambuddha). Saya sebetulnya jadi tidak mengerti, tapi tidak masalah, kita akhiri saja.
Tenang saja, tujuan saya panjang lebar memang bukan untuk mengubah anda kok. :)
-
wah ini salah satu thread favorit saya :))
tapi kesannya semakin berusaha membuktian karma dan akibatnya, semakin masuk ke ranah spekulasi.
-
wah ini salah satu thread favorit saya :))
tapi kesannya semakin berusaha membuktian karma dan akibatnya, semakin masuk ke ranah spekulasi.
karena kita yang berdiskusi disini belum memiliki "kemampuan" hanya berpatokan pada sutta dan logika :)
karena mungkin saja bagi yang bener-benar memiliki "kemampuan" mampu sedikit banyak "melihat" dimana seperti tiba2 menonton film dan mengetahui mengapa begini dan mengapa begitu.
-
wah ini salah satu thread favorit saya :))
tapi kesannya semakin berusaha membuktian karma dan akibatnya, semakin masuk ke ranah spekulasi.
Iya, betul. Kalau mau membuktikan hukum kamma, saya pikir adalah usaha yang sangat sia-sia. Namun kalau mau mencoba lihat secara general (yang non-definitif), tinggal dicoba berbuat baik banyak-banyak. Dari pengalaman orang-orang yang cerita, tanpa bisa mereka jelaskan, tanpa bisa dipahami, entah bagaimana, mereka merasakan perubahan hidup ke arah yang lebih baik.
-
Iya, betul. Kalau mau membuktikan hukum kamma, saya pikir adalah usaha yang sangat sia-sia. Namun kalau mau mencoba lihat secara general (yang non-definitif), tinggal dicoba berbuat baik banyak-banyak. Dari pengalaman orang-orang yang cerita, tanpa bisa mereka jelaskan, tanpa bisa dipahami, entah bagaimana, mereka merasakan perubahan hidup ke arah yang lebih baik.
nah muncul pertanyaan menarik..
tidak bisa membuktikan kamma, namun mempercayainya. bisa disebut percaya buta?
*dengan asumsi hanya percaya kata2 seorang samana bernama Gotama, karena samana ini berkata seperti itu.
-
apakah bisa kita membuktikan bahwa kondisi awal kita ketika lahir, contoh :
lahir ganteng jelek cacat normal di keluarga kaya keluarga miskin dll ini semua adalah buah karma masa lalu ?
bgm cara membuktikannya ?
gampang coba aja nyebur kedasar atlantik, sampai dimakan hiu, setelah terlahir kembali ceritakan pada kami semua ;D ;D ;D :)) :))
mo tau lebih jelas, nonton film andylau running out of karma ;D
karma juga nggak mungkin ketuker, gini deh, menyelusuri kelahiran kembali itu ibarat kita memprediksi udara, udara bisa anda hiruf, tapi bisa nggak dideskripsikan, kalau anda bisa mendepkripsikan udara saja, tapi ia memang ada.
anda sekarang ganteng nggak? kl nggak ya udh selesai =))
-
gampang coba aja nyebur kedasar atlantik, sampai dimakan hiu, setelah terlahir kembali ceritakan pada kami semua ;D ;D ;D :)) :))
mo tau lebih jelas, nonton film andylau running out of karma ;D
karma juga nggak mungkin ketuker, gini deh, menyelusuri kelahiran kembali itu ibarat kita memprediksi udara, udara bisa anda hiruf, tapi bisa nggak dideskripsikan, kalau anda bisa mendepkripsikan udara saja, tapi ia memang ada.
anda sekarang ganteng nggak? kl nggak ya udh selesai =))
kalau memang gampang kenapa anda tidak menceritakan pengalaman anda dahulu?
-
nah muncul pertanyaan menarik..
tidak bisa membuktikan kamma, namun mempercayainya. bisa disebut percaya buta?
*dengan asumsi hanya percaya kata2 seorang samana bernama Gotama, karena samana ini berkata seperti itu.
Nah, ini baru pertanyaan bagus. Saya dulu pernah bahas hal serupa sama ibu hemayanti ;D
Intinya saja, kita punya banyak pertanyaan dalam hidup dan mencari jawaban. Masing-masing ajaran menawarkan konsep, semua tidak bisa dibuktikan, namun kita bisa memilih konsep yang kita anggap cocok berdasarkan pengalaman kita.
Hukum kamma, walaupun hanya konsep yang tidak bisa dibuktikan, memberikan jawaban yang lebih memuaskan dan membentuk pola pikir yang positif. Berhubungan dengan masa lalu konsep kamma menjelaskan semua perbedaan yang kita alami ini, kaya/miskin, cakep/jelek, bahagia/menderita, adalah akibat dari perbuatan kita sendiri di masa lampau. Dengan memegang konsep ini, maka pola pikir kita terarahkan untuk memikul tanggung-jawab atas perbuatan, tidak menyalahkan pihak lain (atau sosok adi-kuasa) tertentu.
Berkenaan dengan masa depan, konsep kamma ini memberikan kita harapan untuk mengubah nasib, tidak putus asa menyerah pada nasib atau menunggu belas kasih pihak lain (atau sosok adi-kuasa) tertentu. Kita jadi semangat berbuat baik dan takut berbuat jahat, karena berprinsip apa yang kita lakukan ke orang lain akan kembali ke diri kita sendiri.
-
Nah, ini baru pertanyaan bagus. Saya dulu pernah bahas hal serupa sama ibu hemayanti ;D
Intinya saja, kita punya banyak pertanyaan dalam hidup dan mencari jawaban. Masing-masing ajaran menawarkan konsep, semua tidak bisa dibuktikan, namun kita bisa memilih konsep yang kita anggap cocok berdasarkan pengalaman kita.
Hukum kamma, walaupun hanya konsep yang tidak bisa dibuktikan, memberikan jawaban yang lebih memuaskan dan membentuk pola pikir yang positif. Berhubungan dengan masa lalu konsep kamma menjelaskan semua perbedaan yang kita alami ini, kaya/miskin, cakep/jelek, bahagia/menderita, adalah akibat dari perbuatan kita sendiri di masa lampau. Dengan memegang konsep ini, maka pola pikir kita terarahkan untuk memikul tanggung-jawab atas perbuatan, tidak menyalahkan pihak lain (atau sosok adi-kuasa) tertentu.
Berkenaan dengan masa depan, konsep kamma ini memberikan kita harapan untuk mengubah nasib, tidak putus asa menyerah pada nasib atau menunggu belas kasih pihak lain (atau sosok adi-kuasa) tertentu. Kita jadi semangat berbuat baik dan takut berbuat jahat, karena berprinsip apa yang kita lakukan ke orang lain akan kembali ke diri kita sendiri.
terima kasih.
saya bisa mengerti, penjelasan ini bisa saya terima.
namun kalau mau di cari celah 'negatif'nya bisa di sandingkan dengan pengertian mencari pilihan yang terbaik diantara beberapa pilihan 'meragukan' (karena tidak ada bukti empiris) yang ada.
diantara pilihan yang ada ini, tidak diketahui mana yang benar. bahkan cukup beralasan bila dikatakan belum tentu diantara pilihan ini ada yang benar secara absolut.
-
iya om, saya sangat mengerti.
tapi apakah itu benar2 persamaan atau hanya asal disama2kan saja??
kalau menurut perkspektif saya persamaan, entah orang lain
ada satu tambahan lagi nih, sama2 bersifat transenden/achinteya menurut kelompok masing2
-
terima kasih.
saya bisa mengerti, penjelasan ini bisa saya terima.
namun kalau mau di cari celah 'negatif'nya bisa di sandingkan dengan pengertian mencari pilihan yang terbaik diantara beberapa pilihan 'meragukan' (karena tidak ada bukti empiris) yang ada.
diantara pilihan yang ada ini, tidak diketahui mana yang benar. bahkan cukup beralasan bila dikatakan belum tentu diantara pilihan ini ada yang benar secara absolut.
Betul. Kalau ada yang sudah dibuktikan, senang atau tidak, kita harus terima konsep tersebut. Jika belum bisa dibuktikan, yah kita cari secara logika yang paling cocok dan paling bermanfaat saja.
-
The stereotype text met with in all the 4 Sutta-collections (e.g. D.34; M.4, M.6, M.77; A.III.99; A.V.23; S.15.9 and Pug.271, Pug.239) is as follows:
(1) "Now, O Bhikkhus, the monk enjoys the various magical powers (iddhi-vidha), such as being one he becomes manifold, and having become manifold he again becomes one. He appears and disappears. Without being obstructed he passes through walls and mountains, just as if through the air. In the earth he dives and rises up again, just as if in the water. He walks on water without sinking, just as if on the earth. Cross-legged he floats through the air, just like a winged bird. With his hand he touches the sun and moon, these so mighty ones, so powerful ones. Even up to the Brahma-world he has mastery over his body.
(2) "With the divine ear (dibba-sota) he hears sounds both heavenly and human, far and near.
(3) "He knows the minds of other beings (parassa ceto-pariya-ñana), of other persons, by penetrating them with his own mind. He knows the greedy mind as greedy and the not-greedy one as not greedy; knows the hating mind as hating and the not-hating one as not hating; knows the deluded mind as deluded and the not-deluded one as not deluded; knows the shrunken mind and the distracted one, the developed mind and the undeveloped one, the surpassable mind and the unsurpassable one, the concentrated mind and the unconcentrated one, the freed mind and the unfreed one.
(4) "He remembers manifold former existences (pubbe-nivasanussati), such as one birth, two, three, four and five births .... hundred thousand births; remembers many formations and dissolutions of worlds: 'There I was, such name I had .... and vanishing from there I entered into existence somewhere else .... and vanishing from there I again reappeared here.' Thus he remembers, always together with the marks and peculiarities, many a former existence .
(5) ''With the divine eye (dibba-cakkhu = yatha-kammupaga-ñana or cutupapata-ñana), the pure one, he sees beings vanishing and reappearing, low and noble ones, beautiful and ugly ones, sees how beings are reappearing according to their deeds (s. karma): 'These beings, indeed, followed evil ways in bodily actions, words and thoughts, insulted the noble ones, held evil views, and according to their evil views they acted. At the dissolution of their body, after death, they have appeared in lower worlds, in painful states of existence, in the world of suffering, in hell. Those other beings, however, are endowed with good action .... have appeared in happy state of existence, in a heavenly world.
(6) "Through the extinction of all cankers (asavakkhaya) even in this very life he enters into the possession of deliverance of mind, deliverance through wisdom, after having himself understood and realized it.''
4-6 appear frequently under the name of the 'threefold (higher) knowledge' (te-vijja). They are, however, not a necessary condition for the attainment of sainthood (arahatta), i.e. of the sixth abhiñña.
Vis.M. XI-XIII gives a detailed explanation of the 5 mundane higher powers, together with the method of attaining them.
In connection with the 4 kinds of progress (s. patipada), abhiñña means the 'comprehension' achieved on attainment of the paths and fruitions.
sumber: http://www.palikanon.com/english/wtb/a/abhinna.htm
-----------------
yang di-bold bukankah menegaskan kalau dengan kemampuan ini seseorang dapat melihat kelahiran para makhluk sesuai dengan karmanya?
seingat saya Anuruddha adalah siswa yang unggul dalam dibba-cakkhu
di Mahaparinibbana Sutta, Beliau mampu mengukur tingkat meditasi yang dimasuki oleh Buddha menjelang mahaparinibbana-Nya
katanya mengukur bathin seorang Buddha termasuk salah satu achinteya, lalu kemampuan Beliau tsb bagaimana?
atau selama ini di kalangan Buddhis telah salah mengartikan/memahami achinteya?
-
[at] Adi & Hema
persamaannya karma dan nasib sama2 berpandangan 'ada sebab-akibat' bukan sebuah kebetulan
di awal saya katakan mirip bukan berarti sama, karena memang ada perbedaan2
tergantung masing2 individu apakah ingin menekankan kepada perbedaan2nya atau persamaan2nya
kalau tendensius pada perbedaan2, yang kecil pun bisa jadi masalah besar
kalau tendensius pada persamaan2, setidaknya dapat menghindari konflik/konfrontasi
bukankah sulit untuk dapat mengamalkan Dhamma di daerah konflikterlebih lagi kalau konflik tersebut sengaja dibuat2/dicari2
bukankah Buddhisme mengusung keharmonisan
ditanya persamaan nasib dari tuhan dan hukum kamma !
kok bahas jadi konflik :o
jadi tambah bingung ???
-
seingat saya Anuruddha adalah siswa yang unggul dalam dibba-cakkhu
di Mahaparinibbana Sutta, Beliau mampu mengukur tingkat meditasi yang dimasuki oleh Buddha menjelang mahaparinibbana-Nya
katanya mengukur bathin seorang Buddha termasuk salah satu achinteya, lalu kemampuan Beliau tsb bagaimana?
apakah kemampuan Sammasambuddha dan batin Sammasambuddha adalah arti yang sama ?
contoh : batin Sammasabuddha bebas dari kekotoran Kilesa, OK
kemampuan Sammasabuddha bebas dari Kilesa, aneh !
atau selama ini di kalangan Buddhis telah salah mengartikan/memahami achinteya?
arti tidak salah !,
atau kamu sendiri yang ragu atas terjemahan arti tsb. ?
dan kamu sendiri tidak bisa mewakili kalangan buddhis.
-
AN 4.77 PTS: A ii 80
Acintita Sutta: Unconjecturable
translated from the Pali by
Thanissaro Bhikkhu
© 1997–2012
"There are these four unconjecturables that are not to be conjectured about, that would bring madness & vexation to anyone who conjectured about them. Which four?
"The Buddha-range of the Buddhas[1] is an unconjecturable that is not to be conjectured about, that would bring madness & vexation to anyone who conjectured about it.
"The jhana-range of a person in jhana...[2]
"The [precise working out of the] results of kamma...
"Conjecture about [the origin, etc., of] the world is an unconjecturable that is not to be conjectured about, that would bring madness & vexation to anyone who conjectured about it.
"These are the four unconjecturables that are not to be conjectured about, that would bring madness & vexation to anyone who conjectured about them."
