//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Kontradiksi sehubungan dengan perumah tangga yang mencapai kesucian Arahat  (Read 50805 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
1. Kita tentu pernah mendengar atau membaca bahwa Raja Suddhodana, Ayah Sang Buddha, berhasil mencapai kesucian Arahat sesaat sebelum meninggal dunia tanpa menjadi bhikkhu.

2. menurut MN 71 Tevijjavacchagotta Sutta, terjadi dialog antara Vacchagotta dengan Sang Buddha sebagai berikut

Vaccha: “Guru Gotama, adakah perumah tangga yang, tanpa meninggalkan belenggu kerumahtanggaan, pada saat meninggal dunia telah mengakhiri penderitaan?”

Sang Buddha: “Vaccha, tidak ada perumah tangga yang, tanpa meninggalkan belenggu kerumahtanggaan, pada saat saat meninggal dunia telah mengakhiri penderitaan.”

Tampak adanya kontradiksi Antara Poin 1 dan Poin 2 ini,

Bagaimana rekan-rekan menjelaskan hal ini? mohon tanggapan.

_/\_

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Pertama, harus dicek dulu sumber otentik dari yang menceritakan bahwa Suddhodhana mencapai arahat sebagai perumah tangga.
appamadena sampadetha

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
1. Kita tentu pernah mendengar atau membaca bahwa Raja Suddhodana, Ayah Sang Buddha, berhasil mencapai kesucian Arahat sesaat sebelum meninggal dunia tanpa menjadi bhikkhu.

2. menurut MN 71 Tevijjavacchagotta Sutta, terjadi dialog antara Vacchagotta dengan Sang Buddha sebagai berikut

Vaccha: “Guru Gotama, adakah perumah tangga yang, tanpa meninggalkan belenggu kerumahtanggaan, pada saat meninggal dunia telah mengakhiri penderitaan?”

Sang Buddha: “Vaccha, tidak ada perumah tangga yang, tanpa meninggalkan belenggu kerumahtanggaan, pada saat saat meninggal dunia telah mengakhiri penderitaan.”

Tampak adanya kontradiksi Antara Poin 1 dan Poin 2 ini,

Bagaimana rekan-rekan menjelaskan hal ini? mohon tanggapan.

_/\_

Kalimat Sang Buddha di atas tidak menyebutkan perumah tangga saja,
tetapi perumahtangga yang tanpa meninggalkan belenggu kerumahtanggaan.
Pertanyaannya adalah apakah ada perumahtangga yang meninggalkan belenggu rumahtangga?
Apakah yang disebut dengan belenggu rumah tangga?
yaa... gitu deh

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Pertama, harus dicek dulu sumber otentik dari yang menceritakan bahwa Suddhodhana mencapai arahat sebagai perumah tangga.

kisah ini terdapat dalam RAPB, tapi saya tidak menemukan "sumber otentik" itu.

maaf saya edit dengan menambahkan kata "tidak"
« Last Edit: 18 August 2010, 11:45:49 PM by Indra »

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
1. Kita tentu pernah mendengar atau membaca bahwa Raja Suddhodana, Ayah Sang Buddha, berhasil mencapai kesucian Arahat sesaat sebelum meninggal dunia tanpa menjadi bhikkhu.

2. menurut MN 71 Tevijjavacchagotta Sutta, terjadi dialog antara Vacchagotta dengan Sang Buddha sebagai berikut

Vaccha: “Guru Gotama, adakah perumah tangga yang, tanpa meninggalkan belenggu kerumahtanggaan, pada saat meninggal dunia telah mengakhiri penderitaan?”

Sang Buddha: “Vaccha, tidak ada perumah tangga yang, tanpa meninggalkan belenggu kerumahtanggaan, pada saat saat meninggal dunia telah mengakhiri penderitaan.”

Tampak adanya kontradiksi Antara Poin 1 dan Poin 2 ini,

Bagaimana rekan-rekan menjelaskan hal ini? mohon tanggapan.

_/\_

Kalimat Sang Buddha di atas tidak menyebutkan perumah tangga saja,
tetapi perumahtangga yang tanpa meninggalkan belenggu kerumahtanggaan.
Pertanyaannya adalah apakah ada perumahtangga yang meninggalkan belenggu rumahtangga?
Apakah yang disebut dengan belenggu rumah tangga?


saya memahami "tidak meninggalkan belenggu rumah tangga" = "tidak meninggalkan keduniawian" = "tidak menjadi bhikkhu", bagaimana menurut anda?

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Pertama, harus dicek dulu sumber otentik dari yang menceritakan bahwa Suddhodhana mencapai arahat sebagai perumah tangga.
kisah ini terdapat dalam RAPB, tapi saya menemukan "sumber otentik" itu
Sumber otentik selain RAPB? Di Sutta-Vinaya berdasarkan kalimat Sang Buddha sendiri? Tolong dong dikasih bocorannya. ;)
appamadena sampadetha

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Pertama, harus dicek dulu sumber otentik dari yang menceritakan bahwa Suddhodhana mencapai arahat sebagai perumah tangga.
kisah ini terdapat dalam RAPB, tapi saya menemukan "sumber otentik" itu
Sumber otentik selain RAPB? Di Sutta-Vinaya berdasarkan kalimat Sang Buddha sendiri? Tolong dong dikasih bocorannya. ;)

mohon agar jangan menganggap bahwa TS berkewajiban memberikan semua referensi, TS membuka suatu topik tentu karena membutuhkan jawaban. jadi kalau anda punya bukti sebaliknya, mohon anda sudi mengungkapkan di sini.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
ada ralat di sini
Pertama, harus dicek dulu sumber otentik dari yang menceritakan bahwa Suddhodhana mencapai arahat sebagai perumah tangga.

kisah ini terdapat dalam RAPB, tapi saya tidak menemukan "sumber otentik" itu.

maaf saya edit dengan menambahkan kata "tidak"

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
1. Kita tentu pernah mendengar atau membaca bahwa Raja Suddhodana, Ayah Sang Buddha, berhasil mencapai kesucian Arahat sesaat sebelum meninggal dunia tanpa menjadi bhikkhu.

2. menurut MN 71 Tevijjavacchagotta Sutta, terjadi dialog antara Vacchagotta dengan Sang Buddha sebagai berikut

Vaccha: “Guru Gotama, adakah perumah tangga yang, tanpa meninggalkan belenggu kerumahtanggaan, pada saat meninggal dunia telah mengakhiri penderitaan?”

Sang Buddha: “Vaccha, tidak ada perumah tangga yang, tanpa meninggalkan belenggu kerumahtanggaan, pada saat saat meninggal dunia telah mengakhiri penderitaan.”

Tampak adanya kontradiksi Antara Poin 1 dan Poin 2 ini,

Bagaimana rekan-rekan menjelaskan hal ini? mohon tanggapan.

_/\_

Kalimat Sang Buddha di atas tidak menyebutkan perumah tangga saja,
tetapi perumahtangga yang tanpa meninggalkan belenggu kerumahtanggaan.
Pertanyaannya adalah apakah ada perumahtangga yang meninggalkan belenggu rumahtangga?
Apakah yang disebut dengan belenggu rumah tangga?


saya memahami "tidak meninggalkan belenggu rumah tangga" = "tidak meninggalkan keduniawian" = "tidak menjadi bhikkhu", bagaimana menurut anda?

Terus terang saya masih bingung.
Sebelumnya, bagaimana dengan definisi Bhikku, apakah petapa lain yang bukan termasuk Sanggha Buddha dapat dikatakan sebagai Bhikku? Contohnya guru pangeran Siddhata.
yaa... gitu deh

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
saya memahami "tidak meninggalkan belenggu rumah tangga" = "tidak meninggalkan keduniawian" = "tidak menjadi bhikkhu", bagaimana menurut anda?

Menurut saya, definisi dari "tidak meninggalkan belenggu rumah tangga" salah satunya adalah masih melekat pada keluarga. Jadi perumah tangga yang tidak melekat pada keluarga sebenarnya bisa mencapai tingkat Arahat.

Untuk kepastian definisi frasa tersebut, ada baiknya kita langsung merujuk pada teks Pali; dan mohon kesediaan Sam Peacemind, Sam Dhammasiri atau Sam Pannadevi mengalih-bahasakannya...

Offline Juice_alpukat

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 734
  • Reputasi: 11
  • Gender: Male
SETUJU SAMA JAWAPAN HENDRAKO..BRAVO..

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
SETUJU SAMA JAWAPAN HENDRAKO..BRAVO..
:-[
Sori bro, saya masih belum menjawab tapi masih bertanya.  ;D 
yaa... gitu deh

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Pertama, harus dicek dulu sumber otentik dari yang menceritakan bahwa Suddhodhana mencapai arahat sebagai perumah tangga.
kisah ini terdapat dalam RAPB, tapi saya menemukan "sumber otentik" itu
Sumber otentik selain RAPB? Di Sutta-Vinaya berdasarkan kalimat Sang Buddha sendiri? Tolong dong dikasih bocorannya. ;)

mohon agar jangan menganggap bahwa TS berkewajiban memberikan semua referensi, TS membuka suatu topik tentu karena membutuhkan jawaban. jadi kalau anda punya bukti sebaliknya, mohon anda sudi mengungkapkan di sini.
Well, saya tadi hanya berpendapat alangkah baiknya bila dipaparkan dan dikaji bersama member forum bila ada sumber otentiknya.

Kalau menurut saya, seorang perumah tangga memiliki kewajiban: kewajiban terhadap anak, kewajiban terhadap orang tua, kewajiban terhadap pasangan, kewajiban terhadap orang-orang di sekeliling, kewajiban mempertahankan aset, dan kewajiban2 lain yang semuanya ini melibatkan 'bhava-tanha' 'vibhava-tanha' & 'mana' secara mutlak tanpa dapat dihindari.

Hanya ketika perumah tangga melepas belenggu rumah tangga, maka kadar dari belenggu-belenggu ini lebih berkurang kadarnya atau lebih melemah dibanding yang ada pada perumah tangga lainnya.

Jawaban Sang Buddha adalah tidak ada perumah tangga yang tanpa meninggalkan belenggu rumah tangga, pada saat meninggal mengakhiri penderitaan. Tetapi bagaimana apabila ditanyakan "Apakah ada perumah tangga yang meninggalkan belenggu rumah tangga, pada saat meninggal telah mengakhiri penderitaan?" Menurut saya jawaban untuk ini adalah mungkin-mungkin saja. Karena ada belenggu atau tidak, adalah tergantung pada pikiran kita.
Jika Raja Suddhodhana setelah mendengar khotbah dan merealisasi kesucian lalu dalam pikirannya menyerahkan dan melepaskan semua kepemilikan dan status beliau maka mungkin saja beliau meninggal tanpa menjadi bhikkhu.
appamadena sampadetha

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Pertama, harus dicek dulu sumber otentik dari yang menceritakan bahwa Suddhodhana mencapai arahat sebagai perumah tangga.
kisah ini terdapat dalam RAPB, tapi saya menemukan "sumber otentik" itu
Sumber otentik selain RAPB? Di Sutta-Vinaya berdasarkan kalimat Sang Buddha sendiri? Tolong dong dikasih bocorannya. ;)

mohon agar jangan menganggap bahwa TS berkewajiban memberikan semua referensi, TS membuka suatu topik tentu karena membutuhkan jawaban. jadi kalau anda punya bukti sebaliknya, mohon anda sudi mengungkapkan di sini.
Well, saya tadi hanya berpendapat alangkah baiknya bila dipaparkan dan dikaji bersama member forum bila ada sumber otentiknya.

Kalau menurut saya, seorang perumah tangga memiliki kewajiban: kewajiban terhadap anak, kewajiban terhadap orang tua, kewajiban terhadap pasangan, kewajiban terhadap orang-orang di sekeliling, kewajiban mempertahankan aset, dan kewajiban2 lain yang semuanya ini melibatkan 'bhava-tanha' 'vibhava-tanha' & 'mana' secara mutlak tanpa dapat dihindari.

Hanya ketika perumah tangga melepas belenggu rumah tangga, maka kadar dari belenggu-belenggu ini lebih berkurang kadarnya atau lebih melemah dibanding yang ada pada perumah tangga lainnya.

Jawaban Sang Buddha adalah tidak ada perumah tangga yang tanpa meninggalkan belenggu rumah tangga, pada saat meninggal mengakhiri penderitaan. Tetapi bagaimana apabila ditanyakan "Apakah ada perumah tangga yang meninggalkan belenggu rumah tangga, pada saat meninggal telah mengakhiri penderitaan?" Menurut saya jawaban untuk ini adalah mungkin-mungkin saja. Karena ada belenggu atau tidak, adalah tergantung pada pikiran kita.
Jika Raja Suddhodhana setelah mendengar khotbah dan merealisasi kesucian lalu dalam pikirannya menyerahkan dan melepaskan semua kepemilikan dan status beliau maka mungkin saja beliau meninggal tanpa menjadi bhikkhu.


kalau begitu, kita bergeser dulu ke masalah interpretasi kutipan sutta tersebut, apakah memang yg spt di-bold itu?, sepertinya saya memang perlu meminta bantuan kedua samanera + samaneri untuk memberikan interpretasinya sesuai Pali

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Pertama, harus dicek dulu sumber otentik dari yang menceritakan bahwa Suddhodhana mencapai arahat sebagai perumah tangga.
kisah ini terdapat dalam RAPB, tapi saya menemukan "sumber otentik" itu
Sumber otentik selain RAPB? Di Sutta-Vinaya berdasarkan kalimat Sang Buddha sendiri? Tolong dong dikasih bocorannya. ;)

mohon agar jangan menganggap bahwa TS berkewajiban memberikan semua referensi, TS membuka suatu topik tentu karena membutuhkan jawaban. jadi kalau anda punya bukti sebaliknya, mohon anda sudi mengungkapkan di sini.
Well, saya tadi hanya berpendapat alangkah baiknya bila dipaparkan dan dikaji bersama member forum bila ada sumber otentiknya.

Kalau menurut saya, seorang perumah tangga memiliki kewajiban: kewajiban terhadap anak, kewajiban terhadap orang tua, kewajiban terhadap pasangan, kewajiban terhadap orang-orang di sekeliling, kewajiban mempertahankan aset, dan kewajiban2 lain yang semuanya ini melibatkan 'bhava-tanha' 'vibhava-tanha' & 'mana' secara mutlak tanpa dapat dihindari.

Hanya ketika perumah tangga melepas belenggu rumah tangga, maka kadar dari belenggu-belenggu ini lebih berkurang kadarnya atau lebih melemah dibanding yang ada pada perumah tangga lainnya.

Jawaban Sang Buddha adalah tidak ada perumah tangga yang tanpa meninggalkan belenggu rumah tangga, pada saat meninggal mengakhiri penderitaan. Tetapi bagaimana apabila ditanyakan "Apakah ada perumah tangga yang meninggalkan belenggu rumah tangga, pada saat meninggal telah mengakhiri penderitaan?" Menurut saya jawaban untuk ini adalah mungkin-mungkin saja. Karena ada belenggu atau tidak, adalah tergantung pada pikiran kita.
Jika Raja Suddhodhana setelah mendengar khotbah dan merealisasi kesucian lalu dalam pikirannya menyerahkan dan melepaskan semua kepemilikan dan status beliau maka mungkin saja beliau meninggal tanpa menjadi bhikkhu.


kalau begitu, kita bergeser dulu ke masalah interpretasi kutipan sutta tersebut, apakah memang yg spt di-bold itu?, sepertinya saya memang perlu meminta bantuan kedua samanera + samaneri untuk memberikan interpretasinya sesuai Pali

Lebih baik begitu, biar lebih jelas.
yaa... gitu deh

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
kalau begitu, kita bergeser dulu ke masalah interpretasi kutipan sutta tersebut, apakah memang yg spt di-bold itu?, sepertinya saya memang perlu meminta bantuan kedua samanera + samaneri untuk memberikan interpretasinya sesuai Pali
Maksudnya? Kalau di Sutta kan memang baik Indo atau Inggris mengatakan bahwa:
Vaccha: “Guru Gotama, adakah perumah tangga yang, tanpa meninggalkan belenggu kerumahtanggaan, pada saat meninggal dunia telah mengakhiri penderitaan?”

Sang Buddha: “Vaccha, tidak ada perumah tangga yang, tanpa meninggalkan belenggu kerumahtanggaan, pada saat saat meninggal dunia telah mengakhiri penderitaan.”
appamadena sampadetha

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Pada tahun kedua setelah mendapat Penerangan Agung, Sang Buddha diam di Nigrodharama, Kapilavatthu, waktu itu Putri Pajapati Gotami, istri Raja Suddhodana menjadi seorang Sotapanna, setelah mendengarkan khotbah-khotbah Sang Buddha. Tiga tahun kemudian, pada tahun kelima Sang Buddha mendapat Penerangan Agung, Raja Suddhodana sakit keras. Sang Buddha, yang waktu itu berada di balairung Kutagarasalla, Vesali, datang ke Kapilavatthu dengan terbang melalui udara. Raja Suddhodana kelihatannya sudah lemah sekali, Sang Buddha kemudian memberikan khotbah kepada ayahnya yang berada di tempat tidur, di bawah payung kerajaan yang berwarna putih. Raja Suddhodana mencapai tingkat Arahat setelah mendengarkan khotbah tersebut dan masih dapat menikmati berkah dan kedamaian Nibbana selama tujuh hari sebelum mangkat. Waktu itu Putri Pajapati sudah mengambil keputusan untuk menjadi bhikkhuni dan menunggu waktu yang tepat untuk mohon ditahbiskan oleh Sang Buddha.

sumber : http://www.samaggi-phala.or.id/tipitaka_dtl.php?cont_id=703&hal=2&path=naskahdhamma/riwayat&hmid=
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Pada tahun kedua setelah mendapat Penerangan Agung, Sang Buddha diam di Nigrodharama, Kapilavatthu, waktu itu Putri Pajapati Gotami, istri Raja Suddhodana menjadi seorang Sotapanna, setelah mendengarkan khotbah-khotbah Sang Buddha. Tiga tahun kemudian, pada tahun kelima Sang Buddha mendapat Penerangan Agung, Raja Suddhodana sakit keras. Sang Buddha, yang waktu itu berada di balairung Kutagarasalla, Vesali, datang ke Kapilavatthu dengan terbang melalui udara. Raja Suddhodana kelihatannya sudah lemah sekali, Sang Buddha kemudian memberikan khotbah kepada ayahnya yang berada di tempat tidur, di bawah payung kerajaan yang berwarna putih. Raja Suddhodana mencapai tingkat Arahat setelah mendengarkan khotbah tersebut dan masih dapat menikmati berkah dan kedamaian Nibbana selama tujuh hari sebelum mangkat. Waktu itu Putri Pajapati sudah mengambil keputusan untuk menjadi bhikkhuni dan menunggu waktu yang tepat untuk mohon ditahbiskan oleh Sang Buddha.

sumber : http://www.samaggi-phala.or.id/tipitaka_dtl.php?cont_id=703&hal=2&path=naskahdhamma/riwayat&hmid=

sayang sekali tidak mencantumkan sumber sutta/vinaya -> tidak otentik

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Kisah Mahapajapati Gotami Theri
 
 
 DHAMMAPADA XXVI, 9
 

        Mahapajapati Gotami adalah ibu tiri dari Buddha Gotama. Pada saat kematian Ratu Maya, tujuh hari setelah kelahiran Pangeran Siddhattha, Mahapajapati Gotami menjadi permaisuri dari Raja Suddohodana. Pada waktu itu, putra kandungnya sendiri, Nanda, baru berusia lima hari. Ia rela anak kandungnya sendiri diberi makan oleh pembantu, dan dirinya sendiri memberi makan Pangeran Siddhattha, calon Buddha. Maka, Mahapajapati Gotami telah melakukan pengorbanan besar bagi Pangeran Siddhattha.

        Ketika Pangeran Siddhattha berkunjung ke Kapilavatthu setelah mencapai Ke-Buddha-an, Mahapajapati Gotami datang menemui Sang Buddha dan mohon agar kaum wanita juga diizinkan untuk memasuki pasamuan bhikkhuni. Tetapi Sang Buddha menolak memberi izin. Kemudian, Raja Suddhodana meninggal dunia setelah mencapai tingkat kesucian arahat.

        Ketika Sang Buddha sedang berjalan di hutan Mahavana dekat Vesali, Mahapajapati, disertai oleh lima ratus wanita, berjalan dari Kapilavatthu menuju Vesali. Mereka telah mencukur rambut mereka dan telah menggunakan jubah yang sudah dicelup. Di sana, untuk kedua kalinya, Mahapajapati memohon kepada Sang Buddha untuk menerima kaum wanita ke dalam pasamuan bhikkhuni. Y.A. Ananda juga mendukung kehendak para wanita tersebut.

        Akhirnya Sang Buddha memenuhi kehendak itu dengan syarat bahwa Mahapajapati hendaknya mematuhi delapan kewajiban khusus (garudhamma). Mahapajapati bersedia mematuhi garudhamma tersebut seperti yang diharapkan Sang Buddha. Kemudian Beliau menerima kaum wanita ke dalam pasamuan bhikkhuni.

        Mahapajapati adalah wanita yang pertama kali diterima dalam pasamuan bhikkhuni. Wanita yang lain diterima ke dalam pasamuan setelah Mahapajapati oleh para bhikkhu sesuai peraturan yang telah diajarkan Sang Buddha.

        Setelah berlangsungnya waktu, terpikir oleh beberapa bhikkhuni bahwa Mahapajapati Gotami telah tidak sah diterima sebagai seorang bhikkhuni karena ia tidak mempunyai seorang pembimbing. Oleh karena itu Mahapajati bukanlah seorang bhikkhuni yang sesungguhnya. Berdasarkan pemikiran yang demikian, mereka berhenti melakukan upacara uposatha dan upacara vassa (pavarana) bersama Mahapajapati Gotami.

