//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Aduh.... embel2 Buddha nya nggak ketinggalan... ( Dee menggugat cerai Marcell ? )  (Read 19308 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline williamhalim

  • Sebelumnya: willibordus
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.869
  • Reputasi: 134
  • Gender: Male
Quote
Kamis, 10/07/2008 10:49 WIB
Marcell Digugat Cerai Dewi Lestari
Amelia Ayu Kinanti - detikhot


Dewi, Marcell (ebi/hot)

Jakarta Keretakan rumah tangga pasangan musisi Marcell dan Dewi Lestari ternyata bukan hanya gosip. Dewi sudah menggugat cerai Marcell ke Pengadilan Negeri Bale Endah, Bandung.

Menurut seorang petugas Pengadilan Negeri yang enggan disebutkan namanya, sidang gugatan cerai Marcell-Dewi berlangsung Selasa (8/7/2008) lalu. "Memang ada agenda sidangnya kemarin, tapi saya tidak lihat Dewi Lestari atau Marcell," jelas si petugas saat dihubungi detikhot melalui telepon, Kamis (10/7/2008).

Sidang gugatan cerai yang masih mengagendakan mediasi itu akan dilanjutkan kembali pada Selasa (15/7/2008) mendatang. Agenda sidang pasangan yang menganut keyakinan Budha itu masih mediasi.

Pada pertengahan Juni 2008 lalu memang beredar kabar kalau pernikahan Marcell dan Dewi Lestari di ambang kehancuran. Marcell yang ditemui di sebuah acara pada 17 Juni silam mengakui kalau ia dan Dewi pisah rumah.

Namun saat itu Marcell mengelak rumah tangganya yang telah dikaruniai dua anak itu bermasalah. Pelantun 'Semusim' tersebut hanya mengatakan kalau ia memang tengah punya banyak kesibukan di Jakarta sehingga memilih tinggal di rumah mereka di ibukota.(eny/eny)

Kita sebagai umat Buddha harus sedapat mungkin mempraktikkan Buddhism ke segenap aspek kehidupan kita.
Apalagi jika posisi kita adalah public figure, pemimpin, boss, atau orang2 terkemuka.

::
« Last Edit: 11 July 2008, 11:35:59 AM by Felix Thioris »
Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

Offline Lily W

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.119
  • Reputasi: 241
  • Gender: Female
Re: Aduh.... embel2 Buddha nya nggak ketinggalan...
« Reply #1 on: 10 July 2008, 11:26:31 AM »
Mereka (Dewi & Marcell) adalah putthujjana.... oh...putthujjana...

Anicca, Dukkha & Anatta...

_/\_ :lotus:
~ Kakek Guru : "Pikiran adalah Raja Kehidupan"... bahagia dan derita berasal dari Pikiran.
~ Mak Kebo (film BABE) : The Only way you'll find happiness is to accept that the way things are. Is the way things are

Offline Lily W

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.119
  • Reputasi: 241
  • Gender: Female
Re: Aduh.... embel2 Buddha nya nggak ketinggalan...
« Reply #2 on: 10 July 2008, 11:28:31 AM »
Btw... jangan-jangan Marcell mau jadi Bhante... ;D

Semoga....Semoga...Semoga....

_/\_ :lotus:
~ Kakek Guru : "Pikiran adalah Raja Kehidupan"... bahagia dan derita berasal dari Pikiran.
~ Mak Kebo (film BABE) : The Only way you'll find happiness is to accept that the way things are. Is the way things are

Offline morpheus

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.750
  • Reputasi: 110
  • Ragu pangkal cerah!
Re: Aduh.... embel2 Buddha nya nggak ketinggalan...
« Reply #3 on: 10 July 2008, 01:40:50 PM »
ada celebriti yg jadi buddhis, mau
ada celebriti buddhis yg cerai, gak mau
di dunia gak bisa mau yg baik2nya melulu, menolak yg gak menyenangkan

harapan, ide2, keinginan2 yg gak sesuai sama realita
maunya sih celebriti buddhis perfect
maunya sih buanyak celebriti yg buddhis
maunya sih celebriti buddhis jadi corong penyebaran dhamma
maunya... maunya...
tapi realitanya lain
itulah dukkha

moga2 marcell dan dewi bahagia
gak terbebani label2 artis dan buddhisnya...
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

Offline tula

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 482
  • Reputasi: 24
Dee Menggugat Cerai Marcell ?
« Reply #4 on: 11 July 2008, 10:27:48 AM »
skilat inpo ...

Code: [Select]
http://www.jawapos.com/halaman/index.php?act=detail&nid=11128

Quote
Pernikahan musisi, Dewi "Dee" Lestari dan Marcellius Kirana Hamonanga Siahaan di ambang kehancuran. Dee ternyata menggugat cerai suaminya dan sidang perdana mereka sudah berlangsung pada Selasa (8/7) lalu di Pengadilan Negeri Bale, Bandung.

Kabar bahwa rumah tangga mereka sedang tidak harmonis memang sudah terdengar sejak Juni 2008. Namun, ketika ditemui di studio Erwin Gutawa, akhir Juni lalu, Marcell enggan berterus terang.

Pada kesempatan lain, ketika disinggung jarang bersama dengan Dee, Marcell mengaku sedang sibuk. Dengan demikian, peluang untuk jalan bersama sangat sedikit. "Kami jarang bersama karena kesibukan saja," ucapnya, saat itu.

Dee menggugat cerai Marcell pada 27 Juni 2008 lalu dengan alasan pertengkaran di antara keduanya sering terjadi. Sementara, hakim dari pengadilan terkait sedang mengupayakan perdamaian.(gen/tia)

jadi info tainment xixixixixixi  :whistle:

Offline Lily W

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.119
  • Reputasi: 241
  • Gender: Female
Re: Dee Menggugat Cerai Marcell ?
« Reply #5 on: 11 July 2008, 11:29:46 AM »
Anicca...Dukkha...Anatta....

