//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Dhammapada Atthakatha  (Read 143681 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Adhitthana

  • Sebelumnya: Virya
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.508
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
Re: Dhammapada Atthakatha
« Reply #300 on: 18 March 2009, 11:55:30 PM »
Syair 422 (XXVI:38. Kisah Angulimala)

Pada suatu kesempatan, Raja Pasenadi dan Ratu Mallika memberikan dana makanan kepada Sang Buddha dan para bhikkhu yang berjumlah lima ratus, dalam ujud suatu pemberian yang tidak dapat dilampaui oleh siapapun juga. Pada saat upacara berlangsung, setiap bhikkhu didampingi oleh seekor gajah yang memegang payung putih yang menutupi kepala bhikkhu tersebut dari sinar matahari. Namun demikian, mereka hanya mendapatkan empat ratus sembilan puluh sembilan gajah yang terlatih, sehingga mereka harus menggunakan seekor gajah yang tidak terlatih, dan gajah tersebut ditempatkan untuk memegang payung dekat Angulimala Thera. Setiap orang takut bahwa gajah yang belum terlatih itu mungkin menyebabkan kerusuhan, tetapi ketika dibawa dekat Angulimala Thera, ia menjadi jinak.

Berkaitan dengan kejadian ini para bhikkhu kemudian bertanya kepada Angulimala apakah ia tidak merasa takut atau tidak. Kepada pertanyaan ini Angulimala menjawab bahwa ia tidak merasa takut. Para bhikkhu kemudian menemui Sang Buddha dan berkata bahwa Angulimala Thera menegaskan dirinya telah mencapai tingkat kesuican arahat.

Kepada mereka Sang Buddha berkata, "Para bhikkhu! Adalah cukup jelas bahwa Angulimala tidak takut, mereka yang seperti dirinya juga tidak takut."

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 422 berikut :

Ia yang mulia, agung, pahlawan, pertapa agung (mahesi), penakluk, orang tanpa nafsu, murni, telah mencapai penerangan, maka ia Kusebut seorang 'brahmana'.

  Aku akan mengalami Usia tua, aku akan menderita penyakit, aku akan mengalami kematian. Segala yang ku Cintai, ku miliki, dan ku senangi akan Berubah dan terpisah dariku ....

Offline Adhitthana

  • Sebelumnya: Virya
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.508
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
Re: Dhammapada Atthakatha
« Reply #301 on: 18 March 2009, 11:58:00 PM »
Syair 423 (XXVI:39. Kisah Devahita, Seorang Brahmana)

Pada suatu kesempatan, Sang Buddha menderita penyakit ringan pada lambung perut dan ia menyuruh Upavana Thera untuk mencari air panas dari Devahita, sang brahmana.

Sang brahmana sangat senang karena mempunyai kesempatan yang sangat langka untuk memberikan sesuatu kepada Sang Buddha. Maka sebagai tambahan dari sekedar air panas, ia memberi sirup gula kepada sang thera untuk Sang Buddha.

Di vihara, Upavana Thera memberikan air hangat untuk mandi kepada Sang Buddha. Setelah mandi ia memberi Sang Buddha campuran sirup gula dan air hangat. Setelah minum campuran tersebut Beliau segera merasa lega.

Sang brahmana kemudian datang dan bertanya kepada Sang Buddha, "Bhante! Pemberian yang dilakukan kepada siapa yang memberikan manfaat terbesar bagi seseorang?"

Kepadanya Sang Buddha berkata, "Brahmana! Suatu pemberian yang dilakukan kepada seseorang yang telah meninggalkan semua kejahatan adalah yang paling bermanfaat."

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 423 berikut :

Seseorang yang mengetahui semua kehidupannya yang lampau, yang dapat melihat keadaan surga dan neraka, yang telah mencapai akhir kelahiran, telah mencapai kesempurnaan pandangan terang, suci, murni, dan sempurna kebijaksanaannya, maka ia Kusebut seorang 'brahmana'.