        Mereka pergi menemui Sang Buddha, dan mengajukan permasalahan bahwa Mahapajapati Gotami telah tidak dengan sah diterima dalam pasamuan bhikkhuni karena ia tidak mempunyai pembimbing.

        Kepada mereka, Sang Buddha menjawab, "Mengapa kalian berkata demikian? Saya sendiri memberikan delapan kewajiban khusus (garudhamma) kepada Mahapajapati, dan ia telah memahami serta melakukan garudhamma seperti yang Kuharapkan. Saya sendiri pembimbingnya dan adalah salah jika kalian mengatakan bahwa ia tidak mempunyai seorang pembimbing. Kalian hendaknya tidak meragukan apapun yang dilakukan oleh seorang arahat".

        Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 391 berikut:

Seseorang yang tidak lagi berbuat jahat melalui badan, ucapan, dan pikiran, serta dapat mengendalikan diri dalam tiga saluran perbuatan ini, maka ia Kusebut seorang 'brahmana'.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Kisah Raja Suddhodana
 
 
 DHAMMAPADA XIII, 2-3
 

        Ketika Sang Buddha kembali mengunjungi Kapilavatthu untuk pertama kalinya Beliau tinggal di Vihara Nigrodharama. Di sana Beliau menjelaskan Dhamma kepada sanak saudaranya. Raja Suddhodana berpikir bahwa Buddha Gotama, yang adalah anaknya sendiri, tidak akan pergi ke tempat lain, tetapi pasti akan datang di istananya untuk menerima dana makananan pada hari berikutnya; tetapi ia tidak dengan resmi mengundang Sang Buddha datang untuk menerima dana makanan. Bagaimanapun, pada hari berikutnya, ia menyediakan dana makanan untuk dua puluh ribu bhikkhu. Pada pagi hari itu Sang Buddha berjalan untuk menerima dana makanan bersama dengan rombongan para bhikkhu, seperti kebiasaan semua Buddha.

        Yasodhara, isteri Pangeran Siddhattha sebelum beliau meninggalkan hidup keduniawian, melihat Sang Buddha berjalan untuk menerima dana makanan dari jendela istana. Dia memberitahukan ayah mertuanya, Raja suddhodana, dan sang raja tergesa-gesa menghampiri Sang Buddha. Raja memberitahukan Sang Buddha bahwa untuk seorang anggota keluarga kerajaan Khattiya, berkeliling meminta makanan dari pintu ke pintu adalah memalukan. Kemudian Sang Buddha menjawab bahwa itu merupakan kebiasaan semua Buddha untuk berkeliling menerima dana makanan dari rumah ke rumah, dan oleh karena itu adalah benar dan layak bagi Beliau untuk tetap menjaga tradisi itu.

        Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 168 dan 169 berikut:

Bangun! Jangan Lengah! Tempuhlah kehidupan benar. Barangsiapa menempuh kehidupan benar, maka ia akan hidup bahagia di dunia ini maupun di dunia selanjutnya.

Hendaklah seseorang hidup sesuai dengan Dhamma dan tak menempuh cara-cara jahat. Barangsiapa hidup sesuai dengan Dhamma, maka ia akan hidup bahagia di dunia ini maupun di dunia selanjutnya.

        Ayah Buddha Gotama mencapai tingkat kesucian sotapatti setelah khotbah Dhamma itu berakhir.***
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
 [at] Ryu, yg dicari adalah sutta yg menceritakan Suddhodana mencapai Arahat, bukan yg lain

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
1. Kita tentu pernah mendengar atau membaca bahwa Raja Suddhodana, Ayah Sang Buddha, berhasil mencapai kesucian Arahat sesaat sebelum meninggal dunia tanpa menjadi bhikkhu.

2. menurut MN 71 Tevijjavacchagotta Sutta, terjadi dialog antara Vacchagotta dengan Sang Buddha sebagai berikut

Vaccha: “Guru Gotama, adakah perumah tangga yang, tanpa meninggalkan belenggu kerumahtanggaan, pada saat meninggal dunia telah mengakhiri penderitaan?”

Sang Buddha: “Vaccha, tidak ada perumah tangga yang, tanpa meninggalkan belenggu kerumahtanggaan, pada saat saat meninggal dunia telah mengakhiri penderitaan.”

Tampak adanya kontradiksi Antara Poin 1 dan Poin 2 ini,

Bagaimana rekan-rekan menjelaskan hal ini? mohon tanggapan.

_/\_
Saya pikir belenggu kerumah-tanggaan itu adalah kondisi dalam pikiran, bukan statusnya sebagai perumahtangga. Dalam Dhammapada juga ada menteri bernama Santati yang menjadi Arahat ketika masih memakai baju kebesarannya, bahkan parinibbana (dengan terbang dan terbakar) pada saat itu juga. Buddha mengatakan yang terbebas dari noda bathin adalah yang disebut bhikkhu.

Belenggu kerumah-tanggaan ini juga bukan selalu berarti nafsu indriah, tetapi bisa juga hal-hal baik seperti kasus Ghatikara, seorang yang "hanya" Anagami karena tidak meninggalkan kerumah-tanggaan demi merawat orang tuanya yang sakit.

« Last Edit: 19 August 2010, 11:54:09 AM by Kainyn_Kutho »

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
most likely anda semua benar, saya menemukan komentar (mungkin berasal dari Atthakatha dan tika) ini dalam catatan kaki.

"MA menjelaskan “belenggu kerumah-tanggaan” (gihisaṁyojana) sebagai kemelekatan pada kebutuhan-kebutuhan seorang rumah tangga, yang diperinci oleh MṬ sebagai tanah, hiasan-hiasan, kekayaan, hasil panen, dan sebagainya. MA mengatakan bahwa bahlan walaupun teks menyebutkan beberapa individu yang mencapai Kearahatan sebagai seorang awam, melalui jalan Kearahatan mereka menghancurkan segala kemelekatan pada hal-hal duniawi dan dengan demikian mereka akan meninggalkan keduniawian sebagai bhikkhu atau segera meninggal dunia setelah pencapaian mereka."

Terima kasih kepada semua yg berpartisipasi, GRP to all...

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male

Terima kasih kepada semua yg berpartisipasi, GRP to all...

and All fail, except Hendrako

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
tuh kan, aye bilang apaa...  *maksa nimbrung utk dapet grp*
There is no place like 127.0.0.1

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
tuh kan, aye bilang apaa...  *maksa nimbrung utk dapet grp*

loh bukannya biasanya nambahin sendiri?

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
[at] Ryu, yg dicari adalah sutta yg menceritakan Suddhodana mencapai Arahat, bukan yg lain
keknya ada di kitab komentar. di sutta ga ada.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Explanatory Translation (Verse 169)

dhammam sucaritam care nam duccaritam na care
dhammacari asmim loke paramhi ca sukham seti

dhammam: within reality; sucaritam care: live correctly; nam: that; duccaritam: in a wrong way; na care: do not live; dhammacari: he who lives realistically; asmim loke: in this world; paramhi ca: and in the next; sukham: in comfort; seti: lives

Practice the dhamma to perfection. Do not practice it in a bad, faulty manner. He who follows the teaching in the proper manner will live in peace and comfort both in this world and in the next.

Commentary

King Suddhodana: News that the Buddha was residing at Rajagaha and was preaching the Dhamma reached the ears of the aged King Suddhodana, and his anxiety to see his enlightened son grew stronger. On nine successive occasions he sent nine courtiers, each with a large following, to invite the Buddha to Kapilavatthu. Contrary to his expectations, they all heard the Dhamma and, attaining arahatship, entered the Sangha. Since arahats were indifferent to worldly things they did not convey the message to the Buddha. The disappointed king finally dispatched another faithful courtier, Kaludayi, who was a playmate of the Buddha, Like the rest he also had the good fortune to attain arahatship and joined the Sangha. But, unlike the others, he conveyed the message to the Buddha, and persuaded Him to visit His aged royal father. As the season was most suitable for travelling, the Buddha, attended by a large retinue of disciples, journeyed in slow stages delivering the Dhamma on the way and in due course arrived at Kapilavatthu in two months.

Arrangements were made for Him to reside at the Park of Nigrodha, a Sakya. The conceited elderly Sakyas, thinking to themselves, "He is our younger brother, our nephew, our grandson," said to the young princes: "You do him obeisance: we will sit behind you." As they sat without paying Him due reverence he subdued their pride by rising into the air and issued water and heat from his body. The king, seeing this wonderful phenomenon, saluted Him immediately, saying that it was his third salutation. He saluted Him for the first time when he saw the infant prince's feet rest on the head of ascetic Asita whom he wanted the child to revere. His second salutation took place at the ploughing festival when he saw the infant prince seated cross-legged on the couch, absorbed in meditation. All the Sakyas were then compelled to pay Him due reverence.

Thereupon the Buddha came down from the sky and sat on the seat prepared for him. The humbled relatives took their seats eager to listen to His Teachings. At this moment an unexpected shower of rain fell upon the Sakya kinsfolk. The occurrence of this strange phenomenon resulted in a discussion amongst themselves. Then the Buddha preached the Vessantara Jataka to show that a similar incident took place in the presence of His relatives in a previous birth. The Sakyas were delighted with the discourse, and they departed, not knowing that it was their duty to invite the Buddha and the disciples for the noon-day meal. It did not occur to the king to invite the Buddha, although he thought to himself. "If my son does not come to my house, where will he go?" Reaching home, he made ready several kinds of food expecting their arrival in the palace.

As there was no special invitation for the noon-day meal on the following day, the Buddha and His disciples got ready for their usual alms-round. Before proceeding He considered to Himself: "Did the sages of the past, upon entering the city of their kinsfolk, straightaway enter the houses of the relatives, or did they go from house to house in regular order receiving alms?" Perceiving that they did so from house to house, the Buddha went in the streets of Kapilavatthu seeking alms. On hearing of this seemingly disgraceful conduct of the Buddha from his daughter-in-law Yasodhara, perturbed in mind, he hurried to the Buddha and, saluting Him, Said, "Son, why do you ruin me? I am overwhelmed with shame to see you begging alms. Is it proper for you, who used to travel in a golden palanquin, to seek alms in this very city? Why do you put me to shame?"

"I am not putting you to shame, O great king! I am following the custom of my lineage," replied the Buddha, to the king's astonishment. 'But, dear son, is it the custom of my lineage to gain a livelihood by seeking alms? Surely ours is the warrior lineage of Mahasammata, and not a single warrior has gone seeking alms." "O great king, that is the custom of your royal lineage. But this is the custom of my Buddha lineage. Several thousands of sages have lived by seeking alms." Standing on the street, the Buddha then advised the king thus: "Be not heedless in standing at a door for alms. Lead a righteous life. The righteous live happily both in this world and in the next." Hearing it, the king realized the Teaching and attained the first stage of sainthood. Immediately after, he took the Buddha's bowl and, conducting Him and His disciples to the palace, served them with choice food. At the close of the meal the Buddha again exhorted him thus: "Lead a righteous life, and not one that is corrupt. The righteous live happily both in this world and in the next." Thereupon the king attained the second stage of sainthood (sakadagami) and Pajapati Gotami attained the first stage of sainthood (sotapatti). On a later occasion when it was related to the Buddha that the king refused to believe that his son had died owing to his severe austerities without achieving his goal, the Buddha preached the Dhammapala Jataka to show that in a previous birth too he refused to believe that his son had died although he was shown a heap of bones. At this time he attained the third stage of sainthood (anagami). On his death-bed, the king heard the Dhamma from the Buddha for the last time and attained arahatship.

After experiencing the bliss of emancipation for seven days, he passed away as a lay arahat when the Buddha was about forty years old. King Suddhodana had the greatest affection for his son Prince Siddhattha. Some traditions record seven dreams dreamt by the king, just before Prince Siddhattha saw the four presages, and renounced the lay-life. These are the dreams: (1) Innumerable crowds of people gathered around a great imperial banner like that of Indra, and they, lifting it and holding it up, proceeded to carry it through Kapilavatthu, and finally went from the city by the Eastern Gate: (2) Prince Siddhatha riding on a royal chariot drawn by great elephants passed through the Southern Gate: (3) The Prince seated in a very magnificent four-horsed chariot again proceeded through the Western Gate: (4) A magnificently jewelled discus flew through the air, and proceeded through the Northern Gate: (5) The Prince sitting in the middle of the four great highways of Kapilavatthu, and holding a large mace, smote with it a large drum: (6) The Prince was seated on the top of a high tower in the centre of Kapilavatthu, and scattered in the four quarters of heaven countless jewels of every kind, which were gathered by the innumerable concourse of living creatures who came there: (7) Outside the city of Kapilavatthu, not very far off, six men raised their voices and wailed greatly and wept, and with their hands they plucked out the hair of their heads, and flung it by handfuls on the ground.

The Brahmin advisers of the king, when called upon to observe, expressed their inability to interpret the dreams of the king. Then a deity appeared in the guise of a brahmin at the palace gate and said that he could interpret the king's dreams. When received by the king and requested to interpret the dreams, he explained them thus: (1) According to the first dream: the prince will soon give up his present condition, and surrounded by innumerable devas, he will proceed from the city and become a recluse: (2) According to the second dream: the prince having left his home, will very soon attain enlightenment and ten powers of the mind: (3) According to the third dream: the prince will, after attaining enlightenment, arrive at the four intrepidities: (4) According to the fourth dream: the prince will set the wheel of the good doctrine in motion for the good of gods and men: (5) According to the fifth dream: after the prince becomes a Buddha and setting the wheel of the Dhamma in motion, the sound of his preaching will extend through the highest heavens: (6) According to the sixth dream: after enlightenment he will scatter the gems of the Dhamma for the sake of gods and men and the eight classes of creatures: (7) The seventh dream signified the misery and distress of the six heretical teachers whom the prince will, after enlightenment, discomfit and expose.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
tuh kan, aye bilang apaa...  *maksa nimbrung utk dapet grp*

loh bukannya biasanya nambahin sendiri?
;D  ;D

emang bisa yak?


Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
most likely anda semua benar, saya menemukan komentar (mungkin berasal dari Atthakatha dan tika) ini dalam catatan kaki.

"MA menjelaskan “belenggu kerumah-tanggaan” (gihisaṁyojana) sebagai kemelekatan pada kebutuhan-kebutuhan seorang rumah tangga, yang diperinci oleh MṬ sebagai tanah, hiasan-hiasan, kekayaan, hasil panen, dan sebagainya. MA mengatakan bahwa bahlan walaupun teks menyebutkan beberapa individu yang mencapai Kearahatan sebagai seorang awam, melalui jalan Kearahatan mereka menghancurkan segala kemelekatan pada hal-hal duniawi dan dengan demikian mereka akan meninggalkan keduniawian sebagai bhikkhu atau segera meninggal dunia setelah pencapaian mereka."

Terima kasih kepada semua yg berpartisipasi, GRP to all...

jadi adalah memungkinkan untuk mencapai arahat walau tidak meninggalkan keduniawian, berarti kontradiksi donk dg sutta tsb bro?    (****pengin lanjutin diskusi, gara2 ga bisa kasih GRP banyakin posting aja****)

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
jadi adalah memungkinkan untuk mencapai arahat walau tidak meninggalkan keduniawian, berarti kontradiksi donk dg sutta tsb bro?    (****pengin lanjutin diskusi, gara2 ga bisa kasih GRP banyakin posting aja****)
Tidak kontradiksi. Meninggalkan keduniawian (jadi bhikkhu) belum tentu adalah melepas belenggu keduniawian. Maka bisa saja bhikkhu lepas jubah. Sebaliknya meninggalkan belenggu keduniawian bukan berarti serta-merta menjadi bhikkhu.


Offline williamhalim

  • Sebelumnya: willibordus
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.869
  • Reputasi: 134
  • Gender: Male
Meski menjadi seorang bhikkhu adalah kondisi yg sempurna untuk tidak terganggu dengan berbagai belenggu, namun saya setuju bahwa 'melepaskan belenggu keduniawian' bukan berarti selalu menjadi bhikkhu. bisa juga jadi pertapa biasa.

Kembali ke topik TS, kalimat disini adalah 'melepas belenggu kerumahtanggaan'.

Saya jadi merenungkan, apakah bisa kita 'melepaskan belenggu kerumahtanggaan' sementara masih hidup di dalam keluarga tsb? Artinya kita masih tinggal secara fisik dalam keluarga tsb? Bagaimana implementasinya? ambil contoh Raja Suddhodana, bagaiman pemerintahan dijalankan? Bagaimana pelayan2 bersikap terhadap Sang Raja? Apakah Beliau hidup sbg petapa di istana sendiri?

Saya bayangkan diri sendiri juga, sebagai kepala keluarga. Bagaimana kita 'melepas belenggu kerumahtangaan' sementara masih tinggal secara fisik dengan keluarga? Anak2 kecil kita yg setiap hari minta bermain, setiap saat dipanggil papa, meredakan pertengkaran anak, membagi tugas menjaga anak dengan istri, bagaimana menafkahi keluarga? Kebutuhan sekolah, dll?

Menurut saya pribadi: TIDAK MUNGKIN untuk 'melepaskan belenggu kerumahtanggaan' sementara kita masih tinggal secara fisik dengan keluarga kita. Kondisi yg paling pas adalah menjadi seorang Bhikkhu atau seorang petapa.

::



Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
jadi adalah memungkinkan untuk mencapai arahat walau tidak meninggalkan keduniawian, berarti kontradiksi donk dg sutta tsb bro?    (****pengin lanjutin diskusi, gara2 ga bisa kasih GRP banyakin posting aja****)
Tidak kontradiksi. Meninggalkan keduniawian (jadi bhikkhu) belum tentu adalah melepas belenggu keduniawian. Maka bisa saja bhikkhu lepas jubah. Sebaliknya meninggalkan belenggu keduniawian bukan berarti serta-merta menjadi bhikkhu.


thanks bro Kainyn_Kutho yg baik,
justru itu, sepertinya kontradiksi, karena dlm sutta itu ditulis bhw seorang umat awam mustahil mencapai arahat selama tidak melepas belenggu keluarga, sedangkan raja Suddhodana dlm pencapaian keArahatan beliau justru dibawah payung kerajaan berwarna putih, otomatis masih dlm belenggu, ya kerajaan, ya status sbg raja, ya status sbg suami, ya harta benda serta segala fasilitas kerajaan yg dimilikinya (ketikan ya dibanyakin ikutan versi bro Gacha, spt pali).  bagaimana bro?

mettacittena,

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
Meski menjadi seorang bhikkhu adalah kondisi yg sempurna untuk tidak terganggu dengan berbagai belenggu, namun saya setuju bahwa 'melepaskan belenggu keduniawian' bukan berarti selalu menjadi bhikkhu. bisa juga jadi pertapa biasa.

Kembali ke topik TS, kalimat disini adalah 'melepas belenggu kerumahtanggaan'.

Saya jadi merenungkan, apakah bisa kita 'melepaskan belenggu kerumahtanggaan' sementara masih hidup di dalam keluarga tsb? Artinya kita masih tinggal secara fisik dalam keluarga tsb? Bagaimana implementasinya? ambil contoh Raja Suddhodana, bagaiman pemerintahan dijalankan? Bagaimana pelayan2 bersikap terhadap Sang Raja? Apakah Beliau hidup sbg petapa di istana sendiri?

Saya bayangkan diri sendiri juga, sebagai kepala keluarga. Bagaimana kita 'melepas belenggu kerumahtangaan' sementara masih tinggal secara fisik dengan keluarga? Anak2 kecil kita yg setiap hari minta bermain, setiap saat dipanggil papa, meredakan pertengkaran anak, membagi tugas menjaga anak dengan istri, bagaimana menafkahi keluarga? Kebutuhan sekolah, dll?

Menurut saya pribadi: TIDAK MUNGKIN untuk 'melepaskan belenggu kerumahtanggaan' sementara kita masih tinggal secara fisik dengan keluarga kita. Kondisi yg paling pas adalah menjadi seorang Bhikkhu atau seorang petapa.

::


saya sependapat dg anda bro....

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
[...]
Menurut saya pribadi: TIDAK MUNGKIN untuk 'melepaskan belenggu kerumahtanggaan' sementara kita masih tinggal secara fisik dengan keluarga kita. Kondisi yg paling pas adalah menjadi seorang Bhikkhu atau seorang petapa.

::
Berarti kalau menurut Bro Willi, tidak ada perumahtangga yang mencapai Arahatta tanpa menjadi petapa terlebih dahulu?

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
ada catatan kaki :
(715) MA menjelaskan “belengguu kerumah-tangga” (gihisamyojana) sebagai kemelekatan pada kebutuhan-kebutuhan perumah-tangga, yang oleh MT dirinci sebagai tanah, hiasan, kekayaan, biji-bijian, dsb. MA mengatakan bahwa walaupun teks-teks menyebutkan beberapa individu yang mencapai tingkat arahat sebagai perumah-tangga, melalui jalan tingkat arahat mereka menghancurkan semua kemelekatan pada  hal-hal duniawi sehingga menjadi bhikkhu atau meninggal segera setelah pencapaian mereka. Pernyataan tentang Arahat awam dibahas di Miln 264.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
[...]
Menurut saya pribadi: TIDAK MUNGKIN untuk 'melepaskan belenggu kerumahtanggaan' sementara kita masih tinggal secara fisik dengan keluarga kita. Kondisi yg paling pas adalah menjadi seorang Bhikkhu atau seorang petapa.

::
Berarti kalau menurut Bro Willi, tidak ada perumahtangga yang mencapai Arahatta tanpa menjadi petapa terlebih dahulu?

yang dimaksud bro Will adalah jika disaat sekarang, bukan membahas raja suddhodana, benarkah bro will?

