//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Messages - Kelana

Pages: 1 ... 3 4 5 6 7 8 9 [10] 11 12 13 14 15 16 17 ... 148
136
Diskusi Umum / Re: Tentang Membunuh
« on: 29 March 2014, 09:14:43 AM »

bro gak salah? Dalam Upaya Kausalya Sutra yang pernah saya baca justru dikatakan bodhisattva mendapatkan karma baik yang besar. Karena motivasi dan keadaan pikiran tanpa kilesa.
Maka salah satu sila bodhisattva mengatakan "pelanggaran karena tidak melanggar aturan vinaya demi menyelamatkan makhluk lain"

CMIIW, saya tidak tahu apakah kita membicarakan sutra yang sama atau bukan. Seingat  saya Bodhisattva masuk ke neraka karena niat dan perbuatan membunuh-Nya, namun setelah usai, Ia mendapatkan pahala besar dari niat-Nya yang lain, bukan dari niat dan perbuatan membunuhnya.
Jadi ini mengisyaratkan bahwa buah karma muncul berdasarkan satu niat per satu niat, bukan dijumlahkan atau dikurangi antar niat.   

137
Diskusi Umum / Re: Tentang Membunuh
« on: 29 March 2014, 09:14:23 AM »
setuju jika ditinjau dari kamma-vipaka. namun sebelum dilanjutkan, menurut bro kelana hal tersebut melanggar sila atau tidak?

Berdasarkan kriteria membunuh, tindakan menunjuk ayam untuk dibunuh tersebut tidak memenuhi seluruh kriteria membunuh, jadi bukan merupakan tindakan membunuh. Sila pertama Pancasila Buddhis adalah absen dari membunuh. Dengan demikian tindakan menunjuk tesebut tidak melanggar sila. Tapi, tentu saja  melanggar Dhamma, ketika tindakan tersebut bersekutu dengan Dosa, Lobha dan Moha. Seperti yang kita ketahui bahwa Pancasila hanyalah bagian kecil dari kemoralan dalam Buddhisme.

138
Diskusi Umum / Re: Tentang Membunuh
« on: 29 March 2014, 09:13:57 AM »
Saya sepaham dengan pendapat sdr. Kelana, kisah/penjelasan dari Upaya Kausalya Sutra masih bisa diterima, namun dalam Mahayana ada juga tindakan upaya kausalya tertentu di mana seorang guru yang telah mencapai tingkat spiritual tertentu membunuh orang untuk "diseberangkan" ke alam bahagia dan ini tidak dianggap karma buruk. Bagaimana menurut pendapat anda?

Jika berdasarkan Upaya Kausalya Sutra jelas akan berakibat buruk bagi niat dan perbuatan buruk apapun motivasinya. Di sisi lain, karena motivasi bisa berbentuk niat yang sifatnya mendorong munculnya niat lain, maka niat pendorong ini pun akan berbuah sesuai sifatnya, baik atau buruk. 

Jadi masing-masing niat akan berbuah sesuai dengan sifatnya, buruk atau baik. Begitu juga yang terjadi pada diri seorang guru yang telah mencapai “tingkat spiritual tertentu”. Dan bagi Bodhisattva dan  guru yang benar-benar telah mencapai “tingkat spiritual tertentu” ia akan sadar dan telah siap menerima akibat buruk dari perbuatan buruknya, ia telah siap menerima untuk masuk ke neraka. Untuk itu ada slogan dalam Mahayana “Jika bukan saya yang masuk ke neraka, siapa yang akan menyelamatkan makhluk hidup?”

139
Diskusi Umum / Re: Tentang Membunuh
« on: 28 March 2014, 12:36:41 PM »
jika kemudian saya ke pasar, lalu jari saya menunjuk ke seekor ayam lalu bilang "yang ini saja", tanpa babibu, ayamnya disembelih oleh tukang jual.

apakah saya tidak membunuh?
hanya terlibat pembunuhan? atau bagaimana?