Notes
1.
I.e., the range of powers a Buddha develops as a result of becoming a Buddha.
2.
I.e., the range of powers that one may obtain while absorbed in jhana.
http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/an/an04/an04.077.than.html
-
apakah mungkin acinteyya ini refer kepada umat biasa???
soalnya salah satu yang acinteyya adalah Jhana..
-
ditanya persamaan nasib dari tuhan dan hukum kamma !
kok bahas jadi konflik :o
jadi tambah bingung ???
betul.. :yes: jadi g nyambung yah.
mungkin dikira kita mo ajak berkelahi, jadi udah di wanti2 memang.
padahal niatnya cuma mau nanya baik2.
-
betul.. :yes: jadi g nyambung yah.
mungkin dikira kita mo ajak berkelahi, jadi udah di wanti2 memang.
padahal niatnya cuma mau nanya baik2.
ngak begitu lah sis, saya selalu wellcome kepada setiap member yg ingin berdiskusi
kalau saya bahas ini bakal panjang lebar akan semakin OOT
singkatnya mungkin pemikiran saya terlalu jauh, itu saja
-
ngak begitu lah sis, saya selalu wellcome kepada setiap member yg ingin berdiskusi
kalau saya bahas ini bakal panjang lebar akan semakin OOT
singkatnya mungkin pemikiran saya terlalu jauh, itu saja
membiarkan pertanyaan tidak dijawab, malah akan menimbulkan berbagai komentar OOT yg tidak perlu. saya yakin jika anda menjawab pertanyaan itu sejak pertama kali diajukan, komentar2 OOT akan bisa dihindari, dan setelah saya perhatikan lagi, pertanyaan kamma vs nasib yg diajukan oleh rekan2 lain saya pikir masih relevan dengan topik ini. dan jika terbukti tidak sesuai topik, berilah kesempatan kepada mod untuk bekerja.
-
apakah kemampuan Sammasambuddha dan batin Sammasambuddha adalah arti yang sama ?
contoh : batin Sammasabuddha bebas dari kekotoran Kilesa, OK
kemampuan Sammasabuddha bebas dari Kilesa, aneh !
mungkin anda salah mengartikan kalimat ini
katanya mengukur bathin seorang Buddha termasuk salah satu achinteya, lalu kemampuan Beliau tsb bagaimana?
yg saya maksud Beliau di sini adalah Anuruddha
tapi lebih baiknya kita pahami dulu apa arti Buddha-visaya
arti tidak salah !,
atau kamu sendiri yang ragu atas terjemahan arti tsb. ?
dan kamu sendiri tidak bisa mewakili kalangan buddhis.
atas dasar apa anda mengatakan kalau arti tidak salah?
padahal kata tsb telah menempuh perjalanan waktu +/- 2500 tahun
saya berikan contoh:
dahulu kata cabo (dlm bhs Indo) berarti +/- nyonya, sekarang berarti psk
sekarang apa ada seorang nyonya mau dipanggil cabo?
lalu kalau ada literatur tempo dulu pakai kata cabo apa harus diartikan psk?
-
membiarkan pertanyaan tidak dijawab, malah akan menimbulkan berbagai komentar OOT yg tidak perlu. saya yakin jika anda menjawab pertanyaan itu sejak pertama kali diajukan, komentar2 OOT akan bisa dihindari, dan setelah saya perhatikan lagi, pertanyaan kamma vs nasib yg diajukan oleh rekan2 lain saya pikir masih relevan dengan topik ini. dan jika terbukti tidak sesuai topik, berilah kesempatan kepada mod untuk bekerja.
saya sangat menghargai himbauan anda
sedari awal saya telah mengemukakan karma mirip dengan nasib, dengan alasan sama2 berpandangan 'ada sebab akibat' thd realitas sosial
dan bahkan saya pikir saya telah mengemukakannya dgn cukup memadai mengingat keterbatasan ruang dan waktu
saya pikir ada baiknya bagi yg tidak sependapat dengan pendapat saya ini boleh mengemukakan pendapatnya dgn panjang lebar
saya pasti akan mengkajinya dengan seksama, kalau perlu saya akan merubah pandangan saya kalau seumpama pandangan saya tsb memang keliru
-
saya sangat menghargai himbauan anda
sedari awal saya telah mengemukakan karma mirip dengan nasib, dengan alasan sama2 berpandangan 'ada sebab akibat' thd realitas sosial
dan bahkan saya pikir saya telah mengemukakannya dgn cukup memadai mengingat keterbatasan ruang dan waktu
saya pikir ada baiknya bagi yg tidak sependapat dengan pendapat saya ini boleh mengemukakan pendapatnya dgn panjang lebar
saya pasti akan mengkajinya dengan seksama, kalau perlu saya akan merubah pandangan saya kalau seumpama pandangan saya tsb memang keliru
definisi "nasib" menurut KBBI adalah:
na·sib n sesuatu yg sudah ditentukan oleh Tuhan atas diri seseorang; takdir: -- membawanya tehempas di Jakarta;
-- baik keberuntungan: ia selalu memperoleh -- baik dl usahanya; -- buruk kemalangan: -- buruk telah menimpa keluarganya; -- malang nasib yg buruk; -- mujur nasib baik;
ber·na·sib v mempunyai nasib: hari ini saya ~ baik, semua usaha saya berhasil;
na·sib-na·sib·an v untung-untungan; bergantung pd nasib; dng mengadu nasib saja;
se·na·sib n sama nasib; sependeritaan: mereka merasa ~ dl menghadapi persoalan itu
saya juga tidak melihat adanya kesamaan antara doktrin kamma dalam Buddhisme dengan definisi di atas, saya lebih tidak paham lagi pada definisi "telah mengemukakannya dgn cukup memadai" yg anda katakan di atas.
menurut definisi di atas, seseorang bisa saja ditentukan bernasib apes terus terlepas dari perbuatan baik yg ia lakukan seumur hidup. karena nasibnya itu ditentukan oleh pihak lain yg maha pengatur nasib, bukan sebagai akibat dari sebab2 perbuatan yg ia lakukan.
silakan anda kemukakan dengan lebih memadai lagi agar kami dapat memahami maksud anda dengan lebih baik lagi.
-
saya lebih tidak paham lagi pada definisi "telah mengemukakannya dgn cukup memadai" yg anda katakan di atas.
saya telah mengemukakan panjang lebar (setidaknya sedikit) ketimbang yang berkeberatan cuma: kenapa? atau alasannya?
ya kalau mau benar2 memadai saya harus buat sebuah buku
menurut definisi di atas, seseorang bisa saja ditentukan bernasib apes terus terlepas dari perbuatan baik yg ia lakukan seumur hidup. karena nasibnya itu ditentukan oleh pihak lain yg maha pengatur nasib, bukan sebagai akibat dari sebab2 perbuatan yg ia lakukan.
kalau jawaban pendukung nasib:
nasib dapat diubah, mungkin usahanya kurang
anggap usahanya cukup, Tuhan berkehendak yang terbaik untuk umatnya,
jangan pernah mengatakan kehendak Tuhan salah, karena Tuhan itu transenden/achinteya
memangnya kalau di karma beda? di mana orang baik tapi hidupnya diliputi kemalangan yang bertubi2
bukankah biasanya dijawab: orang tsb sedang menerima buah perbuatan buruknya di masa lalu, sekalipun kemalangan tsb terjadi terus menerus hingga akhir hayatnya tapi perbuatan baiknya sekarang sangatlah berguna di masa mendatang (tidak ada impact-nya untuk saat ini)
lalu bukankah sama2 berpendapat ada sesuatu akibat yg tidak dapat dirubah sama sekali
-
kalau jawaban pendukung nasib:
nasib dapat diubah, mungkin usahanya kurang
anggap usahanya cukup, Tuhan berkehendak yang terbaik untuk umatnya,
jangan pernah mengatakan kehendak Tuhan salah, karena Tuhan itu transenden/achinteya
memangnya kalau di karma tidak bisa kejadian tsb di atas?
di mana orang baik tapi hidupnya diliputi kemalangan yang bertubi2
bukannya biasanya dijawab: orang tsb sedang menerima buah perbuatan buruknya di masa lalu, sekalipun kemalangan tsb terjadi terus menerus hingga akhir hayatnya tapi perbuatan baiknya sekarang sangatlah berguna di masa mendatang
lalu bukankah sama2 berpendapat ada sesuatu akibat yg tidak dapat dirubah sama sekali
tidak, jika tuhan sudah menentukan nasib seseorang, maka tidak ada usaha apa pun lagi yg dapat mengubah itu. jika ada sebab dari suatu akibat, maka tidak ada tempat untuk tuhan sbg penentu nasib dalam hal ini.
jika doktrin tuhan yg maha penentu nasib adalah benar maka doktrin kamma-vipaka tidak mungkin benar, demikian pula sebaliknya. karena musthil dua hukum yg saling bertentangan yg bekerja pada objek yg sama bisa dua2nya benar, salah satunya pasti salah.
-
tidak, jika tuhan sudah menentukan nasib seseorang, maka tidak ada usaha apa pun lagi yg dapat mengubah itu. jika ada sebab dari suatu akibat, maka tidak ada tempat untuk tuhan sbg penentu nasib dalam hal ini.
setahu saya menurut pandangan i2l4m nasib dapat dirubah, takdir tidak (kalau nasrani sptnya tumpang tindih)
maka sering dengar 'mau pergi ke Jakarta untuk merubah nasib'
jika doktrin tuhan yg maha penentu nasib adalah benar maka doktrin kamma-vipaka tidak mungkin benar, demikian pula sebaliknya. karena musthil dua hukum yg saling bertentangan yg bekerja pada objek yg sama bisa dua2nya benar, salah satunya pasti salah.
kalau soal 'salah-benar', saya pikir sama sekali tidak ada relevansinya dengan 'mirip', dan saya cuma membahas 'mirip'
-
setahu saya menurut pandangan i2l4m nasib dapat dirubah, takdir tidak (kalau nasrani sptnya tumpang tindih)
maka sering dengar 'mau pergi ke Jakarta untuk merubah nasib'
ini hanyalah permainan kata, secara definisi nasib=takdir
KBBI:
tak·dir n 1 ketetapan Tuhan; ketentuan Tuhan; nasib: dng -- , akhirnya kutemukan anak yg hilang itu; 2 jika; seandainya: -- nya terjadi apa-apa dng diri abang kpd siapa kami akan beruntung; 3 kalau ... pun: -- pun harus menghadapi risiko yg berbahaya, akan diteruskan juga niatnya;
-- Ilahi takdir Allah;
ber·tak·dir v bergantung takdir;
me·nak·dir·kan v (Tuhan) menentukan lebih dahulu (sejak semula): Tuhan sudah ~ perkawinan kita
kalau soal 'salah-benar', saya pikir sama sekali tidak ada relevansinya dengan 'mirip', dan saya cuma membahas 'mirip'
justru sangat relevan dengan apa yg sedang kita bahas
jika dikatakan "mirip", atau dengan kata lain "serupa", atau "nyaris identik", maka setidaknya ya tidak saling bertentangan, jika dua hukum yg saling bertentangan ya tidak bisa dikatakan "mirip"
KBBI:
mi·rip a 1 hampir sama atau serupa (dng): mukanya -- muka ibunya; 2 sama halnya (rupanya) dng; seolah-olah: bunga mawar plastik itu -- bunga mawar asli;
ber·mi·rip·an v mempunyai kemiripan: menurut para saksi mata, dan bentuk tubuh para perampok itu juga -;
ke·mi·rip·an n hal (keadaan) mirip
nah teman2 di sini kan mempertanyakan "kemiripannya" di mana?
-
mungkin anda salah mengartikan kalimat iniyg saya maksud Beliau di sini adalah Anuruddha
maksud anda meragukan arti kata acinteya karena tidak seperti yang diharapkan, ternyata Bhikkhu Anurudha bisa mengetahui batin Buddha ketika Sang Buddha memasuki Jhana saat menjelang Parinibbana.
Jadi nya kata Acinteya itu tidak sesuai dengan yang diartikan ke bahasa Indonesia.
makanya saya jawab bahwa kata batin dan kemampuan itu berbeda arti
karena kata Acinteya itu ditujukan kepada KEMAMPUAN seorang Sammasambuddha bukan BATIN Sammasambuddha
anda mengatakan kalangan Buddhis meragukan arti kata Acinteya, sebenarnya anda sendiri bukan kalangan Buddhis,
setahu saya warga Dhammacitta juga tidak mau spekulasi bahwa warga DC termasuk kalangan Buddhis.
IMO :
Batin Bhikkhu Anurudha pasti sama dengan Sammasambuddha yaitu bebas dari kekotoran. Dan juga tidak heran jika Bhikkhu Anurudha bisa mengetahui Buddha Gotama memasuki Jhana, wong batinnya sama kok sama2 Arahant.
Yang saya pernah baca bahwa kemampuan Bhikkhu Anurudha (Arahant) jauh ........... dan tidak bisa menyamai kemampuan Sammasambuddha.
atas dasar apa anda mengatakan kalau arti tidak salah?
dasar Pali Pitaka
padahal kata tsb telah menempuh perjalanan waktu +/- 2500 tahun
memang sudah sekian lama.
terus kalau lama tidak boleh sama ? ???
saya berikan contoh:
dahulu kata cabo (dlm bhs Indo) berarti +/- nyonya, sekarang berarti psk
sekarang apa ada seorang nyonya mau dipanggil cabo?
lalu kalau ada literatur tempo dulu pakai kata cabo apa harus diartikan psk?
saya kita kata2 diatas itu bukan karena perubahan waktu
tapi masing2 perubahan kebiasaan dan budaya setempat yang menyebabkan persepsi yang berlainan sehingga ada perbedaan arti.
