//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: bulu dekat pantat bebek mandarin + baca sutra = pernikahan harmonis..benarkah?  (Read 112168 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline The Ronald

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.231
  • Reputasi: 89
  • Gender: Male
hmm.. keknya org yg baca Maha Karuna Dharani, entah ke bulu bebek, ato bulu apa saja, sebanyak 1008 kali, pasti termasuk org sabar..., yah gak heran klo hubnya ama pasangnnya bakal lebih damai...

Tapi di sini dikatakan orang lain yang membacakan, lalu bulu bebeknya dikasih ke pasangan, jadi "latihan kesabaran" bukan dilakukan oleh si pasangan.
oh iya yah.. org lain yg bacakan dan suami istrinya tinggal terima jadi... wah klo gitu aku ga tau maksudnya apa...
tinggal di pakai bulu nya.. apa yg terjadi jika salah 1  bulunya hilang?
atau...
bulunya di kasih ke anaknya.. dan anaknya menempelkan bulu 1 nya ke cewe yg dia sukai...
bisa di jadikan seperti pelet kah?
...

Offline kullatiro

  • Sebelumnya: Daimond
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.153
  • Reputasi: 97
  • Gender: Male
  • Ehmm, Selamat mencapai Nibbana
jadi apa telan mentah mentah sutta tersebut gitu maksudnya? bukan kah buddha ada mengatakan tidak boleh percaya begitu saja apa yang di tulis di kitab atau dikatakan seorang Buddha tapi buktikan dulu (maksudnya di kaji kebenaran nya) jelas kita tahu dalam cerita "tiga helai kumis macan" Cara Buddha membimbing dengan merasakan sendiri atau mengalami sendiri hingga bisa memperoleh tiga helai kumis macan tersebut dan itu tentunya membantu sang perumah tangga sendiri dengan kekuatan nya sendiri bukan hal magis atau pemberian JIMAT oleh sang Buddha. 

Offline kullatiro

  • Sebelumnya: Daimond
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.153
  • Reputasi: 97
  • Gender: Male
  • Ehmm, Selamat mencapai Nibbana
cerita tiga helai kumis macan (lupa judul aslinya)

ceritanya ada perumah tangga yang mempunyai problem rumah tangga dengan suaminya, teman nya menasihati dia untuk pergi ke pertapa gotama untuk meminta nasihat atau pertolongan.

maka datang lah wanita ini ke pertapa gotama sesudah menceritakan kesulitan nya pada sang bagava.
sang bagava mengatakan akan mengabulkan keinginan nya bila wanita tersebut bisa mempersembahkan tiga helai kumis macan yang diperoleh melalui usahanya sendiri.

maka girang lah wanita tersebut dan pulang lah dia kerumah nya, keesokan hari nya dia membuat rencana dan pergi ke keluar kota dimana ada gua macan. mulai lah dia mendekati macan tersebut dengan caranya sampai iya bisa mengelus macan itu dengan tenang dan tidak di lukai/makan oleh macan tersebut sedikit demi sedikit akhirnya dia bisa mencabut bulu kumis macan satu persatu tanpa di lukai sang macan. setelah berhasil memperoleh tiga helai bulu kumis sang macan itu bersiap siap lah di pergi ke sang bagava untuk menagih janji sang bagava.

ketika bertemu dengan sang Bagava di persembahkan lah tiga helai kumis sang macan ini kehadapan sang Bagava, dan sang Bagava berkata bila sang perumah tangga itu bisa menjinakan sang macan yang buas apa yang tidak dapat di buat sang perumah tangga untuk menjinakan sang suami nya.

maka sadarlah sang perumah tangga tersebut bahwa sebenarnya dia mampu ngatasi kesulitan nya sendiri dengan daya upaya nya sendiri.
« Last Edit: 20 March 2010, 08:16:57 PM by daimond »

Offline The Ronald

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.231
  • Reputasi: 89
  • Gender: Male
cerita tiga helai kumis macan (lupa judul aslinya)

ceritanya ada perumah tangga yang mempunyai problem rumah tangga dengan suaminya, teman nya menasihati dia untuk pergi ke pertapa gotama untuk meminta nasihat atau pertolongan.

maka datang lah wanita ini ke pertapa gotama sesudah menceritakan kesulitan nya pada sang bagava.
sang bagava mengatakan akan mengabulkan keinginan nya bila wanita tersebut bisa mempersembahkan tiga helai kumis macan yang diperoleh melalui usahanya sendiri.

