Komunitas > Arsitektur Buddhis

Manjusri Bodhisattva, Sang Arsitek Dunia

(1/3) > >>

GandalfTheElder:
Namo Manjusri Bodhisattvaya,

Manjusri, Sang Arsitek Dunia

Dalam legenda bangsa Nepal, Manjusri Bodhisattva dikenal sebagai seorang Arsitek Dunia. Istana-istana di alam surga (devaloka) dan neraka (naraka) dirancang oleh Manjusri sang arsitek. Bahkan daratan bumi beserta samudranya yang luas semunya dikonstruksi oleh Manjusri. Untuk membantu pekerjaannya, Manjusri beremanasi menjadi deva Visvakarman (dewata arsitek Hindu). Bersama dengan Visvakarman, Manjusri membangun dunia ini. Kota Kathmandu adalah salah satu maha karya Beliau. Manjusri adalah Bodhisattva agung yang membawa kebudayaan dari Pancha Sirsha Parvata di Cina (Wutai Shan di Tiongkok) ke Nepal.

Berdasarkan atas amanat Adi Buddha (Dharmakaya), Manjusri membangun dunia ini dengan kebijaksanaan dan pengetahuannya yang seluas samudra. Manjusri juga mengirimkan emanasinya berupa kura-kura besar berwarna emas sebelum terbentuknya dunia, di mana kura-kura tersebut adalah pondasi dari dunia ini.

Dikisahkan setelah kedatangan Visvabhu (Vessabhu) Buddha di Nagavasa, Manjusri bermeditasi pada perubahan dunia ini dan dengan pengetahuan agungnya menemukan Svayambhu-jyotirupa, yang dengan sendirinya ada, dalam wujud api muncul keluar dari bunga teratai di danau Nagavasa. Kemudian Manjusri berfleksi pada dirinya sendiri; “Biarkanlah aku berdiam di tempat suci tersebut dan namaku akan diagungkan di seluruh dunia.” Dan pada saat itu juga, dengan mengumpulkan para pengikutnya yang terdiri dari para petani dan seorang raja bernama Dharmakar yang mengambil wujud sebagai deva Visvakarman, bersama dengan dua istrinya (Devi). Orang-orang tersebut berangkat meninggalkan Sirsha Parvata menuju Naga Vasa. Setelah tiba dan mengadakan puja pada “Yang Ada dengan Sendirinya” (Svayambhu), ia mulai bernamaskara mengitari danau dan berdoa memohon pertolongan Svayambhu. Ketika sampai pada lingkaran kedua, ketika ia mencapai pusat batas pegunungan di sebelah selatan, ia menjadi puas karena telah menemukan tempat yang terbaik untuk mengeringkan air di danau tersebut. Dengan pedangnya, Manjusri membelah gunung tersebut dan air mengalir keluar melalui belahan gunung tersebut. Akhirnya dasar dari danau tersebut menjadi kering. Ia kemudian turun dari pegunungan dan mulai berjalan mengelilingi lembah (Kathmandu).

Manjusri adalah arsitek dunia, sedangkan Padmapani (Avalokitesvara) adalah pembentuk semua mahluk hidup yang ada di bumi ini. Dalam Manjusri Namasamgiti, Manjusri dipanggil sebagai Adi Buddha, sang Dharmakaya (nama lain dari Nirvana atau Ke-Tuhanan Yang Maha Esa dalam agama Buddha).

Adanya Adi Buddha, Manjusri dan Avalokitesvara berusaha memberitahu kita bahwa kita ada bukan karena kebetulan saja. Dalam dunia samsara ini, tidak semata-mata hanya ada penderitaan saja. Namun di baliknya ada suatu kebijaksanaan dan cinta kasih, yang membuat dunia ini menjadi indah. Kebijaksanaan (Manjusri) dan cinta kasih (Avalokitesvara) itu membawa kita pada Pencerahan Sejati (Adi Buddha). Oleh karena itu legenda Manjusri sebagai arsitek ini janganlah dipahami sebagai suatu kisah yang theistik, tetapi pahamilah bahwa legenda tersebut mencoba untuk mengatakan pada kita bahwa sebenarnya kebijaksanaan itu dapat ditemukan dalam semua hal, sebagaimana halnya “Buddha ada di mana-mana”. Bahwa cinta kasih yang merupakan sifat dari Tathagatagarbha itu ada dalam diri semua makhluk. Menyadari bahwa Nirvana dan Samsara tidaklah berbeda, seseorang alhirnya mencapai Pencerahan Sejati.