-
ini hanyalah permainan kata, secara definisi nasib=takdir
saya pikir seharusnya term yg digunakan adalah pandangan agama tsb bukan dari kamus bahasa yg bersifat umum
jika dikatakan "mirip", atau dengan kata lain "serupa", atau "nyaris identik", maka setidaknya ya tidak saling bertentangan, jika dua hukum yg saling bertentangan ya tidak bisa dikatakan "mirip"
buat saya yg bertentangan kalau: 'ada sebab-akibat' vs 'tidak ada sebab-akibat'
dan pastinya saya tidak akan mengatakan keduanya mirip
nah teman2 di sini kan mempertanyakan "kemiripannya" di mana?
untuk kesekian kalinya saya harus menjawab sama2 berpandangan 'ada sebab-akibat'
apakah menurut anda doktrin nasib berpandangan 'tidak ada sebab-akibat'?
-
saya pikir seharusnya term yg digunakan adalah pandangan agama tsb bukan dari kamus bahasa yg bersifat umum
Bahasa Indonesia adalah bahasa pengantar dalam berkomunikasi yg digunakan dalam forum ini. jika memang terminologi yg didefinisikan KBBI ternyata tidak sama dengan pandangan agama tsb, silakan anda menjelaskan bagaimana pandangan agama tsb. karena dalam berbahasa indonesia, pertama2 kami akan merujuk pada KBBI sebagai rujukan sah.
buat saya yg bertentangan kalau: 'ada sebab-akibat' vs 'tidak ada sebab-akibat'
dan pastinya saya tidak akan mengatakan keduanya mirip
Baiklah, mungkin akan lebih memudahkan jika menggunakan contoh kasus. bagaimana anda menjelaskan kenapa seorang anak bisa terlahir cacat, menurut doktrin nasib.
untuk kesekian kalinya saya harus menjawab sama2 berpandangan 'ada sebab-akibat'
apakah menurut anda doktrin nasib berpandangan 'tidak ada sebab-akibat'?
silakan anda menjawab pertanyaan saya di atas.
-
Bahasa Indonesia adalah bahasa pengantar dalam berkomunikasi yg digunakan dalam forum ini. jika memang terminologi yg didefinisikan KBBI ternyata tidak sama dengan pandangan agama tsb, silakan anda menjelaskan bagaimana pandangan agama tsb. karena dalam berbahasa indonesia, pertama2 kami akan merujuk pada KBBI sebagai rujukan sah.
spt yg telah saya kemukakan sebelumnya, nasib dapat dirubah (tapi tolong jgn minta refrensi, makan waktu)
Baiklah, mungkin akan lebih memudahkan jika menggunakan contoh kasus. bagaimana anda menjelaskan kenapa seorang anak bisa terlahir cacat, menurut doktrin nasib.
saya rasa pendukung nasib akan menjawab Tuhan menguji ketabahan orang ybs, dan sebagai cerminan bagi mereka yg tidak cacat untuk juga mempunyai spirit yg serupa
mungkin juga akan ditambahkan walaupun demikian Tuhan juga memberikan kelebihan2 bagi orang ybs, dimana di dunia ini orang yg tidak memiliki kelebihan dan kekurangan
yg percaya akan meng'amin'inya, yg tidak percaya mungkin akan menyangkal atau menghormati orang yg mempercayainya
mungkin saya ada di kelompok terakhir menghormati orang dan kepercayaannya
-
spt yg telah saya kemukakan sebelumnya, nasib dapat dirubah (tapi tolong jgn minta refrensi, makan waktu)
Jika nasib dapat dirubah, maka itu memang sudah ditentukan oleh sosok maha kuasa itu, dan yg berubah itu bukanlah nasib yg sesungguhnya, karena nasib yg sesungguhnya adalah setelah perubahan itu.
saya tidak terburu2, silakan gunakan waktu anda, berapa lama pun anda butuhkan.
saya rasa pendukung nasib akan menjawab Tuhan menguji ketabahan orang ybs, dan sebagai cerminan bagi mereka yg tidak cacat untuk juga mempunyai spirit yg serupa
mungkin juga akan ditambahkan walaupun demikian Tuhan juga memberikan kelebihan2 bagi orang ybs, dimana di dunia ini orang yg tidak memiliki kelebihan dan kekurangan
loh, jadi di mana aplikasi hukum "sebab-akibat" yg anda miripkan itu?
yg percaya akan meng'amin'inya, yg tidak percaya mungkin akan menyangkal atau menghormati orang yg mempercayainya
mungkin saya ada di kelompok terakhir menghormati orang dan kepercayaannya
saya tidak tertarik untuk membahas sikap anda juga saya tidak berkeberatan dengan penghormatan anda itu. tapi itu tidak menuntaskan diskusi ini.
-
[at] Adi
terus terang saya tidak pernah mendalami achinteya dan 4 hal berkenaannya
terlebih lagi saya belum pernah menemukan literatur yg secara spesifik membahas hal ini
nah bagaimana kalau anda bahas ini:
(5) ''With the divine eye (dibba-cakkhu = yatha-kammupaga-ñana or cutupapata-ñana), the pure one, he sees beings vanishing and reappearing, low and noble ones, beautiful and ugly ones, sees how beings are reappearing according to their deeds (s. karma): 'These beings, indeed, followed evil ways in bodily actions, words and thoughts, insulted the noble ones, held evil views, and according to their evil views they acted. At the dissolution of their body, after death, they have appeared in lower worlds, in painful states of existence, in the world of suffering, in hell. Those other beings, however, are endowed with good action .... have appeared in happy state of existence, in a heavenly world.
-----------------
yang di-bold bukankah menegaskan kalau dengan kemampuan ini seseorang dapat melihat kelahiran para makhluk sesuai dengan karmanya?
saya pikir ini juga ada sangkut pautnya dengan achinteya, dan tidak OOT
tapi tolong bahasnya nanti ya, sekarang saya lagi terlibat diskusi aktif dgn bung Indra
-
[at] Adi
terus terang saya tidak pernah mendalami achinteya dan 4 hal berkenaannya
terlebih lagi saya belum pernah menemukan literatur yg secara spesifik membahas hal ini
tidak pernah mendalami, tapi kenapa anda meragukan arti acinteya
dan bahkan mewakili kalangan buddhis ?
sekarang kembali lagi pertanyaan awal dari non Hema, jawaban persamaan nasib dari tuhan dan hukum kamma ? ??? setelah diskusi dengan bung Indra saya belum mendapatkan jawaban
malah masih bingung dengan kata yang memutar2 yg tidak langsung menjawab dan sangat membosankan.
-
yg percaya akan meng'amin'inya, yg tidak percaya mungkin akan menyangkal atau menghormati orang yg mempercayainya
mungkin saya ada di kelompok terakhir menghormati orang dan kepercayaannya
ini pernyataan utk memutar2 jawaban yg belum terjawab.
warga DC disini juga banyak yang begitu kok ! tidak menarik.
-
apakah mungkin acinteyya ini refer kepada umat biasa???
soalnya salah satu yang acinteyya adalah Jhana..
Jhana di sini maksudnya bukan spekulasi keadaan jhana, tapi seberapa jauh jangkauan kemampuannya. Walaupun ariya dan memiliki enam kekuatan bathin, ia hanya tahu jangkauan sebatas yang ia capai sendiri. Jadi misalnya Anuruddha yang terunggul dalam mata deva, mengetahui jangkauannya sendiri yang mencapai 1000 galaksi, tapi itu bukan jangkauan maksimal mata dewa. Para Pacceka Buddha bisa menjangkau entah berapa, apalagi seorang Samma Sambuddha. Seberapa jauh jangkauan yang bisa dicapai dari kekuatan jhana inilah yang tidak untuk dipikirkan atau ditebak-tebak.
-
(5) ''With the divine eye (dibba-cakkhu = yatha-kammupaga-ñana or cutupapata-ñana), the pure one, he sees beings vanishing and reappearing, low and noble ones, beautiful and ugly ones, sees how beings are reappearing according to their deeds (s. karma): 'These beings, indeed, followed evil ways in bodily actions, words and thoughts, insulted the noble ones, held evil views, and according to their evil views they acted. At the dissolution of their body, after death, they have appeared in lower worlds, in painful states of existence, in the world of suffering, in hell. Those other beings, however, are endowed with good action .... have appeared in happy state of existence, in a heavenly world.
Seorang yang memiliki yathakammupaga nana mengetahui sebatas kelahiran di berbagai alam, dan perbuatan apa yang menyebabkannya terlahir di alam itu. Ini juga mirip dengan anagatamsa nana, kemampuan yang bisa melihat tujuan lahir seseorang di masa depan berdasarkan perbuatannya sekarang. Ini seperti contoh Sakka dalam Sakkapanhasutta mengetahui ia akan mati dan lahir jadi sakka lagi, lalu setelah itu ia menjadi Uddhamsota-akanitthagami (Anagami yang naik dari alam suddhavassa terendah sampai tertinggi, dan kemudian merealisasi nibbana).
Kemampuan ini bisa melihat buah kamma namun hanya dalam lingkup kelahiran dan kematian di atau dari satu alam ke alam lain. Sifatnya juga secara garis besar, bukan mendetail.
-
Jhana di sini maksudnya bukan spekulasi keadaan jhana, tapi seberapa jauh jangkauan kemampuannya. Walaupun ariya dan memiliki enam kekuatan bathin, ia hanya tahu jangkauan sebatas yang ia capai sendiri. Jadi misalnya Anuruddha yang terunggul dalam mata deva, mengetahui jangkauannya sendiri yang mencapai 1000 galaksi, tapi itu bukan jangkauan maksimal mata dewa. Para Pacceka Buddha bisa menjangkau entah berapa, apalagi seorang Samma Sambuddha. Seberapa jauh jangkauan yang bisa dicapai dari kekuatan jhana inilah yang tidak untuk dipikirkan atau ditebak-tebak.
ohh...
dimengerti..
thanks om.. :)
-
Seorang yang memiliki yathakammupaga nana mengetahui sebatas kelahiran di berbagai alam, dan perbuatan apa yang menyebabkannya terlahir di alam itu. Ini juga mirip dengan anagatamsa nana, kemampuan yang bisa melihat tujuan lahir seseorang di masa depan berdasarkan perbuatannya sekarang. Ini seperti contoh Sakka dalam Sakkapanhasutta mengetahui ia akan mati dan lahir jadi sakka lagi, lalu setelah itu ia menjadi Uddhamsota-akanitthagami (Anagami yang naik dari alam suddhavassa terendah sampai tertinggi, dan kemudian merealisasi nibbana).
Kemampuan ini bisa melihat buah kamma namun hanya dalam lingkup kelahiran dan kematian di atau dari satu alam ke alam lain. Sifatnya juga secara garis besar, bukan mendetail.
bukankah saya dan beberapa orang teman sejak awal berpendapat demikian?
lalu ada sebagian orang berpendapat berbeda (atau bertentangan) dengan alasan kamma-vipaka acinteyya
jadi bagaimana seharusnya kita memahami ini?
-
[at] yg berkeberatan karma mirip nasib
saya baru ingat/sadar apa alasan di balik semua keberatan ini, yaitu berpatokan pada Brahmajala Sutta bahwa doktrin nasib termasuk pandangan salah
jadi begini, apa yg saya sampaikan tentang kemiripan berangkat dari perspektif yg berbeda yg tidak berpatokan pada Brahmajala Sutta
mungkin perspektif ini seperti berdiri di tengah2 antara pendukung karma vs pendukung nasib
dgn tanpa berpatokan pada Brahmajala Sutta, bukan berarti bertentangan dengan Brahmajala Sutta kan?
berkenaan dgn Brahmajala Sutta, bagi saya sikap saya jelas menganut doktrin karma bukan doktrin nasib
untuk penganut doktrin karma, sikap saya pun jelas mendukung mereka tetap menganut doktrin karma dan sedikit pun tidak menganjurkan mereka menganut doktrin nasib
kalau saya katakan manusia mirip keledai dgn beberapan alasan salah satunya sama2 makhluk hidup (secara Buddhisme), jangan2 ada lagi orang2 yg keberatan
saya pikir terserah masing2 individu deh, yg penting buat saya pribadi jelas sejauh mana kebenarannya dan apa konsekwensinya (salah satunya keberatan dari pihak2 lain)
-
[at] yg berkeberatan karma mirip nasib
saya baru ingat/sadar apa alasan di balik semua keberatan ini, yaitu berpatokan pada Brahmajala Sutta bahwa doktrin nasib termasuk pandangan salah
jadi begini, apa yg saya sampaikan tentang kemiripan berangkat dari perspektif yg berbeda yg tidak berpatokan pada Brahmajala Sutta
mungkin perspektif ini seperti berdiri di tengah2 antara pendukung karma vs pendukung nasib
dgn tanpa berpatokan pada Brahmajala Sutta, bukan berarti bertentangan dengan Brahmajala Sutta kan?
berkenaan dgn Brahmajala Sutta, bagi saya sikap saya jelas menganut doktrin karma bukan doktrin nasib
untuk penganut doktrin karma, sikap saya pun jelas mendukung mereka tetap menganut doktrin karma dan sedikit pun tidak menganjurkan mereka menganut doktrin nasib
kalau saya katakan manusia mirip keledai dgn beberapan alasan salah satunya sama2 makhluk hidup (secara Buddhisme), jangan2 ada lagi orang2 yg keberatan
saya pikir terserah masing2 individu deh, yg penting buat saya pribadi jelas sejauh mana kebenarannya dan apa konsekwensinya (salah satunya keberatan dari pihak2 lain)
one at a time, please.
saya hanya meminta agar anda menjelaskan di mana letak kemiripan kamma vs nasib, dalam contoh kasus bayi lahir cacat. soal manusia mirip keledai mungkin nanti saja jika saya ingin. mengenai alasan, biarlah kami dengan alasan kami, tapi apa pun alasan kami, diskusi ini boleh tetap dilanjutkan, bukan? Dan menurut saya, diskusi akan lebih cepat dituntaskan jika anda menunjukkan saja kemiripan yg anda sebutkan itu.