Berdasarkan kriteria membunuh, Anda tidak membunuh tetapi terlibat di dalamnya karena menjadi otak/dalang saat perbuatan menunjuk tersebut didasari dengan niat untuk menyingkirkan, menghilangkan hidup si ayam. Dan jelas tetap akan mendapatkan dampak buruknya, karena ada niat buruk yang muncul.

Demikian

140
Diskusi Umum / Re: Tentang Membunuh
« on: 28 March 2014, 10:25:03 AM »
Yang umum beredar tentang uraian pembunuhan (panatipata) adalah:
1. Ada makhluk hidup
2. Mengetahui adanya makhluk tersebut
3. Niat untuk membunuh
4. Tindakan membunuh dilakukan
5. Makhluk yang dimaksud mati oleh tindakan pembunuhan itu
NB: Referensinya lupa, kalau ada yang tahu mungkin bisa bantu

Yang ingin saya tanyakan apakah istilah "membunuh" ini mencakup semua tindakan sadar mengetahui konsekwensi 'jika saya lakukan tindakan ini, maka makhluk ini akan mati', ataukah ada pengecualian yang berdasarkan faktor lain?

IMO. Apa yang kita sebut membunuh adalah tindakan, usaha aktif menghilangkan, memadamkan energi vital / hidup.

Jadi kriteria pembunuhan (proses membunuh) adalah:
1. Adanya makhluk hidup
2. Mengetahui adanya makhluk tersebut
3. Niat untuk menghilangkan, memadamkan energi vital / hidup makhluk tersebut
4. Tindakan, usaha aktif menghilangkan, memadamkan energi vital / hidup.
5. Makhluk yang dimaksud mati atau hilang energi vital / hidupnya oleh tindakan aktif tersebut.

Dalam kasus film di atas, pastor tersebut tidak melakukan pembunuhan karena tidak melakukan tindakan aktif menghilangkan energi vital (no.4), ia hanya menunjuk ini yang pantas mati dan itu yang tidak. Apakah hanya karena ditunjuk seseorang akan mati (no.5)? Tidak, ia mati karena tindakan yang lainnya. Lagi pula ada kemungkinan apa yang ditunjuk olehnya tidak dilaksanakan oleh pengeksekusi (jika di dalam kehidupan nyata).

Jadi yang dimaksud membunuh adalah tindakan itu sendiri yang dapat menghilangkan energi hidup, bukan tindakan yang mengundang tindakan lain yang baru dapat menghilangkan energi hidup.

Apakah pastor tersebut menerima karma buruk? Ya jika ia menentukan pilihannya berdasarkan ketidaksukaan (kebencian) pada kelompok manusia tertentu.

IMO, hasil dari niat dan perbuatan buruk dalam hal ini membunuh terlepas dari motivasi. Sebaik apapun motivasi dibalik niat dan perbuatan buruk tetap  niat dan perbuatan buruk tersebut menghasilkan hal yang buruk. Sebagai contoh, dalam kepustakaan Mahayana, Upaya Kausalya Sutra (cmiiw), dikisahkan Bodhisattva sebagai seorang nahkoda berusaha menyelamatkan 500 pedagang dengan terpaksa membunuh perompak yang mengancam keselamatan 500 pedagang tersebut. Di akhir kisah Bodhisattva dilahirkan di neraka akibat membunuh tersebut. Ini mengisyaratkan bahwa motivasi baik apapun tidak mempengaruhi hasil dari perbuatan buruk.

Demikian

141
Buddhisme Awal / Re: Abhidhamma/Abhidharma Pada Masa Buddhisme Awal
« on: 05 January 2014, 07:55:56 PM »
Kalau untuk rujukan, semua sekte awal pasti sama-sama dari sutta awal. Format Abhidhamma adalah matika (semacam rangkuman data) dari sutta berdasarkan perspektif tertentu, kemudian ditarik kesimpulan berdasarkan gabungan tersebut. Dalam kasus Theravada matika dasarnya ada di vibhanga, Dhammasangani, dhatukatha, dan Yamaka, lalu kesimpulannya di Patthana.