Pada akhir khotbah Dhamma itu, brahmana menjadi teguh keyakinannya terhadap 'Sang Tiga Permata' (Buddha, Dhamma dan Sangha), dan menjadi pengikut awam Sang Buddha yang berbakti.

  Aku akan mengalami Usia tua, aku akan menderita penyakit, aku akan mengalami kematian. Segala yang ku Cintai, ku miliki, dan ku senangi akan Berubah dan terpisah dariku ....

Offline Adhitthana

  • Sebelumnya: Virya
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.508
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
Re: Dhammapada Atthakatha
« Reply #302 on: 19 March 2009, 12:26:36 AM »
-tamat-

Dhammapada Atthakatha
Kisah-kisah Dhammapada

Judul Asli: The Dhammapada Verses and Stories

Bhikkhu Jotidhammo

Disadur Ulang By Havana

Special Thanks utk sdr Havana  _/\_

Sabbe Satta Bhavantu Sukhitata 

  Aku akan mengalami Usia tua, aku akan menderita penyakit, aku akan mengalami kematian. Segala yang ku Cintai, ku miliki, dan ku senangi akan Berubah dan terpisah dariku ....

Offline Adhitthana

  • Sebelumnya: Virya
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.508
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
Re: Dhammapada Atthakatha
« Reply #303 on: 26 August 2009, 10:40:37 PM »
Mahānāma, seorang suku Sakya, datang mengunjungi Sang Bhagavā , dan berkata, “Kota Kapilavatthu ini kaya, makmur, terkenal, penuh dengan orang-orang dan padat penduduknya. Sekarang, ketika aku memasuki kota pada sore hari setelah melayani Sang Bhagavā atau para Bhikkhu, aku bertemu dengan gajah-gajah, kuda-kuda, dan kereta-kereta perang, kereta-kereta dan orang-orang, semuanya berlenggak-lenggok berjalan dan meluncur. Pada waktu-waktu seperti itu, pikiranku yang telah mantap pada Buddha, Dhamma dan Sangha menjadi benar-benar bingung. Lalu aku berpikir, ‘jika aku meninggal pada saat ini, bagaimanakah nasibku, dimanakah aku akan bertumimbal lahir?’”

“Tidak usah takut Mahānāma, tidak usah takut! Kematianmu akan baik-baik saja, akhir hayatmu akan baik-baik saja. Bagi seseorang yang kesadarannya sudah lama terlatih dalam keyakinan, kebajikan, pengetahuan, pelepasan, dan kebijaksanaan, meskipun tubuh yang terbuat dari empat unsur dilalap oleh burung-burung dan hewan-hewan, tetapi kesadrannya ---apabila sudah lama terlatih dalam keyakinan, kebajikan, pengetahuan, pelepasan, dan kebijaksanaan akan membumbung tinggi, kesadaranya memenangkan yang tertinggi. Hal ini hanyalah seperti seseorang yang harus mencelupkan sebuah kendi berisi mentega atau minyak kedalam sebuah kolam air yang dalam dan memecahkanya; pecahan-pecahan kendi akan tenggelam ke dasar, tetapi mentega atau minyak akan terapung di permukaan. Maka, Mahānāma, kesadaranmu sudah lama terlatih dalam keyakinan, kebajikan, pengetahuan, pelepasan, dan kebijaksanaan. Jadi, tidak usah takut. Kematian akan baik-baik saja, akhir hayatmu akan baik-baik saja.”
[Samyutta Nikāya V :369]

  Aku akan mengalami Usia tua, aku akan menderita penyakit, aku akan mengalami kematian. Segala yang ku Cintai, ku miliki, dan ku senangi akan Berubah dan terpisah dariku ....