maka girang lah wanita tersebut dan pulang lah dia kerumah nya, keesokan hari nya dia membuat rencana dan pergi ke keluar kota dimana ada gua macan. mulai lah dia mendekati macan tersebut dengan caranya sampai iya bisa mengelus macan itu dengan tenang dan tidak di lukai/makan oleh macan tersebut sedikit demi sedikit akhirnya dia bisa mencabut bulu kumis macan satu persatu tanpa di lukai sang macan. setelah berhasil memperoleh tiga helai bulu kumis sang macan itu bersiap siap lah di pergi ke sang bagava untuk menagih janji sang bagava.

ketika bertemu dengan sang Bagava di persembahkan lah tiga helai kumis sang macan ini kehadapan sang Bagava, dan sang Bagava berkata bila sang perumah tangga itu bisa menjinakan sang macan yang buas apa yang tidak dapat di buat sang perumah tangga untuk menjinakan sang suami nya.

maka sadarlah sang perumah tangga tersebut bahwa sebenarnya dia mampu ngatasi kesulitan nya sendiri dengan daya upaya nya sendiri.
klo yg ini nyambung... artinya langsung bisa saya mengerti...

klo yg baca org lain, terus suami istri... tinggal terima enaknya..ini yg agak rancu...
harusnya, salah satu membaca sampe 1008 kali, nah jika bisa sabar membacanya, kenapa gak bisa sabar dalam menghadai rumah tangga..
bayangkan yg satu sabar baca seharian, yg satu .. harus bersabar..tunggu pasanganya selesai baca baru bisa di ganggu

apa ada kesalahan terjemahan??
...

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
begini saja, bagi yang mempercayai sutta ini ya silahkan saja, bagi yang tidak mempercayai ya sudah biarkan saja, ini masalah kepercayaan antar aliran tidak bisa di ganggu gugat, misalkan sutta ini palsu pun memangnya mau diapakan? memangnya ini urusan kaum Theravada? sebaiknya mengurus diri sendiri saja untuk mencapai tujuan masing2 yang dipercaya ;D

Kisah Upananda Sakyaputta Thera
 
 
 DHAMMAPADA XII, 2
 

        Upananda adalah seorang pengkhotbah yang sangat pandai. Ia memberikan pelajaran kepada orang lain untuk tidak tamak, dan hanya memiliki sedikit keinginan. Ia pun berbicara dengan fasih tentang manfaat kepuasan, kehematan dan praktek hidup sederhana. Akan tetapi ia tidak pernah mempraktekkan apa yang diajarkannya kepada orang lain. Ia mengambil untuk dirinya sendiri seluruh jubah dan keperluan-keperluan lain yang diberikan oleh umat.

        Suatu ketika Upananda pergi ke sebuah vihara desa sesaat sebelum tiba masa vassa. Beberapa bhikkhu muda terkesan oleh kepandaiannya memberi khotbah, dan meminta kepadanya untuk bervassa di vihara mereka. Ia menanyakan kepada mereka berapa jubah biasanya yang diterima setiap bhikkhu sebagai dana pada saat akhir masa vassa di vihara mereka. Mereka mengatakan bahwa mereka biasanya menerima satu jubah untuk tiap bhikkhu. Maka ia tidak jadi menetap di vihara tersebut, tetapi ia meninggalkan sandalnya di vihara tersebut.

        Pada vihara berikutnya, ia mengetahui bahwa para bhikkhu menerima dua jubah untuk masing-masing bhikkhu sebagai dana akhir pada masa vassa. Di sana ia meninggalkan tongkatnya. Pada vihara berikutnya, para bhikkhu menerima tiga jubah masing-masing bhikkhu sebagai dana pada akhir masa vassa, di sana ia meninggalkan botol airnya. Akhirnya, di vihara di mana masing-masing bhikkhu menerima empat jubah, ia memutuskan untuk tinggal selama masa vassa.

        Pada akhir masa vassa, ia menuntut bagian jubahnya di vihara-vihara di mana ia meninggalkan barang-barang pribadinya. Kemudian dia mengumpulkan semua barang-barangnya dalam sebuah kereta dan kembali ke vihara lamanya. Dalam perjalanan ia bertemu dua bhikkhu muda yang sedang berdebat perihal pembagian dua buah jubah dan sebuah selimut dari beludru yang ada pada mereka. Karena mereka tidak memperoleh kesepakatan bersama, mereka bertanya kepada Upananda bagaimana pemecahan masalah itu. Upananda memberi mereka masing-masing sebuah jubah dan ia mengambil selimut beludru yang berharga sebagai penggantinya.