Sampai di sinipun kumpulan data ini masih 'mentah' dan perlu pengembangan lebih jauh, maka dibuatlah komentar-komentar berdasarkan interpretasi tokoh tertentu. Yang terkenal adalah karya seorang bhikkhu yang sangat pandai, Buddhaghosa, yang membuat Atthasalini (Dhammasangani), Sammohavinodani (Vibhanga), dan Pancappakaranattakatha (5 kitab lainnya). Belakangan lagi sekitar abad 12M, semua ini dikembangkan lagi oleh Anuruddha (seorang bhikkhu yang juga sangat cerdas, namun tidak diketahui biodatanya) dan dirangkum dalam Abhidhammata-sangaha.

Dalam Tradisi Theravada yang dikenal sekarang, Abhidhamma-pitaka dipahami lewat sudut pandang Abhidhammata-sangaha ini. Dan menurut pengalaman saya, masih banyak yang salah kaprah bahwa Abhidhammata-sangaha ini adalah kitab Abhidhamma, dan banyak juga pelajar Abhidhamma(ta-sangaha) yang bahkan belum baca Abhidhamma-pitaka itu sendiri.

---
Untuk Tradisi Sarvastivada cukup unik karena -tidak seperti Theravada yang berkembang solo di Sri Lanka- Abhidharmanya berkembang di daratan India bersamaan dengan bakal-sekte-sekte lainnya. Matikanya disusun dalam Dharmaskandha, Sangitiparyaya, Prajnapti, dan Dhatukaya, tapi kesimpulannya ditulis oleh 3 orang pada masa berbeda dan juga ada perbedaan pandangan juga. Vijnanakaya ditulis Devasarman kira-kira pada masa "konsili III" dan membahas paham "Pudgala", kemudian setelah (bakal-)Theravada menulis Kathavatthu untuk menolak paham 3 masa, ditambahkan juga 4 thesis yang membantah Kathavatthu. Prakaranapada ditulis Vasumitra dan Jnanaprasthana oleh Katyayaniputra sekitar 1SM.

Kelompok tertentu di Kasmir menggunakan Jnanaprasthana sebagai dasar, dan dibuat komentarnya dalam Mahavibhasa, yang selain isinya tidak berdasarkan kitab Abhidharma lain ataupun sutra, juga memasukkan paham Mahayana. Mirip dengan Mahavihara, ajaran ini juga diklaim penganutnya sebagai sabda Buddha langsung yang tidak diajarkan ke bhiksu secara umum, dan dirumuskan kemudian. Karena berpatokan pada Mahavibhasa, kelompok Sub-Sarvastivada ini disebut Vaibhasika, sedangkan yang tetap beracuan pada sutra disebut Sautrantika.

Dari Abhidharma Sarvastivada ini juga kemudian dibuat komentar-komentar yang bervariasi dan akhirnya menjadi landasan sekte baru. Misalnya komentar Kosha oleh Vasubhandu yang jadi basis bagi Buddhisme utara (China & Tibet) atau komentar Samuccaya oleh Asanga yang menjadi doktrin Yogacara.




Sdr. Kainyn, saya tidak tahu apakah saya yang salah paham dengan pernyataan anda atau tidak (jika saya yang salah paham silahkan dilewatkan pertanyaannya), pertanyaannya adalah apa yang menjadi acuan kita untuk menyatakan secara pasti bahwa pada "konsili 3" belum ada "Abhidhamma-pitaka" versi manapun, sesuai dengan pernyataan anda. Jadi saya tidak bertanya mengenai Abhidhamma-pitaka versi Theravada sudah ada atau belum saat "konsili 3".