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Re: Dhammapada Atthakatha
« Reply #304 on: 06 February 2010, 02:11:10 PM »
Mantap :)
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline Adhitthana

  • Sebelumnya: Virya
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.508
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
Re: Dhammapada Atthakatha
« Reply #305 on: 06 February 2010, 10:22:25 PM »

"Ketika waktunya tiba, Yang Terberkahi memberitahukan Sakka, raja para dewa, mengenai keberangkatan-Nya. Kemudian Sakka menciptakan tiga tangga yang terbuat dari emas, rubi, perak secara berjajar, dengan ujung dasarnya di gerbang Kota Sankassa, dan ujung atasnya berdiam di puncak Gunung Meru. Demikianlah, Yang Terberkahi turun ke dunia manusia di gerbang Kota Sankassa dengan menggunakan tangga rubi di bagian tengah; sementara itu para dewa mengikuti dengan menggunakan tangga emas di sisi kanan, dan para brahma agung menggunakan tangga perak di sisi kiri"
  Aku akan mengalami Usia tua, aku akan menderita penyakit, aku akan mengalami kematian. Segala yang ku Cintai, ku miliki, dan ku senangi akan Berubah dan terpisah dariku ....

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Re: Dhammapada Atthakatha
« Reply #306 on: 06 February 2010, 10:23:42 PM »
maaf,,ini saya kutip ya..

Syair 24 (II:2. Kisah Kumbhaghosaka, Seorang Bankir)

Syair 24 (II:2. Kisah Kumbhaghosaka, Seorang Bankir)

Suatu ketika ada suatu wabah penyakit menular menyerang kota Rajagaha. Di rumah bendahara kerajaan, para pelayan banyak yang meninggal akibat wabah tersebut. Bendahara dan istrinya juga terkena wabah tersebut. Ketika mereka berdua merasa akan mendekati ajal, mereka memerintahkan anaknya Kumbhaghosaka untuk pergi meninggalkan mereka, pergi dari rumah dan kembali lagi pada waktu yang lama, agar tidak ketularan. Mereka juga mengatakan kepada Kumbhaghosaka bahwa mereka telah mengubur harta sebesar 40 crore. Kumbhaghosaka pergi meninggalkan kota dan tingal di hutan selama 12 tahun dan kemudian kembali lagi ke kota asalnya.

Seiring dengan waktu, Kumbhaghosaka tumbuh menjadi seorang pemuda dan tidak seorang pun di kota yang mengenalinya. Dia pergi ke tempat di mana harta karun tersebut disembunyikan dan menemukannya masih dalam keadaan utuh. Tetapi dia menyadari bahwa tidak ada seorang pun yang dapat mengenalinya lagi. Jika dia menggali harta tersebut dan menggunakannya, masyarakat mungkin berpikir seorang lelaki miskin secara tidak sengaja telah menemukan harta karun dan mereka mungkin akan melaporkannya kepada raja. Dalam kasus ini hartanya akan disita dan dia sendiri mungkin akan ditangkap. Maka dia memutuskan untuk sementara waktu ini tidak menggali harta tersebut dan untuk sementara dia harus mencari pekerjaan untuk membiayai penghidupannya.

Dengan mengenakan pakaian tua Kumbhaghosaka mencari pekerjaan. Dia mendapatkan pekerjaan untuk membangunkan orang. Bangun awal di pagi hari dan berkeliling memberitahukan bahwa saat itu adalah saat untuk menyediakan makanan, untuk menyiapkan kereta, ataupun saat untuk menyiapkan kerbau dan lain-lain.

Suatu pagi Raja Bimbisara mendengar suara orang membangunkannya. Raja berkomentar, "Ini adalah suara dari seorang laki-laki sehat".

Seorang pelayan, mendengar komentar raja. Ia mengirimkan seorang penyelidik untuk menyelidikinya. Dia melaporkan bahwa pemuda itu hanya orang sewaan. Menanggapi laporan ini raja kembali berkomentar sama selama dua hari berturut-turut. Sekali lagi, pelayan raja menyuruh orang lain menyilidikinya dan hasilnya tetap sama. Pelayan berpikir bahwa ini adalah hal yang aneh, maka dia meminta pada raja agar memberikan ijin kepadanya untuk pergi dan menyelidikinya sendiri.