_/\_ :lotus:
~ Kakek Guru : "Pikiran adalah Raja Kehidupan"... bahagia dan derita berasal dari Pikiran.
~ Mak Kebo (film BABE) : The Only way you'll find happiness is to accept that the way things are. Is the way things are

Offline xing

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 43
  • Reputasi: 2
  • Gender: Male
Katanya udah mempelajari buddhis dalam kehidupan mereka sehari-hari, koq masih bisa cerai yah? pernah ngikutin seminar mereka berdua tentang ketertarikan mereka tentang buddhis, waktu itu keliatannya soulmate banget.Ternyata.....????
Memang bener kata Buddha "segala sesuatu yang berkondisi itu tidak kekal"
Mudah2an mereka berdua menemukan jalan yang terbaik
"MAY ALL OF U BE HAPPY"

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
waktu di seminar sih soulmate banget... tapi sekarang sudah bukan hehehehe
There is no place like 127.0.0.1

Offline xing

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 43
  • Reputasi: 2
  • Gender: Male
Kasian anak mereka yah??? siapa namanya?? kalo ga sala avalokita siapa gitu
"MAY ALL OF U BE HAPPY"

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Katanya udah mempelajari buddhis dalam kehidupan mereka sehari-hari, koq masih bisa cerai yah? pernah ngikutin seminar mereka berdua tentang ketertarikan mereka tentang buddhis, waktu itu keliatannya soulmate banget.Ternyata.....????
Memang bener kata Buddha "segala sesuatu yang berkondisi itu tidak kekal"
Mudah2an mereka berdua menemukan jalan yang terbaik
Bukankah itu adalah Dukkha?Mungkin mereka sudah "sadar" akan dukkha yang membelenggu :)
Dan memang benar kata anda,"Segala sesuatu tidak Kekal atau Segala sesuatu tidak pasti"

Salam,
Riky
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline Hendra Susanto

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.197
  • Reputasi: 205
  • Gender: Male
  • haa...
sapa tau pada mao betapa


Offline xing

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 43
  • Reputasi: 2
  • Gender: Male
Setuju Bung Riky...........
"MAY ALL OF U BE HAPPY"

Offline Adhitthana

  • Sebelumnya: Virya
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.508
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
kalo terjadi perceraian .......
berarti ikatan jodoh sudah abis  ....  :-?  ~X(
gitu aja kok repoott ....  :hammer:

tapi apa kita pasrah dgn ikatan jodoh??  .. segala sesuatunya kahn kita yg menentukan ?   ::)

aahhh .... bingung jugaa ..  :o :o :o
  Aku akan mengalami Usia tua, aku akan menderita penyakit, aku akan mengalami kematian. Segala yang ku Cintai, ku miliki, dan ku senangi akan Berubah dan terpisah dariku ....

Offline williamhalim

  • Sebelumnya: willibordus
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.869
  • Reputasi: 134
  • Gender: Male
tapi apa kita pasrah dgn ikatan jodoh??  .. segala sesuatunya kahn kita yg menentukan ?   ::)

aahhh .... bingung jugaa ..  :o :o :o

Bro Virya yg baik,
Bro Virya bingung sendiri dengan kalimat: "Segala sesuatu kita yg menentukan, tapi mesti pasrah pada jodoh"

Memang kalimat tersebut jika dibaca sepintas lalu akan menjadi membingungkan, terkesan bertolak belakang.

Untuk memahami kalimat tersebut, mesti dilihat dari pemahaman hukum "Sebab Akibat".

Untuk faktor "Sebab", memang benar, segala sesuatu, kitalah yg menentukan.
Apapun yg kita pikirkan, apapun yg kita perbuat akan berbuah nanti suatu saat.
Seberapa kuat harapan yg kita tanamkan terhadap suatu hasil, akan menjadi energi potensil yg suatu saat akan berbuah.

Sedangkan untuk faktor "Akibat", bukan kita yg menentukan.
"Akibat" / effect, adalah suatu hasil dari banyak kondisi yg berpadu.
Semua kamma lampau kita ditambah kondisi lingkungan akan bersatu padu dan menghasilkan suatu akibat jika kondisinya pas. Ini ibarat menanam pohon apel, buah apel mulai timbul diakibatkan oleh akumulasi banyak faktor: bibit, pupuk, tanah, air, cuaca, sinar matahari, dan kondisi2 lainnya.

Pada kasus Marcell dan Dewi, guliran kamma vipaka (secara umum) yg dapat kita renungkan, sbb:
~ vipaka: pertemuan 2 insan, kamma: ingin kenalan, vipaka: sudah kenal, masa2 berpacaran, kamma: keinginan untuk menikah, vipaka: pernikahan, kehidupan berumah tangga kamma: harapan/ekspektasi yg ditanamkan terhadap pasangan masing2, vipaka: harapan itu tidak terpenuhi, kamma: keinginan untuk bercerai, vipaka: perceraian, selanjutnya akan timbul kamma baru terhadap perceraian ini dan ditimpali oleh vipaka lagi... begitu seterusnya.... kamma vipaka kamma vipaka kamma vipaka.... tiada habisnya.

Kesimpulannya:
~ Sebab / Reaksi / Kamma, mutlak ditentukan oleh diri kita sendiri, berada sepenuhnya dibawah kontrol kita
~ Akibat / Effect / Vipaka, tidak berada dibawah kontrol kita, terjadi atas banyak paduan penyebab.

Point yg terpenting bagi seorang Buddhis adalah menjaga / memanage reaksi (kamma) atas akibat (vipaka) yg menimpa kita.

::

« Last Edit: 12 July 2008, 08:55:10 AM by willibordus »
Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Quote
Sebab / Reaksi / Kamma, mutlak ditentukan oleh diri kita sendiri, berada sepenuhnya dibawah kontrol kita
Kalau kita diam?

Salam,
Riky
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline williamhalim

  • Sebelumnya: willibordus
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.869
  • Reputasi: 134
  • Gender: Male
Quote
Sebab / Reaksi / Kamma, mutlak ditentukan oleh diri kita sendiri, berada sepenuhnya dibawah kontrol kita
Kalau kita diam?

Salam,
Riky


diam banyak artinya, 'diam' yg mana dulu...

::
Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
"diam"=tidak berbuat apa2,hanya sebatas "mengamati" apa yang terjadi...

Salam,
Riky
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline san

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 475
  • Reputasi: 35
Apakah klo pake embel2x agama Buddha, beritanya bisa lebih laku ya???

be happy ^^

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Mana ada hubungannya.....Namanya juga artis cerai ya wajar saja kalau banyak yang cari kabarnya....
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline Adhitthana

  • Sebelumnya: Virya
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.508
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
Point yg terpenting bagi seorang Buddhis adalah menjaga / memanage reaksi (kamma) atas akibat (vipaka) yg menimpa kita.



