Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Topik Buddhisme => Diskusi Umum => Topic started by: Riky_dave on 14 June 2009, 11:19:46 AM

Title: Melaksanakan SILA = KEMELEKATAN?
Post by: Riky_dave on 14 June 2009, 11:19:46 AM
Saya semalam baru mendengarkan kaset ceramah Bhante Ajahn Bram tentang "BAHAGIA"...
Saya jadi bertanya sendiri,"Apakah seseorang yang "bertekad kuat" menjalankan sila,tidak disebut sebuah kemelekatan?"
Mohon bantuannya...  :)
Title: Re: Melaksanakan SILA = KEMELEKATAN?
Post by: hendrako on 14 June 2009, 11:47:10 AM
Pada saat anda mau makan sebatang coklat, anda harus membeli coklat tersebut mau tidak mau dengan bungkusnya. Karena tanpa bungkus, coklat tersebut akan meleleh dan anda tidak akan tertarik memakannya.

Pada saat anda memakan coklat tersebut, bungkusnya harus anda buka dan buang. Anda tidak mungkin memakan bungkusnya. Tapi apabila anda tetap bersikeras memakan bungkusnya, dijamin anda pasti menderita ....... bungkus coklat bikin perut meronta, rasa coklat jadi sirna.

Legend:
Coklat = kebahagiaan
Bungkus = kemelekatan/keinginan/tekad bulat.......
Title: Re: Melaksanakan SILA = KEMELEKATAN?
Post by: Riky_dave on 14 June 2009, 11:54:00 AM
Pada saat anda mau makan sebatang coklat, anda harus membeli coklat tersebut mau tidak mau dengan bungkusnya. Karena tanpa bungkus, coklat tersebut akan meleleh dan anda tidak akan tertarik memakannya.
Untuk mencapai "coklat" maka perlu "usaha"

Quote
Pada saat anda memakan coklat tersebut, bungkusnya harus anda buka dan buang. Anda tidak mungkin memakan bungkusnya. Tapi apabila anda tetap bersikeras memakan bungkusnya, dijamin anda pasti menderita ....... bungkus coklat bikin perut meronta, rasa coklat jadi sirna.
sayang tidak sesimple itu bukan?
"ketertarikan" untuk "mendapatkan" termasuk "kemelekatankah?"

Quote
Legend:
Coklat = kebahagiaan
Bungkus = kemelekatan/keinginan/tekad bulat.......

I get it..
But the new question is "ketertarikan" untuk memakan "coklat" tersebut = kemelekatan?
"pergi"(usaha) membeli coklat(kebahagian) adalah melekat?

Salam hangat,
Riky
Title: Re: Melaksanakan SILA = KEMELEKATAN?
Post by: hendrako on 14 June 2009, 11:55:27 AM
Pada saat anda mau makan sebatang coklat, anda harus membeli coklat tersebut mau tidak mau dengan bungkusnya. Karena tanpa bungkus, coklat tersebut akan meleleh dan anda tidak akan tertarik memakannya.
Untuk mencapai "coklat" maka perlu "usaha"

Quote
Pada saat anda memakan coklat tersebut, bungkusnya harus anda buka dan buang. Anda tidak mungkin memakan bungkusnya. Tapi apabila anda tetap bersikeras memakan bungkusnya, dijamin anda pasti menderita ....... bungkus coklat bikin perut meronta, rasa coklat jadi sirna.
sayang tidak sesimple itu bukan?
"ketertarikan" untuk "mendapatkan" termasuk "kemelekatankah?"

Quote
Legend:
Coklat = kebahagiaan
Bungkus = kemelekatan/keinginan/tekad bulat.......

I get it..
But the new question is "ketertarikan" untuk memakan "coklat" tersebut = kemelekatan?
"pergi"(usaha) membeli coklat(kebahagian) adalah melekat?

Salam hangat,
Riky

yup
Title: Re: Melaksanakan SILA = KEMELEKATAN?
Post by: Riky_dave on 14 June 2009, 11:57:44 AM
Pada saat anda mau makan sebatang coklat, anda harus membeli coklat tersebut mau tidak mau dengan bungkusnya. Karena tanpa bungkus, coklat tersebut akan meleleh dan anda tidak akan tertarik memakannya.
Untuk mencapai "coklat" maka perlu "usaha"

Quote
Pada saat anda memakan coklat tersebut, bungkusnya harus anda buka dan buang. Anda tidak mungkin memakan bungkusnya. Tapi apabila anda tetap bersikeras memakan bungkusnya, dijamin anda pasti menderita ....... bungkus coklat bikin perut meronta, rasa coklat jadi sirna.
sayang tidak sesimple itu bukan?
"ketertarikan" untuk "mendapatkan" termasuk "kemelekatankah?"

Quote
Legend:
Coklat = kebahagiaan
Bungkus = kemelekatan/keinginan/tekad bulat.......

I get it..
But the new question is "ketertarikan" untuk memakan "coklat" tersebut = kemelekatan?
"pergi"(usaha) membeli coklat(kebahagian) adalah melekat?

Salam hangat,
Riky

yup


Jika begitu balik ke pertanyaan sebelumnya...
Sila dijalankan untuk apa?

Salam hangat,
Riky
Title: Re: Melaksanakan SILA = KEMELEKATAN?
Post by: hendrako on 14 June 2009, 12:03:15 PM
Pada saat anda mau makan sebatang coklat, anda harus membeli coklat tersebut mau tidak mau dengan bungkusnya. Karena tanpa bungkus, coklat tersebut akan meleleh dan anda tidak akan tertarik memakannya.
Untuk mencapai "coklat" maka perlu "usaha"

Quote
Pada saat anda memakan coklat tersebut, bungkusnya harus anda buka dan buang. Anda tidak mungkin memakan bungkusnya. Tapi apabila anda tetap bersikeras memakan bungkusnya, dijamin anda pasti menderita ....... bungkus coklat bikin perut meronta, rasa coklat jadi sirna.
sayang tidak sesimple itu bukan?
"ketertarikan" untuk "mendapatkan" termasuk "kemelekatankah?"

Quote
Legend:
Coklat = kebahagiaan
Bungkus = kemelekatan/keinginan/tekad bulat.......

I get it..
But the new question is "ketertarikan" untuk memakan "coklat" tersebut = kemelekatan?
"pergi"(usaha) membeli coklat(kebahagian) adalah melekat?

Salam hangat,
Riky

yup


Jika begitu balik ke pertanyaan sebelumnya...
Sila dijalankan untuk apa?

Salam hangat,
Riky

Menghindari kejahatan/keburukan.
Title: Re: Melaksanakan SILA = KEMELEKATAN?
Post by: Riky_dave on 14 June 2009, 12:07:34 PM
Pada saat anda mau makan sebatang coklat, anda harus membeli coklat tersebut mau tidak mau dengan bungkusnya. Karena tanpa bungkus, coklat tersebut akan meleleh dan anda tidak akan tertarik memakannya.
Untuk mencapai "coklat" maka perlu "usaha"

Quote
Pada saat anda memakan coklat tersebut, bungkusnya harus anda buka dan buang. Anda tidak mungkin memakan bungkusnya. Tapi apabila anda tetap bersikeras memakan bungkusnya, dijamin anda pasti menderita ....... bungkus coklat bikin perut meronta, rasa coklat jadi sirna.
sayang tidak sesimple itu bukan?
"ketertarikan" untuk "mendapatkan" termasuk "kemelekatankah?"

Quote
Legend:
Coklat = kebahagiaan
Bungkus = kemelekatan/keinginan/tekad bulat.......

I get it..
But the new question is "ketertarikan" untuk memakan "coklat" tersebut = kemelekatan?
"pergi"(usaha) membeli coklat(kebahagian) adalah melekat?

Salam hangat,
Riky

yup


Jika begitu balik ke pertanyaan sebelumnya...
Sila dijalankan untuk apa?

Salam hangat,
Riky

Menghindari kejahatan/keburukan.

Dan sila itu kemelekatan?
apa yang sebenarnya dihindari?
jika pikiran adalah "pelopor"?
Title: Re: Melaksanakan SILA = KEMELEKATAN?
Post by: hendrako on 14 June 2009, 12:11:16 PM
Sila adalah sila
Kemelekatan adalah kemelekatan
Dua hal yg berbeda.

Yang dihindari adalah sebab (buruk).
Sebab akan menghasilkan akibat.
Sebab buruk akan berakibat buruk.
Sebab baik akan berakibat baik.

Pikiran baik mendorong kamma baik
Pikiran buruk mendorong kamma buruk
Title: Re: Melaksanakan SILA = KEMELEKATAN?
Post by: Riky_dave on 14 June 2009, 12:13:41 PM
Sila adalah sila
Kemelekatan adalah kemelekatan
Dua hal yg berbeda.
Mohon bantuannya..
Apa beda sila dan kemelekatan?
Bukankah kemelekatan timbul setiap "pikiran" ini bergerak?
"Aku" ingin...
"Aku" harus...
"Aku" bertekad..
Who is "AKU"?

Quote
Yang dihindari adalah sebab (buruk).
Sebab akan menghasilkan akibat.
Sebab buruk akan berakibat buruk.
Sebab baik akan berakibat baik.
"menghindari" atau "melihat" lebih baik?


Quote
Pikiran baik mendorong kamma baik
Pikiran buruk mendorong kamma buruk
"Aku ingin menjadi Bhikkhu" = ini termasuk pkiran apa?
Apakah pkiran itu bermacam2?

Terima kasih,

Salam hangat,
Riky
Title: Re: Melaksanakan SILA = KEMELEKATAN?
Post by: hendrako on 14 June 2009, 12:20:11 PM
Sila adalah sila
Kemelekatan adalah kemelekatan
Dua hal yg berbeda.
Mohon bantuannya..
Apa beda sila dan kemelekatan?
Bukankah kemelekatan timbul setiap "pikiran" ini bergerak?
"Aku" ingin...
"Aku" harus...
"Aku" bertekad..
Who is "AKU"?


Sila; sikap batin/ cetana/ niat yang cenderung pada penghindaran atau pengendalian dari kamma buruk.
Kemelekatan, memegang secara erat.

Mau mengetahui "AKU", bermeditasilah.
Title: Re: Melaksanakan SILA = KEMELEKATAN?
Post by: hendrako on 14 June 2009, 12:22:17 PM


Quote
Yang dihindari adalah sebab (buruk).
Sebab akan menghasilkan akibat.
Sebab buruk akan berakibat buruk.
Sebab baik akan berakibat baik.
"menghindari" atau "melihat" lebih baik?



Riky

"Menghindari" agar dapat "melihat".
Title: Re: Melaksanakan SILA = KEMELEKATAN?
Post by: hendrako on 14 June 2009, 12:25:10 PM

Quote
Pikiran baik mendorong kamma baik
Pikiran buruk mendorong kamma buruk
"Aku ingin menjadi Bhikkhu" = ini termasuk pkiran apa?


Termasuk pikiran biasa.

Kalo "Aku ingin menjadi Bhikku yg baik."
Ini baru pikiran yang baik.

Quote
Pikiran baik mendorong kamma baik
Pikiran buruk mendorong kamma buruk

Apakah pkiran itu bermacam2?

Terima kasih,

Salam hangat,
Riky

Pikiran cuman satu.
"tamu"nya yg bermacam-macam


Title: Re: Melaksanakan SILA = KEMELEKATAN?
Post by: Riky_dave on 14 June 2009, 12:26:56 PM


Quote
Yang dihindari adalah sebab (buruk).
Sebab akan menghasilkan akibat.
Sebab buruk akan berakibat buruk.
Sebab baik akan berakibat baik.
"menghindari" atau "melihat" lebih baik?



Riky

"Menghindari" agar dapat "melihat".

...
menghindari agar dapat melihat.. :)
_/\_
Title: Re: Melaksanakan SILA = KEMELEKATAN?
Post by: Riky_dave on 14 June 2009, 12:27:33 PM

Quote
Pikiran baik mendorong kamma baik
Pikiran buruk mendorong kamma buruk
"Aku ingin menjadi Bhikkhu" = ini termasuk pkiran apa?


Termasuk pikiran biasa.

Kalo "Aku ingin menjadi Bhikku yg baik."
Ini baru pikiran yang baik.

Quote
Pikiran baik mendorong kamma baik
Pikiran buruk mendorong kamma buruk

Apakah pkiran itu bermacam2?

Terima kasih,

Salam hangat,
Riky

Pikiran cuman satu.
"tamu"nya yg bermacam-macam




Pikiran yang dipilah2....
belum sejauh itu...
terima kasih ^^
Title: Re: Melaksanakan SILA = KEMELEKATAN?
Post by: tula on 14 June 2009, 12:29:15 PM
tujuan sila di buat utk apa to ?
bagaimanakah utk melepas dari kemelekatan ?

dari 2 pertanyaan diatas bisa terurai ...
Title: Re: Melaksanakan SILA = KEMELEKATAN?
Post by: Riky_dave on 14 June 2009, 12:31:47 PM
sebenarnya...
pertanyaan hanya "sila=melekat?"
Title: Re: Melaksanakan SILA = KEMELEKATAN?
Post by: hendrako on 14 June 2009, 12:36:55 PM
tujuan sila di buat utk apa to ?


Tidak membuat keburukan yg menghasilkan penderitaan = kebahagiaan.


bagaimanakah utk melepas dari kemelekatan ?


Gampangnya adalah "Jangan melekat."
Namun kenyataannya tidak segampang itu.

Dari yang saya pelajari adalah Sila,Samadhi,Panna
Tiada jalan lain.

