//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Bolehkah umat non Buddhis memasuki vihara? - Mohon bantuan tanggapannya  (Read 42521 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline 4DMYN

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 428
  • Reputasi: -4

hahah.. gak bermasalah, tapi reputasi saya minus 2, iya saya maklum sih :) banyak orang memang suka menipu diri sendiri..  lucu...


Reputasi disini digunakan untuk menunjukkan sifat seseorang, 1 orang hanya bisa memberikan reputasi 1 x dalam 720jam, pernahkah terlintas di pikiran anda koq ada yang reputasi bisa lebih dari 200 dan yang 4DMiN  bisa -2. Apakah ini salah semua orang atau salah kita sendiri?

Jika jawaban 4DMIN ini karena salah semua orang DC, gw gak bisa bilang apa2 lagi. Jika jawabannya adalah salah kita sendiri pernahkah terlintas dipikiran 4DmIN bagaimana seharusnya jangan sampai reputasinya jadi minus.
mengapa demikian ini terjadi? gampang sekali, bila seseorang setuju dengan  anda, maka orang tersebut akan memberikan reputasi [BAIK] kalau tidak setuju [BURUK] adalah ganjarannya. Indikator tersebut cukup untuk menentukan apakah seseorang diterima dengan baik atau tidak di suatu komunitas.
Quote

Menurut forum DC, TBSN adalah non-Budhist. jadi saya ini termasuk anggota non-Buddhist yang sedang berdiskusi di DC. Anggaplah DC ini adalah wihara di dunia maya... bagaimana kalau saya melakukan rekrutmen di forum DC ?  apakah anda yakin mau menerima saya (non-Buddhist - TBSN) untuk menyebarkan dan merekrut anggota DC agar mendukung TBSN?
NB: saya tidak pernah melakukan rekrutmen di vihara tantrayana non TBSN dan di forum manapun, tapi toh mereka tetap saja mengejek saya.

Salah satu maksud umat Buddha membuka vihara adalah agar  ada satu tempat bagi umat untuk mempelajari Buddhadharma dan mencari ketenangan, kalo fungsi di vihara mau di diubah sesuai dengan pemikiran 4DMYN, lalu menurut 4DMYN bagaimana seharusnya umat Buddha harus bersikap?
setuju sekali, kalau vihara adalah tempat untuk mempelajari Buddhadharma dan mencari ketenangan. misalnya karena keterbatasan tempat dan waktu, kita bertemu melalui forum DC untuk membahas agama Buddha, maka forum DC sudah menjadi vihara bagi kita. walaupun tidak sesempurna vihara di dunia nyata

Quote


Hy masukan aja bro. Kalo saya masuk ke rumah orang saya selalu bersikap menghormat tamu2 kepala keluarga juga. Kalo saya marah2 orang bagaimana tamu menanggapinya?
saya tidak pernah marah-marah di forum DC. saya bersikap sopan dan hormat :)


YAp benar sekali gw rasa dari komentar tadi sampai sekarang, semua orang dikit banyak udah bisa menanggapinya sifat 4DMIN yang mempraktikkan ajaran TBSN.
terimakasih, semoga anda juga tertarik untuk berehipashiko terhadap ajaran TBSN.

Quote
Sebenarnya saya sangat muak lho melihat orang yang selalu marah2 di DC dan bersikap tidak sopan terhadap tamu2 rumah orang dan mengatakan dirinya sopan dan bersifat hormat pada tamu. banyak orang kayak gini mengatakan dirinya jujur dan baik sedangkan yang lainnya jahat semua.

Yang lebih parah tuh orang yang ginian suka mempengaruhi orang (terutama yang tidak kenal padanya) agar mengikuti pikiran dirinya bahwa orang2 lain itu jahat.

Dunia ini mana ada orang tuh jahat sepenuhnya dan baik sepenuhnya. Yang ada tuh orang yang selalu berniat jahat dan orang yang selalu berniat baik.
itu adalah fenomena sok suci, banyak orang di dunia ini merasa dirinya lebih suci, lebih pandai, lebih hebat, tetapi sesungguhnya kosong melompong. Santideva mengajarkan untuk selalu bertukar diri dengan orang lain. ajaran sederhana, namun sulit dipraktekkan.

