//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: bulu dekat pantat bebek mandarin + baca sutra = pernikahan harmonis..benarkah?  (Read 112857 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Bagaimana melihat realita dan khayalan dalam tataran dhamma yang halus?. Contoh : ryu pernah lihat Dewa datang langsung, atau nibbana atau aura, cakra. ? Apakah dengan perbandingan konsep saja dengan omong2 logika duniawi, atau realita yang harus dilihat langsung/praktek?
jadi mengenai perkawinan dan sutra dan bulu bebek itu masuk ke dhamma yang halus atau dhamma yang kasar?
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline bond

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.666
  • Reputasi: 189
  • Buddhang Saranam Gacchami...
Bagaimana melihat realita dan khayalan dalam tataran dhamma yang halus?. Contoh : ryu pernah lihat Dewa datang langsung, atau nibbana atau aura, cakra. ? Apakah dengan perbandingan konsep saja dengan omong2 logika duniawi, atau realita yang harus dilihat langsung/praktek?
jadi mengenai perkawinan dan sutra dan bulu bebek itu masuk ke dhamma yang halus atau dhamma yang kasar?

Perkawinan, harmonisnya rumah tangga adalah Dhamma yang kasar. Bisa dilihat dengan kasat mata.
Isi , pengertian sutra dan bekerjanya atau tidaknya suatu sutra adalah dhamma yang halus.
Bulu bebek adalah dhamma yang kasar bisa kita lihat sebagai bulu yg bisa diteliti dengan keilmiahan duniawi.
Nah ada yang kasar dan halus. Dalam hal ini maka setidaknya kita harus mencapai tataran tertentu dhamma halus/level tertentu untuk melihat langsung,  baru mengerti korelasi dan tidaknya korelasi itu semua. Mengapa kadang bisa bekerja efeknya atau mengapa itu tidak bekerja. 50-50/100% bekerja.


Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Begini, dalam ajaran agama lain ada pernyataan :
Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.
Nah, ini sangat menarik. Tapi Bro ryu harus diperjelas apakah maksudnya "tidak bisa" atau "tidak boleh"? Kalau maksudnya "tidak bisa", coba diselidiki apakah benar yang menikah dalam naungan agama itu tidak bisa bercerai, tidak ada PIL/WIL.
Jika semata-mata "tidak boleh", kenapa tidak bolehnya, dan apa akibatnya kalau melanggar. Benarkah kemudian hukumannya terbukti, ataukah adanya nanti di lain kehidupan?
Kalau yang berhubungan dengan "nanti di kehidupan lain" tentu saja tidak bisa dibuktikan, jadi tidak bisa diselidiki kebenarannya.


Quote
nah bagi ajaran mereka apabila suami istri itu ribut dan ingin rujuk kembali rasanya tidak usah membaca banyak2 doa atau seperti isi thread ini, mereka cukup berdoa pada Tuhannya dan Tuhannya pasti akan memberikan jalan.

nah kemudian apabila ada yang bertanya masa hanya berdoa saja bisa akur kembali, pastinya jawaban akan ada untuk menjawab pertanyaan2 sejenis seperti jawaban2 di thread ini, nah menurut kainyn bagaimana?
Kemudian ini lebih menarik lagi. Saya akan bicara terus terang.
Di mana pun ritual yang memberi iming-iming pernikahan harmonis, pasti menuntut hal lain selain ritual itu sendiri, seperti pasangan itu harus bertekad berubah, dll. Cara menyelidiki secara ilmiah itu tidak susah. Yang perlu diselidiki adalah hal-hal berikut:
1. apakah kalau pakai ritual tanpa hal lain, bisa berhasil.
2(a). apakah kalau menggunakan semua hal lain tanpa ritual, bisa berhasil.
  (b). apakah menggunakan hal lain + ritual, hasilnya berbeda dengan menggunakan hal lain saja.
  (c). apakah hal ritual itu bisa digantikan oleh alternatif lain yang tidak ada hubungannya dengan agama/kepercayaan
3. Jika keduanya tidak/belum berhasil, apa minimal ada perubahan tertentu.


Jika pakai ritual tanpa hal lain bisa berhasil, maka itu jelas ampuh. Ibarat rumah tangga lagi "perang dunia", diberi ritual, "tembak" dari jauh, langsung jadi "Romeo & Juliet". Tidak ada bantahan lagi tentang ini bahwa ritual itu manjur mujarab 100%.

No. 2 ini semua berkaitan. Jika memang bisa berhasil tanpa ritual (a) lantas apa gunanya ritual? Maka dibandingkan di (b). Jika benar ada perbedaan, misalnya perubahannya makin cepat (tadinya 2 minggu jadi 1 minggu), maka berarti ritual itu memberi manfaat.