Title: Re: Melaksanakan SILA = KEMELEKATAN?
Post by: Riky_dave on 14 June 2009, 12:38:43 PM
um..semuanya berasal dari pikiran,bukan dari sila...
Title: Re: Melaksanakan SILA = KEMELEKATAN?
Post by: tula on 14 June 2009, 01:31:59 PM
orang yg telah terlepas dari kemelekatan otomatis ga perlu sila2 itu lagi, karena SEHARUS nya perilaku nya sudah sesuai dngan sila2 tersebut (saya tulis seharusnya karena saya sendiri jg masi belooooooooooooooooom terlepas dari kemelekatan)

lah terus kenapa di buat sila2 ? sebagai manusia awam dan belum terbebas dari kemelekatan dan jg (ada) yg emang ga minat utk bebas dari kemelekatan (enak gila, mungkin gitu kali mikirnya), yahhh paling kaga ga ciptain karma buruk lah .. yah paling gak next time buah nya lebih bagus lah ...

so ... menurut tula, gada acarana jalanin sila terus jadi lepas dari kemelekatan, yg ada, sambil berlatih utk melepas kemelekatan, kita jg jalanin sila2 tsb.

cmiiw pemikiran maklum awam
Title: Re: Melaksanakan SILA = KEMELEKATAN?
Post by: Hendra Susanto on 15 June 2009, 08:10:07 AM
saat ini gw melekat dengan sila dan kemelekatan tersebut membawa saya pada kehidupan yang lebih baik...
Title: Re: Melaksanakan SILA = KEMELEKATAN?
Post by: hatRed on 15 June 2009, 09:15:10 AM
Sila itu kan latihan tuk mendukung samadhi.. :D

kalo untuk pertanyaaan apakah melaksanakan sila = melekat

kalo dijawab iya .. maka kondisinya orang itu kalo gak melaksanakan sila bakal menderita....

tetapi orang yg melaksanakan sila... bila dijalankan dengan benar akan memperkuat konsentrasinya sehingga dapat berpikir jernih (Samadhi). Bila ia dapat berpikir jernih, maka untuk membedakan yg mana yg salah dan yg mana yg benar akan lebih mudah, sehingga kebijaksanaan akan muncul dalam pikirannya (Panna).

maka itu seseorang yg melaksanakan Sila dengan baik tentu akan berbuah pada Kebijaksanaan...


dan saya rasa orang yg bijak gak akan melaksanakan sila berdasar ketagihan atau kemelekatan... melainkan sebuah habbit... :-?
Title: Re: Melaksanakan SILA = KEMELEKATAN?
Post by: markosprawira on 15 June 2009, 09:46:54 AM
Saya semalam baru mendengarkan kaset ceramah Bhante Ajahn Bram tentang "BAHAGIA"...
Saya jadi bertanya sendiri,"Apakah seseorang yang "bertekad kuat" menjalankan sila,tidak disebut sebuah kemelekatan?"
Mohon bantuannya...  :)

Salah satu kekotoran batin adalah vicikiccha / keragu2an, yang terdiri dari 8 jenis keragu2an

Salah satu dari vicikiccha adalah Keragu2an terhadap Sikkha (Sila, samadhi dan Panna), apakah memang ada?

Jadi kalo utk menjalankan sila aja masih mempertanyakan kemelekatan, sungguh disayangkan

Kemelekatan bukan tergantung dari sila, atau samadhi tapi dari si individunya.

Jika memang sila membuat kemelekatan, jadi org pun bisa melekat pada "samadhi"
Title: Re: Melaksanakan SILA = KEMELEKATAN?
Post by: markosprawira on 15 June 2009, 09:48:54 AM
Sila itu kan latihan tuk mendukung samadhi.. :D

kalo untuk pertanyaaan apakah melaksanakan sila = melekat

kalo dijawab iya .. maka kondisinya orang itu kalo gak melaksanakan sila bakal menderita....

tetapi orang yg melaksanakan sila... bila dijalankan dengan benar akan memperkuat konsentrasinya sehingga dapat berpikir jernih (Samadhi). Bila ia dapat berpikir jernih, maka untuk membedakan yg mana yg salah dan yg mana yg benar akan lebih mudah, sehingga kebijaksanaan akan muncul dalam pikirannya (Panna).

maka itu seseorang yg melaksanakan Sila dengan baik tentu akan berbuah pada Kebijaksanaan...


dan saya rasa orang yg bijak gak akan melaksanakan sila berdasar ketagihan atau kemelekatan... melainkan sebuah habbit... :-?

TOBS...........!!!!!

Betul sekali bro, demikianlah adanya..... habbit utk berbuat baik dimulai dari sila, direnungkan dengan samadhi dan hasilnya adalah panna

Kalo org hanya menekankan pada samadhi/perenungan tp tidak menjalankan sila dengan baik, tentunya yang direnungkan pun adl hal2 yg tidak sesuai dgn sila

GRP sent.......
Title: Re: Melaksanakan SILA = KEMELEKATAN?
Post by: Sumedho on 15 June 2009, 09:50:45 AM
mungkin kata melekat itu yg kita pakai terlalu luas, sama seperti kata Sati.

melekat pada nibbana? melekat pada tidak melekat? semua itu permainan kata.

Sang Buddha menjelaskan Upadana/kemekatan pada lima hal.

mungkin bisa coba baca ebook tentang panca upadana khanda di http://dhammacitta.org/perpustakaan/ebook/theravada/lima-penghalusinasi (http://dhammacitta.org/perpustakaan/ebook/theravada/lima-penghalusinasi)
Title: Re: Melaksanakan SILA = KEMELEKATAN?
Post by: markosprawira on 15 June 2009, 09:53:12 AM
um..semuanya berasal dari pikiran,bukan dari sila...


Buddha tidak pernah bilang "Semuanya berasal dari pikiran", beliau menyatakan "Pikiran adalah pelopor"

Disini mengandung makna bhw jika bertindak dengan pikiran akusala maka hasilnya adalah akusala,
demikian juga jika bertindak dengan pikiran kusala, hasilnya adalah kusala

Kalau semua berasal dari pikiran (citta niyama), berarti anda mengabaikan niyama2 lainnya seperti utu, dhamma, kamma

Dan yg seperti itu, bukanlah ajaran Buddha

metta
Title: Re: Melaksanakan SILA = KEMELEKATAN?
Post by: marcedes on 15 June 2009, 10:46:03 AM
saudara markos
yang saya tahu, dhamma,kamma maupun niyama-niyama lainnya hanya bersumber dari pikiran, karena tanpa pikiran maka kita tidak akan mengenal dhamma,niyama,kamma...
begitu juga gunung,matahari,bulan...tanpa pikiran semua itu tidak ada....yg jelas seperti kata AjahnBrahm...

semua dalam ruang dan waktu hanya ada dalam pikiran....bukan pikiran yang ada dalam ruang dan waktu.


Saya semalam baru mendengarkan kaset ceramah Bhante Ajahn Bram tentang "BAHAGIA"...
Saya jadi bertanya sendiri,"Apakah seseorang yang "bertekad kuat" menjalankan sila,tidak disebut sebuah kemelekatan?"
Mohon bantuannya...  :)
saudara ricky-dave,
dalam buku hidup senang mati tenang bab 8 mengenai kemelekatan hal 83., Ajahn Brahm menjelaskan mengenai tentang upadana, dimana seseorang memiliki pandangan tentang kemelekatan akan sila.
dan menurut AjahnBrahm hanya ada 4 kelompok yang tidak bisa di lekati/upadana.
1.upadana akan panca indra
2.upadana akan pandangan salah
3.upadana akan kebebasan semata-mata hanya di inisiasi dan ritual
4.upadana akan suatu diri

inilah kelompok menurut buku tersebut yang dapat menimbulkan kelahiran kembali hanya ini.

AjahnBrahm menjelaskan bahwa Sila merupakan pelepasan, dimana menjaga sila = melepas nafsu-nafsu,
melaksanakan metta = melepaskan ego.
melaksanakan samadhi = melepas masa depan dan masa lalu. dsb-nya....

salam metta.
Title: Re: Melaksanakan SILA = KEMELEKATAN?
Post by: markosprawira on 15 June 2009, 06:18:05 PM
saudara markos
yang saya tahu, dhamma,kamma maupun niyama-niyama lainnya hanya bersumber dari pikiran, karena tanpa pikiran maka kita tidak akan mengenal dhamma,niyama,kamma...
begitu juga gunung,matahari,bulan...tanpa pikiran semua itu tidak ada....yg jelas seperti kata AjahnBrahm...

semua dalam ruang dan waktu hanya ada dalam pikiran....bukan pikiran yang ada dalam ruang dan waktu.


Pikiran yang mengenali niyama, hanyalah kebenaran konseptual/pannati dhamma..... hanya sebagai merek

Pada hakekatnya, mau dikenali sebagai apapun, matahari tetap seperti itu
bulan juga tetap seperti itu

Jadi bukan karena pikiran yg mengenali obyek, lalu berarti semua niyama bersumber dari pikiran

- Apakah jika ada hujan, lalu jika kita berpikir tidak hujan, maka secara hakekat, tidak ada hujan?
- Apakah jika kita berpikir tidak ada gravitasi, lalu berarti hukum gravitasi menjadi nisbi?

Tolong dibedakan antara kebenaran secara pannati dhamma dimana penamaan, merek, dsbnya memang hanya ada di pikiran
Namun pada hakekat sesungguhnya (paramattha dhamma), semuanya tetap eksis sebagai suatu proses timbul, berlangsung dan padam

semoga penjelasan diatas bs dimengerti

metta
Title: Re: Melaksanakan SILA = KEMELEKATAN?
Post by: markosprawira on 15 June 2009, 06:20:53 PM
Saya semalam baru mendengarkan kaset ceramah Bhante Ajahn Bram tentang "BAHAGIA"...
Saya jadi bertanya sendiri,"Apakah seseorang yang "bertekad kuat" menjalankan sila,tidak disebut sebuah kemelekatan?"
Mohon bantuannya...  :)
saudara ricky-dave,
dalam buku hidup senang mati tenang bab 8 mengenai kemelekatan hal 83., Ajahn Brahm menjelaskan mengenai tentang upadana, dimana seseorang memiliki pandangan tentang kemelekatan akan sila.
dan menurut AjahnBrahm hanya ada 4 kelompok yang tidak bisa di lekati/upadana.
1.upadana akan panca indra
2.upadana akan pandangan salah
3.upadana akan kebebasan semata-mata hanya di inisiasi dan ritual
4.upadana akan suatu diri

inilah kelompok menurut buku tersebut yang dapat menimbulkan kelahiran kembali hanya ini.

AjahnBrahm menjelaskan bahwa Sila merupakan pelepasan, dimana menjaga sila = melepas nafsu-nafsu,
melaksanakan metta = melepaskan ego.
melaksanakan samadhi = melepas masa depan dan masa lalu. dsb-nya....

salam metta.

boleh tau apa yg dimaksud tidak bisa di lekati/upadana?

apakah itu berarti upadana = tidak bisa di lekati???
Title: Re: Melaksanakan SILA = KEMELEKATAN?
Post by: marcedes on 15 June 2009, 07:00:04 PM
saudara markos
yang saya tahu, dhamma,kamma maupun niyama-niyama lainnya hanya bersumber dari pikiran, karena tanpa pikiran maka kita tidak akan mengenal dhamma,niyama,kamma...
begitu juga gunung,matahari,bulan...tanpa pikiran semua itu tidak ada....yg jelas seperti kata AjahnBrahm...

semua dalam ruang dan waktu hanya ada dalam pikiran....bukan pikiran yang ada dalam ruang dan waktu.


Pikiran yang mengenali niyama, hanyalah kebenaran konseptual/pannati dhamma..... hanya sebagai merek

Pada hakekatnya, mau dikenali sebagai apapun, matahari tetap seperti itu
bulan juga tetap seperti itu

Jadi bukan karena pikiran yg mengenali obyek, lalu berarti semua niyama bersumber dari pikiran

- Apakah jika ada hujan, lalu jika kita berpikir tidak hujan, maka secara hakekat, tidak ada hujan?
- Apakah jika kita berpikir tidak ada gravitasi, lalu berarti hukum gravitasi menjadi nisbi?

Tolong dibedakan antara kebenaran secara pannati dhamma dimana penamaan, merek, dsbnya memang hanya ada di pikiran
Namun pada hakekat sesungguhnya (paramattha dhamma), semuanya tetap eksis sebagai suatu proses timbul, berlangsung dan padam

semoga penjelasan diatas bs dimengerti

metta
wah maksud saya bukan pada pelabelan ataupun konseptual ataupun dikatakan bahwa jika sebuah api lilin jika pikiran kita mengatakan dingin, bukan berarti betul menjadi dingin...


tetapi dimana segala apapun pastilah ada dalam pikiran, bukan di luar dari pikiran...
misalkan saja hukum kamma atau pannati dhamma atau lainnya....apakah bisa diketahui atau di katakan "ada" bagi yang tdk memiliki pikiran?

tentu hanya makhluk yg memiliki pikiran lah mengenal semua itu....tetapi jika tidak ada pikiran semua itu tidak ada pula...

mengenai paramatha dhamma dan samuthi dhamma...semua itu juga hanya ada dalam pikiran...
jika di luar dari pikiran....maka apapun itu semua sudah menjadi "XXX"
baik proses timbul dan tenggelam segala sesuatu itu semua di kenali lewat pikiran.....
dan sekali lagi proses timbul dan tenggelam berada dalam pikiran kita.

ini ibarat bagi benda mati seperti kursi atau meja ( yg tidak memiliki pikiran )
apakah bagi kursi/meja ada hukum niyama? ada matahari? ada bulan? ada paramatha dhamma/samuthi?
memang bagi kita yang memiliki pikiran, kursi/meja akan terkena hukum anicca(paramatha)
akan tetapi bagi kursi/meja sendiri...jangankan paramatha dhamma.
ketidakkekalan pun semua menjadi tidak ada, dan pembentukan/kehancuran juga menjadi tidak ada.

dengan kata lain, dunia ini dan segala isi-nya adalah dunia yang ada dalam pikiran kita...bukan di luar.
Saya semalam baru mendengarkan kaset ceramah Bhante Ajahn Bram tentang "BAHAGIA"...
Saya jadi bertanya sendiri,"Apakah seseorang yang "bertekad kuat" menjalankan sila,tidak disebut sebuah kemelekatan?"
Mohon bantuannya...  :)
saudara ricky-dave,
dalam buku hidup senang mati tenang bab 8 mengenai kemelekatan hal 83., Ajahn Brahm menjelaskan mengenai tentang upadana, dimana seseorang memiliki pandangan tentang kemelekatan akan sila.
dan menurut AjahnBrahm hanya ada 4 kelompok yang tidak bisa di lekati/upadana.
1.upadana akan panca indra
2.upadana akan pandangan salah
3.upadana akan kebebasan semata-mata hanya di inisiasi dan ritual
4.upadana akan suatu diri

inilah kelompok menurut buku tersebut yang dapat menimbulkan kelahiran kembali hanya ini.