-
ha.. haa.. haa...
sama gilanya
-
one at a time, please.
saya hanya meminta agar anda menjelaskan di mana letak kemiripan kamma vs nasib, dalam contoh kasus bayi lahir cacat. soal manusia mirip keledai mungkin nanti saja jika saya ingin. mengenai alasan, biarlah kami dengan alasan kami, tapi apa pun alasan kami, diskusi ini boleh tetap dilanjutkan, bukan? Dan menurut saya, diskusi akan lebih cepat dituntaskan jika anda menunjukkan saja kemiripan yg anda sebutkan itu.
bukankah sedari awal saya katakan ada kemiripan berpandangan 'ada sebab-akibat', dan tentunya dgn konsep yg berbeda
soal kasus bayi cacat, ada kemiripan sama2 mempunyai alasan sebab, soal alasannya berbeda/tidak mirip, kan konsepnya berbeda
-
bukankah sedari awal saya katakan ada kemiripan berpandangan 'ada sebab-akibat', dan tentunya dgn konsep yg berbeda
soal kasus bayi cacat, ada kemiripan sama2 mempunyai alasan sebab, soal alasannya berbeda/tidak mirip, kan konsepnya berbeda
ya dan itu yg saya tanyakan, di mana penerapan hukum sebab-akibat pada kasus bayi lahir cacat itu? atau bagaimana menjelaskan kasus itu melalui kemiripan nasib dan hukum sebab-akibat?
apa sebabnya seorang bayi terlahir cacat, menurut doktrin nasib?
-
ya dan itu yg saya tanyakan, di mana penerapan hukum sebab-akibat pada kasus bayi lahir cacat itu? atau bagaimana menjelaskan kasus itu melalui kemiripan nasib dan hukum sebab-akibat?
apa sebabnya seorang bayi terlahir cacat, menurut doktrin nasib?
kalau bicara aplikatif case by case pasti alasan sebabnya beda bung
tapi setidaknya saya melihat ada kesamaan punya alasan sebab versi masing2
soal alasan sebabnya mana yg benar mana yg salah itu bukan pokok bahasan saya
-
bukankah saya dan beberapa orang teman sejak awal berpendapat demikian?
lalu ada sebagian orang berpendapat berbeda (atau bertentangan) dengan alasan kamma-vipaka acinteyya
jadi bagaimana seharusnya kita memahami ini?
Membuktikan hukum kamma itu berarti mengetahui melakukan satu hal, apakah lewat pikiran, ucapan, atau jasmani, mengetahui prosesnya yang menimbulkan satu akibat tertentu, pada waktu yang definitif; juga mengetahui kamma apa yang menghalangi atau mendukung, dalam bentuk apa, seberapa jauh pengaruhnya. Jika semua itu bisa diketahui, walaupun hanya untuk dirinya sendiri, maka saya katakan hukum kamma bisa dibuktikan.
Kalau hanya secara umum, peramal pun lewat baca wajah atau garis tangan bisa melihat kecenderungan nasib kita di masa depan. Seringkali hal tersebut sangat akurat (selama peramalnya memang punya kemampuan bathin, bukan peramal palsu atau peramal text-book). Di masa lalu, Vangisa dikatakan bisa mengetahui tujuan kelahiran siapapun juga hanya dengan mengetukkan jarinya di tengkorak orang meninggal tersebut.
Jadi anda atau siapapun di sini mau mengatakan hal tersebut 'membuktikan hukum kamma'? Ya, terserah.
-
kalau bicara aplikatif case by case pasti alasan sebabnya beda bung
tapi setidaknya saya melihat ada kesamaan punya alasan sebab versi masing2
soal alasan sebabnya mana yg benar mana yg salah itu bukan pokok bahasan saya
saya juga tidak mengatakan soal alasan sebab mana yg benar dan mana yg salah. lagipula bagaimana bisa menilai benar/salah, anda kan belum menjelaskan kemiripan yg anda sebutkan itu? ngomong2 soal Brahmajala Sutta, anda pasti sempat membaca tentang "geliat belut"
-
saya juga tidak mengatakan soal alasan sebab mana yg benar dan mana yg salah. lagipula bagaimana bisa menilai benar/salah, anda kan belum menjelaskan kemiripan yg anda sebutkan itu? ngomong2 soal Brahmajala Sutta, anda pasti sempat membaca tentang "geliat belut"
menurut saya mereka sama2 mengatakan ada sebab, menurut anda salah?
-
menurut saya mereka sama2 mengatakan ada sebab, menurut anda salah?
saya tidak bisa menilai benar/salah sebelum anda menjelaskan di mana letak sebabnya. Dan kenapa sekarang anda berlindung di balik punggung "mereka"? padahal anda-lah yg mengatakan "mirip" bukan mereka.
-
saya tidak bisa menilai benar/salah sebelum anda menjelaskan di mana letak sebabnya
apakah anda sempat membaca 'geliat belut'?
-
Dan kenapa sekarang anda berlindung di balik punggung "mereka"? padahal anda-lah yg mengatakan "mirip" bukan mereka.
bagaimana berlindung di balik punggung "mereka"
bukankah di kalimat itu jelas menurut saya
-
apakah anda sempat membaca 'geliat belut'?
tentu saja, dan saya jadi lebih memahaminya sekarang. thanks to you
-
bagaimana berlindung di balik punggung "mereka"
bukankah di kalimat itu jelas menurut saya
saya belum melihat penjelasan tentang "kemiripan nasib dan kamma" dalam kalimat manapun dari anda. jika anda sudah menjelaskannya, mohon sudi menunjukkannya.
-
[at] yg berkeberatan karma mirip nasib
saya baru ingat/sadar apa alasan di balik semua keberatan ini, yaitu berpatokan pada Brahmajala Sutta bahwa doktrin nasib termasuk pandangan salah
jadi begini, apa yg saya sampaikan tentang kemiripan berangkat dari perspektif yg berbeda yg tidak berpatokan pada Brahmajala Sutta
berarti ada hukum kamma yang tidak berpatokan Brahmajala Sutta dan juga berpatokan Brahmajala sutta, begitukah ?
atau sekarang pakai trik belut untuk tidak menjawab pertanyaan non Hema ^-^
mungkin perspektif ini seperti berdiri di tengah2 antara pendukung karma vs pendukung nasib
dgn tanpa berpatokan pada Brahmajala Sutta, bukan berarti bertentangan dengan Brahmajala Sutta kan?
tambah bingung ???
bisa tolong jelaskan manayang berdiri di tengah2 itu ?
berkenaan dgn Brahmajala Sutta, bagi saya sikap saya jelas menganut doktrin karma bukan doktrin nasib
jika tidak berkenaan dgn Brahmajala Sutta, berarti anda mendukung doktrin nasib, begitukah ?
untuk penganut doktrin karma, sikap saya pun jelas mendukung mereka tetap menganut doktrin karma dan sedikit pun tidak menganjurkan mereka menganut doktrin nasib
bagaimana sikap anda terhadap penganut doktrin nasib
-
saya belum melihat penjelasan tentang "kemiripan nasib dan kamma" dalam kalimat manapun dari anda. jika anda sudah menjelaskannya, mohon sudi menunjukkannya.
kayaknya tidak bisa jawab !
sekarang dengan mengalihkan bahwa patokan Brahmajala Sutta berlainan dengan doktrin karma yang dibahas bahkan berbeda dengan doktrin nasib, sebentar lagi doktrin nasib yang dimaksud berbeda dengan dokrin tuhan lainnya
capek deh ???
-
berkenaan dengan karma dan nasib, saya melihat ada beberapa hal sbb:
* sama2 berpandangan 'ada sebab-akibat', dgn catatan konsep 'sebab-akibat'-nya berbeda
* sama2 menganjurkan berbuat kebajikan agar mendapat akibat baik, dgn catatan sesuai konsepnya masing2
* sama2 menganjurkan tidak berbuat kejahatan agar tidak mendapat akibar buruk, dgn catatan sesuai konsepnya masing2
* sama2 tidak bisa dibuktikan kebenarannya
* sama2 tidak bisa dinalar bagaimana proses kerjanya
* sama2 sesuatu yg sebatas diyakini kebenarannya
* sama2 menganggap di luar konsep mereka sebagai pandangan salah
kalau tendensius melihat persamaannya, tidak ada yg perlu dipertentangkan
kalau tendensius melihat perbedaannya, selalu timbul pertentangan (bibit konflik/konfrontasi)
kalau ada yg merasa berkepentingan menyanggah ini, silakan saja
tapi saya tidak akan terlibat lagi dalam diskusi karma-nasib ini
dalam setiap diskusi saya tidak mencari kemenangan
kalau penarikan diri saya dianggap sebagai kekalahan
bagi saya lebih baik demikian daripada buang2 waktu
saya pikir tidak ada manfaat apa pun untuk dilanjutkan
_/\_
-
berkenaan dengan karma dan nasib, saya melihat ada beberapa hal sbb:
* sama2 berpandangan 'ada sebab-akibat', dgn catatan konsep 'sebab-akibat'-nya berbeda
* sama2 menganjurkan berbuat kebajikan agar mendapat akibat baik, dgn catatan sesuai konsepnya masing2
* sama2 menganjurkan tidak berbuat kejahatan agar tidak mendapat akibar buruk, dgn catatan sesuai konsepnya masing2
* sama2 tidak bisa dibuktikan kebenarannya
* sama2 tidak bisa dinalar bagaimana proses kerjanya
* sama2 sesuatu yg sebatas diyakini kebenarannya
* sama2 menganggap di luar konsep mereka sebagai pandangan salah
kalau tendensius melihat persamaannya, tidak ada yg perlu dipertentangkan
kalau tendensius melihat perbedaannya, selalu timbul pertentangan (bibit konflik/konfrontasi)
kalau ada yg merasa berkepentingan menyanggah ini, silakan saja
tapi saya tidak akan terlibat lagi dalam diskusi karma-nasib ini
dalam setiap diskusi saya tidak mencari kemenangan
kalau penarikan diri saya dianggap sebagai kekalahan
bagi saya lebih baik demikian daripada buang2 waktu
saya pikir tidak ada manfaat apa pun untuk dilanjutkan
_/\_
saya hanya akan fokus pada bagian bold, karena yg lainnya adalah di luar konteks "kemiripan nasib dan kamma",
anda katakan "sama-sama" tapi ketika ditanya "apa persamaannya", anda malah sibuk menggeliat sana sini.
bahkan jika "dgn catatan konsep 'sebab-akibat'-nya berbeda", maka jelaskanlah bagaimana konsep yg berbeda itu. Karena dengan melihat perbedaan konsep itu mungkin kami juga akan dapat melihat kemiripannya.
saya pikir, tidak ada yg sedang mencari kemenangan di sini, kita semua di sini hanya berdiskusi, umumnya bertujuan untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Namun demikian, alangkah baiknya jika selain menambah pengetahuan kita juga bisa mempertanggungjawabkan apa yg kita tuliskan di sini.
saya tidak bisa memaksa siapa pun untuk terus stay di sini jika orang itu sudah tidak ingin stay di sini.
-
justru itu kalau berkutat tentang pembuktiannya apa ngak buang2 waktu
maksudnya apa yg mesti kita ketahui tentang karma adalah pelajaran dasar
apakah kita belajar Buddhism seumur hidup hanya untuk membuktikan karma?
ngak usah belajar kesunyataan? trus ngak usah mengamalkannya? cukup buktikan saja karma
Sangat sederhana coba lakukan "sanghadana" selama 7 hari berturut turut kemudian anda melakukan sanghadana setiap bulannya, anda akan merasakan sendiri perubahannya dalam kehidupan anda sehari hari bahkan dapat di rasakan secara financial.
-
berkenaan dengan karma dan nasib, saya melihat ada beberapa hal sbb:
* sama2 berpandangan 'ada sebab-akibat', dgn catatan konsep 'sebab-akibat'-nya berbeda
* sama2 menganjurkan berbuat kebajikan agar mendapat akibat baik, dgn catatan sesuai konsepnya masing2
* sama2 menganjurkan tidak berbuat kejahatan agar tidak mendapat akibar buruk, dgn catatan sesuai konsepnya masing2
* sama2 tidak bisa dibuktikan kebenarannya
* sama2 tidak bisa dinalar bagaimana proses kerjanya
* sama2 sesuatu yg sebatas diyakini kebenarannya
* sama2 menganggap di luar konsep mereka sebagai pandangan salah
karena sumbernya berbeda/tidak sama, sehingga persamaan diatas tidak bisa di paksakan utk sama
sumber perbedaan : 1. ada sesosok mahluk yang mengatur
2. ada proses perubahan yang berjalan tanpa ada yang mengatur
kalau ada yg merasa berkepentingan menyanggah ini, silakan saja
tapi saya tidak akan terlibat lagi dalam diskusi karma-nasib ini
ya ues
dalam setiap diskusi saya tidak mencari kemenangankalau penarikan diri saya dianggap sebagai kekalahan
bagi saya lebih baik demikian daripada buang2 waktu
saya pikir tidak ada manfaat apa pun untuk dilanjutkan
karena pernyataan anda tentang persamaan antara nasib dari tuhan dan kamma, makanya kita bertanya !
kalau memang tidak mau menjawab, bilang tidak mau menjawab, jadi tidak bertanya lagi, selesai
tidak ada merasa menang kok !
sensi amat atu !
