Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Buddhisme Awal, Sekte dan Tradisi => Mahayana => Topic started by: truth lover on 17 February 2009, 06:50:37 PM

Title: Akar perpecahan
Post by: truth lover on 17 February 2009, 06:50:37 PM
Perpecahan dalam agama Buddha yang akhirnya mengkristal menjadi Mahayana dan Theravada tentu menjadikan umat Buddha merasa menyesal dan sedih walaupun telah berlalu lebih dari 2000 tahun yang lalu.

Sesudah saya renungkan di dalam forum, apa yang menjadi penyebab perpecahan tersebut maka akhirnya saya menemukan (yang saya duga sebagai) penyebab perpecahan tersebut,yaitu:

- Kalangan orthodox (Theravada) beranggapan bahwa petunjuk yang diberikan oleh Sang Buddha adalah
  harga mati, oleh karena itu haram hukumnya bagi kalangan Theravada untuk mengubah petunjuk yang
  telah diberikan oleh Sang Buddha.

- Kalangan free thinking (Mahayana) beranggapan bahwa petunjuk yang diberikan oleh Sang Buddha hanya
  merupakan suatu tuntunan yang tak mengikat, oleh karena itu sah-sah saja untuk mengubah peraturan
  yang telah diberikan sesuai dengan kebutuhan individu.

Ini hanya pendapat saya, bila kurang tepat mohon dikoreksi dan mohon masukannya.

 _/\_
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: tesla on 17 February 2009, 08:13:32 PM
sepertinya bukan demikian,

karena sebagai tandingan Theravada memiliki Pali Kanon yg konon masih orisinil kotbah2 Sang Buddha, Mahayana sendiri jg punya Sutra-sutra agama yg juga diyakini orisinil.

kemudian sebagai tandingan Mahayana yg punya sutra hasil ekspresi dari pencapaian anggota2nya yg pernah terjadi sepanjang sejarah, termasuk setelah Buddha, Theravada memiliki kitab-kitab komentar yg juga merupakan ekspresi dari pencerahan yg dialami oleh anggota2 sesudah zaman Buddha yg kemudian dicocokkan dg kisah2 di zaman Buddha.

menurut saya kedua mainstream ini sebenarnya sama saja. hanya saja, sebagai anggota kelompok, "aku tentu saja membela kelompokku, kelompokku yg benar & yg bukan kelompokku adalah musuhku, yg berbeda pendapat dg ku adalah salah.".
Kelompok 1 disebut kelompok orthodox
Kelompok 2 disebut kelompok free-style
"orthodox" & "free-style" itu sendiri cuman label yg semakin diperkuat karena anggotanya menjadikan label tsb sebagai slogannya. padahal kalau ditelusuri, menurut saya 2 2 sama saja... sama2 memiliki elemen orthodox & free-style.
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 17 February 2009, 10:00:34 PM
Perpecahan dalam agama Buddha yang akhirnya mengkristal menjadi Mahayana dan Theravada tentu menjadikan umat Buddha merasa menyesal dan sedih walaupun telah berlalu lebih dari 2000 tahun yang lalu.

Sesudah saya renungkan di dalam forum, apa yang menjadi penyebab perpecahan tersebut maka akhirnya saya menemukan (yang saya duga sebagai) penyebab perpecahan tersebut,yaitu:

- Kalangan orthodox (Theravada) beranggapan bahwa petunjuk yang diberikan oleh Sang Buddha adalah
  harga mati, oleh karena itu haram hukumnya bagi kalangan Theravada untuk mengubah petunjuk yang
  telah diberikan oleh Sang Buddha.

- Kalangan free thinking (Mahayana) beranggapan bahwa petunjuk yang diberikan oleh Sang Buddha hanya
  merupakan suatu tuntunan yang tak mengikat, oleh karena itu sah-sah saja untuk mengubah peraturan
  yang telah diberikan sesuai dengan kebutuhan individu.

Ini hanya pendapat saya, bila kurang tepat mohon dikoreksi dan mohon masukannya.

 _/\_

Lho, memangnya sebelumnya belum ada jawaban atas penyebab perpecahan itu?  ;D
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: marcedes on 18 February 2009, 12:01:57 AM
dalam Pali Theravada dan tambahan kitab komentar...tidak pernah ada disebut 2 sekte dalam buddhasasana...

hanya dalam Tripitaka Mahayana yang menyebutkan ada 2 sekte.

perpecahan terjadi karena murid-murid.....bukan ajaran....
tetapi sebaliknya ajaran yang memecahkan dan bukan murid-nya ada dalam mahayana.

saya tidak membela theravada tetapi sesuai analisis kenyataan..
karena tidak mungkin ada "pembedaan" kalau bukan dari pikiran. ^^
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: tesla on 18 February 2009, 12:16:54 AM
dalam Pali Theravada dan tambahan kitab komentar...tidak pernah ada disebut 2 sekte dalam buddhasasana...

hanya dalam Tripitaka Mahayana yang menyebutkan ada 2 sekte.

perpecahan terjadi karena murid-murid.....bukan ajaran....
tetapi sebaliknya ajaran yang memecahkan dan bukan murid-nya ada dalam mahayana.

tuduhan demikian sudah biasa dilontarkan pihak theravada ke mahayana, & jawaban dari mahayana adalah:

hinayana tidak merujuk pada sekte, apalagi pada theravada.
hinayana adalah orang2 yg hanya mementingkan keselamatan sendiri (baca: arahat) oleh krn itu mereka disebut "hina"
orang theravada sendiri yg ke-GR-an menganggap dirinya hinayana

tangkisan sekaligus sindiran :)
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: dilbert on 18 February 2009, 12:24:15 AM
dalam Pali Theravada dan tambahan kitab komentar...tidak pernah ada disebut 2 sekte dalam buddhasasana...

hanya dalam Tripitaka Mahayana yang menyebutkan ada 2 sekte.

perpecahan terjadi karena murid-murid.....bukan ajaran....
tetapi sebaliknya ajaran yang memecahkan dan bukan murid-nya ada dalam mahayana.

tuduhan demikian sudah biasa dilontarkan pihak theravada ke mahayana, & jawaban dari mahayana adalah:

hinayana tidak merujuk pada sekte, apalagi pada theravada.
hinayana adalah orang2 yg hanya mementingkan keselamatan sendiri (baca: arahat) oleh krn itu mereka disebut "hina"
orang theravada sendiri yg ke-GR-an menganggap dirinya hinayana

tangkisan sekaligus sindiran :)


bukan masalah ke-GR-an... jelas jelas dalam sutra mahayana dikatakan bahwa SRAVAKAYANA = HINAYANA... dan tendensi-nya adalah... ? Sedangkan dalam pembahasan tentang terminologi MAHAYANA = Kendaraan BESAR, seharusnya lawannya adalah CULAYANA = kendaraan KECIL yang dalam pengertiannya adalah bahwa MAHAYANA meliputi SRAVAKAYANA dan SAMYAKBUDDHAYANA...

Kenapa muncul pula istilah HINA yang artinya sangat negatif ?

Dalam terjemahan mandarin masih lebih baik... Mahayana = Kendaraan Besar = Ta Chen, dan yang diluar Mahayana dikatakan sebagai Siau Chen = Kendaraan KEcil (dan dewasa ini merujuk kepada Theravada)...
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: tesla on 18 February 2009, 12:32:18 AM
Quote
bukan masalah ke-GR-an... jelas jelas dalam sutra mahayana dikatakan bahwa SRAVAKAYANA = HINAYANA... dan tendensi-nya adalah... ? Sedangkan dalam pembahasan tentang terminologi MAHAYANA = Kendaraan BESAR, seharusnya lawannya adalah CULAYANA = kendaraan KECIL yang dalam pengertiannya adalah bahwa MAHAYANA meliputi SRAVAKAYANA dan SAMYAKBUDDHAYANA...
Kenapa muncul pula istilah HINA yang artinya sangat negatif ?
bagi mahayana, yg bertekad utk menjadi arahat adalah orang yg mementingkan diri sendiri. oleh karena itu, mereka disebut hina, bukan artinya kotor. namun kurang lebih artinya hatinya kecil...
sedang mahayana berikrar menyelamatkan semua mahkluk, oleh krn itu hatinya besar ;D

apakah tedensinya adalah pada theravada?
menurut saya sendiri tidak. karena theravada bagi saya, tidak mematok seseorang harus jadi arahat atau buddha. berbeda dg mahayana yg punya visi utk menjadi buddha, theravada tidak. yg urgent sekarang adalah melihat dukkha.

mungkin sejak mahayana meng-claim sektenya adalah jalan kebuddhaan, sejak saat itu pula tanpa sadar theravada mengambil jalan sisanya, yaitu jalan kearahataan... :(
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: Indra on 18 February 2009, 12:46:50 AM
Arahat atau Sammasambuddha sama2 melewati proses yg sama untuk mencapai tujuannya, sama2 harus memenuhi 10 Parami, yang membedakan adalah jangka waktu pemenuhan Parami itu. Jadi, kalau Arahat juga berikar untuk menyelamatkan semua makhluk sebagai bagian dari pemenuhan Paraminya, bagaimana bisa disebut mementingkan diri sendiri? dan bukankah Arahat juga adalah Buddha?
_/\_
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: tesla on 18 February 2009, 01:30:58 AM
Arahat atau Sammasambuddha sama2 melewati proses yg sama untuk mencapai tujuannya, sama2 harus memenuhi 10 Parami, yang membedakan adalah jangka waktu pemenuhan Parami itu.
dalam hal parami, betul (sama2 mengumpulkan parami)... tapi waktu pemenuhan parami yg berbeda disebabkan jg oleh kualitas parami yg berbeda. tentunya kualitas parami Buddha melebihi seorang Arahat (baca: SavakaBuddha).

jadi prosesnya tidak dapat dikatakan sama. setelah seseorang memiliki parami yg cukup, ia dapat saja melenyapkan semua asavanya & menjadi seorang arahat. namun, proses berbedanya adalah setelah paraminya cukup, ia tidak melangkah pada nibbana, sebaliknya ia menanam satu kemelekatan baru (baca: ikrar Bodhisatwa) shg rantai kelahirannya tidak terputus. ini pandangan saya sebagai Theravadin... sedangkan di Mahayana sendiri, utk menjadi seorang Buddha, jalur Arhat harus dilewati terlebih dahulu. Artinya Arhat belum sepenuhnya sampai di garis finish, makanya dikatakan berdiam dalam kedamaian extreme ^-^

Quote
Jadi, kalau Arahat juga berikar untuk menyelamatkan semua makhluk sebagai bagian dari pemenuhan Paraminya, bagaimana bisa disebut mementingkan diri sendiri?
setahu saya, Arahat tidak berkeinginan lagi, tidak memiliki apa-apa di dunia lagi.
jadi seseorang yg berikrar, menurut saya pasti belum arahat.

Quote
dan bukankah Arahat juga adalah Buddha?
_/\_
bukan, justru sebaliknya. Buddha adalah seorang arahat ;)
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: dilbert on 18 February 2009, 08:03:45 AM
Arahat atau Sammasambuddha sama2 melewati proses yg sama untuk mencapai tujuannya, sama2 harus memenuhi 10 Parami, yang membedakan adalah jangka waktu pemenuhan Parami itu.
dalam hal parami, betul (sama2 mengumpulkan parami)... tapi waktu pemenuhan parami yg berbeda disebabkan jg oleh kualitas parami yg berbeda. tentunya kualitas parami Buddha melebihi seorang Arahat (baca: SavakaBuddha).

jadi prosesnya tidak dapat dikatakan sama. setelah seseorang memiliki parami yg cukup, ia dapat saja melenyapkan semua asavanya & menjadi seorang arahat. namun, proses berbedanya adalah setelah paraminya cukup, ia tidak melangkah pada nibbana, sebaliknya ia menanam satu kemelekatan baru (baca: ikrar Bodhisatwa) shg rantai kelahirannya tidak terputus. ini pandangan saya sebagai Theravadin... sedangkan di Mahayana sendiri, utk menjadi seorang Buddha, jalur Arhat harus dilewati terlebih dahulu. Artinya Arhat belum sepenuhnya sampai di garis finish, makanya dikatakan berdiam dalam kedamaian extreme ^-^

Quote
Jadi, kalau Arahat juga berikar untuk menyelamatkan semua makhluk sebagai bagian dari pemenuhan Paraminya, bagaimana bisa disebut mementingkan diri sendiri?
setahu saya, Arahat tidak berkeinginan lagi, tidak memiliki apa-apa di dunia lagi.
jadi seseorang yg berikrar, menurut saya pasti belum arahat.

Quote
dan bukankah Arahat juga adalah Buddha?
_/\_
bukan, justru sebaliknya. Buddha adalah seorang arahat ;)

setuju bahwa yang masih berikrar itu belum arahat (savaka)... sehingga memang kalau dalam konsep MAHAYANA para sravaka itu belum FINAL, dengan demikian konsep SAVAKA-nya Theravada berbeda dengan SRAVAKA-nya Mahayana...
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: Indra on 18 February 2009, 08:49:05 AM
dalam hal parami, betul (sama2 mengumpulkan parami)... tapi waktu pemenuhan parami yg berbeda disebabkan jg oleh kualitas parami yg berbeda. tentunya kualitas parami Buddha melebihi seorang Arahat (baca: SavakaBuddha).

jadi prosesnya tidak dapat dikatakan sama. setelah seseorang memiliki parami yg cukup, ia dapat saja melenyapkan semua asavanya & menjadi seorang arahat. namun, proses berbedanya adalah setelah paraminya cukup, ia tidak melangkah pada nibbana, sebaliknya ia menanam satu kemelekatan baru (baca: ikrar Bodhisatwa) shg rantai kelahirannya tidak terputus. ini pandangan saya sebagai Theravadin... sedangkan di Mahayana sendiri, utk menjadi seorang Buddha, jalur Arhat harus dilewati terlebih dahulu. Artinya Arhat belum sepenuhnya sampai di garis finish, makanya dikatakan berdiam dalam kedamaian extreme ^-^

Mungkinkah seorang ARAHAT menanamkan kemelekatan baru? Saya meragukan kearahatan sebiji ini.

Quote
setahu saya, Arahat tidak berkeinginan lagi, tidak memiliki apa-apa di dunia lagi.
jadi seseorang yg berikrar, menurut saya pasti belum arahat.
Tentu saja, baiklah saya revisi pernyataan saya sebelumnya menjadi "Jadi, kalau orang yang bercita-cita untuk mencapai Arahat juga berikar untuk menyelamatkan semua makhluk sebagai bagian dari ....dst..."

Quote
bukan, justru sebaliknya. Buddha adalah seorang arahat ;)
FYI, ARAHAT=SAVAKA BUDDHA
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: marcedes on 18 February 2009, 08:56:15 AM
Quote
bukan masalah ke-GR-an... jelas jelas dalam sutra mahayana dikatakan bahwa SRAVAKAYANA = HINAYANA... dan tendensi-nya adalah... ? Sedangkan dalam pembahasan tentang terminologi MAHAYANA = Kendaraan BESAR, seharusnya lawannya adalah CULAYANA = kendaraan KECIL yang dalam pengertiannya adalah bahwa MAHAYANA meliputi SRAVAKAYANA dan SAMYAKBUDDHAYANA...
Kenapa muncul pula istilah HINA yang artinya sangat negatif ?
bagi mahayana, yg bertekad utk menjadi arahat adalah orang yg mementingkan diri sendiri. oleh karena itu, mereka disebut hina, bukan artinya kotor. namun kurang lebih artinya hatinya kecil...
sedang mahayana berikrar menyelamatkan semua mahkluk, oleh krn itu hatinya besar ;D

apakah tedensinya adalah pada theravada?
menurut saya sendiri tidak. karena theravada bagi saya, tidak mematok seseorang harus jadi arahat atau buddha. berbeda dg mahayana yg punya visi utk menjadi buddha, theravada tidak. yg urgent sekarang adalah melihat dukkha.

mungkin sejak mahayana meng-claim sektenya adalah jalan kebuddhaan, sejak saat itu pula tanpa sadar theravada mengambil jalan sisanya, yaitu jalan kearahataan... :(
referensi pembalik nya adalah sutra intan mahayana sendiri.
disitu Buddha hanya penujuk jalan....setelah dhamma vinaya sendiri dibabarkan secara sempurna alias penujuk jalan sudah ada..
apa buddha masih mau mengawasi satu demi satu murid nya yang belajar?

itu artinya buddha juga sudah meninggalkan tugas-tugas nya bukan.....^^

Title: Re: Akar perpecahan
Post by: bond on 18 February 2009, 09:10:56 AM
ngomong2 yg bilang hinayana itu theravada siapa ya ?  ^-^

Perpecahan saya lihat sih tidak, hanya sebuah diskusi ttg konsep saja. Anggota sangha dari mainstream yg ada juga anteng2 aja dan tidak mempermasalahkan lagi terlihat dari silahturami mereka. Mungkin segelintir umat aja yg mempermasalahkan.

Title: Re: Akar perpecahan
Post by: nyanadhana on 18 February 2009, 09:32:29 AM
Hinayana menurut Mahayana adalah mereka yang ngambil jalan Arahat kebetulan juga Theravada goalnya menjadi Arahat. jadi kecemplung deh.
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: tesla on 18 February 2009, 09:44:51 AM
Mungkinkah seorang ARAHAT menanamkan kemelekatan baru? Saya meragukan kearahatan sebiji ini.
harus disadari adanya perbedaan&persamaan antara Mahayana & Theravada.
bagi Mahayana, seorang Bodhisatwa harus lewat dulu jalur arhat,
bagi Theravada, seorang Boddhisatta sama sekali belum ariya.
persamaannya adalah pandangan ke2 mainstream ini setuju bahwa: seorang Boddhisatta telah memiliki kapasitas utk mencapai arahat (memiliki parami yg cukup).

jika berangkat dari persamaan, apakah jika parami sudah cukup, seseorang masih bisa melekat? menurut saya, masih bisa...

Quote
Tentu saja, baiklah saya revisi pernyataan saya sebelumnya menjadi "Jadi, kalau orang yang bercita-cita untuk mencapai Arahat juga berikar untuk menyelamatkan semua makhluk sebagai bagian dari ....dst..."
bagi saya, dalam pandangan Theravadin, seorang yg masih memiliki cita2x di masa depan tidak mungkin Arahat, walaupun cita2xnya adalah mencapai Arahat...

Quote
Quote
bukan, justru sebaliknya. Buddha adalah seorang arahat ;)
FYI, ARAHAT=SAVAKA BUDDHA
inconsistency used of terminology...

Sammasam Buddha adalah seorang arahat,
Savaka Buddha adalah seorang arahat jg.
arahat sendiri artinya "Perfected One" (cmiiw)

namun utk menunjuk pada kelompok Savaka Buddha, lebih sering digunakan gelar Arahat saja...
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: tesla on 18 February 2009, 09:47:19 AM
Mungkin segelintir umat aja yg mempermasalahkan.
saya ragukan itu...
anggota sangha jg terlibat kok, karena ini justru masalah sekte.
walau di permukaan tampak mereka silahturami, pada dasarnya, penulisan sutra bahkan dapat dikategorikan menyerang secara tidak langsung...
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: Indra on 18 February 2009, 11:20:26 AM
Mungkinkah seorang ARAHAT menanamkan kemelekatan baru? Saya meragukan kearahatan sebiji ini.
harus disadari adanya perbedaan&persamaan antara Mahayana & Theravada.
bagi Mahayana, seorang Bodhisatwa harus lewat dulu jalur arhat,
bagi Theravada, seorang Boddhisatta sama sekali belum ariya.
persamaannya adalah pandangan ke2 mainstream ini setuju bahwa: seorang Boddhisatta telah memiliki kapasitas utk mencapai arahat (memiliki parami yg cukup).

jika berangkat dari persamaan, apakah jika parami sudah cukup, seseorang masih bisa melekat? menurut saya, masih bisa...

Quote
Tentu saja, baiklah saya revisi pernyataan saya sebelumnya menjadi "Jadi, kalau orang yang bercita-cita untuk mencapai Arahat juga berikar untuk menyelamatkan semua makhluk sebagai bagian dari ....dst..."
bagi saya, dalam pandangan Theravadin, seorang yg masih memiliki cita2x di masa depan tidak mungkin Arahat, walaupun cita2xnya adalah mencapai Arahat...
Saya tidak berani mewakili pandangan Theravadin oleh karena itu saya akan mengatakan menurut pemahaman saya atas ajaran Theravada, setelah Parami yang diperlukan untuk mencapai Kearahatan mencukupi, maka tidak ada apapun yang dapat menghalangi pencapaian seseorang.

mengenai statement orang yang bercita2 untuk menjadi Arahat yang saya maksudkan tentunya adalah ketika orang tersebut masih belum Arahat, contohnya Sumedha. mustahil seorang Arahat bercita2 untuk mencapai Arahat. sama mustahilnya dgn seorang dokter yang bercita2 untuk menjadi dokter.
Quote
Quote
Quote
bukan, justru sebaliknya. Buddha adalah seorang arahat ;)
FYI, ARAHAT=SAVAKA BUDDHA
inconsistency used of terminology...

Sammasam Buddha adalah seorang arahat,
Savaka Buddha adalah seorang arahat jg.
arahat sendiri artinya "Perfected One" (cmiiw)

namun utk menunjuk pada kelompok Savaka Buddha, lebih sering digunakan gelar Arahat saja...


Arahant: Pali Buddhist Buddhism Dictionary on Arahant
arahant (arahant): A "worthy one" or "pure one"; a person whose mind is free of defilement (see kilesa), who has abandoned all ten of the fetters that bind the mind to the cycle of rebirth (see samyojana), whose heart is free of mental effluents (see asava), and who is thus not destined for further rebirth. A title for the Buddha and the highest level of his noble disciples.

yang saya tangkap dari definisi Bro Tesla menganai Savaka Buddha adalah bahwa Savaka Buddha adalah Arahat namun Arahat belum tentu Savaka Buddha, benarkah? jika demikian, adakah contoh dimana seorang Arahat yang bukan Savaka Buddha?

_/\_
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: tesla on 18 February 2009, 11:37:48 AM
Quote
yang saya tangkap dari definisi Bro Tesla menganai Savaka Buddha adalah bahwa Savaka Buddha adalah Arahat namun Arahat belum tentu Savaka Buddha, benarkah? jika demikian, adakah contoh dimana seorang Arahat yang bukan Savaka Buddha?

Savaka Buddha, Pacceka Buddha, Sammasam Buddha adalah kategori berdasarkan jalan pencapaian.

Savaka = dari mendengarkan kotbah dari yg lain
Pacceka = dari usahanya sendiri
Sammasam = dari usahanya sendiri & menyebarkannya

sedangkan sotapanna, sakadagami, anagami, arahat adalah kategori berdasarkan tingkat pencapaiannya, mis: jumlah belenggu yg telah dimusnahkan...



ke 3 jenis Buddha (Savaka, Pacceka & Sammasam Buddha) adalah arahat






Quote
jika demikian, adakah contoh dimana seorang Arahat yang bukan Savaka Buddha?
sebenarnya dari yg acek Ang post kan udah ada kok:
Quote
A title for the Buddha and the highest level of his noble disciples.
Sebuah gelar kepada Buddha dan murid2nya yg telah mencapai tingkat tertinggi.
(Buddha di sana adalah Sammasam Buddha, yg artinya ia jg seorang Arahat)

Title: Re: Akar perpecahan
Post by: truth lover on 18 February 2009, 03:19:56 PM
Hinayana menurut Mahayana adalah mereka yang ngambil jalan Arahat kebetulan juga Theravada goalnya menjadi Arahat. jadi kecemplung deh.

Mas Nyanadhana tidak juga tuh,

Banyak Bhikkhu Theravada terkenal yang mengambil jalan Bodhisattva, tetapi tidak masuk Mahayana dan mereka tetap Theravada, contohnya Bhikkhu Narada dari Srilanka, Taung Pulu sayadaw dari Myanmar.

Jadi bercita-cita menjadi Samyak Sambuddha bukan hak monopoli golongan Mahayana. Dengan kata lain bercita-cita untuk menjadi Bodhisattva tidak harus masuk Mahayana.

Umat Buddha Theravada menganggap sah sah saja seseorang bercita-cita menjadi Bodhisattva, tetapi sebaliknya yang saya lihat Jika golongan Mahayana ada yang beraspirasi untuk menjadi Arahat nampaknya direndahkan, dan dikatakan mengambil jalan sesat, dalam Prajnaparamita sutra dikatakan orang demikian sudah jatuh dibawah pengaruh Mara.

Benarkah demikian?

Title: Re: Akar perpecahan
Post by: Indra on 18 February 2009, 03:29:11 PM
Quote
yang saya tangkap dari definisi Bro Tesla menganai Savaka Buddha adalah bahwa Savaka Buddha adalah Arahat namun Arahat belum tentu Savaka Buddha, benarkah? jika demikian, adakah contoh dimana seorang Arahat yang bukan Savaka Buddha?

Savaka Buddha, Pacceka Buddha, Sammasam Buddha adalah kategori berdasarkan jalan pencapaian.

Savaka = dari mendengarkan kotbah dari yg lain
Pacceka = dari usahanya sendiri
Sammasam = dari usahanya sendiri & menyebarkannya

sedangkan sotapanna, sakadagami, anagami, arahat adalah kategori berdasarkan tingkat pencapaiannya, mis: jumlah belenggu yg telah dimusnahkan...



ke 3 jenis Buddha (Savaka, Pacceka & Sammasam Buddha) adalah arahat






Quote
jika demikian, adakah contoh dimana seorang Arahat yang bukan Savaka Buddha?
sebenarnya dari yg acek Ang post kan udah ada kok:
Quote
A title for the Buddha and the highest level of his noble disciples.
Sebuah gelar kepada Buddha dan murid2nya yg telah mencapai tingkat tertinggi.
(Buddha di sana adalah Sammasam Buddha, yg artinya ia jg seorang Arahat)



Setuju, namun saya masih belum mengerti bagian mana yg inconsistent dengan statement Arahat adalah Buddha?
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: hatRed on 18 February 2009, 03:41:08 PM
menurut kacamata hatRed 8)

dua2nya gak bener semua.

maksudnya

keduanya mengaku benar semua.

nah kalo si A benar maka si B salah
kalo si B benar maka si A salah

karena A dan B benar maka
B salah dan A salah

:))
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: tesla on 18 February 2009, 04:42:34 PM
Quote
Setuju, namun saya masih belum mengerti bagian mana yg inconsistent dengan statement Arahat adalah Buddha?

maksud inconsistent itu dalam pemakaian sehari-hari cek Ang,

dalam pemakaian bahasa sehari-hari, arahat itu menunjuk ke para siswa arahat (savaka buddha) & tidak termasuk sammasam buddha.

mis: mahayana mengatakan, menjadi arahat adalah orang berhati kecil.
nah padahal sammasam buddha sendiri kan arahat :)
mungkin seharusnya kalimat benarnya adalah: menjadi seorang "savaka buddha" saja itu picik, bantu yg lain donk... ;)
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 18 February 2009, 04:48:37 PM
Arahat atau Sammasambuddha sama2 melewati proses yg sama untuk mencapai tujuannya, sama2 harus memenuhi 10 Parami, yang membedakan adalah jangka waktu pemenuhan Parami itu. Jadi, kalau Arahat juga berikar untuk menyelamatkan semua makhluk sebagai bagian dari pemenuhan Paraminya, bagaimana bisa disebut mementingkan diri sendiri? dan bukankah Arahat juga adalah Buddha?
_/\_

Seperti yang telah dijelaskan, Pacceka Buddha dan Siswa Mulia adalah makhluk Tarita. Dengan demikian, setelah mereka menembus Jalan menuju Kearahattaan, selanjutnya mereka memasuki tahap pencapaian Buah (Phàla samàpatti) dan pencapaian Penghentian (Nirodha Samàpatti) demi kebahagiaan dan kedamaian mereka sendiri, tidak bekerja demi kebaikan makhluk-makhluk lain. Di lain pihak, seorang Buddha Yang Mahatahu (Samma-Sambuddha) tidak akan berusaha demi dirinya sendiri saja. Bahkan sebenarnya, dalam masa pemenuhan Kesempurnaan pun ia telah bertekad, “Setelah memahami Empat Kebenaran Mulia, Aku akan membantu yang lain untuk memahaminya juga (Buddho bodheyyaÿ) dan seterusnya. (Sumber : Riwayat Agung Para Buddha)

 

Title: Re: Akar perpecahan
Post by: truth lover on 18 February 2009, 06:30:11 PM
Arahat atau Sammasambuddha sama2 melewati proses yg sama untuk mencapai tujuannya, sama2 harus memenuhi 10 Parami, yang membedakan adalah jangka waktu pemenuhan Parami itu. Jadi, kalau Arahat juga berikar untuk menyelamatkan semua makhluk sebagai bagian dari pemenuhan Paraminya, bagaimana bisa disebut mementingkan diri sendiri? dan bukankah Arahat juga adalah Buddha?
_/\_

Seperti yang telah dijelaskan, Pacceka Buddha dan Siswa Mulia adalah makhluk Tarita. Dengan demikian, setelah mereka menembus Jalan menuju Kearahattaan, selanjutnya mereka memasuki tahap pencapaian Buah (Phàla samàpatti) dan pencapaian Penghentian (Nirodha Samàpatti) demi kebahagiaan dan kedamaian mereka sendiri, tidak bekerja demi kebaikan makhluk-makhluk lain.  Di lain pihak, seorang Buddha Yang Mahatahu (Samma-Sambuddha) tidak akan berusaha demi dirinya sendiri saja. Bahkan sebenarnya, dalam masa pemenuhan Kesempurnaan pun ia telah bertekad, “Setelah memahami Empat Kebenaran Mulia, Aku akan membantu yang lain untuk memahaminya juga (Buddho bodheyyaÿ) dan seterusnya. (Sumber : Riwayat Agung Para Buddha)

 




Mas Chingik,

Tahu ada Arahat yg mampu mencapai Nirodha Samapatti? tolong beritahu bila tahu ya, bila memang benar ada saya akan sangat tertolong, karena bila memiliki kesempatan berdana kepada Arahat seperti itu akan luar biasa karma Vipakanya. Jadi yang jelas saya sangat terbantu. Dengan adanya Arahat akan membawa kebahagiaan bagi saya.

Selain itu dia juga dapat membimbing saya mencapai Nirvana. Bukankah sama dengan yang dilakukan oleh Sang Buddha Shakyamuni yaitu membimbing manusia mencapai Nirvana?
Bukankah sama dengan cita-cita para Bodhisattva menolong para mahluk mencapai Nirvana?
Lantas para Arahat itu egoisnya dimana ya?

 _/\_
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: Kelana on 18 February 2009, 06:41:59 PM
Seperti dugaan saya, topik ini berujung lagi ke definisi kata hinayana dan mahayana  ^-^
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: kiman on 18 February 2009, 06:53:01 PM
o0o i see... ternyata definisi ARAHAT ya yg jadi permasalahannya... i think it's clear if we appreciate each others...
_/\_
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: Indra on 18 February 2009, 07:58:35 PM
Arahat atau Sammasambuddha sama2 melewati proses yg sama untuk mencapai tujuannya, sama2 harus memenuhi 10 Parami, yang membedakan adalah jangka waktu pemenuhan Parami itu. Jadi, kalau Arahat juga berikar untuk menyelamatkan semua makhluk sebagai bagian dari pemenuhan Paraminya, bagaimana bisa disebut mementingkan diri sendiri? dan bukankah Arahat juga adalah Buddha?
_/\_

Seperti yang telah dijelaskan, Pacceka Buddha dan Siswa Mulia adalah makhluk Tarita. Dengan demikian, setelah mereka menembus Jalan menuju Kearahattaan, selanjutnya mereka memasuki tahap pencapaian Buah (Phàla samàpatti) dan pencapaian Penghentian (Nirodha Samàpatti) demi kebahagiaan dan kedamaian mereka sendiri, tidak bekerja demi kebaikan makhluk-makhluk lain.  Di lain pihak, seorang Buddha Yang Mahatahu (Samma-Sambuddha) tidak akan berusaha demi dirinya sendiri saja. Bahkan sebenarnya, dalam masa pemenuhan Kesempurnaan pun ia telah bertekad, “Setelah memahami Empat Kebenaran Mulia, Aku akan membantu yang lain untuk memahaminya juga (Buddho bodheyyaÿ) dan seterusnya. (Sumber : Riwayat Agung Para Buddha)

 




Mas Chingik,

Tahu ada Arahat yg mampu mencapai Nirodha Samapatti? tolong beritahu bila tahu ya, bila memang benar ada saya akan sangat tertolong, karena bila memiliki kesempatan berdana kepada Arahat seperti itu akan luar biasa karma Vipakanya. Jadi yang jelas saya sangat terbantu. Dengan adanya Arahat akan membawa kebahagiaan bagi saya.

Selain itu dia juga dapat membimbing saya mencapai Nirvana. Bukankah sama dengan yang dilakukan oleh Sang Buddha Shakyamuni yaitu membimbing manusia mencapai Nirvana?
Bukankah sama dengan cita-cita para Bodhisattva menolong para mahluk mencapai Nirvana?
Lantas para Arahat itu egoisnya dimana ya?

 _/\_


jadi teringat kisah Punna dan istrinya yang berdana makanan kepada YM Sariputta Thera yang baru bangun dari Nirodha Samapatti, dan akibatnya Tanah yang sedang dibajak oleh Punna berubah menjadi emas. (RAPB 3 Hal. 3055)
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 18 February 2009, 08:07:51 PM
Arahat atau Sammasambuddha sama2 melewati proses yg sama untuk mencapai tujuannya, sama2 harus memenuhi 10 Parami, yang membedakan adalah jangka waktu pemenuhan Parami itu. Jadi, kalau Arahat juga berikar untuk menyelamatkan semua makhluk sebagai bagian dari pemenuhan Paraminya, bagaimana bisa disebut mementingkan diri sendiri? dan bukankah Arahat juga adalah Buddha?
_/\_

Seperti yang telah dijelaskan, Pacceka Buddha dan Siswa Mulia adalah makhluk Tarita. Dengan demikian, setelah mereka menembus Jalan menuju Kearahattaan, selanjutnya mereka memasuki tahap pencapaian Buah (Phàla samàpatti) dan pencapaian Penghentian (Nirodha Samàpatti) demi kebahagiaan dan kedamaian mereka sendiri, tidak bekerja demi kebaikan makhluk-makhluk lain.  Di lain pihak, seorang Buddha Yang Mahatahu (Samma-Sambuddha) tidak akan berusaha demi dirinya sendiri saja. Bahkan sebenarnya, dalam masa pemenuhan Kesempurnaan pun ia telah bertekad, “Setelah memahami Empat Kebenaran Mulia, Aku akan membantu yang lain untuk memahaminya juga (Buddho bodheyyaÿ) dan seterusnya. (Sumber : Riwayat Agung Para Buddha)

 




Mas Chingik,

Tahu ada Arahat yg mampu mencapai Nirodha Samapatti? tolong beritahu bila tahu ya, bila memang benar ada saya akan sangat tertolong, karena bila memiliki kesempatan berdana kepada Arahat seperti itu akan luar biasa karma Vipakanya. Jadi yang jelas saya sangat terbantu. Dengan adanya Arahat akan membawa kebahagiaan bagi saya.

Selain itu dia juga dapat membimbing saya mencapai Nirvana. Bukankah sama dengan yang dilakukan oleh Sang Buddha Shakyamuni yaitu membimbing manusia mencapai Nirvana?
Bukankah sama dengan cita-cita para Bodhisattva menolong para mahluk mencapai Nirvana?
Lantas para Arahat itu egoisnya dimana ya?

 _/\_


Saya hanya bantu kutipkan dan kalo ada pendpat silakan dishare,
Hehe...tanya yg nulis RAPB dong.., kenapa dia nulis begitu..
Pasti ada penjelasannya ya, sebenarnya Mahayana juga begitu, hal2 yg keliatannya rancu sebenarnya ada penjelasannya. Tapi selalu dicerna secara harfiah dan membuat perdebatan yg sebenarnya sama dengan kondisi kutipan kalimat di RAPB ini.  Coba kalimat itu ada dalam Mahayana, ya uwes..pasti tanggapannya beda lagi.  ;D


Title: Re: Akar perpecahan
Post by: Indra on 18 February 2009, 10:35:40 PM
untung gue cuma penerjemah, jadi aman
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: marcedes on 19 February 2009, 02:03:21 AM
jangan baca sepotong lah... ^^ mari simak

4. Buddha-kicca
Di antara semua pribadi agung ini, Buddha Yang Mahatahu, Pacceka Buddha, dan Siswa Mulia. Buddha Yang Mahatahu disebut makhluk Tàrayitu (“Ia yang menyeberangkan makhluk-makhluk lain”), yang teragung, Beliau, yang setelah menyeberangi lautan saÿsàra, juga menyelamatkan makhluk lain dari bahaya samsàra.
Pacceka Buddha disebut makhluk Tarita, makhluk mulia yang telah menyeberangi lautan samsàra oleh dirinya sendiri namun tidak dapat menyelamatkan makhluk lain dari bahaya samsara. Untuk menjelaskannya: Seorang Pacceka Buddha tidak muncul pada saat kemunculan Buddha Yang Mahatahu.

----
Pacceka Buddha (makhluk Tarita) adalah mereka yang telah menyeberangi samsàra oleh diri sendiri, tetapi tidak dapat membantu makhluk lain menyeberang.

-----
Siswa Mulia, Sàvaka-Bodhisatta, disebut juga makhluk Tàrita karena telah dibantu menyeberangi lautan saÿsàra oleh Buddha Yang Mahatahu. Sebagai gambaran, Upatissa—petapa pengembara yang kelak menjadi Yang Mulia Sàriputta—berhasil menembus Jalan dan Buahnya setelah mendengar bait berikut dari Yang Mulia Assaji:

Ye dhammà hetuppabhavà
tesaÿ hetuÿ tathàgato

Dari kisah ini, kita dapat menyimpulkan bahwa Siswa Mulia adalah
yang telah diselamatkan (makhluk Tàrita) oleh makhluk lain dan yang telah menyelamatkan makhluk lain (makhluk Tàrayitu), namun ajaran seorang siswa Buddha berasal dari seorang Buddha; bukan berasal dari siswa itu sendiri. Ia tidak dapat memberikan khotbah yang berasal dari diri sendiri tanpa bantuan dan petunjuk dari ajaran Buddha. Oleh karena itu siswa demikian disebut makhluk Tàrita, bukan makhluk Tarayitu, karena mereka tidak mungkin menembus Empat Kebenaran Mulia tanpa seorang guru; dan penembusan mereka atas Jalan dan Buahnya hanya dapat terjadi dengan adanya bantuan dan petunjuk dari guru.

Seperti yang telah dijelaskan, Pacceka Buddha dan Siswa Mulia adalah makhluk Tarita. Dengan demikian, setelah mereka menembus Jalan menuju Kearahattaan, selanjutnya mereka memasuki tahap pencapaian Buah (Phàla samàpatti) dan pencapaian Penghentian (Nirodha Samàpatti) demi kebahagiaan dan kedamaian mereka sendiri, tidak bekerja demi kebaikan makhluk-makhluk lain. Di lain pihak, seorang Buddha Yang Mahatahu (Samma-Sambuddha) tidak akan berusaha demi dirinya sendiri saja. Bahkan sebenarnya, dalam masa pemenuhan Kesempurnaan pun ia telah bertekad, “Setelah memahami Empat Kebenaran Mulia, Aku akan membantu yang lain untuk memahaminya juga (Buddho bodheyyaÿ) dan seterusnya. Oleh karena itu, setelah menjadi Buddha, ia melaksanakan lima tugas-tugas seorang Buddha terus-menerus siang dan malam.
Karena Ia harus melaksanakan lima tugas seorang Buddha, Buddha hanya beristirahat sebentar setelah makan siang setiap hari. Pada malam hari Ia beristirahat hanya selama sepertiga dari jaga terakhir pada setiap malam. Jam-jam lainnya digunakan untuk melaksanakan lima tugasnya.
Hanya para Buddha yang memiliki semangat dalam bentuk istimewa dan kecerdasan yang tinggi (payatta), salah satu keagungan (Bhaga) seorang Buddha yang dapat melakukan tugas-tugas tersebut. Pelaksanaan tugas-tugas ini di luar lingkup Pacceka Buddha atau siswa-siswa.


Title: Re: Akar perpecahan
Post by: dilbert on 19 February 2009, 09:18:16 AM
Seorang yang ingin membantu orang lain dalam bentuk materi haruslah mempunyai materi terlebih dahulu

Seorang yang ingin menyumbang tenaga membantu orang lain haruslah mempunyai "tenaga" juga.

dst-nya...

Jadi Jika ingin menyelamatkan makhluk lain haruslah diri-nya sendiri selamat... Diri sendiri belum selamat bagaimana menyelamatkan orang lain.
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 19 February 2009, 10:37:54 AM
untung gue cuma penerjemah, jadi aman

hahaha...
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: truth lover on 22 February 2009, 09:48:00 AM
jangan baca sepotong lah... ^^ mari simak

4. Buddha-kicca
Di antara semua pribadi agung ini, Buddha Yang Mahatahu, Pacceka Buddha, dan Siswa Mulia. Buddha Yang Mahatahu disebut makhluk Tàrayitu (“Ia yang menyeberangkan makhluk-makhluk lain”), yang teragung, Beliau, yang setelah menyeberangi lautan saÿsàra, juga menyelamatkan makhluk lain dari bahaya samsàra.
Pacceka Buddha disebut makhluk Tarita, makhluk mulia yang telah menyeberangi lautan samsàra oleh dirinya sendiri namun tidak dapat menyelamatkan makhluk lain dari bahaya samsara. Untuk menjelaskannya: Seorang Pacceka Buddha tidak muncul pada saat kemunculan Buddha Yang Mahatahu.

----
Pacceka Buddha (makhluk Tarita) adalah mereka yang telah menyeberangi samsàra oleh diri sendiri, tetapi tidak dapat membantu makhluk lain menyeberang.

-----
Siswa Mulia, Sàvaka-Bodhisatta, disebut juga makhluk Tàrita karena telah dibantu menyeberangi lautan saÿsàra oleh Buddha Yang Mahatahu. Sebagai gambaran, Upatissa—petapa pengembara yang kelak menjadi Yang Mulia Sàriputta—berhasil menembus Jalan dan Buahnya setelah mendengar bait berikut dari Yang Mulia Assaji:

Ye dhammà hetuppabhavà
tesaÿ hetuÿ tathàgato

Dari kisah ini, kita dapat menyimpulkan bahwa Siswa Mulia adalah
yang telah diselamatkan (makhluk Tàrita) oleh makhluk lain dan yang telah menyelamatkan makhluk lain (makhluk Tàrayitu), namun ajaran seorang siswa Buddha berasal dari seorang Buddha; bukan berasal dari siswa itu sendiri. Ia tidak dapat memberikan khotbah yang berasal dari diri sendiri tanpa bantuan dan petunjuk dari ajaran Buddha. Oleh karena itu siswa demikian disebut makhluk Tàrita, bukan makhluk Tarayitu, karena mereka tidak mungkin menembus Empat Kebenaran Mulia tanpa seorang guru; dan penembusan mereka atas Jalan dan Buahnya hanya dapat terjadi dengan adanya bantuan dan petunjuk dari guru.

Seperti yang telah dijelaskan, Pacceka Buddha dan Siswa Mulia adalah makhluk Tarita. Dengan demikian, setelah mereka menembus Jalan menuju Kearahattaan, selanjutnya mereka memasuki tahap pencapaian Buah (Phàla samàpatti) dan pencapaian Penghentian (Nirodha Samàpatti) demi kebahagiaan dan kedamaian mereka sendiri, tidak bekerja demi kebaikan makhluk-makhluk lain. Di lain pihak, seorang Buddha Yang Mahatahu (Samma-Sambuddha) tidak akan berusaha demi dirinya sendiri saja. Bahkan sebenarnya, dalam masa pemenuhan Kesempurnaan pun ia telah bertekad, “Setelah memahami Empat Kebenaran Mulia, Aku akan membantu yang lain untuk memahaminya juga (Buddho bodheyyaÿ) dan seterusnya. Oleh karena itu, setelah menjadi Buddha, ia melaksanakan lima tugas-tugas seorang Buddha terus-menerus siang dan malam.
Karena Ia harus melaksanakan lima tugas seorang Buddha, Buddha hanya beristirahat sebentar setelah makan siang setiap hari. Pada malam hari Ia beristirahat hanya selama sepertiga dari jaga terakhir pada setiap malam. Jam-jam lainnya digunakan untuk melaksanakan lima tugasnya.
Hanya para Buddha yang memiliki semangat dalam bentuk istimewa dan kecerdasan yang tinggi (payatta), salah satu keagungan (Bhaga) seorang Buddha yang dapat melakukan tugas-tugas tersebut. Pelaksanaan tugas-tugas ini di luar lingkup Pacceka Buddha atau siswa-siswa.




Mas Marcedes, apakah seorang Arahat tidak dapat membantu orang lain mencapai pencerahan juga ( mencapai tingkat kesucian Arahat juga?)

Walaupun ajaran tersebut berasal dari Seorang Buddha, apabila ia menurunkan pelajaran yang didapatnya dari seorang Buddha hingga orang tersebut mencapai tingkat yang sama dengan dirinya, apakah perbuatannya tidak dianggap menolong mahluk lain? mencapai pembebasan?

Benar, pencapaian kesucian (menembus Empat Kebenaran Mulia) bisa dicapai dengan bantuan seorang guru. Bila seorang Arahat membimbing orang lain mencapai tingkat kesucian Arahat juga, apakah ia bukan dianggap seorang guru? Apakah hanya seorang Buddha yang dapat dianggap sebagai guru?

Pada waktu seorang Arahat setelah memahami / menembus Empat Kebenaran Mulia, kemudian mengajarkan orang lain untuk memahami /menembus Empat Kebenaran Mulia juga, apakah ia bukan menjalankan fungsi seorang guru juga? Apakah jalan hidup yang ditempuhnya tidak membantu mahluk lain mencapai pantai seberang seperti Sang Buddha?

Menurut pendapat saya bila memang para Arahat egois maka, Ia akan segera Parinibbana setelah mencapai Pencerahan, karena buat apa hidup di dunia yang terkondisi anicca, dukkha dan anatta?

 _/\_
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: ENCARTA on 22 February 2009, 10:48:59 AM
seorang sammasambuddha juga tidak bisa membantu orang lain mencapai pencerahan, bagaimana arahat bisa
mana sammasambuddhanya?
mana arahatnya?

DHAMMA VINAYA ADALAH GURU KITA  _/\_
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: marcedes on 22 February 2009, 12:10:22 PM

Mas Marcedes, apakah seorang Arahat tidak dapat membantu orang lain mencapai pencerahan juga ( mencapai tingkat kesucian Arahat juga?)
bisa
saudara Truthlover, seorang arahat bisa membantu mencapai pencerahan kepada orang lain.

Quote
Walaupun ajaran tersebut berasal dari Seorang Buddha, apabila ia menurunkan pelajaran yang didapatnya dari seorang Buddha hingga orang tersebut mencapai tingkat yang sama dengan dirinya, apakah perbuatannya tidak dianggap menolong mahluk lain? mencapai pembebasan?
tentu dianggap menolong....

Quote
Benar, pencapaian kesucian (menembus Empat Kebenaran Mulia) bisa dicapai dengan bantuan seorang guru. Bila seorang Arahat membimbing orang lain mencapai tingkat kesucian Arahat juga, apakah ia bukan dianggap seorang guru? Apakah hanya seorang Buddha yang dapat dianggap sebagai guru?
guru dalam hal ini perspektif....
ketika kita belajar tentang pelajaran bola lampu...yang menjelaskan kita di kelas tentu disebut Guru..
tetapi yang menemukan tentang bola lampu ini...adalah thomas alfa....disebut "guru besar"

sama ketika seorang Bikkhu ambil contoh "Luanta maha bowa" ketika mengajarkan dhamma, kita sebut "guru"
tetapi Buddha adalah seorang guru dari guru....
mirip postingan dari Pauk Sayadaw hanya mewarisi metode....

Quote
Pada waktu seorang Arahat setelah memahami / menembus Empat Kebenaran Mulia, kemudian mengajarkan orang lain untuk memahami /menembus Empat Kebenaran Mulia juga, apakah ia bukan menjalankan fungsi seorang guru juga? Apakah jalan hidup yang ditempuhnya tidak membantu mahluk lain mencapai pantai seberang seperti Sang Buddha?
tentu membantu....dan dia mengajarkan fungsi Guru.....tetapi sekali lagi kata "guru" disini bermakna cabang.

Quote
Menurut pendapat saya bila memang para Arahat egois maka, Ia akan segera Parinibbana setelah mencapai Pencerahan, karena buat apa hidup di dunia yang terkondisi anicca, dukkha dan anatta?
ada seorang raja bertanya kepada SangBuddha , raja sungguh terkesan dgn suasana kehidupan bikkhu disitu.

dengan mengucapkan  " Guru,saya sungguh kagum melihat pancaran ketenangan dan kebahagiaan dari para murid-muridMU,yang mana tidak pernah saya llihat sebelumnya dari wajah pertapa lain, Apakah yang menyebabkan sedemikian tenang dan bahagia?

Buddha menjawab "Mereka tidak menyesali masa lalu, Mencemaskan masa depan, Hidup dalam damai di masa kini. itulah sebabnya mereka memancarkan kedamaian dan kebahagiaan"

Nibbana bukanlah keadaan bahwa mau cepat-cepat ke "situ", semakin cepat parinibbana semakin bahagia... tidak lah demikian.

para Arahat tidak mempercepat parinibbana...hal ini mustahil...karena nibbana bukanlah suatu "pencapaian yang ada"
karena para arahat seperti menunggu buah pohon yang jatuh alami...tidaklah pohon itu di goyang-goyangkan agar buah nya cepat jatuh.

"pencapaian yang ada" disini bukanlah pencapaian yang ada sebenar-benarnya....seperti anda mencapai LEVEL 1-10 atau sbg-nya.
tetapi merujuk pada ketiadaan yang benar-benar ada.




Title: Re: Akar perpecahan
Post by: tesla on 22 February 2009, 01:09:42 PM
Quote
Menurut pendapat saya bila memang para Arahat egois maka, Ia akan segera Parinibbana setelah mencapai Pencerahan, karena buat apa hidup di dunia yang terkondisi anicca, dukkha dan anatta?

konon, ada kisahnya dalam sutta, bahwa ada 1 arahat yg mengajukan bunuh diri kepada Buddha & Buddha mendorongnya, "jangan takut mati"... maka ia bener2 jadi bunuh diri...

tapi saya sendiri belum ketemu suttanya... ada yg tahu?
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: marcedes on 22 February 2009, 11:15:18 PM
Quote
Menurut pendapat saya bila memang para Arahat egois maka, Ia akan segera Parinibbana setelah mencapai Pencerahan, karena buat apa hidup di dunia yang terkondisi anicca, dukkha dan anatta?

konon, ada kisahnya dalam sutta, bahwa ada 1 arahat yg mengajukan bunuh diri kepada Buddha & Buddha mendorongnya, "jangan takut mati"... maka ia bener2 jadi bunuh diri...

tapi saya sendiri belum ketemu suttanya... ada yg tahu?
Sotapanna saja sudah tidak merasa ketakutan ketika kematian menghampiri..
apalagi ARAHAT..... ^^

Samyutta Nikaya 55.3.27:
“Mereka yang telah memenangkan arus, tidak memiliki rasa takut ketika berhadapan dengan kematian.”

Title: Re: Akar perpecahan
Post by: tesla on 22 February 2009, 11:59:54 PM
Quote
Menurut pendapat saya bila memang para Arahat egois maka, Ia akan segera Parinibbana setelah mencapai Pencerahan, karena buat apa hidup di dunia yang terkondisi anicca, dukkha dan anatta?

konon, ada kisahnya dalam sutta, bahwa ada 1 arahat yg mengajukan bunuh diri kepada Buddha & Buddha mendorongnya, "jangan takut mati"... maka ia bener2 jadi bunuh diri...

tapi saya sendiri belum ketemu suttanya... ada yg tahu?
Sotapanna saja sudah tidak merasa ketakutan ketika kematian menghampiri..
apalagi ARAHAT..... ^^

Samyutta Nikaya 55.3.27:
“Mereka yang telah memenangkan arus, tidak memiliki rasa takut ketika berhadapan dengan kematian.”


setelah saya cari2, sutta tsb belum saya temukan dimana ada kisah Buddha mendorong orang utk bunuh diri dg mengatakan "jangan takut mati" ---> lagian ini kan belum tentu berarti suruh ayo bunuh diri :hammer:

setidaknya saya menemukan kisah2 bhikkhu bunuh diri (pakai pisau) yg tidak dicela oleh Sang Buddha. diantaranya adalah Channa, Godhali, Vakkali. bhikkhu2 itu udah mencapai tingkat kesucian & mencapai Arahat ketika pisau menggorok leher mereka. Khusus utk Channa, kesan saya membaca sutta tsb adalah Channa sudah arahat sebelum ia bunuh diri (kesan ini sangat jelas). namun kitab komentar tetap menyimpulkan bahwa Channa mencapai arahat pada saat sebelum kematian jg entah karena apa...

kisah2 di atas membuktikan Sang Buddha tidak mencela tindakan bunuh diri (:o) dan kemudian saya renungkan kembali... pandangan saya sekarang, setiap tindakan, tidak dapat langsung dinilai tercela atau tidak-tercela. padahal ini banyak diajarkan di kisah2 Zen (Koan), namun saya kurang sati shg menjudge berdasarkan apa yg tampak di permukaan :P so balik lagi, yg harus dinilai dari setiap tindakan adalah niat yg mendasarinya.

_/\_
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: Kelana on 28 February 2009, 09:16:13 AM
Khusus utk Channa, kesan saya membaca sutta tsb adalah Channa sudah arahat sebelum ia bunuh diri (kesan ini sangat jelas). namun kitab komentar tetap menyimpulkan bahwa Channa mencapai arahat pada saat sebelum kematian jg entah karena apa...

_/\_

Saya kok tidak mendapatkan kesan seperti itu ya?? Padahal sudah saya baca berulang kali, hasilnya tentang seorang bhikkhu yang bunuh diri, tidak ada arahat yang bunuh diri di sana.
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: tesla on 28 February 2009, 10:33:23 AM
Khusus utk Channa, kesan saya membaca sutta tsb adalah Channa sudah arahat sebelum ia bunuh diri (kesan ini sangat jelas). namun kitab komentar tetap menyimpulkan bahwa Channa mencapai arahat pada saat sebelum kematian jg entah karena apa...

_/\_

Saya kok tidak mendapatkan kesan seperti itu ya?? Padahal sudah saya baca berulang kali, hasilnya tentang seorang bhikkhu yang bunuh diri, tidak ada arahat yang bunuh diri di sana.

argumen saya:
~ YM Channa menggunakan kata "pisau tidak tercela"
~ ketika Buddha ditanya YM Sariputta, jawaban Buddha jg mengenai pernyataan YM Channa mengenai "pisau tidak tercela"
~ kemudian Sang Buddha mengatakan, yg kusebut tercela adalah yg meninggalkan jasmani ini & mengambil jasmani lain.
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: fabian c on 28 February 2009, 11:40:34 AM
Khusus utk Channa, kesan saya membaca sutta tsb adalah Channa sudah arahat sebelum ia bunuh diri (kesan ini sangat jelas). namun kitab komentar tetap menyimpulkan bahwa Channa mencapai arahat pada saat sebelum kematian jg entah karena apa...

_/\_

Saya kok tidak mendapatkan kesan seperti itu ya?? Padahal sudah saya baca berulang kali, hasilnya tentang seorang bhikkhu yang bunuh diri, tidak ada arahat yang bunuh diri di sana.

Saudara Kelana yang baik,

Perbuatan bunuh diri yang dilakukan Arahat kadang sulit dimengerti, apa yang dilakukan oleh Y.A. Dabba Mallaputta, Y.A. Ananda, Y.A. Channa merupakan bunuh diri bagi umat awam (puthujana). Ini tak dapat dibantah dan saya rasa tak perlu dibantah, karena memang demikianlah dalam pandangan orang yang masih menganggap bahwa kita memiliki atta.

Namun pada seorang Arahat ia merasa tak ada yang dibunuh karena tak ada pandangan mengenai atta (siapakah yang dibunuh Arahat bila ia hanya melihat bahwa diriNya hanya merupakan bentukan yang merupakan penggabungan dari kesadaran, jasmani, perasaan dsbnya?) Inilah sebabnya Sang Bhagava mengatakan Y.A.Channa tak tercela.

Mengapa demikian? pada umat awam pembunuhan diri sendiri selalu disebabkan oleh lobha, dosa atau moha, karena ia belum bersih dari lobha, dosa, moha. Maka ia akan terlahir kembali di alam-alam rendah, sedangkan bila Arahat yang bunuh diri (bunuh diri adalah kata yang tepat untuk puthujana, sedangkan untuk Ariya Puggala tidak dikatakan bunuh diri tetapi Parinibbana) rantai kelahiran kembali telah terputus, sehingga tak akan terlahir kembali (tak ada yang dibunuh, tak ada pengharapan terlahir kembali, tak ada pandangan salah disana). Inilah sebabnya mengapa yang satu dibilang blameless sedangkan yang lain dibilang blameful.

Mengenai cara Parinibbana yang dipilih, kengerian kita akan pemotongan leher merupakan suatu konsep pemikiran, padahal inti sebenarnya adalah mengakhiri kehidupan entah dengan cara apapun. Pambakaran tubuh yang dilakukan oleh Y.A. Ananda dan Y.A. Dabba Malaputta tak kalah ngerinya dengan menggorok leher. Kedua hal ini menakutkan bagi umat awam disebabkan masih memiliki kemelekatan terhadap batin dan jasmaninya. Sedangkan bagi Arahat tak ada hal apapun yang membuat mereka takut, karena telah terbebas dari kemelekatan.

Mengapa bunuh diri pada umat awam dianggap blameful? ini umumnya disebabkan bunuh diri pada umat awam disebabkan penolakan terhadap kehidupan ini (dosa) atau menganggap ada kehidupan yang jauh lebih baik di alam sana (lobha) atau tidak tahu bahwa yang dilakukannya tidak baik (moha).

semoga sharing ini menambah pengertian,

sukhi hotu

 _/\_
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: maitreya_yanto on 21 May 2009, 10:58:37 AM
meneurut menurut murid
ajaran buddha boleh pecah menjadi beberapa bagian,tapi selama kita merasa memiliki satu Guru agung "SANG BUDDHA" tak ada yang perlu diributkan.jusru dengan ada perbedaan membantu setiap orang menemukan ehi passikonya.
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: Nevada on 15 December 2009, 12:53:15 PM
Apakah akar perpecahan ini didorong pertama kali oleh Devadatta?
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: Tekkss Katsuo on 15 December 2009, 01:01:55 PM
seiring dengan perkembangan kemerosotan moral, Dhamma murni akan semakin pudar, dan tentu saja terdapat penyimpangan penyimpangan dari ajaran Murni Sang Buddha, misalnya dari segi penerjemahan, segi persepsi org yang mempraktekkan, segi kecocokan, dll, tentu perubahan dari yang murni tdk dapat dielekkan. iini semua memang bakal terjadi...
yang terpenting semua ajaran Buddha mengajarkan 4 Kesunyataan mulia, dan 8 jalan utama yg merupakan point yg paling penting untuk melenyapkan dukkha, dan mencapai nibbana

 _/\_
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: GandalfTheElder on 15 December 2009, 01:13:26 PM
Quote
Apakah akar perpecahan ini didorong pertama kali oleh Devadatta?

Tampaknya tidak ada kaitannya, karena semua sekte menganggap Devadatta sebagai pemecah belah, tidak ada yang menganggap Devadatta itu benar.

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: Nevada on 15 December 2009, 01:20:32 PM
Quote
Apakah akar perpecahan ini didorong pertama kali oleh Devadatta?

Tampaknya tidak ada kaitannya, karena semua sekte menganggap Devadatta sebagai pemecah belah, tidak ada yang menganggap Devadatta itu benar.

 _/\_
The Siddha Wanderer

Maksud saya, apakah aksi Devadatta yang memecah-belah Sangha merupakan cikal-bakal perpecahan di tubuh siswa-siswa Sang Buddha kelak?
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: GandalfTheElder on 15 December 2009, 01:26:01 PM
Quote
Maksud saya, apakah aksi Devadatta yang memecah-belah Sangha merupakan cikal-bakal perpecahan di tubuh siswa-siswa Sang Buddha kelak?

Saya rasa kok tidak juga ya.

Karena waktu itu Devadatta sengaja memecah belah dengan niat busuk.

Sedangkan sekte2 yang terpecah ini, saya kira cuman karena perbedaan pendapat.

Contohnya Arahat Purana yang nggak mau ikut Konsili I, eh ternyata diakui sebagai sesepuh aliran Mahisasaka.

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: Deva19 on 15 December 2009, 02:01:53 PM
setiap agama besar di duni ini, mesti terpecah menjadi "dua aliran". dan tidak dapat tidak. memang, sekte atau mazhab pada setiap agama lebih banyak jumlahnya dari dua, tetapi hanya ada dua kendaraan besar bagi tiap-tiap agama. sepertinya misalnya di dalam agama Budha terpecah menjadi Mahayana dan Theravada. ada juga aliran lainya, seperti Maitreya. tetapi aliran budhis ini tidak sebanding dengan kebesaran mazhab mahayana dan theravada. oleh karena itu, hanya ada dua kendaraan besar, yakni Mahayana dan Theravada.

dalam agama lain juga begitu. dalam kr****n misalnya, terbagi menjadi dua aliran besar, yakni ka****k dan protestan. dalam Islam ada sunni dan syiah.

tanya, kenapa bisa sama-sama mesti terbagi menjadi dua aliran besar?
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 15 December 2009, 02:10:58 PM
Quote
Apakah akar perpecahan ini didorong pertama kali oleh Devadatta?

Tampaknya tidak ada kaitannya, karena semua sekte menganggap Devadatta sebagai pemecah belah, tidak ada yang menganggap Devadatta itu benar.

 _/\_
The Siddha Wanderer

Maksud saya, apakah aksi Devadatta yang memecah-belah Sangha merupakan cikal-bakal perpecahan di tubuh siswa-siswa Sang Buddha kelak?

Pertimbangkan juga tentang para bhikkhu yang berselisih , sampai Buddha meninggalkan mereka masuk ke hutan ditemani gajah Parileyyaka
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 15 December 2009, 03:00:21 PM
 [at] chingik :
kasus di kosambi bukan sanghabheda, karena masing-masing pihak merasa di pihak yang benar
kasus devadatta merupakan sanghabheda, karena devadatta tahu di pihak yang salah
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 15 December 2009, 03:54:10 PM
[at] chingik :
kasus di kosambi bukan sanghabheda, karena masing-masing pihak merasa di pihak yang benar
kasus devadatta merupakan sanghabheda, karena devadatta tahu di pihak yang salah

apapun juga itu sudah memberi sinyal.
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: Nevada on 15 December 2009, 04:17:07 PM
Saya melihat di luar dari niat buruk Devadatta untuk merebut pamor dari Sang Buddha, perbuatannya memang dilandasi oleh perbedaan pandangan dari Ajaran Sang Buddha.

Misalnya mengenai makanan. Bhikkhu Devadatta tidak setuju dengan Disiplin dari Sang Buddha yang mengizinkan para bhikkhu untuk memakan daging dengan 3 syarat. Menurut Devadatta, seorang bhikkhu seharusnya tidak memakan makanan dari hewani dan menjalani kehidupan bervegetarian. Bhikkhu Devadatta memiliki beberapa perbedaan pandangan dari Sang Buddha, dan ia pun 'memisahkan diri' dari Sang Buddha. Bhikkhu-bhikkhu lain yang menyetujui pandangan Devadatta pun mengikutinya. Dan ini sudah jelas merupakan cikal-bakal terpecahnya Sangha. Di mana bisa kita pahami bahwa saat itu ada 2 pandangan yang muncul ke permukaan di dalam tubuh Sangha.

Memang bukan berarti karena ulah Devadatta maka lahirlah aliran-aliran Buddhis saat ini. Saya tidak menyatakan hal demikian, jadi harap teman-teman tidak menyimpulkan persepsi negatif terhadap komentar saya.

--------------------------

[at] GandalfTheElder, chingik atau teman-teman Mahayanis yang lain...

Saya ingin bertanya kepada siapapun Anda yang bisa memberikan saya jawaban... Sebelumnya, saya tidak bermaksud menyindir atau melakukan pertanyaan kurang ajar. _/\_

Dalam Tipitaka Pali (Theravada), dikisahkan bahwa Sang Buddha dan para bhikkhu masih memakan daging asal dengan tiga syarat. Lalu Bhikkhu Devadatta memprotes dan meminta Sang Buddha mewajibkan para bhikkhu untuk bervegetarian. Sang Buddha menolak tuntutan ini dan memberi kebebasan kepada para bhikkhu untuk tetap memakan daging sesuai dengan 3 syarat, atau memakan makanan hasil olahan nabati saja.

Pertanyaan saya adalah:
- Apakah kisah ini juga ada di Tripitaka Sanskrit (Mahayana)?
- Jika ada, bisa sertakan Sutra lengkap atau link-nya?
- Jika tidak ada, bagaimana komentar Mahayanis terhadap kisah ini?
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 15 December 2009, 05:59:11 PM
Saya melihat di luar dari niat buruk Devadatta untuk merebut pamor dari Sang Buddha, perbuatannya memang dilandasi oleh perbedaan pandangan dari Ajaran Sang Buddha.

Misalnya mengenai makanan. Bhikkhu Devadatta tidak setuju dengan Disiplin dari Sang Buddha yang mengizinkan para bhikkhu untuk memakan daging dengan 3 syarat. Menurut Devadatta, seorang bhikkhu seharusnya tidak memakan makanan dari hewani dan menjalani kehidupan bervegetarian. Bhikkhu Devadatta memiliki beberapa perbedaan pandangan dari Sang Buddha, dan ia pun 'memisahkan diri' dari Sang Buddha. Bhikkhu-bhikkhu lain yang menyetujui pandangan Devadatta pun mengikutinya. Dan ini sudah jelas merupakan cikal-bakal terpecahnya Sangha. Di mana bisa kita pahami bahwa saat itu ada 2 pandangan yang muncul ke permukaan di dalam tubuh Sangha.

Memang bukan berarti karena ulah Devadatta maka lahirlah aliran-aliran Buddhis saat ini. Saya tidak menyatakan hal demikian, jadi harap teman-teman tidak menyimpulkan persepsi negatif terhadap komentar saya.

--------------------------

[at] GandalfTheElder, chingik atau teman-teman Mahayanis yang lain...

Saya ingin bertanya kepada siapapun Anda yang bisa memberikan saya jawaban... Sebelumnya, saya tidak bermaksud menyindir atau melakukan pertanyaan kurang ajar. _/\_

Dalam Tipitaka Pali (Theravada), dikisahkan bahwa Sang Buddha dan para bhikkhu masih memakan daging asal dengan tiga syarat. Lalu Bhikkhu Devadatta memprotes dan meminta Sang Buddha mewajibkan para bhikkhu untuk bervegetarian. Sang Buddha menolak tuntutan ini dan memberi kebebasan kepada para bhikkhu untuk tetap memakan daging sesuai dengan 3 syarat, atau memakan makanan hasil olahan nabati saja.

Pertanyaan saya adalah:
- Apakah kisah ini juga ada di Tripitaka Sanskrit (Mahayana)?
- Jika ada, bisa sertakan Sutra lengkap atau link-nya?
- Jika tidak ada, bagaimana komentar Mahayanis terhadap kisah ini?

-Kisah ini tidak terdapat dalam Sutra Mahayana. Walaupun demikian, kisah ini tidak diabaikan oleh Mahayana.
Dengan kata lain, ajaran Buddha yang menyangkut dalam Nikaya2 itu merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kelanjutan menjalani prinsip2 Mahayana .
Mengenai kasus Devadatta, sebenarnya ini sudah cukup clear. Setelah Devadatta terjatuh ke alam neraka, Sariputta membawa pulang para pengikut Devadatta dan memberi wejangan dhamma hingga mereka menjadi "come back" lagi. Saya tidak begitu ingat tepatnya dalam Sutta apa, silahkan dicari, kalo salah mohon koreksi juga.
Devadatta menetapkan aturan vegetarian, lalu menghubung2kannya dengan vegetarianisme dalam Mahayana tentu adalah kesimpulan yang terlalu dipaksakan. Justru tidak ada kaitannya sama sekali. Prinsip pantang daging dalam Mahayana sudah sangat jelas kaitannya dengan persoalan ASPIRASI. Aspirasi apa? Jalan Bodhisatva.
Jalan Bodhisatva ditempuh dengan tujuan Membebaskan semua makhluk hidup. Jalan ini menekankan aspek welas asih kepada semua makhluk hidup dengan melihat semua makhluk hidup sebagai "ibu dan ayah". Atas dasar prinsip ini maka tidak heran aturan pantang daging menjadi penting kedudukannya dlm menjalani aspirasi ini. Karena daging apapun yg walaupun bukan dari hasil pembunuhan kita sendiri tidak akan tega kita makan dgn asumsi "ia" pernah menjadi ayah ibu kita di kehidupan lampau.
Bagi Theravada , menganggap tidak relevan masalah daging dgn jalan kesucian, ini wajar , karena fokus pelatihannya hanya tertuju pada pencapaian kearahatan. Dia tidak perlu merasa "salah" atau "tidak enak hati" ketika menyantap daging, karena tidak ada kaitan dengan tujuannya.

Atas dasar ini, maka Mahayana menerima konsep pantang daging sebagai ajaran yg masuk akal dan sesuai dgn aspirasi jalan bodhisatva, kemudian tidak menentang aturan 3 syarat bila itu hanya ditujukan bagi mereka yg hanya ingin mencapai kearahatan.
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: GandalfTheElder on 15 December 2009, 07:06:29 PM
Ya, memang kisah Devadatta itu memang tidak ada dalam Sutra Mahayana, tapi ada dalam Sutra-sutra Sanskrit dari sekte Buddhis yang lebih awal [mis: Sarvastivada, dll].

Namun ada ksiah yang tidak daad alm Kanon Pali. Dalam komentarnya dalam Shurangama Sutra, Master Hsuan Hua menceritakan:
"Maka Sang Buddha mengajarkan para siswa-Nya untuk memakan makanan vegetarian, dan apa yang engkau sangka Devadatta lakukan, dengan pengetahuan dan pandangannya yang menyimpang? Devadatta berpikir, 'Huh! Engkau mengajarkan pengikutmu untuk bervegetarian, bukan? Aku mengajarkan para pengikutku untuk tidak makan garam. Mereka bahkan tidak memakan garam.' Praktek ini juga eksis di Taoisme dan dianggap lebih hebat dari vegetarian murni. Sebenarnya hal itu tidak sejalan dengan Jalan Tengah. Tapi itulah yang dilakukan Devadatta.... Devadatta mengajarkan pengikutnya untuk berpuasa 100 hari, 'Engkau [Buddha] memakan makanan vegetarian? Aku bahkan tidak makan garam. Aku selalu lebih tinggi sedikit dari-Mu.' Ia terus menerus ingin berkompetisi dengan Buddha."

Bahkan Devadatta dikatakan sampai melarang minum susu segala, karena Sang Buddha dalam Sutra-sutra Mahayana masih mengizinkan minum susu. Jadi tentu motivasi Devadatta mengajukan peraturan vegetarian adalah tidak mau kalah dengan Sang Buddha, dan ketika Sang Buddha menetapkan aturan vegetarian, Devadatta tidak mau kalah lagi dengan menetapkan peraturabn tidak boleh makan garam.

Kisah Devbadatta ini juga diketahui oleh Yogi Buddhis Shabkar dari aliran Nyingma/Gelug yang sangat menganjurkan vegetarian:
“Seseorang bisa saja bertanya mengapa Gunaprabha dalam Vinaya Sutra dan mengapa hal tersebut diulang dalam komentar agung Vinaya sutra, bahwa jika para Shravaka meninggalkan daging yang murni dalam tiga cara dan yang dapat dimakan, maka mereka berkelakuan seperti Devadatta. Kita menjawab pertanyaan ini dengan menekankan bahwa Devadatta terus menerus iri hati terhadap Sang Buddha…. Ia membuat peraturan yang tampak lebih welas asih daripada peraturan yang dibuat oleh Sang Buddha. Dengan cara yang sama, apabila kita ingin dihormati dan iri terhadap yang lain, berusaha untuk tampil lebih baik daripada mereka, tentu kita bertindak seperti Devadatta. Namun adalah cukup keliru untuk membandingkan Devadatta dengan mereka yang tidak makan daging dan seterusnya disebabkan karena welas asih yang tulus, yang tidak berharap untuk menyakiti hewan secara langsung maupun tak langsung. Orang-orang seperti itu bagaikan Sang Buddha sendiri.” (Food for Bodhisattvas)

“Ia (Devadatta) berusaha mempermalukan Sang Bhagava, berkata bahwa Ia (Buddha) memakan daging, sedangkan ia (Devadatta) tidak. Faktanya, Devadatta memakan daging secara sembunyi-sembunyi, meskipun di depan yang lain ia bahkan menolak daging yang murni dalam tiga cara.” (Food for Bodhisattvas)

Jadi perbedaan antara Devadatta dengan Buddha Sakyamuni dalam menetapkan aturan vegetarian adalah MOTIVASINYA.

Sutra-sutra Mahayana seperti Mahaparinirvana Sutra, Shurangama Sutra dan Lankavatara Sutra semuanya mengakui bahwa Sang Buddha pernah memebrikan aturan 3 daging murni, namun kemudian Sang Buddha menganjurkan praktik vegetarian sebagai perkembangan dari aturan tersebut. YA Bhavaviveka, bhiksu Mahayana Madhyamika yang terkemuka, juga sangat mendukung aturan 3 daging murni.

 _/\_
The Siddha Wanderer

Title: Re: Akar perpecahan
Post by: Nevada on 15 December 2009, 10:19:54 PM
Ya, memang kisah Devadatta itu memang tidak ada dalam Sutra Mahayana, tapi ada dalam Sutra-sutra Sanskrit dari sekte Buddhis yang lebih awal [mis: Sarvastivada, dll].

Namun ada ksiah yang tidak daad alm Kanon Pali. Dalam komentarnya dalam Shurangama Sutra, Master Hsuan Hua menceritakan:
"Maka Sang Buddha mengajarkan para siswa-Nya untuk memakan makanan vegetarian, dan apa yang engkau sangka Devadatta lakukan, dengan pengetahuan dan pandangannya yang menyimpang? Devadatta berpikir, 'Huh! Engkau mengajarkan pengikutmu untuk bervegetarian, bukan? Aku mengajarkan para pengikutku untuk tidak makan garam. Mereka bahkan tidak memakan garam.' Praktek ini juga eksis di Taoisme dan dianggap lebih hebat dari vegetarian murni. Sebenarnya hal itu tidak sejalan dengan Jalan Tengah. Tapi itulah yang dilakukan Devadatta.... Devadatta mengajarkan pengikutnya untuk berpuasa 100 hari, 'Engkau [Buddha] memakan makanan vegetarian? Aku bahkan tidak makan garam. Aku selalu lebih tinggi sedikit dari-Mu.' Ia terus menerus ingin berkompetisi dengan Buddha."

Bahkan Devadatta dikatakan sampai melarang minum susu segala, karena Sang Buddha dalam Sutra-sutra Mahayana masih mengizinkan minum susu. Jadi tentu motivasi Devadatta mengajukan peraturan vegetarian adalah tidak mau kalah dengan Sang Buddha, dan ketika Sang Buddha menetapkan aturan vegetarian, Devadatta tidak mau kalah lagi dengan menetapkan peraturabn tidak boleh makan garam.

Kisah Devbadatta ini juga diketahui oleh Yogi Buddhis Shabkar dari aliran Nyingma/Gelug yang sangat menganjurkan vegetarian:
“Seseorang bisa saja bertanya mengapa Gunaprabha dalam Vinaya Sutra dan mengapa hal tersebut diulang dalam komentar agung Vinaya sutra, bahwa jika para Shravaka meninggalkan daging yang murni dalam tiga cara dan yang dapat dimakan, maka mereka berkelakuan seperti Devadatta. Kita menjawab pertanyaan ini dengan menekankan bahwa Devadatta terus menerus iri hati terhadap Sang Buddha…. Ia membuat peraturan yang tampak lebih welas asih daripada peraturan yang dibuat oleh Sang Buddha. Dengan cara yang sama, apabila kita ingin dihormati dan iri terhadap yang lain, berusaha untuk tampil lebih baik daripada mereka, tentu kita bertindak seperti Devadatta. Namun adalah cukup keliru untuk membandingkan Devadatta dengan mereka yang tidak makan daging dan seterusnya disebabkan karena welas asih yang tulus, yang tidak berharap untuk menyakiti hewan secara langsung maupun tak langsung. Orang-orang seperti itu bagaikan Sang Buddha sendiri.” (Food for Bodhisattvas)

“Ia (Devadatta) berusaha mempermalukan Sang Bhagava, berkata bahwa Ia (Buddha) memakan daging, sedangkan ia (Devadatta) tidak. Faktanya, Devadatta memakan daging secara sembunyi-sembunyi, meskipun di depan yang lain ia bahkan menolak daging yang murni dalam tiga cara.” (Food for Bodhisattvas)

Jadi perbedaan antara Devadatta dengan Buddha Sakyamuni dalam menetapkan aturan vegetarian adalah MOTIVASINYA.

Sutra-sutra Mahayana seperti Mahaparinirvana Sutra, Shurangama Sutra dan Lankavatara Sutra semuanya mengakui bahwa Sang Buddha pernah memebrikan aturan 3 daging murni, namun kemudian Sang Buddha menganjurkan praktik vegetarian sebagai perkembangan dari aturan tersebut. YA Bhavaviveka, bhiksu Mahayana Madhyamika yang terkemuka, juga sangat mendukung aturan 3 daging murni.

 _/\_
The Siddha Wanderer

Bisakah Anda memberikan referensi / link salah satu Sutra-sutra Sankrit dari Buddhis awal seperti Sarvastivada itu di sini?

Ya, betul. Sebagian besar Sutra di Kanon Sanskrit tidak ada di Kanon Pali. Apalagi kitab komentar Sanskritnya.

Hmm.. Karena ini masih Board Mahayana, saya ingin bertanya. Jadi jika seseorang mengambil Jalan Bodhisattva, apakah aspirasi ini sebaiknya dipraktikkan juga dalam wujud tidak mengonsumsi susu dan bawang-bawangan?

Petikan "Food for Bodhisattvas" yang Anda sertakan itu diambil dari referensi mana yah?

Iya. Saya sudah paham sejak awal bahwa ada perbedaan jauh dalam motivasi bervegetarian antara Jalan Bodhisattva dengan tuntutan Devadatta.

Jadi menurut Mahayana, apakah kisah yang tercantum di dalam Vinaya Kanon Pali ini akurat atau tidak? Jika iya, maka ada yang aneh bila Sang Buddha tidak menegur Devadatta sehubungan dengan aspirasi Bodhisatta di dalam Kanon Pali. Jika tidak, maka kisah Devadatta versi Mahayana pastilah berbeda dengan kisah Devadatta di Theravada.

Jika memang kisah Devadatta ini pernah terjadi, maka ini adalah peristiwa yang penting dalam sejarah perkembangan Buddhisme. Ada hal yang aneh apabila peristiwa penting yang mengguncang keharmonisan tubuh Sangha (seperti yang dikatakan Bro chingik) ini justru tidak tercantum dalam Tripitaka - Kanon Sanskrit. Apalagi jika memang tidak terdapat di Tripitaka, maka Tripitaka sangat sulit untuk dijadikan referensi otentik sejarah Buddhisme. Karena profil salah satu orang penting, yakni Devadatta, dalam perjalanan Buddhadhamma saja tidak tercantum. Dan saya pikir, masih banyak biografi para figur penting di zaman Sang Buddha dulu yang tidak tercantum jelas di Tripitaka. Lantas kalau memang begini, saya pikir memang ada motivasi yang berbeda antara penulis Tipitaka (Pali) dengan Tripitaka (Sanskrit)...
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: Nevada on 15 December 2009, 10:20:06 PM
-Kisah ini tidak terdapat dalam Sutra Mahayana. Walaupun demikian, kisah ini tidak diabaikan oleh Mahayana.
Dengan kata lain, ajaran Buddha yang menyangkut dalam Nikaya2 itu merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kelanjutan menjalani prinsip2 Mahayana .
Mengenai kasus Devadatta, sebenarnya ini sudah cukup clear. Setelah Devadatta terjatuh ke alam neraka, Sariputta membawa pulang para pengikut Devadatta dan memberi wejangan dhamma hingga mereka menjadi "come back" lagi. Saya tidak begitu ingat tepatnya dalam Sutta apa, silahkan dicari, kalo salah mohon koreksi juga.
Devadatta menetapkan aturan vegetarian, lalu menghubung2kannya dengan vegetarianisme dalam Mahayana tentu adalah kesimpulan yang terlalu dipaksakan. Justru tidak ada kaitannya sama sekali. Prinsip pantang daging dalam Mahayana sudah sangat jelas kaitannya dengan persoalan ASPIRASI. Aspirasi apa? Jalan Bodhisatva.
Jalan Bodhisatva ditempuh dengan tujuan Membebaskan semua makhluk hidup. Jalan ini menekankan aspek welas asih kepada semua makhluk hidup dengan melihat semua makhluk hidup sebagai "ibu dan ayah". Atas dasar prinsip ini maka tidak heran aturan pantang daging menjadi penting kedudukannya dlm menjalani aspirasi ini. Karena daging apapun yg walaupun bukan dari hasil pembunuhan kita sendiri tidak akan tega kita makan dgn asumsi "ia" pernah menjadi ayah ibu kita di kehidupan lampau.
Bagi Theravada , menganggap tidak relevan masalah daging dgn jalan kesucian, ini wajar , karena fokus pelatihannya hanya tertuju pada pencapaian kearahatan. Dia tidak perlu merasa "salah" atau "tidak enak hati" ketika menyantap daging, karena tidak ada kaitan dengan tujuannya.

Atas dasar ini, maka Mahayana menerima konsep pantang daging sebagai ajaran yg masuk akal dan sesuai dgn aspirasi jalan bodhisatva, kemudian tidak menentang aturan 3 syarat bila itu hanya ditujukan bagi mereka yg hanya ingin mencapai kearahatan.

For youth info, kisah Devadatta yang melontarkan tuntutan-tuntutan kepada Sang Buddha ini terdapat dalam Vinaya di Tipitaka (Pali), bukan di Sutta.

Kronologis yang benar adalah "Sariputta menyadarkan kembali hampir semua bhikkhu yang mengikuti Devadatta untuk kembali ke Sang Buddha". Tapi yang menjadi poin peninjauan saya, mungkin saja "radiasi" Devadatta menyebar ke dalam tubuh Sangha secara kasat mata. Apalagi dalam Mahaparinibbana Sutta, Bhikkhu Subbhada terlihat sebagai seorang bhikkhu yang berpotensi untuk mengakibatkan perbedaan visi-misi dan perpecahan di dalam Sangha.

Saya tidak menghubung-hubungkan tuntutan vegetarian dari Devadatta dengan aspirasi Bodhisattva di Mahayana. Harap jangan salah paham. Coba Anda cermati lagi postingan saya sebelumnya. Jika Anda berspekulasi seperti ini, maka ini menunjukkan betapa sensitifnya Anda; seolah Anda merasa didiskreditkan oleh saya. :)

Mengenai aspirasi Bodhisattva saya tidak ingin membahasnya di sini. Saya sudah tahu alasan aspirasi ini. Dan dalam konteks ini tidak ada kaitannya dengan tuntutan Devadatta.

Bagi umat Theravadin, fokus utamanya adalah mengakhiri dukkha. Karena dukkha bisa diakhiri dengan mencabut sebabnya, dan jalan untuk mencabut sebab dukkha ini dibabarkan oleh Sang Buddha, maka umat Theravadin sebagian besar mengambil jalan Savaka Buddha. Tetapi ada beberapa umat Theravadin yang mengambil jalan Sammasambodhi, misalnya Bhikkhu Narada. Dalam Tipitaka (Pali) terdapat Buddhavamsa, yakni Riwayat Agung Sang Buddha. Salah satu poin yang ingin disampaikan dalam kitab ini adalah kemuliaan seorang Sammasambodhi dalam merealisasi cita-cita menjadi Sammasambuddha. Karena itu, dalam Theravada sendiri pun terdapat pesan dan amanat untuk mengambil jalan Sammasambodhi. Tetapi tidak banyak yang mengambil jalan ini. Berbeda dengan Mahayana yang kesemuanya mengambil jalan Samyaksambodhi, dan bila ada umat Mahayanis yang mengambil jalan Savaka atau Pacceka; maka ia dianggap sebagai hina. Salah satu nilai positif lain dari Theravada; Anda bisa mengambil jalan Sammasambodhi sesuai versi Theravada yang universal. Karena itu, aspirasi Bodhisattva untuk tidak memakan daging sebenarnya hanyalah wacana yang dilontarkan dari kelompok Mahayana untuk memarginalkan Hinayana.

Tapi sudahlah, saya sedang tidak ingin mengadakan diskusi kritis mengena Mahayana...
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 15 December 2009, 11:31:55 PM
Quote
For youth info, kisah Devadatta yang melontarkan tuntutan-tuntutan kepada Sang Buddha ini terdapat dalam Vinaya di Tipitaka (Pali), bukan di Sutta.

Kronologis yang benar adalah "Sariputta menyadarkan kembali hampir semua bhikkhu yang mengikuti Devadatta untuk kembali ke Sang Buddha". Tapi yang menjadi poin peninjauan saya, mungkin saja "radiasi" Devadatta menyebar ke dalam tubuh Sangha secara kasat mata. Apalagi dalam Mahaparinibbana Sutta , Bhikkhu Subbhada terlihat sebagai seorang bhikkhu yang berpotensi untuk mengakibatkan perbedaan visi-misi dan perpecahan di dalam Sangha.

Saya tidak menghubung-hubungkan tuntutan vegetarian dari Devadatta dengan aspirasi Bodhisattva di Mahayana. Harap jangan salah paham. Coba Anda cermati lagi postingan saya sebelumnya. Jika Anda berspekulasi seperti ini, maka ini menunjukkan betapa sensitifnya Anda; seolah Anda merasa didiskreditkan oleh saya.

Mengenai aspirasi Bodhisattva saya tidak ingin membahasnya di sini. Saya sudah tahu alasan aspirasi ini. Dan dalam konteks ini tidak ada kaitannya dengan tuntutan Devadatta.

Bagi umat Theravadin, fokus utamanya adalah mengakhiri dukkha. Karena dukkha bisa diakhiri dengan mencabut sebabnya, dan jalan untuk mencabut sebab dukkha ini dibabarkan oleh Sang Buddha, maka umat Theravadin sebagian besar mengambil jalan Savaka Buddha. Tetapi ada beberapa umat Theravadin yang mengambil jalan Sammasambodhi, misalnya Bhikkhu Narada. Dalam Tipitaka (Pali) terdapat Buddhavamsa, yakni Riwayat Agung Sang Buddha. Salah satu poin yang ingin disampaikan dalam kitab ini adalah kemuliaan seorang Sammasambodhi dalam merealisasi cita-cita menjadi Sammasambuddha. Karena itu, dalam Theravada sendiri pun terdapat pesan dan amanat untuk mengambil jalan Sammasambodhi. Tetapi tidak banyak yang mengambil jalan ini. Berbeda dengan Mahayana yang kesemuanya mengambil jalan Samyaksambodhi, dan bila ada umat Mahayanis yang mengambil jalan Savaka atau Pacceka; maka ia dianggap sebagai hina. Salah satu nilai positif lain dari Theravada; Anda bisa mengambil jalan Sammasambodhi sesuai versi Theravada yang universal. Karena itu, aspirasi Bodhisattva untuk tidak memakan daging sebenarnya hanyalah wacana yang dilontarkan dari kelompok Mahayana untuk memarginalkan Hinayana.

Tapi sudahlah, saya sedang tidak ingin mengadakan diskusi kritis mengena Mahayana...

Tidak menhubung2kan tuntutan vege dari Devadatta dengan aspirasi Bodhisatva, lalu apa poin yg ingin anda sampaikan dgn pertanyaan itu?
Saya sama sekali tidak berpikiran ttg diskredit dari bro. hehe..
Dalam Mahayana, Mahayanis yg mengambil jalan Savaka tidak dianggap hina , silahkan lihat sendiri setiap awal Sutra Mahayana selalu memuji para siswa savaka yang telah mencapai kearahatan. Yang memberi nilai kurang pada beberapa siswa savaka adalah saat mereka tidak mau mengambil jalan bodhisatva, karena mereka menganggap tidak ada yg perlu mereka lakukan lagi toh sudah mengakhiri dukkha. Dalam hal ini, wajar saja dari perspektif keseluruhan tahapan pelatihan dharma (menurut konteks Mahayana) akan melihat orang yg menampikkan jalur yg lebih tinggi sebagai yg rendah. Sama seperti orang yang hidup brahmachariya akan melihat para perumah tangga sebagai pola hidup yg "kotor" , ini cara pandang yg alami. Sama seperti orang yg menempuh jalan ARahat akan melihat orang yg mencari pemuasan nafsu indera sebagai jalan yg tidak semulia mereka. Atau sama juga saat orang yang hidup dalam dhamma akan melihat orang yg hidup adhamma sebagai yg berada diposisi rendah.     


Tidak ada salah dgn memarginalkan hinayana apabila memang jalan hinayana itu tidak pantas ditempuh. Jangan lupa hinayana yg dimaksud bukan Theravada. Karena anda sendiri sudah tahu Theravada mengajarkan jalan bodhisatva juga dlm Buddhavamsa .
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: Nevada on 16 December 2009, 12:49:36 AM
Tidak menhubung2kan tuntutan vege dari Devadatta dengan aspirasi Bodhisatva, lalu apa poin yg ingin anda sampaikan dgn pertanyaan itu?
Saya sama sekali tidak berpikiran ttg diskredit dari bro. hehe..
Dalam Mahayana, Mahayanis yg mengambil jalan Savaka tidak dianggap hina , silahkan lihat sendiri setiap awal Sutra Mahayana selalu memuji para siswa savaka yang telah mencapai kearahatan. Yang memberi nilai kurang pada beberapa siswa savaka adalah saat mereka tidak mau mengambil jalan bodhisatva, karena mereka menganggap tidak ada yg perlu mereka lakukan lagi toh sudah mengakhiri dukkha. Dalam hal ini, wajar saja dari perspektif keseluruhan tahapan pelatihan dharma (menurut konteks Mahayana) akan melihat orang yg menampikkan jalur yg lebih tinggi sebagai yg rendah. Sama seperti orang yang hidup brahmachariya akan melihat para perumah tangga sebagai pola hidup yg "kotor" , ini cara pandang yg alami. Sama seperti orang yg menempuh jalan ARahat akan melihat orang yg mencari pemuasan nafsu indera sebagai jalan yg tidak semulia mereka. Atau sama juga saat orang yang hidup dalam dhamma akan melihat orang yg hidup adhamma sebagai yg berada diposisi rendah.     


Tidak ada salah dgn memarginalkan hinayana apabila memang jalan hinayana itu tidak pantas ditempuh. Jangan lupa hinayana yg dimaksud bukan Theravada. Karena anda sendiri sudah tahu Theravada mengajarkan jalan bodhisatva juga dlm Buddhavamsa .


Poin yang saya tanyakan itu adalah: "Bagaimana menurut teman-teman, apakah aksi Devadatta yang memecah-belah Sangha itu membawa dampak hingga pengkristalan aliran Mahayana dan aliran Theravada?"

Jika "iya", maka apa alasannya; jika "tidak", maka apa alasannya.
Hanya sesederhana itu.

Saya jadi gak enak neh Bro chingik jadi berpikiran ke arah sana... :)
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 16 December 2009, 02:30:39 AM
Tidak menhubung2kan tuntutan vege dari Devadatta dengan aspirasi Bodhisatva, lalu apa poin yg ingin anda sampaikan dgn pertanyaan itu?
Saya sama sekali tidak berpikiran ttg diskredit dari bro. hehe..
Dalam Mahayana, Mahayanis yg mengambil jalan Savaka tidak dianggap hina , silahkan lihat sendiri setiap awal Sutra Mahayana selalu memuji para siswa savaka yang telah mencapai kearahatan. Yang memberi nilai kurang pada beberapa siswa savaka adalah saat mereka tidak mau mengambil jalan bodhisatva, karena mereka menganggap tidak ada yg perlu mereka lakukan lagi toh sudah mengakhiri dukkha. Dalam hal ini, wajar saja dari perspektif keseluruhan tahapan pelatihan dharma (menurut konteks Mahayana) akan melihat orang yg menampikkan jalur yg lebih tinggi sebagai yg rendah. Sama seperti orang yang hidup brahmachariya akan melihat para perumah tangga sebagai pola hidup yg "kotor" , ini cara pandang yg alami. Sama seperti orang yg menempuh jalan ARahat akan melihat orang yg mencari pemuasan nafsu indera sebagai jalan yg tidak semulia mereka. Atau sama juga saat orang yang hidup dalam dhamma akan melihat orang yg hidup adhamma sebagai yg berada diposisi rendah.    


Tidak ada salah dgn memarginalkan hinayana apabila memang jalan hinayana itu tidak pantas ditempuh. Jangan lupa hinayana yg dimaksud bukan Theravada. Karena anda sendiri sudah tahu Theravada mengajarkan jalan bodhisatva juga dlm Buddhavamsa .


Poin yang saya tanyakan itu adalah: "Bagaimana menurut teman-teman, apakah aksi Devadatta yang memecah-belah Sangha itu membawa dampak hingga pengkristalan aliran Mahayana dan aliran Theravada?"

Jika "iya", maka apa alasannya; jika "tidak", maka apa alasannya.
Hanya sesederhana itu.

Saya jadi gak enak neh Bro chingik jadi berpikiran ke arah sana... :)

Oh tentu saja tidak. Pertama-tama harus dikaji secara cermat dulu bahwa Mahayana dan Theravada tidak dalam posisi "saling berhadapan". Bahkan kita harus mengakui bahwa justru yg saling berhadapan itu adalah perpecahan dalam tubuh sebelum Theravada sendiri menjadi beberapa sekte, dan perpecahan dalam tubuh sblm adanya Mahayana sendiri yg juga menjadi beberapa sekte. Jika melihat fenomena ini, maka kasus Devadatta menjadi tidak relevan lagi.
Saya sendiri menilai bahwa Mahayana bukanlah semata-mata dari perkembangan Mahasanghika. Mahayana muncul sbg gerakan reformis utk merekonsiliasi semua aliran sekte. Ini terlihat jelas dalam sistem pembelajaran kaum Mahayanis, semua kitab aliran dari berbagai sekte dihimpun dan dipelajari.  
Bukti nyata adalah kumpulan Tripitaka Tiongkok. Sutra dan vinaya dihimpun dari sekte Dharmaguptaka, Sarvastivada, Mahasanghika, Kasyapiya, dan Theravada.

Dalam Mahayana ada lebih dari 30 Sutra yg menyangkut pantang daging. Tokoh yg cukup menonjol mewakili pola hidup pantang daging adalah Maitreya. Menurut mahayana, Maitreya telah pernah bertekad menghindari makanan daging sejak berkalpa-kalpa lalu ketika mengumpulkan parami nya. Kemudian disebutkan Maitreya setelah menjadi Buddha akan menetapkan disiplin pantang makan daging secara langsung tanpa melalui tahapan seperti yg dilakukan Buddha Sakyamuni. Banyak Sutra2 yg menyinggung pantang daging dari berbagai sudut pandang yg menggambarkan karakteristik Mahayana, tidak terlihat seperti dibuat-buat , karena memang sangat selaras dgn aspirasi yg telah sy jelaskan sebelumnya, apalagi dikaitkan dgn kasus Devadatta, ini menjadi sangat absurd. Jika demikian, bhikkhu yg tinggal dibawah pohon apakah lalu dianggap mengikuti Devadatta juga, kan terlalu dipaksakan. 
 
 

Title: Re: Akar perpecahan
Post by: GandalfTheElder on 16 December 2009, 07:45:33 AM
Quote
Bisakah Anda memberikan referensi / link salah satu Sutra-sutra Sankrit dari Buddhis awal seperti Sarvastivada itu di sini?

Ya, betul. Sebagian besar Sutra di Kanon Sanskrit tidak ada di Kanon Pali. Apalagi kitab komentar Sanskritnya.

1] Sramana Gautama menggunakan keju dan susu, maka kita tidak akan menggunakannya, karena melakukannya akan menyakiti para sapi, 2] Sramana Gautama menggunakan daging-dagingan, tapi kita tidak akan memakannya, karena jika dilakukan, para makhluk hidup akan mati terbunuh, 3] Sramana Gautama menggunakan garam, tetapi kita tidak akan menggunakannya karena diproduksi dari air asin, 4] Sramana Gautama menggunakan jubah dengan rumbai terpotong, namun kita akan memakai jubah dengan rumbai panjang, karena dengan tindakannya kinerja dari sang penjahit dihancurkan 5] Sramana Gautama hidup di alam liar, tetapi kita akan tinggal di desa-desa, karena tindakannya seseorang tidak dapat berdana (Mulasarvastivada Vinaya [dul-ba] 289a-b)

The Sarvāstivāda Vinaya describes Devadatta causing schism by stating his ‘5 points’ (a monk should wear discarded robes, live on alms, eat one meal only, live outside, and not eat fish or meat)
(Sects and Sectarianism - Bhante Sujato)

Dan sebenarnya Mahayana juga menyebutkan bahwa ada usaha memecah belah dari Devadatta:

"Atau pelanggaran Devadatta yang berusaha memecah belah Sangha" (Saddharmapundarika Sutra bab Dharani)

Quote
Hmm.. Karena ini masih Board Mahayana, saya ingin bertanya. Jadi jika seseorang mengambil Jalan Bodhisattva, apakah aspirasi ini sebaiknya dipraktikkan juga dalam wujud tidak mengonsumsi susu dan bawang-bawangan?

Dalam Lankavatara Sutra dan Mahaparinirvana Sutra, susu, ghee dianggap makanan dan minuman yang masih pantas bagi jalan Bodhisattva dan diperbolehkan, bahkan dianjurkan.

Bawang-bawangan dilarang dalam semua Sutra Mahayana, namun seperti yang Ven. Chin Kung bilang kalau cuma mengonsumsi sedikit untuk masakan ya tidak apa-apa.

Quote
Petikan "Food for Bodhisattvas" yang Anda sertakan itu diambil dari referensi mana yah?

Itu adalah karya Shabkar Yogi sendiri yang sudah ada terjemahan Inggrisnya.

Quote
Iya. Saya sudah paham sejak awal bahwa ada perbedaan jauh dalam motivasi bervegetarian antara Jalan Bodhisattva dengan tuntutan Devadatta.

Ok.  :)

Quote
Jadi menurut Mahayana, apakah kisah yang tercantum di dalam Vinaya Kanon Pali ini akurat atau tidak? Jika iya, maka ada yang aneh bila Sang Buddha tidak menegur Devadatta sehubungan dengan aspirasi Bodhisatta di dalam Kanon Pali. Jika tidak, maka kisah Devadatta versi Mahayana pastilah berbeda dengan kisah Devadatta di Theravada.

Perbedaan pasti ada, tatapi tetap saja Mahayana mengakui bahwa Devadatta berusaha memecah belah Sangha dengan 5 peraturannya.

Quote
Jika memang kisah Devadatta ini pernah terjadi, maka ini adalah peristiwa yang penting dalam sejarah perkembangan Buddhisme. Ada hal yang aneh apabila peristiwa penting yang mengguncang keharmonisan tubuh Sangha (seperti yang dikatakan Bro chingik) ini justru tidak tercantum dalam Tripitaka - Kanon Sanskrit. Apalagi jika memang tidak terdapat di Tripitaka, maka Tripitaka sangat sulit untuk dijadikan referensi otentik sejarah Buddhisme. Karena profil salah satu orang penting, yakni Devadatta, dalam perjalanan Buddhadhamma saja tidak tercantum. Dan saya pikir, masih banyak biografi para figur penting di zaman Sang Buddha dulu yang tidak tercantum jelas di Tripitaka. Lantas kalau memang begini, saya pikir memang ada motivasi yang berbeda antara penulis Tipitaka (Pali) dengan Tripitaka (Sanskrit)...

Ada yang aneh dalam pemahaman anda. Apakah kisah yang ada di Vinaya harus ada di Sutta dan kisah di Sutta harus ada di Vinaya? Apakah kisah Ittivuttaka harus ada juga di kitab Udana? Apakah kisah dalam Jataka harus ada di kitab Tantra?

Demikian juga apa yang ditulis di Sutra Sanskrit Shravakayana tidak pasti selalu ada di Sutra Sanskrit Mahayana. Dan dalam kanon Mahayana sendiri, Sutra / Vinaya Sanskrit Shravakayana itu juga dimasukkan dalam Tripitaka sebagai sutra yang diakui, seperti Mulasarvastivada Vinaya yang saya sebut di atas.

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: Indra on 16 December 2009, 09:06:57 AM
Tidak menhubung2kan tuntutan vege dari Devadatta dengan aspirasi Bodhisatva, lalu apa poin yg ingin anda sampaikan dgn pertanyaan itu?
Saya sama sekali tidak berpikiran ttg diskredit dari bro. hehe..
Dalam Mahayana, Mahayanis yg mengambil jalan Savaka tidak dianggap hina , silahkan lihat sendiri setiap awal Sutra Mahayana selalu memuji para siswa savaka yang telah mencapai kearahatan. Yang memberi nilai kurang pada beberapa siswa savaka adalah saat mereka tidak mau mengambil jalan bodhisatva, karena mereka menganggap tidak ada yg perlu mereka lakukan lagi toh sudah mengakhiri dukkha. Dalam hal ini, wajar saja dari perspektif keseluruhan tahapan pelatihan dharma (menurut konteks Mahayana) akan melihat orang yg menampikkan jalur yg lebih tinggi sebagai yg rendah. Sama seperti orang yang hidup brahmachariya akan melihat para perumah tangga sebagai pola hidup yg "kotor" , ini cara pandang yg alami. Sama seperti orang yg menempuh jalan ARahat akan melihat orang yg mencari pemuasan nafsu indera sebagai jalan yg tidak semulia mereka. Atau sama juga saat orang yang hidup dalam dhamma akan melihat orang yg hidup adhamma sebagai yg berada diposisi rendah.     


Tidak ada salah dgn memarginalkan hinayana apabila memang jalan hinayana itu tidak pantas ditempuh. Jangan lupa hinayana yg dimaksud bukan Theravada. Karena anda sendiri sudah tahu Theravada mengajarkan jalan bodhisatva juga dlm Buddhavamsa .


Bro Chingik,

Menurut ajaran Theravada, setelah Arahat memang tidak ada lagi yg harus dilakukan, ini jelas tertulis dalam banyak sutta dalam Nikaya, biasanya pada bagian penutup, yang berbunyi:

...
...
Ketika terbebaskan, muncullah pengetahuan: ‘Terbebaskan.’ Ia memahami: ‘Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak ada lagi untuk kondisi makhluk ini.’
...

Bagaimana pendapat Bro mengenai kutipan dari sutta di atas?
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: Nevada on 16 December 2009, 09:17:19 AM
[at] chingik dan GandalfTheElder

Terima kasih. :)
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 16 December 2009, 10:09:43 AM
Tidak menhubung2kan tuntutan vege dari Devadatta dengan aspirasi Bodhisatva, lalu apa poin yg ingin anda sampaikan dgn pertanyaan itu?
Saya sama sekali tidak berpikiran ttg diskredit dari bro. hehe..
Dalam Mahayana, Mahayanis yg mengambil jalan Savaka tidak dianggap hina , silahkan lihat sendiri setiap awal Sutra Mahayana selalu memuji para siswa savaka yang telah mencapai kearahatan. Yang memberi nilai kurang pada beberapa siswa savaka adalah saat mereka tidak mau mengambil jalan bodhisatva, karena mereka menganggap tidak ada yg perlu mereka lakukan lagi toh sudah mengakhiri dukkha. Dalam hal ini, wajar saja dari perspektif keseluruhan tahapan pelatihan dharma (menurut konteks Mahayana) akan melihat orang yg menampikkan jalur yg lebih tinggi sebagai yg rendah. Sama seperti orang yang hidup brahmachariya akan melihat para perumah tangga sebagai pola hidup yg "kotor" , ini cara pandang yg alami. Sama seperti orang yg menempuh jalan ARahat akan melihat orang yg mencari pemuasan nafsu indera sebagai jalan yg tidak semulia mereka. Atau sama juga saat orang yang hidup dalam dhamma akan melihat orang yg hidup adhamma sebagai yg berada diposisi rendah.    


Tidak ada salah dgn memarginalkan hinayana apabila memang jalan hinayana itu tidak pantas ditempuh. Jangan lupa hinayana yg dimaksud bukan Theravada. Karena anda sendiri sudah tahu Theravada mengajarkan jalan bodhisatva juga dlm Buddhavamsa .


Bro Chingik,

Menurut ajaran Theravada, setelah Arahat memang tidak ada lagi yg harus dilakukan, ini jelas tertulis dalam banyak sutta dalam Nikaya, biasanya pada bagian penutup, yang berbunyi:

...
...
Ketika terbebaskan, muncullah pengetahuan: ‘Terbebaskan.’ Ia memahami: ‘Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak ada lagi untuk kondisi makhluk ini.’
...

Bagaimana pendapat Bro mengenai kutipan dari sutta di atas?

Benar bro, tapi jangan lupa di sini board mahayana dan saya sedang menjelaskan dari perspektif mahayana, tentu menjadi beda lagi. Atau maksud bro Indra ingin tahu pandangan mahayana bahwa mengapa "Terbebaskan" nya Arahat masih harus menempuh jalur bodhisatva? Ya semua ini tetap merupakan koridor pandangan mahayana yg bagaimanapun tidak mungkin bisa diterima Theravada apapun alasannya. Wajar toh, demikian juga pandangan Theravada tidak sepenuhnya bisa diterima Mahayana. TApi just sharing , saya lebih menganggap masih ada kemungkinan bagi seorang Arahat utk lanjut lagi, karena yg diselesaikan Arahat adalah siklus Samsaranya, bukan Pengetahuan Sempurnanya, maka seorang makhluk yg blm Sempurna secara mutlak (seperti Sammasambuddha) maka apapun alasannya tidak mungkin menutup kesempatannya utk meraih Kesempurnaan yg absolut.

Title: Re: Akar perpecahan
Post by: Indra on 16 December 2009, 10:22:07 AM
Tidak menhubung2kan tuntutan vege dari Devadatta dengan aspirasi Bodhisatva, lalu apa poin yg ingin anda sampaikan dgn pertanyaan itu?
Saya sama sekali tidak berpikiran ttg diskredit dari bro. hehe..
Dalam Mahayana, Mahayanis yg mengambil jalan Savaka tidak dianggap hina , silahkan lihat sendiri setiap awal Sutra Mahayana selalu memuji para siswa savaka yang telah mencapai kearahatan. Yang memberi nilai kurang pada beberapa siswa savaka adalah saat mereka tidak mau mengambil jalan bodhisatva, karena mereka menganggap tidak ada yg perlu mereka lakukan lagi toh sudah mengakhiri dukkha. Dalam hal ini, wajar saja dari perspektif keseluruhan tahapan pelatihan dharma (menurut konteks Mahayana) akan melihat orang yg menampikkan jalur yg lebih tinggi sebagai yg rendah. Sama seperti orang yang hidup brahmachariya akan melihat para perumah tangga sebagai pola hidup yg "kotor" , ini cara pandang yg alami. Sama seperti orang yg menempuh jalan ARahat akan melihat orang yg mencari pemuasan nafsu indera sebagai jalan yg tidak semulia mereka. Atau sama juga saat orang yang hidup dalam dhamma akan melihat orang yg hidup adhamma sebagai yg berada diposisi rendah.     


Tidak ada salah dgn memarginalkan hinayana apabila memang jalan hinayana itu tidak pantas ditempuh. Jangan lupa hinayana yg dimaksud bukan Theravada. Karena anda sendiri sudah tahu Theravada mengajarkan jalan bodhisatva juga dlm Buddhavamsa .


Bro Chingik,

Menurut ajaran Theravada, setelah Arahat memang tidak ada lagi yg harus dilakukan, ini jelas tertulis dalam banyak sutta dalam Nikaya, biasanya pada bagian penutup, yang berbunyi:

...
...
Ketika terbebaskan, muncullah pengetahuan: ‘Terbebaskan.’ Ia memahami: ‘Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak ada lagi untuk kondisi makhluk ini.’
...

Bagaimana pendapat Bro mengenai kutipan dari sutta di atas?

Benar bro, tapi jangan lupa di sini board mahayana dan saya sedang menjelaskan dari perspektif mahayana, tentu menjadi beda lagi. Atau maksud bro Indra ingin tahu pandangan mahayana bahwa mengapa "Terbebaskan" nya Arahat masih harus menempuh jalur bodhisatva? Ya semua ini tetap merupakan koridor pandangan mahayana yg bagaimanapun tidak mungkin bisa diterima Theravada apapun alasannya. Wajar toh, demikian juga pandangan Theravada tidak sepenuhnya bisa diterima Mahayana. TApi just sharing , saya lebih menganggap masih ada kemungkinan bagi seorang Arahat utk lanjut lagi, karena yg diselesaikan Arahat adalah siklus Samsaranya, bukan Pengetahuan Sempurnanya, maka seorang makhluk yg blm Sempurna secara mutlak (seperti Sammasambuddha) maka apapun alasannya tidak mungkin menutup kesempatannya utk meraih Kesempurnaan yg absolut.



saya sadar sepenuhnya bahwa ini adalah board mahayana, saya hanya sedang melakukan studi banding. kutipan di atas berasal dari banyak sutta dalam Nikaya Pali, dan konon semua Nikaya Pali juga terdapat dalam Mahayana, bagaimanakah bunyinya dalam teks Mahayana?

Title: Re: Akar perpecahan
Post by: adi lim on 16 December 2009, 04:23:15 PM
Quote
Apakah akar perpecahan ini didorong pertama kali oleh Devadatta?

Tampaknya tidak ada kaitannya, karena semua sekte menganggap Devadatta sebagai pemecah belah, tidak ada yang menganggap Devadatta itu benar.

 _/\_

The Siddha Wanderer

Kalau Devadatta benar ! tidak masuk neraka Avici lagi.
Memang Devadatta ndak benar.
 _/\_
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: adi lim on 16 December 2009, 04:40:31 PM
Tidak menhubung2kan tuntutan vege dari Devadatta dengan aspirasi Bodhisatva, lalu apa poin yg ingin anda sampaikan dgn pertanyaan itu?
Saya sama sekali tidak berpikiran ttg diskredit dari bro. hehe..
Dalam Mahayana, Mahayanis yg mengambil jalan Savaka tidak dianggap hina , silahkan lihat sendiri setiap awal Sutra Mahayana selalu memuji para siswa savaka yang telah mencapai kearahatan. Yang memberi nilai kurang pada beberapa siswa savaka adalah saat mereka tidak mau mengambil jalan bodhisatva, karena mereka menganggap tidak ada yg perlu mereka lakukan lagi toh sudah mengakhiri dukkha. Dalam hal ini, wajar saja dari perspektif keseluruhan tahapan pelatihan dharma (menurut konteks Mahayana) akan melihat orang yg menampikkan jalur yg lebih tinggi sebagai yg rendah. Sama seperti orang yang hidup brahmachariya akan melihat para perumah tangga sebagai pola hidup yg "kotor" , ini cara pandang yg alami. Sama seperti orang yg menempuh jalan ARahat akan melihat orang yg mencari pemuasan nafsu indera sebagai jalan yg tidak semulia mereka. Atau sama juga saat orang yang hidup dalam dhamma akan melihat orang yg hidup adhamma sebagai yg berada diposisi rendah.     


Tidak ada salah dgn memarginalkan hinayana apabila memang jalan hinayana itu tidak pantas ditempuh. Jangan lupa hinayana yg dimaksud bukan Theravada. Karena anda sendiri sudah tahu Theravada mengajarkan jalan bodhisatva juga dlm Buddhavamsa .


Bro Chingik,

Menurut ajaran Theravada, setelah Arahat memang tidak ada lagi yg harus dilakukan, ini jelas tertulis dalam banyak sutta dalam Nikaya, biasanya pada bagian penutup, yang berbunyi:

...
...
Ketika terbebaskan, muncullah pengetahuan: ‘Terbebaskan.’ Ia memahami: ‘Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak ada lagi untuk kondisi makhluk ini.’
...

Bagaimana pendapat Bro mengenai kutipan dari sutta di atas?

Benar bro, tapi jangan lupa di sini board mahayana dan saya sedang menjelaskan dari perspektif mahayana, tentu menjadi beda lagi. Atau maksud bro Indra ingin tahu pandangan mahayana bahwa mengapa "Terbebaskan" nya Arahat masih harus menempuh jalur bodhisatva? Ya semua ini tetap merupakan koridor pandangan mahayana yg bagaimanapun tidak mungkin bisa diterima Theravada apapun alasannya. Wajar toh, demikian juga pandangan Theravada tidak sepenuhnya bisa diterima Mahayana. TApi just sharing , saya lebih menganggap masih ada kemungkinan bagi seorang Arahat utk lanjut lagi, karena yg diselesaikan Arahat adalah siklus Samsaranya, bukan Pengetahuan Sempurnanya, maka seorang makhluk yg blm Sempurna secara mutlak (seperti Sammasambuddha) maka apapun alasannya tidak mungkin menutup kesempatannya utk meraih Kesempurnaan yg absolut.



saya sadar sepenuhnya bahwa ini adalah board mahayana, saya hanya sedang melakukan studi banding. kutipan di atas berasal dari banyak sutta dalam Nikaya Pali, dan konon semua Nikaya Pali juga terdapat dalam Mahayana, bagaimanakah bunyinya dalam teks Mahayana?



Tumpang Tindih !
Bingung !!!!!!!!!!!!!!!
 _/\_
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 16 December 2009, 11:44:46 PM
Tidak menhubung2kan tuntutan vege dari Devadatta dengan aspirasi Bodhisatva, lalu apa poin yg ingin anda sampaikan dgn pertanyaan itu?
Saya sama sekali tidak berpikiran ttg diskredit dari bro. hehe..
Dalam Mahayana, Mahayanis yg mengambil jalan Savaka tidak dianggap hina , silahkan lihat sendiri setiap awal Sutra Mahayana selalu memuji para siswa savaka yang telah mencapai kearahatan. Yang memberi nilai kurang pada beberapa siswa savaka adalah saat mereka tidak mau mengambil jalan bodhisatva, karena mereka menganggap tidak ada yg perlu mereka lakukan lagi toh sudah mengakhiri dukkha. Dalam hal ini, wajar saja dari perspektif keseluruhan tahapan pelatihan dharma (menurut konteks Mahayana) akan melihat orang yg menampikkan jalur yg lebih tinggi sebagai yg rendah. Sama seperti orang yang hidup brahmachariya akan melihat para perumah tangga sebagai pola hidup yg "kotor" , ini cara pandang yg alami. Sama seperti orang yg menempuh jalan ARahat akan melihat orang yg mencari pemuasan nafsu indera sebagai jalan yg tidak semulia mereka. Atau sama juga saat orang yang hidup dalam dhamma akan melihat orang yg hidup adhamma sebagai yg berada diposisi rendah.     


Tidak ada salah dgn memarginalkan hinayana apabila memang jalan hinayana itu tidak pantas ditempuh. Jangan lupa hinayana yg dimaksud bukan Theravada. Karena anda sendiri sudah tahu Theravada mengajarkan jalan bodhisatva juga dlm Buddhavamsa .


Bro Chingik,

Menurut ajaran Theravada, setelah Arahat memang tidak ada lagi yg harus dilakukan, ini jelas tertulis dalam banyak sutta dalam Nikaya, biasanya pada bagian penutup, yang berbunyi:

...
...
Ketika terbebaskan, muncullah pengetahuan: ‘Terbebaskan.’ Ia memahami: ‘Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak ada lagi untuk kondisi makhluk ini.’
...

Bagaimana pendapat Bro mengenai kutipan dari sutta di atas?

Benar bro, tapi jangan lupa di sini board mahayana dan saya sedang menjelaskan dari perspektif mahayana, tentu menjadi beda lagi. Atau maksud bro Indra ingin tahu pandangan mahayana bahwa mengapa "Terbebaskan" nya Arahat masih harus menempuh jalur bodhisatva? Ya semua ini tetap merupakan koridor pandangan mahayana yg bagaimanapun tidak mungkin bisa diterima Theravada apapun alasannya. Wajar toh, demikian juga pandangan Theravada tidak sepenuhnya bisa diterima Mahayana. TApi just sharing , saya lebih menganggap masih ada kemungkinan bagi seorang Arahat utk lanjut lagi, karena yg diselesaikan Arahat adalah siklus Samsaranya, bukan Pengetahuan Sempurnanya, maka seorang makhluk yg blm Sempurna secara mutlak (seperti Sammasambuddha) maka apapun alasannya tidak mungkin menutup kesempatannya utk meraih Kesempurnaan yg absolut.



saya sadar sepenuhnya bahwa ini adalah board mahayana, saya hanya sedang melakukan studi banding. kutipan di atas berasal dari banyak sutta dalam Nikaya Pali, dan konon semua Nikaya Pali juga terdapat dalam Mahayana, bagaimanakah bunyinya dalam teks Mahayana?


Nikaya Pali tidak terdapat dalam Mahayana. Yang ada dalam Mahayana adalah Agama Sutra yang bila dikaji memiliki kesepadanan dengan teks Nikaya Pali. Sebagian besar isinya sama, hanya beberapa yang berbeda.

Sebagai contoh , kalimat yg anda tanyakan:
Ia memahami: ‘Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak ada lagi untuk kondisi makhluk ini.’
 
Dapat ditemukan dalam berbagai sutra dalam Kelompok Madhyagama Sutra yang isinya sama:
(Berikut terjemahan secara literal):
我生已尽,Kelahiranku telah diakhiri
梵行已立,Kehidupan suci telah ditegakkan
所作已办,Apa yang dikerjakan telah dikerjakan
不更受有,Tiada lagi kelahiran

Meski terlihat ada perbedaan sedikit, tapi pd garis besarnya pastilah sama, karena terlihat jelas ini berasal dari sumber yang hampir sama.

Title: Re: Akar perpecahan
Post by: Indra on 17 December 2009, 10:13:35 AM
Nikaya Pali tidak terdapat dalam Mahayana. Yang ada dalam Mahayana adalah Agama Sutra yang bila dikaji memiliki kesepadanan dengan teks Nikaya Pali. Sebagian besar isinya sama, hanya beberapa yang berbeda.

Sebagai contoh , kalimat yg anda tanyakan:
Ia memahami: ‘Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak ada lagi untuk kondisi makhluk ini.’
 
Dapat ditemukan dalam berbagai sutra dalam Kelompok Madhyagama Sutra yang isinya sama:
(Berikut terjemahan secara literal):
我生已尽,Kelahiranku telah diakhiri
梵行已立,Kehidupan suci telah ditegakkan
所作已办,Apa yang dikerjakan telah dikerjakan
不更受有,Tiada lagi kelahiran

Meski terlihat ada perbedaan sedikit, tapi pd garis besarnya pastilah sama, karena terlihat jelas ini berasal dari sumber yang hampir sama.



dan apakah kalimat itu merujuk pada pencapaian Kearahatan? atau pencapaian lainnya?
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: purnama on 17 December 2009, 10:29:25 AM
daripada bicara akar perpecahan lebih baik cari akar kekeluargaan jauh lebih penting
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: bond on 17 December 2009, 10:32:53 AM
^
^

Bersatu kita teguh bercerai kita runtuh ^-^
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 17 December 2009, 10:56:24 AM
Nikaya Pali tidak terdapat dalam Mahayana. Yang ada dalam Mahayana adalah Agama Sutra yang bila dikaji memiliki kesepadanan dengan teks Nikaya Pali. Sebagian besar isinya sama, hanya beberapa yang berbeda.

Sebagai contoh , kalimat yg anda tanyakan:
Ia memahami: ‘Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak ada lagi untuk kondisi makhluk ini.’
 
Dapat ditemukan dalam berbagai sutra dalam Kelompok Madhyagama Sutra yang isinya sama:
(Berikut terjemahan secara literal):
我生已尽,Kelahiranku telah diakhiri
梵行已立,Kehidupan suci telah ditegakkan
所作已办,Apa yang dikerjakan telah dikerjakan
不更受有,Tiada lagi kelahiran

Meski terlihat ada perbedaan sedikit, tapi pd garis besarnya pastilah sama, karena terlihat jelas ini berasal dari sumber yang hampir sama.



dan apakah kalimat itu merujuk pada pencapaian Kearahatan? atau pencapaian lainnya?

benar, itu merujuk pd pencapaian kearahatan
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: Indra on 17 December 2009, 11:07:42 AM
Nikaya Pali tidak terdapat dalam Mahayana. Yang ada dalam Mahayana adalah Agama Sutra yang bila dikaji memiliki kesepadanan dengan teks Nikaya Pali. Sebagian besar isinya sama, hanya beberapa yang berbeda.

Sebagai contoh , kalimat yg anda tanyakan:
Ia memahami: ‘Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak ada lagi untuk kondisi makhluk ini.’
 
Dapat ditemukan dalam berbagai sutra dalam Kelompok Madhyagama Sutra yang isinya sama:
(Berikut terjemahan secara literal):
我生已尽,Kelahiranku telah diakhiri
梵行已立,Kehidupan suci telah ditegakkan
所作已办,Apa yang dikerjakan telah dikerjakan
不更受有,Tiada lagi kelahiran

Meski terlihat ada perbedaan sedikit, tapi pd garis besarnya pastilah sama, karena terlihat jelas ini berasal dari sumber yang hampir sama.



dan apakah kalimat itu merujuk pada pencapaian Kearahatan? atau pencapaian lainnya?

benar, itu merujuk pd pencapaian kearahatan

bukankah ini menjadi kontradiktif dengan pernyataan sebelumnya yg mengatakan bahwa Arahat masih blm sempurna sehingga harus mengambil jalan Bodhisattva untuk mencapai kesempurnaan?
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 17 December 2009, 11:27:10 AM
Nikaya Pali tidak terdapat dalam Mahayana. Yang ada dalam Mahayana adalah Agama Sutra yang bila dikaji memiliki kesepadanan dengan teks Nikaya Pali. Sebagian besar isinya sama, hanya beberapa yang berbeda.

Sebagai contoh , kalimat yg anda tanyakan:
Ia memahami: ‘Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak ada lagi untuk kondisi makhluk ini.’
 
Dapat ditemukan dalam berbagai sutra dalam Kelompok Madhyagama Sutra yang isinya sama:
(Berikut terjemahan secara literal):
我生已尽,Kelahiranku telah diakhiri
梵行已立,Kehidupan suci telah ditegakkan
所作已办,Apa yang dikerjakan telah dikerjakan
不更受有,Tiada lagi kelahiran

Meski terlihat ada perbedaan sedikit, tapi pd garis besarnya pastilah sama, karena terlihat jelas ini berasal dari sumber yang hampir sama.



dan apakah kalimat itu merujuk pada pencapaian Kearahatan? atau pencapaian lainnya?

benar, itu merujuk pd pencapaian kearahatan

bukankah ini menjadi kontradiktif dengan pernyataan sebelumnya yg mengatakan bahwa Arahat masih blm sempurna sehingga harus mengambil jalan Bodhisattva untuk mencapai kesempurnaan?
Tidak. Menurut pandangan Mahayana, apa yang disebut Kesempurnaan Arahat adalah mengenai Pemutusan 10 belenggu batin. Dalam Aspek ini, Arahat disebut Sempurna berkenaan dengan " Kelahirannya telah dihancurkan, Kehidupan suci telah ditegakkan,......Tiada lagi kelahiran."
Tetapi tidak sempurna dari Aspek mutlak, di mana Arahat masih tidak sempurna berkenaan dengan Sabbanu nana sperti yang telah diraih seorang Sammasambuddha. 

Jadi di situlah yang dimaksud dalam pandangan mahayana ttg ketidaksempurnaan Arahat.
Tetapi mengenai pengikisan noda batin, Arahat telah sempurna. Makanya dalam setiap pembukaan sutra mahayana, masih memuji kesucian Arahat berkenaan dengan aspek ini.   
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: Indra on 17 December 2009, 11:36:35 AM
Nikaya Pali tidak terdapat dalam Mahayana. Yang ada dalam Mahayana adalah Agama Sutra yang bila dikaji memiliki kesepadanan dengan teks Nikaya Pali. Sebagian besar isinya sama, hanya beberapa yang berbeda.

Sebagai contoh , kalimat yg anda tanyakan:
Ia memahami: ‘Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak ada lagi untuk kondisi makhluk ini.’
 
Dapat ditemukan dalam berbagai sutra dalam Kelompok Madhyagama Sutra yang isinya sama:
(Berikut terjemahan secara literal):
我生已尽,Kelahiranku telah diakhiri
梵行已立,Kehidupan suci telah ditegakkan
所作已办,Apa yang dikerjakan telah dikerjakan
不更受有,Tiada lagi kelahiran

Meski terlihat ada perbedaan sedikit, tapi pd garis besarnya pastilah sama, karena terlihat jelas ini berasal dari sumber yang hampir sama.



dan apakah kalimat itu merujuk pada pencapaian Kearahatan? atau pencapaian lainnya?

benar, itu merujuk pd pencapaian kearahatan

bukankah ini menjadi kontradiktif dengan pernyataan sebelumnya yg mengatakan bahwa Arahat masih blm sempurna sehingga harus mengambil jalan Bodhisattva untuk mencapai kesempurnaan?
Tidak. Menurut pandangan Mahayana, apa yang disebut Kesempurnaan Arahat adalah mengenai Pemutusan 10 belenggu batin. Dalam Aspek ini, Arahat disebut Sempurna berkenaan dengan " Kelahirannya telah dihancurkan, Kehidupan suci telah ditegakkan,......Tiada lagi kelahiran."
Tetapi tidak sempurna dari Aspek mutlak, di mana Arahat masih tidak sempurna berkenaan dengan Sabbanu nana sperti yang telah diraih seorang Sammasambuddha. 

Jadi di situlah yang dimaksud dalam pandangan mahayana ttg ketidaksempurnaan Arahat.
Tetapi mengenai pengikisan noda batin, Arahat telah sempurna. Makanya dalam setiap pembukaan sutra mahayana, masih memuji kesucian Arahat berkenaan dengan aspek ini.   

bagaimana dengan pernyataan "tiada lagi kelahiran"? apakah arahat masih terlahir lagi atau tidak?
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 17 December 2009, 11:49:58 AM
Nikaya Pali tidak terdapat dalam Mahayana. Yang ada dalam Mahayana adalah Agama Sutra yang bila dikaji memiliki kesepadanan dengan teks Nikaya Pali. Sebagian besar isinya sama, hanya beberapa yang berbeda.

Sebagai contoh , kalimat yg anda tanyakan:
Ia memahami: ‘Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak ada lagi untuk kondisi makhluk ini.’
 
Dapat ditemukan dalam berbagai sutra dalam Kelompok Madhyagama Sutra yang isinya sama:
(Berikut terjemahan secara literal):
我生已尽,Kelahiranku telah diakhiri
梵行已立,Kehidupan suci telah ditegakkan
所作已办,Apa yang dikerjakan telah dikerjakan
不更受有,Tiada lagi kelahiran

Meski terlihat ada perbedaan sedikit, tapi pd garis besarnya pastilah sama, karena terlihat jelas ini berasal dari sumber yang hampir sama.



dan apakah kalimat itu merujuk pada pencapaian Kearahatan? atau pencapaian lainnya?

benar, itu merujuk pd pencapaian kearahatan

bukankah ini menjadi kontradiktif dengan pernyataan sebelumnya yg mengatakan bahwa Arahat masih blm sempurna sehingga harus mengambil jalan Bodhisattva untuk mencapai kesempurnaan?
Tidak. Menurut pandangan Mahayana, apa yang disebut Kesempurnaan Arahat adalah mengenai Pemutusan 10 belenggu batin. Dalam Aspek ini, Arahat disebut Sempurna berkenaan dengan " Kelahirannya telah dihancurkan, Kehidupan suci telah ditegakkan,......Tiada lagi kelahiran."
Tetapi tidak sempurna dari Aspek mutlak, di mana Arahat masih tidak sempurna berkenaan dengan Sabbanu nana sperti yang telah diraih seorang Sammasambuddha. 

Jadi di situlah yang dimaksud dalam pandangan mahayana ttg ketidaksempurnaan Arahat.
Tetapi mengenai pengikisan noda batin, Arahat telah sempurna. Makanya dalam setiap pembukaan sutra mahayana, masih memuji kesucian Arahat berkenaan dengan aspek ini.   

bagaimana dengan pernyataan "tiada lagi kelahiran"? apakah arahat masih terlahir lagi atau tidak?

Dalam Mahayana, istilah tidak terlahir tidak bisa dilihat dari cara pandang duniawi. Tidak lahir bagi orang yg tlah memutus roda samsara tidak lagi diukur dengan sifat2 dualisme, seperti Lahir lawan dari tidak lahir, muncul lawan dari lenyap.
Tidak lahir berarti melampaui dualisme itu. Jika masih menggunakan tolak ukur dualisme , maka tidak lahir sama saja dengan nihilis.
Demikian juga ketika Arahat yg mengambil jalur bodhisatva yg masih memperlihatkan muncul (lahir) ke dunia ini tidak bisa diukur dari sifat dualisme dengan mengatakannya "Ia lahir" , karena jika menyatakan ia lahir maka sama saja dengan eternalis.

Mahayana menolak kedua ekstrim ini, maka ARahat tidak dapat disebut lenyap, sekaligus tidak dapat disebut muncul lagi. 
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: Indra on 17 December 2009, 12:00:49 PM
sepertinya sudah macet sampe di sini, lahir undefined. end of discussion.

thanks atas penjelasannya Bro Chingik, walaupun masih tidak puas
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 17 December 2009, 12:47:33 PM
sepertinya sudah macet sampe di sini, lahir undefined. end of discussion.

thanks atas penjelasannya Bro Chingik, walaupun masih tidak puas

ok. lahir undefined memang sangat halus dan tidak bisa diselami dengan pemikiran awam.
Jika menyelami makna lenyap sebagai lenyap lahir sebagai lahir secara harafiah, orang yg tidak belajar dhamma bahkan anak kecil yg masih merangkak pun ngerti bhw lenyap ya hilang, lahir ya muncul. Tapi tidak demikian dalam filosofi mahayana ketika seseorang melampaui dualisme ini. 
Tapi, okelah,
end of discussion.
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: adi lim on 17 December 2009, 01:03:43 PM
sepertinya sudah macet sampe di sini, lahir undefined. end of discussion.

thanks atas penjelasannya Bro Chingik, walaupun masih tidak puas

ok. lahir undefined memang sangat halus dan tidak bisa diselami dengan pemikiran awam.
Jika menyelami makna lenyap sebagai lenyap lahir sebagai lahir secara harafiah, orang yg tidak belajar dhamma bahkan anak kecil yg masih merangkak pun ngerti bhw lenyap ya hilang, lahir ya muncul. Tapi tidak demikian dalam filosofi mahayana ketika seseorang melampaui dualisme ini. 
Tapi, okelah,
end of discussion.


Jadi siapa saja yang bisa menyelami lahir undefined yang dimaksud di filosofi Mahayana !
Apakah Bro Chingik bisa memahami ?
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 17 December 2009, 01:08:23 PM
sepertinya sudah macet sampe di sini, lahir undefined. end of discussion.

thanks atas penjelasannya Bro Chingik, walaupun masih tidak puas

ok. lahir undefined memang sangat halus dan tidak bisa diselami dengan pemikiran awam.
Jika menyelami makna lenyap sebagai lenyap lahir sebagai lahir secara harafiah, orang yg tidak belajar dhamma bahkan anak kecil yg masih merangkak pun ngerti bhw lenyap ya hilang, lahir ya muncul. Tapi tidak demikian dalam filosofi mahayana ketika seseorang melampaui dualisme ini. 
Tapi, okelah,
end of discussion.


Jadi siapa saja yang bisa menyelami lahir undefined yang dimaksud di filosofi Mahayana !
Apakah Bro Chingik bisa memahami ?


Tidak. SAya cuma menjelaskan apa yg ada dalam filosofinya. 
Sama seperti rekan2 yg juga merasa pintar menjelaskan pemahaman ttg Nibbana, tapi tidak benar2  telah menyelami hingga mendapat pemahaman dalam arti sejati.
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: adi lim on 17 December 2009, 01:26:23 PM
Terima kasih kejujurannya Bro Chingik.

Menyelami makna lenyap sebagai lenyap, lahir sebagai lahir secara harafiah, di filosofi Mahayana tidaklah demikian, tapi ada makna yang lain terkandung didalamnya.
Jadi belajar Buddha Dhamma ala Mahayana, ujung2nya pasti tidak mengerti apa yang mau dicapai, karena tidak bisa dimengerti oleh umat awam, hanya mahkluk tertentu yang bisa memahami ! begitu ?
 _/\_
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: GandalfTheElder on 17 December 2009, 02:11:30 PM
Memang tidak bisa dimengerti oleh semua makhluk. Sama seperti Buddha Dharma tidak bisa dipahami oleh semua makhluk juga, apalagi yang karma buruknya tebal, misal yang paling ekstrim: gila.

Tapi semua makhluk memiliki potensi untuk memahami hal tersebut apabila mereka mau belajar dan berusaha, sama seperti ketika seseorang belajar dan berusaha scera bertahap untuk mencapai Nirvana, memahami makna dalam Mahayana juga seperti itu, apabila mau belajar dan mau memahami, dilatih juga dengan meditasi vipasyana, maka seseorang juga akan sendirinya mengerti apa yang dimaksud dalam Sutra Mahayana.

Kelahiran sebagai manusia ini, adalah salah satu keberuntungan yang memiliki potensi untuk memahami makna tersubtil dalam Buddha Dharma sekalipun.

Demikian juga, hanya makhluk tertentu yang memahami Nirvana 100%, yaitu makhluk yang telah mencapai pencapaian Arhat, tapi kita2 ini ya belum paham.

Quote
Quote
Jadi belajar Buddha Dhamma ala Mahayana, ujung2nya pasti tidak mengerti apa yang mau dicapai,

Buddha Dharma gak pake ala-alaan, Buddha Dharma adalah Buddha Dharma. Memangnya anda sudah paham apa itu Nibbana 100%? Kalau belum paham, ternyata anda juga tidak mengerti apa yang mau dicapai.  :whistle:  :whistle:

Quote
Terima kasih kejujurannya Bro Chingik.

Sebagai umat Buddhis, seseorang tentunya berusaha menjawab dengan jujur. Untuk apa boong?...wkwkwkwkk... ^-^  ^-^

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: adi lim on 17 December 2009, 03:13:28 PM
Quote
Quote
Buddha Dharma gak pake ala-alaan, Buddha Dharma adalah Buddha Dharma. Memangnya anda sudah paham apa itu Nibbana 100%? Kalau belum paham, ternyata anda juga tidak mengerti apa yang mau dicapai.  :whistle:  :whistle:

 _/\_
The Siddha Wanderer

Bro Gandalf mengerti apa yang mau dicapai dalam ajaran filosofo Mahayana !
Berarti Bro Gandalf, termasuk makhluk luar biasa donk ! karena memahami apa yang tidak bisa dimengerti oleh umat awam seperti penjelasan Bro Chingik.
Boleh tahu apa yang mau dicapai Bro Gandalf, supaya menambah pengetahuan saya tentang Buddha Dhamma filosofi Mahayana !
Terima kasih penjelasannya
 :))
 _/\_
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: HokBen on 17 December 2009, 03:27:35 PM
^
emang gandalf ada bilang dia ngerti yah? kayaknya nggak tuh..
justru dia lagi nanyain pemahaman bro adi tuh tentang Nibanna...
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 17 December 2009, 05:11:59 PM
Mungkin perlu saya klarifikasi,
Saya tidak bermaksud mengatakan saya paham dan yang lain tidak paham. Membanding2kan pemahaman sendiri dgn orang lain tentu adalah tindakan bodoh yg tidak membawa kemajuan. Tapi berhubung bro Adi menyinggung2 masalah ini, bagi saya baik juga, setidaknya membantu saya agar tidak gegabah. Di sini kita cuma sharing pandangan dan berbagi pengalaman dari hasil pembelajaran. Bro Indra merasa tidak puas dengan penjelasan saya , mohon maklum saya sendiri juga masih dalam tahap belajar sehingga mungkin cara penjelasan saya tidak mengena, atau pemahaman saya salah, semua ini tentu tidak tertutup kemungkinannya.
 Tetapi bgm pun juga, tujuan kita adalah saling berbagi wawasan. Jika apa yang saya jelaskan adalah suatu kesalahan, saya mohon maaf. Saran dan kritik tentu sangat membantu kita utk menapaki pembelajaran dhamma. Jangan sungkan2. Terima kasih. 
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: Indra on 17 December 2009, 05:27:45 PM
Mungkin perlu saya klarifikasi,
Saya tidak bermaksud mengatakan saya paham dan yang lain tidak paham. Membanding2kan pemahaman sendiri dgn orang lain tentu adalah tindakan bodoh yg tidak membawa kemajuan. Tapi berhubung bro Adi menyinggung2 masalah ini, bagi saya baik juga, setidaknya membantu saya agar tidak gegabah. Di sini kita cuma sharing pandangan dan berbagi pengalaman dari hasil pembelajaran. Bro Indra merasa tidak puas dengan penjelasan saya , mohon maklum saya sendiri juga masih dalam tahap belajar sehingga mungkin cara penjelasan saya tidak mengena, atau pemahaman saya salah, semua ini tentu tidak tertutup kemungkinannya.
 Tetapi bgm pun juga, tujuan kita adalah saling berbagi wawasan. Jika apa yang saya jelaskan adalah suatu kesalahan, saya mohon maaf. Saran dan kritik tentu sangat membantu kita utk menapaki pembelajaran dhamma. Jangan sungkan2. Terima kasih. 

benar, saya memang tidak puas atas penjelasan bro chingik yg ini, tetapi pada hal-hal lainnya, saya merasa banyak mendapat pengetahuan dari bro chingik dan rekan2 lainnya. saya toh tidak berharap bahwa semua keingintahuan saya bisa terpuaskan melalui forum ini. bahkan walau hanya 10% saja pun sudah cukup baik buat saya.

tentunya kita tidak perlu segan2 untuk berbagi pengetahuan sekalipun kita blm mencapai tingkatan spiritual tertentu.
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: adi lim on 17 December 2009, 06:24:21 PM
^
emang gandalf ada bilang dia ngerti yah? kayaknya nggak tuh..
justru dia lagi nanyain pemahaman bro adi tuh tentang Nibanna...

Coba Bro Hokben baca lagi penjelasan bro gandalf, kalau diliat dari penjelasannya, kelihatan ngerti karena cukup paham mengenal filosofi Mahayana dst.....
kalau saya sudah mencapai Nibbana, tidak ketemu Bro Hokben di DC ini :))
Justru ingin tahu sekali mengenai Filosofi Mahayana yang penuh ..... ????
 _/\_
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 17 December 2009, 06:59:58 PM
Mungkin perlu saya klarifikasi,
Saya tidak bermaksud mengatakan saya paham dan yang lain tidak paham. Membanding2kan pemahaman sendiri dgn orang lain tentu adalah tindakan bodoh yg tidak membawa kemajuan. Tapi berhubung bro Adi menyinggung2 masalah ini, bagi saya baik juga, setidaknya membantu saya agar tidak gegabah. Di sini kita cuma sharing pandangan dan berbagi pengalaman dari hasil pembelajaran. Bro Indra merasa tidak puas dengan penjelasan saya , mohon maklum saya sendiri juga masih dalam tahap belajar sehingga mungkin cara penjelasan saya tidak mengena, atau pemahaman saya salah, semua ini tentu tidak tertutup kemungkinannya.
 Tetapi bgm pun juga, tujuan kita adalah saling berbagi wawasan. Jika apa yang saya jelaskan adalah suatu kesalahan, saya mohon maaf. Saran dan kritik tentu sangat membantu kita utk menapaki pembelajaran dhamma. Jangan sungkan2. Terima kasih. 

benar, saya memang tidak puas atas penjelasan bro chingik yg ini, tetapi pada hal-hal lainnya, saya merasa banyak mendapat pengetahuan dari bro chingik dan rekan2 lainnya. saya toh tidak berharap bahwa semua keingintahuan saya bisa terpuaskan melalui forum ini. bahkan walau hanya 10% saja pun sudah cukup baik buat saya.

tentunya kita tidak perlu segan2 untuk berbagi pengetahuan sekalipun kita blm mencapai tingkatan spiritual tertentu.


Amin...
Saya malah merasa blm memberi kontribusi apa2 di DC ini, apalagi membandingkannya dng bro Indra yg ...wah dgn RABP nya saja sudah tak terkatakan jasanya..
Anumodana ^:)^
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: Indra on 17 December 2009, 07:02:59 PM
Mungkin perlu saya klarifikasi,
Saya tidak bermaksud mengatakan saya paham dan yang lain tidak paham. Membanding2kan pemahaman sendiri dgn orang lain tentu adalah tindakan bodoh yg tidak membawa kemajuan. Tapi berhubung bro Adi menyinggung2 masalah ini, bagi saya baik juga, setidaknya membantu saya agar tidak gegabah. Di sini kita cuma sharing pandangan dan berbagi pengalaman dari hasil pembelajaran. Bro Indra merasa tidak puas dengan penjelasan saya , mohon maklum saya sendiri juga masih dalam tahap belajar sehingga mungkin cara penjelasan saya tidak mengena, atau pemahaman saya salah, semua ini tentu tidak tertutup kemungkinannya.
 Tetapi bgm pun juga, tujuan kita adalah saling berbagi wawasan. Jika apa yang saya jelaskan adalah suatu kesalahan, saya mohon maaf. Saran dan kritik tentu sangat membantu kita utk menapaki pembelajaran dhamma. Jangan sungkan2. Terima kasih. 

benar, saya memang tidak puas atas penjelasan bro chingik yg ini, tetapi pada hal-hal lainnya, saya merasa banyak mendapat pengetahuan dari bro chingik dan rekan2 lainnya. saya toh tidak berharap bahwa semua keingintahuan saya bisa terpuaskan melalui forum ini. bahkan walau hanya 10% saja pun sudah cukup baik buat saya.

tentunya kita tidak perlu segan2 untuk berbagi pengetahuan sekalipun kita blm mencapai tingkatan spiritual tertentu.


Amin...
Saya malah merasa blm memberi kontribusi apa2 di DC ini, apalagi membandingkannya dng bro Indra yg ...wah dgn RABP nya saja sudah tak terkatakan jasanya..
Anumodana ^:)^

plus, tentu saja tidak perlu melampirkan komentar sinis. :)
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 17 December 2009, 07:44:22 PM
Quote
plus, tentu saja tidak perlu melampirkan komentar sinis.
haha..Padahal gak ada kepikiran ke arah situ lho, tapi ternyata persepsinya jadi begitu.
Ini jadi cerminan mengapa isi sebuah ajaran bisa memunculkan banyak perbedaan interpretasi.   ;D 

Title: Re: Akar perpecahan
Post by: Jerry on 18 December 2009, 03:17:39 AM
Nibbana, tak terkatakan. Setuju bila dikatakan undefined. Karena definisi manapun, adalah ekstrim yang seharusnya dihindari Buddhis. Tapi tidak setuju bila dikatakan 'undefined' = bisa nongol lagi lalu lenyap lagi. Karena kemampuan mengetahui dan mendefinisikan apapun masih dalam lingkup ruang-waktu yang diproses melalui pancakkhandha, sedangkan nibbana di luar lingkup ruang-waktu dan di luar lingkup pancakkhandha, jadi kita hanya dapat membicarakan apa yang 'bukan nibbana' yaitu soal lahir; lenyap; baik lahir maupun lenyap; atau bukan lahir maupun lenyap.

Demikian pula tidak setuju seorang arahat masih bisa berkehendak mencari penyempurnaan pengetahuan melalui suatu proses 'penjadian'. Ini berarti bhava-tanha dan bhava-tanha sebagaimana yg disepakati mau Theravada atau pun Mahayana adalah belenggu yang belum diputuskan seorang anagami. Apakah berarti arahat setara dengan anagami? Atau mungkin lebih rendah jangan-jangan? Karena dalam proses penyempurnaan paraminya, seorang arahat harus terlahir lagi dalam berbagai kondisi alam dan kelahiran melewati rentang proses sangat panjang dan tak terhitung kelahiran yang berulang-ulang dengan pelbagai sifat mencakup yang baik maupun yang jelek yang mungkin dimiliki seorang Bodhisatta. Hal ini tidak akan konsisten dengan penjelasan Sang Buddha sbgmn yang kita temukan baik dlm Nikaya Pali atau Agama Sanskrit, dengan mengesampingkan soal aliran yang ada hari ini. :)
Dg catatan tambahan, ini pun bila kita menerima konsep tentang Bodhisatta/Bodhisattva sebagaimana yang ada pada hari ini secara penuh.

_/\_
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: GandalfTheElder on 18 December 2009, 05:53:39 AM
Quote
Bro Gandalf mengerti apa yang mau dicapai dalam ajaran filosofo Mahayana !
Berarti Bro Gandalf, termasuk makhluk luar biasa donk ! karena memahami apa yang tidak bisa dimengerti oleh umat awam seperti penjelasan Bro Chingik.
Boleh tahu apa yang mau dicapai Bro Gandalf, supaya menambah pengetahuan saya tentang Buddha Dhamma filosofi Mahayana !
Terima kasih penjelasannya

Haisss....ckckckck....

Seperti kata Hokben, saya tidak bilang saya mengerti 100% ajaran Mahayana, ini menunjukkan bahwa anda memang punya niat menyindir dengan mengatakan terima kasih atas kejujurannya, saya termasuk makhluk luar biasa donk, dst.

Lebih baik hilangkan kebiasaan posting dengan berpikiran negatif seperti ini, kalau tidak, akan saya delete postingan anda di board ini, karena mengacaukan diskusi Dharma yang sebenarnya bisa dilakukan dengan sehat dan tanpa sindir-sindiran segala.

Mengenai Mahayana, saya memang hanya paham kulitnya saja, daging dan tulangnya saya belum paham, karena saya bahkan belum mencapai Bhumi pertama Bodhisattva. Demikian juga banyak teman2 se- Dharma di sini yang bahkan belum mencapai Sotapanna (hanya tahu kulit luarnya saja), mampu membabarkan ajaran Theravada dengan cukup baik.

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: GandalfTheElder on 18 December 2009, 05:56:47 AM
Quote
Demikian pula tidak setuju seorang arahat masih bisa berkehendak mencari penyempurnaan pengetahuan melalui suatu proses 'penjadian'. Ini berarti bhava-tanha dan bhava-tanha sebagaimana yg disepakati mau Theravada atau pun Mahayana adalah belenggu yang belum diputuskan seorang anagami. Apakah berarti arahat setara dengan anagami? Atau mungkin lebih rendah jangan-jangan? Karena dalam proses penyempurnaan paraminya, seorang arahat harus terlahir lagi dalam berbagai kondisi alam dan kelahiran melewati rentang proses sangat panjang dan tak terhitung kelahiran yang berulang-ulang dengan pelbagai sifat mencakup yang baik maupun yang jelek yang mungkin dimiliki seorang Bodhisatta. Hal ini tidak akan konsisten dengan penjelasan Sang Buddha sbgmn yang kita temukan baik dlm Nikaya Pali atau Agama Sanskrit, dengan mengesampingkan soal aliran yang ada hari ini. Smiley
Dg catatan tambahan, ini pun bila kita menerima konsep tentang Bodhisatta/Bodhisattva sebagaimana yang ada pada hari ini secara penuh.

Yang pasti Arhat ya sudah lebih tinggi pencapaiannya dari Anagamin.

Undefined ini dalam Mahayana biasanya erat dengan non-dualisme (advaya). Lahir pun juga tak lahir, anda akan menemukan ini di berbagai Sutra dan komentar Mahayana. Kelahiran Anagamin masih terikat dengan dualisme lahir, sedangkan kelahiran seorang Bodhisattva Bhumi ketujuh itu, sudah lepas dari apa yang namanya dualisme kemenjadian saja, karena seorang Bodhisattva tak lahir pun juga lahir, menjadi pun juga tak menjadi. Ini konsep yang tidak ada secara eksplisit dalam ajaran Shravakayana yang terkandung dalam Theravada, Sarvastivada, dll.

Apabila dalam Agama Sanskrit dikatakan bahwa:
我生已尽,Kelahiranku telah diakhiri
梵行已立,Kehidupan suci telah ditegakkan
所作已办,Apa yang dikerjakan telah dikerjakan
不更受有,Tiada lagi kelahiran

Maka tulisan di atas harus dipahami sesuai konteksnya, yang jelas-jelas menurut Mahayana menunjuk pada pencapaian Shravaka Arhat. Bahkan dalam Dasabhumika Sutra, kutipan Agama Sanskrit di atas mendeksripsikan pencapaian Bodhisattva bhumi keenam, yang kemudian memang masih harus dilanjutkan lagi sampai bhumi kesepuluh.

Laen kali saya posting Dasabhumika Sutra yah, setidaknya menambah penjelasan tentang ini.  ;)  ;)

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: adi lim on 18 December 2009, 08:35:42 AM
Tanya, diskusi, ndak boleh !
Karena tidak puas akan jawaban !, bertanya lagi ! dibilang dengan sindiran, jujur mengatakan terima kasih, tidak boleh, apakah Jawaban yg diberikan harus dipuaskan, dterima.
Bahaya memang !

Bro Gandalf mau hapus silahkan aja :))

Emang ndak benar, kok dibenarin.

Go ahead, kalau saya merasa ganggu, Hapus aja  :))
Kamu kan berkuasa sebagai TUHAN, bisa menghapus dan menciptakan. =))
 _/\_
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: GandalfTheElder on 18 December 2009, 08:52:05 AM
Quote
Tanya, diskusi, ndak boleh !
Karena tidak puas akan jawaban !, bertanya lagi ! dibilang dengan sindiran, jujur mengatakan terima kasih, tidak boleh, apakah Jawaban yg diberikan harus dipuaskan, dterima.
Bahaya memang !

Bro Gandalf mau hapus silahkan aja laugh

Emang ndak benar, kok dibenarin.

Go ahead, kalau saya merasa ganggu, Hapus aja  laugh
Kamu kan berkuasa sebagai TUHAN, bisa menghapus dan menciptakan. LOL

Ckck.... Umat Buddhis bisa berbicara seperti ini.....  8)  8) hebat juga....

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: ryu on 18 December 2009, 09:04:55 AM
Quote
Bro Gandalf mengerti apa yang mau dicapai dalam ajaran filosofo Mahayana !
Berarti Bro Gandalf, termasuk makhluk luar biasa donk ! karena memahami apa yang tidak bisa dimengerti oleh umat awam seperti penjelasan Bro Chingik.
Boleh tahu apa yang mau dicapai Bro Gandalf, supaya menambah pengetahuan saya tentang Buddha Dhamma filosofi Mahayana !
Terima kasih penjelasannya

Haisss....ckckckck....

Seperti kata Hokben, saya tidak bilang saya mengerti 100% ajaran Mahayana, ini menunjukkan bahwa anda memang punya niat menyindir dengan mengatakan terima kasih atas kejujurannya, saya termasuk makhluk luar biasa donk, dst.

Lebih baik hilangkan kebiasaan posting dengan berpikiran negatif seperti ini, kalau tidak, akan saya delete postingan anda di board ini, karena mengacaukan diskusi Dharma yang sebenarnya bisa dilakukan dengan sehat dan tanpa sindir-sindiran segala.

Mengenai Mahayana, saya memang hanya paham kulitnya saja, daging dan tulangnya saya belum paham, karena saya bahkan belum mencapai Bhumi pertama Bodhisattva. Demikian juga banyak teman2 se- Dharma di sini yang bahkan belum mencapai Sotapanna (hanya tahu kulit luarnya saja), mampu membabarkan ajaran Theravada dengan cukup baik.

 _/\_
The Siddha Wanderer
Quote
Tanya, diskusi, ndak boleh !
Karena tidak puas akan jawaban !, bertanya lagi ! dibilang dengan sindiran, jujur mengatakan terima kasih, tidak boleh, apakah Jawaban yg diberikan harus dipuaskan, dterima.
Bahaya memang !

Bro Gandalf mau hapus silahkan aja laugh

Emang ndak benar, kok dibenarin.

Go ahead, kalau saya merasa ganggu, Hapus aja  laugh
Kamu kan berkuasa sebagai TUHAN, bisa menghapus dan menciptakan. LOL

Ckck.... Umat Buddhis bisa berbicara seperti ini.....  8)  8) hebat juga....

 _/\_
The Siddha Wanderer
mau tanya, yang di bold termasuk menyindir gak ;D
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: GandalfTheElder on 18 December 2009, 09:10:46 AM
Yap, bisa termasuk  ;D  ;D ..... silahkan menilai sendiri apa latar belakang dan motivasi saya menyindir dan motivasi / latar belakang ketika adilim menyindir.  :))

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: naviscope on 18 December 2009, 09:32:03 AM
wedew, ada apa nech? ada apa?

Quote
Tanya, diskusi, ndak boleh !
Karena tidak puas akan jawaban !, bertanya lagi ! dibilang dengan sindiran, jujur mengatakan terima kasih, tidak boleh, apakah Jawaban yg diberikan harus dipuaskan, dterima.
Bahaya memang !

Bro Gandalf mau hapus silahkan aja laugh

Emang ndak benar, kok dibenarin.

Go ahead, kalau saya merasa ganggu, Hapus aja  laugh
Kamu kan berkuasa sebagai TUHAN, bisa menghapus dan menciptakan. LOL

Ckck.... Umat Buddhis bisa berbicara seperti ini.....  8)  8) hebat juga....

 _/\_
The Siddha Wanderer

bro gandalf, ga bole yach galak2 ama tamu.... he2
 [at] tamu : bertanya bole2 saja, tapi ga bole maksa yach.... he2

_/\_

*kaburrrrrr
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: GandalfTheElder on 18 December 2009, 09:36:13 AM
Quote
bro gandalf, ga bole yach galak2 ama tamu.... he2

 :)  :)  :)

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 18 December 2009, 10:48:12 AM
Quote
Demikian pula tidak setuju seorang arahat masih bisa berkehendak mencari penyempurnaan pengetahuan melalui suatu proses 'penjadian'. Ini berarti bhava-tanha dan bhava-tanha sebagaimana yg disepakati mau Theravada atau pun Mahayana adalah belenggu yang belum diputuskan seorang anagami. Apakah berarti arahat setara dengan anagami? Atau mungkin lebih rendah jangan-jangan? Karena dalam proses penyempurnaan paraminya, seorang arahat harus terlahir lagi dalam berbagai kondisi alam dan kelahiran melewati rentang proses sangat panjang dan tak terhitung kelahiran yang berulang-ulang dengan pelbagai sifat mencakup yang baik maupun yang jelek yang mungkin dimiliki seorang Bodhisatta. Hal ini tidak akan konsisten dengan penjelasan Sang Buddha sbgmn yang kita temukan baik dlm Nikaya Pali atau Agama Sanskrit, dengan mengesampingkan soal aliran yang ada hari ini. Smiley
Dg catatan tambahan, ini pun bila kita menerima konsep tentang Bodhisatta/Bodhisattva sebagaimana yang ada pada hari ini secara penuh.

Yang pasti Arhat ya sudah lebih tinggi pencapaiannya dari Anagamin.

Undefined ini dalam Mahayana biasanya erat dengan non-dualisme (advaya). Lahir pun juga tak lahir, anda akan menemukan ini di berbagai Sutra dan komentar Mahayana. Kelahiran Anagamin masih terikat dengan dualisme lahir, sedangkan kelahiran seorang Bodhisattva Bhumi ketujuh itu, sudah lepas dari apa yang namanya dualisme kemenjadian saja, karena seorang Bodhisattva tak lahir pun juga lahir, menjadi pun juga tak menjadi. Ini konsep yang tidak ada secara eksplisit dalam ajaran Shravakayana yang terkandung dalam Theravada, Sarvastivada, dll.

Apabila dalam Agama Sanskrit dikatakan bahwa:
我生已尽,Kelahiranku telah diakhiri
梵行已立,Kehidupan suci telah ditegakkan
所作已办,Apa yang dikerjakan telah dikerjakan
不更受有,Tiada lagi kelahiran

Maka tulisan di atas harus dipahami sesuai konteksnya, yang jelas-jelas menurut Mahayana menunjuk pada pencapaian Shravaka Arhat. Bahkan dalam Dasabhumika Sutra, kutipan Agama Sanskrit di atas mendeksripsikan pencapaian Bodhisattva bhumi keenam, yang kemudian memang masih harus dilanjutkan lagi sampai bhumi kesepuluh.

Laen kali saya posting Dasabhumika Sutra yah, setidaknya menambah penjelasan tentang ini.  ;)  ;)

 _/\_
The Siddha Wanderer

Ya,betul skali yang dijelaskan bro Gandalf , jadi dalam pandangan Mahayana, Bodhisatva yg mengakhiri kelahiran sudah tdk terikat dgn proses kemenjadian pd lingkup bhava-tanha. Melalui upaya kausalya paramita ,Bodhisatva mampu beremanasi dalam berbagai eksistensi yg tidak sama dengan fenomena kelahiran konvensional. Salah satu contoh paling gamblang adalah Kisah Jataka. Ketika petapa Sumedha menerima vyakarana dari Buddha Dipankara, Beliau sudah terbebas dari perbuatan2 tidak bajik. Berkalpa-kalpa lamanya beliau mengumpulkan paramita yang tidak ada satu pun dapat membuat dirinya memunculkan akusala-citta, apalagi saat-saat menjelang kematiannya. TEtapi lihat saja mengapa banyak sekali terlahir di alam binatang ? Secara hukum alami, tidak ada yang bisa terlahir di alam binatang selain akibat dari impuls karma buruk dan akusala-citta yg muncul saat kematian. Bahkan Beliau sangat sering terlahir di alam binatang. Apakah ini tidak kontradikti dgn usahanya dalam membangun Parami atas dasar welas asih dan memiliki berbagai faktor yg mendukung Parami nya sementara masih terjatuh ke alam binatang?

Tidak, karena menurut Mahayana, Bodhisatva telah mengakhiri proses kemenjadian dalam tataran konvensional. Semua bentuk "kemunculannya" tidak bisa dikaitkan dengan jenis kelahiran dalam hukum sebab musabab saling bergantungan.
Jika mengikuti hukum ini, maka kisah jataka menjadi rancu dengan usaha pengumpulan Parami yg terdiri atas semua faktor2 kebajikan, karena tidak ada kebajikan yg membuat seseorang terjatuh ke alam rendah.  


 
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: adi lim on 18 December 2009, 11:52:01 AM
Quote
Tanya, diskusi, ndak boleh !
Karena tidak puas akan jawaban !, bertanya lagi ! dibilang dengan sindiran, jujur mengatakan terima kasih, tidak boleh, apakah Jawaban yg diberikan harus dipuaskan, dterima.
Bahaya memang !

Bro Gandalf mau hapus silahkan aja laugh

Emang ndak benar, kok dibenarin.

Go ahead, kalau saya merasa ganggu, Hapus aja  laugh
Kamu kan berkuasa sebagai TUHAN, bisa menghapus dan menciptakan. LOL

Ckck.... Umat Buddhis bisa berbicara seperti ini.....  8)  8) hebat juga....

 _/\_
The Siddha Wanderer

Lho, jadi umat Buddhis kan harus ngomong apa adanya.
Memang demikian adanya ! ^:)^
 _/\_
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: HokBen on 18 December 2009, 02:12:56 PM
:)

thread "Akar Perpecahan" isinya sedikit menghangat neh...

mau aliran apapun, minumnya tetap xxxx <ga bole nyebut merek yah??>
yo diminum dulu gan, biar dingin, adem and diskusinya selalu diawali dengan pikiran positif terhadap sahabat Dhamma-nya..

IMO, kalo liat diskusi sindir2an, jadi non-sektarian kayaknya lebih adem deh
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: bond on 18 December 2009, 02:21:23 PM
Coba deh dibuat judul "akar persatuan" ^-^. lalu kita liat responnya.
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: maya devi on 18 December 2009, 02:31:48 PM
 _/\_

Ketika kita hanya mengetahui kulit dari sebuah aliran ditambah keegoisan dan kebodohan itulah penyebab perpecahan.

Jika kita membuka hati untuk menghormati dan mengetahui lebih dalam maka tidak ada namanya perpecahan.

Kita smua murid Buddha.    :)
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: luis on 18 December 2009, 02:33:20 PM
Memang diskusi bisa "menghangat" kalau topik diskusi menjadi mengarah pada kritisi pribadi seseorang :) tapi di luar itu, mendiskusikan perbedaan sampai ke akar2nya membantu banget untuk memahami sudut pandang lain dari suatu tradisi dan sekaligus cross check juga ke pemahaman diri sendiri akan tradisi tersebut.

Anumodana untuk teman2 yang sudah mendiskusikan pendapatnya _/\_
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: GandalfTheElder on 18 December 2009, 05:27:13 PM
Quote
Memang diskusi bisa "menghangat" kalau topik diskusi menjadi mengarah pada kritisi pribadi seseorang Smiley

Pertama saya cuman ngajak bercanda, tapi entah kenapa kemudian persepsinya ke arah mengkritisi pribadi, akhirnya malah jadi "menghangat"...  :))  :)) ....

Saya minta maaf kalau misalnya saya juga ikut2an mengkritisi pribadi.  _/\_ Mari kita kembali ke diskusi yang dingin.

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: Jerry on 18 December 2009, 06:46:14 PM
Thanks atas penjelasan Bro Chingik dan Bro Gandalf.
Thanks pula pada Bro Gandalf, semoga ingat dg janjinya ttg "Dasabhumika Sutra." Saya nantikan itu. ;)

Secara overall jawabannya saya bisa terima jika saya memandang dr perspektif "kacamata" Mahayana. Mungkin bbrp hal yg kurang saya mengerti yg ingin saya tanyakan mengenai ini:

 [at] Bro Gandalf:
Bodhisattva bhumi ke-7 seharusnya identik dengan arhat kan sbgmn ada dlm pernyataan ini bahwa seorang arhat telah terbebas dr dualisme lahir, berbeda dg anagamin?
"...Kelahiran Anagamin masih terikat dengan dualisme lahir, sedangkan kelahiran seorang Bodhisattva Bhumi ketujuh itu, sudah lepas dari apa yang namanya dualisme kemenjadian saja..."

Tetapi dicompare dg bagian ini koq terasa kontra-produktif ya? Atau saya kurang mengerti?
Sebgmn tertuang dlm pernyataan pencapaian arhat "Kelahiranku telah diakhiri. Kehidupan suci telah ditegakkan. Apa yang dikerjakan telah dikerjakan. Tiada lagi kelahiran." Demikian menurut Bro Gandalf adl deskripsi pencapaian Bodhisattva bhumi ke-6 dalam kalimat ini:
"...Bahkan dalam Dasabhumika Sutra, kutipan Agama Sanskrit di atas mendeksripsikan pencapaian Bodhisattva bhumi keenam.."

Jadi, manakah yg benar? Seorang arhat itu adl Bodhisattva Bhumi ke-7 atau ke-6?
Anumodana jawabannya. _/\_



 [at] Bro Chingik:
"Ketika petapa Sumedha menerima vyakarana dari Buddha Dipankara, Beliau sudah terbebas dari perbuatan2 tidak bajik. Berkalpa-kalpa lamanya beliau mengumpulkan paramita yang tidak ada satu pun dapat membuat dirinya memunculkan akusala-citta, apalagi saat-saat menjelang kematiannya."

Bukankah dalam fakta ceritanya dikatakan seorang Bodhisattva masih bisa melakukan pelanggaran sila selain berbohong? Dengan demikian masih ada akusala mano karma, dan ada akusala kaya karma tetapi tidak ada akusala vaci karma. Note: ini pun jika kita menginterpretasikankan berbohong sbg semua bentuk kualitas negatif dr pembicaraan. Krn selain berbohong, kita jg mengenal pembicaraan yg memecah belah, yg tak bermanfaat, dlsb.
Konsekuensi dr pelanggaran sila adalah masih ada karma-vipaka utk akusala mano karma dan akusala kaya karma seorang Bodhisattva. Ini pula yg menyebabkan Bodhisattva masih dapat terlahir ke alam rendah.

Sementara pemahaman saya berdasarkan Jataka dan sejauh dr diskusi antar pihak Theravadin dan Mahayanist baik di luar forum maupun di dalam forum DC, adalah bodhisattva tampaknya masih dalam lingkup Hukum Karma dan hukum pratitya-samutpada. Hanya saja tampaknya ada bbrp hak prerogatif bagi bodhisattva yaitu tidak akan dapat terlahir di alam neraka, tdk akan dpt berbuat akusala garuka karma dan bbrp lain yg mungkin saya belum tahu. Cmiiw.
(catt: saya tidak pernah terlalu menyelidiki kisah2 Jataka dan bodhisattva sebelumnya, maka saya bertanya.) :)

Bagaimanakah proses kemenjadian dalam tataran konvensional itu? Selain tataran konvensional, ada tataran apa lagi yah utk proses kemenjadian?

Anumodana jawabannya _/\_

P.S:
Saya minta maaf kalau misalnya saya juga ikut2an mengkritisi pribadi.  _/\_ Mari kita kembali ke diskusi yang dingin.

 _/\_
The Siddha Wanderer
Saya selalu salut pd Bro Gandalf yg meski masih muda tetapi cukup dewasa dan berlapang hati dalam berdiskusi. Semoga mendapat respon yg sama dr teman diskusinya. _/\_
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 18 December 2009, 07:54:50 PM
Quote
[at] Bro Chingik:
"Ketika petapa Sumedha menerima vyakarana dari Buddha Dipankara, Beliau sudah terbebas dari perbuatan2 tidak bajik. Berkalpa-kalpa lamanya beliau mengumpulkan paramita yang tidak ada satu pun dapat membuat dirinya memunculkan akusala-citta, apalagi saat-saat menjelang kematiannya."

Bukankah dalam fakta ceritanya dikatakan seorang Bodhisattva masih bisa melakukan pelanggaran sila selain berbohong? Dengan demikian masih ada akusala mano karma, dan ada akusala kaya karma tetapi tidak ada akusala vaci karma. Note: ini pun jika kita menginterpretasikankan berbohong sbg semua bentuk kualitas negatif dr pembicaraan. Krn selain berbohong, kita jg mengenal pembicaraan yg memecah belah, yg tak bermanfaat, dlsb.
Konsekuensi dr pelanggaran sila adalah masih ada karma-vipaka utk akusala mano karma dan akusala kaya karma seorang Bodhisattva. Ini pula yg menyebabkan Bodhisattva masih dapat terlahir ke alam rendah.

Sementara pemahaman saya berdasarkan Jataka dan sejauh dr diskusi antar pihak Theravadin dan Mahayanist baik di luar forum maupun di dalam forum DC, adalah bodhisattva tampaknya masih dalam lingkup Hukum Karma dan hukum pratitya-samutpada. Hanya saja tampaknya ada bbrp hak prerogatif bagi bodhisattva yaitu tidak akan dapat terlahir di alam neraka, tdk akan dpt berbuat akusala garuka karma dan bbrp lain yg mungkin saya belum tahu. Cmiiw.
(catt: saya tidak pernah terlalu menyelidiki kisah2 Jataka dan bodhisattva sebelumnya, maka saya bertanya.)

Bagaimanakah proses kemenjadian dalam tataran konvensional itu? Selain tataran konvensional, ada tataran apa lagi yah utk proses kemenjadian?


Maaf saya lupa menambahkan catatan bahwa penjelasan sy dari sudut pandang Mahayana. Dalam usaha memenuhi parami nya bodhisatva sudah tidak tergoyahkan.
Tetapi dalam RAPB pun menyebutkan:
 Karena munculnya Abhinihàra mulia ini dalam diri-Nya, hal-hal yang mengagumkan berikut muncul sebagai sifat dari Bodhisatta agung: (i) Beliau memperlakukan semua makhluk dengan penuh cinta kasih seperti anaknya sendiri; (ii) batin-Nya tidak dikotori oleh kejahatan-kejahatan (ia tidak tergoyahkan dan tidak ternoda oleh kotoran); (iii) semua pikiran, perkataan, dan perbuatannya bertujuan untuk menyejahterakan dan membahagiakan makhluk-makhluk, dan (iv) memenuhi Pàramã, dan mempraktikkan càga dan cariya, yang bukannya berkurang, namun semakin bertambah dan lebih matang.

Pada bagian ini RAPB telah menjelaskan dengan panjang lebar tentang kebesaran seorang bodhisatta , tetapi RAPB sendiri memuat pernyataan yang terlihat kontradiktif, seperti yg anda kemukakan yakni terlahir di alam rendah, alam binatang dan alam peta.

Kemudian yang saya jelaskan adalah sesuai dgn pernyataan RAPB tentang ketaktergoyahkan sang bodhisatta yg pada bagian ini sangat sesuai dgn prinsip Mahayana. Hanya saja dalam Mahayana tidak menganggap bodhisatta dapat terlahir di alam rendah atas dasar pikiran jahat, kecuali dengan kekuatan adhitana melakukan emanasi.


Title: Re: Akar perpecahan
Post by: Jerry on 18 December 2009, 10:26:13 PM
Bro Chingik, hak prerogatif Bodhisatta yg saya tahu sejauh ini bahwa beliau tdk terlahir di alam neraka (entah benar atau tidak, masih perlu dicross-check), tidak tahu bagaimana dg alam peta dan asura, yg jelas sih alam binatang sering. Jd saya tidak menulis total sbgm yg Bro tuliskan sebelumnya: "seperti yg anda kemukakan yakni terlahir di alam rendah, alam binatang dan alam peta."
Saya tidak mau ini sampai menimbulkan pitnah bagi Bodhisatta. :hammer:

Saya sendiri tidak berkapasitas dalam menjawab mewakili pandangan Theravada dalam hal ini. Karena jujur saja, sejak awal saya tidak terlalu menaruh perhatian pada Jataka dan teori Bodhisattva dalam praktek saya. Maka dr itu saya bertanya benar2 sbg pihak yg tidak tahu dan mencari tahu. Tentu baiknya pernyataan dr Bro Chingik mengenai ketidak-konsistenan RAPB itu dilempar ke board Theravada. Bagaimana? :D

Oya.. Jadi menurut Mahayana bodhisatta terlahir di alam rendah itu melalui kekuatan adhitthana nya? Adakah sumber dari Jataka yg mengatakan demikian? Dan 1 lagi, apakah Jataka Theravada dengan Jataka Mahayana adalah sama?
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 18 December 2009, 11:01:05 PM
Quote
Bagaimanakah proses kemenjadian dalam tataran konvensional itu? Selain tataran konvensional, ada tataran apa lagi yah utk proses kemenjadian?
tataran konvensional maksudnya jenis siklus kematian makhluk awam. Prosesnya sama seperti dalam penjelasan proses kemenjadian manusia biasa yg mengikuti hukum sebab musabab yg saling bergantungan.

Siklus kemenjadian (kelahiran dan kematian= samsara)  terbagi atas 2:
 

1. 變易生死 [py] biànyì shēngsi  --> "Miraculous samsara" The samsara experienced by enlightened bodhisattvas  ---> tataran tidak konvensional
2. 分段生死 [py] Fenduan shengsi -->the "fragmentary saṃsāra"  by unenlightened people  ---> tataran konvensional

Dapat dilihat dalam Srimaladevi simhanada Sutra, Shurangama Sutra, Huguo Renwan Boruo Jing , dll.

Buddha berkata kepada Srimala, “…Ada dua jenis siklus kematian, apakah dua jenis itu? Siklus kematian frakmentaris dan Siklus kematian perubahan [gaib]. Siklus kematian frakmentaris merujuk pada makhluk yang hidup dalam kepalsuan [dunia]. Siklus kematian perubahan [gaib] merujuk pada para Arahat, Pratyeka-buddha dan Maha bala bodhisattva hingga Buddha-pencapaian bodhi tertinggi. Dalam dua jenis siklus ini, Arahat dan pratyeka-buddha telah memutuskan siklus kematian frakmentaris,yang mana kelahirannya telah diakhiri, karena telah memperoleh buah sopadhisesa (yg masih ada sisa), kehidupan sucinya telah ditegakkan,yang tidak dapat dilakukan oleh para makhluk awam dan dewa, dan yang belum dipraktikkan oleh 7 jenis praktisi. Karena telah diputuskannya noda batin kepalsuan. Apa yang dikerjakan telah dikerjakan. Noda batin telah dikikis oleh ARahat dan pratyeka-buddha sehingga tiada lagi kelahiran. Yang dikatakan tiada kelahiran bukan karena telah mengakhiri semua jenis noda batin juga bukan karena telah mengakhiri semua jenis kelahiran sehingga disebut tiada kelahiran. Mengapa masih ada noda batin, karena Arahat dan pratyeka-buddha belum mengikis dua jenis noda batin…”

Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 18 December 2009, 11:34:05 PM
Bro Chingik, hak prerogatif Bodhisatta yg saya tahu sejauh ini bahwa beliau tdk terlahir di alam neraka (entah benar atau tidak, masih perlu dicross-check), tidak tahu bagaimana dg alam peta dan asura, yg jelas sih alam binatang sering. Jd saya tidak menulis total sbgm yg Bro tuliskan sebelumnya: "seperti yg anda kemukakan yakni terlahir di alam rendah, alam binatang dan alam peta."
Saya tidak mau ini sampai menimbulkan pitnah bagi Bodhisatta. :hammer:

Saya sendiri tidak berkapasitas dalam menjawab mewakili pandangan Theravada dalam hal ini. Karena jujur saja, sejak awal saya tidak terlalu menaruh perhatian pada Jataka dan teori Bodhisattva dalam praktek saya. Maka dr itu saya bertanya benar2 sbg pihak yg tidak tahu dan mencari tahu. Tentu baiknya pernyataan dr Bro Chingik mengenai ketidak-konsistenan RAPB itu dilempar ke board Theravada. Bagaimana? :D

Oya.. Jadi menurut Mahayana bodhisatta terlahir di alam rendah itu melalui kekuatan adhitthana nya? Adakah sumber dari Jataka yg mengatakan demikian? Dan 1 lagi, apakah Jataka Theravada dengan Jataka Mahayana adalah sama?

Kalo mengatakan hak prerogatif, apa yg menjadi hak prerogatif? Yang menentukan smua ini tidak lain adalah kekuatan karmanya. DAlam RAPB menyebutkan tentang alam peta juga. Ini memang saya tambahkan utk menegaskan saja.
Ketidak konsistenan antara Parami bodhisatta dengan kelahiran di alam rendah dalam RAPB saya sendiri belum tahu apa alasan dan penjelasan nya. Mungkin rekan yg pakar Theravada dapat membantu menjelaskannya.

Adalah wajar bila nanti penjelasannya tidak sepenuhnya sama dengan pandangan Mahayana. Intinya kita sama2 berbagi wawasan di sini.

Kelahiran di alam rendah seorang bodhisatva dalam Mahayana tidaklah karena kelahiran dalam tataran konvensional, karena tidak mungkin ketika sudah membangkitkan Abhinihara dan membangun Parami yg terus maju masih bisa terjadi   kemerosotan. Kemerosotan dalam jalan bodhisatva memang ada tapi jenis bodhisatva ini dapat terjadi sebelum mendapat ramalan (Vyakarana) dari seorang Buddha. Kalo sudah diramal , maka tidak ada kemerosotan lagi, tidak tergoyahkan lagi. Seperti yg tertulis juga dalam RAPB yg telah dikutipkan sebelumnya .

Avatamsaka Sutra mengatakan, "[Bodhisatva mampu] bermanifestasi tak terhingga aktifitas kemuliaan dan memasuki ke semua alam kehidupan para makhluk hidup, mengetahui tindakan2 semua makhluk hidup, ini disebut Kemurnian Upaya Kausalya Paramita" .
Tapi dalam Jataka Theravada tidak ada konsep demikian, makanya mengapa masih mengatakan bodhisatva masih terlahir di alam rendah karena karma yang dilakukannya.

Jataka Theravada tentu dianggap tak terpisahkan dalam Mahayana, karena semuanya adalah ajaran dari Guru Buddha yang harus dijunjungi.  Kemudian Jataka mahayana juga ada﹐ dan cukup banyak juga, seperti dalam Liudu Ji Jing (Kumpulan Enam Paramita), XianYuJing, BeiHuaJing, PusaBenYuanJing, PusaBenxingJing, dan lain sebagainya.
 
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: adi lim on 19 December 2009, 05:33:14 AM
Quote
Bro Gandalf mengerti apa yang mau dicapai dalam ajaran filosofo Mahayana !
Berarti Bro Gandalf, termasuk makhluk luar biasa donk ! karena memahami apa yang tidak bisa dimengerti oleh umat awam seperti penjelasan Bro Chingik.
Boleh tahu apa yang mau dicapai Bro Gandalf, supaya menambah pengetahuan saya tentang Buddha Dhamma filosofi Mahayana !
Terima kasih penjelasannya

Haisss....ckckckck....

Seperti kata Hokben, saya tidak bilang saya mengerti 100% ajaran Mahayana, ini menunjukkan bahwa anda memang punya niat menyindir dengan mengatakan terima kasih atas kejujurannya, saya termasuk makhluk luar biasa donk, dst.

Lebih baik hilangkan kebiasaan posting dengan berpikiran negatif seperti ini, kalau tidak, akan saya delete postingan anda di board ini, karena mengacaukan diskusi Dharma yang sebenarnya bisa dilakukan dengan sehat dan tanpa sindir-sindiran segala.

Mengenai Mahayana, saya memang hanya paham kulitnya saja, daging dan tulangnya saya belum paham, karena saya bahkan belum mencapai Bhumi pertama Bodhisattva. Demikian juga banyak teman2 se- Dharma di sini yang bahkan belum mencapai Sotapanna (hanya tahu kulit luarnya saja), mampu membabarkan ajaran Theravada dengan cukup baik.

 _/\_
The Siddha Wanderer
Quote
Tanya, diskusi, ndak boleh !
Karena tidak puas akan jawaban !, bertanya lagi ! dibilang dengan sindiran, jujur mengatakan terima kasih, tidak boleh, apakah Jawaban yg diberikan harus dipuaskan, dterima.
Bahaya memang !

Bro Gandalf mau hapus silahkan aja laugh

Emang ndak benar, kok dibenarin.

Go ahead, kalau saya merasa ganggu, Hapus aja  laugh
Kamu kan berkuasa sebagai TUHAN, bisa menghapus dan menciptakan. LOL

Ckck.... Umat Buddhis bisa berbicara seperti ini.....  8)  8) hebat juga....

 _/\_
The Siddha Wanderer
mau tanya, yang di bold termasuk menyindir gak ;D

ada nyindir atau tidak nyindir, hanya 'TUHAN' yang tahu ! :))

Dalam diskusi, ada sindiran atau tidak, itu hal biasa, karena ketidak puasan hasil jawaban tentulah di akan diulang tanya lagi sampai seberapa pengetahuan yang di miliki oleh seorang Penjawab atau yang ahli, kalau penjawab merasa ada sindiran dalam pertanyaan2 tsb, jawablah dengan apa yang diketahui aja (emang kalau pengetahuan sampai sebatas itu aja, yang bertanya juga akan diam, demikian adanya apa yang mau dipaksa).
Karena setiap manusia pasti menghargai Kejujuran.

Janganlah sampai mengancam atau menuding kepada yang bertanya, gimana diskusi ini bisa sehat. ^:)^
 _/\_
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: adi lim on 19 December 2009, 05:40:25 AM
Yap, bisa termasuk  ;D  ;D ..... silahkan menilai sendiri apa latar belakang dan motivasi saya menyindir dan motivasi / latar belakang ketika adilim menyindir.  :))

 _/\_
The Siddha Wanderer

Motivasi sindiran banyak, tidak puas akan jawaban, tidak puas akan cara Penjawab memberikan jawaban, tidak puas .......... dst
Kalau pertanyaan berupa sindiran itu dijadikan alasan ganggu atas forum diskusi, dan di sertai ancaman untuk menghapus/delete kepada yang bertanya. ^:)^
 _/\_
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: bond on 19 December 2009, 09:53:38 AM
Menarik sekali....

Saya juga ada pertanyaan karena minimnya pengetahuan saya tentang jataka dari Theravada dan Mahayana.

Apa yang saya mengerti bodhisatta terlahir menjadi hewan adalah karena hasil kamma lalu. Kalau menurut mahayana Bodhisatva terlahir menjadi hewan karena adhitana dan bukan kelahiran konvensional, itu yg saya tangkap maksudnya CMIIW.

Nah pertanyaannya.

1. Jika seorang bodhisatta terlahir menjadi hewan bisakah menjadi Harimau atau binatang carnivora?

2. apakah hewan carnivora memakan binatang lain menimbulkan kamma buruk juga.?

3. Jika boddhisatta ketika menjadi binatang, dan kelihatannya binatang yg istimewa memiliki welas asih terhadap makhluk lainnya dan dalam jataka pun terlihat memiliki kesadaran khusus. Maka pertanyaanya adalah ketika menjadi Harimau atau binatang carnivora lainnya( jika memang pernah terlahirkan sebagai carnivora) maka dimana ke-welas asihan sebagai bodhistava yg memiliki keistimewaan kesadaran welas asih ketika menjadi binatang?

Pertanyaan ini saya ajukan kepada kedua belah pihak yaitu pihak Theravada dan Mahayana juga, sehingga ada perbandingan yang comprehensif dalam satu thread ini.

Mettacitena. _/\_


Title: Re: Akar perpecahan
Post by: Indra on 19 December 2009, 10:01:51 AM
Ketika Bodhisatta terlahir menjadi singa, Beliau hanya memakan daging sisa-sisa dari korban yg telah dimangsa binatang buas lainnya. jadi Beliau tidak melakukan perburuan sendiri. mungkin seperti Aslan dalam The Narnia
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: bond on 19 December 2009, 10:08:03 AM
Ok thanks Om Indra. Jelas deh.. _/\_
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: bond on 19 December 2009, 11:29:09 AM
Oh ya referensi cerita jataka boddhisatva sebagai singa makan bangkai binatang di cerita jataka mana ya?

Uda cari ngak ketemu?  ???

Title: Re: Akar perpecahan
Post by: marcedes on 19 December 2009, 11:32:19 AM
pertanyaan saya dari thread dulu saya donkkk

jataka pangeran mahasatva yang "membunuh" seorang Pembunuh dalam kapal yang hendak membunuh 500 orang..
kemanakah Abhinna-nya apabila telah mencapai pencerahan sempurna?
macet atau gimana?

kan katanya...

Quote
Avatamsaka Sutra mengatakan, "[Bodhisatva mampu] bermanifestasi tak terhingga aktifitas kemuliaan dan memasuki ke semua alam kehidupan para makhluk hidup, mengetahui tindakan2 semua makhluk hidup, ini disebut Kemurnian Upaya Kausalya Paramita"

kalau di lihat dari sisi hidup seorang Buddha, sejak kapan Buddha mengambil jalan MEMBUNUH, demi menyelamatkan makhluk hidup...
apa mau di tutup dengan penjelasan singkat "upaya kausalya"

dan lagi yg belum ada jawaban sampai sekarang ini.
"buat apa buddha berakting lupa cara pencapaiannya?, menahan lapar hingga luar biasa sampai hampir mati"...jujur menurut gw itu kebodohan luar biasa.

apakah ini upaya kausalya lagi?
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: adi lim on 19 December 2009, 12:05:48 PM
Ketika Bodhisatta terlahir menjadi singa, Beliau hanya memakan daging sisa-sisa dari korban yg telah dimangsa binatang buas lainnya. jadi Beliau tidak melakukan perburuan sendiri. mungkin seperti Aslan dalam The Narnia

Anumodana
 _/\_
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: Tekkss Katsuo on 19 December 2009, 12:49:53 PM
btwww. setau saya di jataka ngak ada bodhisatta makan bangkai hasil perburuan binatang lain, yg ada ikut berburu, ini tertulis di sigala jataka..

 After the younger lions lost their parents to the stroke of death, the brother lions would leave their sister behind whenever they went out to find something to eat. Once they had obtained food, they would bring some back for their sister the Lioness to eat.
Sin Chan: itu referensi ikut berburu
Once when the seven brothers ventured forth to search for food, the Jackal would depart his Crystal Cave and visit the Golden Cave. Taking his stand before the young Lioness, he addressed her slyly with the seductive and tempting words


http://www.borobudur.tv/avadana_01.htm#The

Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 19 December 2009, 01:23:25 PM
Menarik sekali....

Saya juga ada pertanyaan karena minimnya pengetahuan saya tentang jataka dari Theravada dan Mahayana.

Apa yang saya mengerti bodhisatta terlahir menjadi hewan adalah karena hasil kamma lalu. Kalau menurut mahayana Bodhisatva terlahir menjadi hewan karena adhitana dan bukan kelahiran konvensional, itu yg saya tangkap maksudnya CMIIW.

Nah pertanyaannya.

1. Jika seorang bodhisatta terlahir menjadi hewan bisakah menjadi Harimau atau binatang carnivora?

2. apakah hewan carnivora memakan binatang lain menimbulkan kamma buruk juga.?

3. Jika boddhisatta ketika menjadi binatang, dan kelihatannya binatang yg istimewa memiliki welas asih terhadap makhluk lainnya dan dalam jataka pun terlihat memiliki kesadaran khusus. Maka pertanyaanya adalah ketika menjadi Harimau atau binatang carnivora lainnya( jika memang pernah terlahirkan sebagai carnivora) maka dimana ke-welas asihan sebagai bodhistava yg memiliki keistimewaan kesadaran welas asih ketika menjadi binatang?

Pertanyaan ini saya ajukan kepada kedua belah pihak yaitu pihak Theravada dan Mahayana juga, sehingga ada perbandingan yang comprehensif dalam satu thread ini.

Mettacitena. _/\_
1。 Sebagai makhluk agung , bodhisatva bukan terlahir dalam arti terjatuh ke alam rendah. TEtapi karena memiliki kesadaran istimewa dari hasil praktik parami nya , Beliau mampu beremanasi ke berbagai alam kehidupan, termasuk alam hewan sebagai harimau, dan tidak akan menyakiti makhluk lainnya.

2. Hewan saling memakan itu termasuk karma buruk. Makanya sulit dan langka baginya utk terlahir di alam baik.

3. Karena bodhisatva telah mengembangkan paraminya maka tentu dalam wujud hewan pun memiliki sifat welas asih, karena pada hakikatnya bodhisatva sudah tidak melekat pd wujud apalagi fisik. Terlihat dalam wujud hewan, tapi batinnya selalu "terjaga". Jadi dia mempertunjukkan dapat hidup berdampingan dengan hewan lainnya. Kadang tujuannya bukan hanya ingin memberi manfaat pada sesama hewan, bahkan dapat menyadarkan manusia. Pada kondisi tertentu, manusia yg melihat binatang buas memiliki sifat baik, manusia akan tersadarkan bahwa yg buas saja bisa memiliki sifat baik, sebagai manusia jg sharusnya mengembangkannya. Inilah Parami yg dikembangkan bodhisatva dalam wujud hewan.

Title: Re: Akar perpecahan
Post by: naviscope on 19 December 2009, 01:32:40 PM
Menarik sekali....

Saya juga ada pertanyaan karena minimnya pengetahuan saya tentang jataka dari Theravada dan Mahayana.

Apa yang saya mengerti bodhisatta terlahir menjadi hewan adalah karena hasil kamma lalu. Kalau menurut mahayana Bodhisatva terlahir menjadi hewan karena adhitana dan bukan kelahiran konvensional, itu yg saya tangkap maksudnya CMIIW.

Nah pertanyaannya.

1. Jika seorang bodhisatta terlahir menjadi hewan bisakah menjadi Harimau atau binatang carnivora?

2. apakah hewan carnivora memakan binatang lain menimbulkan kamma buruk juga.?

3. Jika boddhisatta ketika menjadi binatang, dan kelihatannya binatang yg istimewa memiliki welas asih terhadap makhluk lainnya dan dalam jataka pun terlihat memiliki kesadaran khusus. Maka pertanyaanya adalah ketika menjadi Harimau atau binatang carnivora lainnya( jika memang pernah terlahirkan sebagai carnivora) maka dimana ke-welas asihan sebagai bodhistava yg memiliki keistimewaan kesadaran welas asih ketika menjadi binatang?

Pertanyaan ini saya ajukan kepada kedua belah pihak yaitu pihak Theravada dan Mahayana juga, sehingga ada perbandingan yang comprehensif dalam satu thread ini.

Mettacitena. _/\_
1。 Sebagai makhluk agung , bodhisatva bukan terlahir dalam arti terjatuh ke alam rendah. TEtapi karena memiliki kesadaran istimewa dari hasil praktik parami nya , Beliau mampu beremanasi ke berbagai alam kehidupan, termasuk alam hewan sebagai harimau, dan tidak akan menyakiti makhluk lainnya.

2. Hewan saling memakan itu termasuk karma buruk. Makanya sulit dan langka baginya utk terlahir di alam baik.

3. Karena bodhisatva telah mengembangkan paraminya maka tentu dalam wujud hewan pun memiliki sifat welas asih, karena pada hakikatnya bodhisatva sudah tidak melekat pd wujud apalagi fisik. Terlihat dalam wujud hewan, tapi batinnya selalu "terjaga". Jadi dia mempertunjukkan dapat hidup berdampingan dengan hewan lainnya. Kadang tujuannya bukan hanya ingin memberi manfaat pada sesama hewan, bahkan dapat menyadarkan manusia. Pada kondisi tertentu, manusia yg melihat binatang buas memiliki sifat baik, manusia akan tersadarkan bahwa yg buas saja bisa memiliki sifat baik, sebagai manusia jg sharusnya mengembangkannya. Inilah Parami yg dikembangkan bodhisatva dalam wujud hewan.


mantafff bro ching ik, kasi cendol ah

btwww. setau saya di jataka ngak ada bodhisatta makan bangkai hasil perburuan binatang lain, yg ada ikut berburu, ini tertulis di sigala jataka..

 After the younger lions lost their parents to the stroke of death, the brother lions would leave their sister behind whenever they went out to find something to eat. Once they had obtained food, they would bring some back for their sister the Lioness to eat.
Sin Chan: itu referensi ikut berburu
Sin Chan: Once when the seven brothers ventured forth to search for food, the Jackal would depart his Crystal Cave and visit the Golden Cave. Taking his stand before the young Lioness, he addressed her slyly with the seductive and tempting words


http://www.borobudur.tv/avadana_01.htm#The



masih bingung dengan jataka yang satu ini _/\_
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: bond on 19 December 2009, 02:12:43 PM
Menarik sekali....

Saya juga ada pertanyaan karena minimnya pengetahuan saya tentang jataka dari Theravada dan Mahayana.

Apa yang saya mengerti bodhisatta terlahir menjadi hewan adalah karena hasil kamma lalu. Kalau menurut mahayana Bodhisatva terlahir menjadi hewan karena adhitana dan bukan kelahiran konvensional, itu yg saya tangkap maksudnya CMIIW.

Nah pertanyaannya.

1. Jika seorang bodhisatta terlahir menjadi hewan bisakah menjadi Harimau atau binatang carnivora?

2. apakah hewan carnivora memakan binatang lain menimbulkan kamma buruk juga.?

3. Jika boddhisatta ketika menjadi binatang, dan kelihatannya binatang yg istimewa memiliki welas asih terhadap makhluk lainnya dan dalam jataka pun terlihat memiliki kesadaran khusus. Maka pertanyaanya adalah ketika menjadi Harimau atau binatang carnivora lainnya( jika memang pernah terlahirkan sebagai carnivora) maka dimana ke-welas asihan sebagai bodhistava yg memiliki keistimewaan kesadaran welas asih ketika menjadi binatang?

Pertanyaan ini saya ajukan kepada kedua belah pihak yaitu pihak Theravada dan Mahayana juga, sehingga ada perbandingan yang comprehensif dalam satu thread ini.

Mettacitena. _/\_
1。 Sebagai makhluk agung , bodhisatva bukan terlahir dalam arti terjatuh ke alam rendah. TEtapi karena memiliki kesadaran istimewa dari hasil praktik parami nya , Beliau mampu beremanasi ke berbagai alam kehidupan, termasuk alam hewan sebagai harimau, dan tidak akan menyakiti makhluk lainnya.

2. Hewan saling memakan itu termasuk karma buruk. Makanya sulit dan langka baginya utk terlahir di alam baik.

3. Karena bodhisatva telah mengembangkan paraminya maka tentu dalam wujud hewan pun memiliki sifat welas asih, karena pada hakikatnya bodhisatva sudah tidak melekat pd wujud apalagi fisik. Terlihat dalam wujud hewan, tapi batinnya selalu "terjaga". Jadi dia mempertunjukkan dapat hidup berdampingan dengan hewan lainnya. Kadang tujuannya bukan hanya ingin memberi manfaat pada sesama hewan, bahkan dapat menyadarkan manusia. Pada kondisi tertentu, manusia yg melihat binatang buas memiliki sifat baik, manusia akan tersadarkan bahwa yg buas saja bisa memiliki sifat baik, sebagai manusia jg sharusnya mengembangkannya. Inilah Parami yg dikembangkan bodhisatva dalam wujud hewan.



Thanks bro Chingik.

Hanya belum ketemu referensi2 jataka dimana bodhisatva menjadi singa hanya memakan bangkai / sisa dari perburuan binatang lain.  Kalau ada referensi itu maka akan memperjelas keadaan sebenarnya. Kalau sigala jataka terlihat Sang Boddhisatta ikut berburu ya...

Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 19 December 2009, 03:59:25 PM
pertanyaan saya dari thread dulu saya donkkk

jataka pangeran mahasatva yang "membunuh" seorang Pembunuh dalam kapal yang hendak membunuh 500 orang..
kemanakah Abhinna-nya apabila telah mencapai pencerahan sempurna?
macet atau gimana?

kan katanya...

Quote
Avatamsaka Sutra mengatakan, "[Bodhisatva mampu] bermanifestasi tak terhingga aktifitas kemuliaan dan memasuki ke semua alam kehidupan para makhluk hidup, mengetahui tindakan2 semua makhluk hidup, ini disebut Kemurnian Upaya Kausalya Paramita"

kalau di lihat dari sisi hidup seorang Buddha, sejak kapan Buddha mengambil jalan MEMBUNUH, demi menyelamatkan makhluk hidup...
apa mau di tutup dengan penjelasan singkat "upaya kausalya"

dan lagi yg belum ada jawaban sampai sekarang ini.
"buat apa buddha berakting lupa cara pencapaiannya?, menahan lapar hingga luar biasa sampai hampir mati"...jujur menurut gw itu kebodohan luar biasa.

apakah ini upaya kausalya lagi?

Mengenai bodhisatva membunuh perampok di atas kapal , tentu harus diteliti kronologinya.   
Apapun pertimbangan bodhisatva, semua dilandasi oleh rasa welas asih kepada semua makhluk termasuk kepada orang jahat sekali pun. Inilah inti yg ingin dikemukakan dalam Sutra ini. Lalu bagaimana bodhisatva mengembangkan welas asih nya saat berhadapan dengan situasi ini? Pada saat itu, 500 pedagang yg menjadi sasaran pembuhunan oleh perampok itu adalah orang2 yg telah mengembangkan Cita2 Menjadi Buddha yang batinnya telah teguh tidak mengalami kemerosotan lagi. Bodhisatva pada saat itu mengetahui potensi 500 orang ini. Kemudian beliau menyelidiki lagi, apa yang terjadi bila perampok ini membunuh ke500 orang itu, setelah diselidiki ternyata bila perampok itu membunuh 1 saja akan terjatuh ke alam neraka , apalagi membunuh 500 orang itu ternyata perampok itu akan mengalami kelahiran di alam neraka avici yg tak terhingga deritanya. Kemudian Bodhisatva menyelidiki lagi bahwa apabila perampok itu benar melakukan tindakan membunuh 500 orang itu, justru dia yang akan terbunuh dan akibatnya 500 orang itu akan terlahir di alam neraka karena telah membunuh perampok itu, dengan kata lain kedua belah pihak akan terjatuh ke neraka.
Bodhisatva mengetahui tidak ada jalan lain, maka atas dasar belas kasih pada kedua belah pihak tidak mungkin seorang bodhisatva berpangku tangan. Karena bodhisatva tahu sudah tidak ada cara lain, maka atas dasar welas asih kepada semuanya, satu2nya jalan adalah membunuh perampok itu. Dan setelah membuat pilihan ini, perampok dan 500 pedagang itu sama2 terbebas dari resiko terlahir di alam neraka. 
Di sini dapat dipetik kesimpulan:
1. Bodhisatva utk apa ingin melibatkan diri, jika bukan atas dasar welas asih? 
2. Kalo orang awam mungkin akan pura2 ga tahu, masa bodoh. Atau bila mau melibatkan diri, mungkin dia akan melapor dulu kepada 500 pedagang, bukankah akan membuat 500 pedagang itu balik membunuh yg akibatnya semuanya akan terlahir di neraka?
3. Hanya orang yg mengetahui buah karma yg terjadi di masa yg akan datang baru dapat mengambil keputusan jalan mana yg dipilih. Oleh karena itu, kasus ini tidak bisa digerenalisasi bahwa berarti setiap orang bisa melakukannya.   

Mengapa ini disebut Upaya Kausalya? Inilah salah satu dari Parami seorang bodhisatva. Mengapa tidak menggunakan Dana Parami? Kalo bisa, ya sudah pasti dilakukan. Ada hal2 tertentu yg tidak bisa langsung menggunakan dana parami, misalnya mengorbankan diri kepada perampok, hasilnya justru membuatnya terjatuh ke neraka, dan lain sebagainya. Karena Bodhisatva tidak pernah berhenti mencari cara2 yg sesuai, maka salah satu jalan itu adalah Upaya kausalya. Dan karena akibat dari tindakan itu justru membuat mereka terbebaskan dari derita, maka ini bukan tindakan yang melanggar sila. TEtapi harus diingat bahwa bila kita tidak memiliki abhinna utk mengetahui akibat2 yg terjadi di masa yg akan datang, maka kita tidak pantas menggeneralisi bhw tindakan ini bisa dilakukan oleh siapa saja. 
 
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: naviscope on 19 December 2009, 04:14:04 PM
makin kagum ama bro chingik

anumodana bro atas dhamma-nya yang cukup logika dan bisa saya terima

_/\_
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: ryu on 19 December 2009, 04:28:30 PM
pertanyaan saya dari thread dulu saya donkkk

jataka pangeran mahasatva yang "membunuh" seorang Pembunuh dalam kapal yang hendak membunuh 500 orang..
kemanakah Abhinna-nya apabila telah mencapai pencerahan sempurna?
macet atau gimana?

kan katanya...

Quote
Avatamsaka Sutra mengatakan, "[Bodhisatva mampu] bermanifestasi tak terhingga aktifitas kemuliaan dan memasuki ke semua alam kehidupan para makhluk hidup, mengetahui tindakan2 semua makhluk hidup, ini disebut Kemurnian Upaya Kausalya Paramita"

kalau di lihat dari sisi hidup seorang Buddha, sejak kapan Buddha mengambil jalan MEMBUNUH, demi menyelamatkan makhluk hidup...
apa mau di tutup dengan penjelasan singkat "upaya kausalya"

dan lagi yg belum ada jawaban sampai sekarang ini.
"buat apa buddha berakting lupa cara pencapaiannya?, menahan lapar hingga luar biasa sampai hampir mati"...jujur menurut gw itu kebodohan luar biasa.

apakah ini upaya kausalya lagi?

Mengenai bodhisatva membunuh perampok di atas kapal , tentu harus diteliti kronologinya.   
Apapun pertimbangan bodhisatva, semua dilandasi oleh rasa welas asih kepada semua makhluk termasuk kepada orang jahat sekali pun. Inilah inti yg ingin dikemukakan dalam Sutra ini. Lalu bagaimana bodhisatva mengembangkan welas asih nya saat berhadapan dengan situasi ini? Pada saat itu, 500 pedagang yg menjadi sasaran pembuhunan oleh perampok itu adalah orang2 yg telah mengembangkan Cita2 Menjadi Buddha yang batinnya telah teguh tidak mengalami kemerosotan lagi. Bodhisatva pada saat itu mengetahui potensi 500 orang ini. Kemudian beliau menyelidiki lagi, apa yang terjadi bila perampok ini membunuh ke500 orang itu, setelah diselidiki ternyata bila perampok itu membunuh 1 saja akan terjatuh ke alam neraka , apalagi membunuh 500 orang itu ternyata perampok itu akan mengalami kelahiran di alam neraka avici yg tak terhingga deritanya. Kemudian Bodhisatva menyelidiki lagi bahwa apabila perampok itu benar melakukan tindakan membunuh 500 orang itu, justru dia yang akan terbunuh dan akibatnya 500 orang itu akan terlahir di alam neraka karena telah membunuh perampok itu, dengan kata lain kedua belah pihak akan terjatuh ke neraka.
Bodhisatva mengetahui tidak ada jalan lain, maka atas dasar belas kasih pada kedua belah pihak tidak mungkin seorang bodhisatva berpangku tangan. Karena bodhisatva tahu sudah tidak ada cara lain, maka atas dasar welas asih kepada semuanya, satu2nya jalan adalah membunuh perampok itu. Dan setelah membuat pilihan ini, perampok dan 500 pedagang itu sama2 terbebas dari resiko terlahir di alam neraka. 
Di sini dapat dipetik kesimpulan:
1. Bodhisatva utk apa ingin melibatkan diri, jika bukan atas dasar welas asih? 
2. Kalo orang awam mungkin akan pura2 ga tahu, masa bodoh. Atau bila mau melibatkan diri, mungkin dia akan melapor dulu kepada 500 pedagang, bukankah akan membuat 500 pedagang itu balik membunuh yg akibatnya semuanya akan terlahir di neraka?
3. Hanya orang yg mengetahui buah karma yg terjadi di masa yg akan datang baru dapat mengambil keputusan jalan mana yg dipilih. Oleh karena itu, kasus ini tidak bisa digerenalisasi bahwa berarti setiap orang bisa melakukannya.   

Mengapa ini disebut Upaya Kausalya? Inilah salah satu dari Parami seorang bodhisatva. Mengapa tidak menggunakan Dana Parami? Kalo bisa, ya sudah pasti dilakukan. Ada hal2 tertentu yg tidak bisa langsung menggunakan dana parami, misalnya mengorbankan diri kepada perampok, hasilnya justru membuatnya terjatuh ke neraka, dan lain sebagainya. Karena Bodhisatva tidak pernah berhenti mencari cara2 yg sesuai, maka salah satu jalan itu adalah Upaya kausalya. Dan karena akibat dari tindakan itu justru membuat mereka terbebaskan dari derita, maka ini bukan tindakan yang melanggar sila. TEtapi harus diingat bahwa bila kita tidak memiliki abhinna utk mengetahui akibat2 yg terjadi di masa yg akan datang, maka kita tidak pantas menggeneralisi bhw tindakan ini bisa dilakukan oleh siapa saja. 
 
kenapa harus di bunuh? emang satu2nya jalan harus di bunuh yak?
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: naviscope on 19 December 2009, 04:36:17 PM
pertanyaan saya dari thread dulu saya donkkk

jataka pangeran mahasatva yang "membunuh" seorang Pembunuh dalam kapal yang hendak membunuh 500 orang..
kemanakah Abhinna-nya apabila telah mencapai pencerahan sempurna?
macet atau gimana?

kan katanya...

Quote
Avatamsaka Sutra mengatakan, "[Bodhisatva mampu] bermanifestasi tak terhingga aktifitas kemuliaan dan memasuki ke semua alam kehidupan para makhluk hidup, mengetahui tindakan2 semua makhluk hidup, ini disebut Kemurnian Upaya Kausalya Paramita"

kalau di lihat dari sisi hidup seorang Buddha, sejak kapan Buddha mengambil jalan MEMBUNUH, demi menyelamatkan makhluk hidup...
apa mau di tutup dengan penjelasan singkat "upaya kausalya"

dan lagi yg belum ada jawaban sampai sekarang ini.
"buat apa buddha berakting lupa cara pencapaiannya?, menahan lapar hingga luar biasa sampai hampir mati"...jujur menurut gw itu kebodohan luar biasa.

apakah ini upaya kausalya lagi?

Mengenai bodhisatva membunuh perampok di atas kapal , tentu harus diteliti kronologinya.   
Apapun pertimbangan bodhisatva, semua dilandasi oleh rasa welas asih kepada semua makhluk termasuk kepada orang jahat sekali pun. Inilah inti yg ingin dikemukakan dalam Sutra ini. Lalu bagaimana bodhisatva mengembangkan welas asih nya saat berhadapan dengan situasi ini? Pada saat itu, 500 pedagang yg menjadi sasaran pembuhunan oleh perampok itu adalah orang2 yg telah mengembangkan Cita2 Menjadi Buddha yang batinnya telah teguh tidak mengalami kemerosotan lagi. Bodhisatva pada saat itu mengetahui potensi 500 orang ini. Kemudian beliau menyelidiki lagi, apa yang terjadi bila perampok ini membunuh ke500 orang itu, setelah diselidiki ternyata bila perampok itu membunuh 1 saja akan terjatuh ke alam neraka , apalagi membunuh 500 orang itu ternyata perampok itu akan mengalami kelahiran di alam neraka avici yg tak terhingga deritanya. Kemudian Bodhisatva menyelidiki lagi bahwa apabila perampok itu benar melakukan tindakan membunuh 500 orang itu, justru dia yang akan terbunuh dan akibatnya 500 orang itu akan terlahir di alam neraka karena telah membunuh perampok itu, dengan kata lain kedua belah pihak akan terjatuh ke neraka.
Bodhisatva mengetahui tidak ada jalan lain, maka atas dasar belas kasih pada kedua belah pihak tidak mungkin seorang bodhisatva berpangku tangan. Karena bodhisatva tahu sudah tidak ada cara lain, maka atas dasar welas asih kepada semuanya, satu2nya jalan adalah membunuh perampok itu. Dan setelah membuat pilihan ini, perampok dan 500 pedagang itu sama2 terbebas dari resiko terlahir di alam neraka. 
Di sini dapat dipetik kesimpulan:
1. Bodhisatva utk apa ingin melibatkan diri, jika bukan atas dasar welas asih? 
2. Kalo orang awam mungkin akan pura2 ga tahu, masa bodoh. Atau bila mau melibatkan diri, mungkin dia akan melapor dulu kepada 500 pedagang, bukankah akan membuat 500 pedagang itu balik membunuh yg akibatnya semuanya akan terlahir di neraka?
3. Hanya orang yg mengetahui buah karma yg terjadi di masa yg akan datang baru dapat mengambil keputusan jalan mana yg dipilih. Oleh karena itu, kasus ini tidak bisa digerenalisasi bahwa berarti setiap orang bisa melakukannya.   

Mengapa ini disebut Upaya Kausalya? Inilah salah satu dari Parami seorang bodhisatva. Mengapa tidak menggunakan Dana Parami? Kalo bisa, ya sudah pasti dilakukan. Ada hal2 tertentu yg tidak bisa langsung menggunakan dana parami, misalnya mengorbankan diri kepada perampok, hasilnya justru membuatnya terjatuh ke neraka, dan lain sebagainya. Karena Bodhisatva tidak pernah berhenti mencari cara2 yg sesuai, maka salah satu jalan itu adalah Upaya kausalya. Dan karena akibat dari tindakan itu justru membuat mereka terbebaskan dari derita, maka ini bukan tindakan yang melanggar sila. TEtapi harus diingat bahwa bila kita tidak memiliki abhinna utk mengetahui akibat2 yg terjadi di masa yg akan datang, maka kita tidak pantas menggeneralisi bhw tindakan ini bisa dilakukan oleh siapa saja. 
 
kenapa harus di bunuh? emang satu2nya jalan harus di bunuh yak?

ilmu bodhisattva masih kurang sakti kale, wkwkwkwkwkw...
belum se sakti buddha.... :P
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 19 December 2009, 04:39:40 PM
 
Quote
ilmu bodhisattva masih kurang sakti kale, wkwkwkwkwkw...
belum se sakti buddha.... :P

o..itu sudah jelas .
hoho..
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 19 December 2009, 04:45:20 PM
Quote
kenapa harus di bunuh? emang satu2nya jalan harus di bunuh yak?
Ya. Pd situasi yg sedang gawat seperti itu, pilihan satu2nya. Tapi ingat bae-bae, apa landasannya dan bagaimana hubungan sebab akibatnya , itu semua diselidiki dulu oleh bodhisatva, hingga cara itu yg dipilih.
Jika tidak pasti akan menyimpulkan secara menyimpang, sama seperti media massa yg melihat satu potret kejadian lalu menilai macam2 tidak mau tau hehe..
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: ryu on 19 December 2009, 04:57:06 PM
ketika dia tau perampok itu bisa masuk neraka atau 500 orang itu bisa masuk neraka itu khan sudah dalem tuh ilmunya, masa optionnya cuma bunuh?
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: naviscope on 19 December 2009, 05:01:38 PM
ketika dia tau perampok itu bisa masuk neraka atau 500 orang itu bisa masuk neraka itu khan sudah dalem tuh ilmunya, masa optionnya cuma bunuh?
=)) =)) =))
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: ryu on 19 December 2009, 05:09:16 PM
ketika dia tau perampok itu bisa masuk neraka atau 500 orang itu bisa masuk neraka itu khan sudah dalem tuh ilmunya, masa optionnya cuma bunuh?
=)) =)) =))
:hammer: :hammer: :hammer: bukannya jawab malah tertawa :hammer:
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 19 December 2009, 08:15:44 PM
ketika dia tau perampok itu bisa masuk neraka atau 500 orang itu bisa masuk neraka itu khan sudah dalem tuh ilmunya, masa optionnya cuma bunuh?

 Memang di Sutra ini ada menyebutkan bodhisatva sudah tidak memiliki opsi lain.
 . Memang kata membunuh adalah harga mati yg harus dihindari bagi seorang Theravadin. Tetapi Mahayana memandang segala sesuatu tidak bisa dipatok mati, ada kasus2 tertentu pd kondisi tertentu yg ketika digunakan, belum tentu buruk akibatnya.
Contoh nya tidak semua racun berarti mematikan. Bahkan ada racun yg menyembuhkan, jika digunakan pd takaran yg tepat.
TEtapi sekali lagi ingat baik-baik!! tidak ada manusia awam yg mampu melakukan tindakan seperti sang bodhisatva, mengapa? karena makhluk awam tidak mampu menyelidiki sampai sedetilnya hubungan sebab akibat yg sangat halus, maka tidak ada alasan bagi makhluk awam melakukan tindakan membunuh dengan alasan apapun, karena ketidak tahuannya.
Tapi bukan berarti Bodhisatva bebas membunuh atau boleh membunuh. Jika pola pikir anda seperti wartawan, maka anda akan memberitakannya seperti itu. haha..


Title: Re: Akar perpecahan
Post by: The Ronald on 19 December 2009, 08:20:59 PM
maklum lah, boddhisatta bukan yg tersempurnakan tp sedang berlatih untuk sempurna walau begitu bodhisatta pun menerima kamma dari membunuh, makanya banyak kelahirannya menjadi hewan
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: adi lim on 19 December 2009, 08:46:24 PM
Perbuatan Buruk melakukan pembunuhan yang dilakukan Bodhisatta waktu terlahir sebagai hewan bisa diterima.

Sedangkan Bodhisatta terlahir sebagai manusia tidak akan melakukan pembunuhan.

Di ingatkan juga, bahwa cerita tidak berdasarkan Dhamma, kebenaran yang ada juga adalah Perbuatan Buruk.
 _/\_
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: ryu on 19 December 2009, 08:55:20 PM
btw lagi ngomongin sutra yang mana ya, aye kaga tau ;D
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: The Ronald on 19 December 2009, 09:09:29 PM
kenapa pada manusia tidak? apa lagi saat terlahir saat jaman tak ada buddha, dimana perbuatan buruk adalah hal biasa, walau akhirnya di dalam kehidupan itu pula boddhisatta menyadari bahwa itu buruk, tp telah terjadi sesuatu yg buruk, dan berlatih sungguh2
cukup mayan kisah dalam jataka,  salah satunya sempat menjadi pertapa, yg sombong akan pencapaiannya, samapai suatu ketika dg seorang pancekka Buddha, Pancceka Buddha pun tidak di anggap, samapi setelah pancekka Buddha pergi baru boddhisata menyadari kesombongannya.
sempat juga terpikat karena kecantikan ratu, sehingga raja akhirnya memberikan ratu kepadanya, rumah, peralatan rumah tangga, kursi dll..tp akhirnya dia menyadari bahwa dia adalah pertapa, jika berumah tangga maka kesuciannya akan ternoda, akhirnya mengasingkan diri ke gunung

klo ttg pembunuhan...sejauh yg aku dapat ..

Quote
Selama periode antara Buddha Sobhita dan Buddha Anomadassi, dalam periode kegelapan selama 1 Asankkheyya-Kappa ketika tidak ada Dhamma, Boddhisatta kita pernah melakukan perbuatan salah [ Diantara banyak perbuatan yang tidak bermanfaat yang Boddhisatta lakukan selama Kaya-Panidhana-Kala ada 12 ( dua-belas ) dan akibat-akibat perbuatannya dialami bahkan ketika Beliau menjadi Buddha. Ti-Pitaka tidak menjelaskan kedua-belas perbuatan yang dilakukan selama periode ini. Diduga itu adalah pembunuhan terhadap saudaranya laki-laki, karena ini adalah salah satu perbuatan buruk yang lebih serius, dan juga karena Buddha mengatakan bahwa itu adalah periode kegelapan tanpa seorang Samma-Sambuddha. Tujuh dari perbuatan tidak terampil lainnya adalah meliputi penghinaan terhadap seorang Buddha atau murid seorang Buddha. Mungkin pula itu adalah perbuatan tidak-baik yang tidak diceritakan yang habis seluruhnya selama Kaya-Panidhana-Kala ].   Boddhisatta membunuh saudaranya laki-laki untuk mewarisi kekayaan keluarganya. Alasan dia melakukan kesalahan adalah bahwa dia masih seorang duniawi  – seorang Boddhisatta yang telah mempraktikkan “Dasa-Paramita”  ( Sepuluh-Kesempurnaan )  selama berkalpa-kalpa tetapi masih sebagai seorang duniawi, dengan 1.500 Kilesa ( kotoran-batin ) dan nafsu keinginan dan keserakahan seorang duniawi.
http://ratnakumara.wordpress.com/

hmm.. jika ada masukan lebih silakan

[at] Ryu
aku juga ga tau dari sutta mana.. tp yah.. pembunuhan bisa saja terjadi
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: Jerry on 20 December 2009, 01:05:44 AM
Wah telat.. Sampe mana kemaren? ;D

Oya di sini:
proses kemenjadian: ShowHide
Quote
Bagaimanakah proses kemenjadian dalam tataran konvensional itu? Selain tataran konvensional, ada tataran apa lagi yah utk proses kemenjadian?
tataran konvensional maksudnya jenis siklus kematian makhluk awam. Prosesnya sama seperti dalam penjelasan proses kemenjadian manusia biasa yg mengikuti hukum sebab musabab yg saling bergantungan.

Siklus kemenjadian (kelahiran dan kematian= samsara)  terbagi atas 2:
 

1. 變易生死 [py] biànyì shēngsi  --> "Miraculous samsara" The samsara experienced by enlightened bodhisattvas  ---> tataran tidak konvensional
2. 分段生死 [py] Fenduan shengsi -->the "fragmentary saṃsāra"  by unenlightened people  ---> tataran konvensional

Dapat dilihat dalam Srimaladevi simhanada Sutra, Shurangama Sutra, Huguo Renwan Boruo Jing , dll.

Buddha berkata kepada Srimala, “…Ada dua jenis siklus kematian, apakah dua jenis itu? Siklus kematian frakmentaris dan Siklus kematian perubahan [gaib]. Siklus kematian frakmentaris merujuk pada makhluk yang hidup dalam kepalsuan [dunia]. Siklus kematian perubahan [gaib] merujuk pada para Arahat, Pratyeka-buddha dan Maha bala bodhisattva hingga Buddha-pencapaian bodhi tertinggi. Dalam dua jenis siklus ini, Arahat dan pratyeka-buddha telah memutuskan siklus kematian frakmentaris,yang mana kelahirannya telah diakhiri, karena telah memperoleh buah sopadhisesa (yg masih ada sisa), kehidupan sucinya telah ditegakkan,yang tidak dapat dilakukan oleh para makhluk awam dan dewa, dan yang belum dipraktikkan oleh 7 jenis praktisi. Karena telah diputuskannya noda batin kepalsuan. Apa yang dikerjakan telah dikerjakan. Noda batin telah dikikis oleh ARahat dan pratyeka-buddha sehingga tiada lagi kelahiran. Yang dikatakan tiada kelahiran bukan karena telah mengakhiri semua jenis noda batin juga bukan karena telah mengakhiri semua jenis kelahiran sehingga disebut tiada kelahiran. Mengapa masih ada noda batin, karena Arahat dan pratyeka-buddha belum mengikis dua jenis noda batin…”

Thanks.. Sayang ngga bisa klik lagi, masih harus nunggu :D
Boleh tau lebih lanjut soal 2 jenis noda batin lainnya yg belum dikikis Arhat dan Pratyeka-Buddha? :)

privilege, konsistensi dan kesamaan Jataka Thera-Maha: ShowHide

Bro Chingik, hak prerogatif Bodhisatta yg saya tahu sejauh ini bahwa beliau tdk terlahir di alam neraka (entah benar atau tidak, masih perlu dicross-check), tidak tahu bagaimana dg alam peta dan asura, yg jelas sih alam binatang sering. Jd saya tidak menulis total sbgm yg Bro tuliskan sebelumnya: "seperti yg anda kemukakan yakni terlahir di alam rendah, alam binatang dan alam peta."
Saya tidak mau ini sampai menimbulkan pitnah bagi Bodhisatta. :hammer:

Saya sendiri tidak berkapasitas dalam menjawab mewakili pandangan Theravada dalam hal ini. Karena jujur saja, sejak awal saya tidak terlalu menaruh perhatian pada Jataka dan teori Bodhisattva dalam praktek saya. Maka dr itu saya bertanya benar2 sbg pihak yg tidak tahu dan mencari tahu. Tentu baiknya pernyataan dr Bro Chingik mengenai ketidak-konsistenan RAPB itu dilempar ke board Theravada. Bagaimana? :D

Oya.. Jadi menurut Mahayana bodhisatta terlahir di alam rendah itu melalui kekuatan adhitthana nya? Adakah sumber dari Jataka yg mengatakan demikian? Dan 1 lagi, apakah Jataka Theravada dengan Jataka Mahayana adalah sama?

Kalo mengatakan hak prerogatif, apa yg menjadi hak prerogatif? Yang menentukan smua ini tidak lain adalah kekuatan karmanya. DAlam RAPB menyebutkan tentang alam peta juga. Ini memang saya tambahkan utk menegaskan saja.
Ketidak konsistenan antara Parami bodhisatta dengan kelahiran di alam rendah dalam RAPB saya sendiri belum tahu apa alasan dan penjelasan nya. Mungkin rekan yg pakar Theravada dapat membantu menjelaskannya.

Adalah wajar bila nanti penjelasannya tidak sepenuhnya sama dengan pandangan Mahayana. Intinya kita sama2 berbagi wawasan di sini.

Kelahiran di alam rendah seorang bodhisatva dalam Mahayana tidaklah karena kelahiran dalam tataran konvensional, karena tidak mungkin ketika sudah membangkitkan Abhinihara dan membangun Parami yg terus maju masih bisa terjadi   kemerosotan. Kemerosotan dalam jalan bodhisatva memang ada tapi jenis bodhisatva ini dapat terjadi sebelum mendapat ramalan (Vyakarana) dari seorang Buddha. Kalo sudah diramal , maka tidak ada kemerosotan lagi, tidak tergoyahkan lagi. Seperti yg tertulis juga dalam RAPB yg telah dikutipkan sebelumnya .

Avatamsaka Sutra mengatakan, "[Bodhisatva mampu] bermanifestasi tak terhingga aktifitas kemuliaan dan memasuki ke semua alam kehidupan para makhluk hidup, mengetahui tindakan2 semua makhluk hidup, ini disebut Kemurnian Upaya Kausalya Paramita" .
Tapi dalam Jataka Theravada tidak ada konsep demikian, makanya mengapa masih mengatakan bodhisatva masih terlahir di alam rendah karena karma yang dilakukannya.

Jataka Theravada tentu dianggap tak terpisahkan dalam Mahayana, karena semuanya adalah ajaran dari Guru Buddha yang harus dijunjungi.  Kemudian Jataka mahayana juga ada﹐ dan cukup banyak juga, seperti dalam Liudu Ji Jing (Kumpulan Enam Paramita), XianYuJing, BeiHuaJing, PusaBenYuanJing, PusaBenxingJing, dan lain sebagainya.
 

Soal privilege seorang Bodhisattva, oleh Bro Chingik dikatakan "Yang menentukan smua ini tidak lain adalah kekuatan karmanya." Kira2 apa ya mksdnya? Bisa diperjelas? Secara saya takut salah berasumsi. :)

Konsistensi: Mungkin ini dapat kita kesampingkan sementara krn konsitensi itu subjektif tergantung pandangan masing2. Dan yg jelas perbedaan tentu ada dalam penjelasannya, makanya bisa muncul aliran2 yg berbeda krn perbedaan persepsi. Setuju utk cukup berbagi wawasan saja. Tapi saya menyarankan Bro Chingik utk melempar pertanyaan tsb ke Board Theravada juga. ;)

Berarti Jataka Theravada berbeda dengan Jataka Mahayana ya? Di mana Jataka Mahayana mencakup Jataka Theravada dan ada Jataka di luar yg tdk diketemukan dalam Jataka Theravada? Jika Jataka Theravada = T. Maka Jataka Mahayana ibarat M = T+a ???
Dengan demikian, inkonsistensi dalam Jataka Theravada mungkin sekali dapat dikatakan sbg inkonsistensi dalam Jataka Mahayana juga? (secara Jataka Mahayana juga mencakup Jataka Theravada)

jataka pangeran mahasatva: ShowHide
pertanyaan saya dari thread dulu saya donkkk

jataka pangeran mahasatva yang "membunuh" seorang Pembunuh dalam kapal yang hendak membunuh 500 orang..
kemanakah Abhinna-nya apabila telah mencapai pencerahan sempurna?
macet atau gimana?

kan katanya...

Quote
Avatamsaka Sutra mengatakan, "[Bodhisatva mampu] bermanifestasi tak terhingga aktifitas kemuliaan dan memasuki ke semua alam kehidupan para makhluk hidup, mengetahui tindakan2 semua makhluk hidup, ini disebut Kemurnian Upaya Kausalya Paramita"

kalau di lihat dari sisi hidup seorang Buddha, sejak kapan Buddha mengambil jalan MEMBUNUH, demi menyelamatkan makhluk hidup...
apa mau di tutup dengan penjelasan singkat "upaya kausalya"

dan lagi yg belum ada jawaban sampai sekarang ini.
"buat apa buddha berakting lupa cara pencapaiannya?, menahan lapar hingga luar biasa sampai hampir mati"...jujur menurut gw itu kebodohan luar biasa.

apakah ini upaya kausalya lagi?

Mengenai bodhisatva membunuh perampok di atas kapal , tentu harus diteliti kronologinya.   
Apapun pertimbangan bodhisatva, semua dilandasi oleh rasa welas asih kepada semua makhluk termasuk kepada orang jahat sekali pun. Inilah inti yg ingin dikemukakan dalam Sutra ini. Lalu bagaimana bodhisatva mengembangkan welas asih nya saat berhadapan dengan situasi ini? Pada saat itu, 500 pedagang yg menjadi sasaran pembuhunan oleh perampok itu adalah orang2 yg telah mengembangkan Cita2 Menjadi Buddha yang batinnya telah teguh tidak mengalami kemerosotan lagi. Bodhisatva pada saat itu mengetahui potensi 500 orang ini. Kemudian beliau menyelidiki lagi, apa yang terjadi bila perampok ini membunuh ke500 orang itu, setelah diselidiki ternyata bila perampok itu membunuh 1 saja akan terjatuh ke alam neraka , apalagi membunuh 500 orang itu ternyata perampok itu akan mengalami kelahiran di alam neraka avici yg tak terhingga deritanya. Kemudian Bodhisatva menyelidiki lagi bahwa apabila perampok itu benar melakukan tindakan membunuh 500 orang itu, justru dia yang akan terbunuh dan akibatnya 500 orang itu akan terlahir di alam neraka karena telah membunuh perampok itu, dengan kata lain kedua belah pihak akan terjatuh ke neraka.
Bodhisatva mengetahui tidak ada jalan lain, maka atas dasar belas kasih pada kedua belah pihak tidak mungkin seorang bodhisatva berpangku tangan. Karena bodhisatva tahu sudah tidak ada cara lain, maka atas dasar welas asih kepada semuanya, satu2nya jalan adalah membunuh perampok itu. Dan setelah membuat pilihan ini, perampok dan 500 pedagang itu sama2 terbebas dari resiko terlahir di alam neraka. 
Di sini dapat dipetik kesimpulan:
1. Bodhisatva utk apa ingin melibatkan diri, jika bukan atas dasar welas asih? 
2. Kalo orang awam mungkin akan pura2 ga tahu, masa bodoh. Atau bila mau melibatkan diri, mungkin dia akan melapor dulu kepada 500 pedagang, bukankah akan membuat 500 pedagang itu balik membunuh yg akibatnya semuanya akan terlahir di neraka?
3. Hanya orang yg mengetahui buah karma yg terjadi di masa yg akan datang baru dapat mengambil keputusan jalan mana yg dipilih. Oleh karena itu, kasus ini tidak bisa digerenalisasi bahwa berarti setiap orang bisa melakukannya.   

Mengapa ini disebut Upaya Kausalya? Inilah salah satu dari Parami seorang bodhisatva. Mengapa tidak menggunakan Dana Parami? Kalo bisa, ya sudah pasti dilakukan. Ada hal2 tertentu yg tidak bisa langsung menggunakan dana parami, misalnya mengorbankan diri kepada perampok, hasilnya justru membuatnya terjatuh ke neraka, dan lain sebagainya. Karena Bodhisatva tidak pernah berhenti mencari cara2 yg sesuai, maka salah satu jalan itu adalah Upaya kausalya. Dan karena akibat dari tindakan itu justru membuat mereka terbebaskan dari derita, maka ini bukan tindakan yang melanggar sila. TEtapi harus diingat bahwa bila kita tidak memiliki abhinna utk mengetahui akibat2 yg terjadi di masa yg akan datang, maka kita tidak pantas menggeneralisi bhw tindakan ini bisa dilakukan oleh siapa saja. 
 

Setuju bahwa tdk dpt digeneralisir. Tapi, spt pendapat Acek Ganteng Ganjen Ryu, menurut saya membunuh bukan satu-satunya cara. Bisa saja perampok tsb ditangkap bukan? Trus diikat.. Mungkin awalnya jika perlu, Bodhisattva memberitahu pd 500 orang lalu bersama2 mereka gebuk rame-rame dulu hingga perampok kelenger baru diiket? :D

privilege Bodhisattva: ShowHide

Memang di Sutra ini ada menyebutkan bodhisatva sudah tidak memiliki opsi lain.
Memang kata membunuh adalah harga mati yg harus dihindari bagi seorang Theravadin. Tetapi Mahayana memandang segala sesuatu tidak bisa dipatok mati, ada kasus2 tertentu pd kondisi tertentu yg ketika digunakan, belum tentu buruk akibatnya.

Contoh nya tidak semua racun berarti mematikan. Bahkan ada racun yg menyembuhkan, jika digunakan pd takaran yg tepat.
TEtapi sekali lagi ingat baik-baik!! tidak ada manusia awam yg mampu melakukan tindakan seperti sang bodhisatva, mengapa? karena makhluk awam tidak mampu menyelidiki sampai sedetilnya hubungan sebab akibat yg sangat halus, maka tidak ada alasan bagi makhluk awam melakukan tindakan membunuh dengan alasan apapun, karena ketidak tahuannya.
Tapi bukan berarti Bodhisatva bebas membunuh atau boleh membunuh. Jika pola pikir anda seperti wartawan, maka anda akan memberitakannya seperti itu. haha..




Di sini yg saya tanyakan cuma bagian paragraf pertama, selebihnya setuju. :)
"Memang di Sutra ini ada menyebutkan bodhisatva sudah tidak memiliki opsi lain."
Di Sutra? Atau mksd Bro Chingik adl Jataka? Di bagian mana ya dikatakan demikian? Kalo bisa tolong kutipkan cerita selengkapnya, saya tidak memiliki sourcenya.

"Memang kata membunuh adalah harga mati yg harus dihindari bagi seorang Theravadin."
Di sini yg jadi pertanyaan, bukankah dalam Theravada malah bodhisatta masih dapat membunuh sehingga jelas membunuh bukan harga mati, dan pembunuhan yg dilakukan bodhisatta dalam Jataka Theravada oleh Bro Chingik dikatakan salah 1 bentuk inkonsistensi dalam Jataka Theravada?

Dengan demikian, kesimpulan menurut yg saya lihat, perbedaan dari tindakan membunuh yg dilakukan Bodhisatta dalam Jataka Theravada dng Bodhisattva dalam Jataka Mahayana adalah:
Bodhisatta yg melakukan pembunuhan melakukan perbuatan buruk (akusala kamma) dan akibatnya akan menuai akusala kamma vipaka. Ini sebabnya Bodhisatta masih dapat terlahir di alam rendah sbg hewan. Sementara Bodhisattva yg melakukan pembunuhan bukanlah perbuatan buruk sehingga tidak ada akusala karma vipaka. Dan kelahiran di alam rendah hanya salah 1 upaya kausalya Bodhisattva. Cmiiw. :)

Mettacittena
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: adi lim on 20 December 2009, 06:39:02 AM
btw lagi ngomongin sutra yang mana ya, aye kaga tau ;D

cari tahu aja, ntar urusan panjang lagi
 _/\_
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: GandalfTheElder on 20 December 2009, 07:14:07 AM
Wah telat.. Sampe mana kemaren? ;D

Soal privilege seorang Bodhisattva, oleh Bro Chingik dikatakan "Yang menentukan smua ini tidak lain adalah kekuatan karmanya." Kira2 apa ya mksdnya? Bisa diperjelas? Secara saya takut salah berasumsi. :)

Konsistensi: Mungkin ini dapat kita kesampingkan sementara krn konsitensi itu subjektif tergantung pandangan masing2. Dan yg jelas perbedaan tentu ada dalam penjelasannya, makanya bisa muncul aliran2 yg berbeda krn perbedaan persepsi. Setuju utk cukup berbagi wawasan saja. Tapi saya menyarankan Bro Chingik utk melempar pertanyaan tsb ke Board Theravada juga. ;)

Berarti Jataka Theravada berbeda dengan Jataka Mahayana ya? Di mana Jataka Mahayana mencakup Jataka Theravada dan ada Jataka di luar yg tdk diketemukan dalam Jataka Theravada? Jika Jataka Theravada = T. Maka Jataka Mahayana ibarat M = T+a ???
Dengan demikian, inkonsistensi dalam Jataka Theravada mungkin sekali dapat dikatakan sbg inkonsistensi dalam Jataka Mahayana juga? (secara Jataka Mahayana juga mencakup Jataka Theravada)

Yap, seperti kata anda, bahwa konsistensi itu subjektif, demikian juga menurut pandangan Mahayana. Bila ada inkonsistensi dalam Jataka Theravada belum tentu dipandang inkonsistensi oleh Mahayana. Seperti yang lalu dikatakan, Mahayana berusaha merekonsiliasi 18 sekte yang terpecah belah, maka dari itu segala inkonsistensi dari aliran-aliran tersebut, baik antar aliran atau dalam tubuh aliran itu sendiri, menjadi konsisten dalam Mahayana.

Yap. Jataka yang murni Mahayana sebenarnya adalah Jatakamala dan ada beberapa yang lain. Selebihnya adalah Jataka Sarvastivada yaitu Divyavadana, Jataka Mahasanghika yaitu Mahavastu, Avadanakalpalata dari Mulasarvastivada. Semuanya dianggap valid oleh Mahayana dan diterima.

Quote
Setuju bahwa tdk dpt digeneralisir. Tapi, spt pendapat Acek Ganteng Ganjen Ryu, menurut saya membunuh bukan satu-satunya cara. Bisa saja perampok tsb ditangkap bukan? Trus diikat.. Mungkin awalnya jika perlu, Bodhisattva memberitahu pd 500 orang lalu bersama2 mereka gebuk rame-rame dulu hingga perampok kelenger baru diiket? :D

Kalau perampoknya pinter kungfu dan kuat, terus gila kaya pembunuh di 'Texas Chainsaw', 'Black Christmas' atau 'Wrong Turn' gt gimana? kayanya meskipun digebukin sampai klenger pun, kegilaan membunuhnya tidak akan berakhir, bahkan mungkin malah menjadi-jadi. Bahkan mungkin sangking pinternya, pas digebukin ia berhasil melarikan diri, berenang sampai di pantai dan akhirnya mencelakai kapal tetangga. Who knows?..hehe...

Quote
Saya selalu salut pd Bro Gandalf yg meski masih muda tetapi cukup dewasa dan berlapang hati dalam berdiskusi. Semoga mendapat respon yg sama dr teman diskusinya. Namaste

Semoga demikianlah selalu adanya.. Sadhu3x...  _/\_  _/\_

Quote
[at] Bro Gandalf:
Bodhisattva bhumi ke-7 seharusnya identik dengan arhat kan sbgmn ada dlm pernyataan ini bahwa seorang arhat telah terbebas dr dualisme lahir, berbeda dg anagamin?
"...Kelahiran Anagamin masih terikat dengan dualisme lahir, sedangkan kelahiran seorang Bodhisattva Bhumi ketujuh itu, sudah lepas dari apa yang namanya dualisme kemenjadian saja..."

Tetapi dicompare dg bagian ini koq terasa kontra-produktif ya? Atau saya kurang mengerti?
Sebgmn tertuang dlm pernyataan pencapaian arhat "Kelahiranku telah diakhiri. Kehidupan suci telah ditegakkan. Apa yang dikerjakan telah dikerjakan. Tiada lagi kelahiran." Demikian menurut Bro Gandalf adl deskripsi pencapaian Bodhisattva bhumi ke-6 dalam kalimat ini:
"...Bahkan dalam Dasabhumika Sutra, kutipan Agama Sanskrit di atas mendeksripsikan pencapaian Bodhisattva bhumi keenam.."

Jadi, manakah yg benar? Seorang arhat itu adl Bodhisattva Bhumi ke-7 atau ke-6?
Anumodana jawabannya. Namaste

Dua-duanya benar, tapi dalam Mahayana ada dikenal dua atau tiga tipe pembagian bhumi Bodhisattva. Semuanya tidak bertentangan satu sama lain, hanya saja pembagian tersebut didasarkan atas kriteria-kriteria yang berbeda.

Dalam pembagian Bhumi Bodhisattva menurut Dasabhumika Sutra, Arhat dikatakan sederajat dengan Bodhisattva tingkat 6. Dalam tipe pembagian yang lain, Arhat adalah Bodhisattva tingkat 7. Perbedaan tingkat ini bukan pertentangan, tetapi dikarenakan kriteria memasukkan pencapaian Bodhisattva ke dalam tingkat tertentu berbeda antara kedua tipe. Jadi pencapaian bhumi keenam dimasukkan ke dalam bhumi ketujuh pada tipe tingkatan yang lain. Jadi seseorang harus tahu terlebih dahulu konteksnya.

Ok. Saya masih utang 'Dasabhumika Sutra" yah...  ;) ;)

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: truth lover on 20 December 2009, 08:23:02 AM
Menarik sekali....

Saya juga ada pertanyaan karena minimnya pengetahuan saya tentang jataka dari Theravada dan Mahayana.

Apa yang saya mengerti bodhisatta terlahir menjadi hewan adalah karena hasil kamma lalu. Kalau menurut mahayana Bodhisatva terlahir menjadi hewan karena adhitana dan bukan kelahiran konvensional, itu yg saya tangkap maksudnya CMIIW.

Nah pertanyaannya.

1. Jika seorang bodhisatta terlahir menjadi hewan bisakah menjadi Harimau atau binatang carnivora?

2. apakah hewan carnivora memakan binatang lain menimbulkan kamma buruk juga.?

3. Jika boddhisatta ketika menjadi binatang, dan kelihatannya binatang yg istimewa memiliki welas asih terhadap makhluk lainnya dan dalam jataka pun terlihat memiliki kesadaran khusus. Maka pertanyaanya adalah ketika menjadi Harimau atau binatang carnivora lainnya( jika memang pernah terlahirkan sebagai carnivora) maka dimana ke-welas asihan sebagai bodhistava yg memiliki keistimewaan kesadaran welas asih ketika menjadi binatang?

Pertanyaan ini saya ajukan kepada kedua belah pihak yaitu pihak Theravada dan Mahayana juga, sehingga ada perbandingan yang comprehensif dalam satu thread ini.

Mettacitena. _/\_
1。 Sebagai makhluk agung , bodhisatva bukan terlahir dalam arti terjatuh ke alam rendah. TEtapi karena memiliki kesadaran istimewa dari hasil praktik parami nya , Beliau mampu beremanasi ke berbagai alam kehidupan, termasuk alam hewan sebagai harimau, dan tidak akan menyakiti makhluk lainnya.

2. Hewan saling memakan itu termasuk karma buruk. Makanya sulit dan langka baginya utk terlahir di alam baik.

3. Karena bodhisatva telah mengembangkan paraminya maka tentu dalam wujud hewan pun memiliki sifat welas asih, karena pada hakikatnya bodhisatva sudah tidak melekat pd wujud apalagi fisik. Terlihat dalam wujud hewan, tapi batinnya selalu "terjaga". Jadi dia mempertunjukkan dapat hidup berdampingan dengan hewan lainnya. Kadang tujuannya bukan hanya ingin memberi manfaat pada sesama hewan, bahkan dapat menyadarkan manusia. Pada kondisi tertentu, manusia yg melihat binatang buas memiliki sifat baik, manusia akan tersadarkan bahwa yg buas saja bisa memiliki sifat baik, sebagai manusia jg sharusnya mengembangkannya. Inilah Parami yg dikembangkan bodhisatva dalam wujud hewan.



Mas chingik, hewan saling memangsa itu karma buruk, bagaimana dengan vegetarian? bukankah seharusnya Bodhisatwa selalu vegetarian? Sebagai harimau atau singa apakah Bodhisatwa vegetarian atau tidak?
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: truth lover on 20 December 2009, 08:46:48 AM
Quote
Wah telat.. Sampe mana kemaren? ;D

Soal privilege seorang Bodhisattva, oleh Bro Chingik dikatakan "Yang menentukan smua ini tidak lain adalah kekuatan karmanya." Kira2 apa ya mksdnya? Bisa diperjelas? Secara saya takut salah berasumsi. :)

Konsistensi: Mungkin ini dapat kita kesampingkan sementara krn konsitensi itu subjektif tergantung pandangan masing2. Dan yg jelas perbedaan tentu ada dalam penjelasannya, makanya bisa muncul aliran2 yg berbeda krn perbedaan persepsi. Setuju utk cukup berbagi wawasan saja. Tapi saya menyarankan Bro Chingik utk melempar pertanyaan tsb ke Board Theravada juga. ;)

Berarti Jataka Theravada berbeda dengan Jataka Mahayana ya? Di mana Jataka Mahayana mencakup Jataka Theravada dan ada Jataka di luar yg tdk diketemukan dalam Jataka Theravada? Jika Jataka Theravada = T. Maka Jataka Mahayana ibarat M = T+a ???
Dengan demikian, inkonsistensi dalam Jataka Theravada mungkin sekali dapat dikatakan sbg inkonsistensi dalam Jataka Mahayana juga? (secara Jataka Mahayana juga mencakup Jataka Theravada)

Yap, seperti kata anda, bahwa konsistensi itu subjektif, demikian juga menurut pandangan Mahayana. Bila ada inkonsistensi dalam Jataka Theravada belum tentu dipandang inkonsistensi oleh Mahayana. Seperti yang lalu dikatakan, Mahayana berusaha merekonsiliasi 18 sekte yang terpecah belah, maka dari itu segala inkonsistensi dari aliran-aliran tersebut, baik antar aliran atau dalam tubuh aliran itu sendiri, menjadi konsisten dalam Mahayana.

Yap. Jataka yang murni Mahayana sebenarnya adalah Jatakamala dan ada beberapa yang lain. Selebihnya adalah Jataka Sarvastivada yaitu Divyavadana, Jataka Mahasanghika yaitu Mahavastu, Avadanakalpalata dari Mulasarvastivada. Semuanya dianggap valid oleh Mahayana dan diterima.

Quote
Setuju bahwa tdk dpt digeneralisir. Tapi, spt pendapat Acek Ganteng Ganjen Ryu, menurut saya membunuh bukan satu-satunya cara. Bisa saja perampok tsb ditangkap bukan? Trus diikat.. Mungkin awalnya jika perlu, Bodhisattva memberitahu pd 500 orang lalu bersama2 mereka gebuk rame-rame dulu hingga perampok kelenger baru diiket? :D

Kalau perampoknya pinter kungfu dan kuat, terus gila kaya pembunuh di 'Texas Chainsaw', 'Black Christmas' atau 'Wrong Turn' gt gimana? kayanya meskipun digebukin sampai klenger pun, kegilaan membunuhnya tidak akan berakhir, bahkan mungkin malah menjadi-jadi. Bahkan mungkin sangking pinternya, pas digebukin ia berhasil melarikan diri, berenang sampai di pantai dan akhirnya mencelakai kapal tetangga. Who knows?..hehe...

Quote
Saya selalu salut pd Bro Gandalf yg meski masih muda tetapi cukup dewasa dan berlapang hati dalam berdiskusi. Semoga mendapat respon yg sama dr teman diskusinya. Namaste

Semoga demikianlah selalu adanya.. Sadhu3x...  _/\_  _/\_

Quote
[at] Bro Gandalf:
Bodhisattva bhumi ke-7 seharusnya identik dengan arhat kan sbgmn ada dlm pernyataan ini bahwa seorang arhat telah terbebas dr dualisme lahir, berbeda dg anagamin?
"...Kelahiran Anagamin masih terikat dengan dualisme lahir, sedangkan kelahiran seorang Bodhisattva Bhumi ketujuh itu, sudah lepas dari apa yang namanya dualisme kemenjadian saja..."

Tetapi dicompare dg bagian ini koq terasa kontra-produktif ya? Atau saya kurang mengerti?
Sebgmn tertuang dlm pernyataan pencapaian arhat "Kelahiranku telah diakhiri. Kehidupan suci telah ditegakkan. Apa yang dikerjakan telah dikerjakan. Tiada lagi kelahiran." Demikian menurut Bro Gandalf adl deskripsi pencapaian Bodhisattva bhumi ke-6 dalam kalimat ini:
"...Bahkan dalam Dasabhumika Sutra, kutipan Agama Sanskrit di atas mendeksripsikan pencapaian Bodhisattva bhumi keenam.."

Jadi, manakah yg benar? Seorang arhat itu adl Bodhisattva Bhumi ke-7 atau ke-6?
Anumodana jawabannya. Namaste

Dua-duanya benar, tapi dalam Mahayana ada dikenal dua atau tiga tipe pembagian bhumi Bodhisattva. Semuanya tidak bertentangan satu sama lain, hanya saja pembagian tersebut didasarkan atas kriteria-kriteria yang berbeda.

Dalam pembagian Bhumi Bodhisattva menurut Dasabhumika Sutra, Arhat dikatakan sederajat dengan Bodhisattva tingkat 6. Dalam tipe pembagian yang lain, Arhat adalah Bodhisattva tingkat 7. Perbedaan tingkat ini bukan pertentangan, tetapi dikarenakan kriteria memasukkan pencapaian Bodhisattva ke dalam tingkat tertentu berbeda antara kedua tipe. Jadi pencapaian bhumi keenam dimasukkan ke dalam bhumi ketujuh pada tipe tingkatan yang lain. Jadi seseorang harus tahu terlebih dahulu konteksnya.
Ok. Saya masih utang 'Dasabhumika Sutra" yah...  ;) ;)

 _/\_
The Siddha Wanderer

Untuk menghindari kekisruhan, harus ditulis bahwa Arhat yang dimaksud disini adalah Arhat versi Mahayana, bukan Arahat versi Theravada.

Pada versi Theravada, Arahat tingkat kesuciannya sama dengan Sammasambuddha maupun Paccekabuddha, tetapi pada Mahayana Arhat sama dengan Bodhisatwa tingkat ke 6-7.

Pada versi Mahayana Bodhisatwa (tingkat 8-10) adalah mahluk suci yang lebih tinggi daripada Arahat, tetapi pada versi Theravada Bodhisatva masih putthujana, belum suci.

jadi sebaiknya jangan dicampur adukkan.
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: bond on 20 December 2009, 11:07:33 AM
Quote
Mas chingik, hewan saling memangsa itu karma buruk, bagaimana dengan vegetarian? bukankah seharusnya Bodhisatwa selalu vegetarian? Sebagai harimau atau singa apakah Bodhisatwa vegetarian atau tidak?

Katanya pernah jadi singa, dan makan hanya makanan sisa dari hewan carnivora pemburu lain. Tapi setelah disearch belum ada referensi yang menunjukan bodhisatta sebagai singa makan bangkai. Yg ada adalah ikut memburu.  Sehingga kesimpulan bodhisatta sebagai singa tidak membunuh sepertinya hanya pembenaran berdasarkan asumsi belaka, karena tidak ada referensi mendukung.

Bagi saya wajar2 sajalah kalau bodhisatta jadi singa masih memburu(namanya juga sifat naluri alami binatang). Atau disatu kesempatan ada perampok lalu kepepet membunuh, sekalipun cara itu tidak benar tetapi itu bisa menjadi tindakan yg bijaksana.

 [at] all

Contoh dalam sutta, dimana ada seorang pelacur menolong seorang pria dan menikahinya. Tetapi pria ini berniat jahat untuk menguasai harta benda si wanita pelacur ini. Dan kemudian Pria ini mengajak sang wanita ke tepi jurang dengan suatu alasan(lupa) . Dan kemudian si pria itu meminta perhiasan wanita itu dan ingin membunuhnya. Lalu wanita itu ingin memberikan semuanya asal tidak ingin dibunuh tetapi si pria tetap bersikeras utk membunuhnya juga. Sehingga si wanita memberikan syarat sebelum perhiasannya diambil dan dibunuh, ia meminta agar mengelilingi pria itu sebagai penghormatan kepada pria itu yg sebagai suaminya. Tepat ketika dibelakang pria itu si wanita langsung mendorong si pria itu ke jurang.

Dari kisah ini sang Buddha memuji kebijaksanaan wanita itu, walaupun ada kamma yg harus diterima. Tetapi itu ada kemendesakan.

Kembali cerita boddhisatta membunuh perampok, kita tak tahu persis kejadiannya. Saya rasa wajar2 saja. Contoh saja, apakah seorang Hitler harus dibiarkan begitu saja ketika menginvasi negara2 tetangganya? saya rasa kalo ada bodhisatta yg ilmu gaibnya masih cetek juga pasti ikut perang  ^-^


Kalau saya menjalankan tekad menjadi boddhisatta sebisa mungkin perundingan tapi kalau kepepet harus membunuh Hitler, saya akan bunuh dia, kecuai gue sakti bisa nyantet dia  menghindari korban lebih banyak :)). Tapi kalau tujuan sekarang saya jadi arahat, jawabanya emang gua pikirin si Hitler, mending masuk hutan dan bertapa. Tapi jangan dibilang arahat egois, itu sudah pilihan, kalau bukan saya yg bunuh masih ada yg lain. beda dengan bodhisatta ada pertimbangan pendapatan parami. Jadi melihat permasalahan ini harus sesuai pilihan yg dipilih, nilai kewajaran yg alami dari sifat hukum semesta, dan proposionalitas. Bukan asumsi2 mati dan tidak jelas.

Kita beragama wajar2 sajalah. Bodhisatta pasti ada pertimbangan, kalau membunuh satu dan menyelamatkan 500 orang. Anggap saja 1 karma buruk sebagai hutang dengan keselamatan 500 orang sebagai piutang 1 :500 masih untungkan dalam pengumpulan parami  ^-^. Kecuali memang niatnya ngak mau ikut campur.
Masalahnya tidak dalam semua kelahiran bodhisatta memiliki ilmu gaib/kesaktian.


Kalau membunuh tidak boleh dan menjadi harga mati, maka bagaimana saat bodhisatta minum, kan ada juga tuh bakteri2nya termasuk arahat yg masih hidup kan juga masih makan. Bukankah itu juga termasuk membunuh?

IMO be wise sajalah menyikapi definisi membunuh...
 _/\_
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: marcedes on 20 December 2009, 11:10:11 AM
pertanyaan saya dari thread dulu saya donkkk

jataka pangeran mahasatva yang "membunuh" seorang Pembunuh dalam kapal yang hendak membunuh 500 orang..
kemanakah Abhinna-nya apabila telah mencapai pencerahan sempurna?
macet atau gimana?

kan katanya...

Quote
Avatamsaka Sutra mengatakan, "[Bodhisatva mampu] bermanifestasi tak terhingga aktifitas kemuliaan dan memasuki ke semua alam kehidupan para makhluk hidup, mengetahui tindakan2 semua makhluk hidup, ini disebut Kemurnian Upaya Kausalya Paramita"

kalau di lihat dari sisi hidup seorang Buddha, sejak kapan Buddha mengambil jalan MEMBUNUH, demi menyelamatkan makhluk hidup...
apa mau di tutup dengan penjelasan singkat "upaya kausalya"

dan lagi yg belum ada jawaban sampai sekarang ini.
"buat apa buddha berakting lupa cara pencapaiannya?, menahan lapar hingga luar biasa sampai hampir mati"...jujur menurut gw itu kebodohan luar biasa.

apakah ini upaya kausalya lagi?

Mengenai bodhisatva membunuh perampok di atas kapal , tentu harus diteliti kronologinya.    
Apapun pertimbangan bodhisatva, semua dilandasi oleh rasa welas asih kepada semua makhluk termasuk kepada orang jahat sekali pun. Inilah inti yg ingin dikemukakan dalam Sutra ini. Lalu bagaimana bodhisatva mengembangkan welas asih nya saat berhadapan dengan situasi ini? Pada saat itu, 500 pedagang yg menjadi sasaran pembuhunan oleh perampok itu adalah orang2 yg telah mengembangkan Cita2 Menjadi Buddha yang batinnya telah teguh tidak mengalami kemerosotan lagi. Bodhisatva pada saat itu mengetahui potensi 500 orang ini. Kemudian beliau menyelidiki lagi, apa yang terjadi bila perampok ini membunuh ke500 orang itu, setelah diselidiki ternyata bila perampok itu membunuh 1 saja akan terjatuh ke alam neraka , apalagi membunuh 500 orang itu ternyata perampok itu akan mengalami kelahiran di alam neraka avici yg tak terhingga deritanya. Kemudian Bodhisatva menyelidiki lagi bahwa apabila perampok itu benar melakukan tindakan membunuh 500 orang itu, justru dia yang akan terbunuh dan akibatnya 500 orang itu akan terlahir di alam neraka karena telah membunuh perampok itu, dengan kata lain kedua belah pihak akan terjatuh ke neraka.
Bodhisatva mengetahui tidak ada jalan lain, maka atas dasar belas kasih pada kedua belah pihak tidak mungkin seorang bodhisatva berpangku tangan. Karena bodhisatva tahu sudah tidak ada cara lain, maka atas dasar welas asih kepada semuanya, satu2nya jalan adalah membunuh perampok itu. Dan setelah membuat pilihan ini, perampok dan 500 pedagang itu sama2 terbebas dari resiko terlahir di alam neraka.  
Di sini dapat dipetik kesimpulan:
1. Bodhisatva utk apa ingin melibatkan diri, jika bukan atas dasar welas asih?  
2. Kalo orang awam mungkin akan pura2 ga tahu, masa bodoh. Atau bila mau melibatkan diri, mungkin dia akan melapor dulu kepada 500 pedagang, bukankah akan membuat 500 pedagang itu balik membunuh yg akibatnya semuanya akan terlahir di neraka?
3. Hanya orang yg mengetahui buah karma yg terjadi di masa yg akan datang baru dapat mengambil keputusan jalan mana yg dipilih. Oleh karena itu, kasus ini tidak bisa digerenalisasi bahwa berarti setiap orang bisa melakukannya.    

Mengapa ini disebut Upaya Kausalya? Inilah salah satu dari Parami seorang bodhisatva. Mengapa tidak menggunakan Dana Parami? Kalo bisa, ya sudah pasti dilakukan. Ada hal2 tertentu yg tidak bisa langsung menggunakan dana parami, misalnya mengorbankan diri kepada perampok, hasilnya justru membuatnya terjatuh ke neraka, dan lain sebagainya. Karena Bodhisatva tidak pernah berhenti mencari cara2 yg sesuai, maka salah satu jalan itu adalah Upaya kausalya. Dan karena akibat dari tindakan itu justru membuat mereka terbebaskan dari derita, maka ini bukan tindakan yang melanggar sila. TEtapi harus diingat bahwa bila kita tidak memiliki abhinna utk mengetahui akibat2 yg terjadi di masa yg akan datang, maka kita tidak pantas menggeneralisi bhw tindakan ini bisa dilakukan oleh siapa saja.  
 
yang saya tanyakan adalah mana ABHINNA-nya....org yg sudah menguasai abhinna tertinggi mencapai pencerahan sempurna, dalam RAPB Dewa mara di Vasavatti saja di taklukkan,, bayangkan jumlah nya yang mencapai 10 ribu alam semesta bersama pengikutnya di taklukkan oleh BUDDHA...(telah mencapai pencerahan sempurna)
jumlah dewa hingga 10 ribu alam semesta vs 1...

ini cuma seorang perampok?
mana kesaktian-nya? 1 doank saja...pakai opsi membunuh,bahkan melibatkan diri hingga menimbulkan akusala-vipaka..
sungguh kelihatan aneh.

ini ibarat 1 pendekar ternama Wong Fei Hung, mampu mengatasi 1000 orang prajurit dengan sekali tendangan tanpa bayangan..^^
tapi...lawan 1 orang rakyat jelita pencuri mangga saja....mesti pakai 1000 jurus untuk menang...blom lagi apabila ditambahkan lagi WFH bertarung dengan sengit melawan pencuri mangga...
jelas saja aneh 100%

atas dasar welas asih?...mengapa tidak menggunakan ikat tali saja dengan kesaktian..

tolong sekalian di jawabn yang ini

Quote
dan lagi yg belum ada jawaban sampai sekarang ini.
"buat apa buddha berakting lupa cara pencapaiannya?, menahan lapar hingga luar biasa sampai hampir mati"...jujur menurut gw itu kebodohan luar biasa.
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: marcedes on 20 December 2009, 11:23:21 AM
saya tambahkan juga....

dalam beberapa bukti bahwa Boddhisatta itu tidak memiliki kemampuan ( pencerahan sempurna )
sedangkan dalam Boddhisattva itu memiliki kemampuan ( pencerahan sempurna )

selebih nya seperti yg dikatakan bro jerry.

Quote
Dengan demikian, kesimpulan menurut yg saya lihat, perbedaan dari tindakan membunuh yg dilakukan Bodhisatta dalam Jataka Theravada dng Bodhisattva dalam Jataka Mahayana adalah:
Bodhisatta yg melakukan pembunuhan melakukan perbuatan buruk (akusala kamma) dan akibatnya akan menuai akusala kamma vipaka. Ini sebabnya Bodhisatta masih dapat terlahir di alam rendah sbg hewan. Sementara Bodhisattva yg melakukan pembunuhan bukanlah perbuatan buruk sehingga tidak ada akusala karma vipaka. Dan kelahiran di alam rendah hanya salah 1 upaya kausalya Bodhisattva. Cmiiw.
dan tambahan lagi,menurut mahayana
apapun yg dilakukan boddhisatva...baik / buruk, hina / terpandang... semua itu upaya kausalya...

 _/\_


Quote
Mas chingik, hewan saling memangsa itu karma buruk, bagaimana dengan vegetarian? bukankah seharusnya Bodhisatwa selalu vegetarian? Sebagai harimau atau singa apakah Bodhisatwa vegetarian atau tidak?

Katanya pernah jadi singa, dan makan hanya makanan sisa dari hewan carnivora pemburu lain. Tapi setelah disearch belum ada referensi yang menunjukan bodhisatta sebagai singa makan bangkai. Yg ada adalah ikut memburu.  Sehingga kesimpulan bodhisatta sebagai singa tidak membunuh sepertinya hanya pembenaran berdasarkan asumsi belaka, karena tidak ada referensi mendukung.

Bagi saya wajar2 sajalah kalau bodhisatta jadi singa masih memburu(namanya juga sifat naluri alami binatang). Atau disatu kesempatan ada perampok lalu kepepet membunuh, sekalipun cara itu tidak benar tetapi itu bisa menjadi tindakan yg bijaksana.

 [at] all

Contoh dalam sutta, dimana ada seorang pelacur menolong seorang pria dan menikahinya. Tetapi pria ini berniat jahat untuk menguasai harta benda si wanita pelacur ini. Dan kemudian Pria ini mengajak sang wanita ke tepi jurang dengan suatu alasan(lupa) . Dan kemudian si pria itu meminta perhiasan wanita itu dan ingin membunuhnya. Lalu wanita itu ingin memberikan semuanya asal tidak ingin dibunuh tetapi si pria tetap bersikeras utk membunuhnya juga. Sehingga si wanita memberikan syarat sebelum perhiasannya diambil dan dibunuh, ia meminta agar mengelilingi pria itu sebagai penghormatan kepada pria itu yg sebagai suaminya. Tepat ketika dibelakang pria itu si wanita langsung mendorong si pria itu ke jurang.

Dari kisah ini sang Buddha memuji kebijaksanaan wanita itu, walaupun ada kamma yg harus diterima. Tetapi itu ada kemendesakan.

Kembali cerita boddhisatta membunuh perampok, kita tak tahu persis kejadiannya. Saya rasa wajar2 saja. Contoh saja, apakah seorang Hitler harus dibiarkan begitu saja ketika menginvasi negara2 tetangganya? saya rasa kalo ada bodhisatta yg ilmu gaibnya masih cetek juga pasti ikut perang  ^-^


Kalau saya menjalankan tekad menjadi boddhisatta sebisa mungkin perundingan tapi kalau kepepet harus membunuh Hitler, saya akan bunuh dia, kecuai gue sakti bisa nyantet dia  menghindari korban lebih banyak :)). Tapi kalau tujuan sekarang saya jadi arahat, jawabanya emang gua pikirin si Hitler, mending masuk hutan dan bertapa. Tapi jangan dibilang arahat egois, itu sudah pilihan, kalau bukan saya yg bunuh masih ada yg lain. beda dengan bodhisatta ada pertimbangan pendapatan parami. Jadi melihat permasalahan ini harus sesuai pilihan yg dipilih, nilai kewajaran yg alami dari sifat hukum semesta, dan proposionalitas. Bukan asumsi2 mati dan tidak jelas.

Kita beragama wajar2 sajalah. Bodhisatta pasti ada pertimbangan, kalau membunuh satu dan menyelamatkan 500 orang. Anggap saja 1 karma buruk sebagai hutang dengan keselamatan 500 orang sebagai piutang 1 :500 masih untungkan dalam pengumpulan parami  ^-^. Kecuali memang niatnya ngak mau ikut campur.
Masalahnya tidak dalam semua kelahiran bodhisatta memiliki ilmu gaib/kesaktian.


Kalau membunuh tidak boleh dan menjadi harga mati, maka bagaimana saat bodhisatta minum, kan ada juga tuh bakteri2nya termasuk arahat yg masih hidup kan juga masih makan. Bukankah itu juga termasuk membunuh?

IMO be wise sajalah menyikapi definisi membunuh...
 _/\_

masalahnya di sutra dikatakan Boddhisatva itu sudah mencapai pencerahan sempurna dalam kurung tak terhitung lama-nya....memiliki pencerahan dan statusnya adalah guru dari savaka buddha dan paccekabuddha.

Title: Re: Akar perpecahan
Post by: Indra on 20 December 2009, 01:31:27 PM
Quote
Mas chingik, hewan saling memangsa itu karma buruk, bagaimana dengan vegetarian? bukankah seharusnya Bodhisatwa selalu vegetarian? Sebagai harimau atau singa apakah Bodhisatwa vegetarian atau tidak?

Katanya pernah jadi singa, dan makan hanya makanan sisa dari hewan carnivora pemburu lain. Tapi setelah disearch belum ada referensi yang menunjukan bodhisatta sebagai singa makan bangkai. Yg ada adalah ikut memburu.  Sehingga kesimpulan bodhisatta sebagai singa tidak membunuh sepertinya hanya pembenaran berdasarkan asumsi belaka, karena tidak ada referensi mendukung.

Bagi saya wajar2 sajalah kalau bodhisatta jadi singa masih memburu(namanya juga sifat naluri alami binatang). Atau disatu kesempatan ada perampok lalu kepepet membunuh, sekalipun cara itu tidak benar tetapi itu bisa menjadi tindakan yg bijaksana.


Mr. Bond, anda nakal sekali membuat saya terpaksa membaca 5 kitab Jataka tebal2 terbitan ITC. Komentar saya sebelumnya adalah karena saya teringat pada Jataka 397 (MANOJA-JATAKA), dimana Bodhisatta yg terlahir sebagai seekor singa memilik anak bernama Manoja yg setiap hari melakukan perburuan dan membawakan dagingnya untuk orang tua dan adiknya.

namun, setelah melakukan speed reading lebih lanjut, saya menemukan:

Jataka 157 (GUNA-JATAKA), Sang Bodhisatta yg saat itu terlahir sebagai seekor singa terperosok dan tenggelam dalam lumpur ketika sedang berburu rusa. seekor serigala datang dan menyelamatkannya, dan untuk membalas budi kepada serigala, Bodhisatta singa membunuh seekor kerbau dan memberikannya kepada serigala ...

Jataka 143 (VIROCANA-JATAKA), Bodhisatta adalah seekor singa jantan yang menetap di Gua Emas di Himalaya. Suatu hari ia meloncat turun dari sarangnya, melihat ke utara, selatan, barat dan timur, dan mengaum dengan keras. kemudian ia membunuh seekor kerbau besar, melahap bagian yg terbaik dari bangkai itu ....

------------------
ini sekaligus mengoreksi postingan saya sebelumnya.

_/\_
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: GandalfTheElder on 20 December 2009, 01:43:37 PM
Quote
Untuk menghindari kekisruhan, harus ditulis bahwa Arhat yang dimaksud disini adalah Arhat versi Mahayana, bukan Arahat versi Theravada.

Pada versi Theravada, Arahat tingkat kesuciannya sama dengan Sammasambuddha maupun Paccekabuddha, tetapi pada Mahayana Arhat sama dengan Bodhisatwa tingkat ke 6-7.

Pada versi Mahayana Bodhisatwa (tingkat 8-10) adalah mahluk suci yang lebih tinggi daripada Arahat, tetapi pada versi Theravada Bodhisatva masih putthujana, belum suci.

jadi sebaiknya jangan dicampur adukkan.

La wong ini bahasnya di forum Mahayana, ya jelas secara / menurut Mahayana dong..hehe....

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: GandalfTheElder on 20 December 2009, 01:55:53 PM
Quote
Mr. Bond, anda nakal sekali membuat saya terpaksa membaca 5 kitab Jataka tebal2 terbitan ITC.


Ah masa sih?? Di daftar isinya kan ada ringkasan ceritanya  :))  :))

Quote
Komentar saya sebelumnya adalah karena saya teringat pada Jataka 397 (MANOJA-JATAKA), dimana Bodhisatta yg terlahir sebagai seekor singa memilik anak bernama Manoja yg setiap hari melakukan perburuan dan membawakan dagingnya untuk orang tua dan adiknya.

namun, setelah melakukan speed reading lebih lanjut, saya menemukan:

Jataka 157 (GUNA-JATAKA), Sang Bodhisatta yg saat itu terlahir sebagai seekor singa terperosok dan tenggelam dalam lumpur ketika sedang berburu rusa. seekor serigala datang dan menyelamatkannya, dan untuk membalas budi kepada serigala, Bodhisatta singa membunuh seekor kerbau dan memberikannya kepada serigala ...

Jataka 143 (VIROCANA-JATAKA), Bodhisatta adalah seekor singa jantan yang menetap di Gua Emas di Himalaya. Suatu hari ia meloncat turun dari sarangnya, melihat ke utara, selatan, barat dan timur, dan mengaum dengan keras. kemudian ia membunuh seekor kerbau besar, melahap bagian yg terbaik dari bangkai itu ....

Dalam kitab Mahavastu dikatakan Sang Bodhisattva pernah terlahir menjadi singa dan Yasodhara sebagai macan betina yang saling berpasangan satu sama lain.

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: Indra on 20 December 2009, 02:03:08 PM

Ah masa sih?? Di daftar isinya kan ada ringkasan ceritanya  :))  :))


daftar isi hanya untuk search keyword "singa", detailnya tetap harus baca full.

makanya kalo bikin buku sebaiknya sertakan halaman index untuk memudahkan mencari. seperti buku2 terbitan DC press gitu loh
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: GandalfTheElder on 20 December 2009, 02:09:59 PM
Quote
dan tambahan lagi,menurut mahayana
apapun yg dilakukan boddhisatva...baik / buruk, hina / terpandang... semua itu upaya kausalya...

Belum tentu.

Yang bisa melakukan upaya kauslaya adalah Bodhisattva yang pencerahannya lebih tinggi daripada seorang Arhat.

Kalau masih Bhumi 1 -6, amit-amit deh mau upaya kausalya. Kalau masih Bhumi 1 - 6 alias masih rendah dari Arhat, maka segala tindakan akusala Sang Bodhisattva ya tetep akusala.

Quote
masalahnya di sutra dikatakan Boddhisatva itu sudah mencapai pencerahan sempurna dalam kurung tak terhitung lama-nya....memiliki pencerahan dan statusnya adalah guru dari savaka buddha dan paccekabuddha.

Sudah dijelaskan bahwa sudah tercerahkan sejak masa lalu, itu hanya perumpamaan bagi Dharmakaya saja, jadi ya tidak secara harafiah diartikan sudah tercerahkan sejak masa lampau.

Seperti kita2 ini makhluk samsara, ada perumpamaan mengatakan bahwa "kita dulu sebenarnya adalah Buddha", nah ini apa diharafiahkan bahwa dulu kita sudah jadi Samyaksambuddha? Ya tentu bukan kan? Maksud dari perumpamaan itu adalah kita seharusnya kembali ke "asal" yaitu Dharmakaya. Dikatakan karena pikiran menciptakan semua fenomena, maka pikiran yang tersubtil dan tercerahkan itu, dianggap / diumpamakan sebagai sebuah "asal". Nah pikiran yang tercerahkan sempurna itu identik dengan "mencapai Dharmakaya".

Masa jalurnya Samyaksambuddha - Bodhisattva - Samyaksambuddha. Ini lucu bin aneh.

Yang bener adalah Sravakabuddha - Bodhisattva - Samyaksambuddha. Ini baru bener.

Maka kalau dikatakan "Bodhisattva kembali dari Nirvana" itu ya bukan dari Nirvana Samyasambuddha (Apratishtita Nirvana), tetapi "kembali" dari Nirvana Sravaka Arhat (Anupadisesa Nirvana).

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 20 December 2009, 02:13:55 PM
 
pertanyaan saya dari thread dulu saya donkkk

jataka pangeran mahasatva yang "membunuh" seorang Pembunuh dalam kapal yang hendak membunuh 500 orang..
kemanakah Abhinna-nya apabila telah mencapai pencerahan sempurna?
macet atau gimana?

kan katanya...

Quote
Avatamsaka Sutra mengatakan, "[Bodhisatva mampu] bermanifestasi tak terhingga aktifitas kemuliaan dan memasuki ke semua alam kehidupan para makhluk hidup, mengetahui tindakan2 semua makhluk hidup, ini disebut Kemurnian Upaya Kausalya Paramita"

kalau di lihat dari sisi hidup seorang Buddha, sejak kapan Buddha mengambil jalan MEMBUNUH, demi menyelamatkan makhluk hidup...
apa mau di tutup dengan penjelasan singkat "upaya kausalya"

dan lagi yg belum ada jawaban sampai sekarang ini.
"buat apa buddha berakting lupa cara pencapaiannya?, menahan lapar hingga luar biasa sampai hampir mati"...jujur menurut gw itu kebodohan luar biasa.

apakah ini upaya kausalya lagi?

Mengenai bodhisatva membunuh perampok di atas kapal , tentu harus diteliti kronologinya.    
Apapun pertimbangan bodhisatva, semua dilandasi oleh rasa welas asih kepada semua makhluk termasuk kepada orang jahat sekali pun. Inilah inti yg ingin dikemukakan dalam Sutra ini. Lalu bagaimana bodhisatva mengembangkan welas asih nya saat berhadapan dengan situasi ini? Pada saat itu, 500 pedagang yg menjadi sasaran pembuhunan oleh perampok itu adalah orang2 yg telah mengembangkan Cita2 Menjadi Buddha yang batinnya telah teguh tidak mengalami kemerosotan lagi. Bodhisatva pada saat itu mengetahui potensi 500 orang ini. Kemudian beliau menyelidiki lagi, apa yang terjadi bila perampok ini membunuh ke500 orang itu, setelah diselidiki ternyata bila perampok itu membunuh 1 saja akan terjatuh ke alam neraka , apalagi membunuh 500 orang itu ternyata perampok itu akan mengalami kelahiran di alam neraka avici yg tak terhingga deritanya. Kemudian Bodhisatva menyelidiki lagi bahwa apabila perampok itu benar melakukan tindakan membunuh 500 orang itu, justru dia yang akan terbunuh dan akibatnya 500 orang itu akan terlahir di alam neraka karena telah membunuh perampok itu, dengan kata lain kedua belah pihak akan terjatuh ke neraka.
Bodhisatva mengetahui tidak ada jalan lain, maka atas dasar belas kasih pada kedua belah pihak tidak mungkin seorang bodhisatva berpangku tangan. Karena bodhisatva tahu sudah tidak ada cara lain, maka atas dasar welas asih kepada semuanya, satu2nya jalan adalah membunuh perampok itu. Dan setelah membuat pilihan ini, perampok dan 500 pedagang itu sama2 terbebas dari resiko terlahir di alam neraka.  
Di sini dapat dipetik kesimpulan:
1. Bodhisatva utk apa ingin melibatkan diri, jika bukan atas dasar welas asih?  
2. Kalo orang awam mungkin akan pura2 ga tahu, masa bodoh. Atau bila mau melibatkan diri, mungkin dia akan melapor dulu kepada 500 pedagang, bukankah akan membuat 500 pedagang itu balik membunuh yg akibatnya semuanya akan terlahir di neraka?
3. Hanya orang yg mengetahui buah karma yg terjadi di masa yg akan datang baru dapat mengambil keputusan jalan mana yg dipilih. Oleh karena itu, kasus ini tidak bisa digerenalisasi bahwa berarti setiap orang bisa melakukannya.    

Mengapa ini disebut Upaya Kausalya? Inilah salah satu dari Parami seorang bodhisatva. Mengapa tidak menggunakan Dana Parami? Kalo bisa, ya sudah pasti dilakukan. Ada hal2 tertentu yg tidak bisa langsung menggunakan dana parami, misalnya mengorbankan diri kepada perampok, hasilnya justru membuatnya terjatuh ke neraka, dan lain sebagainya. Karena Bodhisatva tidak pernah berhenti mencari cara2 yg sesuai, maka salah satu jalan itu adalah Upaya kausalya. Dan karena akibat dari tindakan itu justru membuat mereka terbebaskan dari derita, maka ini bukan tindakan yang melanggar sila. TEtapi harus diingat bahwa bila kita tidak memiliki abhinna utk mengetahui akibat2 yg terjadi di masa yg akan datang, maka kita tidak pantas menggeneralisi bhw tindakan ini bisa dilakukan oleh siapa saja.  
 
yang saya tanyakan adalah mana ABHINNA-nya....org yg sudah menguasai abhinna tertinggi mencapai pencerahan sempurna, dalam RAPB Dewa mara di Vasavatti saja di taklukkan,, bayangkan jumlah nya yang mencapai 10 ribu alam semesta bersama pengikutnya di taklukkan oleh BUDDHA...(telah mencapai pencerahan sempurna)
jumlah dewa hingga 10 ribu alam semesta vs 1...

ini cuma seorang perampok?
mana kesaktian-nya? 1 doank saja...pakai opsi membunuh,bahkan melibatkan diri hingga menimbulkan akusala-vipaka..
sungguh kelihatan aneh.

ini ibarat 1 pendekar ternama Wong Fei Hung, mampu mengatasi 1000 orang prajurit dengan sekali tendangan tanpa bayangan..^^
tapi...lawan 1 orang rakyat jelita pencuri mangga saja....mesti pakai 1000 jurus untuk menang...blom lagi apabila ditambahkan lagi WFH bertarung dengan sengit melawan pencuri mangga...
jelas saja aneh 100%

atas dasar welas asih?...mengapa tidak menggunakan ikat tali saja dengan kesaktian..

tolong sekalian di jawabn yang ini

Quote
dan lagi yg belum ada jawaban sampai sekarang ini.
"buat apa buddha berakting lupa cara pencapaiannya?, menahan lapar hingga luar biasa sampai hampir mati"...jujur menurut gw itu kebodohan luar biasa.

Abhinna tidak selalu efektif. Lihat saja sendiri Sang Buddha kadang kala menggunakan abhinna kadang2 tidak. Mengapa? ya begitu juga bodhisatva. Semua harus dilihat secara substansial, efektifitas dan  hubungan sebab akibat.  

Menahan lapar luar biasa sampai hampir mati, itu bukan bodoh. Justru ini ingin ditunjukkan bahwa bodhisatta memiliki usaha kuat dan gigih. Ini ingin ditunjukkan bahwa tidak ada yg bisa berhasil tanpa usaha keras. SEmua tindak tanduk bodhisatta ada maksudnya dan utk mengajar orang. Dengan usaha itu lalu tidak berhasil, bodhisatta mempertunjukkan bahwa lihatlah dgn cara ini adalah gagal. SEmua ditunjukkan melalui tindakan, bukan ngajar secara teori saja . Inilah cara bijak bodhisatta. Dan tindakan ini jg mencerminkan bodhisatta tidak memiliki kemelekatan lagi, hingga menahan lapar tidak benar2 menggoyahkan batinnya. Inilah tindakan yg secara substansial bertujuan utk mengajar para makhluk. Menurut mahayana, tindakan ini kemudian dapat lebih meyakini kpd para pertapa ekstrim bahwa Sang Buddha pun bukan orang yg mencapai pencerahan tanpa usaha, bahkan melebihi para pertapa itu.
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: GandalfTheElder on 20 December 2009, 02:17:41 PM
Quote
yang saya tanyakan adalah mana ABHINNA-nya....org yg sudah menguasai abhinna tertinggi mencapai pencerahan sempurna, dalam RAPB Dewa mara di Vasavatti saja di taklukkan,, bayangkan jumlah nya yang mencapai 10 ribu alam semesta bersama pengikutnya di taklukkan oleh BUDDHA...(telah mencapai pencerahan sempurna)
jumlah dewa hingga 10 ribu alam semesta vs 1...

Buddha pun tak bisa menghalangi suku Kosala menghabisi dan membunuhi para suku Sakya, padahal untuk mencegahnya sudah dinasehati beberapa kali oleh seorang Samyaksambuddha!

Kenapa Buddha tidak memakai Abhinna (Abhijna) untuk menghalanginya???

Bahkan penasehat kerajaan / ahli strategi handal biasa [prthagjana / putthujana] saja bisa membalik keinginan pemerintah dari perang menjadi damai.

Semua ya memang ada kaitannya dengan karma.

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: GandalfTheElder on 20 December 2009, 02:22:23 PM
Quote
daftar isi hanya untuk search keyword "singa", detailnya tetap harus baca full.

makanya kalo bikin buku sebaiknya sertakan halaman index untuk memudahkan mencari. seperti buku2 terbitan DC press gitu loh

Oww..

Yep.... tapi pengerjaannya jadi makan banyak waktu  :))

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 20 December 2009, 04:18:55 PM
 [at] Jerry
Quote
Boleh tau lebih lanjut soal 2 jenis noda batin lainnya yg belum dikikis Arhat dan Pratyeka-Buddha?
Maaf, saya koreksi dikit, maksudnya ada 2 jenis noda batin/rintangan batin yang mana Arahat/Pratyeka-Buddha belum mengikis salah satunya.
2 itu adalah:
-Klesa-asrava--> Rintangan noda batin
-Jneya-asrava---> Rintangan Pengetahuan

Makhluk awam belum mengikis kedua2nya.
Arahat/pratyeka-Buddha sudah mengikis Klesa-asrava, blm mengikis Jneya-asrava
Bodhisatva sudah mengikis Klesa-asrava, sedangkan Jneya-asrava nya belum terkikis tuntas, semakin tinggi level bodhisatva semakin tipis Jneya-asrava.
Hingga mencapai Samyaksambuddha, kedua2nya telah terkikis habis.

Quote
Soal privilege seorang Bodhisattva, oleh Bro Chingik dikatakan "Yang menentukan smua ini tidak lain adalah kekuatan karmanya." Kira2 apa ya mksdnya? Bisa diperjelas? Secara saya takut salah berasumsi.
Dalam theravada, bodhisatta terlahir di alam rendah karena impuls karmanya.
Penyebab= X
Akibat = Terlahir di alam rendah

Maka X= melakukan perbuatan buruk

Dalam Mahayana , Bodhisatva tergantung levelnya. Jika yg telah mengikis Klesa-asrava, maka tidak akan melakukan tindakan buruk. Tidak melakukan tindakan buruk, maka tidak akan terlahir di alam rendah.  
Dalam kisah kelahiran bodhisatva di alam rendah, itu bukan kelahiran akibat karma buruk dalam pandangan mahayana, melainkan kekuatan abhinna , upaya kausalya dan welas asih.

Quote
Berarti Jataka Theravada berbeda dengan Jataka Mahayana ya? Di mana Jataka Mahayana mencakup Jataka Theravada dan ada Jataka di luar yg tdk diketemukan dalam Jataka Theravada? Jika Jataka Theravada = T. Maka Jataka Mahayana ibarat M = T+a
Dengan demikian, inkonsistensi dalam Jataka Theravada mungkin sekali dapat dikatakan sbg inkonsistensi dalam Jataka Mahayana juga? (secara Jataka Mahayana juga mencakup Jataka Theravada)

Sistem pembelajaran dalam Mahayana adalah tahapan dan ada klasifikasinya.
Ketika mempelajari ajaran tingkat Sravaka, kita harus memahami itu dalam kategori pemikiran Sravaka. Jadi smua yg tercakup dlaam Jataka Theravada dapat dianggap benar dengan asumsi itu dalam level batin Sravaka. Setelah selesai menguasai semua ini, dan memasuki level pemikiran Mahayana, kita menarik kesimpulan bahwa ajaran Sravaka memang benar sejauh itu dalam konteks ketika batin dalam level Sravaka. Lalu kita mendapat pemahaman baru lagi dalam level Mahayana.  Sama seperti anda merasa benar bahwa masih ada AKU/DIRI sejauh anda berada dalam level batin manusia awam dengan kemelekatan pd AKU, tapi ketika anda memasuki ke level pencapaian kesucian, anda akan mengalami sendiri bahwa AKU itu tidak ada,    dan itu bukan berarti anda inkosisten, melainkan anda menyadari perbedaan level batin anda.  
Jadi ketika JATAKA Theravada dianggap sebagai cakupan dalam Mahayana, itu bukan inkonsistensi. Itu dipelajari sebgai tahapan dalam pembelajaran.  

Quote
Setuju bahwa tdk dpt digeneralisir. Tapi, spt pendapat Acek Ganteng Ganjen Ryu, menurut saya membunuh bukan satu-satunya cara. Bisa saja perampok tsb ditangkap bukan? Trus diikat.. Mungkin awalnya jika perlu, Bodhisattva memberitahu pd 500 orang lalu bersama2 mereka gebuk rame-rame dulu hingga perampok kelenger baru diiket?
Saya rasa bro Bond-bond (hehe..) sudah memberi penjelasan yg cukup bagus.
Saya tambahkan sedikit, di sini bodhisatva sudah mengetahui bahwa cara2 lain sudah tidak efektif.  Tidak berada di lapangan,kita tidak akan tahu situasi sebenarnya. jadi kita tidak bisa dengan gampangnya menilai bahwa pasti ada cara2 lain atau sejenisnya.  Jadi tidak perlu mendebatkan hal2 yg tidak kita tahu situasi sesungguhnya, apalagi menilai kondisi batin bodhisatva pada saat itu.

Quote
"Memang di Sutra ini ada menyebutkan bodhisatva sudah tidak memiliki opsi lain."
Di Sutra? Atau mksd Bro Chingik adl Jataka? Di bagian mana ya dikatakan demikian? Kalo bisa tolong kutipkan cerita selengkapnya, saya tidak memiliki sourcenya.
Mahavaipulya Upaya Kausalya Sutra (Taiso 0346)

Quote
"Memang kata membunuh adalah harga mati yg harus dihindari bagi seorang Theravadin."
Di sini yg jadi pertanyaan, bukankah dalam Theravada malah bodhisatta masih dapat membunuh sehingga jelas membunuh bukan harga mati, dan pembunuhan yg dilakukan bodhisatta dalam Jataka Theravada oleh Bro Chingik dikatakan salah 1 bentuk inkonsistensi dalam Jataka Theravada?
Dalam Theravada bodhisatta masih membunuh tetapi dianggap pastilah karma buruk. Karena tidak bisa ditawar lagi, apapun kejadiannya dan bagaimanapun hasilnya, bunuh =karma buruk.  Saya katakan tidak konsisten karena membandingkannya dengan Abhinihara ,welas asih dan Parami bodhisatta yg katanya tidak akan terbelokkan dan akan terus maju, tetapi kok malah mundur dgn berbuat karma buruk.

Sedangkan Mahayana setuju dgn pernyataan tidak terbelokkan dan terus maju, sehingga kelahiran di alam rendah itu bukan kelahiran karena hasil karma buruk, melain adhitana, abhinihara, welas asih dan upaya kausalya.

Kesimpulan anda ttg perbedaan Jataka Theravada dan Mahayana itu ya lebih kurang begitu deh.
Tetapi saya memiliki satu penafsiran baru, bahwa JATAKA Theravada bisa saja mencampurkan kisah kelahiran bodhisatta dan sebelum menjadi bodhisatta (sebelum mendapat ramalan Buddha Dipankara) . Jadi kisah tentang bodhisatta yg membunuh (sebagai seekor singa) bisa saja adalah sosok yg belum diramal oleh Buddha Dipankara, dengan kata lain belum menjadi bodhisatta. 

Title: Re: Akar perpecahan
Post by: The Ronald on 20 December 2009, 05:27:45 PM
Quote
Dalam Theravada bodhisatta masih membunuh tetapi dianggap pastilah karma buruk. Karena tidak bisa ditawar lagi, apapun kejadiannya dan bagaimanapun hasilnya, bunuh =karma buruk.  Saya katakan tidak konsisten karena membandingkannya dengan Abhinihara ,welas asih dan Parami bodhisatta yg katanya tidak akan terbelokkan dan akan terus maju, tetapi kok malah mundur dgn berbuat karma buruk.

karena bhodhisatta kebanyakan tidak mengingat kehidupan sebelumnya
masih dalam tahap menyempurnakan parami, perlahan 2..tp pasti, walau naik turun
btw, pertapaan dgn menyiksa diri..adalah bentuk parami atau bukan? menikah?
dan kenapa hal ini tetap terjadi bahkan di kehidupan terakhirnya sebagai Buddha, karena tekadnya yg kuat, tp tidak di dukung dgn ingatannya akan kehidupan lalu



Quote
Tetapi saya memiliki satu penafsiran baru, bahwa JATAKA Theravada bisa saja mencampurkan kisah kelahiran bodhisatta dan sebelum menjadi bodhisatta (sebelum mendapat ramalan Buddha Dipankara) . Jadi kisah tentang bodhisatta yg membunuh (sebagai seekor singa) bisa saja adalah sosok yg belum diramal oleh Buddha Dipankara, dengan kata lain belum menjadi bodhisatta.

yup banyak pandangan yg terjadi atau di bentuk, demi suatu kesempurnaan mutlak suatu sosok yg harusnya baru sempurna pada saat mencapai penerangan di bawa pohon bodhi... harusnya gini harusnya gitu, aku sih menerima saja... :)
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 20 December 2009, 06:16:17 PM
Quote
karena bhodhisatta kebanyakan tidak mengingat kehidupan sebelumnya
masih dalam tahap menyempurnakan parami, perlahan 2..tp pasti, walau naik turun
btw, pertapaan dgn menyiksa diri..adalah bentuk parami atau bukan? menikah?
dan kenapa hal ini tetap terjadi bahkan di kehidupan terakhirnya sebagai Buddha, karena tekadnya yg kuat, tp tidak di dukung dgn ingatannya akan kehidupan lalu
Mengenai penyiksaan diri  dan menikah , Buddha telah menjelaskan dalam Mahavaipulya Upaya Kausalya Sutra bahwa semua itu bukan kenyataan, melainkan hasil dari ilusionisis yg dilakukannya, karena Buddha sejak menjadi bodhisatva agung telah terbebas dari kemelekatan.
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: The Ronald on 20 December 2009, 06:50:05 PM
err..sutta apa tuh? mahayana yah?
btw.. klo menurut tradisi Mahayana, Guan Yu adalah Bhodhisatta...  tp masih melakukan pembunuhan
apakah itu termasuk cuma ilusi?
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 20 December 2009, 07:35:01 PM
err..sutta apa tuh? mahayana yah?
btw.. klo menurut tradisi Mahayana, Guan Yu adalah Bhodhisatta...  tp masih melakukan pembunuhan
apakah itu termasuk cuma ilusi?

ya itu Sutra mahayana. bukan sutta pali.
guan yin melakukan pembunuhan? bagaimana ceritanya?
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: The Ronald on 20 December 2009, 07:45:12 PM
baca cerita sam kok dunk....
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: bond on 20 December 2009, 08:32:12 PM
Quote
Mas chingik, hewan saling memangsa itu karma buruk, bagaimana dengan vegetarian? bukankah seharusnya Bodhisatwa selalu vegetarian? Sebagai harimau atau singa apakah Bodhisatwa vegetarian atau tidak?

Katanya pernah jadi singa, dan makan hanya makanan sisa dari hewan carnivora pemburu lain. Tapi setelah disearch belum ada referensi yang menunjukan bodhisatta sebagai singa makan bangkai. Yg ada adalah ikut memburu.  Sehingga kesimpulan bodhisatta sebagai singa tidak membunuh sepertinya hanya pembenaran berdasarkan asumsi belaka, karena tidak ada referensi mendukung.

Bagi saya wajar2 sajalah kalau bodhisatta jadi singa masih memburu(namanya juga sifat naluri alami binatang). Atau disatu kesempatan ada perampok lalu kepepet membunuh, sekalipun cara itu tidak benar tetapi itu bisa menjadi tindakan yg bijaksana.


Mr. Bond, anda nakal sekali membuat saya terpaksa membaca 5 kitab Jataka tebal2 terbitan ITC. Komentar saya sebelumnya adalah karena saya teringat pada Jataka 397 (MANOJA-JATAKA), dimana Bodhisatta yg terlahir sebagai seekor singa memilik anak bernama Manoja yg setiap hari melakukan perburuan dan membawakan dagingnya untuk orang tua dan adiknya.

namun, setelah melakukan speed reading lebih lanjut, saya menemukan:

Jataka 157 (GUNA-JATAKA), Sang Bodhisatta yg saat itu terlahir sebagai seekor singa terperosok dan tenggelam dalam lumpur ketika sedang berburu rusa. seekor serigala datang dan menyelamatkannya, dan untuk membalas budi kepada serigala, Bodhisatta singa membunuh seekor kerbau dan memberikannya kepada serigala ...

Jataka 143 (VIROCANA-JATAKA), Bodhisatta adalah seekor singa jantan yang menetap di Gua Emas di Himalaya. Suatu hari ia meloncat turun dari sarangnya, melihat ke utara, selatan, barat dan timur, dan mengaum dengan keras. kemudian ia membunuh seekor kerbau besar, melahap bagian yg terbaik dari bangkai itu ....

------------------
ini sekaligus mengoreksi postingan saya sebelumnya.

_/\_

Betara, maaf atas kenakalan saya  ^:)^ memang saya sengaja   ;D, karena saya benar2 mau tau dan bingung tentang cerita jataka ^:)^

Anyway thanks Betara  ;D _/\_
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 20 December 2009, 08:44:40 PM
 
baca cerita sam kok dunk....
:)) :))
salah baca, guan yu kirain guan yin.

Kalo guanyu dianggap bodhisatva itu cuma berdasarkan kisah setelah kematiannya beliau menjadi makhluk halus pelindung vihara. Dari sini ditambah dengan pamor jiwa ksatrianya lalu dihormati sebagai bodhisatva pelindung dharma. Apakah lalu guanyu benar2 jadi bodhisatva , tidak ada yang tahu. Sosok guanyu sbg bodhisatva hanya karakteristik Mahayana Tiongkok. 
Pada sisi lain, walaupun seseorang byk membunuh, tapi bila tersadarkan bisa juga melatih jalan bodhisatva atau jalan kesucian lainnya. Seperti Angulimala. misalnya
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: bond on 20 December 2009, 08:54:13 PM
Quote
by marcedes
masalahnya di sutra dikatakan Boddhisatva itu sudah mencapai pencerahan sempurna dalam kurung tak terhitung lama-nya....memiliki pencerahan dan statusnya adalah guru dari savaka buddha dan paccekabuddha.

Untuk memperjelas pertanyaan marcedes, mungkin pihak mahayana bisa menjelaskan mengenai bodhisatva yang membunuh perampok adalah pada tingkatan bodhisatva ke berapa?

Kalau tidak salah, menurut mahayana pada tingkatan bodhisatva tertentu masih ada LDM dan pada tingkatan tertentu pula telah bersih CMIIW.

Nah kalau setiap cerita mahayana yg kontroversi bisa dijelaskan bodhisatva itu berada pada tingkatan mana, maka ini akan menjadi jelas. Tetapi jika tidak disebutkan maka kita semua disini hanya berspekulasi tanpa henti. _/\_

Title: Re: Akar perpecahan
Post by: bond on 20 December 2009, 09:02:52 PM
err..sutta apa tuh? mahayana yah?
btw.. klo menurut tradisi Mahayana, Guan Yu adalah Bhodhisatta...  tp masih melakukan pembunuhan
apakah itu termasuk cuma ilusi?


Guan Yu ketika menjadi Jendral perang belumlah menjadi bodhisatta. Cerita menjadi bodhisatva pun baru muncul belum lama ini/baru muncul belakangan. Yang saya tau sih dia menjadi Dewa setelah melalui suatu proses. Konon menurut cerita dia terlahir lagi menjadi jendral Yanfei sebagai pemenuhan/menyempurnakan ikrar kesetiaannya pada negara.
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: The Ronald on 20 December 2009, 09:03:55 PM
ic ternyata setelah meninggal

Quote
Pada sisi lain, walaupun seseorang byk membunuh, tapi bila tersadarkan bisa juga melatih jalan bodhisatva atau jalan kesucian lainnya. Seperti Angulimala. misalnya
yah.. itu dia, sayangnya jataka Boddhisatta, tidak lengkap selengkap2nya,tp biasanya setelah melakukan suatu kesalahan, biasanya boddhisatta menjadi tersadarkan, dan mulai pergi melatih jalannya
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 20 December 2009, 09:11:07 PM
Quote
by marcedes
masalahnya di sutra dikatakan Boddhisatva itu sudah mencapai pencerahan sempurna dalam kurung tak terhitung lama-nya....memiliki pencerahan dan statusnya adalah guru dari savaka buddha dan paccekabuddha.

Untuk memperjelas pertanyaan marcedes, mungkin pihak mahayana bisa menjelaskan mengenai bodhisatva yang membunuh perampok adalah pada tingkatan bodhisatva ke berapa?

Kalau tidak salah, menurut mahayana pada tingkatan bodhisatva tertentu masih ada LDM dan pada tingkatan tertentu pula telah bersih CMIIW.

Nah kalau setiap cerita mahayana yg kontroversi bisa dijelaskan bodhisatva itu berada pada tingkatan mana, maka ini akan menjadi jelas. Tetapi jika tidak disebutkan maka kita semua disini hanya berspekulasi tanpa henti. _/\_



Pada kasus ini memang tidk dijelaskan bodhisatva pd tingkat berapa.
Tapi substansi dari Sutra ini adalah "Cara-cara bijak yang berlandaskan welas asih".  
Jika mengkaji secara cermat dari keseluruhan Sutra akan menjadi jelas sendiri.
Taruhlah seandainya ada penyebutan bodhisatva pd tingkat berapa, tetap tidak akan jelas bagi siapa pun yg jika mencernanya dari konteks pemikiran Theravada. Ini sudah hukum alami yg tidak bisa dihindari.
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 20 December 2009, 09:27:23 PM
ic ternyata setelah meninggal

Quote
Pada sisi lain, walaupun seseorang byk membunuh, tapi bila tersadarkan bisa juga melatih jalan bodhisatva atau jalan kesucian lainnya. Seperti Angulimala. misalnya
yah.. itu dia, sayangnya jataka Boddhisatta, tidak lengkap selengkap2nya,tp biasanya setelah melakukan suatu kesalahan, biasanya boddhisatta menjadi tersadarkan, dan mulai pergi melatih jalannya


Memang sebenarnya tradisi Mahayana sering membahas masalah "melakukan kesalahan , menjadi sadar lalu melatih diri"
Poin yg ingin dikemukakan adalah bila seseorang melatih jalan bodhisatva utk mencapai Kebuddhaan tidaklah mudah. Anda berbuat baik lalu terlahir di alam surga, tapi anda malah mabuk kepayang dgn kenikmatan surga, akhirnya jatuh ke alam rendah, anda merasa sengsara lalu sadar ingin berbuat baik lagi, dan terlahir di alam bahagia lagi,  dan begini terus menerus terombang ambing. Memang tidak mudah. Jalan bodhisatva memang demikian. TETAPI, saat bodhisatva mendapat ramalan dari seorang Buddha, maka itu pertanda dia tidak akan merosot lagi. Tidak akan terjatuh lagi, yang ada adalah menanjak terus, maka mengapa saat diramalkan, seluruh dunia berguncang, para dewa bergegap gempita. Karena saat itu bodhisatva telah mencapai tahapan yg tidak merosot lagi.   Maka dalam pandangan Mahayana, jataka yg menceritakan bodhisatva di alam rendah, itu hanyalah perwujudan emanasi, bukan karena akibat karma dari perbuatan buruk.      
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: The Ronald on 20 December 2009, 09:35:33 PM
wew... walau aku theravada, aku kira2 bisa nangkap, yg mungkin mahayana maksudkan dgn "tingkat" bodhisatta, di Trevada sendiri kesempurnaan parami hanya di raih boddhisatta di beberapa kehidupan boddhisatta(banyak seh, tp di banding kehidupannya selama 4 aksekya kappa dan 100ribu kalpa.. jd di bilang beberapa)

pada kehidupan2 dimana tingkat paraminya sempurna dan yg paling terakhir adalah Pangeran Wessantara (dimana keseluruhan parami telah sempurna) sebelum masuk ke surga Tusita, mungkin..itu tingkat yg paling tinggi seorang boddhisatta (mungkin loh, aku ga tau cara pandang Mahayana)
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: Indra on 20 December 2009, 09:37:56 PM
 [at]  Chingik,

menurut RAPB, bagaimana menurut anda sehubungan dengan kisah Bodhisatta Jotipala yg menghina Buddha Kassapa, dan sebagai akibatnya, Bodhisatta Sidhartha harus menjalani 6 tahun sengsara.
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: marcedes on 20 December 2009, 11:58:10 PM
Quote
dan tambahan lagi,menurut mahayana
apapun yg dilakukan boddhisatva...baik / buruk, hina / terpandang... semua itu upaya kausalya...

Belum tentu.

Yang bisa melakukan upaya kauslaya adalah Bodhisattva yang pencerahannya lebih tinggi daripada seorang Arhat.

Kalau masih Bhumi 1 -6, amit-amit deh mau upaya kausalya. Kalau masih Bhumi 1 - 6 alias masih rendah dari Arhat, maka segala tindakan akusala Sang Bodhisattva ya tetep akusala.

Quote
masalahnya di sutra dikatakan Boddhisatva itu sudah mencapai pencerahan sempurna dalam kurung tak terhitung lama-nya....memiliki pencerahan dan statusnya adalah guru dari savaka buddha dan paccekabuddha.

Sudah dijelaskan bahwa sudah tercerahkan sejak masa lalu, itu hanya perumpamaan bagi Dharmakaya saja, jadi ya tidak secara harafiah diartikan sudah tercerahkan sejak masa lampau.

Seperti kita2 ini makhluk samsara, ada perumpamaan mengatakan bahwa "kita dulu sebenarnya adalah Buddha", nah ini apa diharafiahkan bahwa dulu kita sudah jadi Samyaksambuddha? Ya tentu bukan kan? Maksud dari perumpamaan itu adalah kita seharusnya kembali ke "asal" yaitu Dharmakaya. Dikatakan karena pikiran menciptakan semua fenomena, maka pikiran yang tersubtil dan tercerahkan itu, dianggap / diumpamakan sebagai sebuah "asal". Nah pikiran yang tercerahkan sempurna itu identik dengan "mencapai Dharmakaya".

Masa jalurnya Samyaksambuddha - Bodhisattva - Samyaksambuddha. Ini lucu bin aneh.

Yang bener adalah Sravakabuddha - Bodhisattva - Samyaksambuddha. Ini baru bener.

Maka kalau dikatakan "Bodhisattva kembali dari Nirvana" itu ya bukan dari Nirvana Samyasambuddha (Apratishtita Nirvana), tetapi "kembali" dari Nirvana Sravaka Arhat (Anupadisesa Nirvana).

 _/\_
The Siddha Wanderer
waduh, perumpamaan dari mana itu? yg benarkan "kita semua punya potensi untuk mencapai kebuddhaan"

Quote
Dikatakan karena pikiran menciptakan semua fenomena, maka pikiran yang tersubtil dan tercerahkan itu, dianggap / diumpamakan sebagai sebuah "asal". Nah pikiran yang tercerahkan sempurna itu identik dengan "mencapai Dharmakaya".
bisa tunjukkan ref sutra? atau ini ngasal opini pribadi...?
dan lagi...dalam mahayana kaya gotama salah satunya boddhisatva avalokistsvara bukan?...
jadi boddhisatva = buddha,blom lagi ada Amitabha nya....
ini mirip Trinitas saja dalam nasrani.
entah trinitas yg mencopy konsep mahayana, atau mahayana yg mencopy trinitas.

Quote
kemudian dapat lebih meyakini kpd para pertapa ekstrim bahwa Sang Buddha pun bukan orang yg mencapai pencerahan tanpa usaha, bahkan melebihi para pertapa itu.
loh bukannya karena kamma buruk yg diterima karena menghina buddha Kassapa?...
benar mana?

Quote
Buddha pun tak bisa menghalangi suku Kosala menghabisi dan membunuhi para suku Sakya, padahal untuk mencegahnya sudah dinasehati beberapa kali oleh seorang Samyaksambuddha!

Kenapa Buddha tidak memakai Abhinna (Abhijna) untuk menghalanginya???
sudah dibilang dalam Theravada, Buddha bukan orang yg bernafsu menghalangi pembantaian ataupun tidak menghalangi pembantaian...alias membiarkan apa adanya, jika terjadi maka terjadi..jika tidak terjadi maka tidak terjadi...
dalam hal ini Buddha tidak TERLIBAT dalam adegan kamma...
paling hanya menasehati, selebih nya urusan sendiri.

seandainya kejadian ini dikaitkan dengan pangeran Mahasatva..
apa pangeran Mahasatva membunuh semua suku Kosala?


masalah perumpamaan yg anda katakan, memang dalam Saddhamapundarika Sutra..disitu seperti tertulis jelas....kalau memang kenyataan Buddha Gotama tidak akan pernah menghilang, dan akan muncul entah dimana kemudian mengajarkan (kembali berakting mencapai kebuddhaan) dhamma juga entah dimana.

dan juga dikatakan dalam Sutra tersebut
sudah tak terhitung kalpa lama-nya, Gotama telah mencapai pencerahan sempurna.

berarti jauh sebelum 4 assenkhayakappa dan 100 rb kappa...Gotama telah mencapai pencerahan sempurna...
dan waktu 4 dan 100ribu hanya aktingan betapa susah nya mencapai pencerahan...tetapi sebenarnya kapan Gotama mencapai pencerahan tidak diketahui..
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: dilbert on 21 December 2009, 12:05:44 AM
upaya kausalya.....
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 21 December 2009, 12:21:39 AM
[at]  Chingik,

menurut RAPB, bagaimana menurut anda sehubungan dengan kisah Bodhisatta Jotipala yg menghina Buddha Kassapa, dan sebagai akibatnya, Bodhisatta Sidhartha harus menjalani 6 tahun sengsara.

Dalam versi Mahayana tentu tidak begitu. Saat itu Jotipala dianggap bukan menghina, tapi memiliki tujuan mengarahkan 5 teman brahmana lainnya utk membangkitkan bodhicitta (5 teman brahmana ini tidak ditemukan kisahnya dlm Theravada). Kalau benar2 menghina, tidak mungkin Gathikara sanggup menyeretnya hingga bahkan menjadi murid Buddha Kassapa. Karena bukan menghina, maka menjalani 6 tahun itu juga bukan akibat dari karma menghina.  
6 tahun pertapaan keras (sengsara) itu jg memiliki tujuan mengarahkan para praktisi ekstrim agar memiliki rasa respek pd Sang Buddha. Semua ini telah dijelaskan oleh Hyang Buddha (tentu dlm versi Mahayana) hehe..
Jadi tetap tidk kontradiktif , karena masih dalam koridor bhw Bodhisatva yg telah menempuh Parami  tidak melakukan perbuatan buruk.  
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 21 December 2009, 12:31:13 AM
 [at] bro Marcedes
Quote
Quote
kemudian dapat lebih meyakini kpd para pertapa ekstrim bahwa Sang Buddha pun bukan orang yg mencapai pencerahan tanpa usaha, bahkan melebihi para pertapa itu.
loh bukannya karena kamma buruk yg diterima karena menghina buddha Kassapa?...
benar mana?
Dalam Sutra Mahayana , Buddha menjelaskan bahwa pd saat itu ia bukan menghina. Tetapi memliki maksud ingin mengarahkan 5 teman brahmana agar membangkitkan bodhicitta. Karena bukan menghina, maka tentu bukan karma buruk.
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 21 December 2009, 01:40:50 AM
Quote
bisa tunjukkan ref sutra? atau ini ngasal opini pribadi...?
dan lagi...dalam mahayana kaya gotama salah satunya boddhisatva avalokistsvara bukan?...
jadi boddhisatva = buddha,blom lagi ada Amitabha nya....
ini mirip Trinitas saja dalam nasrani.
entah trinitas yg mencopy konsep mahayana, atau mahayana yg mencopy trinitas.
Bodhisatva= Buddha, apakah bro benar2 berpikir demikian? Jika benar, berarti ada kesalah pahaman.
Secara definisi saja sudah beda, ini tentu bro sudah tahu jelas. Tidak perlu dijabarkan lagi.
Tapi ketika ada pernyataan bahwa bodhisatva=buddha , ini tentu harus dilihat konteks pembicaraannya. Dalam memahami sesuatu tentu tidak boleh selalu terpaku pd satu sisi.
Begitu juga mengenai Amitabha, Avalokitesvara, yang tidak anda pahami, tidak seharusnya langsung menjudge itu nonsens. Setidaknya anda juga berpegang pada prinsip Kalama Sutta bukan? Bukannya lebih baik jika memperluas cakrawala pikiran dengan tidak menerima tapi juga tidak menolak, lalu selidiki secara komprehensif. Setidaknya kita juga dapat belajar bagaimana menghargai aliran lain. Bukankah Kaisar Asoka telah mengajarkan kita ttg ini? Di mana letak rasa respek kita terhadap maklumat yg ditulis di pilar Asoka?

Mengenai Trinitas, tidak seharusnya menyamakannya dgn konsep Trikaya secara asal. Secara fundamental saja tidak sama.
Jika cara perbandingan anda seperti itu, tentu sangat absurd. Jika anda membandingkan dgn cara demikian, maka semua orang juga bisa melakukannya terhadap ajaran yg anda pegang. Saya juga bisa mengatakan begini :
"Theravada mengakui hanya ada Satu Buddha (Buddha Gotama) di alam semesta sekarang ini, kok mirip konsep Monotheisme. "Tiada Buddha lain selain Buddha Gotama,  entah monotheisme yg mencopy Theravada atau Theravada yg mencopy monotheisme". 
Tapi karena cara perbandingan seperti ini adalah tidak mengikuti kaidah yg benar, tentu saya tidak akan mengjudge nya seperti itu seperti yang bro lakukan. hehe..
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: Indra on 21 December 2009, 03:05:21 AM
[at] bro Marcedes
Quote
Quote
kemudian dapat lebih meyakini kpd para pertapa ekstrim bahwa Sang Buddha pun bukan orang yg mencapai pencerahan tanpa usaha, bahkan melebihi para pertapa itu.
loh bukannya karena kamma buruk yg diterima karena menghina buddha Kassapa?...
benar mana?
Dalam Sutra Mahayana , Buddha menjelaskan bahwa pd saat itu ia bukan menghina. Tetapi memliki maksud ingin mengarahkan 5 teman brahmana agar membangkitkan bodhicitta. Karena bukan menghina, maka tentu bukan karma buruk.


ref pls, dengan kutipan bagian ini.
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: GandalfTheElder on 21 December 2009, 06:12:35 AM
Quote
waduh, perumpamaan dari mana itu? yg benarkan "kita semua punya potensi untuk mencapai kebuddhaan"

Di kalangan Mahayana Asia Timur banyak. Anda yang blm pernah denger.....  :))  :))

Quote
bisa tunjukkan ref sutra? atau ini ngasal opini pribadi...?
dan lagi...dalam mahayana kaya gotama salah satunya boddhisatva avalokistsvara bukan?...
jadi boddhisatva = buddha,blom lagi ada Amitabha nya....
ini mirip Trinitas saja dalam nasrani.
entah trinitas yg mencopy konsep mahayana, atau mahayana yg mencopy trinitas.

Haha,.... referensi pasti ada, tapi nggak sempet kalau harus postingkan sekarang...  :)) Dasabhumika Sutra saja masih utang sama bro. Jerry.

Wah... jangan pake metode gathuk-gathukan dong dalam membahas suatu sejarah. Bisa-bisa gak dianggep sama para sejarawan!!....hehehe..... sampai sekarang nggak ada bukti kalau konsep Trikaya dan Trinitas itu saling mengkopi dikopi. Justru para peneliti kr****n ada menyebutkan bahwa kitab Pali Nidanakatha dan kisah Asita Kaladevala dalam Tipitaka Pali itu, kemungkinan merupakan produk pengaruh Kristiani!!

Quote
sudah dibilang dalam Theravada, Buddha bukan orang yg bernafsu menghalangi pembantaian ataupun tidak menghalangi pembantaian...alias membiarkan apa adanya, jika terjadi maka terjadi..jika tidak terjadi maka tidak terjadi...
dalam hal ini Buddha tidak TERLIBAT dalam adegan kamma...
paling hanya menasehati, selebih nya urusan sendiri.

Saya mengaitkannya untuk menjelaskan bahwa Buddha-pun gak selalu pakai Abhinna (Abhijna).

Oh jadi kalau negara mau saling berperang, kita membiarkan apa adanya ya? Perang toh ya perang biar sajalah.... itu kan karma mereka.... gitu?

Apakah ketika itu Sang Buddha berpikir "saya paling hanya menasehati ah, selebihnya urursan mereka sendiri". Tentu tidak.

Patut diketahui pula, Sang Buddha itu menasehati, itu demi melindungi suku Sakya dan mencegah suku Kosala berbuat akusala karma. Apalagi konon semua suku Sakya itu sudah Srotapanna!! (Ref: Pembebasan di Tangan kita oleh Pabongkha Rinpoche). Ini jelas-jelas Sang Buddha dengan welas asih-Nya MAU MASUK ke dalam urusan suku Sakya dan Kosala, sampai tiga kali lagi. Tapi karena karma buruk suku Sakya terlalu berat, maka akhirnya Sang Buddha undur diri dan kita bahkan tidak tahu kenapa Sang Buddha tidak menggunakan abhijna (tapi sangat mungkin Abhijna pun tidak dapat membantu, karena Sang Buddha selalu mempertimbangkan sesuatu dengan penuh kebijaksanaan dan ketepatan, maka ia mampu melihat cara-cara yang mesti Ia gunakan), yang pasti adalah karmanya terlalu berat dan Sang Buddha melihat dengan jelas bagaimana karma tersebut bekerja.

Demikian juga sebagai Pangeran Mahasattva, beliau melihat jelas bagaimana karma-karma tersebut akan bekerja, dan apa akibatnya, maka beliau memutuskan untuk membunuh penjahat tersebut tanpa menggunakan Abhijna. Karena beliau tahu Abhijna tidak ada gunanya dalam kondisi seperti itu, sama seperti ketika beliau sebagai Buddha tidak menggunakan Abhijna untuk menghentikan suku Sakya dan Kosala.

Jangan bilang kalau Sang Buddha tidak pernah menggunakan Abhijna untuk "mencampuri suatu permasalahan" lo!  :))  :)) Bahkan tidak semua bisa diselesaikan dengan nasehat.

Quote
seandainya kejadian ini dikaitkan dengan pangeran Mahasatva..
apa pangeran Mahasatva membunuh semua suku Kosala?

Suku Kosala dan suku Sakya itu berapa banding berapa mas...... kalau yang kisah Bodhisattva itu 1: 500, nah kalau Sakya : Kosala bisa2 1000 : 1000 alias setara???  :))  :))

Lagipula, sudah dikatakan bahwa opsinya tidak mesti bunuh dan membunuh. Kok bolak balik yang ditekankan selalu "aspek membunuhnya"?? Bila Bodhisattva mempertimbangkan bahwa dalam kondisi tersebut tidak perlu membunuh, maka ya tidak membunuh, dan tentu sebisa mungkin dan seharus-harusnya membunuh itu dihindari, kecuali dalam kondisi yang mana tidak ada pilihan lain lagi.

Bila nanti beliau melihat bahwa dibunuhnya penjahat di atas kapal, itu berdampak positif maka beliau juga baru akan melakukannya. Jadi Sang Bodhisattva lengkap melihat sebab, akibat, motivasi, baru beliau memutuskan mengambil tindakan. Bila Buddha tidak mengambil upaya kausalya ketika menghalangi suku Kosala, maka ini tentu atas pertimbangan Beliau bahwa secara sebab, akibat dan motivasi, menghalangi suku Kosala dengan cara2 yang keras adalah tidak sesuai.

Quote
masalah perumpamaan yg anda katakan, memang dalam Saddhamapundarika Sutra..disitu seperti tertulis jelas....kalau memang kenyataan Buddha Gotama tidak akan pernah menghilang, dan akan muncul entah dimana kemudian mengajarkan (kembali berakting mencapai kebuddhaan) dhamma juga entah dimana.

dan juga dikatakan dalam Sutra tersebut
sudah tak terhitung kalpa lama-nya, Gotama telah mencapai pencerahan sempurna.

berarti jauh sebelum 4 assenkhayakappa dan 100 rb kappa...Gotama telah mencapai pencerahan sempurna...
dan waktu 4 dan 100ribu hanya aktingan betapa susah nya mencapai pencerahan...tetapi sebenarnya kapan Gotama mencapai pencerahan tidak diketahui..

Kalau anda belajar Mahayana, jelas-jelas itu menunjukkan Dharmakaya.

Kalau anda masih tetap ngotot tidak mau menerima makna yang ini, maka saya punya interpretasi makna yang lain lagi.

Dulu saya pernah posting bahwa Bodhisattva tingkat 10 itu dalam tingkat tertentu mendapat gelar Samyaksambuddha padahal belum menjadi Samyaksambuddha yang sesungguhnya. Ini ada sutranya.

Nah selama beliau berdiam di Tanah Suci Akanishta - Gandavyuha sebagai Bodhisattva Bhumi 10 itu kan tentu sangat lama waktunya. Tanah Suci Gandavyuha itu berada di surga bagian dalam Surga Akanishta [Akanittha].

Jangka waktu hidup di sana adalah berkalpa-kalpa lamanya. Jadi, ketika mengatakan bahwa sejak zaman dahulu Sang Buddha itu sudah tercerahkan itu sebenarnya adalah: bahwa berkalpa-kalpa yang lalu, beliau menjadi Bodhisattva Bhumi 10 yang telah dikonsekrasi [abhiseka] dengan sebutan Samyaksambuddha, namun sejati2nya belum menjadi Samyaksambuddha.

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: GandalfTheElder on 21 December 2009, 06:26:56 AM
Quote
upaya kausalya.....

Wah sering banget posting kaya gini... ikut ah...

"Upaya kosalla"  ;D

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: ryu on 21 December 2009, 06:54:20 AM
makin membingungkan, otak gw memang gak nyampe buat memahami mahayana :'(

Berarti perbedaan Mahayana dengan Theravada makin jauh nih :
Mahayana = dalam kehidupan yang lalu Buddha tidak pernah salah (sempurna sekali)
Theravada = dalam kehidupan yang lalu Buddha pernah melakukan kesalahan (tidak sempurna)

Mahayana = dalam kehidupan yang lalu Buddha banyak akting nya (upaya kausalya)
Theravada = dalam kehidupan yang lalu Buddha tidak berakting
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: truth lover on 21 December 2009, 06:55:37 AM
Quote
Mas chingik, hewan saling memangsa itu karma buruk, bagaimana dengan vegetarian? bukankah seharusnya Bodhisatwa selalu vegetarian? Sebagai harimau atau singa apakah Bodhisatwa vegetarian atau tidak?

Mungkin mas Chingik lupa, pertanyaan saya belum dijawab nih. Tambahan lagi pertanyaannya: sebagai singa atau harimau mahluk mana yang ditolong?
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: truth lover on 21 December 2009, 06:59:27 AM
upaya kausalya.....

Kalau tetangga bilang: mana kita tahu rencana Tuhan?
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: GandalfTheElder on 21 December 2009, 07:24:40 AM
Quote
Kalau tetangga bilang: mana kita tahu rencana Tuhan?

Bedanya:
1. yang tetangga gak mungkin bisa dipahami bagaimanapun caranya,
2. yang rumah sendiri berkata: bisa, asal anda mau belajar dan merealisasi.

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: GandalfTheElder on 21 December 2009, 07:28:04 AM
Quote
Mahayana = dalam kehidupan yang lalu Buddha tidak pernah salah (sempurna sekali)
Theravada = dalam kehidupan yang lalu Buddha pernah melakukan kesalahan (tidak sempurna)

Mahayana = dalam kehidupan yang lalu Buddha banyak akting nya (upaya kausalya)
Theravada = dalam kehidupan yang lalu Buddha tidak berakting

Ooh  gitu... gampang, ada jalan tengahnya....

Bisa dikatakan:
1. Ketika masih Bodhisattva Bhumi 1 - 5, beliau masih melakukan kesalahan dan tidak "berakting".
2. Ketika berada di Bodhisattva Bhumi 6, beliau tidak lagi melakukan kesalahan dan tidak "berakting"
3. Ketika sudah Bodhisattva Bhumi 7 - 10, maka beliau tidak lagi melakukan kesalahan dan kadangkala "berakting".

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: Indra on 21 December 2009, 09:49:40 AM
 [at] Gandalf,

jadi sejak dari Bodhisatta Sumedha hingga Bodhisatta Vessantara, Beliau ada di tingkat berapakah?
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 21 December 2009, 10:20:31 AM
Quote
Mas chingik, hewan saling memangsa itu karma buruk, bagaimana dengan vegetarian? bukankah seharusnya Bodhisatwa selalu vegetarian? Sebagai harimau atau singa apakah Bodhisatwa vegetarian atau tidak?

Mungkin mas Chingik lupa, pertanyaan saya belum dijawab nih. Tambahan lagi pertanyaannya: sebagai singa atau harimau mahluk mana yang ditolong?

Dalam pandangan Mahayana, Bodhisatva saat setelah mendapatkan vyakarana dari Buddha Dipankara, artinya Parami nya akan terus berkembang, welas asihnya dan semua variabel kebajikannya tidak mungkin terbelokkan lagi. Karena tidak terbelokkan, maka Bodhisatva tidak terlahir di alam rendah yg disebabkan karma buruk. Yang ada hanyalah wujud emansinya dalam bentuk hewan, setan, dan lain lain.
Maka ketika emanasi dlm wujud hewan pun mana mungkin menyantap daging.
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 21 December 2009, 10:33:14 AM
upaya kausalya.....

Kalau tetangga bilang: mana kita tahu rencana Tuhan?

Tentu beda dong. Upaya kausalya jelas2 bisa diketahui, dan apa yg kita jelaskan tentang upaya kausalya selama ini kan juga sudah dijelaskan latar belakangnya dan hubungan sebab akibatnya.   Apa bro tidak membacanya.
Upaya Kausalya digunakan bodhisatva karena bodhisatva sanggup mengetahui hubungan sebab akibat yg terjadi di masa depan.
Upaya Kausalya (Upaya-kosalla nana): adalah kebijaksanaan yang terampil dalam melakukan jasa seperti dàna, sãla, dan lain-lain, sehingga dapat menjadi alat dan mendukung dalam mencapai Kebuddhaan. Seseorang dari keluarga yang baik yang ingin mencapai Kebuddhaan harus melakukan kebajikan-kebajikan seperti dàna, sãla, dan lain-lain dengan satu tujuan yaitu mencapai Kebuddhaan. (Ia tidak boleh mengharapkan keuntungan yang dapat mengarah pada penderitaan dalam samsara). Kebijaksanaan yang memungkinkannya untuk mencapai Kebuddhaan adalah satu-satunya Buah dari kebajikan yang dilakukannya yang disebut Upàya-kosalla nana.
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: GandalfTheElder on 21 December 2009, 10:49:04 AM
Sang Bodhisattva Sakyamuni pertama kali emmbangkitkan Bodhicitta di hadapan Tathagata bernama Sakyamuni.

Periode pertama ditandai dari era Tathagata Sakyamuni sampai Tathagata Ratnasikhin. Pada periode pertama ini Sang Bodhisattva menyelesaikan tahap pelatihan dan pengumpulan.

Peridoe kedua adalah dari masa Buddha Ratnasikhin sampai Tathagata Dipankara. Pada periode kedua ini Sang Bodhisattva menyelesaikan Bhumi ke-1 sampai Bhumi ke-7 yang setara dengan Arhat. Maka dari itu dalam Buddhavamsa dikatakan bahwa Bodhisattva Sumedha dapat mencapai pencerahan Arhat pada saat itu juga, namun beliau memilih untuk menjadi Bodhisattva (Bhumi ke-7 mnrt Mahayana) menjadi Samyaksambuddha*.

(Dalam Mahayana dikatakan seseorang yang menapaki jalur Bodhisattva, bisa saja merosot dengan malah mengambil jalur Shravaka di kemudian hari, namun Sumedha tetap bertahan dalam tekadnya menajdi Samyaksambuddha)

Periode ketiga adalah pada masa Tathagata Dipankara sampai era di mana Sang Bodhisattva akhirnya berdiam di Tanah Suci Akanishta dan Tusita. Jadi dari Bodhisattva Megha (Sumedha) sampai Vishvantara (Vessantara) itu berada dalam Bhumi ke-8 sampai ke-10.

Periode keempat adalah ketika Sang Bodhisattva ke-10 diabhiseka menjadi Samyaksambuddha, meskipun sejatinya belum Samyaksambuddha. Pada periode ini Sang Bodhisattva berdiam di Tanah Suci Akanishta Ghandavyuha dan Tanah Suci Tusita, kemudian lahir menjadi Pangeran Siddharta yang saat itu sudah Bodhisattva Bhumi ke-10.

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: ryu on 21 December 2009, 11:10:19 AM
mau tanya, melakukan hubungan sex bisa mencapai pencerahan atau tidak? kenapa Sidharta harus kawin dulu? (upaya kausalya?)
apa setiap tumibal lahir buddha selalu pernah melakukan hubungan sex?
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 21 December 2009, 02:01:25 PM
[at] bro Marcedes
Quote
Quote
kemudian dapat lebih meyakini kpd para pertapa ekstrim bahwa Sang Buddha pun bukan orang yg mencapai pencerahan tanpa usaha, bahkan melebihi para pertapa itu.
loh bukannya karena kamma buruk yg diterima karena menghina buddha Kassapa?...
benar mana?
Dalam Sutra Mahayana , Buddha menjelaskan bahwa pd saat itu ia bukan menghina. Tetapi memliki maksud ingin mengarahkan 5 teman brahmana agar membangkitkan bodhicitta. Karena bukan menghina, maka tentu bukan karma buruk.


ref pls, dengan kutipan bagian ini.

Mahavaipulya Upaya Kausalya Sutra bab 3
…Putra bajik, seperti yg telah engkau tanyakan bahwa ketika saya sebagai bodhisattva ekajatipratibuddha (Bodhisatva tahap sekali kelahiran lagi akan mencapai Kebuddhaan) mengapa pernah mengatakan [tentang Buddha Kasyapa] “Bagaimanakah mencukur [gundul] rambut dapat mencapai bodhi, [padahal] bodhi itu paling tinggi dan sulit dicapai”. Kondisi sebab akibat [ini dilakukan]  bukan tidak ada manfaatnya. Sekarang Aku akan menjelaskan hal yang sebenarnya kepada engkau. Aku ingat ketika pada masa kehidupan Buddha Kasyapa sebagai bodhisattva bernama Jotipala, Aku menggunakan kebijaksanaan terampil untuk memberi manfaat kepada para makhluk hidup sesuai dengan kecenderungan mereka. Saat itu terdapat lima putra brahmana, di mana mereka pada kehidupan lalunya pernah berlatih jalan bodhisattva namun karena berteman dengan mitra jahat, mengakibatkan mereka lupa akan cita-cita pencerahan agung.  Suatu ketika, muncul pikiran demikian pada kelima putra brahmana itu  : Kami telah memperoleh pencerahan. Dari pemikiran ini maka mereka telah diliputi oleh pandangan melenceng. Saat itu juga, Aku menyelidiki dan mengetahui apa yang mereka pikirkan. Karena itu maka Aku menggunakan kebijaksanaan terampil untuk mengarahkan mereka. Lalu Aku [secara sengaja] berkata dihadapan mereka, “Bagaimanakah mencukur [gundul] rambut dapat mencapai bodhi, [padahal] bodhi itu paling tinggi dan sulit dicapai”.  Setelah mendengar ucapan ini, kelima brahmana itu lalu berpikir demikian: Mengapa Jotipala berkata demikian? Karena Aku tahu pikiran mereka, maka Aku berkata sekali lagi,  “Bagaimanakah mencukur [gundul] rambut dapat mencapai bodhi, [padahal] bodhi itu paling tinggi dan sulit dicapai”.  Setelah itu Aku tinggal bersama kelima brahmana itu dengan batin berdiam dalam kondisi kesetaraan sejati.
Satu ketika, ada dua orang , satu bernama Gathikara dan satu lagi bernama Kanpakara (?), mengunjungi kami. Mereka memuji tentang kebajikan agung Buddha Kasyapa, dan setelah itu berkata kepada kami,  “sekarang adalah saatnya kita mengunjungi Buddha Kasyapa, yang mulia yang telah mencapai pencerahan sempurna, …” Pada saat itu, Aku berpikir demikian: Akar kebajikan kelima brahmana ini masih belum matang.  Jika sekarang mengunjungi Buddha Kasyapa, atau Aku memuji nilai kebajikan agung Buddha Kasyapa, namun kelima brahmana ini tidak akan dapat memujiNya.  Setelah berpikir demikian, Aku berkata kepada kedua orang itu (Gathikara dan Kanpakara), “Aku tahu kapan saat yang tepat”.  Setelah itu Aku pun berdiam dalam keadaan kebijaksanaan Prajnaparamita yang tidak berdiam di mana pun, dilindungi dalam kekuatan prajnaparamita. Kemudian muncul kebijaksanaan terampil, Aku berkata kepada kelima brahmana, “Saat Aku mengatakan kepada kalian :  Bagaimanakah mencukur [gundul] rambut dapat mencapai bodhi, [padahal] bodhi itu paling tinggi dan sulit dicapai, maksud perkataan ini tidak dipahami oleh kalian, sekarang Aku akan menjelaskannya. Apa maksud dari Bodhi sulit dicapai?  Saat seorang bodhisattva melalui kebijaksanaan prajnaparamita dengan pikiran tanpa aktifitas dan tidak berdiam di manapun, maka itu adalah bodhi yang disebut tiada kebijaksanaan dan tiada pencapaian, dengan pengamatan secara realitas, didapati bahwa tiada yang dicapai.  Kemudian yang disebut bodhi adalah tiada di dalam, tiada di luar dan tiada di tengah. Tidak dapat dicapai melalui tubuh, tidak dapat dicapai melalui pikiran. Secara mutlak ia bersifat sunyata, jadi segala sesuatu tiada dicapai. Oleh karena itulah mengapa Aku berkata kepada kalian, “Bagaimanakah mencukur [gundul] rambut dapat mencapai bodhi, [padahal] bodhi itu paling tinggi dan sulit dicapai.”   Ketahuilah bahwa perkataan ini adalah yang sesungguhnya [memang demikian].  Setelah kelima brahmana mendengar ucapan itu, batin mereka tersadarkan, dan pulih kembali dari pikiran tentang kendaraan agung [cita-cita Samyaksambuddh]. Setelah Aku mengucapkan hal ini, pikiran Aku berdiam dalam pikiran tiada pencapaian segala sesuatu, lalu  meninggalkan tempat tersebut menuju ke wilayah lain. Kelima brahmana pada saat itu juga ikut bersama-sama.

Selanjutnya pada saat itu Gathikara dan Kanpakara berdua melalui kekuatan iddhibalaBuddha pergi ke tempat itu untuk menasihati kelima brahmana agar dapat bersama-sama mengunjungi Buddha Kasyapa. Setelah Aku mengamati bahwa akar hubungan kondisi kelima brahmana sudah matang [untuk bertemu Buddha Kasyapa], maka saat itu juga Aku dan kelima brahmana itu serta Gathikara dan Kanpakara pergi mengunjungi Buddha Kasyapa, Tathagata, Arahat, Yang telah mencapai Pencerahan Sempurna.  Setelah tiba, kami masing-masing bersujud di bawah kaki Buddha. Saat itu, karena akar kebajikan masa lalu, kedua orang itu melihat tanda wujud fisik yang bagus dari Buddha. Masing-masing dari mereka menjadi murni pikirannya. Sedangkan kelima brahmana melihat wujud rupa Tathagata yg diliputi dengan cahaya gemilang yang penuh dengan berkah dan kebajikan agung, pikiran mereka pun menjadi bergembira.  Atas dasar kekuatan akar kebajikan dari masa lalu, mereka pun kembali membangkitkan batin yg bercita-cita mencapai Anuttara Samyaksambuddha. Saat itu, Aku berkata kepada Buddha, “Akar kebajikan dari kelima brahmana ini telah matang, mohon Buddha membimbing mereka”. Saat itu Buddha Kasyapa membabarkan ajaran bodhisattva sesuai dengan kemampuan penerimaan mereka hingga dapat memahaminya. Dan seketika itu juga mereka memperoleh Anutpatika Dharma Ksanti. (Cat: berdiam dalam kondisi tiada kemunculan dharma- yakni mencapai ketanpa kemerosotan). Buddha Kasyapa lalu memberi vyakarana Anuttara Samyaksambuddha kepada Ku. Setelah itu, Aku berkata kepada Buddha Kasyapa, “Berkat Hyang Buddha-lah hingga membuat kelima brahmana dapat bertemu dan menerima ajaran bodhisattva, memberi bimbingan hingga memperolah Anutpatika dharma ksanti dan bercita-cita mencapai Pencerahan sempurna yang tanpa kemerosotan lagi”.  
Selanjutnya, oh putra bajik, Saat di masa Buddha Kasyapa Aku sebagai seorang bodhisattva ekajatipratibuddha, yang telah pernah mengatakan “Bagaimanakah mencukur [gundul] rambut dapat mencapai bodhi, [padahal] bodhi itu paling tinggi dan sulit dicapai”. Ucapan ini bertujuan untuk mengarahkan [kelima brahmana]. Dan berdasarkan kondisi sebab akibat inilah maka mereka mendapatkan manfaat. Oleh karena itu ketahuilah, apa yang telah diucapkan itu bukan tidak ada gunanya. Semua ini adalah kebijaksanaan terampil (Upaya kausalya) dari seorang bodhisattva. Bukan [ucapan] yang mengandung kesalahan, atau yang tidak bajik.


Walaupun kisah dalam Sutra ini agak berbeda dengan versi Sutta, tetapi pada intinya adalah menceritakan tentang masalah Jotipala yg telah mengatakan hal yang seolah-olah dianggap merendahkan Sasana BuddhaKasyapa. TEtapi Sutra ini telah menjelaskannya berdasarkan pertanyaan dari salah satu bodhisatva bernama Zhi-shan (saya lupa ejaan sanskritnya).
Jadi secara Mahayana, ya kesimpulannya Jotipala tidak menghina dan karena itu 6 tahun sengsara itu bukan karena karma buruk.
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 21 December 2009, 02:06:08 PM
mau tanya, melakukan hubungan sex bisa mencapai pencerahan atau tidak? kenapa Sidharta harus kawin dulu? (upaya kausalya?)
apa setiap tumibal lahir buddha selalu pernah melakukan hubungan sex?
Tidak, itu merupakan wujud ilusif dari sang bodhisatva. Dan memang upaya kausalya. Tidak ada yang salah dengan upaya kausalya, justru terlihat fungsi dan manfaatnya. Silakan kaji makna Upaya Kausalya, dalam RAPB juga ada.
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: truth lover on 21 December 2009, 05:32:15 PM
Quote
Mas chingik, hewan saling memangsa itu karma buruk, bagaimana dengan vegetarian? bukankah seharusnya Bodhisatwa selalu vegetarian? Sebagai harimau atau singa apakah Bodhisatwa vegetarian atau tidak?

Mungkin mas Chingik lupa, pertanyaan saya belum dijawab nih. Tambahan lagi pertanyaannya: sebagai singa atau harimau mahluk mana yang ditolong?

Dalam pandangan Mahayana, Bodhisatva saat setelah mendapatkan vyakarana dari Buddha Dipankara, artinya Parami nya akan terus berkembang, welas asihnya dan semua variabel kebajikannya tidak mungkin terbelokkan lagi. Karena tidak terbelokkan, maka Bodhisatva tidak terlahir di alam rendah yg disebabkan karma buruk. Yang ada hanyalah wujud emansinya dalam bentuk hewan, setan, dan lain lain.
Maka ketika emanasi dlm wujud hewan pun mana mungkin menyantap daging.
[/color]

Jadi santapan Bodhisatwa kalau lahir jadi harimau atau singa apa mas Chingik...? rumput...?
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 21 December 2009, 05:44:14 PM
Quote
Mas chingik, hewan saling memangsa itu karma buruk, bagaimana dengan vegetarian? bukankah seharusnya Bodhisatwa selalu vegetarian? Sebagai harimau atau singa apakah Bodhisatwa vegetarian atau tidak?

Mungkin mas Chingik lupa, pertanyaan saya belum dijawab nih. Tambahan lagi pertanyaannya: sebagai singa atau harimau mahluk mana yang ditolong?

Dalam pandangan Mahayana, Bodhisatva saat setelah mendapatkan vyakarana dari Buddha Dipankara, artinya Parami nya akan terus berkembang, welas asihnya dan semua variabel kebajikannya tidak mungkin terbelokkan lagi. Karena tidak terbelokkan, maka Bodhisatva tidak terlahir di alam rendah yg disebabkan karma buruk. Yang ada hanyalah wujud emansinya dalam bentuk hewan, setan, dan lain lain.
Maka ketika emanasi dlm wujud hewan pun mana mungkin menyantap daging.
[/color]

Jadi santapan Bodhisatwa kalau lahir jadi harimau atau singa apa mas Chingik...? rumput...?

bodhisatva tidak pernah terlahir di alam rendah, bedakan emanasi dan terlahir.
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: truth lover on 21 December 2009, 06:42:18 PM
Quote
Mas chingik, hewan saling memangsa itu karma buruk, bagaimana dengan vegetarian? bukankah seharusnya Bodhisatwa selalu vegetarian? Sebagai harimau atau singa apakah Bodhisatwa vegetarian atau tidak?

Mungkin mas Chingik lupa, pertanyaan saya belum dijawab nih. Tambahan lagi pertanyaannya: sebagai singa atau harimau mahluk mana yang ditolong?

Dalam pandangan Mahayana, Bodhisatva saat setelah mendapatkan vyakarana dari Buddha Dipankara, artinya Parami nya akan terus berkembang, welas asihnya dan semua variabel kebajikannya tidak mungkin terbelokkan lagi. Karena tidak terbelokkan, maka Bodhisatva tidak terlahir di alam rendah yg disebabkan karma buruk. Yang ada hanyalah wujud emansinya dalam bentuk hewan, setan, dan lain lain.
Maka ketika emanasi dlm wujud hewan pun mana mungkin menyantap daging.
[/color]

Jadi santapan Bodhisatwa kalau lahir jadi harimau atau singa apa mas Chingik...? rumput...?

bodhisatva tidak pernah terlahir di alam rendah, bedakan emanasi dan terlahir.

Oh iya maaf saya lupa, Bodhisatwa hanya pura-pura terlahir jadi hewan. Entah apa maunya berpura-pura terlahir jadi hewan? Hewannya agak aneh.. singa dan harimau vegetarian.
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: bond on 21 December 2009, 06:48:35 PM
Singa vegetarian menurut mahayana ada referensinya menurut jataka atau sutra mahayana?

Mengingat dalam jataka theravada , bodhisatta menjadi singa membunuh dan memakan daging buruannya.  Jika ini adalah hasil emanasi maka ada yang dikorbankan.

Atau memang jataka Theravada dalam hal singa membunuh dan makan daging dianggap tidak valid menurut versi mahayana?
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 21 December 2009, 07:09:33 PM
Quote
Oh iya maaf saya lupa, Bodhisatwa hanya pura-pura terlahir jadi hewan. Entah apa maunya berpura-pura terlahir jadi hewan? Hewannya agak aneh.. singa dan harimau vegetarian.
Gayanya kok sinis amat hehe... ( [at] bro Indra , benar ga, kadang sulit menilai apa sikap orang di sini, haha)

Emanasi itu tentu ada sebab akibatnya. Dewa Sakka saja bisa berpura-pura datang ke alam manusia menguji manusia. Dan ini bukan hal yang aneh dan negatif. 
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 21 December 2009, 07:28:13 PM
Singa vegetarian menurut mahayana ada referensinya menurut jataka atau sutra mahayana?

Mengingat dalam jataka theravada , bodhisatta menjadi singa membunuh dan memakan daging buruannya.  Jika ini adalah hasil emanasi maka ada yang dikorbankan.

Atau memang jataka Theravada dalam hal singa membunuh dan makan daging dianggap tidak valid menurut versi mahayana?
sy blm tahu apakah ada referensinya atau tidak.

Quote
Mengingat dalam jataka theravada , bodhisatta menjadi singa membunuh dan memakan daging buruannya.  Jika ini adalah hasil emanasi maka ada yang dikorbankan.
Jangan mencampur adukkan dong hehe, namanya juga Jataka versi Theravada, maka tentu tidak heran bila ada sebutan singa membunuh. Dan ini tentu sudah bukan emanasi.

Quote
Atau memang jataka Theravada dalam hal singa membunuh dan makan daging dianggap tidak valid menurut versi mahayana?
Begini, versi Mahayana kan sudah bilang bodhisatva yg telah mengembangkan parami tidak akan mengalami kemunduran seperti perbuatan buruk. Maka tidak mungkin ada bodhisatva yg terlahir di alam rendah. Kata emanasi sepertinya sulit dipahami, saya beri contoh yg sederhana, Dewa Sakka bisa menjelma ke alam manusia dan menguji tindakan manusia, apakah dewa Sakka saat menjelma itu masih makan daging (mengingat makhluk dewa tidak makan sperti manusia)?
 
Dalam RAPB saja menjelaskan panjang lebar bahwa bodhisatta telah memiliki Abhinihara, welas asih, dan Paraminya tidak akan terbelokkan lagi. Sedangkan pd sisi lain mengatakan bodhisatva masih melakukan kesalahan yg berakibat terlahir di alam rendah, bukankah ini saling bertentangan dalam RAPB sendiri.   Ada yg bisa bantu jelaskan? Thanks
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: bond on 21 December 2009, 07:37:51 PM
Ok thanks mas Chingik.  _/\_
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: The Ronald on 21 December 2009, 09:19:10 PM
Quote
Oh iya maaf saya lupa, Bodhisatwa hanya pura-pura terlahir jadi hewan. Entah apa maunya berpura-pura terlahir jadi hewan? Hewannya agak aneh.. singa dan harimau vegetarian.
Gayanya kok sinis amat hehe... ( [at] bro Indra , benar ga, kadang sulit menilai apa sikap orang di sini, haha)

Emanasi itu tentu ada sebab akibatnya. Dewa Sakka saja bisa berpura-pura datang ke alam manusia menguji manusia. Dan ini bukan hal yang aneh dan negatif.  

siapa bilang dewa sakka "berpura-pura" datang, yg betul dewa sakka, datang. dgn menyamar sebagai manusia..
perbedaannya.. klo berpura2 datang...artinya : sebenarnya ga datang...
klo datang dgn menyamar sebagai manusia.... artinya.. dia betul2 dtg, tp dgn wujub manusia

jd kurang cocok mengambil contoh dewa sakka untuk menjawab hal itu

kurasa jika boddhisatta berpura2 terlahir sebagai singa.. dan berpura2 lahir lari ayah dan ibu singa, dan berpura2 punya saudara singa, dan berpura2 punya istri singa , dan anak singa, dan berpura2 berburu, dan berpura2 makan daging.. mungkin ada benarnya kali, selama semua itu pura2... maka sebenarnya ga pernah terjadi...
tp yah..pemainya harus banyak, bukan 1 org, mulai dari ayah ibunya, sodara2nya, binatang dia dia buru, daging yg dipake buat berpura2 makan, dan istri serta anak2nya, nah klo gini.. cocok klo org bilang hidup adalah sandiwara :P
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 21 December 2009, 10:25:59 PM
Quote
Oh iya maaf saya lupa, Bodhisatwa hanya pura-pura terlahir jadi hewan. Entah apa maunya berpura-pura terlahir jadi hewan? Hewannya agak aneh.. singa dan harimau vegetarian.
Gayanya kok sinis amat hehe... ( [at] bro Indra , benar ga, kadang sulit menilai apa sikap orang di sini, haha)

Emanasi itu tentu ada sebab akibatnya. Dewa Sakka saja bisa berpura-pura datang ke alam manusia menguji manusia. Dan ini bukan hal yang aneh dan negatif. 

siapa bilang dewa sakka "berpura-pura" datang, yg betul dewa sakka, datang. dgn menyamar sebagai manusia..
perbedaannya.. klo berpura2 datang...artinya : sebenarnya ga datang...
klo datang dgn menyamar sebagai manusia.... artinya.. dia betul2 dtg, tp dgn wujub manusia

jd kurang cocok mengambil contoh dewa sakka untuk menjawab hal itu

kurasa jika boddhisatta berpura2 terlahir sebagai singa.. dan berpura2 lahir lari ayah dan ibu singa, dan berpura2 punya saudara singa, dan berpura2 punya istri singa , dan anak singa, dan berpura2 berburu, dan berpura2 makan daging.. mungkin ada benarnya kali, selama semua itu pura2... maka sebenarnya ga pernah terjadi...
tp yah..pemainya harus banyak, bukan 1 org, mulai dari ayah ibunya, sodara2nya, binatang dia dia buru, daging yg dipake buat berpura2 makan, dan istri serta anak2nya, nah klo gini.. cocok klo org bilang hidup adalah sandiwara :P

Memang bukan pura2, bro Truth yg sengaja melontarkan istilah pura2.  Maka saya coba menganalogikan saat dewa sakka menjelma jadi manusia itu berkesan seperti pura2. Jadi memang tidaklah pura2.
Padahal dengan segala atribut sifat kebajikan dari para bodhisatva , mana ada pakai pura2.
hehe..
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: Jerry on 21 December 2009, 11:17:58 PM
[at] Jerry
Maaf, saya koreksi dikit, maksudnya ada 2 jenis noda batin/rintangan batin yang mana Arahat/Pratyeka-Buddha belum mengikis salah satunya.
2 itu adalah:
-Klesa-asrava--> Rintangan noda batin
-Jneya-asrava---> Rintangan Pengetahuan

Makhluk awam belum mengikis kedua2nya.
Arahat/pratyeka-Buddha sudah mengikis Klesa-asrava, blm mengikis Jneya-asrava
Bodhisatva sudah mengikis Klesa-asrava, sedangkan Jneya-asrava nya belum terkikis tuntas, semakin tinggi level bodhisatva semakin tipis Jneya-asrava.
Hingga mencapai Samyaksambuddha, kedua2nya telah terkikis habis.
Kalo demikian, masih ada yg perlu dikerjakan dong? Bukan "tidak ada lagi yg perlu dikerjakan". ;D
Thanks anyway. Bagaimana menurut Bro Chingik mengenai perjuangan Sang Bodhisatta - petapa Gotama - dalam mencari dan menemukan jalan yg benar yg sesungguhnya membawa pencerahan?


Quote
Sistem pembelajaran dalam Mahayana adalah tahapan dan ada klasifikasinya.
Ketika mempelajari ajaran tingkat Sravaka, kita harus memahami itu dalam kategori pemikiran Sravaka. Jadi smua yg tercakup dlaam Jataka Theravada dapat dianggap benar dengan asumsi itu dalam level batin Sravaka. Setelah selesai menguasai semua ini, dan memasuki level pemikiran Mahayana, kita menarik kesimpulan bahwa ajaran Sravaka memang benar sejauh itu dalam konteks ketika batin dalam level Sravaka. Lalu kita mendapat pemahaman baru lagi dalam level Mahayana.  Sama seperti anda merasa benar bahwa masih ada AKU/DIRI sejauh anda berada dalam level batin manusia awam dengan kemelekatan pd AKU, tapi ketika anda memasuki ke level pencapaian kesucian, anda akan mengalami sendiri bahwa AKU itu tidak ada,    dan itu bukan berarti anda inkosisten, melainkan anda menyadari perbedaan level batin anda. 
Jadi ketika JATAKA Theravada dianggap sebagai cakupan dalam Mahayana, itu bukan inkonsistensi. Itu dipelajari sebgai tahapan dalam pembelajaran.   
Hmm.. a compromising way.. It's ok. ;)

Quote
Mahavaipulya Upaya Kausalya Sutra (Taiso 0346)
Boleh tolong postkan isi Sutra tsb? Maklum saya tidak ada akses. Kasihanilah saya ini. ^:)^
Di board Sutra Mahayana saja, nda perlu di sini. Thanks.

Quote
Dalam Theravada bodhisatta masih membunuh tetapi dianggap pastilah karma buruk. Karena tidak bisa ditawar lagi, apapun kejadiannya dan bagaimanapun hasilnya, bunuh =karma buruk.  Saya katakan tidak konsisten karena membandingkannya dengan Abhinihara ,welas asih dan Parami bodhisatta yg katanya tidak akan terbelokkan dan akan terus maju, tetapi kok malah mundur dgn berbuat karma buruk.

Sedangkan Mahayana setuju dgn pernyataan tidak terbelokkan dan terus maju, sehingga kelahiran di alam rendah itu bukan kelahiran karena hasil karma buruk, melain adhitana, abhinihara, welas asih dan upaya kausalya.

Kesimpulan anda ttg perbedaan Jataka Theravada dan Mahayana itu ya lebih kurang begitu deh.
Tetapi saya memiliki satu penafsiran baru, bahwa JATAKA Theravada bisa saja mencampurkan kisah kelahiran bodhisatta dan sebelum menjadi bodhisatta (sebelum mendapat ramalan Buddha Dipankara) . Jadi kisah tentang bodhisatta yg membunuh (sebagai seekor singa) bisa saja adalah sosok yg belum diramal oleh Buddha Dipankara, dengan kata lain belum menjadi bodhisatta. 
I like your compromising way. Thanks _/\_
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 22 December 2009, 12:05:28 AM
Quote
Kalo demikian, masih ada yg perlu dikerjakan dong? Bukan "tidak ada lagi yg perlu dikerjakan".
Thanks anyway. Bagaimana menurut Bro Chingik mengenai perjuangan Sang Bodhisatta - petapa Gotama - dalam mencari dan menemukan jalan yg benar yg sesungguhnya membawa pencerahan?
"tidak ada lagi yg perlu dikerjakan" kalo diterjemahkan ke bahasa modern lebih kurang seperti "Lulus".  Jadi walaupun Lulus itu sama dengan seperti "selesai", tidak berarti di balik selesai itu sudah tidak ada sesuatu lagi. Seperti ada yang lulus SD, lulus SMP, lulus SMA, lulus Sarjana. Memang Lulus, selesai, tapi hanya selesai sebatas dalam lingkup akademisi yg dia geluti. Padahal Samudera pembelajaran tidak ada batasnya, makanya mengapa kalo mau benar-benar menguasai semuanya dibutuhkan waktu asankheya kalpa lamanya. Ya dak. hehe..dan setelah berhasil maka anda baru disebut Buddha dalam arti yang sesungguhnya. 

Jadi saya melihat perjuangan Sang Buddha itu benar2 luar biasa. Energi penggerak dari semua perjuangannya adalah welas asih, benar2 demi semua makhluk hidup, dan kemudian mengajarkan kepada kita bahwa kita pun memiliki potensi yg sama. hehe...itu sih udah pada tahu lah...

Quote
Boleh tolong postkan isi Sutra tsb? Maklum saya tidak ada akses. Kasihanilah saya ini.
Di board Sutra Mahayana saja, nda perlu di sini. Thanks.
ok bro, akan diusahakan... ;D


Title: Re: Akar perpecahan
Post by: truth lover on 22 December 2009, 04:56:48 PM
Quote
Oh iya maaf saya lupa, Bodhisatwa hanya pura-pura terlahir jadi hewan. Entah apa maunya berpura-pura terlahir jadi hewan? Hewannya agak aneh.. singa dan harimau vegetarian.
Gayanya kok sinis amat hehe... ( [at] bro Indra , benar ga, kadang sulit menilai apa sikap orang di sini, haha)

Emanasi itu tentu ada sebab akibatnya. Dewa Sakka saja bisa berpura-pura datang ke alam manusia menguji manusia. Dan ini bukan hal yang aneh dan negatif.  

Adakah ceritanya Bodhisatwa beremanasi jadi singa untuk menguji manusia? Dewa sakka ceritanya datang ke alam manusia dengan menyamar hanya beberapa saat ,berkenaan dengan peristiwa tertentu. Dan itu ada dalam kitab suci Theravada. Bagaimana dengan kitab suci Mahayana? ada referensinya? atau hanya rekaan mas Chingik?

Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 22 December 2009, 05:24:07 PM
Quote
Oh iya maaf saya lupa, Bodhisatwa hanya pura-pura terlahir jadi hewan. Entah apa maunya berpura-pura terlahir jadi hewan? Hewannya agak aneh.. singa dan harimau vegetarian.
Gayanya kok sinis amat hehe... ( [at] bro Indra , benar ga, kadang sulit menilai apa sikap orang di sini, haha)

Emanasi itu tentu ada sebab akibatnya. Dewa Sakka saja bisa berpura-pura datang ke alam manusia menguji manusia. Dan ini bukan hal yang aneh dan negatif. 

Adakah ceritanya Bodhisatwa beremanasi jadi singa untuk menguji manusia? Dewa sakka ceritanya datang ke alam manusia dengan menyamar hanya beberapa saat ,berkenaan dengan peristiwa tertentu. Dan itu ada dalam kitab suci Theravada. Bagaimana dengan kitab suci Mahayana? ada referensinya? atau hanya rekaan mas Chingik?



Saya tidak bilang bodhisatva beremanasi utk menguji.  Kata menguji bukan subjek yang kita bicarakan di sini.
Inti yg ingin saya kemukakan adalah bahwa Dewa sakka pun menjelma dalam wujud lain karena memiliki tujuan tertentu. Dan dari prinsip ini bodhisatva juga demikian, lebih spesifik lagi adalah bodhisatva bertujuan mengarahkan para makhluk hidup agar mengembangkan kebajikan. Jadi Dewa Sakka saja sanggup melakukan hal-hal demikian, mengapa Bodhisatva tidak mungkin bisa melakukan itu?
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: Hendra Susanto on 22 December 2009, 05:29:23 PM
uji menguji.. mirip dgn tetangga..
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: dilbert on 22 December 2009, 05:35:33 PM
ber-emanasi apakah sama (=) proses-nya dengan "pemisahan" seperti di dalam film AVATAR ?? hehehehehehe...
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 22 December 2009, 05:51:30 PM
ber-emanasi apakah sama (=) proses-nya dengan "pemisahan" seperti di dalam film AVATAR ?? hehehehehehe...

hehe...gak tau juga , apapun prosesnya, intinya ya mengarah ke hal2 seperti itu, yaah....seperti Buddha Gotama juga menggunakan cara ini (membuat wujudnya sama seperti orang atau dewa)  untuk mengajar dhamma kepada orang, kepada dewa.

 
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 22 December 2009, 05:53:18 PM
uji menguji.. mirip dgn tetangga..

Ssst... Dewa Sakka nanti tersinggung lho..hehe
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: The Ronald on 22 December 2009, 06:47:17 PM
terus emanasi sendiri artinya apa dunk?
klo bukan pura2? klo berubah wujub, kok bisa punya anak , malah bisa lahir , dll, soalnya klo Sakka, selesai..langsung balik ke alamnya, ga sampe menikah dll
atau selama ini..Bodhisatta tuh tinggal di surga tusita setelah mendapat ramalan..dia bahkan beremansi sebagai manusia ,hewan dll ..gitu ya?
atu mirip..yesus? yg menjadi emansinya allah ?? (sry betul2 ga tau arti sebenarnya dari emanasi
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 22 December 2009, 07:50:59 PM
terus emanasi sendiri artinya apa dunk?
klo bukan pura2? klo berubah wujub, kok bisa punya anak , malah bisa lahir , dll, soalnya klo Sakka, selesai..langsung balik ke alamnya, ga sampe menikah dll
atau selama ini..Bodhisatta tuh tinggal di surga tusita setelah mendapat ramalan..dia bahkan beremansi sebagai manusia ,hewan dll ..gitu ya?
atu mirip..yesus? yg menjadi emansinya allah ?? (sry betul2 ga tau arti sebenarnya dari emanasi

Emanasi mengandung arti pancaran. Jadi bisa diartikan wujud yg dipancarkan keluar dari wujud sebenarnya. Tidak tahu asal usul penggunaan term ini dalam menunjukkan perwujudan para Buddha/bodhisatva. Tetapi pengertian ini tidak bertolak belakang. Istilah lain yang digunakan adalah Tubuh Transformasi= Nirmanakaya. 化身, 變化身= tubuh yang dapat berubah [wujud]. Dalam Mahaparinibbana Sutta, Buddha Gotama membuat tubuhnya berubah wujud utk mengajarkan dhamma kepada delapan perhimpunan makhluk.
Dalam Mahayana, tubuh transformasi itu digunakan dlm waktu sementara. Anda mengatakan dewa sakka berubah wujud hanya sebentar, lalu balik ke alamnya. Bodhisatva juga demikian, namun perwujudannya menunjukkan dia lahir, tumbuh dewasa, semua ini merupakan bagian dari perwujudan transformasi. 
Dalam Sutra sudah menjelaskan bahwa apa yang kita lihat itu memang fenomenan dillahirkan, menikah dll, tapi semua ini bukanlah wujud substansi dari bodhisatva. Semua ini hanya kebijaksanaan terampil yang dipancarkannya.

Apa yang anda katakan pura2 itu sah2 saja tergantung persepsi anda. Tetapi perlu saya jelaskan bahwa walaupun pura2, semua ini memiliki tujuan yang bermanfaat.

Seperti Buddha Gotama membuat wujud dirinya seperti makhluk lain lalu membabarkan dhamma kepada mereka. Ya pada dasarnya juga adalah kepura2an, jika tidak , kenapa harus menggunakan wujud lain? Jadi tidak penting apa istilah yg digunakan, namun semua tindak tanduk Buddha atau bodhisatva adalah demi manfaat para makhluk. 
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: truth lover on 22 December 2009, 09:31:08 PM
terus emanasi sendiri artinya apa dunk?
klo bukan pura2? klo berubah wujub, kok bisa punya anak , malah bisa lahir , dll, soalnya klo Sakka, selesai..langsung balik ke alamnya, ga sampe menikah dll
atau selama ini..Bodhisatta tuh tinggal di surga tusita setelah mendapat ramalan..dia bahkan beremansi sebagai manusia ,hewan dll ..gitu ya?
atu mirip..yesus? yg menjadi emansinya allah ?? (sry betul2 ga tau arti sebenarnya dari emanasi

Emanasi mengandung arti pancaran. Jadi bisa diartikan wujud yg dipancarkan keluar dari wujud sebenarnya. Tidak tahu asal usul penggunaan term ini dalam menunjukkan perwujudan para Buddha/bodhisatva. Tetapi pengertian ini tidak bertolak belakang. Istilah lain yang digunakan adalah Tubuh Transformasi= Nirmanakaya. 化身, 變化身= tubuh yang dapat berubah [wujud]. Dalam Mahaparinibbana Sutta, Buddha Gotama membuat tubuhnya berubah wujud utk mengajarkan dhamma kepada delapan perhimpunan makhluk.
Dalam Mahayana, tubuh transformasi itu digunakan dlm waktu sementara. Anda mengatakan dewa sakka berubah wujud hanya sebentar, lalu balik ke alamnya. Bodhisatva juga demikian, namun perwujudannya menunjukkan dia lahir, tumbuh dewasa, semua ini merupakan bagian dari perwujudan transformasi. 
Dalam Sutra sudah menjelaskan bahwa apa yang kita lihat itu memang fenomenan dillahirkan, menikah dll, tapi semua ini bukanlah wujud substansi dari bodhisatva. Semua ini hanya kebijaksanaan terampil yang dipancarkannya.  
Apa yang anda katakan pura2 itu sah2 saja tergantung persepsi anda. Tetapi perlu saya jelaskan bahwa walaupun pura2, semua ini memiliki tujuan yang bermanfaat.

Seperti Buddha Gotama membuat wujud dirinya seperti makhluk lain lalu membabarkan dhamma kepada mereka. Ya pada dasarnya juga adalah kepura2an, jika tidak , kenapa harus menggunakan wujud lain? Jadi tidak penting apa istilah yg digunakan, namun semua tindak tanduk Buddha atau bodhisatva adalah demi manfaat para makhluk. 

Yang saya tangkap, wujud emanasi adalah wujud bohong-bohongan?
Oh ya baca dimana Sang Buddha berpura-pura jadi mahluk lain mengajarkan Dhamma? Baca buku yang penuh kepura-puraan?
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 22 December 2009, 11:12:10 PM
terus emanasi sendiri artinya apa dunk?
klo bukan pura2? klo berubah wujub, kok bisa punya anak , malah bisa lahir , dll, soalnya klo Sakka, selesai..langsung balik ke alamnya, ga sampe menikah dll
atau selama ini..Bodhisatta tuh tinggal di surga tusita setelah mendapat ramalan..dia bahkan beremansi sebagai manusia ,hewan dll ..gitu ya?
atu mirip..yesus? yg menjadi emansinya allah ?? (sry betul2 ga tau arti sebenarnya dari emanasi

Emanasi mengandung arti pancaran. Jadi bisa diartikan wujud yg dipancarkan keluar dari wujud sebenarnya. Tidak tahu asal usul penggunaan term ini dalam menunjukkan perwujudan para Buddha/bodhisatva. Tetapi pengertian ini tidak bertolak belakang. Istilah lain yang digunakan adalah Tubuh Transformasi= Nirmanakaya. 化身, 變化身= tubuh yang dapat berubah [wujud]. Dalam Mahaparinibbana Sutta, Buddha Gotama membuat tubuhnya berubah wujud utk mengajarkan dhamma kepada delapan perhimpunan makhluk.
Dalam Mahayana, tubuh transformasi itu digunakan dlm waktu sementara. Anda mengatakan dewa sakka berubah wujud hanya sebentar, lalu balik ke alamnya. Bodhisatva juga demikian, namun perwujudannya menunjukkan dia lahir, tumbuh dewasa, semua ini merupakan bagian dari perwujudan transformasi. 
Dalam Sutra sudah menjelaskan bahwa apa yang kita lihat itu memang fenomenan dillahirkan, menikah dll, tapi semua ini bukanlah wujud substansi dari bodhisatva. Semua ini hanya kebijaksanaan terampil yang dipancarkannya.  
Apa yang anda katakan pura2 itu sah2 saja tergantung persepsi anda. Tetapi perlu saya jelaskan bahwa walaupun pura2, semua ini memiliki tujuan yang bermanfaat.

Seperti Buddha Gotama membuat wujud dirinya seperti makhluk lain lalu membabarkan dhamma kepada mereka. Ya pada dasarnya juga adalah kepura2an, jika tidak , kenapa harus menggunakan wujud lain? Jadi tidak penting apa istilah yg digunakan, namun semua tindak tanduk Buddha atau bodhisatva adalah demi manfaat para makhluk. 

Yang saya tangkap, wujud emanasi adalah wujud bohong-bohongan?
Oh ya baca dimana Sang Buddha berpura-pura jadi mahluk lain mengajarkan Dhamma? Baca buku yang penuh kepura-puraan?

Tanya saja pada teman2 yg banyak tahu tentang Sutta , lihat bagaimana mereka menceritakan Sang Buddha mengubah wujud untuk membabarkan dhamma. Ngomong2, untuk apa harus mengubah wujud ? mengapa kalo Sutta yg mengatakan begini berarti bukan pura2, sedangkan di luar Sutta berarti itu pura2. hehe... tidak logis dong kalo gitu.
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: marcedes on 23 December 2009, 01:14:52 AM
Quote
bisa tunjukkan ref sutra? atau ini ngasal opini pribadi...?
dan lagi...dalam mahayana kaya gotama salah satunya boddhisatva avalokistsvara bukan?...
jadi boddhisatva = buddha,blom lagi ada Amitabha nya....
ini mirip Trinitas saja dalam nasrani.
entah trinitas yg mencopy konsep mahayana, atau mahayana yg mencopy trinitas.
Bodhisatva= Buddha, apakah bro benar2 berpikir demikian? Jika benar, berarti ada kesalah pahaman.
Secara definisi saja sudah beda, ini tentu bro sudah tahu jelas. Tidak perlu dijabarkan lagi.
Tapi ketika ada pernyataan bahwa bodhisatva=buddha , ini tentu harus dilihat konteks pembicaraannya. Dalam memahami sesuatu tentu tidak boleh selalu terpaku pd satu sisi.
Begitu juga mengenai Amitabha, Avalokitesvara, yang tidak anda pahami, tidak seharusnya langsung menjudge itu nonsens. Setidaknya anda juga berpegang pada prinsip Kalama Sutta bukan? Bukannya lebih baik jika memperluas cakrawala pikiran dengan tidak menerima tapi juga tidak menolak, lalu selidiki secara komprehensif. Setidaknya kita juga dapat belajar bagaimana menghargai aliran lain. Bukankah Kaisar Asoka telah mengajarkan kita ttg ini? Di mana letak rasa respek kita terhadap maklumat yg ditulis di pilar Asoka?

Mengenai Trinitas, tidak seharusnya menyamakannya dgn konsep Trikaya secara asal. Secara fundamental saja tidak sama.
Jika cara perbandingan anda seperti itu, tentu sangat absurd. Jika anda membandingkan dgn cara demikian, maka semua orang juga bisa melakukannya terhadap ajaran yg anda pegang. Saya juga bisa mengatakan begini :
"Theravada mengakui hanya ada Satu Buddha (Buddha Gotama) di alam semesta sekarang ini, kok mirip konsep Monotheisme. "Tiada Buddha lain selain Buddha Gotama,  entah monotheisme yg mencopy Theravada atau Theravada yg mencopy monotheisme". 
Tapi karena cara perbandingan seperti ini adalah tidak mengikuti kaidah yg benar, tentu saya tidak akan mengjudge nya seperti itu seperti yang bro lakukan. hehe..
pertama saya minta anda jabarkan perbedaan konsep Trikaya dan Trinitas....kalau saya pribadi mirip saja...mungkin anda lebih tahu jadi saya minta perbedaan tersebut...

kemudian apabila anda sendiri jg kurang paham dan mengerti konsep trikaya...lebih lagi anda tinggal mengatakan bahwa buddha adalah Upayakausalya...
( tidak dapat dimengerti oleh akal sehat dan pikiran )

jadi sebenarnya konsep Trikaya itu muncul dari orang yg mengerti atau tidak mengerti?
apakah arahat yang menulis konsep trikaya adalah sammasambuddha? jelas bukan....jadi siapa yang berani menulis konsep trikaya serta menjabarkan konsep ini kalau diri sendiri tidak mengerti..
apakah bisa paham maksud saya?

kalau ada jawaban pertanyaan di atas...

sekalian sy tanyakan
jika anda katakan bahwa Trikaya itu berpusat 1, apakah ketika pikiran Buddha gotama itu pararel dengan Avalokitesvara? dan Amitabha...mengingat sebenarnya adalah satu...
apabila tidak pararel...apakah Buddha dengan gampang nya menciptakan Buddha baru?

Quote
Di kalangan Mahayana Asia Timur banyak. Anda yang blm pernah denger.....   

bro gandalf, saya search di google, belum menemukan kata tersebut....yg banyak saya temukan justru
"semua memiliki benih kebuddha-an" bukan "dulu semua adalah buddha"

Quote
Saya mengaitkannya untuk menjelaskan bahwa Buddha-pun gak selalu pakai Abhinna (Abhijna).

Oh jadi kalau negara mau saling berperang, kita membiarkan apa adanya ya? Perang toh ya perang biar sajalah.... itu kan karma mereka.... gitu?

Apakah ketika itu Sang Buddha berpikir "saya paling hanya menasehati ah, selebihnya urursan mereka sendiri". Tentu tidak.

Patut diketahui pula, Sang Buddha itu menasehati, itu demi melindungi suku Sakya dan mencegah suku Kosala berbuat akusala karma. Apalagi konon semua suku Sakya itu sudah Srotapanna!! (Ref: Pembebasan di Tangan kita oleh Pabongkha Rinpoche). Ini jelas-jelas Sang Buddha dengan welas asih-Nya MAU MASUK ke dalam urusan suku Sakya dan Kosala, sampai tiga kali lagi. Tapi karena karma buruk suku Sakya terlalu berat, maka akhirnya Sang Buddha undur diri dan kita bahkan tidak tahu kenapa Sang Buddha tidak menggunakan abhijna (tapi sangat mungkin Abhijna pun tidak dapat membantu, karena Sang Buddha selalu mempertimbangkan sesuatu dengan penuh kebijaksanaan dan ketepatan, maka ia mampu melihat cara-cara yang mesti Ia gunakan), yang pasti adalah karmanya terlalu berat dan Sang Buddha melihat dengan jelas bagaimana karma tersebut bekerja.

Demikian juga sebagai Pangeran Mahasattva, beliau melihat jelas bagaimana karma-karma tersebut akan bekerja, dan apa akibatnya, maka beliau memutuskan untuk membunuh penjahat tersebut tanpa menggunakan Abhijna. Karena beliau tahu Abhijna tidak ada gunanya dalam kondisi seperti itu, sama seperti ketika beliau sebagai Buddha tidak menggunakan Abhijna untuk menghentikan suku Sakya dan Kosala.

Jangan bilang kalau Sang Buddha tidak pernah menggunakan Abhijna untuk "mencampuri suatu permasalahan" lo!     Bahkan tidak semua bisa diselesaikan dengan nasehat.
loh, seperti nya kebalik ini,

SangBuddha tidaklah mungkin mencampuri urusan suku sakya dan suku kosala...
ingatkah kata-kata seorang buddha?

"Buddha adalah penunjuk jalan, dan yang jalan adalah kita sendiri"
SangBuddha sudah menasehati suku tersebut sehingga apabila suku tersebut tidak mau mendengar, itu tentu urusan suku tersebut.....loh memang kan kamma suku sakya...apa nya melihat kedepan?

Sang Buddha selalu mencampuri urusan seseorang hanya sebatas nasehat dan memberi petunjuk...selebih nya itu urusan orang...
berbeda cara pangeran Mahasatva, sampai memakai action dengan membunuh jelas aneh..
dan lagi
masalah pangeran mahastva, disitu Pangeran terlibat dengan perbuatan buruk...tetapi di tutup dengan upayakausalya...

kalau Buddha bisa Upayakausalya, mengapa Buddha tidak meratakan suku Kosala, walau membunuh 1000 orang kan Buddha katakan Upayakausalya...toh gpp...
pasti anda katakan "rencana buddha di luar logika dan akal sehat" gitu ya?   :)

kalau begitu saya minta refrensi
kapan seorang Buddha memakai Abhinna untuk perbuatan buruk...coba cari refrensi nya...
kalau bisa lagi kapan seorang Buddha melakukan perbuatan yang melanggar 5 SILA...

yg sy temukan rata-rata adalah semua di lakukan untuk "memberi pencerahan" bahkan ketika pertama kali mencapai pencerahan, beliau membuat jembatan emas untuk menghilangkan keraguan para dewa.

Quote
Mahayana = dalam kehidupan yang lalu Buddha tidak pernah salah (sempurna sekali)
Theravada = dalam kehidupan yang lalu Buddha pernah melakukan kesalahan (tidak sempurna)

Mahayana = dalam kehidupan yang lalu Buddha banyak akting nya (upaya kausalya)
Theravada = dalam kehidupan yang lalu Buddha tidak berakting

Ooh  gitu... gampang, ada jalan tengahnya....

Bisa dikatakan:
1. Ketika masih Bodhisattva Bhumi 1 - 5, beliau masih melakukan kesalahan dan tidak "berakting".
2. Ketika berada di Bodhisattva Bhumi 6, beliau tidak lagi melakukan kesalahan dan tidak "berakting"
3. Ketika sudah Bodhisattva Bhumi 7 - 10, maka beliau tidak lagi melakukan kesalahan dan kadangkala "berakting".

 _/\_
The Siddha Wanderer
apakah bodhisattva bhumi 7-10 telah memahami Upaya kausalya?
jika ya, saya ada pertanyaan sehubung di atas...

siapakah yg telah memahami konsep Trikaya, sehingga berani menulis konsep nya dalam sutra..
tidaklah mungkin seorang sammasambuddha yg membuat Tripitaka, yg pasti adalah muridnya..

apakah muridnya telah mengerti waktu Buddha berbicara/menyampaikan ttg Trikaya?
Buddha sebelum mengajar, tentu sudah tahu, apakah bisa audience mengerti atau tidak....begitu kan..

nah ketika Buddha mengajarkan pada Ananda, dan Ananda mengulang kotbah Trikaya....apakah Ananda mengerti konsep Trikaya? kalau tidak...buat apa Buddha mengajarkan sesuatu yang "tidak jelas" dan tidak dapat di mengerti oleh semua orang kecuali dirinya sendiri.....

upaya kausalya.....

Kalau tetangga bilang: mana kita tahu rencana Tuhan?

Tentu beda dong. Upaya kausalya jelas2 bisa diketahui, dan apa yg kita jelaskan tentang upaya kausalya selama ini kan juga sudah dijelaskan latar belakangnya dan hubungan sebab akibatnya.   Apa bro tidak membacanya.
Upaya Kausalya digunakan bodhisatva karena bodhisatva sanggup mengetahui hubungan sebab akibat yg terjadi di masa depan.
Upaya Kausalya (Upaya-kosalla nana): adalah kebijaksanaan yang terampil dalam melakukan jasa seperti dàna, sãla, dan lain-lain, sehingga dapat menjadi alat dan mendukung dalam mencapai Kebuddhaan. Seseorang dari keluarga yang baik yang ingin mencapai Kebuddhaan harus melakukan kebajikan-kebajikan seperti dàna, sãla, dan lain-lain dengan satu tujuan yaitu mencapai Kebuddhaan. (Ia tidak boleh mengharapkan keuntungan yang dapat mengarah pada penderitaan dalam samsara). Kebijaksanaan yang memungkinkannya untuk mencapai Kebuddhaan adalah satu-satunya Buah dari kebajikan yang dilakukannya yang disebut Upàya-kosalla nana.
disitu disebut Upayakausalya adalah kebijaksanaan yang terampil untuk melakukan jasa....
tetapi tidak disebutkan Upayakausalya di luar logika dan akal sehat baik oleh para arahat sekalipun...

Quote
Peridoe kedua adalah dari masa Buddha Ratnasikhin sampai Tathagata Dipankara. Pada periode kedua ini Sang Bodhisattva menyelesaikan Bhumi ke-1 sampai Bhumi ke-7 yang setara dengan Arhat. Maka dari itu dalam Buddhavamsa dikatakan bahwa Bodhisattva Sumedha dapat mencapai pencerahan Arhat pada saat itu juga, namun beliau memilih untuk menjadi Bodhisattva (Bhumi ke-7 mnrt Mahayana) menjadi Samyaksambuddha*.
apakah tidak kontradiksi dengan pernyataan dalam saddhamapundarika...
"jauh tak terhitung kalpa lamanya, saya telah mencapai pencerahan sempurna...."
karena sudah terlalu awalnya mencapai pencerahan, bahkan sudah tidak bisa di jabarkan oleh diri nya sendiri....
sedangkan periode ke periode masih dapat di hitung jumlah kalpa nya...

masalah RAPB kontradiksi, kalau bisa di tunjukkan bagian mana mengatakan boddhisatta telah sempurna dalam kebijaksanaan...
saya jujur saja, sy sendiri meragukan RAPB sebagai atas dasar acuan dalam Buddah dhamam, karena isinya kebanyakan copasan dari kitab komentar yang notabane nya bukan orisinil dari pemikiran seorang sammasambuddha, melainkan spekulasi dari para pemikir/filosifi entah itu arahat atau bukan.

 _/\_
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: truth lover on 23 December 2009, 07:36:49 AM
terus emanasi sendiri artinya apa dunk?
klo bukan pura2? klo berubah wujub, kok bisa punya anak , malah bisa lahir , dll, soalnya klo Sakka, selesai..langsung balik ke alamnya, ga sampe menikah dll
atau selama ini..Bodhisatta tuh tinggal di surga tusita setelah mendapat ramalan..dia bahkan beremansi sebagai manusia ,hewan dll ..gitu ya?
atu mirip..yesus? yg menjadi emansinya allah ?? (sry betul2 ga tau arti sebenarnya dari emanasi

Emanasi mengandung arti pancaran. Jadi bisa diartikan wujud yg dipancarkan keluar dari wujud sebenarnya. Tidak tahu asal usul penggunaan term ini dalam menunjukkan perwujudan para Buddha/bodhisatva. Tetapi pengertian ini tidak bertolak belakang. Istilah lain yang digunakan adalah Tubuh Transformasi= Nirmanakaya. 化身, 變化身= tubuh yang dapat berubah [wujud]. Dalam Mahaparinibbana Sutta, Buddha Gotama membuat tubuhnya berubah wujud utk mengajarkan dhamma kepada delapan perhimpunan makhluk.
Dalam Mahayana, tubuh transformasi itu digunakan dlm waktu sementara. Anda mengatakan dewa sakka berubah wujud hanya sebentar, lalu balik ke alamnya. Bodhisatva juga demikian, namun perwujudannya menunjukkan dia lahir, tumbuh dewasa, semua ini merupakan bagian dari perwujudan transformasi. 
Dalam Sutra sudah menjelaskan bahwa apa yang kita lihat itu memang fenomenan dillahirkan, menikah dll, tapi semua ini bukanlah wujud substansi dari bodhisatva. Semua ini hanya kebijaksanaan terampil yang dipancarkannya.  
Apa yang anda katakan pura2 itu sah2 saja tergantung persepsi anda. Tetapi perlu saya jelaskan bahwa walaupun pura2, semua ini memiliki tujuan yang bermanfaat.

Seperti Buddha Gotama membuat wujud dirinya seperti makhluk lain lalu membabarkan dhamma kepada mereka. Ya pada dasarnya juga adalah kepura2an, jika tidak , kenapa harus menggunakan wujud lain? Jadi tidak penting apa istilah yg digunakan, namun semua tindak tanduk Buddha atau bodhisatva adalah demi manfaat para makhluk. 

Yang saya tangkap, wujud emanasi adalah wujud bohong-bohongan?
Oh ya baca dimana Sang Buddha berpura-pura jadi mahluk lain mengajarkan Dhamma? Baca buku yang penuh kepura-puraan?

Tanya saja pada teman2 yg banyak tahu tentang Sutta , lihat bagaimana mereka menceritakan Sang Buddha mengubah wujud untuk membabarkan dhamma. Ngomong2, untuk apa harus mengubah wujud ? mengapa kalo Sutta yg mengatakan begini berarti bukan pura2, sedangkan di luar Sutta berarti itu pura2. hehe... tidak logis dong kalo gitu.

Nah itulah yang mau saya tanyakan mas Chingik, maafkan kebodohan saya, saya tidak pernah membaca satu suttapun (entah kalau sutra) dimana Sang Buddha mengubah wujud menjadi mahluk lain, menurut pendapat saya tidak ada perlunya bagi seorang Sammasambuddha, mungkin saya salah ya? tolong dong tunjukkan suttanya, kalau mas Chingik kesulitan cari suttanya, mas Chingik dong yang minta tolong ke teman-teman.

 _/\_
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: dilbert on 23 December 2009, 12:01:50 PM
KUPAS TUNTAS setajam SILET...
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: marcedes on 23 December 2009, 04:55:14 PM
terus emanasi sendiri artinya apa dunk?
klo bukan pura2? klo berubah wujub, kok bisa punya anak , malah bisa lahir , dll, soalnya klo Sakka, selesai..langsung balik ke alamnya, ga sampe menikah dll
atau selama ini..Bodhisatta tuh tinggal di surga tusita setelah mendapat ramalan..dia bahkan beremansi sebagai manusia ,hewan dll ..gitu ya?
atu mirip..yesus? yg menjadi emansinya allah ?? (sry betul2 ga tau arti sebenarnya dari emanasi

Emanasi mengandung arti pancaran. Jadi bisa diartikan wujud yg dipancarkan keluar dari wujud sebenarnya. Tidak tahu asal usul penggunaan term ini dalam menunjukkan perwujudan para Buddha/bodhisatva. Tetapi pengertian ini tidak bertolak belakang. Istilah lain yang digunakan adalah Tubuh Transformasi= Nirmanakaya. 化身, 變化身= tubuh yang dapat berubah [wujud]. Dalam Mahaparinibbana Sutta, Buddha Gotama membuat tubuhnya berubah wujud utk mengajarkan dhamma kepada delapan perhimpunan makhluk.
Dalam Mahayana, tubuh transformasi itu digunakan dlm waktu sementara. Anda mengatakan dewa sakka berubah wujud hanya sebentar, lalu balik ke alamnya. Bodhisatva juga demikian, namun perwujudannya menunjukkan dia lahir, tumbuh dewasa, semua ini merupakan bagian dari perwujudan transformasi. 
Dalam Sutra sudah menjelaskan bahwa apa yang kita lihat itu memang fenomenan dillahirkan, menikah dll, tapi semua ini bukanlah wujud substansi dari bodhisatva. Semua ini hanya kebijaksanaan terampil yang dipancarkannya.  
Apa yang anda katakan pura2 itu sah2 saja tergantung persepsi anda. Tetapi perlu saya jelaskan bahwa walaupun pura2, semua ini memiliki tujuan yang bermanfaat.

Seperti Buddha Gotama membuat wujud dirinya seperti makhluk lain lalu membabarkan dhamma kepada mereka. Ya pada dasarnya juga adalah kepura2an, jika tidak , kenapa harus menggunakan wujud lain? Jadi tidak penting apa istilah yg digunakan, namun semua tindak tanduk Buddha atau bodhisatva adalah demi manfaat para makhluk. 

Yang saya tangkap, wujud emanasi adalah wujud bohong-bohongan?
Oh ya baca dimana Sang Buddha berpura-pura jadi mahluk lain mengajarkan Dhamma? Baca buku yang penuh kepura-puraan?

Tanya saja pada teman2 yg banyak tahu tentang Sutta , lihat bagaimana mereka menceritakan Sang Buddha mengubah wujud untuk membabarkan dhamma. Ngomong2, untuk apa harus mengubah wujud ? mengapa kalo Sutta yg mengatakan begini berarti bukan pura2, sedangkan di luar Sutta berarti itu pura2. hehe... tidak logis dong kalo gitu.

Nah itulah yang mau saya tanyakan mas Chingik, maafkan kebodohan saya, saya tidak pernah membaca satu suttapun (entah kalau sutra) dimana Sang Buddha mengubah wujud menjadi mahluk lain, menurut pendapat saya tidak ada perlunya bagi seorang Sammasambuddha, mungkin saya salah ya? tolong dong tunjukkan suttanya, kalau mas Chingik kesulitan cari suttanya, mas Chingik dong yang minta tolong ke teman-teman.

 _/\_
yang paling dekat dengan pernyataan mas chingik adalah mahaparinibbana sutta....tentang  pertemuan.
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 23 December 2009, 06:22:40 PM
Quote
pertama saya minta anda jabarkan perbedaan konsep Trikaya dan Trinitas....kalau saya pribadi mirip saja...mungkin anda lebih tahu jadi saya minta perbedaan tersebut...
jaah...bro yg melemparkan isu ini, seharusnya bro yg jabarkan bagaimana konsep itu bisa sama?? saya saja tidak tahu bagaimana bro bisa anggap sama. Padahal jelas-jelas berbeda secara hakiki. Ingat lho bro, jangan menilai sesuatu dari atributnya, selami makna hakikinya baru simpulkan apakah itu sama atau tidak.
Sebagai info tambahan, Trikaya dalam Mahayana hanya salah satu variabel umum dalam menjelaskan manifestasi Buddha, lebih dari itu ada juga disebut 10 kaya, tergantung konteksnya. Seperti dalam menjelaskan 1 jenis dhamma, 2 jenis dhamma, dan seterusnya.

Quote
kemudian apabila anda sendiri jg kurang paham dan mengerti konsep trikaya...lebih lagi anda tinggal mengatakan bahwa buddha adalah Upayakausalya...
( tidak dapat dimengerti oleh akal sehat dan pikiran )
Trikaya secara konseptual tidak perlu dikaitkan dengan apakah saya ngerti atau tidak. Saya hanya berkapasitas menjelaskan bagaimana ini eksis dalam Sutra Mahayana dan merupakan wejangan dari Buddha.  
Saya merasa geli sendiri bahwa mengapa bro mencampurkan masalah upaya kausalya di sini. Saya mengerti maksud bro , jadi  mari saya klarifikasi sedikit lagi bahwa Upaya Kausalya bukanlah semacam alasan utk menutupi sesuatu yang tidak logis di mata anda. Upaya Kausalya adalah cara-cara yang digunakan utk memberi manfaat pada para makhluk, yang semua itu tidak terhindar dari prinsip hubungan sebab akibat.
  
Quote
jadi sebenarnya konsep Trikaya itu muncul dari orang yg mengerti atau tidak mengerti?
apakah arahat yang menulis konsep trikaya adalah sammasambuddha? jelas bukan....jadi siapa yang berani menulis konsep trikaya serta menjabarkan konsep ini kalau diri sendiri tidak mengerti..
apakah bisa paham maksud saya?
Arahat yang menulis konsep ini memang bukan Sammasambuddha. Tetapi konseptual ini kan berasal dari wejangan Buddha, tidak perlu harus mengerti. Sama seperti Ananda saat belum mengalami Nibbana, Sang Buddha tetap mewejangkannya kepada Ananda. Taruhlah Ananda akhirnya mencapai Nibbana, tetapi Ananda tidak mengerti tentang pengetahuan sempurna (Sabbannuta nana) seorang Sammasammbuddha juga, toh juga menkonseptualkannya hingga akhrinya muncul dalam Sutra bentuk tulisan ,bukan?  

Quote
sekalian sy tanyakan
jika anda katakan bahwa Trikaya itu berpusat 1, apakah ketika pikiran Buddha gotama itu pararel dengan Avalokitesvara? dan Amitabha...mengingat sebenarnya adalah satu...
apabila tidak pararel...apakah Buddha dengan gampang nya menciptakan Buddha baru?
Pengertian satu itu apakah segampang itu mencernanya seperti menganggap air sama dengan susu?
Paham maksud saya? Air susu dan air laut berbeda, tetapi secara substantif ia berasal dari satu sumber yakni unsur air . Tetapi tidak berarti air susu harus muncul dari air laut.
Yang dikatakan SATU itu karena ia memiliki substansi yang sama yaitu sama sama unsur Air.
Dharmakaya ibarat unsur air, dari aspek ini maka disebut semua Buddha itu sama karena sama-sama memiliki hakikat (baca:unsur) yang sama dalam dirinya. Bukan berarti Buddha Gotama = Buddhha Amitabha hingga membuat orang bingung. Yang dikatakan sama itu adalah aspek Dharmakaya, aspek hakiki dalam dirinya yakni potensi Kebuddhaannya.

Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 23 December 2009, 06:36:36 PM
Quote
yang paling dekat dengan pernyataan mas chingik adalah mahaparinibbana sutta....tentang  pertemuan.

Benar bro Marcedes,
payah sih bro Truth, sudah saya posting tapi tak mau baca, masih nanya lagi. hehe
Jadi gimana tuh , Mahaparinibbana Sutta masak dibilang buku yang penuh kepura-puraan :))
Ya Buddha harus pura-pura dong kalo tidak mana bisa mengajarkan dhamma kepada Dewa Mara, bisa2 Mara malah lari kalang kabut kalo Buddha memperlihatkan wujud aslinya  ;D






Title: Re: Akar perpecahan
Post by: The Ronald on 23 December 2009, 06:39:16 PM
[at] marcedes
err.. mahaparibanna sutta?..keknya ga ada... panjang seh
coba di cek deh : http://www.samaggi-phala.or.id/tipitaka_dtl.php?cont_id=175
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 23 December 2009, 07:12:51 PM
Quote
kalau Buddha bisa Upayakausalya, mengapa Buddha tidak meratakan suku Kosala, walau membunuh 1000 orang kan Buddha katakan Upayakausalya...toh gpp...
pasti anda katakan "rencana buddha di luar logika dan akal sehat" gitu ya? 
Memangnya sejak kapan dikatakan bahwa upayakausalya memberi kebebasan utk berbuat apa saja???
Bro pikir gara2 kasus bodhisatva hanya melakukan aksi membunuh perampok lalu menggeneralisir bahwa segala tindakan bebas dilakukan ? Kalo gitu anda telah mencerna makna upaya kausalya dengan sangat melenceng sekali.
Dan tolong tidak perlu diulang-ulang lagi utk meggeneralisirnya lagi , karena dari awal bro sudah salah memaknai.

Bhikkuni Bhadda saja sewaktu menjadi perumah tangga mendorong suaminya ke jurang hingga hancur berkeping2, toh dipuji oleh para dewa sebagai tindakan yang bijaksana. Dalam RAPB pun mengatakan itu sebagai aksi  Upaya kosalla nana.  Walaupun bro tidak terima kebenaran isi RAPB, terlepas dari itu , sudah menunjukkan satu indikasi bahwa ada kesepakatan umum dalam memaknai Upaya Kosalla nana antara Theravada (kisah Bhikkuni Bhadda yg mendorong suaminya ke jurang) dan Mahayana (kisah Bodhisatva yg membunuh perampok). 
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: The Ronald on 23 December 2009, 07:32:34 PM
Quote
kalau Buddha bisa Upayakausalya, mengapa Buddha tidak meratakan suku Kosala, walau membunuh 1000 orang kan Buddha katakan Upayakausalya...toh gpp...
pasti anda katakan "rencana buddha di luar logika dan akal sehat" gitu ya?  
Memangnya sejak kapan dikatakan bahwa upayakausalya memberi kebebasan utk berbuat apa saja???
Bro pikir gara2 kasus bodhisatva hanya melakukan aksi membunuh perampok lalu menggeneralisir bahwa segala tindakan bebas dilakukan ? Kalo gitu anda telah mencerna makna upaya kausalya dengan sangat melenceng sekali.
Dan tolong tidak perlu diulang-ulang lagi utk meggeneralisirnya lagi , karena dari awal bro sudah salah memaknai.

Bhikkuni Bhadda saja sewaktu menjadi perumah tangga mendorong suaminya ke jurang hingga hancur berkeping2, toh dipuji oleh para dewa sebagai tindakan yang bijaksana. Dalam RAPB pun mengatakan itu sebagai aksi  Upaya kosalla nana. Walaupun bro tidak terima kebenaran isi RAPB, terlepas dari itu , sudah menunjukkan satu indikasi bahwa ada kesepakatan umum dalam memaknai Upaya Kosalla nana antara Theravada (kisah Bhikkuni Bhadda yg mendorong suaminya ke jurang) dan Mahayana (kisah Bodhisatva yg membunuh perampok).  

... RAPB???
tolong gimana cerita lengkapnya ttg Bhikkuni Bhadda? aku belum baca RAPB sampai selesai....
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: The Ronald on 23 December 2009, 07:48:15 PM
well akhirnya aku dpt juga ceritanya
Upaya Kosalla Nana, adalah bentuk pikiran dalam hal ini membunuh, tp di ikuti dgn kecerdikan untuk menyelamatkan diri
yg di puji adalah bagaimana dgn cerdiknya dia meloloskan diri dari suaminya yg ingin membunuhnya
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: The Ronald on 23 December 2009, 07:52:01 PM
sebungan dgn tubuh pura2, bagaimana cara membedakannya??.. bahwa skrg yg terlahir adalah tubuh pura2 bodhisatta, atau aslinya?

well aku juga sempat terlintas trikaya mirip trinitas...
artinya 1 nya kekal (allah), 1 nya dapat terlahir, dan menolong org (yesus), 1 nya ada di setiap org (roh kudus)
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: Jerry on 23 December 2009, 08:28:23 PM
Quote
Kalo demikian, masih ada yg perlu dikerjakan dong? Bukan "tidak ada lagi yg perlu dikerjakan".
Thanks anyway. Bagaimana menurut Bro Chingik mengenai perjuangan Sang Bodhisatta - petapa Gotama - dalam mencari dan menemukan jalan yg benar yg sesungguhnya membawa pencerahan?
"tidak ada lagi yg perlu dikerjakan" kalo diterjemahkan ke bahasa modern lebih kurang seperti "Lulus".  Jadi walaupun Lulus itu sama dengan seperti "selesai", tidak berarti di balik selesai itu sudah tidak ada sesuatu lagi. Seperti ada yang lulus SD, lulus SMP, lulus SMA, lulus Sarjana. Memang Lulus, selesai, tapi hanya selesai sebatas dalam lingkup akademisi yg dia geluti. Padahal Samudera pembelajaran tidak ada batasnya, makanya mengapa kalo mau benar-benar menguasai semuanya dibutuhkan waktu asankheya kalpa lamanya. Ya dak. hehe..dan setelah berhasil maka anda baru disebut Buddha dalam arti yang sesungguhnya.  

Jadi saya melihat perjuangan Sang Buddha itu benar2 luar biasa. Energi penggerak dari semua perjuangannya adalah welas asih, benar2 demi semua makhluk hidup, dan kemudian mengajarkan kepada kita bahwa kita pun memiliki potensi yg sama. hehe...itu sih udah pada tahu lah...

Quote
Boleh tolong postkan isi Sutra tsb? Maklum saya tidak ada akses. Kasihanilah saya ini.
Di board Sutra Mahayana saja, nda perlu di sini. Thanks.
ok bro, akan diusahakan... ;D

Sip.. Thanks yah utk diskusinya. Anumodana _/\_

Mettacittena,
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: adi lim on 23 December 2009, 08:42:52 PM
Quote
kalau Buddha bisa Upayakausalya, mengapa Buddha tidak meratakan suku Kosala, walau membunuh 1000 orang kan Buddha katakan Upayakausalya...toh gpp...
pasti anda katakan "rencana buddha di luar logika dan akal sehat" gitu ya?  
Memangnya sejak kapan dikatakan bahwa upayakausalya memberi kebebasan utk berbuat apa saja???
Bro pikir gara2 kasus bodhisatva hanya melakukan aksi membunuh perampok lalu menggeneralisir bahwa segala tindakan bebas dilakukan ? Kalo gitu anda telah mencerna makna upaya kausalya dengan sangat melenceng sekali.
Dan tolong tidak perlu diulang-ulang lagi utk meggeneralisirnya lagi , karena dari awal bro sudah salah memaknai.

Bhikkuni Bhadda saja sewaktu menjadi perumah tangga mendorong suaminya ke jurang hingga hancur berkeping2, toh dipuji oleh para dewa sebagai tindakan yang bijaksana. Dalam RAPB pun mengatakan itu sebagai aksi  Upaya kosalla nana.  Walaupun bro tidak terima kebenaran isi RAPB, terlepas dari itu , sudah menunjukkan satu indikasi bahwa ada kesepakatan umum dalam memaknai Upaya Kosalla nana antara Theravada (kisah Bhikkuni Bhadda yg mendorong suaminya ke jurang) dan Mahayana (kisah Bodhisatva yg membunuh perampok).  

Tulisan Biro Bold
Bro Chingik, emang di Mahayan Bhikkuni boleh punya suami ?
 _/\_
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: truth lover on 23 December 2009, 09:32:31 PM
Quote
yang paling dekat dengan pernyataan mas chingik adalah mahaparinibbana sutta....tentang  pertemuan.

Benar bro Marcedes,
payah sih bro Truth, sudah saya posting tapi tak mau baca, masih nanya lagi. hehe
Jadi gimana tuh , Mahaparinibbana Sutta masak dibilang buku yang penuh kepura-puraan :))
Ya Buddha harus pura-pura dong kalo tidak mana bisa mengajarkan dhamma kepada Dewa Mara, bisa2 Mara malah lari kalang kabut kalo Buddha memperlihatkan wujud aslinya  ;D


Dalam Mahaparinibbana sutta, Sang Buddha mengikuti rupa dari ke delapan jenis mahluk, manusia, dewa dan brahma untuk mengajarkan Dhamma.

Lantas seorang Bodhisatva menurut mas chingik beremanasi menjadi singa dan harimau untuk apa? untuk mengajarkan singa lain mengaum? atau mengajarkan harimau lain membuat anak? atau mengajarkan Dhamma juga? Atau mungkin mengajarkan hewan rimba lainnya bermeditasi?
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: ryu on 23 December 2009, 09:44:42 PM
Quote
yang paling dekat dengan pernyataan mas chingik adalah mahaparinibbana sutta....tentang  pertemuan.

Benar bro Marcedes,
payah sih bro Truth, sudah saya posting tapi tak mau baca, masih nanya lagi. hehe
Jadi gimana tuh , Mahaparinibbana Sutta masak dibilang buku yang penuh kepura-puraan :))
Ya Buddha harus pura-pura dong kalo tidak mana bisa mengajarkan dhamma kepada Dewa Mara, bisa2 Mara malah lari kalang kabut kalo Buddha memperlihatkan wujud aslinya  ;D


Dalam Mahaparinibbana sutta, Sang Buddha mengikuti rupa dari ke delapan jenis mahluk, manusia, dewa dan brahma untuk mengajarkan Dhamma.

Lantas seorang Bodhisatva menurut mas chingik beremanasi menjadi singa dan harimau untuk apa? untuk mengajarkan singa lain mengaum? atau mengajarkan harimau lain membuat anak? atau mengajarkan Dhamma juga? Atau mungkin mengajarkan hewan rimba lainnya bermeditasi?

supaya di suatu waktu ada cerita bahwa buddha pernah jadi harimau. kalau gak jadi harimau maka gak akan ada dong di tipitaka Buddha jadi harimau. =))
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 23 December 2009, 10:09:09 PM
Quote
kalau Buddha bisa Upayakausalya, mengapa Buddha tidak meratakan suku Kosala, walau membunuh 1000 orang kan Buddha katakan Upayakausalya...toh gpp...
pasti anda katakan "rencana buddha di luar logika dan akal sehat" gitu ya? 
Memangnya sejak kapan dikatakan bahwa upayakausalya memberi kebebasan utk berbuat apa saja???
Bro pikir gara2 kasus bodhisatva hanya melakukan aksi membunuh perampok lalu menggeneralisir bahwa segala tindakan bebas dilakukan ? Kalo gitu anda telah mencerna makna upaya kausalya dengan sangat melenceng sekali.
Dan tolong tidak perlu diulang-ulang lagi utk meggeneralisirnya lagi , karena dari awal bro sudah salah memaknai.

Bhikkuni Bhadda saja sewaktu menjadi perumah tangga mendorong suaminya ke jurang hingga hancur berkeping2, toh dipuji oleh para dewa sebagai tindakan yang bijaksana. Dalam RAPB pun mengatakan itu sebagai aksi  Upaya kosalla nana.  Walaupun bro tidak terima kebenaran isi RAPB, terlepas dari itu , sudah menunjukkan satu indikasi bahwa ada kesepakatan umum dalam memaknai Upaya Kosalla nana antara Theravada (kisah Bhikkuni Bhadda yg mendorong suaminya ke jurang) dan Mahayana (kisah Bodhisatva yg membunuh perampok). 

Tulisan Biro Bold
Bro Chingik, emang di Mahayan Bhikkuni boleh punya suami ?
 _/\_

hehe..ralat , saat sebelum menjadi bhikkhuni
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 23 December 2009, 10:16:09 PM
Quote
yang paling dekat dengan pernyataan mas chingik adalah mahaparinibbana sutta....tentang  pertemuan.

Benar bro Marcedes,
payah sih bro Truth, sudah saya posting tapi tak mau baca, masih nanya lagi. hehe
Jadi gimana tuh , Mahaparinibbana Sutta masak dibilang buku yang penuh kepura-puraan :))
Ya Buddha harus pura-pura dong kalo tidak mana bisa mengajarkan dhamma kepada Dewa Mara, bisa2 Mara malah lari kalang kabut kalo Buddha memperlihatkan wujud aslinya  ;D


Dalam Mahaparinibbana sutta, Sang Buddha mengikuti rupa dari ke delapan jenis mahluk, manusia, dewa dan brahma untuk mengajarkan Dhamma.

Lantas seorang Bodhisatva menurut mas chingik beremanasi menjadi singa dan harimau untuk apa? untuk mengajarkan singa lain mengaum? atau mengajarkan harimau lain membuat anak? atau mengajarkan Dhamma juga? Atau mungkin mengajarkan hewan rimba lainnya bermeditasi?

Nanti akan saya jelaskan.
Jadi benar nih Sang Buddha harus "berpura-pura"?
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: truth lover on 23 December 2009, 11:28:04 PM
Quote
yang paling dekat dengan pernyataan mas chingik adalah mahaparinibbana sutta....tentang  pertemuan.

Benar bro Marcedes,
payah sih bro Truth, sudah saya posting tapi tak mau baca, masih nanya lagi. hehe
Jadi gimana tuh , Mahaparinibbana Sutta masak dibilang buku yang penuh kepura-puraan :))
Ya Buddha harus pura-pura dong kalo tidak mana bisa mengajarkan dhamma kepada Dewa Mara, bisa2 Mara malah lari kalang kabut kalo Buddha memperlihatkan wujud aslinya  ;D


Dalam Mahaparinibbana sutta, Sang Buddha mengikuti rupa dari ke delapan jenis mahluk, manusia, dewa dan brahma untuk mengajarkan Dhamma.

Lantas seorang Bodhisatva menurut mas chingik beremanasi menjadi singa dan harimau untuk apa? untuk mengajarkan singa lain mengaum? atau mengajarkan harimau lain membuat anak? atau mengajarkan Dhamma juga? Atau mungkin mengajarkan hewan rimba lainnya bermeditasi?

Nanti akan saya jelaskan.
Jadi benar nih Sang Buddha harus "berpura-pura"?

Lho kok balik bertanya? Kan saya bertanya dahulu? bukankah mas Chingik harusnya menjawab dahulu baru bertanya?  Kemudian saya jawab lalu baru balik bertanya, ya kan?
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: marcedes on 23 December 2009, 11:35:44 PM
Quote
jaah...bro yg melemparkan isu ini, seharusnya bro yg jabarkan bagaimana konsep itu bisa sama?? saya saja tidak tahu bagaimana bro bisa anggap sama. Padahal jelas-jelas berbeda secara hakiki. Ingat lho bro, jangan menilai sesuatu dari atributnya, selami makna hakikinya baru simpulkan apakah itu sama atau tidak.
Sebagai info tambahan, Trikaya dalam Mahayana hanya salah satu variabel umum dalam menjelaskan manifestasi Buddha, lebih dari itu ada juga disebut 10 kaya, tergantung konteksnya. Seperti dalam menjelaskan 1 jenis dhamma, 2 jenis dhamma, dan seterusnya.
loh saya cuma minta perbedaan antara trinitas dan trikaya...

Quote
Arahat yang menulis konsep ini memang bukan Sammasambuddha. Tetapi konseptual ini kan berasal dari wejangan Buddha, tidak perlu harus mengerti. Sama seperti Ananda saat belum mengalami Nibbana, Sang Buddha tetap mewejangkannya kepada Ananda. Taruhlah Ananda akhirnya mencapai Nibbana, tetapi Ananda tidak mengerti tentang pengetahuan sempurna (Sabbannuta nana) seorang Sammasammbuddha juga, toh juga menkonseptualkannya hingga akhrinya muncul dalam Sutra bentuk tulisan ,bukan?  

Buddha mengatakan kepada ananda mengenai beberapa kotbah..disitu sudah ada para Arahat yang mengerti tentang apa yang dikatakan buddha..

coba balik ke sutta...pernahkah buddha membabarkan sesuatu yang tidak di mengerti oleh para Arahat sendiri atau tidak dimengerti oleh satu pun audience nya.  :)

dan sampai sekarang berarti Buddha telah mengajarkan sesuatu yang useless kepada kita mengenai konsep yg tidak mungkin kita mengerti...jadi apa tujuan buddha membabarkan hal yg tidak akan kita mengerti?
ini seperti mengajar para anak TK mengenai pelajaran rumit seperti Hukum fisika. yg sudah nyata tidak akan mungkin di mengerti oleh anak TK tersebut...
apakah anak TK yg bodoh atau guru nya yg bodoh?...silahkan anda jawab sendiri.

Quote
Pengertian satu itu apakah segampang itu mencernanya seperti menganggap air sama dengan susu?
Paham maksud saya? Air susu dan air laut berbeda, tetapi secara substantif ia berasal dari satu sumber yakni unsur air . Tetapi tidak berarti air susu harus muncul dari air laut.
Yang dikatakan SATU itu karena ia memiliki substansi yang sama yaitu sama sama unsur Air.
Dharmakaya ibarat unsur air, dari aspek ini maka disebut semua Buddha itu sama karena sama-sama memiliki hakikat (baca:unsur) yang sama dalam dirinya. Bukan berarti Buddha Gotama = Buddhha Amitabha hingga membuat orang bingung. Yang dikatakan sama itu adalah aspek Dharmakaya, aspek hakiki dalam dirinya yakni potensi Kebuddhaannya.
seperti nya anda berusaha menjelaskan mengenai Trikaya..oke..

sekarang sy tanya...apa maksud dari
dharma kaya = buddha amitabha.
sambogha kaya = Bodhisattva Avalokistesvara
nirmana kaya = buddha gotama...

mengapa bukan dharmakaya = vairocana misalnya...mengapa harus buddha amitabha
kalau dikatakan Dhammakaya merupakan sebuah hakekat kebenaran dan lambang kesunyataan, mengapa bukan vairocana melainkan buddha amitabha? memangnya vairocana bukan lambang kebenaran dan kesunyataan?
terus beda amitabha dengan vairocana apa?

kalau menurut penjelasan anda...saya tarik kesimpulan bahwa pikiran buddha gotama tidak pararel dengan buddha amitabha begitu kan mas chingik?
mohon kejelasan lagi..


Quote
3.22. ‘Aku ingat dengan baik, ânanda, ratusan kelompok Khattiya395 yang Kutemui, dan sebelum Aku duduk bersama mereka atau bergabung dalam pembicaraan mereka, Aku meniru penampilan dan gaya bahasa mereka, apa pun itu. Dan Aku menasihati, menginspirasi, memicu semangat, dan menggembirakan mereka dengan khotbah Dhamma. Dan sewaktu Aku berbicara ke pada mereka, mereka tidak mengenali-Ku dan bertanya-tanya: “Siapakah ini yang berbicara seperti ini – dewa atau manusia?” dan setelah menasihati mereka demikian, Aku menghilang, dan mereka masih tidak mengenali: “Ia yang baru saja menghilang – apakah ia dewa atau manusia?”’

3.23. ‘Aku ingat dengan baik ratusan kelompok Brahmana, perumah
tangga, petapa, para dewa dari alam Empat Raja Dewa, para dewa dari alam Tiga-Puluh-Tiga Dewa, màra, Brahmà ... [110] dan mereka masih tidak mengenali: “Ia yang baru saja menghilang – apakah ia dewa atau manusia?” Itu, ânanda, adalah delapan kelompok.’

mengenai upaya-kosalla-nana...yg dilakukan calon bikkhuni bhada, itu dilakukan karena bhada tidak memiliki pencerahan dan Abhinna[kesaktian]
jadi beda kasus....

Bhada tidak memiliki kesaktian, dan memilih membunuh dari pada di bunuh....dalam hal ini posisi terdesak dan tidak bisa berbuat apa-apa.
sedangkan Mahasatva yg telah memiliki pencerahan dan Kesaktian....kok milih jalan membunuh? bukankah masih bisa di ikat..... :o

Quote
yang paling dekat dengan pernyataan mas chingik adalah mahaparinibbana sutta....tentang  pertemuan.

Benar bro Marcedes,
payah sih bro Truth, sudah saya posting tapi tak mau baca, masih nanya lagi. hehe
Jadi gimana tuh , Mahaparinibbana Sutta masak dibilang buku yang penuh kepura-puraan :))
Ya Buddha harus pura-pura dong kalo tidak mana bisa mengajarkan dhamma kepada Dewa Mara, bisa2 Mara malah lari kalang kabut kalo Buddha memperlihatkan wujud aslinya  ;D


Dalam Mahaparinibbana sutta, Sang Buddha mengikuti rupa dari ke delapan jenis mahluk, manusia, dewa dan brahma untuk mengajarkan Dhamma.

Lantas seorang Bodhisatva menurut mas chingik beremanasi menjadi singa dan harimau untuk apa? untuk mengajarkan singa lain mengaum? atau mengajarkan harimau lain membuat anak? atau mengajarkan Dhamma juga? Atau mungkin mengajarkan hewan rimba lainnya bermeditasi?


 :)) :)) :)) :)) :)) :))
walau bikin ketawa, tapi sy rasa pertanyaan yg tepat....
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 24 December 2009, 12:02:39 AM
Quote
yang paling dekat dengan pernyataan mas chingik adalah mahaparinibbana sutta....tentang  pertemuan.

Benar bro Marcedes,
payah sih bro Truth, sudah saya posting tapi tak mau baca, masih nanya lagi. hehe
Jadi gimana tuh , Mahaparinibbana Sutta masak dibilang buku yang penuh kepura-puraan :))
Ya Buddha harus pura-pura dong kalo tidak mana bisa mengajarkan dhamma kepada Dewa Mara, bisa2 Mara malah lari kalang kabut kalo Buddha memperlihatkan wujud aslinya  ;D


Dalam Mahaparinibbana sutta, Sang Buddha mengikuti rupa dari ke delapan jenis mahluk, manusia, dewa dan brahma untuk mengajarkan Dhamma.

Lantas seorang Bodhisatva menurut mas chingik beremanasi menjadi singa dan harimau untuk apa? untuk mengajarkan singa lain mengaum? atau mengajarkan harimau lain membuat anak? atau mengajarkan Dhamma juga? Atau mungkin mengajarkan hewan rimba lainnya bermeditasi?

Nanti akan saya jelaskan.
Jadi benar nih Sang Buddha harus "berpura-pura"?

Lho kok balik bertanya? Kan saya bertanya dahulu? bukankah mas Chingik harusnya menjawab dahulu baru bertanya?  Kemudian saya jawab lalu baru balik bertanya, ya kan?
hehe...oke lah, soalnya pertanyaan bro bikin geli.
Intinya bodhisatva beremanasi dalam wujud apa pun , tujuannya jelas memberi manfaat pd makhluk yg bersangkutan. Sebagai contoh, manfaat itu tidak berarti harus sampai memahami dharma atau sejenisnya pada saat itu juga. Ada kalanya manfaat yg diberikan adalah mengikat/ menabung pertalian jodoh karma yang baik untuk kehidupan berikutnya , sehingga bila bertemu dengan bodhisatva dalam wujud lain lagi akan menimbulkan rasa kedekatan dan menerima nasihat, dan lain sebagainya. Jadi walaupun bodhisatva memiliki kemampuan emanasi, ia tetap tunduk pada prinsip kerja hukum sebab akibat.
Dengan cara apa, ya tentu saja bodhisatva tahu cara yang tepat.
  

Title: Re: Akar perpecahan
Post by: waliagung on 24 December 2009, 01:03:50 AM
tanpa buddha AMITHABA tidak akan ada buddha,buddha amithaba adalah buddha awal bersama 3 buddha lainnya yg melambangkan sifat ketuhanan,apakah haram hukumnya mengimani amithabba sebagai buddha,setahu sy jgnkan amithaba,yesus dan muhamad sj kita harus menyakini bahwa beliau adalah ,manusia yg tela menyebarkan jln kebenaran untuk manusia dan menuju alam bahagia walaupun beda bahasanya.,.,.,.,.,.,.,
malah yg sy liat theravada sy kaku dlm menerapkan aturan budhis,kalo sy memilih aliran TRIDHAMMA lebih netral dlm berpandangan dan universal dlm berpikir,.,.,.,

AMITOHPO
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 24 December 2009, 01:06:51 AM
Quote
loh saya cuma minta perbedaan antara trinitas dan trikaya...
Singkat saja, Allah itu adalah suatu entitas yang tunggal, monopoli tunggal
Dharmakaya adalah dimliiki setiap Buddha , lebih dari itu dimiliki setiap makluk yg berhasil menjadi Buddha.
Bagaimana bisa sama?

Anak Tuhan  (Yesus) tampil berkomunikasi dengan Allah Bapanya, itulah sebabnya Yesus memannggilnya Bapa, suatu entitas yg terpisah.
Sakyamuni sebagai Nirmanakaya, hubungannya dengan  Dharmakaya adalah tak terpisahkan. Bagaikan bulan dengan representasi bayangan bulan, tak terpisahkan. Bagaimana bisa sama?

Roh Kudus adalah jiwa yang bersifat kekal abadi
Sambhogakaya adalah hasil manifestasi yang muncul dari hasil kontemplasi setiap manusia saat mencapai Pencerahan. Tanpa pencapaian itu maka Sambhogakaya tidak akan muncul. Bagaimana bisa sama?
 
Jadi korelasi dan interaksi antara ketiga atribut Kaya itu sudah berbeda dengan korelasi interaksi antar 3 aspek Trinitas  , yang beda kenapa harus disamakan


Quote
Buddha mengatakan kepada ananda mengenai beberapa kotbah..disitu sudah ada para Arahat yang mengerti tentang apa yang dikatakan buddha..

coba balik ke sutta...pernahkah buddha membabarkan sesuatu yang tidak di mengerti oleh para Arahat sendiri atau tidak dimengerti oleh satu pun audience nya. 

dan sampai sekarang berarti Buddha telah mengajarkan sesuatu yang useless kepada kita mengenai konsep yg tidak mungkin kita mengerti...jadi apa tujuan buddha membabarkan hal yg tidak akan kita mengerti?
ini seperti mengajar para anak TK mengenai pelajaran rumit seperti Hukum fisika. yg sudah nyata tidak akan mungkin di mengerti oleh anak TK tersebut...
apakah anak TK yg bodoh atau guru nya yg bodoh?...silahkan anda jawab sendiri.
Dalam Mahayana, Trikaya juga adalah kotbah yg diberikan Buddha, lalu mengapa awalnya harus membuat pertanyaan soal siapa yang ngerti dan tidak. Jika penjelasan anda seperti itu, maka anda sendiri telah menjawabnya.

Quote
seperti nya anda berusaha menjelaskan mengenai Trikaya..oke..

sekarang sy tanya...apa maksud dari
dharma kaya = buddha amitabha.
sambogha kaya = Bodhisattva Avalokistesvara
nirmana kaya = buddha gotama...

mengapa bukan dharmakaya = vairocana misalnya...mengapa harus buddha amitabha
kalau dikatakan Dhammakaya merupakan sebuah hakekat kebenaran dan lambang kesunyataan, mengapa bukan vairocana melainkan buddha amitabha? memangnya vairocana bukan lambang kebenaran dan kesunyataan?
terus beda amitabha dengan vairocana apa?

kalau menurut penjelasan anda...saya tarik kesimpulan bahwa pikiran buddha gotama tidak pararel dengan buddha amitabha begitu kan mas chingik?
mohon kejelasan lagi..
Pemahaman bro sudah melenceng, jadi pertanyaan yang dibuat juga jadi aneh.
Kata siapa dharmakaya hanya dimiliki Buddha Amitabha , sedangkan Vairocana tidak ada?
Setiap Buddha memilki Trikaya.

Quote
mengenai upaya-kosalla-nana...yg dilakukan calon bikkhuni bhada, itu dilakukan karena bhada tidak memiliki pencerahan dan Abhinna[kesaktian]
jadi beda kasus....

Bhada tidak memiliki kesaktian, dan memilih membunuh dari pada di bunuh....dalam hal ini posisi terdesak dan tidak bisa berbuat apa-apa.
sedangkan Mahasatva yg telah memiliki pencerahan dan Kesaktian....kok milih jalan membunuh? bukankah masih bisa di ikat.....
Berarti selama ini bro berdiskusi sambil menutupi sebelah mata dan hanya terpaku pada kosa kata membunuh tanpa lihat hubungan sebab akibat dari jalan ceritanya.
Apakah segala sesuatu bisa diselesaikan dengan kesaktian? Tanyakan dong pada Y.A Moggallana.
Intinya semua harus dilihat dari hubungan sebab akibatnya bro, dan kasus bodhisatva ini juga demikian, walaupun tercerahkan bukan berarti mahakuasa  , bodhisatva beda dengan konsep Tuhan. masak itu saja anda tidak tahu. Dan dari awal sudah dijelaskan bahwa saat itu bodhisatva memang punya satu pilihan membunuh. Bukan berarti punya kesaktian lalu bebas digunakan tanpa pertimbangan hubungan sebab akibat. 


Quote
walau bikin ketawa, tapi sy rasa pertanyaan yg tepat....
pertanyaan tepat bagaimana? justru ini mencerminkan pertanyaan yg tidak berbobot.
Memangnya yg namanya mengajar di alam hewan harus dituntut persis dapat dimengerti sama dengan kondisi yang bersifat manusiawi yang harus sesuai dengan logika manusia? Jataka saja sudah menunjukkan bagaimana bodhisatta sebagai hewan memiliki kesadaran khusus yg mampu mengorbankan diri. Apa bro Truth mau meledek lagi bahwa bodhisatta di Jataka itu cuma bisa ngajar hewan lain bermeditasi. 
 
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 24 December 2009, 01:11:01 AM
tanpa buddha AMITHABA tidak akan ada buddha,buddha amithaba adalah buddha awal bersama 3 buddha lainnya yg melambangkan sifat ketuhanan,apakah haram hukumnya mengimani amithabba sebagai buddha,setahu sy jgnkan amithaba,yesus dan muhamad sj kita harus menyakini bahwa beliau adalah ,manusia yg tela menyebarkan jln kebenaran untuk manusia dan menuju alam bahagia walaupun beda bahasanya.,.,.,.,.,.,.,
malah yg sy liat theravada sy kaku dlm menerapkan aturan budhis,kalo sy memilih aliran TRIDHAMMA lebih netral dlm berpandangan dan universal dlm berpikir,.,.,.,

AMITOHPO
hehe...bro Marcedes tambah bingung deh..
Buddha Amitabha bukan Buddha Awal . Dalam Amitabha Sutra sudah menjelaskan bahwa Buddha Amitabha mencapai pencerahan 10 kalpa yang lalu.
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: The Ronald on 24 December 2009, 07:42:38 AM
... eh plz,  maha paribannasutta..tidak ada di mahayana, adanya di theravada, dan isinya sama sekali tidak seperti yg kalian bicarakan, yg kalian bicarakan itu mahaparinirvana sutta, suttanya mahayana
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: Nevada on 24 December 2009, 09:16:15 AM
Quote from: Mahaparinibbana Sutta - Digha Nikaya, © DhammaCitta Press 2009
...

3.21. ‘Ānanda, delapan [jenis] kelompok ini. Apakah delapan ini? Kelompok Khattiya, kelompok Brahmana, kelompok perumah tangga, kelompok petapa, kelompok para dewa dari alam Empat Raja Dewa, kelompok para dewa dari alam Tiga-Puluh-Tiga Dewa, kelompok māra, kelompok Brahmā.’

3.22. ‘Aku ingat dengan baik, Ānanda, ratusan kelompok Khattiya395 yang Kutemui, dan sebelum Aku duduk bersama mereka atau bergabung dalam pembicaraan mereka, Aku meniru penampilan dan gaya bahasa mereka, apa pun itu. Dan Aku menasihati, menginspirasi, memicu semangat, dan menggembirakan mereka dengan khotbah Dhamma. Dan sewaktu Aku berbicara kepada mereka, mereka tidak mengenali-Ku dan bertanya-tanya: “Siapakah ini yang berbicara seperti ini – dewa atau manusia?” dan setelah menasihati mereka demikian, Aku menghilang, dan mereka masih tidak mengenali: “Ia yang baru saja menghilang – apakah ia dewa atau manusia?”’

3.23. ‘Aku ingat dengan baik ratusan kelompok Brahmana, perumah tangga, petapa, para dewa dari alam Empat Raja Dewa, para dewa dari alam Tiga-Puluh-Tiga Dewa, māra, Brahmā ... [110] dan mereka masih tidak mengenali: “Ia yang baru saja menghilang – apakah ia dewa atau manusia?” Itu, Ānanda, adalah delapan kelompok.’

...

Apakah petikan Sutta ini yang dimaksud Bro marcedes dan Bro chingik?
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: truth lover on 24 December 2009, 09:24:39 AM
Quote
yang paling dekat dengan pernyataan mas chingik adalah mahaparinibbana sutta....tentang  pertemuan.

Benar bro Marcedes,
payah sih bro Truth, sudah saya posting tapi tak mau baca, masih nanya lagi. hehe
Jadi gimana tuh , Mahaparinibbana Sutta masak dibilang buku yang penuh kepura-puraan :))
Ya Buddha harus pura-pura dong kalo tidak mana bisa mengajarkan dhamma kepada Dewa Mara, bisa2 Mara malah lari kalang kabut kalo Buddha memperlihatkan wujud aslinya  ;D


Dalam Mahaparinibbana sutta, Sang Buddha mengikuti rupa dari ke delapan jenis mahluk, manusia, dewa dan brahma untuk mengajarkan Dhamma.

Lantas seorang Bodhisatva menurut mas chingik beremanasi menjadi singa dan harimau untuk apa? untuk mengajarkan singa lain mengaum? atau mengajarkan harimau lain membuat anak? atau mengajarkan Dhamma juga? Atau mungkin mengajarkan hewan rimba lainnya bermeditasi?

Nanti akan saya jelaskan.
Jadi benar nih Sang Buddha harus "berpura-pura"?

Lho kok balik bertanya? Kan saya bertanya dahulu? bukankah mas Chingik harusnya menjawab dahulu baru bertanya?  Kemudian saya jawab lalu baru balik bertanya, ya kan?
hehe...oke lah, soalnya pertanyaan bro bikin geli.
Intinya bodhisatva beremanasi dalam wujud apa pun , tujuannya jelas memberi manfaat pd makhluk yg bersangkutan. Sebagai contoh, manfaat itu tidak berarti harus sampai memahami dharma atau sejenisnya pada saat itu juga. Ada kalanya manfaat yg diberikan adalah mengikat/ menabung pertalian jodoh karma yang baik untuk kehidupan berikutnya , sehingga bila bertemu dengan bodhisatva dalam wujud lain lagi akan menimbulkan rasa kedekatan dan menerima nasihat,  dan lain sebagainya. Jadi walaupun bodhisatva memiliki kemampuan emanasi, ia tetap tunduk pada prinsip kerja hukum sebab akibat.  Dengan cara apa, ya tentu saja bodhisatva tahu cara yang tepat.
  

Nah gitu dong bisa nyambung nih ama mas chingik, Benar di Mahaparinibbana sutta ada dikatakan sang Buddha kadang-kadang menyamar sebagai mahluk lain, tapi tidak pernah menyamar sebagai mahluk alam lebih rendah dari manusia.

Sekarang saya tanya mas Chingik menabung pertalian jodoh karma yang baik? Apakah tidak salah? apakah harus Bodhisatva yang menyambung tali karma? Apakah Bodhisatva ketemu dengan hewan teman-temannya bukan karena karma masa lalu? Apakah mengikat tali perjodohan karma baik di alam hewan? Mengapa tidak di alam manusia terus? menunggu hewan-hewan tersebut lahir di alam manusia? Atau alam hewan lebih baik daripada alam manusia?

Dikatakan walaupun Bodhisatva memiliki kemampuan emanasi ia tetap tunduk pada hukum sebab dan akibat, saya setuju hal ini, cuma bertentangan dengan pernyataan mas Chingik sendiri. Dengan sebab terlahir sebagai singa atau harimau, apakah makan rumput atau daun-daunan sebagai akibat?

Atau mungkin dibalik, dengan sebab suka makan daging di kehidupan lalu, setelah menjadi kerbau lalu suka makan daging juga? Mungkinkah?
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: Nevada on 24 December 2009, 09:30:07 AM
Quote
yang paling dekat dengan pernyataan mas chingik adalah mahaparinibbana sutta....tentang  pertemuan.

Benar bro Marcedes,
payah sih bro Truth, sudah saya posting tapi tak mau baca, masih nanya lagi. hehe
Jadi gimana tuh , Mahaparinibbana Sutta masak dibilang buku yang penuh kepura-puraan :))
Ya Buddha harus pura-pura dong kalo tidak mana bisa mengajarkan dhamma kepada Dewa Mara, bisa2 Mara malah lari kalang kabut kalo Buddha memperlihatkan wujud aslinya  ;D


Dalam Mahaparinibbana sutta, Sang Buddha mengikuti rupa dari ke delapan jenis mahluk, manusia, dewa dan brahma untuk mengajarkan Dhamma.

Pertemuan? Maksudnya pertemuan relik-relik Sang Buddha yang kelak akan membentuk tubuh Sang Buddha dan mengajarkan Dhamma?

Itu ada di Kitab Komentar, bukan di Mahaparinibbana Sutta...
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: truth lover on 24 December 2009, 09:43:40 AM
Quote
yang paling dekat dengan pernyataan mas chingik adalah mahaparinibbana sutta....tentang  pertemuan.

Benar bro Marcedes,
payah sih bro Truth, sudah saya posting tapi tak mau baca, masih nanya lagi. hehe
Jadi gimana tuh , Mahaparinibbana Sutta masak dibilang buku yang penuh kepura-puraan :))
Ya Buddha harus pura-pura dong kalo tidak mana bisa mengajarkan dhamma kepada Dewa Mara, bisa2 Mara malah lari kalang kabut kalo Buddha memperlihatkan wujud aslinya  ;D


Dalam Mahaparinibbana sutta, Sang Buddha mengikuti rupa dari ke delapan jenis mahluk, manusia, dewa dan brahma untuk mengajarkan Dhamma.

Pertemuan? Maksudnya pertemuan relik-relik Sang Buddha yang kelak akan membentuk tubuh Sang Buddha dan mengajarkan Dhamma?

Itu ada di Kitab Komentar, bukan di Mahaparinibbana Sutta...

Mas Upasaka, maksudnya pertemuan yang ada  di Mahaparinibbana sutta, Digha Nikaya.

http://www.mahindarama.com/e-tipitaka/Digha-Nikaya/dn-16.htm (http://www.mahindarama.com/e-tipitaka/Digha-Nikaya/dn-16.htm)
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: Nevada on 24 December 2009, 10:10:32 AM
Quote
yang paling dekat dengan pernyataan mas chingik adalah mahaparinibbana sutta....tentang  pertemuan.

Benar bro Marcedes,
payah sih bro Truth, sudah saya posting tapi tak mau baca, masih nanya lagi. hehe
Jadi gimana tuh , Mahaparinibbana Sutta masak dibilang buku yang penuh kepura-puraan :))
Ya Buddha harus pura-pura dong kalo tidak mana bisa mengajarkan dhamma kepada Dewa Mara, bisa2 Mara malah lari kalang kabut kalo Buddha memperlihatkan wujud aslinya  ;D


Dalam Mahaparinibbana sutta, Sang Buddha mengikuti rupa dari ke delapan jenis mahluk, manusia, dewa dan brahma untuk mengajarkan Dhamma.

Pertemuan? Maksudnya pertemuan relik-relik Sang Buddha yang kelak akan membentuk tubuh Sang Buddha dan mengajarkan Dhamma?

Itu ada di Kitab Komentar, bukan di Mahaparinibbana Sutta...

Mas Upasaka, maksudnya pertemuan yang ada  di Mahaparinibbana sutta, Digha Nikaya.

http://www.mahindarama.com/e-tipitaka/Digha-Nikaya/dn-16.htm (http://www.mahindarama.com/e-tipitaka/Digha-Nikaya/dn-16.htm)

Oh.. I see.
Thanks...
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 24 December 2009, 10:29:07 AM
Quote
Nah gitu dong bisa nyambung nih ama mas chingik, Benar di Mahaparinibbana sutta ada dikatakan sang Buddha kadang-kadang menyamar sebagai mahluk lain, tapi tidak pernah menyamar sebagai mahluk alam lebih rendah dari manusia.
Benar, di Sutta itu memang tidak menyebutkan menyamar sebagai makhluk alam rendah, karena bukan isu itu yg kita bicarakan. Yang kita bicarakan berkenaan dengan Sutta ini adalah masalah "kepura-puraannya". Jadi menurut bro, mengapa harus berpura-pura?  

Quote
Sekarang saya tanya mas Chingik menabung pertalian jodoh karma yang baik? Apakah tidak salah? apakah harus Bodhisatva yang menyambung tali karma? Apakah Bodhisatva ketemu dengan hewan teman-temannya bukan karena karma masa lalu? Apakah mengikat tali perjodohan karma baik di alam hewan? Mengapa tidak di alam manusia terus? menunggu hewan-hewan tersebut lahir di alam manusia? Atau alam hewan lebih baik daripada alam manusia?
Dikatakan walaupun Bodhisatva memiliki kemampuan emanasi ia tetap tunduk pada hukum sebab dan akibat, saya setuju hal ini, cuma bertentangan dengan pernyataan mas Chingik sendiri. Dengan sebab terlahir sebagai singa atau harimau, apakah makan rumput atau daun-daunan sebagai akibat?

Atau mungkin dibalik, dengan sebab suka makan daging di kehidupan lalu, setelah menjadi kerbau lalu suka makan daging juga? Mungkinkah?
Prinsip kerja hukum sebab akibat tentu tidak sesimple itu. Mengikat pertalian jodoh karma baik itu dilakukan juga dilhat kondisi yang tepat, dan yang kita lihat adalah bodhisatva beremanasi di alam rendah, tentu sudah menunjukkan bahwa pastilah ada kondisi yang mendukung hingga dia melakukannya. Sama seperti ketika anda melihat seseorang berdiri di atas gedung, maka sudah tentu ada kondisi2 yang mendukung hingga dia bisa berada di atas sana. Tidak perlu tanya dia pakai apa, pakai tangga, pakai lift, pakai helikopter, intinya adalah sudah pasti ada faktor2 dari semua kemungkinan itu, kalo tidak mengapa bisa terlihat di atas gedung. Begitu juga saat bodhisatva ketika berada di alam tertentu, ya sudah jelas karena sudah ada faktor2 yang mendukung keberadaannya.  Dan salah satu faktor pendukungnya adalah Adhitana , kemudian pertalian Karma saling mempengaruhi.
Anda menanyakan mengapa tidak di alam manusia?  tentu ada juga.
 Menunggu hewan terlahir di alam manusia? faktor2 seperti ini juga ada.
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 24 December 2009, 10:29:58 AM
Quote from: Mahaparinibbana Sutta - Digha Nikaya, © DhammaCitta Press 2009
...

3.21. ‘Ānanda, delapan [jenis] kelompok ini. Apakah delapan ini? Kelompok Khattiya, kelompok Brahmana, kelompok perumah tangga, kelompok petapa, kelompok para dewa dari alam Empat Raja Dewa, kelompok para dewa dari alam Tiga-Puluh-Tiga Dewa, kelompok māra, kelompok Brahmā.’

3.22. ‘Aku ingat dengan baik, Ānanda, ratusan kelompok Khattiya395 yang Kutemui, dan sebelum Aku duduk bersama mereka atau bergabung dalam pembicaraan mereka, Aku meniru penampilan dan gaya bahasa mereka, apa pun itu. Dan Aku menasihati, menginspirasi, memicu semangat, dan menggembirakan mereka dengan khotbah Dhamma. Dan sewaktu Aku berbicara kepada mereka, mereka tidak mengenali-Ku dan bertanya-tanya: “Siapakah ini yang berbicara seperti ini – dewa atau manusia?” dan setelah menasihati mereka demikian, Aku menghilang, dan mereka masih tidak mengenali: “Ia yang baru saja menghilang – apakah ia dewa atau manusia?”’

3.23. ‘Aku ingat dengan baik ratusan kelompok Brahmana, perumah tangga, petapa, para dewa dari alam Empat Raja Dewa, para dewa dari alam Tiga-Puluh-Tiga Dewa, māra, Brahmā ... [110] dan mereka masih tidak mengenali: “Ia yang baru saja menghilang – apakah ia dewa atau manusia?” Itu, Ānanda, adalah delapan kelompok.’

...

Apakah petikan Sutta ini yang dimaksud Bro marcedes dan Bro chingik?
benar, bro
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: Edward on 24 December 2009, 10:56:14 AM
tanpa buddha AMITHABA tidak akan ada buddha,buddha amithaba adalah buddha awal bersama 3 buddha lainnya yg melambangkan sifat ketuhanan,apakah haram hukumnya mengimani amithabba sebagai buddha,setahu sy jgnkan amithaba,yesus dan muhamad sj kita harus menyakini bahwa beliau adalah ,manusia yg tela menyebarkan jln kebenaran untuk manusia dan menuju alam bahagia walaupun beda bahasanya.,.,.,.,.,.,.,
malah yg sy liat theravada sy kaku dlm menerapkan aturan budhis,kalo sy memilih aliran TRIDHAMMA lebih netral dlm berpandangan dan universal dlm berpikir,.,.,.,

AMITOHPO
seharusnya penulisannya AMITOFO  :)
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: truth lover on 24 December 2009, 11:40:09 AM
Quote
Quote
Nah gitu dong bisa nyambung nih ama mas chingik, Benar di Mahaparinibbana sutta ada dikatakan sang Buddha kadang-kadang menyamar sebagai mahluk lain, tapi tidak pernah menyamar sebagai mahluk alam lebih rendah dari manusia.
Benar, di Sutta itu memang tidak menyebutkan menyamar sebagai makhluk alam rendah, karena bukan isu itu yg kita bicarakan. Yang kita bicarakan berkenaan dengan Sutta ini adalah masalah "kepura-puraannya". Jadi menurut bro, mengapa harus berpura-pura? 


Di Mahaparinibbana sutta dikatakan Sang Buddha menyamar menjadi kelompok mahluk manusia, dewa dan Brahma untuk mengajarkan Dhamma.
Apakah  Bodhisatva hanya menyamar sebagai singa agar bisa mengajarkan Dhamma kepada hewan rimba?


Quote
Quote
Sekarang saya tanya mas Chingik menabung pertalian jodoh karma yang baik? Apakah tidak salah? apakah harus Bodhisatva yang menyambung tali karma? Apakah Bodhisatva ketemu dengan hewan teman-temannya bukan karena karma masa lalu? Apakah mengikat tali perjodohan karma baik di alam hewan? Mengapa tidak di alam manusia terus? menunggu hewan-hewan tersebut lahir di alam manusia? Atau alam hewan lebih baik daripada alam manusia?
Dikatakan walaupun Bodhisatva memiliki kemampuan emanasi ia tetap tunduk pada hukum sebab dan akibat, saya setuju hal ini, cuma bertentangan dengan pernyataan mas Chingik sendiri. Dengan sebab terlahir sebagai singa atau harimau, apakah makan rumput atau daun-daunan sebagai akibat?
Atau mungkin dibalik, dengan sebab suka makan daging di kehidupan lalu, setelah menjadi kerbau lalu suka makan daging juga? Mungkinkah?
Prinsip kerja hukum sebab akibat tentu tidak sesimple itu. Mengikat pertalian jodoh karma baik itu dilakukan juga dilhat kondisi yang tepat, dan yang kita lihat adalah bodhisatva beremanasi di alam rendah, tentu sudah menunjukkan bahwa pastilah ada kondisi yang mendukung hingga dia melakukannya. Sama seperti ketika anda melihat seseorang berdiri di atas gedung, maka sudah tentu ada kondisi2 yang mendukung hingga dia bisa berada di atas sana. Tidak perlu tanya dia pakai apa, pakai tangga, pakai lift, pakai helikopter, intinya adalah sudah pasti ada faktor2 dari semua kemungkinan itu, kalo tidak mengapa bisa terlihat di atas gedung. Begitu juga saat bodhisatva ketika berada di alam tertentu, ya sudah jelas karena sudah ada faktor2 yang mendukung keberadaannya.  Dan salah satu faktor pendukungnya adalah Adhitana , kemudian pertalian Karma saling mempengaruhi.
Anda menanyakan mengapa tidak di alam manusia?  tentu ada juga.
 Menunggu hewan terlahir di alam manusia? faktor2 seperti ini juga ada.

Hmm menarik.. memilih sengaja emanasi sebagai binatang untuk menjalin ikatan tali perjodohan karma baik? Bahkan didahului dengan adhitana supaya ber-emanasi jadi singa atau harimau?
Pertanyaan saya ber-emanasi jadi singa tidak makan daging, apakah ini hukum sebab akibat?
 
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: truth lover on 24 December 2009, 12:02:23 PM
Quote
Quote
loh saya cuma minta perbedaan antara trinitas dan trikaya...

Singkat saja, Allah itu adalah suatu entitas yang tunggal, monopoli tunggal
Dharmakaya adalah dimliiki setiap Buddha , lebih dari itu dimiliki setiap makluk yg berhasil menjadi Buddha.
Bagaimana bisa sama?

Anak Tuhan  (Yesus) tampil berkomunikasi dengan Allah Bapanya, itulah sebabnya Yesus memannggilnya Bapa, suatu entitas yg terpisah.
Sakyamuni sebagai Nirmanakaya, hubungannya dengan  Dharmakaya adalah tak terpisahkan. Bagaikan bulan dengan representasi bayangan bulan, tak terpisahkan. Bagaimana bisa sama?

Roh Kudus adalah jiwa yang bersifat kekal abadi
Sambhogakaya adalah hasil manifestasi yang muncul dari hasil kontemplasi setiap manusia saat mencapai Pencerahan. Tanpa pencapaian itu maka Sambhogakaya tidak akan muncul. Bagaimana bisa sama?
 
Jadi korelasi dan interaksi antara ketiga atribut Kaya itu sudah berbeda dengan korelasi interaksi antar 3 aspek Trinitas  , yang beda kenapa harus disamakan

Memang agaknya kurang cocok dengan Trinitas mas Marcedes, lebih mirip dengan konsep Atman dan Paramatman.
Bila diumpamakan Dharmakaya adalah Paramatman, yang ada pada setiap atman atau untuk lebih jelasnya setiap Atman adalah bagian dari Paramatman

Jadi bila suatu ketika seseorang mencapai pencerahan maka ia memiliki kemampuan kembali kepada Paramatman, ini seperti Dharmakaya yang dimiliki oleh setiap mahluk yang berhasil menjadi Buddha. Dharmakayanya akan kembali ke Nirvana

Menurut mas Tan, Dharmakaya ini akan selalu bersinar di Nirvana, sama dengan Paramatman yang selalu ada di Nirvana, setiap atman (atta: Pali) akan kembali ke Nirvana.
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: dilbert on 24 December 2009, 12:05:06 PM
Quote
pertama saya minta anda jabarkan perbedaan konsep Trikaya dan Trinitas....kalau saya pribadi mirip saja...mungkin anda lebih tahu jadi saya minta perbedaan tersebut...
jaah...bro yg melemparkan isu ini, seharusnya bro yg jabarkan bagaimana konsep itu bisa sama?? saya saja tidak tahu bagaimana bro bisa anggap sama. Padahal jelas-jelas berbeda secara hakiki. Ingat lho bro, jangan menilai sesuatu dari atributnya, selami makna hakikinya baru simpulkan apakah itu sama atau tidak.
Sebagai info tambahan, Trikaya dalam Mahayana hanya salah satu variabel umum dalam menjelaskan manifestasi Buddha, lebih dari itu ada juga disebut 10 kaya, tergantung konteksnya. Seperti dalam menjelaskan 1 jenis dhamma, 2 jenis dhamma, dan seterusnya.

Quote
kemudian apabila anda sendiri jg kurang paham dan mengerti konsep trikaya...lebih lagi anda tinggal mengatakan bahwa buddha adalah Upayakausalya...
( tidak dapat dimengerti oleh akal sehat dan pikiran )
Trikaya secara konseptual tidak perlu dikaitkan dengan apakah saya ngerti atau tidak. Saya hanya berkapasitas menjelaskan bagaimana ini eksis dalam Sutra Mahayana dan merupakan wejangan dari Buddha. 
Saya merasa geli sendiri bahwa mengapa bro mencampurkan masalah upaya kausalya di sini. Saya mengerti maksud bro , jadi  mari saya klarifikasi sedikit lagi bahwa Upaya Kausalya bukanlah semacam alasan utk menutupi sesuatu yang tidak logis di mata anda. Upaya Kausalya adalah cara-cara yang digunakan utk memberi manfaat pada para makhluk, yang semua itu tidak terhindar dari prinsip hubungan sebab akibat.
 
Quote
jadi sebenarnya konsep Trikaya itu muncul dari orang yg mengerti atau tidak mengerti?
apakah arahat yang menulis konsep trikaya adalah sammasambuddha? jelas bukan....jadi siapa yang berani menulis konsep trikaya serta menjabarkan konsep ini kalau diri sendiri tidak mengerti..
apakah bisa paham maksud saya?
Arahat yang menulis konsep ini memang bukan Sammasambuddha. Tetapi konseptual ini kan berasal dari wejangan Buddha, tidak perlu harus mengerti. Sama seperti Ananda saat belum mengalami Nibbana, Sang Buddha tetap mewejangkannya kepada Ananda. Taruhlah Ananda akhirnya mencapai Nibbana, tetapi Ananda tidak mengerti tentang pengetahuan sempurna (Sabbannuta nana) seorang Sammasammbuddha juga, toh juga menkonseptualkannya hingga akhrinya muncul dalam Sutra bentuk tulisan ,bukan?   

Quote
sekalian sy tanyakan
jika anda katakan bahwa Trikaya itu berpusat 1, apakah ketika pikiran Buddha gotama itu pararel dengan Avalokitesvara? dan Amitabha...mengingat sebenarnya adalah satu...
apabila tidak pararel...apakah Buddha dengan gampang nya menciptakan Buddha baru?
Pengertian satu itu apakah segampang itu mencernanya seperti menganggap air sama dengan susu?
Paham maksud saya? Air susu dan air laut berbeda, tetapi secara substantif ia berasal dari satu sumber yakni unsur air . Tetapi tidak berarti air susu harus muncul dari air laut.
Yang dikatakan SATU itu karena ia memiliki substansi yang sama yaitu sama sama unsur Air.
Dharmakaya ibarat unsur air, dari aspek ini maka disebut semua Buddha itu sama karena sama-sama memiliki hakikat (baca:unsur) yang sama dalam dirinya. Bukan berarti Buddha Gotama = Buddhha Amitabha hingga membuat orang bingung. Yang dikatakan sama itu adalah aspek Dharmakaya, aspek hakiki dalam dirinya yakni potensi Kebuddhaannya.


Berarti bro ching-ik setuju bahwa usaha upaya kausalya masih berhubungan dengan sebab akibat (a.k.a. hukum hetu phala) ? Jika demikian, memang-lah hal ini sesuai dengan apa yang disabda-kan di dalam Sutra Intan...
Ketika seorang individu (bahkan dalam level bodhisatta) masih berkutat pada pikiran untuk ini, untuk itu, bahkan untuk usaha mulia (chanda) maka seyogia-nya tidak akan bisa mencapai apa yang disebut dengan ke-BUDDHA-an...

Dengan ini berarti bahwa pada level kesucian, seorang bodhisatta tidak akan bisa menyama-i seorang savaka.
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 24 December 2009, 12:06:29 PM
Quote
Di Mahaparinibbana sutta dikatakan Sang Buddha menyamar menjadi kelompok mahluk manusia, dewa dan Brahma untuk mengajarkan Dhamma.
Apakah  Bodhisatva hanya menyamar sebagai singa agar bisa mengajarkan Dhamma kepada hewan rimba?
tentu tidak.  Lihat kisah Jataka.  
Menurut bro mengapa Sang Buddha harus menyamar?

Quote
Hmm menarik.. memilih sengaja emanasi sebagai binatang untuk menjalin ikatan tali perjodohan karma baik? Bahkan didahului dengan adhitana supaya ber-emanasi jadi singa atau harimau?
Pertanyaan saya ber-emanasi jadi singa tidak makan daging, apakah ini hukum sebab akibat?
tentu saja hukum sebab akibat. Proses kerja sebab akibat itu dipertimbangkan makanya baru memilih utk beremanasi. Tidak makan daging pun tidak berarti harus menunjukkan fenomena yang nyata. Sama seperti Sang Buddha menyamar jadi dewa ,mara, brahma, itu bukan fenomena nyata sebagai dewa, mara atau brahma.
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: dilbert on 24 December 2009, 12:11:29 PM
tanpa buddha AMITHABA tidak akan ada buddha,buddha amithaba adalah buddha awal bersama 3 buddha lainnya yg melambangkan sifat ketuhanan,apakah haram hukumnya mengimani amithabba sebagai buddha,setahu sy jgnkan amithaba,yesus dan muhamad sj kita harus menyakini bahwa beliau adalah ,manusia yg tela menyebarkan jln kebenaran untuk manusia dan menuju alam bahagia walaupun beda bahasanya.,.,.,.,.,.,.,
malah yg sy liat theravada sy kaku dlm menerapkan aturan budhis,kalo sy memilih aliran TRIDHAMMA lebih netral dlm berpandangan dan universal dlm berpikir,.,.,.,

AMITOHPO

Apakah Buddha Amitabha itu semacam CAUSA PRIMA ? Tanpa-Buddha Amitabha, tidak akan ada BUDDHA... Kok mirip sama tetangga ya... Tanpa melalu SAYA, tidak akan ada SURGA....  ;D

Title: Re: Akar perpecahan
Post by: dilbert on 24 December 2009, 12:12:35 PM
Quote
Di Mahaparinibbana sutta dikatakan Sang Buddha menyamar menjadi kelompok mahluk manusia, dewa dan Brahma untuk mengajarkan Dhamma.
Apakah  Bodhisatva hanya menyamar sebagai singa agar bisa mengajarkan Dhamma kepada hewan rimba?
tentu tidak.  Lihat kisah Jataka. 
Menurut bro mengapa Sang Buddha harus menyamar?

Quote
Hmm menarik.. memilih sengaja emanasi sebagai binatang untuk menjalin ikatan tali perjodohan karma baik? Bahkan didahului dengan adhitana supaya ber-emanasi jadi singa atau harimau?
Pertanyaan saya ber-emanasi jadi singa tidak makan daging, apakah ini hukum sebab akibat?
tentu saja hukum sebab akibat. Proses kerja sebab akibat itu dipertimbangkan makanya baru memilih utk beremanasi. Tidak makan daging pun tidak berarti harus menunjukkan fenomena yang nyata. Sama seperti Sang Buddha menyamar jadi dewa ,mara, brahma, itu bukan fenomena nyata sebagai dewa, mara atau brahma.

Di dalam JATAKA apakah bukan biasanya disebutkan, di dalam salah satu kelahiran-nya... tumimbal lahir (punnabhava) bukan ber-emanasi ?
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 24 December 2009, 12:13:31 PM
Quote
Berarti bro ching-ik setuju bahwa usaha upaya kausalya masih berhubungan dengan sebab akibat (a.k.a. hukum hetu phala) ? Jika demikian, memang-lah hal ini sesuai dengan apa yang disabda-kan di dalam Sutra Intan...
Ketika seorang individu (bahkan dalam level bodhisatta) masih berkutat pada pikiran untuk ini, untuk itu, bahkan untuk usaha mulia (chanda) maka seyogia-nya tidak akan bisa mencapai apa yang disebut dengan ke-BUDDHA-an...

Dengan ini berarti bahwa pada level kesucian, seorang bodhisatta tidak akan bisa menyama-i seorang savaka.
Bodhisatva sudah tidak memiliki kemelekatan. Yang saya maksudkan dari tak terhindar dari hukum sebab akibat itu adalah saat terjadi korelasi dengan makhluk yang bersangkutan. Seperti halnya Sang Buddha ketika akan mengajarkan dhamma kepada salah satu calon Arahat, Dia juga mempertimbangkan kondisi kapan saat yang tepat. Kondisi inilah yang saya maksudkan sebagai bagian dari sebab akibat.  
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 24 December 2009, 12:17:34 PM
Quote
Di Mahaparinibbana sutta dikatakan Sang Buddha menyamar menjadi kelompok mahluk manusia, dewa dan Brahma untuk mengajarkan Dhamma.
Apakah  Bodhisatva hanya menyamar sebagai singa agar bisa mengajarkan Dhamma kepada hewan rimba?
tentu tidak.  Lihat kisah Jataka. 
Menurut bro mengapa Sang Buddha harus menyamar?

Quote
Hmm menarik.. memilih sengaja emanasi sebagai binatang untuk menjalin ikatan tali perjodohan karma baik? Bahkan didahului dengan adhitana supaya ber-emanasi jadi singa atau harimau?
Pertanyaan saya ber-emanasi jadi singa tidak makan daging, apakah ini hukum sebab akibat?
tentu saja hukum sebab akibat. Proses kerja sebab akibat itu dipertimbangkan makanya baru memilih utk beremanasi. Tidak makan daging pun tidak berarti harus menunjukkan fenomena yang nyata. Sama seperti Sang Buddha menyamar jadi dewa ,mara, brahma, itu bukan fenomena nyata sebagai dewa, mara atau brahma.

Di dalam JATAKA apakah bukan biasanya disebutkan, di dalam salah satu kelahiran-nya... tumimbal lahir (punnabhava) bukan ber-emanasi ?
Benar, Jataka menganggapnya sebagai punnabhava, tetapi dari sudut pandang Mahayana, sesungguhnya itu adalah emanasi, karena tidak mungkin seorang Bodhisatva yang telah divyakarana oleh Buddha, masih terlahir di alam rendah. Kecuali belum divyakarana, maka wajar masih terlahir di alam rendah.
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: dilbert on 24 December 2009, 12:19:01 PM
Quote
Berarti bro ching-ik setuju bahwa usaha upaya kausalya masih berhubungan dengan sebab akibat (a.k.a. hukum hetu phala) ? Jika demikian, memang-lah hal ini sesuai dengan apa yang disabda-kan di dalam Sutra Intan...
Ketika seorang individu (bahkan dalam level bodhisatta) masih berkutat pada pikiran untuk ini, untuk itu, bahkan untuk usaha mulia (chanda) maka seyogia-nya tidak akan bisa mencapai apa yang disebut dengan ke-BUDDHA-an...

Dengan ini berarti bahwa pada level kesucian, seorang bodhisatta tidak akan bisa menyama-i seorang savaka.
Bodhisatva sudah tidak memiliki kemelekatan. Yang saya maksudkan dari tak terhindar dari hukum sebab akibat itu adalah saat terjadi korelasi dengan makhluk yang bersangkutan. Seperti halnya Sang Buddha ketika akan mengajarkan dhamma kepada salah satu calon Arahat, Dia juga mempertimbangkan kondisi kapan saat yang tepat. Kondisi inilah yang saya maksudkan sebagai bagian dari sebab akibat.  

Konteks BUDDHA juga tidak berkorelasi dengan apa yang di perbuat oleh seorang Bodhisatta. Karena di dalam riwayat hidup BUDDHA GOTAMA ketika masih hidup, Buddha sudah tidak menciptakan karma lagi. Karena yang saya pahami dari seorang individu yang menjalani karir sebagai seorang bodhisatta (setelah di adithana oleh seorang sammasambuddha) adalah bahwa individu tersebut masih belum mencapai tingkat kesucian apapun (walaupun secara parami mungkin sudah, tetapi belum di tamat-kan). Jadi masih tetap alur logis dari apa yang saya dapatkan dari Pali Kanon lebih nyambung...

Title: Re: Akar perpecahan
Post by: dilbert on 24 December 2009, 12:22:38 PM
Quote
Di Mahaparinibbana sutta dikatakan Sang Buddha menyamar menjadi kelompok mahluk manusia, dewa dan Brahma untuk mengajarkan Dhamma.
Apakah  Bodhisatva hanya menyamar sebagai singa agar bisa mengajarkan Dhamma kepada hewan rimba?
tentu tidak.  Lihat kisah Jataka. 
Menurut bro mengapa Sang Buddha harus menyamar?

Quote
Hmm menarik.. memilih sengaja emanasi sebagai binatang untuk menjalin ikatan tali perjodohan karma baik? Bahkan didahului dengan adhitana supaya ber-emanasi jadi singa atau harimau?
Pertanyaan saya ber-emanasi jadi singa tidak makan daging, apakah ini hukum sebab akibat?
tentu saja hukum sebab akibat. Proses kerja sebab akibat itu dipertimbangkan makanya baru memilih utk beremanasi. Tidak makan daging pun tidak berarti harus menunjukkan fenomena yang nyata. Sama seperti Sang Buddha menyamar jadi dewa ,mara, brahma, itu bukan fenomena nyata sebagai dewa, mara atau brahma.

Di dalam JATAKA apakah bukan biasanya disebutkan, di dalam salah satu kelahiran-nya... tumimbal lahir (punnabhava) bukan ber-emanasi ?
Benar, Jataka menganggapnya sebagai punnabhava, tetapi dari sudut pandang Mahayana, sesungguhnya itu adalah emanasi, karena tidak mungkin seorang Bodhisatva yang telah divyakarana oleh Buddha, masih terlahir di alam rendah. Kecuali belum divyakarana, maka wajar masih terlahir di alam rendah.

Karena memang konsep di dalam sudut pandang Mahayana seperti itu, jadi harus di muncul-kan lagi istilah EMANASI... sedangkan di dalam Pali Kanon, memang sudah disebutkan persyaratan apa saja seorang bodhisatta bakal terlahir kan kembali... Kalau tidak salah, tidak akan terlahir di alam neraka, kalau terlahir sebagai binatang, tidak akan lebih kecil dari burung puyuh dan sebagainya...
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: Nevada on 24 December 2009, 12:28:55 PM
Kalau memakai analogi game RPG untuk contoh kasus Parami Bodhisatta dan pencapaian tingkat Arahat...

Menurut Theravada:
- Untuk mencapai tingkat Arahat (Savaka Buddha), seseorang harus mencabut lobha-dosa-moha (baca: langsung mengalahkan Big Bosses, dan game pun selesai).
- Untuk mencapai tingkat Sammasambuddha, seseorang harus mengumpulkan Parami (baca: mengumpulkan experience supaya naik level sampai level tertinggi; baru kalahkan Big Bosses, dan game pun selesai).

Menurut Mahayana:
- Di tingkat Arhat (Sravaka Buddha), seseorang yang sudah mencabut lobha-dosa-moha (baca: mengalahkan Big Bosses) sebenarnya belum selesai (baca: game belum selesai). Masih bisa terlahir kembali dan melanjutkan petualangan untuk menjadi Samyaksambuddha.
- Di tingkat Bodhisattva (mengambil jalan Samyaksambodhi), seseorang akan mengumpulkan Paramitha (baca: mengumpulkan experience supaya naik level; dan abilitynya jauh di atas Arahat) dan juga mencabut lobha-dosa-moha, barulah dikatakan sudah selesai (baca: game sudah selesai). Tapi setelah menjadi Samyaksambuddha, dia pasti akan menolong makhluk lain (baca: mengajarkan jalan ini / memberikan walkthrough kepada karakter lain).

Kurang lebih seperti itu... ;D
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 24 December 2009, 12:37:31 PM
Quote
Berarti bro ching-ik setuju bahwa usaha upaya kausalya masih berhubungan dengan sebab akibat (a.k.a. hukum hetu phala) ? Jika demikian, memang-lah hal ini sesuai dengan apa yang disabda-kan di dalam Sutra Intan...
Ketika seorang individu (bahkan dalam level bodhisatta) masih berkutat pada pikiran untuk ini, untuk itu, bahkan untuk usaha mulia (chanda) maka seyogia-nya tidak akan bisa mencapai apa yang disebut dengan ke-BUDDHA-an...

Dengan ini berarti bahwa pada level kesucian, seorang bodhisatta tidak akan bisa menyama-i seorang savaka.
Bodhisatva sudah tidak memiliki kemelekatan. Yang saya maksudkan dari tak terhindar dari hukum sebab akibat itu adalah saat terjadi korelasi dengan makhluk yang bersangkutan. Seperti halnya Sang Buddha ketika akan mengajarkan dhamma kepada salah satu calon Arahat, Dia juga mempertimbangkan kondisi kapan saat yang tepat. Kondisi inilah yang saya maksudkan sebagai bagian dari sebab akibat.  

Konteks BUDDHA juga tidak berkorelasi dengan apa yang di perbuat oleh seorang Bodhisatta. Karena di dalam riwayat hidup BUDDHA GOTAMA ketika masih hidup, Buddha sudah tidak menciptakan karma lagi. Karena yang saya pahami dari seorang individu yang menjalani karir sebagai seorang bodhisatta (setelah di adithana oleh seorang sammasambuddha) adalah bahwa individu tersebut masih belum mencapai tingkat kesucian apapun (walaupun secara parami mungkin sudah, tetapi belum di tamat-kan). Jadi masih tetap alur logis dari apa yang saya dapatkan dari Pali Kanon lebih nyambung...


Arah pembicaraan kita adalah kaitan upaya kausalya dan hukum sebab akibat. Dalam hal ini , saya tidak menolak bahwa Buddha tidak menciptakan karma lagi. Saya hanya menekankan bahwa sebab akibat yg saya maksud di sini seperti hal  nya ketika Buddha mengajarkan dhamma, Beliau juga mempertimbangkan korelasi karma dari makhluk yg bersangkutan.
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: truth lover on 24 December 2009, 12:43:04 PM
Quote
Quote
Di Mahaparinibbana sutta dikatakan Sang Buddha menyamar menjadi kelompok mahluk manusia, dewa dan Brahma untuk mengajarkan Dhamma. Apakah  Bodhisatva hanya menyamar sebagai singa agar bisa mengajarkan Dhamma kepada hewan rimba?

tentu tidak.  Lihat kisah Jataka.
  Jadi menyamar untuk apa?  mengikat tali perjodohan karma baik dengan hewan-hewan rimba?
Quote
Menurut bro mengapa Sang Buddha harus menyamar?

Walah piye toh mas Chingik iki dibaca toh mas.... yang di-color biru.

Quote
Quote
Hmm menarik.. memilih sengaja emanasi sebagai binatang untuk menjalin ikatan tali perjodohan karma baik? Bahkan didahului dengan adhitana supaya ber-emanasi jadi singa atau harimau?
Pertanyaan saya ber-emanasi jadi singa tidak makan daging, apakah ini hukum sebab akibat?
tentu saja hukum sebab akibat. Proses kerja sebab akibat itu dipertimbangkan makanya baru memilih utk beremanasi. Tidak makan daging pun tidak berarti harus menunjukkan fenomena yang nyata. Sama seperti Sang Buddha menyamar jadi dewa ,mara, brahma, itu bukan fenomena nyata sebagai dewa, mara atau brahma.

Sang Buddha menyamar dengan mempertunjukkan kesaktian menyalin-rupa yang disebut vikubbana iddhi, itu bukan emanasi. Dewadatta juga pernah memperlihatkan kesaktian ini kepada pangeran Ajatasattu.

Apakah Bodhisatva menyalin rupa menjadi harimau atau singa? lalu sambil menyalin-rupa beranak-pinak? dan beramah-tamah mengikat tali perjodohan karma baik dengan berbagai hewan rimba?
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 24 December 2009, 12:52:18 PM
Quote
Di Mahaparinibbana sutta dikatakan Sang Buddha menyamar menjadi kelompok mahluk manusia, dewa dan Brahma untuk mengajarkan Dhamma.
Apakah  Bodhisatva hanya menyamar sebagai singa agar bisa mengajarkan Dhamma kepada hewan rimba?
tentu tidak.  Lihat kisah Jataka.  
Menurut bro mengapa Sang Buddha harus menyamar?

Quote
Hmm menarik.. memilih sengaja emanasi sebagai binatang untuk menjalin ikatan tali perjodohan karma baik? Bahkan didahului dengan adhitana supaya ber-emanasi jadi singa atau harimau?
Pertanyaan saya ber-emanasi jadi singa tidak makan daging, apakah ini hukum sebab akibat?
tentu saja hukum sebab akibat. Proses kerja sebab akibat itu dipertimbangkan makanya baru memilih utk beremanasi. Tidak makan daging pun tidak berarti harus menunjukkan fenomena yang nyata. Sama seperti Sang Buddha menyamar jadi dewa ,mara, brahma, itu bukan fenomena nyata sebagai dewa, mara atau brahma.

Di dalam JATAKA apakah bukan biasanya disebutkan, di dalam salah satu kelahiran-nya... tumimbal lahir (punnabhava) bukan ber-emanasi ?
Benar, Jataka menganggapnya sebagai punnabhava, tetapi dari sudut pandang Mahayana, sesungguhnya itu adalah emanasi, karena tidak mungkin seorang Bodhisatva yang telah divyakarana oleh Buddha, masih terlahir di alam rendah. Kecuali belum divyakarana, maka wajar masih terlahir di alam rendah.

Karena memang konsep di dalam sudut pandang Mahayana seperti itu, jadi harus di muncul-kan lagi istilah EMANASI... sedangkan di dalam Pali Kanon, memang sudah disebutkan persyaratan apa saja seorang bodhisatta bakal terlahir kan kembali... Kalau tidak salah, tidak akan terlahir di alam neraka, kalau terlahir sebagai binatang, tidak akan lebih kecil dari burung puyuh dan sebagainya...
Bukan soal harus dimunculkan. Itu sudah merupakan adhitana dari seorang bodhisatva, dan utk bisa sperti itu, dia harus menghancurkan kemelekatan.
Dalam Theravada tentang kelahiran di alam rendah, saya memang ingin tahu apa sebabnya. hehe..tapi blm ada ya kasi penjelasan. Masalahnya disebutkan bahwa saat setelah diramal oleh Buddha Dipankara, cita-cita agung dan Parami bodhisatva sudah Tidak Terbelokkan lagi. Istilah dalam Mahayana menyebutkan "tidak akan merosot lagi", jadi walaupun Theravada bilang belum mencapai kesucian, okela, tetapi arah Parami dikatakan sudah tidak terbelokkan. Artinya Kebajikannya tidak akan mengalami kemunduran, kalo masih ada kemerosotan/terbelokkan berarti bertentangan dengan Paraminya. Tapi kok bisa terbelokkan?
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 24 December 2009, 01:01:28 PM
 
Quote
Jadi untuk apa?  mengikat tali perjodohan karma baik dengan hewan-hewan rimba?
ya

Quote
Menurut bro mengapa Sang Buddha harus menyamar?

Walah piye toh mas Chingik iki dibaca toh mas.... yang di-color biru.
Yang saya tanyakan bukan tujuannya, tapi utk apa harus menggunakan vikubbana iddhi?  Untuk apa gitu lho, kan menurut kalian Sang Buddha tidak perlu harus berpura-pura. Apakah Sang Buddha mau seperti Devadatta juga pake pura2/menyamar?

Quote
Apakah Bodhisatva menyalin rupa menjadi harimau atau singa? lalu sambil menyalin-rupa beranak-pinak? dan beramah-tamah mengikat tali perjodohan karma baik dengan berbagai hewan rimba?
Yang bilang beranak pinak kan anda sendiri. Bisa saja dia hanya datang sementara lalu pergi.
Intinya tujuannya memberi manfaat, apa manfaatnya tentu ada kronologi sebab akibat . Kadang memperlihatkan sikap sepele juga ada manfaatnya. Silakan cermati sikap yg terlihat sepele, kadang bisa memberi inspirasi.
 Itulah welas asih yang dipertunjukkan. Tidaklah aneh bagi saya.
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: Indra on 24 December 2009, 01:13:25 PM
Quote
Di Mahaparinibbana sutta dikatakan Sang Buddha menyamar menjadi kelompok mahluk manusia, dewa dan Brahma untuk mengajarkan Dhamma.
Apakah  Bodhisatva hanya menyamar sebagai singa agar bisa mengajarkan Dhamma kepada hewan rimba?
tentu tidak.  Lihat kisah Jataka. 
Menurut bro mengapa Sang Buddha harus menyamar?

Quote
Hmm menarik.. memilih sengaja emanasi sebagai binatang untuk menjalin ikatan tali perjodohan karma baik? Bahkan didahului dengan adhitana supaya ber-emanasi jadi singa atau harimau?
Pertanyaan saya ber-emanasi jadi singa tidak makan daging, apakah ini hukum sebab akibat?
tentu saja hukum sebab akibat. Proses kerja sebab akibat itu dipertimbangkan makanya baru memilih utk beremanasi. Tidak makan daging pun tidak berarti harus menunjukkan fenomena yang nyata. Sama seperti Sang Buddha menyamar jadi dewa ,mara, brahma, itu bukan fenomena nyata sebagai dewa, mara atau brahma.

Di dalam JATAKA apakah bukan biasanya disebutkan, di dalam salah satu kelahiran-nya... tumimbal lahir (punnabhava) bukan ber-emanasi ?
Benar, Jataka menganggapnya sebagai punnabhava, tetapi dari sudut pandang Mahayana, sesungguhnya itu adalah emanasi, karena tidak mungkin seorang Bodhisatva yang telah divyakarana oleh Buddha, masih terlahir di alam rendah. Kecuali belum divyakarana, maka wajar masih terlahir di alam rendah.

Karena memang konsep di dalam sudut pandang Mahayana seperti itu, jadi harus di muncul-kan lagi istilah EMANASI... sedangkan di dalam Pali Kanon, memang sudah disebutkan persyaratan apa saja seorang bodhisatta bakal terlahir kan kembali... Kalau tidak salah, tidak akan terlahir di alam neraka, kalau terlahir sebagai binatang, tidak akan lebih kecil dari burung puyuh dan sebagainya...
Bukan soal harus dimunculkan. Itu sudah merupakan adhitana dari seorang bodhisatva, dan utk bisa sperti itu, dia harus menghancurkan kemelekatan.
Dalam Theravada tentang kelahiran di alam rendah, saya memang ingin tahu apa sebabnya. hehe..tapi blm ada ya kasi penjelasan. Masalahnya disebutkan bahwa saat setelah diramal oleh Buddha Dipankara, cita-cita agung dan Parami bodhisatva sudah Tidak Terbelokkan lagi. Istilah dalam Mahayana menyebutkan "tidak akan merosot lagi", jadi walaupun Theravada bilang belum mencapai kesucian, okela, tetapi arah Parami dikatakan sudah tidak terbelokkan. Artinya Kebajikannya tidak akan mengalami kemunduran, kalo masih ada kemerosotan/terbelokkan berarti bertentangan dengan Paraminya. Tapi kok bisa terbelokkan?

anggaplah kita menerima frasa "tidak mungkin merosot sejak masa Buddha Dipankara", tetapi mungkinkah Bodhisatta masih menerima akibat perbuatan dari masa sebelum Buddha Dipankara?
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: dilbert on 24 December 2009, 01:39:03 PM
Quote
Di Mahaparinibbana sutta dikatakan Sang Buddha menyamar menjadi kelompok mahluk manusia, dewa dan Brahma untuk mengajarkan Dhamma.
Apakah  Bodhisatva hanya menyamar sebagai singa agar bisa mengajarkan Dhamma kepada hewan rimba?
tentu tidak.  Lihat kisah Jataka. 
Menurut bro mengapa Sang Buddha harus menyamar?

Quote
Hmm menarik.. memilih sengaja emanasi sebagai binatang untuk menjalin ikatan tali perjodohan karma baik? Bahkan didahului dengan adhitana supaya ber-emanasi jadi singa atau harimau?
Pertanyaan saya ber-emanasi jadi singa tidak makan daging, apakah ini hukum sebab akibat?
tentu saja hukum sebab akibat. Proses kerja sebab akibat itu dipertimbangkan makanya baru memilih utk beremanasi. Tidak makan daging pun tidak berarti harus menunjukkan fenomena yang nyata. Sama seperti Sang Buddha menyamar jadi dewa ,mara, brahma, itu bukan fenomena nyata sebagai dewa, mara atau brahma.

Di dalam JATAKA apakah bukan biasanya disebutkan, di dalam salah satu kelahiran-nya... tumimbal lahir (punnabhava) bukan ber-emanasi ?
Benar, Jataka menganggapnya sebagai punnabhava, tetapi dari sudut pandang Mahayana, sesungguhnya itu adalah emanasi, karena tidak mungkin seorang Bodhisatva yang telah divyakarana oleh Buddha, masih terlahir di alam rendah. Kecuali belum divyakarana, maka wajar masih terlahir di alam rendah.

Karena memang konsep di dalam sudut pandang Mahayana seperti itu, jadi harus di muncul-kan lagi istilah EMANASI... sedangkan di dalam Pali Kanon, memang sudah disebutkan persyaratan apa saja seorang bodhisatta bakal terlahir kan kembali... Kalau tidak salah, tidak akan terlahir di alam neraka, kalau terlahir sebagai binatang, tidak akan lebih kecil dari burung puyuh dan sebagainya...
Bukan soal harus dimunculkan. Itu sudah merupakan adhitana dari seorang bodhisatva, dan utk bisa sperti itu, dia harus menghancurkan kemelekatan.
Dalam Theravada tentang kelahiran di alam rendah, saya memang ingin tahu apa sebabnya. hehe..tapi blm ada ya kasi penjelasan. Masalahnya disebutkan bahwa saat setelah diramal oleh Buddha Dipankara, cita-cita agung dan Parami bodhisatva sudah Tidak Terbelokkan lagi. Istilah dalam Mahayana menyebutkan "tidak akan merosot lagi", jadi walaupun Theravada bilang belum mencapai kesucian, okela, tetapi arah Parami dikatakan sudah tidak terbelokkan. Artinya Kebajikannya tidak akan mengalami kemunduran, kalo masih ada kemerosotan/terbelokkan berarti bertentangan dengan Paraminya. Tapi kok bisa terbelokkan?

anggaplah kita menerima frasa "tidak mungkin merosot sejak masa Buddha Dipankara", tetapi mungkinkah Bodhisatta masih menerima akibat perbuatan dari masa sebelum Buddha Dipankara?

selama masih terlahirkan kembali, maka mungkin masih ada kondisi yang memungkinkan untuk kamma vipaka/phala berbuah...
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: truth lover on 24 December 2009, 02:04:38 PM
Quote
Di Mahaparinibbana sutta dikatakan Sang Buddha menyamar menjadi kelompok mahluk manusia, dewa dan Brahma untuk mengajarkan Dhamma.
Apakah  Bodhisatva hanya menyamar sebagai singa agar bisa mengajarkan Dhamma kepada hewan rimba?
tentu tidak.  Lihat kisah Jataka. 
Menurut bro mengapa Sang Buddha harus menyamar?

Quote
Hmm menarik.. memilih sengaja emanasi sebagai binatang untuk menjalin ikatan tali perjodohan karma baik? Bahkan didahului dengan adhitana supaya ber-emanasi jadi singa atau harimau?
Pertanyaan saya ber-emanasi jadi singa tidak makan daging, apakah ini hukum sebab akibat?
tentu saja hukum sebab akibat. Proses kerja sebab akibat itu dipertimbangkan makanya baru memilih utk beremanasi. Tidak makan daging pun tidak berarti harus menunjukkan fenomena yang nyata. Sama seperti Sang Buddha menyamar jadi dewa ,mara, brahma, itu bukan fenomena nyata sebagai dewa, mara atau brahma.

Di dalam JATAKA apakah bukan biasanya disebutkan, di dalam salah satu kelahiran-nya... tumimbal lahir (punnabhava) bukan ber-emanasi ?
Benar, Jataka menganggapnya sebagai punnabhava, tetapi dari sudut pandang Mahayana, sesungguhnya itu adalah emanasi, karena tidak mungkin seorang Bodhisatva yang telah divyakarana oleh Buddha, masih terlahir di alam rendah. Kecuali belum divyakarana, maka wajar masih terlahir di alam rendah.

Karena memang konsep di dalam sudut pandang Mahayana seperti itu, jadi harus di muncul-kan lagi istilah EMANASI... sedangkan di dalam Pali Kanon, memang sudah disebutkan persyaratan apa saja seorang bodhisatta bakal terlahir kan kembali... Kalau tidak salah, tidak akan terlahir di alam neraka, kalau terlahir sebagai binatang, tidak akan lebih kecil dari burung puyuh dan sebagainya...
Bukan soal harus dimunculkan. Itu sudah merupakan adhitana dari seorang bodhisatva, dan utk bisa sperti itu, dia harus menghancurkan kemelekatan.
Dalam Theravada tentang kelahiran di alam rendah, saya memang ingin tahu apa sebabnya. hehe..tapi blm ada ya kasi penjelasan. Masalahnya disebutkan bahwa saat setelah diramal oleh Buddha Dipankara, cita-cita agung dan Parami bodhisatva sudah Tidak Terbelokkan lagi. Istilah dalam Mahayana menyebutkan "tidak akan merosot lagi", jadi walaupun Theravada bilang belum mencapai kesucian, okela, tetapi arah Parami dikatakan sudah tidak terbelokkan. Artinya Kebajikannya tidak akan mengalami kemunduran, kalo masih ada kemerosotan/terbelokkan berarti bertentangan dengan Paraminya. Tapi kok bisa terbelokkan?

Mas Dilbert saya wakili untuk memberi penjelasan ya?
Mas Chingik ini lucu deh, kalau Bodhisatva terlahir di alam rendah karena kondisi yang mendukung kelahiran di alam yang lebih tinggi belum muncul (belum berbuah) dan kondisi kelahiran di alam yang lebih tinggi sebelumnya sudah habis. Jawabannya sederhana banget kok mas Chingik, mungkin semua teman-teman yang disini tahu jawabannya, tapi malas menjawab karena pertanyaannya terlalu mudah.

Inilah sebabnya Bodhisatva juga pernah terlahir sebagai Pariah (Candala), karena sebab timbunan karma baik yang lain belum memiliki kondisi untuk berbuah, dan karma baik yang menimbulkan kondisi jadi orang kaya belum muncul.

Jadi diumpamakan seperti ada tabungan deposito yang gede belum jatuh tempo, dan tabungan deposito yang jatuh tempo jumlahnya sangat kecil. Gitu aja kok bingung. 
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: truth lover on 24 December 2009, 02:35:57 PM
Quote
Quote
Jadi untuk apa?  mengikat tali perjodohan karma baik dengan hewan-hewan rimba?
ya
:))

Quote
Quote
Menurut bro mengapa Sang Buddha harus menyamar?

Walah piye toh mas Chingik iki dibaca toh mas.... yang di-color biru.
Yang saya tanyakan bukan tujuannya, tapi utk apa harus menggunakan vikubbana iddhi?  Untuk apa gitu lho, kan menurut kalian Sang Buddha tidak perlu harus berpura-pura. Apakah Sang Buddha mau seperti Devadatta juga pake pura2/menyamar?

Mas Chingik ini lucu, ya tentu saja pakai ilmu kesaktian vikubbana iddhi dong, masak pake rias-muka ahli sulap?

Quote
Quote
Apakah Bodhisatva menyalin rupa menjadi harimau atau singa? lalu sambil menyalin-rupa beranak-pinak? dan beramah-tamah mengikat tali perjodohan karma baik dengan berbagai hewan rimba?
Yang bilang beranak pinak kan anda sendiri. Bisa saja dia hanya datang sementara lalu pergi.  
Intinya tujuannya memberi manfaat, apa manfaatnya tentu ada kronologi sebab akibat . Kadang memperlihatkan sikap sepele juga ada manfaatnya. Silakan cermati sikap yg terlihat sepele, kadang bisa memberi inspirasi.
 Itulah welas asih yang dipertunjukkan. Tidaklah aneh bagi saya.

jadi Bodhisatva tak pernah "reinkarnasi" ya? cuma menyalin rupa jadi harimau terus pergi?
Mungkin sekali waktu Bodhisatva pernah ber-emanasi jadi nyamuk untuk mengikat tali perjodohan karma dengan penghuni rawa? Atau beremanasi jadi kutu dan belatung? mungkin juga jadi ikan buntal di laut untuk mengikat tali perjodohan karma?
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 24 December 2009, 02:41:48 PM
Quote
anggaplah kita menerima frasa "tidak mungkin merosot sejak masa Buddha Dipankara", tetapi mungkinkah Bodhisatta masih menerima akibat perbuatan dari masa sebelum Buddha Dipankara?
Ya, konteks ini benar dalam perspektif Theravada, karena bodhisatva masih belum terbebas dari kelahiran kembali.
Dalam konteks Mahayana, sejak Dipankara, bodhisatva telah mengakhiri siklus samsara. Yang sedang diusahakan adalah menyempurnakan Parami. Dan perwujudannya adalah emanasi.

Quote
selama masih terlahirkan kembali, maka mungkin masih ada kondisi yang memungkinkan untuk kamma vipaka/phala berbuah...
iya, ini benar dalam kondisi masih terlahirkan kembali.
Dalam konteks bodhisatva yg telah mengakhiri samsara (dlm Mahayana) , sudah tidak ada kondisi yg membuatnya terlahir, apalagi terlahir di alam rendah. Yang ada hanya perwujudan emanasi utk menyempurnakan paramita.

Saya memahami ini hanya karena perbedaan konsep sehingga muncul perbedaan perbedaan lainnya. Thanks

Quote
Mas Dilbert saya wakili untuk memberi penjelasan ya?
Mas Chingik ini lucu deh, kalau Bodhisatva terlahir di alam rendah karena kondisi yang mendukung kelahiran di alam yang lebih tinggi belum muncul (belum berbuah) dan kondisi kelahiran di alam yang lebih tinggi sebelumnya sudah habis. Jawabannya sederhana banget kok mas Chingik, mungkin semua teman-teman yang disini tahu jawabannya, tapi malas menjawab karena pertanyaannya terlalu mudah.

Inilah sebabnya Bodhisatva juga pernah terlahir sebagai Pariah (Candala), karena sebab timbunan karma baik yang lain belum memiliki kondisi untuk berbuah, dan karma baik yang menimbulkan kondisi jadi orang kaya belum muncul.

Jadi diumpamakan seperti ada tabungan deposito yang gede belum jatuh tempo, dan tabungan deposito yang jatuh tempo jumlahnya sangat kecil. Gitu aja kok bingung.
O ya benar, karena dalam konteks Theravada memang demikian. Saya sepintas mempertanyakan masalah karena sekilas memposisikan bodhisatta dalam versi Mahayana. Bila kedua konteks ini dipisahkan, maka masing2 memiliki konseptual tersendiri.
Ok. Thanks
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 24 December 2009, 02:45:57 PM
Quote
Mas Chingik ini lucu, ya tentu saja pakai ilmu kesaktian vikubbana iddhi dong, masak pake rias-muka ahli sulap?
haha.., ada2 saja.
Jadi kenapa harus pake iddhi? maksudnya apa alasannya, karena membuat para pendengar dhamma bertambah bingung.  Kalo langsung kan ga papa

Quote
jadi Bodhisatva tak pernah "reinkarnasi" ya? cuma menyalin rupa jadi harimau terus pergi?
Mungkin sekali waktu Bodhisatva pernah ber-emanasi jadi nyamuk untuk mengikat tali perjodohan karma dengan penghuni rawa? Atau beremanasi jadi kutu dan belatung? mungkin juga jadi ikan buntal di laut untuk mengikat tali perjodohan karma?
bakal berputar2 nih..haha
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: bond on 24 December 2009, 02:46:10 PM
Jika saja Bodhisatva dan Arahat berkunjung ke DC dan memberikan testimoni masing2 maka segala kontroversi dari masing2 pihak bisa terjawab. ;D
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: truth lover on 24 December 2009, 03:11:42 PM
Quote
Quote
Mas Chingik ini lucu, ya tentu saja pakai ilmu kesaktian vikubbana iddhi dong, masak pake rias-muka ahli sulap?
haha.., ada2 saja.
Jadi kenapa harus pake iddhi? maksudnya apa alasannya, karena membuat para pendengar dhamma bertambah bingung.  Kalo langsung kan ga papa

Saya kira bukan bingung, tetapi untuk mengatasi penolakan. Kita tahu banyak kelompok masyarakat yang cenderung menolak orang asing.

Quote
Quote
jadi Bodhisatva tak pernah "reinkarnasi" ya? cuma menyalin rupa jadi harimau terus pergi?
Mungkin sekali waktu Bodhisatva pernah ber-emanasi jadi nyamuk untuk mengikat tali perjodohan karma dengan penghuni rawa? Atau beremanasi jadi kutu dan belatung? mungkin juga jadi ikan buntal di laut untuk mengikat tali perjodohan karma?
bakal berputar2 nih..haha.

Loh kenapa? bukankah sejalan dengan kata-kata mas Chingik sendiri?
"Intinya tujuannya memberi manfaat, apa manfaatnya tentu ada kronologi sebab akibat . Kadang memperlihatkan sikap sepele juga ada manfaatnya. Silakan cermati sikap yg terlihat sepele, kadang bisa memberi inspirasi. "

Menjadi nyamuk lebih mudah lagi memberi manfaat pada penghuni rawa kan? oh ya saya mendadak ingin kasih GRP untuk mas Chingik atas ketabahannya.

By the way, kalau Bodhisatva jadi nyamuk menghisap darah termasuk melanggar vegetarian nggak ya?
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 24 December 2009, 05:01:02 PM
 
Quote
Saya kira bukan bingung, tetapi untuk mengatasi penolakan. Kita tahu banyak kelompok masyarakat yang cenderung menolak orang asing.
nah itu dia.., jadi bukan pura2 lho...

Quote
Loh kenapa? bukankah sejalan dengan kata-kata mas Chingik sendiri?
"Intinya tujuannya memberi manfaat, apa manfaatnya tentu ada kronologi sebab akibat . Kadang memperlihatkan sikap sepele juga ada manfaatnya. Silakan cermati sikap yg terlihat sepele, kadang bisa memberi inspirasi. "

Menjadi nyamuk lebih mudah lagi memberi manfaat pada penghuni rawa kan? oh ya saya mendadak ingin kasih GRP untuk mas Chingik atas ketabahannya.

By the way, kalau Bodhisatva jadi nyamuk menghisap darah termasuk melanggar vegetarian nggak ya?
Kalo yang bro maksudkan sejalan itu, ya okelah. clear.


Thanks atas GRP , akhirnya saya berketik mati-matian tidak sia sia wkwkwk...just kidding. saya jg ga tau apa gunanya grp itu hehehe..

Semua pertanyaan dari rekan2 di sini cukup membuat saya senang dan hargai , karena bisa dorong saya lebih rajin menggali nilai2 ajaran Buddha.

oya , saya sih percaya bodhisatva ga isep darahlah, kan bukan drakula. :))
 
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 24 December 2009, 10:38:23 PM
kan masih bisa terlahir jadi nyamuk betina, dan beremanasi menjadi binatang yang lebih kecil dari burung puyuh :whistle:
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: marcedes on 25 December 2009, 12:12:03 AM
Quote
Singkat saja, Allah itu adalah suatu entitas yang tunggal, monopoli tunggal
Dharmakaya adalah dimliiki setiap Buddha , lebih dari itu dimiliki setiap makluk yg berhasil menjadi Buddha.
Bagaimana bisa sama?

Anak Tuhan  (Yesus) tampil berkomunikasi dengan Allah Bapanya, itulah sebabnya Yesus memannggilnya Bapa, suatu entitas yg terpisah.
Sakyamuni sebagai Nirmanakaya, hubungannya dengan  Dharmakaya adalah tak terpisahkan. Bagaikan bulan dengan representasi bayangan bulan, tak terpisahkan. Bagaimana bisa sama?

Roh Kudus adalah jiwa yang bersifat kekal abadi
Sambhogakaya adalah hasil manifestasi yang muncul dari hasil kontemplasi setiap manusia saat mencapai Pencerahan. Tanpa pencapaian itu maka Sambhogakaya tidak akan muncul. Bagaimana bisa sama?
 
Jadi korelasi dan interaksi antara ketiga atribut Kaya itu sudah berbeda dengan korelasi interaksi antar 3 aspek Trinitas  , yang beda kenapa harus disamakan
dalam Trinitas Yesus dan ALLAH itu sama loh dan mengacu pada 1 orang....entah mana tubuh asli ALLAH atau YESUS,
menurut seorang Nasrani yg pernah saya ajak diskusi Yesus itu di bumi, sedangkan Allah itu disurga...tetapi mengacu pada satu individu..ESA
kata kasarnya, kalau di bumi dipanggil Yesus, kalau di Surga di panggil ALLAH....

Quote
Quote
Buddha mengatakan kepada ananda mengenai beberapa kotbah..disitu sudah ada para Arahat yang mengerti tentang apa yang dikatakan buddha..

coba balik ke sutta...pernahkah buddha membabarkan sesuatu yang tidak di mengerti oleh para Arahat sendiri atau tidak dimengerti oleh satu pun audience nya.  

dan sampai sekarang berarti Buddha telah mengajarkan sesuatu yang useless kepada kita mengenai konsep yg tidak mungkin kita mengerti...jadi apa tujuan buddha membabarkan hal yg tidak akan kita mengerti?
ini seperti mengajar para anak TK mengenai pelajaran rumit seperti Hukum fisika. yg sudah nyata tidak akan mungkin di mengerti oleh anak TK tersebut...
apakah anak TK yg bodoh atau guru nya yg bodoh?...silahkan anda jawab sendiri.
Dalam Mahayana, Trikaya juga adalah kotbah yg diberikan Buddha, lalu mengapa awalnya harus membuat pertanyaan soal siapa yang ngerti dan tidak. Jika penjelasan anda seperti itu, maka anda sendiri telah menjawabnya.
mas chingik saya tanyakan adalah...kenapa buddha mengajarkan ajaran yang tidak ada gunanya dan ditujukan untuk siapa ajaran ini...
mohon mas chingik menjelaskan...mungkin karena pengetahuan anda ttg sutra lebih bagus dari saya. siapa tahu ada kutipan nya..mengenai ini.
setahu saya Buddha sangat bijaksana dan mengajarkan sebuah ajaran yang pasti BERGUNA.
kalau tidak dipahami oleh siapapun didunia ini...untuk apa dibicarakan.....
ini sama saja bicara pakai bahasa inggris sama Ananda, lantas Ananda mengulang bahasa inggris lagi dalam sutra.....
dan siapa yg mengerti?

Quote
Pemahaman bro sudah melenceng, jadi pertanyaan yang dibuat juga jadi aneh.
Kata siapa dharmakaya hanya dimiliki Buddha Amitabha , sedangkan Vairocana tidak ada?
Setiap Buddha memilki Trikaya.
tolong baca pertanyaan saya baik-baik....setiap buddha memiliki Trikaya...tapi mengapa menjadi rumusan demikian

dharma kaya = buddha amitabha.
sambogha kaya = Bodhisattva Avalokistesvara
nirmana kaya = buddha gotama...

mengapa bukan menjadi....................
Dharma kaya = Vairocana
Samboghakaya = boddhisattva mahasatva
nirmana kaya = Buddha gotama.

jadi kalau dikatakan Dhammakaya merupakan sebuah hakekat kebenaran dan lambang kesunyataan, berarti rumusan terbalik tidak masalah bukan...

dan tolong di konfirmasikan....................
apakah pikiran Buddha gotama dan boddhisatva Avalokitesvara itu PARAREL atau TIDAK PARAREL?
misalkan konsep Trinitas seperti yang saya sebut di atas..

Quote
Setiap Buddha memilki Trikaya.
saya tahu dalam konsep mahayana setiap buddha memiliki Trikaya...tapi mengapa mesti rumusan nya demikian,sedangkan arti salah satu kaya misalkan Dhammakaya adalah sebuah hakekat kebenaran dan lambang kesunyataan

Quote
pertanyaan tepat bagaimana? justru ini mencerminkan pertanyaan yg tidak berbobot.
Memangnya yg namanya mengajar di alam hewan harus dituntut persis dapat dimengerti sama dengan kondisi yang bersifat manusiawi yang harus sesuai dengan logika manusia? Jataka saja sudah menunjukkan bagaimana bodhisatta sebagai hewan memiliki kesadaran khusus yg mampu mengorbankan diri. Apa bro Truth mau meledek lagi bahwa bodhisatta di Jataka itu cuma bisa ngajar hewan lain bermeditasi.

begini bro, boddhisatta terlahir di alam binatang memang memiliki sebuah kesadaran khusus....tetapi kalau dikatakan sengaja terlahir di alam binatang(ber emansipasi) tujuan nya apa? mengajar binatang kah?
jadi yg di tanyakan adalah Tujuan....

Quote
Quote
loh saya cuma minta perbedaan antara trinitas dan trikaya...

Singkat saja, Allah itu adalah suatu entitas yang tunggal, monopoli tunggal
Dharmakaya adalah dimliiki setiap Buddha , lebih dari itu dimiliki setiap makluk yg berhasil menjadi Buddha.
Bagaimana bisa sama?

Anak Tuhan  (Yesus) tampil berkomunikasi dengan Allah Bapanya, itulah sebabnya Yesus memannggilnya Bapa, suatu entitas yg terpisah.
Sakyamuni sebagai Nirmanakaya, hubungannya dengan  Dharmakaya adalah tak terpisahkan. Bagaikan bulan dengan representasi bayangan bulan, tak terpisahkan. Bagaimana bisa sama?

Roh Kudus adalah jiwa yang bersifat kekal abadi
Sambhogakaya adalah hasil manifestasi yang muncul dari hasil kontemplasi setiap manusia saat mencapai Pencerahan. Tanpa pencapaian itu maka Sambhogakaya tidak akan muncul. Bagaimana bisa sama?
 
Jadi korelasi dan interaksi antara ketiga atribut Kaya itu sudah berbeda dengan korelasi interaksi antar 3 aspek Trinitas  , yang beda kenapa harus disamakan

Memang agaknya kurang cocok dengan Trinitas mas Marcedes, lebih mirip dengan konsep Atman dan Paramatman.
Bila diumpamakan Dharmakaya adalah Paramatman, yang ada pada setiap atman atau untuk lebih jelasnya setiap Atman adalah bagian dari Paramatman

Jadi bila suatu ketika seseorang mencapai pencerahan maka ia memiliki kemampuan kembali kepada Paramatman, ini seperti Dharmakaya yang dimiliki oleh setiap mahluk yang berhasil menjadi Buddha. Dharmakayanya akan kembali ke Nirvana

Menurut mas Tan, Dharmakaya ini akan selalu bersinar di Nirvana, sama dengan Paramatman yang selalu ada di Nirvana, setiap atman (atta: Pali) akan kembali ke Nirvana.
maksud saya adalah mengapa rumusannya menuju pada amitabha, avalokitesvara, gotama.....mengapa amitabha? kalau di ganti vairocana bisa kah?

kalau arti dhamma kaya adalah sebuah lambang hakekat dan kesunyataan, memang nya vairocana bukan lambang hakekat dan kesunyataan? lalu apabedanya vairocana dan amitabha....


Quote
Proses kerja sebab akibat itu dipertimbangkan makanya baru memilih utk beremanasi. Tidak makan daging pun tidak berarti harus menunjukkan fenomena yang nyata. Sama seperti Sang Buddha menyamar jadi dewa ,mara, brahma, itu bukan fenomena nyata sebagai dewa, mara atau brahma.
bro chingik dalam Mahaparinibbana Sutta dikatakan Sangbuddha memberikan kotbah dhamma untuk memberikan pencerahan...
jadi tujuan dalam "menyamar" adalah mengajarkan dhamma kepada orang tersebut...

mungkin sudah nonton film avatar?
coba lihat, kalau SangBuddha dengan pakaiannya demikian lantas datang dan mengajar...tentu tidak mungkin di terima langsung oleh suku omaticaya/navi (err susah eja nya)
tapi SangBuddha menjelma ( berubah bentuk ) menjadi seperti mereka alias seperti jakesully memakai tubuh avatar....kemudian mengajar..barulah di terima...

disini kita ketahui tujuan dari menjelma adalah "mengajarkan dhamma/memberikan pencerahan"
kalau jadi binatang? mau di ajar sama siapa......sekiranya saya tanyakan disini adalah "tujuan" beremansipasi jadi binatang apa....

kalau disebut pertalian hukum sebab akibat...ini namanya aneh,mengapa disebut aneh?
1.anda katakan bahwa seorang boddhisatva saja sudah bebas dari hukum sebab akibat karena melakukan upaya kausalya....
2.kalau anda mengatakan masalah pertalian hukum kamma, memang semua demikian...saya pun jadi binatang dulunya juga karena pertalian hukum kamma....

jelas ini aneh kan....
tadinya anda katakan bahwa "Sengaja beremansipasi jadi binatang" sekarang berubah jadi binatang karena hukum sebab akibat....
jadi walau keinginan buddha menjadi dewa..tapi karena hukum sebab akibat di haruskan jadi nyamuk...maka buddha jadi nyamuk gitu?

kalau kata "sengaja" berarti jelas bahwa SangBuddha berpura-pura jadi binatang karena "tujuan" tertentu
sekarang "apakah tujuan itu?"
gitu bro..

Quote
Di Mahaparinibbana sutta dikatakan Sang Buddha menyamar menjadi kelompok mahluk manusia, dewa dan Brahma untuk mengajarkan Dhamma.
Apakah  Bodhisatva hanya menyamar sebagai singa agar bisa mengajarkan Dhamma kepada hewan rimba?
tentu tidak.  Lihat kisah Jataka.  
Menurut bro mengapa Sang Buddha harus menyamar?

Quote
Hmm menarik.. memilih sengaja emanasi sebagai binatang untuk menjalin ikatan tali perjodohan karma baik? Bahkan didahului dengan adhitana supaya ber-emanasi jadi singa atau harimau?
Pertanyaan saya ber-emanasi jadi singa tidak makan daging, apakah ini hukum sebab akibat?
tentu saja hukum sebab akibat. Proses kerja sebab akibat itu dipertimbangkan makanya baru memilih utk beremanasi. Tidak makan daging pun tidak berarti harus menunjukkan fenomena yang nyata. Sama seperti Sang Buddha menyamar jadi dewa ,mara, brahma, itu bukan fenomena nyata sebagai dewa, mara atau brahma.

Di dalam JATAKA apakah bukan biasanya disebutkan, di dalam salah satu kelahiran-nya... tumimbal lahir (punnabhava) bukan ber-emanasi ?
Benar, Jataka menganggapnya sebagai punnabhava, tetapi dari sudut pandang Mahayana, sesungguhnya itu adalah emanasi, karena tidak mungkin seorang Bodhisatva yang telah divyakarana oleh Buddha, masih terlahir di alam rendah. Kecuali belum divyakarana, maka wajar masih terlahir di alam rendah.

Karena memang konsep di dalam sudut pandang Mahayana seperti itu, jadi harus di muncul-kan lagi istilah EMANASI... sedangkan di dalam Pali Kanon, memang sudah disebutkan persyaratan apa saja seorang bodhisatta bakal terlahir kan kembali... Kalau tidak salah, tidak akan terlahir di alam neraka, kalau terlahir sebagai binatang, tidak akan lebih kecil dari burung puyuh dan sebagainya...
Bukan soal harus dimunculkan. Itu sudah merupakan adhitana dari seorang bodhisatva, dan utk bisa sperti itu, dia harus menghancurkan kemelekatan.
Dalam Theravada tentang kelahiran di alam rendah, saya memang ingin tahu apa sebabnya. hehe..tapi blm ada ya kasi penjelasan. Masalahnya disebutkan bahwa saat setelah diramal oleh Buddha Dipankara, cita-cita agung dan Parami bodhisatva sudah Tidak Terbelokkan lagi. Istilah dalam Mahayana menyebutkan "tidak akan merosot lagi", jadi walaupun Theravada bilang belum mencapai kesucian, okela, tetapi arah Parami dikatakan sudah tidak terbelokkan. Artinya Kebajikannya tidak akan mengalami kemunduran, kalo masih ada kemerosotan/terbelokkan berarti bertentangan dengan Paraminya. Tapi kok bisa terbelokkan?
mas chingik kata "adhittana-nya tak Terbelokkan" itu berbeda dengan kata "tidak akan merosot lagi"

addhittana yg tak terbelokkan di maksud dengan "keinginan yang tak mungkin berubah" ,misalkan saya bertujuan menjadi dokter....apapun itu saya tidak akan berubah keinginan...tetap jadi dokter...
sedangkan kata "tidak akan merosot lagi" anda mungkin sudah mengerti jadi sy tak usah jelaskan...

dalam hal ini sudah berbeda...seseorang mau jadi dokter, mungkin kadang berbuat yg tidak sesuai untuk menjadi dokter, misalkan menyontek pada saat ujian....itu wajar..namanya saja belom jadi dokter..
tapi tujuannya tetap jadi dokter...

jadi wajar kalau masih terlahir di alam menderita...misalkan hewan.

opsi kedua seperti yg di katakan om Indra..... ;D alias menerima kamma buruk kehidupan lampau

mohon di jawab yah pertanyaan saya...

selamat hari natal....may u be happy
 _/\_
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: truth lover on 25 December 2009, 08:48:07 AM
Quote
Quote
Loh kenapa? bukankah sejalan dengan kata-kata mas Chingik sendiri?
"Intinya tujuannya memberi manfaat, apa manfaatnya tentu ada kronologi sebab akibat . Kadang memperlihatkan sikap sepele juga ada manfaatnya. Silakan cermati sikap yg terlihat sepele, kadang bisa memberi inspirasi. "

Menjadi nyamuk lebih mudah lagi memberi manfaat pada penghuni rawa kan? oh ya saya mendadak ingin kasih GRP untuk mas Chingik atas ketabahannya.

By the way, kalau Bodhisatva jadi nyamuk menghisap darah termasuk melanggar vegetarian nggak ya?

Kalo yang bro maksudkan sejalan itu, ya okelah. clear.
Thanks atas GRP , akhirnya saya berketik mati-matian tidak sia sia wkwkwk...just kidding. saya jg ga tau apa gunanya grp itu hehehe..
Semua pertanyaan dari rekan2 di sini cukup membuat saya senang dan hargai , karena bisa dorong saya lebih rajin menggali nilai2 ajaran Buddha.

oya , saya sih percaya bodhisatva ga isep darahlah, kan bukan drakula. :))

Mas Chingik belum menjawab pertanyaan saya, tambah satu pertanyaan lagi, menurut Mahayana memungkinkan Bodhisatva beremanasi menjadi nyamuk kan? Upaya Kausalya: walau nampak sepele wkwkwkwk....

 _/\_
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 25 December 2009, 10:20:53 AM
Quote
dalam Trinitas Yesus dan ALLAH itu sama loh dan mengacu pada 1 orang....entah mana tubuh asli ALLAH atau YESUS,
menurut seorang Nasrani yg pernah saya ajak diskusi Yesus itu di bumi, sedangkan Allah itu disurga...tetapi mengacu pada satu individu..ESA
kata kasarnya, kalau di bumi dipanggil Yesus, kalau di Surga di panggil ALLAH....
Seharusnya bro kaji dulu apakah Dharmakaya itu sama dengan Tuhan?  
 
Quote
mas chingik saya tanyakan adalah...kenapa buddha mengajarkan ajaran yang tidak ada gunanya dan ditujukan untuk siapa ajaran ini...
mohon mas chingik menjelaskan...mungkin karena pengetahuan anda ttg sutra lebih bagus dari saya. siapa tahu ada kutipan nya..mengenai ini.
setahu saya Buddha sangat bijaksana dan mengajarkan sebuah ajaran yang pasti BERGUNA.
kalau tidak dipahami oleh siapapun didunia ini...untuk apa dibicarakan.....
ini sama saja bicara pakai bahasa inggris sama Ananda, lantas Ananda mengulang bahasa inggris lagi dalam sutra.....
dan siapa yg mengerti?
Lho, bukannya saat Buddha membicarakan Nibbana , tidak semua orang mengerti kan? Kecuali telah merealisasinya
Yang merasa tidak berguna kan bro sendiri.
Buddha menjelaskan Trikaya itu kan menyatakan realitas apa adanya dari aspek kondisi seorang Buddha.
Ada hal-hal yang kedengaran tidak berguna pd dirinya, tapi blm tentu pada orang lain. Kalo anda merasa tidak berguna, itu urusan anda. Toh bagi saya berguna.
Ketika Buddha menyatakan diri adalah orang yang telah mencapai Sammasambuddha, ada juga orang lain yg merasa tidak berguna dan tidak percaya. Lalu apakah semua orang mengerti? apakah Ananda mengerti Sammasambuddha itu? Apakah Arahat juga mengerti keadaan seorang Sammasambuddha secara absolut?

Quote
tolong baca pertanyaan saya baik-baik....setiap buddha memiliki Trikaya...tapi mengapa menjadi rumusan demikian

dharma kaya = buddha amitabha.
sambogha kaya = Bodhisattva Avalokistesvara
nirmana kaya = buddha gotama...

mengapa bukan menjadi....................
Dharma kaya = Vairocana
Samboghakaya = boddhisattva mahasatva
nirmana kaya = Buddha gotama.

jadi kalau dikatakan Dhammakaya merupakan sebuah hakekat kebenaran dan lambang kesunyataan, berarti rumusan terbalik tidak masalah bukan...

dan tolong di konfirmasikan....................
apakah pikiran Buddha gotama dan boddhisatva Avalokitesvara itu PARAREL atau TIDAK PARAREL?
misalkan konsep Trinitas seperti yang saya sebut di atas..

rumusan anda itu juga tidak salah kok.
Pikiran Buddha dan para bodhisatva bahkan para makhluk hidup itu menurut mahayana adalah Sunyata.
Jika anda bilang paralel maupun tidak paralel, maka kedua2nya akan terjebak pada konsep ada suatu DIRI.

Quote
saya tahu dalam konsep mahayana setiap buddha memiliki Trikaya...tapi mengapa mesti rumusan nya demikian,sedangkan arti salah satu kaya misalkan Dhammakaya adalah sebuah hakekat kebenaran dan lambang kesunyataan
rumusannya yg anda dapatkan itu cuma contoh praktis. Seperti rumusan dari anda sendiri itu juga dibenarkan .

Quote
begini bro, boddhisatta terlahir di alam binatang memang memiliki sebuah kesadaran khusus....tetapi kalau dikatakan sengaja terlahir di alam binatang(ber emansipasi) tujuan nya apa? mengajar binatang kah?
jadi yg di tanyakan adalah Tujuan....
tujuannnya tentu membantu binatang yang bersangkutan. Mahayana berpegang pd prinsip para Buddha/bodhisatva mengajar/membantu mereka yang memiliki ikatan jodoh karma, dan bila ada kondisi yg tepat maka terjadi interaksi antar makhluk itu dengan Buddha/bodhisatva, bila tidak kondisi yg mendukung maka tidak ada. Lihat saja mengapa Sang Buddha yg memiliki abhinna tidak terbang saja ke Eropa utk mengajar dhamma. Tidak perlu menghabiskan waktu utk berjalan dari Magadha ke Vesali, keliling sana sini pake jalan kaki.  Sisa waktu itu kan seharusnya bisa dimanfaatkan dgn cara menghilang dan muncul di belahan dunia lain utk mengajar dhamma. Tapi tidak dilakukannya, karena memang belum ada kondisi yg tepat dan pertalian jodoh karma dengan makhluk bersangkutan.
Jadi  dari  pertanyaan anda itu, penjelasannya adalah  karena bodhisatva menemukan ada kondisi yg tepat utk memberi bantuan pd makhluk bersangkutan.    
Anda boleh tidak percaya, tapi dalam ajaran Mahayana ya begitu. Mungkin anda akan bantah bahwa itu nonsens. Terserah, memang diajarkan begitu, dan atas dasar itu pula para praktisi menjadi lebih intens utk mengembangkan welas asih.  

Quote
maksud saya adalah mengapa rumusannya menuju pada amitabha, avalokitesvara, gotama.....mengapa amitabha? kalau di ganti vairocana bisa kah?

kalau arti dhamma kaya adalah sebuah lambang hakekat dan kesunyataan, memang nya vairocana bukan lambang hakekat dan kesunyataan? lalu apabedanya vairocana dan amitabha....
tentu saja boleh digant sperti itu.
sifat dharmakaya vairocana dan amitabha sama, hakikat dharmakaya semua buddha sama.

Quote
bro chingik dalam Mahaparinibbana Sutta dikatakan Sangbuddha memberikan kotbah dhamma untuk memberikan pencerahan...
jadi tujuan dalam "menyamar" adalah mengajarkan dhamma kepada orang tersebut...

mungkin sudah nonton film avatar?
coba lihat, kalau SangBuddha dengan pakaiannya demikian lantas datang dan mengajar...tentu tidak mungkin di terima langsung oleh suku omaticaya/navi (err susah eja nya)
tapi SangBuddha menjelma ( berubah bentuk ) menjadi seperti mereka alias seperti jakesully memakai tubuh avatar....kemudian mengajar..barulah di terima...
Saya juga tidak memungkirinya kok. Cuma saat bodhisatva juga melakukan hal2 seperti itu, tapi dituduh pura2, berarti tidak adil dong cara penilaiannya seperti itu, makanya saya tanya balik.  

Quote
disini kita ketahui tujuan dari menjelma adalah "mengajarkan dhamma/memberikan pencerahan"
kalau jadi binatang? mau di ajar sama siapa......sekiranya saya tanyakan disini adalah "tujuan" beremansipasi jadi binatang apa....
Saya tidak mengatakan mengajar dhamma/memberikan pencerahan, mohon bedakan itu. Mengajar memiliki konotasi membantu, menjalin jodoh karma baik yg bersifat jangka panjang. Manfaatnya tentu tidak harus terjadi pada kehidupan. Dengan adanya jalinan ini, pd masa kehidupan mendatang pun terbuka kemungkinan makhluk yg bersangkutan dapat bertemu lagi dgn bodhisatta. Semua dilihat dari kondisi karma, bukan berarti bodhisatva melekat pd karma.  
Semua ini tergantung adhitana, dan ketika saya mampu melakukan abhinna bila saya memiliki adhitana maka saya memiliki hak untuk melakukannya. Mengapa itu tidak memungkinkan?  Ketika saya menyelidiki ternyata hewan bersangkutan adalah ibu dari kehidupan saya sebelumnya, mengapa saya tidak mau melakukannya? Dan itu akan dilakukan setelah saya memastikan diri tidak mengalami kemerosotan lagi, sehingga apa yg saya lakukan itu lebih efekftif.  Tentu tidak semata2 pd alam binatang, bahkan bila melihat ada kondisi yg tepat, maka akan dilakukan di mana pun dan kapanpun. Kira2 begitulah ideal pemikiran dari pengajaran konsep ini.  
Jadi ingat, ini ideal pemikiran Jalur bodhisatva dalam konteks mahayana. Jangan dicampur adukkan dgn sistem yg anda anut. Tidak akan selesai nanti. hehe . Yang namanya diskusi ya sama2 berbagi wawasan. Percuma kalo anda bilang itu mustahil bla..bla...lalu membantahnya dll.

Quote
kalau disebut pertalian hukum sebab akibat...ini namanya aneh,mengapa disebut aneh?
1.anda katakan bahwa seorang boddhisatva saja sudah bebas dari hukum sebab akibat karena melakukan upaya kausalya....
2.kalau anda mengatakan masalah pertalian hukum kamma, memang semua demikian...saya pun jadi binatang dulunya juga karena pertalian hukum kamma....

jelas ini aneh kan....
tadinya anda katakan bahwa "Sengaja beremansipasi jadi binatang" sekarang berubah jadi binatang karena hukum sebab akibat....
jadi walau keinginan buddha menjadi dewa..tapi karena hukum sebab akibat di haruskan jadi nyamuk...maka buddha jadi nyamuk gitu?

kalau kata "sengaja" berarti jelas bahwa SangBuddha berpura-pura jadi binatang karena "tujuan" tertentu
sekarang "apakah tujuan itu?"
gitu bro..
Mungkin bro salah paham maksud saya. bodhisatva tidak terlahir di alam binatang karena akibat dari karma buruk. tapi melalui kekuatan adhitananya ia beremanasi di sana.  Untuk yang emanasi ini, dia mempertimbangkan hubungan sebab akibat dan kondisi yg tepat. Jadi yang saya maksudkan, bodhisatva tunduk pd hukum sebab  akibat berkenaan dengan aktifitas segala sesuatu memang bagian yg tak terpisahkan dgn hukum ini.  Tapi Bodhisatva tidak menciptakan karma buruk baru, sehingga tidak terlahir di alam buruk.  Mengenai Karma buruk yang ditabung di kehidupan sblm diramalkan sebagai seorang bodhisatta ,  itu sudah tidak ada kondisi yg membuatnya berbuah, alias akarnya telah dicabut.  Jika semua karma buruk harus berbuah, maka tidak ada makhluk di dunia yang akan meraih nibbana, karena kalpa masa lalu tak terhingga, karma buruk juga tak terhingga jumlahnya.  
Bila anda mengatakan tidak demikian dgn alasan karena Buddha juga menuai karma semasa hidupnya, dan hanya akan terpupus saat mencapai Anupadisesa nibbana. Silahkan, tapi saya cuma beri info saja bahwa Mahayana tidak demikian karena semasa hidup Buddha sudah tidak menerima karma buruk karena sudah mencabut akar yg bisa membuatnya berbuah.  Semua itu adalah upaya kausalya, yg menurut anda tidak masuk akal, tapi menurut saya masuk akal karena Buddha telah menjelaskannya bukan tidak menjelaskannya dan telah memberitahu alasannya bukan tidak memberitahu . Berbeda lagi kalo tidak ada angin tidak ada hujan mendadak saya billang itu upaya kausalya, maka itu bolehlah anda bilang saya cari2 alasan.

Quote
mas chingik kata "adhittana-nya tak Terbelokkan" itu berbeda dengan kata "tidak akan merosot lagi"

addhittana yg tak terbelokkan di maksud dengan "keinginan yang tak mungkin berubah" ,misalkan saya bertujuan menjadi dokter....apapun itu saya tidak akan berubah keinginan...tetap jadi dokter...
sedangkan kata "tidak akan merosot lagi" anda mungkin sudah mengerti jadi sy tak usah jelaskan...

dalam hal ini sudah berbeda...seseorang mau jadi dokter, mungkin kadang berbuat yg tidak sesuai untuk menjadi dokter, misalkan menyontek pada saat ujian....itu wajar..namanya saja belom jadi dokter..
tapi tujuannya tetap jadi dokter...

jadi wajar kalau masih terlahir di alam menderita...misalkan hewan.

opsi kedua seperti yg di katakan om Indra.....  alias menerima kamma buruk kehidupan lampau

mohon di jawab yah pertanyaan saya...

selamat hari natal....may u be happy

Oke saya mengerti analogi anda.
Tapi menurut pandangan Mahayana, seorang yang sampai divyakarana oleh seorang Sammasambuddha, dia tidak akan merosot dan juga tidak terbelokkan ,memang beda, tapi keduan2nya tidak akan terjadi. Mengapa? Indikasi ini dapat diukur dari saat Buddha meramalkan Sumedha, dunia ini berguncang, para dewa merayakannya, Buddha memujinya. Yang artinya, Sumedha sudah menjadi siswa jenius dan teladan. Siswa teladan tidak mungkin menyontek lagi, karena dia tahu itu sikap yang berlawanan dengan keteladanannya itu sendiri.
Kalo semua orang masih menyontek, maka semua orang pada saat itu juga bisa saja diramalkan akan menjadi dokter. Tapi tidak. Mengapa, karena hanya calon dokter yg pasti tidak nyontek, pasti tidak dapat nilai dibawah 6 yg pantas membuat semesta ini berguncang dan diramalkan oleh Buddha.
Demikian pandangan saya.
Dan saya juga menghormati pandangan anda. Terima kasih

Happy x',mas too.
 :)
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 25 December 2009, 10:31:47 AM
Quote
Quote
Loh kenapa? bukankah sejalan dengan kata-kata mas Chingik sendiri?
"Intinya tujuannya memberi manfaat, apa manfaatnya tentu ada kronologi sebab akibat . Kadang memperlihatkan sikap sepele juga ada manfaatnya. Silakan cermati sikap yg terlihat sepele, kadang bisa memberi inspirasi. "

Menjadi nyamuk lebih mudah lagi memberi manfaat pada penghuni rawa kan? oh ya saya mendadak ingin kasih GRP untuk mas Chingik atas ketabahannya.

By the way, kalau Bodhisatva jadi nyamuk menghisap darah termasuk melanggar vegetarian nggak ya?

Kalo yang bro maksudkan sejalan itu, ya okelah. clear.
Thanks atas GRP , akhirnya saya berketik mati-matian tidak sia sia wkwkwk...just kidding. saya jg ga tau apa gunanya grp itu hehehe..
Semua pertanyaan dari rekan2 di sini cukup membuat saya senang dan hargai , karena bisa dorong saya lebih rajin menggali nilai2 ajaran Buddha.

oya , saya sih percaya bodhisatva ga isep darahlah, kan bukan drakula. :))

Mas Chingik belum menjawab pertanyaan saya, tambah satu pertanyaan lagi, menurut Mahayana memungkinkan Bodhisatva beremanasi menjadi nyamuk kan? Upaya Kausalya: walau nampak sepele wkwkwkwk....

 _/\_

misalnya dan seandainya kalau pernah juga knapa bro? lalu apakah nyamuk jg menghisap darah? bisa saja tidak.
mungkin anda akan bilang bukankah itu sifat alami binatang
bodhisatva kan tidak benar2 menjadi binatang. sama prinsip saat Buddha menjelma jadi makhluk dewa, mara. apakah Buddha lalu dilihat sebagai dewa, mara?
hehe..begitulah kira2.
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: Indra on 25 December 2009, 10:39:44 AM

Bila anda mengatakan tidak demikian dgn alasan karena Buddha juga menuai karma semasa hidupnya, dan hanya akan terpupus saat mencapai Anupadisesa nibbana. Silahkan, tapi saya cuma beri info saja bahwa Mahayana tidak demikian karena semasa hidup Buddha sudah tidak menerima karma buruk karena sudah mencabut akar yg bisa membuatnya berbuah.  Semua itu adalah upaya kausalya,


Dalam Riwayat Sang Buddha menurut Theravada, terjadi beberapa kali Sang Buddha mengalami peristiwa buruk, seperti, kakinya terluka hingga berdarah, difitnah oleh Cinca, tidak memperoleh dana makanan dan terpaksa harus memakan makanan kuda  karena bencana kelaparan, dll. dan sehubungan dengan peristiwa ini biasanya Sang Buddha menceritakan penyebabnya yg berasal dari kehidupan lampau.

Bagaimanakah pendapat Mahayana mengenai hal ini?
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 25 December 2009, 10:43:11 AM

Bila anda mengatakan tidak demikian dgn alasan karena Buddha juga menuai karma semasa hidupnya, dan hanya akan terpupus saat mencapai Anupadisesa nibbana. Silahkan, tapi saya cuma beri info saja bahwa Mahayana tidak demikian karena semasa hidup Buddha sudah tidak menerima karma buruk karena sudah mencabut akar yg bisa membuatnya berbuah.  Semua itu adalah upaya kausalya,


Dalam Riwayat Sang Buddha menurut Theravada, terjadi beberapa kali Sang Buddha mengalami peristiwa buruk, seperti, kakinya terluka hingga berdarah, difitnah oleh Cinca, tidak memperoleh dana makanan dan terpaksa harus memakan makanan kuda  karena bencana kelaparan, dll. dan sehubungan dengan peristiwa ini biasanya Sang Buddha menceritakan penyebabnya yg berasal dari kehidupan lampau.

Bagaimanakah pendapat Mahayana mengenai hal ini?
Benar, Ko, ada dijelaskan di Sutra. Silakan baca Upaya Kausalya Sutra yg sudah saya posting. Hehe..sorry blm punya softcopy bhs.Indo.
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: marcedes on 25 December 2009, 10:56:54 AM
Quote
Seharusnya bro kaji dulu apakah Dharmakaya itu sama dengan Tuhan?  
justru konsep Tuhan itu saya sudah tahu, tetapi dharmakaya itu sepertinya kabur....
jadi saya tanyakan anda dharmakaya itu apa.....misalkan hukum kamma? lantas hukum kamma punya dharmakaya?

bukankah hukum kamma adalah kesunyataan dan lambang hakekat nyata?

Quote
Lho, bukannya saat Buddha membicarakan Nibbana , tidak semua orang mengerti kan? Kecuali telah merealisasinya
Yang merasa tidak berguna kan bro sendiri.
Buddha menjelaskan Trikaya itu kan menyatakan realitas apa adanya dari aspek kondisi seorang Buddha.
Ada hal-hal yang kedengaran tidak berguna pd dirinya, tapi blm tentu pada orang lain. Kalo anda merasa tidak berguna, itu urusan anda. Toh bagi saya berguna.
Ketika Buddha menyatakan diri adalah orang yang telah mencapai Sammasambuddha, ada juga orang lain yg merasa tidak berguna dan tidak percaya. Lalu apakah semua orang mengerti? apakah Ananda mengerti Sammasambuddha itu? Apakah Arahat juga mengerti keadaan seorang Sammasambuddha secara absolut?
begini loh mas chingik.
saat buddha membicarakan nibbana, saat itu tidak ada pendengar yg mungkin mengerti...tetapi buddha bisa mengajari mereka sehingga mereka merealisasikan sendiri Nibbana itu melalui jalanmulia berunsur 8 dan itu bisa di capai kehidupan sekarang
buktinya para Arahat mengetahui dengan pasti nibbana itu seperti apa......> theravada kan demikian.

bagaimana dengan konsep upayakausalya dan Trikaya..
bukankah dikatakan para savaka-arahat saja tidak bisa mengerti apa itu upayakausalya dan trikaya...
jadi apa gunanya buddha membabarkan sesuatu yang tidak mungkin di capai oleh para manusia saat ini.
bukankah ajaran ini disebut useless karena tidak mungkin di mengerti,dipahami apalagi direalisasikan....
sekali lagi saya ulangi, nibbana bisa dicapai oleh arahat...tapi Upayakausalya dan Trikaya itu bagaimana..

tentu beda yg anda contohkan dengan apa yg saya tanyakan.
analogi sederhana nya..
dalam contoh nibbana.....Buddha ibarat guru profesor dan mengajarkan mahasiswa mengenai hukum fisika, professor ini(buddha) telah mengetahui bahwa mahasiswa pasti bisa menangkap apa sy ajarkan.....
buktinya banyak relik dari murid-murid buddha......

tapi dalam contoh trikaya/upayakausalya
buddha mengajarkan para murid TK mengenai hukum fisika, apakah buddha tidak bisa mengetahui bahwa para audience bisa mengerti atau tidak....
siapa yg bisa mencapai sammasambuddha?

Quote
rumusan anda itu juga tidak salah kok.
Pikiran Buddha dan para bodhisatva bahkan para makhluk hidup itu menurut mahayana adalah Sunyata.
Jika anda bilang paralel maupun tidak paralel, maka kedua2nya akan terjebak pada konsep ada suatu DIRI.
anda sekali lagi menghindar dari pertanyaan saya....
sunyata biasa dipakai menjadi kesunyataan yang artinya tidak lain adalah hukum alam yg pasti bersifat ada dan mutlak.......kalau dalam bahasa dhamma kita kenal "paramatha-dhamma"


kalau dikatakan pikiran Buddha dan bodhisatta adalah paramatha dhamma....berarti mereka sama
jadi yg saya tanyakan apakah pikiran Buddha dan boddhisatta adalah pararel?

sebenarnya hal ini agak aneh kalau menjelaskan bagaimana rumusan bisa diganti atau tidak...karena anda hanya memakai opini pribadi anda....maka kalau ada kutipan sutra baru lebih cocok....
lagian anda bukan seorang sammasambuddha,dan bukan savaka-buddha atau boddhisatva....

--------------------------------------------
kalau anda katakan menjalin ikatan hubungan kamma, saya tidak bisa comment deh.....mungkin bisa benar ,,bisa tidak.
soalnya anda katakan boddhisatva sengaja bermenasipasi agar terjalin hubungan satu sama lain sebagai ikatan..... ^:)^
alangkah baik kalau ada kutipan sutra mengenai itu.

Quote
Oke saya mengerti analogi anda.
Tapi menurut pandangan Mahayana, seorang yang sampai divyakarana oleh seorang Sammasambuddha, dia tidak akan merosot dan juga tidak terbelokkan ,memang beda, tapi keduan2nya tidak akan terjadi. Mengapa? Indikasi ini dapat diukur dari saat Buddha meramalkan Sumedha, dunia ini berguncang, para dewa merayakannya, Buddha memujinya. Yang artinya, Sumedha sudah menjadi siswa jenius dan teladan. Siswa teladan tidak mungkin menyontek lagi, karena dia tahu itu sikap yang berlawanan dengan keteladanannya itu sendiri.
Kalo semua orang masih menyontek, maka semua orang pada saat itu juga bisa saja diramalkan akan menjadi dokter. Tapi tidak. Mengapa, karena hanya calon dokter yg pasti tidak nyontek, pasti tidak dapat nilai dibawah 6 yg pantas membuat semesta ini berguncang dan diramalkan oleh Buddha.
Demikian pandangan saya.
Dan saya juga menghormati pandangan anda. Terima kasih
kalau begitu opsi yg dikatakan om Indra... ;D menerima kamma buruk dari kehidupan lampau..
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: chingik on 25 December 2009, 06:47:57 PM
Quote
justru konsep Tuhan itu saya sudah tahu, tetapi dharmakaya itu sepertinya kabur....
jadi saya tanyakan anda dharmakaya itu apa.....misalkan hukum kamma? lantas hukum kamma punya dharmakaya?

bukankah hukum kamma adalah kesunyataan dan lambang hakekat nyata?
Dharmakaya merupakan suatu istilah yang merepresentasilkan realitas sejati dari pencerahan tertinggi (Sammasambuddha).
Dalam Sutra FoShuoDaCengTongXingJing (Buddha membabarkan Kesamaan Hakikat dalam Mahayana) , Buddha berkata, "Pria yang bajik, yang dimaksud dengan Dharmakaya sejati dari Tathagata adalah Tiada rupa, tiada kemunculan, tiada melekat, tiada dapat dilihat, tidak terkatakan, tiada tempat berdiam, tiada wujud, tiada akibat. Tiada lahir, tiada lenyap, tiada yg bisa dianalogikan"

Mengapa dikatakan realita sejati? Karena apa yang bisa dilihat dan bisa dipersepsikan bukanlah realitas sejati, karena apa yang bisa dilihat dan dipersepsikan tidak terhindar dari subjek penderitaan, ketidakkekalan.
Oleh karena itu ketika melihat Sang Buddha anda hanya melihat sesosok fisik manusia. Bukan Dharmakaya. Karena fisik mewakili sifat ketidakkekalan, karena tidak kekal dia akan hancur. Karena hancur maka dia tidak merepresentasikan realita sejati. Realita sejati itulah maka saya mengatakannya Sunyata.

 
Apakah definisi di atas dapat disamakan dengan konsep Tuhan?
 
 
Quote
begini loh mas chingik.
saat buddha membicarakan nibbana, saat itu tidak ada pendengar yg mungkin mengerti...tetapi buddha bisa mengajari mereka sehingga mereka merealisasikan sendiri Nibbana itu melalui jalanmulia berunsur 8 dan itu bisa di capai kehidupan sekarang
buktinya para Arahat mengetahui dengan pasti nibbana itu seperti apa......> theravada kan demikian.

bagaimana dengan konsep upayakausalya dan Trikaya..
bukankah dikatakan para savaka-arahat saja tidak bisa mengerti apa itu upayakausalya dan trikaya...
jadi apa gunanya buddha membabarkan sesuatu yang tidak mungkin di capai oleh para manusia saat ini.
bukankah ajaran ini disebut useless karena tidak mungkin di mengerti,dipahami apalagi direalisasikan....
sekali lagi saya ulangi, nibbana bisa dicapai oleh arahat...tapi Upayakausalya dan Trikaya itu bagaimana..

tentu beda yg anda contohkan dengan apa yg saya tanyakan.
analogi sederhana nya..
dalam contoh nibbana.....Buddha ibarat guru profesor dan mengajarkan mahasiswa mengenai hukum fisika, professor ini(buddha) telah mengetahui bahwa mahasiswa pasti bisa menangkap apa sy ajarkan.....
buktinya banyak relik dari murid-murid buddha......

tapi dalam contoh trikaya/upayakausalya
buddha mengajarkan para murid TK mengenai hukum fisika, apakah buddha tidak bisa mengetahui bahwa para audience bisa mengerti atau tidak....
siapa yg bisa mencapai sammasambuddha?
Memang yang dibabarkannya itu bukan utk tujuan kehidupan ini saja. Tapi utk tujuan kehidupan mendatang yakni jalur bodhisatva yang harus ditempuh dalam banyak kehidupan, itulah yang dibabarkan. Kata siapa useless, dan tidak bisa direalisasikan? Itukan menurut pandangan anda. Pandangan Mahayana merasa bisa direalisasikan dengan kekuatan tekad. Jika tidak bisa direalisasikan, mengapa Sumedha rela melepas keinginan mencapai Arahat dan memilih mencapai Sammasambuddha. Karena dia yakin dari apa yang direnungkan itu bisa direalisasikan. Dan Semua ini kini dibabarkan kembali kepada semua siswa yg memlih jalur ini. Apa yg bisa dicapai seorang Sammasambuddha , maka tidak ada alasan bagi orang lain tidak bisa mencapainya. Apa yg tidak dimengerti pd saat sekarang, tidak mungkin akan selamanya tidak mengerti bila ia berusaha.
Soal useles atau tidak, tidak perlu jauh2, memang benar Nibbana bisa dicapai pd kehidupan sekarang, tapi apakah anda bisa mencapai pd khidupan skrg? adik anda, papa dan ibu anda, apakah mereka mengerti?  Jika tidak maka sama saja menjadi useles . Tapi tidak berarti ajaran itu tidak berguna, begitu juga.

Anda mengatakan "nibbana bisa dicapai oleh Arahat, bagaimana dengan Upaya Kausalya dan Trikaya? Ya, tentu saja bisa dilakukan apabila mengambil jalur Bodhisatva.

Analogi anda dalam contoh:
 "nibbana.....Buddha ibarat guru profesor dan mengajarkan mahasiswa mengenai hukum fisika, professor ini(buddha) telah mengetahui bahwa mahasiswa pasti bisa menangkap apa sy ajarkan.....
buktinya banyak relik dari murid-murid buddha......

tapi dalam contoh trikaya/upayakausalya
buddha mengajarkan para murid TK mengenai hukum fisika, apakah buddha tidak bisa mengetahui bahwa para audience bisa mengerti atau tidak....
siapa yg bisa mencapai sammasambuddha?"

Penjelasan saya: Buddha mengetahuinya,makanya dia tidak mengajar ke Arahat, tapi ke Bodhisatva. Dan itulah mengapa ajaran2 jalan bodhisatva tidak dimasukkan ke kategori Agama Sutra. Melainkan Vaipulya Sutra. 

Quote
kalau dikatakan pikiran Buddha dan bodhisatta adalah paramatha dhamma....berarti mereka sama
jadi yg saya tanyakan apakah pikiran Buddha dan boddhisatta adalah pararel?
Saya tidak mengerti apa maksud paralel anda.
Kalo dikatakan Dharmakaya itu sebagai paramatha dhamma, memang demikian adanya. 


Quote
sebenarnya hal ini agak aneh kalau menjelaskan bagaimana rumusan bisa diganti atau tidak...karena anda hanya memakai opini pribadi anda....maka kalau ada kutipan sutra baru lebih cocok....
lagian anda bukan seorang sammasambuddha,dan bukan savaka-buddha atau boddhisatva....

Saya tidak pernah lihat ada ketentuan di Sutra terdapat seperti rumusan yang anda baca. Mohon anda kasi tau anda dapat dari kutipan Sutra apa.
 Tapi dari rumusan itu saya dapat menangkap orang yang menulis ini hanya menjabarkan secara praktis. Dan itu bisa dibenarkan juga, tergantung konteks penjelasannya. 
Mengapa? Karena Trikaya memang dimiliki oleh setiap Buddha. Secara hakikatpun dimiliki oleh setiap makhluk hidup, hanya bedanya para makhluk hidup belum "menyadari" nya. Dharmakaya kadang disebut juga Hakikat Buddha. Jadi dalam Sutra Avatamsaka memang menyatakan "semua makhluk memiliki hakikat kebajikan Tathagata, hanya saja mereka tersesat sehingga tidak dapat merealisasinya". 

Salah satu kamus Buddha dharma Mahayana karya Chen Yixiao menyatakan "Realitas Sejati" = Disebut juga Hakikat Buddha, Hakikat Dharma,Buthata (Kedemikianan), Dharmakaya, Paramartha.
 
Jadi Dharmakaya itu adalah sama dengan Paramartha (Kebenaran mutlak) yg merupakan aspek dari realita sejati. 

Sampai sejauh ini, anda baru menolak opini saya dengan alasan saya bukan arahat, savakabuddha, atau sammasambuddha.
Lalu apakah saya harus percaya dengan opini anda lantaran anda hanya putthujana seperti saya? hehe...

Quote
kalau anda katakan menjalin ikatan hubungan kamma, saya tidak bisa comment deh.....mungkin bisa benar ,,bisa tidak.
soalnya anda katakan boddhisatva sengaja bermenasipasi agar terjalin hubungan satu sama lain sebagai ikatan.....
alangkah baik kalau ada kutipan sutra mengenai itu.
hm...ada di Sutra : 佛說大乘菩薩藏正法經 (Sutra Buddha membabarkan tentang Dharma sejati gudang bodhisatva mahayana), bagian ke 8, Ksanti Paramita Varga. :
"Sariputra, pada saat itu (sebagai bodhisatva),  setelah Aku mengajarkan dharma kepada para pengikut Mara, agar para makhluk hidup mematangkan akar kebajikan mereka, hingga [pada masa mendatang] dapat mencapai Anuttara Samyaksambuddha. Juga kepada para makhluk yang [wataknya] munafik, melanggar sila, menyenangi hal-hal yang tidak bajik, sulit dibimbing, juga kepada para makhluk yang penuh dengan keserakahan, penuh dengan kebencian dan penuh dengan kegelapan batin,  maka [Aku akan] menjalin jodoh karma baik [dengan mereka], agar mereka dapat mematangkan Anuttara Samyaksambodhi. Dengan tekad setelah Aku mencapai Pencerahan Sempurna, maka para makhluk tersebut dapat Aku bimbing hingga mencapai Nirvana.     

Jadi yang bisa dibimbing, bodhisatva akan membimbing, sedangkan bagi yang tidak bisa dibimbing , bodhisatva akan tetap menjalin jodoh karma baik dengan mereka.
Contoh jika ada yg tertarik dgn dhamma, anda bisa mengajarkannya tentang ajaran dhamma. Bila mereka tidak tertarik, atau memusuhi anda , anda juga harus bertekad suatu saat dapat membuat mereka tertarik. Caranya adalah anda tetap harus berbaikan dengan mereka ,membantu mereka dalam bentuk apapun, bahkan, bahkan dengan tersenyum pd orang yg tidak dikenal, itu sudah termasuk menjalin jodoh karma baik. Esensinya di situ. Tujuannya agar pd masa kapan pun juga, bila kondisi karma sudah matang, orang bersangkutan akan lebih mudah berinteraksi dgn kita. Begitulah kira2. hehe...maklum pnjelasannya tidak berbobot. Mohon dimaklumi. 

Quote
kalau begitu opsi yg dikatakan om Indra...  menerima kamma buruk dari kehidupan lampau..
iya udah tahu , hehe..
sejauh itu ya memang saya tahu versi Theravada demikian , cuma walaupun menerima kamma buruk, tapi tidak seharusnya masih menciptakan karma buruk baru. Maksud saya dalam Theravada masih menerima pandangan bahwa Bodhisatta masih berbuat karma buruk yang baru, sedangkan Mahayana tidak lagi sebagai seorang Bodhisatva yg telah divyakarana.
Demikian perbedaan pandangan antara dua aliran. Mau terima mana ya silakan..mau tolak yg mana sialakn terserah, bebas. Yang penting dengan bersandarkan Kalama Sutta, kita tidak pernah berhenti belajar...hehe..
   
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: truth lover on 26 December 2009, 10:11:53 AM
Quote
Quote
Loh kenapa? bukankah sejalan dengan kata-kata mas Chingik sendiri?
"Intinya tujuannya memberi manfaat, apa manfaatnya tentu ada kronologi sebab akibat . Kadang memperlihatkan sikap sepele juga ada manfaatnya. Silakan cermati sikap yg terlihat sepele, kadang bisa memberi inspirasi. "

Menjadi nyamuk lebih mudah lagi memberi manfaat pada penghuni rawa kan? oh ya saya mendadak ingin kasih GRP untuk mas Chingik atas ketabahannya.

By the way, kalau Bodhisatva jadi nyamuk menghisap darah termasuk melanggar vegetarian nggak ya?

Kalo yang bro maksudkan sejalan itu, ya okelah. clear.
Thanks atas GRP , akhirnya saya berketik mati-matian tidak sia sia wkwkwk...just kidding. saya jg ga tau apa gunanya grp itu hehehe..
Semua pertanyaan dari rekan2 di sini cukup membuat saya senang dan hargai , karena bisa dorong saya lebih rajin menggali nilai2 ajaran Buddha.

oya , saya sih percaya bodhisatva ga isep darahlah, kan bukan drakula. :))

Mas Chingik belum menjawab pertanyaan saya, tambah satu pertanyaan lagi, menurut Mahayana memungkinkan Bodhisatva beremanasi menjadi nyamuk kan? Upaya Kausalya: walau nampak sepele wkwkwkwk....

 _/\_

misalnya dan seandainya kalau pernah juga knapa bro? lalu apakah nyamuk jg menghisap darah? bisa saja tidak.
mungkin anda akan bilang bukankah itu sifat alami binatang
bodhisatva kan tidak benar2 menjadi binatang. sama prinsip saat Buddha menjelma jadi makhluk dewa, mara. apakah Buddha lalu dilihat sebagai dewa, mara?
hehe..begitulah kira2.

Jadi maksud mas Chingik Bodhisatva tak pernah bereinkarnasi atau bertumimbal lahir ya? yang ada hanya emanasi?
Sang Buddha bisa bersalin-rupa sebagai mahluk apapun, tetapi Beliau tetap di alam manusia, dipengaruhi hukum karma dan hukum alam, Bodhisatwa di alam mana? apakah Bodhisatva dipengaruhi hukum alam atau tidak?
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: hendrako on 26 December 2009, 10:29:44 AM
Mahayana = cenderung ke jalur Bodhisatva (menuju Sammasambuddha, pertapa Sumedha contohnya)
Theravada = cenderung ke jalur Arahat (menuju Savaka Buddha, para siswa Buddha Gotama contohnya)

Secara simplistik..... tinggal pilih aja.....dengan kata lain.....gitu aja kok repot  ;D
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: truth lover on 26 December 2009, 10:35:16 AM
Eh kelupaan pertanyaannya belum dijawab mas chingik, kalau Bodhisatva sebagai nyamuk menghisap darah (andaikan menghisap darah seperti Padmasambhava yang juga menghisap darah untuk mengobati orang) merupakan pelanggaran sumpah vegetarian atau tidak?
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: marcedes on 29 December 2009, 11:16:31 PM
Quote
justru konsep Tuhan itu saya sudah tahu, tetapi dharmakaya itu sepertinya kabur....
jadi saya tanyakan anda dharmakaya itu apa.....misalkan hukum kamma? lantas hukum kamma punya dharmakaya?

bukankah hukum kamma adalah kesunyataan dan lambang hakekat nyata?
Dharmakaya merupakan suatu istilah yang merepresentasilkan realitas sejati dari pencerahan tertinggi (Sammasambuddha).
Dalam Sutra FoShuoDaCengTongXingJing (Buddha membabarkan Kesamaan Hakikat dalam Mahayana) , Buddha berkata, "Pria yang bajik, yang dimaksud dengan Dharmakaya sejati dari Tathagata adalah Tiada rupa, tiada kemunculan, tiada melekat, tiada dapat dilihat, tidak terkatakan, tiada tempat berdiam, tiada wujud, tiada akibat. Tiada lahir, tiada lenyap, tiada yg bisa dianalogikan"

Mengapa dikatakan realita sejati? Karena apa yang bisa dilihat dan bisa dipersepsikan bukanlah realitas sejati, karena apa yang bisa dilihat dan dipersepsikan tidak terhindar dari subjek penderitaan, ketidakkekalan.
Oleh karena itu ketika melihat Sang Buddha anda hanya melihat sesosok fisik manusia. Bukan Dharmakaya. Karena fisik mewakili sifat ketidakkekalan, karena tidak kekal dia akan hancur. Karena hancur maka dia tidak merepresentasikan realita sejati. Realita sejati itulah maka saya mengatakannya Sunyata.

 
Apakah definisi di atas dapat disamakan dengan konsep Tuhan?
  
 
Quote
begini loh mas chingik.
saat buddha membicarakan nibbana, saat itu tidak ada pendengar yg mungkin mengerti...tetapi buddha bisa mengajari mereka sehingga mereka merealisasikan sendiri Nibbana itu melalui jalanmulia berunsur 8 dan itu bisa di capai kehidupan sekarang
buktinya para Arahat mengetahui dengan pasti nibbana itu seperti apa......> theravada kan demikian.

bagaimana dengan konsep upayakausalya dan Trikaya..
bukankah dikatakan para savaka-arahat saja tidak bisa mengerti apa itu upayakausalya dan trikaya...
jadi apa gunanya buddha membabarkan sesuatu yang tidak mungkin di capai oleh para manusia saat ini.
bukankah ajaran ini disebut useless karena tidak mungkin di mengerti,dipahami apalagi direalisasikan....
sekali lagi saya ulangi, nibbana bisa dicapai oleh arahat...tapi Upayakausalya dan Trikaya itu bagaimana..

tentu beda yg anda contohkan dengan apa yg saya tanyakan.
analogi sederhana nya..
dalam contoh nibbana.....Buddha ibarat guru profesor dan mengajarkan mahasiswa mengenai hukum fisika, professor ini(buddha) telah mengetahui bahwa mahasiswa pasti bisa menangkap apa sy ajarkan.....
buktinya banyak relik dari murid-murid buddha......

tapi dalam contoh trikaya/upayakausalya
buddha mengajarkan para murid TK mengenai hukum fisika, apakah buddha tidak bisa mengetahui bahwa para audience bisa mengerti atau tidak....
siapa yg bisa mencapai sammasambuddha?
Memang yang dibabarkannya itu bukan utk tujuan kehidupan ini saja. Tapi utk tujuan kehidupan mendatang yakni jalur bodhisatva yang harus ditempuh dalam banyak kehidupan, itulah yang dibabarkan. Kata siapa useless, dan tidak bisa direalisasikan? Itukan menurut pandangan anda. Pandangan Mahayana merasa bisa direalisasikan dengan kekuatan tekad. Jika tidak bisa direalisasikan, mengapa Sumedha rela melepas keinginan mencapai Arahat dan memilih mencapai Sammasambuddha. Karena dia yakin dari apa yang direnungkan itu bisa direalisasikan. Dan Semua ini kini dibabarkan kembali kepada semua siswa yg memlih jalur ini. Apa yg bisa dicapai seorang Sammasambuddha , maka tidak ada alasan bagi orang lain tidak bisa mencapainya. Apa yg tidak dimengerti pd saat sekarang, tidak mungkin akan selamanya tidak mengerti bila ia berusaha.
Soal useles atau tidak, tidak perlu jauh2, memang benar Nibbana bisa dicapai pd kehidupan sekarang, tapi apakah anda bisa mencapai pd khidupan skrg? adik anda, papa dan ibu anda, apakah mereka mengerti?  Jika tidak maka sama saja menjadi useles . Tapi tidak berarti ajaran itu tidak berguna, begitu juga.

Anda mengatakan "nibbana bisa dicapai oleh Arahat, bagaimana dengan Upaya Kausalya dan Trikaya? Ya, tentu saja bisa dilakukan apabila mengambil jalur Bodhisatva.

Analogi anda dalam contoh:
 "nibbana.....Buddha ibarat guru profesor dan mengajarkan mahasiswa mengenai hukum fisika, professor ini(buddha) telah mengetahui bahwa mahasiswa pasti bisa menangkap apa sy ajarkan.....
buktinya banyak relik dari murid-murid buddha......

tapi dalam contoh trikaya/upayakausalya
buddha mengajarkan para murid TK mengenai hukum fisika, apakah buddha tidak bisa mengetahui bahwa para audience bisa mengerti atau tidak....
siapa yg bisa mencapai sammasambuddha?"

Penjelasan saya: Buddha mengetahuinya,makanya dia tidak mengajar ke Arahat, tapi ke Bodhisatva. Dan itulah mengapa ajaran2 jalan bodhisatva tidak dimasukkan ke kategori Agama Sutra. Melainkan Vaipulya Sutra.  

Quote
kalau dikatakan pikiran Buddha dan bodhisatta adalah paramatha dhamma....berarti mereka sama
jadi yg saya tanyakan apakah pikiran Buddha dan boddhisatta adalah pararel?
Saya tidak mengerti apa maksud paralel anda.
Kalo dikatakan Dharmakaya itu sebagai paramatha dhamma, memang demikian adanya.  


Quote
sebenarnya hal ini agak aneh kalau menjelaskan bagaimana rumusan bisa diganti atau tidak...karena anda hanya memakai opini pribadi anda....maka kalau ada kutipan sutra baru lebih cocok....
lagian anda bukan seorang sammasambuddha,dan bukan savaka-buddha atau boddhisatva....

Saya tidak pernah lihat ada ketentuan di Sutra terdapat seperti rumusan yang anda baca. Mohon anda kasi tau anda dapat dari kutipan Sutra apa.
 Tapi dari rumusan itu saya dapat menangkap orang yang menulis ini hanya menjabarkan secara praktis. Dan itu bisa dibenarkan juga, tergantung konteks penjelasannya.  
Mengapa? Karena Trikaya memang dimiliki oleh setiap Buddha. Secara hakikatpun dimiliki oleh setiap makhluk hidup, hanya bedanya para makhluk hidup belum "menyadari" nya. Dharmakaya kadang disebut juga Hakikat Buddha. Jadi dalam Sutra Avatamsaka memang menyatakan "semua makhluk memiliki hakikat kebajikan Tathagata, hanya saja mereka tersesat sehingga tidak dapat merealisasinya".  

Salah satu kamus Buddha dharma Mahayana karya Chen Yixiao menyatakan "Realitas Sejati" = Disebut juga Hakikat Buddha, Hakikat Dharma,Buthata (Kedemikianan), Dharmakaya, Paramartha.
 
Jadi Dharmakaya itu adalah sama dengan Paramartha (Kebenaran mutlak) yg merupakan aspek dari realita sejati.  

Sampai sejauh ini, anda baru menolak opini saya dengan alasan saya bukan arahat, savakabuddha, atau sammasambuddha.
Lalu apakah saya harus percaya dengan opini anda lantaran anda hanya putthujana seperti saya? hehe...

Quote
kalau anda katakan menjalin ikatan hubungan kamma, saya tidak bisa comment deh.....mungkin bisa benar ,,bisa tidak.
soalnya anda katakan boddhisatva sengaja bermenasipasi agar terjalin hubungan satu sama lain sebagai ikatan.....
alangkah baik kalau ada kutipan sutra mengenai itu.
hm...ada di Sutra : 佛說大乘菩薩藏正法經 (Sutra Buddha membabarkan tentang Dharma sejati gudang bodhisatva mahayana), bagian ke 8, Ksanti Paramita Varga. :
"Sariputra, pada saat itu (sebagai bodhisatva),  setelah Aku mengajarkan dharma kepada para pengikut Mara, agar para makhluk hidup mematangkan akar kebajikan mereka, hingga [pada masa mendatang] dapat mencapai Anuttara Samyaksambuddha. Juga kepada para makhluk yang [wataknya] munafik, melanggar sila, menyenangi hal-hal yang tidak bajik, sulit dibimbing, juga kepada para makhluk yang penuh dengan keserakahan, penuh dengan kebencian dan penuh dengan kegelapan batin,  maka [Aku akan] menjalin jodoh karma baik [dengan mereka], agar mereka dapat mematangkan Anuttara Samyaksambodhi. Dengan tekad setelah Aku mencapai Pencerahan Sempurna, maka para makhluk tersebut dapat Aku bimbing hingga mencapai Nirvana.      

Jadi yang bisa dibimbing, bodhisatva akan membimbing, sedangkan bagi yang tidak bisa dibimbing , bodhisatva akan tetap menjalin jodoh karma baik dengan mereka.
Contoh jika ada yg tertarik dgn dhamma, anda bisa mengajarkannya tentang ajaran dhamma. Bila mereka tidak tertarik, atau memusuhi anda , anda juga harus bertekad suatu saat dapat membuat mereka tertarik. Caranya adalah anda tetap harus berbaikan dengan mereka ,membantu mereka dalam bentuk apapun, bahkan, bahkan dengan tersenyum pd orang yg tidak dikenal, itu sudah termasuk menjalin jodoh karma baik. Esensinya di situ. Tujuannya agar pd masa kapan pun juga, bila kondisi karma sudah matang, orang bersangkutan akan lebih mudah berinteraksi dgn kita. Begitulah kira2. hehe...maklum pnjelasannya tidak berbobot. Mohon dimaklumi.  

Quote
kalau begitu opsi yg dikatakan om Indra...  menerima kamma buruk dari kehidupan lampau..
iya udah tahu , hehe..
sejauh itu ya memang saya tahu versi Theravada demikian , cuma walaupun menerima kamma buruk, tapi tidak seharusnya masih menciptakan karma buruk baru. Maksud saya dalam Theravada masih menerima pandangan bahwa Bodhisatta masih berbuat karma buruk yang baru, sedangkan Mahayana tidak lagi sebagai seorang Bodhisatva yg telah divyakarana.
Demikian perbedaan pandangan antara dua aliran. Mau terima mana ya silakan..mau tolak yg mana sialakn terserah, bebas. Yang penting dengan bersandarkan Kalama Sutta, kita tidak pernah berhenti belajar...hehe..
  
bro chingik, masalah relasi dengan makhluk hidup sy kira sudah clear...jadi saya tidak bahas lagi..
karena analogi anda masih masuk akal...^^

hanya.....
masalah boddhisattva dan trikaya serta upaya kausalya..

Trikaya dikatakan hanya "sammasambuddha" yang mampu memiliki tubuh itu..berarti sammasambuddha lah yg mengerti dengan baik....mengapa bisa boddhisatva juga punya? apakah para savaka juga punya?

terus....jika ajaran itu di tujukan pada Boddhisatva...mengapa Nagarjuna mengambil dan membawa ke alam manusia?
apakah nagarjuna juga asal ngambil kitab tanpa melihat isi?

kemudian apabila di ambil di Alam DEWA, kitab itu dalam bentuk tulisan bahasa apa? apakah sangkrit?
jadi anda mau mengatakan bahwa para dewa memakai bahasa sangkrit?
sederhana saja,

jika Sammasambuddha sengaja membabarkan ajaran ini pada boddhisatva, mengapa pada savaka mengutip yg tidak dimengerti?
kemudian jika sammasambuddha secara privat mengajarkan pada boddhisatva, mengapa nagarjuna mengambil apa yg diri-nya tidak tahu.....

kemudian, apakah bisa saya katakan apabila anda mati lalu lahir di alam surga barat amitabha....sebutan untuk buddha disitu apa? apakah status nya dharmakaya atau nirmana kaya?

apakah buddha amitabha disitu termasuk alam manusia atau alam dewa? apabila alam dewa....berarti rupa amitabha juga termasuk nirmana kaya donk.....

jadi status dharma kaya dan nirmana kaya itu yg bagaimana?

kemudian mengapa ada boddhisatva avalokitesvara?

Quote
Sambhoga-Kaya merupakan Sinar Agung yang terpancar dari tubuh Sang Buddha dan merupakan manifestasi sifat dasar Buddha yang dimiliki oleh Yang Telah Mencapai Penerangan Sempurna [Samyaksambodhi/Sammasambodhi] atau Bodhisattva yang telah mencapai bhumi tingkat ke-10. Sambogha-Kaya berwujud sebagai kekuatan atau cahaya yang hanya dapat dirasakan secara rohani, diwujudkan dalam bentuk simbol dari kelahiran dan kematian.

Dalam Suvarnaprabhasa dan Abhisamayalankara-karika dijelaskan bahwa Sambhoga-Kaya adalah suatu tubuh yang sangat halus dari Buddha, diberkahi dengan semua tanda dari mahapurusa dan umumnya dianggap oleh Buddha untuk memberikan kebenaran yang lebih tinggi termasuk kebenaran metafisika kepada para Bodhisattva yang telah sangat maju.

jadi kalau dikatakan avalokitesvara adalah "seorang sammasambuddha" yang menyamar atau berubah bentuk........
berarti Gotama adalah avalokitesvara dan avalokitesvara adalah gotama...

dan mereka Pararel donk tentu nya.....

apakah tidak disebut aneh apabila Gotama mengajarkan kepada diri - nya sendiri?

dan apabila Dharmakaya dikatakan "hukum kesunyataan" saya ganti saja dengan hukum kamma...
apabisa hukum kamma ber emansipasi menjadi sebuah gambar? atau beremansipasi jadi seorang buddha bernama buddha kamma?
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: GandalfTheElder on 31 December 2009, 01:33:08 PM
Quote
Trikaya dikatakan hanya "sammasambuddha" yang mampu memiliki tubuh itu..berarti sammasambuddha lah yg mengerti dengan baik....mengapa bisa boddhisatva juga punya? apakah para savaka juga punya?

Yang memiliki Trikaya sekaligus itu hanya Samyaksambuddha dan Bodhisattva Bhumi 10 YANG sudah diabhiseka Samyaksambuddha.

Quote
terus....jika ajaran itu di tujukan pada Boddhisatva...mengapa Nagarjuna mengambil dan membawa ke alam manusia?
apakah nagarjuna juga asal ngambil kitab tanpa melihat isi?

kemudian apabila di ambil di Alam DEWA, kitab itu dalam bentuk tulisan bahasa apa? apakah sangkrit?
jadi anda mau mengatakan bahwa para dewa memakai bahasa sangkrit?
sederhana saja,

jika Sammasambuddha sengaja membabarkan ajaran ini pada boddhisatva, mengapa pada savaka mengutip yg tidak dimengerti?

Saya hanya coba bantu menjawab beberapa ya, krn pertanyaan ditujukan ke bro. chingik.

Pertanyaan ini sudah saya jawab dulu-dulu, entah anda baca atau tidak, tapi ada baiknya kalau anda mau nyari, sehingga tidak diulang2 terus.

Jujur saya agak bingung dengan pertanyaan anda.

Memang kalau ditujukan kepada para Bodhisattva, maka tidak boleh dibawa ke alam manusia? Statement macam ini sungguh aneh dan agak lucu.

Para Sravaka Arhat terkadang tidak mengerti ajaran Mahayana adalah karena memiliki kemelekatan akan kedamaian ekstrim, sedangkan manusia biasa [prthagjana] yang berjodoh dengan Buddha Dharma dan memiliki tekad menjadi Samyaksambuddha tidak memiliki halangan semacam itu.

Maka dari itu prthagjana yang baru masuk ke jalur Bodhisattva saja kemungkinan bisa lebih paham daripada para Arhat karena mereka tidak memiliki kemelekatan akan kedamaian ekstrim.

Apabila seseorang menempuh terlebih dahulu jalur Sravaka baru kemudian Samyaksambuddha, maka ini akan membutuhkan waktu lebih lama daripada orang yang sedari awal sudah masuk ke jalur Bodhisattva dan berusaha menjadi Samyaksambuddha.

Maka dari itu Nagarjuna membawa Sutra-sutra Mahayana dari alam Naga untuk disebarkan ke manusia biasa yang berjodoh dengan jalan Bodhisattva dalam Buddha Dharma.

Diambil di alam tertentu, bukan berarti harus ditulis juga di sana kan?

Lagipula alam dewa atau naga di sini tidak berarti harus diambil harafiahnya, karena dulu di India memang ada suku Naga dan suku Deva yang tinggal di pedalaman. Berdasarkan hipotesa dari satu sejarawan, tradisi Mahayana ini berasal dari bhiksu-bhiksu hutan. Ini sangat cocok mengingat Pedalaman - Hutan - tempat yang "tersembunyi" - cocok untuk menyimpan Sutra-sutra Mahayana.

Apalagi di Gunung Vimalasvabhava Ananda mengulang kembali sabda Mahayana dari Sang Buddha dengan bantuan para Bodhisattva. Gunung Vimalasvabhava ini ya adanya di dunia manusia dan kemudian diteruskan secara oral dan tertulis oleh Tripitakadhara dalam kelompok-kelompok Bodhisattva Bhiksu [para bhiksu yang mengambil jalur Mahayana].

Lagipula......sederhana saja..... anda yakin para deva tidak mampu menulis / menggunakan Sanskrit? Kalau gitu dewa di negara Thai tidak mengerti apabila ada orang yang memohon menggunakan bahasa Indonesia? Lucu banget.

Tidak semua Sravaka Arhat tidak paham Mahayana. Para Sravaka Arhat yang merupakan siswa-siswa utama Sang Buddha mampu memahami Mahayana, namun yang bukan Siswa Utama hanya sedikit yang memahami.

Quote
kemudian jika sammasambuddha secara privat mengajarkan pada boddhisatva, mengapa nagarjuna mengambil apa yg diri-nya tidak tahu.....

Pertanyaan lucu. Memangnya Nagarjuna mengambil jalan Sravaka sehingga nggak bisa paham / tahu?

Quote
apakah buddha amitabha disitu termasuk alam manusia atau alam dewa? apabila alam dewa....berarti rupa amitabha juga termasuk nirmana kaya donk.....

Tidak bisa digolongkan manusia maupun dewa, krn sistem alam di Tanah Suci udah beda lagi, tidak ada neraka, tidak ada alam hewan atau setan asura manusia atau dewa.

Quote
jadi kalau dikatakan avalokitesvara adalah "seorang sammasambuddha" yang menyamar atau berubah bentuk........
berarti Gotama adalah avalokitesvara dan avalokitesvara adalah gotama...

dan mereka Pararel donk tentu nya.....

apakah tidak disebut aneh apabila Gotama mengajarkan kepada diri - nya sendiri?

Dalai Lama dan Karmapa dikenal sebagai emanasi Avalokitesvara, dua-duanya bisa saling berkomunikasi dan saling memberikan ajaran tuh..  :whistle:

Yang benar Sakyamuni = Amitabha = Vairocana = Avalokitesvara = Manjusri = Aksobhya etc....

Seperti yang dikatakan bro. Chingik, yang SAMA itu adalah HAKEKATNYA yaitu pencerahan atau Dharmakaya, maka dari itu 1 Buddha = Semua Buddha, Semua Buddha = 1 Buddha

Apabila ada Buddha yang disebut sebagai emanasi Avalokitesvara, bukan berarti beliau bukan emanasi Vairocana. Beliau juga emanasi Vairocana.

Lantas kenapa disebut emanasi Avalokitesvara, ini karena Buddha tersebut aktivitas dominannya adalah cinta kasih, karena cinta kasih ini merupakan aspek dari Dharmakaya yang kemudian disimbolkan sebagai Sambhogakaya Avalokitesvara.

Jadi tentu mohon bedakan antara Sambhogakaya Avalokitesvara dan Nirmanakaya Avalokitesvara.

Apabila Avalokitesvara Bodhisattva dikatakan berkomunikasi dengan Sang Buddha - ini adalah aspek Nirmanakaya-nya.

Seperti halnya sekarang Nirmanakaya Maitreya berada di Surga Tusita sedangkan Sambhogakaya Maitreya ada di Akanishta Ghandavyuha.

Selain mewujudkan Nirmanakaya di Surga Tusita, Sambhopgakaya Maitreya juga diyakini mewujudkan dirinya sebagai Nirmanakaya Tai Situ Rinpoche, dll.

Dikatakan dalam aliran Nichiren bahwa Amitabha, Bhaisajyaguru, Vairocana dll itu adalah manifestasi dari "Buddha Sakyamuni Abadi". "Buddha Sakyamuni Abadi" ini berbeda dengan Nirmanakaya Buddha Sakyamuni. Nirmanakaya Buddha Sakyamuni adalah bagian dari "Buddha Sakyamuni Abadi" yang tak lain adalah Dharmakaya.

Jadi ketika seseorang berbicara "Sakyamuni Buddha" atau "Amitabha" itu tidak mesti dalam konteks Nirmanakaya, namun bisa saja mewakili Dharmakaya. Maka dari itu ada bbrp aliran yang menganggap Amitabha itu Nirmanakaya, ada yang menganggap Sambhogakaya dan ada yang menganggap Amitabha adalah Dharmakaya.

Semuanya tidak salah, toh hanya sebutan saja dan memang antar aliran memiliki konteksnya sendiri-sendiri. Lagipula seorang Buddha memang memiliki Trikaya.

Jadi kalau ada yang mengatakan Amitabha berwujud sebagai Shakyamuni, yang dimaksud Amitabha di sini bukan aspek Nirmanakaya-nya, namun Dharmakaya. Sambhogakaya adalah pancaran / pantulan dari Dharmakaya yang tidak seharusnya dilihat sebagai entitas tunggal, karena tiada tubuh kasar pada Sambhogakaya, bagaikan bayangan bulan di atas permukaan air.

Dan apabila dikatakan Buddha Shakyamuni memiliki Sambhogakaya Avalokitesvara, maka yang dimaksud di sini adalah aktivitas Buddha Shakyamuni yang dominan dilihat adalah cinta kasih, yang merupakan aspek dari Dharmakaya. Nah aspek cinta kasih dari Dharmakaya ini memancar dalam wujud Sambhogakaya Avalokitesvara yang kemudian memancar lagi menjadi berbagai macam Nirmanakaya.

Satu dominan = bukan berarti yang lain tidak sempurna. Misalnya cinta kasih yang dominan, bukan berarti prajnanya tidak sempurna.

Apbila ada yang mengatakan Sambhogakaya Sakyamuni itu Amitabha, etc itu juga tidak salah, karena setiap praktisi bisa saja melihat aspek Dharmakaya yang berbeda2 dalam "diri" Sakyamuni.

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: dilbert on 31 December 2009, 03:39:14 PM
 [at] gandalf...

puthujana yang berjodoh lebih cepat menempuh jalur sammasambuddha dibandingkan dengan savaka buddha ? Ada referensi-nya di sutra mahayana atau opini pribadi ?
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: marcedes on 01 January 2010, 03:00:24 AM
Quote
Para Sravaka Arhat terkadang tidak mengerti ajaran Mahayana adalah karena memiliki kemelekatan akan kedamaian ekstrim, sedangkan manusia biasa [prthagjana] yang berjodoh dengan Buddha Dharma dan memiliki tekad menjadi Samyaksambuddha tidak memiliki halangan semacam itu.
ini statment dari anda atau dari sutra...minta kutipan nya....

Quote
Maka dari itu prthagjana yang baru masuk ke jalur Bodhisattva saja kemungkinan bisa lebih paham daripada para Arhat karena mereka tidak memiliki kemelekatan akan kedamaian ekstrim.

Quote
Tidak semua Sravaka Arhat tidak paham Mahayana. Para Sravaka Arhat yang merupakan siswa-siswa utama Sang Buddha mampu memahami Mahayana, namun yang bukan Siswa Utama hanya sedikit yang memahami.
maksud nya apa ini, bukankah savaka-arahat itu hanya bhumi 7...lantas mengapa yg bhumi 7 bisa memahami trikaya dan upayakausalya?





Quote
Semuanya tidak salah, toh hanya sebutan saja dan memang antar aliran memiliki konteksnya sendiri-sendiri. Lagipula seorang Buddha memang memiliki Trikaya.

Jadi kalau ada yang mengatakan Amitabha berwujud sebagai Shakyamuni, yang dimaksud Amitabha di sini bukan aspek Nirmanakaya-nya, namun Dharmakaya. Sambhogakaya adalah pancaran / pantulan dari Dharmakaya yang tidak seharusnya dilihat sebagai entitas tunggal, karena tiada tubuh kasar pada Sambhogakaya, bagaikan bayangan bulan di atas permukaan air.

Dan apabila dikatakan Buddha Shakyamuni memiliki Sambhogakaya Avalokitesvara, maka yang dimaksud di sini adalah aktivitas Buddha Shakyamuni yang dominan dilihat adalah cinta kasih, yang merupakan aspek dari Dharmakaya. Nah aspek cinta kasih dari Dharmakaya ini memancar dalam wujud Sambhogakaya Avalokitesvara yang kemudian memancar lagi menjadi berbagai macam Nirmanakaya.

Satu dominan = bukan berarti yang lain tidak sempurna. Misalnya cinta kasih yang dominan, bukan berarti prajnanya tidak sempurna.

Apbila ada yang mengatakan Sambhogakaya Sakyamuni itu Amitabha, etc itu juga tidak salah, karena setiap praktisi bisa saja melihat aspek Dharmakaya yang berbeda2 dalam "diri" Sakyamuni.
dari kata anda, anda berbicara PERSEPSI.....

misalkan saya melihat buddha sakyamuni lalu saya katakan "oh Buddha Amitabha" ini adalah persepsi saya...
sedangkan pertanyaan saya adalah  apakah Sakyamuni dan Amitabha atau Avalokitsvara adalah individu yang sama?

apakah pikiran Gotama itu pararel dengan avalokitesvara? atau pararel dengan Amitabha?
misalkan
si Naruto...dengan jurus kloning-nya menempatkan kloning nya berada di Tanah suci, kemudian menempatkan Kloning nya di Bumi...
bukankah Naruto nya tetap dikatakan 1 saja,karena yang berada di Tanah Suci dan Di Bumi adalah 1 individu yg sama.
jadi maksud pertanyaan saya adalah demikian.


kalau kita lihat dari segi pengertian DHARMA KAYA...yakni sebuah lambang hakekat Kesunyataan...
mana mungkin hukum kesunyataan berubah menjadi sebuah wujud? ini lebih lucu lagi....
pernah lihat hukum kamma berubah jadi wujud?
atau pernah melihat hukum kamma berubah wujud menjadi buddha atau orang apa saja dan mengajarkan kita kotbah ajaran?

jadi mengapa Buddha Amitabha dikatakan Dharma-kaya...apanya hakekat kesunyataan dari buddha amitabha?
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: GandalfTheElder on 01 January 2010, 05:54:12 AM
Quote
ini statment dari anda atau dari sutra...minta kutipan nya....

Ya sutra lah.....

Ada di Manjusri-vihara Sutra sabda Sang Buddha. Kutipannya cari sendiri, jgn apa2 minta.... hehe.... ^-^ ^-^

Di buku Pembebasan di tangan Kita karya Pabongkha Rinpoche juga ada, kalau mau lihat di sini aja, ada kok.

YA Kalyanadeva dalam komentarnya terhadap Bodhisattvacaryavatara mengatakan bahwa seorang Arhat membutuhkan 40 periode kalpa yang lebih lama daripada para Bodhisattva untuk mencapai Samyaksambuddha.

Dalam Munimatalamkara, YA Abhayakaragupta mengatakan bahwa para Sravaka dan Pratyekabuddha membutuhkan 1 asankhyeyya lebih lama dibanding Bodhisattva untuk mencapai Samyaksambuddha.

Geshe Potowa juga mengatakan jalur Hinayana sebagai jalur yang lebih panjang ketimbang Mahayana.

Quote
maksud nya apa ini, bukankah savaka-arahat itu hanya bhumi 7...lantas mengapa yg bhumi 7 bisa memahami trikaya dan upayakausalya?

Maksudnya ya memahami secara konseptual, seperti kita yg prthagjana ini juga mampu memahami Trikaya dan Upayakausalya secara konseptual saja, realisasi belum. Tapi siapa yang tahu juga, kalau2 para Siswa Utama ternyata sudah masuk Bhumi Ke-delapan?

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: GandalfTheElder on 01 January 2010, 06:08:09 AM
Quote
dari kata anda, anda berbicara PERSEPSI.....

misalkan saya melihat buddha sakyamuni lalu saya katakan "oh Buddha Amitabha" ini adalah persepsi saya...
sedangkan pertanyaan saya adalah apakah Sakyamuni dan Amitabha atau Avalokitsvara adalah individu yang sama?

Ini bukan persepsi sembarangan orang, tapi persepsi dari seseorang yang sudah masuk bhumi-bhumi Bodhisattva, jd bukan persepsi seorang prthagjana.

Sudah saya katakan bahwa Sambhogakaya itu tidak sepantasnya dipandang sebagai entitas tunggal (individu), sudah barang tentu bukan individu [pudgala] atau atman [aku], jadi jangan memahami Sambhogakaya sebagai kesinambungan batin tertentu, namun harus dipahami sebagai sebuah "wujud murni" yang "terpancar" dari Keshunyataan yg Non-Dual yg mewakili satu atau beberapa atau semua aspek dari Ke-Shunyataan itu sendiri.

Sakyamuni dan Amitabha adalah individu yang beda. Ini sudah jelas. Karmapa dan Dalai Lama adalah individu yang berbeda, tapi mereka berdua adalah emanasi Avalokitesvara.

Quote
apakah pikiran Gotama itu pararel dengan avalokitesvara? atau pararel dengan Amitabha?
misalkan
si Naruto...dengan jurus kloning-nya menempatkan kloning nya berada di Tanah suci, kemudian menempatkan Kloning nya di Bumi...
bukankah Naruto nya tetap dikatakan 1 saja,karena yang berada di Tanah Suci dan Di Bumi adalah 1 individu yg sama.
jadi maksud pertanyaan saya adalah demikian.

Kesinambungan batinnya [mano vijnana] itu ya tentu beda, bagaimana bisa Gotama dan Avalokitesvara kesinambungan batinnya sama? Ya beda lah.

Tapi hakekat pencerahannya sama.

Quote
kalau kita lihat dari segi pengertian DHARMA KAYA...yakni sebuah lambang hakekat Kesunyataan...
mana mungkin hukum kesunyataan berubah menjadi sebuah wujud? ini lebih lucu lagi....
pernah lihat hukum kamma berubah jadi wujud?
atau pernah melihat hukum kamma berubah wujud menjadi buddha atau orang apa saja dan mengajarkan kita kotbah ajaran?

Karena Shunyata juga berarti Non Dualisme, maka wujud dan non-wujud bukanlah persoalan di sini.

Kalau karma ya beda deh.... Karma itu hanya bagian dari Dharmakaya, maka jangan disepadankan. Dharmakaya jauh lebih luas drpd sekedar hukum karma.

Quote
jadi mengapa Buddha Amitabha dikatakan Dharma-kaya...apanya hakekat kesunyataan dari buddha amitabha?

Batinnya telah sempurna merealisasikan Hakekat Keshunyataan / Dharmakaya.

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: Juice_alpukat on 01 January 2010, 07:46:40 AM
Sakyamuni amitabha adalah individu berbeda, atau identiti berbda, lho bukannya identiti aku itu adlah anatta,tanpa diri,kok jdi ada individu?Emanasi apalg tuh?
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: truth lover on 01 January 2010, 09:11:11 AM
Quote
Quote
ini statment dari anda atau dari sutra...minta kutipan nya....

Ya sutra lah.....

Ada di Manjusri-vihara Sutra sabda Sang Buddha. Kutipannya cari sendiri, jgn apa2 minta.... hehe.... ^-^ ^-^

Di buku Pembebasan di tangan Kita karya Pabongkha Rinpoche juga ada, kalau mau lihat di sini aja, ada kok.

YA Kalyanadeva dalam komentarnya terhadap Bodhisattvacaryavatara mengatakan bahwa seorang Arhat membutuhkan 40 periode kalpa yang lebih lama daripada para Bodhisattva untuk mencapai Samyaksambuddha.

Dalam Munimatalamkara, YA Abhayakaragupta mengatakan bahwa para Sravaka dan Pratyekabuddha membutuhkan 1 asankhyeyya lebih lama dibanding Bodhisattva untuk mencapai Samyaksambuddha.

Geshe Potowa juga mengatakan jalur Hinayana sebagai jalur yang lebih panjang ketimbang Mahayana.

Mana yang lebih panjang jalurnya untuk memasuki Nirvana? Seseorang yang harus menunggu hingga semua mahluk hidup masuk Nirvana atau jalan Theravada yang mengajarkan jalan memasuki Nirvana "HERE AND NOW" sekarang dalam kehidupan ini juga. Siapa bilang lebih panjang?  

Quote
Quote
maksud nya apa ini, bukankah savaka-arahat itu hanya bhumi 7...lantas mengapa yg bhumi 7 bisa memahami trikaya dan upayakausalya?

Maksudnya ya memahami secara konseptual, seperti kita yg prthagjana ini juga mampu memahami Trikaya dan Upayakausalya secara konseptual saja, realisasi belum. Tapi siapa yang tahu juga, kalau2 para Siswa Utama ternyata sudah masuk Bhumi Ke-delapan?
 _/\_
The Siddha Wanderer

Kalau bicara siapa tahu? Siapa tahu kalau Trikaya hanya dongeng dan  Upayakausalya hanya pembenaran belaka? Ini kan bicara siapa tahu?

Title: Re: Akar perpecahan
Post by: GandalfTheElder on 01 January 2010, 09:39:15 AM
Quote
Mana yang lebih panjang jalurnya untuk memasuki Nirvana? Seseorang yang harus menunggu hingga semua mahluk hidup masuk Nirvana atau jalan Theravada yang mengajarkan jalan memasuki Nirvana "HERE AND NOW" sekarang dalam kehidupan ini juga. Siapa bilang lebih panjang?  

Wkwkwkw.... pertanyaan ini buat saya geli, entah anda pura2 tidak mengerti atau nggak.

Jelas-jelas menurut Mahayana, Nirvana Theravada yang Sravaka Arhat itu belum finish dan masih harus lanjut lagi. Jelas-jelas sudah saya jelaskan bahwa Arhat masih memiliki kemelekatan akan kedamaian ekstrim.

Jadi konteks pembahasan di sini adalah perjuangan menuju Nirvana Samyaksambuddha, bukan Nirvana Sravaka Arhat.

Lagipula ungkapan Mahayanis tenang "hingga semua makhluk hidup masuk Nirvana" itu perlu interpretasi lagi lo...... maka dari itu kadang guru2 Buddhis menyatakan kurang lebih begini:

1. "Pada hakekatnya makhluk hidup itu tidak ada namun Bodhisattva terus menyelamatkan makhluk hidup."
2. "Karena Samsara tidak akan pernah berakhir, maka Bodhisattva bertekad baru akan masuk Nirvana setelah Samsara berakhir."

Quote
Kalau bicara siapa tahu? Siapa tahu kalau Trikaya hanya dongeng dan  Upayakausalya hanya pembenaran belaka? Ini kan bicara siapa tahu?

  (:$ (:$ Tampaknya anda nggak nyambung dengan maksud saya ya....

Quote
Sakyamuni amitabha adalah individu berbeda, atau identiti berbda, lho bukannya identiti aku itu adlah anatta,tanpa diri,kok jdi ada individu?Emanasi apalg tuh?

Dalam kebenaran relatif, individu itu ada kan? Anatman adalah kebenaran ultimit.

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: Juice_alpukat on 01 January 2010, 09:59:32 AM
Arahat itu bukannya dah bebas, krna batinnya tidak melekat pada apapun, makanya ia capai nibbana, bukan brarti dia melekat pd nibbana. Sang budha kan sudah brsabda oh bhku, jdikan api bukan milikku,bukan aku, tanah,angin, aair,bukan aku bukan miliku, jdikan dewa bukan sbgai aku,miliku, brahma,,alam kekosongan,alam persepsi bukan persepsi ,bukan sbgai aku,bukan milik ku, dan nibbana bukan milik aku,tidak melekat pd nibbana, jadi arahat adalah orang2 yg sdah tak mlekatpd nibbana,krna itu ia dinyatakan sbgai yg telah memasuki arus.
Bkannya bgtu?
CMiIW.
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: Juice_alpukat on 01 January 2010, 10:04:35 AM
Quote
Mana yang lebih panjang jalurnya untuk memasuki Nirvana? Seseorang yang harus menunggu hingga semua mahluk hidup masuk Nirvana atau jalan Theravada yang mengajarkan jalan memasuki Nirvana "HERE AND NOW" sekarang dalam kehidupan ini juga. Siapa bilang lebih panjang? 

Wkwkwkw.... pertanyaan ini buat saya geli, entah anda pura2 tidak mengerti atau nggak.

Jelas-jelas menurut Mahayana, Nirvana Theravada yang Sravaka Arhat itu belum finish dan masih harus lanjut lagi. Jelas-jelas sudah saya jelaskan bahwa Arhat masih memiliki kemelekatan akan kedamaian ekstrim.

Jadi konteks pembahasan di sini adalah perjuangan menuju Nirvana Samyaksambuddha, bukan Nirvana Sravaka Arhat.

Lagipula ungkapan Mahayanis tenang "hingga semua makhluk hidup masuk Nirvana" itu perlu interpretasi lagi lo...... maka dari itu kadang guru2 Buddhis menyatakan kurang lebih begini:

1. "Pada hakekatnya makhluk hidup itu tidak ada namun Bodhisattva terus menyelamatkan makhluk hidup."
2. "Karena Samsara tidak akan pernah berakhir, maka Bodhisattva bertekad baru akan masuk Nirvana setelah Samsara berakhir."

Quote
Kalau bicara siapa tahu? Siapa tahu kalau Trikaya hanya dongeng dan  Upayakausalya hanya pembenaran belaka? Ini kan bicara siapa tahu?

  (:$ (:$ Tampaknya anda nggak nyambung dengan maksud saya ya....

Quote
Sakyamuni amitabha adalah individu berbeda, atau identiti berbda, lho bukannya identiti aku itu adlah anatta,tanpa diri,kok jdi ada individu?Emanasi apalg tuh?

Dalam kebenaran relatif, individu itu ada kan? Anatman adalah kebenaran ultimit.

 _/\_
The Siddha Wanderer
Sory ya ingn tanya,apa itu kebenaran relatif dan ultimit ?
Namaste.

Title: Re: Akar perpecahan
Post by: truth lover on 01 January 2010, 10:33:23 AM
Quote
Quote
Mana yang lebih panjang jalurnya untuk memasuki Nirvana? Seseorang yang harus menunggu hingga semua mahluk hidup masuk Nirvana atau jalan Theravada yang mengajarkan jalan memasuki Nirvana "HERE AND NOW" sekarang dalam kehidupan ini juga. Siapa bilang lebih panjang?  

Wkwkwkw.... pertanyaan ini buat saya geli, entah anda pura2 tidak mengerti atau nggak.

Jelas-jelas menurut Mahayana, Nirvana Theravada yang Sravaka Arhat itu belum finish dan masih harus lanjut lagi. Jelas-jelas sudah saya jelaskan bahwa Arhat masih memiliki kemelekatan akan kedamaian ekstrim.

Jadi konteks pembahasan di sini adalah perjuangan menuju Nirvana Samyaksambuddha, bukan Nirvana Sravaka Arhat.

Lagipula ungkapan Mahayanis tenang "hingga semua makhluk hidup masuk Nirvana" itu perlu interpretasi lagi lo...... maka dari itu kadang guru2 Buddhis menyatakan kurang lebih begini:

1. "Pada hakekatnya makhluk hidup itu tidak ada namun Bodhisattva terus menyelamatkan makhluk hidup."2. "Karena Samsara tidak akan pernah berakhir, maka Bodhisattva bertekad baru akan masuk Nirvana setelah Samsara berakhir."
Jadi Nirvana menurut Mahayana ada berapa banyak? Jadi kita tidak ada?

Quote
Quote
Kalau bicara siapa tahu? Siapa tahu kalau Trikaya hanya dongeng dan  Upayakausalya hanya pembenaran belaka? Ini kan bicara siapa tahu?

  (:$ (:$ Tampaknya anda nggak nyambung dengan maksud saya ya....
Siapa tahu?

Quote
Quote
Sakyamuni amitabha adalah individu berbeda, atau identiti berbda, lho bukannya identiti aku itu adlah anatta,tanpa diri,kok jdi ada individu?Emanasi apalg tuh?

Dalam kebenaran relatif, individu itu ada kan? Anatman adalah kebenaran ultimit.

 _/\_
The Siddha Wanderer
Mahayana percaya anatman? alaya vinnana itu apa bukan sama dengan atman?
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: GandalfTheElder on 01 January 2010, 10:38:45 AM
 [at]  atas: cara menjawab yang unik. Sadar euy.... ini board Mahayana  :))  :))

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: truth lover on 01 January 2010, 10:47:52 AM
[at]  atas: cara menjawab yang unik. Sadar euy.... ini board Mahayana  :))  :))

 _/\_
The Siddha Wanderer

Coba perhatikan yang ditanyakan mengenai apa?
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: GandalfTheElder on 01 January 2010, 10:57:59 AM
Hahaha..... ternyata anda lupa nge-quote toh?  8)  8)

Quote
Jadi Nirvana menurut Mahayana ada berapa banyak? Jadi kita tidak ada?

Pertanyaan anda ini ulang-mengulang lagi, jujur saya rada bosen juga jawabnya, tp yah saya jawab singkat aja....

Ada Nirvana Sravaka Arhat (Anupadisesa Nirvana) dan Nirvana Samyaksambuddha (Apratishtita Nirvana). Udah itu aja.

Kita "Tidak ada" itu ya Anatta [Anatman].

Quote
Siapa tahu?

Anda tampaknya benar2 gak nyambung dengan tulisan saya. Padahal maksud saya bukan "siapa tahunya" yang ditonjolkan.... cape dee.....

Quote
Mahayana percaya anatman?

Ya iyalah. Pertanyaan lucu.

Quote
alaya vinnana itu apa bukan sama dengan atman?

Ya gak lah. Coba cari sendiri di internet kan banyak udah yang nulis bedanya apa.  ;D ;D

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: Juice_alpukat on 01 January 2010, 01:26:24 PM
Dalam Mahayana ada sbutan ciri sejati,apa itu?
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: truth lover on 05 January 2010, 11:55:53 PM

Quote
Hahaha..... ternyata anda lupa nge-quote toh?  8)  8)

Quote
Jadi Nirvana menurut Mahayana ada berapa banyak? Jadi kita tidak ada?

Pertanyaan anda ini ulang-mengulang lagi, jujur saya rada bosen juga jawabnya, tp yah saya jawab singkat aja....

Ada Nirvana Sravaka Arhat (Anupadisesa Nirvana) dan Nirvana Samyaksambuddha (Apratishtita Nirvana). Udah itu aja.

Kita "Tidak ada" itu ya Anatta [Anatman].

penjelasan yang menarik. setelah Samyaksambuddha Parinirvana apakah alaya vinnana lenyap atau masih ada?

Quote
Quote
Siapa tahu?

Anda tampaknya benar2 gak nyambung dengan tulisan saya. Padahal maksud saya bukan "siapa tahunya" yang ditonjolkan.... cape dee.....

Kan istilah siapa tahu boleh diterapkan untuk semua hal yang nggak ada dasarnya? terutama kalau pembicaraannya bersifat spekulatif.

Quote
Quote
Mahayana percaya anatman?

Ya iyalah. Pertanyaan lucu.

Setelah Parinirvana seorang Samyaksambuddha masih meninggalkan sisa atau tidak?

Quote
Quote
alaya vinnana itu apa bukan sama dengan atman?

Ya gak lah. Coba cari sendiri di internet kan banyak udah yang nulis bedanya apa.  ;D ;D


 _/\_The Siddha Wanderer

Mungkin pertanyaannya yang lebih tepat: alaya vinnana kekal abadi atau tidak?
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: Juice_alpukat on 08 January 2010, 02:17:05 PM
Apakah artinya smua makhluk mau tak mauharus jadi bodhisatva,apakah smua makhkuk  mau tak mau hrus jadi samyaksambuddha?Tak ada pilihan lain ya?Berarti mau tak mau, aku mesti berjuang berasamkeyakappa tak trhitung untk mengorbankan kpala,keluarga,harta,tangan,kaki, istri,dst demi menjadi samyaksambudha,brarti di masamendatang harus siap2 berkorban kpala ni,dalam waktu yg maha panjang.Apakah tidak0ada0pilihan lain bg semua makhluk?
Kalo di Theravada,jadi sotapana,arahat,brarti sdah aman,,dan untk itulah Sakyamuni datang buat kita semua. Tapi mgapa kita0harus mau tak mau mesti pilih jalur bodhisatva?Brarti0mesti berjuang dan0brkorban tubuh,kpala,harta,dalam jangka yg panjang.Tak adakah plihan seperti Theravda,yg Arahat sudah bebas.
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: ge2004 on 07 March 2010, 09:04:15 AM
Apakah kita sudah berlatih dan melaksanakan Dhamma dengan baik? Itulah yang utama, bukan membandingkan Theravada dan Mahayana, jika anda suka dengan aliran Theravada, berlatihlah dengan cara Theravada, kalau anda suka dengan aliran Mahayana, maka berlatihlah dengan cara Mahayana. Berlatihlah dengan sungguh-sungguh, jangan suka mencampuri urusan orang lain dalam mempelajari aliran tertentu, karena tidak ada gunanya dan tidak menambah kebijaksanaan. Kalau anda berlatih berdasarkan aliran Theravada, kamu tidak bisa memasukkan doktrinmu ke orang yang mempelajari aliran Mahayana, begitu pula sebaliknya kalau kamu mempelajari aliran Mahayana, kamu tidak akan bisa memasukkan doktrinmu ke orang yang mempelajari aliran Theravada. Kalau anda bingung aliran mana yang anda harus ikuti, maka datang dan buktikanlah, setelah itu tentukan aliran yang cocok dengan anda.
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: ryu on 07 March 2010, 09:18:08 AM
Apakah kita sudah berlatih dan melaksanakan Dhamma dengan baik? Itulah yang utama, bukan membandingkan Theravada dan Mahayana, jika anda suka dengan aliran Theravada, berlatihlah dengan cara Theravada, kalau anda suka dengan aliran Mahayana, maka berlatihlah dengan cara Mahayana. Berlatihlah dengan sungguh-sungguh, jangan suka mencampuri urusan orang lain dalam mempelajari aliran tertentu, karena tidak ada gunanya dan tidak menambah kebijaksanaan. Kalau anda berlatih berdasarkan aliran Theravada, kamu tidak bisa memasukkan doktrinmu ke orang yang mempelajari aliran Mahayana, begitu pula sebaliknya kalau kamu mempelajari aliran Mahayana, kamu tidak akan bisa memasukkan doktrinmu ke orang yang mempelajari aliran Theravada. Kalau anda bingung aliran mana yang anda harus ikuti, maka datang dan buktikanlah, setelah itu tentukan aliran yang cocok dengan anda.
untuk melaksanakan dibutuhkan pandangan benar, apakah menurut anda semua pandangan itu benar?
baca dhammapada ini :

Kisah Sariputta Thera
 
DHAMMAPADA I, 11-12

        Upatissa dan Kolita adalah dua orang pemuda dari dusun Upatissa dan dusun Kolita, dua dusun di dekat Rajagaha. Ketika melihat suatu pertunjukan, mereka menyadari ketanpa-intian dari segala sesuatu. Lama mereka berdua mendiskusikan hal itu, tetapi hasilnya tidak memuaskan. Akhirnya mereka bersama-sama memutuskan untuk mencari jalan keluarnya.

        Pertama-tama, mereka berguru kepada Sanjaya, pertapa pengembara di Rajagaha. Tetapi mereka merasa tidak puas dengan apa yang ia ajarkan. Karena itu, mereka pergi mengembara ke seluruh daerah Jambudipa untuk mencari guru lain yang dapat memuaskan mereka.

        Lelah melakukan pencarian, akhirnya mereka kembali ke daerah asal mereka, karena tidak menemukan Dhamma yang sebenarnya. Pada saat itu mereka berdua saling berjanji, akan terus mencari. Jika di antara mereka ada yang lebih dahulu menemui kebenaran Dhamma harus memberitahu yang lainnya.

        Suatu hari, Upatissa bertemu dengan Assaji Thera dan belajar darinya tentang hakekat Dhamma. Sang Thera mengucapkan syair awal, "Ye Dhamma hetuppabhava", yang berarti "Segala sesuatu yang terjadi berasal dari suatu sebab".

        Mendengar syair tersebut mata batin Upatissa terbuka. Ia langsung mencapai tingkat kesucian sotapatti magga dan phala.

        Sesuai janji bersamanya, ia pergi menemui temannya Kolita, menjelaskan padanya bahwa ia, Upatissa, telah mencapai tahap keadaan tanpa kematian, dan mengulangi syair tersebut di hadapan temannya. Kolita juga berhasil mencapai tingkat kesucian sotapatti pada saat akhir syair itu diucapkan.

        Mereka berdua teringat pada bekas guru mereka, Sanjaya, dan berharap ia mau mengikuti jejak mereka. Setelah bertemu, mereka berdua berkata kepadanya. "Kami telah menemukan seseorang yang dapat menunjukkan jalan dari keadaan tanpa kematian; Sang Buddha telah muncul di dunia ini, Dhamma telah muncul; Sangha telah muncul...., mari kita pergi kepada Sang Guru".

        Mereka berharap bahwa bekas guru mereka akan pergi bersama mereka menemui Sang Buddha, dan berkenan mendengarkan ajaran-Nya juga, sehingga akan mencapai tingkat pencapaian magga dan phala. Tetapi Sanjaya menolak.

        Oleh karena itu, Upatissa dan Kolita, dengan dua ratus lima puluh pengikutnya, pergi menghadap Sang Buddha di Veluvana.

        Di sana mereka ditahbiskan dan bergabung dalam pasamuan para bhikkhu. Upatissa sebagai anak laki-laki dari Rupasari menjadi lebih dikenal sebagai Sariputta. Kolita sebagai anak laki-laki dari Moggalli lebih dikenal sebagai Moggallana. Dalam tujuh hari setelah menjadi anggota Sangha, Moggallana mencapai tingkat kesucian arahat. Sariputta mencapai tingkat yang sama dua minggu setelah menjadi anggota Sangha.

Kemudian, Sang Buddha menjadikan mereka berdua sebagai dua murid utama-Nya (agga-savaka).

        Kedua murid utama itu kemudian menceritakan kepada Sang Buddha bagaimana mereka pergi ke festival Giragga, pertemuan dengan Assaji Thera, dan pencapaian tingkat kesucian sotapatti. Mereka juga bercerita kepada Sang Buddha tentang bekas guru mereka, Sanjaya, yang menolak ajakan mereka.

        Sanjaya pernah berkata, "Telah menjadi guru dari sekian banyak murid, bagiku untuk menjadi murid-Nya adalah sulit, seperti kendi yang berubah menjadi gelas minuman. Di samping hal itu, hanya sedikit orang yang bijaksana dan sebagian besar adalah bodoh. Biarkan yang bijaksana pergi kepada Sang Gotama yang bijaksana, sedangkan yang bodoh akan tetap datang kepadaku. Pergilah sesuai kehendakmu, murid-muridku".

        Sang Buddha menjelaskan bahwa kesalahan Sanjaya adalah keangkuhannya, yang menghalanginya untuk melihat kebenaran sebagai kebenaran; ia telah melihat ketidak-benaran sebagai kebenaran dan tidak akan pernah mencapai pada kebenaran yang sesungguhnya.

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 11 dan 12 berikut:

Mereka yang menganggap ketidak-benaran sebagai kebenaran, dan kebenaran sebagai ketidak-benaran, maka mereka yang mempunyai pikiran keliru seperti itu, tak akan pernah dapat menyelami kebenaran.

Mereka yang mengetahui kebenaran sebagai kebenaran, dan ketidak-benaran sebagai ketidak-benaran, maka mereka yang mempunyai pikiran benar seperti itu, akan dapat menyelami kebenaran.

Banyak bhikkhu berhasil mencapai tingkat kesucian sotapatti, setelah khotbah Dhamma itu berakhir.***

Title: Re: Akar perpecahan
Post by: ge2004 on 07 March 2010, 09:45:20 AM
 [at] ryu,
Jadi menurut anda dari salah satu aliran itu ada yang tidak berpandangan benar ?
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: ryu on 07 March 2010, 11:36:31 AM
[at] ryu,
Jadi menurut anda dari salah satu aliran itu ada yang tidak berpandangan benar ?
hanya Buddha yang tau :P yang belum mengerti hanya menerka2 dan mengambil apa yang menurutnya benar.
bagi yang sudah mengerti maka dia akan selaras dengan ajaran Buddha dan berusaha melenyapkan Dukkha.
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: hengki on 07 March 2010, 12:08:07 PM
setuju dgn ge2004. Mending Melatih Diri daripada urusin Aliran lain. Hari gini masih Fanatik? Cemen deh :))
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: ge2004 on 07 March 2010, 12:26:12 PM
[at] ryu,
Jadi menurut anda dari salah satu aliran itu ada yang tidak berpandangan benar ?
hanya Buddha yang tau :P yang belum mengerti hanya menerka2 dan mengambil apa yang menurutnya benar.
bagi yang sudah mengerti maka dia akan selaras dengan ajaran Buddha dan berusaha melenyapkan Dukkha.

Makanya, buktikan sendiri, kalau perlu, pelajari semua aliran, pilihlah yang cocok dengan kita, sebelum kita mengetahui/mempelajari sendiri suatu aliran, janganlah merasa aliran kitalah yang paling benar.
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: ryu on 07 March 2010, 12:30:13 PM
[at] ryu,
Jadi menurut anda dari salah satu aliran itu ada yang tidak berpandangan benar ?
hanya Buddha yang tau :P yang belum mengerti hanya menerka2 dan mengambil apa yang menurutnya benar.
bagi yang sudah mengerti maka dia akan selaras dengan ajaran Buddha dan berusaha melenyapkan Dukkha.

Makanya, buktikan sendiri, kalau perlu, pelajari semua aliran, pilihlah yang cocok dengan kita, sebelum kita mengetahui/mempelajari sendiri suatu aliran, janganlah merasa aliran kitalah yang paling benar.
iya ketika sudah mengetahui ada aliran yang salah tinggalkan jangan dipertahankan pandangan salah itu. itu sejalan dengan ajaran Buddha, Bukannya malah sudah mengetahui itu ajaran salah malah dikembangkan kakakakakak
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: ge2004 on 07 March 2010, 12:45:43 PM
 [at] ryu,
Menurut anda benar/cocok, belum tentu menurut orang lain benar/cocok, karena pemahaman akan sesuatu hal adalah hak masing-masing orang dan tidak  bisa kita paksakan.
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: ryu on 07 March 2010, 03:16:26 PM
[at] ryu,
Menurut anda benar/cocok, belum tentu menurut orang lain benar/cocok, karena pemahaman akan sesuatu hal adalah hak masing-masing orang dan tidak  bisa kita paksakan.
ya memang hak masing2, dan apabila si orang tersebut lebih senang menjadi pengembara atau pengejar penderitaan ya itu hak dia silahkan saja, Tidak ada yang memaksakan ajaran, yang ada adalah menunjukkan prinsip2 ajaran utama Buddha,  bukan yang lainnya.
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: ge2004 on 07 March 2010, 04:39:01 PM
ya memang hak masing2, dan apabila si orang tersebut lebih senang menjadi pengembara atau pengejar penderitaan ya itu hak dia silahkan saja, Tidak ada yang memaksakan ajaran, yang ada adalah menunjukkan prinsip2 ajaran utama Buddha,  bukan yang lainnya.

Pernahkah anda berpikir, orang lain juga berpikiran seperti itu terhadap anda ? Anda tahu darimana aliran lain tidak punya kebenaran, sedangkan aliran anda punya kebenaran ? Saya mempraktekkan aliran Theravada, tapi saya juga menjunjung tinggi aliran Mahayana, MENURUT SAYA semuanya mengandung kebenaran.
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: ryu on 07 March 2010, 05:41:35 PM
ya memang hak masing2, dan apabila si orang tersebut lebih senang menjadi pengembara atau pengejar penderitaan ya itu hak dia silahkan saja, Tidak ada yang memaksakan ajaran, yang ada adalah menunjukkan prinsip2 ajaran utama Buddha,  bukan yang lainnya.

Pernahkah anda berpikir, orang lain juga berpikiran seperti itu terhadap anda ? Anda tahu darimana aliran lain tidak punya kebenaran, sedangkan aliran anda punya kebenaran ? Saya mempraktekkan aliran Theravada, tapi saya juga menjunjung tinggi aliran Mahayana, MENURUT SAYA semuanya mengandung kebenaran.
Justru karena saya berpikir maka ada pandangan ini, kalau kebenaran hanya berdasarkan kecocokan pada diri sendiri maka semua adalah kebenaran, untuk apa Buddha membabarkan Dhammanya? kalau menurut anda semua mengandung kebenaran maka percumalah orang belajar ajaran Buddha, sudah saja belajar ajaran lain atau agama lain, bukannya semua adalah kebenaran?
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: ge2004 on 07 March 2010, 10:03:12 PM
ya memang hak masing2, dan apabila si orang tersebut lebih senang menjadi pengembara atau pengejar penderitaan ya itu hak dia silahkan saja, Tidak ada yang memaksakan ajaran, yang ada adalah menunjukkan prinsip2 ajaran utama Buddha,  bukan yang lainnya.

Pernahkah anda berpikir, orang lain juga berpikiran seperti itu terhadap anda ? Anda tahu darimana aliran lain tidak punya kebenaran, sedangkan aliran anda punya kebenaran ? Saya mempraktekkan aliran Theravada, tapi saya juga menjunjung tinggi aliran Mahayana, MENURUT SAYA semuanya mengandung kebenaran.
Justru karena saya berpikir maka ada pandangan ini, kalau kebenaran hanya berdasarkan kecocokan pada diri sendiri maka semua adalah kebenaran, untuk apa Buddha membabarkan Dhammanya? kalau menurut anda semua mengandung kebenaran maka percumalah orang belajar ajaran Buddha, sudah saja belajar ajaran lain atau agama lain, bukannya semua adalah kebenaran?

sadhu....3x
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: GandalfTheElder on 08 March 2010, 08:09:20 AM
Hahaha.... sepanjang buah pencerahan Srotapanna / Bodhisattva bhumi 1 belum tercapai, kebenaran yang kita pegang selama ini ya kebanyakan hanya sebatas kecocokan wae krn masih SUBJEKTIF dengan diliputi AVIDYA dan KLESHA..... ^-^ ^-^

Makanya banyak terjadi pertentangan antar sekte.  ^-^  ^-^

Para anggota Sangha yang agung dari berbagai aliran bisa rukun2 tuh....  ^-^  ^-^... Apalagi melihat sifat respek, saling mengakui dan saling belajar antara Master Hsuan Hua dan Ajahn Sumedho... wah top abiss dehhh... ;D ;D

 _/\_
The Siddha wanderer
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: hengki on 08 March 2010, 08:15:14 AM
iya benar.
Saya amati ryu hobi banget memperdebatkan Mahayana. Malah kalau dgn Agama K posting Kesaksian2 org Autis, jarang atau bahkan tidak pernah menjelekkan Agama K, tapi dgn Mahayana gak ada ampun :).
sebenarnya kamu itu Buddhis atau Buddhis2an?
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: GandalfTheElder on 08 March 2010, 08:47:18 AM
Sekedar info....

Master Hsuan Hua kurang lebih pernah mengatakan: Kita umat Buddhis saja berusaha merangkul umat agama lain seperti kr****n dsb, apalagi dengan sekte2 sesama agama Buddha, harus bisa lebih rukun dan BERSATU!!

Tapi kenyataannya banyak yang suka menyerang aliran lain!! ...wkwkwk....  ^-^  ^-^

Para Ajahn Thai Forest di Barat sono sangat toleran dengan Mahayana, menjalin persahabatan dengan Mahayanis, dan mengaji konsep2 Mahayanis dengan cara SCHOLARSHIP dan mengaji secara objektif perbedaan dan persamaannya...

Bahkan Master Hsuan Hua yang masih mempertahankan istilah "Hinayana" aja bisa rukun banget dengan para Ajahn Theravada. Lihat bahkan Bhikkhu Bodhi dan Ajahn Amaro memberikan apresiasinya pada Master Hsuan Hua dan Surangama Sutra.

Para anggota Sangha jarang sekali ada yang menyerang aliran lain, malah yang terjadi adalah saling respek. Dan mereka adalah para putra Buddha yang sungguh2 berlatih dan tidak berteori doang....... dari sini kita seharusnya bisa memaknai apa itu "NO ACTION TALK ONLY" atau "LITTLE ACTION TALKING THEORY ONLY" yang sering terjadi pada umat2 awam Buddhis.

Foto Ajahn Brahm ini juga secara tak langsung menggambarkan bagaimana persahabatan antara Master Hsuan Hua (City of 10000 Buddhas) dengan Ajahn Sumedho (Amaravati Monastery):

http://4.bp.blogspot.com/_WsigvaSjN2g/ScfVlKVWXOI/AAAAAAAABIc/Fn1tgjka2FQ/s1600-h/ajahn-brahm.jpg

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: ryu on 08 March 2010, 09:02:18 AM
iya benar.
Saya amati ryu hobi banget memperdebatkan Mahayana. Malah kalau dgn Agama K posting Kesaksian2 org Autis, jarang atau bahkan tidak pernah menjelekkan Agama K, tapi dgn Mahayana gak ada ampun :).
sebenarnya kamu itu Buddhis atau Buddhis2an?
sudah jelas gw kr****n :P
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: ryu on 08 March 2010, 09:13:38 AM
ya memang hak masing2, dan apabila si orang tersebut lebih senang menjadi pengembara atau pengejar penderitaan ya itu hak dia silahkan saja, Tidak ada yang memaksakan ajaran, yang ada adalah menunjukkan prinsip2 ajaran utama Buddha,  bukan yang lainnya.

Pernahkah anda berpikir, orang lain juga berpikiran seperti itu terhadap anda ? Anda tahu darimana aliran lain tidak punya kebenaran, sedangkan aliran anda punya kebenaran ? Saya mempraktekkan aliran Theravada, tapi saya juga menjunjung tinggi aliran Mahayana, MENURUT SAYA semuanya mengandung kebenaran.
Justru karena saya berpikir maka ada pandangan ini, kalau kebenaran hanya berdasarkan kecocokan pada diri sendiri maka semua adalah kebenaran, untuk apa Buddha membabarkan Dhammanya? kalau menurut anda semua mengandung kebenaran maka percumalah orang belajar ajaran Buddha, sudah saja belajar ajaran lain atau agama lain, bukannya semua adalah kebenaran?

sadhu....3x
amen..
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: ryu on 08 March 2010, 09:18:39 AM
dan sepertinya setiap aye post disini ada yang BPR aye nih =)) , sungguh yang BRP aye menjalankan ajaran Buddha dengan benar =))
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: ge2004 on 08 March 2010, 10:23:00 AM
 [at] ryu
Jika anda Buddhist, berilah contoh yang baik sebagai seorang Buddhist, hormatilah aliran2 lain.
Jika anda K*****n, berlakukah sebagai orang beragama yang baik.

Berusaha untuk memojokkan aliran/agama lain menunjukkan anda belum mempelajari apa-apa dan tidak akan menambah kebijaksanaan anda. Inilah salah satu penyebab mengapa negara kita sering ada konflik SARA, karena Fanatik yang tidak berguna.

 _/\_


Title: Re: Akar perpecahan
Post by: naviscope on 08 March 2010, 10:32:36 AM
iya benar.
Saya amati ryu hobi banget memperdebatkan Mahayana. Malah kalau dgn Agama K posting Kesaksian2 org Autis, jarang atau bahkan tidak pernah menjelekkan Agama K, tapi dgn Mahayana gak ada ampun :).
sebenarnya kamu itu Buddhis atau Buddhis2an?
sudah jelas gw kr****n :P

he2..... dia buddhist bro, tapi kadang2 suka kr****n juga, maklum lah

dan sepertinya setiap aye post disini ada yang BPR aye nih =)) , sungguh yang BRP aye menjalankan ajaran Buddha dengan benar =))
ya uda, gw GRP balek da =))
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: dilbert on 08 March 2010, 04:34:16 PM
Mengapa di-tabu-kan diskusi atas perbedaan perbedaan yang terdapat di dalam ajaran Theravada, Mahayana (bahkan Tantrayana/Vajrayana) ? Apakah tidak siap untuk mendapati "kebenaran" bahwa apa yang selama ini yang "diyakini" sebagai kebenaran itu pada dasarnya adalah Salah ?

Bagaimanapun, Emas Murni mau di "uji" bagaimanapun tetap adalah Emas Murni, lain dengan emas Sepuhan atau emas-emasan...
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: bond on 08 March 2010, 05:00:36 PM
Masalahnya penguji emas murninya, banyak yg tidak tahu ttg emas murninya dan harus diuji dengan apa.....mungkin liat emasnya aja belum pernah...apalagi berapa karat kemurniannya.  :))
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: ge2004 on 08 March 2010, 05:21:42 PM
Mengapa di-tabu-kan diskusi atas perbedaan perbedaan yang terdapat di dalam ajaran Theravada, Mahayana (bahkan Tantrayana/Vajrayana) ? Apakah tidak siap untuk mendapati "kebenaran" bahwa apa yang selama ini yang "diyakini" sebagai kebenaran itu pada dasarnya adalah Salah ?

Bagaimanapun, Emas Murni mau di "uji" bagaimanapun tetap adalah Emas Murni, lain dengan emas Sepuhan atau emas-emasan...

Diskusi tentang perbedaan tidak menjadi masalah, tapi kalau sudah menjelek-jelekkan dan berusaha memojokkan serta selalu mengganggap dirinya paling benar itu bukan diskusi, tapi cari ribut.
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: Alucard Lloyd on 08 March 2010, 05:41:07 PM
akibat topik perenungan ini, menyebabkan ego diri kita muncul dan membuat diri terjebak akan sebuah konsep dan teori yang sebenarnya bukan suatu anjuran dari sang buddha untuk diri kita.
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: dilbert on 08 March 2010, 09:04:03 PM
Mengapa di-tabu-kan diskusi atas perbedaan perbedaan yang terdapat di dalam ajaran Theravada, Mahayana (bahkan Tantrayana/Vajrayana) ? Apakah tidak siap untuk mendapati "kebenaran" bahwa apa yang selama ini yang "diyakini" sebagai kebenaran itu pada dasarnya adalah Salah ?

Bagaimanapun, Emas Murni mau di "uji" bagaimanapun tetap adalah Emas Murni, lain dengan emas Sepuhan atau emas-emasan...

Diskusi tentang perbedaan tidak menjadi masalah, tapi kalau sudah menjelek-jelekkan dan berusaha memojokkan serta selalu mengganggap dirinya paling benar itu bukan diskusi, tapi cari ribut.

bisa di-quote tulisan yang menjelek-jelek-kan dan memojokkan (istilah memojokkan itu sendiri yang bagaimana ???) dan menganggap diri-nya paling benar ???
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: ryu on 08 March 2010, 10:23:05 PM
akibat topik perenungan ini, menyebabkan ego diri kita muncul dan membuat diri terjebak akan sebuah konsep dan teori yang sebenarnya bukan suatu anjuran dari sang buddha untuk diri kita.
kalo boleh sharing anjuran dari Buddha untuk cara memilih ajaran yang BENAR?
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: ge2004 on 09 March 2010, 12:47:04 PM
Mengapa di-tabu-kan diskusi atas perbedaan perbedaan yang terdapat di dalam ajaran Theravada, Mahayana (bahkan Tantrayana/Vajrayana) ? Apakah tidak siap untuk mendapati "kebenaran" bahwa apa yang selama ini yang "diyakini" sebagai kebenaran itu pada dasarnya adalah Salah ?

Bagaimanapun, Emas Murni mau di "uji" bagaimanapun tetap adalah Emas Murni, lain dengan emas Sepuhan atau emas-emasan...

Diskusi tentang perbedaan tidak menjadi masalah, tapi kalau sudah menjelek-jelekkan dan berusaha memojokkan serta selalu mengganggap dirinya paling benar itu bukan diskusi, tapi cari ribut.

bisa di-quote tulisan yang menjelek-jelek-kan dan memojokkan (istilah memojokkan itu sendiri yang bagaimana ???) dan menganggap diri-nya paling benar ???

Kalau mau tahu contohnya, baca saja semua posting-an anda, di situ banyak sekali contoh2nya
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: ge2004 on 09 March 2010, 12:56:03 PM
kalo boleh sharing anjuran dari Buddha untuk cara memilih ajaran yang BENAR?

Andakan sangat menguasai Dhamma, pasti sudah tau
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: Tekkss Katsuo on 09 March 2010, 12:59:35 PM
trus saya mao tanyaaa. maaf OOT dikit, kalo masing masing aliran menganggap mereka paling benar, dan juga ajaran mereka yg benar, maka akar perpecahan tdk akan dapat dihindari lagii... sebenarnya kita bukan menganggap ajaran yg kita anut itu paling benar tetapi kita menganggap diri kita paling benar........... jika ada yg merasa demikian syukurlah, jika tdk ada yg merasa maka sangat bagusss :)) ....

saya heran dengan sebagian kaum fanatik, yg terus memojokkan ajaran yg mereka anggap tdk benar.. kenapa yaaa? apa utk memuaskan nafsu ego mereka.  :)) :)) :))  ^:)^ ^:)^ ^:)^
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: ge2004 on 09 March 2010, 02:21:37 PM
trus saya mao tanyaaa. maaf OOT dikit, kalo masing masing aliran menganggap mereka paling benar, dan juga ajaran mereka yg benar, maka akar perpecahan tdk akan dapat dihindari lagii... sebenarnya kita bukan menganggap ajaran yg kita anut itu paling benar tetapi kita menganggap diri kita paling benar........... jika ada yg merasa demikian syukurlah, jika tdk ada yg merasa maka sangat bagusss :)) ....

saya heran dengan sebagian kaum fanatik, yg terus memojokkan ajaran yg mereka anggap tdk benar.. kenapa yaaa? apa utk memuaskan nafsu ego mereka.  :)) :)) :))  ^:)^ ^:)^ ^:)^
Saya sependapat dengan anda. Menurut saya, kadang2 orang yg belajar makin banyak tapi lupa meninggalkan ego dan kesombongannya akan menjadi orang yg fanatiknya  membabi-buta.
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: ryu on 09 March 2010, 03:29:26 PM
kalo boleh sharing anjuran dari Buddha untuk cara memilih ajaran yang BENAR?

Andakan sangat menguasai Dhamma, pasti sudah tau
yang pasti sih menurut agama saya ajaran Buddha itu sesat dan tidak ada yang benar. apakah itu benar?
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: ryu on 09 March 2010, 03:31:03 PM
trus saya mao tanyaaa. maaf OOT dikit, kalo masing masing aliran menganggap mereka paling benar, dan juga ajaran mereka yg benar, maka akar perpecahan tdk akan dapat dihindari lagii... sebenarnya kita bukan menganggap ajaran yg kita anut itu paling benar tetapi kita menganggap diri kita paling benar........... jika ada yg merasa demikian syukurlah, jika tdk ada yg merasa maka sangat bagusss :)) ....

saya heran dengan sebagian kaum fanatik, yg terus memojokkan ajaran yg mereka anggap tdk benar.. kenapa yaaa? apa utk memuaskan nafsu ego mereka.  :)) :)) :))  ^:)^ ^:)^ ^:)^
justru sangan kasihan, karena begitu besar kasih Ryu pada dunia DC ini sehingga Ryu menganugrahkan Dhammanya yang indah diawal, indah pertengahan, indah diakhir, sehingga barangsiapa percaya padanya akan beroleh hidup yang kekal.
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: ge2004 on 09 March 2010, 04:35:11 PM
trus saya mao tanyaaa. maaf OOT dikit, kalo masing masing aliran menganggap mereka paling benar, dan juga ajaran mereka yg benar, maka akar perpecahan tdk akan dapat dihindari lagii... sebenarnya kita bukan menganggap ajaran yg kita anut itu paling benar tetapi kita menganggap diri kita paling benar........... jika ada yg merasa demikian syukurlah, jika tdk ada yg merasa maka sangat bagusss :)) ....

saya heran dengan sebagian kaum fanatik, yg terus memojokkan ajaran yg mereka anggap tdk benar.. kenapa yaaa? apa utk memuaskan nafsu ego mereka.  :)) :)) :))  ^:)^ ^:)^ ^:)^
justru sangan kasihan, karena begitu besar kasih Ryu pada dunia DC ini sehingga Ryu menganugrahkan Dhammanya yang indah diawal, indah pertengahan, indah diakhir, sehingga barangsiapa percaya padanya akan beroleh hidup yang kekal.
Saya rasa anda cukup bahagia dengan kelakuan anda,  senang sekali bisa diskusi dengan anda. 


Title: Re: Akar perpecahan
Post by: ryu on 09 March 2010, 05:05:08 PM
trus saya mao tanyaaa. maaf OOT dikit, kalo masing masing aliran menganggap mereka paling benar, dan juga ajaran mereka yg benar, maka akar perpecahan tdk akan dapat dihindari lagii... sebenarnya kita bukan menganggap ajaran yg kita anut itu paling benar tetapi kita menganggap diri kita paling benar........... jika ada yg merasa demikian syukurlah, jika tdk ada yg merasa maka sangat bagusss :)) ....

saya heran dengan sebagian kaum fanatik, yg terus memojokkan ajaran yg mereka anggap tdk benar.. kenapa yaaa? apa utk memuaskan nafsu ego mereka.  :)) :)) :))  ^:)^ ^:)^ ^:)^
justru sangan kasihan, karena begitu besar kasih Ryu pada dunia DC ini sehingga Ryu menganugrahkan Dhammanya yang indah diawal, indah pertengahan, indah diakhir, sehingga barangsiapa percaya padanya akan beroleh hidup yang kekal.
Saya rasa anda cukup bahagia dengan kelakuan anda,  senang sekali bisa diskusi dengan anda. 



ya semoga roh kudus dapat menjamah hidup anda :)
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: ge2004 on 09 March 2010, 06:17:32 PM
ya semoga roh kudus dapat menjamah hidup anda :)

ih...amit-amit deh ^:)^
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: Tekkss Katsuo on 09 March 2010, 07:22:00 PM
trus saya mao tanyaaa. maaf OOT dikit, kalo masing masing aliran menganggap mereka paling benar, dan juga ajaran mereka yg benar, maka akar perpecahan tdk akan dapat dihindari lagii... sebenarnya kita bukan menganggap ajaran yg kita anut itu paling benar tetapi kita menganggap diri kita paling benar........... jika ada yg merasa demikian syukurlah, jika tdk ada yg merasa maka sangat bagusss :)) ....

saya heran dengan sebagian kaum fanatik, yg terus memojokkan ajaran yg mereka anggap tdk benar.. kenapa yaaa? apa utk memuaskan nafsu ego mereka.  :)) :)) :))  ^:)^ ^:)^ ^:)^
justru sangan kasihan, karena begitu besar kasih Ryu pada dunia DC ini sehingga Ryu menganugrahkan Dhammanya yang indah diawal, indah pertengahan, indah diakhir, sehingga barangsiapa percaya padanya akan beroleh hidup yang kekal.

=))......... akhirnya ryu kembali ke karakter yang cuteeeeee. dan lucuuuuuuuuuuuuu.. hidup aliran ryuyana wkwkkww
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: ge2004 on 09 March 2010, 07:33:58 PM
Seseorang yang sangat pandai bicara dapat
menjatuhkan suatu kebenaran dan keadilan, serta
menghancurkan yang lain, seperti pengacara di
pengadilan. Kelompok agama yang berbeda mengatakan
bahwa agamanya adalah yang terbaik dibanding dengan
lainnya. Argumentasi mereka biasanya didasarkan pada
bakat dan kemampuan yang mengekspresikan ide-ide
mereka, tetapi sesungguhnya mereka tidak tertarik kepada
kebenaran. Itulah alam dari argumentasi. Ven K. Sri Dhammananda
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: dilbert on 10 March 2010, 11:20:39 AM
Seseorang yang sangat pandai bicara dapat
menjatuhkan suatu kebenaran dan keadilan, serta
menghancurkan yang lain, seperti pengacara di
pengadilan. Kelompok agama yang berbeda mengatakan
bahwa agamanya adalah yang terbaik dibanding dengan
lainnya. Argumentasi mereka biasanya didasarkan pada
bakat dan kemampuan yang mengekspresikan ide-ide
mereka, tetapi sesungguhnya mereka tidak tertarik kepada
kebenaran. Itulah alam dari argumentasi. Ven K. Sri Dhammananda

Kelompok agama mana-kah yang mengatakan ajarannya paling baik ? Mohon di-perjelas, kalau bisa "tunjuk hidung"...
Kalau sdr.ge2004 melihat kembali posting-an saya, kalau saya sedang "memperdebatkan" suatu ajaran, misalnya ajaran Mahayana, saya memakai dasar dari ajaran Mahayana itu sendiri. Dan yang sering saya katakan adalah bahwa Ajaran Mahayana itu sendiri tidak konsisten antara satu sutra dengan sutra yang lainnya. Misalnya Sutra Intan dengan Sutra Saddharma Pundarika misalnya. Kalau saya bandingkan antara Sutta (Pali Kanon) dengan Sutra Mahayana (yang diluar Agama Sutra), tentunya tidak akan ketemu titik temunya.

Makanya saya minta sdr.Ge2004, meng-QUOTE bagian manakah dari reply/postingan saya yang menjelek jelek-kan ajaran tanpa dasar, mengatakan bahwa ajaran saya yang paling benar dan bla bla bla ?
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: ryu on 10 March 2010, 12:51:03 PM
Seseorang yang sangat pandai bicara dapat
menjatuhkan suatu kebenaran dan keadilan, serta
menghancurkan yang lain, seperti pengacara di
pengadilan. Kelompok agama yang berbeda mengatakan
bahwa agamanya adalah yang terbaik dibanding dengan
lainnya. Argumentasi mereka biasanya didasarkan pada
bakat dan kemampuan yang mengekspresikan ide-ide
mereka, tetapi sesungguhnya mereka tidak tertarik kepada
kebenaran. Itulah alam dari argumentasi. Ven K. Sri Dhammananda
apakah Buddha tidak pandai bicara? Buddha memberikan pandangan terhadap pandangan salah yang lain apakah salah?
sebelum bicara si Dhammananda itu mendingan mikir dulu deh.
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 10 March 2010, 12:54:13 PM
Ven K. Sri Dhammananda adalah seorang Bhikkhu yang sangat dihormati.
Mungkin harus melihat konteks yang dibicarakan.
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: bond on 10 March 2010, 01:04:20 PM
Seseorang yang sangat pandai bicara dapat
menjatuhkan suatu kebenaran dan keadilan, serta
menghancurkan yang lain, seperti pengacara di
pengadilan. Kelompok agama yang berbeda mengatakan
bahwa agamanya adalah yang terbaik dibanding dengan
lainnya. Argumentasi mereka biasanya didasarkan pada
bakat dan kemampuan yang mengekspresikan ide-ide
mereka, tetapi sesungguhnya mereka tidak tertarik kepada
kebenaran. Itulah alam dari argumentasi. Ven K. Sri Dhammananda
apakah Buddha tidak pandai bicara? Buddha memberikan pandangan terhadap pandangan salah yang lain apakah salah?
sebelum bicara si Dhammananda itu mendingan mikir dulu deh.

Apa yg terjadi denganmu ryu?  :P ^-^ :whistle:
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: ryu on 10 March 2010, 01:05:08 PM
Seseorang yang sangat pandai bicara dapat
menjatuhkan suatu kebenaran dan keadilan, serta
menghancurkan yang lain, seperti pengacara di
pengadilan. Kelompok agama yang berbeda mengatakan
bahwa agamanya adalah yang terbaik dibanding dengan
lainnya. Argumentasi mereka biasanya didasarkan pada
bakat dan kemampuan yang mengekspresikan ide-ide
mereka, tetapi sesungguhnya mereka tidak tertarik kepada
kebenaran. Itulah alam dari argumentasi. Ven K. Sri Dhammananda
apakah Buddha tidak pandai bicara? Buddha memberikan pandangan terhadap pandangan salah yang lain apakah salah?
sebelum bicara si Dhammananda itu mendingan mikir dulu deh.

Apa yg terjadi denganmu ryu?  :P ^-^ :whistle:
dah beda aliran, jadi aliran fanatik =))
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: ryu on 10 March 2010, 01:06:10 PM
Ven K. Sri Dhammananda adalah seorang Bhikkhu yang sangat dihormati.
Mungkin harus melihat konteks yang dibicarakan.
berarti aye ga nyambung yak =))
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: Tekkss Katsuo on 10 March 2010, 01:08:56 PM
Seseorang yang sangat pandai bicara dapat
menjatuhkan suatu kebenaran dan keadilan, serta
menghancurkan yang lain, seperti pengacara di
pengadilan. Kelompok agama yang berbeda mengatakan
bahwa agamanya adalah yang terbaik dibanding dengan
lainnya. Argumentasi mereka biasanya didasarkan pada
bakat dan kemampuan yang mengekspresikan ide-ide
mereka, tetapi sesungguhnya mereka tidak tertarik kepada
kebenaran. Itulah alam dari argumentasi. Ven K. Sri Dhammananda
apakah Buddha tidak pandai bicara? Buddha memberikan pandangan terhadap pandangan salah yang lain apakah salah?
sebelum bicara si Dhammananda itu mendingan mikir dulu deh.

bro ryuuu, kok tiba tiba ngomong gtan. :)) . btw Bhante Dhammananda pasti memiliki alasan semua ini, dan juga melihat konteks yg dibicarakan seperti yg dikatakan Glamod Gacha.. gacha.
Kemana jiwa ryuuuu yang duluuuuuuuuuuuuu. ayo kembalilahhh
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: bond on 10 March 2010, 01:10:45 PM
Seseorang yang sangat pandai bicara dapat
menjatuhkan suatu kebenaran dan keadilan, serta
menghancurkan yang lain, seperti pengacara di
pengadilan. Kelompok agama yang berbeda mengatakan
bahwa agamanya adalah yang terbaik dibanding dengan
lainnya. Argumentasi mereka biasanya didasarkan pada
bakat dan kemampuan yang mengekspresikan ide-ide
mereka, tetapi sesungguhnya mereka tidak tertarik kepada
kebenaran. Itulah alam dari argumentasi. Ven K. Sri Dhammananda
apakah Buddha tidak pandai bicara? Buddha memberikan pandangan terhadap pandangan salah yang lain apakah salah?
sebelum bicara si Dhammananda itu mendingan mikir dulu deh.

Apa yg terjadi denganmu ryu?  :P ^-^ :whistle:
dah beda aliran, jadi aliran fanatik =))

 =))

Untung gua aliran Wu Tang  ^-^
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 10 March 2010, 01:38:32 PM
[mod]:outoftopic:[/mod]
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: ge2004 on 10 March 2010, 01:38:46 PM
Seseorang yang sangat pandai bicara dapat
menjatuhkan suatu kebenaran dan keadilan, serta
menghancurkan yang lain, seperti pengacara di
pengadilan. Kelompok agama yang berbeda mengatakan
bahwa agamanya adalah yang terbaik dibanding dengan
lainnya. Argumentasi mereka biasanya didasarkan pada
bakat dan kemampuan yang mengekspresikan ide-ide
mereka, tetapi sesungguhnya mereka tidak tertarik kepada
kebenaran. Itulah alam dari argumentasi. Ven K. Sri Dhammananda

Kelompok agama mana-kah yang mengatakan ajarannya paling baik ? Mohon di-perjelas, kalau bisa "tunjuk hidung"...
Kalau sdr.ge2004 melihat kembali posting-an saya, kalau saya sedang "memperdebatkan" suatu ajaran, misalnya ajaran Mahayana, saya memakai dasar dari ajaran Mahayana itu sendiri. Dan yang sering saya katakan adalah bahwa Ajaran Mahayana itu sendiri tidak konsisten antara satu sutra dengan sutra yang lainnya. Misalnya Sutra Intan dengan Sutra Saddharma Pundarika misalnya. Kalau saya bandingkan antara Sutta (Pali Kanon) dengan Sutra Mahayana (yang diluar Agama Sutra), tentunya tidak akan ketemu titik temunya.

Makanya saya minta sdr.Ge2004, meng-QUOTE bagian manakah dari reply/postingan saya yang menjelek jelek-kan ajaran tanpa dasar, mengatakan bahwa ajaran saya yang paling benar dan bla bla bla ?
Memang postingan saya ada menyinggung anda ? kalau gitu sorry deh, postingan saya tidak untuk ditujukan kepada siapapun, namun hanya sebagai renungan dari Bhante Sri Dhammananda, bahwa kalau kita sudah menekuni satu aliran, jangan suka merecoki aliran lain. Kalau kita merasa aliran yang paling benar, ya sudah biarkan orang lain yang sedang menekuni aliran yang tidak sama dengan kita. Sekali lagi, saya tidak pernah ingin menyinggung anda dan saya juga tidak pernah baca postingan anda,  mengapa anda bisa merasa postingan itu ditujukan ke anda ? Sekali lagi mohon maaf jika anda tersinggung
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 10 March 2010, 01:42:16 PM
merecoki itu berarti tidak boleh diskusi?

saya rasa hal itu ditujukan kepada orang-orang chauvinis yang selalu melihat kesalahan orang lain.
tapi kalau pembicaraan dilakukan dalam diskusi, untuk menunjukkan sesuatu berdasarkan apa yang diyakini benar dan salah, kenapa tidak boleh?

orang yang sering tersinggung, bahkan dalam diskusi yang baik, itu yang patut dipertanyakan.
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: ge2004 on 10 March 2010, 01:47:34 PM
merecoki itu berarti tidak boleh diskusi?

saya rasa hal itu ditujukan kepada orang-orang chauvinis yang selalu melihat kesalahan orang lain.
tapi kalau pembicaraan dilakukan dalam diskusi, untuk menunjukkan sesuatu berdasarkan apa yang diyakini benar dan salah, kenapa tidak boleh?

orang yang sering tersinggung, bahkan dalam diskusi yang baik, itu yang patut dipertanyakan.
Kalau diskusinya dilakukan secara sehat, sangat bagus dan menambah wawasan, tapi kalau setelah berdiskusi, lalu timbul perbedaan dan malah mendebatkan yang berbeda, itulah yang mengkhawatirkan, coba anda baca semua posting, banyak provokatornya
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: ge2004 on 10 March 2010, 01:52:07 PM
sebelum bicara si Dhammananda itu mendingan mikir dulu deh.

"Apakah orang beragama gaya postingnya kayak begini ?"
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: ryu on 10 March 2010, 02:00:04 PM
sebelum bicara si Dhammananda itu mendingan mikir dulu deh.

"Apakah orang beragama gaya postingnya kayak begini ?"
apakah tidak boleh? seperti apakah gaya postingan orang beragama yang sebenarnya? jadi penasaran nih orang beragama itu seperti apa postingannya.
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: ge2004 on 10 March 2010, 02:10:38 PM
sebelum bicara si Dhammananda itu mendingan mikir dulu deh.
Bhante Sri Dhammananda itu seorang Bhikkhu dan sangat dihormati, mohon kalau anda tidak suka dengan kata-katanya, jangan memposting dengan nada kasar, kita semua tahu, saudara Ryu sangat berpengetahuan luas mungkin melebihi Bhikkhu manapun, ataupun guru agung manapun, kalau memang saudara Ryu tidak setuju dengan kata-katanya yang saya posting, maka yang patut anda hina adalah saya, bukan Bhante Sri Dhammananda............ :'( :'( :'(
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: CHANGE on 10 March 2010, 02:12:24 PM
Numpang lewat saja...

Sebuah diskusi akan berjalan dengan baik jika tidak dilandasi kebencian dan kemarahan. Mungkin ini dibutuhkan "Itikad Baik" dari ke-2 belah pihak. Memang melalui diskusi, kita dapat menambah wawasan dan pengetahuan. Kedewasaan dalam menyikapi perbedaan inilah yang harus dihargai bukan dipertentangkan. Karena memang kita juga belajar dari PERBEDAAN.

Sikap menuntut KESAMAAN dalam berperilaku juga merupakan "Itikad Kurang Baik." Karena ini juga menimbulkan pertentangan karena kebencian untuk memaksa kesamaan. Itikad Baik dimulai dari diri sendiri sebagai teladan. Yang  beritikad kurang baik akan mendapat penilaian negatif dari masyarakat. Sehingga ada yang mengatakan " Lebih Mudah Memindahkan Sebuah Gunung, daripada Merubah Karakter Seseorang". Dan memang yang dapat kita lakukan adalah memberikan PENDAPAT untuk mengugah kesadaran ( kebenaran relative ), tidak dapat memaksakan pendapat.

Sikap dan perilaku dalam bertindak akan menerima konsekuensi penilaian dari masyarakat. Memang secara Idealis diharapkan, adalah semua beritikad baik dalam berdiskusi, tetapi realistis adalah mengatakan berbeda.   :)
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: Indra on 10 March 2010, 02:16:28 PM
:backtotopic:
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: ge2004 on 10 March 2010, 02:16:59 PM
Numpang lewat saja...

Sebuah diskusi akan berjalan dengan baik jika tidak dilandasi kebencian dan kemarahan. Mungkin ingin dibutuhkan "Itikad Baik" dari ke-2 belah pihak. Memang melalui diskusi, kita dapat menambah wawasan dan pengetahuan. Kedewasaan dalam menyikapi perbedaan inilah yang harus dihargai bukan dipertentangkan. Karena memang kita juga belajar dari PERBEDAAN.

Sikap menuntut KESAMAAN dalam berperilaku juga merupakan "Itikad Kurang Baik." Karena ini juga menimbulkan pertentangan karena kebencian untuk memaksa kesamaan. Itikad Baik dimulai dari diri sendiri sebagai teladan. Yang  beritikad kurang baik akan mendapat penilaian negatif dari masyarakat. Sehingga ada yang mengatakan " Lebih Mudah Memindahkan Sebuah Gunung, daripada Merubah Karakter Seseorang". Dan memang yang dapat kita lakukan adalah memberikan PENDAPAT untuk mengugah kesadaran ( kebenaran relative ), tidak dapat memaksakan pendapat.

Sikap dan perilaku dalam bertindak akan menerima konsekuensi penilaian dari masyarakat. Memang secara Idealis diharapkan, adalah semua beritikad baik dalam berdiskusi, tetapi realistis adalah mengatakan berbeda.   :)
Setuju, nah posting yang seperti ini yang bisa menambah wawasan. Namun kadang dalam setiap diskusi selalu muncul provokator yang sengaja memancing supaya diskusi berjalan panas. Sekali lagi saya sangat setuju dengan CHANGE
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: Indra on 10 March 2010, 02:24:44 PM

Diskusi tentang perbedaan tidak menjadi masalah, tapi kalau sudah menjelek-jelekkan dan berusaha memojokkan serta selalu mengganggap dirinya paling benar itu bukan diskusi, tapi cari ribut.

Kalau diskusinya dilakukan secara sehat, sangat bagus dan menambah wawasan, tapi kalau setelah berdiskusi, lalu timbul perbedaan dan malah mendebatkan yang berbeda, itulah yang mengkhawatirkan, coba anda baca semua posting, banyak provokatornya

ge2004, anda beberapa kali menyebutkan adanya postingan yg buruk, tetapi ketika diminta untuk menunjukkan, anda hanya berkelit dengan menjawab, "baca semua posting" atau "baca postingan anda sendiri".

apakah menurut anda sikap anda menunjukkan cara berdiskusi yg baik?
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: ryu on 10 March 2010, 02:33:39 PM
sebelum bicara si Dhammananda itu mendingan mikir dulu deh.
Bhante Sri Dhammananda itu seorang Bhikkhu dan sangat dihormati, mohon kalau anda tidak suka dengan kata-katanya, jangan memposting dengan nada kasar, kita semua tahu, saudara Ryu sangat berpengetahuan luas mungkin melebihi Bhikkhu manapun, ataupun guru agung manapun, kalau memang saudara Ryu tidak setuju dengan kata-katanya yang saya posting, maka yang patut anda hina adalah saya, bukan Bhante Sri Dhammananda............ :'( :'( :'(
bukannya anda yang menyambungkan topik ini dengan perkataan  Dhammananda? karena itu saya membandingkan dengan Buddha bukankah biar nyambung? saya tidak akan membandingkan perkataan  Dhammananda dengan ajaran saya yang pastinya akan bertolak belakang.
dan oh saya tidak berpengetahuan luas, bahkan masih dangkal sehingga tidak mengetahui Dhammananda itu orang yang dihormati oleh kalian, justru saya ini hanyalah orang fanatik dari agama lain yang ingin belajar ajaran Buddha yang katanya sangat baik, dengan melihat perbedaan pandangan dari aliran2 apabila saya memandang mungkin aliran theravada bagi saya yang lebih masuk akal daripada mahayana, oleh karena itu saya memberikan pandangan dari theravada untuk melihat perbedaan2 dengan aliran mahayana. cuma apabila memang itikad saya terlihat menyerang mahayana maka ya silahkan saja terlihat begitu.
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: ge2004 on 10 March 2010, 02:42:19 PM

Diskusi tentang perbedaan tidak menjadi masalah, tapi kalau sudah menjelek-jelekkan dan berusaha memojokkan serta selalu mengganggap dirinya paling benar itu bukan diskusi, tapi cari ribut.

Kalau diskusinya dilakukan secara sehat, sangat bagus dan menambah wawasan, tapi kalau setelah berdiskusi, lalu timbul perbedaan dan malah mendebatkan yang berbeda, itulah yang mengkhawatirkan, coba anda baca semua posting, banyak provokatornya

ge2004, anda beberapa kali menyebutkan adanya postingan yg buruk, tetapi ketika diminta untuk menunjukkan, anda hanya berkelit dengan menjawab, "baca semua posting" atau "baca postingan anda sendiri".

apakah menurut anda sikap anda menunjukkan cara berdiskusi yg baik?

Anda tentu tahu postingannya yang mana karena sering membuka DC, mohon maaf jika membuat anda tidak nyaman dengan postingan saya. Kalau memang cara berdiskusi saya tidak baik, terima kasih telah mengingatkan saya, saya akan berusaha mengubahnya....
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: ge2004 on 10 March 2010, 02:44:29 PM
sebelum bicara si Dhammananda itu mendingan mikir dulu deh.
Bhante Sri Dhammananda itu seorang Bhikkhu dan sangat dihormati, mohon kalau anda tidak suka dengan kata-katanya, jangan memposting dengan nada kasar, kita semua tahu, saudara Ryu sangat berpengetahuan luas mungkin melebihi Bhikkhu manapun, ataupun guru agung manapun, kalau memang saudara Ryu tidak setuju dengan kata-katanya yang saya posting, maka yang patut anda hina adalah saya, bukan Bhante Sri Dhammananda............ :'( :'( :'(
bukannya anda yang menyambungkan topik ini dengan perkataan  Dhammananda? karena itu saya membandingkan dengan Buddha bukankah biar nyambung? saya tidak akan membandingkan perkataan  Dhammananda dengan ajaran saya yang pastinya akan bertolak belakang.
dan oh saya tidak berpengetahuan luas, bahkan masih dangkal sehingga tidak mengetahui Dhammananda itu orang yang dihormati oleh kalian, justru saya ini hanyalah orang fanatik dari agama lain yang ingin belajar ajaran Buddha yang katanya sangat baik, dengan melihat perbedaan pandangan dari aliran2 apabila saya memandang mungkin aliran theravada bagi saya yang lebih masuk akal daripada mahayana, oleh karena itu saya memberikan pandangan dari theravada untuk melihat perbedaan2 dengan aliran mahayana. cuma apabila memang itikad saya terlihat menyerang mahayana maka ya silahkan saja terlihat begitu.
Ya sudah kalau begitu, lagian juga saya bukan praktisi Mahayana.
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: Indra on 10 March 2010, 02:48:01 PM
 [at] ge2004, jika anda sungguh ingin mengubah cara anda berdiskusi, silahkan mulai dengan merespon postingan Bro Dilbert berikut ini:

Seseorang yang sangat pandai bicara dapat
menjatuhkan suatu kebenaran dan keadilan, serta
menghancurkan yang lain, seperti pengacara di
pengadilan. Kelompok agama yang berbeda mengatakan
bahwa agamanya adalah yang terbaik dibanding dengan
lainnya. Argumentasi mereka biasanya didasarkan pada
bakat dan kemampuan yang mengekspresikan ide-ide
mereka, tetapi sesungguhnya mereka tidak tertarik kepada
kebenaran. Itulah alam dari argumentasi. Ven K. Sri Dhammananda

Kelompok agama mana-kah yang mengatakan ajarannya paling baik ? Mohon di-perjelas, kalau bisa "tunjuk hidung"...
Kalau sdr.ge2004 melihat kembali posting-an saya, kalau saya sedang "memperdebatkan" suatu ajaran, misalnya ajaran Mahayana, saya memakai dasar dari ajaran Mahayana itu sendiri. Dan yang sering saya katakan adalah bahwa Ajaran Mahayana itu sendiri tidak konsisten antara satu sutra dengan sutra yang lainnya. Misalnya Sutra Intan dengan Sutra Saddharma Pundarika misalnya. Kalau saya bandingkan antara Sutta (Pali Kanon) dengan Sutra Mahayana (yang diluar Agama Sutra), tentunya tidak akan ketemu titik temunya.

Makanya saya minta sdr.Ge2004, meng-QUOTE bagian manakah dari reply/postingan saya yang menjelek jelek-kan ajaran tanpa dasar, mengatakan bahwa ajaran saya yang paling benar dan bla bla bla ?
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: ge2004 on 10 March 2010, 03:19:40 PM
Saya sudah menjawab dilbert
==================
Quote from: dilbert on Today at 11:20:39 AM

    Quote from: ge2004 on Yesterday at 07:33:58 PM

        Seseorang yang sangat pandai bicara dapat
        menjatuhkan suatu kebenaran dan keadilan, serta
        menghancurkan yang lain, seperti pengacara di
        pengadilan. Kelompok agama yang berbeda mengatakan
        bahwa agamanya adalah yang terbaik dibanding dengan
        lainnya. Argumentasi mereka biasanya didasarkan pada
        bakat dan kemampuan yang mengekspresikan ide-ide
        mereka, tetapi sesungguhnya mereka tidak tertarik kepada
        kebenaran. Itulah alam dari argumentasi. Ven K. Sri Dhammananda



    Kelompok agama mana-kah yang mengatakan ajarannya paling baik ? Mohon di-perjelas, kalau bisa "tunjuk hidung"...
    Kalau sdr.ge2004 melihat kembali posting-an saya, kalau saya sedang "memperdebatkan" suatu ajaran, misalnya ajaran Mahayana, saya memakai dasar dari ajaran Mahayana itu sendiri. Dan yang sering saya katakan adalah bahwa Ajaran Mahayana itu sendiri tidak konsisten antara satu sutra dengan sutra yang lainnya. Misalnya Sutra Intan dengan Sutra Saddharma Pundarika misalnya. Kalau saya bandingkan antara Sutta (Pali Kanon) dengan Sutra Mahayana (yang diluar Agama Sutra), tentunya tidak akan ketemu titik temunya.

    Makanya saya minta sdr.Ge2004, meng-QUOTE bagian manakah dari reply/postingan saya yang menjelek jelek-kan ajaran tanpa dasar, mengatakan bahwa ajaran saya yang paling benar dan bla bla bla ?


Memang postingan saya ada menyinggung anda ? kalau gitu sorry deh, postingan saya tidak untuk ditujukan kepada siapapun, namun hanya sebagai renungan dari Bhante Sri Dhammananda, bahwa kalau kita sudah menekuni satu aliran, jangan suka merecoki aliran lain. Kalau kita merasa aliran yang paling benar, ya sudah biarkan orang lain yang sedang menekuni aliran yang tidak sama dengan kita. Sekali lagi, saya tidak pernah ingin menyinggung anda dan saya juga tidak pernah baca postingan anda,  mengapa anda bisa merasa postingan itu ditujukan ke anda ? Sekali lagi mohon maaf jika anda tersinggung
=======
yang dipermasalahkan dilbert adalah menurut dia saya mempermasalahkan posting-nya, padahal saya tidak pernah membaca postingnya.
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: Tekkss Katsuo on 10 March 2010, 03:25:14 PM
disini jg udh nampak akar perpecahan , sama kyk judulnyaaa  ;D :hammer:
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: Indra on 10 March 2010, 03:27:06 PM
Mengapa di-tabu-kan diskusi atas perbedaan perbedaan yang terdapat di dalam ajaran Theravada, Mahayana (bahkan Tantrayana/Vajrayana) ? Apakah tidak siap untuk mendapati "kebenaran" bahwa apa yang selama ini yang "diyakini" sebagai kebenaran itu pada dasarnya adalah Salah ?

Bagaimanapun, Emas Murni mau di "uji" bagaimanapun tetap adalah Emas Murni, lain dengan emas Sepuhan atau emas-emasan...

Diskusi tentang perbedaan tidak menjadi masalah, tapi kalau sudah menjelek-jelekkan dan berusaha memojokkan serta selalu mengganggap dirinya paling benar itu bukan diskusi, tapi cari ribut.

bisa di-quote tulisan yang menjelek-jelek-kan dan memojokkan (istilah memojokkan itu sendiri yang bagaimana ???) dan menganggap diri-nya paling benar ???

Kalau mau tahu contohnya, baca saja semua posting-an anda, di situ banyak sekali contoh2nya

dari quote di atas, sangat jelas kalau anda mengatakan bahwa postingan Bro Dilbert yang sedang anda bicarakan sebagai "memojokkan", "menganggap diri paling benar", dll

Quote
Memang postingan saya ada menyinggung anda ? kalau gitu sorry deh, postingan saya tidak untuk ditujukan kepada siapapun, namun hanya sebagai renungan dari Bhante Sri Dhammananda, bahwa kalau kita sudah menekuni satu aliran, jangan suka merecoki aliran lain. Kalau kita merasa aliran yang paling benar, ya sudah biarkan orang lain yang sedang menekuni aliran yang tidak sama dengan kita. Sekali lagi, saya tidak pernah ingin menyinggung anda dan saya juga tidak pernah baca postingan anda,  mengapa anda bisa merasa postingan itu ditujukan ke anda ? Sekali lagi mohon maaf jika anda tersinggung
=======
yang dipermasalahkan dilbert adalah menurut dia saya mempermasalahkan posting-nya, padahal saya tidak pernah membaca postingnya.

dalam quote di atas, anda membantah lagi, terus terang saya tidak memahami apa maksud anda di sini.
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: ge2004 on 10 March 2010, 03:34:31 PM
Mengapa di-tabu-kan diskusi atas perbedaan perbedaan yang terdapat di dalam ajaran Theravada, Mahayana (bahkan Tantrayana/Vajrayana) ? Apakah tidak siap untuk mendapati "kebenaran" bahwa apa yang selama ini yang "diyakini" sebagai kebenaran itu pada dasarnya adalah Salah ?

Bagaimanapun, Emas Murni mau di "uji" bagaimanapun tetap adalah Emas Murni, lain dengan emas Sepuhan atau emas-emasan...

Diskusi tentang perbedaan tidak menjadi masalah, tapi kalau sudah menjelek-jelekkan dan berusaha memojokkan serta selalu mengganggap dirinya paling benar itu bukan diskusi, tapi cari ribut.

bisa di-quote tulisan yang menjelek-jelek-kan dan memojokkan (istilah memojokkan itu sendiri yang bagaimana ???) dan menganggap diri-nya paling benar ???

Kalau mau tahu contohnya, baca saja semua posting-an anda, di situ banyak sekali contoh2nya

dari quote di atas, sangat jelas kalau anda mengatakan bahwa postingan Bro Dilbert yang sedang anda bicarakan sebagai "memojokkan", "menganggap diri paling benar", dll

Quote
Memang postingan saya ada menyinggung anda ? kalau gitu sorry deh, postingan saya tidak untuk ditujukan kepada siapapun, namun hanya sebagai renungan dari Bhante Sri Dhammananda, bahwa kalau kita sudah menekuni satu aliran, jangan suka merecoki aliran lain. Kalau kita merasa aliran yang paling benar, ya sudah biarkan orang lain yang sedang menekuni aliran yang tidak sama dengan kita. Sekali lagi, saya tidak pernah ingin menyinggung anda dan saya juga tidak pernah baca postingan anda,  mengapa anda bisa merasa postingan itu ditujukan ke anda ? Sekali lagi mohon maaf jika anda tersinggung
=======
yang dipermasalahkan dilbert adalah menurut dia saya mempermasalahkan posting-nya, padahal saya tidak pernah membaca postingnya.

dalam quote di atas, anda membantah lagi, terus terang saya tidak memahami apa maksud anda di sini.

Oh..berarti saya salah quote, saya kira itu postingan si Ryu.....wah jadi nggak enak nih sama Dilbert. Soalnya quote/reply nya dari HandPhone. Besok kalo mau klik quote lihat-lihat dulu deh, sorrry bro Dilbert. Sekali lagi maaf, salah quote. Maklum pemula.
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: dilbert on 10 March 2010, 04:28:30 PM
Oh..berarti saya salah quote, saya kira itu postingan si Ryu.....wah jadi nggak enak nih sama Dilbert. Soalnya quote/reply nya dari HandPhone. Besok kalo mau klik quote lihat-lihat dulu deh, sorrry bro Dilbert. Sekali lagi maaf, salah quote. Maklum pemula.

 [at] Batara-Indra...
sdr.ge2004 sudah meng-clear-kan masalah via PM kepada saya, sekiranya ada salah quote.
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: ryu on 10 March 2010, 04:30:15 PM
untung bukan ke aye =))
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: ge2004 on 10 March 2010, 05:00:09 PM
 [at] ryu, thanx atas pelajaran pelatihan kesabarannya, sekrng saya sudah bisa memahaminya

Seperti kata Bro Dilbert :Welcome to the DHAMMA Jungle. Saya sudah bisa memahami apa yang telah dinasehatkan. Thanx to Bro Dilbert
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: bond on 10 March 2010, 05:03:40 PM
 :>-
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: Tekkss Katsuo on 10 March 2010, 08:04:43 PM
Very Good  :)) . akhirnya bersatu kembalii  :x :x :x
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: enjeloza on 10 April 2010, 05:33:45 PM
dalam Pali Theravada dan tambahan kitab komentar...tidak pernah ada disebut 2 sekte dalam buddhasasana...

hanya dalam Tripitaka Mahayana yang menyebutkan ada 2 sekte.

perpecahan terjadi karena murid-murid.....bukan ajaran....
tetapi sebaliknya ajaran yang memecahkan dan bukan murid-nya ada dalam mahayana.

tuduhan demikian sudah biasa dilontarkan pihak theravada ke mahayana, & jawaban dari mahayana adalah:

hinayana tidak merujuk pada sekte, apalagi pada theravada.
hinayana adalah orang2 yg hanya mementingkan keselamatan sendiri (baca: arahat) oleh krn itu mereka disebut "hina"
orang theravada sendiri yg ke-GR-an menganggap dirinya hinayana

tangkisan sekaligus sindiran :)


bukan masalah ke-GR-an... jelas jelas dalam sutra mahayana dikatakan bahwa SRAVAKAYANA = HINAYANA... dan tendensi-nya adalah... ? Sedangkan dalam pembahasan tentang terminologi MAHAYANA = Kendaraan BESAR, seharusnya lawannya adalah CULAYANA = kendaraan KECIL yang dalam pengertiannya adalah bahwa MAHAYANA meliputi SRAVAKAYANA dan SAMYAKBUDDHAYANA...

Kenapa muncul pula istilah HINA yang artinya sangat negatif ?

Dalam terjemahan mandarin masih lebih baik... Mahayana = Kendaraan Besar = Ta Chen, dan yang diluar Mahayana dikatakan sebagai Siau Chen = Kendaraan KEcil (dan dewasa ini merujuk kepada Theravada)...


Apakah arti HINA dari HINAYANA itu berarti ''negatif''???

Menurut yang saya tahu, Theravada dan Mahayana tidak berbeda sama sekali..pada dasarnya semua ajarannya sama...karena agama Buddha berkembang di China, untuk itu timbullah Mahayana dimana semua kitab Mahayana sebenarnya penerjemahan dari kitab Theravada dimana dalam Theravada menggunakan bahasa Pali sehingga menyulitkan orang2 china untuk memahami isi kitab sehingga diubahlah ke dalam bahasa mandarin demi kemudahan perkembangan ajaran Buddha di China...mungkin perbedaannya hada pada tujuan mereka, Theravada bertekad menjadi seorang ARAHAT sedangkan Mahayana bertekad menjadi seorang Boddhisatva, untuk itu dalam Mahayana ada pengambilan sila Boddhisatva...
 Jika dikatakan pecah juga tidak mungkin ya menurut saya, karna Theravada dan Mahayana sama2 berada dalam naungan SAI, sbgai cth, banyak bikkhu berbagai aliran yg tinggal dalam satu vihara dan saling membantu demi kemajuan perkembangan Buddha...

mohon koreksi kalau ada salah...Amitofo
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 10 April 2010, 10:05:57 PM
untuk menilik arti hina, silahkan lihat khotbah pertama sang buddha. hina merujuk kepada dua jalan penyiksaan dan senang-senang
Title: Re: Akar perpecahan
Post by: dilbert on 10 April 2010, 11:47:48 PM
dalam Pali Theravada dan tambahan kitab komentar...tidak pernah ada disebut 2 sekte dalam buddhasasana...

hanya dalam Tripitaka Mahayana yang menyebutkan ada 2 sekte.

perpecahan terjadi karena murid-murid.....bukan ajaran....
tetapi sebaliknya ajaran yang memecahkan dan bukan murid-nya ada dalam mahayana.

tuduhan demikian sudah biasa dilontarkan pihak theravada ke mahayana, & jawaban dari mahayana adalah:

hinayana tidak merujuk pada sekte, apalagi pada theravada.
hinayana adalah orang2 yg hanya mementingkan keselamatan sendiri (baca: arahat) oleh krn itu mereka disebut "hina"
orang theravada sendiri yg ke-GR-an menganggap dirinya hinayana

tangkisan sekaligus sindiran :)


bukan masalah ke-GR-an... jelas jelas dalam sutra mahayana dikatakan bahwa SRAVAKAYANA = HINAYANA... dan tendensi-nya adalah... ? Sedangkan dalam pembahasan tentang terminologi MAHAYANA = Kendaraan BESAR, seharusnya lawannya adalah CULAYANA = kendaraan KECIL yang dalam pengertiannya adalah bahwa MAHAYANA meliputi SRAVAKAYANA dan SAMYAKBUDDHAYANA...

Kenapa muncul pula istilah HINA yang artinya sangat negatif ?

Dalam terjemahan mandarin masih lebih baik... Mahayana = Kendaraan Besar = Ta Chen, dan yang diluar Mahayana dikatakan sebagai Siau Chen = Kendaraan KEcil (dan dewasa ini merujuk kepada Theravada)...


Apakah arti HINA dari HINAYANA itu berarti ''negatif''???

Menurut yang saya tahu, Theravada dan Mahayana tidak berbeda sama sekali..pada dasarnya semua ajarannya sama...karena agama Buddha berkembang di China, untuk itu timbullah Mahayana dimana semua kitab Mahayana sebenarnya penerjemahan dari kitab Theravada dimana dalam Theravada menggunakan bahasa Pali sehingga menyulitkan orang2 china untuk memahami isi kitab sehingga diubahlah ke dalam bahasa mandarin demi kemudahan perkembangan ajaran Buddha di China...mungkin perbedaannya hada pada tujuan mereka, Theravada bertekad menjadi seorang ARAHAT sedangkan Mahayana bertekad menjadi seorang Boddhisatva, untuk itu dalam Mahayana ada pengambilan sila Boddhisatva...
 Jika dikatakan pecah juga tidak mungkin ya menurut saya, karna Theravada dan Mahayana sama2 berada dalam naungan SAI, sbgai cth, banyak bikkhu berbagai aliran yg tinggal dalam satu vihara dan saling membantu demi kemajuan perkembangan Buddha...

mohon koreksi kalau ada salah...Amitofo

Kalau sdr/sdri. Enjeloza (kok gak ada keterangan gender-nya) mempelajari lebih lanjut isi sutta (pali kanon) dan sutra (sankrit kanon) tidak terletak pada perbedaan bahasa saja, tetapi jauh di dalam isi-nya. Mungkin kalau semakin mempelajari sutra sutra Mahayana dan Sutta Pali, akan kelihatan...