AjahnBrahm menjelaskan bahwa Sila merupakan pelepasan, dimana menjaga sila = melepas nafsu-nafsu,
melaksanakan metta = melepaskan ego.
melaksanakan samadhi = melepas masa depan dan masa lalu. dsb-nya....

salam metta.

boleh tau apa yg dimaksud tidak bisa di lekati/upadana?

apakah itu berarti upadana = tidak bisa di lekati???
upadana itu diartikan kemelekatan......
dan ke-4 hal itu adalah kemelekatan yang dapat menimbulkan kelahiran....
(seperti nya gaya bahasa saya yg salah yah...^^ )

maksud nya adalah hanya ke-4 hal itu jika melekat maka akan menimbulkan kelahiran....

Quote
inilah kelompok menurut buku tersebut yang dapat menimbulkan kelahiran kembali hanya ini.

salam metta.
Title: Re: Melaksanakan SILA = KEMELEKATAN?
Post by: markosprawira on 16 June 2009, 08:42:47 AM
saudara markos
yang saya tahu, dhamma,kamma maupun niyama-niyama lainnya hanya bersumber dari pikiran, karena tanpa pikiran maka kita tidak akan mengenal dhamma,niyama,kamma...
begitu juga gunung,matahari,bulan...tanpa pikiran semua itu tidak ada....yg jelas seperti kata AjahnBrahm...

semua dalam ruang dan waktu hanya ada dalam pikiran....bukan pikiran yang ada dalam ruang dan waktu.


Pikiran yang mengenali niyama, hanyalah kebenaran konseptual/pannati dhamma..... hanya sebagai merek

Pada hakekatnya, mau dikenali sebagai apapun, matahari tetap seperti itu
bulan juga tetap seperti itu

Jadi bukan karena pikiran yg mengenali obyek, lalu berarti semua niyama bersumber dari pikiran

- Apakah jika ada hujan, lalu jika kita berpikir tidak hujan, maka secara hakekat, tidak ada hujan?
- Apakah jika kita berpikir tidak ada gravitasi, lalu berarti hukum gravitasi menjadi nisbi?

Tolong dibedakan antara kebenaran secara pannati dhamma dimana penamaan, merek, dsbnya memang hanya ada di pikiran
Namun pada hakekat sesungguhnya (paramattha dhamma), semuanya tetap eksis sebagai suatu proses timbul, berlangsung dan padam

semoga penjelasan diatas bs dimengerti

metta
wah maksud saya bukan pada pelabelan ataupun konseptual ataupun dikatakan bahwa jika sebuah api lilin jika pikiran kita mengatakan dingin, bukan berarti betul menjadi dingin...


tetapi dimana segala apapun pastilah ada dalam pikiran, bukan di luar dari pikiran...
misalkan saja hukum kamma atau pannati dhamma atau lainnya....apakah bisa diketahui atau di katakan "ada" bagi yang tdk memiliki pikiran?

tentu hanya makhluk yg memiliki pikiran lah mengenal semua itu....tetapi jika tidak ada pikiran semua itu tidak ada pula...

mengenai paramatha dhamma dan samuthi dhamma...semua itu juga hanya ada dalam pikiran...
jika di luar dari pikiran....maka apapun itu semua sudah menjadi "XXX"
baik proses timbul dan tenggelam segala sesuatu itu semua di kenali lewat pikiran.....
dan sekali lagi proses timbul dan tenggelam berada dalam pikiran kita.

ini ibarat bagi benda mati seperti kursi atau meja ( yg tidak memiliki pikiran )
apakah bagi kursi/meja ada hukum niyama? ada matahari? ada bulan? ada paramatha dhamma/samuthi?
memang bagi kita yang memiliki pikiran, kursi/meja akan terkena hukum anicca(paramatha)
akan tetapi bagi kursi/meja sendiri...jangankan paramatha dhamma.
ketidakkekalan pun semua menjadi tidak ada, dan pembentukan/kehancuran juga menjadi tidak ada.

dengan kata lain, dunia ini dan segala isi-nya adalah dunia yang ada dalam pikiran kita...bukan di luar.

dear bro marcedes,

Anda menyebutkan :
Quote
wah maksud saya bukan pada pelabelan ataupun konseptual

Tapi selanjutnya menyebut :
Quote
memang bagi kita yang memiliki pikiran, kursi/meja akan terkena hukum anicca(paramatha)
akan tetapi bagi kursi/meja sendiri...jangankan paramatha dhamma.
ketidakkekalan pun semua menjadi tidak ada, dan pembentukan/kehancuran juga menjadi tidak ada.

Quote
tentu hanya makhluk yg memiliki pikiran lah mengenal semua itu....tetapi jika tidak ada pikiran semua itu tidak ada pula...

Disini sudah dengan jelas menyebutkan mengenai konseptual.

Tapi jika anda menyebutkan bhw Niyama itu sendiri HANYA ADA di pikiran, kembali mengingatkan bhw yg dimaksud Niyama adalah Hukum kesesuaian yang tetap eksis, apakah itu dikenali atau tidak
Tumbuhan akan tetap berkesesuaian dengan Bija Niyama, tidak tergantung apakah dia mempunyai pikiran atau tidak.
Cuaca, iklim, dsbnya juga akan terus berlangsung sesuai Utu Niyama, tidak tergantung pada pikiran anda

Dimana ini sebenarnya sudah saya sebut :

Quote
Jadi bukan karena pikiran yg mengenali obyek, lalu berarti semua niyama bersumber dari pikiran

Coba bro marcedes Lihat kembali ujaran guru Buddha yaitu "Pikiran adalah pelopor", bukan "Pikiran sebagai sumber dari SEGALA SESUATU"

Buddha tidak pernah bilang "Semuanya berasal dari pikiran"

Jadi hendaknya apa yg diucap oleh Ajahn Brahm bisa dilihat dari sisi Buddhism secara holistik, bukannya menurut penafsiran masing2

semoga kali ini bisa cukup menjelaskan

metta
Title: Re: Melaksanakan SILA = KEMELEKATAN?
Post by: marcedes on 16 June 2009, 09:55:33 AM
saudara markos
yang saya tahu, dhamma,kamma maupun niyama-niyama lainnya hanya bersumber dari pikiran, karena tanpa pikiran maka kita tidak akan mengenal dhamma,niyama,kamma...
begitu juga gunung,matahari,bulan...tanpa pikiran semua itu tidak ada....yg jelas seperti kata AjahnBrahm...

semua dalam ruang dan waktu hanya ada dalam pikiran....bukan pikiran yang ada dalam ruang dan waktu.


Pikiran yang mengenali niyama, hanyalah kebenaran konseptual/pannati dhamma..... hanya sebagai merek

Pada hakekatnya, mau dikenali sebagai apapun, matahari tetap seperti itu
bulan juga tetap seperti itu

Jadi bukan karena pikiran yg mengenali obyek, lalu berarti semua niyama bersumber dari pikiran

- Apakah jika ada hujan, lalu jika kita berpikir tidak hujan, maka secara hakekat, tidak ada hujan?
- Apakah jika kita berpikir tidak ada gravitasi, lalu berarti hukum gravitasi menjadi nisbi?

Tolong dibedakan antara kebenaran secara pannati dhamma dimana penamaan, merek, dsbnya memang hanya ada di pikiran
Namun pada hakekat sesungguhnya (paramattha dhamma), semuanya tetap eksis sebagai suatu proses timbul, berlangsung dan padam

semoga penjelasan diatas bs dimengerti

metta
wah maksud saya bukan pada pelabelan ataupun konseptual ataupun dikatakan bahwa jika sebuah api lilin jika pikiran kita mengatakan dingin, bukan berarti betul menjadi dingin...


tetapi dimana segala apapun pastilah ada dalam pikiran, bukan di luar dari pikiran...
misalkan saja hukum kamma atau pannati dhamma atau lainnya....apakah bisa diketahui atau di katakan "ada" bagi yang tdk memiliki pikiran?

tentu hanya makhluk yg memiliki pikiran lah mengenal semua itu....tetapi jika tidak ada pikiran semua itu tidak ada pula...

mengenai paramatha dhamma dan samuthi dhamma...semua itu juga hanya ada dalam pikiran...
jika di luar dari pikiran....maka apapun itu semua sudah menjadi "XXX"
baik proses timbul dan tenggelam segala sesuatu itu semua di kenali lewat pikiran.....
dan sekali lagi proses timbul dan tenggelam berada dalam pikiran kita.

ini ibarat bagi benda mati seperti kursi atau meja ( yg tidak memiliki pikiran )
apakah bagi kursi/meja ada hukum niyama? ada matahari? ada bulan? ada paramatha dhamma/samuthi?
memang bagi kita yang memiliki pikiran, kursi/meja akan terkena hukum anicca(paramatha)
akan tetapi bagi kursi/meja sendiri...jangankan paramatha dhamma.
ketidakkekalan pun semua menjadi tidak ada, dan pembentukan/kehancuran juga menjadi tidak ada.

dengan kata lain, dunia ini dan segala isi-nya adalah dunia yang ada dalam pikiran kita...bukan di luar.

dear bro marcedes,

Anda menyebutkan :
Quote
wah maksud saya bukan pada pelabelan ataupun konseptual

Tapi selanjutnya menyebut :
Quote
memang bagi kita yang memiliki pikiran, kursi/meja akan terkena hukum anicca(paramatha)
akan tetapi bagi kursi/meja sendiri...jangankan paramatha dhamma.
ketidakkekalan pun semua menjadi tidak ada, dan pembentukan/kehancuran juga menjadi tidak ada.

Quote
tentu hanya makhluk yg memiliki pikiran lah mengenal semua itu....tetapi jika tidak ada pikiran semua itu tidak ada pula...

Disini sudah dengan jelas menyebutkan mengenai konseptual.

Tapi jika anda menyebutkan bhw Niyama itu sendiri HANYA ADA di pikiran, kembali mengingatkan bhw yg dimaksud Niyama adalah Hukum kesesuaian yang tetap eksis, apakah itu dikenali atau tidak
Tumbuhan akan tetap berkesesuaian dengan Bija Niyama, tidak tergantung apakah dia mempunyai pikiran atau tidak.
Cuaca, iklim, dsbnya juga akan terus berlangsung sesuai Utu Niyama, tidak tergantung pada pikiran anda

Dimana ini sebenarnya sudah saya sebut :

Quote
Jadi bukan karena pikiran yg mengenali obyek, lalu berarti semua niyama bersumber dari pikiran

Coba bro marcedes Lihat kembali ujaran guru Buddha yaitu "Pikiran adalah pelopor", bukan "Pikiran sebagai sumber dari SEGALA SESUATU"

Buddha tidak pernah bilang "Semuanya berasal dari pikiran"

Jadi hendaknya apa yg diucap oleh Ajahn Brahm bisa dilihat dari sisi Buddhism secara holistik, bukannya menurut penafsiran masing2

semoga kali ini bisa cukup menjelaskan

metta

saya mengerti maksud anda, mengenai niyama atau bahkan dikatakan hukum niyama akan tetap eksis baik dikenali maupun tidak dikenali.....tapi bukan itu point-nya.....

saya kasih ibarat de...
pernahkah anda melihat orang buta? semua dunia yang dikenali nya hanya hitam.
walau depan matanya ada warna merah,hijau,kuning....yg di tahu hanya hitam.
sama halnya dengan pikiran kita( apabila pikiran kita buta ) hanya disitu lah dunia....

biarpun terkena hukum apapun, semua menjadi XXX...apakah hukum XX masih bisa dikenali menjadi niyama-niyama......
bagaimana mungkin orang buta mengenal hijau dan merah.....

jadi ketika pikiran ini sudah tidak ada, maka semua itu pun sudah menjadi tidak ada....
semua hal didunia ini, bau, rasa ,pencerapan, persepsi, bentuk-bentuk ide, penglihatan semua itu masuk kepikiran.....

anda mengatakan bahwa hukum niyama itu ada dan tetap eksis walau tanpa dikenali ( ini karena ada memiliki pikiran dimana pencerapan,pengetahuan,dsb-nya)
disitu ada merasakan, disitu ada kesakitan, timbul tenggelam proses.....dan itu semua di rasakan walau tanpa di ketahui.......semua ini ruang lingkup pikiran.

bagaimana dengan pertanyaan apakah pikiran ada dalam hukum ruang dan waktu.?
ataukah hukum ruang dan waktu ada dalam pikiran?

memang segala sesuatu bukan dari pikiran.....akan tetapi segala sesuatu semua nya ada dalam pikiran.

dimengertikah maksud saya?
ini bkn penafsiran masing-masing, akan tetapi yang saya katakan ini bisa disebut paramatha, karena benar pasti secara absolut....

btw, saya tidak pernah membahas bahwa "pikiran adalah sumber segala sesuatu"
seperti nya ada missing de.....

yg saya bahas disini "segala sesuatu pasti ada dalam pikiran"
mohon saudara markos baca postingan saya ulang,

salam metta.
Title: Re: Melaksanakan SILA = KEMELEKATAN?
Post by: markosprawira on 17 June 2009, 09:28:24 AM
saudara markos
yang saya tahu, dhamma,kamma maupun niyama-niyama lainnya hanya bersumber dari pikiran, karena tanpa pikiran maka kita tidak akan mengenal dhamma,niyama,kamma...
begitu juga gunung,matahari,bulan...tanpa pikiran semua itu tidak ada....yg jelas seperti kata AjahnBrahm...

semua dalam ruang dan waktu hanya ada dalam pikiran....bukan pikiran yang ada dalam ruang dan waktu.


Pikiran yang mengenali niyama, hanyalah kebenaran konseptual/pannati dhamma..... hanya sebagai merek

Pada hakekatnya, mau dikenali sebagai apapun, matahari tetap seperti itu
bulan juga tetap seperti itu

Jadi bukan karena pikiran yg mengenali obyek, lalu berarti semua niyama bersumber dari pikiran

- Apakah jika ada hujan, lalu jika kita berpikir tidak hujan, maka secara hakekat, tidak ada hujan?
- Apakah jika kita berpikir tidak ada gravitasi, lalu berarti hukum gravitasi menjadi nisbi?