Sebaliknya keberadaan Abhidhamma versi manapun (bisa kita sebut Abhidhamma saja) kemungkinan besar ada dengan adanya Abhidhamma Mahāsāṃghika.
Ini  berarti Abhidharma, apapun bentuknya bisa jadi sudah ada sejak munculnya Mahāsāṃghika, jika tidak salah sebelum Asoka.

During the early 5th century, the Chinese pilgrim Faxian is said to have found a Mahāsāṃghika abhidharma at a monastery in Pāṭaliputra. http://en.wikipedia.org/wiki/Mahasanghika#cite_note-Walser.2C_Joseph_2005._p._213-28 cmiiw

Thanks

142
Kafe Jongkok / Re: Ceinyang >> Memahami Konsep Personal Pencipta
« on: 04 January 2014, 08:30:14 AM »
thanks. wkwkwk. gitu baru mantap.
cepat bangat di bacanya.

Bukan cepat, tapi saya membacanya sebagian dari atas hingga hala 20-an terus langsung ke akhir, karena seperti rekan-rekan lain katakan bahwa maaf, sedikit menjenuhkan.

thanks

143
Buddhisme Awal / Re: Abhidhamma/Abhidharma Pada Masa Buddhisme Awal
« on: 04 January 2014, 08:26:48 AM »

Perlu dicatat, pada masa inipun belum ada "Abhidhamma-pitaka" versi manapun, termasuk Theravada. Pembelajaran sistem matika diduga sudah mulai disusun, namun sama sekali jauh dari "lengkap".


Sdr. Kainyn, jika demikian, apa yang menjadi acuan kita untuk menyatakan secara pasti bahwa pada "konsili 3" belum ada "Abhidhamma-pitaka" versi manapun?

Thanks

144
Buddhisme Awal / Re: Abhidhamma/Abhidharma Pada Masa Buddhisme Awal
« on: 04 January 2014, 08:22:41 AM »
jika ada scholar yang menyatakan bahwa Abhidhamma bukan Sabda Buddha Langsung, maka sangat SERIUS tudingan Kesalahan ini...

Sebagian Scholar vs Sidang Sangha ke-5 dan Ke-6...


Setahu saya dari kisah yang ada, Abhidhamma memang bukan sabda Sang Buddha langsung, tetapi melalui Y. A. Sariputta. Y. A. Sariputta menyusunnya kembali sehingga tidak sama dengan yang diajarkan Sang Buddha di Surga Tavatimsa. Jadi jika berdasarkan kisah tsb, jika ada gaya bahasa yang berbeda antara Abhidhamma dengan sutta, adalah wajar, karena  yang menyampaikannya juga berbeda.

145
Kafe Jongkok / Re: Ceinyang >> Memahami Konsep Personal Pencipta
« on: 02 January 2014, 07:52:49 PM »
minta bantuan untuk bantu mengkoreksi file yang saya buatlah. soalnya banyak yg kurang tepat (perasaan saya) :-[
masih butuh bimbingan para senior  ^:)^ ^:)^ ^:)^

Jika target file tersebut untuk semua kalangan, mungkin ada baiknya penggunaan bahasanya lebih disederhanakan. Istilah-istilah biologi (latin) mungkin akan sulit dicerna oleh kalangan tertentu.

Untuk bagian terakhir ,hal. 82 sepertinya ada kesalahan,yaitu : "waktu itulah orang mulai memangil nama Tuhan". Jika diteliti maka nama tuhan hanya disebut secara jelas 1 kali bukan 30 kali oleh manusia, sisanya adalah bentuk narasi tidaklah dihitung.

