Buddhisme Awal, Sekte dan Tradisi > Sutta Vinaya

Vinaya Pitaka - Bhikkhu Vibhaṅga

(1/52) > >>

Indra:
Berikut ini adalah terjemahan Bhikkhu Vibhanga, Vinaya Pitaka Pali, yang diterjemahkan dari sumber https://suttacentral.net/pitaka/vinaya/pli-tv-vi/pli-tv-bu-vb terjemahan Bhikkhu Brahmali.

Terima kasih kepada Sis Melia Yansil dan Bro Erick Chandra yang telah membantu dalam mereview terjemahan ini _/\_

Indra:
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Pengusiran

Pārājika 1. Aturan Latihan Pertama tentang Pengusiran

Bab tentang Verañjā
Hormat kepada Sang Buddha, Yang Sempurna, Yang Tercerahkan Sempurna
Asal-usul Hukum Monastik
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di Verañjā  di bawah pohon Nimba Naḷeru bersama dengan sejumlah besar Sangha berjumlah lima ratus bhikkhu. Seorang brahmana di Verañjā  diberitahu:

"Tuan, Petapa Gotama, orang Sakya, yang telah meninggalkan keduniawian dari suku Sakya, sedang menetap di Verañjā  di bawah pohon Nimba Naleru bersama dengan sejumlah besar Sangha berjumlah lima ratus bhikkhu. Petapa Gotama yang baik itu memiliki reputasi baik 'Beliau adalah seorang Buddha, yang sempurna dan tercerahkan sempurna, lengkap dengan pandangan terang dan perilaku, yang berbahagia, pengenal dunia, pemimpin tertinggi bagi orang-orang yang dapat dilatih, guru para dewa dan manusia, yang tercerahkan, Sang Buddha. Dengan pandangan terangNya Beliau telah melihat dunia ini bersama dengan para dewanya, para raja kematiannya, dan makhluk-makhluk tertingginya, masyarakat ini bersama dengan kaum monastik dan para brahmana, para dewa dan manusia, dan Beliau telah memperkenalkannya kepada yang lain. Beliau memiliki Ajaran yang baik di awal, baik di pertengahan, dan baik di akhir. Ajaran ini memiliki tujuan sejati dan telah disampaikan dengan baik. Beliau menetapkan kehidupan spiritual yang murni dan lengkap sempurna.' Adalah baik untuk menemui orang sempurna demikian."
Kemudian brahmana itu menemui Sang Buddha, saling bertukar sapa dengan Beliau, duduk, dan berkata,

"Aku telah mendengar, Gotama yang baik, bahwa Engkau tidak membungkuk kepada para brahmana tua, berdiri untuk mereka, atau menawarkan tempat duduk kepada mereka. Sekarang aku melihat bahwa memang demikianlah sesungguhnya. Ini tidaklah benar."

"Brahmana, di dunia ini bersama dengan para dewa, para raja kematian, dan makhluk-makhluk tertinggi, dalam masyarakat ini bersama dengan kaum monastik dan para brahmana, para dewa dan manusia, Aku tidak melihat siapa pun yang kepadanya Aku harus membungkuk, berdiri untuknya, atau menawarkan tempat duduk. Jika Aku melakukan itu, maka kepalanya akan pecah."

"Gotama yang baik tidak memiliki rasa."

"Ada cara yang dengannya engkau dapat dengan benar mengatakan bahwa Aku tidak memiliki rasa. Karena Aku telah meninggalkan rasa terhadap bentuk-bentuk, suara-suara, bau-bauan, rasa-rasa kecapan, dan sentuhan-sentuhan. Aku telah memotongnya di akar, membuatnya seperti tunggul pohon palem, memberantasnya, dan membuatnya tidak dapat muncul kembali di masa depan. Tetapi bukan itu yang ada dalam pikiranmu."

"Gotama yang baik tidak memiliki kenikmatan."

"Ada cara yang dengannya engkau dapat dengan benar mengatakan bahwa Aku tidak memiliki kenikmatan. Karena Aku telah meninggalkan kenikmatan terhadap bentuk-bentuk, suara-suara, bau-bauan, rasa-rasa kecapan, dan sentuhan-sentuhan. Aku telah memotongnya di akar, membuatnya seperti tunggul pohon palem, memberantasnya, dan membuatnya tidak dapat muncul kembali di masa depan. Tetapi bukan itu yang ada dalam pikiranmu."

"Gotama yang baik mengajarkan tidak berbuat."

"Ada cara yang dengannya engkau dapat dengan benar mengatakan bahwa Aku mengajarkan tidak berbuat. Karena Aku mengajarkan tidak berbuat perbuatan buruk melalui jasmani, ucapan, dan pikiran. Aku mengajarkan tidak berbuat berbagai jenis perbuatan buruk dan tidak bermanfaat. Tetapi bukan itu yang ada dalam pikiranmu."

"Gotama yang baik adalah seorang nihilis."

"Ada cara yang dengannya engkau dapat dengan benar mengatakan bahwa Aku adalah seorang nihilis. Karena Aku mengajarkan pemusnahan keinginan indria, kebencian, dan kebodohan. Aku mengajarkan pemusnahan berbagai jenis kualitas buruk dan tidak bermanfaat. Tetapi bukan itu yang ada dalam pikiranmu."

"Gotama yang baik menjijikkan."

"Ada cara yang dengannya engkau dapat dengan benar mengatakan bahwa Aku menjijikkan. Karena Aku jijik terhadap perbuatan buruk melalui jasmani, ucapan, dan pikiran. Aku jijik terhadap berbagai kualitas buruk dan tidak bermanfaat. Tetapi bukan itu yang ada dalam pikiranmu."

"Gotama yang baik adalah seorang pembasmi."

"Ada cara yang dengannya engkau dapat dengan benar mengatakan bahwa Aku adalah seorang pembasmi. Karena Aku mengajarkan pembasmian keinginan indria, kebencian, dan kebodohan. Aku mengajarkan pembasmian berbagai jenis kualitas buruk dan tidak bermanfaat. Tetapi bukan itu yang ada dalam pikiranmu."

"Gotama yang baik adalah seorang yang keras."

"Ada cara yang dengannya engkau dapat dengan benar mengatakan bahwa Aku adalah seorang yang keras. Karena Aku mengatakan bahwa kualitas-kualitas yang buruk dan tidak bermanfaat—;perbuatan buruk melalui jasmani, ucapan, dan pikiran—;harus didisiplinkan. Seorang yang telah meninggalkannya, memotongnya di akar, membuatnya seperti tunggul pohon palem, memberantasnya, dan membuatnya tidak dapat muncul kembali di masa depan—;seorang demikian Aku sebut keras. Sekarang Aku telah meninggalkan kualitas-kualitas buruk dan tidak bermanfaat yang harus didisiplinkan. Aku telah memotongnya di akar, membuatnya seperti tunggul pohon palem, memberantasnya, dan membuatnya tidak dapat muncul kembali di masa depan. Tetapi bukan itu yang ada dalam pikiranmu."

"Gotama yang baik adalah seorang penganut aborsi."