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
thanks bro Kainyn_Kutho yg baik,
justru itu, sepertinya kontradiksi, karena dlm sutta itu ditulis bhw seorang umat awam mustahil mencapai arahat selama tidak melepas belenggu keluarga, sedangkan raja Suddhodana dlm pencapaian keArahatan beliau justru dibawah payung kerajaan berwarna putih, otomatis masih dlm belenggu, ya kerajaan, ya status sbg raja, ya status sbg suami, ya harta benda serta segala fasilitas kerajaan yg dimilikinya (ketikan ya dibanyakin ikutan versi bro Gacha, spt pali).  bagaimana bro?

mettacittena,
Menurut saya, belenggu yang dimaksud bukanlah cara hidup yang menjalani kehidupan perumah-tangga, namun kondisi bathin yang melekati kerumah-tanggaan itu sendiri. Saya ambil contoh sebaliknya, seorang bhikkhu yang hidup menyendiri, tidak memiliki harta benda, tidak tinggal bersama keluarga, ia memiliki cara hidup seorang petapa. Tetapi apakah otomatis bisa kita sebut dia telah melepaskan belenggu kerumah-tanggaan?

Sebaliknya, seorang Arahat bisa saja tetap menjalani cara hidup seorang perumah-tangga, namun dikatakan akan parinibbana dalam 7 hari.


Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
ada catatan kaki :
(715) MA menjelaskan “belengguu kerumah-tangga” (gihisamyojana) sebagai kemelekatan pada kebutuhan-kebutuhan perumah-tangga, yang oleh MT dirinci sebagai tanah, hiasan, kekayaan, biji-bijian, dsb. MA mengatakan bahwa walaupun teks-teks menyebutkan beberapa individu yang mencapai tingkat arahat sebagai perumah-tangga, melalui jalan tingkat arahat mereka menghancurkan semua kemelekatan pada  hal-hal duniawi sehingga menjadi bhikkhu atau meninggal segera setelah pencapaian mereka. Pernyataan tentang Arahat awam dibahas di Miln 264.

iya bro Ryu...memang itu yg jadi pertanyaan saya, krn dlm sutta MN.71 Sang Buddha bersabda adalah tidak mungkin (mustahil) bagi umat awam utk mencapai pembebasan dari Dukkha bila tidak melepas belenggu keduniawian.

Quote
Na kho (Not, indeed) vaccha ekanneva  satam  (not even just one hundred) na dve satàni (not 200) na tini satàni (not 300) na cattàri satàni (not 400) na panca satàni (not 500), atha kho (then) bhiyyova ye (like as/as if/only, in higher degree/still more and more/repeatedly) gihãsamyojanam (fetter of domestic life, fetter of householder life, laylife's bonds) appahàya (having little left, having little diminish, having little disappear)  kàyassa (to the heap up, to the group, to the accumulation, to the collection)  bhedà (breaking, destruction, dissolution) saggupagà'ti (getting to/reaching to/coming into/having/experiencing heaven, next world, happiness place and long life)

(***wah tulisan palinya kok jadi ngaco ya?***)

sorry ini kata demi kata, agar dapat di cek juga apakah ada kesalahan penerjemahan. bro Indra sih udah menanggapi tidak ada kesalahan penerjemahan dari berbagai pihak penerjemah, jadi sutta versi bhs inggrisnya telah sesuai menerjemahkan dari palinya. bro Indra udah membandingkan antara pali dengan inggrisnya, semua tidak ada kesalahan penerjemahan, sehingga sang Buddha benar telah membabarkan mustahil seorang umat awam mencapai arahat jika tidak melepas belenggu keduniawian nya. (utk bro Kainyn yg baik, itu yg jadi pokok pertanyaan bro Indra)

mettacittena,
« Last Edit: 20 August 2010, 05:09:53 PM by pannadevi »

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
yang dimaksud bro Will adalah jika disaat sekarang, bukan membahas raja suddhodana, benarkah bro will?
Saya setuju dengan pendapat bahwa menjalani kehidupan sebagai petapa, lebih kondusif untuk pencapaian kesucian. Namun, terlepas dari kasus Suddhodana di masa lampau, ataukah masa sekarang (atau masa depan), bukanlah tidak mungkin seorang perumahtangga yang ketika melepaskan kemelekatannya pada hal rumah-tangga, untuk mencapai Arahatta-phala.

Offline Lex Chan

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.437
  • Reputasi: 134
  • Gender: Male
  • Love everybody, not every body...
kisah lain: Bahiya, yang belum resmi ditahbiskan menjadi bhikkhu tapi menjadi Arahat setelah mendengar Dhammadesana dari Sang Buddha.

tapi konteksnya agak lain dari Raja Suddhodana, karena kondisi Bahiya tidak lagi sangat dekat dengan rumah tangga pada saat itu.
“Give the world the best you have and you may get hurt. Give the world your best anyway”
-Mother Teresa-

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
yang dimaksud bro Will adalah jika disaat sekarang, bukan membahas raja suddhodana, benarkah bro will?
Saya setuju dengan pendapat bahwa menjalani kehidupan sebagai petapa, lebih kondusif untuk pencapaian kesucian. Namun, terlepas dari kasus Suddhodana di masa lampau, ataukah masa sekarang (atau masa depan), bukanlah tidak mungkin seorang perumahtangga yang ketika melepaskan kemelekatannya pada hal rumah-tangga, untuk mencapai Arahatta-phala.


kemungkinan itu justru yang kontradiksi jika dibandingkan sutta MN.71, yang jelas2 sang Buddha membabarkan dlm sutta tsb adalah mustahil.

padahal mungkin saja bisa, dg konteks yg bro sampaikan tadi diatas "wlu tidak secara physik tapi secara mental". justru Arahat itu khan memang mental bukan physik.

makanya saya tertarik karena kok seperti ada kontradiksi, saya memang mencari yang bener itu bagaimana? bukankah mustahil sang Buddha lupa? bagaimana bro?

mettacittena,

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
kisah lain: Bahiya, yang belum resmi ditahbiskan menjadi bhikkhu tapi menjadi Arahat setelah mendengar Dhammadesana dari Sang Buddha.

tapi konteksnya agak lain dari Raja Suddhodana, karena kondisi Bahiya tidak lagi sangat dekat dengan rumah tangga pada saat itu.

iya bro Lex yang baik,
bahiya pun umat awam yang mencapai arahat, bahkan bahiyalah Arahat pertama yang mendapat kehormatan sang Buddha, menginstruksikan pembangunan Stupa kepada 4 jenis orang yang berharga.

namun beliau telah lama meninggalkan keduniawian menjadi petapa hanya dg selembar kulit kayu, walau masyarakat mempersembahkan jubah, namun semua ditolak, bukankah itu juga lambang tidak melekat?

mettacittena,

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
thanks bro Kainyn_Kutho yg baik,
justru itu, sepertinya kontradiksi, karena dlm sutta itu ditulis bhw seorang umat awam mustahil mencapai arahat selama tidak melepas belenggu keluarga, sedangkan raja Suddhodana dlm pencapaian keArahatan beliau justru dibawah payung kerajaan berwarna putih, otomatis masih dlm belenggu, ya kerajaan, ya status sbg raja, ya status sbg suami, ya harta benda serta segala fasilitas kerajaan yg dimilikinya (ketikan ya dibanyakin ikutan versi bro Gacha, spt pali).  bagaimana bro?

mettacittena,
Menurut saya, belenggu yang dimaksud bukanlah cara hidup yang menjalani kehidupan perumah-tangga, namun kondisi bathin yang melekati kerumah-tanggaan itu sendiri. Saya ambil contoh sebaliknya, seorang bhikkhu yang hidup menyendiri, tidak memiliki harta benda, tidak tinggal bersama keluarga, ia memiliki cara hidup seorang petapa. Tetapi apakah otomatis bisa kita sebut dia telah melepaskan belenggu kerumah-tanggaan?

Sebaliknya, seorang Arahat bisa saja tetap menjalani cara hidup seorang perumah-tangga, namun dikatakan akan parinibbana dalam 7 hari.


bro Kainyn yg baik,

bagaimana maksud anda bro?
maksud nya misal dia masih dekat hub nya dg keluarga? begitukah? misal dia masih menggunakan HP, laptop, menyetir sendiri mobilnya, memiliki rekening sendiri, begitukah?

mettacittena,

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
kisah lain: Bahiya, yang belum resmi ditahbiskan menjadi bhikkhu tapi menjadi Arahat setelah mendengar Dhammadesana dari Sang Buddha.

tapi konteksnya agak lain dari Raja Suddhodana, karena kondisi Bahiya tidak lagi sangat dekat dengan rumah tangga pada saat itu.

Bahiya bukan tidak dekat dengan rumah-tangga, namun memang telah hidup dengan cara petapa.
Selain Santati yang parinibbana dalam jubah menteri, contoh lainnya adalah Khema yang mencapai Arahatta sewaktu masih jadi ratu.

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
yang dimaksud bro Will adalah jika disaat sekarang, bukan membahas raja suddhodana, benarkah bro will?
Saya setuju dengan pendapat bahwa menjalani kehidupan sebagai petapa, lebih kondusif untuk pencapaian kesucian. Namun, terlepas dari kasus Suddhodana di masa lampau, ataukah masa sekarang (atau masa depan), bukanlah tidak mungkin seorang perumahtangga yang ketika melepaskan kemelekatannya pada hal rumah-tangga, untuk mencapai Arahatta-phala.


8. (367) Apabila seseorang tidak lagi melekat pada konsepsi
"aku" atau "milikku", baik yang berkenaan dengan batin
maupun jasmani, dan tidak bersedih terhadap apa yang tidak
dimilikinya, maka orang seperti itu layak disebut bhikkhu.

Sumber : Dhammapada

Yup, awam mungkin mencapai arahat, namun dengan kemungkinan yang sangat kecil.

Di dalam Tipitaka hanya ada satu preseden, yaitu Raja Suddhodana. Sementara yang lain semuanya adalah petapa.

Selain itu juga patut diperhatikan bahwa Raja Suddhodana memiliki kondisi yang amat sangat jarang yaitu ayah seorang calon Sammasambuddha, bahkan sakitnya beliau sendiri saya perkirakan adalah salah satu faktor penunjang beliau menjadi Arahat. Semua orang pasti sakit, namun kalau Raja Suddhodana sakit, yang mengunjungi bukan orang biasa, yaitu Sang Buddha sendiri yang memberikan kotbah Dhamma yang menunjang pencapaian sang raja menuju arahatta.


yaa... gitu deh

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Menurut saya, belenggu yang dimaksud bukanlah cara hidup yang menjalani kehidupan perumah-tangga, namun kondisi bathin yang melekati kerumah-tanggaan itu sendiri. Saya ambil contoh sebaliknya, seorang bhikkhu yang hidup menyendiri, tidak memiliki harta benda, tidak tinggal bersama keluarga, ia memiliki cara hidup seorang petapa. Tetapi apakah otomatis bisa kita sebut dia telah melepaskan belenggu kerumah-tanggaan?

Sebaliknya, seorang Arahat bisa saja tetap menjalani cara hidup seorang perumah-tangga, namun dikatakan akan parinibbana dalam 7 hari.


bro Kainyn yg baik,

bagaimana maksud anda bro?
maksud nya misal dia masih dekat hub nya dg keluarga? begitukah? misal dia masih menggunakan HP, laptop, menyetir sendiri mobilnya, memiliki rekening sendiri, begitukah?

mettacittena,
Bukan. Itu sih bukan cara hidup petapa, tapi petapa gadungan. Maksud saya adalah yang benar menjalani kehidupan petapa, menjalankan vinaya dengan baik, namun masih dibelenggu akan hal-hal perumahtangga. Ia masih rindu dan mengingat nikmat dan mudahnya menjalani hidup berumah tangga. Ini adalah salah satu (dari tujuh) hal yang dikatakan Buddha sebagai menodai kehidupan perumah tangga.


Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
yang dimaksud bro Will adalah jika disaat sekarang, bukan membahas raja suddhodana, benarkah bro will?
Saya setuju dengan pendapat bahwa menjalani kehidupan sebagai petapa, lebih kondusif untuk pencapaian kesucian. Namun, terlepas dari kasus Suddhodana di masa lampau, ataukah masa sekarang (atau masa depan), bukanlah tidak mungkin seorang perumahtangga yang ketika melepaskan kemelekatannya pada hal rumah-tangga, untuk mencapai Arahatta-phala.


8. (367) Apabila seseorang tidak lagi melekat pada konsepsi
"aku" atau "milikku", baik yang berkenaan dengan batin
maupun jasmani, dan tidak bersedih terhadap apa yang tidak
dimilikinya, maka orang seperti itu layak disebut bhikkhu.

Sumber : Dhammapada

Yup, awam mungkin mencapai arahat, namun dengan kemungkinan yang sangat kecil.

Di dalam Tipitaka hanya ada satu preseden, yaitu Raja Suddhodana. Sementara yang lain semuanya adalah petapa.

Selain itu juga patut diperhatikan bahwa Raja Suddhodana memiliki kondisi yang amat sangat jarang yaitu ayah seorang calon Sammasambuddha, bahkan sakitnya beliau sendiri saya perkirakan adalah salah satu faktor penunjang beliau menjadi Arahat. Semua orang pasti sakit, namun kalau Raja Suddhodana sakit, yang mengunjungi bukan orang biasa, yaitu Sang Buddha sendiri yang memberikan kotbah Dhamma yang menunjang pencapaian sang raja menuju arahatta.


betul sekali anda bro,
kalo yg nengok kita cuman bawa buah tangan, buah2an atau biskuit.
tapi kalo yang menengok sang Buddha, itu bukan lagi kebetulan, memang sudah semestinya, karena sbg anak.  sedangkan sang Buddha mana mungkin tidak membantu ayah kandung? orang yang tidak dikenal aja dibantu meraih keArahatannya, apalagi ayah kandung.

saya pernah baca tapi lupa dimana (ada yg bisa bantu?). kalau ada seorang bijaksana dari sebuah keluarga maka 7 turunan dari keluarga tsb akan menjadi luhur pula. 7 turunan ini maksudnya generasi yg bisa kita lihat saat itu, 3 generasi diatas kita dan 3 generasi dibawah kita, dg kita sendiri maka itulah yg disebut 7 keturunan.

mettacittena,

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
Menurut saya, belenggu yang dimaksud bukanlah cara hidup yang menjalani kehidupan perumah-tangga, namun kondisi bathin yang melekati kerumah-tanggaan itu sendiri. Saya ambil contoh sebaliknya, seorang bhikkhu yang hidup menyendiri, tidak memiliki harta benda, tidak tinggal bersama keluarga, ia memiliki cara hidup seorang petapa. Tetapi apakah otomatis bisa kita sebut dia telah melepaskan belenggu kerumah-tanggaan?

Sebaliknya, seorang Arahat bisa saja tetap menjalani cara hidup seorang perumah-tangga, namun dikatakan akan parinibbana dalam 7 hari.


bro Kainyn yg baik,

bagaimana maksud anda bro?
maksud nya misal dia masih dekat hub nya dg keluarga? begitukah? misal dia masih menggunakan HP, laptop, menyetir sendiri mobilnya, memiliki rekening sendiri, begitukah?

mettacittena,
Bukan. Itu sih bukan cara hidup petapa, tapi petapa gadungan. Maksud saya adalah yang benar menjalani kehidupan petapa, menjalankan vinaya dengan baik, namun masih dibelenggu akan hal-hal perumahtangga. Ia masih rindu dan mengingat nikmat dan mudahnya menjalani hidup berumah tangga. Ini adalah salah satu (dari tujuh) hal yang dikatakan Buddha sebagai menodai kehidupan perumah tangga.


petapa gadungan ?  ;D  ;D

kena deh saya.... (punya HP, pake komputer buat kerjakan paper, termasuk ol ke DC....)

ok deh bro, saya menangkap maksud anda, maksudnya dg beliau masih ternoda pikirannya. yah jelas aja bro, wlu dia puluhan tahun meditasi, tapi pikirannya masih ternoda memang jangan harap mencapai kesucian Arahat. tapi beda lo bro, selaras dg pikiran yg masih mengingat keluarga, nikmatnya kehidupan berumah tangga, namun dia memiliki saddha yang amat teguh maka dia mencapai Saddhanusari, atau mata dhamma nya terbuka maka dia mencapai Dhammanussari, inipun telah mencapai kesucian lo bro, mereka selevel dg Sotapanna. tapi yg dibahas sang Buddha di sutta MN.71 adalah yg terbebaskan berarti ARAHAT.

mettacittena,

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Maaf OOT ...
TS: silahkan OOT...

Kontradiksi yg lain:

Bagaimana dengan seorang yg bahkan mencapai Kebuddhaan dan masih tinggal serumah dengan bini, hanya yg ini masih hidup

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
Maaf OOT ...
TS: silahkan OOT...

Kontradiksi yg lain:

Bagaimana dengan seorang yg bahkan mencapai Kebuddhaan dan masih tinggal serumah dengan bini, hanya yg ini masih hidup

 ;D  ;D ;D  :P

TS udah kasih greenlight....

khan enak itu bro, ga perlu susah2 meninggalkan keduniawian... (***masuk blog nih ntar ***)

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
asalkan jeli bukan nya ditulis tidak mungkin perumahtangga yang tidak meninggalkan belenggu perumahtangga mencapai arahat, berarti mungkin perumahtangga yang meninggalkan belenggu perumahtangga mencapai arahat dong.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
petapa gadungan ?  ;D  ;D

kena deh saya.... (punya HP, pake komputer buat kerjakan paper, termasuk ol ke DC....)
Ada kisah tentang bhikkhu yang meninggalkan hutan untuk merawat orang tuanya yang tidak mampu, tapi saya lupa di sutta mana. Beberapa bhikkhu lain melaporkan hal ini pada Buddha karena dianggap melanggar vinaya, tetapi Buddha justru memuji bhikkhu yang merawat orang tuanya tersebut.
Ada lagi kisah sekeluarga yang menjadi anggota Sangha, lalu mereka walaupun telah menjadi bhikkhu dan bhikkhuni, selalu bersama-sama seperti waktu masih jadi perumahtangga dulu. Terhadap situasi ini, Buddha Gotama mencela sikap demikian dan menasihati mereka.
Saya tidak tahu yang mana "dekat dengan keluarga" yang dimaksud. Saya asumsi yang ke dua karena pikiran saya masih melekat pada diskusi akhir-akhir ini tentang seorang yang mengaku Buddha hidup tapi tinggal serumah dengan istri & anak.

Mengenai HP, Laptop, setahu saya adalah wajar bagi para petapa untuk menggunakannya, namun bukan menjadi milik pribadinya karena petapa seharusnya tidak punya kepemilikan. Jadi rekening pribadi juga otomatis tidak punya. Demikian juga kalau bawa mobil sendiri, saya rasa itu bukan cara hidup petapa.

Sis Pannadevi seorang Samaneri/Bhikkhuni?   _/\_

Apa yang saya sampaikan hanya pendapat, tidak ada maksud menghakimi. 



Quote
ok deh bro, saya menangkap maksud anda, maksudnya dg beliau masih ternoda pikirannya. yah jelas aja bro, wlu dia puluhan tahun meditasi, tapi pikirannya masih ternoda memang jangan harap mencapai kesucian Arahat. tapi beda lo bro, selaras dg pikiran yg masih mengingat keluarga, nikmatnya kehidupan berumah tangga, namun dia memiliki saddha yang amat teguh maka dia mencapai Saddhanusari, atau mata dhamma nya terbuka maka dia mencapai Dhammanussari, inipun telah mencapai kesucian lo bro, mereka selevel dg Sotapanna. tapi yg dibahas sang Buddha di sutta MN.71 adalah yg terbebaskan berarti ARAHAT.

mettacittena,
Betul, terbebaskan dalam artian "Arahat". Yang saya maksudkan adalah lepasnya seseorang dari belenggu kerumah-tanggaan itu, tidak tergantung apakah ia seorang perumah-tangga atau petapa. Keduanya bisa saja melakukannya.






[...]
Di dalam Tipitaka hanya ada satu preseden, yaitu Raja Suddhodana. Sementara yang lain semuanya adalah petapa.

Selain itu juga patut diperhatikan bahwa Raja Suddhodana memiliki kondisi yang amat sangat jarang yaitu ayah seorang calon Sammasambuddha, bahkan sakitnya beliau sendiri saya perkirakan adalah salah satu faktor penunjang beliau menjadi Arahat. Semua orang pasti sakit, namun kalau Raja Suddhodana sakit, yang mengunjungi bukan orang biasa, yaitu Sang Buddha sendiri yang memberikan kotbah Dhamma yang menunjang pencapaian sang raja menuju arahatta.
Seperti saya kutip sebelumnya, Santati parinibbana dalam jubah menteri, yang berarti ia bukan petapa.
Khema, Agga-savika Sangha Buddha Gotama, menembus Arahatta-phala sewaktu masih menjadi ratu.
Uggasena, menjadi Arahat ketika masih di atas galah (akrobat).

Jadi Suddhodana bukanlah satu-satunya contoh.


Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
asalkan jeli bukan nya ditulis tidak mungkin perumahtangga yang tidak meninggalkan belenggu perumahtangga mencapai arahat, berarti mungkin perumahtangga yang meninggalkan belenggu perumahtangga mencapai arahat dong.
Secara kasarnya, kebijaksanaan tanpa melepaskan diri dari belenggu perumah-tangga, hanya akan mencapai Anagami.
Meninggalkan belenggu perumah-tangga tanpa kebijaksanaan, hanya akan jadi petapa biasa.


Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
petapa gadungan ?  ;D  ;D

kena deh saya.... (punya HP, pake komputer buat kerjakan paper, termasuk ol ke DC....)
Ada kisah tentang bhikkhu yang meninggalkan hutan untuk merawat orang tuanya yang tidak mampu, tapi saya lupa di sutta mana. Beberapa bhikkhu lain melaporkan hal ini pada Buddha karena dianggap melanggar vinaya, tetapi Buddha justru memuji bhikkhu yang merawat orang tuanya tersebut.
Ada lagi kisah sekeluarga yang menjadi anggota Sangha, lalu mereka walaupun telah menjadi bhikkhu dan bhikkhuni, selalu bersama-sama seperti waktu masih jadi perumahtangga dulu. Terhadap situasi ini, Buddha Gotama mencela sikap demikian dan menasihati mereka.
Saya tidak tahu yang mana "dekat dengan keluarga" yang dimaksud. Saya asumsi yang ke dua karena pikiran saya masih melekat pada diskusi akhir-akhir ini tentang seorang yang mengaku Buddha hidup tapi tinggal serumah dengan istri & anak.