Tetapi benarkah ritual adalah faktor religi ataukah sebetulnya faktor lain yang dikemas dalam "bungkus religi" (c)? Misalnya disuruh berdoa atau membaca paritta, dll, sebenarnya adalah sebagai latihan menenangkan diri atau mengalihkan perhatian dari kemarahan. Menenangkan diri dan mengalihkan perhatian tidak selalu dengan berdoa atau baca paritta. Bisa saja dengan hal lain seperti meditasi atau bahkan refreshing. Ataukah ritual itu benar-benar memiliki nilai spiritual eksklusif yang tidak ada gantinya di luar religi tersebut?

No. 3 ini kalau memang semua tidak berhasil, tetapi yang namanya suatu tindakan pasti menyebabkan akibat. Kita lihat apa saja akibatnya dari masing-masing usaha tersebut. Apakah membaik, memburuk, atau satu-satunya efek hanya buang-buang waktu.

Itu secara garis besar. Kalau secara detail, tentu saja harus dibahas menurut kepercayaan ritual itu lebih jauh.

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Nah, ini sangat menarik. Tapi Bro ryu harus diperjelas apakah maksudnya "tidak bisa" atau "tidak boleh"? Kalau maksudnya "tidak bisa", coba diselidiki apakah benar yang menikah dalam naungan agama itu tidak bisa bercerai, tidak ada PIL/WIL.
Jika semata-mata "tidak boleh", kenapa tidak bolehnya, dan apa akibatnya kalau melanggar. Benarkah kemudian hukumannya terbukti, ataukah adanya nanti di lain kehidupan?
Kalau yang berhubungan dengan "nanti di kehidupan lain" tentu saja tidak bisa dibuktikan, jadi tidak bisa diselidiki kebenarannya.
Disini seseorang yang dalam sama keyakinan hendaknya bisa bersatu dan sehati membinan rumah tangga sesuai dengan firman yang di beritakan dan juga sesuai dengan perintah Tuhannya.
Apabila ada masalah maka sebaiknya dibicarakan dan bisa berkonsultasi dengan pembina agamanya, boleh juga dengan doa (kalau mau dibandingkan dengan bulu bebek maka lebih ke masuk akal yang ajaran ini karena ada landasan dari Kitab sucinya).
Quote
Kemudian ini lebih menarik lagi. Saya akan bicara terus terang.
Di mana pun ritual yang memberi iming-iming pernikahan harmonis, pasti menuntut hal lain selain ritual itu sendiri, seperti pasangan itu harus bertekad berubah, dll. Cara menyelidiki secara ilmiah itu tidak susah. Yang perlu diselidiki adalah hal-hal berikut:
1. apakah kalau pakai ritual tanpa hal lain, bisa berhasil.
2(a). apakah kalau menggunakan semua hal lain tanpa ritual, bisa berhasil.
  (b). apakah menggunakan hal lain + ritual, hasilnya berbeda dengan menggunakan hal lain saja.
  (c). apakah hal ritual itu bisa digantikan oleh alternatif lain yang tidak ada hubungannya dengan agama/kepercayaan
3. Jika keduanya tidak/belum berhasil, apa minimal ada perubahan tertentu.


Jika pakai ritual tanpa hal lain bisa berhasil, maka itu jelas ampuh. Ibarat rumah tangga lagi "perang dunia", diberi ritual, "tembak" dari jauh, langsung jadi "Romeo & Juliet". Tidak ada bantahan lagi tentang ini bahwa ritual itu manjur mujarab 100%.

No. 2 ini semua berkaitan. Jika memang bisa berhasil tanpa ritual (a) lantas apa gunanya ritual? Maka dibandingkan di (b). Jika benar ada perbedaan, misalnya perubahannya makin cepat (tadinya 2 minggu jadi 1 minggu), maka berarti ritual itu memberi manfaat.

Tetapi benarkah ritual adalah faktor religi ataukah sebetulnya faktor lain yang dikemas dalam "bungkus religi" (c)? Misalnya disuruh berdoa atau membaca paritta, dll, sebenarnya adalah sebagai latihan menenangkan diri atau mengalihkan perhatian dari kemarahan. Menenangkan diri dan mengalihkan perhatian tidak selalu dengan berdoa atau baca paritta. Bisa saja dengan hal lain seperti meditasi atau bahkan refreshing. Ataukah ritual itu benar-benar memiliki nilai spiritual eksklusif yang tidak ada gantinya di luar religi tersebut?

No. 3 ini kalau memang semua tidak berhasil, tetapi yang namanya suatu tindakan pasti menyebabkan akibat. Kita lihat apa saja akibatnya dari masing-masing usaha tersebut. Apakah membaik, memburuk, atau satu-satunya efek hanya buang-buang waktu.

