Abhidhamma mempelajari segala sesuatu lebih mendalam dalam pengertian Paramattha Dhamma (Paramattha Sacca). menurut Paramattha Sacca atau kebenaran tertinggi, segala sesuatu yang ada itu hanyalah bentuk unsur-unsur materi atau rupa dan fenomena/gejala bathin atau nama (citta dan cetasika). Apa yang dianggap diri atau seseorang itu hanyalah perubahan gejala nama dan rupa. Setiap gejala itu tidak kekal. Ia muncul dan kemudian lenyap lagi dengan segera. gejala-gejala itu bukan suatu"diri", bukan milik suatu "diri", dan gejala-gejala tersebut adalah "tanpa aku" atau anatta.
Berbicara masalah kebenaran atau sacca, terdapat dua jenis sacca atau kebenaran yang diajarkan oleh Sang Buddha, yaitu :
1.
Sammutti Sacca, berarti kebenaran konvensional umum, kebenaran relatif, kebenaran yang biasa yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari.
2.
Paramattha Sacca, berarti kebenaran tertinggi, kebenaran mutlak.
Kebenaran konvensional adalah kebenaran dengan istilah-istilah umum yang digunakan oleh sebagian besar orang, seperti : "diri ada", "manusia ada", "para dewa ada", "gajah ada", "kepalaku ada", jiwa yang hidup ada", dan seterusnya.
Bukanlah kedustaan atau ketidak benaran kalau orang berkata : "mungkin ada satu diri atau jiwa hidup yang kekal, langgeng, yang tidak muncul ataupun lenyap sementara sepanjang satu kehidupan" karena ini merupakan cara berbicara biasa dari kebanyakan orang yang tidak bermaksud apapun untuk membohongi orang lain. Namun, menurut kebenaran mutlak, ini di anggap sebagai Vipallasa atau khayalan yang secara keliru, memandang ketidakkekalan sebagai kekekalan dan tanpa aku sebagai aku. Selama pandangan keliru ini tak terhilangkan, seseorang tidak pernah lepas dari Samsara atau roda kehidupan.
Kebenaran yang terakhir adalah kebenaran yang mutlak dari pernyataan atau pengingkaran yang penuh dan sempurna, sesuai dengan kenyataan yang merupakan dasar atau sifat aslinya dari semua bentuk-bentuk, seperti : "tidak ada manusia", "tidak ada dewa", "tidak ada aku", "tidak ada tangan", "tidak ada anggota badan", dan lain-lain. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan kalimat "tidak ada aku atau tidak ada jiwa" adalah tidak ada sesuatu atau suatu kesatuan, seperti benda atau jiwa, yang dapat tinggal terus dengan tanpa mengalami perubahan, atau tidak timbul dan lenyap setiap saat selama ia dalam keadaan yang di sebut
berproses. Dalam pernyatan "tidak ada makhluk" dan lain-lain, yang dimaksud adalah sebenarnya tidak ada bentuk kehidupan yang kekal, melainkan yang ada ialah bentuk unsur-unsur materi dan unsur-unsur batin. Unsur-unsur ini bukanlah makhluk atau pribadi, bukan pula dewa, binatang, dan lain-lain. Oleh sebab itu, tidak ada makhluk atau pribadi yang terpisah sendiri dari unsur-unsur itu.
Dengan demikian, jika diajukan pertanyaan : "Apakah di dunia ini terdapat periuk atau kendi tanah?", maka jawabannya menurut kebenaran yang biasa adalah "ada", sedangkan menurut kebenaran yang mutlak adalah "tidak ada". Sebabnya ialah sifat kebenaran yang mutlak hanya mengakui yang sejati dari benda itu, yaitu tanah yang dibuat menjadi periuk, kendi, dan lain-lain. Jadi di sini, yang ada adalah unsur tanah/padatan yang merupakan materi atau rupa.
Sumber : Pokok-pokok dasar Abhidhamma Jilid 1 (Mettadewi W.,S.H.,S.A.B.)
IMO :
Jadi Citta, Cetasika, Rupa dan Nibbana adalah termasuk Paramattha Dhamma (Paramattha Sacca).