Mengenai HP, Laptop, setahu saya adalah wajar bagi para petapa untuk menggunakannya, namun bukan menjadi milik pribadinya karena petapa seharusnya tidak punya kepemilikan. Jadi rekening pribadi juga otomatis tidak punya. Demikian juga kalau bawa mobil sendiri, saya rasa itu bukan cara hidup petapa.

Sis Pannadevi seorang Samaneri/Bhikkhuni?   _/\_

Apa yang saya sampaikan hanya pendapat, tidak ada maksud menghakimi. 

bro Kainyn yang baik,
saya samaneri, tapi saya tidak berambisi untuk upasampada, apalagi begitu saya memakai jubah samaneri selang seminggu saya sudah berangkat kesini, dimana tradisi sini masih menolak upasampada, namun dari golongan moderat mereka mendukung adanya bhikkhuni sasana, sehingga sekarang disini sudah ada bhikkhuni mungkin sekitar 500an, diawali th.2000 upasampada 100 bhikkhuni ke Taiwan bantuan Fo Guang San. begitu pula bhikkhuni pertama di dunia juga dari sini yaitu Prof.Kusuma, beliau dulu seorang dosen dari Universitas Colombo. beliau upasampada di Buddhagaya sekitar th.89/th.90, sekitar thn itu

saya tidak merasa dihakimi kok, saya merasa sendiri...hehehe...

saya sih sebenarnya paham maksud anda, dengan tidak meninggalkan keduniawian, juga istilah gadungan.... tapi saya sengaja minta penjelasan agar saya tidak salah, bila saya hanya main terka saja. juga sekalian kejar quota...ga enak ga bisa kirim GRP (***protes dikit, jangan BRP lo***)

mettacittena,

« Last Edit: 20 August 2010, 06:42:11 PM by pannadevi »

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
bro Kainyn yang baik,
saya samaneri, tapi saya tidak berambisi untuk upasampada, apalagi begitu saya memakai jubah samaneri selang seminggu saya sudah berangkat kesini, dimana tradisi sini masih menolak upasampada, namun dari golongan moderat mereka mendukung adanya bhikkhuni sasana, sehingga sekarang disini sudah ada bhikkhuni mungkin sekitar 500an, diawali th.2000 upasampada 100 bhikkhuni ke Taiwan bantuan Fo Guang San. begitu pula bhikkhuni pertama di dunia juga dari sini yaitu Prof.Kusuma, beliau dulu seorang dosen dari Universitas Colombo.

saya tidak merasa dihakimi kok, saya merasa sendiri...hehehe...

saya sih sebenarnya paham maksud anda, dengan tidak meninggalkan keduniawian, juga istilah gadungan.... tapi saya sengaja minta penjelasan agar saya tidak salah, bila saya hanya main terka saja. juga sekalian kejar quota...ga enak ga bisa kirim GRP (***protes dikit, jangan BRP lo***)

mettacittena,

OOT bentar.
Samaneri ataukah bhikkhuni, yang terpenting adalah tekad yang dijalankan. Saya dukung anda untuk menjadi bhikkhuni di kemudian hari jika ada kesempatan yang memungkinkan. :)

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
asalkan jeli bukan nya ditulis tidak mungkin perumahtangga yang tidak meninggalkan belenggu perumahtangga mencapai arahat, berarti mungkin perumahtangga yang meninggalkan belenggu perumahtangga mencapai arahat dong.
Secara kasarnya, kebijaksanaan tanpa melepaskan diri dari belenggu perumah-tangga, hanya akan mencapai Anagami.
Meninggalkan belenggu perumah-tangga tanpa kebijaksanaan, hanya akan jadi petapa biasa.


sependapat...memang ini sesuai yang diajarkan sang Buddha.

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
bro Kainyn yang baik,
saya samaneri, tapi saya tidak berambisi untuk upasampada, apalagi begitu saya memakai jubah samaneri selang seminggu saya sudah berangkat kesini, dimana tradisi sini masih menolak upasampada, namun dari golongan moderat mereka mendukung adanya bhikkhuni sasana, sehingga sekarang disini sudah ada bhikkhuni mungkin sekitar 500an, diawali th.2000 upasampada 100 bhikkhuni ke Taiwan bantuan Fo Guang San. begitu pula bhikkhuni pertama di dunia juga dari sini yaitu Prof.Kusuma, beliau dulu seorang dosen dari Universitas Colombo.

saya tidak merasa dihakimi kok, saya merasa sendiri...hehehe...

saya sih sebenarnya paham maksud anda, dengan tidak meninggalkan keduniawian, juga istilah gadungan.... tapi saya sengaja minta penjelasan agar saya tidak salah, bila saya hanya main terka saja. juga sekalian kejar quota...ga enak ga bisa kirim GRP (***protes dikit, jangan BRP lo***)

mettacittena,

OOT bentar.
Samaneri ataukah bhikkhuni, yang terpenting adalah tekad yang dijalankan. Saya dukung anda untuk menjadi bhikkhuni di kemudian hari jika ada kesempatan yang memungkinkan. :)


OOT juga ahh...

menjadi bhikkhuni?

selama saya tinggal disini saya mungkin akan tetap samaneri. saya mencintai kehidupan monastik yg penuh religius dan metta. di arama saya selama ini saya rasakan hal demikian. sejak saya masuk arama ini th.2006 hingga sekarang. bahkan sponsor saya adalah sepupu wakil kepala arama saya. yang saya cari adalah dhamma bro. bukan titel. bukan. tapi kita semua tidak ada yg tahu masa depan. entah saya mau jadi apa kelak, yang pasti sekarang adalah sy ingin hidup dalam dhamma dan mati di jalan dhamma. saya tidak ingin yang lain nya (sorry bukan sentimentil).  itulah sebabnya sy ada di DC karena sy ingin belajar dhamma dg kalian semua yang jauh lebih ahli dibanding saya.semoga anda tidak salah paham.

mettacittena,
« Last Edit: 20 August 2010, 06:51:09 PM by pannadevi »

Offline johan3000

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 11.552
  • Reputasi: 219
  • Gender: Male
  • Crispy Lotus Root
Boleh jelaskan dikit apa yg dimaksud dibawah ini...

1. bhikkhuni sasana
2. upasampada

thanks....sebelumnya.
Nagasena : salah satu dari delapan penyebab matangnya kebijaksanaan dgn seringnya bertanya

Offline johan3000

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 11.552
  • Reputasi: 219
  • Gender: Male
  • Crispy Lotus Root
Maaf OOT ...
TS: silahkan OOT...

Kontradiksi yg lain:

Bagaimana dengan seorang yg bahkan mencapai Kebuddhaan dan masih tinggal serumah dengan bini, hanya yg ini masih hidup

Nahh kalau sebagai PENASEHAT atau PELATIH berarti
lebih cepat mencapai tujuan... bukankah begitu...
Nagasena : salah satu dari delapan penyebab matangnya kebijaksanaan dgn seringnya bertanya

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
Boleh jelaskan dikit apa yg dimaksud dibawah ini...

1. bhikkhuni sasana
2. upasampada

thanks....sebelumnya.


bro Saceng yg baik,
yang anda tanyakan itu berasal dari bahasa Pali.
1. Bhikkhuni : nun
    sasana : order, teaching
    jadi bhikkhuni sasana adalah The order's nun (bhs indo : sangha bhikkhuni)

2. Upasampada : Higher ordination (penahbisan lebih tinggi/menahbiskan bhikkhu/ni)

sehingga jika saya ini samaneri saya baru bisa menjadi bhikkhuni setelah upasampada dari ke2 sangha, yaitu Bhikkhu sangha dan Bhikkhuni sangha. semoga telah terjawab pertanyaan anda ya bro.

mettacittena,

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Sumber kisah bahwa Raja Suddhodana menjadi seorang Arahat perumah tangga adalah kitab komentar Therigatha (Therigatha-atthakatha) seperti dikatakan dalam DPN:

Quote
Suddhodana

A Sākiyan Rājā of Kapilavatthu and father of Gotama Buddha.

He was the son of Sihahanu and Kaccānā. His brothers were Dhotodana, Sakkodana, Sukkodana and Amitodana, and his sisters were Amitā and Pamitā.

Māyā was his chief consort, and, after her death her sister Pajāpatī was raised to her position (Mhv.ii.15f.; Dpv.iii.45; J.i.15, etc.).

When soothsayers predicted that his son Gotama had two destinies awaiting him, either that of universal sovereignty or of Buddhahood, he exerted his utmost power to provide the prince with all kinds of luxuries in order to hold him fast to household life. It is said (E.g., J.i.54) that when Asita, who was his father's chaplain and his own teacher, visited Suddhodana to see the newly born prince, and paid homage to the infant by allowing his feet to rest on his head, Suddhodana was filled with wonder and himself worshipped the child. And when, at the ploughing ceremony, Suddhodana saw how the jambu-tree under which the child had been placed kept its shadow immoveable in order to protect him, and that the child was seated cross legged in the air, he again worshipped him (J.i.57f).

Later, when, in spite of all his father's efforts, the prince had left household life and was practising austerities, news was brought to Suddhodana that his son had died owing to the severity of his penances. But he refused to believe it, saying that his son would never die without achieving his goal (J.i.67). When this was afterwards related to the Buddha, he preached the Mahādhammapāla Jātaka and showed that in the past, too, Suddhodana had refused to believe that his son could have died even when he was shown the heap of his bones.

When news reached Suddhodana that his son had reached Enlightenment, he sent a messenger to Veluvana in Rājagaha with ten thousand others to invite the Buddha to visit Kapilavatthu. But the messenger and his companions heard the Buddha preach, entered the Order, and forgot their mission. Nine times this happened. On the tenth occasion, Suddhodana sent Kāludāyī with permission for him to enter the Order on the express condition that he gave the king's invitation to the Buddha. Kāludāyī kept his promise and the Buddha visited Kapilavatthu, staying in the Nigrodhārāma. There, in reference to a shower of rain that fell, he preached the Vessantara Jātaka. The next day, when Suddhodana remonstrated with the Buddha because he was seen begging in the streets of Kapilavatthu, the Buddha told him that begging was the custom of all Buddhas, and Suddhodana hearing this became a sotāpanna. He invited the Buddha to his palace, where he entertained him, and at the end of the meal the Buddha preached to the king, who became a sakadāgāmī (J.i.90; cf. DhA.iii.164f). He became an anāgāmī after hearing the Mahādhammapāla Jātaka (DhA.i.99; J.iv.55), and when he was about to die, the Buddha came from Vesāli to see him and preach to him, and Suddhodana became an arahant and died as a lay arahant (ThigA.141).

Nanda was Suddhodana's son by Mahā Pajāpati, and he had also a daughter called Sundarī Nandā. When the Buddha ordained both Rāhula and Nanda, Suddhodana was greatly distressed lest other parents should be similarly afflicted, and persuaded the Buddha to establish a rule that none should be ordained without the permission of his parents (Vin.i.82f).

Suddhodana was the Bodhisatta's father in numerous births, but he is specially mentioned as such by name in only a few Jātakas e.g.,

* Katthahāri,
* Alīnacitta,
* Susīma,
* Bandhanāgāra,
* Kosambī,
* Mahādhammapāla,
* Dasaratha,
* Hatthipāla,
* Mahāummagga
* Vessantara.

Saya pernah mendapatkan file doc Therigatha Atthakatha bahasa Pali (lupa sumbernya dari mana, tapi dari hasil Googling), mungkin ada yang mau menerjemahkan. Atau mungkin para sam di sini dapat mencopaskan isi komentar Therigatha yang berhubungan dengan kisah Suddhodana menjadi Arahat tersebut.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female

OOT juga ahh...

menjadi bhikkhuni?

selama saya tinggal disini saya mungkin akan tetap samaneri. saya mencintai kehidupan monastik yg penuh religius dan metta. di arama saya selama ini saya rasakan hal demikian. sejak saya masuk arama ini th.2006 hingga sekarang. bahkan sponsor saya adalah sepupu wakil kepala arama saya. yang saya cari adalah dhamma bro. bukan titel. bukan. tapi kita semua tidak ada yg tahu masa depan. entah saya mau jadi apa kelak, yang pasti sekarang adalah sy ingin hidup dalam dhamma dan mati di jalan dhamma. saya tidak ingin yang lain nya (sorry bukan sentimentil).  itulah sebabnya sy ada di DC karena sy ingin belajar dhamma dg kalian semua yang jauh lebih ahli dibanding saya.semoga anda tidak salah paham.

mettacittena,

sorry TS ijin OOT lagi nih...


saya merasa ada yang mengganjal di hati, lalu saya buka kembali yang thread ini. saya ingin menambahkan keterangan ttg sponsor, bagi saya siapapun yg telah membantu saya adalah orang yang amat berjasa, tidak etis jika saya tidak ingat mereka. namun adanya pesan dari sponsor agar tidak mencantumkan nama maka saya tidak bisa mencantumkan nama beliau2.
1. Suami amat mendukung keinginan saya utk berjubah, jadi beliau adalah sponsor yg paling penting. tanpa ijin dari suami, saya tidak bakalan bisa berjubah sampai kapanpun. wlu secara hukum kami tidak bercerai tapi kami sekarang hanya sebagai kakak adik saja.
2. Sponsor utama, beliau berdana uang utk study 2 thn ke srilanka, seorang pengusaha domisili di Yogyakarta.
3. Awal th.2006 sy mendpt CD dari sepupu suami, "kejadian lanka di Srilanka", beliau bernama Tjan Sioe Liang (domisili di Yogyakarta), jadilah beliau pembuka jalan (istilahnya jalan raja), sehingga sy bisa ke srilanka krn nonton CD ini.
4. Stlh nonton CD ini sy menghubungi bhante tsb yang ada di CD itu dan mendptkan referensi dari beliau, karena beliau telah mengenal kel suami (sepupu suami adl pendukung fanatik Mendut), dari beliaulah saya bisa sampai masuk ke srilanka selanjutnya sgl administrasi dan keperluan dokumentasi dibantu murid beliau yang ada disini (terima kasih yg mendlm utk Rev. yg tlh membantu sy). sungguh tidak akan pernah saya lupakan sepanjang hayat saya atas segala keluhuran budi mereka yang telah membantu saya. yang tidak mungkin saya bisa balas (apalagi saya juga miskin).
5. Selama saya disini th.2006-2008, sepenuhnya biaya dari sponsor utama yang tadi (utk Tuition fee, ticket, Visa, Tax, dll), dan suami serta keluarga saya untuk keperluan bulanan (transport, fotocopy, buku, sabun, pulsa, dll).
6. Barulah sepupu wakil arama saya membiayai yang thn.2009 ini hingga sekarang.
7. Ada seorang pengusaha dari Surabaya yang memberikan dana bantuan bulanan, walau kecil tapi amat bermanfaat untuk saya, ini dikirim ke saya oleh kakak setelah mencapai jumlah yg cukup.
8. Ada seorang pengusaha dari Surabaya juga kemarin sewaktu mengunjungi Srilanka memberikan dana bantuan, krn bantuan ini maka dana sponsor saya yg srilanka sy hentikan, sy bayar dg dana ini.

kepada mereka semua yang telah membantu saya selama ini, semoga timbunan kebajikan kalian membuahkan kebahagiaan dalam kehidupan sekarang dan berikut, akhirnya mencapai nibbana, sadhu.

saya menyebutkan para sponsor yang berjasa ini karena bagi saya siapa saja yang telah memberikan bantuan kepada saya adalah orang2 yang amat berjasa dalam perjuangan saya menapaki jalan dhamma ini.  keinginan saya untuk belajar dhamma adalah sepenuhnya keinginan pribadi, maka saya harus mampu menghadapi hal2 keuangan juga secara pribadi. semoga jalan saya tetap di jalan dhamma. semoga.

maaf tidak ada maksud untuk membuka rahasia apapun, atau siapapun, tapi saya merasa tadi hanya menyebutkan sepupu wakil arama saya saja, kok mengganjal dihati, terkesan saya mengabaikan mereka2 yang telah berjasa selama ini sejak keberangkatan saya th.2006. mohon jangan ada yang salah mengerti, dan ini jangan dianggap sbg postingan mencari bantuan dana ya...

mettacittena,
« Last Edit: 20 August 2010, 10:03:26 PM by pannadevi »

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
Sumber kisah bahwa Raja Suddhodana menjadi seorang Arahat perumah tangga adalah kitab komentar Therigatha (Therigatha-atthakatha) seperti dikatakan dalam DPN:

Quote
Suddhodana

A Sākiyan Rājā of Kapilavatthu and father of Gotama Buddha.

He was the son of Sihahanu and Kaccānā. His brothers were Dhotodana, Sakkodana, Sukkodana and Amitodana, and his sisters were Amitā and Pamitā.

Māyā was his chief consort, and, after her death her sister Pajāpatī was raised to her position (Mhv.ii.15f.; Dpv.iii.45; J.i.15, etc.).

When soothsayers predicted that his son Gotama had two destinies awaiting him, either that of universal sovereignty or of Buddhahood, he exerted his utmost power to provide the prince with all kinds of luxuries in order to hold him fast to household life. It is said (E.g., J.i.54) that when Asita, who was his father's chaplain and his own teacher, visited Suddhodana to see the newly born prince, and paid homage to the infant by allowing his feet to rest on his head, Suddhodana was filled with wonder and himself worshipped the child. And when, at the ploughing ceremony, Suddhodana saw how the jambu-tree under which the child had been placed kept its shadow immoveable in order to protect him, and that the child was seated cross legged in the air, he again worshipped him (J.i.57f).

Later, when, in spite of all his father's efforts, the prince had left household life and was practising austerities, news was brought to Suddhodana that his son had died owing to the severity of his penances. But he refused to believe it, saying that his son would never die without achieving his goal (J.i.67). When this was afterwards related to the Buddha, he preached the Mahādhammapāla Jātaka and showed that in the past, too, Suddhodana had refused to believe that his son could have died even when he was shown the heap of his bones.

When news reached Suddhodana that his son had reached Enlightenment, he sent a messenger to Veluvana in Rājagaha with ten thousand others to invite the Buddha to visit Kapilavatthu. But the messenger and his companions heard the Buddha preach, entered the Order, and forgot their mission. Nine times this happened. On the tenth occasion, Suddhodana sent Kāludāyī with permission for him to enter the Order on the express condition that he gave the king's invitation to the Buddha. Kāludāyī kept his promise and the Buddha visited Kapilavatthu, staying in the Nigrodhārāma. There, in reference to a shower of rain that fell, he preached the Vessantara Jātaka. The next day, when Suddhodana remonstrated with the Buddha because he was seen begging in the streets of Kapilavatthu, the Buddha told him that begging was the custom of all Buddhas, and Suddhodana hearing this became a sotāpanna. He invited the Buddha to his palace, where he entertained him, and at the end of the meal the Buddha preached to the king, who became a sakadāgāmī (J.i.90; cf. DhA.iii.164f). He became an anāgāmī after hearing the Mahādhammapāla Jātaka (DhA.i.99; J.iv.55), and when he was about to die, the Buddha came from Vesāli to see him and preach to him, and Suddhodana became an arahant and died as a lay arahant (ThigA.141).

Nanda was Suddhodana's son by Mahā Pajāpati, and he had also a daughter called Sundarī Nandā. When the Buddha ordained both Rāhula and Nanda, Suddhodana was greatly distressed lest other parents should be similarly afflicted, and persuaded the Buddha to establish a rule that none should be ordained without the permission of his parents (Vin.i.82f).

Suddhodana was the Bodhisatta's father in numerous births, but he is specially mentioned as such by name in only a few Jātakas e.g.,

* Katthahāri,
* Alīnacitta,
* Susīma,
* Bandhanāgāra,
* Kosambī,
* Mahādhammapāla,
* Dasaratha,
* Hatthipāla,
* Mahāummagga
* Vessantara.

Saya pernah mendapatkan file doc Therigatha Atthakatha bahasa Pali (lupa sumbernya dari mana, tapi dari hasil Googling), mungkin ada yang mau menerjemahkan. Atau mungkin para sam di sini dapat mencopaskan isi komentar Therigatha yang berhubungan dengan kisah Suddhodana menjadi Arahat tersebut.

bro Seniya yang baik,
bisa kasih link nya? DPN singkatan dari kata apa ya? sory postingan anda ini dari Therigathaatthakatha versi Inggris ya? emang ada? saya juga sedang nyari2 bro...kasih tahu donk...saya mau...thanks seblm n sesdhnya.

mettacittena,

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
OOT lagi nih TS...bener2 sorry ya...thanks banget seblmnya...

lagi2 ada yg kelupaan...malah yang penting...

saya bisa berjubah tentu karena adanya seorang guru, tanpa guru, mana mungkin saya ditahbiskan. sujud hormat saya kepada guru, namaskara YM.Bhante Suryanadi Maha Thera (pertama kali pabbajja th.2005) dan YM.Bhante Viriyanadi Maha Thera. berkat beliau2 ini maka saya bisa menapaki jalan dhamma hingga sekarang.

semoga beliau senantiasa sehat, kuat, serta selalu dalam lindungan sang Tiratana sehingga dapat terus berkarya dalam dhamma. sadhu.

mettacittena,

Offline johan3000

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 11.552
  • Reputasi: 219
  • Gender: Male
  • Crispy Lotus Root
Boleh jelaskan dikit apa yg dimaksud dibawah ini...