Itu secara garis besar. Kalau secara detail, tentu saja harus dibahas menurut kepercayaan ritual itu lebih jauh.
ya oleh karena itu saya memberikan perbandingan ingin tahu sejauh apa ajaran Buddha itu mengajarkan Dhamma yang benar dengan membandingkan dengan ajaran lain, atau hanya tafsir dari orang2 yang tidak bertanggung jawab memainkan seakan2 perkataan Buddha tapi bukan perkataan Buddha.
Pembacaan Sutra, bulu bebek, patung dan doa seakan2 memberikan manfaat tapi apabila dijabarkan toh malah ada syarat2 lain yang membuat hal2 yang katanya bisa malah menjadi remang2 dengan HARUS ada sila lah, HARUS ada perenungan lah, HARUS ada niat dari yang membaca lah, HARUS ada keyakinan dari yang mau akur ah, ajdi saya rasa ini adalah dhamma remang2 bukannya Dhamma halus yang seperti papa bond bilang.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline bond

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.666
  • Reputasi: 189
  • Buddhang Saranam Gacchami...
 [at]  ryu

Boleh saja menyebut itu dhamma remang2 itu hanya konsep. Dan itupun bro  bilang rasanya, bukan suatu kepastian yg benar2 pernah dialami atau dilihat langsung kan....baru sebatas pemikiran yg anda yakini...it's ok. setuju untuk berbeda.  ;D
« Last Edit: 27 March 2010, 10:37:12 AM by bond »
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
[at]  ryu

Boleh saja menyebut itu dhamma remang2 itu hanya konsep. Dan itupun bro  bilang rasanya, bukan suatu kepastian yg benar2 pernah dialami atau dilihat langsung kan....baru sebatas pemikiran yg anda yakini...it's ok. setuju untuk berbeda.  ;D
ya papa bond ;D karena hal2 dalam Buddhist pun rasanya masih banyak yang harus berdasarkan Iman sepertinya, bukan ehipasiko jadinya ;D
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline truth lover

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 392
  • Reputasi: 3
Nah, ini sangat menarik. Tapi Bro ryu harus diperjelas apakah maksudnya "tidak bisa" atau "tidak boleh"? Kalau maksudnya "tidak bisa", coba diselidiki apakah benar yang menikah dalam naungan agama itu tidak bisa bercerai, tidak ada PIL/WIL.
Jika semata-mata "tidak boleh", kenapa tidak bolehnya, dan apa akibatnya kalau melanggar. Benarkah kemudian hukumannya terbukti, ataukah adanya nanti di lain kehidupan?
Kalau yang berhubungan dengan "nanti di kehidupan lain" tentu saja tidak bisa dibuktikan, jadi tidak bisa diselidiki kebenarannya.
Disini seseorang yang dalam sama keyakinan hendaknya bisa bersatu dan sehati membinan rumah tangga sesuai dengan firman yang di beritakan dan juga sesuai dengan perintah Tuhannya.
Apabila ada masalah maka sebaiknya dibicarakan dan bisa berkonsultasi dengan pembina agamanya, boleh juga dengan doa (kalau mau dibandingkan dengan bulu bebek maka lebih ke masuk akal yang ajaran ini karena ada landasan dari Kitab sucinya).
Quote
Kemudian ini lebih menarik lagi. Saya akan bicara terus terang.
Di mana pun ritual yang memberi iming-iming pernikahan harmonis, pasti menuntut hal lain selain ritual itu sendiri, seperti pasangan itu harus bertekad berubah, dll. Cara menyelidiki secara ilmiah itu tidak susah. Yang perlu diselidiki adalah hal-hal berikut:
1. apakah kalau pakai ritual tanpa hal lain, bisa berhasil.
2(a). apakah kalau menggunakan semua hal lain tanpa ritual, bisa berhasil.
  (b). apakah menggunakan hal lain + ritual, hasilnya berbeda dengan menggunakan hal lain saja.
  (c). apakah hal ritual itu bisa digantikan oleh alternatif lain yang tidak ada hubungannya dengan agama/kepercayaan
3. Jika keduanya tidak/belum berhasil, apa minimal ada perubahan tertentu.


Jika pakai ritual tanpa hal lain bisa berhasil, maka itu jelas ampuh. Ibarat rumah tangga lagi "perang dunia", diberi ritual, "tembak" dari jauh, langsung jadi "Romeo & Juliet". Tidak ada bantahan lagi tentang ini bahwa ritual itu manjur mujarab 100%.