Offline Mr. pao

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 792
  • Reputasi: 29
  • KeperibadianMuYanGakuSuka

mengapa demikian ini terjadi? gampang sekali, bila seseorang setuju dengan  anda, maka orang tersebut akan memberikan reputasi [BAIK] kalau tidak setuju [BURUK] adalah ganjarannya. Indikator tersebut cukup untuk menentukan apakah seseorang diterima dengan baik atau tidak di suatu komunitas.

Ini berarti anda sangat terikat dengan reputasi.


terimakasih, semoga anda juga tertarik untuk berehipashiko terhadap ajaran TBSN.

Terima kasih sarannya. kalo ada teman  islam ajak LSY murtad gmn ya?


itu adalah fenomena sok suci, banyak orang di dunia ini merasa dirinya lebih suci, lebih pandai, lebih hebat, tetapi sesungguhnya kosong melompong. Santideva mengajarkan untuk selalu bertukar diri dengan orang lain. ajaran sederhana, namun sulit dipraktekkan.

Zaman sekarang gak ada umat Buddha mengaku suci lho, Bahkan Bhikkhu yang mau ngaku dirinya mencapai arahat itupun setelah kematiannya ditinggalkan kaset tuk umat, bahwa dia telah mencapai tingkat kesucian.

Pernahkah bro 4DMIN mendengar, zaman sekarang ada orang yang mengaku dirinya suci?
apakah orang yang mengaku suci itu, sok suci, merasa dirinya lebih pandai, lebih hebat, tetapi sesungguhnya kosong melompong?


Jika ada yang menampar pipi kananku aku akan segera memberikan pipi kirinya telapak kananku, karena dengan demikian hutang karma kita akan segera selesai ditempat. ;D

Offline Mr. pao

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 792
  • Reputasi: 29
  • KeperibadianMuYanGakuSuka
reputasi bro meningkat lho.

aye tambah juga ah
grp sent +1 to 4DMIN.

sering sering diskusi ya.
  :D
Jika ada yang menampar pipi kananku aku akan segera memberikan pipi kirinya telapak kananku, karena dengan demikian hutang karma kita akan segera selesai ditempat. ;D

Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Salam,

Terima kasih sudah berdiskusi. Sudah saya lock. Semoga lain kali bisa berdiskusi yang bersahabat sesuai dengan prinsip2 yang diajarkan Sang Buddha.

Sadhu3x,

Tan

Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Re: Tambahan pertanyaan lagi: Mengenakan topi dalam vihara.
« Reply #94 on: 19 July 2010, 01:07:08 AM »
Kesimpulannya: di dalam Vinaya memang ada larangan bagi seorang bhikkhu mengajar mereka yang memakai tutup kepala (topi), membawa senjata, yang berada di atas kereta, dll.
Namun, kalau seorang turis datang ke vihara (yang dibuka bagi turis tentunya) tentunya ia bukan hendak mendengarkan Dharma, jadi kalau hendak mengenakan tutup kepala tentunya tidak masalah bukan?
Mengenakan pakaian yang pantas sepengetahuan saya tidak diatur dalam Sutta. Hanya saja dalam Vinaya memang ada aturan khusus jubah bagi bhikkhu (civara). Jadi sebenarnya tidak ada aturan berpakaian bagi umat awam (terutama bagi yang non Buddhis).

Dengan demikian, sesungguhnya sah-sah saja bagi seorang turis mengenakan pakaian yang agak terbuka memasuki vihara - dalam artian ini tidak bertentangan dengan Dharma.


Jika ada aturan2 tertentu itu bukanlah berasal dari Sutta/ Sutra melainkan demi alasan kepantasan dan kesopanan belaka.

Apakah rekan2 di sini setuju? Bila sudah setuju akan saya lock.