-
saya tidak bisa memaksa siapa pun untuk terus stay di sini jika orang itu sudah tidak ingin stay di sini.
wong masuk tidak ada yang paksa kok !,
keluar juga harus rela. :))
-
kalau mau memahami sesuatu terutama pandangan tertentu, seseorang harus terlebih dahulu menanggalkan apa yg menjadi pandangannya
menanggalkan pandangan di sini jangan diartikan berarti menanggalkannya untuk selamanya tapi hanya sementara waktu
sebagai contoh: kalau mau lihat sesuatu yg dilihat orang lain di sisi timur, ya orang di sisi barat, utara & selatan mau tidak mau harus tinggalkan dahulu sisi di mana ia berada lalu pergi ke sisi timur dan lihat spt yg orang sisi timur lihat
kalau tidak, ya ngak bingung cuma berdebat melulu tentang penglihatan yg berbeda2
kalau menurut Churchill orang fanatik adalah orang yg tidak dapat melihat dari perspektif lain (seingat saya +/-)
kenapa orang bijaksana (Buddha atau Arahat) tidak suka berdebat?
kalau menurut saya orang2 spt ini sudah mempunyai kemampuan melihat dari semua perspektif yg ada/yg memungkinkan
tolong pd siapa pun juga, jgn bilang saya ungkit2 lagi soal fanatisme
-
kalau mau memahami sesuatu terutama pandangan tertentu, seseorang harus terlebih dahulu menanggalkan apa yg menjadi pandangannya
menanggalkan pandangan di sini jangan diartikan berarti menanggalkannya untuk selamanya tapi hanya sementara waktu
sebagai contoh: kalau mau lihat sesuatu yg dilihat orang lain di sisi timur, ya orang di sisi barat, utara & selatan mau tidak mau harus tinggalkan dahulu sisi di mana ia berada lalu pergi ke sisi timur dan lihat spt yg orang sisi timur lihat
kalau tidak, ya ngak bingung cuma berdebat melulu tentang penglihatan yg berbeda2
Nah, coba anda jelaskan dulu pandangan anda secara terperinci. Usahakan disusun dulu, dipikirkan matang-matang sebelum menguraikan, supaya nanti jangan tersandung pernyataan sendiri. Setelah dirasa informatif, baru dipost dan lakukan tanya-jawab.
kalau menurut Churchill orang fanatik adalah orang yg tidak dapat melihat dari perspektif lain (seingat saya +/-)
kenapa orang bijaksana (Buddha atau Arahat) tidak suka berdebat?
kalau menurut saya orang2 spt ini sudah mempunyai kemampuan melihat dari semua perspektif yg ada/yg memungkinkan
tolong pd siapa pun juga, jgn bilang saya ungkit2 lagi soal fanatisme
Kalau kata-kata bijak begini, cobalah terapkan untuk diri sendiri. Kalau ada pertentangan, selalu ada dua kemungkinan: 1. orang lain yang fanatik, 2. diri sendiri yang fanatik.
Utamakan peka pada yang nomor 2.
-
Ai pikir udah benar tidak mau diskusi lagi, ternyata cuma bohongan.
Dan sesudah berputar2, keluarlah senjata tumpul : tudingan orang berfanatik
-
Nah, coba anda jelaskan dulu pandangan anda secara terperinci. Usahakan disusun dulu, dipikirkan matang-matang sebelum menguraikan, supaya nanti jangan tersandung pernyataan sendiri. Setelah dirasa informatif, baru dipost dan lakukan tanya-jawab.
terima kasih atas saran anda bro Kainyn, akan saya pertimbangkan masak2
kalau soal tersandung, sejauh ini saya belum merasakannya
Kalau kata-kata bijak begini, cobalah tetapkan untuk diri sendiri. Kalau ada pertentangan, selalu ada dua kemungkinan: 1. orang lain yang fanatik, 2. diri sendiri yang fanatik.
Utamakan peka pada yang nomor 2.
kepekaan kepada no. 2 sudah pasti jadi prioritas utama dalam diri saya
namun di dalam kepekaan tsb, saya tidak melihat kalau saya bertahan di satu perspektif tertentu
kan sedari awal saya katakan ini dilihat dari perspektif yg berbeda
melihatnya dari perspektif lain pun sudah saya sampaikan
lalu mau apa lagi kalau ternyata orang lain tidak dapat melihatnya
-
[at] yg dicuekin
sikap saling menghormati harus dijaga
padahal saya sudah pesan bahkan minta tolong
begitu saja anda cuekin orang, hingga berkali2
saya pun terpaksa cuekin anda
-
kalau mau memahami sesuatu terutama pandangan tertentu, seseorang harus terlebih dahulu menanggalkan apa yg menjadi pandangannya
menanggalkan pandangan di sini jangan diartikan berarti menanggalkannya untuk selamanya tapi hanya sementara waktu
setelah meninggalkan pandangan, lalu pandangan apa yg bisa dipahami jika anda sama sekali tidak menjelaskan pandangan anda?
sebagai contoh: kalau mau lihat sesuatu yg dilihat orang lain di sisi timur, ya orang di sisi barat, utara & selatan mau tidak mau harus tinggalkan dahulu sisi di mana ia berada lalu pergi ke sisi timur dan lihat spt yg orang sisi timur lihat
kalau tidak, ya ngak bingung cuma berdebat melulu tentang penglihatan yg berbeda2
anda cukup lucu, menyarankan agar orang lain melihat dari sudut pandang anda sementara anda sama sekali tidak mengemukakan sudut pandang anda sehubungan dengan diskusi kita.
kalau menurut Churchill orang fanatik adalah orang yg tidak dapat melihat dari perspektif lain (seingat saya +/-)
kenapa orang bijaksana (Buddha atau Arahat) tidak suka berdebat?
kalau menurut saya orang2 spt ini sudah mempunyai kemampuan melihat dari semua perspektif yg ada/yg memungkinkan
Anda seharusnya membaca misalnya, Ambattha Sutta, Upali Sutta, dll dan katakan bahwa Sang Buddha tidak berdebat di sana.
tolong pd siapa pun juga, jgn bilang saya ungkit2 lagi soal fanatisme
jika pun anda mengungkit soal fanatisme, kami tidak akan berkeberatan kok.
tapi karena anda masih suka berdiskusi di sini despite anda mengatakan "tapi saya tidak akan terlibat lagi dalam diskusi karma-nasib ini". Jadi tolong anda lanjutkan lagi dengan menjelaskan di mana letak kemiripan kamma dan nasib dalam contoh kasus bayi terlahir cacat itu.
-
[at] Indra
sebenarnya saya enggan sekali melanjutkan diskusi ini, spt tidak ada harapan bakal finish
anggaplah ini sbg bentuk pertanggungjawaban saya atas apa yg telah saya sampaikan
bagaimana menurut anda berkenaan dengan apa yg telah saya sampaikan ini:
terdapat realitas sosial yang terjadi di dunia yaitu kaya-miskin, pandai-bodoh, terkenal-tidak terkenal, berkuasa-tidak berkuasa, dsb
ada dua pandangan berkenaan dengan perbedaan ini, yaitu semua hanya kebetulan 'tidak ada sebab-akibat', dan yang lainnya berpandangan 'ada sebab-akibat'
jawablah dgn lugas setuju atau tidak setuju
-
[at] Indra
sebenarnya saya enggan sekali melanjutkan diskusi ini, spt tidak ada harapan bakal finish
anggaplah ini sbg bentuk pertanggungjawaban saya atas apa yg telah saya sampaikan
bagaimana menurut anda berkenaan dengan apa yg telah saya sampaikan ini:jawablah dgn lugas setuju atau tidak setuju
saya bisa saja menjawabnya, tapi saya sedang tidak ingin memperlebar pembahasan, jika anda membuka topik baru sehubungan dengan pertanyaan anda ini, saya berjanji akan berpartisipasi dalam thread anda itu. tapi saat ini saya lebih suka menunggu penjelasan tentang "dimana letak kemiripan doktrin kamma dan nasib dalam kasus bayi terlahir cacat"... silakan ...
-
saya bisa saja menjawabnya, tapi saya sedang tidak ingin memperlebar pembahasan, jika anda membuka topik baru sehubungan dengan pertanyaan anda ini, saya berjanji akan berpartisipasi dalam thread anda itu. tapi saat ini saya lebih suka menunggu penjelasan tentang "dimana letak kemiripan doktrin kamma dan nasib dalam kasus bayi terlahir cacat"... silakan ...
betul kan mana bisa finish
padahal apa yg saya tanyakan perihal apa yg telah saya sampaikan, bukan suatu statement baru
-
betul kan mana bisa finish
tentu bisa, yg diperlukan hanyalah penjelasan soal kemiripan kamma dan nasib yg anda kemukakan sebelumnya tapi tidak bisa anda pertanggungjawabkan.
padahal apa yg saya tanyakan perihal apa yg telah saya sampaikan, bukan suatu statement baru
saya berusaha agar topik ini melebar ke hal2 lain yg dikhawatirkan akan mengaburkan topik semula hingga bahkan terlupakan, jadi mohon tidak mengalihkan topik.
-
saya berusaha agar topik ini melebar ke hal2 lain yg dikhawatirkan akan mengaburkan topik semula hingga bahkan terlupakan, jadi mohon tidak mengalihkan topik.
sedikitpun saya tidak berusaha mengaburkan topik
sehubungan permintaan dari sis Hema ini:
nah kalo begitu apa persamaannya?
maka saya kemukakan pendapat saya ini:
terdapat realitas sosial yang terjadi di dunia yaitu kaya-miskin, pandai-bodoh, terkenal-tidak terkenal, berkuasa-tidak berkuasa, dsb
ada dua pandangan berkenaan dengan perbedaan ini, yaitu semua hanya kebetulan 'tidak ada sebab-akibat', dan yang lainnya berpandangan 'ada sebab-akibat'
nah, menurut saya persamaannya adalah sama2 berpandangan 'ada sebab-akibat' terhadap realitas tsb di atas walaupun berbeda konsep
apa masih kurang jelas? apa perlu diperjelas ke penanya pertama yg berkeberatan, yaitu bro Wiliam
sayangnya bro William tidak pernah terlibat dalam diskusi ini lagi dan juga tidak pernah memberikan tanggapan setuju atau tidak
dan saya pun tidak merasa perlu mengejar dia untuk memberikan jawaban setuju atau tidak setuju
namun kemudian muncul keberatan berikutnya dari sis Hema, bro Adi dan terakhir Anda
harapan saya tidak ada lagi yg berkeberatan berkenaan hal ini, sehingga saya tidak merasa spt dikejar2 penagih hutang
-
namun kemudian muncul keberatan berikutnya dari sis Hema, bro Adi dan terakhir Anda
harapan saya tidak ada lagi yg berkeberatan berkenaan hal ini, sehingga saya tidak merasa spt dikejar2 penagih hutang
saya tidak merasa di hutang.
mau jawab dan tidak mau jawab pertanyaan adalah hak kamu kok !
tapi harus jelaskan bahwa 'tidak mau jawab'.
-
Panjang banget pembahasannya, pucing baca-nya ...
-
sedikitpun saya tidak berusaha mengaburkan topik
sehubungan permintaan dari sis Hema ini:
maka saya kemukakan pendapat saya ini:
apa masih kurang jelas? apa perlu diperjelas ke penanya pertama yg berkeberatan, yaitu bro Wiliam
sayangnya bro William tidak pernah terlibat dalam diskusi ini lagi dan juga tidak pernah memberikan tanggapan setuju atau tidak
dan saya pun tidak merasa perlu mengejar dia untuk memberikan jawaban setuju atau tidak setuju
namun kemudian muncul keberatan berikutnya dari sis Hema, bro Adi dan terakhir Anda
harapan saya tidak ada lagi yg berkeberatan berkenaan hal ini, sehingga saya tidak merasa spt dikejar2 penagih hutang
Anda benar bahwa pada postingan2 sebelumnya anda membuat pernyataan "nah, menurut saya persamaannya adalah sama2 berpandangan 'ada sebab-akibat' terhadap realitas tsb di atas walaupun berbeda konsep".
Tapi saya mempertanyakan di mana letak "persamaan" itu dan memberikan contoh kasus yg sampai saat ini belum anda jawab.
anda tidak perlu merasa berkewajiban untuk menjawab, apalagi sampai merasa berhutang. Tapi lucu juga membayangkan ada member yg merasa spt dikejar2 penagih hutang gara2 postingan di forum.
Tips: Bacalah Brahmajala Sutta, khususnya pada bagian Geliat Belut, di sana ada diajarkan cara2 untuk menyelamatkan diri dari situasi ini
-
Tips: Bacalah Brahmajala Sutta, khususnya pada bagian Geliat Belut, di sana ada diajarkan cara2 untuk menyelamatkan diri dari situasi ini
kayaknya yang dipakai 'kitab capcai' jadinya begini :))
-
Tips: Bacalah Brahmajala Sutta, khususnya pada bagian Geliat Belut, di sana ada diajarkan cara2 untuk menyelamatkan diri dari situasi ini
sudah lama ngak baca, kapan2 deh baca lagi
tapi +/- maksud anda sudah saya tangkap
soal pandangan salah yg hanya berdasarkan logika/spekulatif, begitu?
Anda benar bahwa pada postingan2 sebelumnya anda membuat pernyataan "nah, menurut saya persamaannya adalah sama2 berpandangan 'ada sebab-akibat' terhadap realitas tsb di atas walaupun berbeda konsep".
Tapi saya mempertanyakan di mana letak "persamaan" itu dan memberikan contoh kasus yg sampai saat ini belum anda jawab.
anda tidak perlu merasa berkewajiban untuk menjawab, apalagi sampai merasa berhutang. Tapi lucu juga membayangkan ada member yg merasa spt dikejar2 penagih hutang gara2 postingan di forum.
baiklah, saya coba pakai cara anda dgn menjawab pertanyaan anda ini:
saya bisa saja menjawabnya, tapi saya sedang tidak ingin memperlebar pembahasan, jika anda membuka topik baru sehubungan dengan pertanyaan anda ini, saya berjanji akan berpartisipasi dalam thread anda itu. tapi saat ini saya lebih suka menunggu penjelasan tentang "dimana letak kemiripan doktrin kamma dan nasib dalam kasus bayi terlahir cacat"... silakan ...
berkenaan kasus bayi terlahir cacat:
menurut doktrin nasib sebabnya: kehendak Tuhan
menurut doktrin karma sebabnya: karma masa lalu
letak kemiripannya: sama2 mengatakan 'ada sebab'
-
baiklah, saya coba pakai cara anda dgn menjawab pertanyaan anda ini:
berkenaan kasus bayi terlahir cacat:
menurut doktrin nasib sebabnya: kehendak Tuhan
menurut doktrin karma sebabnya: karma masa lalu
letak kemiripannya: sama2 mengatakan 'ada sebab'
nah ini mulai menarik.
(1) pada doktrin karma, segala akibat selalu ada sebabnya.
sekarang apa sebabnya "kehendak tuhan" itu?
(2) Pada doktrin nasib, semua yg terjadi adalah "kehendak tuhan", yg bermakna bahwa segala akibat yg terjadi selalu disebabkan oleh penyebab tunggal. inikah yg anda maksudkan dengan "persamaan"?