1. bhikkhuni sasana
2. upasampada

thanks....sebelumnya.


bro Saceng yg baik,
yang anda tanyakan itu berasal dari bahasa Pali.
1. Bhikkhuni : nun
    sasana : order, teaching
    jadi bhikkhuni sasana adalah The order's nun (bhs indo : sangha bhikkhuni)

2. Upasampada : Higher ordination (penahbisan lebih tinggi/menahbiskan bhikkhu/ni)

sehingga jika saya ini samaneri saya baru bisa menjadi bhikkhuni setelah upasampada dari ke2 sangha, yaitu Bhikkhu sangha dan Bhikkhuni sangha. semoga telah terjawab pertanyaan anda ya bro.

mettacittena,

Sis Pannadevi,
Wahh ada terasa berat ya...gimana "kepangkatannya" ujiannya, dan berapa lamanya...kalau kenal amat baik pada kedua sangha, kan bisa cepat ditabiskan... adakah semacam ujian (apa ya? "kesaktian") atau gimana dehhhh...

bhikuni apa juga ada thera dan maha thera gitu ?
Nagasena : salah satu dari delapan penyebab matangnya kebijaksanaan dgn seringnya bertanya

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Maaf OOT ...
TS: silahkan OOT...

Kontradiksi yg lain:

Bagaimana dengan seorang yg bahkan mencapai Kebuddhaan dan masih tinggal serumah dengan bini, hanya yg ini masih hidup
Tolong dibedakan Buddha dan badut merk Buddha kostum bhiksu. Kalau sudah bisa dibedakan, maka sudah tidak kontradiktif lagi.


Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
OOT juga ahh...

menjadi bhikkhuni?

selama saya tinggal disini saya mungkin akan tetap samaneri. saya mencintai kehidupan monastik yg penuh religius dan metta. di arama saya selama ini saya rasakan hal demikian. sejak saya masuk arama ini th.2006 hingga sekarang. bahkan sponsor saya adalah sepupu wakil kepala arama saya. yang saya cari adalah dhamma bro. bukan titel. bukan. tapi kita semua tidak ada yg tahu masa depan. entah saya mau jadi apa kelak, yang pasti sekarang adalah sy ingin hidup dalam dhamma dan mati di jalan dhamma. saya tidak ingin yang lain nya (sorry bukan sentimentil). itulah sebabnya sy ada di DC karena sy ingin belajar dhamma dg kalian semua yang jauh lebih ahli dibanding saya.semoga anda tidak salah paham.

mettacittena,
Betul, Samaneri atau Bhikkhuni hanyalah titel saja. Menurut saya, yang terpenting adalah cara menjalani hidup itu sendiri.

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
Boleh jelaskan dikit apa yg dimaksud dibawah ini...

1. bhikkhuni sasana
2. upasampada

thanks....sebelumnya.


bro Saceng yg baik,
yang anda tanyakan itu berasal dari bahasa Pali.
1. Bhikkhuni : nun
    sasana : order, teaching
    jadi bhikkhuni sasana adalah The order's nun (bhs indo : sangha bhikkhuni)

2. Upasampada : Higher ordination (penahbisan lebih tinggi/menahbiskan bhikkhu/ni)

sehingga jika saya ini samaneri saya baru bisa menjadi bhikkhuni setelah upasampada dari ke2 sangha, yaitu Bhikkhu sangha dan Bhikkhuni sangha. semoga telah terjawab pertanyaan anda ya bro.

mettacittena,

Sis Pannadevi,
Wahh ada terasa berat ya...gimana "kepangkatannya" ujiannya, dan berapa lamanya...kalau kenal amat baik pada kedua sangha, kan bisa cepat ditabiskan... adakah semacam ujian (apa ya? "kesaktian") atau gimana dehhhh...

bhikuni apa juga ada thera dan maha thera gitu ?

bro Saceng yang baik,
memang ada tingkatan dalam kehidupan monastik keBhikkhunian.

dijaman sang Buddha :
1. masa menjalani latihan sebagai samaneri 2 tahun,
2. setelah 2 tahun harus ditahbiskan menjadi Bhikkhuni,
3. setelah 10 vassa disebut Theri,
4. setelah 20 vassa disebut Maha Theri.

Vinayapitaka, Cullavaggapali, X. Bhikkhunikkhandhakam :
Quote
6.‘‘Dve vassāni chasu dhammesu sikkhitasikkhāya sikkhamānāya ubhatosaṅghe upasampadā pariyesitabbā. Ayampi dhammo sakkatvā garukatvā mānetvā pūjetvā yāvajīvaṃ anatikkamanīyo."

arti :
Quote
6.   Setelah 2 tahun menjalani masa latihan (dve vassani sikkhamanaya/2 tahun sebagai samaneri), seorang calon harus mengajukan penahbisan dari kedua sangha Bhikkhu dan Bhikkhuni untuk penahbisan penuh (upasampada : penahbisan penuh sebagai Bhikkhuni). Peraturan ini harus dilaksanakan seumur hidup dengan penuh penghormatan.

semoga menjawab pertanyaan anda bro.
maaf saya mungkin 2 hari ini tidak online, bila anda bertanya lebih lanjut saya akan menjawab senin, karena saya ada keperluan.

mettacittena,

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
Boleh jelaskan dikit apa yg dimaksud dibawah ini...

1. bhikkhuni sasana
2. upasampada

thanks....sebelumnya.


bro Saceng yg baik,
yang anda tanyakan itu berasal dari bahasa Pali.
1. Bhikkhuni : nun
    sasana : order, teaching
    jadi bhikkhuni sasana adalah The order's nun (bhs indo : sangha bhikkhuni)

2. Upasampada : Higher ordination (penahbisan lebih tinggi/menahbiskan bhikkhu/ni)

sehingga jika saya ini samaneri saya baru bisa menjadi bhikkhuni setelah upasampada dari ke2 sangha, yaitu Bhikkhu sangha dan Bhikkhuni sangha. semoga telah terjawab pertanyaan anda ya bro.

mettacittena,

bro Saceng yg baik,
sorry ya saya mau meralat menerjemahkan kemarin higher ordination (upasampada) yang benar adalah penahbisan penuh sebagai Bhikkhu/ni. demikian ralat dari saya, sorry salah menerjemahkan, kemarin krn langsung menerjemahkan dari kata2 bhs inggris (higher : lebih tinggi), padahal harusnya pengertiannya bukan asal kata, jadi yg benar adalah penahbisan penuh.

mettacittena,

Offline williamhalim

  • Sebelumnya: willibordus
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.869
  • Reputasi: 134
  • Gender: Male
[...]
Menurut saya pribadi: TIDAK MUNGKIN untuk 'melepaskan belenggu kerumahtanggaan' sementara kita masih tinggal secara fisik dengan keluarga kita. Kondisi yg paling pas adalah menjadi seorang Bhikkhu atau seorang petapa.

::
Berarti kalau menurut Bro Willi, tidak ada perumahtangga yang mencapai Arahatta tanpa menjadi petapa terlebih dahulu?

Ya, Bro Kai, menurut logika dan pengalaman saya cukup berat (sementara saya masih berpikir 'tidak mungkin') bagi seseorang biasa untuk mencapai Arahat tanpa hidup selibat.  <--- penunjang pendapat saya ini adalah anjuran Buddha untuk menjadi Bhikkhu/hidup selibat agar terkondisi sempurna untuk merealisasi akhir dukkha.

Namun, karena belum mencapai arahat, jadi saya tentu tidak bisa memastikan hal ini. Apalagi sutta2 mencatat hal yg berbeda dengan pemikiran saya.

Akan tetapi ada sedikit penjelasan yg mungkin bisa menjembatani kontradiksi antara sutta ini, yakni: Tergantung subyeknya.

Maksudnya: Jika si A memang telah mempunyai bibit ke-arahatan (kehidupan2 lampaunya telah banyak memupuk kondisi batin menuju kesempurnaan) maka dalam kehidupan kini, dengan 'sedikit ketukan', maka si A akan menjadi Arahat (tercerahkan). Ibarat puzzle, hanya tinggal satu potongan untuk menyempurnakannya. Hanya menunggu kondisi yg pas. Hal ini bisa terjelaskan untuk kasus Raja Suddhodana, Angulimala, dan beberapa catatan sutta yg lain.

Tetapi, jika seseorang yg masih jauh dari kesempurnaan, maksudnya: ia mesti menempuh perjuangan fisik dan mental untuk merealisasi kesempurnaan, maka tanpa meninggalkan rumah tangga, ia akan cukup sulit (bahkan tidak mungkin) dapat merealiasi pencerahan.

Demikian kira2 pendapat saya.

::


Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

Offline williamhalim

  • Sebelumnya: willibordus
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.869
  • Reputasi: 134
  • Gender: Male
[...]
Menurut saya pribadi: TIDAK MUNGKIN untuk 'melepaskan belenggu kerumahtanggaan' sementara kita masih tinggal secara fisik dengan keluarga kita. Kondisi yg paling pas adalah menjadi seorang Bhikkhu atau seorang petapa.

::
Berarti kalau menurut Bro Willi, tidak ada perumahtangga yang mencapai Arahatta tanpa menjadi petapa terlebih dahulu?

yang dimaksud bro Will adalah jika disaat sekarang, bukan membahas raja suddhodana, benarkah bro will?

Ya, Samaneri Pannadevi.

Saya membandingkan dengan kondisi sekarang.

Untuk kasus Raja Suddhodana, penjelasannya mungkin: Beliau mungkin saja sudah menempuh perjuangan yg panjang pada kehidupan2 yg lampau dan ceramah Sang Buddha hanya pengkondisi akhir untuk menyempurnakannya.

::
Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha

bro Seniya yang baik,
bisa kasih link nya? DPN singkatan dari kata apa ya? sory postingan anda ini dari Therigathaatthakatha versi Inggris ya? emang ada? saya juga sedang nyari2 bro...kasih tahu donk...saya mau...thanks seblm n sesdhnya.

mettacittena,

DPN = Dictionary of Pali Names, atau DPPN = Dictionary of Pali Proper Names (versi online-nya ada di http://www.palikanon.com/english/pali_names/dic_idx.html)

Therigatha Atthakatha-nya versi Pali, sam. Kalau mau nanti saya upload aja ke Hotfile atau sejenisnya, nanti saya berikan link-nya.....
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline markosprawira

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.449
  • Reputasi: 155
[...]
Menurut saya pribadi: TIDAK MUNGKIN untuk 'melepaskan belenggu kerumahtanggaan' sementara kita masih tinggal secara fisik dengan keluarga kita. Kondisi yg paling pas adalah menjadi seorang Bhikkhu atau seorang petapa.

::
Berarti kalau menurut Bro Willi, tidak ada perumahtangga yang mencapai Arahatta tanpa menjadi petapa terlebih dahulu?

yang dimaksud bro Will adalah jika disaat sekarang, bukan membahas raja suddhodana, benarkah bro will?

Ya, Samaneri Pannadevi.

Saya membandingkan dengan kondisi sekarang.

Untuk kasus Raja Suddhodana, penjelasannya mungkin: Beliau mungkin saja sudah menempuh perjuangan yg panjang pada kehidupan2 yg lampau dan ceramah Sang Buddha hanya pengkondisi akhir untuk menyempurnakannya.

::

pengkondisi akhir... nice word, ko....

walau saat ini belum ada samma sambuddha namun semoga akan ada "pengkondisi akhir" bagi kita semua dalam satu kesempatan nanti

Offline johan3000

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 11.552
  • Reputasi: 219
  • Gender: Male
  • Crispy Lotus Root
Quote
dijaman sang Buddha :
1. masa menjalani latihan sebagai samaneri 2 tahun,
2. setelah 2 tahun harus ditahbiskan menjadi Bhikkhuni,
3. setelah 10 vassa disebut Theri,
4. setelah 20 vassa disebut Maha Theri.

Kalau dulu jaman sang Buddha ada
kenapa sekarang gak pernah dengar?

kenapa bisa begitu sis Pannadevi ?  ;D

apakah di duni ada yg pakai pangkat Maha Theri ?
Nagasena : salah satu dari delapan penyebab matangnya kebijaksanaan dgn seringnya bertanya

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
 [at] johan:

Krn pd zaman sekarang Sangha Bhikkhuni sudah punah (setidaknya dlm tradisi Theravada) walaupun bbrp berusaha membentuk kembali Sangha bg para wanita ini.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
Quote
dijaman sang Buddha :
1. masa menjalani latihan sebagai samaneri 2 tahun,
2. setelah 2 tahun harus ditahbiskan menjadi Bhikkhuni,
3. setelah 10 vassa disebut Theri,
4. setelah 20 vassa disebut Maha Theri.

Kalau dulu jaman sang Buddha ada
kenapa sekarang gak pernah dengar?

kenapa bisa begitu sis Pannadevi ?  ;D

apakah di duni ada yg pakai pangkat Maha Theri ?

 [at] johan:

Krn pd zaman sekarang Sangha Bhikkhuni sudah punah (setidaknya dlm tradisi Theravada) walaupun bbrp berusaha membentuk kembali Sangha bg para wanita ini.

bro Saceng yang baik,
udah dijawab dg bro Seniya jadi ga perlu saya ulang ya....

ttg pangkat Maha Theri, walau dia Mahayana, jika telah menjadi bhikkhuni 20 vassa, maka beliau adalah Maha Theri. hanya beliau2 tidak mencantumkan ke-Maha Theri-an nya, contoh Ven.Bhikkhuni Chen Yeng (Buddha Tsu Zhi) bukankah beliau udah lebih dari 20vassa, nah berarti beliau Maha Theri. tetapi apakah beliau mencantumkan atau tidak. lalu Ven.Jetsunma Tenzin Palmo, dari nama udah terlihat, karena Jetsunma artinya Maha Theri (saya baca di salah satu newletters/buletin bulanan nya, dulu selalu masuk ke email saya, entah sekarang tidak pernah lagi). jadi jelas beliau mencantumkan ke-MahaTheri-an nya. ini dilangsungkan dg upacara resmi dari YM.Dalai Lama. sebenarnya saya mendapat bea siswa kesana tapi menjelang keberangkatan sy, ternyata saya tidak mendpt ijin, ya udahlah belum kamma baik saya, padahal saya benar2 ingin memperdalam meditasi dg beliau bagaimana cara mengatasi badai salju sendirian di puncak himalaya selama 12 thn, entah kapan saya bisa kesana (semoga beliau masih mau menerima saya lagi). kita semua tidak ada yg tahu apa yg akan terjadi dimasa mendatang.

mettacittena,

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
Maaf OOT ...
TS: silahkan OOT...

Kontradiksi yg lain:

Bagaimana dengan seorang yg bahkan mencapai Kebuddhaan dan masih tinggal serumah dengan bini, hanya yg ini masih hidup
Tolong dibedakan Buddha dan badut merk Buddha kostum bhiksu. Kalau sudah bisa dibedakan, maka sudah tidak kontradiktif lagi.



 :(  :( ....
mau masuk blog?

(****saya ga ikutan lo****)

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Quote
dijaman sang Buddha :
1. masa menjalani latihan sebagai samaneri 2 tahun,
2. setelah 2 tahun harus ditahbiskan menjadi Bhikkhuni,
3. setelah 10 vassa disebut Theri,
4. setelah 20 vassa disebut Maha Theri.

Kalau dulu jaman sang Buddha ada
kenapa sekarang gak pernah dengar?

kenapa bisa begitu sis Pannadevi ?  ;D

apakah di duni ada yg pakai pangkat Maha Theri ?

 [at] johan:

Krn pd zaman sekarang Sangha Bhikkhuni sudah punah (setidaknya dlm tradisi Theravada) walaupun bbrp berusaha membentuk kembali Sangha bg para wanita ini.

bro Saceng yang baik,
udah dijawab dg bro Seniya jadi ga perlu saya ulang ya....

ttg pangkat Maha Theri, walau dia Mahayana, jika telah menjadi bhikkhuni 20 vassa, maka beliau adalah Maha Theri. hanya beliau2 tidak mencantumkan ke-Maha Theri-an nya, contoh Ven.Bhikkhuni Chen Yeng (Buddha Tsu Zhi) bukankah beliau udah lebih dari 20vassa, nah berarti beliau Maha Theri. tetapi apakah beliau mencantumkan atau tidak. lalu Ven.Jetsunma Tenzin Palmo, dari nama udah terlihat, karena Jetsunma artinya Maha Theri (saya baca di salah satu newletters/buletin bulanan nya, dulu selalu masuk ke email saya, entah sekarang tidak pernah lagi). jadi jelas beliau mencantumkan ke-MahaTheri-an nya. ini dilangsungkan dg upacara resmi dari YM.Dalai Lama. sebenarnya saya mendapat bea siswa kesana tapi menjelang keberangkatan sy, ternyata saya tidak mendpt ijin, ya udahlah belum kamma baik saya, padahal saya benar2 ingin memperdalam meditasi dg beliau bagaimana cara mengatasi badai salju sendirian di puncak himalaya selama 12 thn, entah kapan saya bisa kesana (semoga beliau masih mau menerima saya lagi). kita semua tidak ada yg tahu apa yg akan terjadi dimasa mendatang.

mettacittena,

The vassa retreat has largely been given up by Mahayana Buddhists, as Mahayana Buddhism has typically flourished in regions without a rainy season. However for Mahayana schools such as Zen and Tibetan Buddhism other forms of retreat are common.

sumber:
http://www.buddhistchannel.tv/index.php?id=6,9375,0,0,1,0

kalau tidak menjalankan vassa bagaimana menghitung 10 atau 20 vassa?

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
OOT juga ahh...

menjadi bhikkhuni?

selama saya tinggal disini saya mungkin akan tetap samaneri. saya mencintai kehidupan monastik yg penuh religius dan metta. di arama saya selama ini saya rasakan hal demikian. sejak saya masuk arama ini th.2006 hingga sekarang. bahkan sponsor saya adalah sepupu wakil kepala arama saya. yang saya cari adalah dhamma bro. bukan titel. bukan. tapi kita semua tidak ada yg tahu masa depan. entah saya mau jadi apa kelak, yang pasti sekarang adalah sy ingin hidup dalam dhamma dan mati di jalan dhamma. saya tidak ingin yang lain nya (sorry bukan sentimentil). itulah sebabnya sy ada di DC karena sy ingin belajar dhamma dg kalian semua yang jauh lebih ahli dibanding saya.semoga anda tidak salah paham.

mettacittena,
Betul, Samaneri atau Bhikkhuni hanyalah titel saja. Menurut saya, yang terpenting adalah cara menjalani hidup itu sendiri.


bro Kainyn yang baik,
benar sekali bro, di nunnery (arama) saya sini, beliau2 telah lanjut usia semua, diatas 60thn, bahkan ada yg 90 thn, masih kuat mencuci jubah sendiri, melakukan aktivitas religius sehari2 dg semangat, padahal udah amat sangat lanjut sekali usianya, rata2 mereka sejak usia dini memasuki dunia monastik, padahal mereka adalah dasasilamata (setara dg samaneri namun jubahnya beda tanpa jahitan yg membentang sawah magadha/bentuk jahitan potongan jubah bhikkhu, hanya polos biasa). mereka hidup amat religius dan penuh metta. saya amat tersentuh sekali dg kehidupan mereka, padahal disini semua amat sederhana sekali, bisa dibilang hanya saya satu2nya nun yg agak modern, bawa laptop (pdhal pemberian teman sekelas), online internet (mereka tidak mau menyentuh hal2 demikian). kelak sayapun juga akan lepaskan semua ini. karena kalau mau sungguh2 terjun total ya jangan online lagi (petapa gadungan...***sorry bro, pinjam istilah***).

mettacittena,

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
Quote
dijaman sang Buddha :
1. masa menjalani latihan sebagai samaneri 2 tahun,
2. setelah 2 tahun harus ditahbiskan menjadi Bhikkhuni,
3. setelah 10 vassa disebut Theri,
4. setelah 20 vassa disebut Maha Theri.

Kalau dulu jaman sang Buddha ada
kenapa sekarang gak pernah dengar?

kenapa bisa begitu sis Pannadevi ?  ;D

apakah di duni ada yg pakai pangkat Maha Theri ?

 [at] johan:

Krn pd zaman sekarang Sangha Bhikkhuni sudah punah (setidaknya dlm tradisi Theravada) walaupun bbrp berusaha membentuk kembali Sangha bg para wanita ini.

bro Saceng yang baik,
udah dijawab dg bro Seniya jadi ga perlu saya ulang ya....

ttg pangkat Maha Theri, walau dia Mahayana, jika telah menjadi bhikkhuni 20 vassa, maka beliau adalah Maha Theri. hanya beliau2 tidak mencantumkan ke-Maha Theri-an nya, contoh Ven.Bhikkhuni Chen Yeng (Buddha Tsu Zhi) bukankah beliau udah lebih dari 20vassa, nah berarti beliau Maha Theri. tetapi apakah beliau mencantumkan atau tidak. lalu Ven.Jetsunma Tenzin Palmo, dari nama udah terlihat, karena Jetsunma artinya Maha Theri (saya baca di salah satu newletters/buletin bulanan nya, dulu selalu masuk ke email saya, entah sekarang tidak pernah lagi). jadi jelas beliau mencantumkan ke-MahaTheri-an nya. ini dilangsungkan dg upacara resmi dari YM.Dalai Lama. sebenarnya saya mendapat bea siswa kesana tapi menjelang keberangkatan sy, ternyata saya tidak mendpt ijin, ya udahlah belum kamma baik saya, padahal saya benar2 ingin memperdalam meditasi dg beliau bagaimana cara mengatasi badai salju sendirian di puncak himalaya selama 12 thn, entah kapan saya bisa kesana (semoga beliau masih mau menerima saya lagi). kita semua tidak ada yg tahu apa yg akan terjadi dimasa mendatang.

mettacittena,

The vassa retreat has largely been given up by Mahayana Buddhists, as Mahayana Buddhism has typically flourished in regions without a rainy season. However for Mahayana schools such as Zen and Tibetan Buddhism other forms of retreat are common.

sumber:
http://www.buddhistchannel.tv/index.php?id=6,9375,0,0,1,0

kalau tidak menjalankan vassa bagaimana menghitung 10 atau 20 vassa?

thanks bro Indra yang baik,
udah dibantu melengkapi jawaban.

kalau tdk ada masa vassa, mereka berpatokan dari upasampadanya. silahkan menambahkan jika ada yang lain, saya perlu belajar juga. thanks seblm n sesdhnya.

mettacittena,

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
[...]
Menurut saya pribadi: TIDAK MUNGKIN untuk 'melepaskan belenggu kerumahtanggaan' sementara kita masih tinggal secara fisik dengan keluarga kita. Kondisi yg paling pas adalah menjadi seorang Bhikkhu atau seorang petapa.