No. 2 ini semua berkaitan. Jika memang bisa berhasil tanpa ritual (a) lantas apa gunanya ritual? Maka dibandingkan di (b). Jika benar ada perbedaan, misalnya perubahannya makin cepat (tadinya 2 minggu jadi 1 minggu), maka berarti ritual itu memberi manfaat.

Tetapi benarkah ritual adalah faktor religi ataukah sebetulnya faktor lain yang dikemas dalam "bungkus religi" (c)? Misalnya disuruh berdoa atau membaca paritta, dll, sebenarnya adalah sebagai latihan menenangkan diri atau mengalihkan perhatian dari kemarahan. Menenangkan diri dan mengalihkan perhatian tidak selalu dengan berdoa atau baca paritta. Bisa saja dengan hal lain seperti meditasi atau bahkan refreshing. Ataukah ritual itu benar-benar memiliki nilai spiritual eksklusif yang tidak ada gantinya di luar religi tersebut?

No. 3 ini kalau memang semua tidak berhasil, tetapi yang namanya suatu tindakan pasti menyebabkan akibat. Kita lihat apa saja akibatnya dari masing-masing usaha tersebut. Apakah membaik, memburuk, atau satu-satunya efek hanya buang-buang waktu.

Itu secara garis besar. Kalau secara detail, tentu saja harus dibahas menurut kepercayaan ritual itu lebih jauh.
ya oleh karena itu saya memberikan perbandingan ingin tahu sejauh apa ajaran Buddha itu mengajarkan Dhamma yang benar dengan membandingkan dengan ajaran lain, atau hanya tafsir dari orang2 yang tidak bertanggung jawab memainkan seakan2 perkataan Buddha tapi bukan perkataan Buddha.
Pembacaan Sutra, bulu bebek, patung dan doa seakan2 memberikan manfaat tapi apabila dijabarkan toh malah ada syarat2 lain yang membuat hal2 yang katanya bisa malah menjadi remang2 dengan HARUS ada sila lah, HARUS ada perenungan lah, HARUS ada niat dari yang membaca lah, HARUS ada keyakinan dari yang mau akur ah, ajdi saya rasa ini adalah dhamma remang2 bukannya Dhamma halus yang seperti papa bond bilang.

Tambahan syarat dari TL selain mantra tersebut dijamin manjur:

- HARUS sudah dan selalu saling akur
- HARUS sudah dan selalu saling pengertian
- HARUS sudah dan selalu saling memaafkan
- HARUS sudah dan selalu saling melupakan perselisihan
- HARUS sudah dan selalu saling menyayangi
- HARUS sudah dan selalu saling menerima
- HARUS sudah dan selalu saling senyum
- HARUS sudah dan selalu saling ramah

jamin deh

 :))
« Last Edit: 27 March 2010, 11:05:25 AM by truth lover »
The truth, and nothing but the truth...

Offline CHANGE

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 598
  • Reputasi: 63
Untuk mengetahui bahwa suatu pasangan hidup sampai ketahap yang kritis dan harmonis, maka saya tambahkan pandangan mengenai kecenderungan ketidak harmonisan suatu perkawinan. ( mungkin yang sudah berumah tangga akan mengerti mengenai pernyataan pernyataan dibawah ini ).

Jika dipandang dari sudut Dhamma, maka kehidupan rumah tangga selalu berada dalam posisi Kebahagiaan karena Mendapat dan Memberi antara pasangan hidup ( kebahagiaan duniawi ), bagaimana  suatu ritual agama yang menpengaruhi keharmonisan perkawinan adalah sangat tergantung pada perubahan pola pikir antar pasangan hidup ( pikiran adalah pelopor ) dan ini adalah realitas dan sesuai dengan Dhamma. Sehingga konsep pemahaman Dhamma dalam perkawinan adalah perubahan pola pikir. Seberapa jauh suatu ritual dengan pengertian benar mempengaruhi keharmonisan suatu rumah tangga, adalah tergantung seberapa banyak pengembangan bathin yang dilakukan antara pasangan hidup ( neraca yang seimbang )
 
Dalam bahayakah perkawinan anda? Contoh-contoh berikut adalah sikap dan perilaku yang mendorong pernikahan ke dalam bahaya, semoga anda terinspirasi. Kemudian diri sendiri coba lakukan analisa dan buktikan bagaimana suatu Dhamma bermanfaat dalam perkawinan, yakni :

1. Bila mengira menuruti segala kehendak suami (atau istri) dapat menjamin kebahagiaan dan kelanggengan  perkawinan maka anda sudah ketinggalan jaman. Bila selalu menuruti kehendaknya, lama kelamaan dia akan merasa telah hidup bersama orang yang pikirannya terlalu polos, bahkan akan beranggapan anda adalah orang buta pengetahuan yang tidak bisa membedakan benar dan salah, sehingga akhirnya dia akan meremehkan dan meninggalkan anda.