(3) Jika sebab demikian yg anda maksudkan dengan "sebab-akibat" dalam nasib, bisakah anda menjelaskan bagaimana "sebab-akibat" dalam doktrin karma, sehingga saya bisa melihat persamaannya.
-
baiklah, saya coba pakai cara anda dgn menjawab pertanyaan anda ini:
berkenaan kasus bayi terlahir cacat:
menurut doktrin nasib sebabnya: kehendak Tuhan
Jika dihubungkan dengan pernyataan anda sebelumnya, bahwa "nasib dapat diubah". Bagaimanakah mengubah "kehendak tuhan" itu?
-
(1) pada doktrin karma, segala akibat selalu ada sebabnya.
sekarang apa sebabnya "kehendak tuhan" itu?
saya tidak tahu
penganut doktrin nasib pun ketika saya tanya menjawab tidak tahu, yg jelas bagi mereka kehendak Tuhan baik
sebaliknya kalau penganut doktrin nasib bertanya kepada penganut doktrin karma sbb:
'ketika seseorang dilahirkan pertama kali di samsara, karma apa yg menyebabkannya terlahir cantik/jelek, pintar/bodoh, kaya/miskin, dsb'
maka penganut doktrin karma akan mengatakan ada karma sebelumnya karena 'tidak ada awal'
buat penganut doktrin nasib tidak masuk diakal (jgn2 ini ma cuma berkelit) bagaimana kelahiran pertama kali itu tidak ada
(2) Pada doktrin nasib, semua yg terjadi adalah "kehendak tuhan", yg bermakna bahwa segala akibat yg terjadi selalu disebabkan oleh penyebab tunggal. inikah yg anda maksudkan dengan "persamaan"?
kalau menurut anda tidak dpt diterima, namun tidak demikian bagi yg mempercayainya
jadi alat uji apa yg mau dipakai?
(3) Jika sebab demikian yg anda maksudkan dengan "sebab-akibat" dalam nasib, bisakah anda menjelaskan bagaimana "sebab-akibat" dalam doktrin karma, sehingga saya bisa melihat persamaannya.
apakah setiap saat saya harus mengulang apa yang sudah saya sampaikan, baca lagi deh posting sebelumnya
sekedar mengingatkan kalau saya cuma mengatakan sama2 mengatakan ada sebab
soal sebabnya dpt diterima/tidak, masuk akal/tidak, benar/salah itu di luar ruang lingkup apa yg saya sampaikan
dan sepertinya yg di luar ringkup apa yg saya sampaikan inilah yg selalu ingin anda bahas
-
saya tidak tahu
penganut doktrin nasib pun ketika saya tanya menjawab tidak tahu, yg jelas bagi mereka kehendak Tuhan baik
kalau begitu apakah anda juga berpendapat bahwa Sang Buddha "mirip" dengan Tuhan?
sebaliknya kalau penganut doktrin nasib bertanya kepada penganut doktrin karma sbb:
'ketika seseorang dilahirkan pertama kali di samsara, karma apa yg menyebabkannya terlahir cantik/jelek, pintar/bodoh, kaya/miskin, dsb'
maka penganut doktrin karma akan mengatakan ada karma sebelumnya karena 'tidak ada awal'
buat penganut doktrin nasib tidak masuk diakal (jgn2 ini ma cuma berkelit) bagaimana kelahiran pertama kali itu tidak ada
ini adalah ketidak-mampuan di pihak anda dalam menjawab pertanyaan itu, padahal anda bisa dengan mudah menyontek Aganna Sutta untuk menjelaskan hal itu.
kalau menurut anda tidak dpt diterima, namun tidak demikian bagi yg mempercayainya
jadi alat uji apa yg mau dipakai?
saya masih belum sampai pada menerima atau tidak menerima, saat ini hanya masih dalam proses menggali dari anda. apakah pandangan itu terbukti tahan ujian atau tidak.
apakah setiap saat saya harus mengulang apa yang sudah saya sampaikan, baca lagi deh posting sebelumnya
tidak perlu, anda hanya perlu mencantumkan link yg menunjuk postingan anda itu.
sekedar mengingatkan kalau saya cuma mengatakan sama2 mengatakan ada sebab
soal sebabnya dpt diterima/tidak, masuk akal/tidak, benar/salah itu di luar ruang lingkup apa yg saya sampaikan
dan sepertinya yg di luar ringkup apa yg saya sampaikan inilah yg selalu ingin anda bahas
ketika anda mengatakan "sama" padahal "tidak sama" maka saya akan terus meminta bukti "kesamaan" itu dari sana, dan jika bukti yg anda tampilkan ternyata tidak memuaskan saya, maka saya akan meminta terus sampai pertanyaan saya terjawab dengan memuaskan.
-
^^
tukang tangkap belut ! =))
-
kalau begitu apakah anda juga berpendapat bahwa Sang Buddha "mirip" dengan Tuhan?
sejauh ini tidaklah, buat saya Buddha hanya seorang Guru
ini adalah ketidak-mampuan di pihak anda dalam menjawab pertanyaan itu, padahal anda bisa dengan mudah menyontek Aganna Sutta untuk menjelaskan hal itu.
bagaimana kalau anda menjawab pertanyaan penganut doktrin nasib tsb?
saya masih belum sampai pada menerima atau tidak menerima, saat ini hanya masih dalam proses menggali dari anda. apakah pandangan itu terbukti tahan ujian atau tidak.
alat uji apa yg akan anda gunakan? apakah timbangan berat sebelah?
tidak perlu, anda hanya perlu mencantumkan link yg menunjuk postingan anda itu.
ini link-nya
menurut doktrin karma sebabnya: karma masa lalu
ketika anda mengatakan "sama" padahal "tidak sama" maka saya akan terus meminta bukti "kesamaan" itu dari sana, dan jika bukti yg anda tampilkan ternyata tidak memuaskan saya, maka saya akan meminta terus sampai pertanyaan saya terjawab dengan memuaskan.
ini repotnya kalau saya harus memuaskan (nafsu) anda
-
sejauh ini tidaklah, buat saya Buddha hanya seorang Guru
jika Buddha hanyalah seorang guru bagi anda.
bagaimana pula sesosok mahluk tuhan penentu nasib ?
-
sejauh ini tidaklah, buat saya Buddha hanya seorang Guru
kalau begitu anda tidak konsisten, karena bukankah Sang Buddha juga Maha-mengetahui, dan Tuhan juga demikian? anda bahkan seharusnya menganggap Sang Buddha sama dengan google.
bagaimana kalau anda menjawab pertanyaan penganut doktrin nasib tsb?
saya sudah menunjukkan contekan pada anda, dari Aganna Sutta dijelaskan sbb:
12. ‘Kemudian beberapa makhluk yang bersifat serakah berkata: “Aku mengatakan, apakah ini?” dan mengecap tanah lezat itu dengan jarinya. Karena melakukan hal itu, ia menjadi menyukai rasa itu, dan keserakahan muncul dalam dirinya.[20] Kemudian makhluk-makhluk lain, mengambil contoh dari makhluk pertama itu, juga mengecap benda itu dengan jari mereka. Mereka juga menyukai rasa itu, dan keserakahan muncul dalam diri mereka. Maka mereka mulai dengan tangan mereka, memecahkan potongan-potongan benda itu untuk dapat memakannya. Dan [86] akibat dari perbuatan ini adalah cahaya tubuh mereka lenyap. Dan sebagai akibat dari lenyapnya cahaya tubuh mereka, bulan dan matahari muncul, malam dan siang dapat dibedakan, bulan dan minggu muncul, dan tahun dan musim. Sampai sejauh itu, dunia berevolusi.’
13. ‘Dan makhluk-makhluk itu terus berpesta tanah lezat dalam waktu yang lama, memakan tanah dan mendapatkan nutrisi dari tanah. Dan karena melakukan hal itu, jasmani mereka menjadi lebih kasar,[21] dan perbedaan penampilan mulai berkembang di antara mereka. Beberapa makhluk terlihat lebih rupawan, sedangkan yang lain terlihat buruk-rupa. Dan yang rupawan merendahkan yang lainnya, berkata: “Kami lebih rupawan daripada mereka.” Dan karena mereka menjadi sombong dan angkuh akan penampilan mereka, tanah yang lezat itu lenyap. Mengetahui hal ini, mereka berkumpul dan meratap: “Oh, rasa itu! Oh, rasa itu!” Dan masa kini, ketika orang mengucapkan: “Oh, rasa itu!” ketika mereka mendapatkan sesuatu yang menarik, mereka mengulangi kalimat masa lampau tanpa menyadarinya.’
alat uji apa yg akan anda gunakan? apakah timbangan berat sebelah?
saya punya alat uji saya sendiri dan saya sedang tidak ingin memberi tahu anda, tapi yg jelas bukan timbangan.
ini link-nya
menurut doktrin karma sebabnya: karma masa lalu
sejujurnya saya kecewa dengan anda yg saya pikir cukup menguasai Buddhisme, tapi jawaban anda spt itu. padahal anda bisa saja menyontek dari MN 135 Cūḷakammavibhanga Sutta (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,18173.msg305172.html#msg305172)
ini repotnya kalau saya harus memuaskan (nafsu) anda
hanya **** yg bisa memuaskan nafsu saya, anda tidak mungkin bisa, dan tidak perlu repot2 untuk berusaha. anda hanya perlu menjalani diskusi ini sesuai etika diskusi, yaitu menjawab pertanyaan sehubungan dengan pernyataan yg anda lontarkan.
-
kalau begitu anda tidak konsisten, karena bukankah Sang Buddha juga Maha-mengetahui, dan Tuhan juga demikian? anda bahkan seharusnya menganggap Sang Buddha sama dengan google.
apakah ada relevansinya? berkenaan dgn apa mereka ingin disamakan?
kalau karma dan nasib berkenaan pandangan mereka tentang realitas sosial
saya sudah menunjukkan contekan pada anda, dari Aganna Sutta dijelaskan sbb:
12. ‘Kemudian beberapa makhluk yang bersifat serakah berkata: “Aku mengatakan, apakah ini?” dan mengecap tanah lezat itu dengan jarinya. Karena melakukan hal itu, ia menjadi menyukai rasa itu, dan keserakahan muncul dalam dirinya.[20] Kemudian makhluk-makhluk lain, mengambil contoh dari makhluk pertama itu, juga mengecap benda itu dengan jari mereka. Mereka juga menyukai rasa itu, dan keserakahan muncul dalam diri mereka. Maka mereka mulai dengan tangan mereka, memecahkan potongan-potongan benda itu untuk dapat memakannya. Dan [86] akibat dari perbuatan ini adalah cahaya tubuh mereka lenyap. Dan sebagai akibat dari lenyapnya cahaya tubuh mereka, bulan dan matahari muncul, malam dan siang dapat dibedakan, bulan dan minggu muncul, dan tahun dan musim. Sampai sejauh itu, dunia berevolusi.’
13. ‘Dan makhluk-makhluk itu terus berpesta tanah lezat dalam waktu yang lama, memakan tanah dan mendapatkan nutrisi dari tanah. Dan karena melakukan hal itu, jasmani mereka menjadi lebih kasar,[21] dan perbedaan penampilan mulai berkembang di antara mereka. Beberapa makhluk terlihat lebih rupawan, sedangkan yang lain terlihat buruk-rupa. Dan yang rupawan merendahkan yang lainnya, berkata: “Kami lebih rupawan daripada mereka.” Dan karena mereka menjadi sombong dan angkuh akan penampilan mereka, tanah yang lezat itu lenyap. Mengetahui hal ini, mereka berkumpul dan meratap: “Oh, rasa itu! Oh, rasa itu!” Dan masa kini, ketika orang mengucapkan: “Oh, rasa itu!” ketika mereka mendapatkan sesuatu yang menarik, mereka mengulangi kalimat masa lampau tanpa menyadarinya.’
setahu saya ini cuma manusia2 pertama di bumi ketika bumi baru lahir/terbentuk, bukankah sebelumnya mereka adalah makhluk abbasara
so bukan kelahiran pertama mereka di samsara
-
apakah ada relevansinya? berkenaan dgn apa mereka ingin disamakan?
kalau karma dan nasib berkenaan pandangan mereka tentang realitas sosial
saya sedang berusaha mengaplikasikan metode menyama2kan yg anda ajarkan itu.
setahu saya ini cuma manusia2 pertama di bumi ketika bumi baru lahir/terbentuk, bukankah sebelumnya mereka adalah makhluk abbasara
so bukan kelahiran pertama mereka di samsara
jawaban itu ditujukan kepada penganut doktrin nasib yg bertanya kepada penganut doktrin karma"
tapi kalau pertanyaan itu memang dari anda sebagai si penganut doktrin nasib yg anda sebutkan itu, maka mari kita samakan persepsi dulu, apakah menurut anda Makhluk Abhassara memiliki rupa yg dapat dikatakan sebagai "terlahir cantik/jelek, pintar/bodoh, kaya/miskin, dsb'"?
-
saya sedang berusaha mengaplikasikan metode menyama2kan yg anda ajarkan itu.
jawaban itu ditujukan kepada penganut doktrin nasib yg bertanya kepada penganut doktrin karma"
tapi kalau pertanyaan itu memang dari anda sebagai si penganut doktrin nasib yg anda sebutkan itu, maka mari kita samakan persepsi dulu, apakah menurut anda Makhluk Abhassara memiliki rupa yg dapat dikatakan sebagai "terlahir cantik/jelek, pintar/bodoh, kaya/miskin, dsb'"?
karena saya manusia biasa ngak punya kemampuan melihat alam abhassara, ya pastinya saya melihat pakai standar kemanusiaan yg saya tahu
kalau anda tahu Makhluk Abhassara memiliki rupa yg dapat dikatakan sebagai "terlahir cantik/jelek, pintar/bodoh, kaya/miskin, dsb?
atau perlu saya tingkatkan ke mahkluk arupa brahma?
atau saya lupa apa bhs palinya alam rupa brahma tanpa kesadaran (kesadarannya sdg mengendap)? pikir2 kaya pohon/planet/benda mati lainnya yg usianya bisa seumur makhluk tsb
dapatkah anda menjelaskan saya yg manusia biasa ini?