::
Berarti kalau menurut Bro Willi, tidak ada perumahtangga yang mencapai Arahatta tanpa menjadi petapa terlebih dahulu?

yang dimaksud bro Will adalah jika disaat sekarang, bukan membahas raja suddhodana, benarkah bro will?

Ya, Samaneri Pannadevi.

Saya membandingkan dengan kondisi sekarang.

Untuk kasus Raja Suddhodana, penjelasannya mungkin: Beliau mungkin saja sudah menempuh perjuangan yg panjang pada kehidupan2 yg lampau dan ceramah Sang Buddha hanya pengkondisi akhir untuk menyempurnakannya.

::

iya bro, saya sependapat dg anda, dan yang jelas, semua yang terkait langsung dengan sang Buddha, apalagi sammasambuddha jelas timbunan kebajikan mereka sudah amat mencukupi, tidak mungkin tanpa kualitas lalu jadi ayah kandung sammasambuddha.

mettacittena,

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female

bro Seniya yang baik,
bisa kasih link nya? DPN singkatan dari kata apa ya? sory postingan anda ini dari Therigathaatthakatha versi Inggris ya? emang ada? saya juga sedang nyari2 bro...kasih tahu donk...saya mau...thanks seblm n sesdhnya.

mettacittena,

DPN = Dictionary of Pali Names, atau DPPN = Dictionary of Pali Proper Names (versi online-nya ada di http://www.palikanon.com/english/pali_names/dic_idx.html)

Therigatha Atthakatha-nya versi Pali, sam. Kalau mau nanti saya upload aja ke Hotfile atau sejenisnya, nanti saya berikan link-nya.....

thanks bro Seniya yg baik,
kalau Therigathaatthakatha saya ada, justru saya nyari yg english version, dlu wkt th.2008 sy udah posting (musti nyari di tumpukan postingan lama), tapi ga ada yang punya, mereka semua punya nya pali, spt nya blm ada yg menerjemahkan Therigathaatthakatha ke bhs inggris. sapa tahu anda bisa bantu menemukan bro...mungkin ada translationnya, entah di link mana....

mettacittena,

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
[...]
Menurut saya pribadi: TIDAK MUNGKIN untuk 'melepaskan belenggu kerumahtanggaan' sementara kita masih tinggal secara fisik dengan keluarga kita. Kondisi yg paling pas adalah menjadi seorang Bhikkhu atau seorang petapa.

::
Berarti kalau menurut Bro Willi, tidak ada perumahtangga yang mencapai Arahatta tanpa menjadi petapa terlebih dahulu?

yang dimaksud bro Will adalah jika disaat sekarang, bukan membahas raja suddhodana, benarkah bro will?

Ya, Samaneri Pannadevi.

Saya membandingkan dengan kondisi sekarang.

Untuk kasus Raja Suddhodana, penjelasannya mungkin: Beliau mungkin saja sudah menempuh perjuangan yg panjang pada kehidupan2 yg lampau dan ceramah Sang Buddha hanya pengkondisi akhir untuk menyempurnakannya.

::

pengkondisi akhir... nice word, ko....

walau saat ini belum ada samma sambuddha namun semoga akan ada "pengkondisi akhir" bagi kita semua dalam satu kesempatan nanti

semoga ....sadhu...sadhu...sadhu

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Quote
dijaman sang Buddha :
1. masa menjalani latihan sebagai samaneri 2 tahun,
2. setelah 2 tahun harus ditahbiskan menjadi Bhikkhuni,
3. setelah 10 vassa disebut Theri,
4. setelah 20 vassa disebut Maha Theri.

Kalau dulu jaman sang Buddha ada
kenapa sekarang gak pernah dengar?

kenapa bisa begitu sis Pannadevi ?  ;D

apakah di duni ada yg pakai pangkat Maha Theri ?

 [at] johan:

Krn pd zaman sekarang Sangha Bhikkhuni sudah punah (setidaknya dlm tradisi Theravada) walaupun bbrp berusaha membentuk kembali Sangha bg para wanita ini.

bro Saceng yang baik,
udah dijawab dg bro Seniya jadi ga perlu saya ulang ya....

ttg pangkat Maha Theri, walau dia Mahayana, jika telah menjadi bhikkhuni 20 vassa, maka beliau adalah Maha Theri. hanya beliau2 tidak mencantumkan ke-Maha Theri-an nya, contoh Ven.Bhikkhuni Chen Yeng (Buddha Tsu Zhi) bukankah beliau udah lebih dari 20vassa, nah berarti beliau Maha Theri. tetapi apakah beliau mencantumkan atau tidak. lalu Ven.Jetsunma Tenzin Palmo, dari nama udah terlihat, karena Jetsunma artinya Maha Theri (saya baca di salah satu newletters/buletin bulanan nya, dulu selalu masuk ke email saya, entah sekarang tidak pernah lagi). jadi jelas beliau mencantumkan ke-MahaTheri-an nya. ini dilangsungkan dg upacara resmi dari YM.Dalai Lama. sebenarnya saya mendapat bea siswa kesana tapi menjelang keberangkatan sy, ternyata saya tidak mendpt ijin, ya udahlah belum kamma baik saya, padahal saya benar2 ingin memperdalam meditasi dg beliau bagaimana cara mengatasi badai salju sendirian di puncak himalaya selama 12 thn, entah kapan saya bisa kesana (semoga beliau masih mau menerima saya lagi). kita semua tidak ada yg tahu apa yg akan terjadi dimasa mendatang.

mettacittena,

The vassa retreat has largely been given up by Mahayana Buddhists, as Mahayana Buddhism has typically flourished in regions without a rainy season. However for Mahayana schools such as Zen and Tibetan Buddhism other forms of retreat are common.

sumber:
http://www.buddhistchannel.tv/index.php?id=6,9375,0,0,1,0

kalau tidak menjalankan vassa bagaimana menghitung 10 atau 20 vassa?

thanks bro Indra yang baik,
udah dibantu melengkapi jawaban.

kalau tdk ada masa vassa, mereka berpatokan dari upasampadanya. silahkan menambahkan jika ada yang lain, saya perlu belajar juga. thanks seblm n sesdhnya.

mettacittena,

apakah seorang bhikkhu/ni yg telah 20 tahun sejak upasampada berhak menyandang gelar Maha Thera/i, walaupun tidak pernah menjalankan masa vassa?

Offline johan3000

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 11.552
  • Reputasi: 219
  • Gender: Male
  • Crispy Lotus Root
Quote
Pannadevi :
....
saya satu2nya nun yg agak modern, bawa laptop (pdhal pemberian teman sekelas), online internet (mereka tidak mau menyentuh hal2 demikian). kelak sayapun juga akan lepaskan semua ini. karena kalau mau sungguh2 terjun total ya jangan online lagi (petapa gadungan...***sorry bro, pinjam istilah***).

Kalau yg ini gw kurang setuju, jadi internet maupun notebook dpt digunakan utk kemudahan dan hal yg bermanfaat dlm penyebaran dhamma atau pengajaran dhamma... spt kalau biksu atau bihkuni yg amat fasih menggunakan power point kan juga bisa merupakan hal positif.

Maksudnya expert di powerPoint lho...bukan berjubel dgn animasi atau sound effect lho...

ada satu lagi biksu gw lupa namanya, rupanya dia begitu mahir dlm hal photography.... dan sewaktu speech dia tampilkan foto2 tsb sangat mengena dan melukiskan keadaan...........

mungkin begitu ya.... sorry kalau salah ngomong  :))
Nagasena : salah satu dari delapan penyebab matangnya kebijaksanaan dgn seringnya bertanya

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
Quote
Pannadevi :
....
saya satu2nya nun yg agak modern, bawa laptop (pdhal pemberian teman sekelas), online internet (mereka tidak mau menyentuh hal2 demikian). kelak sayapun juga akan lepaskan semua ini. karena kalau mau sungguh2 terjun total ya jangan online lagi (petapa gadungan...***sorry bro, pinjam istilah***).

Kalau yg ini gw kurang setuju, jadi internet maupun notebook dpt digunakan utk kemudahan dan hal yg bermanfaat dlm penyebaran dhamma atau pengajaran dhamma... spt kalau biksu atau bihkuni yg amat fasih menggunakan power point kan juga bisa merupakan hal positif.

Maksudnya expert di powerPoint lho...bukan berjubel dgn animasi atau sound effect lho...

ada satu lagi biksu gw lupa namanya, rupanya dia begitu mahir dlm hal photography.... dan sewaktu speech dia tampilkan foto2 tsb sangat mengena dan melukiskan keadaan...........

mungkin begitu ya.... sorry kalau salah ngomong  :))

iya bro, anda benar kok. ada member sini juga tuh, anggota sangha mampu menciptakan Digital Buddhist Dictionary...memang berpikir yg positif yang penting...

mettacittena,

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
Quote
dijaman sang Buddha :
1. masa menjalani latihan sebagai samaneri 2 tahun,
2. setelah 2 tahun harus ditahbiskan menjadi Bhikkhuni,
3. setelah 10 vassa disebut Theri,
4. setelah 20 vassa disebut Maha Theri.

Kalau dulu jaman sang Buddha ada
kenapa sekarang gak pernah dengar?

kenapa bisa begitu sis Pannadevi ?  ;D

apakah di duni ada yg pakai pangkat Maha Theri ?

 [at] johan:

Krn pd zaman sekarang Sangha Bhikkhuni sudah punah (setidaknya dlm tradisi Theravada) walaupun bbrp berusaha membentuk kembali Sangha bg para wanita ini.

bro Saceng yang baik,
udah dijawab dg bro Seniya jadi ga perlu saya ulang ya....

ttg pangkat Maha Theri, walau dia Mahayana, jika telah menjadi bhikkhuni 20 vassa, maka beliau adalah Maha Theri. hanya beliau2 tidak mencantumkan ke-Maha Theri-an nya, contoh Ven.Bhikkhuni Chen Yeng (Buddha Tsu Zhi) bukankah beliau udah lebih dari 20vassa, nah berarti beliau Maha Theri. tetapi apakah beliau mencantumkan atau tidak. lalu Ven.Jetsunma Tenzin Palmo, dari nama udah terlihat, karena Jetsunma artinya Maha Theri (saya baca di salah satu newletters/buletin bulanan nya, dulu selalu masuk ke email saya, entah sekarang tidak pernah lagi). jadi jelas beliau mencantumkan ke-MahaTheri-an nya. ini dilangsungkan dg upacara resmi dari YM.Dalai Lama. sebenarnya saya mendapat bea siswa kesana tapi menjelang keberangkatan sy, ternyata saya tidak mendpt ijin, ya udahlah belum kamma baik saya, padahal saya benar2 ingin memperdalam meditasi dg beliau bagaimana cara mengatasi badai salju sendirian di puncak himalaya selama 12 thn, entah kapan saya bisa kesana (semoga beliau masih mau menerima saya lagi). kita semua tidak ada yg tahu apa yg akan terjadi dimasa mendatang.

mettacittena,

The vassa retreat has largely been given up by Mahayana Buddhists, as Mahayana Buddhism has typically flourished in regions without a rainy season. However for Mahayana schools such as Zen and Tibetan Buddhism other forms of retreat are common.

sumber:
http://www.buddhistchannel.tv/index.php?id=6,9375,0,0,1,0

kalau tidak menjalankan vassa bagaimana menghitung 10 atau 20 vassa?

thanks bro Indra yang baik,
udah dibantu melengkapi jawaban.

kalau tdk ada masa vassa, mereka berpatokan dari upasampadanya. silahkan menambahkan jika ada yang lain, saya perlu belajar juga. thanks seblm n sesdhnya.

mettacittena,

apakah seorang bhikkhu/ni yg telah 20 tahun sejak upasampada berhak menyandang gelar Maha Thera/i, walaupun tidak pernah menjalankan masa vassa?

pertanyaan ini perlu saya tanyakan ke yang lebih senior, mumpung beliau juga member sini. karena tentu beliau juga lebih menguasai vinaya dibanding saya.

mohon Rev.Peacemind bersedia membantu, karena saya juga belum menguasai hal ini, adakah dlm vinayapitaka yg mengatur hal demikian? mohon penjelasannya. seblm n sesdhnya diucapkan terima kasih.

mettacittena,

Offline Sunkmanitu Tanka Ob'waci

  • Sebelumnya: Karuna, Wolverine, gachapin
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.806
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
  • 会いたい。
gelar thera / theri ada diatur berdasarkan vassa yak? bukannya berdasarkan pencapaian kesucian?

kalo di vinaya bukannya ada aturan vassa gagal atau nggak?
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Maaf OOT ...
TS: silahkan OOT...

Kontradiksi yg lain:

Bagaimana dengan seorang yg bahkan mencapai Kebuddhaan dan masih tinggal serumah dengan bini, hanya yg ini masih hidup
Tolong dibedakan Buddha dan badut merk Buddha kostum bhiksu. Kalau sudah bisa dibedakan, maka sudah tidak kontradiktif lagi.
Wah.. Diperhalus dong Bro.. Cosplayer lebih tepatnya. Kan lagi ngetren sekarang ;)
appamadena sampadetha

Offline johan3000

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 11.552
  • Reputasi: 219
  • Gender: Male
  • Crispy Lotus Root
Maaf OOT ...
TS: silahkan OOT...

Kontradiksi yg lain:

Bagaimana dengan seorang yg bahkan mencapai Kebuddhaan dan masih tinggal serumah dengan bini, hanya yg ini masih hidup
Tolong dibedakan Buddha dan badut merk Buddha kostum bhiksu. Kalau sudah bisa dibedakan, maka sudah tidak kontradiktif lagi.
Wah.. Diperhalus dong Bro.. Cosplayer lebih tepatnya. Kan lagi ngetren sekarang ;)

badut merk Buddha kostum bhiksu

setuju bro Kainyn_Kutho atas posting yg poolll mantep, karna umatnya sangat terhibur dan malah minta nambah!... =))
kalau badut sih masih harus angkat topi sama yg ini, karna topi nya jauh lebih banyak...  =))
Nagasena : salah satu dari delapan penyebab matangnya kebijaksanaan dgn seringnya bertanya

Offline adi lim

  • Sebelumnya: adiharto
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.993
  • Reputasi: 108
  • Gender: Male
  • Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
Quote
dijaman sang Buddha :
1. masa menjalani latihan sebagai samaneri 2 tahun,
2. setelah 2 tahun harus ditahbiskan menjadi Bhikkhuni,
3. setelah 10 vassa disebut Theri,
4. setelah 20 vassa disebut Maha Theri.

Kalau dulu jaman sang Buddha ada
kenapa sekarang gak pernah dengar?

kenapa bisa begitu sis Pannadevi ?  ;D

apakah di duni ada yg pakai pangkat Maha Theri ?

 [at] johan:

Krn pd zaman sekarang Sangha Bhikkhuni sudah punah (setidaknya dlm tradisi Theravada) walaupun bbrp berusaha membentuk kembali Sangha bg para wanita ini.

bro Saceng yang baik,
udah dijawab dg bro Seniya jadi ga perlu saya ulang ya....

ttg pangkat Maha Theri, walau dia Mahayana, jika telah menjadi bhikkhuni 20 vassa, maka beliau adalah Maha Theri. hanya beliau2 tidak mencantumkan ke-Maha Theri-an nya, contoh Ven.Bhikkhuni Chen Yeng (Buddha Tsu Zhi) bukankah beliau udah lebih dari 20vassa, nah berarti beliau Maha Theri. tetapi apakah beliau mencantumkan atau tidak. lalu Ven.Jetsunma Tenzin Palmo, dari nama udah terlihat, karena Jetsunma artinya Maha Theri (saya baca di salah satu newletters/buletin bulanan nya, dulu selalu masuk ke email saya, entah sekarang tidak pernah lagi). jadi jelas beliau mencantumkan ke-MahaTheri-an nya. ini dilangsungkan dg upacara resmi dari YM.Dalai Lama. sebenarnya saya mendapat bea siswa kesana tapi menjelang keberangkatan sy, ternyata saya tidak mendpt ijin, ya udahlah belum kamma baik saya, padahal saya benar2 ingin memperdalam meditasi dg beliau bagaimana cara mengatasi badai salju sendirian di puncak himalaya selama 12 thn, entah kapan saya bisa kesana (semoga beliau masih mau menerima saya lagi). kita semua tidak ada yg tahu apa yg akan terjadi dimasa mendatang.

mettacittena,

The vassa retreat has largely been given up by Mahayana Buddhists, as Mahayana Buddhism has typically flourished in regions without a rainy season. However for Mahayana schools such as Zen and Tibetan Buddhism other forms of retreat are common.

sumber:
http://www.buddhistchannel.tv/index.php?id=6,9375,0,0,1,0

kalau tidak menjalankan vassa bagaimana menghitung 10 atau 20 vassa?

thanks bro Indra yang baik,
udah dibantu melengkapi jawaban.

kalau tdk ada masa vassa, mereka berpatokan dari upasampadanya. silahkan menambahkan jika ada yang lain, saya perlu belajar juga. thanks seblm n sesdhnya.

mettacittena,

apakah seorang bhikkhu/ni yg telah 20 tahun sejak upasampada berhak menyandang gelar Maha Thera/i, walaupun tidak pernah menjalankan masa vassa?

sekilas info
di Thailand, semua Bhikkhu hanya Thera tidak ada Mahathera seperti di Indonesia
saya lebih setuju seperti Thailand karena tidak ada perbedaan.
 _/\_
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

Offline adi lim

  • Sebelumnya: adiharto
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.993
  • Reputasi: 108
  • Gender: Male
  • Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
OOT juga ahh...

menjadi bhikkhuni?

selama saya tinggal disini saya mungkin akan tetap samaneri. saya mencintai kehidupan monastik yg penuh religius dan metta. di arama saya selama ini saya rasakan hal demikian. sejak saya masuk arama ini th.2006 hingga sekarang. bahkan sponsor saya adalah sepupu wakil kepala arama saya. yang saya cari adalah dhamma bro. bukan titel. bukan. tapi kita semua tidak ada yg tahu masa depan. entah saya mau jadi apa kelak, yang pasti sekarang adalah sy ingin hidup dalam dhamma dan mati di jalan dhamma. saya tidak ingin yang lain nya (sorry bukan sentimentil). itulah sebabnya sy ada di DC karena sy ingin belajar dhamma dg kalian semua yang jauh lebih ahli dibanding saya.semoga anda tidak salah paham.

mettacittena,
Betul, Samaneri atau Bhikkhuni hanyalah titel saja. Menurut saya, yang terpenting adalah cara menjalani hidup itu sendiri.


Walaupun katanya hanya 'titel' kita janganlah meremehkan.
tetaplah beda Bhikkhu/i dengan Samanera/i praktek Sila yang dijalankan.
karena kondisi praktek sila tetap mendukung seseorang utk berprilaku yang baik, jujur, benar dan patut karena ada batas.

Dan saya lebih setuju siapapun yang mempraktekkan Dhamma dan melatih Dhamma dengan serius ini yang penting atau katanya menjalani hidup itu sendiri seperti diatas

 _/\_
« Last Edit: 25 August 2010, 06:22:48 AM by adi lim »
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
bro Kainyn yang baik,
benar sekali bro, di nunnery (arama) saya sini, beliau2 telah lanjut usia semua, diatas 60thn, bahkan ada yg 90 thn, masih kuat mencuci jubah sendiri, melakukan aktivitas religius sehari2 dg semangat, padahal udah amat sangat lanjut sekali usianya, rata2 mereka sejak usia dini memasuki dunia monastik, padahal mereka adalah dasasilamata (setara dg samaneri namun jubahnya beda tanpa jahitan yg membentang sawah magadha/bentuk jahitan potongan jubah bhikkhu, hanya polos biasa). mereka hidup amat religius dan penuh metta. saya amat tersentuh sekali dg kehidupan mereka, padahal disini semua amat sederhana sekali, bisa dibilang hanya saya satu2nya nun yg agak modern, bawa laptop (pdhal pemberian teman sekelas), online internet (mereka tidak mau menyentuh hal2 demikian). kelak sayapun juga akan lepaskan semua ini. karena kalau mau sungguh2 terjun total ya jangan online lagi (petapa gadungan...***sorry bro, pinjam istilah***).

mettacittena,
Kalau pendapat saya, online di internet bukan berarti pasti kemelekatan. Kembali lagi ke motifnya. Justru jika dimanfaatkan dengan baik, internet bisa jadi alat komunikasi yang baik. Jadi biarpun Sis Pannadevi sudah lebih maju lagi dalam kehidupan petapa, saya harap tetap online dan berbagi di internet (khususnya di DC). Saya sendiri sangat merasakan manfaatnya yaitu bisa bertanya dan belajar banyak dari Bhante Uttamo lewat e-mail, karena sebelumnya saya tidak tahu Buddhisme dan tidak kenal komunitas Buddhis sama sekali.

Saya pikir semua petapa yang belum arahat, pasti banyak melakukan kesalahan karena kemelekatannya. Justru mereka menjadi petapa karena menyadari hal tersebut dan berjuang melepaskannya. Namun yang saya sebut "petapa gadungan" adalah jenis yang tidak mau menyadari dan malah membenarkan kesalahannya. Saya pribadi melihat Sis Pannadevi tidak begitu. (Dan semoga tidak akan pernah demikian selamanya, sampai mencapai kebebasan.) :)


Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Maaf OOT ...
TS: silahkan OOT...

Kontradiksi yg lain:

Bagaimana dengan seorang yg bahkan mencapai Kebuddhaan dan masih tinggal serumah dengan bini, hanya yg ini masih hidup
Tolong dibedakan Buddha dan badut merk Buddha kostum bhiksu. Kalau sudah bisa dibedakan, maka sudah tidak kontradiktif lagi.
Wah.. Diperhalus dong Bro.. Cosplayer lebih tepatnya. Kan lagi ngetren sekarang ;)
OK, ralat.