        Dua bhikkhu muda tersebut merasa tidak puas dengan keputusan tersebut tetapi mereka tidak dapat berbuat apa-apa. Dengan perasaan tidak puas dan murung, mereka menemui Sang Buddha dan memberitahukan kejadian tersebut.

        Kepada mereka, Sang Buddha berkata: "Seseorang yang mengajar orang lain, seharusnya mengajar dirinya sendiri terlebih dahulu dan berkelakuan sebagaimana yang ia ajarkan".

        Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 158 berikut:

Hendaknya orang terlebih dahulu mengembangkan diri sendiri dalam hal-hal yang patut, dan selanjutnya melatih orang lain. Orang bijaksana yang berbuat demikian tak akan dicela.

        Dua bhikkhu muda tersebut mencapai tingkat kesucian sotapatti setelah khotbah Dhamma itu berakhir.***



Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline Edward

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.968
  • Reputasi: 85
  • Gender: Male
  • Akulah yang memulai penderitaan ini.....
Dear all,

Dalam Mahayana memang ada Sutra2 yang sifatnya memberi manfaat secara duniawi.  Kekuatan yang bersifat metafisik itu ada bukan tidak ada. 
Dharma diajarkan dengan memberi manfaat kepada siapa pun yang merasa cocok, sehingga ada yang bersifat lokiya, ada yang bersifat lokuttara, ada yg bersifat Neyartha ada yg bersifat Nitharta, ada yang bersifat  paramartha, ada yang bersifat samvrti.  Semua ditujukan tergantung pada makhluk yang berbeda-beda karakternya.
Dan satu hal lagi, kaidah penafsiran sutra mahayana tidaklah sekedar dilihat secara tersurat, apalagi secara sepotong-sepotong. Sutra-sutra itu seperti sebuah jaringan yang saling terkait satu sama lain, sehingga tidak selalu dilihat secara satu sisi saja.  Dalam konteks Mahayana , sutra seperti sebuah jejaring (net).
 
Saya tidak ingin mendebatkan isi sutra ini. Tapi mohon diingat
Sekotor apapun pandangan saudara2 terhadap sebuah sutra, adalah tidak baik bersikap  menyindir (dgn cara yg sangat halus ) atau mentertawakannya.   
 oleh karena itu mohon kendalikan batin masing2. karena akan merugikan diri sendiri , dan tidak membawa pada kemajuan. Kita sama2 merasa diri sebagai siswa Buddha, maka minimal mari berusaha bersikap seperti yang dipuji oleh para ariya.
 
 _/\_
 



Seingat saya, dalam Tripitaka memank terbagi menjadi beberapa segmen dan bagian. Bahkan ada sutra yang bukan berasal dari ucapan Sakyamuni Buddha sendiri, tetapi "disetarakan" kualitas-nya dengan sutra, seperti sutra altar oleh Hui Neng.
Dalam topik ini, termasuk dalam  bagian manakah sutra ini?

NB: Dlm tradisi penamaan China,  Sang Buddha Gotama biasa umum dipanggil Sakyamuni Buddha (Se Cia Mu Ni Fo), karena merujuk pada Buddha yang berasal dari suku Sakya.Tidak ada merendahkan dalam hal ini.
“Hanya dengan kesabaran aku dapat menyelamatkan mereka....."

Offline naviscope

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.084
  • Reputasi: 48
begini saja, bagi yang mempercayai sutta ini ya silahkan saja, bagi yang tidak mempercayai ya sudah biarkan saja, ini masalah kepercayaan antar aliran tidak bisa di ganggu gugat, misalkan sutta ini palsu pun memangnya mau diapakan? memangnya ini urusan kaum Theravada? sebaiknya mengurus diri sendiri saja untuk mencapai tujuan masing2 yang dipercaya ;D


setuju bgtssss.....

om ryuana siti hum =))
Tinggalkan masa lalu, lepaskan beban akan masa depan, tidak terikat dengan yang sekarang maka kamu akan merasakan kedamain batin.

Leave the past alone, do not worry about the future, do not cling to the present and you will achieve calm.

Offline truth lover

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 392
  • Reputasi: 3
Quote
Hendaknya orang terlebih dahulu mengembangkan diri sendiri dalam hal-hal yang patut, dan selanjutnya melatih orang lain. Orang bijaksana yang berbuat demikian tak akan dicela.