Thanks  ..... ko willi   _/\_

Kita memang berputar di roda samsara selama tak terhitung ber-kalpa2, tidak mengetahui kapan kamma baik/buruk akan berbuah sewaktu-waktu.
Dihidupan saat ini kita bisa mengenal Buddha Dhamma adalah Berkah Utama.
Dikehidupan ini ada kesempatan berbuat kebajikan harus segera di lakukan, tidak peduli luasanya lautan tapi bila tiap hari ditetesan air garam, lautpun akan asin juga  ;D ( eeh ... laut khan udah asin  :hammer: mao puitis malah jd janggal  :)), tapi gpp daaahh .....  ;) )

  Aku akan mengalami Usia tua, aku akan menderita penyakit, aku akan mengalami kematian. Segala yang ku Cintai, ku miliki, dan ku senangi akan Berubah dan terpisah dariku ....

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Apa gara2nya Dee sudah mencapai Nibana nich :))
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline williamhalim

  • Sebelumnya: willibordus
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.869
  • Reputasi: 134
  • Gender: Male
"diam"=tidak berbuat apa2,hanya sebatas "mengamati" apa yang terjadi...

Salam,
Riky

Kita telah terbiasa untuk 'terlarut' dalam setiap gejolak batin kita. Ketika marah, kita tidak sadar dan menuruti hawa nafsu amarah. Ketika lahan parkir di mall penuh dan pas ada space kosong, kita buru2 'ingin' merebut space tsb sebelum didahului mobil lainnya, pada saat itu kita tidak 'menyadari' hawa nafsu kita.

Untuk bisa 'sadar' kita melatih diri sedikit demi sedikit. Mula2 lewat meditasi duduk, mengamati -hanya mengamati- setiap reaksi batin yg timbul. Sembari itu kita bisa mulai menerapkan dalam kehidupan keseharian kita. Mula2 kita bisa 'sadar' hanya sekali atau dua kali sehari. Itu sudah bagus. Selanjutnya bisa ditingkatkan.

 [at]  Riky Dave,
Bro Riky menulis:

"bagaimana dengan Diam (tidak berbuat apa2, hanya sebatas mengamati apa yg terjadi)"

Sy pikir tindakan 'diam' (tidak berbuat apa2) yg dimaksud diatas tidak bermanfaat.
Sebagai Buddhis, kita perlu aktif dalam keseharian kita. Kita perlu aktif berbuat kebaikan, menjalankan peranan kita sebaik2nya. Misalnya: segbagai ahli meditasi akan melatih meditasi, sebagai guru akan mengajar dengan aktif, sebagai polisi akan menjalankan tugas dengan baik, jika sebagai pemimpin perusahaan maka akan memimpin dengan bijaksana, dll.

Tapi 'diam' dalam arti: "batin yg diam, tidak bereaksi terhadap keadaan yg timbul", maka pengertian 'diam' ini masih dapat dimengerti. "Diam" ini artinya batin kita tidak terlarut dalam suasana, batin kita tenang, seimbang, tidak gampang dipengaruhi, tidak mudah dirangsang.

"Diam" tanpa melakukan apa2 dan mengamati peristiwa yg sedang terjadi, bukanlah suatu tindakan yg bagus. Sikap demikian disebut "tidak mau tau" / "masa bodoh".

Inti ajaran para Buddha adalah:

"Perbanyak kebaikan,
Kurangi kejahatan,
Sucikan pikiran"

Salam,
willi

::
Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Quote
Sy pikir tindakan 'diam' (tidak berbuat apa2) yg dimaksud diatas tidak bermanfaat.
Sebagai Buddhis, kita perlu aktif dalam keseharian kita. Kita perlu aktif berbuat kebaikan, menjalankan peranan kita sebaik2nya. Misalnya: segbagai ahli meditasi akan melatih meditasi, sebagai guru akan mengajar dengan aktif, sebagai polisi akan menjalankan tugas dengan baik, jika sebagai pemimpin perusahaan maka akan memimpin dengan bijaksana, dll
"diam"="tidak berbuat apa2"="mengamati/menyadari batin"="batin tenang" itu maksud saya,bukan "diam"=zombie :)
"Aktif berbuat kebaikan" = Pertanyaan saya,siapa yang aktif ingin berbuat baik?
"Menjalankan peranan kita sebaik2nya" = Apakah manusia itu adalah robot?Misalnya seorang ibu "mengurus anak",jadi kerjanya "seumur hidup" hanya "mengurus anak" karena itu adalah "peranannya" sebagai seorang ibu?

Quote
Tapi 'diam' dalam arti: "batin yg diam, tidak bereaksi terhadap keadaan yg timbul", maka pengertian 'diam' ini masih dapat dimengerti. "Diam" ini artinya batin kita tidak terlarut dalam suasana, batin kita tenang, seimbang, tidak gampang dipengaruhi, tidak mudah dirangsang.
"diam" saya hampir seperti difenisi anda,tapi "berbeda" jauh...Serupa tapi tak sama :)
"diam" artian saya adalah "mengamati/menyadari" gejolak "batin" yang tidak bisa "diam" dan selalu tidak "tenang" dan "mudah dirangsang/memberi respon" seperti bau,tubuh akan "menutup hidung" karena bau...

Quote
"Diam" tanpa melakukan apa2 dan mengamati peristiwa yg sedang terjadi, bukanlah suatu tindakan yg bagus. Sikap demikian disebut "tidak mau tau" / "masa bodoh".
"tidak mau tau" atau "masa bodoh" adalah berbeda dengan "diam" dari maksud saya...
"diam" definisi saya adalah "mengamati/menyadari" apapun yang terjadi baik "didalam" maupun "diluar" diri tanpa "mencekcokinya"...
Cthnya: Jika ada obrolan antara 3orang teman dan anda berada disana,anda hanya "diam"("mengamati/menyadari" tanpa berbuat apa2),disana anda bukan hanya "mengamati/menyadari" "dalam" diri anda sendiri tetapi juga "diluar" diri...
So kembali ke pertanyaan saya yang pertama,"Bagaimana jika "diam"? "

Salam,
Riky


Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline Edward

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.968
  • Reputasi: 85
  • Gender: Male
  • Akulah yang memulai penderitaan ini.....
duh riky, semakin lama, semakin berputar2...
diam menyadari baik di dalam maupun di luar, tanpa melakukan apa2...==> mksd 'diam'?