itu saja. thanks

146
Buddhisme Awal / Re: [ASK] TAMRAPARNIYA
« on: 22 December 2013, 11:00:00 PM »
soa yg bakkula 80 tahun meninggalkan keduniawian, itu diterjemahkna dari kata "going forth". dan kalau dari paragraf2 itu semua, ada soal masa kathina, ada mengajarkan ke bhikkhuni, ada singgung companions in holy life, semua sepertinya mengarah pada menjadi samanna dibawah dhamma sang buddha bukan dhamma dari brahmana lain, selama 80 tahun ketika kejadian dalam sutta itu

Benar adanya istilah kathina, bhikkhuni, dll. Oleh karena itu telah saya sampaikan bahwa Bakkula menempuh 2 tahap meninggalkan keduniawian. Dan ketika ia menyampaikan masalah tidak memberikan ceramah ke bhikkhuni, companions in holy life, masa kathina, ia menyampaikan mengenai meninggalkan keduniawian dalam konteks setelah ia menjadi bhikkhu, kita mengetahuinya karena baru diikuti dengan istilah2 Buddhisnya seperti vassa, bhikkhuni, tsb. Sedangkan di awal sutta ia hanya ditanya berapa lama jadi pabbajita (dalam teks Pali-nya demikian), sebuah istilah umum bagi mereka yang meninggalkan rumah menjadi petapa. Ia tidak ditanya dengan sebuah istilah yang spesifik seperti berapa lama jadi bhikkhu, atau siswa Bhagava, atau  berapa lama melepaskan keduniawian dalam Dhamma dan Disiplin ini. 

Hanya itu yang bisa saya sampaikan.

147
Buddhisme Awal / Re: [ASK] TAMRAPARNIYA
« on: 21 December 2013, 06:16:58 PM »
Hanya sebagai pertimbangan.

Masalah Buddha sebelum Buddha
Jika benar 4 Nikaya bisa dikatakan sebagai ”autentik” dan juga ada di agama sutra, maka pertanyaan: ”Darimana taunya Buddha sebelum Buddha?” dapat ditemukan di Digha Nikaya 14 (Mahapadana Sutta) meskipun di sana hanya disebut 6 Buddha sebelum Buddha Gotama.

Masalah Bakkula Sutta (MN 124)
Jika kita tidak menghiraukan Kitab Komentar maka di Bakkula Sutta (MN 124) hanya ada informasi selama 80 tahun Bakkula telah meninggalkan keduniawian. Tidak spesifik dikatakan usianya berapa saat persitiwa kotbah itu.

Dalam teks Pali juga tidak secara spesifik disebut bahwa Bakkula menjadi bhikkhu pada usia 80 tahun, tapi disebut ia telah menjadi pabbajita selama 80 tahun. Pabbajita tidaklah berarti seorang bhikkhu, seorang brahmana pun adalah seorang pabbajita, melepaskan keduniawian. Praktik meninggalkan keduniawian, selibat, dll juga dipraktikan oleh kaum brahmana. Bisa dikatakan Bakkula telah melalui 2 tahap meninggalkan keduniawian selama 80 tahun tersebut, pertama menjadi brahmana dan kedua baru menjadi siswa Sang Buddha. 2 tahap ini banyak dilalui oleh siswa Sang Buddha.

Jadi masih memungkinkan kotbah Bakkula dibabarkan di antara rentang waktu pembabaran Dhamma Sang Buddha, dengan ketentuan Bakkula  lebih lama menjadi brahmana dibandingkan menjadi bhikkhu (50:30) hingga ia parinibbana.
Dan bagi saya hingga saat ini sutta ini masih taraf wajar dan bukan sisipan.

