[at] All
Maaf,bentar ya...Mohon izin OOT,karena dari sini lah sumber konflik terjadi...
Setelah menerima banyak nasihat dari para senior[saya ucapkan banyak terima kasih kepada para senior yang telah bertindak lurus,baik,benar dan patut,dengan menegur saya dengan ciri khas yang elok,bukan melalui personal attack dan memaki dengan kata2 kasar..Semoga para senior,tidak bosan2 menegur saya bilamana dilain waktu saya "kelepasan" didalam berdiskusi,dan mengarah kepada hal2 yang dapat menimbulkan "pelecehan" terhadap Mahayana], akhirnya saya sadar. oleh karena itu dalam kesempatan ini, saya menyampaikan secara terbuka permintaan maaf kepada rekan2 mahayanist atas pernyataan2 saya yg terkesan kasar. semoga rekan2 dapat menerima maaf saya ini. terima kasih kepada para senior yg sudah mengingatkan saya.
Catatan : Terima kasih khususnya kepada Sdr. Chingik yg telah berusaha memberikan penjelasan kepada saya..Semoga bro Chingkik tetap setia dan berkenan berdiskusi dengan saya dengan cara2 yang lebih elegan dimasa yang mendatang..
permintaan : Semoga para senior masih dapat menerima saya didalam forum ini..
Anumodana
[at] bro Riky,
Terima kasih dan saya memberi apresiasi atas keterbukaan pikiran bro. Butuh satu keberanian besar untuk menyatakan permohonan maaf secara terbuka. Saya percaya bila ada seorang ariya yang melihat ini, akan mengucapkan "sadhu , sadhu, sadhu".
Berhubung bro sekarang telah bersedia mendengarkan, maka pada kesempatan ini, izinkan saya menyampaikan isi hati. Saya belajar agama Buddha sejak bertahun-tahun. Di sini kita tentu setuju semua bahwa kita sama-sama mengagumi guru agung kita Sang Buddha. Bahkan ketika ada yang saling berebutan ingin menyatakan diri mewakili pandangan paling benar dari ajaran Buddha, saya juga merasa tertantang dan ingin menonjolkan diri dengan meneriakkan "Sayalah murid kesayangan Buddha". Saya sangat bersemangat. Saya senang dan luap dalam kegembiraan bila ada yang mengatakan saya adalah siswa Buddha yang baik, terpuji, dan lain-lain. Begitu mengagumi Buddha, saya membaca Sutta dengan perasaan haru, kagum, sampai bersujud sambil membayangi Sang Buddha berdiri diri depan saya. Begitu mengagumi Buddha, saya sejujurnya kehilangan akal sehat. Kehilangan akal sehat terhadap sikap kritiis seperti rekan2 kita yang lain. Mereka bisa memilah-milah dan membuat kesimpulan bahwa ini yg asli , ini yg palsu. ini yg otentik, ini yang cult. Baik, mereka mungkin telah mencapai satu keberhasilan setingkat di atas saya. Saya belum. Saya mungkin jauh di bawah, tapi terus terang karena itulah , mengapa saya katakan saya tidak menggunakan akal sehat, tidak kritis yang akhirnya membuat saya memutuskan utk tidak mau memilah-milah, tidak mau membuat kesimpulan. Memang banyak yg menganggap itu bodoh, mungkin. Okelah, lalu jangan melarang saya utk menundukkan kepala dan biarkan saya tetap bersujud di kaki Sang Buddha. yaah, saya lebih bahagia dgn berpegang padnagnan bahwa Theravada benar, Mahayana benar, Tantrayana benar dan gunakan salah satu utk kecocokan di kemudiannya. Saya membaca tulisan Ajahn Chah, Ajahn Brahm, Ajahn Sumedho, Sri Dhammananda, Buddhadasa , Maha Sayadaw, dan seterusnya. Saya senang sekali, saya anggap mereka guru2 besar, lebih besar dari tokoh dunia lainnya seperti Einstein, Bertrand Russell, Newton, Da Vinci, Galileo ,dll. Apalagi Sutta2 dalam Nikaya, saya menjadikannya sebagai koleksi pribadi, barang siapa yang menyentuhnya dgn tidak sopan, saya bisa jadi kesal, karena betapa besar rasa berharganya terhadap Sutta itu, betap besar rasa cinta saya pada Sang Buddha. Begitu besar cinta saya, sampai saya tidak menggunakan akal sehat, saya katakan tidak menggunakan akal sehat karena tidak lagi mau memilah-milah, tidak mau menyimpulkan seperti rekan2 lain yg bisa menyimpulkan yang asli yang palsu, yg otentik yg cult. Sehingga saya koleksi saja semua, dan hasilnya, saya pun tidak mau membuat penolakan secara sepihak , sy ingin berdamai dgn batin saya, saya mencintai Buddha dlm aliran manapun (yg tentu saja diakui secara luas 3 yg maintstream itu).