Seorang Sidharta yang sudah "diam" , sepanjang hidupnya sampai akhir hayat membabarkan dhamma, apakah dia 'diam'?
« Last Edit: 14 July 2008, 12:51:47 AM by Edward »
“Hanya dengan kesabaran aku dapat menyelamatkan mereka....."

Offline CengHauNan

  • Teman
  • **
  • Posts: 55
  • Reputasi: 6
  • Gender: Male
weleh....jadi beneran mau cerai yah? *kirain cuma gosip* :hammer:

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
duh riky, semakin lama, semakin berputar2...
diam menyadari baik di dalam maupun di luar, tanpa melakukan apa2...==> mksd 'diam'?
Seorang Sidharta yang sudah "diam" , sepanjang hidupnya sampai akhir hayat membabarkan dhamma, apakah dia 'diam'?
SB menyempurnakan paraminya(Setahu saya),dan SB sudah SADAR SECARA SEMPURNA,"diamnya" SB itu adalah "padamnya atta" dan yang pasti saya tidak mengetahui batin seorang Buddha,apakah anda mengetahuinya?Sekarang saya mungkin sedang berlatih "diam" dan "menyadari" secara pasif "aku" ini,sedangkan SB itu sudah "diam"(Jika mau diibaratkan maka ,"SB sudah lama berhenti,saya yang masih berlari")...Jadi perbandingannya sangat jauh berbeda,berputar 180 derajat :) ,ketika SB melihat Batin di seluruh dunia utk melihat siapa yang mungkin dapat tercerahkan, apakah SB bergerak kesana kemari?(Mencarinya secara aktif?)Bukankah SB "diam" di tempat dan melihat "batin" orang lain yang ada kemungkinan tercerahkan=melihat secara luar bukan?(Dengan "sesuatu"nya yang tidak mungkin kita bahas bukan?Karena saya sendiri belum mencapai sampai tahap tersebut,dan yang pasti lagi itu termasuk 4hal yang tidak usah dipikir2kan...) :)
Kalau "diam"nya SB itu sudah padam attanya,kalau "diam" yang saya maksud attanya belum padam masih sangat halus sehingga konteks "diam" saya saat ini adalah "menyadarinya/mengamati" secara pasif gerak gerik dr batin itu sendiri...(Dan lama kelamaan,jika kita sudah terbiasa "diam" secara penuh,atta kita pun akan padam,seperti lilin yang ditutupi oleh gelas yang apinya lama kelama2an akan padam juga)
Saya rasa tidak perlu dilanjutkan lagi,karena kita sudah berbeda arah pengertian dan saya mau menjelaskannya pun susah sekali karena keterbatasan kata2 dr saya dan saya jarang membaca buku2 Buddhis yang bisa mempermudah ketika menjelaskan sesuatu :),so back to the topic saja,"Bagaimana jika saya diam?"

Salam,
Riky
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline Edward

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.968
  • Reputasi: 85
  • Gender: Male
  • Akulah yang memulai penderitaan ini.....
masih simpang siur sih.. di infotainment td siang sih kaga da konfirmasi dari yang bersangkutan langsung...(jd ngegossip) ^-^

 [at]  riky, sayang sekali, memank masih terbatas jg sih, kemampuan ane untuk menjelaskan...Y udh lha, nyelem masing aj dah
“Hanya dengan kesabaran aku dapat menyelamatkan mereka....."

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline Sukma Kemenyan

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.840
  • Reputasi: 109
Jargon Ego Arahat bakalan muncul lage negh...

Kira-kira apa ya reaksi seorang arahat ngeliad bangkai dijalan ?
« Last Edit: 14 July 2008, 10:48:07 PM by Kemenyan »

Offline tula

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 482
  • Reputasi: 24
Code: [Select]
http://www.jawapos.com/halaman/index.php?act=detail&nid=11952
Quote
Pernikahan Hanya Batasi Kebahagiaan
Dewi Lestari-Marcell Bicara Perceraian

BEKASI - Detail penyebab retaknya rumah tangga musisi Dewi Lestari dan Marcell tidak bisa diungkapkan. Hanya, mereka menjelaskan, jika dilanjutkan, pernikahan itu hanya akan membatasi kebahagiaan.

Menurut Dewi, tidak ada pihak ketiga, unsur kekerasan, maupun lain sebagainya. "Semua itu kami jalankan dengan baik-baik, dengan dialog. Karena itu, sekarang pun kami bisa masih rukun dan damai dalam menjalani proses perpisahan," ungkapnya saat jumpa pers bersama Marcell di Jati Bening, Bekasi, kemarin (14/7).

Mereka memang masih akrab. Selain sering bercanda, saat mempersilakan wartawan untuk mengambil foto, mereka berpelukan. Lantas, apa yang membuat keduanya sepakat berpisah? "Semuanya sudah masuk dalam pertimbangan kami. Termasuk, anak, keluarga, juga karir. Segala aspek sudah menjadi pertimbangan. Kalau kami jelaskan secara detail, kami nggak yakin akan dipahami," ujar Dewi. "Alasan paling mendasar, pertumbuhan kami secara pribadi membuat kami berada di dua jalur berbeda," paparnya.

Marcell menambahkan, jika rumah tangga tersebut dilanjutkan, bisa timbul konflik dan berdampak kepada keluarga besar. "Mungkin sudah dua tahun (mempertimbangkan untuk berpisah dengan Dewi, Red)," imbuhnya.

Soal perbedaan tersebut, lanjut Dewi, jika dijelaskan bisa menghabiskan waktu sehari semalam. "Pasang lagu Titanic dan kami curhat, mungkin harus begitu," timpal Marcell. Dia mengaku dalam hatinya tidak ingin berpisah.

Selama dua tahun yang tidak nyaman itu, Dewi menganggap masalah tersebut sebagai PR batin yang harus dibenahi. "Jangankan pernikahan, dalam sebuah hubungan, pasti selalu berusaha untuk terus bersama," ucapnya.

Tapi, tutur Dewi, itulah hidup. Meski ingin selalu bersama, kenyataan menuju ke arah berbeda. "Justru, PR kami adalah menerima kenyataan tersebut dulu. Bukannya kami tidak menghargai janji, komitmen. Tapi, semua orang akan berusaha untuk itu walaupun akhirnya berserah pada arus hidup," ujarnya.

Marcell mengatakan, untuk sementara biarlah sidang perceraiannya berlanjut. Yang terpenting, antara dirinya dengan Dewi sudah dapat menerima kenyataan dan berpisah baik-baik.