Salam hormat,

Tan

Offline johan3000

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 11.552
  • Reputasi: 219
  • Gender: Male
  • Crispy Lotus Root
Re: Tambahan pertanyaan lagi: Mengenakan topi dalam vihara.
« Reply #95 on: 19 July 2010, 06:14:45 AM »


apakah yg diatas juga termasuk topi (orang india) ? cuma bentuknya beda tapi fungsi
topi adalah menutupin kepala. apakah orang India ini diminta utk melepas "topi" nya ?

rasanya kurang adil kalau org barat yg pakai topi tidak boleh. Kan itu juga kebudayaan dia.
Nagasena : salah satu dari delapan penyebab matangnya kebijaksanaan dgn seringnya bertanya

Offline Sukma Kemenyan

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.840
  • Reputasi: 109
Bolehkah umat non Buddhis memasuki vihara? - Mohon bantuan tanggapannya
Tambahan pertanyaan lagi: Mengenakan topi dalam vihara.

Maaf, kedua topic diatas saya gabung,
Sekira'nya perlu dilock kembali,
Saya persilahkan

[gmod]Thread Combined[/gmod]

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Kesimpulannya: di dalam Vinaya memang ada larangan bagi seorang bhikkhu mengajar mereka yang memakai tutup kepala (topi), membawa senjata, yang berada di atas kereta, dll.
Namun, kalau seorang turis datang ke vihara (yang dibuka bagi turis tentunya) tentunya ia bukan hendak mendengarkan Dharma, jadi kalau hendak mengenakan tutup kepala tentunya tidak masalah bukan?
Mengenakan pakaian yang pantas sepengetahuan saya tidak diatur dalam Sutta. Hanya saja dalam Vinaya memang ada aturan khusus jubah bagi bhikkhu (civara). Jadi sebenarnya tidak ada aturan berpakaian bagi umat awam (terutama bagi yang non Buddhis).

Dengan demikian, sesungguhnya sah-sah saja bagi seorang turis mengenakan pakaian yang agak terbuka memasuki vihara - dalam artian ini tidak bertentangan dengan Dharma.


Jika ada aturan2 tertentu itu bukanlah berasal dari Sutta/ Sutra melainkan demi alasan kepantasan dan kesopanan belaka.

Apakah rekan2 di sini setuju? Bila sudah setuju akan saya lock.

Salam hormat,

Tan
sepertinya intinya adalah :
Quote
  20. Kemudian para umat beragama Pataligama berkunjung menghadap Sang Buddha : "Kami telah mendengar bahwa Bhante telah tiba di Pataligama."
Kemudian mereka mendekati Sang Bhagava sambil bersujud kepada Beliau dengan hikmad. Kemudian duduk pada salah satu sisi. Lalu mereka berkata kepada Sang Bhagava : "Bhante, dapatkah Bhante mengunjungi kami di ruangan dhammasala?" Sang Bhagava bersikap diam. Dengan sikap diam ini berarti Sang Bhagava menyetujui.

    21. Mengetahui bahwa Sang Bhagava telah setuju, para utusan dari Pataligama bangkit dari tempat mereka, memberi hormat dengan penuh hikmad dan mereka mengundurkan diri. Mereka mempersiapkan segala sesuatu di ruangan Dhammasala, menutupi seluruh lantainya, menyediakan tempat duduk, dan menempatkan sebuah lampu. Sesudah semuanya selesai dipersiapkan, mereka kembali menghadap Sang Bhagava, memberi hormat dengan penuh hikmad dan duduk pada salah satu sisi sambil berkata : "Bhante, ruangan dhammasala dengan lantainya telah ditutupi, dan tempat-tempat duduk telah disiapkan demikian pula sebuah lampu minyak telah disiapkan. Sekarang kami persilakan Bhante untuk menentukan waktu sebagaimana mestinya."

    22. Sang Bhagava lalu mempersiapkan diri, sambil membawa patta dan jubah menuju ke ruangan sidang bersama-sama dengan para bhikkhu. Sesudah mencuci kakinya Sang Bhagava masuk ke ruang Dhammasala dan duduk dekat tiang di tengah-tengah menghadap ke timur. Para bhikkhu sesudah mencuci kaki, juga memasuki ruangan Dhammasala dan duduk dekat dinding sebelah barat, menghadap ke timur, sehingga dengan demikian Sang Bhagava berada di depan mereka. Dan utusan dari Pataligama sesudah mencuci kaki, mereka memasuki ruang Dhammasala lalu duduk dekat dinding sebelah timur menghadap ke barat, sehingga Sang Bhagava berhadapan dengan mereka.
sebisa mungkin orang yang ingin masuk ke vihara menghormati aturan2 vihara tersebut, mau umat agama lain atau umat agama itu sendiri, sama seperti Buddha yang ketika masuk dharmasala beliau mencuci kaki dahulu khan. :D
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male

apakah yg diatas juga termasuk topi (orang india) ? cuma bentuknya beda tapi fungsi
topi adalah menutupin kepala. apakah orang India ini diminta utk melepas "topi" nya ?