Tolong dibedakan antara kebenaran secara pannati dhamma dimana penamaan, merek, dsbnya memang hanya ada di pikiran
Namun pada hakekat sesungguhnya (paramattha dhamma), semuanya tetap eksis sebagai suatu proses timbul, berlangsung dan padam

semoga penjelasan diatas bs dimengerti

metta
wah maksud saya bukan pada pelabelan ataupun konseptual ataupun dikatakan bahwa jika sebuah api lilin jika pikiran kita mengatakan dingin, bukan berarti betul menjadi dingin...


tetapi dimana segala apapun pastilah ada dalam pikiran, bukan di luar dari pikiran...
misalkan saja hukum kamma atau pannati dhamma atau lainnya....apakah bisa diketahui atau di katakan "ada" bagi yang tdk memiliki pikiran?

tentu hanya makhluk yg memiliki pikiran lah mengenal semua itu....tetapi jika tidak ada pikiran semua itu tidak ada pula...

mengenai paramatha dhamma dan samuthi dhamma...semua itu juga hanya ada dalam pikiran...
jika di luar dari pikiran....maka apapun itu semua sudah menjadi "XXX"
baik proses timbul dan tenggelam segala sesuatu itu semua di kenali lewat pikiran.....
dan sekali lagi proses timbul dan tenggelam berada dalam pikiran kita.

ini ibarat bagi benda mati seperti kursi atau meja ( yg tidak memiliki pikiran )
apakah bagi kursi/meja ada hukum niyama? ada matahari? ada bulan? ada paramatha dhamma/samuthi?
memang bagi kita yang memiliki pikiran, kursi/meja akan terkena hukum anicca(paramatha)
akan tetapi bagi kursi/meja sendiri...jangankan paramatha dhamma.
ketidakkekalan pun semua menjadi tidak ada, dan pembentukan/kehancuran juga menjadi tidak ada.

dengan kata lain, dunia ini dan segala isi-nya adalah dunia yang ada dalam pikiran kita...bukan di luar.

dear bro marcedes,

Anda menyebutkan :
Quote
wah maksud saya bukan pada pelabelan ataupun konseptual

Tapi selanjutnya menyebut :
Quote
memang bagi kita yang memiliki pikiran, kursi/meja akan terkena hukum anicca(paramatha)
akan tetapi bagi kursi/meja sendiri...jangankan paramatha dhamma.
ketidakkekalan pun semua menjadi tidak ada, dan pembentukan/kehancuran juga menjadi tidak ada.

Quote
tentu hanya makhluk yg memiliki pikiran lah mengenal semua itu....tetapi jika tidak ada pikiran semua itu tidak ada pula...

Disini sudah dengan jelas menyebutkan mengenai konseptual.

Tapi jika anda menyebutkan bhw Niyama itu sendiri HANYA ADA di pikiran, kembali mengingatkan bhw yg dimaksud Niyama adalah Hukum kesesuaian yang tetap eksis, apakah itu dikenali atau tidak
Tumbuhan akan tetap berkesesuaian dengan Bija Niyama, tidak tergantung apakah dia mempunyai pikiran atau tidak.
Cuaca, iklim, dsbnya juga akan terus berlangsung sesuai Utu Niyama, tidak tergantung pada pikiran anda

Dimana ini sebenarnya sudah saya sebut :

Quote
Jadi bukan karena pikiran yg mengenali obyek, lalu berarti semua niyama bersumber dari pikiran

Coba bro marcedes Lihat kembali ujaran guru Buddha yaitu "Pikiran adalah pelopor", bukan "Pikiran sebagai sumber dari SEGALA SESUATU"

Buddha tidak pernah bilang "Semuanya berasal dari pikiran"

Jadi hendaknya apa yg diucap oleh Ajahn Brahm bisa dilihat dari sisi Buddhism secara holistik, bukannya menurut penafsiran masing2

semoga kali ini bisa cukup menjelaskan

metta

saya mengerti maksud anda, mengenai niyama atau bahkan dikatakan hukum niyama akan tetap eksis baik dikenali maupun tidak dikenali.....tapi bukan itu point-nya.....

saya kasih ibarat de...
pernahkah anda melihat orang buta? semua dunia yang dikenali nya hanya hitam.
walau depan matanya ada warna merah,hijau,kuning....yg di tahu hanya hitam.
sama halnya dengan pikiran kita( apabila pikiran kita buta ) hanya disitu lah dunia....

biarpun terkena hukum apapun, semua menjadi XXX...apakah hukum XX masih bisa dikenali menjadi niyama-niyama......
bagaimana mungkin orang buta mengenal hijau dan merah.....

jadi ketika pikiran ini sudah tidak ada, maka semua itu pun sudah menjadi tidak ada....
semua hal didunia ini, bau, rasa ,pencerapan, persepsi, bentuk-bentuk ide, penglihatan semua itu masuk kepikiran.....

anda mengatakan bahwa hukum niyama itu ada dan tetap eksis walau tanpa dikenali ( ini karena ada memiliki pikiran dimana pencerapan,pengetahuan,dsb-nya)
disitu ada merasakan, disitu ada kesakitan, timbul tenggelam proses.....dan itu semua di rasakan walau tanpa di ketahui.......semua ini ruang lingkup pikiran.

bagaimana dengan pertanyaan apakah pikiran ada dalam hukum ruang dan waktu.?
ataukah hukum ruang dan waktu ada dalam pikiran?

memang segala sesuatu bukan dari pikiran.....akan tetapi segala sesuatu semua nya ada dalam pikiran.

dimengertikah maksud saya?
ini bkn penafsiran masing-masing, akan tetapi yang saya katakan ini bisa disebut paramatha, karena benar pasti secara absolut....

btw, saya tidak pernah membahas bahwa "pikiran adalah sumber segala sesuatu"
seperti nya ada missing de.....

yg saya bahas disini "segala sesuatu pasti ada dalam pikiran"
mohon saudara markos baca postingan saya ulang,

salam metta.

dear marcedes,

sedikit koreksi bhw buta warna tidak semata tahu hanya hitam putih saja namun ada juga buta warna selektif dimana dia hanya tidak mengenali 1 atau beberapa warna saja

Pun "pikiran adalah sumber segala sesuatu" adalah topik yg sedang dibahas di depan dari bro Riky selaku TS, coba anda baca ulang lagi ke depan yah


Baiklah, jadi anda membahas "segala sesuatu pasti ada dalam pikiran" sebagai paramattha dhamma

Jika benar demikian, saya ingin bertanya apakah Nibbana juga ada dalam pikiran, sebagai salah satu dari nama khandha?

mohon penjelasan karena sampai saat ini, saya berkeyakinan bhw "TIDAK semua ada dalam pikiran"

metta
Title: Re: Melaksanakan SILA = KEMELEKATAN?
Post by: marcedes on 17 June 2009, 06:11:36 PM
"Nibbana itu ada, O Baginda, dan dapat dikenali lewat pikiran.
Seorang siswa Arya yang pikirannya murni, mulia, tulus, tidak terhalang, dan
bebas dari kemelekatan dapat mencapai nibbana."
( milinda panha )

saya tidak terlalu banyak tahu masalah abhidhamma,
sekarang saya balik bertanya....kalau nibbana terlalu kan jauh....bicara soal pemahaman biasa saja...ketika kita mau melakukan pemeriksaan terhadap penembusan kilesa-kilesa katakanlah menghancurkan atau melemahkan kemarahan.
itu lewat mana dikenali?
semua perasaan,pencerapan,kesadaran itu lewat mana dikenali? apakah di luar pikiran?

di abhidhamma pikiran dibagi menjadi banyak segi dan kelompok...akan tetapi semua kelompok itu dapat dikenali bukan dan dikenali lewat mana? kalau bukan dari pikiran...

 _/\_
salam metta.
Title: Re: Melaksanakan SILA = KEMELEKATAN?
Post by: markosprawira on 18 June 2009, 09:33:00 AM
dear marcedes,

dari milinda panha itu saja udah jelas, bahwa "hanya dikenali", berarti sudah jelas hanya berupa konsep saja
dari pernyataan anda selanjutnya, juga jelas menyatakan mengenai "dikenali"

Ini sebenarnya sudah dengan jelas saya sebutkan mengenai "konseptual", termasuk konsep tentang paramattha dhamma
Konseptual yang juga disebut Pannati Dhamma sesungguhnya adalah "sarana" utk dapat mengenal Paramattha Dhamma, tapi bukan Paramattha Dhamma itu sendiri
Seperti telunjuk yang digunakan utk menunjuk bulan tapi bukan bulan itu sendiri

Demikian juga lah pikiran. Hanya sebagai sarana, tapi bukan berarti semuanya ada di dalam sarana itu.

Secara abhidhamma,Nibbana disebut dengan berbagai sebutan namun yg berkaitan dengan pikiran sebagaimana yg dimaksud diatas adalah :

1. sebagai Khandha vimutti : terbebas dari Khandha.
Pernyataan ini sudah jelas bhw Nibbana sudah bukan merupakan konsep yg ada dalam pikiran lagi, yg sudah tidak timbul, berlangsung dan padam melainkan kondisi seperti yg ada pada Udana VIII:3
Pernyataan Khandha Vimutti ini dapat dilihat di Dhammasangani

2. Dalam abidhammattasangaha juga disebutkan sebagai "Keadaan yang terbebas dari tanha"

Dari pernyataan2 diatas, sudahlah jelas bhw sesungguhnya Tipitaka hendaknya dipelajari secara menyeluruh, tidak hanya separuh2 karena dapat membuat pengertian yg keliru

Semoga bs memperjelas

metta
Title: Re: Melaksanakan SILA = KEMELEKATAN?
Post by: marcedes on 18 June 2009, 06:20:04 PM
dear marcedes,

dari milinda panha itu saja udah jelas, bahwa "hanya dikenali", berarti sudah jelas hanya berupa konsep saja
dari pernyataan anda selanjutnya, juga jelas menyatakan mengenai "dikenali"

Ini sebenarnya sudah dengan jelas saya sebutkan mengenai "konseptual", termasuk konsep tentang paramattha dhamma
Konseptual yang juga disebut Pannati Dhamma sesungguhnya adalah "sarana" utk dapat mengenal Paramattha Dhamma, tapi bukan Paramattha Dhamma itu sendiri
Seperti telunjuk yang digunakan utk menunjuk bulan tapi bukan bulan itu sendiri

Demikian juga lah pikiran. Hanya sebagai sarana, tapi bukan berarti semuanya ada di dalam sarana itu.

Secara abhidhamma,Nibbana disebut dengan berbagai sebutan namun yg berkaitan dengan pikiran sebagaimana yg dimaksud diatas adalah :

1. sebagai Khandha vimutti : terbebas dari Khandha.
Pernyataan ini sudah jelas bhw Nibbana sudah bukan merupakan konsep yg ada dalam pikiran lagi, yg sudah tidak timbul, berlangsung dan padam melainkan kondisi seperti yg ada pada Udana VIII:3
Pernyataan Khandha Vimutti ini dapat dilihat di Dhammasangani

2. Dalam abidhammattasangaha juga disebutkan sebagai "Keadaan yang terbebas dari tanha"

Dari pernyataan2 diatas, sudahlah jelas bhw sesungguhnya Tipitaka hendaknya dipelajari secara menyeluruh, tidak hanya separuh2 karena dapat membuat pengertian yg keliru

Semoga bs memperjelas

metta
saudara markos,
walau sebutan konsep atau apa,tetapi pada saat pikiran ini masih ada, nibbana itu tecakup oleh pikiran...
berarti boleh saya katakan "nibbana pun masih ada dalam pikiran"

karena seseorang pasti lah hidup terlebih dahulu(memiliki pikiran) kemudian mencapai pengertian tanpa kemelekatan maka disebut mencapai nibbana sisa atau dengan kata lain
nibbana ini di masih dicakup oleh pikiran...
inilah sebab-nya ada-nya visudhi-magga,atau bahkan tipitaka...dimana para ariya mengenal jalan menuju nibbana dan menuliskannya melalui proses berpikir.

tetapi ketika pikiran ini off, maka semua menjadi XXX(tak terkatakan) maka semua bisa disebut nibbana juga atau sudah padam.
disini nibbana tidak lagi ada diluar pikiran maupun didalam pikiran.......
dan yang anda kutip abhidhamma itu adalah nibbana sepenuhnya....dimana pikiran sudah off/padam...

maka ketika telah off, apakah dapat dikatakan "nibbana(padam off) masih ada dalam pikiran"?
se-iring pikiran telah off, sudah tidak berlaku lagi pernyataan tentang nibbana masih ada dalam pikiran.
karena pikirannya juga telah off.
nibbana dalam pikiran atau nibbana diluar pikiran semua nya sudah tidak berlaku....

ibarat ketika PT.ABC mengetahui telah mencapai kebangkrutan,PT.ABC dan pemerintah memiliki data-data kebangkrutan...
akan tetapi ketika PT.ABC telah rata dengan tanah, beserta pemerintahan juga telah hancur rata dengan tanah....
maka semua data-data kebangkrutan dari PT.ABC maupun pemerintah semuanya menjadi tidak valid.
jadi ketika ditanya apakah "kebangkrutan" ada pada PT.ABC atau tidak pada PT.ABC...
maka dari PT.ABC saja sudah menjadi XXX.

salam metta.
Title: Re: Melaksanakan SILA = KEMELEKATAN?
Post by: marcedes on 18 June 2009, 06:36:04 PM
Quote
Ini sebenarnya sudah dengan jelas saya sebutkan mengenai "konseptual", termasuk konsep tentang paramattha dhamma
Konseptual yang juga disebut Pannati Dhamma sesungguhnya adalah "sarana" utk dapat mengenal Paramattha Dhamma, tapi bukan Paramattha Dhamma itu sendiri
seperti telunjuk yang digunakan utk menunjuk bulan tapi bukan bulan itu sendiri
kalau pikiran masih "ada" paramatha dan samuthi juga masih ada.
tetapi kalau pikiran telah off, maka paramatha dan samuthi juga semua nya sudah tidak ada lagi....semua menjadi X.

dari awal saya mengerti apa yang anda katakan bahwa mengenai niyama maupun nibbana berada di luar pikiran...ini adalah pandangan dimana pikiran masih ada....
akan tetapi saya melihat nya dengan cara berbeda...dimana pandangan demikian adalah pikiran yang masih berfungsi melihat bahwa ini di luar ini di dalam karena itu anda masih bisa menulis penjelasan abhidhamma dan kutipan udanna melalui proses pikiran.
sedangkan coba renungkan jika anda tidak memiliki pikiran lagi, apakah anda masih bisa berkata ini di luar ini didalam?
ini samuthi ini paramatha? ini nibbana ini bukan nibbana?
inilah paramatha dhamma yg saya maksud dari paramatha yang biasa disimpulkan.
yakni kebenaran absolut kalau semua itu ada dalam pikiran ketika pikiran ini ada.^^

sedangkan kutipan dari abhidhammattasangha mengenai "bebas dari tanha"
apakah proses mengatakan ini dan merasakan ini tidak melibatkan pikiran? jelas pasti melibatkan pikiran.