Pengasuhan anak otomatis jatuh ke tangan Dewi. Sebab, anak mereka masih di bawah umur dewasa. "Bagaimanapun, kami sudah seperti keluarga besar. Yang pisah hanya status. Tapi, keluarga tidak bisa diputuskan. Orang tua saya, juga orang tua dia," tegas Marcell. (gen/tia)

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Quote
Pernikahan Hanya Batasi Kebahagiaan
:jempol: :jempol:
Semoga tercerahkan!!Semoga tercerahkan!!
Saddhu....

Salam,
Riky
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
hard to say, aye setuju :)
There is no place like 127.0.0.1

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Bukan sulit untuk dikatakan,dikatakan itu sangat mudah,tapi sulit untuk dipraktekan ^-^

Salam,
Riky
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
hard to say karena pasti bikin pertanyaan2x lain karena ini tidak semua orang pasti setuju hehehe
There is no place like 127.0.0.1

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Hahaha...
Sep,orang yang melihat debu berbicara dengan orang yang masih tertutupi oleh debu memang sulit ^-^
Hard to say

Salam,
Riky
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline Lex Chan

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.437
  • Reputasi: 134
  • Gender: Male
  • Love everybody, not every body...
Quote
Pernikahan Hanya Batasi Kebahagiaan
:jempol: :jempol:
Semoga tercerahkan!!Semoga tercerahkan!!
Saddhu....

Salam,
Riky

Kayaknya Dee dan Marcell emang berpisah buat bertapa nih.. ;D

Semoga tercerahkan!! 8)
“Give the world the best you have and you may get hurt. Give the world your best anyway”
-Mother Teresa-

Offline Fei Lun Hai

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 686
  • Reputasi: 24
  • Gender: Female
Quote
Pernikahan Hanya Batasi Kebahagiaan

Jangan2 marcell mau jadi Bhikkhu nih :-?
your life simple or complex is depend on yourself

Offline xing

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 43
  • Reputasi: 2
  • Gender: Male
Quote
Pernikahan Hanya Batasi Kebahagiaan
:jempol: :jempol:
Semoga tercerahkan!!Semoga tercerahkan!!
Saddhu....

Salam,
Riky



Kirain semoga terceraikan! Semoga terceraikan! hehehehehee
just joke sob
Moga yang terbaik tuk mereka deh
Salam,
"MAY ALL OF U BE HAPPY"

Offline uwi

  • Teman
  • **
  • Posts: 98
  • Reputasi: 8
  • Gender: Male
Dari blognya dee.

Wednesday, July 16, 2008
Catatan Tentang Perpisahan


Perpisahan, sebagaimana kematian, adalah hal yang paling dihindari manusia. Padahal sama seperti pertemuan dan kelahiran, kedua sisi itu melengkapi bagai dua muka dalam satu koin. Hadir sepaket tanpa bisa dipisah. Seberapa lama jatah kita hidup, kita tidak pernah tahu. Yang jelas, kita selalu berjuang setengah mati untuk bisa menerima mati.

Saya sempat termenung melihat salah satu adegan dalam film “Earth” di mana seekor kijang berlari sekuat tenaganya hingga pada satu titik dia begitu berpasrah saat digigit oleh harimau, menghadapi kematiannya dengan alami. Adegan yang tadinya begitu mencekam akhirnya bisa berubah indah saat kita mampu mengapresiasi kepasrahan sang kijang terhadap kekuatan yang lebih besar darinya. Persis bagaikan kijang yang berlari, manusia dengan segala macam cara juga menghindari kematian. Orang yang sudah tidak berfungsi pun masih ditopang oleh segala macam mesin agar bisa hidup. Perpisahan tak terkecuali. Kita pasti akan berjuang habis-habisan untuk bertahan terlebih dahulu. Namun, sebagaimana kijang yang akhirnya berlutut pasrah, sekeras-kerasnya kita menolak kematian dan perpisahan, setiap makhluk bisa merasakan jika ajal siap menjemput, jika ucapan selamat tinggal siap terlontar. Dan pada titik itu, segala perjuangan berhenti.

Dalam semua hubungan, kita bisa saja menemukan 1001 alasan yang kita anggap sebab sebuah perpisahan. Namun saya percaya, penyebab yang paling mendasar selalu sederhana dan alami: memang sudah waktunya. Hidup punya masa kadaluarsa, hubungan pun sama. Jika tidak, semua orang tidak akan pernah mati dan semua orang tidak pernah ganti pacar dari pacar pertamanya. Kita bisa bilang, putusnya hubungan A karena dia selingkuh, karena bosan, karena ketemu orang lain yang lebih menarik, belum jodoh, dan masih banyak lagi. Padahal intinya satu, jika memang sudah waktunya, perpisahan akan menjemput secara alamiah bagaikan ajal. Bungkus dan caranya bermacam-macam, tapi kekuatan yang menggerakkannya satu dan serupa. Tentu dalam prosesnya kita berontak, protes, menyalahkan ini-itu, dan seterusnya. Namun hanya dengan terus berproses dalam aliran kehidupan, kita baru menyadari hikmah di baliknya.

Jadi, semua faktor yang selama ini diabsahkan orang-orang sebagai penyebab perpisahan (orang ketiga, KDRT, tidak dinafkahi, dan lain-lain) menurut saya sebenarnya adalah gejala yang terlihat, bukan penyebab. Sama halnya batuk sebagai gejala penyakit flu. Batuk bukan penyebab, tapi gejala penyakit yang terlihat. Kita sendiri tidak bisa melihat virusnya, cuma merasakan akibatnya, yakni batuk atau beringus. Tapi seringkali kita tertukar memilah mana efek dan mana sebab, hanya karena efek yang terlihat lebih mudah dijelaskan. Alasan sesederhana “memang sudah waktunya” dirasa abstrak, teoritis, filosofis, dan mengada-ada.

September 2006 adalah momen penyadaran saya dengan Marcell, saat kami merasa bahwa hubungan kami sudah kadaluarsa. Susah sekali kalau disuruh menjelaskan: kok bisa tahu? Tapi kami sama-sama merasakan hal yang sama. Dan pada saat itulah kami memutuskan untuk belajar berpisah, saling melepaskan. Jadi, masalah intinya bukan memaafkan dan memaklumi efek apa yang terlihat, tapi menerima bahwa inilah adanya. Hubungan yang kadaluarsa. Perkembangan yang akhirnya membawa kami ke titik perpisahan. Dan, untuk sampai pada penerimaan ini, dua tahun saya jalani dengan berbagai macam cara: meditasi, penyembuhan diri, dan sebagainya, hingga kami bisa saling melepaskan dengan lapang dada, dengan baik-baik, dengan pengertian, dengan kesadaran.

