saya kira, pertanyaan pertanyaan yang menjurus pada pemojokan pribadi harus dikurangi dan kalau bisa dihilangkan seperti pertanyaan APAKAH ANDA SUDAH TERCERAHKAN ? APAKAH ANDA SUDAH ARAHAT ? dsbnya.
Menurut hemat saya, dari referensi bhikkhu arahat yang mencapai tingkat kesucian hanya dengan beberapa bait khotbah ataupun tuntunan ajaran yang singkat, lalu menjadikan kesimpulan bahwa TIPITAKA (secara keseluruhan) menjadi tidak perlu adalah kesimpulan yang terburu-buru.
Mengapa ? Karena jalan pemurnian (visudhi magga) ajaran BUDDHa untuk mencapai kesucian ARAHAT itu tidak hanya ditempuh dalam jangka waktu singkat (artian dalam satu kehidupan), tetapi sudah dipraktekkan dan dikumpulkan (PARAMI-nya) dalam banyak kehidupan.
Kebiasaan mengikuti suatu proses/cerita secara sepengal pengal akan bermuara pada berbagai pertanyaan yang konyol, seperti misalnya : Apakah mungkin BAHIYA yang notabene bukan siapa siapa, bukan bhikkhu murid BUDDHA, mencapai kesucian ARAHAT hanya mendengar tuntunan ajaran dalam beberapa bait saja ? Tetapi dalam berbagai kitab komentar telah dijelaskan mengapa BAHIYA memiliki kualitas dan kemampuan seperti itu...
Kembali lagi ke persoalan Simsapa Sutta yang menganalogikan daun di tangan BUDDHA sebagai hal yang perlu diajarkan karena berhubungan dan berkaitan dengan jalan pembebasan, Tidak menyatakan bahwa ajaran ajaran di luar genre (silsilah) ajaran BUDDHA maupun yang masih berhubungan dengan silsilah BUDDHA itu TIDAK BENAR. Tetapi BUDDHA telah menggarisbawahi bahwa AJARAN PARA BUDDHA (SEMUA BUDDHA dalam hal ini) adalah AJARAN TENTANG MENGAKHIRI DUKKHA (PEMBEBASAN).