metta
Title: Re: Melaksanakan SILA = KEMELEKATAN?
Post by: markosprawira on 19 June 2009, 04:14:43 PM
dear marcedes,

Kita kembali ke pernyataan anda yaitu "segala sesuatu pasti ada dalam pikiran".... dgn contoh misalnya Nibbana pun ada dalam pikiran

Sedangkan yg saya tekankan disini "TIDAK semua ada dalam pikiran"

Tolong dilihat bedanya bhw objek itu mempunyai hakekat yg sesungguhnya, tidak tergantung dari KONSEP apapun yg ada dalam pikiran anda

Bahkan saat objek tertentu mengenai panca indera (diluar indera pikiran), SAMA SEKALI TIDAK melibatkan pikiran.
Misal saat mata lihat bunga, maka di cakkhu dvara (retina) terbentuk bayangan bunga dan ini TIDAK melibatkan pikiran

Pikiran baru terlibat saat muncul kesan, proses mengarahkan indera, proses memutuskan dsbnya ..... Karena sudah ada konsep/persepsi bhw itu adl BUNGA, maka kita melihat itu sebagai BUNGA, yg merupakan proses Kesadaran Melihat Bunga
Tapi BUNGA itu sesungguhnya seperti itu, apa adanya seperti yg ditangkap oleh retina kita

Coba bro marcedes baca kembali mengenai citta vitthi/proses kesadaran, juga mengenai Rupa dan cetasika agar dapat mengetahui bagaimana mahluk hidup berproses

semoga bermanfaat
Title: Re: Melaksanakan SILA = KEMELEKATAN?
Post by: marcedes on 19 June 2009, 10:39:14 PM
dear marcedes,

Kita kembali ke pernyataan anda yaitu "segala sesuatu pasti ada dalam pikiran".... dgn contoh misalnya Nibbana pun ada dalam pikiran

Sedangkan yg saya tekankan disini "TIDAK semua ada dalam pikiran"

Tolong dilihat bedanya bhw objek itu mempunyai hakekat yg sesungguhnya, tidak tergantung dari KONSEP apapun yg ada dalam pikiran anda

Bahkan saat objek tertentu mengenai panca indera (diluar indera pikiran), SAMA SEKALI TIDAK melibatkan pikiran.
Misal saat mata lihat bunga, maka di cakkhu dvara (retina) terbentuk bayangan bunga dan ini TIDAK melibatkan pikiran


Pikiran baru terlibat saat muncul kesan, proses mengarahkan indera, proses memutuskan dsbnya ..... Karena sudah ada konsep/persepsi bhw itu adl BUNGA, maka kita melihat itu sebagai BUNGA, yg merupakan proses Kesadaran Melihat Bunga
Tapi BUNGA itu sesungguhnya seperti itu, apa adanya seperti yg ditangkap oleh retina kita

Coba bro marcedes baca kembali mengenai citta vitthi/proses kesadaran, juga mengenai Rupa dan cetasika agar dapat mengetahui bagaimana mahluk hidup berproses

semoga bermanfaat
pada saat itu apakah tidak melibatkan pikiran?
lalu anda tahu darimana kalau proses nya demikian, kemudian memakai apa mengetahui-nya?
kita memakai pikiran mencerna hal itu, dari sini lah timbul dan dikatakan segala sesuatu itu pasti ada dalam pikiran....

saya harap bisa dimengerti maksud saya...

salam metta.
Title: Re: Melaksanakan SILA = KEMELEKATAN?
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 19 June 2009, 10:58:26 PM
ada hal-hal yang di luar pikiran, acinteyya.
Title: Re: Melaksanakan SILA = KEMELEKATAN?
Post by: marcedes on 20 June 2009, 09:43:59 AM
ada hal-hal yang di luar pikiran, acinteyya.
dari mana anda tahu acinteyya atau bukan acinteyya.?

Title: Re: Melaksanakan SILA = KEMELEKATAN?
Post by: Nevada on 20 June 2009, 10:00:17 AM
Sepertinya pembahasan sudah OOT.

Sekedar ikut berpendapat...

Mano, citta dan vinnana bila diterjemahkan ke Bahasa Indonesia menjadi "pikiran"; yang digunakan sesuai dengan konteksnya masing-masing. Penjelasan Bro Markos mengenai wujud bunga yang tertangkap oleh indria penglihatan, memang benar tidak melibatkan pikiran (citta). Dalam tahap ini, yang bekerja adalah tahap kesadaran. Kesadaran penglihatan hanya menangkap suatu wujud dari dunia luar. Di tahap ini pun belum muncul persepsi (pencerapan), sehingga wujud yang ditangkap oleh mata belum bisa dipersepsikan sebagai wujud bunga.

Dari sini sudah jelas, bahwa "tidak semua hal ada dalam pikiran".

Sebaiknya jangan menerjemahkan kata "pikiran" dari Bahasa Indonesia secara harafiah. Karena perbedaan minor antara "mano", "citta" dan "vinnana" itu bisa jauh sekali nilai kontekstualnya; meski ketiganya diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai "pikiran".


NB : "vinnana" pun kadang diterjemahkan sebagai "kesadaran".

Title: Re: Melaksanakan SILA = KEMELEKATAN?
Post by: marcedes on 20 June 2009, 03:45:52 PM
Sepertinya pembahasan sudah OOT.

Sekedar ikut berpendapat...

Mano, citta dan vinnana bila diterjemahkan ke Bahasa Indonesia menjadi "pikiran"; yang digunakan sesuai dengan konteksnya masing-masing. Penjelasan Bro Markos mengenai wujud bunga yang tertangkap oleh indria penglihatan, memang benar tidak melibatkan pikiran (citta). Dalam tahap ini, yang bekerja adalah tahap kesadaran. Kesadaran penglihatan hanya menangkap suatu wujud dari dunia luar. Di tahap ini pun belum muncul persepsi (pencerapan), sehingga wujud yang ditangkap oleh mata belum bisa dipersepsikan sebagai wujud bunga.

Dari sini sudah jelas, bahwa "tidak semua hal ada dalam pikiran".

Sebaiknya jangan menerjemahkan kata "pikiran" dari Bahasa Indonesia secara harafiah. Karena perbedaan minor antara "mano", "citta" dan "vinnana" itu bisa jauh sekali nilai kontekstualnya; meski ketiganya diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai "pikiran".


NB : "vinnana" pun kadang diterjemahkan sebagai "kesadaran"

saudara upasaka menemukan point-nya. ^^

karena kalau membahas perasaan dan bentuk-bentuk pikiran memang tidak sama jika di teliti lebih dalam.
seperti membandingkan gula merah dan gula pasir.

tetapi yg saya maksudkan disini secara universal saja....apakah nibbana yang disebutkan itu tidak dapat dirasakan melalui pikiran?

jadi pikiran yang dimaksudkan saya disini secara universal.....
bukan bentuk-bentuk pikiran ( sankhara )saja....
Title: Re: Melaksanakan SILA = KEMELEKATAN?
Post by: Riky_dave on 21 June 2009, 02:42:45 PM
orang yg telah terlepas dari kemelekatan otomatis ga perlu sila2 itu lagi, karena SEHARUS nya perilaku nya sudah sesuai dngan sila2 tersebut (saya tulis seharusnya karena saya sendiri jg masi belooooooooooooooooom terlepas dari kemelekatan)
Sila pertama PANATIPATA..
ada kisah Bhikkhu suci yang menginjak mati semut secara tidak sengaja selama vassa...
Bhikkhu lain melihat sebagai "pelanggaran sila 1",sedangkan SB berkata,"Dia telah terbebaskan,dan bla2..."
disini jelas menunjukkn bahwa bukan "sila" menjadi tolak ukur,malahan sila bisa menyebabkan pandangan yang "salah"...


Quote
lah terus kenapa di buat sila2 ? sebagai manusia awam dan belum terbebas dari kemelekatan dan jg (ada) yg emang ga minat utk bebas dari kemelekatan (enak gila, mungkin gitu kali mikirnya), yahhh paling kaga ga ciptain karma buruk lah .. yah paling gak next time buah nya lebih bagus lah ...

so ... menurut tula, gada acarana jalanin sila terus jadi lepas dari kemelekatan, yg ada, sambil berlatih utk melepas kemelekatan, kita jg jalanin sila2 tsb.

cmiiw pemikiran maklum awam

berlatih melepas "kemelekatan"?
boleh dijelaskan lebih lanjut saudara tula?

Salam hangat,
Riky
Title: Re: Melaksanakan SILA = KEMELEKATAN?
Post by: Riky_dave on 21 June 2009, 02:44:34 PM
saat ini gw melekat dengan sila dan kemelekatan tersebut membawa saya pada kehidupan yang lebih baik...
Kemelekatan yang membawa pada kehidupan yang lebih baik?
hehe...
berbeda dengan ucapan sang Buddha,Buddha berkata,"Melekat berati derita"...

Salam hangat,
Riky
Title: Re: Melaksanakan SILA = KEMELEKATAN?
Post by: Riky_dave on 21 June 2009, 02:48:44 PM
Sila itu kan latihan tuk mendukung samadhi.. :D
Boleh minta dijelaskan lebih rinci?

Quote
kalo untuk pertanyaaan apakah melaksanakan sila = melekat

kalo dijawab iya .. maka kondisinya orang itu kalo gak melaksanakan sila bakal menderita....
:)

Quote
tetapi orang yg melaksanakan sila... bila dijalankan dengan benar akan memperkuat konsentrasinya sehingga dapat berpikir jernih (Samadhi). Bila ia dapat berpikir jernih, maka untuk membedakan yg mana yg salah dan yg mana yg benar akan lebih mudah, sehingga kebijaksanaan akan muncul dalam pikirannya (Panna).
Mana yang salah mana yang benar?
Apakah ada yang salah dan ada yang benar?
Tidakkah itu sumber dari pandangan yang salah?dan permainan pikiran?

Quote
maka itu seseorang yg melaksanakan Sila dengan baik tentu akan berbuah pada Kebijaksanaan...
Sila berbuah "kebijaksanaan"?
Kebijaksanaan apakah yang saudara maksudkan?
Bolehkah dijelaskan? :)


Quote
dan saya rasa orang yg bijak gak akan melaksanakan sila berdasar ketagihan atau kemelekatan... melainkan sebuah habbit... :-?
orang bijak melaksanakan sila?
:D

Salam hangat,
Riky
Title: Re: Melaksanakan SILA = KEMELEKATAN?
Post by: Riky_dave on 21 June 2009, 02:58:19 PM
Saya semalam baru mendengarkan kaset ceramah Bhante Ajahn Bram tentang "BAHAGIA"...
Saya jadi bertanya sendiri,"Apakah seseorang yang "bertekad kuat" menjalankan sila,tidak disebut sebuah kemelekatan?"
Mohon bantuannya...  :)

Salah satu kekotoran batin adalah vicikiccha / keragu2an, yang terdiri dari 8 jenis keragu2an

Salah satu dari vicikiccha adalah Keragu2an terhadap Sikkha (Sila, samadhi dan Panna), apakah memang ada?

Jadi kalo utk menjalankan sila aja masih mempertanyakan kemelekatan, sungguh disayangkan

Kemelekatan bukan tergantung dari sila, atau samadhi tapi dari si individunya.

Jika memang sila membuat kemelekatan, jadi org pun bisa melekat pada "samadhi"
:)
Bukankah manusia yang belum tercerahkan selalu melekat terhadap apapun juga?

Salam hangat,
Riky
Title: Re: Melaksanakan SILA = KEMELEKATAN?
Post by: Riky_dave on 21 June 2009, 03:14:52 PM
um..semuanya berasal dari pikiran,bukan dari sila...


Buddha tidak pernah bilang "Semuanya berasal dari pikiran", beliau menyatakan "Pikiran adalah pelopor"

Disini mengandung makna bhw jika bertindak dengan pikiran akusala maka hasilnya adalah akusala,
demikian juga jika bertindak dengan pikiran kusala, hasilnya adalah kusala

Kalau semua berasal dari pikiran (citta niyama), berarti anda mengabaikan niyama2 lainnya seperti utu, dhamma, kamma

Dan yg seperti itu, bukanlah ajaran Buddha

metta
Lho?
hehe...
Bukankah sumber penderitaan adalah pikiran?
Bukankah Raja Deva menciptakan sesuatu dengan "dukungan" kekuatan pikiran atau?
Mohon penjelasannnya :)

Salam hangat,
Riky
Title: Re: Melaksanakan SILA = KEMELEKATAN?
Post by: kiman on 21 June 2009, 03:15:57 PM
salut bwt ko Hendrako...
_/\_
Title: Re: Melaksanakan SILA = KEMELEKATAN?
Post by: Jerry on 21 June 2009, 04:52:03 PM
um..semuanya berasal dari pikiran,bukan dari sila...

menurutku, stelah kita mengerti melalui pikiran berikutnya adl bagaimana menyinkronkan apa yg dipikirkan dg ucapan dan perbuatan kita. dan sila adl cara utk menyinkronkan apa yg tampak di luar, sedangkan samadhi adlh cara utk menyinkronkan yang di dalam. menyelaraskan pikiran-ucapan-perbuatan dalam hal2 baik. stelahnya baru pantas kita lepaskan. lepaskan saat memang waktunya utk melepaskan (meski ini yg susah utk disadari).
lucu rasanya jika ingin melepaskan saat memegang pun kita tidak tahu (sadar) apa itu. ingat saja analogi rakit. kalau belum sampai, masa mau ditinggalkan rakitnya? tenggelam dalam banjir dan arus (kekotoran batin) dong..
Title: Re: Melaksanakan SILA = KEMELEKATAN?
Post by: wen78 on 21 June 2009, 05:11:31 PM
Saya semalam baru mendengarkan kaset ceramah Bhante Ajahn Bram tentang "BAHAGIA"...
Saya jadi bertanya sendiri,"Apakah seseorang yang "bertekad kuat" menjalankan sila,tidak disebut sebuah kemelekatan?"
Mohon bantuannya...  :)

anda bertekad untuk membantu seseorang yg sedang kesusahan dan anda membantunya dengan memberikan bantuan dana/sumbangan.
ketika anda memberikan sumbangan/bantuan, anda melakukannya dengan tulus/weles asih ato karena sila/peraturan?

memang diajarkan untuk melakukan sila tsb, tetapi sila tsb hanya sebuah ajaran yg diajarkan untuk di praktekan. ketika kita menyadari atas tindakan kita sewaktu membantu, disanalah kita menyadari asal kita memberikan bantuan tsb, apakah dari hati yg tulus/weles asih ato karena sebuah sila/peraturan/keharusan/kewajiban.

dengan seiringnya menjalankan sila, menyadari tindakan kita, menyadari pikiran kita, dan menyadari ego kita, pada akhirnya akan dengan sendirinya mendapatkan jawabannya. sebuah jawaban yg dapat menjawab dengan sendirinya setelah diri kita mengalaminya. apakah saat itu "tekad" adalah sebuah kemelekatan dan apakah saat ini setelah mengalaminya apakah "tekad" itu adalah sebuah kemelekatan. diri kita sendiri yg akan menjawabnya tergantung diri kitanya sendiri.

