Nah disini bro sudah mencoba menjelaskan kasus YA Ananda dengan akal sehat yg padahal secara kasat mata adalah pelanggaran vinaya. Karena saat itu ada dua penduduk/banyak orang menyaksikan parinibanna YA Ananda dan tampaknya mereka tau disanalah YA Ananda akan meninggal.
Demikian yang bhikkhu yg menggorok leher yg secara kasat mata menyalahi aturan dan lagi2 bro membuat permakluman terhadap vinaya yang seharusnya secara kasat mata.
Anda sendiri mengatakan yang penting adalah pikiran , apa bedanya tulus menolong wanita yg dalam keadaan krisis dan kebetulan hanya ada bhikkhu itu . ? sepertinya adanya keberpihakan terhadap menilai situasi kehidupan...
Kalau bhikkhu berbaris sebagai membuat jasa penyebrangan adalah penyalahgunaan . Makannya saya bilang lihat case by case. Ada hal yg bisa dikendurkan ada hal yg diteguhkan bila diperlukan. Makanya saya bilang menjalankan sila harus dengan panna bukan hantam kromo. Kalau contoh yang mengada2 seperti buat jasa penyebrangan apakah itu sesuai sila/vinaya dan panna?
Kalau gitu ada wanita kecebur saat itu hanya bhikkhu yg bisa menolong diemin aja yak....karena nanti melanggar vinaya...vinaya lebih tinggi daripada nilai Dhamma sebenarnya. . Jadi sekarang Anda memilih vinaya kasat mata atau Vinaya batin yg sesuai dengan Dhamma.
Smoga bisa melihat perbedaannya.
YA. Ananda menggunakan iddhi untuk memasuki Parinibbana. Bukannya menggunakan iddhi untuk memamerkan kesaktian kepada para penduduk. Bhikkhu Arahanta yang menggorok leher adalah bhikkhu yang memasuki Parinibbana dengan pisau. Dalam hal ini, pisau dan iddhi adalah metode.
Coba bandingkan dengan seorang yang membakar dirinya untuk masuk Guiness Book of Records; dan seorang yang membunuh dirinya karena terbelit hutang finansial. Saya pikir Anda sudah tahu bedanya, tapi masih mempermasalahkan perbuatan fisik jasmaninya.
Betul. Kita harus melihat kasus per kasus. Contoh bhikkhu yang menyediakan jasa penyeberangan memang contoh kasus penyalahgunaan. Tapi itu yang hendak saya sampaikan. Jika Vinaya dikendurkan, banyak yang bisa berdalih dan berlindung di bawah "Ayat Jurnal Penyesuaian Vinaya".
Saya bukan bagian dari Sangha. Karena itu, argumen saya tidak bisa dijadikan sebagai referensi yang cukup sahih atas contoh kasus ini. Menurut saya, seorang bhikkhu yang dengan sadar melakukan perbuatan yang tak selaras dengan Vinaya, apapun alasannya; adalah tetap melakukan pelanggaran Vinaya. Setelah disahkan melakukan pelanggaran Vinaya, kemudian sidang Sangha yang akan memutuskan apakah bhikkhu itu dihukum berat, dihukum ringan, atau dibebaskan dari hukuman.
Sudah saya lihat perbedaannya.