Memaafkan bagi saya adalah menerima. Menerima kondisi kami apa adanya. Segala penyebab mengapa sebuah kondisi tercipta, barangkali kita cuma bisa tahu sekian persennya aja. Tidak mungkin diketahui semua. Apalagi dimengerti. Sama halnya saya tidak tahu persis kenapa dulu bisa bertemu dengan Marcell, menikah, dan seterusnya. Fate, atau destiny, menjadi cara manusia menjelaskan apa yang tidak bisa dijelaskan. Perpisahan pun sama hukumnya. Meski sepertinya keputusan berpisah ada “di tangan kita”, tapi ada sesuatu kekuatan yang tidak bisa dijelaskan, hanya bisa dirasakan.

Namun seringkali konsep “memaafkan” yang kita kehendaki adalah kemampuan untuk mengembalikan situasi ke saat sebelum ada masalah. Alias rujuk lagi seperti dulu. Dan keinginan kami untuk berpisah dianggap sebagai ketidakmampuan kami untuk saling memaafkan. Menurut saya, pemaafan yang sejati hanya bisa diukur oleh masing-masing pribadi, di dalam hatinya sendiri. Dan bagi kami, dalam masalah ini, “memaafkan” tidaklah identik dengan “pengembalian situasi ke kondisi semula”. Dalam proses pemaafan ini, kami pun bertumbuh. Dan di sinilah saya menyadari, juga Marcell, dinamika kami sebagai suami-istri lebih baik disudahi sampai di sini. Kami menemukan wadah yang lebih kondusif untuk menopang dinamika kami sebagai dua manusia, yakni sahabat tanpa wadah pernikahan.

Lantas, orang-orang pun berargumen: semua suami-istri juga pada ujungnya jadi sahabat! Mungkin iya. Mungkin juga tidak. Bahkan ada suami-istri yang menjadi musuh bagi satu sama lain meski mereka tetap menikah. Ketika sepasang suami-istri menjadi sahabat, mereka tentu bisa merasakan wadah apa yang paling tepat untuk menopang dinamika mereka. Jika pernikahan masih dirasakan sebagai wadah yang pas, maka mereka akan meneruskan persahabatan dalam cangkang pernikahan. Evolusi saya dan Marcell ada di kompartemen yang lain lagi. Cangkang pernikahan tidak lagi kami rasakan sebagai wadah yang “pas”. Jika dijalankan pun, cuma jadi kompensasi sosial yang alasannya bukan lagi kebahagiaan kami, melainkan kebahagiaan masyarakat, keluarga, sahabat, dan seterusnya. Satu opsi yang menurut saya sangat tidak sehat, membunuh pelan-pelan, dan kepalsuan berkepanjangan.

Lantas, bagaimana dengan Keenan? Apakah kebahagiaannya juga tidak kami perhitungkan? Analogi yang barangkali bisa membantu menggambarkan ini adalah petunjuk emergensi di pesawat. Dulu, saya sering bingung, kenapa orang tua disuruh memakai masker oksigen duluan sebelum anaknya. Sekarang saya mengerti, dan setidaknya ini adalah kebenaran bagi saya: kita tidak bisa membahagiakan orang lain sebelum kita sendiri bahagia. Satu buku yang sangat terkenal, “Celestine’s Prophecy”, juga bicara soal ini. Kita harus “penuh” dulu sebelum bisa “memenuhi” orang lain. Cinta bukanlah dependensi, melainkan keutuhan yang dibagi.

Saya menikah bukan karena Keenan, dan kalaupun saya bertahan menikah, seharusnya juga bukan karena Keenan. Karena kalau cuma karena Keenan, dengan demikian saya menaruh beban yang luar biasa besar dan bukan porsinya Keenan, bahkan saya menjadi seseorang yang tidak bertanggungjawab, dengan meletakkan fondasi pernikahan saya pada seorang anak. Ini barangkali bukan pandangan yang umum. Kita tahu betapa banyak orang di luar sana yang bicara bahwa anak harusnya menjadi pengikat, bahkan dasar. Bagi saya, Keenan bukan tali atau fondasi. Dia adalah busur yang akan melesat sendiri satu saat nanti. Kewajiban utama saya adalah menjadi manusia yang utuh agar saya bisa membagi keutuhan saya dengan dia. Dan keutuhan jiwa saya tidak saya letakkan dalam pernikahan, tidak juga pada siapa-siapa, melainkan pada diri saya sendiri. Saya hanya bisa bahagia untuk diri saya sendiri. Kalau ada yang lain merasa kecipratan, ya, syukur. Kalau tidak pun bukan urusan saya.

Di dunia di mana seorang martir selalu memperoleh citra istimewa, apa yang saya ungkap barangkali terdengar egois. Sama seperti narasi yang kerap digaungkan infotainment, yang berbicara soal kebahagiaan anak bernama Keenan dan “hatinya yang terkoyak karena keegoisan ayah-bundanya”, seorang anak yang tidak mereka kenal sama sekali tapi mereka berbicara seolah bisa menembus ke dalam hatinya. Padahal, kalau direnungi dalam-dalam, sesungguhnya kita tidak pernah berbuat sesuatu untuk orang lain, meski kita berpikir demikian. Kita berbuat sesuatu karena itulah yang kita anggap benar bagi diri kita sendiri. Dan kebenaran ini sangatlah relatif. Jika ada 6,5 miliar manusia di dunia, maka ada 6,5 miliar kebenaran dan ukuran kebahagiaan. Norma berubah, agama berubah, sains berubah, segalanya berubah dan tidak pernah sama. Kebahagiaan pun sesuatu yang hidup, berubah, dan tidak statis.

