//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Sabasava Sutta  (Read 3792 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline marcedes

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.528
  • Reputasi: 70
  • Gender: Male
  • May All Being Happinesssssssss
Sabasava Sutta
« on: 02 April 2009, 12:31:33 AM »
SABASAVA SUTTA (2)

Sumber : Sutta Pitaka Majjhima Nikaya I,
Oleh : Tim Penterjemah Kitab Suci Agama Buddha,
Penerbit : Proyek Sarana Keagamaan Buddha Departemen Agama RI, 1993
Demikian yang saya dengar.
Pada suatu ketika Sang Bhagava tinggal di Jetavana, Anathapindika Arame, Savathi. Di sana Beliau menyapa para Bhikkhu: "Para bhikkhu."
"Ya, Bhante," jawab mereka. Selanjutnya Sang Bhagava berkata sebagai berikut:
"Para bhikkhu, aku akan menerangkan kepadamu tentang dukkha, dengar dan perhatikan baik-baik apa yang kukatakan."
"Baiklah, Bhante," jawab mereka. Lalu Sang Bhagava berkata:

"Para bhikkhu. Kukatakan bahwa dukkha itu akan terhenti pada diri seseorang yang mengerti dan melihat, bukan pada diri seseorang yang tidak mengerti dan tidak melihat. Apakah yang dimengerti dan dilihat? Perhatian yang benar dan perhatian yang tidak benar. Bila seorang tidak memperhatikan dengan benar, maka muncullah dukkha baru dan bertambahlah dukkha yang telah ada. Bila seorang memperhatikan dengan benar, dukkha yang akan timbul dapat dihindari dan dukkha yang telah ada dapat dilenyapkan.
Dukkha dapat dihilangkan dengan melihat (dassana). Dukkha dapat dihilangkan dengan pengendalikan diri (samvara). Dukkha dapat dihilangkan dengan penggunaan (patisevana). Dukkha dapat dihilangkan dengan penahanan (adhivasana). Dukkha dapat dihilangkan dengan penghindaran (parivajjana). Dukkha dapat dihilangkan dengan penghapusan (vinodana). Dukkha dapat dihilangkan dengan pengembangkan (bhavana).
Dukkha apakah yang dapat dihilangkan dengan cara melihat? Para bhikkhu, begini, orang biasa yang tidak terpelajar, yang tidak menghargai, tidak memahami dan tidak berdisiplin dengan ajaran orang-orang pandai dan bijaksana. Tidak mengerti hal-hal yang penting untuk diperhatikan, atau hal-hal apakah yang tidak penting untuk diperhatikan. Sehingga dia tidak memperhatikan hal-hal yang penting untuk diperhatikan dan dia memperhatikan hal-hal yang tidak penting untuk diperhatikan.

Apakah hal-hal yang ia perhatikan? Adalah hal-hal yang menyebabkan munculnya dukkha yang baru atau bertambahnya dukkha yang sudah ada yang berasal dari nafsu indera, keakuan dan ketidaktahuan. Inilah hal-hal yang ia perhatikan.
Apakah hal-hal yang ia tidak perhatikan? Adalah hal-hal yang tidak menyebabkan munculnya dukkha yang baru atau bertambahnya dukkha yang sudah ada yang berasal dari nafsu indera, keakuan dan ketidaktahuan. Inilah hal-hal yang ia tidak perhatikan.
Dengan memperhatikan hal-hal yang tidak perlu diperhatikan dan tidak memperhatikan hal-hal yang perlu untuk diperhatikan, dukkha yang baru muncul dan dukkha yang lama bertambah.