rasanya kurang adil kalau org barat yg pakai topi tidak boleh. Kan itu juga kebudayaan dia.

yg tertulis dalam vinaya sptnya bukan "topi" melainkan "penutup kepala", menurut Johan apakah gambar itu adalah "penutup kepala"?

Offline Mahadeva

  • Sebelumnya: raynoism
  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 602
  • Reputasi: 10
  • Gender: Male
Salam,

Ini ada pertanyaaan "Bolehkah umat non Buddhis memasuki vihara?" Bagaimana pendapat teman2 sekalian?
Memasuki vihara di sini dalam artian bukan untuk berpuja bakti, melainkan sekedar melihat2.
Persyaratan2 apakah yang harus dipatuhinya?
Haruskah ia turut melepas alas kaki jika memasuki vihara?

Mohon rujukannya berdasarkan Tipitaka/ Tripitaka. Mohon maaf tanggapannya jangan pendapat pribadi. Sudilah kiranya berdasarkan Tipitaka/ Tripitaka karena argumen nanti yang saya berikan harus kuat.

Salam hormat selalu, Namaste,

Tan

boleh kok, mengenal ajaran buddha itu banyak jalannya, bisa dengan jalan jadi turis dulu.
kalau non buddhis tidak boleh masuk vihara malah aneh, ada tulisan, "Selain buddhis dilarang masuk" ha4

biasanya turis kalau disuruh lepas sepatu atau cuci kaki dulu, mereka juga mau kok, jarang yang protes. saya rasa di agama lain apapun apakah ada larangan lepas sepatu dan cuci kaki?


Offline 4DMYN

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 428
  • Reputasi: -4

mengapa demikian ini terjadi? gampang sekali, bila seseorang setuju dengan  anda, maka orang tersebut akan memberikan reputasi [BAIK] kalau tidak setuju [BURUK] adalah ganjarannya. Indikator tersebut cukup untuk menentukan apakah seseorang diterima dengan baik atau tidak di suatu komunitas.

Ini berarti anda sangat terikat dengan reputasi.
gue sangat tidak peduli dengan reputasi, kalau mau kasih [BURUK] 100x juga saya gak bakal peduli.

Quote

terimakasih, semoga anda juga tertarik untuk berehipashiko terhadap ajaran TBSN.

Terima kasih sarannya. kalo ada teman  islam ajak LSY murtad gmn ya?
saya persilahkan teman islam itu untuk berehipashiko, btw kalau LSY pindah agama jadi islam, saya akan cari guru agama Buddha yang lain.

Quote


itu adalah fenomena sok suci, banyak orang di dunia ini merasa dirinya lebih suci, lebih pandai, lebih hebat, tetapi sesungguhnya kosong melompong. Santideva mengajarkan untuk selalu bertukar diri dengan orang lain. ajaran sederhana, namun sulit dipraktekkan.

Zaman sekarang gak ada umat Buddha mengaku suci lho, Bahkan Bhikkhu yang mau ngaku dirinya mencapai arahat itupun setelah kematiannya ditinggalkan kaset tuk umat, bahwa dia telah mencapai tingkat kesucian.
pernah dengar nama Maha Boowa? beliau tuh mengaku mencapai arahat ketika dia masih hidup. bagaimana pendapat anda mengenai beliau?