Wayoh, mas Ryu sapa yang sudah mengembangkan hal-hal patut dan sudah bijaksana? jadi gimana dong, kalau kita tidak memenuhi kriteria itu lebih baik kita diam semua?

bukankah kita cuma kutip kata-kata Sang Buddha? kalau kata Sang Buddha di buku satu bertentangan dengan kata Sang Buddha di buku yang lain apakah kita salah?

The truth, and nothing but the truth...

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
jadi apa telan mentah mentah sutta tersebut gitu maksudnya? bukan kah buddha ada mengatakan tidak boleh percaya begitu saja apa yang di tulis di kitab atau dikatakan seorang Buddha tapi buktikan dulu (maksudnya di kaji kebenaran nya) jelas kita tahu dalam cerita "tiga helai kumis macan" Cara Buddha membimbing dengan merasakan sendiri atau mengalami sendiri hingga bisa memperoleh tiga helai kumis macan tersebut dan itu tentunya membantu sang perumah tangga sendiri dengan kekuatan nya sendiri bukan hal magis atau pemberian JIMAT oleh sang Buddha.
Jelas bukan telan mentah-mentah. Tapi yang namanya "diselidiki" juga bukan cuma dengan referensi lain, dengan modal logika dan tebak-tebakan saja, lantas mengatakan itu sutra ngaco, itu seperti pelet, itu rendah, dan lain-lain. Cobalah diselidiki dulu mengapa bulu belakang bebek, mengapa bebek Mandarin, mengapa 1008x, dan lain-lain. Kalau bisa coba dulu diselidiki di lapangan, observasi terhadap orang-orang yang mempraktekkan, benarkah berhasil, berapa persenkah yang berhasil, apa saja faktor yang mempengaruhinya. Kalau telah menyelidiki begitu jauh dan memiliki data yang cukup, maka kesimpulannya lebih kredibel.


Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
[at]  all. sori OOT bentar

saya rasa ada satu sisi kelemahan penganut Buddhisme, maka yang suka berkata : ah. objek itu netral. Pandanglah segala sesuatu itu secara netral. Di sini terkesan wah.. orang tersebut "Buddhist banget"
Namun ketika seseorang tersebut mengeluarkan statement2 kasar / tidak menyenangkan, hendaknya dia lebih bercermin pada diri sendiri, apakah dia sendiri sudah baik dalam menjalankan sila / belum ? Jika belum, tidak perlu mengatakan objek itu netral, dll karena menjalankan sila aja belum sempurna.. Dan tidak perlu menggunakan statement "objek itu netral" untuk menutupi ketidakmampuan menjalankan sila dengan baik.

Tanyakan kepada diri sendiri :
- Apakah saya bisa merasa netral jika saya dihina ?
- Apakah saya bisa merasa netral jika saya diperlakukan dengan tidak layak ?

Jika hal2 tersebut di atas masih belum bisa diwujudkan, stop statement sok buddhist tersebut dan berlakulah normal, karena kita masih berada di dalam lingkungan normal dan belum mencapai tahap kesucian tertentu.

Pertama gini ya bro Forte,saya minta maaf jikalau kata-kata saya dianggap kasar,clear?

Saya heran ,apakah orang yang meminta maaf = dianggap salah?apakah semua pernyataan saya salah,hanya karena pikiran[saya ingin bilang bahwa salah 1 kelemahan besar dari umat Buddhisme,merengek bagaikan bayi ketika EGO nya terserang,bukannya bercermin apakah pernyataan saya atau benar,langsung menjudge seluruh "isi" pernyataan saya sebagai kesalahan,hanya berdasarkan kata2 permukaannya,saya mau bertanya bukankah umat Mahayana sering berkata bahwa Sutranya mengandung banyak kalimat tersurat dan tersirat?berati dengan kata lain Umat Mahayana jago didalam logika membaca "makna" dibalik suatu kalimat kan?nah dengan begitu mereka tidak sekedar membaca "kata2" permukaan saja kan?jadi saya ingin bertanya adakah yang salah dengan "isi" perkataan saya atau makna dibalik perkataan saya?...] member disini menganggapnya sebagai suatu penghinaan?siapa yang merasa terhina sekarang ini?apakah dengan "paksaan" dan "tekanan" untuk mengatakan "maaf" itu sangat penting yang notabene hanya untuk kepuasaan ego beberapa kalangan member disini yang secara[pecundang] melaporkan postingan saya?