Beginilah caranya dia berpikir dengan tidak bijaksana: 'Apakah aku ada di masa lalu? Apakah aku tidak ada di masa lalu? Bagaimanakah aku di masa lalu? Menjalani apa dan bagaimanakah aku di masa lalu? Akankah aku ada di masa mendatang? Tidak adakah aku di masa mendatang? Menjadi apakah aku di masa mendatang? Bagaimanakah aku di masa mendatang? Mengalami apa dan bagaimanakah aku pada masa mendatang.'Atau dia merasa ragu-ragu tentang keberadaannya sekarang: 'Benarkah aku? Tidakkah aku ada? Sebagai apakah aku? Bagaimanakah aku? Kapankah keadaan ini muncul? Ke mana aku akan muncul?'
Bila ia berpikir demikian dengan kurang bijaksana, satu dari enam macam pandangan muncul pada dirinya:

1. 'Keakuan terhadap dirinya' muncul sebagai suatu hal yang benar dan mutlak.
2. 'Ketidakakuan terhadap dirinya' muncul sebagai suatu hal yang benar dan mutlak.
3. 'Aku mencerap keakuan bagi diriku' muncul sebagai suatu hal yang benar dan mutlak.
4. 'Aku mencerap ketidakakuan bagi diriku' muncul sebagai suatu hal yang benar dan mutlak.
5. 'Aku mencerap keakuan dan ketidakakuan' muncul sebagai suatu hal yang benar dan mutlak.
6. 'Aku mencerap ketidakakuan dan keakuan' sebagai suatu hal yang benar dan mutlak, atau dia akan berpandangan bahwa akulah yang bicara dan merasakan dan mengalami akibat dari perbuatan baik atau buruk: tetapi milikku ini adalah kekal, selama-lamanya, abadi, tak dapat berubah, dan akan berlangsung selamanya.

Pandangan macam ini disebut kekaburan pandangan, kebuasan pandangan, kerusakan pandangan, keragu-raguan pandangan, belenggu pandangan. Orang biasa yang tak terpelajar dan terikat dengan belenggu pandangan-pandangan ini, tidak akan ada yang terbebas dari kelahiran, umur tua dan kematian dengan penderitaan dan ratap tangis, rasa sakit, takut dan putus asa; dia tidak terbebas dari penderitaan.
Orang yang terpelajar, yang menghargai, memahami dan berdisiplin dengan ajaran orang-orang pandai dan bijaksana. Mengerti hal-hal yang penting untuk diperhatikan, atau hal-hal apakah yang tidak penting untuk diperhatikan. Sehingga dia tidak memperhatikan hal-hal yang tidak penting untuk diperhatikan dan dia memperhatikan hal-hal yang penting untuk diperhatikan.

Apakah hal-hal yang ia tidak perhatikan? Adalah hal-hal yang menyebabkan munculnya dukkha yang baru atau bertambahnya dukkha yang sudah ada yang berasal dari nafsu indera, keakuan dan ketidaktahuan. Inilah hal-hal yang tidak seharusnya yang ia perhatikan.
Apakah hal-hal yang ia perhatikan? Adalah hal-hal yang tidak menyebabkan munculnya dukkha yang baru atau bertambahnya dukkha yang sudah ada yang berasal dari nafsu indera, keakuan dan ketidaktahuan. Inilah hal-hal yang seharusnya yang ia perhatikan.
Dengan memperhatikan hal-hal yang perlu diperhatikan dan tidak memperhatikan hal-hal yang tidak perlu untuk diperhatikan, dukkha yang baru tidak muncul dan dukkha yang lama dapat dihilangkan.
Beginilah bagaimana ia berpikir dengan bijaksana: 'Ini adalah dukkha (penderitaan), ini adalah asal mula dukkha, ini adalah terhentinya dukkha dan ini adalah jalan yang menuju terhentinya dukkha'.
Ketika dia memperhatikan jalan ini dengan bijaksana, tiga belenggu dapat ditinggalkannya: keinginan untuk bertumimbal lahir, ketidakpastian dan kemelekatan terhadap upacara-upacara.
Ini disebut sebagai dukkha yang dapat dihentikan dengar cara melihat.