2. Bila suami (atau istri) anda menjadi orang terkenal, maka kami ucapkan selamat kepada anda. Namun bila tidak berikhtiar untuk maju maka ini telah membuat dia mulai menjauhi anda. Usaha suami maju sangat pesat, cakrawalanya menjadi sangat luas, mentalitasnya telah diperbaharui, sebaliknya anda hanya jalan di tempat, bukan saja anda telah ketinggalan jaman, bahkan sudah terbentang suatu jarak yang semakin lebar dengan suami, lama kelamaan tentu sudah tidak ada kecocokan lagi dalam perbincangan.

3. Rumah adalah teluk yang tenang, satu sama lain perlu saling membantu. Dalam segala hal kalau saling tidak dapat merubah perilaku manja yang dibawa sejak kecil, maka terpaksa pisah dengan damai. Anda adalah anak bungsu atau putri tunggal? Apakah anda mengira suami (istri) anda adalah sebatang pohon raksasa tempat bersandar yang selamanya tidak akan tumbang, bahkan tidak perlu menggemburkan tanah atau pun disiram air?

4. Apakah anda mengira teman hidup anda adalah anak kecil yang tidak mengerti apa-apa? Sudah waktunya anda menahan diri untuk bersikap superior. Anda sebagai orang yang berhasil dalam karier, mungkin tanpa sengaja akan membawa keangkuhan yang telah terpupuk ke dalam pernikahan. Dalam menyelesaikan persoalan rumah tangga anda tidak menerima dan tidak menghargai pandangannya. Dengan perilaku seperti ini anda hanya akan mempercepat keretakan pernikahan tersebut.

5. Perilaku yang paling bodoh adalah tidak memberinya nafkah seksual. Anda mengira dari segi lain tidak dapat mengalahkannya, maka ingin memberi tekanan melalui pembatasan seksual. Merupakan resiko tinggi jika anda mengira si dia akan tunduk dengan tindakan ini?  Karena ulah anda ini mungkin justru malah membuat pasangan anda timbul hambatan psikologis dalam bercinta.

6. Seperti seorang detektif yang setiap saat memantau perbuatannya. Bila pasangan anda pulang malam, selalu akan anda interogasi tiada hentinya, bahkan berbicara sedikit saja dengan lawan jenisnya sudah akan menimbulkan rasa cemburu yang tidak terkendali, sedikit pun tidak memberinya kebebasan. Kalau sewaktu-waktu menelpon ke kantor untuk melacak kelakuan pasangan hidup anda sudah merupakan kebiasaan anda, akan anehlah jika pernikahan anda tidak dalam krisis.

7. Pasangan anda bukan dilahirkan dari batu, mengapa anda tidak menghargai keluarga dan teman-temannya? Bukankah pernah anda mendengar, bersamaan dengan mencintai seseorang menyayangi pula segala yang berhubungan dengannya? Anda juga bersikap sangat dingin terhadap keluarga ataupun teman-temannya, dan sering kali mempermalukannya. Perilaku ini sedang mempercepat hubungan kalian lebih memburuk .

8. Membanding-bandingkan secara membuta, menuntut terlalu berlebihan, apakah anda tidak merasa tindakan demikian sangat konyol? Sebagai pendamping, anda seharusnya merupakan orang yang mendukung dan mendorongnya, hal ini sebenarnya merupakan kunci untuk memelihara suatu pernikahan.

9. Jangan memakai alasan telah menikah lalu tidak perlu memperhatikan penampilan, dengan demikian anda sudah tidak lagi menarik seperti sebelum menikah. Jangan mengira karena di rumah sendiri, selain pasangan anda tidak ada lagi yang melihat, sehingga di depannya anda selalu tidak merasa perlu merias diri, malah berpenampilan kumuh. Maka jangan terkejut bila dia akan mencari si cantik di luar rumah.

10. Jangan mengira asalkan anda sudah merawat anak dengan baik, tugas anda telah selesai. Bagi anak, dia hanyalah seorang ayah. Melalaikan perasaan dan hubungan dengan pasangan, bukan saja telah mengurangi komunikasi bahkan telah melalaikan dan kehilangan perkembangan makna hidup diri anda sendiri. Akhirnya pada suatu hari anda akan temukan, bahwa selain anak, anda tidak mempunyai apa-apa.

