Selama ini kita kenal Sambhogakaya hanya ada di tradisi Mahayana dan Vajrayana. Di dalam Theravada hanya dikenal 2 tubuh lainnya saja yaitu Manussabuddha (Nirmanakaya dalam Mahayana) dan Dhammakaya (Dharmakaya dalam Mahayana). Tradisi Theravada tidak mengenal adanya Sambhogakaya. Tapi sebenarnya apakah yang dialami Acariya Mun Bhuridatta itu Sambhogakaya?
Sambhogakaya dalam Tradisi Theravada?Tinggal di Goa Sarira, Acariya Mun sering dikunjungi oleh para Savaka Arahant, yang muncul di hadapannya melalui
samadhi nimitta. Masing-masing savaka Arahant memberikan pembabaran Dhamma untuk membantunya, menerangkan praktek-praktek tradisi dari para Arya.
…………
Seorang savaka Arahant, setelah memberikan pembabaran tersebut dan meninggalkannya, Acariya Mun dengan rendah hati menerima ajaran Dhamma tersebut. Ia waspada dalam mengkontemplasi setiap aspek dari ajaran tersebut, memisahkan tiap-tiap poin dan menganalisa semuanya dengan cermat, satu demi satu. Ketika lebih banyak savaka Arahant yang datang untuk mengajarinya (Dhamma) dengan cara ini, maka ia (Acariya Mun) mendapatkan banyak pemahaman baru ke dalam praktek hanya dengan mendengarkan pembabaran (para savaka Arahant tersebut). Mendengarkan pembabaran Dhamma yang sangat menakjubkan ini, semangat Acariya Mun untuk bermeditasi meningkat, sehingga banyak meningkatkan pemahamannya terhadap Dhamma.
Acariya Mun dikisahkan mencapai tingkatan Anagami ketika ia bermeditasi di goa tersebut, setelah mendengarkan pembabaran para savaka Arahant.
=============================================================================
Pada malam hari ketika Acariya Mun mencapai vimutti, sekelompok Buddha, diikuti oleh para pengikut Arahanta Mereka, datang untuk mengucapkan selamat padanya karena telah mencapai
vimuttidhamma. Pada suatu malam, seorang Buddha, diikuti oleh 10000 pengikut Arahant, datang untuk berkunjung; malam hari berikutnya, ia dikunjungi oleh Buddha yang lain, yang diikuti pula oleh 100000 Arahant. Setiap malam, ia dikunjungi oleh Buddha yang berbeda, yang datang untuk memberikan apresiasi pada Acariya Mun, diikuti oleh pengikut Arahant dengan jumlah yang berbeda-beda.
Acariya Mun berkata bahwa jumlah dari pengikut Arahant bermacam-macam tergantung dari kusala kamma / parami yang dikumpulkan oleh Buddha tersebut, sebuah faktor yang membedakan satu Buddha dengan Buddha lainnya. Jumlah Arahant yang mengikuti setiap Buddha tidak merepresentasikan jumlah seluruh dari pengikut Arahant-Nya, mereka hanya menunjukkan parami yang dimiliki oleh masing-masing Buddha. Di antara para pengikut Arahant tersebut, terdapat sedikit samanera.
…………..
Acariya Mun menjawab bahwa ia tidak memiliki keraguan tentang sifat sejati dari Buddha dan para Arahant. Apa yang masih menjadi pertanyaan baginya adalah:
Bagaimana mungkin Sang Buddha dan para Arahant, yang telah mencapai anupadisesa-nibbana, yang tanpa sisa dan bebas dari realita konvensional, masih muncul dalam wujud tubuh. Sang Buddha menjelaskan persoalan ini padanya:
Jika mereka yang telah mencapai anupadisesa nibbana hendak berinteraksi dengan Arahant lainnya, yang telah membersihkan hati mereka namun masih memiliki tubuh fisik yang sementara ini, maka mereka harus secara sementara mengambil wujud ‘duniawi’ dengan tujuan untuk membuat kontak. Namun, jika semua perhatian telah mencapai anupadisesa nibbana, yang tanpa sisa dan tanpa realita konvensional, maka penggunaan wujud konvensional tidak lagi dibutuhkan. Maka dari itu perlu untuk mengambil wujud konvensional ketika berhadapan dengan realita konvensional, namun ketika dunia konvensional telah dilampaui secara sempurna, maka tidak ada lagi masalah yang timbul.
Semua Buddha mengetahui kejadian yang berkaitan dengan masa lalu dan masa depan dengan nimitta yang menyimbolkan realita konvensional dari kejadian yang ditanyakan. Sebagai contoh, ketika seorang Buddha berkeinginan untuk mengetahui kehidupan-kehidupan Buddha-Buddha yang sebelum-Nya, maka ia harus mengambil nimitta dari tiap Buddha, dan keadaan-keadaan tertentu yang mana Ia alami, sebagai alat untuk membawa langsung pada pengetahuan tersebut. Jika sesuatu eksis di luar dunia relatif dari realita konvensional, yaitu vimutti, maka tidak ada simbol yang dapat merepresentasikannya. Oleh karena itu, pengetahuan tentang Buddha-Buddha masa lampau bergantung pada konvensi duniawi yang memberikan dasar umum bagi pengertian, seperti yang digambarkan oleh kedatanganku kali ini. Hal tersebut diperlukan bahwa Aku dan para semua pengikut Arahant-Ku muncul dalam wujud sementara kita, agar yang lainnya, seperti dirimu, dapat memiliki cara untuk menentukan seperti apakah wujud kita. Jika kita tidak muncul dengan wujud ini, maka tiada seorangpun yang dapat melihat kita.
