//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Bhavana (1)  (Read 2626 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Che Na

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.009
  • Reputasi: 51
  • Gender: Female
  • "Kesaktian tertinggi adalah berjalan diatas bumi "
Bhavana (1)
« on: 01 November 2008, 01:19:49 PM »
Bhavana
Oleh Hananto

Banyak istilah-istilah asing yang diusahakan untuk diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia.

Usaha itu dilakukan guna memudahkan para pembaca mengerti saat membaca suatu
tulisan maupun mendengar suatu pembicaraan. Namun, banyak pula
istilah-istilah asing yang sulit, bahkan amat sulit dicari padanan yang
telak ke dalam bahasa Indonesia. Sehingga terpaksa diambil jalan tengah,
yaitu 'meng-Indonesia- kan' istilah asing tersebut walau jadinya
kadang-kadang terdengar aneh. Istilah-istilah yang masih enak didengar
karena sama atau hampir sama dengan aslinya misalnya ' sorry' yang
dilafalkan sebagai sori, career yang dilafalkan sebagai karir, business yang
dilafalkan sebagai bisnis, dan lain-lain. Rasanya tak begitu aneh. Tapi, ada
pula istilah asing dilafalkan agak melenceng dari aslinya, misalnya chaos
(kerusuhan) dilafalkan sebagai caos, bukan keies. Pasca dilafalkan sebagai
pasca, bukan paskah. Beijing dilafalkan sebagai beijing, bukan peicing dan
masih banyak contoh lainnya.

Entah bagaimana tanggapan si empunya bahasa mendengar bahasanya
dipelencengkan begitu.

Tulisan ini penulis dahului dengan membicarakan tentang bahasa karena di
lingkungan agama Buddha juga terdapat istilah-istilah asing yang diusahakan
untuk diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

Usaha ini telah digalakkan oleh penulis Buddhis Jan Sanjivaputta. Suatu niat
yang baik untuk memberi pengertian yang benar pada para pembaca. Tapi, niat
baik itu belum mendapat respon yang sama dari penulis atau pembaca yang
lainnya yang akhirnya akan tetap menjadi polemik.

Seperti pada istilah Sati yang oleh Jan Sanjivaputta diterjemahkan sebagai '
penyadaran jeli' - masih ada yang menterjemahkan sebagai perhatian murni
oleh Ir. Ariya Chandra, begitu pun Sampajanna yang diterjemahkan sebagai
pengertian benar. Begitu pun istilah-istilah lain yang belum berhasil
mencapai kesamaan dalam menterjemahkannya. Termasuk istilah 'meditasi' yang
berasal dari kata 'Bhavana' yang di-Indonesia Inggris-kan. Penulis katakan
di-Indonesia Inggris-kan karena istilah meditasi berasal dari istilah
Inggris ' meditation' yang dalam kamus lengkap Inggris-Indonesia oleh Prof.
Drs. S. Wojowasito, Drs. Tito Wasito W diterjemahkan sebagai renungan (yang
juga diterjemahkan sebagai meditasi dan samadi, bukan samadhi dalam The
Contemporary English-Indonesian Dictionary).

Terjemahan tersebut tetap kurang telak bagi kata Bhavana yang berarti
pengembangan, mengembangkan sesuatu, membuat sesuatu menjadi berkembang
maju. Dalam hal ini, sesuatu berarti batin. (Apakah penulis juga kurang
telak dalam menterjemahkan ?)

Berhubung penulis bukanlah seorang ahli bahasa, maka dalam tulisan-tulisan
selanjutnya, akan lebih banyak digunakan istilah aslinya sebagai istilah
agama yang layak diketahui dan digunakan oleh umat Buddha. Seperti umat
agama lain menggunakan istilah agamanya. Bila ada istilah yang kurang
dimengerti oleh pembaca, penulis akan berusaha menerangkannya. Penulis
memilih hal ini karena tidak ingin membuat pembaca lebih bingung dengan
banyaknya ketidaksamaan dalam menterjemahkan.