 _/\_
Title: Re: Melaksanakan SILA = KEMELEKATAN?
Post by: markosprawira on 22 June 2009, 09:11:45 AM
um..semuanya berasal dari pikiran,bukan dari sila...


Buddha tidak pernah bilang "Semuanya berasal dari pikiran", beliau menyatakan "Pikiran adalah pelopor"

Disini mengandung makna bhw jika bertindak dengan pikiran akusala maka hasilnya adalah akusala,
demikian juga jika bertindak dengan pikiran kusala, hasilnya adalah kusala

Kalau semua berasal dari pikiran (citta niyama), berarti anda mengabaikan niyama2 lainnya seperti utu, dhamma, kamma

Dan yg seperti itu, bukanlah ajaran Buddha

metta
Lho?
hehe...
Bukankah sumber penderitaan adalah pikiran?
Bukankah Raja Deva menciptakan sesuatu dengan "dukungan" kekuatan pikiran atau?
Mohon penjelasannnya :)

Salam hangat,
Riky

Sumber derita adalah diri anda sendiri, pikiran hanya alat, panca indera hanyalah alat.......

tolong jgn dibalik, seolah2 pikiran itu yg menjadi sumber derita......
Title: Re: Melaksanakan SILA = KEMELEKATAN?
Post by: markosprawira on 22 June 2009, 09:14:39 AM
Saya semalam baru mendengarkan kaset ceramah Bhante Ajahn Bram tentang "BAHAGIA"...
Saya jadi bertanya sendiri,"Apakah seseorang yang "bertekad kuat" menjalankan sila,tidak disebut sebuah kemelekatan?"
Mohon bantuannya...  :)

Salah satu kekotoran batin adalah vicikiccha / keragu2an, yang terdiri dari 8 jenis keragu2an

Salah satu dari vicikiccha adalah Keragu2an terhadap Sikkha (Sila, samadhi dan Panna), apakah memang ada?

Jadi kalo utk menjalankan sila aja masih mempertanyakan kemelekatan, sungguh disayangkan

Kemelekatan bukan tergantung dari sila, atau samadhi tapi dari si individunya.

Jika memang sila membuat kemelekatan, jadi org pun bisa melekat pada "samadhi"
:)
Bukankah manusia yang belum tercerahkan selalu melekat terhadap apapun juga?

Salam hangat,
Riky

dear Riky,

itu gunanya sila...... utk mengendalikan diri, utk mengurangi kemelekatan, kebencian/dosa dan kebodohan batin
Bahkan dengan sila, bisa menekan/mengikis kilesa yg kasar.....

Logika simpel : kalau kita bisa menambah LDM, tentunya kita sendiri juga yang bisa mengikis LDM
Title: Re: Melaksanakan SILA = KEMELEKATAN?
Post by: markosprawira on 22 June 2009, 09:24:22 AM
dear marcedes,

Kita kembali ke pernyataan anda yaitu "segala sesuatu pasti ada dalam pikiran".... dgn contoh misalnya Nibbana pun ada dalam pikiran

Sedangkan yg saya tekankan disini "TIDAK semua ada dalam pikiran"

Tolong dilihat bedanya bhw objek itu mempunyai hakekat yg sesungguhnya, tidak tergantung dari KONSEP apapun yg ada dalam pikiran anda

Bahkan saat objek tertentu mengenai panca indera (diluar indera pikiran), SAMA SEKALI TIDAK melibatkan pikiran.
Misal saat mata lihat bunga, maka di cakkhu dvara (retina) terbentuk bayangan bunga dan ini TIDAK melibatkan pikiran[/b]

Pikiran baru terlibat saat muncul kesan, proses mengarahkan indera, proses memutuskan dsbnya ..... Karena sudah ada konsep/persepsi bhw itu adl BUNGA, maka kita melihat itu sebagai BUNGA, yg merupakan proses Kesadaran Melihat Bunga
Tapi BUNGA itu sesungguhnya seperti itu, apa adanya seperti yg ditangkap oleh retina kita

Coba bro marcedes baca kembali mengenai citta vitthi/proses kesadaran, juga mengenai Rupa dan cetasika agar dapat mengetahui bagaimana mahluk hidup berproses

semoga bermanfaat
pada saat itu apakah tidak melibatkan pikiran?
lalu anda tahu darimana kalau proses nya demikian, kemudian memakai apa mengetahui-nya?
kita memakai pikiran mencerna hal itu, dari sini lah timbul dan dikatakan segala sesuatu itu pasti ada dalam pikiran....

saya harap bisa dimengerti maksud saya...

salam metta.

Sepertinya pembahasan sudah OOT.

Sekedar ikut berpendapat...

Mano, citta dan vinnana bila diterjemahkan ke Bahasa Indonesia menjadi "pikiran"; yang digunakan sesuai dengan konteksnya masing-masing. Penjelasan Bro Markos mengenai wujud bunga yang tertangkap oleh indria penglihatan, memang benar tidak melibatkan pikiran (citta). Dalam tahap ini, yang bekerja adalah tahap kesadaran. Kesadaran penglihatan hanya menangkap suatu wujud dari dunia luar. Di tahap ini pun belum muncul persepsi (pencerapan), sehingga wujud yang ditangkap oleh mata belum bisa dipersepsikan sebagai wujud bunga.

Dari sini sudah jelas, bahwa "tidak semua hal ada dalam pikiran".

Sebaiknya jangan menerjemahkan kata "pikiran" dari Bahasa Indonesia secara harafiah. Karena perbedaan minor antara "mano", "citta" dan "vinnana" itu bisa jauh sekali nilai kontekstualnya; meski ketiganya diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai "pikiran".


NB : "vinnana" pun kadang diterjemahkan sebagai "kesadaran"

saudara upasaka menemukan point-nya. ^^

karena kalau membahas perasaan dan bentuk-bentuk pikiran memang tidak sama jika di teliti lebih dalam.
seperti membandingkan gula merah dan gula pasir.

tetapi yg saya maksudkan disini secara universal saja....apakah nibbana yang disebutkan itu tidak dapat dirasakan melalui pikiran?

jadi pikiran yang dimaksudkan saya disini secara universal.....
bukan bentuk-bentuk pikiran ( sankhara )saja....

Jadi, apa yang anda maksud dengan pikiran? tolong tulis bhs pali biar jelas apa yg anda maksud

Mengenai Nibbana, sudah saya tulis di depan bhw Nibbana adalah Khandha Vimutti atau Terbebas dari Khandha. Itu yg bro gacchapin sebut dengan "accinteya".

Anda menyebut tahu dan tidak tahu, itu aja udah jelas bhw anda merujuk ke "konsep"

ada hal-hal yang di luar pikiran, acinteyya.
dari mana anda tahu acinteyya atau bukan acinteyya.?

Padahal diatas, saya udah jelas menyebut :

Tolong dilihat bedanya bhw objek itu mempunyai hakekat yg sesungguhnya, tidak tergantung dari KONSEP apapun yg ada dalam pikiran anda

TAHU mengenai hakekat sesungguhnya adalah melalui batin (TIDAK hanya PIKIRAN/citta) tapi batin secara keseluruhan yg terdiri dari Citta dan Cetasika
Tapi hakekat sesungguhnya itu sendiri tetap eksis, tetap seperti apa adanya walau TIDAK ada PIKIRAN

jadi tolong dibedakan, antara anda yg mengenali dengan proses kesadaran secara batin, dengan objek yg mempunyai hakekat sesungguhnya masing2.
Title: Re: Melaksanakan SILA = KEMELEKATAN?
Post by: markosprawira on 22 June 2009, 09:30:42 AM
orang yg telah terlepas dari kemelekatan otomatis ga perlu sila2 itu lagi, karena SEHARUS nya perilaku nya sudah sesuai dngan sila2 tersebut (saya tulis seharusnya karena saya sendiri jg masi belooooooooooooooooom terlepas dari kemelekatan)
Sila pertama PANATIPATA..
ada kisah Bhikkhu suci yang menginjak mati semut secara tidak sengaja selama vassa...
Bhikkhu lain melihat sebagai "pelanggaran sila 1",sedangkan SB berkata,"Dia telah terbebaskan,dan bla2..."
disini jelas menunjukkn bahwa bukan "sila" menjadi tolak ukur,malahan sila bisa menyebabkan pandangan yang "salah"...

Salam hangat,
Riky

Dari cerita itu, justru menunjukkan bhw "Pikiran adl Pelopor"dimana Kamma/tindakan yg tidak didahului dengan cetana, tidak akan menghasilkan akibat/vipaka

Menganggap Melaksanakan Sila = kemelekatan, sama dengan menganggap karena TV bnyk menyajikan kekerasan, lalu org dilarang nonton TV

Selama anda bertanya dengan asumsi "Tidak perlu Sila, cukup samadhi aja", selama itu pula pelaksanaan Sila menjadi sesuatu "yang dianggap tidak perlu"

Itu juga bukti "Pikiran adalah pelopor"
Title: Re: Melaksanakan SILA = KEMELEKATAN?
Post by: marcedes on 22 June 2009, 10:32:00 AM
dear marcedes,

Kita kembali ke pernyataan anda yaitu "segala sesuatu pasti ada dalam pikiran".... dgn contoh misalnya Nibbana pun ada dalam pikiran

Sedangkan yg saya tekankan disini "TIDAK semua ada dalam pikiran"

Tolong dilihat bedanya bhw objek itu mempunyai hakekat yg sesungguhnya, tidak tergantung dari KONSEP apapun yg ada dalam pikiran anda

Bahkan saat objek tertentu mengenai panca indera (diluar indera pikiran), SAMA SEKALI TIDAK melibatkan pikiran.
Misal saat mata lihat bunga, maka di cakkhu dvara (retina) terbentuk bayangan bunga dan ini TIDAK melibatkan pikiran[/b]

Pikiran baru terlibat saat muncul kesan, proses mengarahkan indera, proses memutuskan dsbnya ..... Karena sudah ada konsep/persepsi bhw itu adl BUNGA, maka kita melihat itu sebagai BUNGA, yg merupakan proses Kesadaran Melihat Bunga
Tapi BUNGA itu sesungguhnya seperti itu, apa adanya seperti yg ditangkap oleh retina kita

Coba bro marcedes baca kembali mengenai citta vitthi/proses kesadaran, juga mengenai Rupa dan cetasika agar dapat mengetahui bagaimana mahluk hidup berproses

semoga bermanfaat
pada saat itu apakah tidak melibatkan pikiran?
lalu anda tahu darimana kalau proses nya demikian, kemudian memakai apa mengetahui-nya?
kita memakai pikiran mencerna hal itu, dari sini lah timbul dan dikatakan segala sesuatu itu pasti ada dalam pikiran....

saya harap bisa dimengerti maksud saya...

salam metta.

Sepertinya pembahasan sudah OOT.

Sekedar ikut berpendapat...

Mano, citta dan vinnana bila diterjemahkan ke Bahasa Indonesia menjadi "pikiran"; yang digunakan sesuai dengan konteksnya masing-masing. Penjelasan Bro Markos mengenai wujud bunga yang tertangkap oleh indria penglihatan, memang benar tidak melibatkan pikiran (citta). Dalam tahap ini, yang bekerja adalah tahap kesadaran. Kesadaran penglihatan hanya menangkap suatu wujud dari dunia luar. Di tahap ini pun belum muncul persepsi (pencerapan), sehingga wujud yang ditangkap oleh mata belum bisa dipersepsikan sebagai wujud bunga.

Dari sini sudah jelas, bahwa "tidak semua hal ada dalam pikiran".

Sebaiknya jangan menerjemahkan kata "pikiran" dari Bahasa Indonesia secara harafiah. Karena perbedaan minor antara "mano", "citta" dan "vinnana" itu bisa jauh sekali nilai kontekstualnya; meski ketiganya diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai "pikiran".


NB : "vinnana" pun kadang diterjemahkan sebagai "kesadaran"

saudara upasaka menemukan point-nya. ^^

karena kalau membahas perasaan dan bentuk-bentuk pikiran memang tidak sama jika di teliti lebih dalam.
seperti membandingkan gula merah dan gula pasir.

tetapi yg saya maksudkan disini secara universal saja....apakah nibbana yang disebutkan itu tidak dapat dirasakan melalui pikiran?

jadi pikiran yang dimaksudkan saya disini secara universal.....
bukan bentuk-bentuk pikiran ( sankhara )saja....

Jadi, apa yang anda maksud dengan pikiran? tolong tulis bhs pali biar jelas apa yg anda maksud

Mengenai Nibbana, sudah saya tulis di depan bhw Nibbana adalah Khandha Vimutti atau Terbebas dari Khandha. Itu yg bro gacchapin sebut dengan "accinteya".

Anda menyebut tahu dan tidak tahu, itu aja udah jelas bhw anda merujuk ke "konsep"

ada hal-hal yang di luar pikiran, acinteyya.
dari mana anda tahu acinteyya atau bukan acinteyya.?