Apakah dukkha yang dapat dihentikan dengan pengendalian diri?
Seorang bhikkhu berpikir dengan bijaksana dapat mengendalikan kesulitan matanya. Bila dukkha jasmani dan perasaan bisa timbul pada seorang bhikkhu yang tidak dapat mengendalikan kesulitan matanya, maka tidak ada dukkha atau beban emosi yang timbul jika dia dapat mengendalikan kesulitan matanya. Berpikir dengan bijaksana dia dapat mengendalikan kesulitan matanya ...
... kesulitan penciumannya ....
... kesulitan pengecapannya ....
... kesulitan pendengarannya ....
... kesulitan badannya ....
Berpikir dengan bijaksana dia dapat mengendalikan kesulitan pikirannya... tak ada dukkha jasmani dan perasaan yang timbul bila pikirannya terkendali. Bila dukkha jasmani dan perasaan dapat muncul pada seorang yang pikirannya tidak terkendali, maka sebaliknya tidak ada dukkha jasmani dan perasaan dapat muncul pada seorang yang pikirannya terkendali. Inilah yang disebut penderitaan yang dapat dihentikan dengan pengendalian diri.

Apakah penderitaan yang dapat dihentikan dengan penggunaan? Seorang bhikkhu berpikir dengan bijaksana menggunakan sebuah jubah sebagai pelindung dari dingin, panas dan untuk melindungi diri dari lalat, angin, panas yang membakar serta serangga tanah, juga hanya bertujuan untuk menutupi bagian tubuh yang vital.
Berpikir dengan bijaksana dia tidak menggunakan patta (mangkuk)-nya untuk hiburan atau kesombongan, tidak pula untuk keelokan dan hiasan. Tetapi sekedar untuk kelangsungan hidupnya, untuk menghilangkan rasa sakit dan membantu perkembangan batin (berpikir): 'Beginilah aku akan menghentikan kesadaran lama tanpa menimbulkan kesadaran baru dan terhindar dari kesalahan, aku akan hidup dengan benar dan sehat'.
Berpikir dengan bijaksana dia menggunakan tempat peristirahatan untuk melindungi diri dari dingin, gangguan lalat, angin, panas terik dan serangga tanah. Dan hanya sekedar menghindar dari bahaya-bahaya cuaca dalam menikmati istirahat.
Berpikir dengan bijaksana dia menggunakan obat-obatan untuk menyembuhkan diri dari sakit, sekedar untuk melindungi diri dari rasa sakit yang timbul dan mengurangi rasa sakit itu.
Bila dukkha jasmani dan perasaan dapat muncul pada seorang yang tidak menggunakan segala sesuatunya dengan baik, maka sebaliknya tidak ada dukkha jasmani dan perasaan yang dapat muncul pada seorang yang menggunakan segala sesuatunya dengan baik.
Ini yang disebut penderitaan yang dapat dihentikan dengan penggunaan.

Apakah penderitaan yang dapat dihentikan dengan penahanan? Seorang bhikkhu berpikir dengan bijaksana menahan dingin, panas lapar, haus dan gangguan dari lalat, angin, panas dan serangga tanah, dia menahan diri dari menghina, kata-kata kasar dan perasaan yang menyakitkan, menyiksa, yang menusuk hati, yang mengkhawatirkan, mengancam dan membahayakan kehidupan.
Bila dukkha jasmani dan perasaan dapat muncul pada seorang yang tidak dapat menahan, maka sebaliknya tidak ada dukkha jasmani dan perasaan yang dapat muncul pada seorang yang dapat menahan.