Quote
Pernahkah bro 4DMIN mendengar, zaman sekarang ada orang yang mengaku dirinya suci?
apakah orang yang mengaku suci itu, sok suci, merasa dirinya lebih pandai, lebih hebat, tetapi sesungguhnya kosong melompong?
secara tersirat, saya merasa ada orang disini yang lebih suci, lebih pandai, dan lebih hebat karena memiliki guru lebih terkenal yang silsilahnya mentereng :)

Offline Peacemind

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 970
  • Reputasi: 74
Kesimpulannya: di dalam Vinaya memang ada larangan bagi seorang bhikkhu mengajar mereka yang memakai tutup kepala (topi), membawa senjata, yang berada di atas kereta, dll.
Namun, kalau seorang turis datang ke vihara (yang dibuka bagi turis tentunya) tentunya ia bukan hendak mendengarkan Dharma, jadi kalau hendak mengenakan tutup kepala tentunya tidak masalah bukan?
Mengenakan pakaian yang pantas sepengetahuan saya tidak diatur dalam Sutta. Hanya saja dalam Vinaya memang ada aturan khusus jubah bagi bhikkhu (civara). Jadi sebenarnya tidak ada aturan berpakaian bagi umat awam (terutama bagi yang non Buddhis).

Dengan demikian, sesungguhnya sah-sah saja bagi seorang turis mengenakan pakaian yang agak terbuka memasuki vihara - dalam artian ini tidak bertentangan dengan Dharma.


Jika ada aturan2 tertentu itu bukanlah berasal dari Sutta/ Sutra melainkan demi alasan kepantasan dan kesopanan belaka.

Apakah rekan2 di sini setuju? Bila sudah setuju akan saya lock.

Salam hormat,

Tan
sepertinya intinya adalah :
Quote
  20. Kemudian para umat beragama Pataligama berkunjung menghadap Sang Buddha : "Kami telah mendengar bahwa Bhante telah tiba di Pataligama."
Kemudian mereka mendekati Sang Bhagava sambil bersujud kepada Beliau dengan hikmad. Kemudian duduk pada salah satu sisi. Lalu mereka berkata kepada Sang Bhagava : "Bhante, dapatkah Bhante mengunjungi kami di ruangan dhammasala?" Sang Bhagava bersikap diam. Dengan sikap diam ini berarti Sang Bhagava menyetujui.

    21. Mengetahui bahwa Sang Bhagava telah setuju, para utusan dari Pataligama bangkit dari tempat mereka, memberi hormat dengan penuh hikmad dan mereka mengundurkan diri. Mereka mempersiapkan segala sesuatu di ruangan Dhammasala, menutupi seluruh lantainya, menyediakan tempat duduk, dan menempatkan sebuah lampu. Sesudah semuanya selesai dipersiapkan, mereka kembali menghadap Sang Bhagava, memberi hormat dengan penuh hikmad dan duduk pada salah satu sisi sambil berkata : "Bhante, ruangan dhammasala dengan lantainya telah ditutupi, dan tempat-tempat duduk telah disiapkan demikian pula sebuah lampu minyak telah disiapkan. Sekarang kami persilakan Bhante untuk menentukan waktu sebagaimana mestinya."

    22. Sang Bhagava lalu mempersiapkan diri, sambil membawa patta dan jubah menuju ke ruangan sidang bersama-sama dengan para bhikkhu. Sesudah mencuci kakinya Sang Bhagava masuk ke ruang Dhammasala dan duduk dekat tiang di tengah-tengah menghadap ke timur. Para bhikkhu sesudah mencuci kaki, juga memasuki ruangan Dhammasala dan duduk dekat dinding sebelah barat, menghadap ke timur, sehingga dengan demikian Sang Bhagava berada di depan mereka. Dan utusan dari Pataligama sesudah mencuci kaki, mereka memasuki ruang Dhammasala lalu duduk dekat dinding sebelah timur menghadap ke barat, sehingga Sang Bhagava berhadapan dengan mereka.
sebisa mungkin orang yang ingin masuk ke vihara menghormati aturan2 vihara tersebut, mau umat agama lain atau umat agama itu sendiri, sama seperti Buddha yang ketika masuk dharmasala beliau mencuci kaki dahulu khan. :D