"Ada cara yang dengannya engkau dapat dengan benar mengatakan bahwa Aku adalah seorang penganut aborsi. Karena seorang yang telah meninggalkan segala konsepsi masa depan di dalam rahim, kelahiran kembali apa pun dalam kehidupan masa depan, yang telah memotongnya di akar, membuatnya seperti tunggul pohon palem, memberantasnya, dan membuatnya tidak dapat muncul kembali di masa depan—;seorang demikian Aku sebut seorang penganut aborsi. Sekarang Aku telah meninggalkan segala konsepsi masa depan di dalam rahim, kelahiran kembali apa pun dalam kehidupan masa depan. Aku telah memotongnya di akar, membuatnya seperti tunggul pohon palem, memberantasnya, dan membuatnya tidak dapat muncul kembali di masa depan. Tetapi bukan itu yang ada dalam pikiranmu.
Misalkan, brahmana, terdapat seekor ayam betina dengan delapan, sepuluh, atau dua belas butir telur, yang dengan benar ia tutupi, hangatkan, dan erami. Anak ayam pertama yang dengan aman menetas—setelah menerobos cangkang telur dengan cakar atau paruhnya—apakah ia disebut yang tertua ataukah yang termuda?"

"Ia harus disebut yang tertua, karena ia adalah yang tertua di antara mereka."

"Demikian pula, brahmana, dalam masyarakat yang terdelusi ini, terbungkus bagaikan sebutir telur, Aku sendirilah di dunia ini yang telah menerobos cangkang delusi dan mencapai pencerahan sempurna tertinggi. Aku, brahmana, adalah yang tertua dan terbaik di dunia.
Aku bersemangat teguh dan memiliki kejernihan perhatian; tubuhku tenang dan pikiranku diam dan terpusat. Dengan sepenuhnya terasing dari kelima indria, terasing dari kualitas-kualitas batin yang tidak bermanfaat, Aku masuk dan berdiam di dalam penyerapan pertama, yang memiliki pergerakan pikiran, serta kegembiraan dan kebahagiaan dari keterasingan. Dengan diamnya pergerakan pikiran, Aku masuk dan berdiam di dalam penyerapan ke dua, yang memiliki keyakinan internal dan keterpusatan pikiran, serta kegembiraan dan kebahagiaan dari ke-diam-an. Dengan meluruhnya kegembiraan, Aku tetap berpikiran-seimbang, penuh perhatian, dan sadar sepenuhnya, mengalami kebahagiaan secara langsung, dan Aku masuk dan berdiam di dalam penyerapan ke tiga yang dinyatakan oleh para mulia: 'Engkau berpikiran-seimbang, penuh perhatian, dan berdiam dalam kebahagiaan.' Dengan ditinggalkannya kebahagiaan dan kesakitan dan berakhirnya kegembiraan dan penolakan yang sebelumnya, Aku masuk dan berdiam di dalam penyerapan ke empat, yang tanpa kesakitan juga tanpa kebahagiaan, tetapi terdapat kemurnian perhatian dan keseimbangan-pikiran.
Kemudian, dengan pikiranKu yang diam, murni, bersih, tanpa cacat, bebas dari kekotoran, lunak, lentur, dan tak tergoyahkan, Aku mengarahkannya pada pengetahuan mengingat kehidupan lampau. Aku mengingat banyak kehidupan lampau, yaitu, satu kelahiran, dua kelahiran, tiga kelahiran, empat kelahiran, lima kelahiran, sepuluh kelahiran, dua puluh kelahiran, tiga puluh kelahiran, empat puluh kelahiran, lima puluh kelahiran, seratus kelahiran, seribu kelahiran, seratus ribu kelahiran, banyak kappa penghancuran dunia, banyak kappa pengembangan dunia, dan banyak kappa penghancuran dan pengembangan. Dan Aku mengetahui: 'Di sana Aku bernama ini, memiliki keluarga ini, berpenampilan begini, dengan makanan begini, dengan pengalaman kenikmatan dan kesakitan begini, dan dengan umur kehidupan begini. Meninggal dunia dari sana, Aku terlahir kembali di tempat lain, dan di sana Aku bernama itu, memiliki keluarga itu, berpenampilan begitu, dengan makanan begitu, dengan pengalaman kenikmatan dan kesakitan begitu, dan dengan umur kehidupan begitu. Meninggal dunia dari sana, Aku terlahir kembali di sini.' Dengan cara inilah Aku mengingat banyak kehidupan lampau dengan karakteristik dan ciri-cirinya. Ini adalah pandangan terang sejati pertama, yang Kucapai pada bagian pertama malam itu. Delusi tersingkirkan dan pandangan terang sejati muncul, kegelapan disingkirkan dan cahaya muncul, seperti yang terjadi pada seorang yang penuh perhatian, bersemangat, dan tekun. Ini, Brahmana, adalah penerobosan pertamaKu, bagaikan seekor anak ayam dari cangkang telur.

Kemudian, dengan pikiranKu yang diam, murni, bersih, tanpa cacat, bebas dari kekotoran, lunak, lentur, dan tak tergoyahkan. Aku mengarahkannya pada pengetahuan kematian dan kemunculan makhluk-makhluk. Dengan penglihatan yang murni dan melampaui manusia, Aku melihat makhluk-makhluk meninggal dunia dan terlahir kembali, hina dan mulia, cantik dan buruk rupa, menuju alam tujuan yang baik dan alam tujuan yang buruk, dan Aku memahami bagaimana makhluk-makhluk berlanjut sesuai perbuatan-perbuatan mereka: 'Makhluk-makhluk ini yang melakukan perbuatan buruk melalui jasmani, ucapan, dan pikiran, yang mencela para mulia, dan memiliki pandangan salah dan bertindak sesuai itu, ketika hancurnya jasmani setelah kematian, telah terlahir kembali di alam rendah, alam tujuan yang buruk, alam sengsara, neraka. Tetapi makhluk-makhluk ini yang melakukan perbuatan baik melalui jasmani, ucapan, dan pikiran, yang tidak mencela para mulia, yang menganut pandangan benar dan bertindak sesuai itu, ketika hancurnya jasmani setelah kematian, telah terlahir kembali di alam tujuan yang baik, di alam surga.' Dengan cara inilah, dengan penglihatan yang murni dan melampaui manusia, Aku melihat makhluk-makhluk meninggal dunia dan terlahir kembali, hina dan mulia, cantik dan buruk rupa, menuju alam tujuan yang baik dan alam tujuan yang buruk, dan Aku memahami bagaimana makhluk-makhluk berlanjut sesuai perbuatan-perbuatan mereka. Ini adalah pandangan terang sejati kedua, yang Kucapai pada bagian pertangahan malam itu. Delusi tersingkirkan dan pandangan terang sejati muncul, kegelapan disingkirkan dan cahaya muncul, seperti yang terjadi pada seorang yang penuh perhatian, bersemangat, dan tekun. Ini, Brahmana, adalah penerobosan keduaKu, bagaikan seekor anak ayam dari cangkang telur.