 [at]  Indra
Tolong dibedakan antara Buddha dan Cos-player Buddha. Kalau sudah bisa dibedakan, maka sudah tidak kontradiktif lagi.

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Walaupun katanya hanya 'titel' kita janganlah meremehkan.
tetaplah beda Bhikkhu/i dengan Samanera/i praktek Sila yang dijalankan.
karena kondisi praktek sila tetap mendukung seseorang utk berprilaku yang baik, jujur, benar dan patut karena ada batas.

Dan saya lebih setuju siapapun yang mempraktekkan Dhamma dan melatih Dhamma dengan serius ini yang penting atau katanya menjalani hidup itu sendiri seperti diatas

 _/\_
Perkataan saya bahwa hal tersebut hanya titel, sama sekali bukan untuk meremehkan. Saya pun tahu ada banyak hal yang membedakannya, selain banyaknya sila yang dijalankan. Namun saya mengatakannya karena meninjau dari sudut pandang berbeda.

Seperti kondisi sekarang ini, seandainya ada wanita yang ingin menjadi bhikkhuni Theravada. Kita tahu Sangha Bhikkhuni Theravada sudah tidak diakui lagi. Oleh karena itu, ia menjadi seorang samaneri, namun berusaha hidup dalam dhamma secara penuh, berjuang mencapai pembebasan dan menaati ke-311 vinaya bhikkhuni. Apakah menurut Bro adi lim dalam hal moralitas secara pribadi, status "bhikkhuni/samaneri" memberikan perbedaan?


Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Maaf OOT ...
TS: silahkan OOT...

Kontradiksi yg lain:

Bagaimana dengan seorang yg bahkan mencapai Kebuddhaan dan masih tinggal serumah dengan bini, hanya yg ini masih hidup
Tolong dibedakan Buddha dan badut merk Buddha kostum bhiksu. Kalau sudah bisa dibedakan, maka sudah tidak kontradiktif lagi.
Wah.. Diperhalus dong Bro.. Cosplayer lebih tepatnya. Kan lagi ngetren sekarang ;)
OK, ralat.

 [at]  Indra
Tolong dibedakan antara Buddha dan Cos-player Buddha. Kalau sudah bisa dibedakan, maka sudah tidak kontradiktif lagi.

Nah klo dah pada setuju gini kan enak. Berikutnya ada kontes cosplay kita bisa daftarkan foto2 cosplay beliau. :D
appamadena sampadetha

Offline yasavaddhano

  • Teman
  • **
  • Posts: 84
  • Reputasi: 7
  • Gender: Male
  • Ini pun akan berubah
Quote
dijaman sang Buddha :
1. masa menjalani latihan sebagai samaneri 2 tahun,
2. setelah 2 tahun harus ditahbiskan menjadi Bhikkhuni,
3. setelah 10 vassa disebut Theri,
4. setelah 20 vassa disebut Maha Theri.

Kalau dulu jaman sang Buddha ada
kenapa sekarang gak pernah dengar?

kenapa bisa begitu sis Pannadevi ?  ;D

apakah di duni ada yg pakai pangkat Maha Theri ?

 [at] johan:

Krn pd zaman sekarang Sangha Bhikkhuni sudah punah (setidaknya dlm tradisi Theravada) walaupun bbrp berusaha membentuk kembali Sangha bg para wanita ini.

bro Saceng yang baik,
udah dijawab dg bro Seniya jadi ga perlu saya ulang ya....

ttg pangkat Maha Theri, walau dia Mahayana, jika telah menjadi bhikkhuni 20 vassa, maka beliau adalah Maha Theri. hanya beliau2 tidak mencantumkan ke-Maha Theri-an nya, contoh Ven.Bhikkhuni Chen Yeng (Buddha Tsu Zhi) bukankah beliau udah lebih dari 20vassa, nah berarti beliau Maha Theri. tetapi apakah beliau mencantumkan atau tidak. lalu Ven.Jetsunma Tenzin Palmo, dari nama udah terlihat, karena Jetsunma artinya Maha Theri (saya baca di salah satu newletters/buletin bulanan nya, dulu selalu masuk ke email saya, entah sekarang tidak pernah lagi). jadi jelas beliau mencantumkan ke-MahaTheri-an nya. ini dilangsungkan dg upacara resmi dari YM.Dalai Lama. sebenarnya saya mendapat bea siswa kesana tapi menjelang keberangkatan sy, ternyata saya tidak mendpt ijin, ya udahlah belum kamma baik saya, padahal saya benar2 ingin memperdalam meditasi dg beliau bagaimana cara mengatasi badai salju sendirian di puncak himalaya selama 12 thn, entah kapan saya bisa kesana (semoga beliau masih mau menerima saya lagi). kita semua tidak ada yg tahu apa yg akan terjadi dimasa mendatang.

mettacittena,

The vassa retreat has largely been given up by Mahayana Buddhists, as Mahayana Buddhism has typically flourished in regions without a rainy season. However for Mahayana schools such as Zen and Tibetan Buddhism other forms of retreat are common.

sumber:
http://www.buddhistchannel.tv/index.php?id=6,9375,0,0,1,0

kalau tidak menjalankan vassa bagaimana menghitung 10 atau 20 vassa?

thanks bro Indra yang baik,
udah dibantu melengkapi jawaban.

kalau tdk ada masa vassa, mereka berpatokan dari upasampadanya. silahkan menambahkan jika ada yang lain, saya perlu belajar juga. thanks seblm n sesdhnya.

mettacittena,

apakah seorang bhikkhu/ni yg telah 20 tahun sejak upasampada berhak menyandang gelar Maha Thera/i, walaupun tidak pernah menjalankan masa vassa?
Justru gelar Maha Thera/i didapat berdasarkan lamanya masa vassa. Jadi meskipun sudah lebih dari 20 tahun sejak upasampada, tetapi masa vassa belum mencapai 20 tahun, tidak mendapat gelar Maha Thera/i.

Offline adi lim

  • Sebelumnya: adiharto
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.993
  • Reputasi: 108
  • Gender: Male
  • Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
Walaupun katanya hanya 'titel' kita janganlah meremehkan.
tetaplah beda Bhikkhu/i dengan Samanera/i praktek Sila yang dijalankan.
karena kondisi praktek sila tetap mendukung seseorang utk berprilaku yang baik, jujur, benar dan patut karena ada batas.

Dan saya lebih setuju siapapun yang mempraktekkan Dhamma dan melatih Dhamma dengan serius ini yang penting atau katanya menjalani hidup itu sendiri seperti diatas

 _/\_
Perkataan saya bahwa hal tersebut hanya titel, sama sekali bukan untuk meremehkan. Saya pun tahu ada banyak hal yang membedakannya, selain banyaknya sila yang dijalankan. Namun saya mengatakannya karena meninjau dari sudut pandang berbeda.

Seperti kondisi sekarang ini, seandainya ada wanita yang ingin menjadi bhikkhuni Theravada. Kita tahu Sangha Bhikkhuni Theravada sudah tidak diakui lagi. Oleh karena itu, ia menjadi seorang samaneri, namun berusaha hidup dalam dhamma secara penuh, berjuang mencapai pembebasan dan menaati ke-311 vinaya bhikkhuni. Apakah menurut Bro adi lim dalam hal moralitas secara pribadi, status "bhikkhuni/samaneri" memberikan perbedaan?


IMO
beda
 _/\_
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

Offline adi lim

  • Sebelumnya: adiharto
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.993
  • Reputasi: 108
  • Gender: Male
  • Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
at. Bro Kainyn

Bhikkhuni menjalankan 311 sila, Sesuai Vinaya
Samaneri menjalankan 10 Sila, OK
Karena Bhikkhuni sudah tidak ada lagi kemudian Samaneri menjalankan 311 sila ! terkesan mubajir dan tidak perlu.
 _/\_
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
at. Bro Kainyn

Bhikkhuni menjalankan 311 sila, Sesuai Vinaya
Samaneri menjalankan 10 Sila, OK
Karena Bhikkhuni sudah tidak ada lagi kemudian Samaneri menjalankan 311 sila ! terkesan mubajir dan tidak perlu.
 _/\_
Kalau masalah jumlah sila, para bhikkhu patimokha 227 sila juga mubazir karena beberapa sila adalah berkenaan dengan bhikkhuni, sementara bhikkhuninya sendiri sudah tidak ada. Jadi menurut saya bukan soal mubazir atau tidak, namun adalah pada perenungan kehidupan petapaan di bawah Buddha Gotama itu sendiri.

Mengenai perenungan kehidupan petapaan, menurut saya adalah tergantung bathin masing-masing, bukan tergantung pada statusnya. Ingat kisah Raja Pukkusati yang setelah mengetahui ajaran Buddha, merenungkan dhamma, mencapai jhana dan meninggalkan kerajaan dan hidup sebagai bhikkhu walaupun belum ditahbiskan (dan bahkan belum pernah bertemu Buddha)? Dari sisi tekad dan perenungan dan cara hidupnya itu, saya pribadi menilai tidak ada perbedaan antara Pukkusati dengan Samanera/Bhikkhu lainnya. Dari sisi itulah yang saya maksudkan.

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Maaf OOT ...
TS: silahkan OOT...

Kontradiksi yg lain:

Bagaimana dengan seorang yg bahkan mencapai Kebuddhaan dan masih tinggal serumah dengan bini, hanya yg ini masih hidup
Tolong dibedakan Buddha dan badut merk Buddha kostum bhiksu. Kalau sudah bisa dibedakan, maka sudah tidak kontradiktif lagi.
Wah.. Diperhalus dong Bro.. Cosplayer lebih tepatnya. Kan lagi ngetren sekarang ;)
OK, ralat.

 [at]  Indra
Tolong dibedakan antara Buddha dan Cos-player Buddha. Kalau sudah bisa dibedakan, maka sudah tidak kontradiktif lagi.

[at] Bro Kainyn

Ini sepertinya salah quote. Yang bertanya itu sepertinya Sam Pannadevi deh...

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Justru gelar Maha Thera/i didapat berdasarkan lamanya masa vassa. Jadi meskipun sudah lebih dari 20 tahun sejak upasampada, tetapi masa vassa belum mencapai 20 tahun, tidak mendapat gelar Maha Thera/i.

Gelar ini cuma status formil para bhikkhu di Indonesia saja. Jika sudah menyelesaikan 10 vassa, maka diberi gelar Thera. Jika sudah menyelesaikan 20 vassa, maka diberi gelar Maha Thera. Melewati vassa tidak selalu menyelesaikan vassa. Sebab ada kalanya seorang bhikkhu melewati vassa namun tidak berhasil menyelesaikan vassa; jadi vassa ini tidak dihitung.

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Maaf OOT ...
TS: silahkan OOT...

Kontradiksi yg lain:

Bagaimana dengan seorang yg bahkan mencapai Kebuddhaan dan masih tinggal serumah dengan bini, hanya yg ini masih hidup
Tolong dibedakan Buddha dan badut merk Buddha kostum bhiksu. Kalau sudah bisa dibedakan, maka sudah tidak kontradiktif lagi.
Wah.. Diperhalus dong Bro.. Cosplayer lebih tepatnya. Kan lagi ngetren sekarang ;)
OK, ralat.

 [at]  Indra
Tolong dibedakan antara Buddha dan Cos-player Buddha. Kalau sudah bisa dibedakan, maka sudah tidak kontradiktif lagi.

[at] Bro Kainyn

Ini sepertinya salah quote. Yang bertanya itu sepertinya Sam Pannadevi deh...
Tidak salah, Bro Upasaka. Itu Bro Indra ber-OOT tentang Buddha hidup yang masih serumah dengan bini. Saya bilang Buddha <> Badut merk Buddha. Lalu Bro Jerry bilang seharusnya diperhalus jangan "badut" tapi Cos-player.  :D


Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Justru gelar Maha Thera/i didapat berdasarkan lamanya masa vassa. Jadi meskipun sudah lebih dari 20 tahun sejak upasampada, tetapi masa vassa belum mencapai 20 tahun, tidak mendapat gelar Maha Thera/i.

Gelar ini cuma status formil para bhikkhu di Indonesia saja. Jika sudah menyelesaikan 10 vassa, maka diberi gelar Thera. Jika sudah menyelesaikan 20 vassa, maka diberi gelar Maha Thera. Melewati vassa tidak selalu menyelesaikan vassa. Sebab ada kalanya seorang bhikkhu melewati vassa namun tidak berhasil menyelesaikan vassa; jadi vassa ini tidak dihitung.

ini pendapat pribadi atau ada rujukan resmi dari lembaga berwenang, Bro?

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Tidak salah, Bro Upasaka. Itu Bro Indra ber-OOT tentang Buddha hidup yang masih serumah dengan bini. Saya bilang Buddha <> Badut merk Buddha. Lalu Bro Jerry bilang seharusnya diperhalus jangan "badut" tapi Cos-player.  :D

Oh, entahlah. Saya belakangan ini hanya baca-baca sekilas karena agak sibuk. Mungkin saya musti mulai pakai kacamata... ::)

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
ini pendapat pribadi atau ada rujukan resmi dari lembaga berwenang, Bro?

Saya di Redaksi mendapat informasi demikian...

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
ini pendapat pribadi atau ada rujukan resmi dari lembaga berwenang, Bro?

Saya di Redaksi mendapat informasi demikian...

Justru gelar Maha Thera/i didapat berdasarkan lamanya masa vassa. Jadi meskipun sudah lebih dari 20 tahun sejak upasampada, tetapi masa vassa belum mencapai 20 tahun, tidak mendapat gelar Maha Thera/i.

Gelar ini cuma status formil para bhikkhu di Indonesia saja. Jika sudah menyelesaikan 10 vassa, maka diberi gelar Thera. Jika sudah menyelesaikan 20 vassa, maka diberi gelar Maha Thera. Melewati vassa tidak selalu menyelesaikan vassa. Sebab ada kalanya seorang bhikkhu melewati vassa namun tidak berhasil menyelesaikan vassa; jadi vassa ini tidak dihitung.

Kalau begitu, seharusnya ada (banyak) bhikkhu yg umur kebhikkhuannya tidak sama dengan jumlah vassa, tapi adakah yg secara resmi spt ini? adakah bhikkhu di indonesia yg telah 10 tahun atau 20 tahun menjadi bhikkhu namun belum menjadi thera atau maha thera?

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Kalau begitu, seharusnya ada (banyak) bhikkhu yg umur kebhikkhuannya tidak sama dengan jumlah vassa, tapi adakah yg secara resmi spt ini? adakah bhikkhu di indonesia yg telah 10 tahun atau 20 tahun menjadi bhikkhu namun belum menjadi thera atau maha thera?

Dulu seingat saya, kami di Redaksi pernah membahas seorang bhikkhu yang pernah gagal menjalankan suatu masa vassa, sehingga jumlah vassa yang dilewatinya tidak berbanding lurus dengan usia kebhikkhuannya. Tapi saya lupa siapa nama bhikkhunya...

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Kalau begitu, seharusnya ada (banyak) bhikkhu yg umur kebhikkhuannya tidak sama dengan jumlah vassa, tapi adakah yg secara resmi spt ini? adakah bhikkhu di indonesia yg telah 10 tahun atau 20 tahun menjadi bhikkhu namun belum menjadi thera atau maha thera?

Dulu seingat saya, kami di Redaksi pernah membahas seorang bhikkhu yang pernah gagal menjalankan suatu masa vassa, sehingga jumlah vassa yang dilewatinya tidak berbanding lurus dengan usia kebhikkhuannya. Tapi saya lupa siapa nama bhikkhunya...

ya tidak perlu disebutkan namanya, saya cuma ingin memastikan bahwa memang ada kasus demikian

Offline adi lim

  • Sebelumnya: adiharto
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.993
  • Reputasi: 108
  • Gender: Male
  • Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
Quote
Kalau masalah jumlah sila, para bhikkhu patimokha 227 sila juga mubazir karena beberapa sila adalah berkenaan dengan bhikkhuni, sementara bhikkhuninya sendiri sudah tidak ada. Jadi menurut saya bukan soal mubazir atau tidak, namun adalah pada perenungan kehidupan petapaan di bawah Buddha Gotama itu sendiri.

seorang Bhikkhu wajib menjalankan 227 sila, Bhikkhuni 311 sila itu memang tercantum di Vinaya
jadi mubazir dimana bro ?
Samanera-i cukup 10 sila, jadi kalau Samanera-i menjalankan sila seperti Bhikkhu-i tentu aneh !, buat apa sila sebanyak itu !

praktek latihan sila dengan praktek latihan samadhi lain !
Praktek latihan samadhi siapa pun boleh dan bisa
asal serius latihan tentunya sangat bermamfaat bagi batin.

Quote
disini kita bahas tentang siapa saja yang wajib menjalankan sila !
Mengenai perenungan kehidupan petapaan, menurut saya adalah tergantung bathin masing-masing, bukan tergantung pada statusnya. Ingat kisah Raja Pukkusati yang setelah mengetahui ajaran Buddha, merenungkan dhamma, mencapai jhana dan meninggalkan kerajaan dan hidup sebagai bhikkhu walaupun belum ditahbiskan (dan bahkan belum pernah bertemu Buddha)? Dari sisi tekad dan perenungan dan cara hidupnya itu, saya pribadi menilai tidak ada perbedaan antara Pukkusati dengan Samanera/Bhikkhu lainnya. Dari sisi itulah yang saya maksudkan.

kalau dibold saya setuju
siapapun baik Bhikkhu-i/Samanera-i/Upasika-i jika serius mempraktekkan Dhamma tentunya sangat bermamfaat sekali utk kemajuan batin nya sendiri ^:)^

tambahan lagi Pukkusati sebelum kehidupan ini tentunya parami sudah terkumpul banyak.
jangan hanya melihat kehidupan ini.
 _/\_
« Last Edit: 25 August 2010, 08:53:49 PM by adi lim »
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
OOT juga ahh...

menjadi bhikkhuni?

selama saya tinggal disini saya mungkin akan tetap samaneri. saya mencintai kehidupan monastik yg penuh religius dan metta. di arama saya selama ini saya rasakan hal demikian. sejak saya masuk arama ini th.2006 hingga sekarang. bahkan sponsor saya adalah sepupu wakil kepala arama saya. yang saya cari adalah dhamma bro. bukan titel. bukan. tapi kita semua tidak ada yg tahu masa depan. entah saya mau jadi apa kelak, yang pasti sekarang adalah sy ingin hidup dalam dhamma dan mati di jalan dhamma. saya tidak ingin yang lain nya (sorry bukan sentimentil). itulah sebabnya sy ada di DC karena sy ingin belajar dhamma dg kalian semua yang jauh lebih ahli dibanding saya.semoga anda tidak salah paham.

mettacittena,
Betul, Samaneri atau Bhikkhuni hanyalah titel saja. Menurut saya, yang terpenting adalah cara menjalani hidup itu sendiri.


Walaupun katanya hanya 'titel' kita janganlah meremehkan.
tetaplah beda Bhikkhu/i dengan Samanera/i praktek Sila yang dijalankan.
karena kondisi praktek sila tetap mendukung seseorang utk berprilaku yang baik, jujur, benar dan patut karena ada batas.

Dan saya lebih setuju siapapun yang mempraktekkan Dhamma dan melatih Dhamma dengan serius ini yang penting atau katanya menjalani hidup itu sendiri seperti diatas

 _/\_

bro Adi Lim yg baik,
betul sekali pendapat anda, memang anda benar, bahwa benar silanya berbeda, tetapi seseorang yang telah menjalani langsung dan seseorang yang hanya sebagai penonton dari luar, maka akan beda, anda hanya melihat dari luar (maaf...bener2 maaf jika ada salah kata....jangan salah paham...) beda dengan anda memasuki sendiri, berjubah dan menjalani sendiri kehidupan ini, maka anda akan dapat melihat dengan jelas.  karena saya punya pengalaman sendiri, saya melihat seorang yang hanya samanera namun kualitas spirituilnya jauh melampaui seorang bhikkhu yg telah memiliki masa vassa diatas sepuluh tahun...maaf ya bro...sekali lagi maaf...jika kata2 saya kurang berkenan. beliau walau hanya samanera namun sungguh2 memiliki tingkat perkembangan spirituil yang luar biasa, hal ini akan anda saksikan dan buktikan setelah anda memasuki dunia sangha bro...

untuk samanera tidak masalah mereka bisa langsung upasampada tanpa kesulitan, tapi saya? masih merupakan kontroversional hingga sekarang, bahkan bhante Ananda jaman modern (Ven.Ajhan Bram) pun kena dampak, walau bagi kami beliau pahlawan kaum bhikkhuni. saya hidup bersama dasasilamata, chief nun saya dasasilamata, jadi saya tdk mgk upasampada selama saya hidup bersama mereka, padahal meningkatkan spirituil butuh kondisi yg kondusif, disini amat kondusif, jadi agar menjadikan maklum permasalahan ini tidak gampang, saya hidup bersama golongan ortodox yg menolak upasampada, bahkan begitu berita Ven.Ajhan Bram mengupasampada bhikkhuni langsung seluruh dasasilamata disuruh tandatangan sesuatu form yg dibagikan pemerintah agar menolak tindakan tsb. cukup heran juga saya wkt itu, lalu saya bilang kenapa kalian demikian? lalu mereka bilang, adalah melanggar ketentuan dg upasampada tsb. ya udah lah saya ga mau ikut2an, karena saya juga tidak mau timbul masalah, apalagi hidup diperantauan seorang diri begini. kita harus bisa hidup dengan mereka secara harmonis, mengikuti aturan mereka (daripada diminta pergi sekalian.... hehehe....)

mettacittena,
« Last Edit: 25 August 2010, 10:18:19 PM by pannadevi »

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
bro Kainyn yang baik,
benar sekali bro, di nunnery (arama) saya sini, beliau2 telah lanjut usia semua, diatas 60thn, bahkan ada yg 90 thn, masih kuat mencuci jubah sendiri, melakukan aktivitas religius sehari2 dg semangat, padahal udah amat sangat lanjut sekali usianya, rata2 mereka sejak usia dini memasuki dunia monastik, padahal mereka adalah dasasilamata (setara dg samaneri namun jubahnya beda tanpa jahitan yg membentang sawah magadha/bentuk jahitan potongan jubah bhikkhu, hanya polos biasa). mereka hidup amat religius dan penuh metta. saya amat tersentuh sekali dg kehidupan mereka, padahal disini semua amat sederhana sekali, bisa dibilang hanya saya satu2nya nun yg agak modern, bawa laptop (pdhal pemberian teman sekelas), online internet (mereka tidak mau menyentuh hal2 demikian). kelak sayapun juga akan lepaskan semua ini. karena kalau mau sungguh2 terjun total ya jangan online lagi (petapa gadungan...***sorry bro, pinjam istilah***).

mettacittena,
Kalau pendapat saya, online di internet bukan berarti pasti kemelekatan. Kembali lagi ke motifnya. Justru jika dimanfaatkan dengan baik, internet bisa jadi alat komunikasi yang baik. Jadi biarpun Sis Pannadevi sudah lebih maju lagi dalam kehidupan petapa, saya harap tetap online dan berbagi di internet (khususnya di DC). Saya sendiri sangat merasakan manfaatnya yaitu bisa bertanya dan belajar banyak dari Bhante Uttamo lewat e-mail, karena sebelumnya saya tidak tahu Buddhisme dan tidak kenal komunitas Buddhis sama sekali.