-
karena saya manusia biasa ngak punya kemampuan melihat alam abhassara, ya pastinya saya melihat pakai standar kemanusiaan yg saya tahu
kalau anda tahu Makhluk Abhassara memiliki rupa yg dapat dikatakan sebagai "terlahir cantik/jelek, pintar/bodoh, kaya/miskin, dsb?
atau perlu saya tingkatkan ke mahkluk arupa brahma?
atau saya lupa apa bhs palinya alam rupa brahma tanpa kesadaran (kesadarannya sdg mengendap)? pikir2 kaya pohon/planet/benda mati lainnya yg usianya bisa seumur makhluk tsb
dapatkah anda menjelaskan saya yg manusia biasa ini?
pengalihan topik spt inilah yg sejak awal ingin saya hindari, tapi sedikit intermezzo di atas bukan berarti memberi anda peluang untuk mengalihkan topik menarik ini, jadi mari kita tuntaskan topik ini sebelum kita ganti topik, ok?
-
pengalihan topik spt inilah yg sejak awal ingin saya hindari, tapi sedikit intermezzo di atas bukan berarti memberi anda peluang untuk mengalihkan topik menarik ini, jadi mari kita tuntaskan topik ini sebelum kita ganti topik, ok?
sekali lagi saya tidak mengalihkan topik
cuma mengikuti apa yg ingin anda bahas
bukankah itu bermula dari pernyataan/pertanyaan yg anda lontarkan?
-
sekali lagi saya tidak mengalihkan topik
cuma mengikuti apa yg ingin anda bahas
bukankah itu bermula dari pernyataan/pertanyaan yg anda lontarkan?
tidak, kita sedang membahas tentang ajaran anda mengenai kamma=nasib, dan tiba2 anda memberikan komentar sbb:
"sebaliknya kalau penganut doktrin nasib bertanya kepada penganut doktrin karma sbb:
'ketika seseorang dilahirkan pertama kali di samsara, karma apa yg menyebabkannya terlahir cantik/jelek, pintar/bodoh, kaya/miskin, dsb'
maka penganut doktrin karma akan mengatakan ada karma sebelumnya karena 'tidak ada awal'
buat penganut doktrin nasib tidak masuk diakal (jgn2 ini ma cuma berkelit) bagaimana kelahiran pertama kali itu tidak ada"
ingat! bukan saya yg menuliskan komentar demikian, melainkan anda sendiri, jadi tidak pada tempatnya jika anda menimpakan pengalihan itu pada saya dengan mengatakan "bukankah itu bermula dari pernyataan/pertanyaan yg anda lontarkan?"
Tapi, baiklah, jika anda tidak bermaksud untuk mengalihkan topik, mari kita kembali ke topik kamma=nasib.
menurut anda sebab dari bayi lahir cacat itu adalah karena "kehendak tuhan", lalu apakah ada hal apa pun juga yg tidak disebabkan oleh "kehendak tuhan" dalam doktrin "nasib"? misalnya "apakah orang terlahir dengan tubuh sempurna (tidak cacat) juga disebabkan oleh "kehendak tuhan"? kalau anda menjawab "ya", apalah sebab yg sama bisa menghasilkan akibat yg berbeda bahkan bertolak belakang? dan apakah ini sama dengan doktrin karma?
-
Tapi, baiklah, jika anda tidak bermaksud untuk mengalihkan topik, mari kita kembali ke topik kamma=nasib.
saya sepakat, asal anda juga sepakat untuk tidak menuding saya mengalihkan topik lagi
jika itu terjadi bahkan berkali2, apa saya tinggal diam saja
menurut anda sebab dari bayi lahir cacat itu adalah karena "kehendak tuhan", lalu apakah ada hal apa pun juga yg tidak disebabkan oleh "kehendak tuhan" dalam doktrin "nasib"? misalnya "apakah orang terlahir dengan tubuh sempurna (tidak cacat) juga disebabkan oleh "kehendak tuhan"? kalau anda menjawab "ya", apalah sebab yg sama bisa menghasilkan akibat yg berbeda bahkan bertolak belakang? dan apakah ini sama dengan doktrin karma?
berkenaan kelahiran seorang bayi dalam kondisi apa pun yg bagi manusia baik ataupun buruk
menurut doktrin nasib sebabnya: kehendak Tuhan
menurut doktrin karma sebabnya: karma masa lalu
demikianlah jawaban yg selalu diberikan
apakah ada jawaban sebab yg berbeda dalam doktrin karma?
kalau menurut anda ada, mana jawabannya, terus bisakah anda membuktikannya? atau adakah teman anda yg dapat membuktikannya buat saya?
soalnya pendukung nasib kadang2 juga suka menafsirkan kehendak Tuhan (berdasarkan kitabnya), dan ketika saya tanya apakah mereka bisa buktikan? mereka jawab kitab adalah buktinya, saya jawab lagi kitab kan tulisan manusia apa ada yg ditulis Tuhan, mereka jawab lagi tapi diwahyukan Tuhan melalui perantaranya untuk umat manusia, saya jawab lagi perantaranya itu bisa saja ngaku2 doang, mereka jawab lagi jangan2 saya utusan iblis agar menggoyahkan iman mereka
jadi kesimpulannya mereka tidak bisa membuktikannya
mana tahu penganut doktrin karma bisa membuktikannya buat saya tentang sebab yg berbeda2 (bukan sekedar dari kitab/spekulatif/mungkin2)?
-
saya sepakat, asal anda juga sepakat untuk tidak menuding saya mengalihkan topik lagi
jika itu terjadi bahkan berkali2, apa saya tinggal diam saja
apakah saya telah menuding anda atas apa yg tidak anda lakukan? apakah membahas sesuatu yg tidak sesuai topik tidak bisa dikatakan mengalihkan topik? Agar tidak dituding, maka usaha itu harus datang dari anda, yaitu dengan cara tidak melakukan pengalihan topik.
berkenaan kelahiran seorang bayi dalam kondisi apa pun yg bagi manusia baik ataupun buruk
menurut doktrin nasib sebabnya: kehendak Tuhan
menurut doktrin karma sebabnya: karma masa lalu
demikianlah jawaban yg selalu diberikan
apakah ada jawaban sebab yg berbeda dalam doktrin karma?
kalau menurut anda ada, mana jawabannya, terus bisakah anda membuktikannya? atau adakah teman anda yg dapat membuktikannya buat saya?
jawaban saya adalah merujuk pada MN 135 Culakammavibhanga Sutta. Tapi bagaimana pembuktiannya, saya selalu berprinsip bahwa masalah pembuktian adalah persoalan pribadi, saya tidak berkepentingan untuk membuktikan untuk orang lain, saya tidak dalam misi untuk mengkonversi orang lain.
soalnya pendukung nasib kadang2 juga suka menafsirkan kehendak Tuhan (berdasarkan kitabnya), dan ketika saya tanya apakah mereka bisa buktikan? mereka jawab kitab adalah buktinya, saya jawab lagi kitab kan tulisan manusia apa ada yg ditulis Tuhan, mereka jawab lagi tapi diwahyukan Tuhan melalui perantaranya untuk umat manusia, saya jawab lagi perantaranya itu bisa saja ngaku2 doang, mereka jawab lagi jangan2 saya utusan iblis agar menggoyahkan iman mereka
jadi kesimpulannya mereka tidak bisa membuktikannya
yah saya pikir itu adalah urusan anda dengan mereka, saya tidak tertarik untuk mengajari anda bagaimana caranya berdebat dengan mereka.
mana tahu penganut doktrin karma bisa membuktikannya buat saya tentang sebab yg berbeda2 (bukan sekedar dari kitab/spekulatif/mungkin2)?
maka anda harus membuktikannya untuk anda sendiri. saya tidak bisa membuktikan untuk anda.
jika seseorang yang telah memakan cabe membuktikan bahwa cabe itu pedas, dan mengatakan bahwa cabe itu pedas kepada orang lain yg belum pernah makan cabe, apakah pembuktian itu berlaku bagi orang yg belum pernah makan cabe itu?
Lihat ... pembahasan ini jadi bergeser lagi, walaupun anda sudah mengingatkan saya agar tidak menuding anda mengalihkan topik. jadi saya ulangi lagi pertanyaan saya sebelumnya:
menurut anda sebab dari bayi lahir cacat itu adalah karena "kehendak tuhan", lalu apakah ada hal apa pun juga yg tidak disebabkan oleh "kehendak tuhan" dalam doktrin "nasib"? misalnya "apakah orang terlahir dengan tubuh sempurna (tidak cacat) juga disebabkan oleh "kehendak tuhan"? kalau anda menjawab "ya", apalah sebab yg sama bisa menghasilkan akibat yg berbeda bahkan bertolak belakang? dan apakah ini sama dengan doktrin karma?
-
baiklah kita concern di sini saja
menurut anda sebab dari bayi lahir cacat itu adalah karena "kehendak tuhan", lalu apakah ada hal apa pun juga yg tidak disebabkan oleh "kehendak tuhan" dalam doktrin "nasib"? misalnya "apakah orang terlahir dengan tubuh sempurna (tidak cacat) juga disebabkan oleh "kehendak tuhan"? kalau anda menjawab "ya", apalah sebab yg sama bisa menghasilkan akibat yg berbeda bahkan bertolak belakang? dan apakah ini sama dengan doktrin karma?
ini jawabannya
berkenaan kelahiran seorang bayi dalam kondisi apa pun yg bagi manusia baik ataupun buruk
menurut doktrin nasib sebabnya: kehendak Tuhan
menurut doktrin karma sebabnya: karma masa lalu
demikianlah jawaban yg selalu diberikan
kalau anda menjawab "ya", apalah sebab yg sama bisa menghasilkan akibat yg berbeda bahkan bertolak belakang?
menurut penganut nasib bisa
bertolak belakang menurut siapa? manusia kan
apa di sini dikatakan kehendak manusia?
dan apakah ini sama dengan doktrin karma?
sama
-
baiklah kita concern di sini saja
ini jawabannyamenurut penganut nasib bisa
bertolak belakang menurut siapa? manusia kan
apa di sini dikatakan kehendak manusia?
sama
(1) sebab : kehendak tuhan, akibat: bayi terlahir cacat
(2) sebab: kehendak tuhan, akibat: bayi terlahir sempurna
dan anda mengatakan bahwa sebab yg sama itu tidak menghasilkan akibat yg bertolak belakang?
dan anda menegaskan bahwa itu sama dengan doktrin karma? boleh saya tahu apa agama anda dan dari siapa anda belajar agama Buddha? boleh tidak dijawab jika keberatan.
-
(1) sebab : kehendak tuhan, akibat: bayi terlahir cacat
(2) sebab: kehendak tuhan, akibat: bayi terlahir sempurna
menurut doktrin nasib semua kehendak Tuhan itu baik
berkenaan dgn terlahir cacat/sempurna itu pun dinilai baik
dan anda menegaskan bahwa itu sama dengan doktrin karma? boleh saya tahu apa agama anda dan dari siapa anda belajar agama Buddha? boleh tidak dijawab jika keberatan.
saya jelas beragama Buddha, tapi kan saya sedang diposisikan di tengah2 dua kubu yg berbeda
coba jawab ini:
setiap kelahiran adalah dukkha? setiap kelahiran disebabkan karma? berarti setiap dukkha disebabkan karma?
bagaimana ada sebab baik atau sebab buruk kalau keduanya berakibat dukkha?
bukankah sesungguhnya itu satu sebab yang mengakibatkan dukkha?
-
menurut doktrin nasib semua kehendak Tuhan itu baik
berkenaan dgn terlahir cacat/sempurna itu pun dinilai baik
oops... kita tidak membahas soal baik atau tidak baik, kita hanya membahas soal sama/mirip.
saya jelas beragama Buddha, tapi kan saya sedang diposisikan di tengah2 dua kubu yg berbeda
masak? gak percaya ah, agama Buddha kok pandangannya gak buddhis banget???
coba jawab ini:
setiap kelahiran adalah dukkha? setiap kelahiran disebabkan karma? berarti setiap dukkha disebabkan karma?
bagaimana ada sebab baik atau sebab buruk kalau keduanya berakibat dukkha?
bukankah sesungguhnya itu satu sebab yang mengakibatkan dukkha?
pertanyaan anda salah jadi tidak bisa dijawab, silakan anda jelaskan dulu, ajaran mana yg mengatakan bahwa kelahiran disebabkan oleh karma? jika anda beragama Buddha tentu anda tidak asing dengan formula Paticcasamuppada, berikut ini saya refresh memory anda dengan kutipan dari MN 38 Mahātaṇhāsankhaya Sutta
17, “Maka, para bhikkhu, dengan kebodohan sebagai kondisi, maka bentukan-bentukan [muncul]; dengan bentukan-bentukan sebagai kondisi, maka kesadaran; dengan kesadaran sebagai kondisi, maka batin-jasmani; dengan batin-jasmani sebagai kondisi, maka enam landasan; dengan enam landasan sebagai kondisi, maka kontak; dengan kontak sebagai kondisi, maka perasaan; dengan perasaan sebagai kondisi, maka keinginan; dengan keinginan sebagai kondisi, maka kemelekatan; dengan kemelekatan sebagai kondisi, maka penjelmaan; dengan penjelmaan sebagai kondisi, maka kelahiran; dengan kelahiran sebagai kondisi, maka penuaan, kematian, dukacita, ratapan, kesakitan, kesedihan, dan keputus-asaan muncul. Demikianlah asal-mula keseluruhan kumpulan penderitaan ini.
-
saya jelas beragama Buddha, tapi kan saya sedang diposisikan di tengah2 dua kubu yg berbeda
jangan mengalihkan kepercayaan anda seolah2 adalah dari orang lain atau utk orang lain.
diskusi sesuai dengan kemampuan anda.
-
berkenaan dgn pernyataan ini:
(1) sebab : kehendak tuhan, akibat: bayi terlahir cacat
(2) sebab: kehendak tuhan, akibat: bayi terlahir sempurna
saya ingin bertanya kepada anda:
Tuhan memang tunggal, apakah kehendaknya juga cuma satu?