Bersambung...
« Last Edit: 27 March 2010, 11:53:57 AM by CHANGE »

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Disini seseorang yang dalam sama keyakinan hendaknya bisa bersatu dan sehati membinan rumah tangga sesuai dengan firman yang di beritakan dan juga sesuai dengan perintah Tuhannya.
Apabila ada masalah maka sebaiknya dibicarakan dan bisa berkonsultasi dengan pembina agamanya, boleh juga dengan doa (kalau mau dibandingkan dengan bulu bebek maka lebih ke masuk akal yang ajaran ini karena ada landasan dari Kitab sucinya).
Di ritual bulu bebek yang diberikan Bro bond juga ada "hal lain" seperti ini:
Quote
2. anda harus ketemu orang yang akan dijadikan objek, sepasang suami istri, tanya mereka apakah mereka  percaya dengan bulu pantat bebek yg dibacakan maha karuna dharani dan percaya pada Avalokitesvara, dan sekalian tanya mereka, apakah mereka setelah dikasi bulu pantat bebek, kedua pasangan itu juga mau melafalkan Maha Karuna Dharani bersama setiap pagi dan sore. Tidak perlu panjang2 3 x saja di depan altar Avalokitesvara Bodhisatva.

3.Tanyakan pada mereka apakah ada niat untuk rukun dan mengubah agar menjadi rukun/harmonis kembali.
Ini 'kan sama saja dengan pembina membimbing dengan memberi suatu ide tentang kerukunan dan membulatkan tekad. Bedanya yang satu berdasarkan kitab suci agama itu, satu lagi berdasarkan sutra "bebek" ini.

Quote
5. Beritahu mereka setiap mereka ingin bertengkar karena masalah sepele. Ambil itu bulu pantat bebek lalu lsg baca Namo Kwan Se Im Pho Sat. Terus sampai tenang dan bicara baik2.
Demikian ini juga setiap bertengkar dialihkan perhatiannya. Yang satu mungkin dengan mengingat "Tuhan", satu lagi dengan mengingat "Avalokiteshvara". Jadi kira-kira sama saja. Bukankah yang menjadi menarik adalah pertanyaan, "apakah bisa mendapatkan kemajuan tersebut tanpa unsur religi?" :)



Quote
ya oleh karena itu saya memberikan perbandingan ingin tahu sejauh apa ajaran Buddha itu mengajarkan Dhamma yang benar dengan membandingkan dengan ajaran lain, atau hanya tafsir dari orang2 yang tidak bertanggung jawab memainkan seakan2 perkataan Buddha tapi bukan perkataan Buddha.
Pembacaan Sutra, bulu bebek, patung dan doa seakan2 memberikan manfaat tapi apabila dijabarkan toh malah ada syarat2 lain yang membuat hal2 yang katanya bisa malah menjadi remang2 dengan HARUS ada sila lah, HARUS ada perenungan lah, HARUS ada niat dari yang membaca lah, HARUS ada keyakinan dari yang mau akur ah, ajdi saya rasa ini adalah dhamma remang2 bukannya Dhamma halus yang seperti papa bond bilang.
Oleh karena itu, selidikilah, seperti kata Buddha.
Buat saya, apakah kata itu kata Buddha atau bukan, tidak berarti apa-apa sama sekali. Tetapi jika setelah diselidiki memang bermanfaat, maka hendaknya mengetahui sebagai bermanfaat, walaupun tanpa merk "katanya Buddha". Sebaliknya kalau memang tidak bermanfaat, walaupun "katanya Buddha" juga tetap saja tidak berarti apa-apa.

Kalau ke "dhamma halus", "adi duniawi" ataupun "mutlak" menurut saya itu yang berhubungan dengan bathin masing-masing, yang dialami dalam meditasi. SEMUA yang kita bicarakan di sini hanyalah "dhamma kasar", "duniawi" dan "relatif" yang sangat terbatas pada kata-kata dan bentukan pikiran si pengucap atau pendengar.


Offline CHANGE

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 598
  • Reputasi: 63
sambungan...

Renungan Sepasang Suami Istri Setelah Perceraian.

Dan biasanya hal seperti ini  jarang menjadi perhatian, karena memang PERHATIAN yang sudah berkurang. Bahkan kadang kadang kita selalu mengangap remeh hal-hal ini, Kadang-kadang terlalu banyak hal-hal kecil yang membuat rentetan masalah, sehingga menjadi ketidak harmonisan. Ketidak sabaran sering memperlemah perhatian.
 
Seandainya bisa, kami tidak  pernah memilih untuk bercerai…..


1.   Seandainya pernikahan dapat terulang kembali, aku tidak akan menyalahkan dia yang telah melupakan hari ulang tahun dan hari peringatan pernikahan kami, sebab dalam setiap kali ulang tahunnya, suamiku juga selalu melewatinya dengan lembur di kantor.