Dengan menyamar sebagai orang desa, pelayan dan putrinya pergi ke tempat tinggal para buruh. Mereka mengatakan bahwa mereka adalah pengelana, dan membutuhkan tempat untuk bermalam. Mereka mendapat tempat bermalam di rumah Kumbhaghosaka untuk satu malam. Tetapi mereka merencanakan memperpanjang tinggal di sana. Selama periode tersebut, dua kali raja telah mengumumkan bahwa akan diadakan suatu upacara di tempat tinggal para buruh, dan setiap kepala rumah tangga harus memberikan sumbangan. Kumbhaghosaka tidak mempunyai uang untuk menyumbang. Maka dia berusaha untuk mendapatkan beberapa koin (kahapana) dari harta simpanannya.

Ketika melihat Kumbhaghosaka membawa koin-koin tersebut, pelayan raja berusaha agar Kumbhaghosaka mau menukarkan koin-koin itu dengan uangnya. Usahanya berhasil dan pelayan itu mengirimkan koin-koin itu kepada raja. Setelah beberapa waktu, pelayan tersebut mengirimkan pesan kepada raja untuk mengirim orang dan memanggil Kumbhaghosaka ke pengadilan. Kumbhaghosaka merasa tidak senang, dengan terpaksa pergi bersama orang-orang tersebut. Pelayan dan putrinya juga pergi ke istana.

Di istana, raja menyuruh Kumbhaghosaka untuk menceritakan kejadian sebenarnya dan menjamin keselamatannya. Kumbhaghosaka kemudian mengakui bahwa kahapana itu adalah miliknya dan juga mengakui bahwa ia adalah putra seorang bendahara di Rajagaha, yang meninggal karena wabah dua belas tahun yang lalu. Dia kemudian juga menceritakan tentang tempat di mana harta karun tersebut disembunyikan. Akhirnya, semua harta karun tersebut dibawa ke istana; raja mengangkatnya menjadi seorang bendahara dan memberikan putrinya untuk dijadikan istri.

Setelah itu, raja membawa Kumbhaghosaka mengunjungi Sang Buddha di Vihara Veluvana dan mengatakan kepada Beliau bagaimana pemuda tersebut memperoleh kekayaan, dengan mengumpulkan hasil pekerjaannya sebagai buruh, dan bagaimana dia diangkat menjadi seorang bendahara.

Mengakhiri pertemuan itu, Sang Buddha membabarkan syair 24 berikut ini:

Orang yang penuh semangat, selalu sadar, murni dalam perbuatan, memiliki pengendalian diri, hidup sesuai dengan Dhamma dan selalu waspada, maka kebahagiaannya akan bertambah.
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline Adhitthana

  • Sebelumnya: Virya
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.508
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
Re: Dhammapada Atthakatha
« Reply #307 on: 06 February 2010, 10:24:59 PM »

"Kemudian Yang Terberkahi mendekatinya serta bertanya dengan penuh simpati: "Sunita, maukah engkau meninggalkan mata pencaharian yang berat ini dan menjadi bhikkhu?"
Mendengar pernyataan ini, tubuh Sunita bergetar gembira, hatinya dipenuhi sukacita dan kebahagiaan, matanya berkaca-kaca. Begitu terharu dirinya sehingga untuk sejenak ia tak mampu berkata apa pun karena tak seorang pun pernah berkata kepadanya seperti ini. Sepanjang hidupnya, ia hanya menerima suruhan, sumpah serapah, dan makian dari orang lain. Namun kali ini ia disapa oleh Yang Terberkahi dengan suara dan kasih lembut yang tak pernah ia duga sebelumnya.
Sunita menjawab: "Bhante, hamba senantiasa menerima suruhan, namun tak pernah menerima kebaikan seperti ini. Jika Bhante bersedia menerima pemulung yang kotor dan sungguh sengsara seperti diri hamba, kenapa hambatidak bersedia meninggalkan pekerjaan yang berat dan kotor ini? Bhante, mohon tahbiskanlah hamba menjadi bhikkhu!"
  Aku akan mengalami Usia tua, aku akan menderita penyakit, aku akan mengalami kematian. Segala yang ku Cintai, ku miliki, dan ku senangi akan Berubah dan terpisah dariku ....

