//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Si Mata Satu  (Read 1439 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Che Na

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.009
  • Reputasi: 51
  • Gender: Female
  • "Kesaktian tertinggi adalah berjalan diatas bumi "
Si Mata Satu
« on: 16 January 2009, 02:13:22 PM »
Si Mata Satu

 Seperti biasa, malam menjelang tidur aku selalu mengambil
 sebuah buku untuk menemaniku, dan malam itu ternyata
 terpilih sebuah buku spiritual yang bercerita tentang “Si
 Mata Satu”.  Yang menarik dari cerita ini adalah pada
 saat alur itu berjalan seketika kisah itu berubah menjadi
 CERMIN.

 Dikisahkan ada sebuah sekolah yang terkenal dalam
 menanamkan kekayaan mental bagi murid-muridnya. Suatu hari
 sekolah tersebut kedatangan “Tamu Agung” dari kerajaan
 tetangga yang hendak mempelajari keunikan ilmu sekolah
tersebut.  Karena kesibukannya, sang kepala sekolah
segera  menyerahkan acara penyambutan ini kepada murid
 junior yang kebetulan bermata satu. Sang kepala sekolah
 meminta murid itu menemani dan melayani tamu tersebut sampai
 beliau menyelesaikan kesibukannya. 

 Tamu Agung yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga, murid
 bermata satu itu segera membungkukan badannya untuk
 menyambutnya.  Bungkukan badan itu segera dibalas sang tamu
 dengan mengacungkan tiga jarinya ke udara.  Tak mau kalah,
 si mata satu membalasnya dengan acungan dua jari, yang
 kembali dibalas lagi dengan acungan satu jari oleh sang
 tamu. Akhirnya si mata satu mendaratkan  sebuah tinju ke
 muka sang tamu, lalu tamu itu berlari meninggalkan tempat
 tersebut.

 Cerita aneh ini membuatku penasaran untuk mengetahui apa
 sebenarnya yang terjadi di sana, lalu kutelususri kembali
 kisah itu.

 Sang tamu dengan mata memar segera pulang menemui gurunya,
 di hadapan gurunya ia berkata “Guru, saya telah datang ke
 sekolah itu untuk mewakili guru melihat ilmu mereka, sungguh
 luar biasa, baru kali pertama saya mendapat pelajaran yang
 begitu dalam”

 “Sebenarnya apa yang terjadi muridku?” Tanya Sang Guru

 “Begitu tiba, saya segera disambut dengan bungkukan badan
 tanda dimulainya acara uji pengetahuan, lalu saya mulai
 dengan membuka topik dengan menunjukkan tiga jari ke udara,
 yang menyatakan bahwa manusia hidup di masa lalu, saat ini
 dan masa yang akan datang, lalu ia membalasnya dengan
 menyatakan bahwa sebenarnya yang penting adalah saat ini dan
 masa yang akan datang (2 jari), sedangkan masa lalu adalah
 sejarah yang tak dapat lagi diubah. Saya kembali menjelaskan
 bahwa sebenarnya masa lalu, kini dan masa yang akan datang
 adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan (1 jari), lalu
 sebuah tinju yang mendarat di muka mempertegas dan
 menyadarkan saya kalau yang terpenting adalah hidup Saat
 ini”

 “Satu pembelajaran yang luar biasa mengenai hidup”
 katanya sekali lagi dengan terkagum-kagum walau dengan mata
 memar.

 Sedangkan si mata satu, ketika bertemu dengan gurunya ia
 langsung berkata “Guru, orang itu sungguh kurang ajar,
 dari awal saya sudah mencoba menghormati dengan membungkukan
 badanku, ia malah membalasnya dengan mengatakan bahwa di
 ruangan itu hanya ada tiga mata, mentang-mentang dia
 memiliki dua mata sedangkan saya hanya memiliki sebuah saja,
 saya mencoba bersabar dan berkata kalau ia harus bersyukur
 karena memiliki dua mata, tapi lagi-lagi ia mengejekku
 dengan mengatakan saya si mata satu, waktu itu kesabaran
 saya sudah habis, lalu saya meninjunya.  Untung ia segera
 belari meninggalkan sekolah ini, kalau tidak pasti sudah
 babak belur.”

Bukankah kita sering seperti kedua murid ini?  Saling
tidak memahami satu sama lain, masing-masing punya
persepsinya sendiri.
 

 Dalam suatu kesempatan, di sela ceramah minggu, saya pernah
 memperlihatkan sebuah kertas kepada audience yang saya klaim
 sebagai warna “biru”, tapi audience protes, mereka
 mengatakan kertas itu adalah berwarna “kuning”,
 masing-masing dari kami berkeras bahwa itulah warna kertas
 itu sesungguhnya, sampai saya dudukkan salah satu audience
 itu di sampingku.

 Ketika kutanya kepadanya apa warna kertas itu, ia segera
 mengatakan “Biru”, sementara para audience yang lain
 masih berkeras dengan keyakinannya, sampai saya mengubah
 arah duduk saya sendiri, kali ini saya dan para audience
 duduk menghadap arah yang sama.

 Ketika kuperlihatakan kertas itu kembali, mereka akhirnya
 juga setuju kalau kertas itu berwarna “biru” sekaligus
 juga “kuning” tergantung di sisi mana kita memandangnya.


Ternyata kertas itu memiliki dua sisi dengan warna yang
 berbeda.

 Inilah yang terjadi pada kehidupan kita, kita sering
 berbeda pandangan, saling tidak memahami, saling tidak
 mengerti, sampai kita DUDUK BERDAMPINGAN, mencoba melihat
 dari kedua perspektif tersebut, mencoba melihat dari cara
 pandang orang lain.

 Pada saat duduk berdampingan, kita menjadi saling memahami
 satu satu lain, saling mengerti, saling toleransi, dan kita
 dapat berangkulan dalam perbedaan.  Itu yang dibutuhkan
 Negara kita saat ini.

 _/\_ mohon delete jika repost
Ketika Melihat Dengan Hati , Mendengar Dengan Mata ..

 

anything