Kemudian, dengan pikiranKu yang diam, murni, bersih, tanpa cacat, bebas dari kekotoran, lunak, lentur, dan tak tergoyahkan, Aku mengarahkannya pada pengetahuan berakhirnya noda-noda. Aku mengetahui sebagaimana adanya: 'Ini adalah penderitaan;' 'Ini adalah asal-mula penderitaan;' 'Ini adalah akhir penderitaan;' 'Ini adalah jalan menuju berakhirnya penderitaan.' Aku mengetahui sebagaimana adanya: 'Ini adalah noda-noda;' 'Ini adalah asal-mula noda-noda;' 'Ini adalah akhir noda-noda;' 'Ini adalah jalan menuju berakhirnya noda-noda.' Ketika Aku mengetahui dan melihat ini, batinKu terbebas dari noda-noda keinginan indria, dari noda-noda keinginan untuk menjelma, dari noda-noda pandangan-pandangan, dan dari noda-noda delusi. Ketika terbebaskan, Aku mengetahuinya telah terbebaskan. Aku memahami bahwa kelahiran telah berakhir, kehidupan spiritual telah terpenuhi, pekerjaan telah dilakukan, tidak ada penjelmaan lebih jauh lagi. Ini adalah pandangan terang sejati ketiga, yang Kucapai pada bagian akhir malam itu. Delusi tersingkirkan dan pandangan terang sejati muncul, kegelapan disingkirkan dan cahaya muncul, seperti yang terjadi pada seorang yang penuh perhatian, bersemangat, dan tekun. Ini, Brahmana, adalah penerobosan ketigaKu, bagaikan seekor anak ayam dari cangkang telur."
Kemudian brahmana itu berkata kepada Sang Buddha,

"Gotama yang baik adalah yang tertua! Gotama yang baik adalah yang terbaik! Mengagumkan, Gotama yang baik, Mengagumkan! Bagaikan seseorang menegakkan apa yang terbalik, atau mengungkapkan apa yang tersembunyi, atau menunjukkan jalan kepada seorang yang tersesat, atau membawa pelita di dalam kegelapan agar orang yang memiliki mata dapat melihat apa yang ada di sana—;demikian pula Engkau telah membabarkan Ajaran dalam berbagai cara. Gotama yang baik, Aku berlindung kepada Sang Buddha, Ajaran, dan Sangha para bhikkhu. Sudilah menerimaku sebagai seorang umat awam yang telah berlindung. Dan sudilah menyetujui untuk melewatkan masa keberdiaman musim hujan di Verañjā  bersama dengan Sangha para bhikkhu." Sang Buddha menyetujui dengan berdiam diri, dan sang brahmana memahaminya. Kemudian ia bangkit dari duduknya, bersujud, mengelilingi Sang Buddha dengan sisi kanannya menghadap Beliau, dan pergi.

Indra:
Pada saat itu Verañjā  sedang kekurangan makanan dan dilanda bencana kelaparan, dengan panen-panen yang diserang hama keputihan dan berubah menjadi jerami. Tidaklah mudah untuk mendapatkan dana makanan. Pada saat itu beberapa pedagang kuda dari Uttarāpatha telah memasuki keberdiaman musim hujan di Verañjā  bersama dengan lima ratus kuda. Di dalam kandang kuda mereka mempersiapkan porsi demi porsi gandum rebus untuk para bhikkhu.
Kemudian, setelah mengenakan jubah di pagi hari, para bhikkhu membawa mangkuk dan jubah mereka dan memasuki Verañjā  untuk menerima dana makanan. Karena tidak memperoleh apapun, mereka mendatangi kandang kuda. Kemudian mereka membawa banyak porsi gandum rebus ke vihara, di mana mereka menumbuk dan memakannya. Yang Mulia Ānanda menggiling seporsi di atas batu, membawanya kepada Sang Buddha, dan Sang Buddha memakannya.
Dan Sang Buddha mendengar suara lumpang. Ketika para Buddha mengetahui apa yang sedang terjadi, kadang-kadang Mereka menanyakan dan kadang-kadang tidak. Mereka mengetahui waktu yang tepat untuk bertanya dan kapan tidak bertanya. Para Buddha bertanya jika itu bermanfaat, jika sebaliknya maka tidak bertanya, karena para Buddha tidak mampu melakukan apa yang tidak bermanfaat. Para Buddha bertanya kepada para bhikkhu untuk dua alasan: untuk membabarkan ajaran atau untuk menetapkan aturan latihan.

Dan karena itu Beliau berkata kepada Ānanda, "Ānanda, ada apakah dengan suara lumpang ini?" Ānanda memberitahukan kepada Beliau apa yang sedang terjadi.

"Baik sekali, Ānanda. Kalian semua adalah orang-orang unggul yang telah menaklukkan masalah kelaparan. Generasi-generasi berikutnya bahkan akan memandang rendah daging dan nasi."

Kemudian Yang Mulia Mahāmoggallāna mendatangi Sang Buddha, bersujud, duduk, dan berkata,

"Sekarang, Yang Mulia, Verañjā  sedang kekurangan makanan dan dilanda bencana kelaparan, dengan panen-panen yang diserang hama keputihan dan berubah menjadi jerami. Tidaklah mudah untuk mendapatkan dana makanan. Namun di bawah permukaan bumi besar ini berlimpah makanan, yang rasanya bagaikan madu murni. Bolehkah, Yang Mulia, jika aku membalikkan tanah ini sehingga para bhikkhu dapat menikmati nutrisi dalam kecambah itu?"

"Tetapi apakah yang akan engkau lakukan, Moggallāna, dengan makhluk-makhluk yang hidup di sana?"

"Aku akan mengubah satu tanganku menjadi seperti bumi ini dan memindahkan makhluk-makhluk itu ke sana. Kemudian aku akan membalikkan tanah ini dengan tangan lainnya."

"Biarlah, Moggallāna, jangan membalikkan tanah. Makhluk-makhluk itu dapat menjadi gila."

"Kalau begitu, Yang Mulia, bolehkah jika seluruh Sangha para bhikkhu pergi ke Uttarakuru untuk menerima dana makanan?"

"Biarlah, Moggallāna, jangan melakukan hal itu."

Tidak lama setelah itu, sewaktu merenung sendirian, Yang Mulia Sāriputta berpikir, "Para Buddha yang manakah yang memiliki kehidupan spiritual yang bertahan lama, dan manakah yang tidak bertahan lama?"

Pada malam harinya, setelah keluar dari keterasingan, Sāriputta mendatangi Sang Buddha, bersujud, duduk, dan berkata, "Tadi, Yang Mulia, sewaktu sedang merenung sendirian, aku bertanya-tanya para Buddha yang manakah yang memiliki kehidupan spiritual yang bertahan lama, dan manakah yang tidak bertahan lama?"

"Sāriputta, kehidupan spiritual yang ditegakkan oleh para Buddha Vipassī, Sikhī, dan Vessabhū tidak bertahan lama. Tetapi kehidupan spiritual yang ditegakkan oleh para Buddha Kakusandha, Konāgamana, dan Kassapa bertahan lama."

"Dan mengapakah kehidupan spiritual yang ditegakkan oleh ketiga Buddha sebelumnya itu tidak bertahan lama?"

"Mereka tidak berusaha membabarkan ajaran-ajaran terperinci kepada para siswa Mereka. Mereka membabarkan sedikit khotbah dalam prosa dan campuran prosa dan syair; sedikit penjelasan, syair-syair, seruan-seruan sepenuh hati, kutipan-kutipan, kisah-kisah kelahiran, kisah-kisah menakjubkan, dan analisis. Juga Mereka tidak menetapkan aturan-aturan latihan juga tidak membacakan aturan-aturan monastik. Setelah lenyapnya para Buddha dan para siswa yang tercerahkan di bawah Mereka itu, mereka yang adalah para siswa terakhir—dengan berbagai nama, keluarga, dan kasta, yang telah meninggalkan keduniawian dari berbagai rumah tangga—membiarkan kehidupan spiritual itu lenyap dengan cepat. Ini seperti bunga-bunga di atas papan. Jika bunga-bunga itu tidak diikat dengan tali, maka bunga-bunga itu akan berserakan, bercerai-berai, dan dihancurkan oleh angin. Mengapakah? Karena tidak diikat kuat dengan tali. Demikian pula, setelah lenyapnya para Buddha dan para siswa yang tercerahkan di bawah Mereka itu, mereka yang adalah para siswa terakhir membiarkan kehidupan spiritual itu lenyap dengan cepat.