Offline Adhitthana

  • Sebelumnya: Virya
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.508
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
Re: Dhammapada Atthakatha
« Reply #308 on: 30 July 2010, 12:06:41 AM »
Menaklukkan Dewa Brahma Baka (dengan Pengetahuan / Nana)

Duggahaditthi bhujagena sudattha hattham
Brahmam visudhi jutimiddhi bakabhidhanam
Nanagadena vidhina jitava munindo
Tan tejasa bhavatu te jayamangalani

Bagaikan ular yang melilit pada lengan,
Demikian pandangan salah dimiliki oleh Baka, Dewa Brahma yang memiliki sinar dan kekuatan
Raja Para Bijaksana menaklukkannya dengan obat pengetahuan
Dengan kekuatan ini semoga engkau mendapat kemenangan sempurna





Ketika Sang Buddha sedang bersemayam di Vihara Jetavana, Beliau mengetahui bahwa Dewa Brahma Baka, mempunyai pandangan yang salah. Ia berpendapat bahwa Brahma-loka (=Alam Brahma) adalah kekal, tetap untuk selama-lamanya, abadi, tidak berubah; selain di alam Brahma tidak ada penyelamatan atau pembebasan secara menyeluruh.

Di dalam kelahirannya yang terdahulu, Dewa Brahma Baka yang berlatih meditasi, terlahir kembali di Surga Vehapphala. Beliau berada di sana selama lima ratus kalpa 2), lalu terlahir kembali di Surga Subhakinna. Sesudah berada di sana selama enam puluh empat kalpa, ia terlahir kembali di Surga Abhassara, di sana ia berada selama delapan kalpa. Di Surga Abhassara inilah ia mempunyai pandangan salah. Ia lupa bahwa ia pindah dari Alam Brahma yang tertinggi dan terlahir di Alam Surga yang lebih rendah yaitu Surga Abhassara.

Sang Buddha mengetahui pandangan yang salah ini. Beliau lalu menghilang dari Vihara Jetavana dan muncul di Alam Brahma. Vasavatti Mara mengetahui maksud Sang Guru Agung ini; dan ia berniat untuk menghalangi, ia lalu pergi ke Alam Brahma yang sama.

Ketika Sang Buddha mulai berbicara dengan Dewa Brahma Baka, Mara menyela pembicaraan dengan mengatakan bahwa Dewa Brahma Baka amat bijaksana dan mempunyai kekuatan terhadap Dewa Brahma lainnya. Bahwa ialah yang menciptakan dunia ini, menciptakan Gunung Maha Meru (nama gunung tertinggi di dunia ini), dan menciptakan dunia-dunia lain; ia pula yang menentukan kasta atau tingkatan suatu mahluk; ia pula yang menciptakan bermacam-macam binatang.

Mara berkata kepada Sang Buddha :
"Tidak ada seorang pertapapun sebelum Kamu yang berpikir bahwa dunia ini tidak abadi. Dan sesudah mempelajari bahwa segala sesuatu itu tidak abadi, mereka langsung masuk ke neraka. Ada beberapa Dewa Brahma yang menyangkal hal ini, mereka menyatakan bahwa segala sesuatu adalah abadi, maka mereka terlahir kembali di Alam Brahma. Karena itu, lebih baik Kamu mengajarkan hal yang sama, seperti yang para Dewa Brahma lakukan. Saya memberiMu nasehat ini, kalau Kamu mengajarkan doktrin yang sama, maka Kamu akan memperoleh hadiah yang sama pula; tetapi kalau Kamu menyangkalnya maka Kamu akan hancur."

Tetapi Sang Buddha menjawab :
"Saya tahu siapa kamu ini. Kamu adalah Mara si Penggoda, janganlah kamu berpikir kamu dapat mengelabuiKu."