Membahagiakan Keenan, keluarga, para penggemar, masyarakat, juga menjadi keinginan saya. Tapi saya pun tidak bisa selamanya mencegah mereka semua dari ketidakbahagiaan. Karena apa? Seseorang berbahagia karena dirinya sendiri. Kebahagiaan bukan mekanisme eksternal, tapi internal. Ilustrasinya begini, dua orang sama-sama dikasih apel, yang satu bahagia karena memang suka apel, yang lain kecewa karena sukanya durian. Berarti bukan apelnya yang bisa bikin bahagia, tapi reaksi hati seseoranglah yang menentukan. Yang tidak suka apel baru bisa bahagia kalau akhirnya dia bisa menerima bahwa yang diberikan kepadanya adalah apel dan bukan durian—sebagaimana yang dia inginkan. Alias menerima kenyataan. Saya tidak bisa membuat siapa pun berbahagia, sekalipun saya ingin berpikir demikian. Kenyatannya, hanya dirinya sendirilah yang bisa. Saya hanya bisa menolong dan memberikan apa yang orang tersebut butuhkan, SEJAUH yang saya bisa. Namun saya tidak memegang kendali apa pun atas kebahagiaannya.

Seseorang lantas mampir ke blog ini dan bertanya: Tuhan seperti apa yang saya anut? Karena kasih Tuhan seharusnya mengingatkan saya untuk terus bersatu, sebab tidak ada Tuhan yang menyukai perpisahan. Bagi saya, Tuhan berada di luar ranah suka dan tak suka. Jika dunia ini berjalan hanya berdasarkan kesukaan Tuhan, dan Tuhan hanya suka yang baik-baik saja, mengapa kita dibiarkan hidup dengan peperangan, dengan air mata, dengan patah hati, dengan ketidakadilan, dengan kejahatan? Mengapa harus ada hitam bersanding dengan putih? Lantas, kalau ada orang yang kemudian berargumen bahwa bagian hitam bukan jatahnya Tuhan tapi Setan, maka jelas Tuhan yang demikian bukan Yang Maha Kuasa. Ia menjadi terbatas, kerdil, dan sempit. Bagi saya, Tuhan ada di atas hitam dan putih, sekaligus terjalin di dalam keduanya. Tidak ada yang bukan Tuhan. Ia tak mengenal konsep “kecuali”.

Selama beberapa hari terakhir, begitu banyak pesan dan komentar yang dilayangkan pada kami. Dari mulai bertanya, kecewa, prihatin, sedih, kaget, bahkan bak seorang Nabi bernubuat, ada yang meramalkan ini-itu sebagai konsekuensi keputusan kami. Tak sedikit juga yang memilih tidak berkomentar dan bertanya, hanya memberi dukungan. Kami berterima kasih untuk semua. Kami pun tak meminta banyak, hanya satu hal: hargai keputusan kami. Yang kami selamatkan di sini bukan “keutuhan keluarga” melainkan keutuhan hati dan jiwa masing-masing. Karena buat kami, itu lebih penting daripada keluarga utuh tapi dalamnya rapuh. Maaf jika itu membuat beberapa dari Anda kecewa. Saya juga mengerti begitu banyak yang berupaya mendorong kami untuk terus berusaha, mempertanyakan usaha kami, dan bereaksi seolah-olah kami memutuskan keputusan ini dalam semalam. Sungguh, ini bukan keputusan “kemarin sore”. Kita semua tahu keputusan bercerai adalah keputusan yang besar. Intinya, terima kasih atas perhatiannya, dan mari kita kembali urus diri masing-masing.

Saya bukan penonton infotainment dan juga bukan pembaca tabloid, tapi dari beberapa info yang kebetulan sampai ke pengamatan saya, bisa disimpulkan bahwa manusia begitu haus drama. Mungkin karena itulah kita begitu rajin membuat sinetron dengan akting-akting berlebihan dan cerita-cerita ekstrem, karena hanya dengan cara demikianlah kita bisa menerima realitas. Kita begitu terbiasa dengan drama dan tragedi. Kondisi di mana saya dan Marcell bisa duduk berdampingan, berpisah dengan baik-baik, seolah-olah terlewatkan sebagai buah upaya kami yang nyata karena semua orang sibuk mengedepankan pertunjukan teater versinya masing-masing. Apa pun yang saya katakan, pada akhirnya selalu dibingkai narasi, entah lisan atau tulisan, yang merupakan ramuan opini si penulis naskah. Itulah yang akhirnya membuat saya dan Marcell lebih banyak tertawa sendiri, pers hiburan rasanya seperti servis sosial di mana kami mengumpankan dongeng untuk kepentingan hajat hidup mereka, bukan lagi berbagi kebenaran. Dengan info-info sepotong yang mungkin lebih banyak asumsinya ketimbang faktanya, mereka bisa merangkai pertunjukan teater apa pun yang mereka mau. Dan itulah yang menghibur. Sisanya? Kenyataan yang membosankan. Nyata, tapi tidak seru. Dan bukan itu yang orang mau.

Hari ini, saya ditunjukkan tabloid C&R yang terbaru. Kami berdua menjadi sampul depan, dengan laporan empat halaman. Saya sempat tercengang karena mereka mengutip hal yang tidak pernah saya lontarkan, menuliskan pertanyaan yang tidak pernah mereka tanyakan, tapi ditulis sedemikian rupa seolah terjadi dialog langsung antara saya dan penulis/wartawan. Bahkan, mereka menuliskan alamat rumah saya dengan lengkap, tanpa izin terlebih dahulu. Plus, ditambah unsur-unsur dramatis bahwa kepindahan saya adalah untuk “mengubur masa lalu”. Padahal saya berencana pindah sejak tahun lalu karena semata-mata alasan pekerjaan. Tidak hanya mereka menulis sesuai dengan bingkai yang mereka mau, bahkan untuk mengepas “gambar realitas” ke bingkai tersebut, mereka melakukan hal yang tidak etis. Saya tidak tahu fungsi dari alamat lengkap saya untuk bumbu berita mereka, tapi mereka menuliskannya seolah tidak berpikir bahwa hal tersebut menyangkut isu sekuritas, dan juga privasi. Media seharusnya tidak memberikan alamat seseorang begitu saja. Sejauh saya berkarier, pihak media selalu meminta izin jika ingin memberikan alamat. Entah zaman yang sudah berubah, atau privasi sudah jadi kata-kata kosong dalam realm pers hiburan.