Sebaliknya Mereka tidak mengenal lelah dalam mengajarkan kepada para siswa Mereka dengan membaca pikiran mereka. Pada satu ketika, Sāriputta, Sang Buddha Vessabhū, yang Sempurna dan Tercerahkan Sempurna, sedang menetap di sebuah hutan yang menakutkan. Ia mengajarkan kepada Sangha yang terdiri dari seribu bhikkhu dengan membaca pikiran mereka, dengan berkata, 'Berpikirlah seperti ini, jangan seperti itu; perhatikan seperti ini, bukan seperti itu; tinggalkan ini dan capailah itu.' Ketika mereka telah diajarkan oleh Sang Buddha Vessabhū, pikiran mereka terbebaskan dari noda-noda dengan melepaskan. Tetapi jika siapapun yang memiliki keinginan indria memasuki hutan menakutkan itu, biasanya mereka akan merinding di seluruh tubuhnya. Inilah sebabnya mengapa kehidupan spiritual yang ditegakkan oleh para Buddha itu tidak bertahan lama."

"Mengapakah kehidupan spiritual yang ditegakkan oleh ketiga Buddha terakhir itu bertahan lama?"

"Para Buddha Kakusandha, Konāgamana, dan Kassapa tidak mengenal lelah dalam membabarkan ajaran-ajaran terperinci kepada para siswa mereka. Mereka membabarkan banyak khotbah khotbah dalam prosa dan campuran prosa dan syair; banyak penjelasan, syair-syair, seruan-seruan sepenuh hati, kutipan-kutipan, kisah-kisah kelahiran, kisah-kisah menakjubkan, dan analisis. Dan mereka menetapkan aturan-aturan latihan dan membacakan aturan-aturan monastik. Setelah lenyapnya para Buddha dan para siswa yang tercerahkan di bawah Mereka itu, mereka yang adalah para siswa terakhir—;dengan berbagai nama, keluarga, dan kasta, yang telah meninggalkan keduniawian dari berbagai rumah tangga—;mengusahakan agar kehidupan spiritual itu bertahan lama. Ini seperti bunga-bunga di atas papan. Jika bunga-bunga itu diikat dengan tali, maka bunga-bunga itu tidak akan berserakan, tidak bercerai-berai, dan tidak dihancurkan oleh angin. Mengapakah? Karena diikat kuat dengan tali. Demikian pula, setelah lenyapnya para Buddha dan para siswa yang tercerahkan di bawah Mereka itu, mereka yang adalah para siswa terakhir mengusahakan agar kehidupan spiritual itu bertahan lama. Inilah sebabnya mengapa kehidupan spiritual yang ditegakkan oleh para Buddha itu bertahan lama."

Sāriputta bangkit dari duduknya, menata jubah atasnya di satu bahunya, merangkapkan tangan, dan berkata, "Sekaranglah waktunya, Yang Mulia, untuk menetapkan aturan-aturan latihan dan membacakan aturan-aturan monastik, agar kehidupan spiritual ini dapat bertahan lama."

"Tunggu dulu, Sāriputta. Sang Buddha mengetahui waktu yang tepat untuk ini. Sang Guru tidak menetapkan aturan-aturan latihan atau membacakan aturan-aturan monastik hingga sebab-sebab kekotoran muncul di dalam Sangha.
Dan penyebab-penyebab kekotoran itu tidak muncul sampai Sangha telah berdiri lama, berjumlah besar, memiliki sokongan materi berlimpah, atau pembelajaran yang tinggi. Ketika penyebab-penyebab kekotoran ini muncul karena alasan-alasan ini, maka Sang Guru menetapkan aturan-aturan latihan untuk para siswaNya dan membacakan aturan-aturan monastik untuk melawan penyebab-penyebab ini.
Sāriputta, Sangha para bhikkhu terbebas dari kanker dan bahaya, tanpa noda, murni, dan tegak dalam intinya. Bahkan yang paling tidak berkembang di antara lima ratus bhikkhu ini adalah seorang pemasuk-arus. Mereka tidak akan terlahir kembali di alam rendah, melainkan pasti dalam takdir dan mengarah menuju pencerahan."

Kemudian Sang Buddha berkata kepada Ānanda, "Ānanda, adalah kebiasaan para Buddha untuk tidak pergi mengembara tanpa berpamitan pada mereka yang mengundang untuk melewatkan masa keberdiaman musim hujan. Marilah kita mendatangi Brahmana Verañjā  untuk berpamitan."

"Baik, Yang Mulia."

Sang Buddha mengenakan jubah, membawa mangkuk dan jubah dan, dengan Ānanda sebagai pelayan Beliau, mendatangi rumah sang brahmana di mana Beliau duduk di tempat yang telah dipersiapkan. Sang brahmana mendatangi Sang Buddha, bersujud, dan duduk.

Dan Sang Buddha berkata, "Brahmana, kami telah menyelesaikan masa keberdiaman musim hujan menuruti undanganmu, dan sekarang kami akan pamit dari engkau. Kami akan pergi mengembara ke seluruh negeri."

"Memang benar, Gotama yang baik, bahwa Engkau telah menyelesaikan masa keberdiaman musim hujan menuruti undanganku, tetapi aku belum memberikan apapun. Itu tidak baik. Bukan karena aku tidak ingin melakukan itu, tetapi karena kehidupan rumah tangga begitu menyibukkan. Sudilah Engkau bersama dengan Sangha para bhikkhu menerima dana makanan dariku besok."
Sang Buddha menerima dengan berdiam diri. Kemudian, setelah memberikan instruksi, menginspirasi, dan menggembirakan sang brahmana dengan suatu ajaran, Sang Buddha bangkit dari duduknya dan pergi.
Keesokan paginya sang brahmana mempersiapkan berbagai jenis makanan baik di rumahnya dan memberitahukan kepada Sang Buddha bahwa makanan telah siap.
Sang Buddha mengenakan jubah, membawa mangkuk dan jubahnya, bersama dengan Sangha para bhikkhu, Beliau pergi ke rumah sang brahmana, di mana Beliau duduk di tempat yang telah dipersiapkan. Dan brahmana itu sendiri melayani dan memuaskan Sangha para bhikkhu yang dipimpin oleh Sang Buddha dengan berbagai jenis makanan baik. Ketika Sang Buddha telah selesai makan, sang brahmana mempersembahkan kepada Beliau satu set tiga jubah dan untuk tiap-tiap bhikkhu, dua helai kain. Sang Buddha memberikan instruksi, menginspirasi, dan menggembirakan sang brahmana dengan suatu ajaran, dan kemudian bangkit dari dudukNya dan pergi.
Setelah berdiam di Verañjā  selama yang Beliau kehendaki, Sang Buddha melakukan perjalanan menuju Payāgapatiṭṭhāna melalui Soreyya, Saṅkassa, dan Kaṇṇakujja. Di sana Beliau menyeberangi sungai Gangga dan melanjutkan perjalanan menuju Benares. Setelah berdiam di Benares selama yang Beliau kehendaki, Beliau melakukan pengembaraan menuju Vesālī. Ketika akhirnya Beliau tiba di sana, Beliau berdiam di aula beratap lancip di Hutan Besar.