Padahal diatas, saya udah jelas menyebut :

Tolong dilihat bedanya bhw objek itu mempunyai hakekat yg sesungguhnya, tidak tergantung dari KONSEP apapun yg ada dalam pikiran anda

TAHU mengenai hakekat sesungguhnya adalah melalui batin (TIDAK hanya PIKIRAN/citta) tapi batin secara keseluruhan yg terdiri dari Citta dan Cetasika
Tapi hakekat sesungguhnya itu sendiri tetap eksis, tetap seperti apa adanya walau TIDAK ada PIKIRAN

jadi tolong dibedakan, antara anda yg mengenali dengan proses kesadaran secara batin, dengan objek yg mempunyai hakekat sesungguhnya masing2.
pikiran yang saya maksud disini adalah dimana ketika SangBuddha membahas tentang 3 tongkat dengan upali....
pikiran yang saya maksud disini mungkin bisa dikatakan batin......alias 4 khandha.
atau dalam bahasa inti ajaran buddha "Sabbapassa akaranam....... mengenai sucikan hati dan pikiran."

benda memang memiliki hakekat sesungguhnya atau sifat alamiah asli-nya bukan buatan dari PIKIRAN.
ketika anakkecil mengkonsepkan api sebagai mainan bisa di pegang-pegang dan enak dimakan, walaupun pikiran-nya mengatakan demikian, akan tetapi pasti menjerti kepanasan dan tidak mungkin enak dimakan lagi >>> ini memang konsep pikiran....
ini saya pahami dengan baik.....sekali lagi bukan ini yang saya maksudkan.

akan tetapi darimana anak kecil ini mengkonsepkan semua itu? apakah anak kecil bisa mengkonsepkan sesuatu ataupun perpahaman tanpa pikiran?

memang dalam hakekat nya benda tidak ada hubungannya dalam pikiran yang satu sendiri dan yang satunya sendiri.
akan tetapi > darimana persepsi atau pemahaman seperti ini?
coba di renungkan...pasti dari hasil proses berpikir....

ketika kita merenungkan setiap hal baik mengenai nibbana ataupun lainnya, kita selalu menggunakan pikiran,
ketika kita melihat segala hal menggunakan indria, memang dalam proses terlihat bahwa mata sebagai alat untuk menyampaikan gambar ke pikiran,
sekali lagi dengan kesimpulan dari mana hal ini terjadi.>>lagi lagi dari proses berpikir.
anda bisa membayangkan melihat tanpa pikiran?...apa jadinya penglihatan itu?
mungkin seperti kamera yang menangkap objek tetapi tidak ada penyaluran gambar-nya...jadi apapun yang sedang kamera tangkap pastilah X hasilnya.

pemahaman bahwa nibbana di luar pikiran...kemudian ttg acintteya semua itu dari mana anda ketahui?
sekali lagi karena adanya proses berpikir/merenungkan..

dari sini diketahui bahwa segala sesuatu yg terlintas...apapun yang anda ketik disini pun,pasti melalui pikiran, jadi jika saya katakan
"Segala sesuatu pasti ada dalam pikiran"

kalau anda bilang "tidak" sekarang saya tanyakan pada anda semua, dari mana jawaban "tidak" itu berasal...> bukankah dari proses berpikir dimulai melihat tulisan saya(sudah masuk ke pikiran), kemudian berpikir ( mengolah ) dan lagi-lagi mengetik "tidak" itu menggunakan apa?

silahkan di renungkan.

 _/\_
salam metta.
Title: Re: Melaksanakan SILA = KEMELEKATAN?
Post by: markosprawira on 22 June 2009, 01:19:43 PM
dear marcedes,

Kita kembali ke pernyataan anda yaitu "segala sesuatu pasti ada dalam pikiran".... dgn contoh misalnya Nibbana pun ada dalam pikiran

Sedangkan yg saya tekankan disini "TIDAK semua ada dalam pikiran"

Tolong dilihat bedanya bhw objek itu mempunyai hakekat yg sesungguhnya, tidak tergantung dari KONSEP apapun yg ada dalam pikiran anda

Bahkan saat objek tertentu mengenai panca indera (diluar indera pikiran), SAMA SEKALI TIDAK melibatkan pikiran.
Misal saat mata lihat bunga, maka di cakkhu dvara (retina) terbentuk bayangan bunga dan ini TIDAK melibatkan pikiran[/b]

Pikiran baru terlibat saat muncul kesan, proses mengarahkan indera, proses memutuskan dsbnya ..... Karena sudah ada konsep/persepsi bhw itu adl BUNGA, maka kita melihat itu sebagai BUNGA, yg merupakan proses Kesadaran Melihat Bunga
Tapi BUNGA itu sesungguhnya seperti itu, apa adanya seperti yg ditangkap oleh retina kita

Coba bro marcedes baca kembali mengenai citta vitthi/proses kesadaran, juga mengenai Rupa dan cetasika agar dapat mengetahui bagaimana mahluk hidup berproses

semoga bermanfaat
pada saat itu apakah tidak melibatkan pikiran?
lalu anda tahu darimana kalau proses nya demikian, kemudian memakai apa mengetahui-nya?
kita memakai pikiran mencerna hal itu, dari sini lah timbul dan dikatakan segala sesuatu itu pasti ada dalam pikiran....

saya harap bisa dimengerti maksud saya...

salam metta.

Sepertinya pembahasan sudah OOT.

Sekedar ikut berpendapat...

Mano, citta dan vinnana bila diterjemahkan ke Bahasa Indonesia menjadi "pikiran"; yang digunakan sesuai dengan konteksnya masing-masing. Penjelasan Bro Markos mengenai wujud bunga yang tertangkap oleh indria penglihatan, memang benar tidak melibatkan pikiran (citta). Dalam tahap ini, yang bekerja adalah tahap kesadaran. Kesadaran penglihatan hanya menangkap suatu wujud dari dunia luar. Di tahap ini pun belum muncul persepsi (pencerapan), sehingga wujud yang ditangkap oleh mata belum bisa dipersepsikan sebagai wujud bunga.

Dari sini sudah jelas, bahwa "tidak semua hal ada dalam pikiran".

Sebaiknya jangan menerjemahkan kata "pikiran" dari Bahasa Indonesia secara harafiah. Karena perbedaan minor antara "mano", "citta" dan "vinnana" itu bisa jauh sekali nilai kontekstualnya; meski ketiganya diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai "pikiran".


NB : "vinnana" pun kadang diterjemahkan sebagai "kesadaran"

saudara upasaka menemukan point-nya. ^^

karena kalau membahas perasaan dan bentuk-bentuk pikiran memang tidak sama jika di teliti lebih dalam.
seperti membandingkan gula merah dan gula pasir.

tetapi yg saya maksudkan disini secara universal saja....apakah nibbana yang disebutkan itu tidak dapat dirasakan melalui pikiran?

jadi pikiran yang dimaksudkan saya disini secara universal.....
bukan bentuk-bentuk pikiran ( sankhara )saja....

Jadi, apa yang anda maksud dengan pikiran? tolong tulis bhs pali biar jelas apa yg anda maksud

Mengenai Nibbana, sudah saya tulis di depan bhw Nibbana adalah Khandha Vimutti atau Terbebas dari Khandha. Itu yg bro gacchapin sebut dengan "accinteya".

Anda menyebut tahu dan tidak tahu, itu aja udah jelas bhw anda merujuk ke "konsep"

ada hal-hal yang di luar pikiran, acinteyya.
dari mana anda tahu acinteyya atau bukan acinteyya.?

Padahal diatas, saya udah jelas menyebut :

Tolong dilihat bedanya bhw objek itu mempunyai hakekat yg sesungguhnya, tidak tergantung dari KONSEP apapun yg ada dalam pikiran anda

TAHU mengenai hakekat sesungguhnya adalah melalui batin (TIDAK hanya PIKIRAN/citta) tapi batin secara keseluruhan yg terdiri dari Citta dan Cetasika
Tapi hakekat sesungguhnya itu sendiri tetap eksis, tetap seperti apa adanya walau TIDAK ada PIKIRAN

jadi tolong dibedakan, antara anda yg mengenali dengan proses kesadaran secara batin, dengan objek yg mempunyai hakekat sesungguhnya masing2.
pikiran yang saya maksud disini adalah dimana ketika SangBuddha membahas tentang 3 tongkat dengan upali....
pikiran yang saya maksud disini mungkin bisa dikatakan batin......alias 4 khandha.
atau dalam bahasa inti ajaran buddha "Sabbapassa akaranam....... mengenai sucikan hati dan pikiran."

benda memang memiliki hakekat sesungguhnya atau sifat alamiah asli-nya bukan buatan dari PIKIRAN.
ketika anakkecil mengkonsepkan api sebagai mainan bisa di pegang-pegang dan enak dimakan, walaupun pikiran-nya mengatakan demikian, akan tetapi pasti menjerti kepanasan dan tidak mungkin enak dimakan lagi >>> ini memang konsep pikiran....
ini saya pahami dengan baik.....sekali lagi bukan ini yang saya maksudkan.

akan tetapi darimana anak kecil ini mengkonsepkan semua itu? apakah anak kecil bisa mengkonsepkan sesuatu ataupun perpahaman tanpa pikiran?

memang dalam hakekat nya benda tidak ada hubungannya dalam pikiran yang satu sendiri dan yang satunya sendiri.
akan tetapi > darimana persepsi atau pemahaman seperti ini?
coba di renungkan...pasti dari hasil proses berpikir....

ketika kita merenungkan setiap hal baik mengenai nibbana ataupun lainnya, kita selalu menggunakan pikiran,
ketika kita melihat segala hal menggunakan indria, memang dalam proses terlihat bahwa mata sebagai alat untuk menyampaikan gambar ke pikiran,
sekali lagi dengan kesimpulan dari mana hal ini terjadi.>>lagi lagi dari proses berpikir.
anda bisa membayangkan melihat tanpa pikiran?...apa jadinya penglihatan itu?
mungkin seperti kamera yang menangkap objek tetapi tidak ada penyaluran gambar-nya...jadi apapun yang sedang kamera tangkap pastilah X hasilnya.

pemahaman bahwa nibbana di luar pikiran...kemudian ttg acintteya semua itu dari mana anda ketahui?
sekali lagi karena adanya proses berpikir/merenungkan..

dari sini diketahui bahwa segala sesuatu yg terlintas...apapun yang anda ketik disini pun,pasti melalui pikiran, jadi jika saya katakan
"Segala sesuatu pasti ada dalam pikiran"

kalau anda bilang "tidak" sekarang saya tanyakan pada anda semua, dari mana jawaban "tidak" itu berasal...> bukankah dari proses berpikir dimulai melihat tulisan saya(sudah masuk ke pikiran), kemudian berpikir ( mengolah ) dan lagi-lagi mengetik "tidak" itu menggunakan apa?

silahkan di renungkan.

 _/\_
salam metta.

Jadi jelas, yg anda maksud adalah "asal konseptual" khan?

Quote
darimana anak kecil ini mengkonsepkan semua itu? apakah anak kecil bisa mengkonsepkan sesuatu ataupun perpahaman tanpa pikiran?

ok, jadi udah clear yg anda maksudkan.......

Kalau boleh saya jelaskan secara tipitaka
1. Konsep/persepsi ada di dalam sanna/pencerapan.
2. Sanna adalah salah satu dari 7 cetasika yg selalu ada dalam setiap citta. Jadi jelas bhw ini adalah cetasika, yang merupakan unsur2 batin, bukan PIKIRAN itu sendiri loh

Pikiran hanyalah satu bagian dari batin, dimana citta/pikiran dan cetasika bersama membentuk menjadi batin



Dan mengenai pernyataan "segala sesuatu" yang anda maksud adalah "Segala sesuatu yg terlintas, betul"?

Jika betul anda merujuk ke segala sesuatu yg terlintas, pasti ada dalam pikiran maka jawabnya adalah Iya dan Tidak karena
1. Jawaban "Iya" karena memang itu melibatkan pikiran.
2. Jawaban "Tidak" karena sesungguhnya citta/pikiran tidak bisa berdiri sendiri, HARUS bersama dengan cetasika.
Jadi pernyataan anda hendaknya dilengkapi menjadi "Segala sesuatu yg terlintas, PASTI ada dalam batin"

Semoga bisa memperjelas mengenai pikiran/citta dan cetasika/faktor batin dalam hubungannya dengan "segala sesuatu yg terlintas"

metta
Title: Re: Melaksanakan SILA = KEMELEKATAN?
Post by: marcedes on 22 June 2009, 05:34:31 PM
dear marcedes,

Kita kembali ke pernyataan anda yaitu "segala sesuatu pasti ada dalam pikiran".... dgn contoh misalnya Nibbana pun ada dalam pikiran

Sedangkan yg saya tekankan disini "TIDAK semua ada dalam pikiran"

Tolong dilihat bedanya bhw objek itu mempunyai hakekat yg sesungguhnya, tidak tergantung dari KONSEP apapun yg ada dalam pikiran anda

Bahkan saat objek tertentu mengenai panca indera (diluar indera pikiran), SAMA SEKALI TIDAK melibatkan pikiran.
Misal saat mata lihat bunga, maka di cakkhu dvara (retina) terbentuk bayangan bunga dan ini TIDAK melibatkan pikiran[/b]

Pikiran baru terlibat saat muncul kesan, proses mengarahkan indera, proses memutuskan dsbnya ..... Karena sudah ada konsep/persepsi bhw itu adl BUNGA, maka kita melihat itu sebagai BUNGA, yg merupakan proses Kesadaran Melihat Bunga
Tapi BUNGA itu sesungguhnya seperti itu, apa adanya seperti yg ditangkap oleh retina kita

Coba bro marcedes baca kembali mengenai citta vitthi/proses kesadaran, juga mengenai Rupa dan cetasika agar dapat mengetahui bagaimana mahluk hidup berproses

semoga bermanfaat
pada saat itu apakah tidak melibatkan pikiran?
lalu anda tahu darimana kalau proses nya demikian, kemudian memakai apa mengetahui-nya?
kita memakai pikiran mencerna hal itu, dari sini lah timbul dan dikatakan segala sesuatu itu pasti ada dalam pikiran....

saya harap bisa dimengerti maksud saya...

salam metta.

Sepertinya pembahasan sudah OOT.

Sekedar ikut berpendapat...

Mano, citta dan vinnana bila diterjemahkan ke Bahasa Indonesia menjadi "pikiran"; yang digunakan sesuai dengan konteksnya masing-masing. Penjelasan Bro Markos mengenai wujud bunga yang tertangkap oleh indria penglihatan, memang benar tidak melibatkan pikiran (citta). Dalam tahap ini, yang bekerja adalah tahap kesadaran. Kesadaran penglihatan hanya menangkap suatu wujud dari dunia luar. Di tahap ini pun belum muncul persepsi (pencerapan), sehingga wujud yang ditangkap oleh mata belum bisa dipersepsikan sebagai wujud bunga.