Beberapa debat dan diskusi di internet pun merebak, bahkan terkadang menjadi pengadilan tak resmi. Ada banyak nama yang disebut, dispekulasikan, dan sampai didiskreditkan. Orang-orang yang juga punya kehidupan, keluarga, karier, dan privasi. Sekalipun dengan tegas saya dan Marcell mengatakan bahwa alasan kami berpisah bukan karena pihak ketiga atau ketujuhbelas, tapi seperti angin lalu, mereka tak jemu mengorek sana-sini, termasuk ke sahabat-sahabat terdekat saya. So, seriously, they don’t have any concern for the truth. They have concern on “stories”. Lucu. Yang menjalani saja santai-santai, yang kebakaran jenggot malah orang-orang lain. Jika dilihat secara keseluruhan, sesungguhnya inilah dagelan kita bersama. Barangkali demikian juga halnya nasib semua berita hiburan (bahkan non-hiburan) yang beredar selama ini.

Lalu, hendak ke mana setelah ini? Saya tidak tahu. Apakah akan ada penyesalan? Saya tidak tahu. Apa pun yang menanti saya sesudah ini, itulah konsekuensi, tanggung jawab, dan karma saya. Pahit atau manis. Tak seorang pun yang tahu. Namun inilah pelajaran hidup yang menjadi jatah saya, dan saya menerimanya dengan senang hati. Saya tidak berdagang dengan Tuhan. Setiap detik dalam hidup adalah hadiah. Setiap momen adalah perkembangan baru. Bagi saya, itu sudah cukup. Bagi saya, itulah bentuk kesadaran.

Jadi, kalau pertanyaan emas itu kembali dilontarkan: apa penyebab Dewi dan Marcell bercerai? Mereka sadar, menerima, dan memaafkan… bahwa hidup telah membawa mereka ke titik perpisahan.

Abstrak? Filosofis? Teoritis? Utopis? Saya sangat mengerti mengapa label-label itu muncul. Kebenaran kadang memang sukar dipahami. Hanya bisa dirasakan. Sama gagapnya kita berusaha mendefinisikan Cinta. Pada akhirnya, kita cuma bisa merasakan akibatnya.


Salam,

~ D ~

http://dee-idea.blogspot.com/2008/07/catatan-tentang-perpisahan-perpisahan.html
"Etam mama, eso hamasmi, eso me atta 'ti."

Offline Lex Chan

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.437
  • Reputasi: 134
  • Gender: Male
  • Love everybody, not every body...
aye ngga ngerti apa yg terjadi.. tapi salut buat Dee dan Marcell.. ^:)^
“Give the world the best you have and you may get hurt. Give the world your best anyway”
-Mother Teresa-

Offline Kelana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.225
  • Reputasi: 142
Saya jadi ingat sewaktu awal-awal Dee mulai mempelajari Buddhisme, pernah suatu waktu ia di"terawang" oleh seseorang yang katanya mampu melihat kehidupan lampau. Katanya Dee dulunya adalah seorang bhiksuni. Meskipun keputusan (tindakan) dalam kehidupan sekarang menentukan kondisi kehidupan seseorang tetapi mungkin dalam kasus ini jejak-jejak kehidupan lampau masih bisa memberi dampak.

Btw, untung saja Dee dan Marcell sudah mempelajari Buddhisme, jika tidak mungkin saja perceraiannya di warnai oleh adu jotos
GKBU
 
_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Offline Adhitthana

  • Sebelumnya: Virya
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.508
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
waaahh ...... mungkin Dee mao jadi bhikksuni lagi di kehidupan ini   _/\_
dari tutur kata Dee ... sepertinya penuh filosofis, makna yg mendalam banyak yg kagum akan tulisan Dee
  Aku akan mengalami Usia tua, aku akan menderita penyakit, aku akan mengalami kematian. Segala yang ku Cintai, ku miliki, dan ku senangi akan Berubah dan terpisah dariku ....

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Quote
Kewajiban utama saya adalah menjadi manusia yang utuh agar saya bisa membagi keutuhan saya dengan dia. Dan keutuhan jiwa saya tidak saya letakkan dalam pernikahan, tidak juga pada siapa-siapa, melainkan pada diri saya sendiri. Saya hanya bisa bahagia untuk diri saya sendiri. Kalau ada yang lain merasa kecipratan, ya, syukur. Kalau tidak pun bukan urusan saya.
Luar biasa...."Selami batin masing2",inilah yang sering dipersepsikan orang sebagai "tidak mau tahu" "egois" "tidak peduli" pdhl mereka tidak tahu bahwa inilah KEBENARANNYA :)
Quote
Dan bagi kami, dalam masalah ini, “memaafkan” tidaklah identik dengan “pengembalian situasi ke kondisi semula”.
:) tepat banyak yang berharap mengembalikan kesalahan dimasa lalu,padahal dia tahu masa lalu hanya mimpi yang sudah terlewatkan...
Quote
Membahagiakan Keenan, keluarga, para penggemar, masyarakat, juga menjadi keinginan saya. Tapi saya pun tidak bisa selamanya mencegah mereka semua dari ketidakbahagiaan. Karena apa? Seseorang berbahagia karena dirinya sendiri. Kebahagiaan bukan mekanisme eksternal, tapi internal. Ilustrasinya begini, dua orang sama-sama dikasih apel, yang satu bahagia karena memang suka apel, yang lain kecewa karena sukanya durian. Berarti bukan apelnya yang bisa bikin bahagia, tapi reaksi hati seseoranglah yang menentukan. Yang tidak suka apel baru bisa bahagia kalau akhirnya dia bisa menerima bahwa yang diberikan kepadanya adalah apel dan bukan durian—sebagaimana yang dia inginkan. Alias menerima kenyataan. Saya tidak bisa membuat siapa pun berbahagia, sekalipun saya ingin berpikir demikian. Kenyatannya, hanya dirinya sendirilah yang bisa. Saya hanya bisa menolong dan memberikan apa yang orang tersebut butuhkan, SEJAUH yang saya bisa. Namun saya tidak memegang kendali apa pun atas kebahagiaannya.
"Semua kembali kepada diri masing2 bukan pada orang lain"
:jempol:
Quote
Jadi, kalau pertanyaan emas itu kembali dilontarkan: apa penyebab Dewi dan Marcell bercerai? Mereka sadar, menerima, dan memaafkan… bahwa hidup telah membawa mereka ke titik perpisahan.
:jempol:
Quote
Abstrak? Filosofis? Teoritis? Utopis? Saya sangat mengerti mengapa label-label itu muncul. Kebenaran kadang memang sukar dipahami. Hanya bisa dirasakan. Sama gagapnya kita berusaha mendefinisikan Cinta. Pada akhirnya, kita cuma bisa merasakan akibatnya.
:jempol:

Salam,
Riky

Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

 

anything