Begitulah akhirnya apa pun sikap cinta saya, pada akhirnya saya sama seperti rekan2 lainnya, bahwa saya harus melepas semuanya. Saat semua itu dilepaskan dalam kesadaran meditasi, tidak lagi label2 asli palsu, otentik cult. Saya duduk lalu melepaskan semua ide-ide yg muncul di masa lalu, membiarkan ide2 masa depan lewat bak awan berlalu, saya hanya mengamati nafas, dan disitu tidak ada konsep2, tidak ada kesimpulan kesimpulan asli palsu, otentik cult, benar salah. Setelah kesadaran saya berjalan stabil, pancaindra saya menghilang, bahkan diri itu pun sirna, yang tertahan adalah kesadaran murni,yang sedang mengamati nimitta-nimitta. Tapi semua ini tidak ada kesimpulan2 ,tidak ada ide2. Semua hanya kesadaran tok.
Saya masih ingat ketika membaca senandung pencerahan dari master Shengyen, senandung itu mengatakan bhw seorang yang telah mencapai pencerahan tidak membuang khayalan juga tidak mengejar pencerahan. ahaa...tentu saja orang yg tercerahkan, batinnya yang sati terus menerus, kahyalan apalagi yg harus dibuang, karena sudah tdk ada kahyalan, pencerahan apalagi yg ingin dikejar, karena sudah berada di atas track pencerahannya. Sekejap itu juga saya menegasi semua diskriminasi terhadap bentuk2, dan senandung pencerahan ini mengingatkan saya, saat memasuki kesadaran murni ini, apa bedanya metode chan dgn anapanasati, toh sama2 mengarah ke sana yang tidak butuh konsep2 , seperti menapaki jalan yang beda tapi bertemu di persimpangan yg sama. Begitu juga ketika menjampar Budho, Budho, atau Amituofo2, semuanya diarahkan pada kesadaran yang sedikit demi sedikit menghilangkan ide2 yg muncul dr kepalsuan pancakhanda, hingg tidak lagi terkontaminasi gerak gerik pancakhanda. Dari sini , saya berkata bahwa maaf teman2, mungkin inilah jalan terbodoh yang saya pilih, yak, memilih mencintai Buddha bukan dgn akal sehat.
Uneg2 ini saya sampaikan hanya utk bermohon setulus-tulusnya sperti orang rendahan ,orang sesat, orang yg dicurigai ingin mempropagandakan doktrin Mahayana, kepada rekan2 bijak , bahwa jangan mencibir saya sebagai non-Theravada karena saya mencintai Sang Buddha bukan karena saya berdiri di pihak mana, saya ingin mencinta dgn segala irasional yg mungkin terdengar konyol, sehingga saya bukan saja Mahayana, saya juga Theravada. Mungkin saya dihujat tidak ada pendirian , tapi pendirian juga bukan jalan satu2nya. Saya adalah semuanya dan semuanya adalah bagian dari yg ingin saya peluk, karena nilai2 ajaran Buddha ada di dalamnya. Mungkin saya adlah cacing yg menyukai kotoran, tapi dewa di surga yang jijik sama kotoran blm tentu memahami kesamaan sifat antara kotoran dan istana surgawinya, sama-sama kosong dari inti.
Setelah keluar dari meditasi , semua memang terlihat berbeda, matahari masih bersinar terang, malam hari masih menunjukkan kegelapannya, masih ada diskriminasi dlm pikiran, tapi ah...itu kan kepalsuan pikiran yg digerakkan oleh pancakhanda, dan kesadaran murni itu bebas dari itu, tidak ada diskriminasi. Maka mari kita masuk ke dalam kesadaran murni, sirnalah diskriminasi, dan alangkah indahnya itu.
Terima kasih bro Riky, terima kasih bro Forte, terima kasih bro Bond, all...
I love u pull.....