Apakah penderitaan yang dapat dihentikan dengan penghindaran? Seorang bhikkhu berpikir dengan bijaksana menghindar dari seekor gajah liar, kuda liar, banteng liar, anjing liar, ular, batang pohon yang roboh, semak belukar, tanah berlubang, tebing batu, lubang dan lubang bawah tanah; berpikir dengan bijaksana untuk menghindar: duduk di kursi yang tidak menyenangkan, berkelana di tempat yang tidak cocok, bergaul dengan orang bodoh; yang mana hal-hal ini dianggap merupakan perbuatan salah oleh orang bijaksana. Bila dukkha jasmani dan perasaan dapat muncul pada seorang yang tidak dapat menghindar, maka sebaliknya tidak ada dukkha jasmani dan perasaan yang dapat muncul pada seorang yang dapat menghindar.

Apakah penderitaan yang dapat dihentikan dengan penghapusan? Seorang bhikkhu berpikir dengan bijaksana tidak membiarkan pikiran yang ditimbulkan oleh nafsu indera ... oleh kekesalan ... oleh penderitaan; dia tinggalkan, benar-benar menghilangkannya dan memusnahkannya. Dia tidak membiarkan hal-hal yang salah dan tidak berguna untuk timbul; ditinggalkannya, benar-benar menghilangkannya dan memusnahkan hal-hal itu.
Bila dukkha jasmani dan perasaan dapat muncul pada seorang yang tidak dapat menghapus pikiran-pikiran ini, maka sebaliknya tidak ada dukkha jasmani dan perasaan yang dapat muncul pada seorang yang dapat menghapus mereka.

Apakah penderitaan yang dapat dihentikan dengan pengembangan? Seorang bhikkhu berpikir dengan bijaksana, mengembangkan perhatian dari faktor-faktor penerangan sempurna (satisambojjhanga) yang merupakan penahanan diri, tanpa nafsu dan menghentikan hal-hal yang menyebabkannya dan berubah tidak melakukannya.
Dia mengembangkan penelitian Dhamma dari faktor-faktor penerangan sempurna (dhammavicayasambojjhanga)
... faktor semangat (viriya) penerangan sempurna ....
... faktor kegiuran (piti) penerangan sempurna ....
... faktor ketenangan (passaddhi) penerangan sempurna ....
... faktor konsentrasi (samadhi) penerangan sempurna ....
... faktor keseimbangan batin (upekha) penerangan sempurna, yang merupakan penahanan diri, tanpa nafsu, menghentikan hal-hal yang menyebabkannya dan berubah tidak melakukannya.

Bila dukkha jasmani dan perasaan dapat muncul pada seorang yang tidak dapat mengembangkan hal-hal itu, maka sebaliknya tidak ada dukkha jasmani dan perasaan yang dapat muncul pada seorang yang mengembangkannya.
Segera setelah penderitaan seorang bhikkhu dapat ditinggalkan dengan cara melihat (ke dalam) (dassana), menahan, menggunakan, menghindar, menghilangkan dan mengembangkan telah dapat ditinggalkan, dia akan disebut sebagai seorang bhikkhu yang dapat menghentikan semua penderitaan: dia menghentikan keinginan (tanha), melepaskan belenggu (samyojana) dan telah mengakhiri penderitaan dengan penembusan kesombongan (mana)."
Demikian yang dikatakan oleh Sang Bhagava. Para bhikkhu merasa puas dan gembira dengan kata-kata Sang Bhagava.
Ada penderitaan,tetapi tidak ada yang menderita
Ada jalan tetapi tidak ada yang menempuhnya
Ada Nibbana tetapi tidak ada yang mencapainya.

TALK LESS DO MOREEEEEE !!!

Offline Sunce™

  • Sebelumnya: Nanda
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.350
  • Reputasi: 66
  • Gender: Male
  • Nibbana adalah yang Tertinggi
Re: Sabasava Sutta
« Reply #1 on: 22 July 2009, 09:35:18 AM »
thanks.

Offline Peacemind

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 970
  • Reputasi: 74
Re: Sabasava Sutta
« Reply #2 on: 13 November 2009, 11:15:22 AM »

Ada beberapa saran mengenai penerjemahan Sabbāsavasutta ke bahasa Indonesia ini di atas.