Dari sini sudah jelas, bahwa "tidak semua hal ada dalam pikiran".

Sebaiknya jangan menerjemahkan kata "pikiran" dari Bahasa Indonesia secara harafiah. Karena perbedaan minor antara "mano", "citta" dan "vinnana" itu bisa jauh sekali nilai kontekstualnya; meski ketiganya diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai "pikiran".


NB : "vinnana" pun kadang diterjemahkan sebagai "kesadaran"

saudara upasaka menemukan point-nya. ^^

karena kalau membahas perasaan dan bentuk-bentuk pikiran memang tidak sama jika di teliti lebih dalam.
seperti membandingkan gula merah dan gula pasir.

tetapi yg saya maksudkan disini secara universal saja....apakah nibbana yang disebutkan itu tidak dapat dirasakan melalui pikiran?

jadi pikiran yang dimaksudkan saya disini secara universal.....
bukan bentuk-bentuk pikiran ( sankhara )saja....

Jadi, apa yang anda maksud dengan pikiran? tolong tulis bhs pali biar jelas apa yg anda maksud

Mengenai Nibbana, sudah saya tulis di depan bhw Nibbana adalah Khandha Vimutti atau Terbebas dari Khandha. Itu yg bro gacchapin sebut dengan "accinteya".

Anda menyebut tahu dan tidak tahu, itu aja udah jelas bhw anda merujuk ke "konsep"

ada hal-hal yang di luar pikiran, acinteyya.
dari mana anda tahu acinteyya atau bukan acinteyya.?

Padahal diatas, saya udah jelas menyebut :

Tolong dilihat bedanya bhw objek itu mempunyai hakekat yg sesungguhnya, tidak tergantung dari KONSEP apapun yg ada dalam pikiran anda

TAHU mengenai hakekat sesungguhnya adalah melalui batin (TIDAK hanya PIKIRAN/citta) tapi batin secara keseluruhan yg terdiri dari Citta dan Cetasika
Tapi hakekat sesungguhnya itu sendiri tetap eksis, tetap seperti apa adanya walau TIDAK ada PIKIRAN

jadi tolong dibedakan, antara anda yg mengenali dengan proses kesadaran secara batin, dengan objek yg mempunyai hakekat sesungguhnya masing2.
pikiran yang saya maksud disini adalah dimana ketika SangBuddha membahas tentang 3 tongkat dengan upali....
pikiran yang saya maksud disini mungkin bisa dikatakan batin......alias 4 khandha.
atau dalam bahasa inti ajaran buddha "Sabbapassa akaranam....... mengenai sucikan hati dan pikiran."

benda memang memiliki hakekat sesungguhnya atau sifat alamiah asli-nya bukan buatan dari PIKIRAN.
ketika anakkecil mengkonsepkan api sebagai mainan bisa di pegang-pegang dan enak dimakan, walaupun pikiran-nya mengatakan demikian, akan tetapi pasti menjerti kepanasan dan tidak mungkin enak dimakan lagi >>> ini memang konsep pikiran....
ini saya pahami dengan baik.....sekali lagi bukan ini yang saya maksudkan.

akan tetapi darimana anak kecil ini mengkonsepkan semua itu? apakah anak kecil bisa mengkonsepkan sesuatu ataupun perpahaman tanpa pikiran?

memang dalam hakekat nya benda tidak ada hubungannya dalam pikiran yang satu sendiri dan yang satunya sendiri.
akan tetapi > darimana persepsi atau pemahaman seperti ini?
coba di renungkan...pasti dari hasil proses berpikir....

ketika kita merenungkan setiap hal baik mengenai nibbana ataupun lainnya, kita selalu menggunakan pikiran,
ketika kita melihat segala hal menggunakan indria, memang dalam proses terlihat bahwa mata sebagai alat untuk menyampaikan gambar ke pikiran,
sekali lagi dengan kesimpulan dari mana hal ini terjadi.>>lagi lagi dari proses berpikir.
anda bisa membayangkan melihat tanpa pikiran?...apa jadinya penglihatan itu?
mungkin seperti kamera yang menangkap objek tetapi tidak ada penyaluran gambar-nya...jadi apapun yang sedang kamera tangkap pastilah X hasilnya.

pemahaman bahwa nibbana di luar pikiran...kemudian ttg acintteya semua itu dari mana anda ketahui?
sekali lagi karena adanya proses berpikir/merenungkan..

dari sini diketahui bahwa segala sesuatu yg terlintas...apapun yang anda ketik disini pun,pasti melalui pikiran, jadi jika saya katakan
"Segala sesuatu pasti ada dalam pikiran"

kalau anda bilang "tidak" sekarang saya tanyakan pada anda semua, dari mana jawaban "tidak" itu berasal...> bukankah dari proses berpikir dimulai melihat tulisan saya(sudah masuk ke pikiran), kemudian berpikir ( mengolah ) dan lagi-lagi mengetik "tidak" itu menggunakan apa?

silahkan di renungkan.

 _/\_
salam metta.

Jadi jelas, yg anda maksud adalah "asal konseptual" khan?

Quote
darimana anak kecil ini mengkonsepkan semua itu? apakah anak kecil bisa mengkonsepkan sesuatu ataupun perpahaman tanpa pikiran?

ok, jadi udah clear yg anda maksudkan.......

Kalau boleh saya jelaskan secara tipitaka
1. Konsep/persepsi ada di dalam sanna/pencerapan.
2. Sanna adalah salah satu dari 7 cetasika yg selalu ada dalam setiap citta. Jadi jelas bhw ini adalah cetasika, yang merupakan unsur2 batin, bukan PIKIRAN itu sendiri loh

Pikiran hanyalah satu bagian dari batin, dimana citta/pikiran dan cetasika bersama membentuk menjadi batin



Dan mengenai pernyataan "segala sesuatu" yang anda maksud adalah "Segala sesuatu yg terlintas, betul"?

Jika betul anda merujuk ke segala sesuatu yg terlintas, pasti ada dalam pikiran maka jawabnya adalah Iya dan Tidak karena
1. Jawaban "Iya" karena memang itu melibatkan pikiran.
2. Jawaban "Tidak" karena sesungguhnya citta/pikiran tidak bisa berdiri sendiri, HARUS bersama dengan cetasika.
Jadi pernyataan anda hendaknya dilengkapi menjadi "Segala sesuatu yg terlintas, PASTI ada dalam batin"

Semoga bisa memperjelas mengenai pikiran/citta dan cetasika/faktor batin dalam hubungannya dengan "segala sesuatu yg terlintas"

metta
well, seperti-nya point nya didapatkan...maaf kalau salah bahasa indonesia...^^
setidaknya menjadi pembelajaran bahasa agar tidak terjadi miss comunication di kemudian hari.
Title: Re: Melaksanakan SILA = KEMELEKATAN?
Post by: Riky_dave on 22 June 2009, 07:24:14 PM
um..semuanya berasal dari pikiran,bukan dari sila...


Buddha tidak pernah bilang "Semuanya berasal dari pikiran", beliau menyatakan "Pikiran adalah pelopor"

Disini mengandung makna bhw jika bertindak dengan pikiran akusala maka hasilnya adalah akusala,
demikian juga jika bertindak dengan pikiran kusala, hasilnya adalah kusala

Kalau semua berasal dari pikiran (citta niyama), berarti anda mengabaikan niyama2 lainnya seperti utu, dhamma, kamma

Dan yg seperti itu, bukanlah ajaran Buddha

metta
Lho?
hehe...
Bukankah sumber penderitaan adalah pikiran?
Bukankah Raja Deva menciptakan sesuatu dengan "dukungan" kekuatan pikiran atau?
Mohon penjelasannnya :)

Salam hangat,
Riky

Sumber derita adalah diri anda sendiri, pikiran hanya alat, panca indera hanyalah alat.......

tolong jgn dibalik, seolah2 pikiran itu yg menjadi sumber derita......
Dear marko,
Bukankah anda sedang berusaha memilah2 antara pikiran,alat,panca indera?
Padahal sang Buddha berkata soal Anatta/tanpa inti atau aku lagi..
Bagaimana anda menyikapi hal tersebut?

Salam hangat,
Riky
Title: Re: Melaksanakan SILA = KEMELEKATAN?
Post by: Riky_dave on 22 June 2009, 07:28:57 PM
Saya semalam baru mendengarkan kaset ceramah Bhante Ajahn Bram tentang "BAHAGIA"...
Saya jadi bertanya sendiri,"Apakah seseorang yang "bertekad kuat" menjalankan sila,tidak disebut sebuah kemelekatan?"
Mohon bantuannya...  :)

Salah satu kekotoran batin adalah vicikiccha / keragu2an, yang terdiri dari 8 jenis keragu2an

Salah satu dari vicikiccha adalah Keragu2an terhadap Sikkha (Sila, samadhi dan Panna), apakah memang ada?

Jadi kalo utk menjalankan sila aja masih mempertanyakan kemelekatan, sungguh disayangkan

Kemelekatan bukan tergantung dari sila, atau samadhi tapi dari si individunya.

Jika memang sila membuat kemelekatan, jadi org pun bisa melekat pada "samadhi"
:)
Bukankah manusia yang belum tercerahkan selalu melekat terhadap apapun juga?

Salam hangat,
Riky

dear Riky,

itu gunanya sila...... utk mengendalikan diri, utk mengurangi kemelekatan, kebencian/dosa dan kebodohan batin
Bahkan dengan sila, bisa menekan/mengikis kilesa yg kasar.....

Logika simpel : kalau kita bisa menambah LDM, tentunya kita sendiri juga yang bisa mengikis LDM
"Jika memang sila membuat kemelekatan, jadi org pun bisa melekat pada "samadhi" "
kenapa ditambahkan kalimat ini?padahal memang sudah menjadi kenyataan bahwa manusia itu bisa "melekat" terhadap apapun bahkan yang sehalus butiran pasir pun...

Salam hangat,
Riky
Title: Re: Melaksanakan SILA = KEMELEKATAN?
Post by: markosprawira on 24 June 2009, 08:47:54 AM
um..semuanya berasal dari pikiran,bukan dari sila...


Buddha tidak pernah bilang "Semuanya berasal dari pikiran", beliau menyatakan "Pikiran adalah pelopor"

Disini mengandung makna bhw jika bertindak dengan pikiran akusala maka hasilnya adalah akusala,
demikian juga jika bertindak dengan pikiran kusala, hasilnya adalah kusala

Kalau semua berasal dari pikiran (citta niyama), berarti anda mengabaikan niyama2 lainnya seperti utu, dhamma, kamma

Dan yg seperti itu, bukanlah ajaran Buddha

metta
Lho?
hehe...
Bukankah sumber penderitaan adalah pikiran?
Bukankah Raja Deva menciptakan sesuatu dengan "dukungan" kekuatan pikiran atau?
Mohon penjelasannnya :)

Salam hangat,
Riky

Sumber derita adalah diri anda sendiri, pikiran hanya alat, panca indera hanyalah alat.......

tolong jgn dibalik, seolah2 pikiran itu yg menjadi sumber derita......
Dear marko,
Bukankah anda sedang berusaha memilah2 antara pikiran,alat,panca indera?
Padahal sang Buddha berkata soal Anatta/tanpa inti atau aku lagi..
Bagaimana anda menyikapi hal tersebut?

Salam hangat,
Riky

Loh, bro Riky ini gimana sih?

Justru anda yg memilah dengan menyebutkan bhw "HANYA" pikiran yang menjadi sumber derita

Bukankah sumber penderitaan adalah pikiran?

Salam hangat,
Riky


padahal secara alat, panca khandha akan menjadi sumber derita, sumber kemelekatan bagi mereka yang bodoh

namun bagi mereka yg mempunyai "pengertian benar", panca khandha juga bisa menjadi alat untuk mengetahui kebenaran sejati dari segala sesuatu

Mahluk hidup selain arupabrahma dan asannasatta terdiri dari panca khandha (saya ga tau kalo anda merasa anatta lalu ga merasa punya panca khandha)
Sedangkan jika anda mengerti esensi dari panca khandha sebagai proses maka anda akan mengerti juga mengenai Anatta
Title: Re: Melaksanakan SILA = KEMELEKATAN?
Post by: markosprawira on 24 June 2009, 08:50:43 AM
Saya semalam baru mendengarkan kaset ceramah Bhante Ajahn Bram tentang "BAHAGIA"...
Saya jadi bertanya sendiri,"Apakah seseorang yang "bertekad kuat" menjalankan sila,tidak disebut sebuah kemelekatan?"
Mohon bantuannya...  :)

Salah satu kekotoran batin adalah vicikiccha / keragu2an, yang terdiri dari 8 jenis keragu2an

Salah satu dari vicikiccha adalah Keragu2an terhadap Sikkha (Sila, samadhi dan Panna), apakah memang ada?

Jadi kalo utk menjalankan sila aja masih mempertanyakan kemelekatan, sungguh disayangkan

Kemelekatan bukan tergantung dari sila, atau samadhi tapi dari si individunya.

Jika memang sila membuat kemelekatan, jadi org pun bisa melekat pada "samadhi"
:)
Bukankah manusia yang belum tercerahkan selalu melekat terhadap apapun juga?

Salam hangat,
Riky

dear Riky,

itu gunanya sila...... utk mengendalikan diri, utk mengurangi kemelekatan, kebencian/dosa dan kebodohan batin
Bahkan dengan sila, bisa menekan/mengikis kilesa yg kasar.....

Logika simpel : kalau kita bisa menambah LDM, tentunya kita sendiri juga yang bisa mengikis LDM
"Jika memang sila membuat kemelekatan, jadi org pun bisa melekat pada "samadhi" "
kenapa ditambahkan kalimat ini?padahal memang sudah menjadi kenyataan bahwa manusia itu bisa "melekat" terhadap apapun bahkan yang sehalus butiran pasir pun...

Salam hangat,
Riky

Loh kembali anda ga teliti nih.... khan diatas saya udah tekankan :
Quote
kalau kita bisa menambah LDM, tentunya kita sendiri juga yang bisa mengikis LDM

Jika anda kurang jelas, inti pernyataan diatas berarti : Objek itu bersifat netral, kita sendirilah yang melekat atau menolaknya......

semoga sekarang jadi jelas yah