Bagian pembacaan tentang Verañjā selesai

Indra:
1.  Aturan Latihan Pertama tentang Pengusiran

Kisah Asal-mula

Sub-kisah Pertama: Bagian Pembacaan tentang Sudinna

Ketika itu Sudinna, putra seorang pedagang kaya, menetap di sebuah desa bernama Kalanda tidak jauh dari Vesālī. Pada suatu ketika Sudinna pergi ke Vesālī untuk suatu urusan dagang bersama dengan sejumlah teman. Saat itu Sang Buddha sedang duduk membabarkan ajaran, dikelilingi oleh kerumunan besar orang-orang. Ketika Sudinna menyaksikan hal ini, ia berpikir, "Mengapa aku tidak ikut mendengarkan Ajaran?" maka ia mendekati kerumunan itu dan duduk.
Ketika ia sedang duduk di sana, ia berpikir, "Sebagaimana yang kupahami dari ajaran Sang Buddha, adalah tidak mudah bagi seorang yang menetap di rumah untuk menjalani kehidupan spiritual yang lengkap sempurna dan murni bagaikan kulit kerang yang digosok. Mengapa aku tidak mencukur rambut dan janggutku, mengenakan jubah jingga, dan meninggalkan keduniawian menuju kehidupan tanpa rumah?"
Ketika orang-orang itu telah diberikan instruksi, diinspirasi, dan digembirakan oleh Sang Buddha, mereka bangkit dari duduk, bersujud, mengelilingi Beliau dengan sisi kanan mereka menghadap Beliau, dan pergi.

Kemudian Sudinna mendekati Sang Buddha, bersujud, duduk, dan memberitahukan kepada Beliau apa yang telah ia pikirkan, menambahkan,
"Yang Mulia, sudilah memberiku pelepasan keduniawian."

"Tetapi, Sudinna, apakah engkau telah mendapat izin dari orangtuamu?"
"Tidak."
"Para Buddha tidak memberikan pelepasan keduniawian kepada siapapun yang tidak mendapat izin dari orangtua mereka."
"Aku akan melakukan apapun yang diperlukan, Yang Mulia, untuk mendapatkan izin dari orangtuaku."

Setelah menyelesaikan urusan dagangnya di Vesālī, Sudinna kembali ke Kalanda. Kemudian ia menghadap orangtuanya dan berkata, "Ibu dan ayah, sebagaimana yang kupahami dari ajaran Sang Buddha, adalah tidak mudah bagi seorang yang menetap di rumah untuk menjalani kehidupan spiritual yang lengkap sempurna dan murni. Aku ingin mencukur rambut dan janggutku, mengenakan jubah jingga, dan meninggalkan keduniawian menuju kehidupan tanpa rumah. Sudilah memberiku izin untuk meninggalkan keduniawian."

"Tetapi, Sudinna, engkau adalah anak tunggal kami, dan kami sangat mencintaimu. Engkau hidup dalam kenyamanan dan kami peduli kepadamu. Engkau tidak pernah mengalami penderitaan. Bahkan jika engkau mati kami masih tidak ingin kehilangan engkau. Bagaimana mungkin kami mengizinkan engkau pergi meninggalkan keduniawian menuju kehidupan tanpa rumah selagi engkau masih hidup?"

Sudinna memohon kepada orangtuanya untuk kedua dan ketiga kalinya, tetapi mendapatkan jawaban yang sama.

Kemudian ia berbaring di atas tanah dan berkata, "Apakah aku akan mati di sini atau meninggalkan keduniawian!" Dan ia tidak makan pada tujuh kali makan berikutnya.

Orangtuanya mengulangi apa yang telah mereka katakan, dengan menambahkan, "Bangkitlah Sudinna, makan, minum, dan bersenang-senanglah! Nikmati kenikmatan duniawi dan lakukan perbuatan-perbuatan berjasa. Kami tidak akan mengizinkan engkau pergi meninggalkan keduniawian." Tetapi Sudinna tidak menjawab.

Orangtuanya mengatakan hal yang sama untuk kedua dan ketiga kalinya, tetapi Sudinna tetap diam.

Kemudian teman-teman Sudinna mendatanginya dan mengulangi tiga kali apa yang telah dikatakan oleh orangtuanya. Ketika Sudinna masih tidak menjawab,
Teman-teman Sudinna mendatangi orangtuanya dan berkata, "Sudinna berkata bahwa apakah ia akan mati di sana di atas tanah atau meninggalkan keduniawian. Jika kalian tidak mengizinkannya meninggalkan keduniawian, maka ia akan mati di sana. Tetapi jika kalian mengizinkannya pergi meninggalkan keduniawian, maka kalian akan melihatnya lagi setelah itu. Dan jika ia tidak menikmati pelepasan keduniawian, alternatif apakah yang akan ia ambil selain kembali ke sini? Maka izinkanlah ia pergi meninggalkan keduniawian."
"Baiklah kalau begitu."

Dan teman-teman Sudinna berkata kepadanya, "Bangkitlah, Sudinna, orangtuamu telah memberimu izin untuk meninggalkan keduniawian."

Ketika Sudinna mendengar hal ini, ia menjadi bergairah dan gembira, menepuk-nepuk bagian-bagian tubuhnya dengan tangannya sambil berdiri. Setelah melewatkan beberapa hari untuk memulihkan kekuatannya, ia pergi mendatangi Sang Buddha, bersujud, duduk, dan berkata, "Yang Mulia, aku telah mendapatkan izin dari orangtuaku untuk pergi meninggalkan keduniawian. Sudilah memberikan pelepasan keduniawian kepadaku."

Kemudian ia menerima pelepasan keduniawian dan penahbisan penuh di hadapan Sang Buddha. Tidak lama setelah itu ia berlatih jenis-jenis praktik pertapaan ini: ia menetap di hutan belantara, hanya makan dari menerima dana makanan, mengenakan jubah kain buangan, dan berjalan menerima dana makanan tanpa terputus. Dan ia menetap dengan disokong oleh suatu desa Vajji tertentu.
Tidak lama setelah itu, kaum Vajji kekurangan makanan dan dilanda kelaparan, dengan panen-panen yang diserang hama keputihan dan berubah menjadi jerami. Tidaklah mudah untuk mendapatkan dana makanan. Sudinna mempertimbangkan hal ini dan berpikir, "Aku memiliki banyak sanak-saudara kaya di Vesālī. Mengapa aku tidak meminta mereka untuk menyokongku? Sanak-saudaraku akan mampu memberikan persembahan dan melakukan perbuatan berjasa, para bhikkhu akan memperoleh sokongan materi, dan aku tidak kesulitan memperoleh dana makanan."
Kemudian ia merapikan tempat tinggalnya, membawa mangkuk dan jubahnya, dan pergi menuju Vesālī. Ketika pada akhirnya ia tiba di sana, ia berdiam di aula beratap lancip di Hutan Besar. Sanak-saudaranya mendengar bahwa ia telah tiba di Vesālī, dan mereka mempersembahkan kepadanya suatu persembahan enam puluh porsi makanan. Sudinna memberikan enam puluh porsi itu kepada para bhikkhu. Kemudian ia membawa mangkuk dan jubahnya dan memasuki desa Kalanda untuk menerima dana makanan. Ketika ia menerima dana makanan tanpa terputus, ia sampai di rumah ayahnya sendiri.
Persis pada saat itu seorang budak dari seorang sanak saudara Sudinna hendak membuang bubur malam sebelumnya. Sudinna berkata kepadanya, "Jika itu hendak dibuang, saudari, letakkanlah di sini di dalam mangkukku."
Ketika ia memasukkan bubur itu ke dalam mangkuknya, ia mengenali tangan, kaki, dan suaranya. Ia kemudian mendatangi sang ibu dan berkata, "Bersiaplah, Nyonya, Tuan Sudinna telah kembali."