2.   Seandainya pernikahan dapat terulang kembali, aku tidak akan berenak-enakan sebelum makan dan bersantai-santai setelah makan, melainkan akan membantunya mengerjakan pekerjaan rumah tangga tanpa perlu diminta, sebab di wajah istriku telah mulai bermunculan kerut-kerut keletihan yang tidak sepadan dengan usianya.

3.   Seandainya pernikahan dapat terulang kembali, aku akan menyemirkan sepatunya sebelum suamiku keluar rumah untuk berkumpul bersama dengan teman-temannya, dan bukannya mencari bau aroma tertentu di kerah bajunya.

4.   Seandainya pernikahan dapat terulang kembali, aku akan membelikannya sebotol krim pelembab (hand lotion) dan memasukkannya ke dalam tasnya  secara diam-diam, agar kedua tangan istriku senantiasa mendapatkan kelembutan.

5.   Seandainya pernikahan dapat terulang kembali, aku akan dengan riang gembira menerima ajakannya untuk membawa kami sekeluarga makan di luar, dan bukannya menyalahkan suamiku terlalu menghamburkan uang.

6.   Seandainya pernikahan dapat terulang kembali, aku akan sebisa mungkin menolak acara entertainment yang tidak perlu, dan aku akan mempercepat langkahku pulang ke rumah sehabis jam kantor, karena istriku telah memasak makanan untuk kami nikmati bersama.

7.   Seandainya pernikahan dapat terulang kembali, aku akan sebisa mungkin meredakan percekcokanku dengan ibu mertuaku, karena beliau adalah ibu dari suamiku, sekaligus juga merupakan seorang ibu kedua bagi diriku.

8.   Seandainya pernikahan dapat terulang kembali, aku akan mengaguminya dengan pandangan bukan sebagai seorang suami, dan menemukan kebaikan-kebaikan istriku.

9.   Seandainya pernikahan dapat terulang kembali, aku akan memeluk suami-ku yang sedang terbelit masalah, menyemangatinya untuk mengeluarkan semua tekanan yang dipikulnya, agar ia menyadari betapa sungguh rela aku berbagi kebahagiaan, kesedihan, kepiluan, dan kemarahan dengannya.

10.   Seandainya pernikahan dapat terulang kembali, aku akan mengabaikan semua pikiran bahwa segala sesuatu yang dilakukan istriku adalah wajar, melainkan aku akan menerima setiap pengorbanannya dengan hati yang penuh syukur dan terima kasih.

11.   Seandainya pernikahan dapat terulang kembali, kami akan memahami bahwa kehidupan yang tenang adalah merupakan hal yang diidamkan setiap manusia.

Offline dukun

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 148
  • Reputasi: 8
  • Long lasting love
Setelah melihat panjangnya tulisan kawan-kawan saya hanya bisa menyimpulkan bahwa 1001 cara menuju Mekkah. Itupun tergantung psycology pasien yang penting tidak membodohi pasien. Cara hanyalah sebuah cara. Cara bukanlah tujuan ataupun jalan.
Everjoy

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Setelah melihat panjangnya tulisan kawan-kawan saya hanya bisa menyimpulkan bahwa 1001 cara menuju Mekkah. Itupun tergantung psycology pasien yang penting tidak membodohi pasien. Cara hanyalah sebuah cara. Cara bukanlah tujuan ataupun jalan.

cara bukan jalan ?
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline dukun

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 148
  • Reputasi: 8
  • Long lasting love
Cara menapaki jalan.
Cara berjalan
Everjoy

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Sudah keliatan jalannya ??
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Disini seseorang yang dalam sama keyakinan hendaknya bisa bersatu dan sehati membinan rumah tangga sesuai dengan firman yang di beritakan dan juga sesuai dengan perintah Tuhannya.
Apabila ada masalah maka sebaiknya dibicarakan dan bisa berkonsultasi dengan pembina agamanya, boleh juga dengan doa (kalau mau dibandingkan dengan bulu bebek maka lebih ke masuk akal yang ajaran ini karena ada landasan dari Kitab sucinya).
Di ritual bulu bebek yang diberikan Bro bond juga ada "hal lain" seperti ini:
Quote
2. anda harus ketemu orang yang akan dijadikan objek, sepasang suami istri, tanya mereka apakah mereka  percaya dengan bulu pantat bebek yg dibacakan maha karuna dharani dan percaya pada Avalokitesvara, dan sekalian tanya mereka, apakah mereka setelah dikasi bulu pantat bebek, kedua pasangan itu juga mau melafalkan Maha Karuna Dharani bersama setiap pagi dan sore. Tidak perlu panjang2 3 x saja di depan altar Avalokitesvara Bodhisatva.