Setuju dengan saudara Ryu. Dalam Nāgitasutta, Samyuttanikāya, juga ada cerita yang menunjukkan pentingnya menghormati peraturan2 vihara. Diceritakan ada sekelompok brahmana datang menemui Sang Buddha. Sesampainya di tempat di mana Sang Buddha bertempat tinggal, mereka membuat suara2 gaduh. Sang Buddha mengkritik mereka seperti para penjual ikan yang sedang menawarkan ikan2nya. Vihara adalah tempat yang seharusnya mengutamakan kesunyian. Mereka yang datang ke vihara baik turis maupun buddhis seharusnya menghormati peraturan2 vihara. Disetiap vihara biasanya ada penjaganya. Mereka yang datang ke vihara hendaknya bertanya kepada penjaga tersebut peraturan2 yang harus dilakukan selama memasuki vihara, dan tentu tugas penjaga untuk menerangkan peraturan2 tersebut Dalam Culagosingasutta, karena ketidak-tahuannya siapa yang datang, penjaga hutan di mana bhikkhu Anurudha dan dua bhikkhu lainnya bermeditasi melarang Sang BUddha untuk memasuki hutan tersebut karena bisa menganggu ketenangan para bhikkhu di hutan tersebut.

Satu cerita dalam Ambaṭṭhasutta juga kurang lebih menunjukkan pentingnya menaati peraturan dalam vihara. Dikatakan ketika brahmana muda Ambaṭṭha menemui Sang Buddha, sementara Sang Buddha duduk, ia hanya berjalan mondar-mondir sambil bicara. Sang Buddha kemudian bertanya, 'Ambaṭṭha, apakah anda bertingkah seperti ini ketika berbicara dengan brahmana pandai, guru dari para guru, seperti apa yang anda lakukan terhadap saya?' Kemudian Ambaṭṭha memberikan alasan mengapa ia bertingkah seperti itu di depan Sang Buddha. Ia bertingkah demikian karena menurut pengalamannya ketika ia datang di antara para sakya, mereka hanya berbicara di antara mereka  dan tampak tidak menghormati brahmana yang datang sesuai dengan apa yang harus diberikan kepada seorang brahmana. Sang Buddha kemudian berkata, "Ambaṭṭha,, burung puyuh sekalipun bisa berbicara sesuka hatinya di sarangnya. Kapilavatthu adalah rumah para sakya. Mereka tidak seharusnya mendapatkan celaan hanya karena hal kecil itu. Cerita ini menunjukkan bahwa ketika kita berada di rumah atau tempat orang lain, hendaknya kita menghormati peraturan2 mereka. Ini juga berlaku kepada penganut agama lain yang memasuki vihara.

Mettacittena.

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Kisah Teman-teman Visakha
 
 
 DHAMMAPADA XI, 1
 

        Terdapat 500 orang pria dari Savatthi, mereka mengharapkan istri-istrinya menjadi orang yang murah hati, baik hati dan bersusila seperti Visakha. Kelima-ratus pria tersebut mengirim para istrinya kepada Visakha agar menjadi teman dekat Visakha. Pada pesta Bacchanalian yang berlangsung salama 7 hari, istri-istri tersebut mengambil semua minuman keras yang ditinggalkan suami mereka dan kemudian meminumnya tanpa diketahui oleh Visakha. Karena perbuatan yang tidak baik itu, mereka dipukuli oleh suami mereka. Pada keajadian lainnya, dikatakan bahwa mereka hendak mendengarkan khotbah Sang Buddha, mereka memohon agar Visakha membawa mereka kepada Sang Buddha, tetapi secara diam-diam mereka masing-masing membawa sebotol kecil minuman keras yang disembunyikan dalam bajunya.

        Pada saat tiba di vihara, mereka meminum semua minuman keras yang mereka bawa dan membuang botol-botol tersebut. Visakha memohon kepada Sang Buddha untuk mengajarkan Dhamma kepada mereka. Pada saat itu, para wanita menjadi mabuk, bernyanyi, menari, bertepuk tangan, melompat-lompat di dalam vihara. Sang Buddha melihat Mara yang membuat tingkah laku yang memalukan wanita-wanita tersebut.

        Sang Buddha berkata pada diri sendiri, "Mara tidak boleh diberi kesempatan".

        Oleh karena itu, tubuh Sang Buddha memancarkan sinar biru gelap yang menyebabkan wanita-wanita tersebut ketakutan dan mulai sadar. Kemudian Sang Buddha menghilang dari tempat duduknya dan berdiri diatas Gunung Meru, dari tempat itu Beliau memancarkan sinar putih yang menerangi langit bagaikan diterangi seribu bulan.