-
berkenaan dgn pernyataan ini:
saya ingin bertanya kepada anda:
Tuhan memang tunggal, apakah kehendaknya juga cuma satu?
entah ya, saya tidak tahu apa2 tentang tuhan atau kehendaknya. mohon petunjuk anda :D
-
namun kemudian muncul keberatan berikutnya dari sis Hema, bro Adi dan terakhir Anda
harapan saya tidak ada lagi yg berkeberatan berkenaan hal ini, sehingga saya tidak merasa spt dikejar2 penagih hutang
perasaan saya cuma bertanya apa bedanya, kok sampe diartikan keberatan. ::)
-
perasaan saya cuma bertanya apa bedanya, kok sampe diartikan keberatan. ::)
mungkin yang bertanya tubuhnya juga berat =))
-
entah ya, saya tidak tahu apa2 tentang tuhan atau kehendaknya. mohon petunjuk anda :D
mulai keliatan 'tipe'nya !
-
mungkin yang bertanya tubuhnya juga berat =))
:hammer:
-
entah ya, saya tidak tahu apa2 tentang tuhan atau kehendaknya. mohon petunjuk anda :D
tergantung subjektivitas masing2
jadi bagaimana?
-
tergantung subjektivitas masing2
jadi bagaimana?
itukah petunjuk dari anda? maaf, terus terang saya sungguh2 kecewa dengan jumlah anda
-
itukah petunjuk dari anda? maaf, terus terang saya sungguh2 kecewa dengan jumlah anda
BTT, please
-
perasaan saya cuma bertanya apa bedanya, kok sampe diartikan keberatan. ::)
seingat saya yg sis tanya 'apa samanya'
kesimpulannya sis tendensius diskriminatif dalam hal ini
bagaimana agar kita tidak bicara hal2 yg OOT
terlibat langsung dalam diskusi 'apa kemiripannya'?
kalau sis tertarik tentang 'apa ketidakmiripannya' rasanya saya tidak keberatan,
tapi rasanya juga saya tidak perlu terlibat dalam diskusi tsb
-
seingat saya yg sis tanya 'apa samanya'
kesimpulannya sis tendensius diskriminatif dalam hal ini
bagaimana agar kita tidak bicara hal2 yg OOT
terlibat langsung dalam diskusi 'apa kemiripannya'?
kalau sis tertarik tentang 'apa ketidakmiripannya' rasanya saya tidak keberatan,
tapi rasanya juga saya tidak perlu terlibat dalam diskusi tsb
itu kesimpulan sepihak yang anda buat. :))
sepertinya selama ini anda yang selalu keberatan, saya tidak pernah sama sekali menyatakan bahwa saya keberatan atas apa yang anda sampaikan dan nyatakan dalam diskusi ini.
silahkan baca kembali awal percakapan kita.
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,22936.15.html (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,22936.15.html)
-
itu kesimpulan sepihak yang anda buat. :))
sepertinya selama ini anda yang selalu keberatan, saya tidak pernah sama sekali menyatakan bahwa saya keberatan atas apa yang anda sampaikan dan nyatakan dalam diskusi ini.
silahkan baca kembali awal percakapan kita.
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,22936.15.html (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,22936.15.html)
baiklah, agar tidak terjadinya kesalapahaman di antara kita
saya usahakan untuk tidak menanggapi hal2 yg tidak berkenaan dgn topik bahasan
--peace--
-
baiklah, agar tidak terjadinya kesalapahaman di antara kita
saya usahakan untuk tidak menanggapi hal2 yg tidak berkenaan dgn topik bahasan
--peace--
ya, silahkan lanjutkan diskusi anda dengan om indra.
-
apa masih kurang jelas? apa perlu diperjelas ke penanya pertama yg berkeberatan, yaitu bro Wiliam
sayangnya bro William tidak pernah terlibat dalam diskusi ini lagi dan juga tidak pernah memberikan tanggapan setuju atau tidak
dan saya pun tidak merasa perlu mengejar dia untuk memberikan jawaban setuju atau tidak setuju
malas komen... :D
dah sering ketemu yang seperti ini, dan emang capek sih kalo mau berdebat....
-
BTT, please
ok ok BTT, mari kita lanjutkan, diskusi kita tadi sampai pada titik di mana anda bertanya kepada saya sbb:
berkenaan dgn pernyataan ini:
saya ingin bertanya kepada anda:
Tuhan memang tunggal, apakah kehendaknya juga cuma satu?
dan saya juga sudah menjawab tidak tahu dan memohon petunjuk anda, jadi apakah anda bermurah hati untuk menjelaskan atau tidak?
-
ok ok BTT, mari kita lanjutkan, diskusi kita tadi sampai pada titik di mana anda bertanya kepada saya sbb:
berkenaan dgn pernyataan ini:
saya ingin bertanya kepada anda:
Tuhan memang tunggal, apakah kehendaknya juga cuma satu?
dan saya juga sudah menjawab tidak tahu dan memohon petunjuk anda, jadi apakah anda bermurah hati untuk menjelaskan atau tidak?
begini bro, itu memang subjektif
jangankan anda tanya saya,
coba deh anda tanya kasus yg kita bahas kepada orang2 penganut nasib, apa jawaban masing2 dari mereka?
-
malas komen... :D
dah sering ketemu yang seperti ini, dan emang capek sih kalo mau berdebat....
bener bro, capek banget ...
untungnya anda tidak nyecer saya
walaupun pertanyaan kritis anda bikin puyeng kepala juga sih
-
begini bro, itu memang subjektif
jangankan anda tanya saya,
coba deh anda tanya kasus yg kita bahas kepada orang2 penganut nasib, apa jawaban masing2 dari mereka?
astaga... (tbw)
loh kenapa saya harus bertanya kepada orang lain lagi? jadi apa yg anda lakukan di sini? gue udah mulai bosan nih, teman2 lain dipersilakan untuk bergabung, loh, jangan bilang bahwa saya memonopoli kesenangan ini sendirian ;D
-
bener bro, capek banget ...
untungnya anda tidak nyecer saya
walaupun pertanyaan kritis anda bikin puyeng kepala juga sih
tanya sekali doang kok.....
masa gitu aja puyeng??
-
astaga... (tbw)
loh kenapa saya harus bertanya kepada orang lain lagi? jadi apa yg anda lakukan di sini? gue udah mulai bosan nih, teman2 lain dipersilakan untuk bergabung, loh, jangan bilang bahwa saya memonopoli kesenangan ini sendirian ;D
begini bro, ini memang tergantung subjektivitas masing2
sedari awal juga sudah saya sampaikan tergantung masing2 individu apakah mau melihatnya mirip atau tidak mirip
so, finish bro
--peace--
-
tanya sekali doang kok.....
sekali tapi sebuah trigger
masa gitu aja puyeng??
ya bisa dianggap olah otak lah
-
begini bro, ini memang tergantung subjektivitas masing2
sedari awal juga sudah saya sampaikan tergantung masing2 individu apakah mau melihatnya mirip atau tidak mirip
so, finish bro
--peace--
suatu kebenaran tidak bisa subjektif, Bro. contohnya, ketika Sang Buddha mengajarkan Kebenaran tentang dukkha, apakah itu subjektif menurut Sang Buddha, sementara menurut orang lain bukan dukkha? demikian pula, sesuatu yg mirip, tidak bisa jadi tidak mirip
KBBI:
mi·rip a 1 hampir sama atau serupa (dng): mukanya -- muka ibunya; 2 sama halnya (rupanya) dng; seolah-olah: bunga mawar plastik itu -- bunga mawar asli;
ber·mi·rip·an v mempunyai kemiripan: menurut para saksi mata, dan bentuk tubuh para perampok itu juga -;
ke·mi·rip·an n hal (keadaan) mirip
dari definisi ini, sesuatu dikatakan mirip jika ada kesamaan ciri2. Maka jika ada 2 hal yg memiliki ciri2 yg serupa maka itu dikatakan "mirip" bukan "tidak mirip".
untuk menjadikannya subjektif menurut penilaian masing2 caranya adalah dengan mengubah definisi "mirip" itu.
Akan tetapi dalam hal kata "finish", mungkin menurut anda "finish" bermakna "stop sampai di sini". tapi bagi saya "finish" bermakna "selesai" dan bagi saya diskusi ini masih belum selesai. jadi untuk kasus "finish" memang subjektif.
-
suatu kebenaran tidak bisa subjektif, Bro. contohnya, ketika Sang Buddha mengajarkan Kebenaran tentang dukkha, apakah itu subjektif menurut Sang Buddha, sementara menurut orang lain bukan dukkha? demikian pula, sesuatu yg mirip, tidak bisa jadi tidak mirip
betul bro, kebenaran tidak subjektif
namun butuh proses hingga mencapai ke tahap pembuktian
sebelum mencapai tahap pembuktian
maka kebenaran itu hanya sebatas keyakinan
dan ketika mencapai tahap pembuktian
itu hanya berlaku bagi dirinya saja
tidak dpt membuktikannya untuk orang lain
itu dikarenakan orang lain tsb tidak akan mampu memahaminya
-
betul bro, kebenaran tidak subjektif
namun butuh proses hingga mencapai ke tahap pembuktian
sebelum mencapai tahap pembuktian
maka kebenaran itu hanya sebatas keyakinan
dan ketika mencapai tahap pembuktian
itu hanya berlaku bagi dirinya saja
tidak dpt membuktikannya untuk orang lain
itu dikarenakan orang lain tsb tidak akan mampu memahaminya
jadi ketika anda mengatakan "mirip" apakah itu kebenaran atau bukan?
-
malas komen... :D
dah sering ketemu yang seperti ini, dan emang capek sih kalo mau berdebat....
bro will fanatik kale ! =))
-
jadi ketika anda mengatakan "mirip" apakah itu kebenaran atau bukan?
berkenaan dgn pernyataan awal saya dan setelah melakoni perdebatan cukup panjang, maka ada beberapa hal sbb:
boleh dibilang karma mirip nasib, kesimpulannya terbukti
boleh dibilang karma tidak mirip nasib, kesimpulannya terbukti
kalau ada yg mau menyatakan:
tidak boleh bilang karma mirip nasib, silakan membutikannya sendiri
_/\_
-
berkenaan dgn pernyataan awal saya dan setelah melakoni perdebatan cukup panjang, maka ada beberapa hal sbb:
boleh dibilang karma mirip nasib, kesimpulannya terbukti
boleh dibilang karma tidak mirip nasib, kesimpulannya terbukti
kalau ada yg mau menyatakan:
tidak boleh bilang karma mirip nasib, silakan membutikannya sendiri
_/\_
jadi ketika anda mengatakan "mirip" apakah itu kebenaran atau bukan?
-
[at] siswahardy, not my fault kalo gitu :P
-
[at] wilwol, tepatnya tak ada seorang pun yg salah di sini :)
-
[at] wilwol, tepatnya tak ada seorang pun yg salah di sini :)
:hammer:
-
bro will fanatik kale ! =))
sesama fanatik dilarang protes.... :)) :))
-
[at] wilwol, tepatnya tak ada seorang pun yg salah di sini :)
idola tuhan : kesalahan ada pada nasib yang jelek. ^-^
-
idola tuhan : kesalahan ada pada nasib yang jelek. ^-^
sudah buddhis koq masih percaya nasib :whistle: ;)
-
sudah buddhis koq masih percaya nasib :whistle: ;)
supaya keliatan kren punya 2 kepercayaan, bila perlu 3 atau 4 kepercayaan disatukan,
wong 'mahluk tuhan' cuma satu, manusia aja yang berbeda2. :))
nasib dari tuhan ama karma mirip kok ! ^-^
-
adakah korelasi mirip dgn percaya?
adakah korelasi mirip dgn penyatuan?
:o
-
jadi ketika anda mengatakan "mirip" apakah itu kebenaran atau bukan?
IMO : tidak mau menjawab, tidak bisa menjawab, jawab dengan 'ilmu belut', atau ada memiliki kekurangan sel .... , juga kebenaran ^-^
-
adakah korelasi mirip dgn percaya?
adakah korelasi mirip dgn penyatuan?
:o
adakah kolerasi antara mirip dan karma
adakah kolerasi antara mirip dan nasib
adakah kolerasi antara mirip dan tuhan
adakah kolerasi antara mirip dan ........
...
ilmu belut atu !
-
:o :o :o
-
kehidupan yang lalu kalo bisa di lihat mungin akan ada dua akibat tambah sangar atau tidak semangat lagi hemmmm walaupun demikian kehiduapn kita tidak bisa lepas dari yang namanya apa yang kita lakukan ,just doing the best not dor pahala atau pujian but karena memang itu baik di lakukan universal truth
-
apakah bisa kita membuktikan bahwa kondisi awal kita ketika lahir, contoh :
lahir ganteng jelek cacat normal di keluarga kaya keluarga miskin dll ini semua adalah buah karma masa lalu ?
bgm cara membuktikannya ?
Gampang,
Berkacalah pada masa sekarang.
- Muka gua jerawatan karena g jarang cuci muka
- Gigi gua ompong karena jarang sikat gigi
- Kulit g koreng karena suka digarukkin waktu digigit nyamuk
- Gaji gua kecil karena gua malas kerja
- Susah punya jodoh karena gua orangnya egois, dsbnya
Kalau sudah memahami "saat ini" dan mengapa terjadi maka pertanyaan diatas terjawab sendiri.
Semua adalah Proses, pelajari prosesnya, pahami prosesnya, mengerti prosesnya, buktikan prosesnya. Baru Anda bisa menjawab bagaimana Anda bisa menjadi seorang manusia dan kemana Anda akan melangkah.
-
lmao,, hehee, hari gini kan tinggal operasi plastik,,
jd klo ada yg bilang klo seseorang telahir jelex, n krn perbuatan masa lampau,,
truz dia operasi plastik n jadi ckep,,
itu mgkn krn kamma baik na mendukung n kamma buruk jd jelek na uda habis, hehee
apalgi klo operasi plastik kdg2 ada yg malah jd makin jelek
-
tdk terasa pertanyaan ini sudah 1 tahun berlalu ;D
buktikan ? :-?
buktikan diri sendiri ~ aku ini apa aja blom bisa, gmn buktikan hukum semesta ini :))
_/\_