spt yg tertulis pada topik, hal ini masih membuat saya ragu sampai saat ini.. banyak paritta pali dimana kata "ca" sering d baca menjadi "ce". hal ini paling sering d jumpai pada pembacaan karaniya metta sutta. dl, guru saya pernah blg kalau pembacaan paritta menggunakan "ce" it adalah pembacaan paritta yang salah. namun, belum lama ini, saya pernah sekilas membaca tulisan seorang bante dlm facebook yg mengatakan kalau pembacaan dgn "ce" it ga salah.. jd sbnrnya pembacaan "ca" menjadi "ce" it bnr ato salah sih? mohon pencerahannya.. ^^
Sebenarnya pembacaan 'ca' menjadi 'ce' adalah pembacaan paritta dan sutta ala Sri Lanka. Ini dibaca demikian untuk membedakan antara ca pendek (ca) dan ca panjang (cā). Kalau cā, di Sri Lanka dibaca ca. Sebagai contoh, kalimat 'Mettañca sabbalokasmiṃ, mānasaṃ bhāvaye aparimāṇaṃ' akan terbaca di Sri Lanka sebagai, 'Mettañce sabbelokasmiṃ, manesaṃ bhaveye eperimaṇaṃ. Karena di Indonesia pada awalnya memang diajar membaca paritta dari Sri Lanka khususnya dengn kedatangan Bhikkhu Narada dari Sri Lanka ke Indonesia, cara pembacaan ini masih mempengaruhi beberapa umat BUddha di Indonesia. Setelah beberapa orang ditahbis di Thailand dan banyak umat Buddha condong kepada tradisi Theravāda dari Thailand, pembacaan paritta pun dipengaruhi oleh tradisi Thailand, yakni ca tetap dibaca ca namun pendek, dan cā dibaca ca panjang.
Namun demikian, jika kita belajar bahasa Pāli, terus terang saya pribadi lebih senang menggunakan cara pembacaan ala Sri Lanka karena a pendek (a) dan a panjang (ā) terdengar beda dan memang ditekankan. Namun, untuk tradisi Thailand, a dan ā terkadang terdengar sama sehingga sulit untuk membedakan kecuali jika mereka menggunakan pembacaan sarabhañña.
Be happy.