Begini, dalam ajaran agama lain ada pernyataan :
Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.
Nah, ini sangat menarik. Tapi Bro ryu harus diperjelas apakah maksudnya "tidak bisa" atau "tidak boleh"? Kalau maksudnya "tidak bisa", coba diselidiki apakah benar yang menikah dalam naungan agama itu tidak bisa bercerai, tidak ada PIL/WIL.
Jika semata-mata "tidak boleh", kenapa tidak bolehnya, dan apa akibatnya kalau melanggar. Benarkah kemudian hukumannya terbukti, ataukah adanya
nanti di lain kehidupan?
Kalau yang berhubungan dengan "nanti di kehidupan lain" tentu saja tidak bisa dibuktikan, jadi tidak bisa diselidiki kebenarannya.
nah bagi ajaran mereka apabila suami istri itu ribut dan ingin rujuk kembali rasanya tidak usah membaca banyak2 doa atau seperti isi thread ini, mereka cukup berdoa pada Tuhannya dan Tuhannya pasti akan memberikan jalan.
nah kemudian apabila ada yang bertanya masa hanya berdoa saja bisa akur kembali, pastinya jawaban akan ada untuk menjawab pertanyaan2 sejenis seperti jawaban2 di thread ini, nah menurut kainyn bagaimana?
Kemudian ini lebih menarik lagi. Saya akan bicara terus terang.
Di mana pun ritual yang memberi iming-iming pernikahan harmonis, pasti menuntut hal lain selain ritual itu sendiri, seperti pasangan itu harus bertekad berubah, dll. Cara menyelidiki secara ilmiah itu tidak susah. Yang perlu diselidiki adalah hal-hal berikut:
1. apakah kalau pakai ritual tanpa hal lain, bisa berhasil.
2(a). apakah kalau menggunakan semua hal lain tanpa ritual, bisa berhasil.
(b). apakah menggunakan hal lain + ritual, hasilnya berbeda dengan menggunakan hal lain saja.
(c). apakah hal ritual itu bisa digantikan oleh alternatif lain yang tidak ada hubungannya dengan agama/kepercayaan
3. Jika keduanya tidak/belum berhasil, apa minimal ada perubahan tertentu.
Jika pakai ritual tanpa hal lain bisa berhasil, maka itu jelas ampuh. Ibarat rumah tangga lagi "perang dunia", diberi ritual, "tembak" dari jauh, langsung jadi "Romeo & Juliet". Tidak ada bantahan lagi tentang ini bahwa ritual itu manjur mujarab 100%.
No. 2 ini semua berkaitan. Jika memang bisa berhasil tanpa ritual (a) lantas apa gunanya ritual? Maka dibandingkan di (b). Jika benar ada perbedaan, misalnya perubahannya makin cepat (tadinya 2 minggu jadi 1 minggu), maka berarti ritual itu memberi manfaat.
Tetapi benarkah ritual adalah faktor religi ataukah sebetulnya faktor lain yang dikemas dalam "bungkus religi" (c)? Misalnya disuruh berdoa atau membaca paritta, dll, sebenarnya adalah sebagai latihan menenangkan diri atau mengalihkan perhatian dari kemarahan. Menenangkan diri dan mengalihkan perhatian tidak selalu dengan berdoa atau baca paritta. Bisa saja dengan hal lain seperti meditasi atau bahkan refreshing. Ataukah ritual itu benar-benar memiliki nilai spiritual eksklusif yang tidak ada gantinya di luar religi tersebut?
No. 3 ini kalau memang semua tidak berhasil, tetapi yang namanya suatu tindakan pasti menyebabkan akibat. Kita lihat apa saja akibatnya dari masing-masing usaha tersebut. Apakah membaik, memburuk, atau satu-satunya efek hanya buang-buang waktu.
Itu secara garis besar. Kalau secara detail, tentu saja harus dibahas menurut kepercayaan ritual itu lebih jauh.