Saya pikir semua petapa yang belum arahat, pasti banyak melakukan kesalahan karena kemelekatannya. Justru mereka menjadi petapa karena menyadari hal tersebut dan berjuang melepaskannya. Namun yang saya sebut "petapa gadungan" adalah jenis yang tidak mau menyadari dan malah membenarkan kesalahannya. Saya pribadi melihat Sis Pannadevi tidak begitu. (Dan semoga tidak akan pernah demikian selamanya, sampai mencapai kebebasan.) :)


Bro Kainyn yang baik,
thanks atas dukungan anda, semoga saya tetap dapat bertahan di jalan dhamma, hingga akhir hayat saya, namun sungguh tidak mudah, tidak gampang, tidak enteng, seperti yg dikira orang2, bahwa hidup berjubah amat enak, hidup santai, hanya cukup komat kamit...jrengg...ang pao...hidup bergelimang kemudahan...no....no...bukan kayak gitu....sangat berbeda sekali disini...

disini semua amat sederhana, tidak ada segala jenis kemewahan (maaf..! HP saya pun dianggap mereka sbg kemewahan, lalu saya jelaskan bgmn sy bisa menghubungi donatur sy jika tanpa HP, ini awal th.2006), mrk selalu tanpa alas kaki (bhs jawa cakar ayam, tanpa sandal) kemana2 dan dimana2 semua vihara di srilanka pasti demikian, baru kalau keluar pakai alas kaki. untuk kehidupan sehari2 mereka amat ngirit sekali, tidak mau boros2, misal saya membeli rinso, mereka menegur saya, kenapa beli rinso, khan ada sabun batangan, waduh...pdhal saya pilih rinso hny masalah praktis saja, praktis cuci dg rinso dibanding sabun batangan makan wkt dg menggosok pdhal rinso cukup di kucek bentar aja udah selesai...bagi mrk itu pemborosan...ini hanya soal kecil, tentang sabun, tapi yang soal listrik, dll mrk amat mengirit, smw lampu dibuat kecil2 watt nya agar kecil tagihannya, saya merasa memakai komp telah menggunakan banyak watt...maka dari itu saya bilang, bila telah tiba saatnya maka saya juga akan meninggalkan dunia komp, karena saya merasa memboroskan listrik jg.

tentang DC, saya amat merasakan manfaatnya krn sy bisa belajar banyak di DC, banyak sekali hal2 yg saya tidak tahu, saya dapatkan dari DC, juga yg belum sy dptkan di bangku kuliah sini, saya udah dapatkan di DC...maka saya merasa amat terbantu sekali dg adanya DC...semoga DC makin maju dan sukses...

semoga anda juga segera merealisasi nibbana bro...sadhu.

mettacittena,

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
Maaf OOT ...
TS: silahkan OOT...

Kontradiksi yg lain:

Bagaimana dengan seorang yg bahkan mencapai Kebuddhaan dan masih tinggal serumah dengan bini, hanya yg ini masih hidup
Tolong dibedakan Buddha dan badut merk Buddha kostum bhiksu. Kalau sudah bisa dibedakan, maka sudah tidak kontradiktif lagi.
Wah.. Diperhalus dong Bro.. Cosplayer lebih tepatnya. Kan lagi ngetren sekarang ;)
OK, ralat.

 [at]  Indra
Tolong dibedakan antara Buddha dan Cos-player Buddha. Kalau sudah bisa dibedakan, maka sudah tidak kontradiktif lagi.

[at] Bro Kainyn

Ini sepertinya salah quote. Yang bertanya itu sepertinya Sam Pannadevi deh...

bro Upasaka yg baik,
ga lah...memang ini hanya nge-junk aja....
memang batara Indra memancing....entah dapat ikan ga ya?  ;D

mettacittena,

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
Kalau begitu, seharusnya ada (banyak) bhikkhu yg umur kebhikkhuannya tidak sama dengan jumlah vassa, tapi adakah yg secara resmi spt ini? adakah bhikkhu di indonesia yg telah 10 tahun atau 20 tahun menjadi bhikkhu namun belum menjadi thera atau maha thera?

Dulu seingat saya, kami di Redaksi pernah membahas seorang bhikkhu yang pernah gagal menjalankan suatu masa vassa, sehingga jumlah vassa yang dilewatinya tidak berbanding lurus dengan usia kebhikkhuannya. Tapi saya lupa siapa nama bhikkhunya...

ya tidak perlu disebutkan namanya, saya cuma ingin memastikan bahwa memang ada kasus demikian

saya juga masih menanti jawaban Rev.Peacemind....semoga segera ada jawaban...

mettacittena,

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Nah klo dah pada setuju gini kan enak. Berikutnya ada kontes cosplay kita bisa daftarkan foto2 cosplay beliau. :D
Nah kebetulan tar September pertengahan ini bakalan ada event cosplay oleh LYTO dengan tema game Ragnarok Online. Ntar bisa dikirimkan foto cosplay dengan job Monk/Champion.
Selengkapnya di: SINI
« Last Edit: 26 August 2010, 07:03:37 AM by Sumedho »
appamadena sampadetha

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Nah klo dah pada setuju gini kan enak. Berikutnya ada kontes cosplay kita bisa daftarkan foto2 cosplay beliau. :D
Nah kebetulan tar September pertengahan ini bakalan ada event cosplay oleh LYTO dengan tema game Ragnarok Online. Ntar bisa dikirimkan foto cosplay dengan job Monk/Champion.
Selengkapnya di: sensor
BRP jerry, kasih link forum luar di larang di sini, laporin suhu ah =)) =)) =))
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline adi lim

  • Sebelumnya: adiharto
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.993
  • Reputasi: 108
  • Gender: Male
  • Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
Samaneri yang baik,

Samanera/i juga adalah bagian dari berlatih kehidupan monastik yang sangat baik.
Jadi tidak ada keraguan saya terhadap para Samanera/i.
Para Samanera/i termasuk Maechi aja bisa menjadi makhluk suci, jadi saya tidak ada keraguan sama sekali.

 _/\_
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Nah klo dah pada setuju gini kan enak. Berikutnya ada kontes cosplay kita bisa daftarkan foto2 cosplay beliau. :D
Nah kebetulan tar September pertengahan ini bakalan ada event cosplay oleh LYTO dengan tema game Ragnarok Online. Ntar bisa dikirimkan foto cosplay dengan job Monk/Champion.
Selengkapnya di: sensor
BRP jerry, kasih link forum luar di larang di sini, laporin suhu ah =)) =)) =))
zzz.. link juga dilarang? walah.. bantuin delete dunk.. kasi solusi jangan laporin mulu kerjaan :P
appamadena sampadetha

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Nah klo dah pada setuju gini kan enak. Berikutnya ada kontes cosplay kita bisa daftarkan foto2 cosplay beliau. :D
Nah kebetulan tar September pertengahan ini bakalan ada event cosplay oleh LYTO dengan tema game Ragnarok Online. Ntar bisa dikirimkan foto cosplay dengan job Monk/Champion.
Selengkapnya di: sensor
BRP jerry, kasih link forum luar di larang di sini, laporin suhu ah =)) =)) =))
zzz.. link juga dilarang? walah.. bantuin delete dunk.. kasi solusi jangan laporin mulu kerjaan :P
tunggu suhu turun tangan aja =))
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Nah klo dah pada setuju gini kan enak. Berikutnya ada kontes cosplay kita bisa daftarkan foto2 cosplay beliau. :D
Nah kebetulan tar September pertengahan ini bakalan ada event cosplay oleh LYTO dengan tema game Ragnarok Online. Ntar bisa dikirimkan foto cosplay dengan job Monk/Champion.
Selengkapnya di: sensor
BRP jerry, kasih link forum luar di larang di sini, laporin suhu ah =)) =)) =))
zzz.. link juga dilarang? walah.. bantuin delete dunk.. kasi solusi jangan laporin mulu kerjaan :P
tunggu suhu turun tangan aja =))
Padahal link udah disamarkan, masa terlarang juga? :P
appamadena sampadetha

Offline adi lim

  • Sebelumnya: adiharto
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.993
  • Reputasi: 108
  • Gender: Male
  • Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
Nah klo dah pada setuju gini kan enak. Berikutnya ada kontes cosplay kita bisa daftarkan foto2 cosplay beliau. :D
Nah kebetulan tar September pertengahan ini bakalan ada event cosplay oleh LYTO dengan tema game Ragnarok Online. Ntar bisa dikirimkan foto cosplay dengan job Monk/Champion.
Selengkapnya di: sensor
BRP jerry, kasih link forum luar di larang di sini, laporin suhu ah =)) =)) =))

ada mata2 nih :-$
kasian belum pasang udah dilaporin ! =)) =))
 _/\_
« Last Edit: 26 August 2010, 07:28:00 AM by adi lim »
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Udah dipasang baru dilaporin. Kalo istilah orang medan: kibus. :))
appamadena sampadetha

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
seorang Bhikkhu wajib menjalankan 227 sila, Bhikkhuni 311 sila itu memang tercantum di Vinaya
jadi mubazir dimana bro ?
Samanera-i cukup 10 sila, jadi kalau Samanera-i menjalankan sila seperti Bhikkhu-i tentu aneh !, buat apa sila sebanyak itu !
Jika saya menjelaskan ada 17 daging yang dilarang untuk sangha:
-manusia, gajah, kuda, beruang, ular, singa, harimau, macan tutul, hyena, anjing, t-rex, brontosaurus, pteranodon, velociraptor, mammoth, dilophosaurus, plesiosaurus (nessie). 
Menurut bro adi lim, ada yang mubazir tidak?


Quote
praktek latihan sila dengan praktek latihan samadhi lain !
Praktek latihan samadhi siapa pun boleh dan bisa
asal serius latihan tentunya sangat bermamfaat bagi batin.
Berarti praktek sila seperti yang dijalani Pukkusati yang "membhikkhukan diri" dan mengikuti cara hidup bhikkhu adalah tidak bermanfaat?

Quote
Quote
Mengenai perenungan kehidupan petapaan, menurut saya adalah tergantung bathin masing-masing, bukan tergantung pada statusnya. Ingat kisah Raja Pukkusati yang setelah mengetahui ajaran Buddha, merenungkan dhamma, mencapai jhana dan meninggalkan kerajaan dan hidup sebagai bhikkhu walaupun belum ditahbiskan (dan bahkan belum pernah bertemu Buddha)?

kalau dibold saya setuju
siapapun baik Bhikkhu-i/Samanera-i/Upasika-i jika serius mempraktekkan Dhamma tentunya sangat bermamfaat sekali utk kemajuan batin nya sendiri ^:)^

tambahan lagi Pukkusati sebelum kehidupan ini tentunya parami sudah terkumpul banyak.
jangan hanya melihat kehidupan ini.
Jika paraminya tidak cukup, apakah ada semacam akibat buruk dari menjalankan sila bhikkhu bagi yang bukan bhikkhu? Misalnya saya sebagai perumah tangga (yang biasanya hanya 5 atau 8 sila) menjalankan sila tidak bicara gede-gede di tempat yang berpenghuni dan tidak bicara sambil makan, apakah ada efek buruknya? Apakah mubazir?


Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Bro Kainyn yang baik,
thanks atas dukungan anda, semoga saya tetap dapat bertahan di jalan dhamma, hingga akhir hayat saya, namun sungguh tidak mudah, tidak gampang, tidak enteng, seperti yg dikira orang2, bahwa hidup berjubah amat enak, hidup santai, hanya cukup komat kamit...jrengg...ang pao...hidup bergelimang kemudahan...no....no...bukan kayak gitu....sangat berbeda sekali disini...
disini semua amat sederhana, tidak ada segala jenis kemewahan (maaf..! HP saya pun dianggap mereka sbg kemewahan, lalu saya jelaskan bgmn sy bisa menghubungi donatur sy jika tanpa HP, ini awal th.2006), mrk selalu tanpa alas kaki (bhs jawa cakar ayam, tanpa sandal) kemana2 dan dimana2 semua vihara di srilanka pasti demikian, baru kalau keluar pakai alas kaki. untuk kehidupan sehari2 mereka amat ngirit sekali, tidak mau boros2, misal saya membeli rinso, mereka menegur saya, kenapa beli rinso, khan ada sabun batangan, waduh...pdhal saya pilih rinso hny masalah praktis saja, praktis cuci dg rinso dibanding sabun batangan makan wkt dg menggosok pdhal rinso cukup di kucek bentar aja udah selesai...bagi mrk itu pemborosan...ini hanya soal kecil, tentang sabun, tapi yang soal listrik, dll mrk amat mengirit, smw lampu dibuat kecil2 watt nya agar kecil tagihannya, saya merasa memakai komp telah menggunakan banyak watt...maka dari itu saya bilang, bila telah tiba saatnya maka saya juga akan meninggalkan dunia komp, karena saya merasa memboroskan listrik jg.

tentang DC, saya amat merasakan manfaatnya krn sy bisa belajar banyak di DC, banyak sekali hal2 yg saya tidak tahu, saya dapatkan dari DC, juga yg belum sy dptkan di bangku kuliah sini, saya udah dapatkan di DC...maka saya merasa amat terbantu sekali dg adanya DC...semoga DC makin maju dan sukses...

semoga anda juga segera merealisasi nibbana bro...sadhu.

mettacittena,
Betul, saya sadar benar bahwa menjadi petapa yang sesungguhnya, bukanlah hal yang main-main.
Dengan bertambahnya aliran-aliran tidak jelas sekarang ini, kadang orang yang tidak mengerti bisa salah paham dengan merk "Buddhis". Orang akan berkata petapa Buddhis tukang bersenang-senang, buktinya ada "Buddha hidup" yang naik Roll Royce. Maka saya pikir dengan para petapa (bhikkhu/bhikkhuni, samanera/samaneri) sering berbagi pengalaman seperti di DC ini, makin banyak kesempatan orang mengetahui bagaimana kehidupan petapa sesungguhnya menurut Buddha. Misalnya hal sabun batang barusan adalah hal baru bagi saya, dan bisa dijadikan contoh kalau saya menggambarkan kehidupan seorang samaneri. 

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
Bro Kainyn yang baik,
thanks atas dukungan anda, semoga saya tetap dapat bertahan di jalan dhamma, hingga akhir hayat saya, namun sungguh tidak mudah, tidak gampang, tidak enteng, seperti yg dikira orang2, bahwa hidup berjubah amat enak, hidup santai, hanya cukup komat kamit...jrengg...ang pao...hidup bergelimang kemudahan...no....no...bukan kayak gitu....sangat berbeda sekali disini...
disini semua amat sederhana, tidak ada segala jenis kemewahan (maaf..! HP saya pun dianggap mereka sbg kemewahan, lalu saya jelaskan bgmn sy bisa menghubungi donatur sy jika tanpa HP, ini awal th.2006), mrk selalu tanpa alas kaki (bhs jawa cakar ayam, tanpa sandal) kemana2 dan dimana2 semua vihara di srilanka pasti demikian, baru kalau keluar pakai alas kaki. untuk kehidupan sehari2 mereka amat ngirit sekali, tidak mau boros2, misal saya membeli rinso, mereka menegur saya, kenapa beli rinso, khan ada sabun batangan, waduh...pdhal saya pilih rinso hny masalah praktis saja, praktis cuci dg rinso dibanding sabun batangan makan wkt dg menggosok pdhal rinso cukup di kucek bentar aja udah selesai...bagi mrk itu pemborosan...ini hanya soal kecil, tentang sabun, tapi yang soal listrik, dll mrk amat mengirit, smw lampu dibuat kecil2 watt nya agar kecil tagihannya, saya merasa memakai komp telah menggunakan banyak watt...maka dari itu saya bilang, bila telah tiba saatnya maka saya juga akan meninggalkan dunia komp, karena saya merasa memboroskan listrik jg.

tentang DC, saya amat merasakan manfaatnya krn sy bisa belajar banyak di DC, banyak sekali hal2 yg saya tidak tahu, saya dapatkan dari DC, juga yg belum sy dptkan di bangku kuliah sini, saya udah dapatkan di DC...maka saya merasa amat terbantu sekali dg adanya DC...semoga DC makin maju dan sukses...

semoga anda juga segera merealisasi nibbana bro...sadhu.

mettacittena,
Betul, saya sadar benar bahwa menjadi petapa yang sesungguhnya, bukanlah hal yang main-main.
Dengan bertambahnya aliran-aliran tidak jelas sekarang ini, kadang orang yang tidak mengerti bisa salah paham dengan merk "Buddhis". Orang akan berkata petapa Buddhis tukang bersenang-senang, buktinya ada "Buddha hidup" yang naik Roll Royce. Maka saya pikir dengan para petapa (bhikkhu/bhikkhuni, samanera/samaneri) sering berbagi pengalaman seperti di DC ini, makin banyak kesempatan orang mengetahui bagaimana kehidupan petapa sesungguhnya menurut Buddha. Misalnya hal sabun batang barusan adalah hal baru bagi saya, dan bisa dijadikan contoh kalau saya menggambarkan kehidupan seorang samaneri. 


thanks bro Kainyn yg baik,
tentang sabun cuci menggunakan sabun batangan, tidak hanya saya saja, tapi Rev.Peacemind pun menggunakan, padahal tangan saya selalu menjadi kusut memutih (ada lapisan putih yg menempel ditangan, entah mungkin zat kimia sabunnya terlalu kuat), padahal kalo pake sabun cuci bubuk tidak ada efeknya, juga cepat selesai nyuci (krn kesibukan tugas kuliah, jadi ga mgk lama2 mencuci), sehingga saya memilih sabun bubuk utk mencuci. tapi selanjutnya saya akan mengikuti latihan mereka setelah selesai kuliah. karena sudah tidak sibuk lagi.

sedang utk aliran lain, memang kita harus memegang ajaran Sang Buddha dengan teguh agar tidak terseret arus, biar apapun kata orang, maka jika kita teguh dengan keyakinan kita, maka dhamma adalah ajaran KEBENARAN. kebenaran itu hanya SATU, TIDAK ADA DUA kebenaran.

semoga kita semua maju dalam dhamma.

mettacittena,

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
Udah dipasang baru dilaporin. Kalo istilah orang medan: kibus. :))

apa sih arti kibus bro?

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
Samaneri yang baik,

Samanera/i juga adalah bagian dari berlatih kehidupan monastik yang sangat baik.
Jadi tidak ada keraguan saya terhadap para Samanera/i.
Para Samanera/i termasuk Maechi aja bisa menjadi makhluk suci, jadi saya tidak ada keraguan sama sekali.

 _/\_

thanks bro Adi Lim yang baik,
semoga anda juga segera merealisasi nibbana.sadhu.

mettacittena,

Offline adi lim

  • Sebelumnya: adiharto
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.993
  • Reputasi: 108
  • Gender: Male
  • Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
Udah dipasang baru dilaporin. Kalo istilah orang medan: kibus. :))

 :outoftopic:

Kibus = Kaki busuk (cau ka) =))
Mata-mata istilah keren Spion
Selama ini persepi orang medan si Kibus adalah tukang lapor kepada pihak aparat hukum dimana ada kumpulan orang yang suka melakukan perbuatan/tindakan yang melanggar hukum, misal Berjudi, Nakorba, dan lain2nya. :))

 _/\_

Lanjut
« Last Edit: 27 August 2010, 03:03:04 PM by adi lim »
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

Offline tanpawujud

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 14
  • Reputasi: 0
  • Semoga semua mahluk berbahagia
sy nanya lg nih......
khotbah terakhir yg diberikan Buddha pada ayahNya saat raja suddhodanna sakit keras(menjelang ajal) topiknya tentang apa? skalian rujukan suttanya kalo ada  :D
 _/\_ thx
cita2 minimal dalam kehidupan sekarang: merealisasikan tingkat kesucian sotapanna

Offline cumi polos

  • Sebelumnya: Teko
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.130
  • Reputasi: 82
  • Gender: Male
  • mohon transparansinya
bagaimana;/dimana
 bisa test tentang seorang mencapai arahat atao tidak ?
 ^:)^
merryXmas n happyNewYYYY 2018

Offline Lex Chan

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.437
  • Reputasi: 134
  • Gender: Male
  • Love everybody, not every body...
Re: Kontradiksi sehubungan dengan perumah tangga yang mencapai kesucian Arahat
« Reply #131 on: 08 September 2015, 01:32:46 PM »
bagaimana;/dimana
 bisa test tentang seorang mencapai arahat atao tidak ?
 ^:)^

you will know when you become one... ;)
“Give the world the best you have and you may get hurt. Give the world your best anyway”
-Mother Teresa-