        Setelah itu Sang Buddha berkata kepada kelima ratus wanita tersebut, "Sebagai wanita, kalian tidak seharusnya datang ke vihara dalam keadaan batin tidak sadar. Karena kalian telah lalai, Mara mendapat kesempatan membuat kalian berkelakuan yang memalukan, tertawa, menyanyi keras-keras dalam vihara. Sekarang berusahalah untuk memadamkan api hawa nafsu yang terdapat dalam diri kalian".

        Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 146 berikut:

Mengapa tertawa, mengapa bergembira kalau dunia ini selalu terbakar? Dalam kegelapan, tidakkah engkau ingin mencari terang?

        Lima ratus wanita itu mencapai tingkat kesucian sotapatti setelah khotbah Dhamma berakhir.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline Mr. pao

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 792
  • Reputasi: 29
  • KeperibadianMuYanGakuSuka

gue sangat tidak peduli dengan reputasi, kalau mau kasih [BURUK] 100x juga saya gak bakal peduli.


Semoga 4DMIN tidak menderita atas reputasinya.


saya persilahkan teman islam itu untuk berehipashiko, btw kalau LSY pindah agama jadi islam, saya akan cari guru agama Buddha yang lain.


Jika ada aliran sesat mengajak2 teman TBSN untuk masuk ke alirannya, bagaimana 4DMIN harus bersikap?


pernah dengar nama Maha Boowa? beliau tuh mengaku mencapai arahat ketika dia masih hidup. bagaimana pendapat anda mengenai beliau?


Ada referensinyakah ?


secara tersirat, saya merasa ada orang disini yang lebih suci, lebih pandai, dan lebih hebat karena memiliki guru lebih terkenal yang silsilahnya mentereng :)


Saya tidak merasa sini ada orang suci koq, jika 4DMIN merasakannya, itu hanya rasa kekaguman berlebihan 4DMIN pada orang tersebut dan itu juga dari efek kebesaran ajaran Sang Buddha, sehingga kebijakan umat Buddha melebihi kebijakan ajaran lainnya.
Jika ada yang menampar pipi kananku aku akan segera memberikan pipi kirinya telapak kananku, karena dengan demikian hutang karma kita akan segera selesai ditempat. ;D

Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Terima kasih banyak,

Locknya dibuka lagi. Ternyata hari ini ada masukan baru. Saya send thank you untuk Sdr. Ryu karena telah memberikan kutipan Sutta.

 [at] Ryu:
Saya baca bahwa para hadirin mencuci kaki sebelum memasuki Dhammasala. Mungkin ini dapat dianggap sebagai aturan dalam memasuki vihara. Dalam artian memang ada aturan2 tertentu yang perlu dijalankan sebelum memasuki Dhammasala. Namun timbul pertanyaan lagi pada saya, apakah ini sebenarnya merupakan tradisi di zaman itu. Yakni apabila kita memasuki sesuatu tempat yang dianggap suci, maka kita wajib mencuci kaki. Mengingat jalan itu banyak jalan yang belum diaspal, sehingga debu mudah sekali menempel pada kaki saat kita berjalan. Sebagai tambahan, dalam tradisi Jawa juga ada kebiasaan melepas alas kaki saat memasuki rumah orang lain. Oleh karena itu, apakah kebiasaan ini adalah sekedar tradisi dan tidak masuk dalam Dhamma dan Vinaya?

Dalam kutipan Dhammapadaatthakata di atas, memang nampak jelas Buddha tidak setuju dengan tingkah pada wanita yang hendak mabuk-mabukan di atas. Oleh karenanya, saya memandang bahwa kutipan dari Dhammapadaatthaka di atas lebih jelas dan tegas dalam hal memperlihatkan bahwa Buddha memang tidak setuju dengan perlakukan yang kurang layak di vihara.
Beliau bahkan menyatakan bahwa Mara tidak sepantasnya masuk vihara. Oleh karenan itu, saya menyimpulkan baik orang Buddhis maupun non Buddhis yang hendak mengacau memang tidak sepantasnya diperbolehkan masuk vihara.
Bagaimana tanggapan rekan-rekan sekalian?

Salam hormat,

Ivan T.