(catatan: saya melihat indikasi kesalahan terjemahan di Bakkula Sutta di hal 1606, ayat 38, Majjhima Nikaya yang diterjemahkan DC, mengenai “selama 7 hari setelah meninggalkan keduniawian”. Pali: Sattāhameva kho ahaṃ āvuso, saraṇo raṭṭhapiṇḍaṃ bhuñjiṃ - Mungkin seharusnya (cmiiw): selama 7 hari setelah ber-”sarana.....” (mengambil perlindungan. ))

Cmiiw

148
Kafe Jongkok / Re: Pertanyaan salah...
« on: 19 December 2013, 09:25:41 AM »
makna kalimat tidak hanya ditentukan oleh makna kata tapi juga konteks dan niat pembuat kalimat.
makna kata bisa meluas atau menyempit sesuai pemakaian.
makna kata bisa bersifat konotatif ataupun denotatif.

jadi pertanyaan-pertanyaan di atas tidak 'salah' kalo penerima pesan paham maksud penanya :whistle:

IMO, sebuah pertanyaan salah yang normal (tidak disengaja/dibuat-buat) bukan terletak pada penerima pesan paham atau tidak paham maksud penanya, tetapi terletak pada pertanyaannya yang memang salah. Anak TK belum paham diberi pertanyaan berapa 10x10?, bukan berarti pertanyaannya salah.
Contoh pertanyaan yang saya sampaikan:
T: Kamu sedang melakukan apa pada jam 6 pagi tanggal 29 Februari 2013 yang lalu?

Ini adalah pertanyaan yang  dapat dipahami mengenai apa yang dilakukan seseorang. Jika pertanyaannya benar, maka kita bisa menjawab lagi mandi atau makan atau masih tidur. Tapi berhubung pertanyaannya salah maka tidak ada jawaban.

Di mana letak kesalahan pertanyaan tersebut? Hayo coba tebak, siapa yang tahu?

149
Diskusi Umum / Re: Berdana utk penyebaran ajaran non-Buddhis?
« on: 19 December 2013, 09:25:07 AM »
bukankah di panti berbasis agama kemungkinan besar dilakukan penyebaran ajaran (sasarannya anak-anak tsb)? :whistle:

Masih kemungkinan bukan? :whistle:

150
Diskusi Umum / Re: Berdana utk penyebaran ajaran non-Buddhis?
« on: 19 December 2013, 08:43:09 AM »
Kita perlu memilah antara berdana untuk non-Buddhis dengan berdana untuk PENYEBARAN AJARAN non-Buddhis yang termasuk 62 PANDANGAN SALAH (PS). Ini adalah 2 hal yang berbeda dengan kemungkinan maksud dan tujuan yang berbeda juga. Dalam sutta yang diberikan rekan-rekan jelas bahwa Sang Buddha tetap menyarankan membantu mantan guru agama, bukan membantu penyebaran ajarannya. 

Untuk itu dalam kasus panti asuhan, saya bertanya terlebih dulu bagaimana bisa dana yang kita sumbangkan ke panti tsb bisa ikut membantu sang pendeta Karesten menyebarkan ajarannya, padahal kita hanya berdana untuk anak yatim piatu di dalamnya bukan untuk PENYEBARAN AJARAN 62 PS. Jika ternyata ada penyelewengan dana, maka itu bukanlah tanggung jawab kita, karena kita tidak bertujuan awal untuk ikut menyelewengkan dana.

Kekhawatiran adanya penyelewengan dana, membuat nama agama lain menjadi terkenal, dll adalah wajar untuk muncul saat untuk berdana bagi kita umat awam. Namun kita perlu menyingkirkannya karena kekhawatiran tersebut belum tentu menjadi kenyataan. Jika kita memupuk kekhawatiran seperti itu maka kita akan berpikir seorang bhikkhu pun bisa menjadi ”ancaman” kehidupan, agama kita saat kita berdana kepadanya dengan berpikir: ”Bhikkhu ini nanti akan lepas jubah dan menjadi pemeluk agama lain dan mengajarkan 62 PS. Saya tidak mau terlibat menyebarkan ajaran PS

Oleh karena itu arahkan pikiran kita ke tujuan awal kita berdana dan manfaat darinya.

Demikian.

Pages: 1 ... 3 4 5 6 7 8 9 [10] 11 12 13 14 15 16 17 ... 148