3.Tanyakan pada mereka apakah ada niat untuk rukun dan mengubah agar menjadi rukun/harmonis kembali.
Ini 'kan sama saja dengan pembina membimbing dengan memberi suatu ide tentang kerukunan dan membulatkan tekad. Bedanya yang satu berdasarkan kitab suci agama itu, satu lagi berdasarkan sutra "bebek" ini.

Quote
5. Beritahu mereka setiap mereka ingin bertengkar karena masalah sepele. Ambil itu bulu pantat bebek lalu lsg baca Namo Kwan Se Im Pho Sat. Terus sampai tenang dan bicara baik2.
Demikian ini juga setiap bertengkar dialihkan perhatiannya. Yang satu mungkin dengan mengingat "Tuhan", satu lagi dengan mengingat "Avalokiteshvara". Jadi kira-kira sama saja. Bukankah yang menjadi menarik adalah pertanyaan, "apakah bisa mendapatkan kemajuan tersebut tanpa unsur religi?" :)
Quote
ya oleh karena itu saya memberikan perbandingan ingin tahu sejauh apa ajaran Buddha itu mengajarkan Dhamma yang benar dengan membandingkan dengan ajaran lain, atau hanya tafsir dari orang2 yang tidak bertanggung jawab memainkan seakan2 perkataan Buddha tapi bukan perkataan Buddha.
Pembacaan Sutra, bulu bebek, patung dan doa seakan2 memberikan manfaat tapi apabila dijabarkan toh malah ada syarat2 lain yang membuat hal2 yang katanya bisa malah menjadi remang2 dengan HARUS ada sila lah, HARUS ada perenungan lah, HARUS ada niat dari yang membaca lah, HARUS ada keyakinan dari yang mau akur ah, ajdi saya rasa ini adalah dhamma remang2 bukannya Dhamma halus yang seperti papa bond bilang.
kalau semua itu harus selaras bukankah Ritual bulu bebek menjadi tidak berarti? untuk apa Buddha mengajarkan dhamma yang "abu2" ? sedangkan dalam dhammapadda ada tertulis :

Karena rasa takut, banyak orang pergi mencari perlindungan ke gunung-gunung, ke arama-arama (hutan-hutan), ke pohon-pohon dan ke tempat-tempat pemujaan yang dianggap keramat.

Tetapi itu bukanlah perlindungan yang aman, bukanlah perlindungan yang utama. Dengan mencari perlindungan seperti itu, orang tidak akan bebas dari penderitaan.

Ia yang telah berlindung kepada Buddha, Dhamma dan Sangha, dengan bijaksana dapat melihat Empat Kebenaran Mulia, yaitu:

Dukkha, sebab dari dukkha, akhir dari dukka, serta Jalan Mulia Berfaktor Delapan yang menuju pada akhir dukkha.

Sesungguhnya itulah perlindungan yang utama. Dengan pergi mencari perlindungan seperti itu, orang akan bebas dari segala penderitaan.

Kebanyakan orang mencari2 ritual untuk inilah itulah, apakah Buddha mengajarkan Ritual2? atau ini hanya muridnya yang mengajarkan?

Quote
Oleh karena itu, selidikilah, seperti kata Buddha.
Buat saya, apakah kata itu kata Buddha atau bukan, tidak berarti apa-apa sama sekali. Tetapi jika setelah diselidiki memang bermanfaat, maka hendaknya mengetahui sebagai bermanfaat, walaupun tanpa merk "katanya Buddha". Sebaliknya kalau memang tidak bermanfaat, walaupun "katanya Buddha" juga tetap saja tidak berarti apa-apa.

Kalau ke "dhamma halus", "adi duniawi" ataupun "mutlak" menurut saya itu yang berhubungan dengan bathin masing-masing, yang dialami dalam meditasi. SEMUA yang kita bicarakan di sini hanyalah "dhamma kasar", "duniawi" dan "relatif" yang sangat terbatas pada kata-kata dan bentukan pikiran si pengucap atau pendengar.

ya hal itu memang hak masing2, hanya adalah tidak bijaksana apa yang bukan perkataan buddha dijadikan menjadi perkataan Buddha, itu hanya akan menjadi lelucon, sama seperti buku Anthony de mello yang memberikan ilustrasi dengan menggunakan tokoh2 agama yang terkenal pembaca mungkin akan memaklumi walau ceritanya bohong karena itu hanya ilustrasi, tapi apabila ada sebuah buku/sutra yang diyakini oleh seluruh umat buddha ternyata hanyalah sutra palsu walaupun ada manfaatnya tapi sungguh menggenaskan melihat wajah ajaran Buddha seperti ini.

_/\_
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))