Kemudian Dewa Brahma Baka berkata bahwa Alam Brahma selalu ada, di mana tidak ada kehancuran ataupun kematian. Tidak ada perpindahan dari satu alam ke alam lain; segala sesuatunya selalu kekal, tetap, abadi, mutlak dan tidak berubah; selain di Alam Brahma tidak ada keselamatan. Dan banyak Para Buddha sebelum Buddha Gotama, kemanakah mereka lenyap? Tidak ada seorangpun yang dapat mengatakan mereka pergi kemana; dan akan lebih baik apabila Buddha Gotama merasa malu dengan doktrinNya, dan lebih baik menerima doktrin yang sama dengan para Dewa Brahma.

Tetapi Sang Buddha Gotama memperlihatkan kemampuanNya yang luar biasa kepada Dewa Brahma Baka, dengan menjelaskan tentang enam kelahiran Dewa Brahma Baka yang terdahulu, dimana Beliau sendiri menghilang tanpa diketahui berada di mana.
Sang Buddha lalu menjelaskan :
Dalam salah satu kelahirannya, Dewa Brahma Baka adalah seorang pertapa yang bertempat tinggal di tepi sungai. Pada waktu itu, ada lima ratus orang pedagang datang dengan membawa keretanya ke tempat yang sama pula, mereka amat sopan dan ramah. Tidak lama kemudian, sapi jantan pertama yang menarik kereta, pulang kembali ke rumah dan diikuti sapi-sapi jantan lainnya. Keesokan paginya, para pedagang itu tidak mempunyai minyak, makanan ataupun air minum, mereka amat kelaparan dan kehausan. Mereka amat lemas, hanya berbaring saja dengan berpikir mereka akan mati di sana. Tetapi pertapa yang melihat mereka dalam kesulitan membawakan air minum, sehingga para pedagang itu selamat dari kematian.

Pada lain waktu, beberapa pencuri mencuri di suatu desa, mereka mengambil barang yang mereka sukai. Si Pertapa yang mengetahui perbuatan para pencuri itu, lalu menciptakan suara-suara dari barang-barang yang mereka curi itu, dalam lima tangga nada yang cukup keras, sehingga para pencuri itu terkejut dan membuang barang-barang yang mereka curi. Dengan ketakutan mereka melarikan diri, karena mengira raja datang.

Pada kesempatan lain, penduduk dari dua desa yang bersisian di tepi sebuah sungai setuju pergi bersama-sama naik sebuah kapal untuk berdagang. Kepergian mereka diketahui oleh Naga jahat yang berniat ingin menghancurkan mereka, tetapi pertapa yang mengetahui niat jahat Naga itu lalu menampakkan dirinya sebagai garuda raksasa. Garuda itu menakut-nakuti dan menyerang Naga jahat itu, sehingga Naga tersebut terbang ketakutan tanpa menyentuh para pedagang. Mereka selamat dari mara bahaya.

Karena tindakan-tindakannya yang penuh dengan cinta kasih kepada mahluk lain inilah, yang menyebabkan pertapa itu terlahir kembali di Alam Brahma.

Sang Buddha Gotama menunjukkan kemampuanNya yang luar biasa sebagai seorang Buddha dalam membabarkan Dhamma, menjelaskan tentang Empat Kesunyataan Mulia. Sehingga pada akhirnya pikiran dari seribu dewa di Alam Brahma terbebas dari kemelekatan dan pandangan keliru.

Dewa Brahma Baka mengakui bahwa apa yang Sang Buddha Gotama katakan adalah benar, dan mengakui pengetahuan Sang Guru Agung yang luar biasa, sehingga ia menyatakan diri berlindung kepada Sang Tri Ratna, demikian pula para Dewa Brahma lainnya. Sang Buddha lalu pulang kembali dari Alam Brahma ke Vihara Jetavana.


  Aku akan mengalami Usia tua, aku akan menderita penyakit, aku akan mengalami kematian. Segala yang ku Cintai, ku miliki, dan ku senangi akan Berubah dan terpisah dariku ....