"Astaga! Jika apa yang engkau katakan benar, maka engkau menjadi seorang wanita bebas!"

Ketika Sudinna sedang memakan bubur malam sebelumnya di bawah sebuah tembok, ayahnya sedang pulang dari bekerja. Ketika ia melihatnya duduk di sana, ia mendatanginya dan berkata, "Tetapi Sudinna, tidakkah ...; Apa! Engkau memakan bubur lama! Mengapa engkau tidak pergi ke rumahmu sendiri?"

"Kami pergi ke rumahmu, perumah tangga. Di sanalah kami menerima bubur ini."

Ayah Sudinna menarik tangannya, membawanya dan berkata, "Mari, ayo kita pulang."
Sudinna pergi ke rumah ayahnya dan duduk di tempat yang telah dipersiapkan. Ayahnya berkata kepadanya, "Makanlah, Sudinna."
"Tidak perlu. Aku sudah makan hari ini."
"Kalau begitu datanglah kembali untuk makan besok."
Sudinna menerima dengan berdiam diri, dan ia bangkit dari duduknya dan pergi.

Keesokan paginya ibu Sudinna menebarkan kotoran sapi segar di lantai. Kemudian ia membuat dua tumpukan, satu dengan uang dan satu dengan emas. Tumpukan itu begitu besar sehingga seseorang yang berdiri di satu sisi tidak dapat melihat seorang lainnya yang berdiri di sisi lain. Ia menyembunyikan tumpukan-tumpukan itu di balik tirai, menyediakan sebuah kursi di antara kedua tumpukan, dan mengelilinginya dengan sehelai tirai. Dan ia berkata kepada mantan istri Sudinna, "Sekarang hiaslah dirimu dalam cara yang akan terlihat sangat menarik bagi putra kami, Sudinna."
"Baik, Ibu."

Kemudian, setelah mengenakan jubah, Yang Mulia Sudinna membawa mangkuk dan jubahnya dan pergi menuju rumah ayahnya, di mana ia duduk di tempat yang telah dipersiapkan. Ayahnya menemuinya, membuka tumpukan, dan berkata, "Harta ini, anakku Sudinna, adalah kekayaan dari ibumu. Ini adalah milikmu. Yang lainnya adalah kekayaan dari ayahmu dan yang lainnya lagi dari leluhurmu. Sudilah engkau kembali kepada kehidupan yang lebih rendah, nikmati kekayaan, dan melakukan perbuatan berjasa."
"Aku tidak bisa, ayah. Aku menikmati kehidupan spiritual."
Ayah Sudinna mengulangi permohonannya dan Sudinna menjawab seperti sebelumnya. Ketika ayah Sudinna mengulangi permohonannya untuk ketiga kalinya, Sudinna berkata, "Jika engkau tidak akan tersinggung, aku dapat memberitahukan kepadamu apa yang harus dilakukan."

"Mari kita dengarkan."

"Baiklah, buatkan beberapa karung rami besar, masukkan semua uang dan emas ini ke dalamnya, bawalah dengan menggunakan kereta, dan buanglah di tengah-tengah sungai Gangga. Dan mengapakah? Karena dengan begitu engkau akan terhindar dari bahaya, ketakutan, dan terror yang jika tidak demikian dapat engkau alami, serta kesulitan dalam menjaganya."
Ayahnya menjadi tidak senang, dengan berpikir, "Bagaimana mungkin putra kami Sudinna mengatakan hal-hal seperti itu?"
Kemudian ia berkata kepada mantan istri Sudinna, "Baiklah, karena engkau sangat ia sayangi, mungkin putra kami Sudinna akan mendengarkan engkau."
Mantan istri Sudinna memegang kakinya dan berkata, "Seperti apakah para bidadari ini, Tuan, yang karenanya engkau mempraktikkan kehidupan spiritual?"
"Saudari, aku tidak mempraktikkan kehidupan spiritual demi para bidadari."
Mantan istri Sudinna berpikir, "Sudinna sekarang memanggilku 'saudari'," dan ia pingsan saat itu juga.
Sudinna berkata kepada ayahnya, "Jika ada makanan yang hendak diberikan, perumah tangga, berikanlah, namun jangan mengganggu aku."

"Makanlah, Sudinna," ia berkata. Dan ibu dan ayah Sudinna secara pribadi melayani dan memuaskannya dengan berbagai jenis makanan baik.
Ketika Sudinna telah selesai makan, ibunya berkata kepadanya: "Anakku Sudinna, keluarga kita kaya. Sudilah kembali kepada kehidupan yang lebih rendah, nikmati kekayaan, dan lakukan perbuatan berjasa."
"Ibu, aku tidak bisa. Aku menikmati kehidupan spiritual."
Ibunya mengulangi permohonannya untuk kedua kalinya, tetapi memperoleh jawaban yang sama. Kemudian ia berkata, "Keluarga kita kaya, Sudinna. Sudilah memberikan keturunan kepada kami, agar para Licchavī tidak mengambil alih kekayaan warisan kita."
"Baiklah, Ibu. Aku dapat melakukan hal itu."
"Tetapi di manakah engkau menetap?"
"Di Hutan Besar." Dan ia bangkit dari duduknya dan pergi.

Kemudian ibu Sudinna berkata kepada mantan istrinya, "Baiklah, segera setelah engkau memasuki masa subur, beritahukan kepadaku."

"Baik, Ibu." Tidak lama kemudian mantan istri Sudinna memasuki masa subur, dan ia melaporkan hal ini kepada ibu Sudinna.

"Sekarang hiaslah dirimu dalam cara yang akan terlihat sangat menarik bagi putra kami, Sudinna."
"Baik."

Kemudian ibu Sudinna, bersama dengan mantan istrinya, mendatangi Sudinna di Hutan Besar, dan ia berkata kepadanya: "Anakku Sudinna, keluarga kita kaya. Sudilah kembali kepada kehidupan yang lebih rendah, nikmati kekayaan, dan lakukan perbuatan berjasa."
"Ibu, aku tidak bisa. Aku menikmati kehidupan spiritual."

Ibunya mengulangi permohonannya untuk kedua kalinya, tetapi memperoleh jawaban yang sama. Kemudian ia berkata, "Keluarga kita kaya, Sudinna. Sudilah memberikan keturunan kepada kami, agar para Licchavī tidak mengambil alih kekayaan warisan kita."

"Baiklah, ibu." Kemudian ia menarik tangan mantan istrinya, menghilang di dalam Hutan Besar dan—;karena tidak ada aturan latihan dan ia tidak melihat bahaya—;melakukan hubungan seksual dengannya tiga kali. Sebagai akibatnya ia menjadi hamil.

Dan para dewa bumi berseru: "Tuan-tuan, Sangha para bhikkhu telah bebas dari kanker dan bahaya. Tetapi Sudinna dari Kalanda telah memunculkan kanker dan membahayakannya."

Mendengar para dewa bumi, para dewa dari alam Empat Raja Dewa berseru ...; para dewa dari alam Tiga Puluh Tiga ...; para dewa Yāma ...; para dewa yang puas ...; para dewa yang bersenang dalam penciptaan ...; para dewa yang mengendalikan ciptaan para dewa lain ...; para dewa dari alam makhluk-makhluk tertinggi berseru: "Tuan-tuan, Sangha para bhikkhu telah bebas dari kanker dan bahaya. Tetapi Sudinna dari Kalanda telah memunculkan kanker dan membahayakannya." Demikianlah pada momen itu juga, dalam detik itu juga, berita itu menyebar hingga sejauh alam makhluk-makhluk tertinggi.