Di sini, istilah āsava telah dengan salah diterjemahkan sebagai "penderitaan". Sebagai contoh, dalam kalimat "Para bhikkhu. Kukatakan bahwa dukkha itu akan terhenti pada diri seseorang yang mengerti dan melihat, bukan pada diri seseorang yang tidak mengerti dan tidak melihat" sesungguhnya dalam Pāli adalah "‘‘Jānato ahaṃ, bhikkhave, passato āsavānaṃ khayaṃ vadāmi, no ajānato no apassato" Di sini, kata2 "āsavānaṃ khayaṃ" telah diterjemahkan sebagai "berhentinya dukkha". Padahal, umumnya kita tahu bahwa kata "āsava" mengacu pada "noda batin". Kata ini bukan mengacu pada penderitaan (dukkha).  Āsavānaṃ = of taints (of mind). Sementara itu, istilah "khaya" adalah "penghancuran" seperti dalam kalimat "taṇhakkhaya / hancurnya nafsu keinginan." Jadi kalimat yang tepat menurut hemat saya adalah "O, para bhikkhu, saya katakan bahwa penghancuran noda-noda batin terjadi pada seseorang yang mengetahui dan melihat, bukan pada seseorang yang tidak mengetahui dan melihat.

Oleh karena itu, kalimat "Apakah dukkha yang dapat dihilangkan dengan cara melihat?" yang dalam bahasa Pali adalah "Katame ca, bhikkhave, āsavā dassanā pahātabbā?" juga tidak tepat. Kalimat yang tepat seharusnya, "O, para bhikkhu, apakah noda-noda batin yang harus dieliminasi dengan cara melihat?" Di sini kata pahātabba sebenarnya berarti "should be abandoned). Di atas, kata "pahātabba" telah diterjemahkan sebagai "dihilangkan". Terjemahan kata pahātabba ini sebenarnya masih bisa digunakan, namun diterjemahan2 selanjutnya para penerjemah di Sutta ini tidak konsisten. Isitilah pahātabba dalam kalimat "Katame ca, bhikkhave, āsavā saṃvarā pahātabbā?" telah diterjemahkan sebagai "dihentikan". Terjemahan di atas berbunyi "Apakah dukkha yang dapat dihentikan dengan pengendalian diri?". Kalimat yang pantas seharusnya "O, para bhikkhu, apakah noda-noda batin yang harus dieliminasi / dihilangkan dengan cara pengendalian diri?".


Selain itu dalam kalimat Pali yang berbunyi:

"‘‘Katame ca, bhikkhave, āsavā saṃvarā pahātabbā? Idha, bhikkhave, bhikkhu paṭisaṅkhā yoniso cakkhundriyasaṃvarasaṃvuto viharati. Yañhissa, bhikkhave, cakkhundriyasaṃvaraṃ asaṃvutassa viharato uppajjeyyuṃ āsavā vighātapariḷāhā, cakkhundriyasaṃvaraṃ saṃvutassa viharato evaṃsa te āsavā vighātapariḷāhā na honti."

Diterjemahkan di sini sebagai berikut:

"Apakah dukkha yang dapat dihentikan dengan pengendalian diri?
Seorang bhikkhu berpikir dengan bijaksana dapat mengendalikan kesulitan matanya. Bila dukkha jasmani dan perasaan bisa timbul pada seorang bhikkhu yang tidak dapat mengendalikan kesulitan matanya, maka tidak ada dukkha atau beban emosi yang timbul jika dia dapat mengendalikan kesulitan matanya".