saya bukan type orang yang keras kepala,saya bukan type orang yang "au ban/gk mau ngalah",kalau kita berdiskusi alangkah baiknya masing2 mengemukan pendapatnya,diterima atau tidak terima,ya adem2 saja...masa sampai harus pakai "acara pelaporan" segala?[tapi sudah lah OOT,fine saya terima,ini merupakan kebijakan forum,dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung..Saran saya perbaiki sistem forum ini yang kadang terlalu kekanak2an dalam melihat tulisan seseorang...]

dimana letak kebebasan berbicaranya?[dalam arti saya tidak asal bicara kan?]

Sang Buddha membabarkan syair 3 dan 4 berikut ini :

"Ia menghina saya, ia memukul saya, ia mengalahkan saya, ia merampas milik saya." Selama seseorang masih menyimpan pikiran-pikiran seperti itu, maka kebencian tak akan pernah berakhir.

"Ia menghina saya, ia memukul saya, ia mengalahkan saya, ia merampas milik saya." Jika seseorang sudah tidak lagi menyimpan pikiran-pikiran seperti itu, maka kebencian akan berakhir.

Anumodana _/\_
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
yup.. sama .. saya sendiri juga masih belum bisa netral.. dan saya rasa banyak member di sini juga masih belum netral.. Jadi sikapilah hal ini sebagai keinginan wajar manusia bahwa masih ingin dihormati, dihargai, dll

Intinya, jika misal kita melanggar batas etika.. MINTA MAAF AJA. Katanya Buddhist, katanya gak ada aku.. katanya semua anicca.. tapi MINTA MAAF aja REPOT


berati kalau batasan anda begitu,kalau orang tidak mau minta maaf,tinggal posting balik pernyataan anda yang ini :

Quote
[at]  all. sori OOT bentar

saya rasa ada satu sisi kelemahan penganut Buddhisme, maka yang suka berkata : ah. objek itu netral. Pandanglah segala sesuatu itu secara netral. Di sini terkesan wah.. orang tersebut "Buddhist banget"
Namun ketika seseorang tersebut mengeluarkan statement2 kasar / tidak menyenangkan, hendaknya dia lebih bercermin pada diri sendiri, apakah dia sendiri sudah baik dalam menjalankan sila / belum ? Jika belum, tidak perlu mengatakan objek itu netral, dll karena menjalankan sila aja belum sempurna.. Dan tidak perlu menggunakan statement "objek itu netral" untuk menutupi ketidakmampuan menjalankan sila dengan baik.

Tanyakan kepada diri sendiri :
- Apakah saya bisa merasa netral jika saya dihina ?
- Apakah saya bisa merasa netral jika saya diperlakukan dengan tidak layak ?

Jika hal2 tersebut di atas masih belum bisa diwujudkan, stop statement sok buddhist tersebut dan berlakulah normal, karena kita masih berada di dalam lingkungan normal dan belum mencapai tahap kesucian tertentu.

Karena saya juga tidak bisa melakukan soal ANICCA,karena saya dan anda belum mencapai tahap kesucian tertentu..terutama saya,kalau anda saya tidak tahu deh.. :)

Anumodana _/\_
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
saya setuju juga dengan ini, namun bukan berarti bahwa keyakinan boleh mengesampingkan kekritisan. idealnya kedua aspek ini bisa seimbang, tidak perlu meniadakan aspek kritis dengan alasan keyakinan, dan sebaliknya
Ya, tentu saja harus seimbang maka saya bilang dalam taraf tertentu (tidak sampai tidak rasional). Kalau bahas logika "tok" yah jadi diskusi sains. Bahas keyakinan "tok" yah jadi diskusi mistis. Bahas keduanya diimbangi dengan kebijaksanaan, mungkin itu yang namanya studi sutta/sutra.



Keseimbangan hanya milik penembus kesucian,,,..saya mau bertanya,"Darimana kita tahu kita berbicara aspek kekritisan dan aspek keyakinan?setuju tidak kalau saya bilang aspek keyakinan muncul dari kekritisan?[Kalama Sutta]"

Anumodana _/\_
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Quote
Hendaknya orang terlebih dahulu mengembangkan diri sendiri dalam hal-hal yang patut, dan selanjutnya melatih orang lain. Orang bijaksana yang berbuat demikian tak akan dicela.