Sementara itu, kehamilan istri Sudinna berkembang, dan akhirnya ia melahirkan seorang putra. Teman-teman Sudinna menyebutnya Keturunan, sedangkan mantan istri Sudinna dipanggil ibu Keturunan, dan Yang Mulia Sudinna dipanggil ayah Keturunan. Setelah beberapa lama, mereka berdua meninggalkan keduniawian menuju kehidupan tanpa rumah dan merealisasikan kesempurnaan.

Tetapi Sudinna menjadi gelisah dan menyesal, dengan berpikir, "Ini sungguh buruk bagiku, bahwa setelah meninggalkan keduniawian pada jalan spiritual yang dibabarkan dengan baik demikian, aku tidak mampu melatih kehidupan spiritual yang lengkap sempurna dan murni hingga akhir." Dan karena kegelisahan dan penyesalan ini, ia menjadi kurus, lusuh, dan pucat, dengan urat menonjol di seluruh tubuhnya. Ia menjadi sedih, lesu, sengsara, dan tertekan, terbebani oleh penyesalan.

Para bhikkhu yang adalah teman-teman Sudinna berkata kepadanya: "Di masa lalu, Sudinna, engkau memiliki wajah yang cerah dan berwarna indah, berkulit cerah, dan indria-indria yang tajam. Tetapi lihatlah engkau sekarang. Mungkinkah engkau tidak puas dengan kehidupan spiritual ini?"

"Bukan aku tidak puas dengan kehidupan spiritual, tetapi aku melakukan sesuatu yang buruk. Aku telah melakukan hubungan seksual dengan mantan istriku. Aku menjadi gelisah dan menyesal karena aku tidak mampu melatih kehidupan spiritual yang lengkap sempurna dan murni hingga akhir."

"Tidak heran engkau menjadi gelisah, Sudinna, tidak heran engkau memiliki penyesalan. Tidakkah Sang Buddha telah membabarkan banyak ajaran demi kebebasan dari nafsu, bukan demi nafsu; demi kebebasan dari belenggu, bukan demi belenggu; demi tanpa menggenggam, bukan demi menggenggam? Ketika Sang Buddha telah mengajarkan dengan cara ini, bagaimana mungkin engkau dapat memilih nafsu, belenggu, dan menggenggam? Tidakkah Sang Buddha telah membabarkan ajaran-ajaran demi meluruhnya nafsu, demi membersihkan kemabukan, demi pelenyapan dahaga, demi mencabut kemelekatan, demi memotong lingkaran kelahiran kembali, demi menghentikan ketagihan, demi meluruhnya, demi berakhirnya, demi padamnya? Tidakkah Sang Buddha dalam berbagai cara telah mengajarkan ditinggalkannya kenikmatan-kenikmatan indria, pemahaman penuh pada persepsi kenikmatan indria, lenyapnya dahaga terhadap kenikmatan indria, dilenyapkannya pemikiran-pemikiran kenikmatan indria, diamnya demam kenikmatan indria? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan banyak orang dan menyebabkan beberapa orang kehilangan keyakinan."

Setelah menegur Sudinna dalam berbagai cara, mereka melaporkan kepada Sang Buddha. Sang Buddha kemudian mengumpulkan para bhikkhu dan menanyai Sudinna: "Benarkah, Sudinna, bahwa engkau telah melakukan hubungan seksual dengan mantan istrimu?"

"Benar, Yang Mulia."

Sang Buddha menegurnya, "Manusia dungu, tidaklah benar, tidaklah sepantasnya, tidaklah selayaknya bagi seorang monastik, tidak diperbolehkan, tidak boleh dilakukan. Bagaimana mungkin engkau pergi meninggalkan keduniawian pada jalan spiritual yang dibabarkan dengan baik demikian, dan tidak mampu melatih kehidupan spiritual yang lengkap sempurna dan murni hingga akhir? Tidakkah Aku telah membabarkan banyak ajaran demi kebebasan dari nafsu, bukan demi nafsu; demi kebebasan dari belenggu, bukan demi belenggu; demi tanpa menggenggam, bukan demi menggenggam? Ketika Aku telah mengajarkan dengan cara ini, bagaimana mungkin engkau dapat memilih nafsu, belenggu, dan menggenggam? Tidakkah Aku telah membabarkan banyak ajaran demi meluruhnya nafsu, demi membersihkan kemabukan, demi pelenyapan dahaga, demi mencabut kemelekatan, demi memotong lingkaran kelahiran kembali, demi menghentikan ketagihan, demi meluruhnya, demi berakhirnya, demi padamnya? Tidakkah Aku dalam berbagai cara telah mengajarkan ditinggalkannya kenikmatan-kenikmatan indria, pemahaman penuh pada persepsi kenikmatan indria, lenyapnya dahaga terhadap kenikmatan indria, dilenyapkannya pemikiran-pemikiran kenikmatan indria, diamnya demam kenikmatan indria? Adalah lebih baik, orang dungu, bagi alat kelaminmu memasuki mulut ular yang sangat berbisa daripada memasuki seorang perempuan. Adalah lebih baik bagi alat kelaminmu memasuki mulut ular hitam daripada memasuki seorang perempuan. Adalah lebih baik bagi alat kelaminmu memasuki lubang arang membara daripada memasuki seorang perempuan. Mengapakah? Karena walaupun itu dapat menyebabkan kematian atau penderitaan mematikan, tetapi tidak menyebabkan engkau terlahir kembali di alam tujuan yang buruk. Tetapi perbuatan ini dapat. Orang dungu, engkau telah melatih apa yang bertentangan dengan Ajaran sejati, praktik biasa, praktik rendah, praktik kasar, yang berakhir dengan pencucian, yang dilakukan secara rahasia, yang dilakukan jika terdapat pasangan. Engkau adalah pelopor, pelaku pertama dari banyak hal tidak bermanfaat. Hal ini akan mempengaruhi keyakinan banyak orang dan menyebabkan beberapa orang kehilangan keyakinan."

Kemudian Sang Buddha membabarkan dalam berbagai cara yang mencela sulitnya disokong dan dipelihara, mencela keinginan besar, ketidakpuasan, sosialisasi, dan kemalasan; namun Beliau membabarkan dalam berbagai cara yang memuji mudahnya disokong dan dipelihara, sedikit keinginan, kepuasan, pelenyapan-diri, praktik-praktik pertapaan, ketenangan, pengurangan dalam hal-hal, dan menjadi bersemangat. Setelah membabarkan ajaran tentang apa yang baik dan benar; ia berkata kepada para bhikkhu:

"Baiklah, para bhikkhu, Aku akan menetapkan aturan untuk sepuluh alasan berikut ini: demi kesejahteraan Sangha, demi kenyamanan Sangha, demi mengekang orang-orang jahat, demi kemudahan para bhikkhu baik, demi pengekangan kerusakan sehubungan dengan kehidupan saat ini, untuk pengekangan kerusakan  sehubungan dengan kehidupan-kehidupan masa depan, untuk memunculkan keyakinan pada mereka yang tanpa keyakinan, untuk meningkatkan keyakinan pada mereka yang telah memilikinya, demi panjangnya umur Ajaran sejati, dan demi menyokong latihan. Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan awal pertama

'Jika seorang bhikkhu melakukan hubungan seksual, maka ia diusir dan dikeluarkan dari komunitas.'"