1. Istilah idha dan bhikkhave telah diskip di sini. Idha bhikkhave = Here, O, monks / Di sini O, para bhikkhu...
2. 'paṭisaṅkhā yoniso' lebih tepat diterjemahkan sebagai "wisely reflect / merenungkan dengan bijaksana.
3. Kata2 'cakkhundriyasaṃvarasaṃvuto viharati' telah diterjemahkan di sini sebagai 'dapat mengendalikan kesulitan matanya'. Terjemahan ini sangat kurang tepat. Cakkhundriyasaṃvarasaṃvuto berasal dari kata cakkhu: mata, indriya: indera, samvara: pengendalian, :samvuto: terkendali, sedangkan viharati: berdiam. Secara sederhana, kalimat ini bisa diterjemahkan sebagai "(Ia) berdiam dengan indera mata yang terkendali".
4. Di sini āsava kembali diterjemahkan sebgai "penderitaan".
5. vighātapariḷāhā di sini diterjemahkan sebagai 'jasmani dan perasaan'. Vighāta harusnya diterjemahkan sebagai "kekesalan" (Inggris: vexation) dan parilāhā dalam bahasa Inggris umumnya diterjemahakn sebagai "fever". Ini adalah semacam 'demam batin' karena kekotoran batin.

Menimbang hal2 di atas, terjemahan secara tepat, menurut hemat saya adalah:

"O, para bhikkhu, apakah noda-noda batin yang harus dieliminasi dengan pengendalian diri? Di sini, O para bhikkhu, merenungkan secara bijaksana, seorang bhikkhu berdiam dengan indera mata yang terkendali. Sementara noda-noda batin, kekesalan dan demam akan muncul pada seseorang yang berdiam dengan indera mata yang tidak terkendali, noda-noda batin, kekesalan dan demam tidak akan muncul pada seseorang yang berdiam dengan indera mata yang terkendali".

Di atas hanya beberapa yang baru saya sebutkan. Jika kita melihat keseluruhan terjemahan di atas, masih ada beberapa hal yang masih memerlukan perbaikan.

Be happy.

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Re: Sabasava Sutta
« Reply #3 on: 14 November 2009, 01:48:28 AM »
_/\_ Sdr Peacemind,

Anumodana utk klarifikasinya _/\_
appamadena sampadetha

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: Sabasava Sutta
« Reply #4 on: 14 November 2009, 05:02:06 AM »
kesalahan penerjemahan ini entah dari pali -> english atau dari bagian english -> indonesianya. maka itu di dc agak "rewel" dan tidak mau menggunakan yg tidak jelas sumbernya :))
There is no place like 127.0.0.1

Offline Peacemind

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 970
  • Reputasi: 74
Re: Sabasava Sutta
« Reply #5 on: 14 November 2009, 08:43:06 AM »
Yap, lebih baik rewel daripada salah.  :) Jika ingin menerjemahkan Sutta2 dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia, terjemahan Sutta2 berbahasa Pali ke bahasa Inggris dari Bhikkhu Bodhi saat ini, saya rasa, terbaik. Beliau telah menerjemahkan Sutta2 di Majjhimanikāya dan Saṃyuttanikāya dengan sangat cermat , teliti serta mampu melihat setiap kemungkinan yang ada.

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Re: Sabasava Sutta
« Reply #6 on: 14 November 2009, 05:32:16 PM »
Apalagi terjemahan Bhikkhu Bodhi masih terbilang "baru" ya.. Beda lagi kalau yg dipakai terjemahan atau interpretasi yg sudah lama.. Misalnya oleh T.W. Rhys Davis appamadena sampadetha diterjemahkan sbg ''work out your salvation with diligence''. Terdengar agak2 bernuansa tetangga, maklum sih mengingat backgroundnya.. :D
appamadena sampadetha

Offline Peacemind

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 970
  • Reputasi: 74
Re: Sabasava Sutta
« Reply #7 on: 14 November 2009, 06:08:38 PM »
yap, kalau yang baru biasanya lebih sempurna. Appamādena sampadetha = strive hard without negligent! :D

Offline akuilusi

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 37
  • Reputasi: 1
  • Gender: Male
Re: Sabasava Sutta
« Reply #8 on: 07 February 2010, 01:03:22 PM »
namo sabasava sutta _/\_

 

anything