Di Timur Jauh, Manjusri juga beremanasi sebagai seorang Bhiksu Jepang bernama Gyoki (668-749 M). Mahabhiksu Gyoki sangat aktif dalam kegiatan sosial, bahkan turut membangun jalan-jalan, jembatan, irigasi dan terlibat dalam berbagai kegiatan yang berhubungan dengan bangunan dan arsitektur vihara-vihara Buddhis.

Apa itu Vastu dan Silpa Shastra?

Pada masa sekarang ini telah banyak buku-buku tentang ilmu dan desain arsitektur yang muncul. Pengetahuan tentang arsitektur berkembang seiring dengan zaman. Tak jarang pula, Feng Shui yang merupakan ilmu arsitektur Tiongkok kuno, pun sangat sering dipakai di masa sekarang ini dalam merancang desain arsitektural yang modern. Tidak hanya di Tiongkok, di India sendiri, sejak zaman dahulu kala telah terbentuk ilmu arsitektural dan bangunan bernama Vastu.

Vastu Shastra adalah ilmu arsitektur kuno dari India. Kata ‘Vastu’ artinya tempat tinggal (shelter), sedangkan ‘Shastra’ adalah pengetahuan. Tujuannya adalah menyelaraskan bentuk dan tata letak suatu bangunan dengan unsur alam (api, air, tanah, udara, ether) dan medan magnet bumi agar tercapai kesejahteraan, kebahagiaan, kemakmuran dan kesehatan. Dengan kata lain Vastu adalah ‘Feng Shui’nya bangsa India.

Ada 4 kategori dari Vastu: bhumi (bumi tempat bangunan dibangun), prasada (struktur), yana (barang yang berpindah) dan sayana (furnitur). Teks-teks Vastu Shastra ada banyak mulai dari : Manasara Silpa Shastra (oleh Manasara), Mayamatam (oleh Maya), Viswakarma Vaastushastra (oleh Viswakarma), Samarangana Sutradara (oleh Raja Bhoja), Aparajita Priccha (dialog antara Viswakarma dan anaknya Aparajita, ditulis oleh Bhuvanadevacharya) dan Silparatna.

Vastu Shastra juga mencakup perencanaan tapak, orientasi, zoning, ruang dan hubungan yang proporsional antara bagian-bagian dari sebuah bangunan.


 _/\_
The Siddha Wanderer

GandalfTheElder:
MANJUSRI VASTUVIDYA SASTRA

Pada masa sekarang ini telah banyak buku-buku tentang ilmu dan desain arsitektur yang muncul. Pengetahuan tentang arsitektur berkembang seiring dengan zaman. Tak jarang pula, Feng Shui yang merupakan ilmu arsitektur Tiongkok kuno, pun sangat sering dipakai di masa sekarang ini dalam merancang desain arsitektural yang modern. Tidak hanya di Tiongkok, di India sendiri, sejak zaman dahulu kala telah terbentuk ilmu arsitektural dan bangunan bernama Vastu.

Teks Buddhis dari India yang berkenaan dengan ilmu arsitektur dan bangunan hanya ada satu di dunia, yaitu Manjusribhasita-Vastuvidyasastra atau Citrakarmasastra. Manjusribhasita-Vastuvidyasastra adalah sebuah teks Sansekerta yang unik, ditemukan beberapa tahun lalu di Vihara Cakkindarama dekat Gampola, Srilanka.

Manjusribhasita-Vastuvidyasastra terdiri dari 1600 sloka dan terbagi atas 17 bab. 3 bab pertama hampir mencakup 50% dari kitab tersebut, yang berisi tentang arsitektur vihara-vihara Buddhis zaman dahulu. 14 bab sisanya berkenaan dengan ikonografi Buddhis dan secara khusus disebut Cirtrakarmasastra.

Manjusribhasita-Vastuvidyasastra adalah satu-satunya teks Sansekerta ‘Silpa” Buddhis yang dapat ditemukan baik di India maupun Srilanka. Teks tersebut membahas secara khusus arsitektur vihara-vihara Buddhis sekaligus seni mendesain rupang para Buddha dan Bodhisattva dengan menggunakan tanah liat. Manjusribhasita-Vastuvidyasastra dan Cirtrakarmasastra berasal dari abad ke-5 sampai 7 M. Kedua teks tersebut berasal dari aliran Mahayana, para Mahayanais di Srilanka kuno menyimpan salah satu tradisi teks silpasastra yang paling awal.

Manjusribhasita-Vastuvidyasastra membahas tentang tapak dan denah dari 24 jenis vihara Buddhis yang berbeda dan membabarkan secara detail elemen-elemen arsitektur dari 5 bangunan besar seperti prasada, bimabalaya, bodhivesman, sabha dan  bangunan-bangunan minor lainnya. Vihara (pabbatta-vihara) di Anuradhapura sebelumnya dibangun dengan menggunakan pengetahuan yang ada dalam Manjusribhasita-Vastuvidyasastra ini.

Kompleks vihara tersebut dirancang dengan baik. Dalam kompleks Alahana Pirivena di Polonnaruwa, tempat altar dan stupa dibangun di lahan yang tinggi. Sedangkan pada daerah yang landai dan bertingkat-tingkat, dibangun bangunan lain seperti hunian para Bhiksu. Seseorang yang masuk melalui gerbangnya dapat melihat Lankatilaka secara jelas.

Perancangan

Elemen-elemen dari vihara-vihara Srilanka tampak seperti ditempatkan secara tidak teratur, karena mereka berbeda-beda dalam perancangan. Manuskrip Manjusri vasthu vidya sastra menunjukkan dasar alasan dari rancangan tersebut. Teks Manjusri menggunakan bahasa Sansekerta namun memakai tulisan Sinhala. Teks Manjusri secara eksklusif membahas mengenai vihara-vihara Buddhis dan berasal dari aliran Mahayana. Teks tersebut banyak menunjukkan orisinalitasnya dan sangat berbeda, bahkan tidak ada yang sama dengan teks-teks Vastu India lainnya yang biasanya hanya membahas tentang kuil-kuil Hindu.

Teks Manjusri memberikan 12 macam rancangan arama yang berbeda-beda, semuanya berjumlah 24 rancangan. Setap rancangan dilakukan dengan pola grid. Beberapa di antara rancangan tersebut bernama hastiarama dan padmarama. Pabbata Vihara mengikuti gaya hastiarama. Terdapat berbagai rancangan yang berbeda untuk tempat yang berbeda, tergantung apakah vihara tersebut berada di kota, desa, taman, dekat sungai, laut, di tengah hutan atau jalan utama dan sebagainya.  Ada juga syarat-syarat untuk meletakkan pintu masuk di utara, timur, atau barat, namun ada kondisi untuk hal ini. Di masing-masing rancangan desain, tidak hanya bangunan agama, namun juga ada aula pertemuan, paviliun bunga, aula menari, rumah sakit, ruang makan dan dapur yang semuanya mempunyai posisi yang spesifik dengan susunan tertentu. Vihara-vihara memiliki rancangan arsitektur yang sangat kaya. Berbagai bangunan didirikan dengan memiliki kaitan satu sama lain, meskipun dengan tingkatan yang berbeda-beda.

Ilmu teknik

Terdapat spesifikasi untuk semua hal. Teks Manjusri memberikan saran tentang pemilihan tapak, membahas tentang keadaan tanah dan memberikan prosedur untuk melakukan tes tanah. Teks tersebut juga memberikan penjelasan mengenai pohon-pohon yang cocok untuk masing-masing rancangan vihara, saran untuk persiapan dan aplikasi lem astabandha, pigmen dan pasta batu gamping, beserta ukir-ukiran gajah dan kuda yang sesuai proporsinya. Teks Manjusri juga memberikan cara bagaimana mengukur dengan plumb line. Ada waktu-waktu baik, material-material baik berserta ukuran panjang yang dianggap baik. Terdapat ritual-ritual yang diadakan pada saat tahap-tahap penting dalam suatu konstruksi. Batu bata yang pertama harus diletakkan oleh sang arsitek dengan berpakaian benar dan menghadap ke timur. Pintu-pintu harus dibuka ke arah dalam untuk membawa hasil yang baik. Apabila rupang dan gambar-gambar diletakkan di posisi yang salah, maka akan berdampak pada kesehatan dan hidup sang mandor.

Selain itu, Manjusri silpa menjelaskan pula metode untuk memotong kayu dan mengetahui perubahan kayu di musim-musiom tertentu. Pohon-pohon yang telah dewasa dipilah dan ditebang pada saat bulan baru, di mana kandungan gula dalam pohon menjadi rendah, sehingga serangga-serangga hama tidak tertarik pada kayu pohon tersebut. Berbagai teknik pertukangan kayu telah diaplikasikan. Pahat dan kapak adalah alat-lat utama yang digunakan untuk hal tersebut.


 _/\_
The Siddha Wanderer

Surya Kumari:
OM AH RAH PAT SANADHI..

Delusion:
Om Ah Ra Pa Tsa Na Dhih
_/\_

GandalfTheElder:
Om Namo Manjushuriye
Namo Sushriye
Namo Uttama Shriye Soha

 _/\_
The Siddha Wanderer

Navigation

[0] Message Index

[#] Next page

Go to full version