Dengan cara inilah Sang Buddha menetapkan aturan latihan ini untuk para bhikkhu.

Bagian pembacaan tentang Sudinna selesai

Indra:
Sub-kisah kedua: kisah monyet betina

Beberapa lama kemudian, di Hutan Besar di dekat Vesālī, seorang bhikkhu tertentu bersahabat dengan seekor monyet betina dengan memberinya makan. Ia kemudian melakukan hubungan seksual dengannya. Segera setelahnya, setelah mengenakan jubah di pagi hari, ia membawa mangkuk dan jubahnya dan memasuki Vesālī untuk menerima dana makanan.

Saat itu sejumlah bhikkhu yang sedang berjalan di sekitar tempat-tempat kediaman, sampai di tempat kediaman bhikkhu ini. Si monyet betina melihat kedatangan para bhikkhu ini. Ia mendatangi mereka, menggoyang-goyangkan pantatnya di depan mereka, mengibaskan ekornya, memperlihatkan bagian belakangnya, dan memberikan isyarat. Para bhikkhu berpikir, "Bhikkhu ini pasti melakukan hubungan seksual dengan monyet ini," dan mereka bersembunyi di satu sisi. Kemudian, ketika bhikkhu itu telah selesai menerima dana makanan di Vesālī dan telah pulang dengan membawa dana makanannya, ia memakan satu bagian dan memberikan sisanya kepada monyet betina itu. Setelah makan, monyet itu memperlihatkan bagian belakangnya, dan ia melakukan hubungan seksual dengan monyet itu.

Para bhikkhu lainnya berkata kepadanya: "Bukankah aturan latihan telah ditetapkan oleh Sang Buddha? Kalau begitu mengapa engkau melakukan hubungan seksual dengan seekor monyet?"

"Benar bahwa aturan latihan telah ditetapkan oleh Sang Buddha, tetapi itu berhubungan dengan para perempuan, bukan binatang."

"Tetapi itu sama saja. Tidaklah benar, tidaklah sepantasnya, tidaklah selayaknya bagi seorang monastik, tidak diperbolehkan, tidak boleh dilakukan. Bagaimana mungkin engkau pergi meninggalkan keduniawian pada jalan spiritual yang dibabarkan dengan baik demikian, dan tidak mampu melatih kehidupan spiritual yang lengkap sempurna dan murni hingga akhir? Tidakkah Sang Buddha telah membabarkan banyak ajaran demi kebebasan dari nafsu ...; diamnya demam kenikmatan indria? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan banyak orang dan menyebabkan beberapa orang kehilangan keyakinan."

Setelah menegur bhikkhu itu dalam berbagai cara, mereka melaporkan kepada Sang Buddha.

Sang Buddha kemudian mengumpulkan para bhikkhu dan menanyai bhikkhu tersebut: "Benarkah, Bhikkhu, bahwa engkau telah melakukan hal ini?"

"Benar, Yang Mulia."

Sang Buddha menegurnya, "Manusia dungu, tidaklah benar, tidaklah sepantasnya, tidaklah selayaknya bagi seorang monastik, tidak diperbolehkan, tidak boleh dilakukan. Bagaimana mungkin engkau pergi meninggalkan keduniawian pada jalan spiritual yang dibabarkan dengan baik demikian, dan tidak mampu melatih kehidupan spiritual yang lengkap sempurna dan murni hingga akhir? Tidakkah Aku telah membabarkan banyak ajaran demi kebebasan dari nafsu ...; demi diamnya demam kenikmatan indria? Adalah lebih baik, orang dungu, bagi alat kelaminmu memasuki mulut ular yang sangat berbisa daripada memasuki seorang perempuan. Adalah lebih baik bagi alat kelaminmu memasuki mulut ular hitam daripada memasuki seorang perempuan. Adalah lebih baik bagi alat kelaminmu memasuki lubang arang membara daripada memasuki seorang perempuan. Mengapakah? Karena walaupun itu dapat menyebabkan kematian atau penderitaan mematikan, tetapi tidak menyebabkan engkau terlahir kembali di alam tujuan yang buruk. Tetapi perbuatan ini dapat. Orang dungu, engkau telah melatih apa yang bertentangan dengan Ajaran sejati, praktik biasa, praktik rendah, praktik kasar, yang berakhir dengan pencucian, yang dilakukan secara rahasia, yang dilakukan jika terdapat pasangan. Hal ini akan mempengaruhi keyakinan banyak orang ...;" ...;

"Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan awal kedua

'Jika seorang bhikkhu melakukan hubungan seksual, bahkan dengan seekor binatang betina, maka ia diusir dan dikeluarkan dari komunitas.'"
Dengan cara inilah Sang Buddha menetapkan aturan latihan ini untuk para bhikkhu.
Kisah monyet betina selesai

Sub-kisah ketiga: bagian pembacaan tentang menutupi

Beberapa lama kemudian terdapat sejumlah bhikkhu Vajji dari Vesālī yang makan, tidur, dan mandi sebanyak yang mereka kehendaki. Kemudian, tanpa merefleksikan dengan seksama dan tanpa terlebih dulu meninggalkan latihan dan mengungkapkan kelemahan mereka, mereka melakukan hubungan seksual. Setelah beberapa lama mereka mengalami kehilangan sanak-saudara, kehilangan harta, dan kehilangan kesehatan. Mereka mendatangi Yang Mulia Ānanda dan berkata,

"Yang Mulia Ānanda, kami tidak menyalahkan Sang Buddha, Ajaran, atau Sangha; kami hanya menyalahkan diri sendiri. Kami tidak beruntung dan memiliki sedikit jasa—;setelah meninggalkan keduniawian pada jalan spiritual yang dibabarkan dengan baik demikian, kami tidak mampu melatih kehidupan spiritual yang lengkap sempurna dan murni hingga akhir. Jika sekarang kami memperoleh pelepasan keduniawian dan penahbisan penuh di hadapan Sang Buddha, kami akan memiliki kejelasan tentang kualitas-kualitas bermanfaat dan melatih diri hari demi hari untuk mengembangkan bantuan-bantuan menuju pencerahan. Yang Mulia Ānanda, sudilah memberitahukan kepada Sang Buddha."

Dengan berkata, "Baiklah," ia mendatangi Sang Buddha dan memberitahukan kepada Beliau.

"Tidak mungkin, Ānanda, bahwa Sang Buddha harus menghapuskan suatu aturan latihan yang mengharuskan pengusiran, karena orang-orang Vajji."

Kemudian Sang Buddha membabarkan ajaran dan berkata kepada para bhikkhu:
"Para bhikkhu, jika seseorang, tanpa terlebih dulu meninggalkan latihan dan mengungkapkan kelemahan mereka, melakukan hubungan seksual, maka mereka tidak boleh menerima penahbisan penuh sekali lagi. Tetapi, para bhikkhu, jika seseorang melakukan hubungan seksual setelah terlebih dulu meninggalkan latihan dan mengungkapkan kelemahan mereka, maka mereka boleh menerima penahbisan penuh sekali lagi.

Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan Akhir

'Jika seorang bhikkhu, setelah menerima latihan dan gaya hidup kebhikkhuan, tanpa terlebih dulu meninggalkan latihan dan mengungkapkan kelemahannya, melakukan hubungan seksual, bahkan dengan binatang betina, maka ia diusir dan dikeluarkan dari komunitas.'"

Navigation

[0] Message Index

[#] Next page

Go to full version