Wayoh, mas Ryu sapa yang sudah mengembangkan hal-hal patut dan sudah bijaksana? jadi gimana dong, kalau kita tidak memenuhi kriteria itu lebih baik kita diam semua?

bukankah kita cuma kutip kata-kata Sang Buddha? kalau kata Sang Buddha di buku satu bertentangan dengan kata Sang Buddha di buku yang lain apakah kita salah?


kalau yang sudah mengembangkan kebijaksanaan pastinya tidak akan terlibat dalam pertentangan dunia ;D
Buddha tidak pernah memaksakan ajarannya kepada siapapun, maka kitapun sebaiknya bisa bertindak seperti itu, apabila setelah diselidiki dengan seksama ajaran itu tidak sesuai bagi kita dan tidak bermanfaat maka tinggalkan saja, apabila ada yang merasa ajaran itu bermanfaat baginya ya silahkan saja, apakah kita harus memaksakan kepercayaan kita pada orang yang tidak sependapat? yang patut di maknai adalah perkataan Buddha seperti ini :
Mereka yang menganggap tercela terhadap apa yang sebenarnya tidak tercela, dan menganggap tidak tercela terhadap apa yang sebenarnya tercela; maka orang yang menganut pandangan salah seperti itu akan masuk ke alam sengsara.

Mereka yang mengetahui apa yang tercela sebagai tercela, dan apa yang tidak tercela sebagai tercela; maka orang yang menganut pandangan benar seperti itu akan masuk ke alam bahagia.

maka kembangkanlah pandangan benar ;D
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline truth lover

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 392
  • Reputasi: 3
Quote
Hendaknya orang terlebih dahulu mengembangkan diri sendiri dalam hal-hal yang patut, dan selanjutnya melatih orang lain. Orang bijaksana yang berbuat demikian tak akan dicela.

Wayoh, mas Ryu sapa yang sudah mengembangkan hal-hal patut dan sudah bijaksana? jadi gimana dong, kalau kita tidak memenuhi kriteria itu lebih baik kita diam semua?

bukankah kita cuma kutip kata-kata Sang Buddha? kalau kata Sang Buddha di buku satu bertentangan dengan kata Sang Buddha di buku yang lain apakah kita salah?


kalau yang sudah mengembangkan kebijaksanaan pastinya tidak akan terlibat dalam pertentangan dunia ;D
Buddha tidak pernah memaksakan ajarannya kepada siapapun, maka kitapun sebaiknya bisa bertindak seperti itu, apabila setelah diselidiki dengan seksama ajaran itu tidak sesuai bagi kita dan tidak bermanfaat maka tinggalkan saja, apabila ada yang merasa ajaran itu bermanfaat baginya ya silahkan saja, apakah kita harus memaksakan kepercayaan kita pada orang yang tidak sependapat? yang patut di maknai adalah perkataan Buddha seperti ini :
Mereka yang menganggap tercela terhadap apa yang sebenarnya tidak tercela, dan menganggap tidak tercela terhadap apa yang sebenarnya tercela; maka orang yang menganut pandangan salah seperti itu akan masuk ke alam sengsara.

Mereka yang mengetahui apa yang tercela sebagai tercela, dan apa yang tidak tercela sebagai tercela; maka orang yang menganut pandangan benar seperti itu akan masuk ke alam bahagia.
maka kembangkanlah pandangan benar ;D

Setuju mas, berpandangan salah akan terlahir di alam-alam sengsara, memperpanjang penderitaan dalam siklus samsara.

Berpandangan benar akan terlahir dialam-alam bahagia
The truth, and nothing but the truth...

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Quote
Hendaknya orang terlebih dahulu mengembangkan diri sendiri dalam hal-hal yang patut, dan selanjutnya melatih orang lain. Orang bijaksana yang berbuat demikian tak akan dicela.

Wayoh, mas Ryu sapa yang sudah mengembangkan hal-hal patut dan sudah bijaksana? jadi gimana dong, kalau kita tidak memenuhi kriteria itu lebih baik kita diam semua?

bukankah kita cuma kutip kata-kata Sang Buddha? kalau kata Sang Buddha di buku satu bertentangan dengan kata Sang Buddha di buku yang lain apakah kita salah?

Kalau boleh di quote, apakah ada sutta di dalam PALI KANON yang bertentangan satu sama lain ?? Tentunya yang tidak perlu penafsiran sampai jelimet jelimet...
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan