Perpecahan dalam agama Buddha yang akhirnya mengkristal menjadi Mahayana dan Theravada tentu menjadikan umat Buddha merasa menyesal dan sedih walaupun telah berlalu lebih dari 2000 tahun yang lalu.
Sesudah saya renungkan di dalam forum, apa yang menjadi penyebab perpecahan tersebut maka akhirnya saya menemukan (yang saya duga sebagai) penyebab perpecahan tersebut,yaitu:
- Kalangan orthodox (Theravada) beranggapan bahwa petunjuk yang diberikan oleh Sang Buddha adalah
harga mati, oleh karena itu haram hukumnya bagi kalangan Theravada untuk mengubah petunjuk yang
telah diberikan oleh Sang Buddha.
- Kalangan free thinking (Mahayana) beranggapan bahwa petunjuk yang diberikan oleh Sang Buddha hanya
merupakan suatu tuntunan yang tak mengikat, oleh karena itu sah-sah saja untuk mengubah peraturan
yang telah diberikan sesuai dengan kebutuhan individu.
Ini hanya pendapat saya, bila kurang tepat mohon dikoreksi dan mohon masukannya.
_/\_
dalam Pali Theravada dan tambahan kitab komentar...tidak pernah ada disebut 2 sekte dalam buddhasasana...
hanya dalam Tripitaka Mahayana yang menyebutkan ada 2 sekte.
perpecahan terjadi karena murid-murid.....bukan ajaran....
tetapi sebaliknya ajaran yang memecahkan dan bukan murid-nya ada dalam mahayana.
dalam Pali Theravada dan tambahan kitab komentar...tidak pernah ada disebut 2 sekte dalam buddhasasana...
hanya dalam Tripitaka Mahayana yang menyebutkan ada 2 sekte.
perpecahan terjadi karena murid-murid.....bukan ajaran....
tetapi sebaliknya ajaran yang memecahkan dan bukan murid-nya ada dalam mahayana.
tuduhan demikian sudah biasa dilontarkan pihak theravada ke mahayana, & jawaban dari mahayana adalah:
hinayana tidak merujuk pada sekte, apalagi pada theravada.
hinayana adalah orang2 yg hanya mementingkan keselamatan sendiri (baca: arahat) oleh krn itu mereka disebut "hina"
orang theravada sendiri yg ke-GR-an menganggap dirinya hinayana
tangkisan sekaligus sindiran :)
bukan masalah ke-GR-an... jelas jelas dalam sutra mahayana dikatakan bahwa SRAVAKAYANA = HINAYANA... dan tendensi-nya adalah... ? Sedangkan dalam pembahasan tentang terminologi MAHAYANA = Kendaraan BESAR, seharusnya lawannya adalah CULAYANA = kendaraan KECIL yang dalam pengertiannya adalah bahwa MAHAYANA meliputi SRAVAKAYANA dan SAMYAKBUDDHAYANA...bagi mahayana, yg bertekad utk menjadi arahat adalah orang yg mementingkan diri sendiri. oleh karena itu, mereka disebut hina, bukan artinya kotor. namun kurang lebih artinya hatinya kecil...
Kenapa muncul pula istilah HINA yang artinya sangat negatif ?
Arahat atau Sammasambuddha sama2 melewati proses yg sama untuk mencapai tujuannya, sama2 harus memenuhi 10 Parami, yang membedakan adalah jangka waktu pemenuhan Parami itu.dalam hal parami, betul (sama2 mengumpulkan parami)... tapi waktu pemenuhan parami yg berbeda disebabkan jg oleh kualitas parami yg berbeda. tentunya kualitas parami Buddha melebihi seorang Arahat (baca: SavakaBuddha).
Jadi, kalau Arahat juga berikar untuk menyelamatkan semua makhluk sebagai bagian dari pemenuhan Paraminya, bagaimana bisa disebut mementingkan diri sendiri?setahu saya, Arahat tidak berkeinginan lagi, tidak memiliki apa-apa di dunia lagi.
dan bukankah Arahat juga adalah Buddha?bukan, justru sebaliknya. Buddha adalah seorang arahat ;)
_/\_
Arahat atau Sammasambuddha sama2 melewati proses yg sama untuk mencapai tujuannya, sama2 harus memenuhi 10 Parami, yang membedakan adalah jangka waktu pemenuhan Parami itu.dalam hal parami, betul (sama2 mengumpulkan parami)... tapi waktu pemenuhan parami yg berbeda disebabkan jg oleh kualitas parami yg berbeda. tentunya kualitas parami Buddha melebihi seorang Arahat (baca: SavakaBuddha).
jadi prosesnya tidak dapat dikatakan sama. setelah seseorang memiliki parami yg cukup, ia dapat saja melenyapkan semua asavanya & menjadi seorang arahat. namun, proses berbedanya adalah setelah paraminya cukup, ia tidak melangkah pada nibbana, sebaliknya ia menanam satu kemelekatan baru (baca: ikrar Bodhisatwa) shg rantai kelahirannya tidak terputus. ini pandangan saya sebagai Theravadin... sedangkan di Mahayana sendiri, utk menjadi seorang Buddha, jalur Arhat harus dilewati terlebih dahulu. Artinya Arhat belum sepenuhnya sampai di garis finish, makanya dikatakan berdiam dalam kedamaian extreme ^-^QuoteJadi, kalau Arahat juga berikar untuk menyelamatkan semua makhluk sebagai bagian dari pemenuhan Paraminya, bagaimana bisa disebut mementingkan diri sendiri?setahu saya, Arahat tidak berkeinginan lagi, tidak memiliki apa-apa di dunia lagi.
jadi seseorang yg berikrar, menurut saya pasti belum arahat.Quotedan bukankah Arahat juga adalah Buddha?bukan, justru sebaliknya. Buddha adalah seorang arahat ;)
_/\_
dalam hal parami, betul (sama2 mengumpulkan parami)... tapi waktu pemenuhan parami yg berbeda disebabkan jg oleh kualitas parami yg berbeda. tentunya kualitas parami Buddha melebihi seorang Arahat (baca: SavakaBuddha).Mungkinkah seorang ARAHAT menanamkan kemelekatan baru? Saya meragukan kearahatan sebiji ini.
jadi prosesnya tidak dapat dikatakan sama. setelah seseorang memiliki parami yg cukup, ia dapat saja melenyapkan semua asavanya & menjadi seorang arahat. namun, proses berbedanya adalah setelah paraminya cukup, ia tidak melangkah pada nibbana, sebaliknya ia menanam satu kemelekatan baru (baca: ikrar Bodhisatwa) shg rantai kelahirannya tidak terputus. ini pandangan saya sebagai Theravadin... sedangkan di Mahayana sendiri, utk menjadi seorang Buddha, jalur Arhat harus dilewati terlebih dahulu. Artinya Arhat belum sepenuhnya sampai di garis finish, makanya dikatakan berdiam dalam kedamaian extreme ^-^
setahu saya, Arahat tidak berkeinginan lagi, tidak memiliki apa-apa di dunia lagi.Tentu saja, baiklah saya revisi pernyataan saya sebelumnya menjadi "Jadi, kalau orang yang bercita-cita untuk mencapai Arahat juga berikar untuk menyelamatkan semua makhluk sebagai bagian dari ....dst..."
jadi seseorang yg berikrar, menurut saya pasti belum arahat.
bukan, justru sebaliknya. Buddha adalah seorang arahat ;)FYI, ARAHAT=SAVAKA BUDDHA
referensi pembalik nya adalah sutra intan mahayana sendiri.Quotebukan masalah ke-GR-an... jelas jelas dalam sutra mahayana dikatakan bahwa SRAVAKAYANA = HINAYANA... dan tendensi-nya adalah... ? Sedangkan dalam pembahasan tentang terminologi MAHAYANA = Kendaraan BESAR, seharusnya lawannya adalah CULAYANA = kendaraan KECIL yang dalam pengertiannya adalah bahwa MAHAYANA meliputi SRAVAKAYANA dan SAMYAKBUDDHAYANA...bagi mahayana, yg bertekad utk menjadi arahat adalah orang yg mementingkan diri sendiri. oleh karena itu, mereka disebut hina, bukan artinya kotor. namun kurang lebih artinya hatinya kecil...
Kenapa muncul pula istilah HINA yang artinya sangat negatif ?
sedang mahayana berikrar menyelamatkan semua mahkluk, oleh krn itu hatinya besar ;D
apakah tedensinya adalah pada theravada?
menurut saya sendiri tidak. karena theravada bagi saya, tidak mematok seseorang harus jadi arahat atau buddha. berbeda dg mahayana yg punya visi utk menjadi buddha, theravada tidak. yg urgent sekarang adalah melihat dukkha.
mungkin sejak mahayana meng-claim sektenya adalah jalan kebuddhaan, sejak saat itu pula tanpa sadar theravada mengambil jalan sisanya, yaitu jalan kearahataan... :(
Mungkinkah seorang ARAHAT menanamkan kemelekatan baru? Saya meragukan kearahatan sebiji ini.harus disadari adanya perbedaan&persamaan antara Mahayana & Theravada.
Tentu saja, baiklah saya revisi pernyataan saya sebelumnya menjadi "Jadi, kalau orang yang bercita-cita untuk mencapai Arahat juga berikar untuk menyelamatkan semua makhluk sebagai bagian dari ....dst..."bagi saya, dalam pandangan Theravadin, seorang yg masih memiliki cita2x di masa depan tidak mungkin Arahat, walaupun cita2xnya adalah mencapai Arahat...
inconsistency used of terminology...Quotebukan, justru sebaliknya. Buddha adalah seorang arahat ;)FYI, ARAHAT=SAVAKA BUDDHA
Mungkin segelintir umat aja yg mempermasalahkan.saya ragukan itu...
Saya tidak berani mewakili pandangan Theravadin oleh karena itu saya akan mengatakan menurut pemahaman saya atas ajaran Theravada, setelah Parami yang diperlukan untuk mencapai Kearahatan mencukupi, maka tidak ada apapun yang dapat menghalangi pencapaian seseorang.Mungkinkah seorang ARAHAT menanamkan kemelekatan baru? Saya meragukan kearahatan sebiji ini.harus disadari adanya perbedaan&persamaan antara Mahayana & Theravada.
bagi Mahayana, seorang Bodhisatwa harus lewat dulu jalur arhat,
bagi Theravada, seorang Boddhisatta sama sekali belum ariya.
persamaannya adalah pandangan ke2 mainstream ini setuju bahwa: seorang Boddhisatta telah memiliki kapasitas utk mencapai arahat (memiliki parami yg cukup).
jika berangkat dari persamaan, apakah jika parami sudah cukup, seseorang masih bisa melekat? menurut saya, masih bisa...QuoteTentu saja, baiklah saya revisi pernyataan saya sebelumnya menjadi "Jadi, kalau orang yang bercita-cita untuk mencapai Arahat juga berikar untuk menyelamatkan semua makhluk sebagai bagian dari ....dst..."bagi saya, dalam pandangan Theravadin, seorang yg masih memiliki cita2x di masa depan tidak mungkin Arahat, walaupun cita2xnya adalah mencapai Arahat...
Quoteinconsistency used of terminology...Quotebukan, justru sebaliknya. Buddha adalah seorang arahat ;)FYI, ARAHAT=SAVAKA BUDDHA
Sammasam Buddha adalah seorang arahat,
Savaka Buddha adalah seorang arahat jg.
arahat sendiri artinya "Perfected One" (cmiiw)
namun utk menunjuk pada kelompok Savaka Buddha, lebih sering digunakan gelar Arahat saja...
yang saya tangkap dari definisi Bro Tesla menganai Savaka Buddha adalah bahwa Savaka Buddha adalah Arahat namun Arahat belum tentu Savaka Buddha, benarkah? jika demikian, adakah contoh dimana seorang Arahat yang bukan Savaka Buddha?
jika demikian, adakah contoh dimana seorang Arahat yang bukan Savaka Buddha?sebenarnya dari yg acek Ang post kan udah ada kok:
A title for the Buddha and the highest level of his noble disciples.Sebuah gelar kepada Buddha dan murid2nya yg telah mencapai tingkat tertinggi.
Hinayana menurut Mahayana adalah mereka yang ngambil jalan Arahat kebetulan juga Theravada goalnya menjadi Arahat. jadi kecemplung deh.
Quoteyang saya tangkap dari definisi Bro Tesla menganai Savaka Buddha adalah bahwa Savaka Buddha adalah Arahat namun Arahat belum tentu Savaka Buddha, benarkah? jika demikian, adakah contoh dimana seorang Arahat yang bukan Savaka Buddha?
Savaka Buddha, Pacceka Buddha, Sammasam Buddha adalah kategori berdasarkan jalan pencapaian.
Savaka = dari mendengarkan kotbah dari yg lain
Pacceka = dari usahanya sendiri
Sammasam = dari usahanya sendiri & menyebarkannya
sedangkan sotapanna, sakadagami, anagami, arahat adalah kategori berdasarkan tingkat pencapaiannya, mis: jumlah belenggu yg telah dimusnahkan...
ke 3 jenis Buddha (Savaka, Pacceka & Sammasam Buddha) adalah arahatQuotejika demikian, adakah contoh dimana seorang Arahat yang bukan Savaka Buddha?sebenarnya dari yg acek Ang post kan udah ada kok:QuoteA title for the Buddha and the highest level of his noble disciples.Sebuah gelar kepada Buddha dan murid2nya yg telah mencapai tingkat tertinggi.
(Buddha di sana adalah Sammasam Buddha, yg artinya ia jg seorang Arahat)
Setuju, namun saya masih belum mengerti bagian mana yg inconsistent dengan statement Arahat adalah Buddha?
Arahat atau Sammasambuddha sama2 melewati proses yg sama untuk mencapai tujuannya, sama2 harus memenuhi 10 Parami, yang membedakan adalah jangka waktu pemenuhan Parami itu. Jadi, kalau Arahat juga berikar untuk menyelamatkan semua makhluk sebagai bagian dari pemenuhan Paraminya, bagaimana bisa disebut mementingkan diri sendiri? dan bukankah Arahat juga adalah Buddha?
_/\_
Arahat atau Sammasambuddha sama2 melewati proses yg sama untuk mencapai tujuannya, sama2 harus memenuhi 10 Parami, yang membedakan adalah jangka waktu pemenuhan Parami itu. Jadi, kalau Arahat juga berikar untuk menyelamatkan semua makhluk sebagai bagian dari pemenuhan Paraminya, bagaimana bisa disebut mementingkan diri sendiri? dan bukankah Arahat juga adalah Buddha?
_/\_
Seperti yang telah dijelaskan, Pacceka Buddha dan Siswa Mulia adalah makhluk Tarita. Dengan demikian, setelah mereka menembus Jalan menuju Kearahattaan, selanjutnya mereka memasuki tahap pencapaian Buah (Phàla samàpatti) dan pencapaian Penghentian (Nirodha Samàpatti) demi kebahagiaan dan kedamaian mereka sendiri, tidak bekerja demi kebaikan makhluk-makhluk lain. Di lain pihak, seorang Buddha Yang Mahatahu (Samma-Sambuddha) tidak akan berusaha demi dirinya sendiri saja. Bahkan sebenarnya, dalam masa pemenuhan Kesempurnaan pun ia telah bertekad, “Setelah memahami Empat Kebenaran Mulia, Aku akan membantu yang lain untuk memahaminya juga (Buddho bodheyyaÿ) dan seterusnya. (Sumber : Riwayat Agung Para Buddha)
Arahat atau Sammasambuddha sama2 melewati proses yg sama untuk mencapai tujuannya, sama2 harus memenuhi 10 Parami, yang membedakan adalah jangka waktu pemenuhan Parami itu. Jadi, kalau Arahat juga berikar untuk menyelamatkan semua makhluk sebagai bagian dari pemenuhan Paraminya, bagaimana bisa disebut mementingkan diri sendiri? dan bukankah Arahat juga adalah Buddha?
_/\_
Seperti yang telah dijelaskan, Pacceka Buddha dan Siswa Mulia adalah makhluk Tarita. Dengan demikian, setelah mereka menembus Jalan menuju Kearahattaan, selanjutnya mereka memasuki tahap pencapaian Buah (Phàla samàpatti) dan pencapaian Penghentian (Nirodha Samàpatti) demi kebahagiaan dan kedamaian mereka sendiri, tidak bekerja demi kebaikan makhluk-makhluk lain. Di lain pihak, seorang Buddha Yang Mahatahu (Samma-Sambuddha) tidak akan berusaha demi dirinya sendiri saja. Bahkan sebenarnya, dalam masa pemenuhan Kesempurnaan pun ia telah bertekad, “Setelah memahami Empat Kebenaran Mulia, Aku akan membantu yang lain untuk memahaminya juga (Buddho bodheyyaÿ) dan seterusnya. (Sumber : Riwayat Agung Para Buddha)
Mas Chingik,
Tahu ada Arahat yg mampu mencapai Nirodha Samapatti? tolong beritahu bila tahu ya, bila memang benar ada saya akan sangat tertolong, karena bila memiliki kesempatan berdana kepada Arahat seperti itu akan luar biasa karma Vipakanya. Jadi yang jelas saya sangat terbantu. Dengan adanya Arahat akan membawa kebahagiaan bagi saya.
Selain itu dia juga dapat membimbing saya mencapai Nirvana. Bukankah sama dengan yang dilakukan oleh Sang Buddha Shakyamuni yaitu membimbing manusia mencapai Nirvana?
Bukankah sama dengan cita-cita para Bodhisattva menolong para mahluk mencapai Nirvana?
Lantas para Arahat itu egoisnya dimana ya?
_/\_
Arahat atau Sammasambuddha sama2 melewati proses yg sama untuk mencapai tujuannya, sama2 harus memenuhi 10 Parami, yang membedakan adalah jangka waktu pemenuhan Parami itu. Jadi, kalau Arahat juga berikar untuk menyelamatkan semua makhluk sebagai bagian dari pemenuhan Paraminya, bagaimana bisa disebut mementingkan diri sendiri? dan bukankah Arahat juga adalah Buddha?
_/\_
Seperti yang telah dijelaskan, Pacceka Buddha dan Siswa Mulia adalah makhluk Tarita. Dengan demikian, setelah mereka menembus Jalan menuju Kearahattaan, selanjutnya mereka memasuki tahap pencapaian Buah (Phàla samàpatti) dan pencapaian Penghentian (Nirodha Samàpatti) demi kebahagiaan dan kedamaian mereka sendiri, tidak bekerja demi kebaikan makhluk-makhluk lain. Di lain pihak, seorang Buddha Yang Mahatahu (Samma-Sambuddha) tidak akan berusaha demi dirinya sendiri saja. Bahkan sebenarnya, dalam masa pemenuhan Kesempurnaan pun ia telah bertekad, “Setelah memahami Empat Kebenaran Mulia, Aku akan membantu yang lain untuk memahaminya juga (Buddho bodheyyaÿ) dan seterusnya. (Sumber : Riwayat Agung Para Buddha)
Mas Chingik,
Tahu ada Arahat yg mampu mencapai Nirodha Samapatti? tolong beritahu bila tahu ya, bila memang benar ada saya akan sangat tertolong, karena bila memiliki kesempatan berdana kepada Arahat seperti itu akan luar biasa karma Vipakanya. Jadi yang jelas saya sangat terbantu. Dengan adanya Arahat akan membawa kebahagiaan bagi saya.
Selain itu dia juga dapat membimbing saya mencapai Nirvana. Bukankah sama dengan yang dilakukan oleh Sang Buddha Shakyamuni yaitu membimbing manusia mencapai Nirvana?
Bukankah sama dengan cita-cita para Bodhisattva menolong para mahluk mencapai Nirvana?
Lantas para Arahat itu egoisnya dimana ya?
_/\_
untung gue cuma penerjemah, jadi aman
jangan baca sepotong lah... ^^ mari simak
4. Buddha-kicca
Di antara semua pribadi agung ini, Buddha Yang Mahatahu, Pacceka Buddha, dan Siswa Mulia. Buddha Yang Mahatahu disebut makhluk Tàrayitu (“Ia yang menyeberangkan makhluk-makhluk lain”), yang teragung, Beliau, yang setelah menyeberangi lautan saÿsàra, juga menyelamatkan makhluk lain dari bahaya samsàra.
Pacceka Buddha disebut makhluk Tarita, makhluk mulia yang telah menyeberangi lautan samsàra oleh dirinya sendiri namun tidak dapat menyelamatkan makhluk lain dari bahaya samsara. Untuk menjelaskannya: Seorang Pacceka Buddha tidak muncul pada saat kemunculan Buddha Yang Mahatahu.
----
Pacceka Buddha (makhluk Tarita) adalah mereka yang telah menyeberangi samsàra oleh diri sendiri, tetapi tidak dapat membantu makhluk lain menyeberang.
-----
Siswa Mulia, Sàvaka-Bodhisatta, disebut juga makhluk Tàrita karena telah dibantu menyeberangi lautan saÿsàra oleh Buddha Yang Mahatahu. Sebagai gambaran, Upatissa—petapa pengembara yang kelak menjadi Yang Mulia Sàriputta—berhasil menembus Jalan dan Buahnya setelah mendengar bait berikut dari Yang Mulia Assaji:
Ye dhammà hetuppabhavà
tesaÿ hetuÿ tathàgato
Dari kisah ini, kita dapat menyimpulkan bahwa Siswa Mulia adalah
yang telah diselamatkan (makhluk Tàrita) oleh makhluk lain dan yang telah menyelamatkan makhluk lain (makhluk Tàrayitu), namun ajaran seorang siswa Buddha berasal dari seorang Buddha; bukan berasal dari siswa itu sendiri. Ia tidak dapat memberikan khotbah yang berasal dari diri sendiri tanpa bantuan dan petunjuk dari ajaran Buddha. Oleh karena itu siswa demikian disebut makhluk Tàrita, bukan makhluk Tarayitu, karena mereka tidak mungkin menembus Empat Kebenaran Mulia tanpa seorang guru; dan penembusan mereka atas Jalan dan Buahnya hanya dapat terjadi dengan adanya bantuan dan petunjuk dari guru.
Seperti yang telah dijelaskan, Pacceka Buddha dan Siswa Mulia adalah makhluk Tarita. Dengan demikian, setelah mereka menembus Jalan menuju Kearahattaan, selanjutnya mereka memasuki tahap pencapaian Buah (Phàla samàpatti) dan pencapaian Penghentian (Nirodha Samàpatti) demi kebahagiaan dan kedamaian mereka sendiri, tidak bekerja demi kebaikan makhluk-makhluk lain. Di lain pihak, seorang Buddha Yang Mahatahu (Samma-Sambuddha) tidak akan berusaha demi dirinya sendiri saja. Bahkan sebenarnya, dalam masa pemenuhan Kesempurnaan pun ia telah bertekad, “Setelah memahami Empat Kebenaran Mulia, Aku akan membantu yang lain untuk memahaminya juga (Buddho bodheyyaÿ) dan seterusnya. Oleh karena itu, setelah menjadi Buddha, ia melaksanakan lima tugas-tugas seorang Buddha terus-menerus siang dan malam.
Karena Ia harus melaksanakan lima tugas seorang Buddha, Buddha hanya beristirahat sebentar setelah makan siang setiap hari. Pada malam hari Ia beristirahat hanya selama sepertiga dari jaga terakhir pada setiap malam. Jam-jam lainnya digunakan untuk melaksanakan lima tugasnya.
Hanya para Buddha yang memiliki semangat dalam bentuk istimewa dan kecerdasan yang tinggi (payatta), salah satu keagungan (Bhaga) seorang Buddha yang dapat melakukan tugas-tugas tersebut. Pelaksanaan tugas-tugas ini di luar lingkup Pacceka Buddha atau siswa-siswa.
bisa
Mas Marcedes, apakah seorang Arahat tidak dapat membantu orang lain mencapai pencerahan juga ( mencapai tingkat kesucian Arahat juga?)
Walaupun ajaran tersebut berasal dari Seorang Buddha, apabila ia menurunkan pelajaran yang didapatnya dari seorang Buddha hingga orang tersebut mencapai tingkat yang sama dengan dirinya, apakah perbuatannya tidak dianggap menolong mahluk lain? mencapai pembebasan?tentu dianggap menolong....
Benar, pencapaian kesucian (menembus Empat Kebenaran Mulia) bisa dicapai dengan bantuan seorang guru. Bila seorang Arahat membimbing orang lain mencapai tingkat kesucian Arahat juga, apakah ia bukan dianggap seorang guru? Apakah hanya seorang Buddha yang dapat dianggap sebagai guru?guru dalam hal ini perspektif....
Pada waktu seorang Arahat setelah memahami / menembus Empat Kebenaran Mulia, kemudian mengajarkan orang lain untuk memahami /menembus Empat Kebenaran Mulia juga, apakah ia bukan menjalankan fungsi seorang guru juga? Apakah jalan hidup yang ditempuhnya tidak membantu mahluk lain mencapai pantai seberang seperti Sang Buddha?tentu membantu....dan dia mengajarkan fungsi Guru.....tetapi sekali lagi kata "guru" disini bermakna cabang.
Menurut pendapat saya bila memang para Arahat egois maka, Ia akan segera Parinibbana setelah mencapai Pencerahan, karena buat apa hidup di dunia yang terkondisi anicca, dukkha dan anatta?ada seorang raja bertanya kepada SangBuddha , raja sungguh terkesan dgn suasana kehidupan bikkhu disitu.
Menurut pendapat saya bila memang para Arahat egois maka, Ia akan segera Parinibbana setelah mencapai Pencerahan, karena buat apa hidup di dunia yang terkondisi anicca, dukkha dan anatta?
Sotapanna saja sudah tidak merasa ketakutan ketika kematian menghampiri..QuoteMenurut pendapat saya bila memang para Arahat egois maka, Ia akan segera Parinibbana setelah mencapai Pencerahan, karena buat apa hidup di dunia yang terkondisi anicca, dukkha dan anatta?
konon, ada kisahnya dalam sutta, bahwa ada 1 arahat yg mengajukan bunuh diri kepada Buddha & Buddha mendorongnya, "jangan takut mati"... maka ia bener2 jadi bunuh diri...
tapi saya sendiri belum ketemu suttanya... ada yg tahu?
Sotapanna saja sudah tidak merasa ketakutan ketika kematian menghampiri..QuoteMenurut pendapat saya bila memang para Arahat egois maka, Ia akan segera Parinibbana setelah mencapai Pencerahan, karena buat apa hidup di dunia yang terkondisi anicca, dukkha dan anatta?
konon, ada kisahnya dalam sutta, bahwa ada 1 arahat yg mengajukan bunuh diri kepada Buddha & Buddha mendorongnya, "jangan takut mati"... maka ia bener2 jadi bunuh diri...
tapi saya sendiri belum ketemu suttanya... ada yg tahu?
apalagi ARAHAT..... ^^
Samyutta Nikaya 55.3.27:
“Mereka yang telah memenangkan arus, tidak memiliki rasa takut ketika berhadapan dengan kematian.”
Khusus utk Channa, kesan saya membaca sutta tsb adalah Channa sudah arahat sebelum ia bunuh diri (kesan ini sangat jelas). namun kitab komentar tetap menyimpulkan bahwa Channa mencapai arahat pada saat sebelum kematian jg entah karena apa...
_/\_
Khusus utk Channa, kesan saya membaca sutta tsb adalah Channa sudah arahat sebelum ia bunuh diri (kesan ini sangat jelas). namun kitab komentar tetap menyimpulkan bahwa Channa mencapai arahat pada saat sebelum kematian jg entah karena apa...
_/\_
Saya kok tidak mendapatkan kesan seperti itu ya?? Padahal sudah saya baca berulang kali, hasilnya tentang seorang bhikkhu yang bunuh diri, tidak ada arahat yang bunuh diri di sana.
Khusus utk Channa, kesan saya membaca sutta tsb adalah Channa sudah arahat sebelum ia bunuh diri (kesan ini sangat jelas). namun kitab komentar tetap menyimpulkan bahwa Channa mencapai arahat pada saat sebelum kematian jg entah karena apa...
_/\_
Saya kok tidak mendapatkan kesan seperti itu ya?? Padahal sudah saya baca berulang kali, hasilnya tentang seorang bhikkhu yang bunuh diri, tidak ada arahat yang bunuh diri di sana.
Apakah akar perpecahan ini didorong pertama kali oleh Devadatta?
QuoteApakah akar perpecahan ini didorong pertama kali oleh Devadatta?
Tampaknya tidak ada kaitannya, karena semua sekte menganggap Devadatta sebagai pemecah belah, tidak ada yang menganggap Devadatta itu benar.
_/\_
The Siddha Wanderer
Maksud saya, apakah aksi Devadatta yang memecah-belah Sangha merupakan cikal-bakal perpecahan di tubuh siswa-siswa Sang Buddha kelak?
QuoteApakah akar perpecahan ini didorong pertama kali oleh Devadatta?
Tampaknya tidak ada kaitannya, karena semua sekte menganggap Devadatta sebagai pemecah belah, tidak ada yang menganggap Devadatta itu benar.
_/\_
The Siddha Wanderer
Maksud saya, apakah aksi Devadatta yang memecah-belah Sangha merupakan cikal-bakal perpecahan di tubuh siswa-siswa Sang Buddha kelak?
[at] chingik :
kasus di kosambi bukan sanghabheda, karena masing-masing pihak merasa di pihak yang benar
kasus devadatta merupakan sanghabheda, karena devadatta tahu di pihak yang salah
Saya melihat di luar dari niat buruk Devadatta untuk merebut pamor dari Sang Buddha, perbuatannya memang dilandasi oleh perbedaan pandangan dari Ajaran Sang Buddha.
Misalnya mengenai makanan. Bhikkhu Devadatta tidak setuju dengan Disiplin dari Sang Buddha yang mengizinkan para bhikkhu untuk memakan daging dengan 3 syarat. Menurut Devadatta, seorang bhikkhu seharusnya tidak memakan makanan dari hewani dan menjalani kehidupan bervegetarian. Bhikkhu Devadatta memiliki beberapa perbedaan pandangan dari Sang Buddha, dan ia pun 'memisahkan diri' dari Sang Buddha. Bhikkhu-bhikkhu lain yang menyetujui pandangan Devadatta pun mengikutinya. Dan ini sudah jelas merupakan cikal-bakal terpecahnya Sangha. Di mana bisa kita pahami bahwa saat itu ada 2 pandangan yang muncul ke permukaan di dalam tubuh Sangha.
Memang bukan berarti karena ulah Devadatta maka lahirlah aliran-aliran Buddhis saat ini. Saya tidak menyatakan hal demikian, jadi harap teman-teman tidak menyimpulkan persepsi negatif terhadap komentar saya.--------------------------
[at] GandalfTheElder, chingik atau teman-teman Mahayanis yang lain...
Saya ingin bertanya kepada siapapun Anda yang bisa memberikan saya jawaban... Sebelumnya, saya tidak bermaksud menyindir atau melakukan pertanyaan kurang ajar. _/\_
Dalam Tipitaka Pali (Theravada), dikisahkan bahwa Sang Buddha dan para bhikkhu masih memakan daging asal dengan tiga syarat. Lalu Bhikkhu Devadatta memprotes dan meminta Sang Buddha mewajibkan para bhikkhu untuk bervegetarian. Sang Buddha menolak tuntutan ini dan memberi kebebasan kepada para bhikkhu untuk tetap memakan daging sesuai dengan 3 syarat, atau memakan makanan hasil olahan nabati saja.
Pertanyaan saya adalah:
- Apakah kisah ini juga ada di Tripitaka Sanskrit (Mahayana)?
- Jika ada, bisa sertakan Sutra lengkap atau link-nya?
- Jika tidak ada, bagaimana komentar Mahayanis terhadap kisah ini?
Ya, memang kisah Devadatta itu memang tidak ada dalam Sutra Mahayana, tapi ada dalam Sutra-sutra Sanskrit dari sekte Buddhis yang lebih awal [mis: Sarvastivada, dll].
Namun ada ksiah yang tidak daad alm Kanon Pali. Dalam komentarnya dalam Shurangama Sutra, Master Hsuan Hua menceritakan:
"Maka Sang Buddha mengajarkan para siswa-Nya untuk memakan makanan vegetarian, dan apa yang engkau sangka Devadatta lakukan, dengan pengetahuan dan pandangannya yang menyimpang? Devadatta berpikir, 'Huh! Engkau mengajarkan pengikutmu untuk bervegetarian, bukan? Aku mengajarkan para pengikutku untuk tidak makan garam. Mereka bahkan tidak memakan garam.' Praktek ini juga eksis di Taoisme dan dianggap lebih hebat dari vegetarian murni. Sebenarnya hal itu tidak sejalan dengan Jalan Tengah. Tapi itulah yang dilakukan Devadatta.... Devadatta mengajarkan pengikutnya untuk berpuasa 100 hari, 'Engkau [Buddha] memakan makanan vegetarian? Aku bahkan tidak makan garam. Aku selalu lebih tinggi sedikit dari-Mu.' Ia terus menerus ingin berkompetisi dengan Buddha."
Bahkan Devadatta dikatakan sampai melarang minum susu segala, karena Sang Buddha dalam Sutra-sutra Mahayana masih mengizinkan minum susu. Jadi tentu motivasi Devadatta mengajukan peraturan vegetarian adalah tidak mau kalah dengan Sang Buddha, dan ketika Sang Buddha menetapkan aturan vegetarian, Devadatta tidak mau kalah lagi dengan menetapkan peraturabn tidak boleh makan garam.
Kisah Devbadatta ini juga diketahui oleh Yogi Buddhis Shabkar dari aliran Nyingma/Gelug yang sangat menganjurkan vegetarian:
“Seseorang bisa saja bertanya mengapa Gunaprabha dalam Vinaya Sutra dan mengapa hal tersebut diulang dalam komentar agung Vinaya sutra, bahwa jika para Shravaka meninggalkan daging yang murni dalam tiga cara dan yang dapat dimakan, maka mereka berkelakuan seperti Devadatta. Kita menjawab pertanyaan ini dengan menekankan bahwa Devadatta terus menerus iri hati terhadap Sang Buddha…. Ia membuat peraturan yang tampak lebih welas asih daripada peraturan yang dibuat oleh Sang Buddha. Dengan cara yang sama, apabila kita ingin dihormati dan iri terhadap yang lain, berusaha untuk tampil lebih baik daripada mereka, tentu kita bertindak seperti Devadatta. Namun adalah cukup keliru untuk membandingkan Devadatta dengan mereka yang tidak makan daging dan seterusnya disebabkan karena welas asih yang tulus, yang tidak berharap untuk menyakiti hewan secara langsung maupun tak langsung. Orang-orang seperti itu bagaikan Sang Buddha sendiri.” (Food for Bodhisattvas)
“Ia (Devadatta) berusaha mempermalukan Sang Bhagava, berkata bahwa Ia (Buddha) memakan daging, sedangkan ia (Devadatta) tidak. Faktanya, Devadatta memakan daging secara sembunyi-sembunyi, meskipun di depan yang lain ia bahkan menolak daging yang murni dalam tiga cara.” (Food for Bodhisattvas)
Jadi perbedaan antara Devadatta dengan Buddha Sakyamuni dalam menetapkan aturan vegetarian adalah MOTIVASINYA.
Sutra-sutra Mahayana seperti Mahaparinirvana Sutra, Shurangama Sutra dan Lankavatara Sutra semuanya mengakui bahwa Sang Buddha pernah memebrikan aturan 3 daging murni, namun kemudian Sang Buddha menganjurkan praktik vegetarian sebagai perkembangan dari aturan tersebut. YA Bhavaviveka, bhiksu Mahayana Madhyamika yang terkemuka, juga sangat mendukung aturan 3 daging murni.
_/\_
The Siddha Wanderer
-Kisah ini tidak terdapat dalam Sutra Mahayana. Walaupun demikian, kisah ini tidak diabaikan oleh Mahayana.
Dengan kata lain, ajaran Buddha yang menyangkut dalam Nikaya2 itu merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kelanjutan menjalani prinsip2 Mahayana .
Mengenai kasus Devadatta, sebenarnya ini sudah cukup clear. Setelah Devadatta terjatuh ke alam neraka, Sariputta membawa pulang para pengikut Devadatta dan memberi wejangan dhamma hingga mereka menjadi "come back" lagi. Saya tidak begitu ingat tepatnya dalam Sutta apa, silahkan dicari, kalo salah mohon koreksi juga.
Devadatta menetapkan aturan vegetarian, lalu menghubung2kannya dengan vegetarianisme dalam Mahayana tentu adalah kesimpulan yang terlalu dipaksakan. Justru tidak ada kaitannya sama sekali. Prinsip pantang daging dalam Mahayana sudah sangat jelas kaitannya dengan persoalan ASPIRASI. Aspirasi apa? Jalan Bodhisatva.
Jalan Bodhisatva ditempuh dengan tujuan Membebaskan semua makhluk hidup. Jalan ini menekankan aspek welas asih kepada semua makhluk hidup dengan melihat semua makhluk hidup sebagai "ibu dan ayah". Atas dasar prinsip ini maka tidak heran aturan pantang daging menjadi penting kedudukannya dlm menjalani aspirasi ini. Karena daging apapun yg walaupun bukan dari hasil pembunuhan kita sendiri tidak akan tega kita makan dgn asumsi "ia" pernah menjadi ayah ibu kita di kehidupan lampau.
Bagi Theravada , menganggap tidak relevan masalah daging dgn jalan kesucian, ini wajar , karena fokus pelatihannya hanya tertuju pada pencapaian kearahatan. Dia tidak perlu merasa "salah" atau "tidak enak hati" ketika menyantap daging, karena tidak ada kaitan dengan tujuannya.
Atas dasar ini, maka Mahayana menerima konsep pantang daging sebagai ajaran yg masuk akal dan sesuai dgn aspirasi jalan bodhisatva, kemudian tidak menentang aturan 3 syarat bila itu hanya ditujukan bagi mereka yg hanya ingin mencapai kearahatan.
For youth info, kisah Devadatta yang melontarkan tuntutan-tuntutan kepada Sang Buddha ini terdapat dalam Vinaya di Tipitaka (Pali), bukan di Sutta.
Kronologis yang benar adalah "Sariputta menyadarkan kembali hampir semua bhikkhu yang mengikuti Devadatta untuk kembali ke Sang Buddha". Tapi yang menjadi poin peninjauan saya, mungkin saja "radiasi" Devadatta menyebar ke dalam tubuh Sangha secara kasat mata. Apalagi dalam Mahaparinibbana Sutta , Bhikkhu Subbhada terlihat sebagai seorang bhikkhu yang berpotensi untuk mengakibatkan perbedaan visi-misi dan perpecahan di dalam Sangha.
Saya tidak menghubung-hubungkan tuntutan vegetarian dari Devadatta dengan aspirasi Bodhisattva di Mahayana. Harap jangan salah paham. Coba Anda cermati lagi postingan saya sebelumnya. Jika Anda berspekulasi seperti ini, maka ini menunjukkan betapa sensitifnya Anda; seolah Anda merasa didiskreditkan oleh saya.
Mengenai aspirasi Bodhisattva saya tidak ingin membahasnya di sini. Saya sudah tahu alasan aspirasi ini. Dan dalam konteks ini tidak ada kaitannya dengan tuntutan Devadatta.
Bagi umat Theravadin, fokus utamanya adalah mengakhiri dukkha. Karena dukkha bisa diakhiri dengan mencabut sebabnya, dan jalan untuk mencabut sebab dukkha ini dibabarkan oleh Sang Buddha, maka umat Theravadin sebagian besar mengambil jalan Savaka Buddha. Tetapi ada beberapa umat Theravadin yang mengambil jalan Sammasambodhi, misalnya Bhikkhu Narada. Dalam Tipitaka (Pali) terdapat Buddhavamsa, yakni Riwayat Agung Sang Buddha. Salah satu poin yang ingin disampaikan dalam kitab ini adalah kemuliaan seorang Sammasambodhi dalam merealisasi cita-cita menjadi Sammasambuddha. Karena itu, dalam Theravada sendiri pun terdapat pesan dan amanat untuk mengambil jalan Sammasambodhi. Tetapi tidak banyak yang mengambil jalan ini. Berbeda dengan Mahayana yang kesemuanya mengambil jalan Samyaksambodhi, dan bila ada umat Mahayanis yang mengambil jalan Savaka atau Pacceka; maka ia dianggap sebagai hina. Salah satu nilai positif lain dari Theravada; Anda bisa mengambil jalan Sammasambodhi sesuai versi Theravada yang universal. Karena itu, aspirasi Bodhisattva untuk tidak memakan daging sebenarnya hanyalah wacana yang dilontarkan dari kelompok Mahayana untuk memarginalkan Hinayana.
Tapi sudahlah, saya sedang tidak ingin mengadakan diskusi kritis mengena Mahayana...
Tidak menhubung2kan tuntutan vege dari Devadatta dengan aspirasi Bodhisatva, lalu apa poin yg ingin anda sampaikan dgn pertanyaan itu?
Saya sama sekali tidak berpikiran ttg diskredit dari bro. hehe..
Dalam Mahayana, Mahayanis yg mengambil jalan Savaka tidak dianggap hina , silahkan lihat sendiri setiap awal Sutra Mahayana selalu memuji para siswa savaka yang telah mencapai kearahatan. Yang memberi nilai kurang pada beberapa siswa savaka adalah saat mereka tidak mau mengambil jalan bodhisatva, karena mereka menganggap tidak ada yg perlu mereka lakukan lagi toh sudah mengakhiri dukkha. Dalam hal ini, wajar saja dari perspektif keseluruhan tahapan pelatihan dharma (menurut konteks Mahayana) akan melihat orang yg menampikkan jalur yg lebih tinggi sebagai yg rendah. Sama seperti orang yang hidup brahmachariya akan melihat para perumah tangga sebagai pola hidup yg "kotor" , ini cara pandang yg alami. Sama seperti orang yg menempuh jalan ARahat akan melihat orang yg mencari pemuasan nafsu indera sebagai jalan yg tidak semulia mereka. Atau sama juga saat orang yang hidup dalam dhamma akan melihat orang yg hidup adhamma sebagai yg berada diposisi rendah.
Tidak ada salah dgn memarginalkan hinayana apabila memang jalan hinayana itu tidak pantas ditempuh. Jangan lupa hinayana yg dimaksud bukan Theravada. Karena anda sendiri sudah tahu Theravada mengajarkan jalan bodhisatva juga dlm Buddhavamsa .
Tidak menhubung2kan tuntutan vege dari Devadatta dengan aspirasi Bodhisatva, lalu apa poin yg ingin anda sampaikan dgn pertanyaan itu?
Saya sama sekali tidak berpikiran ttg diskredit dari bro. hehe..
Dalam Mahayana, Mahayanis yg mengambil jalan Savaka tidak dianggap hina , silahkan lihat sendiri setiap awal Sutra Mahayana selalu memuji para siswa savaka yang telah mencapai kearahatan. Yang memberi nilai kurang pada beberapa siswa savaka adalah saat mereka tidak mau mengambil jalan bodhisatva, karena mereka menganggap tidak ada yg perlu mereka lakukan lagi toh sudah mengakhiri dukkha. Dalam hal ini, wajar saja dari perspektif keseluruhan tahapan pelatihan dharma (menurut konteks Mahayana) akan melihat orang yg menampikkan jalur yg lebih tinggi sebagai yg rendah. Sama seperti orang yang hidup brahmachariya akan melihat para perumah tangga sebagai pola hidup yg "kotor" , ini cara pandang yg alami. Sama seperti orang yg menempuh jalan ARahat akan melihat orang yg mencari pemuasan nafsu indera sebagai jalan yg tidak semulia mereka. Atau sama juga saat orang yang hidup dalam dhamma akan melihat orang yg hidup adhamma sebagai yg berada diposisi rendah.
Tidak ada salah dgn memarginalkan hinayana apabila memang jalan hinayana itu tidak pantas ditempuh. Jangan lupa hinayana yg dimaksud bukan Theravada. Karena anda sendiri sudah tahu Theravada mengajarkan jalan bodhisatva juga dlm Buddhavamsa .
Poin yang saya tanyakan itu adalah: "Bagaimana menurut teman-teman, apakah aksi Devadatta yang memecah-belah Sangha itu membawa dampak hingga pengkristalan aliran Mahayana dan aliran Theravada?"
Jika "iya", maka apa alasannya; jika "tidak", maka apa alasannya.
Hanya sesederhana itu.
Saya jadi gak enak neh Bro chingik jadi berpikiran ke arah sana... :)
Bisakah Anda memberikan referensi / link salah satu Sutra-sutra Sankrit dari Buddhis awal seperti Sarvastivada itu di sini?
Ya, betul. Sebagian besar Sutra di Kanon Sanskrit tidak ada di Kanon Pali. Apalagi kitab komentar Sanskritnya.
Hmm.. Karena ini masih Board Mahayana, saya ingin bertanya. Jadi jika seseorang mengambil Jalan Bodhisattva, apakah aspirasi ini sebaiknya dipraktikkan juga dalam wujud tidak mengonsumsi susu dan bawang-bawangan?
Petikan "Food for Bodhisattvas" yang Anda sertakan itu diambil dari referensi mana yah?
Iya. Saya sudah paham sejak awal bahwa ada perbedaan jauh dalam motivasi bervegetarian antara Jalan Bodhisattva dengan tuntutan Devadatta.
Jadi menurut Mahayana, apakah kisah yang tercantum di dalam Vinaya Kanon Pali ini akurat atau tidak? Jika iya, maka ada yang aneh bila Sang Buddha tidak menegur Devadatta sehubungan dengan aspirasi Bodhisatta di dalam Kanon Pali. Jika tidak, maka kisah Devadatta versi Mahayana pastilah berbeda dengan kisah Devadatta di Theravada.
Jika memang kisah Devadatta ini pernah terjadi, maka ini adalah peristiwa yang penting dalam sejarah perkembangan Buddhisme. Ada hal yang aneh apabila peristiwa penting yang mengguncang keharmonisan tubuh Sangha (seperti yang dikatakan Bro chingik) ini justru tidak tercantum dalam Tripitaka - Kanon Sanskrit. Apalagi jika memang tidak terdapat di Tripitaka, maka Tripitaka sangat sulit untuk dijadikan referensi otentik sejarah Buddhisme. Karena profil salah satu orang penting, yakni Devadatta, dalam perjalanan Buddhadhamma saja tidak tercantum. Dan saya pikir, masih banyak biografi para figur penting di zaman Sang Buddha dulu yang tidak tercantum jelas di Tripitaka. Lantas kalau memang begini, saya pikir memang ada motivasi yang berbeda antara penulis Tipitaka (Pali) dengan Tripitaka (Sanskrit)...
Tidak menhubung2kan tuntutan vege dari Devadatta dengan aspirasi Bodhisatva, lalu apa poin yg ingin anda sampaikan dgn pertanyaan itu?
Saya sama sekali tidak berpikiran ttg diskredit dari bro. hehe..
Dalam Mahayana, Mahayanis yg mengambil jalan Savaka tidak dianggap hina , silahkan lihat sendiri setiap awal Sutra Mahayana selalu memuji para siswa savaka yang telah mencapai kearahatan. Yang memberi nilai kurang pada beberapa siswa savaka adalah saat mereka tidak mau mengambil jalan bodhisatva, karena mereka menganggap tidak ada yg perlu mereka lakukan lagi toh sudah mengakhiri dukkha. Dalam hal ini, wajar saja dari perspektif keseluruhan tahapan pelatihan dharma (menurut konteks Mahayana) akan melihat orang yg menampikkan jalur yg lebih tinggi sebagai yg rendah. Sama seperti orang yang hidup brahmachariya akan melihat para perumah tangga sebagai pola hidup yg "kotor" , ini cara pandang yg alami. Sama seperti orang yg menempuh jalan ARahat akan melihat orang yg mencari pemuasan nafsu indera sebagai jalan yg tidak semulia mereka. Atau sama juga saat orang yang hidup dalam dhamma akan melihat orang yg hidup adhamma sebagai yg berada diposisi rendah.
Tidak ada salah dgn memarginalkan hinayana apabila memang jalan hinayana itu tidak pantas ditempuh. Jangan lupa hinayana yg dimaksud bukan Theravada. Karena anda sendiri sudah tahu Theravada mengajarkan jalan bodhisatva juga dlm Buddhavamsa .
Tidak menhubung2kan tuntutan vege dari Devadatta dengan aspirasi Bodhisatva, lalu apa poin yg ingin anda sampaikan dgn pertanyaan itu?
Saya sama sekali tidak berpikiran ttg diskredit dari bro. hehe..
Dalam Mahayana, Mahayanis yg mengambil jalan Savaka tidak dianggap hina , silahkan lihat sendiri setiap awal Sutra Mahayana selalu memuji para siswa savaka yang telah mencapai kearahatan. Yang memberi nilai kurang pada beberapa siswa savaka adalah saat mereka tidak mau mengambil jalan bodhisatva, karena mereka menganggap tidak ada yg perlu mereka lakukan lagi toh sudah mengakhiri dukkha. Dalam hal ini, wajar saja dari perspektif keseluruhan tahapan pelatihan dharma (menurut konteks Mahayana) akan melihat orang yg menampikkan jalur yg lebih tinggi sebagai yg rendah. Sama seperti orang yang hidup brahmachariya akan melihat para perumah tangga sebagai pola hidup yg "kotor" , ini cara pandang yg alami. Sama seperti orang yg menempuh jalan ARahat akan melihat orang yg mencari pemuasan nafsu indera sebagai jalan yg tidak semulia mereka. Atau sama juga saat orang yang hidup dalam dhamma akan melihat orang yg hidup adhamma sebagai yg berada diposisi rendah.
Tidak ada salah dgn memarginalkan hinayana apabila memang jalan hinayana itu tidak pantas ditempuh. Jangan lupa hinayana yg dimaksud bukan Theravada. Karena anda sendiri sudah tahu Theravada mengajarkan jalan bodhisatva juga dlm Buddhavamsa .
Bro Chingik,
Menurut ajaran Theravada, setelah Arahat memang tidak ada lagi yg harus dilakukan, ini jelas tertulis dalam banyak sutta dalam Nikaya, biasanya pada bagian penutup, yang berbunyi:
...
...
Ketika terbebaskan, muncullah pengetahuan: ‘Terbebaskan.’ Ia memahami: ‘Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak ada lagi untuk kondisi makhluk ini.’
...
Bagaimana pendapat Bro mengenai kutipan dari sutta di atas?
Tidak menhubung2kan tuntutan vege dari Devadatta dengan aspirasi Bodhisatva, lalu apa poin yg ingin anda sampaikan dgn pertanyaan itu?
Saya sama sekali tidak berpikiran ttg diskredit dari bro. hehe..
Dalam Mahayana, Mahayanis yg mengambil jalan Savaka tidak dianggap hina , silahkan lihat sendiri setiap awal Sutra Mahayana selalu memuji para siswa savaka yang telah mencapai kearahatan. Yang memberi nilai kurang pada beberapa siswa savaka adalah saat mereka tidak mau mengambil jalan bodhisatva, karena mereka menganggap tidak ada yg perlu mereka lakukan lagi toh sudah mengakhiri dukkha. Dalam hal ini, wajar saja dari perspektif keseluruhan tahapan pelatihan dharma (menurut konteks Mahayana) akan melihat orang yg menampikkan jalur yg lebih tinggi sebagai yg rendah. Sama seperti orang yang hidup brahmachariya akan melihat para perumah tangga sebagai pola hidup yg "kotor" , ini cara pandang yg alami. Sama seperti orang yg menempuh jalan ARahat akan melihat orang yg mencari pemuasan nafsu indera sebagai jalan yg tidak semulia mereka. Atau sama juga saat orang yang hidup dalam dhamma akan melihat orang yg hidup adhamma sebagai yg berada diposisi rendah.
Tidak ada salah dgn memarginalkan hinayana apabila memang jalan hinayana itu tidak pantas ditempuh. Jangan lupa hinayana yg dimaksud bukan Theravada. Karena anda sendiri sudah tahu Theravada mengajarkan jalan bodhisatva juga dlm Buddhavamsa .
Bro Chingik,
Menurut ajaran Theravada, setelah Arahat memang tidak ada lagi yg harus dilakukan, ini jelas tertulis dalam banyak sutta dalam Nikaya, biasanya pada bagian penutup, yang berbunyi:
...
...
Ketika terbebaskan, muncullah pengetahuan: ‘Terbebaskan.’ Ia memahami: ‘Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak ada lagi untuk kondisi makhluk ini.’
...
Bagaimana pendapat Bro mengenai kutipan dari sutta di atas?
Benar bro, tapi jangan lupa di sini board mahayana dan saya sedang menjelaskan dari perspektif mahayana, tentu menjadi beda lagi. Atau maksud bro Indra ingin tahu pandangan mahayana bahwa mengapa "Terbebaskan" nya Arahat masih harus menempuh jalur bodhisatva? Ya semua ini tetap merupakan koridor pandangan mahayana yg bagaimanapun tidak mungkin bisa diterima Theravada apapun alasannya. Wajar toh, demikian juga pandangan Theravada tidak sepenuhnya bisa diterima Mahayana. TApi just sharing , saya lebih menganggap masih ada kemungkinan bagi seorang Arahat utk lanjut lagi, karena yg diselesaikan Arahat adalah siklus Samsaranya, bukan Pengetahuan Sempurnanya, maka seorang makhluk yg blm Sempurna secara mutlak (seperti Sammasambuddha) maka apapun alasannya tidak mungkin menutup kesempatannya utk meraih Kesempurnaan yg absolut.
QuoteApakah akar perpecahan ini didorong pertama kali oleh Devadatta?
Tampaknya tidak ada kaitannya, karena semua sekte menganggap Devadatta sebagai pemecah belah, tidak ada yang menganggap Devadatta itu benar.
_/\_
The Siddha Wanderer
Tidak menhubung2kan tuntutan vege dari Devadatta dengan aspirasi Bodhisatva, lalu apa poin yg ingin anda sampaikan dgn pertanyaan itu?
Saya sama sekali tidak berpikiran ttg diskredit dari bro. hehe..
Dalam Mahayana, Mahayanis yg mengambil jalan Savaka tidak dianggap hina , silahkan lihat sendiri setiap awal Sutra Mahayana selalu memuji para siswa savaka yang telah mencapai kearahatan. Yang memberi nilai kurang pada beberapa siswa savaka adalah saat mereka tidak mau mengambil jalan bodhisatva, karena mereka menganggap tidak ada yg perlu mereka lakukan lagi toh sudah mengakhiri dukkha. Dalam hal ini, wajar saja dari perspektif keseluruhan tahapan pelatihan dharma (menurut konteks Mahayana) akan melihat orang yg menampikkan jalur yg lebih tinggi sebagai yg rendah. Sama seperti orang yang hidup brahmachariya akan melihat para perumah tangga sebagai pola hidup yg "kotor" , ini cara pandang yg alami. Sama seperti orang yg menempuh jalan ARahat akan melihat orang yg mencari pemuasan nafsu indera sebagai jalan yg tidak semulia mereka. Atau sama juga saat orang yang hidup dalam dhamma akan melihat orang yg hidup adhamma sebagai yg berada diposisi rendah.
Tidak ada salah dgn memarginalkan hinayana apabila memang jalan hinayana itu tidak pantas ditempuh. Jangan lupa hinayana yg dimaksud bukan Theravada. Karena anda sendiri sudah tahu Theravada mengajarkan jalan bodhisatva juga dlm Buddhavamsa .
Bro Chingik,
Menurut ajaran Theravada, setelah Arahat memang tidak ada lagi yg harus dilakukan, ini jelas tertulis dalam banyak sutta dalam Nikaya, biasanya pada bagian penutup, yang berbunyi:
...
...
Ketika terbebaskan, muncullah pengetahuan: ‘Terbebaskan.’ Ia memahami: ‘Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak ada lagi untuk kondisi makhluk ini.’
...
Bagaimana pendapat Bro mengenai kutipan dari sutta di atas?
Benar bro, tapi jangan lupa di sini board mahayana dan saya sedang menjelaskan dari perspektif mahayana, tentu menjadi beda lagi. Atau maksud bro Indra ingin tahu pandangan mahayana bahwa mengapa "Terbebaskan" nya Arahat masih harus menempuh jalur bodhisatva? Ya semua ini tetap merupakan koridor pandangan mahayana yg bagaimanapun tidak mungkin bisa diterima Theravada apapun alasannya. Wajar toh, demikian juga pandangan Theravada tidak sepenuhnya bisa diterima Mahayana. TApi just sharing , saya lebih menganggap masih ada kemungkinan bagi seorang Arahat utk lanjut lagi, karena yg diselesaikan Arahat adalah siklus Samsaranya, bukan Pengetahuan Sempurnanya, maka seorang makhluk yg blm Sempurna secara mutlak (seperti Sammasambuddha) maka apapun alasannya tidak mungkin menutup kesempatannya utk meraih Kesempurnaan yg absolut.
saya sadar sepenuhnya bahwa ini adalah board mahayana, saya hanya sedang melakukan studi banding. kutipan di atas berasal dari banyak sutta dalam Nikaya Pali, dan konon semua Nikaya Pali juga terdapat dalam Mahayana, bagaimanakah bunyinya dalam teks Mahayana?
Nikaya Pali tidak terdapat dalam Mahayana. Yang ada dalam Mahayana adalah Agama Sutra yang bila dikaji memiliki kesepadanan dengan teks Nikaya Pali. Sebagian besar isinya sama, hanya beberapa yang berbeda.Tidak menhubung2kan tuntutan vege dari Devadatta dengan aspirasi Bodhisatva, lalu apa poin yg ingin anda sampaikan dgn pertanyaan itu?
Saya sama sekali tidak berpikiran ttg diskredit dari bro. hehe..
Dalam Mahayana, Mahayanis yg mengambil jalan Savaka tidak dianggap hina , silahkan lihat sendiri setiap awal Sutra Mahayana selalu memuji para siswa savaka yang telah mencapai kearahatan. Yang memberi nilai kurang pada beberapa siswa savaka adalah saat mereka tidak mau mengambil jalan bodhisatva, karena mereka menganggap tidak ada yg perlu mereka lakukan lagi toh sudah mengakhiri dukkha. Dalam hal ini, wajar saja dari perspektif keseluruhan tahapan pelatihan dharma (menurut konteks Mahayana) akan melihat orang yg menampikkan jalur yg lebih tinggi sebagai yg rendah. Sama seperti orang yang hidup brahmachariya akan melihat para perumah tangga sebagai pola hidup yg "kotor" , ini cara pandang yg alami. Sama seperti orang yg menempuh jalan ARahat akan melihat orang yg mencari pemuasan nafsu indera sebagai jalan yg tidak semulia mereka. Atau sama juga saat orang yang hidup dalam dhamma akan melihat orang yg hidup adhamma sebagai yg berada diposisi rendah.
Tidak ada salah dgn memarginalkan hinayana apabila memang jalan hinayana itu tidak pantas ditempuh. Jangan lupa hinayana yg dimaksud bukan Theravada. Karena anda sendiri sudah tahu Theravada mengajarkan jalan bodhisatva juga dlm Buddhavamsa .
Bro Chingik,
Menurut ajaran Theravada, setelah Arahat memang tidak ada lagi yg harus dilakukan, ini jelas tertulis dalam banyak sutta dalam Nikaya, biasanya pada bagian penutup, yang berbunyi:
...
...
Ketika terbebaskan, muncullah pengetahuan: ‘Terbebaskan.’ Ia memahami: ‘Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak ada lagi untuk kondisi makhluk ini.’
...
Bagaimana pendapat Bro mengenai kutipan dari sutta di atas?
Benar bro, tapi jangan lupa di sini board mahayana dan saya sedang menjelaskan dari perspektif mahayana, tentu menjadi beda lagi. Atau maksud bro Indra ingin tahu pandangan mahayana bahwa mengapa "Terbebaskan" nya Arahat masih harus menempuh jalur bodhisatva? Ya semua ini tetap merupakan koridor pandangan mahayana yg bagaimanapun tidak mungkin bisa diterima Theravada apapun alasannya. Wajar toh, demikian juga pandangan Theravada tidak sepenuhnya bisa diterima Mahayana. TApi just sharing , saya lebih menganggap masih ada kemungkinan bagi seorang Arahat utk lanjut lagi, karena yg diselesaikan Arahat adalah siklus Samsaranya, bukan Pengetahuan Sempurnanya, maka seorang makhluk yg blm Sempurna secara mutlak (seperti Sammasambuddha) maka apapun alasannya tidak mungkin menutup kesempatannya utk meraih Kesempurnaan yg absolut.
saya sadar sepenuhnya bahwa ini adalah board mahayana, saya hanya sedang melakukan studi banding. kutipan di atas berasal dari banyak sutta dalam Nikaya Pali, dan konon semua Nikaya Pali juga terdapat dalam Mahayana, bagaimanakah bunyinya dalam teks Mahayana?
Nikaya Pali tidak terdapat dalam Mahayana. Yang ada dalam Mahayana adalah Agama Sutra yang bila dikaji memiliki kesepadanan dengan teks Nikaya Pali. Sebagian besar isinya sama, hanya beberapa yang berbeda.
Sebagai contoh , kalimat yg anda tanyakan:
Ia memahami: ‘Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak ada lagi untuk kondisi makhluk ini.’
Dapat ditemukan dalam berbagai sutra dalam Kelompok Madhyagama Sutra yang isinya sama:
(Berikut terjemahan secara literal):
我生已尽,Kelahiranku telah diakhiri
梵行已立,Kehidupan suci telah ditegakkan
所作已办,Apa yang dikerjakan telah dikerjakan
不更受有,Tiada lagi kelahiran
Meski terlihat ada perbedaan sedikit, tapi pd garis besarnya pastilah sama, karena terlihat jelas ini berasal dari sumber yang hampir sama.
Nikaya Pali tidak terdapat dalam Mahayana. Yang ada dalam Mahayana adalah Agama Sutra yang bila dikaji memiliki kesepadanan dengan teks Nikaya Pali. Sebagian besar isinya sama, hanya beberapa yang berbeda.
Sebagai contoh , kalimat yg anda tanyakan:
Ia memahami: ‘Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak ada lagi untuk kondisi makhluk ini.’
Dapat ditemukan dalam berbagai sutra dalam Kelompok Madhyagama Sutra yang isinya sama:
(Berikut terjemahan secara literal):
我生已尽,Kelahiranku telah diakhiri
梵行已立,Kehidupan suci telah ditegakkan
所作已办,Apa yang dikerjakan telah dikerjakan
不更受有,Tiada lagi kelahiran
Meski terlihat ada perbedaan sedikit, tapi pd garis besarnya pastilah sama, karena terlihat jelas ini berasal dari sumber yang hampir sama.
dan apakah kalimat itu merujuk pada pencapaian Kearahatan? atau pencapaian lainnya?
Nikaya Pali tidak terdapat dalam Mahayana. Yang ada dalam Mahayana adalah Agama Sutra yang bila dikaji memiliki kesepadanan dengan teks Nikaya Pali. Sebagian besar isinya sama, hanya beberapa yang berbeda.
Sebagai contoh , kalimat yg anda tanyakan:
Ia memahami: ‘Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak ada lagi untuk kondisi makhluk ini.’
Dapat ditemukan dalam berbagai sutra dalam Kelompok Madhyagama Sutra yang isinya sama:
(Berikut terjemahan secara literal):
我生已尽,Kelahiranku telah diakhiri
梵行已立,Kehidupan suci telah ditegakkan
所作已办,Apa yang dikerjakan telah dikerjakan
不更受有,Tiada lagi kelahiran
Meski terlihat ada perbedaan sedikit, tapi pd garis besarnya pastilah sama, karena terlihat jelas ini berasal dari sumber yang hampir sama.
dan apakah kalimat itu merujuk pada pencapaian Kearahatan? atau pencapaian lainnya?
benar, itu merujuk pd pencapaian kearahatan
Tidak. Menurut pandangan Mahayana, apa yang disebut Kesempurnaan Arahat adalah mengenai Pemutusan 10 belenggu batin. Dalam Aspek ini, Arahat disebut Sempurna berkenaan dengan " Kelahirannya telah dihancurkan, Kehidupan suci telah ditegakkan,......Tiada lagi kelahiran."Nikaya Pali tidak terdapat dalam Mahayana. Yang ada dalam Mahayana adalah Agama Sutra yang bila dikaji memiliki kesepadanan dengan teks Nikaya Pali. Sebagian besar isinya sama, hanya beberapa yang berbeda.
Sebagai contoh , kalimat yg anda tanyakan:
Ia memahami: ‘Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak ada lagi untuk kondisi makhluk ini.’
Dapat ditemukan dalam berbagai sutra dalam Kelompok Madhyagama Sutra yang isinya sama:
(Berikut terjemahan secara literal):
我生已尽,Kelahiranku telah diakhiri
梵行已立,Kehidupan suci telah ditegakkan
所作已办,Apa yang dikerjakan telah dikerjakan
不更受有,Tiada lagi kelahiran
Meski terlihat ada perbedaan sedikit, tapi pd garis besarnya pastilah sama, karena terlihat jelas ini berasal dari sumber yang hampir sama.
dan apakah kalimat itu merujuk pada pencapaian Kearahatan? atau pencapaian lainnya?
benar, itu merujuk pd pencapaian kearahatan
bukankah ini menjadi kontradiktif dengan pernyataan sebelumnya yg mengatakan bahwa Arahat masih blm sempurna sehingga harus mengambil jalan Bodhisattva untuk mencapai kesempurnaan?
Tidak. Menurut pandangan Mahayana, apa yang disebut Kesempurnaan Arahat adalah mengenai Pemutusan 10 belenggu batin. Dalam Aspek ini, Arahat disebut Sempurna berkenaan dengan " Kelahirannya telah dihancurkan, Kehidupan suci telah ditegakkan,......Tiada lagi kelahiran."Nikaya Pali tidak terdapat dalam Mahayana. Yang ada dalam Mahayana adalah Agama Sutra yang bila dikaji memiliki kesepadanan dengan teks Nikaya Pali. Sebagian besar isinya sama, hanya beberapa yang berbeda.
Sebagai contoh , kalimat yg anda tanyakan:
Ia memahami: ‘Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak ada lagi untuk kondisi makhluk ini.’
Dapat ditemukan dalam berbagai sutra dalam Kelompok Madhyagama Sutra yang isinya sama:
(Berikut terjemahan secara literal):
我生已尽,Kelahiranku telah diakhiri
梵行已立,Kehidupan suci telah ditegakkan
所作已办,Apa yang dikerjakan telah dikerjakan
不更受有,Tiada lagi kelahiran
Meski terlihat ada perbedaan sedikit, tapi pd garis besarnya pastilah sama, karena terlihat jelas ini berasal dari sumber yang hampir sama.
dan apakah kalimat itu merujuk pada pencapaian Kearahatan? atau pencapaian lainnya?
benar, itu merujuk pd pencapaian kearahatan
bukankah ini menjadi kontradiktif dengan pernyataan sebelumnya yg mengatakan bahwa Arahat masih blm sempurna sehingga harus mengambil jalan Bodhisattva untuk mencapai kesempurnaan?
Tetapi tidak sempurna dari Aspek mutlak, di mana Arahat masih tidak sempurna berkenaan dengan Sabbanu nana sperti yang telah diraih seorang Sammasambuddha.
Jadi di situlah yang dimaksud dalam pandangan mahayana ttg ketidaksempurnaan Arahat.
Tetapi mengenai pengikisan noda batin, Arahat telah sempurna. Makanya dalam setiap pembukaan sutra mahayana, masih memuji kesucian Arahat berkenaan dengan aspek ini.
Tidak. Menurut pandangan Mahayana, apa yang disebut Kesempurnaan Arahat adalah mengenai Pemutusan 10 belenggu batin. Dalam Aspek ini, Arahat disebut Sempurna berkenaan dengan " Kelahirannya telah dihancurkan, Kehidupan suci telah ditegakkan,......Tiada lagi kelahiran."Nikaya Pali tidak terdapat dalam Mahayana. Yang ada dalam Mahayana adalah Agama Sutra yang bila dikaji memiliki kesepadanan dengan teks Nikaya Pali. Sebagian besar isinya sama, hanya beberapa yang berbeda.
Sebagai contoh , kalimat yg anda tanyakan:
Ia memahami: ‘Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak ada lagi untuk kondisi makhluk ini.’
Dapat ditemukan dalam berbagai sutra dalam Kelompok Madhyagama Sutra yang isinya sama:
(Berikut terjemahan secara literal):
我生已尽,Kelahiranku telah diakhiri
梵行已立,Kehidupan suci telah ditegakkan
所作已办,Apa yang dikerjakan telah dikerjakan
不更受有,Tiada lagi kelahiran
Meski terlihat ada perbedaan sedikit, tapi pd garis besarnya pastilah sama, karena terlihat jelas ini berasal dari sumber yang hampir sama.
dan apakah kalimat itu merujuk pada pencapaian Kearahatan? atau pencapaian lainnya?
benar, itu merujuk pd pencapaian kearahatan
bukankah ini menjadi kontradiktif dengan pernyataan sebelumnya yg mengatakan bahwa Arahat masih blm sempurna sehingga harus mengambil jalan Bodhisattva untuk mencapai kesempurnaan?
Tetapi tidak sempurna dari Aspek mutlak, di mana Arahat masih tidak sempurna berkenaan dengan Sabbanu nana sperti yang telah diraih seorang Sammasambuddha.
Jadi di situlah yang dimaksud dalam pandangan mahayana ttg ketidaksempurnaan Arahat.
Tetapi mengenai pengikisan noda batin, Arahat telah sempurna. Makanya dalam setiap pembukaan sutra mahayana, masih memuji kesucian Arahat berkenaan dengan aspek ini.
bagaimana dengan pernyataan "tiada lagi kelahiran"? apakah arahat masih terlahir lagi atau tidak?
sepertinya sudah macet sampe di sini, lahir undefined. end of discussion.
thanks atas penjelasannya Bro Chingik, walaupun masih tidak puas
sepertinya sudah macet sampe di sini, lahir undefined. end of discussion.
thanks atas penjelasannya Bro Chingik, walaupun masih tidak puas
ok. lahir undefined memang sangat halus dan tidak bisa diselami dengan pemikiran awam.
Jika menyelami makna lenyap sebagai lenyap lahir sebagai lahir secara harafiah, orang yg tidak belajar dhamma bahkan anak kecil yg masih merangkak pun ngerti bhw lenyap ya hilang, lahir ya muncul. Tapi tidak demikian dalam filosofi mahayana ketika seseorang melampaui dualisme ini.
Tapi, okelah,
end of discussion.
sepertinya sudah macet sampe di sini, lahir undefined. end of discussion.
thanks atas penjelasannya Bro Chingik, walaupun masih tidak puas
ok. lahir undefined memang sangat halus dan tidak bisa diselami dengan pemikiran awam.
Jika menyelami makna lenyap sebagai lenyap lahir sebagai lahir secara harafiah, orang yg tidak belajar dhamma bahkan anak kecil yg masih merangkak pun ngerti bhw lenyap ya hilang, lahir ya muncul. Tapi tidak demikian dalam filosofi mahayana ketika seseorang melampaui dualisme ini.
Tapi, okelah,
end of discussion.
Jadi siapa saja yang bisa menyelami lahir undefined yang dimaksud di filosofi Mahayana !
Apakah Bro Chingik bisa memahami ?
QuoteJadi belajar Buddha Dhamma ala Mahayana, ujung2nya pasti tidak mengerti apa yang mau dicapai,
Terima kasih kejujurannya Bro Chingik.
QuoteQuoteBuddha Dharma gak pake ala-alaan, Buddha Dharma adalah Buddha Dharma. Memangnya anda sudah paham apa itu Nibbana 100%? Kalau belum paham, ternyata anda juga tidak mengerti apa yang mau dicapai. :whistle: :whistle:
_/\_
The Siddha Wanderer
Mungkin perlu saya klarifikasi,
Saya tidak bermaksud mengatakan saya paham dan yang lain tidak paham. Membanding2kan pemahaman sendiri dgn orang lain tentu adalah tindakan bodoh yg tidak membawa kemajuan. Tapi berhubung bro Adi menyinggung2 masalah ini, bagi saya baik juga, setidaknya membantu saya agar tidak gegabah. Di sini kita cuma sharing pandangan dan berbagi pengalaman dari hasil pembelajaran. Bro Indra merasa tidak puas dengan penjelasan saya , mohon maklum saya sendiri juga masih dalam tahap belajar sehingga mungkin cara penjelasan saya tidak mengena, atau pemahaman saya salah, semua ini tentu tidak tertutup kemungkinannya.
Tetapi bgm pun juga, tujuan kita adalah saling berbagi wawasan. Jika apa yang saya jelaskan adalah suatu kesalahan, saya mohon maaf. Saran dan kritik tentu sangat membantu kita utk menapaki pembelajaran dhamma. Jangan sungkan2. Terima kasih.
^
emang gandalf ada bilang dia ngerti yah? kayaknya nggak tuh..
justru dia lagi nanyain pemahaman bro adi tuh tentang Nibanna...
Mungkin perlu saya klarifikasi,
Saya tidak bermaksud mengatakan saya paham dan yang lain tidak paham. Membanding2kan pemahaman sendiri dgn orang lain tentu adalah tindakan bodoh yg tidak membawa kemajuan. Tapi berhubung bro Adi menyinggung2 masalah ini, bagi saya baik juga, setidaknya membantu saya agar tidak gegabah. Di sini kita cuma sharing pandangan dan berbagi pengalaman dari hasil pembelajaran. Bro Indra merasa tidak puas dengan penjelasan saya , mohon maklum saya sendiri juga masih dalam tahap belajar sehingga mungkin cara penjelasan saya tidak mengena, atau pemahaman saya salah, semua ini tentu tidak tertutup kemungkinannya.
Tetapi bgm pun juga, tujuan kita adalah saling berbagi wawasan. Jika apa yang saya jelaskan adalah suatu kesalahan, saya mohon maaf. Saran dan kritik tentu sangat membantu kita utk menapaki pembelajaran dhamma. Jangan sungkan2. Terima kasih.
benar, saya memang tidak puas atas penjelasan bro chingik yg ini, tetapi pada hal-hal lainnya, saya merasa banyak mendapat pengetahuan dari bro chingik dan rekan2 lainnya. saya toh tidak berharap bahwa semua keingintahuan saya bisa terpuaskan melalui forum ini. bahkan walau hanya 10% saja pun sudah cukup baik buat saya.
tentunya kita tidak perlu segan2 untuk berbagi pengetahuan sekalipun kita blm mencapai tingkatan spiritual tertentu.
Mungkin perlu saya klarifikasi,
Saya tidak bermaksud mengatakan saya paham dan yang lain tidak paham. Membanding2kan pemahaman sendiri dgn orang lain tentu adalah tindakan bodoh yg tidak membawa kemajuan. Tapi berhubung bro Adi menyinggung2 masalah ini, bagi saya baik juga, setidaknya membantu saya agar tidak gegabah. Di sini kita cuma sharing pandangan dan berbagi pengalaman dari hasil pembelajaran. Bro Indra merasa tidak puas dengan penjelasan saya , mohon maklum saya sendiri juga masih dalam tahap belajar sehingga mungkin cara penjelasan saya tidak mengena, atau pemahaman saya salah, semua ini tentu tidak tertutup kemungkinannya.
Tetapi bgm pun juga, tujuan kita adalah saling berbagi wawasan. Jika apa yang saya jelaskan adalah suatu kesalahan, saya mohon maaf. Saran dan kritik tentu sangat membantu kita utk menapaki pembelajaran dhamma. Jangan sungkan2. Terima kasih.
benar, saya memang tidak puas atas penjelasan bro chingik yg ini, tetapi pada hal-hal lainnya, saya merasa banyak mendapat pengetahuan dari bro chingik dan rekan2 lainnya. saya toh tidak berharap bahwa semua keingintahuan saya bisa terpuaskan melalui forum ini. bahkan walau hanya 10% saja pun sudah cukup baik buat saya.
tentunya kita tidak perlu segan2 untuk berbagi pengetahuan sekalipun kita blm mencapai tingkatan spiritual tertentu.
Amin...
Saya malah merasa blm memberi kontribusi apa2 di DC ini, apalagi membandingkannya dng bro Indra yg ...wah dgn RABP nya saja sudah tak terkatakan jasanya..
Anumodana ^:)^
plus, tentu saja tidak perlu melampirkan komentar sinis.haha..Padahal gak ada kepikiran ke arah situ lho, tapi ternyata persepsinya jadi begitu.
Bro Gandalf mengerti apa yang mau dicapai dalam ajaran filosofo Mahayana !
Berarti Bro Gandalf, termasuk makhluk luar biasa donk ! karena memahami apa yang tidak bisa dimengerti oleh umat awam seperti penjelasan Bro Chingik.
Boleh tahu apa yang mau dicapai Bro Gandalf, supaya menambah pengetahuan saya tentang Buddha Dhamma filosofi Mahayana !
Terima kasih penjelasannya
Demikian pula tidak setuju seorang arahat masih bisa berkehendak mencari penyempurnaan pengetahuan melalui suatu proses 'penjadian'. Ini berarti bhava-tanha dan bhava-tanha sebagaimana yg disepakati mau Theravada atau pun Mahayana adalah belenggu yang belum diputuskan seorang anagami. Apakah berarti arahat setara dengan anagami? Atau mungkin lebih rendah jangan-jangan? Karena dalam proses penyempurnaan paraminya, seorang arahat harus terlahir lagi dalam berbagai kondisi alam dan kelahiran melewati rentang proses sangat panjang dan tak terhitung kelahiran yang berulang-ulang dengan pelbagai sifat mencakup yang baik maupun yang jelek yang mungkin dimiliki seorang Bodhisatta. Hal ini tidak akan konsisten dengan penjelasan Sang Buddha sbgmn yang kita temukan baik dlm Nikaya Pali atau Agama Sanskrit, dengan mengesampingkan soal aliran yang ada hari ini. Smiley
Dg catatan tambahan, ini pun bila kita menerima konsep tentang Bodhisatta/Bodhisattva sebagaimana yang ada pada hari ini secara penuh.
Tanya, diskusi, ndak boleh !
Karena tidak puas akan jawaban !, bertanya lagi ! dibilang dengan sindiran, jujur mengatakan terima kasih, tidak boleh, apakah Jawaban yg diberikan harus dipuaskan, dterima.
Bahaya memang !
Bro Gandalf mau hapus silahkan aja laugh
Emang ndak benar, kok dibenarin.
Go ahead, kalau saya merasa ganggu, Hapus aja laugh
Kamu kan berkuasa sebagai TUHAN, bisa menghapus dan menciptakan. LOL
QuoteBro Gandalf mengerti apa yang mau dicapai dalam ajaran filosofo Mahayana !
Berarti Bro Gandalf, termasuk makhluk luar biasa donk ! karena memahami apa yang tidak bisa dimengerti oleh umat awam seperti penjelasan Bro Chingik.
Boleh tahu apa yang mau dicapai Bro Gandalf, supaya menambah pengetahuan saya tentang Buddha Dhamma filosofi Mahayana !
Terima kasih penjelasannya
Haisss....ckckckck....
Seperti kata Hokben, saya tidak bilang saya mengerti 100% ajaran Mahayana, ini menunjukkan bahwa anda memang punya niat menyindir dengan mengatakan terima kasih atas kejujurannya, saya termasuk makhluk luar biasa donk, dst.
Lebih baik hilangkan kebiasaan posting dengan berpikiran negatif seperti ini, kalau tidak, akan saya delete postingan anda di board ini, karena mengacaukan diskusi Dharma yang sebenarnya bisa dilakukan dengan sehat dan tanpa sindir-sindiran segala.
Mengenai Mahayana, saya memang hanya paham kulitnya saja, daging dan tulangnya saya belum paham, karena saya bahkan belum mencapai Bhumi pertama Bodhisattva. Demikian juga banyak teman2 se- Dharma di sini yang bahkan belum mencapai Sotapanna (hanya tahu kulit luarnya saja), mampu membabarkan ajaran Theravada dengan cukup baik.
_/\_
The Siddha Wanderer
mau tanya, yang di bold termasuk menyindir gak ;DQuoteTanya, diskusi, ndak boleh !
Karena tidak puas akan jawaban !, bertanya lagi ! dibilang dengan sindiran, jujur mengatakan terima kasih, tidak boleh, apakah Jawaban yg diberikan harus dipuaskan, dterima.
Bahaya memang !
Bro Gandalf mau hapus silahkan aja laugh
Emang ndak benar, kok dibenarin.
Go ahead, kalau saya merasa ganggu, Hapus aja laugh
Kamu kan berkuasa sebagai TUHAN, bisa menghapus dan menciptakan. LOL
Ckck.... Umat Buddhis bisa berbicara seperti ini..... 8) 8) hebat juga....
_/\_
The Siddha Wanderer
QuoteTanya, diskusi, ndak boleh !
Karena tidak puas akan jawaban !, bertanya lagi ! dibilang dengan sindiran, jujur mengatakan terima kasih, tidak boleh, apakah Jawaban yg diberikan harus dipuaskan, dterima.
Bahaya memang !
Bro Gandalf mau hapus silahkan aja laugh
Emang ndak benar, kok dibenarin.
Go ahead, kalau saya merasa ganggu, Hapus aja laugh
Kamu kan berkuasa sebagai TUHAN, bisa menghapus dan menciptakan. LOL
Ckck.... Umat Buddhis bisa berbicara seperti ini..... 8) 8) hebat juga....
_/\_
The Siddha Wanderer
bro gandalf, ga bole yach galak2 ama tamu.... he2
QuoteDemikian pula tidak setuju seorang arahat masih bisa berkehendak mencari penyempurnaan pengetahuan melalui suatu proses 'penjadian'. Ini berarti bhava-tanha dan bhava-tanha sebagaimana yg disepakati mau Theravada atau pun Mahayana adalah belenggu yang belum diputuskan seorang anagami. Apakah berarti arahat setara dengan anagami? Atau mungkin lebih rendah jangan-jangan? Karena dalam proses penyempurnaan paraminya, seorang arahat harus terlahir lagi dalam berbagai kondisi alam dan kelahiran melewati rentang proses sangat panjang dan tak terhitung kelahiran yang berulang-ulang dengan pelbagai sifat mencakup yang baik maupun yang jelek yang mungkin dimiliki seorang Bodhisatta. Hal ini tidak akan konsisten dengan penjelasan Sang Buddha sbgmn yang kita temukan baik dlm Nikaya Pali atau Agama Sanskrit, dengan mengesampingkan soal aliran yang ada hari ini. Smiley
Dg catatan tambahan, ini pun bila kita menerima konsep tentang Bodhisatta/Bodhisattva sebagaimana yang ada pada hari ini secara penuh.
Yang pasti Arhat ya sudah lebih tinggi pencapaiannya dari Anagamin.
Undefined ini dalam Mahayana biasanya erat dengan non-dualisme (advaya). Lahir pun juga tak lahir, anda akan menemukan ini di berbagai Sutra dan komentar Mahayana. Kelahiran Anagamin masih terikat dengan dualisme lahir, sedangkan kelahiran seorang Bodhisattva Bhumi ketujuh itu, sudah lepas dari apa yang namanya dualisme kemenjadian saja, karena seorang Bodhisattva tak lahir pun juga lahir, menjadi pun juga tak menjadi. Ini konsep yang tidak ada secara eksplisit dalam ajaran Shravakayana yang terkandung dalam Theravada, Sarvastivada, dll.
Apabila dalam Agama Sanskrit dikatakan bahwa:
我生已尽,Kelahiranku telah diakhiri
梵行已立,Kehidupan suci telah ditegakkan
所作已办,Apa yang dikerjakan telah dikerjakan
不更受有,Tiada lagi kelahiran
Maka tulisan di atas harus dipahami sesuai konteksnya, yang jelas-jelas menurut Mahayana menunjuk pada pencapaian Shravaka Arhat. Bahkan dalam Dasabhumika Sutra, kutipan Agama Sanskrit di atas mendeksripsikan pencapaian Bodhisattva bhumi keenam, yang kemudian memang masih harus dilanjutkan lagi sampai bhumi kesepuluh.
Laen kali saya posting Dasabhumika Sutra yah, setidaknya menambah penjelasan tentang ini. ;) ;)
_/\_
The Siddha Wanderer
QuoteTanya, diskusi, ndak boleh !
Karena tidak puas akan jawaban !, bertanya lagi ! dibilang dengan sindiran, jujur mengatakan terima kasih, tidak boleh, apakah Jawaban yg diberikan harus dipuaskan, dterima.
Bahaya memang !
Bro Gandalf mau hapus silahkan aja laugh
Emang ndak benar, kok dibenarin.
Go ahead, kalau saya merasa ganggu, Hapus aja laugh
Kamu kan berkuasa sebagai TUHAN, bisa menghapus dan menciptakan. LOL
Ckck.... Umat Buddhis bisa berbicara seperti ini..... 8) 8) hebat juga....
_/\_
The Siddha Wanderer
Memang diskusi bisa "menghangat" kalau topik diskusi menjadi mengarah pada kritisi pribadi seseorang Smiley
Saya minta maaf kalau misalnya saya juga ikut2an mengkritisi pribadi. _/\_ Mari kita kembali ke diskusi yang dingin.Saya selalu salut pd Bro Gandalf yg meski masih muda tetapi cukup dewasa dan berlapang hati dalam berdiskusi. Semoga mendapat respon yg sama dr teman diskusinya. _/\_
_/\_
The Siddha Wanderer
[at] Bro Chingik:
"Ketika petapa Sumedha menerima vyakarana dari Buddha Dipankara, Beliau sudah terbebas dari perbuatan2 tidak bajik. Berkalpa-kalpa lamanya beliau mengumpulkan paramita yang tidak ada satu pun dapat membuat dirinya memunculkan akusala-citta, apalagi saat-saat menjelang kematiannya."
Bukankah dalam fakta ceritanya dikatakan seorang Bodhisattva masih bisa melakukan pelanggaran sila selain berbohong? Dengan demikian masih ada akusala mano karma, dan ada akusala kaya karma tetapi tidak ada akusala vaci karma. Note: ini pun jika kita menginterpretasikankan berbohong sbg semua bentuk kualitas negatif dr pembicaraan. Krn selain berbohong, kita jg mengenal pembicaraan yg memecah belah, yg tak bermanfaat, dlsb.
Konsekuensi dr pelanggaran sila adalah masih ada karma-vipaka utk akusala mano karma dan akusala kaya karma seorang Bodhisattva. Ini pula yg menyebabkan Bodhisattva masih dapat terlahir ke alam rendah.
Sementara pemahaman saya berdasarkan Jataka dan sejauh dr diskusi antar pihak Theravadin dan Mahayanist baik di luar forum maupun di dalam forum DC, adalah bodhisattva tampaknya masih dalam lingkup Hukum Karma dan hukum pratitya-samutpada. Hanya saja tampaknya ada bbrp hak prerogatif bagi bodhisattva yaitu tidak akan dapat terlahir di alam neraka, tdk akan dpt berbuat akusala garuka karma dan bbrp lain yg mungkin saya belum tahu. Cmiiw.
(catt: saya tidak pernah terlalu menyelidiki kisah2 Jataka dan bodhisattva sebelumnya, maka saya bertanya.)
Bagaimanakah proses kemenjadian dalam tataran konvensional itu? Selain tataran konvensional, ada tataran apa lagi yah utk proses kemenjadian?
Bagaimanakah proses kemenjadian dalam tataran konvensional itu? Selain tataran konvensional, ada tataran apa lagi yah utk proses kemenjadian?tataran konvensional maksudnya jenis siklus kematian makhluk awam. Prosesnya sama seperti dalam penjelasan proses kemenjadian manusia biasa yg mengikuti hukum sebab musabab yg saling bergantungan.
Bro Chingik, hak prerogatif Bodhisatta yg saya tahu sejauh ini bahwa beliau tdk terlahir di alam neraka (entah benar atau tidak, masih perlu dicross-check), tidak tahu bagaimana dg alam peta dan asura, yg jelas sih alam binatang sering. Jd saya tidak menulis total sbgm yg Bro tuliskan sebelumnya: "seperti yg anda kemukakan yakni terlahir di alam rendah, alam binatang dan alam peta."
Saya tidak mau ini sampai menimbulkan pitnah bagi Bodhisatta. :hammer:
Saya sendiri tidak berkapasitas dalam menjawab mewakili pandangan Theravada dalam hal ini. Karena jujur saja, sejak awal saya tidak terlalu menaruh perhatian pada Jataka dan teori Bodhisattva dalam praktek saya. Maka dr itu saya bertanya benar2 sbg pihak yg tidak tahu dan mencari tahu. Tentu baiknya pernyataan dr Bro Chingik mengenai ketidak-konsistenan RAPB itu dilempar ke board Theravada. Bagaimana? :D
Oya.. Jadi menurut Mahayana bodhisatta terlahir di alam rendah itu melalui kekuatan adhitthana nya? Adakah sumber dari Jataka yg mengatakan demikian? Dan 1 lagi, apakah Jataka Theravada dengan Jataka Mahayana adalah sama?
QuoteBro Gandalf mengerti apa yang mau dicapai dalam ajaran filosofo Mahayana !
Berarti Bro Gandalf, termasuk makhluk luar biasa donk ! karena memahami apa yang tidak bisa dimengerti oleh umat awam seperti penjelasan Bro Chingik.
Boleh tahu apa yang mau dicapai Bro Gandalf, supaya menambah pengetahuan saya tentang Buddha Dhamma filosofi Mahayana !
Terima kasih penjelasannya
Haisss....ckckckck....
Seperti kata Hokben, saya tidak bilang saya mengerti 100% ajaran Mahayana, ini menunjukkan bahwa anda memang punya niat menyindir dengan mengatakan terima kasih atas kejujurannya, saya termasuk makhluk luar biasa donk, dst.
Lebih baik hilangkan kebiasaan posting dengan berpikiran negatif seperti ini, kalau tidak, akan saya delete postingan anda di board ini, karena mengacaukan diskusi Dharma yang sebenarnya bisa dilakukan dengan sehat dan tanpa sindir-sindiran segala.
Mengenai Mahayana, saya memang hanya paham kulitnya saja, daging dan tulangnya saya belum paham, karena saya bahkan belum mencapai Bhumi pertama Bodhisattva. Demikian juga banyak teman2 se- Dharma di sini yang bahkan belum mencapai Sotapanna (hanya tahu kulit luarnya saja), mampu membabarkan ajaran Theravada dengan cukup baik.
_/\_
The Siddha Wanderermau tanya, yang di bold termasuk menyindir gak ;DQuoteTanya, diskusi, ndak boleh !
Karena tidak puas akan jawaban !, bertanya lagi ! dibilang dengan sindiran, jujur mengatakan terima kasih, tidak boleh, apakah Jawaban yg diberikan harus dipuaskan, dterima.
Bahaya memang !
Bro Gandalf mau hapus silahkan aja laugh
Emang ndak benar, kok dibenarin.
Go ahead, kalau saya merasa ganggu, Hapus aja laugh
Kamu kan berkuasa sebagai TUHAN, bisa menghapus dan menciptakan. LOL
Ckck.... Umat Buddhis bisa berbicara seperti ini..... 8) 8) hebat juga....
_/\_
The Siddha Wanderer
Yap, bisa termasuk ;D ;D ..... silahkan menilai sendiri apa latar belakang dan motivasi saya menyindir dan motivasi / latar belakang ketika adilim menyindir. :))
_/\_
The Siddha Wanderer
Avatamsaka Sutra mengatakan, "[Bodhisatva mampu] bermanifestasi tak terhingga aktifitas kemuliaan dan memasuki ke semua alam kehidupan para makhluk hidup, mengetahui tindakan2 semua makhluk hidup, ini disebut Kemurnian Upaya Kausalya Paramita"
Ketika Bodhisatta terlahir menjadi singa, Beliau hanya memakan daging sisa-sisa dari korban yg telah dimangsa binatang buas lainnya. jadi Beliau tidak melakukan perburuan sendiri. mungkin seperti Aslan dalam The Narnia
Menarik sekali....1。 Sebagai makhluk agung , bodhisatva bukan terlahir dalam arti terjatuh ke alam rendah. TEtapi karena memiliki kesadaran istimewa dari hasil praktik parami nya , Beliau mampu beremanasi ke berbagai alam kehidupan, termasuk alam hewan sebagai harimau, dan tidak akan menyakiti makhluk lainnya.
Saya juga ada pertanyaan karena minimnya pengetahuan saya tentang jataka dari Theravada dan Mahayana.
Apa yang saya mengerti bodhisatta terlahir menjadi hewan adalah karena hasil kamma lalu. Kalau menurut mahayana Bodhisatva terlahir menjadi hewan karena adhitana dan bukan kelahiran konvensional, itu yg saya tangkap maksudnya CMIIW.
Nah pertanyaannya.
1. Jika seorang bodhisatta terlahir menjadi hewan bisakah menjadi Harimau atau binatang carnivora?
2. apakah hewan carnivora memakan binatang lain menimbulkan kamma buruk juga.?
3. Jika boddhisatta ketika menjadi binatang, dan kelihatannya binatang yg istimewa memiliki welas asih terhadap makhluk lainnya dan dalam jataka pun terlihat memiliki kesadaran khusus. Maka pertanyaanya adalah ketika menjadi Harimau atau binatang carnivora lainnya( jika memang pernah terlahirkan sebagai carnivora) maka dimana ke-welas asihan sebagai bodhistava yg memiliki keistimewaan kesadaran welas asih ketika menjadi binatang?
Pertanyaan ini saya ajukan kepada kedua belah pihak yaitu pihak Theravada dan Mahayana juga, sehingga ada perbandingan yang comprehensif dalam satu thread ini.
Mettacitena. _/\_
mantafff bro ching ik, kasi cendol ahMenarik sekali....1。 Sebagai makhluk agung , bodhisatva bukan terlahir dalam arti terjatuh ke alam rendah. TEtapi karena memiliki kesadaran istimewa dari hasil praktik parami nya , Beliau mampu beremanasi ke berbagai alam kehidupan, termasuk alam hewan sebagai harimau, dan tidak akan menyakiti makhluk lainnya.
Saya juga ada pertanyaan karena minimnya pengetahuan saya tentang jataka dari Theravada dan Mahayana.
Apa yang saya mengerti bodhisatta terlahir menjadi hewan adalah karena hasil kamma lalu. Kalau menurut mahayana Bodhisatva terlahir menjadi hewan karena adhitana dan bukan kelahiran konvensional, itu yg saya tangkap maksudnya CMIIW.
Nah pertanyaannya.
1. Jika seorang bodhisatta terlahir menjadi hewan bisakah menjadi Harimau atau binatang carnivora?
2. apakah hewan carnivora memakan binatang lain menimbulkan kamma buruk juga.?
3. Jika boddhisatta ketika menjadi binatang, dan kelihatannya binatang yg istimewa memiliki welas asih terhadap makhluk lainnya dan dalam jataka pun terlihat memiliki kesadaran khusus. Maka pertanyaanya adalah ketika menjadi Harimau atau binatang carnivora lainnya( jika memang pernah terlahirkan sebagai carnivora) maka dimana ke-welas asihan sebagai bodhistava yg memiliki keistimewaan kesadaran welas asih ketika menjadi binatang?
Pertanyaan ini saya ajukan kepada kedua belah pihak yaitu pihak Theravada dan Mahayana juga, sehingga ada perbandingan yang comprehensif dalam satu thread ini.
Mettacitena. _/\_
2. Hewan saling memakan itu termasuk karma buruk. Makanya sulit dan langka baginya utk terlahir di alam baik.
3. Karena bodhisatva telah mengembangkan paraminya maka tentu dalam wujud hewan pun memiliki sifat welas asih, karena pada hakikatnya bodhisatva sudah tidak melekat pd wujud apalagi fisik. Terlihat dalam wujud hewan, tapi batinnya selalu "terjaga". Jadi dia mempertunjukkan dapat hidup berdampingan dengan hewan lainnya. Kadang tujuannya bukan hanya ingin memberi manfaat pada sesama hewan, bahkan dapat menyadarkan manusia. Pada kondisi tertentu, manusia yg melihat binatang buas memiliki sifat baik, manusia akan tersadarkan bahwa yg buas saja bisa memiliki sifat baik, sebagai manusia jg sharusnya mengembangkannya. Inilah Parami yg dikembangkan bodhisatva dalam wujud hewan.
btwww. setau saya di jataka ngak ada bodhisatta makan bangkai hasil perburuan binatang lain, yg ada ikut berburu, ini tertulis di sigala jataka..
After the younger lions lost their parents to the stroke of death, the brother lions would leave their sister behind whenever they went out to find something to eat. Once they had obtained food, they would bring some back for their sister the Lioness to eat.
Sin Chan: itu referensi ikut berburu
Sin Chan: Once when the seven brothers ventured forth to search for food, the Jackal would depart his Crystal Cave and visit the Golden Cave. Taking his stand before the young Lioness, he addressed her slyly with the seductive and tempting words
http://www.borobudur.tv/avadana_01.htm#The
Menarik sekali....1。 Sebagai makhluk agung , bodhisatva bukan terlahir dalam arti terjatuh ke alam rendah. TEtapi karena memiliki kesadaran istimewa dari hasil praktik parami nya , Beliau mampu beremanasi ke berbagai alam kehidupan, termasuk alam hewan sebagai harimau, dan tidak akan menyakiti makhluk lainnya.
Saya juga ada pertanyaan karena minimnya pengetahuan saya tentang jataka dari Theravada dan Mahayana.
Apa yang saya mengerti bodhisatta terlahir menjadi hewan adalah karena hasil kamma lalu. Kalau menurut mahayana Bodhisatva terlahir menjadi hewan karena adhitana dan bukan kelahiran konvensional, itu yg saya tangkap maksudnya CMIIW.
Nah pertanyaannya.
1. Jika seorang bodhisatta terlahir menjadi hewan bisakah menjadi Harimau atau binatang carnivora?
2. apakah hewan carnivora memakan binatang lain menimbulkan kamma buruk juga.?
3. Jika boddhisatta ketika menjadi binatang, dan kelihatannya binatang yg istimewa memiliki welas asih terhadap makhluk lainnya dan dalam jataka pun terlihat memiliki kesadaran khusus. Maka pertanyaanya adalah ketika menjadi Harimau atau binatang carnivora lainnya( jika memang pernah terlahirkan sebagai carnivora) maka dimana ke-welas asihan sebagai bodhistava yg memiliki keistimewaan kesadaran welas asih ketika menjadi binatang?
Pertanyaan ini saya ajukan kepada kedua belah pihak yaitu pihak Theravada dan Mahayana juga, sehingga ada perbandingan yang comprehensif dalam satu thread ini.
Mettacitena. _/\_
2. Hewan saling memakan itu termasuk karma buruk. Makanya sulit dan langka baginya utk terlahir di alam baik.
3. Karena bodhisatva telah mengembangkan paraminya maka tentu dalam wujud hewan pun memiliki sifat welas asih, karena pada hakikatnya bodhisatva sudah tidak melekat pd wujud apalagi fisik. Terlihat dalam wujud hewan, tapi batinnya selalu "terjaga". Jadi dia mempertunjukkan dapat hidup berdampingan dengan hewan lainnya. Kadang tujuannya bukan hanya ingin memberi manfaat pada sesama hewan, bahkan dapat menyadarkan manusia. Pada kondisi tertentu, manusia yg melihat binatang buas memiliki sifat baik, manusia akan tersadarkan bahwa yg buas saja bisa memiliki sifat baik, sebagai manusia jg sharusnya mengembangkannya. Inilah Parami yg dikembangkan bodhisatva dalam wujud hewan.
pertanyaan saya dari thread dulu saya donkkk
jataka pangeran mahasatva yang "membunuh" seorang Pembunuh dalam kapal yang hendak membunuh 500 orang..
kemanakah Abhinna-nya apabila telah mencapai pencerahan sempurna?
macet atau gimana?
kan katanya...QuoteAvatamsaka Sutra mengatakan, "[Bodhisatva mampu] bermanifestasi tak terhingga aktifitas kemuliaan dan memasuki ke semua alam kehidupan para makhluk hidup, mengetahui tindakan2 semua makhluk hidup, ini disebut Kemurnian Upaya Kausalya Paramita"
kalau di lihat dari sisi hidup seorang Buddha, sejak kapan Buddha mengambil jalan MEMBUNUH, demi menyelamatkan makhluk hidup...
apa mau di tutup dengan penjelasan singkat "upaya kausalya"
dan lagi yg belum ada jawaban sampai sekarang ini.
"buat apa buddha berakting lupa cara pencapaiannya?, menahan lapar hingga luar biasa sampai hampir mati"...jujur menurut gw itu kebodohan luar biasa.
apakah ini upaya kausalya lagi?
kenapa harus di bunuh? emang satu2nya jalan harus di bunuh yak?pertanyaan saya dari thread dulu saya donkkk
jataka pangeran mahasatva yang "membunuh" seorang Pembunuh dalam kapal yang hendak membunuh 500 orang..
kemanakah Abhinna-nya apabila telah mencapai pencerahan sempurna?
macet atau gimana?
kan katanya...QuoteAvatamsaka Sutra mengatakan, "[Bodhisatva mampu] bermanifestasi tak terhingga aktifitas kemuliaan dan memasuki ke semua alam kehidupan para makhluk hidup, mengetahui tindakan2 semua makhluk hidup, ini disebut Kemurnian Upaya Kausalya Paramita"
kalau di lihat dari sisi hidup seorang Buddha, sejak kapan Buddha mengambil jalan MEMBUNUH, demi menyelamatkan makhluk hidup...
apa mau di tutup dengan penjelasan singkat "upaya kausalya"
dan lagi yg belum ada jawaban sampai sekarang ini.
"buat apa buddha berakting lupa cara pencapaiannya?, menahan lapar hingga luar biasa sampai hampir mati"...jujur menurut gw itu kebodohan luar biasa.
apakah ini upaya kausalya lagi?
Mengenai bodhisatva membunuh perampok di atas kapal , tentu harus diteliti kronologinya.
Apapun pertimbangan bodhisatva, semua dilandasi oleh rasa welas asih kepada semua makhluk termasuk kepada orang jahat sekali pun. Inilah inti yg ingin dikemukakan dalam Sutra ini. Lalu bagaimana bodhisatva mengembangkan welas asih nya saat berhadapan dengan situasi ini? Pada saat itu, 500 pedagang yg menjadi sasaran pembuhunan oleh perampok itu adalah orang2 yg telah mengembangkan Cita2 Menjadi Buddha yang batinnya telah teguh tidak mengalami kemerosotan lagi. Bodhisatva pada saat itu mengetahui potensi 500 orang ini. Kemudian beliau menyelidiki lagi, apa yang terjadi bila perampok ini membunuh ke500 orang itu, setelah diselidiki ternyata bila perampok itu membunuh 1 saja akan terjatuh ke alam neraka , apalagi membunuh 500 orang itu ternyata perampok itu akan mengalami kelahiran di alam neraka avici yg tak terhingga deritanya. Kemudian Bodhisatva menyelidiki lagi bahwa apabila perampok itu benar melakukan tindakan membunuh 500 orang itu, justru dia yang akan terbunuh dan akibatnya 500 orang itu akan terlahir di alam neraka karena telah membunuh perampok itu, dengan kata lain kedua belah pihak akan terjatuh ke neraka.
Bodhisatva mengetahui tidak ada jalan lain, maka atas dasar belas kasih pada kedua belah pihak tidak mungkin seorang bodhisatva berpangku tangan. Karena bodhisatva tahu sudah tidak ada cara lain, maka atas dasar welas asih kepada semuanya, satu2nya jalan adalah membunuh perampok itu. Dan setelah membuat pilihan ini, perampok dan 500 pedagang itu sama2 terbebas dari resiko terlahir di alam neraka.
Di sini dapat dipetik kesimpulan:
1. Bodhisatva utk apa ingin melibatkan diri, jika bukan atas dasar welas asih?
2. Kalo orang awam mungkin akan pura2 ga tahu, masa bodoh. Atau bila mau melibatkan diri, mungkin dia akan melapor dulu kepada 500 pedagang, bukankah akan membuat 500 pedagang itu balik membunuh yg akibatnya semuanya akan terlahir di neraka?
3. Hanya orang yg mengetahui buah karma yg terjadi di masa yg akan datang baru dapat mengambil keputusan jalan mana yg dipilih. Oleh karena itu, kasus ini tidak bisa digerenalisasi bahwa berarti setiap orang bisa melakukannya.
Mengapa ini disebut Upaya Kausalya? Inilah salah satu dari Parami seorang bodhisatva. Mengapa tidak menggunakan Dana Parami? Kalo bisa, ya sudah pasti dilakukan. Ada hal2 tertentu yg tidak bisa langsung menggunakan dana parami, misalnya mengorbankan diri kepada perampok, hasilnya justru membuatnya terjatuh ke neraka, dan lain sebagainya. Karena Bodhisatva tidak pernah berhenti mencari cara2 yg sesuai, maka salah satu jalan itu adalah Upaya kausalya. Dan karena akibat dari tindakan itu justru membuat mereka terbebaskan dari derita, maka ini bukan tindakan yang melanggar sila. TEtapi harus diingat bahwa bila kita tidak memiliki abhinna utk mengetahui akibat2 yg terjadi di masa yg akan datang, maka kita tidak pantas menggeneralisi bhw tindakan ini bisa dilakukan oleh siapa saja.
kenapa harus di bunuh? emang satu2nya jalan harus di bunuh yak?pertanyaan saya dari thread dulu saya donkkk
jataka pangeran mahasatva yang "membunuh" seorang Pembunuh dalam kapal yang hendak membunuh 500 orang..
kemanakah Abhinna-nya apabila telah mencapai pencerahan sempurna?
macet atau gimana?
kan katanya...QuoteAvatamsaka Sutra mengatakan, "[Bodhisatva mampu] bermanifestasi tak terhingga aktifitas kemuliaan dan memasuki ke semua alam kehidupan para makhluk hidup, mengetahui tindakan2 semua makhluk hidup, ini disebut Kemurnian Upaya Kausalya Paramita"
kalau di lihat dari sisi hidup seorang Buddha, sejak kapan Buddha mengambil jalan MEMBUNUH, demi menyelamatkan makhluk hidup...
apa mau di tutup dengan penjelasan singkat "upaya kausalya"
dan lagi yg belum ada jawaban sampai sekarang ini.
"buat apa buddha berakting lupa cara pencapaiannya?, menahan lapar hingga luar biasa sampai hampir mati"...jujur menurut gw itu kebodohan luar biasa.
apakah ini upaya kausalya lagi?
Mengenai bodhisatva membunuh perampok di atas kapal , tentu harus diteliti kronologinya.
Apapun pertimbangan bodhisatva, semua dilandasi oleh rasa welas asih kepada semua makhluk termasuk kepada orang jahat sekali pun. Inilah inti yg ingin dikemukakan dalam Sutra ini. Lalu bagaimana bodhisatva mengembangkan welas asih nya saat berhadapan dengan situasi ini? Pada saat itu, 500 pedagang yg menjadi sasaran pembuhunan oleh perampok itu adalah orang2 yg telah mengembangkan Cita2 Menjadi Buddha yang batinnya telah teguh tidak mengalami kemerosotan lagi. Bodhisatva pada saat itu mengetahui potensi 500 orang ini. Kemudian beliau menyelidiki lagi, apa yang terjadi bila perampok ini membunuh ke500 orang itu, setelah diselidiki ternyata bila perampok itu membunuh 1 saja akan terjatuh ke alam neraka , apalagi membunuh 500 orang itu ternyata perampok itu akan mengalami kelahiran di alam neraka avici yg tak terhingga deritanya. Kemudian Bodhisatva menyelidiki lagi bahwa apabila perampok itu benar melakukan tindakan membunuh 500 orang itu, justru dia yang akan terbunuh dan akibatnya 500 orang itu akan terlahir di alam neraka karena telah membunuh perampok itu, dengan kata lain kedua belah pihak akan terjatuh ke neraka.
Bodhisatva mengetahui tidak ada jalan lain, maka atas dasar belas kasih pada kedua belah pihak tidak mungkin seorang bodhisatva berpangku tangan. Karena bodhisatva tahu sudah tidak ada cara lain, maka atas dasar welas asih kepada semuanya, satu2nya jalan adalah membunuh perampok itu. Dan setelah membuat pilihan ini, perampok dan 500 pedagang itu sama2 terbebas dari resiko terlahir di alam neraka.
Di sini dapat dipetik kesimpulan:
1. Bodhisatva utk apa ingin melibatkan diri, jika bukan atas dasar welas asih?
2. Kalo orang awam mungkin akan pura2 ga tahu, masa bodoh. Atau bila mau melibatkan diri, mungkin dia akan melapor dulu kepada 500 pedagang, bukankah akan membuat 500 pedagang itu balik membunuh yg akibatnya semuanya akan terlahir di neraka?
3. Hanya orang yg mengetahui buah karma yg terjadi di masa yg akan datang baru dapat mengambil keputusan jalan mana yg dipilih. Oleh karena itu, kasus ini tidak bisa digerenalisasi bahwa berarti setiap orang bisa melakukannya.
Mengapa ini disebut Upaya Kausalya? Inilah salah satu dari Parami seorang bodhisatva. Mengapa tidak menggunakan Dana Parami? Kalo bisa, ya sudah pasti dilakukan. Ada hal2 tertentu yg tidak bisa langsung menggunakan dana parami, misalnya mengorbankan diri kepada perampok, hasilnya justru membuatnya terjatuh ke neraka, dan lain sebagainya. Karena Bodhisatva tidak pernah berhenti mencari cara2 yg sesuai, maka salah satu jalan itu adalah Upaya kausalya. Dan karena akibat dari tindakan itu justru membuat mereka terbebaskan dari derita, maka ini bukan tindakan yang melanggar sila. TEtapi harus diingat bahwa bila kita tidak memiliki abhinna utk mengetahui akibat2 yg terjadi di masa yg akan datang, maka kita tidak pantas menggeneralisi bhw tindakan ini bisa dilakukan oleh siapa saja.
ilmu bodhisattva masih kurang sakti kale, wkwkwkwkwkw...
belum se sakti buddha.... :P
kenapa harus di bunuh? emang satu2nya jalan harus di bunuh yak?Ya. Pd situasi yg sedang gawat seperti itu, pilihan satu2nya. Tapi ingat bae-bae, apa landasannya dan bagaimana hubungan sebab akibatnya , itu semua diselidiki dulu oleh bodhisatva, hingga cara itu yg dipilih.
ketika dia tau perampok itu bisa masuk neraka atau 500 orang itu bisa masuk neraka itu khan sudah dalem tuh ilmunya, masa optionnya cuma bunuh?=)) =)) =))
:hammer: :hammer: :hammer: bukannya jawab malah tertawa :hammer:ketika dia tau perampok itu bisa masuk neraka atau 500 orang itu bisa masuk neraka itu khan sudah dalem tuh ilmunya, masa optionnya cuma bunuh?=)) =)) =))
ketika dia tau perampok itu bisa masuk neraka atau 500 orang itu bisa masuk neraka itu khan sudah dalem tuh ilmunya, masa optionnya cuma bunuh?
Selama periode antara Buddha Sobhita dan Buddha Anomadassi, dalam periode kegelapan selama 1 Asankkheyya-Kappa ketika tidak ada Dhamma, Boddhisatta kita pernah melakukan perbuatan salah [ Diantara banyak perbuatan yang tidak bermanfaat yang Boddhisatta lakukan selama Kaya-Panidhana-Kala ada 12 ( dua-belas ) dan akibat-akibat perbuatannya dialami bahkan ketika Beliau menjadi Buddha. Ti-Pitaka tidak menjelaskan kedua-belas perbuatan yang dilakukan selama periode ini. Diduga itu adalah pembunuhan terhadap saudaranya laki-laki, karena ini adalah salah satu perbuatan buruk yang lebih serius, dan juga karena Buddha mengatakan bahwa itu adalah periode kegelapan tanpa seorang Samma-Sambuddha. Tujuh dari perbuatan tidak terampil lainnya adalah meliputi penghinaan terhadap seorang Buddha atau murid seorang Buddha. Mungkin pula itu adalah perbuatan tidak-baik yang tidak diceritakan yang habis seluruhnya selama Kaya-Panidhana-Kala ]. Boddhisatta membunuh saudaranya laki-laki untuk mewarisi kekayaan keluarganya. Alasan dia melakukan kesalahan adalah bahwa dia masih seorang duniawi – seorang Boddhisatta yang telah mempraktikkan “Dasa-Paramita” ( Sepuluh-Kesempurnaan ) selama berkalpa-kalpa tetapi masih sebagai seorang duniawi, dengan 1.500 Kilesa ( kotoran-batin ) dan nafsu keinginan dan keserakahan seorang duniawi.http://ratnakumara.wordpress.com/
btw lagi ngomongin sutra yang mana ya, aye kaga tau ;D
Wah telat.. Sampe mana kemaren? ;D
Soal privilege seorang Bodhisattva, oleh Bro Chingik dikatakan "Yang menentukan smua ini tidak lain adalah kekuatan karmanya." Kira2 apa ya mksdnya? Bisa diperjelas? Secara saya takut salah berasumsi. :)
Konsistensi: Mungkin ini dapat kita kesampingkan sementara krn konsitensi itu subjektif tergantung pandangan masing2. Dan yg jelas perbedaan tentu ada dalam penjelasannya, makanya bisa muncul aliran2 yg berbeda krn perbedaan persepsi. Setuju utk cukup berbagi wawasan saja. Tapi saya menyarankan Bro Chingik utk melempar pertanyaan tsb ke Board Theravada juga. ;)
Berarti Jataka Theravada berbeda dengan Jataka Mahayana ya? Di mana Jataka Mahayana mencakup Jataka Theravada dan ada Jataka di luar yg tdk diketemukan dalam Jataka Theravada? Jika Jataka Theravada = T. Maka Jataka Mahayana ibarat M = T+a ???
Dengan demikian, inkonsistensi dalam Jataka Theravada mungkin sekali dapat dikatakan sbg inkonsistensi dalam Jataka Mahayana juga? (secara Jataka Mahayana juga mencakup Jataka Theravada)
Setuju bahwa tdk dpt digeneralisir. Tapi, spt pendapat AcekGantengGanjen Ryu, menurut saya membunuh bukan satu-satunya cara. Bisa saja perampok tsb ditangkap bukan? Trus diikat.. Mungkin awalnya jika perlu, Bodhisattva memberitahu pd 500 orang lalu bersama2 mereka gebuk rame-rame dulu hingga perampok kelenger baru diiket? :D
Saya selalu salut pd Bro Gandalf yg meski masih muda tetapi cukup dewasa dan berlapang hati dalam berdiskusi. Semoga mendapat respon yg sama dr teman diskusinya. Namaste
[at] Bro Gandalf:
Bodhisattva bhumi ke-7 seharusnya identik dengan arhat kan sbgmn ada dlm pernyataan ini bahwa seorang arhat telah terbebas dr dualisme lahir, berbeda dg anagamin?
"...Kelahiran Anagamin masih terikat dengan dualisme lahir, sedangkan kelahiran seorang Bodhisattva Bhumi ketujuh itu, sudah lepas dari apa yang namanya dualisme kemenjadian saja..."
Tetapi dicompare dg bagian ini koq terasa kontra-produktif ya? Atau saya kurang mengerti?
Sebgmn tertuang dlm pernyataan pencapaian arhat "Kelahiranku telah diakhiri. Kehidupan suci telah ditegakkan. Apa yang dikerjakan telah dikerjakan. Tiada lagi kelahiran." Demikian menurut Bro Gandalf adl deskripsi pencapaian Bodhisattva bhumi ke-6 dalam kalimat ini:
"...Bahkan dalam Dasabhumika Sutra, kutipan Agama Sanskrit di atas mendeksripsikan pencapaian Bodhisattva bhumi keenam.."
Jadi, manakah yg benar? Seorang arhat itu adl Bodhisattva Bhumi ke-7 atau ke-6?
Anumodana jawabannya. Namaste
Menarik sekali....1。 Sebagai makhluk agung , bodhisatva bukan terlahir dalam arti terjatuh ke alam rendah. TEtapi karena memiliki kesadaran istimewa dari hasil praktik parami nya , Beliau mampu beremanasi ke berbagai alam kehidupan, termasuk alam hewan sebagai harimau, dan tidak akan menyakiti makhluk lainnya.
Saya juga ada pertanyaan karena minimnya pengetahuan saya tentang jataka dari Theravada dan Mahayana.
Apa yang saya mengerti bodhisatta terlahir menjadi hewan adalah karena hasil kamma lalu. Kalau menurut mahayana Bodhisatva terlahir menjadi hewan karena adhitana dan bukan kelahiran konvensional, itu yg saya tangkap maksudnya CMIIW.
Nah pertanyaannya.
1. Jika seorang bodhisatta terlahir menjadi hewan bisakah menjadi Harimau atau binatang carnivora?
2. apakah hewan carnivora memakan binatang lain menimbulkan kamma buruk juga.?
3. Jika boddhisatta ketika menjadi binatang, dan kelihatannya binatang yg istimewa memiliki welas asih terhadap makhluk lainnya dan dalam jataka pun terlihat memiliki kesadaran khusus. Maka pertanyaanya adalah ketika menjadi Harimau atau binatang carnivora lainnya( jika memang pernah terlahirkan sebagai carnivora) maka dimana ke-welas asihan sebagai bodhistava yg memiliki keistimewaan kesadaran welas asih ketika menjadi binatang?
Pertanyaan ini saya ajukan kepada kedua belah pihak yaitu pihak Theravada dan Mahayana juga, sehingga ada perbandingan yang comprehensif dalam satu thread ini.
Mettacitena. _/\_
2. Hewan saling memakan itu termasuk karma buruk. Makanya sulit dan langka baginya utk terlahir di alam baik.
3. Karena bodhisatva telah mengembangkan paraminya maka tentu dalam wujud hewan pun memiliki sifat welas asih, karena pada hakikatnya bodhisatva sudah tidak melekat pd wujud apalagi fisik. Terlihat dalam wujud hewan, tapi batinnya selalu "terjaga". Jadi dia mempertunjukkan dapat hidup berdampingan dengan hewan lainnya. Kadang tujuannya bukan hanya ingin memberi manfaat pada sesama hewan, bahkan dapat menyadarkan manusia. Pada kondisi tertentu, manusia yg melihat binatang buas memiliki sifat baik, manusia akan tersadarkan bahwa yg buas saja bisa memiliki sifat baik, sebagai manusia jg sharusnya mengembangkannya. Inilah Parami yg dikembangkan bodhisatva dalam wujud hewan.
Wah telat.. Sampe mana kemaren? ;D
Soal privilege seorang Bodhisattva, oleh Bro Chingik dikatakan "Yang menentukan smua ini tidak lain adalah kekuatan karmanya." Kira2 apa ya mksdnya? Bisa diperjelas? Secara saya takut salah berasumsi. :)
Konsistensi: Mungkin ini dapat kita kesampingkan sementara krn konsitensi itu subjektif tergantung pandangan masing2. Dan yg jelas perbedaan tentu ada dalam penjelasannya, makanya bisa muncul aliran2 yg berbeda krn perbedaan persepsi. Setuju utk cukup berbagi wawasan saja. Tapi saya menyarankan Bro Chingik utk melempar pertanyaan tsb ke Board Theravada juga. ;)
Berarti Jataka Theravada berbeda dengan Jataka Mahayana ya? Di mana Jataka Mahayana mencakup Jataka Theravada dan ada Jataka di luar yg tdk diketemukan dalam Jataka Theravada? Jika Jataka Theravada = T. Maka Jataka Mahayana ibarat M = T+a ???
Dengan demikian, inkonsistensi dalam Jataka Theravada mungkin sekali dapat dikatakan sbg inkonsistensi dalam Jataka Mahayana juga? (secara Jataka Mahayana juga mencakup Jataka Theravada)
Yap, seperti kata anda, bahwa konsistensi itu subjektif, demikian juga menurut pandangan Mahayana. Bila ada inkonsistensi dalam Jataka Theravada belum tentu dipandang inkonsistensi oleh Mahayana. Seperti yang lalu dikatakan, Mahayana berusaha merekonsiliasi 18 sekte yang terpecah belah, maka dari itu segala inkonsistensi dari aliran-aliran tersebut, baik antar aliran atau dalam tubuh aliran itu sendiri, menjadi konsisten dalam Mahayana.
Yap. Jataka yang murni Mahayana sebenarnya adalah Jatakamala dan ada beberapa yang lain. Selebihnya adalah Jataka Sarvastivada yaitu Divyavadana, Jataka Mahasanghika yaitu Mahavastu, Avadanakalpalata dari Mulasarvastivada. Semuanya dianggap valid oleh Mahayana dan diterima.QuoteSetuju bahwa tdk dpt digeneralisir. Tapi, spt pendapat AcekGantengGanjen Ryu, menurut saya membunuh bukan satu-satunya cara. Bisa saja perampok tsb ditangkap bukan? Trus diikat.. Mungkin awalnya jika perlu, Bodhisattva memberitahu pd 500 orang lalu bersama2 mereka gebuk rame-rame dulu hingga perampok kelenger baru diiket? :D
Kalau perampoknya pinter kungfu dan kuat, terus gila kaya pembunuh di 'Texas Chainsaw', 'Black Christmas' atau 'Wrong Turn' gt gimana? kayanya meskipun digebukin sampai klenger pun, kegilaan membunuhnya tidak akan berakhir, bahkan mungkin malah menjadi-jadi. Bahkan mungkin sangking pinternya, pas digebukin ia berhasil melarikan diri, berenang sampai di pantai dan akhirnya mencelakai kapal tetangga. Who knows?..hehe...QuoteSaya selalu salut pd Bro Gandalf yg meski masih muda tetapi cukup dewasa dan berlapang hati dalam berdiskusi. Semoga mendapat respon yg sama dr teman diskusinya. Namaste
Semoga demikianlah selalu adanya.. Sadhu3x... _/\_ _/\_Quote[at] Bro Gandalf:
Bodhisattva bhumi ke-7 seharusnya identik dengan arhat kan sbgmn ada dlm pernyataan ini bahwa seorang arhat telah terbebas dr dualisme lahir, berbeda dg anagamin?
"...Kelahiran Anagamin masih terikat dengan dualisme lahir, sedangkan kelahiran seorang Bodhisattva Bhumi ketujuh itu, sudah lepas dari apa yang namanya dualisme kemenjadian saja..."
Tetapi dicompare dg bagian ini koq terasa kontra-produktif ya? Atau saya kurang mengerti?
Sebgmn tertuang dlm pernyataan pencapaian arhat "Kelahiranku telah diakhiri. Kehidupan suci telah ditegakkan. Apa yang dikerjakan telah dikerjakan. Tiada lagi kelahiran." Demikian menurut Bro Gandalf adl deskripsi pencapaian Bodhisattva bhumi ke-6 dalam kalimat ini:
"...Bahkan dalam Dasabhumika Sutra, kutipan Agama Sanskrit di atas mendeksripsikan pencapaian Bodhisattva bhumi keenam.."
Jadi, manakah yg benar? Seorang arhat itu adl Bodhisattva Bhumi ke-7 atau ke-6?
Anumodana jawabannya. Namaste
Dua-duanya benar, tapi dalam Mahayana ada dikenal dua atau tiga tipe pembagian bhumi Bodhisattva. Semuanya tidak bertentangan satu sama lain, hanya saja pembagian tersebut didasarkan atas kriteria-kriteria yang berbeda.
Dalam pembagian Bhumi Bodhisattva menurut Dasabhumika Sutra, Arhat dikatakan sederajat dengan Bodhisattva tingkat 6. Dalam tipe pembagian yang lain, Arhat adalah Bodhisattva tingkat 7. Perbedaan tingkat ini bukan pertentangan, tetapi dikarenakan kriteria memasukkan pencapaian Bodhisattva ke dalam tingkat tertentu berbeda antara kedua tipe. Jadi pencapaian bhumi keenam dimasukkan ke dalam bhumi ketujuh pada tipe tingkatan yang lain. Jadi seseorang harus tahu terlebih dahulu konteksnya.
Ok. Saya masih utang 'Dasabhumika Sutra" yah... ;) ;)
_/\_
The Siddha Wanderer
Mas chingik, hewan saling memangsa itu karma buruk, bagaimana dengan vegetarian? bukankah seharusnya Bodhisatwa selalu vegetarian? Sebagai harimau atau singa apakah Bodhisatwa vegetarian atau tidak?
yang saya tanyakan adalah mana ABHINNA-nya....org yg sudah menguasai abhinna tertinggi mencapai pencerahan sempurna, dalam RAPB Dewa mara di Vasavatti saja di taklukkan,, bayangkan jumlah nya yang mencapai 10 ribu alam semesta bersama pengikutnya di taklukkan oleh BUDDHA...(telah mencapai pencerahan sempurna)pertanyaan saya dari thread dulu saya donkkk
jataka pangeran mahasatva yang "membunuh" seorang Pembunuh dalam kapal yang hendak membunuh 500 orang..
kemanakah Abhinna-nya apabila telah mencapai pencerahan sempurna?
macet atau gimana?
kan katanya...QuoteAvatamsaka Sutra mengatakan, "[Bodhisatva mampu] bermanifestasi tak terhingga aktifitas kemuliaan dan memasuki ke semua alam kehidupan para makhluk hidup, mengetahui tindakan2 semua makhluk hidup, ini disebut Kemurnian Upaya Kausalya Paramita"
kalau di lihat dari sisi hidup seorang Buddha, sejak kapan Buddha mengambil jalan MEMBUNUH, demi menyelamatkan makhluk hidup...
apa mau di tutup dengan penjelasan singkat "upaya kausalya"
dan lagi yg belum ada jawaban sampai sekarang ini.
"buat apa buddha berakting lupa cara pencapaiannya?, menahan lapar hingga luar biasa sampai hampir mati"...jujur menurut gw itu kebodohan luar biasa.
apakah ini upaya kausalya lagi?
Mengenai bodhisatva membunuh perampok di atas kapal , tentu harus diteliti kronologinya.
Apapun pertimbangan bodhisatva, semua dilandasi oleh rasa welas asih kepada semua makhluk termasuk kepada orang jahat sekali pun. Inilah inti yg ingin dikemukakan dalam Sutra ini. Lalu bagaimana bodhisatva mengembangkan welas asih nya saat berhadapan dengan situasi ini? Pada saat itu, 500 pedagang yg menjadi sasaran pembuhunan oleh perampok itu adalah orang2 yg telah mengembangkan Cita2 Menjadi Buddha yang batinnya telah teguh tidak mengalami kemerosotan lagi. Bodhisatva pada saat itu mengetahui potensi 500 orang ini. Kemudian beliau menyelidiki lagi, apa yang terjadi bila perampok ini membunuh ke500 orang itu, setelah diselidiki ternyata bila perampok itu membunuh 1 saja akan terjatuh ke alam neraka , apalagi membunuh 500 orang itu ternyata perampok itu akan mengalami kelahiran di alam neraka avici yg tak terhingga deritanya. Kemudian Bodhisatva menyelidiki lagi bahwa apabila perampok itu benar melakukan tindakan membunuh 500 orang itu, justru dia yang akan terbunuh dan akibatnya 500 orang itu akan terlahir di alam neraka karena telah membunuh perampok itu, dengan kata lain kedua belah pihak akan terjatuh ke neraka.
Bodhisatva mengetahui tidak ada jalan lain, maka atas dasar belas kasih pada kedua belah pihak tidak mungkin seorang bodhisatva berpangku tangan. Karena bodhisatva tahu sudah tidak ada cara lain, maka atas dasar welas asih kepada semuanya, satu2nya jalan adalah membunuh perampok itu. Dan setelah membuat pilihan ini, perampok dan 500 pedagang itu sama2 terbebas dari resiko terlahir di alam neraka.
Di sini dapat dipetik kesimpulan:
1. Bodhisatva utk apa ingin melibatkan diri, jika bukan atas dasar welas asih?
2. Kalo orang awam mungkin akan pura2 ga tahu, masa bodoh. Atau bila mau melibatkan diri, mungkin dia akan melapor dulu kepada 500 pedagang, bukankah akan membuat 500 pedagang itu balik membunuh yg akibatnya semuanya akan terlahir di neraka?
3. Hanya orang yg mengetahui buah karma yg terjadi di masa yg akan datang baru dapat mengambil keputusan jalan mana yg dipilih. Oleh karena itu, kasus ini tidak bisa digerenalisasi bahwa berarti setiap orang bisa melakukannya.
Mengapa ini disebut Upaya Kausalya? Inilah salah satu dari Parami seorang bodhisatva. Mengapa tidak menggunakan Dana Parami? Kalo bisa, ya sudah pasti dilakukan. Ada hal2 tertentu yg tidak bisa langsung menggunakan dana parami, misalnya mengorbankan diri kepada perampok, hasilnya justru membuatnya terjatuh ke neraka, dan lain sebagainya. Karena Bodhisatva tidak pernah berhenti mencari cara2 yg sesuai, maka salah satu jalan itu adalah Upaya kausalya. Dan karena akibat dari tindakan itu justru membuat mereka terbebaskan dari derita, maka ini bukan tindakan yang melanggar sila. TEtapi harus diingat bahwa bila kita tidak memiliki abhinna utk mengetahui akibat2 yg terjadi di masa yg akan datang, maka kita tidak pantas menggeneralisi bhw tindakan ini bisa dilakukan oleh siapa saja.
dan lagi yg belum ada jawaban sampai sekarang ini.
"buat apa buddha berakting lupa cara pencapaiannya?, menahan lapar hingga luar biasa sampai hampir mati"...jujur menurut gw itu kebodohan luar biasa.
Dengan demikian, kesimpulan menurut yg saya lihat, perbedaan dari tindakan membunuh yg dilakukan Bodhisatta dalam Jataka Theravada dng Bodhisattva dalam Jataka Mahayana adalah:dan tambahan lagi,menurut mahayana
Bodhisatta yg melakukan pembunuhan melakukan perbuatan buruk (akusala kamma) dan akibatnya akan menuai akusala kamma vipaka. Ini sebabnya Bodhisatta masih dapat terlahir di alam rendah sbg hewan. Sementara Bodhisattva yg melakukan pembunuhan bukanlah perbuatan buruk sehingga tidak ada akusala karma vipaka. Dan kelahiran di alam rendah hanya salah 1 upaya kausalya Bodhisattva. Cmiiw.
masalahnya di sutra dikatakan Boddhisatva itu sudah mencapai pencerahan sempurna dalam kurung tak terhitung lama-nya....memiliki pencerahan dan statusnya adalah guru dari savaka buddha dan paccekabuddha.QuoteMas chingik, hewan saling memangsa itu karma buruk, bagaimana dengan vegetarian? bukankah seharusnya Bodhisatwa selalu vegetarian? Sebagai harimau atau singa apakah Bodhisatwa vegetarian atau tidak?
Katanya pernah jadi singa, dan makan hanya makanan sisa dari hewan carnivora pemburu lain. Tapi setelah disearch belum ada referensi yang menunjukan bodhisatta sebagai singa makan bangkai. Yg ada adalah ikut memburu. Sehingga kesimpulan bodhisatta sebagai singa tidak membunuh sepertinya hanya pembenaran berdasarkan asumsi belaka, karena tidak ada referensi mendukung.
Bagi saya wajar2 sajalah kalau bodhisatta jadi singa masih memburu(namanya juga sifat naluri alami binatang). Atau disatu kesempatan ada perampok lalu kepepet membunuh, sekalipun cara itu tidak benar tetapi itu bisa menjadi tindakan yg bijaksana.
[at] all
Contoh dalam sutta, dimana ada seorang pelacur menolong seorang pria dan menikahinya. Tetapi pria ini berniat jahat untuk menguasai harta benda si wanita pelacur ini. Dan kemudian Pria ini mengajak sang wanita ke tepi jurang dengan suatu alasan(lupa) . Dan kemudian si pria itu meminta perhiasan wanita itu dan ingin membunuhnya. Lalu wanita itu ingin memberikan semuanya asal tidak ingin dibunuh tetapi si pria tetap bersikeras utk membunuhnya juga. Sehingga si wanita memberikan syarat sebelum perhiasannya diambil dan dibunuh, ia meminta agar mengelilingi pria itu sebagai penghormatan kepada pria itu yg sebagai suaminya. Tepat ketika dibelakang pria itu si wanita langsung mendorong si pria itu ke jurang.
Dari kisah ini sang Buddha memuji kebijaksanaan wanita itu, walaupun ada kamma yg harus diterima. Tetapi itu ada kemendesakan.
Kembali cerita boddhisatta membunuh perampok, kita tak tahu persis kejadiannya. Saya rasa wajar2 saja. Contoh saja, apakah seorang Hitler harus dibiarkan begitu saja ketika menginvasi negara2 tetangganya? saya rasa kalo ada bodhisatta yg ilmu gaibnya masih cetek juga pasti ikut perang ^-^
Kalau saya menjalankan tekad menjadi boddhisatta sebisa mungkin perundingan tapi kalau kepepet harus membunuh Hitler, saya akan bunuh dia, kecuai gue sakti bisa nyantet dia menghindari korban lebih banyak :)). Tapi kalau tujuan sekarang saya jadi arahat, jawabanya emang gua pikirin si Hitler, mending masuk hutan dan bertapa. Tapi jangan dibilang arahat egois, itu sudah pilihan, kalau bukan saya yg bunuh masih ada yg lain. beda dengan bodhisatta ada pertimbangan pendapatan parami. Jadi melihat permasalahan ini harus sesuai pilihan yg dipilih, nilai kewajaran yg alami dari sifat hukum semesta, dan proposionalitas. Bukan asumsi2 mati dan tidak jelas.
Kita beragama wajar2 sajalah. Bodhisatta pasti ada pertimbangan, kalau membunuh satu dan menyelamatkan 500 orang. Anggap saja 1 karma buruk sebagai hutang dengan keselamatan 500 orang sebagai piutang 1 :500 masih untungkan dalam pengumpulan parami ^-^. Kecuali memang niatnya ngak mau ikut campur.
Masalahnya tidak dalam semua kelahiran bodhisatta memiliki ilmu gaib/kesaktian.
Kalau membunuh tidak boleh dan menjadi harga mati, maka bagaimana saat bodhisatta minum, kan ada juga tuh bakteri2nya termasuk arahat yg masih hidup kan juga masih makan. Bukankah itu juga termasuk membunuh?
IMO be wise sajalah menyikapi definisi membunuh...
_/\_
QuoteMas chingik, hewan saling memangsa itu karma buruk, bagaimana dengan vegetarian? bukankah seharusnya Bodhisatwa selalu vegetarian? Sebagai harimau atau singa apakah Bodhisatwa vegetarian atau tidak?
Katanya pernah jadi singa, dan makan hanya makanan sisa dari hewan carnivora pemburu lain. Tapi setelah disearch belum ada referensi yang menunjukan bodhisatta sebagai singa makan bangkai. Yg ada adalah ikut memburu. Sehingga kesimpulan bodhisatta sebagai singa tidak membunuh sepertinya hanya pembenaran berdasarkan asumsi belaka, karena tidak ada referensi mendukung.
Bagi saya wajar2 sajalah kalau bodhisatta jadi singa masih memburu(namanya juga sifat naluri alami binatang). Atau disatu kesempatan ada perampok lalu kepepet membunuh, sekalipun cara itu tidak benar tetapi itu bisa menjadi tindakan yg bijaksana.
Untuk menghindari kekisruhan, harus ditulis bahwa Arhat yang dimaksud disini adalah Arhat versi Mahayana, bukan Arahat versi Theravada.
Pada versi Theravada, Arahat tingkat kesuciannya sama dengan Sammasambuddha maupun Paccekabuddha, tetapi pada Mahayana Arhat sama dengan Bodhisatwa tingkat ke 6-7.
Pada versi Mahayana Bodhisatwa (tingkat 8-10) adalah mahluk suci yang lebih tinggi daripada Arahat, tetapi pada versi Theravada Bodhisatva masih putthujana, belum suci.
jadi sebaiknya jangan dicampur adukkan.
Mr. Bond, anda nakal sekali membuat saya terpaksa membaca 5 kitab Jataka tebal2 terbitan ITC.
Komentar saya sebelumnya adalah karena saya teringat pada Jataka 397 (MANOJA-JATAKA), dimana Bodhisatta yg terlahir sebagai seekor singa memilik anak bernama Manoja yg setiap hari melakukan perburuan dan membawakan dagingnya untuk orang tua dan adiknya.
namun, setelah melakukan speed reading lebih lanjut, saya menemukan:
Jataka 157 (GUNA-JATAKA), Sang Bodhisatta yg saat itu terlahir sebagai seekor singa terperosok dan tenggelam dalam lumpur ketika sedang berburu rusa. seekor serigala datang dan menyelamatkannya, dan untuk membalas budi kepada serigala, Bodhisatta singa membunuh seekor kerbau dan memberikannya kepada serigala ...
Jataka 143 (VIROCANA-JATAKA), Bodhisatta adalah seekor singa jantan yang menetap di Gua Emas di Himalaya. Suatu hari ia meloncat turun dari sarangnya, melihat ke utara, selatan, barat dan timur, dan mengaum dengan keras. kemudian ia membunuh seekor kerbau besar, melahap bagian yg terbaik dari bangkai itu ....
Ah masa sih?? Di daftar isinya kan ada ringkasan ceritanya :)) :))
dan tambahan lagi,menurut mahayana
apapun yg dilakukan boddhisatva...baik / buruk, hina / terpandang... semua itu upaya kausalya...
masalahnya di sutra dikatakan Boddhisatva itu sudah mencapai pencerahan sempurna dalam kurung tak terhitung lama-nya....memiliki pencerahan dan statusnya adalah guru dari savaka buddha dan paccekabuddha.
yang saya tanyakan adalah mana ABHINNA-nya....org yg sudah menguasai abhinna tertinggi mencapai pencerahan sempurna, dalam RAPB Dewa mara di Vasavatti saja di taklukkan,, bayangkan jumlah nya yang mencapai 10 ribu alam semesta bersama pengikutnya di taklukkan oleh BUDDHA...(telah mencapai pencerahan sempurna)pertanyaan saya dari thread dulu saya donkkk
jataka pangeran mahasatva yang "membunuh" seorang Pembunuh dalam kapal yang hendak membunuh 500 orang..
kemanakah Abhinna-nya apabila telah mencapai pencerahan sempurna?
macet atau gimana?
kan katanya...QuoteAvatamsaka Sutra mengatakan, "[Bodhisatva mampu] bermanifestasi tak terhingga aktifitas kemuliaan dan memasuki ke semua alam kehidupan para makhluk hidup, mengetahui tindakan2 semua makhluk hidup, ini disebut Kemurnian Upaya Kausalya Paramita"
kalau di lihat dari sisi hidup seorang Buddha, sejak kapan Buddha mengambil jalan MEMBUNUH, demi menyelamatkan makhluk hidup...
apa mau di tutup dengan penjelasan singkat "upaya kausalya"
dan lagi yg belum ada jawaban sampai sekarang ini.
"buat apa buddha berakting lupa cara pencapaiannya?, menahan lapar hingga luar biasa sampai hampir mati"...jujur menurut gw itu kebodohan luar biasa.
apakah ini upaya kausalya lagi?
Mengenai bodhisatva membunuh perampok di atas kapal , tentu harus diteliti kronologinya.
Apapun pertimbangan bodhisatva, semua dilandasi oleh rasa welas asih kepada semua makhluk termasuk kepada orang jahat sekali pun. Inilah inti yg ingin dikemukakan dalam Sutra ini. Lalu bagaimana bodhisatva mengembangkan welas asih nya saat berhadapan dengan situasi ini? Pada saat itu, 500 pedagang yg menjadi sasaran pembuhunan oleh perampok itu adalah orang2 yg telah mengembangkan Cita2 Menjadi Buddha yang batinnya telah teguh tidak mengalami kemerosotan lagi. Bodhisatva pada saat itu mengetahui potensi 500 orang ini. Kemudian beliau menyelidiki lagi, apa yang terjadi bila perampok ini membunuh ke500 orang itu, setelah diselidiki ternyata bila perampok itu membunuh 1 saja akan terjatuh ke alam neraka , apalagi membunuh 500 orang itu ternyata perampok itu akan mengalami kelahiran di alam neraka avici yg tak terhingga deritanya. Kemudian Bodhisatva menyelidiki lagi bahwa apabila perampok itu benar melakukan tindakan membunuh 500 orang itu, justru dia yang akan terbunuh dan akibatnya 500 orang itu akan terlahir di alam neraka karena telah membunuh perampok itu, dengan kata lain kedua belah pihak akan terjatuh ke neraka.
Bodhisatva mengetahui tidak ada jalan lain, maka atas dasar belas kasih pada kedua belah pihak tidak mungkin seorang bodhisatva berpangku tangan. Karena bodhisatva tahu sudah tidak ada cara lain, maka atas dasar welas asih kepada semuanya, satu2nya jalan adalah membunuh perampok itu. Dan setelah membuat pilihan ini, perampok dan 500 pedagang itu sama2 terbebas dari resiko terlahir di alam neraka.
Di sini dapat dipetik kesimpulan:
1. Bodhisatva utk apa ingin melibatkan diri, jika bukan atas dasar welas asih?
2. Kalo orang awam mungkin akan pura2 ga tahu, masa bodoh. Atau bila mau melibatkan diri, mungkin dia akan melapor dulu kepada 500 pedagang, bukankah akan membuat 500 pedagang itu balik membunuh yg akibatnya semuanya akan terlahir di neraka?
3. Hanya orang yg mengetahui buah karma yg terjadi di masa yg akan datang baru dapat mengambil keputusan jalan mana yg dipilih. Oleh karena itu, kasus ini tidak bisa digerenalisasi bahwa berarti setiap orang bisa melakukannya.
Mengapa ini disebut Upaya Kausalya? Inilah salah satu dari Parami seorang bodhisatva. Mengapa tidak menggunakan Dana Parami? Kalo bisa, ya sudah pasti dilakukan. Ada hal2 tertentu yg tidak bisa langsung menggunakan dana parami, misalnya mengorbankan diri kepada perampok, hasilnya justru membuatnya terjatuh ke neraka, dan lain sebagainya. Karena Bodhisatva tidak pernah berhenti mencari cara2 yg sesuai, maka salah satu jalan itu adalah Upaya kausalya. Dan karena akibat dari tindakan itu justru membuat mereka terbebaskan dari derita, maka ini bukan tindakan yang melanggar sila. TEtapi harus diingat bahwa bila kita tidak memiliki abhinna utk mengetahui akibat2 yg terjadi di masa yg akan datang, maka kita tidak pantas menggeneralisi bhw tindakan ini bisa dilakukan oleh siapa saja.
jumlah dewa hingga 10 ribu alam semesta vs 1...
ini cuma seorang perampok?
mana kesaktian-nya? 1 doank saja...pakai opsi membunuh,bahkan melibatkan diri hingga menimbulkan akusala-vipaka..
sungguh kelihatan aneh.
ini ibarat 1 pendekar ternama Wong Fei Hung, mampu mengatasi 1000 orang prajurit dengan sekali tendangan tanpa bayangan..^^
tapi...lawan 1 orang rakyat jelita pencuri mangga saja....mesti pakai 1000 jurus untuk menang...blom lagi apabila ditambahkan lagi WFH bertarung dengan sengit melawan pencuri mangga...
jelas saja aneh 100%
atas dasar welas asih?...mengapa tidak menggunakan ikat tali saja dengan kesaktian..
tolong sekalian di jawabn yang iniQuotedan lagi yg belum ada jawaban sampai sekarang ini.
"buat apa buddha berakting lupa cara pencapaiannya?, menahan lapar hingga luar biasa sampai hampir mati"...jujur menurut gw itu kebodohan luar biasa.
yang saya tanyakan adalah mana ABHINNA-nya....org yg sudah menguasai abhinna tertinggi mencapai pencerahan sempurna, dalam RAPB Dewa mara di Vasavatti saja di taklukkan,, bayangkan jumlah nya yang mencapai 10 ribu alam semesta bersama pengikutnya di taklukkan oleh BUDDHA...(telah mencapai pencerahan sempurna)
jumlah dewa hingga 10 ribu alam semesta vs 1...
daftar isi hanya untuk search keyword "singa", detailnya tetap harus baca full.
makanya kalo bikin buku sebaiknya sertakan halaman index untuk memudahkan mencari. seperti buku2 terbitan DC press gitu loh
Boleh tau lebih lanjut soal 2 jenis noda batin lainnya yg belum dikikis Arhat dan Pratyeka-Buddha?Maaf, saya koreksi dikit, maksudnya ada 2 jenis noda batin/rintangan batin yang mana Arahat/Pratyeka-Buddha belum mengikis salah satunya.
Soal privilege seorang Bodhisattva, oleh Bro Chingik dikatakan "Yang menentukan smua ini tidak lain adalah kekuatan karmanya." Kira2 apa ya mksdnya? Bisa diperjelas? Secara saya takut salah berasumsi.Dalam theravada, bodhisatta terlahir di alam rendah karena impuls karmanya.
Berarti Jataka Theravada berbeda dengan Jataka Mahayana ya? Di mana Jataka Mahayana mencakup Jataka Theravada dan ada Jataka di luar yg tdk diketemukan dalam Jataka Theravada? Jika Jataka Theravada = T. Maka Jataka Mahayana ibarat M = T+a
Dengan demikian, inkonsistensi dalam Jataka Theravada mungkin sekali dapat dikatakan sbg inkonsistensi dalam Jataka Mahayana juga? (secara Jataka Mahayana juga mencakup Jataka Theravada)
Setuju bahwa tdk dpt digeneralisir. Tapi, spt pendapat Acek Ganteng Ganjen Ryu, menurut saya membunuh bukan satu-satunya cara. Bisa saja perampok tsb ditangkap bukan? Trus diikat.. Mungkin awalnya jika perlu, Bodhisattva memberitahu pd 500 orang lalu bersama2 mereka gebuk rame-rame dulu hingga perampok kelenger baru diiket?Saya rasa bro Bond-bond (hehe..) sudah memberi penjelasan yg cukup bagus.
"Memang di Sutra ini ada menyebutkan bodhisatva sudah tidak memiliki opsi lain."Mahavaipulya Upaya Kausalya Sutra (Taiso 0346)
Di Sutra? Atau mksd Bro Chingik adl Jataka? Di bagian mana ya dikatakan demikian? Kalo bisa tolong kutipkan cerita selengkapnya, saya tidak memiliki sourcenya.
"Memang kata membunuh adalah harga mati yg harus dihindari bagi seorang Theravadin."Dalam Theravada bodhisatta masih membunuh tetapi dianggap pastilah karma buruk. Karena tidak bisa ditawar lagi, apapun kejadiannya dan bagaimanapun hasilnya, bunuh =karma buruk. Saya katakan tidak konsisten karena membandingkannya dengan Abhinihara ,welas asih dan Parami bodhisatta yg katanya tidak akan terbelokkan dan akan terus maju, tetapi kok malah mundur dgn berbuat karma buruk.
Di sini yg jadi pertanyaan, bukankah dalam Theravada malah bodhisatta masih dapat membunuh sehingga jelas membunuh bukan harga mati, dan pembunuhan yg dilakukan bodhisatta dalam Jataka Theravada oleh Bro Chingik dikatakan salah 1 bentuk inkonsistensi dalam Jataka Theravada?
Dalam Theravada bodhisatta masih membunuh tetapi dianggap pastilah karma buruk. Karena tidak bisa ditawar lagi, apapun kejadiannya dan bagaimanapun hasilnya, bunuh =karma buruk. Saya katakan tidak konsisten karena membandingkannya dengan Abhinihara ,welas asih dan Parami bodhisatta yg katanya tidak akan terbelokkan dan akan terus maju, tetapi kok malah mundur dgn berbuat karma buruk.
Tetapi saya memiliki satu penafsiran baru, bahwa JATAKA Theravada bisa saja mencampurkan kisah kelahiran bodhisatta dan sebelum menjadi bodhisatta (sebelum mendapat ramalan Buddha Dipankara) . Jadi kisah tentang bodhisatta yg membunuh (sebagai seekor singa) bisa saja adalah sosok yg belum diramal oleh Buddha Dipankara, dengan kata lain belum menjadi bodhisatta.
karena bhodhisatta kebanyakan tidak mengingat kehidupan sebelumnyaMengenai penyiksaan diri dan menikah , Buddha telah menjelaskan dalam Mahavaipulya Upaya Kausalya Sutra bahwa semua itu bukan kenyataan, melainkan hasil dari ilusionisis yg dilakukannya, karena Buddha sejak menjadi bodhisatva agung telah terbebas dari kemelekatan.
masih dalam tahap menyempurnakan parami, perlahan 2..tp pasti, walau naik turun
btw, pertapaan dgn menyiksa diri..adalah bentuk parami atau bukan? menikah?
dan kenapa hal ini tetap terjadi bahkan di kehidupan terakhirnya sebagai Buddha, karena tekadnya yg kuat, tp tidak di dukung dgn ingatannya akan kehidupan lalu
err..sutta apa tuh? mahayana yah?ya itu Sutra mahayana. bukan sutta pali.
btw.. klo menurut tradisi Mahayana, Guan Yu adalah Bhodhisatta... tp masih melakukan pembunuhan
apakah itu termasuk cuma ilusi?
QuoteMas chingik, hewan saling memangsa itu karma buruk, bagaimana dengan vegetarian? bukankah seharusnya Bodhisatwa selalu vegetarian? Sebagai harimau atau singa apakah Bodhisatwa vegetarian atau tidak?
Katanya pernah jadi singa, dan makan hanya makanan sisa dari hewan carnivora pemburu lain. Tapi setelah disearch belum ada referensi yang menunjukan bodhisatta sebagai singa makan bangkai. Yg ada adalah ikut memburu. Sehingga kesimpulan bodhisatta sebagai singa tidak membunuh sepertinya hanya pembenaran berdasarkan asumsi belaka, karena tidak ada referensi mendukung.
Bagi saya wajar2 sajalah kalau bodhisatta jadi singa masih memburu(namanya juga sifat naluri alami binatang). Atau disatu kesempatan ada perampok lalu kepepet membunuh, sekalipun cara itu tidak benar tetapi itu bisa menjadi tindakan yg bijaksana.
Mr. Bond, anda nakal sekali membuat saya terpaksa membaca 5 kitab Jataka tebal2 terbitan ITC. Komentar saya sebelumnya adalah karena saya teringat pada Jataka 397 (MANOJA-JATAKA), dimana Bodhisatta yg terlahir sebagai seekor singa memilik anak bernama Manoja yg setiap hari melakukan perburuan dan membawakan dagingnya untuk orang tua dan adiknya.
namun, setelah melakukan speed reading lebih lanjut, saya menemukan:
Jataka 157 (GUNA-JATAKA), Sang Bodhisatta yg saat itu terlahir sebagai seekor singa terperosok dan tenggelam dalam lumpur ketika sedang berburu rusa. seekor serigala datang dan menyelamatkannya, dan untuk membalas budi kepada serigala, Bodhisatta singa membunuh seekor kerbau dan memberikannya kepada serigala ...
Jataka 143 (VIROCANA-JATAKA), Bodhisatta adalah seekor singa jantan yang menetap di Gua Emas di Himalaya. Suatu hari ia meloncat turun dari sarangnya, melihat ke utara, selatan, barat dan timur, dan mengaum dengan keras. kemudian ia membunuh seekor kerbau besar, melahap bagian yg terbaik dari bangkai itu ....
------------------
ini sekaligus mengoreksi postingan saya sebelumnya.
_/\_
baca cerita sam kok dunk....:)) :))
by marcedes
masalahnya di sutra dikatakan Boddhisatva itu sudah mencapai pencerahan sempurna dalam kurung tak terhitung lama-nya....memiliki pencerahan dan statusnya adalah guru dari savaka buddha dan paccekabuddha.
err..sutta apa tuh? mahayana yah?
btw.. klo menurut tradisi Mahayana, Guan Yu adalah Bhodhisatta... tp masih melakukan pembunuhan
apakah itu termasuk cuma ilusi?
Pada sisi lain, walaupun seseorang byk membunuh, tapi bila tersadarkan bisa juga melatih jalan bodhisatva atau jalan kesucian lainnya. Seperti Angulimala. misalnyayah.. itu dia, sayangnya jataka Boddhisatta, tidak lengkap selengkap2nya,tp biasanya setelah melakukan suatu kesalahan, biasanya boddhisatta menjadi tersadarkan, dan mulai pergi melatih jalannya
Quoteby marcedes
masalahnya di sutra dikatakan Boddhisatva itu sudah mencapai pencerahan sempurna dalam kurung tak terhitung lama-nya....memiliki pencerahan dan statusnya adalah guru dari savaka buddha dan paccekabuddha.
Untuk memperjelas pertanyaan marcedes, mungkin pihak mahayana bisa menjelaskan mengenai bodhisatva yang membunuh perampok adalah pada tingkatan bodhisatva ke berapa?
Kalau tidak salah, menurut mahayana pada tingkatan bodhisatva tertentu masih ada LDM dan pada tingkatan tertentu pula telah bersih CMIIW.
Nah kalau setiap cerita mahayana yg kontroversi bisa dijelaskan bodhisatva itu berada pada tingkatan mana, maka ini akan menjadi jelas. Tetapi jika tidak disebutkan maka kita semua disini hanya berspekulasi tanpa henti. _/\_
ic ternyata setelah meninggalQuotePada sisi lain, walaupun seseorang byk membunuh, tapi bila tersadarkan bisa juga melatih jalan bodhisatva atau jalan kesucian lainnya. Seperti Angulimala. misalnyayah.. itu dia, sayangnya jataka Boddhisatta, tidak lengkap selengkap2nya,tp biasanya setelah melakukan suatu kesalahan, biasanya boddhisatta menjadi tersadarkan, dan mulai pergi melatih jalannya
waduh, perumpamaan dari mana itu? yg benarkan "kita semua punya potensi untuk mencapai kebuddhaan"Quotedan tambahan lagi,menurut mahayana
apapun yg dilakukan boddhisatva...baik / buruk, hina / terpandang... semua itu upaya kausalya...
Belum tentu.
Yang bisa melakukan upaya kauslaya adalah Bodhisattva yang pencerahannya lebih tinggi daripada seorang Arhat.
Kalau masih Bhumi 1 -6, amit-amit deh mau upaya kausalya. Kalau masih Bhumi 1 - 6 alias masih rendah dari Arhat, maka segala tindakan akusala Sang Bodhisattva ya tetep akusala.Quotemasalahnya di sutra dikatakan Boddhisatva itu sudah mencapai pencerahan sempurna dalam kurung tak terhitung lama-nya....memiliki pencerahan dan statusnya adalah guru dari savaka buddha dan paccekabuddha.
Sudah dijelaskan bahwa sudah tercerahkan sejak masa lalu, itu hanya perumpamaan bagi Dharmakaya saja, jadi ya tidak secara harafiah diartikan sudah tercerahkan sejak masa lampau.
Seperti kita2 ini makhluk samsara, ada perumpamaan mengatakan bahwa "kita dulu sebenarnya adalah Buddha", nah ini apa diharafiahkan bahwa dulu kita sudah jadi Samyaksambuddha? Ya tentu bukan kan? Maksud dari perumpamaan itu adalah kita seharusnya kembali ke "asal" yaitu Dharmakaya. Dikatakan karena pikiran menciptakan semua fenomena, maka pikiran yang tersubtil dan tercerahkan itu, dianggap / diumpamakan sebagai sebuah "asal". Nah pikiran yang tercerahkan sempurna itu identik dengan "mencapai Dharmakaya".
Masa jalurnya Samyaksambuddha - Bodhisattva - Samyaksambuddha. Ini lucu bin aneh.
Yang bener adalah Sravakabuddha - Bodhisattva - Samyaksambuddha. Ini baru bener.
Maka kalau dikatakan "Bodhisattva kembali dari Nirvana" itu ya bukan dari Nirvana Samyasambuddha (Apratishtita Nirvana), tetapi "kembali" dari Nirvana Sravaka Arhat (Anupadisesa Nirvana).
_/\_
The Siddha Wanderer
Dikatakan karena pikiran menciptakan semua fenomena, maka pikiran yang tersubtil dan tercerahkan itu, dianggap / diumpamakan sebagai sebuah "asal". Nah pikiran yang tercerahkan sempurna itu identik dengan "mencapai Dharmakaya".bisa tunjukkan ref sutra? atau ini ngasal opini pribadi...?
kemudian dapat lebih meyakini kpd para pertapa ekstrim bahwa Sang Buddha pun bukan orang yg mencapai pencerahan tanpa usaha, bahkan melebihi para pertapa itu.loh bukannya karena kamma buruk yg diterima karena menghina buddha Kassapa?...
Buddha pun tak bisa menghalangi suku Kosala menghabisi dan membunuhi para suku Sakya, padahal untuk mencegahnya sudah dinasehati beberapa kali oleh seorang Samyaksambuddha!sudah dibilang dalam Theravada, Buddha bukan orang yg bernafsu menghalangi pembantaian ataupun tidak menghalangi pembantaian...alias membiarkan apa adanya, jika terjadi maka terjadi..jika tidak terjadi maka tidak terjadi...
Kenapa Buddha tidak memakai Abhinna (Abhijna) untuk menghalanginya???
[at] Chingik,
menurut RAPB, bagaimana menurut anda sehubungan dengan kisah Bodhisatta Jotipala yg menghina Buddha Kassapa, dan sebagai akibatnya, Bodhisatta Sidhartha harus menjalani 6 tahun sengsara.
QuoteDalam Sutra Mahayana , Buddha menjelaskan bahwa pd saat itu ia bukan menghina. Tetapi memliki maksud ingin mengarahkan 5 teman brahmana agar membangkitkan bodhicitta. Karena bukan menghina, maka tentu bukan karma buruk.
kemudian dapat lebih meyakini kpd para pertapa ekstrim bahwa Sang Buddha pun bukan orang yg mencapai pencerahan tanpa usaha, bahkan melebihi para pertapa itu.
loh bukannya karena kamma buruk yg diterima karena menghina buddha Kassapa?...
benar mana?
bisa tunjukkan ref sutra? atau ini ngasal opini pribadi...?Bodhisatva= Buddha, apakah bro benar2 berpikir demikian? Jika benar, berarti ada kesalah pahaman.
dan lagi...dalam mahayana kaya gotama salah satunya boddhisatva avalokistsvara bukan?...
jadi boddhisatva = buddha,blom lagi ada Amitabha nya....
ini mirip Trinitas saja dalam nasrani.
entah trinitas yg mencopy konsep mahayana, atau mahayana yg mencopy trinitas.
[at] bro MarcedesQuoteQuoteDalam Sutra Mahayana , Buddha menjelaskan bahwa pd saat itu ia bukan menghina. Tetapi memliki maksud ingin mengarahkan 5 teman brahmana agar membangkitkan bodhicitta. Karena bukan menghina, maka tentu bukan karma buruk.
kemudian dapat lebih meyakini kpd para pertapa ekstrim bahwa Sang Buddha pun bukan orang yg mencapai pencerahan tanpa usaha, bahkan melebihi para pertapa itu.
loh bukannya karena kamma buruk yg diterima karena menghina buddha Kassapa?...
benar mana?
waduh, perumpamaan dari mana itu? yg benarkan "kita semua punya potensi untuk mencapai kebuddhaan"
bisa tunjukkan ref sutra? atau ini ngasal opini pribadi...?
dan lagi...dalam mahayana kaya gotama salah satunya boddhisatva avalokistsvara bukan?...
jadi boddhisatva = buddha,blom lagi ada Amitabha nya....
ini mirip Trinitas saja dalam nasrani.
entah trinitas yg mencopy konsep mahayana, atau mahayana yg mencopy trinitas.
sudah dibilang dalam Theravada, Buddha bukan orang yg bernafsu menghalangi pembantaian ataupun tidak menghalangi pembantaian...alias membiarkan apa adanya, jika terjadi maka terjadi..jika tidak terjadi maka tidak terjadi...
dalam hal ini Buddha tidak TERLIBAT dalam adegan kamma...
paling hanya menasehati, selebih nya urusan sendiri.
seandainya kejadian ini dikaitkan dengan pangeran Mahasatva..
apa pangeran Mahasatva membunuh semua suku Kosala?
masalah perumpamaan yg anda katakan, memang dalam Saddhamapundarika Sutra..disitu seperti tertulis jelas....kalau memang kenyataan Buddha Gotama tidak akan pernah menghilang, dan akan muncul entah dimana kemudian mengajarkan (kembali berakting mencapai kebuddhaan) dhamma juga entah dimana.
dan juga dikatakan dalam Sutra tersebut
sudah tak terhitung kalpa lama-nya, Gotama telah mencapai pencerahan sempurna.
berarti jauh sebelum 4 assenkhayakappa dan 100 rb kappa...Gotama telah mencapai pencerahan sempurna...
dan waktu 4 dan 100ribu hanya aktingan betapa susah nya mencapai pencerahan...tetapi sebenarnya kapan Gotama mencapai pencerahan tidak diketahui..
upaya kausalya.....
Mas chingik, hewan saling memangsa itu karma buruk, bagaimana dengan vegetarian? bukankah seharusnya Bodhisatwa selalu vegetarian? Sebagai harimau atau singa apakah Bodhisatwa vegetarian atau tidak?
upaya kausalya.....
Kalau tetangga bilang: mana kita tahu rencana Tuhan?
Mahayana = dalam kehidupan yang lalu Buddha tidak pernah salah (sempurna sekali)
Theravada = dalam kehidupan yang lalu Buddha pernah melakukan kesalahan (tidak sempurna)
Mahayana = dalam kehidupan yang lalu Buddha banyak akting nya (upaya kausalya)
Theravada = dalam kehidupan yang lalu Buddha tidak berakting
QuoteMas chingik, hewan saling memangsa itu karma buruk, bagaimana dengan vegetarian? bukankah seharusnya Bodhisatwa selalu vegetarian? Sebagai harimau atau singa apakah Bodhisatwa vegetarian atau tidak?
Mungkin mas Chingik lupa, pertanyaan saya belum dijawab nih. Tambahan lagi pertanyaannya: sebagai singa atau harimau mahluk mana yang ditolong?
upaya kausalya.....
Kalau tetangga bilang: mana kita tahu rencana Tuhan?
[at] bro MarcedesQuoteQuoteDalam Sutra Mahayana , Buddha menjelaskan bahwa pd saat itu ia bukan menghina. Tetapi memliki maksud ingin mengarahkan 5 teman brahmana agar membangkitkan bodhicitta. Karena bukan menghina, maka tentu bukan karma buruk.
kemudian dapat lebih meyakini kpd para pertapa ekstrim bahwa Sang Buddha pun bukan orang yg mencapai pencerahan tanpa usaha, bahkan melebihi para pertapa itu.
loh bukannya karena kamma buruk yg diterima karena menghina buddha Kassapa?...
benar mana?
ref pls, dengan kutipan bagian ini.
mau tanya, melakukan hubungan sex bisa mencapai pencerahan atau tidak? kenapa Sidharta harus kawin dulu? (upaya kausalya?)Tidak, itu merupakan wujud ilusif dari sang bodhisatva. Dan memang upaya kausalya. Tidak ada yang salah dengan upaya kausalya, justru terlihat fungsi dan manfaatnya. Silakan kaji makna Upaya Kausalya, dalam RAPB juga ada.
apa setiap tumibal lahir buddha selalu pernah melakukan hubungan sex?
[/color]QuoteMas chingik, hewan saling memangsa itu karma buruk, bagaimana dengan vegetarian? bukankah seharusnya Bodhisatwa selalu vegetarian? Sebagai harimau atau singa apakah Bodhisatwa vegetarian atau tidak?
Mungkin mas Chingik lupa, pertanyaan saya belum dijawab nih. Tambahan lagi pertanyaannya: sebagai singa atau harimau mahluk mana yang ditolong?
Dalam pandangan Mahayana, Bodhisatva saat setelah mendapatkan vyakarana dari Buddha Dipankara, artinya Parami nya akan terus berkembang, welas asihnya dan semua variabel kebajikannya tidak mungkin terbelokkan lagi. Karena tidak terbelokkan, maka Bodhisatva tidak terlahir di alam rendah yg disebabkan karma buruk. Yang ada hanyalah wujud emansinya dalam bentuk hewan, setan, dan lain lain.
Maka ketika emanasi dlm wujud hewan pun mana mungkin menyantap daging.
[/color]QuoteMas chingik, hewan saling memangsa itu karma buruk, bagaimana dengan vegetarian? bukankah seharusnya Bodhisatwa selalu vegetarian? Sebagai harimau atau singa apakah Bodhisatwa vegetarian atau tidak?
Mungkin mas Chingik lupa, pertanyaan saya belum dijawab nih. Tambahan lagi pertanyaannya: sebagai singa atau harimau mahluk mana yang ditolong?
Dalam pandangan Mahayana, Bodhisatva saat setelah mendapatkan vyakarana dari Buddha Dipankara, artinya Parami nya akan terus berkembang, welas asihnya dan semua variabel kebajikannya tidak mungkin terbelokkan lagi. Karena tidak terbelokkan, maka Bodhisatva tidak terlahir di alam rendah yg disebabkan karma buruk. Yang ada hanyalah wujud emansinya dalam bentuk hewan, setan, dan lain lain.
Maka ketika emanasi dlm wujud hewan pun mana mungkin menyantap daging.
Jadi santapan Bodhisatwa kalau lahir jadi harimau atau singa apa mas Chingik...? rumput...?
[/color]QuoteMas chingik, hewan saling memangsa itu karma buruk, bagaimana dengan vegetarian? bukankah seharusnya Bodhisatwa selalu vegetarian? Sebagai harimau atau singa apakah Bodhisatwa vegetarian atau tidak?
Mungkin mas Chingik lupa, pertanyaan saya belum dijawab nih. Tambahan lagi pertanyaannya: sebagai singa atau harimau mahluk mana yang ditolong?
Dalam pandangan Mahayana, Bodhisatva saat setelah mendapatkan vyakarana dari Buddha Dipankara, artinya Parami nya akan terus berkembang, welas asihnya dan semua variabel kebajikannya tidak mungkin terbelokkan lagi. Karena tidak terbelokkan, maka Bodhisatva tidak terlahir di alam rendah yg disebabkan karma buruk. Yang ada hanyalah wujud emansinya dalam bentuk hewan, setan, dan lain lain.
Maka ketika emanasi dlm wujud hewan pun mana mungkin menyantap daging.
Jadi santapan Bodhisatwa kalau lahir jadi harimau atau singa apa mas Chingik...? rumput...?
bodhisatva tidak pernah terlahir di alam rendah, bedakan emanasi dan terlahir.
Oh iya maaf saya lupa, Bodhisatwa hanya pura-pura terlahir jadi hewan. Entah apa maunya berpura-pura terlahir jadi hewan? Hewannya agak aneh.. singa dan harimau vegetarian.Gayanya kok sinis amat hehe... ( [at] bro Indra , benar ga, kadang sulit menilai apa sikap orang di sini, haha)
Singa vegetarian menurut mahayana ada referensinya menurut jataka atau sutra mahayana?sy blm tahu apakah ada referensinya atau tidak.
Mengingat dalam jataka theravada , bodhisatta menjadi singa membunuh dan memakan daging buruannya. Jika ini adalah hasil emanasi maka ada yang dikorbankan.
Atau memang jataka Theravada dalam hal singa membunuh dan makan daging dianggap tidak valid menurut versi mahayana?
Mengingat dalam jataka theravada , bodhisatta menjadi singa membunuh dan memakan daging buruannya. Jika ini adalah hasil emanasi maka ada yang dikorbankan.Jangan mencampur adukkan dong hehe, namanya juga Jataka versi Theravada, maka tentu tidak heran bila ada sebutan singa membunuh. Dan ini tentu sudah bukan emanasi.
Atau memang jataka Theravada dalam hal singa membunuh dan makan daging dianggap tidak valid menurut versi mahayana?Begini, versi Mahayana kan sudah bilang bodhisatva yg telah mengembangkan parami tidak akan mengalami kemunduran seperti perbuatan buruk. Maka tidak mungkin ada bodhisatva yg terlahir di alam rendah. Kata emanasi sepertinya sulit dipahami, saya beri contoh yg sederhana, Dewa Sakka bisa menjelma ke alam manusia dan menguji tindakan manusia, apakah dewa Sakka saat menjelma itu masih makan daging (mengingat makhluk dewa tidak makan sperti manusia)?
QuoteOh iya maaf saya lupa, Bodhisatwa hanya pura-pura terlahir jadi hewan. Entah apa maunya berpura-pura terlahir jadi hewan? Hewannya agak aneh.. singa dan harimau vegetarian.Gayanya kok sinis amat hehe... ( [at] bro Indra , benar ga, kadang sulit menilai apa sikap orang di sini, haha)
Emanasi itu tentu ada sebab akibatnya. Dewa Sakka saja bisa berpura-pura datang ke alam manusia menguji manusia. Dan ini bukan hal yang aneh dan negatif.
QuoteOh iya maaf saya lupa, Bodhisatwa hanya pura-pura terlahir jadi hewan. Entah apa maunya berpura-pura terlahir jadi hewan? Hewannya agak aneh.. singa dan harimau vegetarian.Gayanya kok sinis amat hehe... ( [at] bro Indra , benar ga, kadang sulit menilai apa sikap orang di sini, haha)
Emanasi itu tentu ada sebab akibatnya. Dewa Sakka saja bisa berpura-pura datang ke alam manusia menguji manusia. Dan ini bukan hal yang aneh dan negatif.
siapa bilang dewa sakka "berpura-pura" datang, yg betul dewa sakka, datang. dgn menyamar sebagai manusia..
perbedaannya.. klo berpura2 datang...artinya : sebenarnya ga datang...
klo datang dgn menyamar sebagai manusia.... artinya.. dia betul2 dtg, tp dgn wujub manusia
jd kurang cocok mengambil contoh dewa sakka untuk menjawab hal itu
kurasa jika boddhisatta berpura2 terlahir sebagai singa.. dan berpura2 lahir lari ayah dan ibu singa, dan berpura2 punya saudara singa, dan berpura2 punya istri singa , dan anak singa, dan berpura2 berburu, dan berpura2 makan daging.. mungkin ada benarnya kali, selama semua itu pura2... maka sebenarnya ga pernah terjadi...
tp yah..pemainya harus banyak, bukan 1 org, mulai dari ayah ibunya, sodara2nya, binatang dia dia buru, daging yg dipake buat berpura2 makan, dan istri serta anak2nya, nah klo gini.. cocok klo org bilang hidup adalah sandiwara :P
[at] JerryKalo demikian, masih ada yg perlu dikerjakan dong? Bukan "tidak ada lagi yg perlu dikerjakan". ;D
Maaf, saya koreksi dikit, maksudnya ada 2 jenis noda batin/rintangan batin yang mana Arahat/Pratyeka-Buddha belum mengikis salah satunya.
2 itu adalah:
-Klesa-asrava--> Rintangan noda batin
-Jneya-asrava---> Rintangan Pengetahuan
Makhluk awam belum mengikis kedua2nya.
Arahat/pratyeka-Buddha sudah mengikis Klesa-asrava, blm mengikis Jneya-asrava
Bodhisatva sudah mengikis Klesa-asrava, sedangkan Jneya-asrava nya belum terkikis tuntas, semakin tinggi level bodhisatva semakin tipis Jneya-asrava.
Hingga mencapai Samyaksambuddha, kedua2nya telah terkikis habis.
Sistem pembelajaran dalam Mahayana adalah tahapan dan ada klasifikasinya.Hmm.. a compromising way.. It's ok. ;)
Ketika mempelajari ajaran tingkat Sravaka, kita harus memahami itu dalam kategori pemikiran Sravaka. Jadi smua yg tercakup dlaam Jataka Theravada dapat dianggap benar dengan asumsi itu dalam level batin Sravaka. Setelah selesai menguasai semua ini, dan memasuki level pemikiran Mahayana, kita menarik kesimpulan bahwa ajaran Sravaka memang benar sejauh itu dalam konteks ketika batin dalam level Sravaka. Lalu kita mendapat pemahaman baru lagi dalam level Mahayana. Sama seperti anda merasa benar bahwa masih ada AKU/DIRI sejauh anda berada dalam level batin manusia awam dengan kemelekatan pd AKU, tapi ketika anda memasuki ke level pencapaian kesucian, anda akan mengalami sendiri bahwa AKU itu tidak ada, dan itu bukan berarti anda inkosisten, melainkan anda menyadari perbedaan level batin anda.
Jadi ketika JATAKA Theravada dianggap sebagai cakupan dalam Mahayana, itu bukan inkonsistensi. Itu dipelajari sebgai tahapan dalam pembelajaran.
Mahavaipulya Upaya Kausalya Sutra (Taiso 0346)Boleh tolong postkan isi Sutra tsb? Maklum saya tidak ada akses. Kasihanilah saya ini. ^:)^
Dalam Theravada bodhisatta masih membunuh tetapi dianggap pastilah karma buruk. Karena tidak bisa ditawar lagi, apapun kejadiannya dan bagaimanapun hasilnya, bunuh =karma buruk. Saya katakan tidak konsisten karena membandingkannya dengan Abhinihara ,welas asih dan Parami bodhisatta yg katanya tidak akan terbelokkan dan akan terus maju, tetapi kok malah mundur dgn berbuat karma buruk.I like your compromising way. Thanks _/\_
Sedangkan Mahayana setuju dgn pernyataan tidak terbelokkan dan terus maju, sehingga kelahiran di alam rendah itu bukan kelahiran karena hasil karma buruk, melain adhitana, abhinihara, welas asih dan upaya kausalya.
Kesimpulan anda ttg perbedaan Jataka Theravada dan Mahayana itu ya lebih kurang begitu deh.
Tetapi saya memiliki satu penafsiran baru, bahwa JATAKA Theravada bisa saja mencampurkan kisah kelahiran bodhisatta dan sebelum menjadi bodhisatta (sebelum mendapat ramalan Buddha Dipankara) . Jadi kisah tentang bodhisatta yg membunuh (sebagai seekor singa) bisa saja adalah sosok yg belum diramal oleh Buddha Dipankara, dengan kata lain belum menjadi bodhisatta.
Kalo demikian, masih ada yg perlu dikerjakan dong? Bukan "tidak ada lagi yg perlu dikerjakan"."tidak ada lagi yg perlu dikerjakan" kalo diterjemahkan ke bahasa modern lebih kurang seperti "Lulus". Jadi walaupun Lulus itu sama dengan seperti "selesai", tidak berarti di balik selesai itu sudah tidak ada sesuatu lagi. Seperti ada yang lulus SD, lulus SMP, lulus SMA, lulus Sarjana. Memang Lulus, selesai, tapi hanya selesai sebatas dalam lingkup akademisi yg dia geluti. Padahal Samudera pembelajaran tidak ada batasnya, makanya mengapa kalo mau benar-benar menguasai semuanya dibutuhkan waktu asankheya kalpa lamanya. Ya dak. hehe..dan setelah berhasil maka anda baru disebut Buddha dalam arti yang sesungguhnya.
Thanks anyway. Bagaimana menurut Bro Chingik mengenai perjuangan Sang Bodhisatta - petapa Gotama - dalam mencari dan menemukan jalan yg benar yg sesungguhnya membawa pencerahan?
Boleh tolong postkan isi Sutra tsb? Maklum saya tidak ada akses. Kasihanilah saya ini.ok bro, akan diusahakan... ;D
Di board Sutra Mahayana saja, nda perlu di sini. Thanks.
QuoteOh iya maaf saya lupa, Bodhisatwa hanya pura-pura terlahir jadi hewan. Entah apa maunya berpura-pura terlahir jadi hewan? Hewannya agak aneh.. singa dan harimau vegetarian.Gayanya kok sinis amat hehe... ( [at] bro Indra , benar ga, kadang sulit menilai apa sikap orang di sini, haha)
Emanasi itu tentu ada sebab akibatnya. Dewa Sakka saja bisa berpura-pura datang ke alam manusia menguji manusia. Dan ini bukan hal yang aneh dan negatif.
QuoteOh iya maaf saya lupa, Bodhisatwa hanya pura-pura terlahir jadi hewan. Entah apa maunya berpura-pura terlahir jadi hewan? Hewannya agak aneh.. singa dan harimau vegetarian.Gayanya kok sinis amat hehe... ( [at] bro Indra , benar ga, kadang sulit menilai apa sikap orang di sini, haha)
Emanasi itu tentu ada sebab akibatnya. Dewa Sakka saja bisa berpura-pura datang ke alam manusia menguji manusia. Dan ini bukan hal yang aneh dan negatif.
Adakah ceritanya Bodhisatwa beremanasi jadi singa untuk menguji manusia? Dewa sakka ceritanya datang ke alam manusia dengan menyamar hanya beberapa saat ,berkenaan dengan peristiwa tertentu. Dan itu ada dalam kitab suci Theravada. Bagaimana dengan kitab suci Mahayana? ada referensinya? atau hanya rekaan mas Chingik?
ber-emanasi apakah sama (=) proses-nya dengan "pemisahan" seperti di dalam film AVATAR ?? hehehehehehe...
uji menguji.. mirip dgn tetangga..
terus emanasi sendiri artinya apa dunk?
klo bukan pura2? klo berubah wujub, kok bisa punya anak , malah bisa lahir , dll, soalnya klo Sakka, selesai..langsung balik ke alamnya, ga sampe menikah dll
atau selama ini..Bodhisatta tuh tinggal di surga tusita setelah mendapat ramalan..dia bahkan beremansi sebagai manusia ,hewan dll ..gitu ya?
atu mirip..yesus? yg menjadi emansinya allah ?? (sry betul2 ga tau arti sebenarnya dari emanasi
terus emanasi sendiri artinya apa dunk?
klo bukan pura2? klo berubah wujub, kok bisa punya anak , malah bisa lahir , dll, soalnya klo Sakka, selesai..langsung balik ke alamnya, ga sampe menikah dll
atau selama ini..Bodhisatta tuh tinggal di surga tusita setelah mendapat ramalan..dia bahkan beremansi sebagai manusia ,hewan dll ..gitu ya?
atu mirip..yesus? yg menjadi emansinya allah ?? (sry betul2 ga tau arti sebenarnya dari emanasi
Emanasi mengandung arti pancaran. Jadi bisa diartikan wujud yg dipancarkan keluar dari wujud sebenarnya. Tidak tahu asal usul penggunaan term ini dalam menunjukkan perwujudan para Buddha/bodhisatva. Tetapi pengertian ini tidak bertolak belakang. Istilah lain yang digunakan adalah Tubuh Transformasi= Nirmanakaya. 化身, 變化身= tubuh yang dapat berubah [wujud]. Dalam Mahaparinibbana Sutta, Buddha Gotama membuat tubuhnya berubah wujud utk mengajarkan dhamma kepada delapan perhimpunan makhluk.
Dalam Mahayana, tubuh transformasi itu digunakan dlm waktu sementara. Anda mengatakan dewa sakka berubah wujud hanya sebentar, lalu balik ke alamnya. Bodhisatva juga demikian, namun perwujudannya menunjukkan dia lahir, tumbuh dewasa, semua ini merupakan bagian dari perwujudan transformasi.
Dalam Sutra sudah menjelaskan bahwa apa yang kita lihat itu memang fenomenan dillahirkan, menikah dll, tapi semua ini bukanlah wujud substansi dari bodhisatva. Semua ini hanya kebijaksanaan terampil yang dipancarkannya.
Apa yang anda katakan pura2 itu sah2 saja tergantung persepsi anda. Tetapi perlu saya jelaskan bahwa walaupun pura2, semua ini memiliki tujuan yang bermanfaat.
Seperti Buddha Gotama membuat wujud dirinya seperti makhluk lain lalu membabarkan dhamma kepada mereka. Ya pada dasarnya juga adalah kepura2an, jika tidak , kenapa harus menggunakan wujud lain? Jadi tidak penting apa istilah yg digunakan, namun semua tindak tanduk Buddha atau bodhisatva adalah demi manfaat para makhluk.
terus emanasi sendiri artinya apa dunk?
klo bukan pura2? klo berubah wujub, kok bisa punya anak , malah bisa lahir , dll, soalnya klo Sakka, selesai..langsung balik ke alamnya, ga sampe menikah dll
atau selama ini..Bodhisatta tuh tinggal di surga tusita setelah mendapat ramalan..dia bahkan beremansi sebagai manusia ,hewan dll ..gitu ya?
atu mirip..yesus? yg menjadi emansinya allah ?? (sry betul2 ga tau arti sebenarnya dari emanasi
Emanasi mengandung arti pancaran. Jadi bisa diartikan wujud yg dipancarkan keluar dari wujud sebenarnya. Tidak tahu asal usul penggunaan term ini dalam menunjukkan perwujudan para Buddha/bodhisatva. Tetapi pengertian ini tidak bertolak belakang. Istilah lain yang digunakan adalah Tubuh Transformasi= Nirmanakaya. 化身, 變化身= tubuh yang dapat berubah [wujud]. Dalam Mahaparinibbana Sutta, Buddha Gotama membuat tubuhnya berubah wujud utk mengajarkan dhamma kepada delapan perhimpunan makhluk.
Dalam Mahayana, tubuh transformasi itu digunakan dlm waktu sementara. Anda mengatakan dewa sakka berubah wujud hanya sebentar, lalu balik ke alamnya. Bodhisatva juga demikian, namun perwujudannya menunjukkan dia lahir, tumbuh dewasa, semua ini merupakan bagian dari perwujudan transformasi.
Dalam Sutra sudah menjelaskan bahwa apa yang kita lihat itu memang fenomenan dillahirkan, menikah dll, tapi semua ini bukanlah wujud substansi dari bodhisatva. Semua ini hanya kebijaksanaan terampil yang dipancarkannya.
Apa yang anda katakan pura2 itu sah2 saja tergantung persepsi anda. Tetapi perlu saya jelaskan bahwa walaupun pura2, semua ini memiliki tujuan yang bermanfaat.
Seperti Buddha Gotama membuat wujud dirinya seperti makhluk lain lalu membabarkan dhamma kepada mereka. Ya pada dasarnya juga adalah kepura2an, jika tidak , kenapa harus menggunakan wujud lain? Jadi tidak penting apa istilah yg digunakan, namun semua tindak tanduk Buddha atau bodhisatva adalah demi manfaat para makhluk.
Yang saya tangkap, wujud emanasi adalah wujud bohong-bohongan?
Oh ya baca dimana Sang Buddha berpura-pura jadi mahluk lain mengajarkan Dhamma? Baca buku yang penuh kepura-puraan?
pertama saya minta anda jabarkan perbedaan konsep Trikaya dan Trinitas....kalau saya pribadi mirip saja...mungkin anda lebih tahu jadi saya minta perbedaan tersebut...Quotebisa tunjukkan ref sutra? atau ini ngasal opini pribadi...?Bodhisatva= Buddha, apakah bro benar2 berpikir demikian? Jika benar, berarti ada kesalah pahaman.
dan lagi...dalam mahayana kaya gotama salah satunya boddhisatva avalokistsvara bukan?...
jadi boddhisatva = buddha,blom lagi ada Amitabha nya....
ini mirip Trinitas saja dalam nasrani.
entah trinitas yg mencopy konsep mahayana, atau mahayana yg mencopy trinitas.
Secara definisi saja sudah beda, ini tentu bro sudah tahu jelas. Tidak perlu dijabarkan lagi.
Tapi ketika ada pernyataan bahwa bodhisatva=buddha , ini tentu harus dilihat konteks pembicaraannya. Dalam memahami sesuatu tentu tidak boleh selalu terpaku pd satu sisi.
Begitu juga mengenai Amitabha, Avalokitesvara, yang tidak anda pahami, tidak seharusnya langsung menjudge itu nonsens. Setidaknya anda juga berpegang pada prinsip Kalama Sutta bukan? Bukannya lebih baik jika memperluas cakrawala pikiran dengan tidak menerima tapi juga tidak menolak, lalu selidiki secara komprehensif. Setidaknya kita juga dapat belajar bagaimana menghargai aliran lain. Bukankah Kaisar Asoka telah mengajarkan kita ttg ini? Di mana letak rasa respek kita terhadap maklumat yg ditulis di pilar Asoka?
Mengenai Trinitas, tidak seharusnya menyamakannya dgn konsep Trikaya secara asal. Secara fundamental saja tidak sama.
Jika cara perbandingan anda seperti itu, tentu sangat absurd. Jika anda membandingkan dgn cara demikian, maka semua orang juga bisa melakukannya terhadap ajaran yg anda pegang. Saya juga bisa mengatakan begini :
"Theravada mengakui hanya ada Satu Buddha (Buddha Gotama) di alam semesta sekarang ini, kok mirip konsep Monotheisme. "Tiada Buddha lain selain Buddha Gotama, entah monotheisme yg mencopy Theravada atau Theravada yg mencopy monotheisme".
Tapi karena cara perbandingan seperti ini adalah tidak mengikuti kaidah yg benar, tentu saya tidak akan mengjudge nya seperti itu seperti yang bro lakukan. hehe..
Di kalangan Mahayana Asia Timur banyak. Anda yang blm pernah denger.....
Saya mengaitkannya untuk menjelaskan bahwa Buddha-pun gak selalu pakai Abhinna (Abhijna).loh, seperti nya kebalik ini,
Oh jadi kalau negara mau saling berperang, kita membiarkan apa adanya ya? Perang toh ya perang biar sajalah.... itu kan karma mereka.... gitu?
Apakah ketika itu Sang Buddha berpikir "saya paling hanya menasehati ah, selebihnya urursan mereka sendiri". Tentu tidak.
Patut diketahui pula, Sang Buddha itu menasehati, itu demi melindungi suku Sakya dan mencegah suku Kosala berbuat akusala karma. Apalagi konon semua suku Sakya itu sudah Srotapanna!! (Ref: Pembebasan di Tangan kita oleh Pabongkha Rinpoche). Ini jelas-jelas Sang Buddha dengan welas asih-Nya MAU MASUK ke dalam urusan suku Sakya dan Kosala, sampai tiga kali lagi. Tapi karena karma buruk suku Sakya terlalu berat, maka akhirnya Sang Buddha undur diri dan kita bahkan tidak tahu kenapa Sang Buddha tidak menggunakan abhijna (tapi sangat mungkin Abhijna pun tidak dapat membantu, karena Sang Buddha selalu mempertimbangkan sesuatu dengan penuh kebijaksanaan dan ketepatan, maka ia mampu melihat cara-cara yang mesti Ia gunakan), yang pasti adalah karmanya terlalu berat dan Sang Buddha melihat dengan jelas bagaimana karma tersebut bekerja.
Demikian juga sebagai Pangeran Mahasattva, beliau melihat jelas bagaimana karma-karma tersebut akan bekerja, dan apa akibatnya, maka beliau memutuskan untuk membunuh penjahat tersebut tanpa menggunakan Abhijna. Karena beliau tahu Abhijna tidak ada gunanya dalam kondisi seperti itu, sama seperti ketika beliau sebagai Buddha tidak menggunakan Abhijna untuk menghentikan suku Sakya dan Kosala.
Jangan bilang kalau Sang Buddha tidak pernah menggunakan Abhijna untuk "mencampuri suatu permasalahan" lo! Bahkan tidak semua bisa diselesaikan dengan nasehat.
apakah bodhisattva bhumi 7-10 telah memahami Upaya kausalya?QuoteMahayana = dalam kehidupan yang lalu Buddha tidak pernah salah (sempurna sekali)
Theravada = dalam kehidupan yang lalu Buddha pernah melakukan kesalahan (tidak sempurna)
Mahayana = dalam kehidupan yang lalu Buddha banyak akting nya (upaya kausalya)
Theravada = dalam kehidupan yang lalu Buddha tidak berakting
Ooh gitu... gampang, ada jalan tengahnya....
Bisa dikatakan:
1. Ketika masih Bodhisattva Bhumi 1 - 5, beliau masih melakukan kesalahan dan tidak "berakting".
2. Ketika berada di Bodhisattva Bhumi 6, beliau tidak lagi melakukan kesalahan dan tidak "berakting"
3. Ketika sudah Bodhisattva Bhumi 7 - 10, maka beliau tidak lagi melakukan kesalahan dan kadangkala "berakting".
_/\_
The Siddha Wanderer
disitu disebut Upayakausalya adalah kebijaksanaan yang terampil untuk melakukan jasa....upaya kausalya.....
Kalau tetangga bilang: mana kita tahu rencana Tuhan?
Tentu beda dong. Upaya kausalya jelas2 bisa diketahui, dan apa yg kita jelaskan tentang upaya kausalya selama ini kan juga sudah dijelaskan latar belakangnya dan hubungan sebab akibatnya. Apa bro tidak membacanya.
Upaya Kausalya digunakan bodhisatva karena bodhisatva sanggup mengetahui hubungan sebab akibat yg terjadi di masa depan.
Upaya Kausalya (Upaya-kosalla nana): adalah kebijaksanaan yang terampil dalam melakukan jasa seperti dàna, sãla, dan lain-lain, sehingga dapat menjadi alat dan mendukung dalam mencapai Kebuddhaan. Seseorang dari keluarga yang baik yang ingin mencapai Kebuddhaan harus melakukan kebajikan-kebajikan seperti dàna, sãla, dan lain-lain dengan satu tujuan yaitu mencapai Kebuddhaan. (Ia tidak boleh mengharapkan keuntungan yang dapat mengarah pada penderitaan dalam samsara). Kebijaksanaan yang memungkinkannya untuk mencapai Kebuddhaan adalah satu-satunya Buah dari kebajikan yang dilakukannya yang disebut Upàya-kosalla nana.
Peridoe kedua adalah dari masa Buddha Ratnasikhin sampai Tathagata Dipankara. Pada periode kedua ini Sang Bodhisattva menyelesaikan Bhumi ke-1 sampai Bhumi ke-7 yang setara dengan Arhat. Maka dari itu dalam Buddhavamsa dikatakan bahwa Bodhisattva Sumedha dapat mencapai pencerahan Arhat pada saat itu juga, namun beliau memilih untuk menjadi Bodhisattva (Bhumi ke-7 mnrt Mahayana) menjadi Samyaksambuddha*.apakah tidak kontradiksi dengan pernyataan dalam saddhamapundarika...
terus emanasi sendiri artinya apa dunk?
klo bukan pura2? klo berubah wujub, kok bisa punya anak , malah bisa lahir , dll, soalnya klo Sakka, selesai..langsung balik ke alamnya, ga sampe menikah dll
atau selama ini..Bodhisatta tuh tinggal di surga tusita setelah mendapat ramalan..dia bahkan beremansi sebagai manusia ,hewan dll ..gitu ya?
atu mirip..yesus? yg menjadi emansinya allah ?? (sry betul2 ga tau arti sebenarnya dari emanasi
Emanasi mengandung arti pancaran. Jadi bisa diartikan wujud yg dipancarkan keluar dari wujud sebenarnya. Tidak tahu asal usul penggunaan term ini dalam menunjukkan perwujudan para Buddha/bodhisatva. Tetapi pengertian ini tidak bertolak belakang. Istilah lain yang digunakan adalah Tubuh Transformasi= Nirmanakaya. 化身, 變化身= tubuh yang dapat berubah [wujud]. Dalam Mahaparinibbana Sutta, Buddha Gotama membuat tubuhnya berubah wujud utk mengajarkan dhamma kepada delapan perhimpunan makhluk.
Dalam Mahayana, tubuh transformasi itu digunakan dlm waktu sementara. Anda mengatakan dewa sakka berubah wujud hanya sebentar, lalu balik ke alamnya. Bodhisatva juga demikian, namun perwujudannya menunjukkan dia lahir, tumbuh dewasa, semua ini merupakan bagian dari perwujudan transformasi.
Dalam Sutra sudah menjelaskan bahwa apa yang kita lihat itu memang fenomenan dillahirkan, menikah dll, tapi semua ini bukanlah wujud substansi dari bodhisatva. Semua ini hanya kebijaksanaan terampil yang dipancarkannya.
Apa yang anda katakan pura2 itu sah2 saja tergantung persepsi anda. Tetapi perlu saya jelaskan bahwa walaupun pura2, semua ini memiliki tujuan yang bermanfaat.
Seperti Buddha Gotama membuat wujud dirinya seperti makhluk lain lalu membabarkan dhamma kepada mereka. Ya pada dasarnya juga adalah kepura2an, jika tidak , kenapa harus menggunakan wujud lain? Jadi tidak penting apa istilah yg digunakan, namun semua tindak tanduk Buddha atau bodhisatva adalah demi manfaat para makhluk.
Yang saya tangkap, wujud emanasi adalah wujud bohong-bohongan?
Oh ya baca dimana Sang Buddha berpura-pura jadi mahluk lain mengajarkan Dhamma? Baca buku yang penuh kepura-puraan?
Tanya saja pada teman2 yg banyak tahu tentang Sutta , lihat bagaimana mereka menceritakan Sang Buddha mengubah wujud untuk membabarkan dhamma. Ngomong2, untuk apa harus mengubah wujud ? mengapa kalo Sutta yg mengatakan begini berarti bukan pura2, sedangkan di luar Sutta berarti itu pura2. hehe... tidak logis dong kalo gitu.
yang paling dekat dengan pernyataan mas chingik adalah mahaparinibbana sutta....tentang pertemuan.terus emanasi sendiri artinya apa dunk?
klo bukan pura2? klo berubah wujub, kok bisa punya anak , malah bisa lahir , dll, soalnya klo Sakka, selesai..langsung balik ke alamnya, ga sampe menikah dll
atau selama ini..Bodhisatta tuh tinggal di surga tusita setelah mendapat ramalan..dia bahkan beremansi sebagai manusia ,hewan dll ..gitu ya?
atu mirip..yesus? yg menjadi emansinya allah ?? (sry betul2 ga tau arti sebenarnya dari emanasi
Emanasi mengandung arti pancaran. Jadi bisa diartikan wujud yg dipancarkan keluar dari wujud sebenarnya. Tidak tahu asal usul penggunaan term ini dalam menunjukkan perwujudan para Buddha/bodhisatva. Tetapi pengertian ini tidak bertolak belakang. Istilah lain yang digunakan adalah Tubuh Transformasi= Nirmanakaya. 化身, 變化身= tubuh yang dapat berubah [wujud]. Dalam Mahaparinibbana Sutta, Buddha Gotama membuat tubuhnya berubah wujud utk mengajarkan dhamma kepada delapan perhimpunan makhluk.
Dalam Mahayana, tubuh transformasi itu digunakan dlm waktu sementara. Anda mengatakan dewa sakka berubah wujud hanya sebentar, lalu balik ke alamnya. Bodhisatva juga demikian, namun perwujudannya menunjukkan dia lahir, tumbuh dewasa, semua ini merupakan bagian dari perwujudan transformasi.
Dalam Sutra sudah menjelaskan bahwa apa yang kita lihat itu memang fenomenan dillahirkan, menikah dll, tapi semua ini bukanlah wujud substansi dari bodhisatva. Semua ini hanya kebijaksanaan terampil yang dipancarkannya.
Apa yang anda katakan pura2 itu sah2 saja tergantung persepsi anda. Tetapi perlu saya jelaskan bahwa walaupun pura2, semua ini memiliki tujuan yang bermanfaat.
Seperti Buddha Gotama membuat wujud dirinya seperti makhluk lain lalu membabarkan dhamma kepada mereka. Ya pada dasarnya juga adalah kepura2an, jika tidak , kenapa harus menggunakan wujud lain? Jadi tidak penting apa istilah yg digunakan, namun semua tindak tanduk Buddha atau bodhisatva adalah demi manfaat para makhluk.
Yang saya tangkap, wujud emanasi adalah wujud bohong-bohongan?
Oh ya baca dimana Sang Buddha berpura-pura jadi mahluk lain mengajarkan Dhamma? Baca buku yang penuh kepura-puraan?
Tanya saja pada teman2 yg banyak tahu tentang Sutta , lihat bagaimana mereka menceritakan Sang Buddha mengubah wujud untuk membabarkan dhamma. Ngomong2, untuk apa harus mengubah wujud ? mengapa kalo Sutta yg mengatakan begini berarti bukan pura2, sedangkan di luar Sutta berarti itu pura2. hehe... tidak logis dong kalo gitu.
Nah itulah yang mau saya tanyakan mas Chingik, maafkan kebodohan saya, saya tidak pernah membaca satu suttapun (entah kalau sutra) dimana Sang Buddha mengubah wujud menjadi mahluk lain, menurut pendapat saya tidak ada perlunya bagi seorang Sammasambuddha, mungkin saya salah ya? tolong dong tunjukkan suttanya, kalau mas Chingik kesulitan cari suttanya, mas Chingik dong yang minta tolong ke teman-teman.
_/\_
pertama saya minta anda jabarkan perbedaan konsep Trikaya dan Trinitas....kalau saya pribadi mirip saja...mungkin anda lebih tahu jadi saya minta perbedaan tersebut...jaah...bro yg melemparkan isu ini, seharusnya bro yg jabarkan bagaimana konsep itu bisa sama?? saya saja tidak tahu bagaimana bro bisa anggap sama. Padahal jelas-jelas berbeda secara hakiki. Ingat lho bro, jangan menilai sesuatu dari atributnya, selami makna hakikinya baru simpulkan apakah itu sama atau tidak.
kemudian apabila anda sendiri jg kurang paham dan mengerti konsep trikaya...lebih lagi anda tinggal mengatakan bahwa buddha adalah Upayakausalya...Trikaya secara konseptual tidak perlu dikaitkan dengan apakah saya ngerti atau tidak. Saya hanya berkapasitas menjelaskan bagaimana ini eksis dalam Sutra Mahayana dan merupakan wejangan dari Buddha.
( tidak dapat dimengerti oleh akal sehat dan pikiran )
jadi sebenarnya konsep Trikaya itu muncul dari orang yg mengerti atau tidak mengerti?Arahat yang menulis konsep ini memang bukan Sammasambuddha. Tetapi konseptual ini kan berasal dari wejangan Buddha, tidak perlu harus mengerti. Sama seperti Ananda saat belum mengalami Nibbana, Sang Buddha tetap mewejangkannya kepada Ananda. Taruhlah Ananda akhirnya mencapai Nibbana, tetapi Ananda tidak mengerti tentang pengetahuan sempurna (Sabbannuta nana) seorang Sammasammbuddha juga, toh juga menkonseptualkannya hingga akhrinya muncul dalam Sutra bentuk tulisan ,bukan?
apakah arahat yang menulis konsep trikaya adalah sammasambuddha? jelas bukan....jadi siapa yang berani menulis konsep trikaya serta menjabarkan konsep ini kalau diri sendiri tidak mengerti..
apakah bisa paham maksud saya?
sekalian sy tanyakanPengertian satu itu apakah segampang itu mencernanya seperti menganggap air sama dengan susu?
jika anda katakan bahwa Trikaya itu berpusat 1, apakah ketika pikiran Buddha gotama itu pararel dengan Avalokitesvara? dan Amitabha...mengingat sebenarnya adalah satu...
apabila tidak pararel...apakah Buddha dengan gampang nya menciptakan Buddha baru?
yang paling dekat dengan pernyataan mas chingik adalah mahaparinibbana sutta....tentang pertemuan.
kalau Buddha bisa Upayakausalya, mengapa Buddha tidak meratakan suku Kosala, walau membunuh 1000 orang kan Buddha katakan Upayakausalya...toh gpp...Memangnya sejak kapan dikatakan bahwa upayakausalya memberi kebebasan utk berbuat apa saja???
pasti anda katakan "rencana buddha di luar logika dan akal sehat" gitu ya?
Quotekalau Buddha bisa Upayakausalya, mengapa Buddha tidak meratakan suku Kosala, walau membunuh 1000 orang kan Buddha katakan Upayakausalya...toh gpp...Memangnya sejak kapan dikatakan bahwa upayakausalya memberi kebebasan utk berbuat apa saja???
pasti anda katakan "rencana buddha di luar logika dan akal sehat" gitu ya?
Bro pikir gara2 kasus bodhisatva hanya melakukan aksi membunuh perampok lalu menggeneralisir bahwa segala tindakan bebas dilakukan ? Kalo gitu anda telah mencerna makna upaya kausalya dengan sangat melenceng sekali.
Dan tolong tidak perlu diulang-ulang lagi utk meggeneralisirnya lagi , karena dari awal bro sudah salah memaknai.
Bhikkuni Bhadda saja sewaktu menjadi perumah tangga mendorong suaminya ke jurang hingga hancur berkeping2, toh dipuji oleh para dewa sebagai tindakan yang bijaksana. Dalam RAPB pun mengatakan itu sebagai aksi Upaya kosalla nana. Walaupun bro tidak terima kebenaran isi RAPB, terlepas dari itu , sudah menunjukkan satu indikasi bahwa ada kesepakatan umum dalam memaknai Upaya Kosalla nana antara Theravada (kisah Bhikkuni Bhadda yg mendorong suaminya ke jurang) dan Mahayana (kisah Bodhisatva yg membunuh perampok).
Sip.. Thanks yah utk diskusinya. Anumodana _/\_QuoteKalo demikian, masih ada yg perlu dikerjakan dong? Bukan "tidak ada lagi yg perlu dikerjakan"."tidak ada lagi yg perlu dikerjakan" kalo diterjemahkan ke bahasa modern lebih kurang seperti "Lulus". Jadi walaupun Lulus itu sama dengan seperti "selesai", tidak berarti di balik selesai itu sudah tidak ada sesuatu lagi. Seperti ada yang lulus SD, lulus SMP, lulus SMA, lulus Sarjana. Memang Lulus, selesai, tapi hanya selesai sebatas dalam lingkup akademisi yg dia geluti. Padahal Samudera pembelajaran tidak ada batasnya, makanya mengapa kalo mau benar-benar menguasai semuanya dibutuhkan waktu asankheya kalpa lamanya. Ya dak. hehe..dan setelah berhasil maka anda baru disebut Buddha dalam arti yang sesungguhnya.
Thanks anyway. Bagaimana menurut Bro Chingik mengenai perjuangan Sang Bodhisatta - petapa Gotama - dalam mencari dan menemukan jalan yg benar yg sesungguhnya membawa pencerahan?
Jadi saya melihat perjuangan Sang Buddha itu benar2 luar biasa. Energi penggerak dari semua perjuangannya adalah welas asih, benar2 demi semua makhluk hidup, dan kemudian mengajarkan kepada kita bahwa kita pun memiliki potensi yg sama. hehe...itu sih udah pada tahu lah...QuoteBoleh tolong postkan isi Sutra tsb? Maklum saya tidak ada akses. Kasihanilah saya ini.ok bro, akan diusahakan... ;D
Di board Sutra Mahayana saja, nda perlu di sini. Thanks.
Quotekalau Buddha bisa Upayakausalya, mengapa Buddha tidak meratakan suku Kosala, walau membunuh 1000 orang kan Buddha katakan Upayakausalya...toh gpp...Memangnya sejak kapan dikatakan bahwa upayakausalya memberi kebebasan utk berbuat apa saja???
pasti anda katakan "rencana buddha di luar logika dan akal sehat" gitu ya?
Bro pikir gara2 kasus bodhisatva hanya melakukan aksi membunuh perampok lalu menggeneralisir bahwa segala tindakan bebas dilakukan ? Kalo gitu anda telah mencerna makna upaya kausalya dengan sangat melenceng sekali.
Dan tolong tidak perlu diulang-ulang lagi utk meggeneralisirnya lagi , karena dari awal bro sudah salah memaknai.
Bhikkuni Bhadda saja sewaktu menjadi perumah tangga mendorong suaminya ke jurang hingga hancur berkeping2, toh dipuji oleh para dewa sebagai tindakan yang bijaksana. Dalam RAPB pun mengatakan itu sebagai aksi Upaya kosalla nana. Walaupun bro tidak terima kebenaran isi RAPB, terlepas dari itu , sudah menunjukkan satu indikasi bahwa ada kesepakatan umum dalam memaknai Upaya Kosalla nana antara Theravada (kisah Bhikkuni Bhadda yg mendorong suaminya ke jurang) dan Mahayana (kisah Bodhisatva yg membunuh perampok).
Quoteyang paling dekat dengan pernyataan mas chingik adalah mahaparinibbana sutta....tentang pertemuan.
Benar bro Marcedes,
payah sih bro Truth, sudah saya posting tapi tak mau baca, masih nanya lagi. hehe
Jadi gimana tuh , Mahaparinibbana Sutta masak dibilang buku yang penuh kepura-puraan :))
Ya Buddha harus pura-pura dong kalo tidak mana bisa mengajarkan dhamma kepada Dewa Mara, bisa2 Mara malah lari kalang kabut kalo Buddha memperlihatkan wujud aslinya ;D
supaya di suatu waktu ada cerita bahwa buddha pernah jadi harimau. kalau gak jadi harimau maka gak akan ada dong di tipitaka Buddha jadi harimau. =))Quoteyang paling dekat dengan pernyataan mas chingik adalah mahaparinibbana sutta....tentang pertemuan.
Benar bro Marcedes,
payah sih bro Truth, sudah saya posting tapi tak mau baca, masih nanya lagi. hehe
Jadi gimana tuh , Mahaparinibbana Sutta masak dibilang buku yang penuh kepura-puraan :))
Ya Buddha harus pura-pura dong kalo tidak mana bisa mengajarkan dhamma kepada Dewa Mara, bisa2 Mara malah lari kalang kabut kalo Buddha memperlihatkan wujud aslinya ;D
Dalam Mahaparinibbana sutta, Sang Buddha mengikuti rupa dari ke delapan jenis mahluk, manusia, dewa dan brahma untuk mengajarkan Dhamma.
Lantas seorang Bodhisatva menurut mas chingik beremanasi menjadi singa dan harimau untuk apa? untuk mengajarkan singa lain mengaum? atau mengajarkan harimau lain membuat anak? atau mengajarkan Dhamma juga? Atau mungkin mengajarkan hewan rimba lainnya bermeditasi?
Quotekalau Buddha bisa Upayakausalya, mengapa Buddha tidak meratakan suku Kosala, walau membunuh 1000 orang kan Buddha katakan Upayakausalya...toh gpp...Memangnya sejak kapan dikatakan bahwa upayakausalya memberi kebebasan utk berbuat apa saja???
pasti anda katakan "rencana buddha di luar logika dan akal sehat" gitu ya?
Bro pikir gara2 kasus bodhisatva hanya melakukan aksi membunuh perampok lalu menggeneralisir bahwa segala tindakan bebas dilakukan ? Kalo gitu anda telah mencerna makna upaya kausalya dengan sangat melenceng sekali.
Dan tolong tidak perlu diulang-ulang lagi utk meggeneralisirnya lagi , karena dari awal bro sudah salah memaknai.
Bhikkuni Bhadda saja sewaktu menjadi perumah tangga mendorong suaminya ke jurang hingga hancur berkeping2, toh dipuji oleh para dewa sebagai tindakan yang bijaksana. Dalam RAPB pun mengatakan itu sebagai aksi Upaya kosalla nana. Walaupun bro tidak terima kebenaran isi RAPB, terlepas dari itu , sudah menunjukkan satu indikasi bahwa ada kesepakatan umum dalam memaknai Upaya Kosalla nana antara Theravada (kisah Bhikkuni Bhadda yg mendorong suaminya ke jurang) dan Mahayana (kisah Bodhisatva yg membunuh perampok).
Tulisan Biro Bold
Bro Chingik, emang di Mahayan Bhikkuni boleh punya suami ?
_/\_
Nanti akan saya jelaskan.Quoteyang paling dekat dengan pernyataan mas chingik adalah mahaparinibbana sutta....tentang pertemuan.
Benar bro Marcedes,
payah sih bro Truth, sudah saya posting tapi tak mau baca, masih nanya lagi. hehe
Jadi gimana tuh , Mahaparinibbana Sutta masak dibilang buku yang penuh kepura-puraan :))
Ya Buddha harus pura-pura dong kalo tidak mana bisa mengajarkan dhamma kepada Dewa Mara, bisa2 Mara malah lari kalang kabut kalo Buddha memperlihatkan wujud aslinya ;D
Dalam Mahaparinibbana sutta, Sang Buddha mengikuti rupa dari ke delapan jenis mahluk, manusia, dewa dan brahma untuk mengajarkan Dhamma.
Lantas seorang Bodhisatva menurut mas chingik beremanasi menjadi singa dan harimau untuk apa? untuk mengajarkan singa lain mengaum? atau mengajarkan harimau lain membuat anak? atau mengajarkan Dhamma juga? Atau mungkin mengajarkan hewan rimba lainnya bermeditasi?
Nanti akan saya jelaskan.Quoteyang paling dekat dengan pernyataan mas chingik adalah mahaparinibbana sutta....tentang pertemuan.
Benar bro Marcedes,
payah sih bro Truth, sudah saya posting tapi tak mau baca, masih nanya lagi. hehe
Jadi gimana tuh , Mahaparinibbana Sutta masak dibilang buku yang penuh kepura-puraan :))
Ya Buddha harus pura-pura dong kalo tidak mana bisa mengajarkan dhamma kepada Dewa Mara, bisa2 Mara malah lari kalang kabut kalo Buddha memperlihatkan wujud aslinya ;D
Dalam Mahaparinibbana sutta, Sang Buddha mengikuti rupa dari ke delapan jenis mahluk, manusia, dewa dan brahma untuk mengajarkan Dhamma.
Lantas seorang Bodhisatva menurut mas chingik beremanasi menjadi singa dan harimau untuk apa? untuk mengajarkan singa lain mengaum? atau mengajarkan harimau lain membuat anak? atau mengajarkan Dhamma juga? Atau mungkin mengajarkan hewan rimba lainnya bermeditasi?
Jadi benar nih Sang Buddha harus "berpura-pura"?
jaah...bro yg melemparkan isu ini, seharusnya bro yg jabarkan bagaimana konsep itu bisa sama?? saya saja tidak tahu bagaimana bro bisa anggap sama. Padahal jelas-jelas berbeda secara hakiki. Ingat lho bro, jangan menilai sesuatu dari atributnya, selami makna hakikinya baru simpulkan apakah itu sama atau tidak.loh saya cuma minta perbedaan antara trinitas dan trikaya...
Sebagai info tambahan, Trikaya dalam Mahayana hanya salah satu variabel umum dalam menjelaskan manifestasi Buddha, lebih dari itu ada juga disebut 10 kaya, tergantung konteksnya. Seperti dalam menjelaskan 1 jenis dhamma, 2 jenis dhamma, dan seterusnya.
Arahat yang menulis konsep ini memang bukan Sammasambuddha. Tetapi konseptual ini kan berasal dari wejangan Buddha, tidak perlu harus mengerti. Sama seperti Ananda saat belum mengalami Nibbana, Sang Buddha tetap mewejangkannya kepada Ananda. Taruhlah Ananda akhirnya mencapai Nibbana, tetapi Ananda tidak mengerti tentang pengetahuan sempurna (Sabbannuta nana) seorang Sammasammbuddha juga, toh juga menkonseptualkannya hingga akhrinya muncul dalam Sutra bentuk tulisan ,bukan?
Pengertian satu itu apakah segampang itu mencernanya seperti menganggap air sama dengan susu?seperti nya anda berusaha menjelaskan mengenai Trikaya..oke..
Paham maksud saya? Air susu dan air laut berbeda, tetapi secara substantif ia berasal dari satu sumber yakni unsur air . Tetapi tidak berarti air susu harus muncul dari air laut.
Yang dikatakan SATU itu karena ia memiliki substansi yang sama yaitu sama sama unsur Air.
Dharmakaya ibarat unsur air, dari aspek ini maka disebut semua Buddha itu sama karena sama-sama memiliki hakikat (baca:unsur) yang sama dalam dirinya. Bukan berarti Buddha Gotama = Buddhha Amitabha hingga membuat orang bingung. Yang dikatakan sama itu adalah aspek Dharmakaya, aspek hakiki dalam dirinya yakni potensi Kebuddhaannya.
3.22. ‘Aku ingat dengan baik, ânanda, ratusan kelompok Khattiya395 yang Kutemui, dan sebelum Aku duduk bersama mereka atau bergabung dalam pembicaraan mereka, Aku meniru penampilan dan gaya bahasa mereka, apa pun itu. Dan Aku menasihati, menginspirasi, memicu semangat, dan menggembirakan mereka dengan khotbah Dhamma. Dan sewaktu Aku berbicara ke pada mereka, mereka tidak mengenali-Ku dan bertanya-tanya: “Siapakah ini yang berbicara seperti ini – dewa atau manusia?” dan setelah menasihati mereka demikian, Aku menghilang, dan mereka masih tidak mengenali: “Ia yang baru saja menghilang – apakah ia dewa atau manusia?”’
3.23. ‘Aku ingat dengan baik ratusan kelompok Brahmana, perumah
tangga, petapa, para dewa dari alam Empat Raja Dewa, para dewa dari alam Tiga-Puluh-Tiga Dewa, màra, Brahmà ... [110] dan mereka masih tidak mengenali: “Ia yang baru saja menghilang – apakah ia dewa atau manusia?” Itu, ânanda, adalah delapan kelompok.’
Quoteyang paling dekat dengan pernyataan mas chingik adalah mahaparinibbana sutta....tentang pertemuan.
Benar bro Marcedes,
payah sih bro Truth, sudah saya posting tapi tak mau baca, masih nanya lagi. hehe
Jadi gimana tuh , Mahaparinibbana Sutta masak dibilang buku yang penuh kepura-puraan :))
Ya Buddha harus pura-pura dong kalo tidak mana bisa mengajarkan dhamma kepada Dewa Mara, bisa2 Mara malah lari kalang kabut kalo Buddha memperlihatkan wujud aslinya ;D
Dalam Mahaparinibbana sutta, Sang Buddha mengikuti rupa dari ke delapan jenis mahluk, manusia, dewa dan brahma untuk mengajarkan Dhamma.
Lantas seorang Bodhisatva menurut mas chingik beremanasi menjadi singa dan harimau untuk apa? untuk mengajarkan singa lain mengaum? atau mengajarkan harimau lain membuat anak? atau mengajarkan Dhamma juga? Atau mungkin mengajarkan hewan rimba lainnya bermeditasi?
hehe...oke lah, soalnya pertanyaan bro bikin geli.Nanti akan saya jelaskan.Quoteyang paling dekat dengan pernyataan mas chingik adalah mahaparinibbana sutta....tentang pertemuan.
Benar bro Marcedes,
payah sih bro Truth, sudah saya posting tapi tak mau baca, masih nanya lagi. hehe
Jadi gimana tuh , Mahaparinibbana Sutta masak dibilang buku yang penuh kepura-puraan :))
Ya Buddha harus pura-pura dong kalo tidak mana bisa mengajarkan dhamma kepada Dewa Mara, bisa2 Mara malah lari kalang kabut kalo Buddha memperlihatkan wujud aslinya ;D
Dalam Mahaparinibbana sutta, Sang Buddha mengikuti rupa dari ke delapan jenis mahluk, manusia, dewa dan brahma untuk mengajarkan Dhamma.
Lantas seorang Bodhisatva menurut mas chingik beremanasi menjadi singa dan harimau untuk apa? untuk mengajarkan singa lain mengaum? atau mengajarkan harimau lain membuat anak? atau mengajarkan Dhamma juga? Atau mungkin mengajarkan hewan rimba lainnya bermeditasi?
Jadi benar nih Sang Buddha harus "berpura-pura"?
Lho kok balik bertanya? Kan saya bertanya dahulu? bukankah mas Chingik harusnya menjawab dahulu baru bertanya? Kemudian saya jawab lalu baru balik bertanya, ya kan?
loh saya cuma minta perbedaan antara trinitas dan trikaya...Singkat saja, Allah itu adalah suatu entitas yang tunggal, monopoli tunggal
Buddha mengatakan kepada ananda mengenai beberapa kotbah..disitu sudah ada para Arahat yang mengerti tentang apa yang dikatakan buddha..Dalam Mahayana, Trikaya juga adalah kotbah yg diberikan Buddha, lalu mengapa awalnya harus membuat pertanyaan soal siapa yang ngerti dan tidak. Jika penjelasan anda seperti itu, maka anda sendiri telah menjawabnya.
coba balik ke sutta...pernahkah buddha membabarkan sesuatu yang tidak di mengerti oleh para Arahat sendiri atau tidak dimengerti oleh satu pun audience nya.
dan sampai sekarang berarti Buddha telah mengajarkan sesuatu yang useless kepada kita mengenai konsep yg tidak mungkin kita mengerti...jadi apa tujuan buddha membabarkan hal yg tidak akan kita mengerti?
ini seperti mengajar para anak TK mengenai pelajaran rumit seperti Hukum fisika. yg sudah nyata tidak akan mungkin di mengerti oleh anak TK tersebut...
apakah anak TK yg bodoh atau guru nya yg bodoh?...silahkan anda jawab sendiri.
seperti nya anda berusaha menjelaskan mengenai Trikaya..oke..Pemahaman bro sudah melenceng, jadi pertanyaan yang dibuat juga jadi aneh.
sekarang sy tanya...apa maksud dari
dharma kaya = buddha amitabha.
sambogha kaya = Bodhisattva Avalokistesvara
nirmana kaya = buddha gotama...
mengapa bukan dharmakaya = vairocana misalnya...mengapa harus buddha amitabha
kalau dikatakan Dhammakaya merupakan sebuah hakekat kebenaran dan lambang kesunyataan, mengapa bukan vairocana melainkan buddha amitabha? memangnya vairocana bukan lambang kebenaran dan kesunyataan?
terus beda amitabha dengan vairocana apa?
kalau menurut penjelasan anda...saya tarik kesimpulan bahwa pikiran buddha gotama tidak pararel dengan buddha amitabha begitu kan mas chingik?
mohon kejelasan lagi..
mengenai upaya-kosalla-nana...yg dilakukan calon bikkhuni bhada, itu dilakukan karena bhada tidak memiliki pencerahan dan Abhinna[kesaktian]Berarti selama ini bro berdiskusi sambil menutupi sebelah mata dan hanya terpaku pada kosa kata membunuh tanpa lihat hubungan sebab akibat dari jalan ceritanya.
jadi beda kasus....
Bhada tidak memiliki kesaktian, dan memilih membunuh dari pada di bunuh....dalam hal ini posisi terdesak dan tidak bisa berbuat apa-apa.
sedangkan Mahasatva yg telah memiliki pencerahan dan Kesaktian....kok milih jalan membunuh? bukankah masih bisa di ikat.....
walau bikin ketawa, tapi sy rasa pertanyaan yg tepat....pertanyaan tepat bagaimana? justru ini mencerminkan pertanyaan yg tidak berbobot.
tanpa buddha AMITHABA tidak akan ada buddha,buddha amithaba adalah buddha awal bersama 3 buddha lainnya yg melambangkan sifat ketuhanan,apakah haram hukumnya mengimani amithabba sebagai buddha,setahu sy jgnkan amithaba,yesus dan muhamad sj kita harus menyakini bahwa beliau adalah ,manusia yg tela menyebarkan jln kebenaran untuk manusia dan menuju alam bahagia walaupun beda bahasanya.,.,.,.,.,.,.,hehe...bro Marcedes tambah bingung deh..
malah yg sy liat theravada sy kaku dlm menerapkan aturan budhis,kalo sy memilih aliran TRIDHAMMA lebih netral dlm berpandangan dan universal dlm berpikir,.,.,.,
AMITOHPO
...
3.21. ‘Ānanda, delapan [jenis] kelompok ini. Apakah delapan ini? Kelompok Khattiya, kelompok Brahmana, kelompok perumah tangga, kelompok petapa, kelompok para dewa dari alam Empat Raja Dewa, kelompok para dewa dari alam Tiga-Puluh-Tiga Dewa, kelompok māra, kelompok Brahmā.’
3.22. ‘Aku ingat dengan baik, Ānanda, ratusan kelompok Khattiya395 yang Kutemui, dan sebelum Aku duduk bersama mereka atau bergabung dalam pembicaraan mereka, Aku meniru penampilan dan gaya bahasa mereka, apa pun itu. Dan Aku menasihati, menginspirasi, memicu semangat, dan menggembirakan mereka dengan khotbah Dhamma. Dan sewaktu Aku berbicara kepada mereka, mereka tidak mengenali-Ku dan bertanya-tanya: “Siapakah ini yang berbicara seperti ini – dewa atau manusia?” dan setelah menasihati mereka demikian, Aku menghilang, dan mereka masih tidak mengenali: “Ia yang baru saja menghilang – apakah ia dewa atau manusia?”’
3.23. ‘Aku ingat dengan baik ratusan kelompok Brahmana, perumah tangga, petapa, para dewa dari alam Empat Raja Dewa, para dewa dari alam Tiga-Puluh-Tiga Dewa, māra, Brahmā ... [110] dan mereka masih tidak mengenali: “Ia yang baru saja menghilang – apakah ia dewa atau manusia?” Itu, Ānanda, adalah delapan kelompok.’
...
hehe...oke lah, soalnya pertanyaan bro bikin geli.Nanti akan saya jelaskan.Quoteyang paling dekat dengan pernyataan mas chingik adalah mahaparinibbana sutta....tentang pertemuan.
Benar bro Marcedes,
payah sih bro Truth, sudah saya posting tapi tak mau baca, masih nanya lagi. hehe
Jadi gimana tuh , Mahaparinibbana Sutta masak dibilang buku yang penuh kepura-puraan :))
Ya Buddha harus pura-pura dong kalo tidak mana bisa mengajarkan dhamma kepada Dewa Mara, bisa2 Mara malah lari kalang kabut kalo Buddha memperlihatkan wujud aslinya ;D
Dalam Mahaparinibbana sutta, Sang Buddha mengikuti rupa dari ke delapan jenis mahluk, manusia, dewa dan brahma untuk mengajarkan Dhamma.
Lantas seorang Bodhisatva menurut mas chingik beremanasi menjadi singa dan harimau untuk apa? untuk mengajarkan singa lain mengaum? atau mengajarkan harimau lain membuat anak? atau mengajarkan Dhamma juga? Atau mungkin mengajarkan hewan rimba lainnya bermeditasi?
Jadi benar nih Sang Buddha harus "berpura-pura"?
Lho kok balik bertanya? Kan saya bertanya dahulu? bukankah mas Chingik harusnya menjawab dahulu baru bertanya? Kemudian saya jawab lalu baru balik bertanya, ya kan?
Intinya bodhisatva beremanasi dalam wujud apa pun , tujuannya jelas memberi manfaat pd makhluk yg bersangkutan. Sebagai contoh, manfaat itu tidak berarti harus sampai memahami dharma atau sejenisnya pada saat itu juga. Ada kalanya manfaat yg diberikan adalah mengikat/ menabung pertalian jodoh karma yang baik untuk kehidupan berikutnya , sehingga bila bertemu dengan bodhisatva dalam wujud lain lagi akan menimbulkan rasa kedekatan dan menerima nasihat, dan lain sebagainya. Jadi walaupun bodhisatva memiliki kemampuan emanasi, ia tetap tunduk pada prinsip kerja hukum sebab akibat. Dengan cara apa, ya tentu saja bodhisatva tahu cara yang tepat.
Quoteyang paling dekat dengan pernyataan mas chingik adalah mahaparinibbana sutta....tentang pertemuan.
Benar bro Marcedes,
payah sih bro Truth, sudah saya posting tapi tak mau baca, masih nanya lagi. hehe
Jadi gimana tuh , Mahaparinibbana Sutta masak dibilang buku yang penuh kepura-puraan :))
Ya Buddha harus pura-pura dong kalo tidak mana bisa mengajarkan dhamma kepada Dewa Mara, bisa2 Mara malah lari kalang kabut kalo Buddha memperlihatkan wujud aslinya ;D
Dalam Mahaparinibbana sutta, Sang Buddha mengikuti rupa dari ke delapan jenis mahluk, manusia, dewa dan brahma untuk mengajarkan Dhamma.
Quoteyang paling dekat dengan pernyataan mas chingik adalah mahaparinibbana sutta....tentang pertemuan.
Benar bro Marcedes,
payah sih bro Truth, sudah saya posting tapi tak mau baca, masih nanya lagi. hehe
Jadi gimana tuh , Mahaparinibbana Sutta masak dibilang buku yang penuh kepura-puraan :))
Ya Buddha harus pura-pura dong kalo tidak mana bisa mengajarkan dhamma kepada Dewa Mara, bisa2 Mara malah lari kalang kabut kalo Buddha memperlihatkan wujud aslinya ;D
Dalam Mahaparinibbana sutta, Sang Buddha mengikuti rupa dari ke delapan jenis mahluk, manusia, dewa dan brahma untuk mengajarkan Dhamma.
Pertemuan? Maksudnya pertemuan relik-relik Sang Buddha yang kelak akan membentuk tubuh Sang Buddha dan mengajarkan Dhamma?
Itu ada di Kitab Komentar, bukan di Mahaparinibbana Sutta...
Quoteyang paling dekat dengan pernyataan mas chingik adalah mahaparinibbana sutta....tentang pertemuan.
Benar bro Marcedes,
payah sih bro Truth, sudah saya posting tapi tak mau baca, masih nanya lagi. hehe
Jadi gimana tuh , Mahaparinibbana Sutta masak dibilang buku yang penuh kepura-puraan :))
Ya Buddha harus pura-pura dong kalo tidak mana bisa mengajarkan dhamma kepada Dewa Mara, bisa2 Mara malah lari kalang kabut kalo Buddha memperlihatkan wujud aslinya ;D
Dalam Mahaparinibbana sutta, Sang Buddha mengikuti rupa dari ke delapan jenis mahluk, manusia, dewa dan brahma untuk mengajarkan Dhamma.
Pertemuan? Maksudnya pertemuan relik-relik Sang Buddha yang kelak akan membentuk tubuh Sang Buddha dan mengajarkan Dhamma?
Itu ada di Kitab Komentar, bukan di Mahaparinibbana Sutta...
Mas Upasaka, maksudnya pertemuan yang ada di Mahaparinibbana sutta, Digha Nikaya.
http://www.mahindarama.com/e-tipitaka/Digha-Nikaya/dn-16.htm (http://www.mahindarama.com/e-tipitaka/Digha-Nikaya/dn-16.htm)
Nah gitu dong bisa nyambung nih ama mas chingik, Benar di Mahaparinibbana sutta ada dikatakan sang Buddha kadang-kadang menyamar sebagai mahluk lain, tapi tidak pernah menyamar sebagai mahluk alam lebih rendah dari manusia.Benar, di Sutta itu memang tidak menyebutkan menyamar sebagai makhluk alam rendah, karena bukan isu itu yg kita bicarakan. Yang kita bicarakan berkenaan dengan Sutta ini adalah masalah "kepura-puraannya". Jadi menurut bro, mengapa harus berpura-pura?
Sekarang saya tanya mas Chingik menabung pertalian jodoh karma yang baik? Apakah tidak salah? apakah harus Bodhisatva yang menyambung tali karma? Apakah Bodhisatva ketemu dengan hewan teman-temannya bukan karena karma masa lalu? Apakah mengikat tali perjodohan karma baik di alam hewan? Mengapa tidak di alam manusia terus? menunggu hewan-hewan tersebut lahir di alam manusia? Atau alam hewan lebih baik daripada alam manusia?Prinsip kerja hukum sebab akibat tentu tidak sesimple itu. Mengikat pertalian jodoh karma baik itu dilakukan juga dilhat kondisi yang tepat, dan yang kita lihat adalah bodhisatva beremanasi di alam rendah, tentu sudah menunjukkan bahwa pastilah ada kondisi yang mendukung hingga dia melakukannya. Sama seperti ketika anda melihat seseorang berdiri di atas gedung, maka sudah tentu ada kondisi2 yang mendukung hingga dia bisa berada di atas sana. Tidak perlu tanya dia pakai apa, pakai tangga, pakai lift, pakai helikopter, intinya adalah sudah pasti ada faktor2 dari semua kemungkinan itu, kalo tidak mengapa bisa terlihat di atas gedung. Begitu juga saat bodhisatva ketika berada di alam tertentu, ya sudah jelas karena sudah ada faktor2 yang mendukung keberadaannya. Dan salah satu faktor pendukungnya adalah Adhitana , kemudian pertalian Karma saling mempengaruhi.
Dikatakan walaupun Bodhisatva memiliki kemampuan emanasi ia tetap tunduk pada hukum sebab dan akibat, saya setuju hal ini, cuma bertentangan dengan pernyataan mas Chingik sendiri. Dengan sebab terlahir sebagai singa atau harimau, apakah makan rumput atau daun-daunan sebagai akibat?
Atau mungkin dibalik, dengan sebab suka makan daging di kehidupan lalu, setelah menjadi kerbau lalu suka makan daging juga? Mungkinkah?
benar, broQuote from: Mahaparinibbana Sutta - Digha Nikaya, © DhammaCitta Press 2009...
3.21. ‘Ānanda, delapan [jenis] kelompok ini. Apakah delapan ini? Kelompok Khattiya, kelompok Brahmana, kelompok perumah tangga, kelompok petapa, kelompok para dewa dari alam Empat Raja Dewa, kelompok para dewa dari alam Tiga-Puluh-Tiga Dewa, kelompok māra, kelompok Brahmā.’
3.22. ‘Aku ingat dengan baik, Ānanda, ratusan kelompok Khattiya395 yang Kutemui, dan sebelum Aku duduk bersama mereka atau bergabung dalam pembicaraan mereka, Aku meniru penampilan dan gaya bahasa mereka, apa pun itu. Dan Aku menasihati, menginspirasi, memicu semangat, dan menggembirakan mereka dengan khotbah Dhamma. Dan sewaktu Aku berbicara kepada mereka, mereka tidak mengenali-Ku dan bertanya-tanya: “Siapakah ini yang berbicara seperti ini – dewa atau manusia?” dan setelah menasihati mereka demikian, Aku menghilang, dan mereka masih tidak mengenali: “Ia yang baru saja menghilang – apakah ia dewa atau manusia?”’
3.23. ‘Aku ingat dengan baik ratusan kelompok Brahmana, perumah tangga, petapa, para dewa dari alam Empat Raja Dewa, para dewa dari alam Tiga-Puluh-Tiga Dewa, māra, Brahmā ... [110] dan mereka masih tidak mengenali: “Ia yang baru saja menghilang – apakah ia dewa atau manusia?” Itu, Ānanda, adalah delapan kelompok.’
...
Apakah petikan Sutta ini yang dimaksud Bro marcedes dan Bro chingik?
tanpa buddha AMITHABA tidak akan ada buddha,buddha amithaba adalah buddha awal bersama 3 buddha lainnya yg melambangkan sifat ketuhanan,apakah haram hukumnya mengimani amithabba sebagai buddha,setahu sy jgnkan amithaba,yesus dan muhamad sj kita harus menyakini bahwa beliau adalah ,manusia yg tela menyebarkan jln kebenaran untuk manusia dan menuju alam bahagia walaupun beda bahasanya.,.,.,.,.,.,.,seharusnya penulisannya AMITOFO :)
malah yg sy liat theravada sy kaku dlm menerapkan aturan budhis,kalo sy memilih aliran TRIDHAMMA lebih netral dlm berpandangan dan universal dlm berpikir,.,.,.,
AMITOHPO
QuoteNah gitu dong bisa nyambung nih ama mas chingik, Benar di Mahaparinibbana sutta ada dikatakan sang Buddha kadang-kadang menyamar sebagai mahluk lain, tapi tidak pernah menyamar sebagai mahluk alam lebih rendah dari manusia.Benar, di Sutta itu memang tidak menyebutkan menyamar sebagai makhluk alam rendah, karena bukan isu itu yg kita bicarakan. Yang kita bicarakan berkenaan dengan Sutta ini adalah masalah "kepura-puraannya". Jadi menurut bro, mengapa harus berpura-pura?
QuoteSekarang saya tanya mas Chingik menabung pertalian jodoh karma yang baik? Apakah tidak salah? apakah harus Bodhisatva yang menyambung tali karma? Apakah Bodhisatva ketemu dengan hewan teman-temannya bukan karena karma masa lalu? Apakah mengikat tali perjodohan karma baik di alam hewan? Mengapa tidak di alam manusia terus? menunggu hewan-hewan tersebut lahir di alam manusia? Atau alam hewan lebih baik daripada alam manusia?Prinsip kerja hukum sebab akibat tentu tidak sesimple itu. Mengikat pertalian jodoh karma baik itu dilakukan juga dilhat kondisi yang tepat, dan yang kita lihat adalah bodhisatva beremanasi di alam rendah, tentu sudah menunjukkan bahwa pastilah ada kondisi yang mendukung hingga dia melakukannya. Sama seperti ketika anda melihat seseorang berdiri di atas gedung, maka sudah tentu ada kondisi2 yang mendukung hingga dia bisa berada di atas sana. Tidak perlu tanya dia pakai apa, pakai tangga, pakai lift, pakai helikopter, intinya adalah sudah pasti ada faktor2 dari semua kemungkinan itu, kalo tidak mengapa bisa terlihat di atas gedung. Begitu juga saat bodhisatva ketika berada di alam tertentu, ya sudah jelas karena sudah ada faktor2 yang mendukung keberadaannya. Dan salah satu faktor pendukungnya adalah Adhitana , kemudian pertalian Karma saling mempengaruhi.
Dikatakan walaupun Bodhisatva memiliki kemampuan emanasi ia tetap tunduk pada hukum sebab dan akibat, saya setuju hal ini, cuma bertentangan dengan pernyataan mas Chingik sendiri. Dengan sebab terlahir sebagai singa atau harimau, apakah makan rumput atau daun-daunan sebagai akibat?
Atau mungkin dibalik, dengan sebab suka makan daging di kehidupan lalu, setelah menjadi kerbau lalu suka makan daging juga? Mungkinkah?
Anda menanyakan mengapa tidak di alam manusia? tentu ada juga.
Menunggu hewan terlahir di alam manusia? faktor2 seperti ini juga ada.
Quoteloh saya cuma minta perbedaan antara trinitas dan trikaya...
Singkat saja, Allah itu adalah suatu entitas yang tunggal, monopoli tunggal
Dharmakaya adalah dimliiki setiap Buddha , lebih dari itu dimiliki setiap makluk yg berhasil menjadi Buddha.
Bagaimana bisa sama?
Anak Tuhan (Yesus) tampil berkomunikasi dengan Allah Bapanya, itulah sebabnya Yesus memannggilnya Bapa, suatu entitas yg terpisah.
Sakyamuni sebagai Nirmanakaya, hubungannya dengan Dharmakaya adalah tak terpisahkan. Bagaikan bulan dengan representasi bayangan bulan, tak terpisahkan. Bagaimana bisa sama?
Roh Kudus adalah jiwa yang bersifat kekal abadi
Sambhogakaya adalah hasil manifestasi yang muncul dari hasil kontemplasi setiap manusia saat mencapai Pencerahan. Tanpa pencapaian itu maka Sambhogakaya tidak akan muncul. Bagaimana bisa sama?
Jadi korelasi dan interaksi antara ketiga atribut Kaya itu sudah berbeda dengan korelasi interaksi antar 3 aspek Trinitas , yang beda kenapa harus disamakan
Quotepertama saya minta anda jabarkan perbedaan konsep Trikaya dan Trinitas....kalau saya pribadi mirip saja...mungkin anda lebih tahu jadi saya minta perbedaan tersebut...jaah...bro yg melemparkan isu ini, seharusnya bro yg jabarkan bagaimana konsep itu bisa sama?? saya saja tidak tahu bagaimana bro bisa anggap sama. Padahal jelas-jelas berbeda secara hakiki. Ingat lho bro, jangan menilai sesuatu dari atributnya, selami makna hakikinya baru simpulkan apakah itu sama atau tidak.
Sebagai info tambahan, Trikaya dalam Mahayana hanya salah satu variabel umum dalam menjelaskan manifestasi Buddha, lebih dari itu ada juga disebut 10 kaya, tergantung konteksnya. Seperti dalam menjelaskan 1 jenis dhamma, 2 jenis dhamma, dan seterusnya.Quotekemudian apabila anda sendiri jg kurang paham dan mengerti konsep trikaya...lebih lagi anda tinggal mengatakan bahwa buddha adalah Upayakausalya...Trikaya secara konseptual tidak perlu dikaitkan dengan apakah saya ngerti atau tidak. Saya hanya berkapasitas menjelaskan bagaimana ini eksis dalam Sutra Mahayana dan merupakan wejangan dari Buddha.
( tidak dapat dimengerti oleh akal sehat dan pikiran )
Saya merasa geli sendiri bahwa mengapa bro mencampurkan masalah upaya kausalya di sini. Saya mengerti maksud bro , jadi mari saya klarifikasi sedikit lagi bahwa Upaya Kausalya bukanlah semacam alasan utk menutupi sesuatu yang tidak logis di mata anda. Upaya Kausalya adalah cara-cara yang digunakan utk memberi manfaat pada para makhluk, yang semua itu tidak terhindar dari prinsip hubungan sebab akibat.
Quotejadi sebenarnya konsep Trikaya itu muncul dari orang yg mengerti atau tidak mengerti?Arahat yang menulis konsep ini memang bukan Sammasambuddha. Tetapi konseptual ini kan berasal dari wejangan Buddha, tidak perlu harus mengerti. Sama seperti Ananda saat belum mengalami Nibbana, Sang Buddha tetap mewejangkannya kepada Ananda. Taruhlah Ananda akhirnya mencapai Nibbana, tetapi Ananda tidak mengerti tentang pengetahuan sempurna (Sabbannuta nana) seorang Sammasammbuddha juga, toh juga menkonseptualkannya hingga akhrinya muncul dalam Sutra bentuk tulisan ,bukan?
apakah arahat yang menulis konsep trikaya adalah sammasambuddha? jelas bukan....jadi siapa yang berani menulis konsep trikaya serta menjabarkan konsep ini kalau diri sendiri tidak mengerti..
apakah bisa paham maksud saya?Quotesekalian sy tanyakanPengertian satu itu apakah segampang itu mencernanya seperti menganggap air sama dengan susu?
jika anda katakan bahwa Trikaya itu berpusat 1, apakah ketika pikiran Buddha gotama itu pararel dengan Avalokitesvara? dan Amitabha...mengingat sebenarnya adalah satu...
apabila tidak pararel...apakah Buddha dengan gampang nya menciptakan Buddha baru?
Paham maksud saya? Air susu dan air laut berbeda, tetapi secara substantif ia berasal dari satu sumber yakni unsur air . Tetapi tidak berarti air susu harus muncul dari air laut.
Yang dikatakan SATU itu karena ia memiliki substansi yang sama yaitu sama sama unsur Air.
Dharmakaya ibarat unsur air, dari aspek ini maka disebut semua Buddha itu sama karena sama-sama memiliki hakikat (baca:unsur) yang sama dalam dirinya. Bukan berarti Buddha Gotama = Buddhha Amitabha hingga membuat orang bingung. Yang dikatakan sama itu adalah aspek Dharmakaya, aspek hakiki dalam dirinya yakni potensi Kebuddhaannya.
Di Mahaparinibbana sutta dikatakan Sang Buddha menyamar menjadi kelompok mahluk manusia, dewa dan Brahma untuk mengajarkan Dhamma.tentu tidak. Lihat kisah Jataka.
Apakah Bodhisatva hanya menyamar sebagai singa agar bisa mengajarkan Dhamma kepada hewan rimba?
Hmm menarik.. memilih sengaja emanasi sebagai binatang untuk menjalin ikatan tali perjodohan karma baik? Bahkan didahului dengan adhitana supaya ber-emanasi jadi singa atau harimau?tentu saja hukum sebab akibat. Proses kerja sebab akibat itu dipertimbangkan makanya baru memilih utk beremanasi. Tidak makan daging pun tidak berarti harus menunjukkan fenomena yang nyata. Sama seperti Sang Buddha menyamar jadi dewa ,mara, brahma, itu bukan fenomena nyata sebagai dewa, mara atau brahma.
Pertanyaan saya ber-emanasi jadi singa tidak makan daging, apakah ini hukum sebab akibat?
tanpa buddha AMITHABA tidak akan ada buddha,buddha amithaba adalah buddha awal bersama 3 buddha lainnya yg melambangkan sifat ketuhanan,apakah haram hukumnya mengimani amithabba sebagai buddha,setahu sy jgnkan amithaba,yesus dan muhamad sj kita harus menyakini bahwa beliau adalah ,manusia yg tela menyebarkan jln kebenaran untuk manusia dan menuju alam bahagia walaupun beda bahasanya.,.,.,.,.,.,.,
malah yg sy liat theravada sy kaku dlm menerapkan aturan budhis,kalo sy memilih aliran TRIDHAMMA lebih netral dlm berpandangan dan universal dlm berpikir,.,.,.,
AMITOHPO
QuoteDi Mahaparinibbana sutta dikatakan Sang Buddha menyamar menjadi kelompok mahluk manusia, dewa dan Brahma untuk mengajarkan Dhamma.tentu tidak. Lihat kisah Jataka.
Apakah Bodhisatva hanya menyamar sebagai singa agar bisa mengajarkan Dhamma kepada hewan rimba?
Menurut bro mengapa Sang Buddha harus menyamar?QuoteHmm menarik.. memilih sengaja emanasi sebagai binatang untuk menjalin ikatan tali perjodohan karma baik? Bahkan didahului dengan adhitana supaya ber-emanasi jadi singa atau harimau?tentu saja hukum sebab akibat. Proses kerja sebab akibat itu dipertimbangkan makanya baru memilih utk beremanasi. Tidak makan daging pun tidak berarti harus menunjukkan fenomena yang nyata. Sama seperti Sang Buddha menyamar jadi dewa ,mara, brahma, itu bukan fenomena nyata sebagai dewa, mara atau brahma.
Pertanyaan saya ber-emanasi jadi singa tidak makan daging, apakah ini hukum sebab akibat?
Berarti bro ching-ik setuju bahwa usaha upaya kausalya masih berhubungan dengan sebab akibat (a.k.a. hukum hetu phala) ? Jika demikian, memang-lah hal ini sesuai dengan apa yang disabda-kan di dalam Sutra Intan...Bodhisatva sudah tidak memiliki kemelekatan. Yang saya maksudkan dari tak terhindar dari hukum sebab akibat itu adalah saat terjadi korelasi dengan makhluk yang bersangkutan. Seperti halnya Sang Buddha ketika akan mengajarkan dhamma kepada salah satu calon Arahat, Dia juga mempertimbangkan kondisi kapan saat yang tepat. Kondisi inilah yang saya maksudkan sebagai bagian dari sebab akibat.
Ketika seorang individu (bahkan dalam level bodhisatta) masih berkutat pada pikiran untuk ini, untuk itu, bahkan untuk usaha mulia (chanda) maka seyogia-nya tidak akan bisa mencapai apa yang disebut dengan ke-BUDDHA-an...
Dengan ini berarti bahwa pada level kesucian, seorang bodhisatta tidak akan bisa menyama-i seorang savaka.
Benar, Jataka menganggapnya sebagai punnabhava, tetapi dari sudut pandang Mahayana, sesungguhnya itu adalah emanasi, karena tidak mungkin seorang Bodhisatva yang telah divyakarana oleh Buddha, masih terlahir di alam rendah. Kecuali belum divyakarana, maka wajar masih terlahir di alam rendah.QuoteDi Mahaparinibbana sutta dikatakan Sang Buddha menyamar menjadi kelompok mahluk manusia, dewa dan Brahma untuk mengajarkan Dhamma.tentu tidak. Lihat kisah Jataka.
Apakah Bodhisatva hanya menyamar sebagai singa agar bisa mengajarkan Dhamma kepada hewan rimba?
Menurut bro mengapa Sang Buddha harus menyamar?QuoteHmm menarik.. memilih sengaja emanasi sebagai binatang untuk menjalin ikatan tali perjodohan karma baik? Bahkan didahului dengan adhitana supaya ber-emanasi jadi singa atau harimau?tentu saja hukum sebab akibat. Proses kerja sebab akibat itu dipertimbangkan makanya baru memilih utk beremanasi. Tidak makan daging pun tidak berarti harus menunjukkan fenomena yang nyata. Sama seperti Sang Buddha menyamar jadi dewa ,mara, brahma, itu bukan fenomena nyata sebagai dewa, mara atau brahma.
Pertanyaan saya ber-emanasi jadi singa tidak makan daging, apakah ini hukum sebab akibat?
Di dalam JATAKA apakah bukan biasanya disebutkan, di dalam salah satu kelahiran-nya... tumimbal lahir (punnabhava) bukan ber-emanasi ?
QuoteBerarti bro ching-ik setuju bahwa usaha upaya kausalya masih berhubungan dengan sebab akibat (a.k.a. hukum hetu phala) ? Jika demikian, memang-lah hal ini sesuai dengan apa yang disabda-kan di dalam Sutra Intan...Bodhisatva sudah tidak memiliki kemelekatan. Yang saya maksudkan dari tak terhindar dari hukum sebab akibat itu adalah saat terjadi korelasi dengan makhluk yang bersangkutan. Seperti halnya Sang Buddha ketika akan mengajarkan dhamma kepada salah satu calon Arahat, Dia juga mempertimbangkan kondisi kapan saat yang tepat. Kondisi inilah yang saya maksudkan sebagai bagian dari sebab akibat.
Ketika seorang individu (bahkan dalam level bodhisatta) masih berkutat pada pikiran untuk ini, untuk itu, bahkan untuk usaha mulia (chanda) maka seyogia-nya tidak akan bisa mencapai apa yang disebut dengan ke-BUDDHA-an...
Dengan ini berarti bahwa pada level kesucian, seorang bodhisatta tidak akan bisa menyama-i seorang savaka.
Benar, Jataka menganggapnya sebagai punnabhava, tetapi dari sudut pandang Mahayana, sesungguhnya itu adalah emanasi, karena tidak mungkin seorang Bodhisatva yang telah divyakarana oleh Buddha, masih terlahir di alam rendah. Kecuali belum divyakarana, maka wajar masih terlahir di alam rendah.QuoteDi Mahaparinibbana sutta dikatakan Sang Buddha menyamar menjadi kelompok mahluk manusia, dewa dan Brahma untuk mengajarkan Dhamma.tentu tidak. Lihat kisah Jataka.
Apakah Bodhisatva hanya menyamar sebagai singa agar bisa mengajarkan Dhamma kepada hewan rimba?
Menurut bro mengapa Sang Buddha harus menyamar?QuoteHmm menarik.. memilih sengaja emanasi sebagai binatang untuk menjalin ikatan tali perjodohan karma baik? Bahkan didahului dengan adhitana supaya ber-emanasi jadi singa atau harimau?tentu saja hukum sebab akibat. Proses kerja sebab akibat itu dipertimbangkan makanya baru memilih utk beremanasi. Tidak makan daging pun tidak berarti harus menunjukkan fenomena yang nyata. Sama seperti Sang Buddha menyamar jadi dewa ,mara, brahma, itu bukan fenomena nyata sebagai dewa, mara atau brahma.
Pertanyaan saya ber-emanasi jadi singa tidak makan daging, apakah ini hukum sebab akibat?
Di dalam JATAKA apakah bukan biasanya disebutkan, di dalam salah satu kelahiran-nya... tumimbal lahir (punnabhava) bukan ber-emanasi ?
Arah pembicaraan kita adalah kaitan upaya kausalya dan hukum sebab akibat. Dalam hal ini , saya tidak menolak bahwa Buddha tidak menciptakan karma lagi. Saya hanya menekankan bahwa sebab akibat yg saya maksud di sini seperti hal nya ketika Buddha mengajarkan dhamma, Beliau juga mempertimbangkan korelasi karma dari makhluk yg bersangkutan.QuoteBerarti bro ching-ik setuju bahwa usaha upaya kausalya masih berhubungan dengan sebab akibat (a.k.a. hukum hetu phala) ? Jika demikian, memang-lah hal ini sesuai dengan apa yang disabda-kan di dalam Sutra Intan...Bodhisatva sudah tidak memiliki kemelekatan. Yang saya maksudkan dari tak terhindar dari hukum sebab akibat itu adalah saat terjadi korelasi dengan makhluk yang bersangkutan. Seperti halnya Sang Buddha ketika akan mengajarkan dhamma kepada salah satu calon Arahat, Dia juga mempertimbangkan kondisi kapan saat yang tepat. Kondisi inilah yang saya maksudkan sebagai bagian dari sebab akibat.
Ketika seorang individu (bahkan dalam level bodhisatta) masih berkutat pada pikiran untuk ini, untuk itu, bahkan untuk usaha mulia (chanda) maka seyogia-nya tidak akan bisa mencapai apa yang disebut dengan ke-BUDDHA-an...
Dengan ini berarti bahwa pada level kesucian, seorang bodhisatta tidak akan bisa menyama-i seorang savaka.
Konteks BUDDHA juga tidak berkorelasi dengan apa yang di perbuat oleh seorang Bodhisatta. Karena di dalam riwayat hidup BUDDHA GOTAMA ketika masih hidup, Buddha sudah tidak menciptakan karma lagi. Karena yang saya pahami dari seorang individu yang menjalani karir sebagai seorang bodhisatta (setelah di adithana oleh seorang sammasambuddha) adalah bahwa individu tersebut masih belum mencapai tingkat kesucian apapun (walaupun secara parami mungkin sudah, tetapi belum di tamat-kan). Jadi masih tetap alur logis dari apa yang saya dapatkan dari Pali Kanon lebih nyambung...
Jadi menyamar untuk apa? mengikat tali perjodohan karma baik dengan hewan-hewan rimba?QuoteDi Mahaparinibbana sutta dikatakan Sang Buddha menyamar menjadi kelompok mahluk manusia, dewa dan Brahma untuk mengajarkan Dhamma. Apakah Bodhisatva hanya menyamar sebagai singa agar bisa mengajarkan Dhamma kepada hewan rimba?
tentu tidak. Lihat kisah Jataka.
Menurut bro mengapa Sang Buddha harus menyamar?
QuoteHmm menarik.. memilih sengaja emanasi sebagai binatang untuk menjalin ikatan tali perjodohan karma baik? Bahkan didahului dengan adhitana supaya ber-emanasi jadi singa atau harimau?tentu saja hukum sebab akibat. Proses kerja sebab akibat itu dipertimbangkan makanya baru memilih utk beremanasi. Tidak makan daging pun tidak berarti harus menunjukkan fenomena yang nyata. Sama seperti Sang Buddha menyamar jadi dewa ,mara, brahma, itu bukan fenomena nyata sebagai dewa, mara atau brahma.
Pertanyaan saya ber-emanasi jadi singa tidak makan daging, apakah ini hukum sebab akibat?
Bukan soal harus dimunculkan. Itu sudah merupakan adhitana dari seorang bodhisatva, dan utk bisa sperti itu, dia harus menghancurkan kemelekatan.Benar, Jataka menganggapnya sebagai punnabhava, tetapi dari sudut pandang Mahayana, sesungguhnya itu adalah emanasi, karena tidak mungkin seorang Bodhisatva yang telah divyakarana oleh Buddha, masih terlahir di alam rendah. Kecuali belum divyakarana, maka wajar masih terlahir di alam rendah.QuoteDi Mahaparinibbana sutta dikatakan Sang Buddha menyamar menjadi kelompok mahluk manusia, dewa dan Brahma untuk mengajarkan Dhamma.tentu tidak. Lihat kisah Jataka.
Apakah Bodhisatva hanya menyamar sebagai singa agar bisa mengajarkan Dhamma kepada hewan rimba?
Menurut bro mengapa Sang Buddha harus menyamar?QuoteHmm menarik.. memilih sengaja emanasi sebagai binatang untuk menjalin ikatan tali perjodohan karma baik? Bahkan didahului dengan adhitana supaya ber-emanasi jadi singa atau harimau?tentu saja hukum sebab akibat. Proses kerja sebab akibat itu dipertimbangkan makanya baru memilih utk beremanasi. Tidak makan daging pun tidak berarti harus menunjukkan fenomena yang nyata. Sama seperti Sang Buddha menyamar jadi dewa ,mara, brahma, itu bukan fenomena nyata sebagai dewa, mara atau brahma.
Pertanyaan saya ber-emanasi jadi singa tidak makan daging, apakah ini hukum sebab akibat?
Di dalam JATAKA apakah bukan biasanya disebutkan, di dalam salah satu kelahiran-nya... tumimbal lahir (punnabhava) bukan ber-emanasi ?
Karena memang konsep di dalam sudut pandang Mahayana seperti itu, jadi harus di muncul-kan lagi istilah EMANASI... sedangkan di dalam Pali Kanon, memang sudah disebutkan persyaratan apa saja seorang bodhisatta bakal terlahir kan kembali... Kalau tidak salah, tidak akan terlahir di alam neraka, kalau terlahir sebagai binatang, tidak akan lebih kecil dari burung puyuh dan sebagainya...
Jadi untuk apa? mengikat tali perjodohan karma baik dengan hewan-hewan rimba?ya
Menurut bro mengapa Sang Buddha harus menyamar?Yang saya tanyakan bukan tujuannya, tapi utk apa harus menggunakan vikubbana iddhi? Untuk apa gitu lho, kan menurut kalian Sang Buddha tidak perlu harus berpura-pura. Apakah Sang Buddha mau seperti Devadatta juga pake pura2/menyamar?
Walah piye toh mas Chingik iki dibaca toh mas.... yang di-color biru.
Apakah Bodhisatva menyalin rupa menjadi harimau atau singa? lalu sambil menyalin-rupa beranak-pinak? dan beramah-tamah mengikat tali perjodohan karma baik dengan berbagai hewan rimba?Yang bilang beranak pinak kan anda sendiri. Bisa saja dia hanya datang sementara lalu pergi.
Bukan soal harus dimunculkan. Itu sudah merupakan adhitana dari seorang bodhisatva, dan utk bisa sperti itu, dia harus menghancurkan kemelekatan.Benar, Jataka menganggapnya sebagai punnabhava, tetapi dari sudut pandang Mahayana, sesungguhnya itu adalah emanasi, karena tidak mungkin seorang Bodhisatva yang telah divyakarana oleh Buddha, masih terlahir di alam rendah. Kecuali belum divyakarana, maka wajar masih terlahir di alam rendah.QuoteDi Mahaparinibbana sutta dikatakan Sang Buddha menyamar menjadi kelompok mahluk manusia, dewa dan Brahma untuk mengajarkan Dhamma.tentu tidak. Lihat kisah Jataka.
Apakah Bodhisatva hanya menyamar sebagai singa agar bisa mengajarkan Dhamma kepada hewan rimba?
Menurut bro mengapa Sang Buddha harus menyamar?QuoteHmm menarik.. memilih sengaja emanasi sebagai binatang untuk menjalin ikatan tali perjodohan karma baik? Bahkan didahului dengan adhitana supaya ber-emanasi jadi singa atau harimau?tentu saja hukum sebab akibat. Proses kerja sebab akibat itu dipertimbangkan makanya baru memilih utk beremanasi. Tidak makan daging pun tidak berarti harus menunjukkan fenomena yang nyata. Sama seperti Sang Buddha menyamar jadi dewa ,mara, brahma, itu bukan fenomena nyata sebagai dewa, mara atau brahma.
Pertanyaan saya ber-emanasi jadi singa tidak makan daging, apakah ini hukum sebab akibat?
Di dalam JATAKA apakah bukan biasanya disebutkan, di dalam salah satu kelahiran-nya... tumimbal lahir (punnabhava) bukan ber-emanasi ?
Karena memang konsep di dalam sudut pandang Mahayana seperti itu, jadi harus di muncul-kan lagi istilah EMANASI... sedangkan di dalam Pali Kanon, memang sudah disebutkan persyaratan apa saja seorang bodhisatta bakal terlahir kan kembali... Kalau tidak salah, tidak akan terlahir di alam neraka, kalau terlahir sebagai binatang, tidak akan lebih kecil dari burung puyuh dan sebagainya...
Dalam Theravada tentang kelahiran di alam rendah, saya memang ingin tahu apa sebabnya. hehe..tapi blm ada ya kasi penjelasan. Masalahnya disebutkan bahwa saat setelah diramal oleh Buddha Dipankara, cita-cita agung dan Parami bodhisatva sudah Tidak Terbelokkan lagi. Istilah dalam Mahayana menyebutkan "tidak akan merosot lagi", jadi walaupun Theravada bilang belum mencapai kesucian, okela, tetapi arah Parami dikatakan sudah tidak terbelokkan. Artinya Kebajikannya tidak akan mengalami kemunduran, kalo masih ada kemerosotan/terbelokkan berarti bertentangan dengan Paraminya. Tapi kok bisa terbelokkan?
Bukan soal harus dimunculkan. Itu sudah merupakan adhitana dari seorang bodhisatva, dan utk bisa sperti itu, dia harus menghancurkan kemelekatan.Benar, Jataka menganggapnya sebagai punnabhava, tetapi dari sudut pandang Mahayana, sesungguhnya itu adalah emanasi, karena tidak mungkin seorang Bodhisatva yang telah divyakarana oleh Buddha, masih terlahir di alam rendah. Kecuali belum divyakarana, maka wajar masih terlahir di alam rendah.QuoteDi Mahaparinibbana sutta dikatakan Sang Buddha menyamar menjadi kelompok mahluk manusia, dewa dan Brahma untuk mengajarkan Dhamma.tentu tidak. Lihat kisah Jataka.
Apakah Bodhisatva hanya menyamar sebagai singa agar bisa mengajarkan Dhamma kepada hewan rimba?
Menurut bro mengapa Sang Buddha harus menyamar?QuoteHmm menarik.. memilih sengaja emanasi sebagai binatang untuk menjalin ikatan tali perjodohan karma baik? Bahkan didahului dengan adhitana supaya ber-emanasi jadi singa atau harimau?tentu saja hukum sebab akibat. Proses kerja sebab akibat itu dipertimbangkan makanya baru memilih utk beremanasi. Tidak makan daging pun tidak berarti harus menunjukkan fenomena yang nyata. Sama seperti Sang Buddha menyamar jadi dewa ,mara, brahma, itu bukan fenomena nyata sebagai dewa, mara atau brahma.
Pertanyaan saya ber-emanasi jadi singa tidak makan daging, apakah ini hukum sebab akibat?
Di dalam JATAKA apakah bukan biasanya disebutkan, di dalam salah satu kelahiran-nya... tumimbal lahir (punnabhava) bukan ber-emanasi ?
Karena memang konsep di dalam sudut pandang Mahayana seperti itu, jadi harus di muncul-kan lagi istilah EMANASI... sedangkan di dalam Pali Kanon, memang sudah disebutkan persyaratan apa saja seorang bodhisatta bakal terlahir kan kembali... Kalau tidak salah, tidak akan terlahir di alam neraka, kalau terlahir sebagai binatang, tidak akan lebih kecil dari burung puyuh dan sebagainya...
Dalam Theravada tentang kelahiran di alam rendah, saya memang ingin tahu apa sebabnya. hehe..tapi blm ada ya kasi penjelasan. Masalahnya disebutkan bahwa saat setelah diramal oleh Buddha Dipankara, cita-cita agung dan Parami bodhisatva sudah Tidak Terbelokkan lagi. Istilah dalam Mahayana menyebutkan "tidak akan merosot lagi", jadi walaupun Theravada bilang belum mencapai kesucian, okela, tetapi arah Parami dikatakan sudah tidak terbelokkan. Artinya Kebajikannya tidak akan mengalami kemunduran, kalo masih ada kemerosotan/terbelokkan berarti bertentangan dengan Paraminya. Tapi kok bisa terbelokkan?
anggaplah kita menerima frasa "tidak mungkin merosot sejak masa Buddha Dipankara", tetapi mungkinkah Bodhisatta masih menerima akibat perbuatan dari masa sebelum Buddha Dipankara?
Bukan soal harus dimunculkan. Itu sudah merupakan adhitana dari seorang bodhisatva, dan utk bisa sperti itu, dia harus menghancurkan kemelekatan.Benar, Jataka menganggapnya sebagai punnabhava, tetapi dari sudut pandang Mahayana, sesungguhnya itu adalah emanasi, karena tidak mungkin seorang Bodhisatva yang telah divyakarana oleh Buddha, masih terlahir di alam rendah. Kecuali belum divyakarana, maka wajar masih terlahir di alam rendah.QuoteDi Mahaparinibbana sutta dikatakan Sang Buddha menyamar menjadi kelompok mahluk manusia, dewa dan Brahma untuk mengajarkan Dhamma.tentu tidak. Lihat kisah Jataka.
Apakah Bodhisatva hanya menyamar sebagai singa agar bisa mengajarkan Dhamma kepada hewan rimba?
Menurut bro mengapa Sang Buddha harus menyamar?QuoteHmm menarik.. memilih sengaja emanasi sebagai binatang untuk menjalin ikatan tali perjodohan karma baik? Bahkan didahului dengan adhitana supaya ber-emanasi jadi singa atau harimau?tentu saja hukum sebab akibat. Proses kerja sebab akibat itu dipertimbangkan makanya baru memilih utk beremanasi. Tidak makan daging pun tidak berarti harus menunjukkan fenomena yang nyata. Sama seperti Sang Buddha menyamar jadi dewa ,mara, brahma, itu bukan fenomena nyata sebagai dewa, mara atau brahma.
Pertanyaan saya ber-emanasi jadi singa tidak makan daging, apakah ini hukum sebab akibat?
Di dalam JATAKA apakah bukan biasanya disebutkan, di dalam salah satu kelahiran-nya... tumimbal lahir (punnabhava) bukan ber-emanasi ?
Karena memang konsep di dalam sudut pandang Mahayana seperti itu, jadi harus di muncul-kan lagi istilah EMANASI... sedangkan di dalam Pali Kanon, memang sudah disebutkan persyaratan apa saja seorang bodhisatta bakal terlahir kan kembali... Kalau tidak salah, tidak akan terlahir di alam neraka, kalau terlahir sebagai binatang, tidak akan lebih kecil dari burung puyuh dan sebagainya...
Dalam Theravada tentang kelahiran di alam rendah, saya memang ingin tahu apa sebabnya. hehe..tapi blm ada ya kasi penjelasan. Masalahnya disebutkan bahwa saat setelah diramal oleh Buddha Dipankara, cita-cita agung dan Parami bodhisatva sudah Tidak Terbelokkan lagi. Istilah dalam Mahayana menyebutkan "tidak akan merosot lagi", jadi walaupun Theravada bilang belum mencapai kesucian, okela, tetapi arah Parami dikatakan sudah tidak terbelokkan. Artinya Kebajikannya tidak akan mengalami kemunduran, kalo masih ada kemerosotan/terbelokkan berarti bertentangan dengan Paraminya. Tapi kok bisa terbelokkan?
:))QuoteJadi untuk apa? mengikat tali perjodohan karma baik dengan hewan-hewan rimba?ya
QuoteMenurut bro mengapa Sang Buddha harus menyamar?Yang saya tanyakan bukan tujuannya, tapi utk apa harus menggunakan vikubbana iddhi? Untuk apa gitu lho, kan menurut kalian Sang Buddha tidak perlu harus berpura-pura. Apakah Sang Buddha mau seperti Devadatta juga pake pura2/menyamar?
Walah piye toh mas Chingik iki dibaca toh mas.... yang di-color biru.
QuoteApakah Bodhisatva menyalin rupa menjadi harimau atau singa? lalu sambil menyalin-rupa beranak-pinak? dan beramah-tamah mengikat tali perjodohan karma baik dengan berbagai hewan rimba?Yang bilang beranak pinak kan anda sendiri. Bisa saja dia hanya datang sementara lalu pergi.
Intinya tujuannya memberi manfaat, apa manfaatnya tentu ada kronologi sebab akibat . Kadang memperlihatkan sikap sepele juga ada manfaatnya. Silakan cermati sikap yg terlihat sepele, kadang bisa memberi inspirasi.
Itulah welas asih yang dipertunjukkan. Tidaklah aneh bagi saya.
anggaplah kita menerima frasa "tidak mungkin merosot sejak masa Buddha Dipankara", tetapi mungkinkah Bodhisatta masih menerima akibat perbuatan dari masa sebelum Buddha Dipankara?Ya, konteks ini benar dalam perspektif Theravada, karena bodhisatva masih belum terbebas dari kelahiran kembali.
selama masih terlahirkan kembali, maka mungkin masih ada kondisi yang memungkinkan untuk kamma vipaka/phala berbuah...iya, ini benar dalam kondisi masih terlahirkan kembali.
Mas Dilbert saya wakili untuk memberi penjelasan ya?O ya benar, karena dalam konteks Theravada memang demikian. Saya sepintas mempertanyakan masalah karena sekilas memposisikan bodhisatta dalam versi Mahayana. Bila kedua konteks ini dipisahkan, maka masing2 memiliki konseptual tersendiri.
Mas Chingik ini lucu deh, kalau Bodhisatva terlahir di alam rendah karena kondisi yang mendukung kelahiran di alam yang lebih tinggi belum muncul (belum berbuah) dan kondisi kelahiran di alam yang lebih tinggi sebelumnya sudah habis. Jawabannya sederhana banget kok mas Chingik, mungkin semua teman-teman yang disini tahu jawabannya, tapi malas menjawab karena pertanyaannya terlalu mudah.
Inilah sebabnya Bodhisatva juga pernah terlahir sebagai Pariah (Candala), karena sebab timbunan karma baik yang lain belum memiliki kondisi untuk berbuah, dan karma baik yang menimbulkan kondisi jadi orang kaya belum muncul.
Jadi diumpamakan seperti ada tabungan deposito yang gede belum jatuh tempo, dan tabungan deposito yang jatuh tempo jumlahnya sangat kecil. Gitu aja kok bingung.
Mas Chingik ini lucu, ya tentu saja pakai ilmu kesaktian vikubbana iddhi dong, masak pake rias-muka ahli sulap?haha.., ada2 saja.
jadi Bodhisatva tak pernah "reinkarnasi" ya? cuma menyalin rupa jadi harimau terus pergi?bakal berputar2 nih..haha
Mungkin sekali waktu Bodhisatva pernah ber-emanasi jadi nyamuk untuk mengikat tali perjodohan karma dengan penghuni rawa? Atau beremanasi jadi kutu dan belatung? mungkin juga jadi ikan buntal di laut untuk mengikat tali perjodohan karma?
QuoteMas Chingik ini lucu, ya tentu saja pakai ilmu kesaktian vikubbana iddhi dong, masak pake rias-muka ahli sulap?haha.., ada2 saja.
Jadi kenapa harus pake iddhi? maksudnya apa alasannya, karena membuat para pendengar dhamma bertambah bingung. Kalo langsung kan ga papa
Quotejadi Bodhisatva tak pernah "reinkarnasi" ya? cuma menyalin rupa jadi harimau terus pergi?bakal berputar2 nih..haha.
Mungkin sekali waktu Bodhisatva pernah ber-emanasi jadi nyamuk untuk mengikat tali perjodohan karma dengan penghuni rawa? Atau beremanasi jadi kutu dan belatung? mungkin juga jadi ikan buntal di laut untuk mengikat tali perjodohan karma?
Saya kira bukan bingung, tetapi untuk mengatasi penolakan. Kita tahu banyak kelompok masyarakat yang cenderung menolak orang asing.nah itu dia.., jadi bukan pura2 lho...
Loh kenapa? bukankah sejalan dengan kata-kata mas Chingik sendiri?Kalo yang bro maksudkan sejalan itu, ya okelah. clear.
"Intinya tujuannya memberi manfaat, apa manfaatnya tentu ada kronologi sebab akibat . Kadang memperlihatkan sikap sepele juga ada manfaatnya. Silakan cermati sikap yg terlihat sepele, kadang bisa memberi inspirasi. "
Menjadi nyamuk lebih mudah lagi memberi manfaat pada penghuni rawa kan? oh ya saya mendadak ingin kasih GRP untuk mas Chingik atas ketabahannya.
By the way, kalau Bodhisatva jadi nyamuk menghisap darah termasuk melanggar vegetarian nggak ya?
Singkat saja, Allah itu adalah suatu entitas yang tunggal, monopoli tunggaldalam Trinitas Yesus dan ALLAH itu sama loh dan mengacu pada 1 orang....entah mana tubuh asli ALLAH atau YESUS,
Dharmakaya adalah dimliiki setiap Buddha , lebih dari itu dimiliki setiap makluk yg berhasil menjadi Buddha.
Bagaimana bisa sama?
Anak Tuhan (Yesus) tampil berkomunikasi dengan Allah Bapanya, itulah sebabnya Yesus memannggilnya Bapa, suatu entitas yg terpisah.
Sakyamuni sebagai Nirmanakaya, hubungannya dengan Dharmakaya adalah tak terpisahkan. Bagaikan bulan dengan representasi bayangan bulan, tak terpisahkan. Bagaimana bisa sama?
Roh Kudus adalah jiwa yang bersifat kekal abadi
Sambhogakaya adalah hasil manifestasi yang muncul dari hasil kontemplasi setiap manusia saat mencapai Pencerahan. Tanpa pencapaian itu maka Sambhogakaya tidak akan muncul. Bagaimana bisa sama?
Jadi korelasi dan interaksi antara ketiga atribut Kaya itu sudah berbeda dengan korelasi interaksi antar 3 aspek Trinitas , yang beda kenapa harus disamakan
mas chingik saya tanyakan adalah...kenapa buddha mengajarkan ajaran yang tidak ada gunanya dan ditujukan untuk siapa ajaran ini...QuoteBuddha mengatakan kepada ananda mengenai beberapa kotbah..disitu sudah ada para Arahat yang mengerti tentang apa yang dikatakan buddha..Dalam Mahayana, Trikaya juga adalah kotbah yg diberikan Buddha, lalu mengapa awalnya harus membuat pertanyaan soal siapa yang ngerti dan tidak. Jika penjelasan anda seperti itu, maka anda sendiri telah menjawabnya.
coba balik ke sutta...pernahkah buddha membabarkan sesuatu yang tidak di mengerti oleh para Arahat sendiri atau tidak dimengerti oleh satu pun audience nya.
dan sampai sekarang berarti Buddha telah mengajarkan sesuatu yang useless kepada kita mengenai konsep yg tidak mungkin kita mengerti...jadi apa tujuan buddha membabarkan hal yg tidak akan kita mengerti?
ini seperti mengajar para anak TK mengenai pelajaran rumit seperti Hukum fisika. yg sudah nyata tidak akan mungkin di mengerti oleh anak TK tersebut...
apakah anak TK yg bodoh atau guru nya yg bodoh?...silahkan anda jawab sendiri.
Pemahaman bro sudah melenceng, jadi pertanyaan yang dibuat juga jadi aneh.tolong baca pertanyaan saya baik-baik....setiap buddha memiliki Trikaya...tapi mengapa menjadi rumusan demikian
Kata siapa dharmakaya hanya dimiliki Buddha Amitabha , sedangkan Vairocana tidak ada?
Setiap Buddha memilki Trikaya.
Setiap Buddha memilki Trikaya.saya tahu dalam konsep mahayana setiap buddha memiliki Trikaya...tapi mengapa mesti rumusan nya demikian,sedangkan arti salah satu kaya misalkan Dhammakaya adalah sebuah hakekat kebenaran dan lambang kesunyataan
pertanyaan tepat bagaimana? justru ini mencerminkan pertanyaan yg tidak berbobot.
Memangnya yg namanya mengajar di alam hewan harus dituntut persis dapat dimengerti sama dengan kondisi yang bersifat manusiawi yang harus sesuai dengan logika manusia? Jataka saja sudah menunjukkan bagaimana bodhisatta sebagai hewan memiliki kesadaran khusus yg mampu mengorbankan diri. Apa bro Truth mau meledek lagi bahwa bodhisatta di Jataka itu cuma bisa ngajar hewan lain bermeditasi.
maksud saya adalah mengapa rumusannya menuju pada amitabha, avalokitesvara, gotama.....mengapa amitabha? kalau di ganti vairocana bisa kah?QuoteQuoteloh saya cuma minta perbedaan antara trinitas dan trikaya...
Singkat saja, Allah itu adalah suatu entitas yang tunggal, monopoli tunggal
Dharmakaya adalah dimliiki setiap Buddha , lebih dari itu dimiliki setiap makluk yg berhasil menjadi Buddha.
Bagaimana bisa sama?
Anak Tuhan (Yesus) tampil berkomunikasi dengan Allah Bapanya, itulah sebabnya Yesus memannggilnya Bapa, suatu entitas yg terpisah.
Sakyamuni sebagai Nirmanakaya, hubungannya dengan Dharmakaya adalah tak terpisahkan. Bagaikan bulan dengan representasi bayangan bulan, tak terpisahkan. Bagaimana bisa sama?
Roh Kudus adalah jiwa yang bersifat kekal abadi
Sambhogakaya adalah hasil manifestasi yang muncul dari hasil kontemplasi setiap manusia saat mencapai Pencerahan. Tanpa pencapaian itu maka Sambhogakaya tidak akan muncul. Bagaimana bisa sama?
Jadi korelasi dan interaksi antara ketiga atribut Kaya itu sudah berbeda dengan korelasi interaksi antar 3 aspek Trinitas , yang beda kenapa harus disamakan
Memang agaknya kurang cocok dengan Trinitas mas Marcedes, lebih mirip dengan konsep Atman dan Paramatman.
Bila diumpamakan Dharmakaya adalah Paramatman, yang ada pada setiap atman atau untuk lebih jelasnya setiap Atman adalah bagian dari Paramatman
Jadi bila suatu ketika seseorang mencapai pencerahan maka ia memiliki kemampuan kembali kepada Paramatman, ini seperti Dharmakaya yang dimiliki oleh setiap mahluk yang berhasil menjadi Buddha. Dharmakayanya akan kembali ke Nirvana
Menurut mas Tan, Dharmakaya ini akan selalu bersinar di Nirvana, sama dengan Paramatman yang selalu ada di Nirvana, setiap atman (atta: Pali) akan kembali ke Nirvana.
Proses kerja sebab akibat itu dipertimbangkan makanya baru memilih utk beremanasi. Tidak makan daging pun tidak berarti harus menunjukkan fenomena yang nyata. Sama seperti Sang Buddha menyamar jadi dewa ,mara, brahma, itu bukan fenomena nyata sebagai dewa, mara atau brahma.bro chingik dalam Mahaparinibbana Sutta dikatakan Sangbuddha memberikan kotbah dhamma untuk memberikan pencerahan...
mas chingik kata "adhittana-nya tak Terbelokkan" itu berbeda dengan kata "tidak akan merosot lagi"Bukan soal harus dimunculkan. Itu sudah merupakan adhitana dari seorang bodhisatva, dan utk bisa sperti itu, dia harus menghancurkan kemelekatan.Benar, Jataka menganggapnya sebagai punnabhava, tetapi dari sudut pandang Mahayana, sesungguhnya itu adalah emanasi, karena tidak mungkin seorang Bodhisatva yang telah divyakarana oleh Buddha, masih terlahir di alam rendah. Kecuali belum divyakarana, maka wajar masih terlahir di alam rendah.QuoteDi Mahaparinibbana sutta dikatakan Sang Buddha menyamar menjadi kelompok mahluk manusia, dewa dan Brahma untuk mengajarkan Dhamma.tentu tidak. Lihat kisah Jataka.
Apakah Bodhisatva hanya menyamar sebagai singa agar bisa mengajarkan Dhamma kepada hewan rimba?
Menurut bro mengapa Sang Buddha harus menyamar?QuoteHmm menarik.. memilih sengaja emanasi sebagai binatang untuk menjalin ikatan tali perjodohan karma baik? Bahkan didahului dengan adhitana supaya ber-emanasi jadi singa atau harimau?tentu saja hukum sebab akibat. Proses kerja sebab akibat itu dipertimbangkan makanya baru memilih utk beremanasi. Tidak makan daging pun tidak berarti harus menunjukkan fenomena yang nyata. Sama seperti Sang Buddha menyamar jadi dewa ,mara, brahma, itu bukan fenomena nyata sebagai dewa, mara atau brahma.
Pertanyaan saya ber-emanasi jadi singa tidak makan daging, apakah ini hukum sebab akibat?
Di dalam JATAKA apakah bukan biasanya disebutkan, di dalam salah satu kelahiran-nya... tumimbal lahir (punnabhava) bukan ber-emanasi ?
Karena memang konsep di dalam sudut pandang Mahayana seperti itu, jadi harus di muncul-kan lagi istilah EMANASI... sedangkan di dalam Pali Kanon, memang sudah disebutkan persyaratan apa saja seorang bodhisatta bakal terlahir kan kembali... Kalau tidak salah, tidak akan terlahir di alam neraka, kalau terlahir sebagai binatang, tidak akan lebih kecil dari burung puyuh dan sebagainya...
Dalam Theravada tentang kelahiran di alam rendah, saya memang ingin tahu apa sebabnya. hehe..tapi blm ada ya kasi penjelasan. Masalahnya disebutkan bahwa saat setelah diramal oleh Buddha Dipankara, cita-cita agung dan Parami bodhisatva sudah Tidak Terbelokkan lagi. Istilah dalam Mahayana menyebutkan "tidak akan merosot lagi", jadi walaupun Theravada bilang belum mencapai kesucian, okela, tetapi arah Parami dikatakan sudah tidak terbelokkan. Artinya Kebajikannya tidak akan mengalami kemunduran, kalo masih ada kemerosotan/terbelokkan berarti bertentangan dengan Paraminya. Tapi kok bisa terbelokkan?
QuoteLoh kenapa? bukankah sejalan dengan kata-kata mas Chingik sendiri?
"Intinya tujuannya memberi manfaat, apa manfaatnya tentu ada kronologi sebab akibat . Kadang memperlihatkan sikap sepele juga ada manfaatnya. Silakan cermati sikap yg terlihat sepele, kadang bisa memberi inspirasi. "
Menjadi nyamuk lebih mudah lagi memberi manfaat pada penghuni rawa kan? oh ya saya mendadak ingin kasih GRP untuk mas Chingik atas ketabahannya.
By the way, kalau Bodhisatva jadi nyamuk menghisap darah termasuk melanggar vegetarian nggak ya?
Kalo yang bro maksudkan sejalan itu, ya okelah. clear.
Thanks atas GRP , akhirnya saya berketik mati-matian tidak sia sia wkwkwk...just kidding. saya jg ga tau apa gunanya grp itu hehehe..
Semua pertanyaan dari rekan2 di sini cukup membuat saya senang dan hargai , karena bisa dorong saya lebih rajin menggali nilai2 ajaran Buddha.
oya , saya sih percaya bodhisatva ga isep darahlah, kan bukan drakula. :))
dalam Trinitas Yesus dan ALLAH itu sama loh dan mengacu pada 1 orang....entah mana tubuh asli ALLAH atau YESUS,Seharusnya bro kaji dulu apakah Dharmakaya itu sama dengan Tuhan?
menurut seorang Nasrani yg pernah saya ajak diskusi Yesus itu di bumi, sedangkan Allah itu disurga...tetapi mengacu pada satu individu..ESA
kata kasarnya, kalau di bumi dipanggil Yesus, kalau di Surga di panggil ALLAH....
mas chingik saya tanyakan adalah...kenapa buddha mengajarkan ajaran yang tidak ada gunanya dan ditujukan untuk siapa ajaran ini...Lho, bukannya saat Buddha membicarakan Nibbana , tidak semua orang mengerti kan? Kecuali telah merealisasinya
mohon mas chingik menjelaskan...mungkin karena pengetahuan anda ttg sutra lebih bagus dari saya. siapa tahu ada kutipan nya..mengenai ini.
setahu saya Buddha sangat bijaksana dan mengajarkan sebuah ajaran yang pasti BERGUNA.
kalau tidak dipahami oleh siapapun didunia ini...untuk apa dibicarakan.....
ini sama saja bicara pakai bahasa inggris sama Ananda, lantas Ananda mengulang bahasa inggris lagi dalam sutra.....
dan siapa yg mengerti?
tolong baca pertanyaan saya baik-baik....setiap buddha memiliki Trikaya...tapi mengapa menjadi rumusan demikian
dharma kaya = buddha amitabha.
sambogha kaya = Bodhisattva Avalokistesvara
nirmana kaya = buddha gotama...
mengapa bukan menjadi....................
Dharma kaya = Vairocana
Samboghakaya = boddhisattva mahasatva
nirmana kaya = Buddha gotama.
jadi kalau dikatakan Dhammakaya merupakan sebuah hakekat kebenaran dan lambang kesunyataan, berarti rumusan terbalik tidak masalah bukan...
dan tolong di konfirmasikan....................
apakah pikiran Buddha gotama dan boddhisatva Avalokitesvara itu PARAREL atau TIDAK PARAREL?
misalkan konsep Trinitas seperti yang saya sebut di atas..
saya tahu dalam konsep mahayana setiap buddha memiliki Trikaya...tapi mengapa mesti rumusan nya demikian,sedangkan arti salah satu kaya misalkan Dhammakaya adalah sebuah hakekat kebenaran dan lambang kesunyataanrumusannya yg anda dapatkan itu cuma contoh praktis. Seperti rumusan dari anda sendiri itu juga dibenarkan .
begini bro, boddhisatta terlahir di alam binatang memang memiliki sebuah kesadaran khusus....tetapi kalau dikatakan sengaja terlahir di alam binatang(ber emansipasi) tujuan nya apa? mengajar binatang kah?tujuannnya tentu membantu binatang yang bersangkutan. Mahayana berpegang pd prinsip para Buddha/bodhisatva mengajar/membantu mereka yang memiliki ikatan jodoh karma, dan bila ada kondisi yg tepat maka terjadi interaksi antar makhluk itu dengan Buddha/bodhisatva, bila tidak kondisi yg mendukung maka tidak ada. Lihat saja mengapa Sang Buddha yg memiliki abhinna tidak terbang saja ke Eropa utk mengajar dhamma. Tidak perlu menghabiskan waktu utk berjalan dari Magadha ke Vesali, keliling sana sini pake jalan kaki. Sisa waktu itu kan seharusnya bisa dimanfaatkan dgn cara menghilang dan muncul di belahan dunia lain utk mengajar dhamma. Tapi tidak dilakukannya, karena memang belum ada kondisi yg tepat dan pertalian jodoh karma dengan makhluk bersangkutan.
jadi yg di tanyakan adalah Tujuan....
maksud saya adalah mengapa rumusannya menuju pada amitabha, avalokitesvara, gotama.....mengapa amitabha? kalau di ganti vairocana bisa kah?tentu saja boleh digant sperti itu.
kalau arti dhamma kaya adalah sebuah lambang hakekat dan kesunyataan, memang nya vairocana bukan lambang hakekat dan kesunyataan? lalu apabedanya vairocana dan amitabha....
bro chingik dalam Mahaparinibbana Sutta dikatakan Sangbuddha memberikan kotbah dhamma untuk memberikan pencerahan...Saya juga tidak memungkirinya kok. Cuma saat bodhisatva juga melakukan hal2 seperti itu, tapi dituduh pura2, berarti tidak adil dong cara penilaiannya seperti itu, makanya saya tanya balik.
jadi tujuan dalam "menyamar" adalah mengajarkan dhamma kepada orang tersebut...
mungkin sudah nonton film avatar?
coba lihat, kalau SangBuddha dengan pakaiannya demikian lantas datang dan mengajar...tentu tidak mungkin di terima langsung oleh suku omaticaya/navi (err susah eja nya)
tapi SangBuddha menjelma ( berubah bentuk ) menjadi seperti mereka alias seperti jakesully memakai tubuh avatar....kemudian mengajar..barulah di terima...
disini kita ketahui tujuan dari menjelma adalah "mengajarkan dhamma/memberikan pencerahan"Saya tidak mengatakan mengajar dhamma/memberikan pencerahan, mohon bedakan itu. Mengajar memiliki konotasi membantu, menjalin jodoh karma baik yg bersifat jangka panjang. Manfaatnya tentu tidak harus terjadi pada kehidupan. Dengan adanya jalinan ini, pd masa kehidupan mendatang pun terbuka kemungkinan makhluk yg bersangkutan dapat bertemu lagi dgn bodhisatta. Semua dilihat dari kondisi karma, bukan berarti bodhisatva melekat pd karma.
kalau jadi binatang? mau di ajar sama siapa......sekiranya saya tanyakan disini adalah "tujuan" beremansipasi jadi binatang apa....
kalau disebut pertalian hukum sebab akibat...ini namanya aneh,mengapa disebut aneh?Mungkin bro salah paham maksud saya. bodhisatva tidak terlahir di alam binatang karena akibat dari karma buruk. tapi melalui kekuatan adhitananya ia beremanasi di sana. Untuk yang emanasi ini, dia mempertimbangkan hubungan sebab akibat dan kondisi yg tepat. Jadi yang saya maksudkan, bodhisatva tunduk pd hukum sebab akibat berkenaan dengan aktifitas segala sesuatu memang bagian yg tak terpisahkan dgn hukum ini. Tapi Bodhisatva tidak menciptakan karma buruk baru, sehingga tidak terlahir di alam buruk. Mengenai Karma buruk yang ditabung di kehidupan sblm diramalkan sebagai seorang bodhisatta , itu sudah tidak ada kondisi yg membuatnya berbuah, alias akarnya telah dicabut. Jika semua karma buruk harus berbuah, maka tidak ada makhluk di dunia yang akan meraih nibbana, karena kalpa masa lalu tak terhingga, karma buruk juga tak terhingga jumlahnya.
1.anda katakan bahwa seorang boddhisatva saja sudah bebas dari hukum sebab akibat karena melakukan upaya kausalya....
2.kalau anda mengatakan masalah pertalian hukum kamma, memang semua demikian...saya pun jadi binatang dulunya juga karena pertalian hukum kamma....
jelas ini aneh kan....
tadinya anda katakan bahwa "Sengaja beremansipasi jadi binatang" sekarang berubah jadi binatang karena hukum sebab akibat....
jadi walau keinginan buddha menjadi dewa..tapi karena hukum sebab akibat di haruskan jadi nyamuk...maka buddha jadi nyamuk gitu?
kalau kata "sengaja" berarti jelas bahwa SangBuddha berpura-pura jadi binatang karena "tujuan" tertentu
sekarang "apakah tujuan itu?"
gitu bro..
mas chingik kata "adhittana-nya tak Terbelokkan" itu berbeda dengan kata "tidak akan merosot lagi"
addhittana yg tak terbelokkan di maksud dengan "keinginan yang tak mungkin berubah" ,misalkan saya bertujuan menjadi dokter....apapun itu saya tidak akan berubah keinginan...tetap jadi dokter...
sedangkan kata "tidak akan merosot lagi" anda mungkin sudah mengerti jadi sy tak usah jelaskan...
dalam hal ini sudah berbeda...seseorang mau jadi dokter, mungkin kadang berbuat yg tidak sesuai untuk menjadi dokter, misalkan menyontek pada saat ujian....itu wajar..namanya saja belom jadi dokter..
tapi tujuannya tetap jadi dokter...
jadi wajar kalau masih terlahir di alam menderita...misalkan hewan.
opsi kedua seperti yg di katakan om Indra..... alias menerima kamma buruk kehidupan lampau
mohon di jawab yah pertanyaan saya...
selamat hari natal....may u be happy
QuoteQuoteLoh kenapa? bukankah sejalan dengan kata-kata mas Chingik sendiri?
"Intinya tujuannya memberi manfaat, apa manfaatnya tentu ada kronologi sebab akibat . Kadang memperlihatkan sikap sepele juga ada manfaatnya. Silakan cermati sikap yg terlihat sepele, kadang bisa memberi inspirasi. "
Menjadi nyamuk lebih mudah lagi memberi manfaat pada penghuni rawa kan? oh ya saya mendadak ingin kasih GRP untuk mas Chingik atas ketabahannya.
By the way, kalau Bodhisatva jadi nyamuk menghisap darah termasuk melanggar vegetarian nggak ya?
Kalo yang bro maksudkan sejalan itu, ya okelah. clear.
Thanks atas GRP , akhirnya saya berketik mati-matian tidak sia sia wkwkwk...just kidding. saya jg ga tau apa gunanya grp itu hehehe..
Semua pertanyaan dari rekan2 di sini cukup membuat saya senang dan hargai , karena bisa dorong saya lebih rajin menggali nilai2 ajaran Buddha.
oya , saya sih percaya bodhisatva ga isep darahlah, kan bukan drakula. :))
Mas Chingik belum menjawab pertanyaan saya, tambah satu pertanyaan lagi, menurut Mahayana memungkinkan Bodhisatva beremanasi menjadi nyamuk kan? Upaya Kausalya: walau nampak sepele wkwkwkwk....
_/\_
Bila anda mengatakan tidak demikian dgn alasan karena Buddha juga menuai karma semasa hidupnya, dan hanya akan terpupus saat mencapai Anupadisesa nibbana. Silahkan, tapi saya cuma beri info saja bahwa Mahayana tidak demikian karena semasa hidup Buddha sudah tidak menerima karma buruk karena sudah mencabut akar yg bisa membuatnya berbuah. Semua itu adalah upaya kausalya,
Benar, Ko, ada dijelaskan di Sutra. Silakan baca Upaya Kausalya Sutra yg sudah saya posting. Hehe..sorry blm punya softcopy bhs.Indo.
Bila anda mengatakan tidak demikian dgn alasan karena Buddha juga menuai karma semasa hidupnya, dan hanya akan terpupus saat mencapai Anupadisesa nibbana. Silahkan, tapi saya cuma beri info saja bahwa Mahayana tidak demikian karena semasa hidup Buddha sudah tidak menerima karma buruk karena sudah mencabut akar yg bisa membuatnya berbuah. Semua itu adalah upaya kausalya,
Dalam Riwayat Sang Buddha menurut Theravada, terjadi beberapa kali Sang Buddha mengalami peristiwa buruk, seperti, kakinya terluka hingga berdarah, difitnah oleh Cinca, tidak memperoleh dana makanan dan terpaksa harus memakan makanan kuda karena bencana kelaparan, dll. dan sehubungan dengan peristiwa ini biasanya Sang Buddha menceritakan penyebabnya yg berasal dari kehidupan lampau.
Bagaimanakah pendapat Mahayana mengenai hal ini?
Seharusnya bro kaji dulu apakah Dharmakaya itu sama dengan Tuhan?justru konsep Tuhan itu saya sudah tahu, tetapi dharmakaya itu sepertinya kabur....
Lho, bukannya saat Buddha membicarakan Nibbana , tidak semua orang mengerti kan? Kecuali telah merealisasinyabegini loh mas chingik.
Yang merasa tidak berguna kan bro sendiri.
Buddha menjelaskan Trikaya itu kan menyatakan realitas apa adanya dari aspek kondisi seorang Buddha.
Ada hal-hal yang kedengaran tidak berguna pd dirinya, tapi blm tentu pada orang lain. Kalo anda merasa tidak berguna, itu urusan anda. Toh bagi saya berguna.
Ketika Buddha menyatakan diri adalah orang yang telah mencapai Sammasambuddha, ada juga orang lain yg merasa tidak berguna dan tidak percaya. Lalu apakah semua orang mengerti? apakah Ananda mengerti Sammasambuddha itu? Apakah Arahat juga mengerti keadaan seorang Sammasambuddha secara absolut?
rumusan anda itu juga tidak salah kok.anda sekali lagi menghindar dari pertanyaan saya....
Pikiran Buddha dan para bodhisatva bahkan para makhluk hidup itu menurut mahayana adalah Sunyata.
Jika anda bilang paralel maupun tidak paralel, maka kedua2nya akan terjebak pada konsep ada suatu DIRI.
Oke saya mengerti analogi anda.kalau begitu opsi yg dikatakan om Indra... ;D menerima kamma buruk dari kehidupan lampau..
Tapi menurut pandangan Mahayana, seorang yang sampai divyakarana oleh seorang Sammasambuddha, dia tidak akan merosot dan juga tidak terbelokkan ,memang beda, tapi keduan2nya tidak akan terjadi. Mengapa? Indikasi ini dapat diukur dari saat Buddha meramalkan Sumedha, dunia ini berguncang, para dewa merayakannya, Buddha memujinya. Yang artinya, Sumedha sudah menjadi siswa jenius dan teladan. Siswa teladan tidak mungkin menyontek lagi, karena dia tahu itu sikap yang berlawanan dengan keteladanannya itu sendiri.
Kalo semua orang masih menyontek, maka semua orang pada saat itu juga bisa saja diramalkan akan menjadi dokter. Tapi tidak. Mengapa, karena hanya calon dokter yg pasti tidak nyontek, pasti tidak dapat nilai dibawah 6 yg pantas membuat semesta ini berguncang dan diramalkan oleh Buddha.
Demikian pandangan saya.
Dan saya juga menghormati pandangan anda. Terima kasih
justru konsep Tuhan itu saya sudah tahu, tetapi dharmakaya itu sepertinya kabur....Dharmakaya merupakan suatu istilah yang merepresentasilkan realitas sejati dari pencerahan tertinggi (Sammasambuddha).
jadi saya tanyakan anda dharmakaya itu apa.....misalkan hukum kamma? lantas hukum kamma punya dharmakaya?
bukankah hukum kamma adalah kesunyataan dan lambang hakekat nyata?
begini loh mas chingik.Memang yang dibabarkannya itu bukan utk tujuan kehidupan ini saja. Tapi utk tujuan kehidupan mendatang yakni jalur bodhisatva yang harus ditempuh dalam banyak kehidupan, itulah yang dibabarkan. Kata siapa useless, dan tidak bisa direalisasikan? Itukan menurut pandangan anda. Pandangan Mahayana merasa bisa direalisasikan dengan kekuatan tekad. Jika tidak bisa direalisasikan, mengapa Sumedha rela melepas keinginan mencapai Arahat dan memilih mencapai Sammasambuddha. Karena dia yakin dari apa yang direnungkan itu bisa direalisasikan. Dan Semua ini kini dibabarkan kembali kepada semua siswa yg memlih jalur ini. Apa yg bisa dicapai seorang Sammasambuddha , maka tidak ada alasan bagi orang lain tidak bisa mencapainya. Apa yg tidak dimengerti pd saat sekarang, tidak mungkin akan selamanya tidak mengerti bila ia berusaha.
saat buddha membicarakan nibbana, saat itu tidak ada pendengar yg mungkin mengerti...tetapi buddha bisa mengajari mereka sehingga mereka merealisasikan sendiri Nibbana itu melalui jalanmulia berunsur 8 dan itu bisa di capai kehidupan sekarang
buktinya para Arahat mengetahui dengan pasti nibbana itu seperti apa......> theravada kan demikian.
bagaimana dengan konsep upayakausalya dan Trikaya..
bukankah dikatakan para savaka-arahat saja tidak bisa mengerti apa itu upayakausalya dan trikaya...
jadi apa gunanya buddha membabarkan sesuatu yang tidak mungkin di capai oleh para manusia saat ini.
bukankah ajaran ini disebut useless karena tidak mungkin di mengerti,dipahami apalagi direalisasikan....
sekali lagi saya ulangi, nibbana bisa dicapai oleh arahat...tapi Upayakausalya dan Trikaya itu bagaimana..
tentu beda yg anda contohkan dengan apa yg saya tanyakan.
analogi sederhana nya..
dalam contoh nibbana.....Buddha ibarat guru profesor dan mengajarkan mahasiswa mengenai hukum fisika, professor ini(buddha) telah mengetahui bahwa mahasiswa pasti bisa menangkap apa sy ajarkan.....
buktinya banyak relik dari murid-murid buddha......
tapi dalam contoh trikaya/upayakausalya
buddha mengajarkan para murid TK mengenai hukum fisika, apakah buddha tidak bisa mengetahui bahwa para audience bisa mengerti atau tidak....
siapa yg bisa mencapai sammasambuddha?
kalau dikatakan pikiran Buddha dan bodhisatta adalah paramatha dhamma....berarti mereka samaSaya tidak mengerti apa maksud paralel anda.
jadi yg saya tanyakan apakah pikiran Buddha dan boddhisatta adalah pararel?
sebenarnya hal ini agak aneh kalau menjelaskan bagaimana rumusan bisa diganti atau tidak...karena anda hanya memakai opini pribadi anda....maka kalau ada kutipan sutra baru lebih cocok....
lagian anda bukan seorang sammasambuddha,dan bukan savaka-buddha atau boddhisatva....
kalau anda katakan menjalin ikatan hubungan kamma, saya tidak bisa comment deh.....mungkin bisa benar ,,bisa tidak.hm...ada di Sutra : 佛說大乘菩薩藏正法經 (Sutra Buddha membabarkan tentang Dharma sejati gudang bodhisatva mahayana), bagian ke 8, Ksanti Paramita Varga. :
soalnya anda katakan boddhisatva sengaja bermenasipasi agar terjalin hubungan satu sama lain sebagai ikatan.....
alangkah baik kalau ada kutipan sutra mengenai itu.
kalau begitu opsi yg dikatakan om Indra... menerima kamma buruk dari kehidupan lampau..iya udah tahu , hehe..
QuoteQuoteLoh kenapa? bukankah sejalan dengan kata-kata mas Chingik sendiri?
"Intinya tujuannya memberi manfaat, apa manfaatnya tentu ada kronologi sebab akibat . Kadang memperlihatkan sikap sepele juga ada manfaatnya. Silakan cermati sikap yg terlihat sepele, kadang bisa memberi inspirasi. "
Menjadi nyamuk lebih mudah lagi memberi manfaat pada penghuni rawa kan? oh ya saya mendadak ingin kasih GRP untuk mas Chingik atas ketabahannya.
By the way, kalau Bodhisatva jadi nyamuk menghisap darah termasuk melanggar vegetarian nggak ya?
Kalo yang bro maksudkan sejalan itu, ya okelah. clear.
Thanks atas GRP , akhirnya saya berketik mati-matian tidak sia sia wkwkwk...just kidding. saya jg ga tau apa gunanya grp itu hehehe..
Semua pertanyaan dari rekan2 di sini cukup membuat saya senang dan hargai , karena bisa dorong saya lebih rajin menggali nilai2 ajaran Buddha.
oya , saya sih percaya bodhisatva ga isep darahlah, kan bukan drakula. :))
Mas Chingik belum menjawab pertanyaan saya, tambah satu pertanyaan lagi, menurut Mahayana memungkinkan Bodhisatva beremanasi menjadi nyamuk kan? Upaya Kausalya: walau nampak sepele wkwkwkwk....
_/\_
misalnya dan seandainya kalau pernah juga knapa bro? lalu apakah nyamuk jg menghisap darah? bisa saja tidak.
mungkin anda akan bilang bukankah itu sifat alami binatang
bodhisatva kan tidak benar2 menjadi binatang. sama prinsip saat Buddha menjelma jadi makhluk dewa, mara. apakah Buddha lalu dilihat sebagai dewa, mara?
hehe..begitulah kira2.
bro chingik, masalah relasi dengan makhluk hidup sy kira sudah clear...jadi saya tidak bahas lagi..Quotejustru konsep Tuhan itu saya sudah tahu, tetapi dharmakaya itu sepertinya kabur....Dharmakaya merupakan suatu istilah yang merepresentasilkan realitas sejati dari pencerahan tertinggi (Sammasambuddha).
jadi saya tanyakan anda dharmakaya itu apa.....misalkan hukum kamma? lantas hukum kamma punya dharmakaya?
bukankah hukum kamma adalah kesunyataan dan lambang hakekat nyata?
Dalam Sutra FoShuoDaCengTongXingJing (Buddha membabarkan Kesamaan Hakikat dalam Mahayana) , Buddha berkata, "Pria yang bajik, yang dimaksud dengan Dharmakaya sejati dari Tathagata adalah Tiada rupa, tiada kemunculan, tiada melekat, tiada dapat dilihat, tidak terkatakan, tiada tempat berdiam, tiada wujud, tiada akibat. Tiada lahir, tiada lenyap, tiada yg bisa dianalogikan"
Mengapa dikatakan realita sejati? Karena apa yang bisa dilihat dan bisa dipersepsikan bukanlah realitas sejati, karena apa yang bisa dilihat dan dipersepsikan tidak terhindar dari subjek penderitaan, ketidakkekalan.
Oleh karena itu ketika melihat Sang Buddha anda hanya melihat sesosok fisik manusia. Bukan Dharmakaya. Karena fisik mewakili sifat ketidakkekalan, karena tidak kekal dia akan hancur. Karena hancur maka dia tidak merepresentasikan realita sejati. Realita sejati itulah maka saya mengatakannya Sunyata.
Apakah definisi di atas dapat disamakan dengan konsep Tuhan?
Quotebegini loh mas chingik.Memang yang dibabarkannya itu bukan utk tujuan kehidupan ini saja. Tapi utk tujuan kehidupan mendatang yakni jalur bodhisatva yang harus ditempuh dalam banyak kehidupan, itulah yang dibabarkan. Kata siapa useless, dan tidak bisa direalisasikan? Itukan menurut pandangan anda. Pandangan Mahayana merasa bisa direalisasikan dengan kekuatan tekad. Jika tidak bisa direalisasikan, mengapa Sumedha rela melepas keinginan mencapai Arahat dan memilih mencapai Sammasambuddha. Karena dia yakin dari apa yang direnungkan itu bisa direalisasikan. Dan Semua ini kini dibabarkan kembali kepada semua siswa yg memlih jalur ini. Apa yg bisa dicapai seorang Sammasambuddha , maka tidak ada alasan bagi orang lain tidak bisa mencapainya. Apa yg tidak dimengerti pd saat sekarang, tidak mungkin akan selamanya tidak mengerti bila ia berusaha.
saat buddha membicarakan nibbana, saat itu tidak ada pendengar yg mungkin mengerti...tetapi buddha bisa mengajari mereka sehingga mereka merealisasikan sendiri Nibbana itu melalui jalanmulia berunsur 8 dan itu bisa di capai kehidupan sekarang
buktinya para Arahat mengetahui dengan pasti nibbana itu seperti apa......> theravada kan demikian.
bagaimana dengan konsep upayakausalya dan Trikaya..
bukankah dikatakan para savaka-arahat saja tidak bisa mengerti apa itu upayakausalya dan trikaya...
jadi apa gunanya buddha membabarkan sesuatu yang tidak mungkin di capai oleh para manusia saat ini.
bukankah ajaran ini disebut useless karena tidak mungkin di mengerti,dipahami apalagi direalisasikan....
sekali lagi saya ulangi, nibbana bisa dicapai oleh arahat...tapi Upayakausalya dan Trikaya itu bagaimana..
tentu beda yg anda contohkan dengan apa yg saya tanyakan.
analogi sederhana nya..
dalam contoh nibbana.....Buddha ibarat guru profesor dan mengajarkan mahasiswa mengenai hukum fisika, professor ini(buddha) telah mengetahui bahwa mahasiswa pasti bisa menangkap apa sy ajarkan.....
buktinya banyak relik dari murid-murid buddha......
tapi dalam contoh trikaya/upayakausalya
buddha mengajarkan para murid TK mengenai hukum fisika, apakah buddha tidak bisa mengetahui bahwa para audience bisa mengerti atau tidak....
siapa yg bisa mencapai sammasambuddha?
Soal useles atau tidak, tidak perlu jauh2, memang benar Nibbana bisa dicapai pd kehidupan sekarang, tapi apakah anda bisa mencapai pd khidupan skrg? adik anda, papa dan ibu anda, apakah mereka mengerti? Jika tidak maka sama saja menjadi useles . Tapi tidak berarti ajaran itu tidak berguna, begitu juga.
Anda mengatakan "nibbana bisa dicapai oleh Arahat, bagaimana dengan Upaya Kausalya dan Trikaya? Ya, tentu saja bisa dilakukan apabila mengambil jalur Bodhisatva.
Analogi anda dalam contoh:
"nibbana.....Buddha ibarat guru profesor dan mengajarkan mahasiswa mengenai hukum fisika, professor ini(buddha) telah mengetahui bahwa mahasiswa pasti bisa menangkap apa sy ajarkan.....
buktinya banyak relik dari murid-murid buddha......
tapi dalam contoh trikaya/upayakausalya
buddha mengajarkan para murid TK mengenai hukum fisika, apakah buddha tidak bisa mengetahui bahwa para audience bisa mengerti atau tidak....
siapa yg bisa mencapai sammasambuddha?"
Penjelasan saya: Buddha mengetahuinya,makanya dia tidak mengajar ke Arahat, tapi ke Bodhisatva. Dan itulah mengapa ajaran2 jalan bodhisatva tidak dimasukkan ke kategori Agama Sutra. Melainkan Vaipulya Sutra.Quotekalau dikatakan pikiran Buddha dan bodhisatta adalah paramatha dhamma....berarti mereka samaSaya tidak mengerti apa maksud paralel anda.
jadi yg saya tanyakan apakah pikiran Buddha dan boddhisatta adalah pararel?
Kalo dikatakan Dharmakaya itu sebagai paramatha dhamma, memang demikian adanya.Quotesebenarnya hal ini agak aneh kalau menjelaskan bagaimana rumusan bisa diganti atau tidak...karena anda hanya memakai opini pribadi anda....maka kalau ada kutipan sutra baru lebih cocok....
lagian anda bukan seorang sammasambuddha,dan bukan savaka-buddha atau boddhisatva....
Saya tidak pernah lihat ada ketentuan di Sutra terdapat seperti rumusan yang anda baca. Mohon anda kasi tau anda dapat dari kutipan Sutra apa.
Tapi dari rumusan itu saya dapat menangkap orang yang menulis ini hanya menjabarkan secara praktis. Dan itu bisa dibenarkan juga, tergantung konteks penjelasannya.
Mengapa? Karena Trikaya memang dimiliki oleh setiap Buddha. Secara hakikatpun dimiliki oleh setiap makhluk hidup, hanya bedanya para makhluk hidup belum "menyadari" nya. Dharmakaya kadang disebut juga Hakikat Buddha. Jadi dalam Sutra Avatamsaka memang menyatakan "semua makhluk memiliki hakikat kebajikan Tathagata, hanya saja mereka tersesat sehingga tidak dapat merealisasinya".
Salah satu kamus Buddha dharma Mahayana karya Chen Yixiao menyatakan "Realitas Sejati" = Disebut juga Hakikat Buddha, Hakikat Dharma,Buthata (Kedemikianan), Dharmakaya, Paramartha.
Jadi Dharmakaya itu adalah sama dengan Paramartha (Kebenaran mutlak) yg merupakan aspek dari realita sejati.
Sampai sejauh ini, anda baru menolak opini saya dengan alasan saya bukan arahat, savakabuddha, atau sammasambuddha.
Lalu apakah saya harus percaya dengan opini anda lantaran anda hanya putthujana seperti saya? hehe...Quotekalau anda katakan menjalin ikatan hubungan kamma, saya tidak bisa comment deh.....mungkin bisa benar ,,bisa tidak.hm...ada di Sutra : 佛說大乘菩薩藏正法經 (Sutra Buddha membabarkan tentang Dharma sejati gudang bodhisatva mahayana), bagian ke 8, Ksanti Paramita Varga. :
soalnya anda katakan boddhisatva sengaja bermenasipasi agar terjalin hubungan satu sama lain sebagai ikatan.....
alangkah baik kalau ada kutipan sutra mengenai itu.
"Sariputra, pada saat itu (sebagai bodhisatva), setelah Aku mengajarkan dharma kepada para pengikut Mara, agar para makhluk hidup mematangkan akar kebajikan mereka, hingga [pada masa mendatang] dapat mencapai Anuttara Samyaksambuddha. Juga kepada para makhluk yang [wataknya] munafik, melanggar sila, menyenangi hal-hal yang tidak bajik, sulit dibimbing, juga kepada para makhluk yang penuh dengan keserakahan, penuh dengan kebencian dan penuh dengan kegelapan batin, maka [Aku akan] menjalin jodoh karma baik [dengan mereka], agar mereka dapat mematangkan Anuttara Samyaksambodhi. Dengan tekad setelah Aku mencapai Pencerahan Sempurna, maka para makhluk tersebut dapat Aku bimbing hingga mencapai Nirvana.
Jadi yang bisa dibimbing, bodhisatva akan membimbing, sedangkan bagi yang tidak bisa dibimbing , bodhisatva akan tetap menjalin jodoh karma baik dengan mereka.
Contoh jika ada yg tertarik dgn dhamma, anda bisa mengajarkannya tentang ajaran dhamma. Bila mereka tidak tertarik, atau memusuhi anda , anda juga harus bertekad suatu saat dapat membuat mereka tertarik. Caranya adalah anda tetap harus berbaikan dengan mereka ,membantu mereka dalam bentuk apapun, bahkan, bahkan dengan tersenyum pd orang yg tidak dikenal, itu sudah termasuk menjalin jodoh karma baik. Esensinya di situ. Tujuannya agar pd masa kapan pun juga, bila kondisi karma sudah matang, orang bersangkutan akan lebih mudah berinteraksi dgn kita. Begitulah kira2. hehe...maklum pnjelasannya tidak berbobot. Mohon dimaklumi.Quotekalau begitu opsi yg dikatakan om Indra... menerima kamma buruk dari kehidupan lampau..iya udah tahu , hehe..
sejauh itu ya memang saya tahu versi Theravada demikian , cuma walaupun menerima kamma buruk, tapi tidak seharusnya masih menciptakan karma buruk baru. Maksud saya dalam Theravada masih menerima pandangan bahwa Bodhisatta masih berbuat karma buruk yang baru, sedangkan Mahayana tidak lagi sebagai seorang Bodhisatva yg telah divyakarana.
Demikian perbedaan pandangan antara dua aliran. Mau terima mana ya silakan..mau tolak yg mana sialakn terserah, bebas. Yang penting dengan bersandarkan Kalama Sutta, kita tidak pernah berhenti belajar...hehe..
Sambhoga-Kaya merupakan Sinar Agung yang terpancar dari tubuh Sang Buddha dan merupakan manifestasi sifat dasar Buddha yang dimiliki oleh Yang Telah Mencapai Penerangan Sempurna [Samyaksambodhi/Sammasambodhi] atau Bodhisattva yang telah mencapai bhumi tingkat ke-10. Sambogha-Kaya berwujud sebagai kekuatan atau cahaya yang hanya dapat dirasakan secara rohani, diwujudkan dalam bentuk simbol dari kelahiran dan kematian.
Dalam Suvarnaprabhasa dan Abhisamayalankara-karika dijelaskan bahwa Sambhoga-Kaya adalah suatu tubuh yang sangat halus dari Buddha, diberkahi dengan semua tanda dari mahapurusa dan umumnya dianggap oleh Buddha untuk memberikan kebenaran yang lebih tinggi termasuk kebenaran metafisika kepada para Bodhisattva yang telah sangat maju.
Trikaya dikatakan hanya "sammasambuddha" yang mampu memiliki tubuh itu..berarti sammasambuddha lah yg mengerti dengan baik....mengapa bisa boddhisatva juga punya? apakah para savaka juga punya?
terus....jika ajaran itu di tujukan pada Boddhisatva...mengapa Nagarjuna mengambil dan membawa ke alam manusia?
apakah nagarjuna juga asal ngambil kitab tanpa melihat isi?
kemudian apabila di ambil di Alam DEWA, kitab itu dalam bentuk tulisan bahasa apa? apakah sangkrit?
jadi anda mau mengatakan bahwa para dewa memakai bahasa sangkrit?
sederhana saja,
jika Sammasambuddha sengaja membabarkan ajaran ini pada boddhisatva, mengapa pada savaka mengutip yg tidak dimengerti?
kemudian jika sammasambuddha secara privat mengajarkan pada boddhisatva, mengapa nagarjuna mengambil apa yg diri-nya tidak tahu.....
apakah buddha amitabha disitu termasuk alam manusia atau alam dewa? apabila alam dewa....berarti rupa amitabha juga termasuk nirmana kaya donk.....
jadi kalau dikatakan avalokitesvara adalah "seorang sammasambuddha" yang menyamar atau berubah bentuk........
berarti Gotama adalah avalokitesvara dan avalokitesvara adalah gotama...
dan mereka Pararel donk tentu nya.....
apakah tidak disebut aneh apabila Gotama mengajarkan kepada diri - nya sendiri?
Para Sravaka Arhat terkadang tidak mengerti ajaran Mahayana adalah karena memiliki kemelekatan akan kedamaian ekstrim, sedangkan manusia biasa [prthagjana] yang berjodoh dengan Buddha Dharma dan memiliki tekad menjadi Samyaksambuddha tidak memiliki halangan semacam itu.ini statment dari anda atau dari sutra...minta kutipan nya....
Maka dari itu prthagjana yang baru masuk ke jalur Bodhisattva saja kemungkinan bisa lebih paham daripada para Arhat karena mereka tidak memiliki kemelekatan akan kedamaian ekstrim.
Tidak semua Sravaka Arhat tidak paham Mahayana. Para Sravaka Arhat yang merupakan siswa-siswa utama Sang Buddha mampu memahami Mahayana, namun yang bukan Siswa Utama hanya sedikit yang memahami.maksud nya apa ini, bukankah savaka-arahat itu hanya bhumi 7...lantas mengapa yg bhumi 7 bisa memahami trikaya dan upayakausalya?
Semuanya tidak salah, toh hanya sebutan saja dan memang antar aliran memiliki konteksnya sendiri-sendiri. Lagipula seorang Buddha memang memiliki Trikaya.dari kata anda, anda berbicara PERSEPSI.....
Jadi kalau ada yang mengatakan Amitabha berwujud sebagai Shakyamuni, yang dimaksud Amitabha di sini bukan aspek Nirmanakaya-nya, namun Dharmakaya. Sambhogakaya adalah pancaran / pantulan dari Dharmakaya yang tidak seharusnya dilihat sebagai entitas tunggal, karena tiada tubuh kasar pada Sambhogakaya, bagaikan bayangan bulan di atas permukaan air.
Dan apabila dikatakan Buddha Shakyamuni memiliki Sambhogakaya Avalokitesvara, maka yang dimaksud di sini adalah aktivitas Buddha Shakyamuni yang dominan dilihat adalah cinta kasih, yang merupakan aspek dari Dharmakaya. Nah aspek cinta kasih dari Dharmakaya ini memancar dalam wujud Sambhogakaya Avalokitesvara yang kemudian memancar lagi menjadi berbagai macam Nirmanakaya.
Satu dominan = bukan berarti yang lain tidak sempurna. Misalnya cinta kasih yang dominan, bukan berarti prajnanya tidak sempurna.
Apbila ada yang mengatakan Sambhogakaya Sakyamuni itu Amitabha, etc itu juga tidak salah, karena setiap praktisi bisa saja melihat aspek Dharmakaya yang berbeda2 dalam "diri" Sakyamuni.
ini statment dari anda atau dari sutra...minta kutipan nya....
maksud nya apa ini, bukankah savaka-arahat itu hanya bhumi 7...lantas mengapa yg bhumi 7 bisa memahami trikaya dan upayakausalya?
dari kata anda, anda berbicara PERSEPSI.....
misalkan saya melihat buddha sakyamuni lalu saya katakan "oh Buddha Amitabha" ini adalah persepsi saya...
sedangkan pertanyaan saya adalah apakah Sakyamuni dan Amitabha atau Avalokitsvara adalah individu yang sama?
apakah pikiran Gotama itu pararel dengan avalokitesvara? atau pararel dengan Amitabha?
misalkan
si Naruto...dengan jurus kloning-nya menempatkan kloning nya berada di Tanah suci, kemudian menempatkan Kloning nya di Bumi...
bukankah Naruto nya tetap dikatakan 1 saja,karena yang berada di Tanah Suci dan Di Bumi adalah 1 individu yg sama.
jadi maksud pertanyaan saya adalah demikian.
kalau kita lihat dari segi pengertian DHARMA KAYA...yakni sebuah lambang hakekat Kesunyataan...
mana mungkin hukum kesunyataan berubah menjadi sebuah wujud? ini lebih lucu lagi....
pernah lihat hukum kamma berubah jadi wujud?
atau pernah melihat hukum kamma berubah wujud menjadi buddha atau orang apa saja dan mengajarkan kita kotbah ajaran?
jadi mengapa Buddha Amitabha dikatakan Dharma-kaya...apanya hakekat kesunyataan dari buddha amitabha?
Quoteini statment dari anda atau dari sutra...minta kutipan nya....
Ya sutra lah.....
Ada di Manjusri-vihara Sutra sabda Sang Buddha. Kutipannya cari sendiri, jgn apa2 minta.... hehe.... ^-^ ^-^
Di buku Pembebasan di tangan Kita karya Pabongkha Rinpoche juga ada, kalau mau lihat di sini aja, ada kok.
YA Kalyanadeva dalam komentarnya terhadap Bodhisattvacaryavatara mengatakan bahwa seorang Arhat membutuhkan 40 periode kalpa yang lebih lama daripada para Bodhisattva untuk mencapai Samyaksambuddha.
Dalam Munimatalamkara, YA Abhayakaragupta mengatakan bahwa para Sravaka dan Pratyekabuddha membutuhkan 1 asankhyeyya lebih lama dibanding Bodhisattva untuk mencapai Samyaksambuddha.
Geshe Potowa juga mengatakan jalur Hinayana sebagai jalur yang lebih panjang ketimbang Mahayana.
Quotemaksud nya apa ini, bukankah savaka-arahat itu hanya bhumi 7...lantas mengapa yg bhumi 7 bisa memahami trikaya dan upayakausalya?
Maksudnya ya memahami secara konseptual, seperti kita yg prthagjana ini juga mampu memahami Trikaya dan Upayakausalya secara konseptual saja, realisasi belum. Tapi siapa yang tahu juga, kalau2 para Siswa Utama ternyata sudah masuk Bhumi Ke-delapan?
_/\_
The Siddha Wanderer
Mana yang lebih panjang jalurnya untuk memasuki Nirvana? Seseorang yang harus menunggu hingga semua mahluk hidup masuk Nirvana atau jalan Theravada yang mengajarkan jalan memasuki Nirvana "HERE AND NOW" sekarang dalam kehidupan ini juga. Siapa bilang lebih panjang?
Kalau bicara siapa tahu? Siapa tahu kalau Trikaya hanya dongeng dan Upayakausalya hanya pembenaran belaka? Ini kan bicara siapa tahu?
Sakyamuni amitabha adalah individu berbeda, atau identiti berbda, lho bukannya identiti aku itu adlah anatta,tanpa diri,kok jdi ada individu?Emanasi apalg tuh?
Sory ya ingn tanya,apa itu kebenaran relatif dan ultimit ?QuoteMana yang lebih panjang jalurnya untuk memasuki Nirvana? Seseorang yang harus menunggu hingga semua mahluk hidup masuk Nirvana atau jalan Theravada yang mengajarkan jalan memasuki Nirvana "HERE AND NOW" sekarang dalam kehidupan ini juga. Siapa bilang lebih panjang?
Wkwkwkw.... pertanyaan ini buat saya geli, entah anda pura2 tidak mengerti atau nggak.
Jelas-jelas menurut Mahayana, Nirvana Theravada yang Sravaka Arhat itu belum finish dan masih harus lanjut lagi. Jelas-jelas sudah saya jelaskan bahwa Arhat masih memiliki kemelekatan akan kedamaian ekstrim.
Jadi konteks pembahasan di sini adalah perjuangan menuju Nirvana Samyaksambuddha, bukan Nirvana Sravaka Arhat.
Lagipula ungkapan Mahayanis tenang "hingga semua makhluk hidup masuk Nirvana" itu perlu interpretasi lagi lo...... maka dari itu kadang guru2 Buddhis menyatakan kurang lebih begini:
1. "Pada hakekatnya makhluk hidup itu tidak ada namun Bodhisattva terus menyelamatkan makhluk hidup."
2. "Karena Samsara tidak akan pernah berakhir, maka Bodhisattva bertekad baru akan masuk Nirvana setelah Samsara berakhir."QuoteKalau bicara siapa tahu? Siapa tahu kalau Trikaya hanya dongeng dan Upayakausalya hanya pembenaran belaka? Ini kan bicara siapa tahu?
(:$ (:$ Tampaknya anda nggak nyambung dengan maksud saya ya....QuoteSakyamuni amitabha adalah individu berbeda, atau identiti berbda, lho bukannya identiti aku itu adlah anatta,tanpa diri,kok jdi ada individu?Emanasi apalg tuh?
Dalam kebenaran relatif, individu itu ada kan? Anatman adalah kebenaran ultimit.
_/\_
The Siddha Wanderer
Jadi Nirvana menurut Mahayana ada berapa banyak? Jadi kita tidak ada?QuoteMana yang lebih panjang jalurnya untuk memasuki Nirvana? Seseorang yang harus menunggu hingga semua mahluk hidup masuk Nirvana atau jalan Theravada yang mengajarkan jalan memasuki Nirvana "HERE AND NOW" sekarang dalam kehidupan ini juga. Siapa bilang lebih panjang?
Wkwkwkw.... pertanyaan ini buat saya geli, entah anda pura2 tidak mengerti atau nggak.
Jelas-jelas menurut Mahayana, Nirvana Theravada yang Sravaka Arhat itu belum finish dan masih harus lanjut lagi. Jelas-jelas sudah saya jelaskan bahwa Arhat masih memiliki kemelekatan akan kedamaian ekstrim.
Jadi konteks pembahasan di sini adalah perjuangan menuju Nirvana Samyaksambuddha, bukan Nirvana Sravaka Arhat.
Lagipula ungkapan Mahayanis tenang "hingga semua makhluk hidup masuk Nirvana" itu perlu interpretasi lagi lo...... maka dari itu kadang guru2 Buddhis menyatakan kurang lebih begini:
1. "Pada hakekatnya makhluk hidup itu tidak ada namun Bodhisattva terus menyelamatkan makhluk hidup."2. "Karena Samsara tidak akan pernah berakhir, maka Bodhisattva bertekad baru akan masuk Nirvana setelah Samsara berakhir."
Siapa tahu?QuoteKalau bicara siapa tahu? Siapa tahu kalau Trikaya hanya dongeng dan Upayakausalya hanya pembenaran belaka? Ini kan bicara siapa tahu?
(:$ (:$ Tampaknya anda nggak nyambung dengan maksud saya ya....
Mahayana percaya anatman? alaya vinnana itu apa bukan sama dengan atman?QuoteSakyamuni amitabha adalah individu berbeda, atau identiti berbda, lho bukannya identiti aku itu adlah anatta,tanpa diri,kok jdi ada individu?Emanasi apalg tuh?
Dalam kebenaran relatif, individu itu ada kan? Anatman adalah kebenaran ultimit.
_/\_
The Siddha Wanderer
[at] atas: cara menjawab yang unik. Sadar euy.... ini board Mahayana :)) :))
_/\_
The Siddha Wanderer
Jadi Nirvana menurut Mahayana ada berapa banyak? Jadi kita tidak ada?
Siapa tahu?
Mahayana percaya anatman?
alaya vinnana itu apa bukan sama dengan atman?
Hahaha..... ternyata anda lupa nge-quote toh? 8) 8)QuoteJadi Nirvana menurut Mahayana ada berapa banyak? Jadi kita tidak ada?
Pertanyaan anda ini ulang-mengulang lagi, jujur saya rada bosen juga jawabnya, tp yah saya jawab singkat aja....
Ada Nirvana Sravaka Arhat (Anupadisesa Nirvana) dan Nirvana Samyaksambuddha (Apratishtita Nirvana). Udah itu aja.
Kita "Tidak ada" itu ya Anatta [Anatman].
QuoteSiapa tahu?
Anda tampaknya benar2 gak nyambung dengan tulisan saya. Padahal maksud saya bukan "siapa tahunya" yang ditonjolkan.... cape dee.....
QuoteMahayana percaya anatman?
Ya iyalah. Pertanyaan lucu.
Quotealaya vinnana itu apa bukan sama dengan atman?
Ya gak lah. Coba cari sendiri di internet kan banyak udah yang nulis bedanya apa. ;D ;D
_/\_The Siddha Wanderer
Apakah kita sudah berlatih dan melaksanakan Dhamma dengan baik? Itulah yang utama, bukan membandingkan Theravada dan Mahayana, jika anda suka dengan aliran Theravada, berlatihlah dengan cara Theravada, kalau anda suka dengan aliran Mahayana, maka berlatihlah dengan cara Mahayana. Berlatihlah dengan sungguh-sungguh, jangan suka mencampuri urusan orang lain dalam mempelajari aliran tertentu, karena tidak ada gunanya dan tidak menambah kebijaksanaan. Kalau anda berlatih berdasarkan aliran Theravada, kamu tidak bisa memasukkan doktrinmu ke orang yang mempelajari aliran Mahayana, begitu pula sebaliknya kalau kamu mempelajari aliran Mahayana, kamu tidak akan bisa memasukkan doktrinmu ke orang yang mempelajari aliran Theravada. Kalau anda bingung aliran mana yang anda harus ikuti, maka datang dan buktikanlah, setelah itu tentukan aliran yang cocok dengan anda.untuk melaksanakan dibutuhkan pandangan benar, apakah menurut anda semua pandangan itu benar?
[at] ryu,hanya Buddha yang tau :P yang belum mengerti hanya menerka2 dan mengambil apa yang menurutnya benar.
Jadi menurut anda dari salah satu aliran itu ada yang tidak berpandangan benar ?
[at] ryu,hanya Buddha yang tau :P yang belum mengerti hanya menerka2 dan mengambil apa yang menurutnya benar.
Jadi menurut anda dari salah satu aliran itu ada yang tidak berpandangan benar ?
bagi yang sudah mengerti maka dia akan selaras dengan ajaran Buddha dan berusaha melenyapkan Dukkha.
iya ketika sudah mengetahui ada aliran yang salah tinggalkan jangan dipertahankan pandangan salah itu. itu sejalan dengan ajaran Buddha, Bukannya malah sudah mengetahui itu ajaran salah malah dikembangkan kakakakakak[at] ryu,hanya Buddha yang tau :P yang belum mengerti hanya menerka2 dan mengambil apa yang menurutnya benar.
Jadi menurut anda dari salah satu aliran itu ada yang tidak berpandangan benar ?
bagi yang sudah mengerti maka dia akan selaras dengan ajaran Buddha dan berusaha melenyapkan Dukkha.
Makanya, buktikan sendiri, kalau perlu, pelajari semua aliran, pilihlah yang cocok dengan kita, sebelum kita mengetahui/mempelajari sendiri suatu aliran, janganlah merasa aliran kitalah yang paling benar.
[at] ryu,ya memang hak masing2, dan apabila si orang tersebut lebih senang menjadi pengembara atau pengejar penderitaan ya itu hak dia silahkan saja, Tidak ada yang memaksakan ajaran, yang ada adalah menunjukkan prinsip2 ajaran utama Buddha, bukan yang lainnya.
Menurut anda benar/cocok, belum tentu menurut orang lain benar/cocok, karena pemahaman akan sesuatu hal adalah hak masing-masing orang dan tidak bisa kita paksakan.
ya memang hak masing2, dan apabila si orang tersebut lebih senang menjadi pengembara atau pengejar penderitaan ya itu hak dia silahkan saja, Tidak ada yang memaksakan ajaran, yang ada adalah menunjukkan prinsip2 ajaran utama Buddha, bukan yang lainnya.
Justru karena saya berpikir maka ada pandangan ini, kalau kebenaran hanya berdasarkan kecocokan pada diri sendiri maka semua adalah kebenaran, untuk apa Buddha membabarkan Dhammanya? kalau menurut anda semua mengandung kebenaran maka percumalah orang belajar ajaran Buddha, sudah saja belajar ajaran lain atau agama lain, bukannya semua adalah kebenaran?ya memang hak masing2, dan apabila si orang tersebut lebih senang menjadi pengembara atau pengejar penderitaan ya itu hak dia silahkan saja, Tidak ada yang memaksakan ajaran, yang ada adalah menunjukkan prinsip2 ajaran utama Buddha, bukan yang lainnya.
Pernahkah anda berpikir, orang lain juga berpikiran seperti itu terhadap anda ? Anda tahu darimana aliran lain tidak punya kebenaran, sedangkan aliran anda punya kebenaran ? Saya mempraktekkan aliran Theravada, tapi saya juga menjunjung tinggi aliran Mahayana, MENURUT SAYA semuanya mengandung kebenaran.
Justru karena saya berpikir maka ada pandangan ini, kalau kebenaran hanya berdasarkan kecocokan pada diri sendiri maka semua adalah kebenaran, untuk apa Buddha membabarkan Dhammanya? kalau menurut anda semua mengandung kebenaran maka percumalah orang belajar ajaran Buddha, sudah saja belajar ajaran lain atau agama lain, bukannya semua adalah kebenaran?ya memang hak masing2, dan apabila si orang tersebut lebih senang menjadi pengembara atau pengejar penderitaan ya itu hak dia silahkan saja, Tidak ada yang memaksakan ajaran, yang ada adalah menunjukkan prinsip2 ajaran utama Buddha, bukan yang lainnya.
Pernahkah anda berpikir, orang lain juga berpikiran seperti itu terhadap anda ? Anda tahu darimana aliran lain tidak punya kebenaran, sedangkan aliran anda punya kebenaran ? Saya mempraktekkan aliran Theravada, tapi saya juga menjunjung tinggi aliran Mahayana, MENURUT SAYA semuanya mengandung kebenaran.
iya benar.sudah jelas gw kr****n :P
Saya amati ryu hobi banget memperdebatkan Mahayana. Malah kalau dgn Agama K posting Kesaksian2 org Autis, jarang atau bahkan tidak pernah menjelekkan Agama K, tapi dgn Mahayana gak ada ampun :).
sebenarnya kamu itu Buddhis atau Buddhis2an?
amen..Justru karena saya berpikir maka ada pandangan ini, kalau kebenaran hanya berdasarkan kecocokan pada diri sendiri maka semua adalah kebenaran, untuk apa Buddha membabarkan Dhammanya? kalau menurut anda semua mengandung kebenaran maka percumalah orang belajar ajaran Buddha, sudah saja belajar ajaran lain atau agama lain, bukannya semua adalah kebenaran?ya memang hak masing2, dan apabila si orang tersebut lebih senang menjadi pengembara atau pengejar penderitaan ya itu hak dia silahkan saja, Tidak ada yang memaksakan ajaran, yang ada adalah menunjukkan prinsip2 ajaran utama Buddha, bukan yang lainnya.
Pernahkah anda berpikir, orang lain juga berpikiran seperti itu terhadap anda ? Anda tahu darimana aliran lain tidak punya kebenaran, sedangkan aliran anda punya kebenaran ? Saya mempraktekkan aliran Theravada, tapi saya juga menjunjung tinggi aliran Mahayana, MENURUT SAYA semuanya mengandung kebenaran.
sadhu....3x
iya benar.sudah jelas gw kr****n :P
Saya amati ryu hobi banget memperdebatkan Mahayana. Malah kalau dgn Agama K posting Kesaksian2 org Autis, jarang atau bahkan tidak pernah menjelekkan Agama K, tapi dgn Mahayana gak ada ampun :).
sebenarnya kamu itu Buddhis atau Buddhis2an?
dan sepertinya setiap aye post disini ada yang BPR aye nih =)) , sungguh yang BRP aye menjalankan ajaran Buddha dengan benar =))ya uda, gw GRP balek da =))
Mengapa di-tabu-kan diskusi atas perbedaan perbedaan yang terdapat di dalam ajaran Theravada, Mahayana (bahkan Tantrayana/Vajrayana) ? Apakah tidak siap untuk mendapati "kebenaran" bahwa apa yang selama ini yang "diyakini" sebagai kebenaran itu pada dasarnya adalah Salah ?
Bagaimanapun, Emas Murni mau di "uji" bagaimanapun tetap adalah Emas Murni, lain dengan emas Sepuhan atau emas-emasan...
Mengapa di-tabu-kan diskusi atas perbedaan perbedaan yang terdapat di dalam ajaran Theravada, Mahayana (bahkan Tantrayana/Vajrayana) ? Apakah tidak siap untuk mendapati "kebenaran" bahwa apa yang selama ini yang "diyakini" sebagai kebenaran itu pada dasarnya adalah Salah ?
Bagaimanapun, Emas Murni mau di "uji" bagaimanapun tetap adalah Emas Murni, lain dengan emas Sepuhan atau emas-emasan...
Diskusi tentang perbedaan tidak menjadi masalah, tapi kalau sudah menjelek-jelekkan dan berusaha memojokkan serta selalu mengganggap dirinya paling benar itu bukan diskusi, tapi cari ribut.
akibat topik perenungan ini, menyebabkan ego diri kita muncul dan membuat diri terjebak akan sebuah konsep dan teori yang sebenarnya bukan suatu anjuran dari sang buddha untuk diri kita.kalo boleh sharing anjuran dari Buddha untuk cara memilih ajaran yang BENAR?
Mengapa di-tabu-kan diskusi atas perbedaan perbedaan yang terdapat di dalam ajaran Theravada, Mahayana (bahkan Tantrayana/Vajrayana) ? Apakah tidak siap untuk mendapati "kebenaran" bahwa apa yang selama ini yang "diyakini" sebagai kebenaran itu pada dasarnya adalah Salah ?
Bagaimanapun, Emas Murni mau di "uji" bagaimanapun tetap adalah Emas Murni, lain dengan emas Sepuhan atau emas-emasan...
Diskusi tentang perbedaan tidak menjadi masalah, tapi kalau sudah menjelek-jelekkan dan berusaha memojokkan serta selalu mengganggap dirinya paling benar itu bukan diskusi, tapi cari ribut.
bisa di-quote tulisan yang menjelek-jelek-kan dan memojokkan (istilah memojokkan itu sendiri yang bagaimana ???) dan menganggap diri-nya paling benar ???
kalo boleh sharing anjuran dari Buddha untuk cara memilih ajaran yang BENAR?
trus saya mao tanyaaa. maaf OOT dikit, kalo masing masing aliran menganggap mereka paling benar, dan juga ajaran mereka yg benar, maka akar perpecahan tdk akan dapat dihindari lagii... sebenarnya kita bukan menganggap ajaran yg kita anut itu paling benar tetapi kita menganggap diri kita paling benar........... jika ada yg merasa demikian syukurlah, jika tdk ada yg merasa maka sangat bagusss :)) ....Saya sependapat dengan anda. Menurut saya, kadang2 orang yg belajar makin banyak tapi lupa meninggalkan ego dan kesombongannya akan menjadi orang yg fanatiknya membabi-buta.
saya heran dengan sebagian kaum fanatik, yg terus memojokkan ajaran yg mereka anggap tdk benar.. kenapa yaaa? apa utk memuaskan nafsu ego mereka. :)) :)) :)) ^:)^ ^:)^ ^:)^
yang pasti sih menurut agama saya ajaran Buddha itu sesat dan tidak ada yang benar. apakah itu benar?kalo boleh sharing anjuran dari Buddha untuk cara memilih ajaran yang BENAR?
Andakan sangat menguasai Dhamma, pasti sudah tau
trus saya mao tanyaaa. maaf OOT dikit, kalo masing masing aliran menganggap mereka paling benar, dan juga ajaran mereka yg benar, maka akar perpecahan tdk akan dapat dihindari lagii... sebenarnya kita bukan menganggap ajaran yg kita anut itu paling benar tetapi kita menganggap diri kita paling benar........... jika ada yg merasa demikian syukurlah, jika tdk ada yg merasa maka sangat bagusss :)) ....justru sangan kasihan, karena begitu besar kasih Ryu pada dunia DC ini sehingga Ryu menganugrahkan Dhammanya yang indah diawal, indah pertengahan, indah diakhir, sehingga barangsiapa percaya padanya akan beroleh hidup yang kekal.
saya heran dengan sebagian kaum fanatik, yg terus memojokkan ajaran yg mereka anggap tdk benar.. kenapa yaaa? apa utk memuaskan nafsu ego mereka. :)) :)) :)) ^:)^ ^:)^ ^:)^
Saya rasa anda cukup bahagia dengan kelakuan anda, senang sekali bisa diskusi dengan anda.trus saya mao tanyaaa. maaf OOT dikit, kalo masing masing aliran menganggap mereka paling benar, dan juga ajaran mereka yg benar, maka akar perpecahan tdk akan dapat dihindari lagii... sebenarnya kita bukan menganggap ajaran yg kita anut itu paling benar tetapi kita menganggap diri kita paling benar........... jika ada yg merasa demikian syukurlah, jika tdk ada yg merasa maka sangat bagusss :)) ....justru sangan kasihan, karena begitu besar kasih Ryu pada dunia DC ini sehingga Ryu menganugrahkan Dhammanya yang indah diawal, indah pertengahan, indah diakhir, sehingga barangsiapa percaya padanya akan beroleh hidup yang kekal.
saya heran dengan sebagian kaum fanatik, yg terus memojokkan ajaran yg mereka anggap tdk benar.. kenapa yaaa? apa utk memuaskan nafsu ego mereka. :)) :)) :)) ^:)^ ^:)^ ^:)^
ya semoga roh kudus dapat menjamah hidup anda :)Saya rasa anda cukup bahagia dengan kelakuan anda, senang sekali bisa diskusi dengan anda.trus saya mao tanyaaa. maaf OOT dikit, kalo masing masing aliran menganggap mereka paling benar, dan juga ajaran mereka yg benar, maka akar perpecahan tdk akan dapat dihindari lagii... sebenarnya kita bukan menganggap ajaran yg kita anut itu paling benar tetapi kita menganggap diri kita paling benar........... jika ada yg merasa demikian syukurlah, jika tdk ada yg merasa maka sangat bagusss :)) ....justru sangan kasihan, karena begitu besar kasih Ryu pada dunia DC ini sehingga Ryu menganugrahkan Dhammanya yang indah diawal, indah pertengahan, indah diakhir, sehingga barangsiapa percaya padanya akan beroleh hidup yang kekal.
saya heran dengan sebagian kaum fanatik, yg terus memojokkan ajaran yg mereka anggap tdk benar.. kenapa yaaa? apa utk memuaskan nafsu ego mereka. :)) :)) :)) ^:)^ ^:)^ ^:)^
ya semoga roh kudus dapat menjamah hidup anda :)
trus saya mao tanyaaa. maaf OOT dikit, kalo masing masing aliran menganggap mereka paling benar, dan juga ajaran mereka yg benar, maka akar perpecahan tdk akan dapat dihindari lagii... sebenarnya kita bukan menganggap ajaran yg kita anut itu paling benar tetapi kita menganggap diri kita paling benar........... jika ada yg merasa demikian syukurlah, jika tdk ada yg merasa maka sangat bagusss :)) ....justru sangan kasihan, karena begitu besar kasih Ryu pada dunia DC ini sehingga Ryu menganugrahkan Dhammanya yang indah diawal, indah pertengahan, indah diakhir, sehingga barangsiapa percaya padanya akan beroleh hidup yang kekal.
saya heran dengan sebagian kaum fanatik, yg terus memojokkan ajaran yg mereka anggap tdk benar.. kenapa yaaa? apa utk memuaskan nafsu ego mereka. :)) :)) :)) ^:)^ ^:)^ ^:)^
Seseorang yang sangat pandai bicara dapat
menjatuhkan suatu kebenaran dan keadilan, serta
menghancurkan yang lain, seperti pengacara di
pengadilan. Kelompok agama yang berbeda mengatakan
bahwa agamanya adalah yang terbaik dibanding dengan
lainnya. Argumentasi mereka biasanya didasarkan pada
bakat dan kemampuan yang mengekspresikan ide-ide
mereka, tetapi sesungguhnya mereka tidak tertarik kepada
kebenaran. Itulah alam dari argumentasi. Ven K. Sri Dhammananda
Seseorang yang sangat pandai bicara dapatapakah Buddha tidak pandai bicara? Buddha memberikan pandangan terhadap pandangan salah yang lain apakah salah?
menjatuhkan suatu kebenaran dan keadilan, serta
menghancurkan yang lain, seperti pengacara di
pengadilan. Kelompok agama yang berbeda mengatakan
bahwa agamanya adalah yang terbaik dibanding dengan
lainnya. Argumentasi mereka biasanya didasarkan pada
bakat dan kemampuan yang mengekspresikan ide-ide
mereka, tetapi sesungguhnya mereka tidak tertarik kepada
kebenaran. Itulah alam dari argumentasi. Ven K. Sri Dhammananda
Seseorang yang sangat pandai bicara dapatapakah Buddha tidak pandai bicara? Buddha memberikan pandangan terhadap pandangan salah yang lain apakah salah?
menjatuhkan suatu kebenaran dan keadilan, serta
menghancurkan yang lain, seperti pengacara di
pengadilan. Kelompok agama yang berbeda mengatakan
bahwa agamanya adalah yang terbaik dibanding dengan
lainnya. Argumentasi mereka biasanya didasarkan pada
bakat dan kemampuan yang mengekspresikan ide-ide
mereka, tetapi sesungguhnya mereka tidak tertarik kepada
kebenaran. Itulah alam dari argumentasi. Ven K. Sri Dhammananda
sebelum bicara si Dhammananda itu mendingan mikir dulu deh.
dah beda aliran, jadi aliran fanatik =))Seseorang yang sangat pandai bicara dapatapakah Buddha tidak pandai bicara? Buddha memberikan pandangan terhadap pandangan salah yang lain apakah salah?
menjatuhkan suatu kebenaran dan keadilan, serta
menghancurkan yang lain, seperti pengacara di
pengadilan. Kelompok agama yang berbeda mengatakan
bahwa agamanya adalah yang terbaik dibanding dengan
lainnya. Argumentasi mereka biasanya didasarkan pada
bakat dan kemampuan yang mengekspresikan ide-ide
mereka, tetapi sesungguhnya mereka tidak tertarik kepada
kebenaran. Itulah alam dari argumentasi. Ven K. Sri Dhammananda
sebelum bicara si Dhammananda itu mendingan mikir dulu deh.
Apa yg terjadi denganmu ryu? :P ^-^ :whistle:
Ven K. Sri Dhammananda adalah seorang Bhikkhu yang sangat dihormati.berarti aye ga nyambung yak =))
Mungkin harus melihat konteks yang dibicarakan.
Seseorang yang sangat pandai bicara dapatapakah Buddha tidak pandai bicara? Buddha memberikan pandangan terhadap pandangan salah yang lain apakah salah?
menjatuhkan suatu kebenaran dan keadilan, serta
menghancurkan yang lain, seperti pengacara di
pengadilan. Kelompok agama yang berbeda mengatakan
bahwa agamanya adalah yang terbaik dibanding dengan
lainnya. Argumentasi mereka biasanya didasarkan pada
bakat dan kemampuan yang mengekspresikan ide-ide
mereka, tetapi sesungguhnya mereka tidak tertarik kepada
kebenaran. Itulah alam dari argumentasi. Ven K. Sri Dhammananda
sebelum bicara si Dhammananda itu mendingan mikir dulu deh.
dah beda aliran, jadi aliran fanatik =))Seseorang yang sangat pandai bicara dapatapakah Buddha tidak pandai bicara? Buddha memberikan pandangan terhadap pandangan salah yang lain apakah salah?
menjatuhkan suatu kebenaran dan keadilan, serta
menghancurkan yang lain, seperti pengacara di
pengadilan. Kelompok agama yang berbeda mengatakan
bahwa agamanya adalah yang terbaik dibanding dengan
lainnya. Argumentasi mereka biasanya didasarkan pada
bakat dan kemampuan yang mengekspresikan ide-ide
mereka, tetapi sesungguhnya mereka tidak tertarik kepada
kebenaran. Itulah alam dari argumentasi. Ven K. Sri Dhammananda
sebelum bicara si Dhammananda itu mendingan mikir dulu deh.
Apa yg terjadi denganmu ryu? :P ^-^ :whistle:
Memang postingan saya ada menyinggung anda ? kalau gitu sorry deh, postingan saya tidak untuk ditujukan kepada siapapun, namun hanya sebagai renungan dari Bhante Sri Dhammananda, bahwa kalau kita sudah menekuni satu aliran, jangan suka merecoki aliran lain. Kalau kita merasa aliran yang paling benar, ya sudah biarkan orang lain yang sedang menekuni aliran yang tidak sama dengan kita. Sekali lagi, saya tidak pernah ingin menyinggung anda dan saya juga tidak pernah baca postingan anda, mengapa anda bisa merasa postingan itu ditujukan ke anda ? Sekali lagi mohon maaf jika anda tersinggungSeseorang yang sangat pandai bicara dapat
menjatuhkan suatu kebenaran dan keadilan, serta
menghancurkan yang lain, seperti pengacara di
pengadilan. Kelompok agama yang berbeda mengatakan
bahwa agamanya adalah yang terbaik dibanding dengan
lainnya. Argumentasi mereka biasanya didasarkan pada
bakat dan kemampuan yang mengekspresikan ide-ide
mereka, tetapi sesungguhnya mereka tidak tertarik kepada
kebenaran. Itulah alam dari argumentasi. Ven K. Sri Dhammananda
Kelompok agama mana-kah yang mengatakan ajarannya paling baik ? Mohon di-perjelas, kalau bisa "tunjuk hidung"...
Kalau sdr.ge2004 melihat kembali posting-an saya, kalau saya sedang "memperdebatkan" suatu ajaran, misalnya ajaran Mahayana, saya memakai dasar dari ajaran Mahayana itu sendiri. Dan yang sering saya katakan adalah bahwa Ajaran Mahayana itu sendiri tidak konsisten antara satu sutra dengan sutra yang lainnya. Misalnya Sutra Intan dengan Sutra Saddharma Pundarika misalnya. Kalau saya bandingkan antara Sutta (Pali Kanon) dengan Sutra Mahayana (yang diluar Agama Sutra), tentunya tidak akan ketemu titik temunya.
Makanya saya minta sdr.Ge2004, meng-QUOTE bagian manakah dari reply/postingan saya yang menjelek jelek-kan ajaran tanpa dasar, mengatakan bahwa ajaran saya yang paling benar dan bla bla bla ?
merecoki itu berarti tidak boleh diskusi?Kalau diskusinya dilakukan secara sehat, sangat bagus dan menambah wawasan, tapi kalau setelah berdiskusi, lalu timbul perbedaan dan malah mendebatkan yang berbeda, itulah yang mengkhawatirkan, coba anda baca semua posting, banyak provokatornya
saya rasa hal itu ditujukan kepada orang-orang chauvinis yang selalu melihat kesalahan orang lain.
tapi kalau pembicaraan dilakukan dalam diskusi, untuk menunjukkan sesuatu berdasarkan apa yang diyakini benar dan salah, kenapa tidak boleh?
orang yang sering tersinggung, bahkan dalam diskusi yang baik, itu yang patut dipertanyakan.
sebelum bicara si Dhammananda itu mendingan mikir dulu deh.
apakah tidak boleh? seperti apakah gaya postingan orang beragama yang sebenarnya? jadi penasaran nih orang beragama itu seperti apa postingannya.sebelum bicara si Dhammananda itu mendingan mikir dulu deh.
"Apakah orang beragama gaya postingnya kayak begini ?"
sebelum bicara si Dhammananda itu mendingan mikir dulu deh.Bhante Sri Dhammananda itu seorang Bhikkhu dan sangat dihormati, mohon kalau anda tidak suka dengan kata-katanya, jangan memposting dengan nada kasar, kita semua tahu, saudara Ryu sangat berpengetahuan luas mungkin melebihi Bhikkhu manapun, ataupun guru agung manapun, kalau memang saudara Ryu tidak setuju dengan kata-katanya yang saya posting, maka yang patut anda hina adalah saya, bukan Bhante Sri Dhammananda............ :'( :'( :'(
Numpang lewat saja...Setuju, nah posting yang seperti ini yang bisa menambah wawasan. Namun kadang dalam setiap diskusi selalu muncul provokator yang sengaja memancing supaya diskusi berjalan panas. Sekali lagi saya sangat setuju dengan CHANGE
Sebuah diskusi akan berjalan dengan baik jika tidak dilandasi kebencian dan kemarahan. Mungkin ingin dibutuhkan "Itikad Baik" dari ke-2 belah pihak. Memang melalui diskusi, kita dapat menambah wawasan dan pengetahuan. Kedewasaan dalam menyikapi perbedaan inilah yang harus dihargai bukan dipertentangkan. Karena memang kita juga belajar dari PERBEDAAN.
Sikap menuntut KESAMAAN dalam berperilaku juga merupakan "Itikad Kurang Baik." Karena ini juga menimbulkan pertentangan karena kebencian untuk memaksa kesamaan. Itikad Baik dimulai dari diri sendiri sebagai teladan. Yang beritikad kurang baik akan mendapat penilaian negatif dari masyarakat. Sehingga ada yang mengatakan " Lebih Mudah Memindahkan Sebuah Gunung, daripada Merubah Karakter Seseorang". Dan memang yang dapat kita lakukan adalah memberikan PENDAPAT untuk mengugah kesadaran ( kebenaran relative ), tidak dapat memaksakan pendapat.
Sikap dan perilaku dalam bertindak akan menerima konsekuensi penilaian dari masyarakat. Memang secara Idealis diharapkan, adalah semua beritikad baik dalam berdiskusi, tetapi realistis adalah mengatakan berbeda. :)
Diskusi tentang perbedaan tidak menjadi masalah, tapi kalau sudah menjelek-jelekkan dan berusaha memojokkan serta selalu mengganggap dirinya paling benar itu bukan diskusi, tapi cari ribut.
Kalau diskusinya dilakukan secara sehat, sangat bagus dan menambah wawasan, tapi kalau setelah berdiskusi, lalu timbul perbedaan dan malah mendebatkan yang berbeda, itulah yang mengkhawatirkan, coba anda baca semua posting, banyak provokatornya
bukannya anda yang menyambungkan topik ini dengan perkataan Dhammananda? karena itu saya membandingkan dengan Buddha bukankah biar nyambung? saya tidak akan membandingkan perkataan Dhammananda dengan ajaran saya yang pastinya akan bertolak belakang.sebelum bicara si Dhammananda itu mendingan mikir dulu deh.Bhante Sri Dhammananda itu seorang Bhikkhu dan sangat dihormati, mohon kalau anda tidak suka dengan kata-katanya, jangan memposting dengan nada kasar, kita semua tahu, saudara Ryu sangat berpengetahuan luas mungkin melebihi Bhikkhu manapun, ataupun guru agung manapun, kalau memang saudara Ryu tidak setuju dengan kata-katanya yang saya posting, maka yang patut anda hina adalah saya, bukan Bhante Sri Dhammananda............ :'( :'( :'(
Diskusi tentang perbedaan tidak menjadi masalah, tapi kalau sudah menjelek-jelekkan dan berusaha memojokkan serta selalu mengganggap dirinya paling benar itu bukan diskusi, tapi cari ribut.Kalau diskusinya dilakukan secara sehat, sangat bagus dan menambah wawasan, tapi kalau setelah berdiskusi, lalu timbul perbedaan dan malah mendebatkan yang berbeda, itulah yang mengkhawatirkan, coba anda baca semua posting, banyak provokatornya
ge2004, anda beberapa kali menyebutkan adanya postingan yg buruk, tetapi ketika diminta untuk menunjukkan, anda hanya berkelit dengan menjawab, "baca semua posting" atau "baca postingan anda sendiri".
apakah menurut anda sikap anda menunjukkan cara berdiskusi yg baik?
Ya sudah kalau begitu, lagian juga saya bukan praktisi Mahayana.bukannya anda yang menyambungkan topik ini dengan perkataan Dhammananda? karena itu saya membandingkan dengan Buddha bukankah biar nyambung? saya tidak akan membandingkan perkataan Dhammananda dengan ajaran saya yang pastinya akan bertolak belakang.sebelum bicara si Dhammananda itu mendingan mikir dulu deh.Bhante Sri Dhammananda itu seorang Bhikkhu dan sangat dihormati, mohon kalau anda tidak suka dengan kata-katanya, jangan memposting dengan nada kasar, kita semua tahu, saudara Ryu sangat berpengetahuan luas mungkin melebihi Bhikkhu manapun, ataupun guru agung manapun, kalau memang saudara Ryu tidak setuju dengan kata-katanya yang saya posting, maka yang patut anda hina adalah saya, bukan Bhante Sri Dhammananda............ :'( :'( :'(
dan oh saya tidak berpengetahuan luas, bahkan masih dangkal sehingga tidak mengetahui Dhammananda itu orang yang dihormati oleh kalian, justru saya ini hanyalah orang fanatik dari agama lain yang ingin belajar ajaran Buddha yang katanya sangat baik, dengan melihat perbedaan pandangan dari aliran2 apabila saya memandang mungkin aliran theravada bagi saya yang lebih masuk akal daripada mahayana, oleh karena itu saya memberikan pandangan dari theravada untuk melihat perbedaan2 dengan aliran mahayana. cuma apabila memang itikad saya terlihat menyerang mahayana maka ya silahkan saja terlihat begitu.
Seseorang yang sangat pandai bicara dapat
menjatuhkan suatu kebenaran dan keadilan, serta
menghancurkan yang lain, seperti pengacara di
pengadilan. Kelompok agama yang berbeda mengatakan
bahwa agamanya adalah yang terbaik dibanding dengan
lainnya. Argumentasi mereka biasanya didasarkan pada
bakat dan kemampuan yang mengekspresikan ide-ide
mereka, tetapi sesungguhnya mereka tidak tertarik kepada
kebenaran. Itulah alam dari argumentasi. Ven K. Sri Dhammananda
Kelompok agama mana-kah yang mengatakan ajarannya paling baik ? Mohon di-perjelas, kalau bisa "tunjuk hidung"...
Kalau sdr.ge2004 melihat kembali posting-an saya, kalau saya sedang "memperdebatkan" suatu ajaran, misalnya ajaran Mahayana, saya memakai dasar dari ajaran Mahayana itu sendiri. Dan yang sering saya katakan adalah bahwa Ajaran Mahayana itu sendiri tidak konsisten antara satu sutra dengan sutra yang lainnya. Misalnya Sutra Intan dengan Sutra Saddharma Pundarika misalnya. Kalau saya bandingkan antara Sutta (Pali Kanon) dengan Sutra Mahayana (yang diluar Agama Sutra), tentunya tidak akan ketemu titik temunya.
Makanya saya minta sdr.Ge2004, meng-QUOTE bagian manakah dari reply/postingan saya yang menjelek jelek-kan ajaran tanpa dasar, mengatakan bahwa ajaran saya yang paling benar dan bla bla bla ?
Mengapa di-tabu-kan diskusi atas perbedaan perbedaan yang terdapat di dalam ajaran Theravada, Mahayana (bahkan Tantrayana/Vajrayana) ? Apakah tidak siap untuk mendapati "kebenaran" bahwa apa yang selama ini yang "diyakini" sebagai kebenaran itu pada dasarnya adalah Salah ?
Bagaimanapun, Emas Murni mau di "uji" bagaimanapun tetap adalah Emas Murni, lain dengan emas Sepuhan atau emas-emasan...
Diskusi tentang perbedaan tidak menjadi masalah, tapi kalau sudah menjelek-jelekkan dan berusaha memojokkan serta selalu mengganggap dirinya paling benar itu bukan diskusi, tapi cari ribut.
bisa di-quote tulisan yang menjelek-jelek-kan dan memojokkan (istilah memojokkan itu sendiri yang bagaimana ???) dan menganggap diri-nya paling benar ???
Kalau mau tahu contohnya, baca saja semua posting-an anda, di situ banyak sekali contoh2nya
Memang postingan saya ada menyinggung anda ? kalau gitu sorry deh, postingan saya tidak untuk ditujukan kepada siapapun, namun hanya sebagai renungan dari Bhante Sri Dhammananda, bahwa kalau kita sudah menekuni satu aliran, jangan suka merecoki aliran lain. Kalau kita merasa aliran yang paling benar, ya sudah biarkan orang lain yang sedang menekuni aliran yang tidak sama dengan kita. Sekali lagi, saya tidak pernah ingin menyinggung anda dan saya juga tidak pernah baca postingan anda, mengapa anda bisa merasa postingan itu ditujukan ke anda ? Sekali lagi mohon maaf jika anda tersinggung
=======
yang dipermasalahkan dilbert adalah menurut dia saya mempermasalahkan posting-nya, padahal saya tidak pernah membaca postingnya.
Mengapa di-tabu-kan diskusi atas perbedaan perbedaan yang terdapat di dalam ajaran Theravada, Mahayana (bahkan Tantrayana/Vajrayana) ? Apakah tidak siap untuk mendapati "kebenaran" bahwa apa yang selama ini yang "diyakini" sebagai kebenaran itu pada dasarnya adalah Salah ?
Bagaimanapun, Emas Murni mau di "uji" bagaimanapun tetap adalah Emas Murni, lain dengan emas Sepuhan atau emas-emasan...
Diskusi tentang perbedaan tidak menjadi masalah, tapi kalau sudah menjelek-jelekkan dan berusaha memojokkan serta selalu mengganggap dirinya paling benar itu bukan diskusi, tapi cari ribut.
bisa di-quote tulisan yang menjelek-jelek-kan dan memojokkan (istilah memojokkan itu sendiri yang bagaimana ???) dan menganggap diri-nya paling benar ???
Kalau mau tahu contohnya, baca saja semua posting-an anda, di situ banyak sekali contoh2nya
dari quote di atas, sangat jelas kalau anda mengatakan bahwa postingan Bro Dilbert yang sedang anda bicarakan sebagai "memojokkan", "menganggap diri paling benar", dllQuoteMemang postingan saya ada menyinggung anda ? kalau gitu sorry deh, postingan saya tidak untuk ditujukan kepada siapapun, namun hanya sebagai renungan dari Bhante Sri Dhammananda, bahwa kalau kita sudah menekuni satu aliran, jangan suka merecoki aliran lain. Kalau kita merasa aliran yang paling benar, ya sudah biarkan orang lain yang sedang menekuni aliran yang tidak sama dengan kita. Sekali lagi, saya tidak pernah ingin menyinggung anda dan saya juga tidak pernah baca postingan anda, mengapa anda bisa merasa postingan itu ditujukan ke anda ? Sekali lagi mohon maaf jika anda tersinggung
=======
yang dipermasalahkan dilbert adalah menurut dia saya mempermasalahkan posting-nya, padahal saya tidak pernah membaca postingnya.
dalam quote di atas, anda membantah lagi, terus terang saya tidak memahami apa maksud anda di sini.
Oh..berarti saya salah quote, saya kira itu postingan si Ryu.....wah jadi nggak enak nih sama Dilbert. Soalnya quote/reply nya dari HandPhone. Besok kalo mau klik quote lihat-lihat dulu deh, sorrry bro Dilbert. Sekali lagi maaf, salah quote. Maklum pemula.
dalam Pali Theravada dan tambahan kitab komentar...tidak pernah ada disebut 2 sekte dalam buddhasasana...
hanya dalam Tripitaka Mahayana yang menyebutkan ada 2 sekte.
perpecahan terjadi karena murid-murid.....bukan ajaran....
tetapi sebaliknya ajaran yang memecahkan dan bukan murid-nya ada dalam mahayana.
tuduhan demikian sudah biasa dilontarkan pihak theravada ke mahayana, & jawaban dari mahayana adalah:
hinayana tidak merujuk pada sekte, apalagi pada theravada.
hinayana adalah orang2 yg hanya mementingkan keselamatan sendiri (baca: arahat) oleh krn itu mereka disebut "hina"
orang theravada sendiri yg ke-GR-an menganggap dirinya hinayana
tangkisan sekaligus sindiran :)
bukan masalah ke-GR-an... jelas jelas dalam sutra mahayana dikatakan bahwa SRAVAKAYANA = HINAYANA... dan tendensi-nya adalah... ? Sedangkan dalam pembahasan tentang terminologi MAHAYANA = Kendaraan BESAR, seharusnya lawannya adalah CULAYANA = kendaraan KECIL yang dalam pengertiannya adalah bahwa MAHAYANA meliputi SRAVAKAYANA dan SAMYAKBUDDHAYANA...
Kenapa muncul pula istilah HINA yang artinya sangat negatif ?
Dalam terjemahan mandarin masih lebih baik... Mahayana = Kendaraan Besar = Ta Chen, dan yang diluar Mahayana dikatakan sebagai Siau Chen = Kendaraan KEcil (dan dewasa ini merujuk kepada Theravada)...
dalam Pali Theravada dan tambahan kitab komentar...tidak pernah ada disebut 2 sekte dalam buddhasasana...
hanya dalam Tripitaka Mahayana yang menyebutkan ada 2 sekte.
perpecahan terjadi karena murid-murid.....bukan ajaran....
tetapi sebaliknya ajaran yang memecahkan dan bukan murid-nya ada dalam mahayana.
tuduhan demikian sudah biasa dilontarkan pihak theravada ke mahayana, & jawaban dari mahayana adalah:
hinayana tidak merujuk pada sekte, apalagi pada theravada.
hinayana adalah orang2 yg hanya mementingkan keselamatan sendiri (baca: arahat) oleh krn itu mereka disebut "hina"
orang theravada sendiri yg ke-GR-an menganggap dirinya hinayana
tangkisan sekaligus sindiran :)
bukan masalah ke-GR-an... jelas jelas dalam sutra mahayana dikatakan bahwa SRAVAKAYANA = HINAYANA... dan tendensi-nya adalah... ? Sedangkan dalam pembahasan tentang terminologi MAHAYANA = Kendaraan BESAR, seharusnya lawannya adalah CULAYANA = kendaraan KECIL yang dalam pengertiannya adalah bahwa MAHAYANA meliputi SRAVAKAYANA dan SAMYAKBUDDHAYANA...
Kenapa muncul pula istilah HINA yang artinya sangat negatif ?
Dalam terjemahan mandarin masih lebih baik... Mahayana = Kendaraan Besar = Ta Chen, dan yang diluar Mahayana dikatakan sebagai Siau Chen = Kendaraan KEcil (dan dewasa ini merujuk kepada Theravada)...
Apakah arti HINA dari HINAYANA itu berarti ''negatif''???
Menurut yang saya tahu, Theravada dan Mahayana tidak berbeda sama sekali..pada dasarnya semua ajarannya sama...karena agama Buddha berkembang di China, untuk itu timbullah Mahayana dimana semua kitab Mahayana sebenarnya penerjemahan dari kitab Theravada dimana dalam Theravada menggunakan bahasa Pali sehingga menyulitkan orang2 china untuk memahami isi kitab sehingga diubahlah ke dalam bahasa mandarin demi kemudahan perkembangan ajaran Buddha di China...mungkin perbedaannya hada pada tujuan mereka, Theravada bertekad menjadi seorang ARAHAT sedangkan Mahayana bertekad menjadi seorang Boddhisatva, untuk itu dalam Mahayana ada pengambilan sila Boddhisatva...
Jika dikatakan pecah juga tidak mungkin ya menurut saya, karna Theravada dan Mahayana sama2 berada dalam naungan SAI, sbgai cth, banyak bikkhu berbagai aliran yg tinggal dalam satu vihara dan saling membantu demi kemajuan perkembangan Buddha...
mohon koreksi kalau ada salah...Amitofo