Pada saat ketika diperlukan untuk berinteraksi dengan realita konvensional, maka vimutti harus dimanifestasikan dengan cara-cara konvensional yang cocok/benar. Dalam kasus vimutti yang murni, ketika dua citta yang telah termurnikan saling berinteraksi satu sama lain, maka yang muncul hanya esensi kualitas dari mengetahui – yang tidak mungkin dijelaskan dengan cara apapun. Maka ketika kita ingin menunjukkan sifat dari kesucian sempurna, maka kita harus menggunakan cara-cara kovensional untuk membantu kita menggambarkan pengalaman dari vimutti. Kita dapat berkata bahwa vimutti adfalah “kondisi pabhassara (bercahaya dengan sendirinya) bebas dari semua nimitta yang merepresentasikan kebahagiaan sempurna”, secara singkat, namun pernyataan ini sudah banyak digunakan dan hanya merupakan metafora konvensional. Seseorang yang mengetahui dengan jelas hal tersebut dalam hatinya, maka tidak akan mungkin memiliki keraguan terhadap vimutti. Oleh karena karakteristik yang sebenarnya tidak akan mungkin dapat dijabarkan, vimutti tidak dapat dibayangkan di dalam artian relatif dan konvensional. Meskipun begitu, vimutti bermanifestasi secara konvensional dan vimutti yang eksis di dalam kondisi asal mulanya, diketahui dengan jelas dan sempurna oleh Arahant. Hal ini mencakup vimutti yang memanifestasikan dirinya dengan cara menggunakan aspek-aspek konvensional di bawah keadaan tertentu, dan vimutti yang eksis di dalam tingkatan asal mulanya yaitu tidak berkondisi. Apakah kamu menanyakan hal ini karena kamu ragu ataukah sebagai sebuah percakapan saja?Acariya Mun menjawab: “Aku tidak memiliki keraguan terhadap aspek konvensional dari semua Buddha, ataupun aspek yang tidak berkondisi. Pertanyaanku hanyalah merupakan sebuah cara konvensional untuk menunjukkan penghormatan. Meskipun tanpa kedatangan Anda dan para pengikut Arahant, aku tidak memiliki keraguan di mana letak Buddha, Dhamma dan Sangha yang sesungguhnya berada. Ini adalah keyakinanku yang sangat jelas bahwa siapapun yang melihat Dhamma melihat Tathagata. Ini berarti bahwa Sang Buddha, Dhamma dan Sangha masing-masing menunjukkan tingkatan kemurnian yang sama, yang sepenuhnya bebas dari realita konvensional, yang dikenal sebagai Tiga Permata (Triratna).”
Salah satu kritik terhadap Acariya Mun adalah bahwa Kanon Pali tidak mencantumkan satu kejadianpun yang mendukung pernyataan Acariya Mun, bahwa para Arahant yang telah
parinibbana datang untuk mendiskusikan Dhamma dengannya dan menunjukkan cara mereka mencapai Nibbana.
Acariya Mun kemudian berkata bila kita menerima bahwa Tipitaka tidak memegang monopoli atas Dhamma, maka tentu saja mereka yang mempraktekkan ajaran Buddha dengan benar akan dengan sendirinya mengetahui segala aspek dari Dhamma, sesuai dengan kemampuan alami mereka, tanpa peduli apakah dicantumkan dalam Tipitaka atau tidak.
(Dikutip dari Biografi Spiritual Yang Mulia Acariya Mun Bhuridatta Thera karya Acariya Maha Boowa Nanasampanno)Tubuh Cahaya BuddhaTubuh Cahaya Buddha (Sambhogakaya) adalah cahaya penuh keindahan yang ada pada tubuh Buddha. Ini adalah aspek yang meliputi kebahagiaan semua Buddha dalam Kebenaran, kebahagiaan dalam mengajarkan Kebenaran, dan membawa yang lain merealisasikan Kebenaran. Karena semua Buddha telah praktek tak terhitung lamanya dan telah memperoleh kesempurnaan Kebijaksanaan dan Belas Kasih, masing-masing mempunyai Kedamaian, Kegembiraan, dan Kebahagiaan yang tak terkira, seperti yang dituangkan dalam Sambhogakaya. Para Buddha biasanya tidak nampak dalam tubuh ini karena kita tidak dapat "mencema" akibat keterbatasan pengertian kita. Malahan, para Buddha berwujud Nirnanakaya.
Sambhogakaya adalah 'tubuh rahmat' atau tubuh cahaya yang sering dinyatakan dengan perwujudan surgawi yang dapat dilihat oleh makhluk surga dan Bodhisattva.
Dengan bulan sebagai perumpamaan dari Buddha, maka Sambhogakaya itu seperti bulan purnama yang tidak terhalang awan, yang bersinar terang dalam cahaya totalnya.
Siapakah Acariya MunAcariya Mun (1870-1949 M), beserta gurunya, Ajahn Sao Kantasilo (bhikkhu dari aliran Dhammayuttika), adalah para pelopor Tradisi Hutan di Thailand (tradisi Kammatthana). Acariya Mun dipercaya telah mencapai tingkat Arahat.
Beliau adalah guru dari Acariya Maha Boowa. Yang Mulia Acariya Mun Bhuridatta Thera adalah seorang tokoh terkemuka dalam Buddhisme Theravada Thai zaman sekarang.
Riwayat singkatnya dapat dibaca di Dawai 48 yang file pdfnya dapat didownload di Dhammacitta.
The Siddha Wanderer