Seperti judul dalam tulisan ini, Bhavana. Bukan diberi judul: Meditasi.

Dalam masyarakat umum, Bhavana dibagi menjadi dua macam, yaitu Sadharana
Bhavana (Bhavana umum) dan Buddha Bhavana (Bhavana Buddhis). Sadharana
Bhavana atau Bhavana umum bisa dilakukan oleh semua orang dari pemeluk agama
apapun. Hasil akhir dari Sadharana Bhavana ini ialah kebahagiaan batin
karena mencapai ketenangan, tingkat awal, menengah maupun tingkat tinggi
hingga mencapai jhana. Jadi Sadharana Bhavana ini, hanya mengacu pada
Samatha Bhavana yang sifatnya masih labil dan goyah karena masih bersifat
duniawi (lokiya).

Sedangkan Buddha Bhavana atau Bhavana Buddhis, selain Samatha Bhavana juga
dilengkapi dengan Vipassana Bhavana, yaitu suatu teknik Bhavana untuk
mengembangkan pandangan terang untuk mengerti atau menembus kesunyataan dari
dunia ini, dari kehidupan ini melalui perenungan-perenung an dan
penganalisaan. Selain mendapatkan kebahagiaan dari ketenangan, juga mendapat
kebahagiaan lebih tinggi dan luhur yang sifatnya kekal (lokuttara), tak
tergoyahkan lagi. Kebahagiaan semacam inilah yang menjadi tujuan akhir dari
ajaran Sang Tathagata. Sebagai dambaan bagi semua umat Buddha.

Jadi, perbedaan dari Sadharana Bhavana dan Buddha Bhavana terletak pada
Vipassana Bhavana itu sendiri. Dalam ajaran agama apapun, selain
Buddhasasana, tak terdapat Vipassana Bhavana yang ditemukan dan diajarkan
oleh Sang Buddha.

(berlanjut)
 _/\_
Ketika Melihat Dengan Hati , Mendengar Dengan Mata ..

Offline Che Na

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.009
  • Reputasi: 51
  • Gender: Female
  • "Kesaktian tertinggi adalah berjalan diatas bumi "
Re: Bhavana (1)
« Reply #1 on: 03 November 2008, 09:33:34 AM »
Bhavana 2

Bhavana
Oleh : Hananto

Seperti yang Sang Buddha sendiri lakukan, sebelum melakukan Vipassana
Bhavana, beliau melandasi batin-Nya dengan Samatha Bhavana terlebih dahulu.
Karena, hanya dengan batin yang benar-benar tenang, seseorang bisa
melaksanakan Vipassana Bhavana. Dan di dalam Samatha Bhavana pun batin telah
diajak dan dilatih dalam perenungan, memegang dan melepas keterikatan. Hanya
sifatnya masih terbatas.

Samatha Bhavana, ibarat membuat air menjadi jernih dengan membiarkan
kotoran-kotoran mengendap ke dasar, hingga bisa dimanfaatkan dengan baik.
Batin yang tenang dan jernih akan mampu melakukan perenungan dan
penganalisaan dengan baik. Samatha Bhavana tak mungkin dipisahkan dengan
Vipassana Bhavana.

Pendapat yang mengatakan Vipassana Bhavana bisa dilakukan tanpa landasan
Samatha Bhavana (ketenangan batin) amat bertentangan dengan ajaran Sang
Buddha dan juga bertentangan dengan hukum alam. Bisakah, air yang keruh
digunakan untuk mencuci dan membersihkan sesuatu? Bisakah pikiran yang keruh
dan kacau menghasilkan penganalisaan/ perenungan dengan baik?

Dalam Samatha Bhavana, kebahagiaan mulai didapat bila seseorang telah
berhasil melampaui tahap vitakka (usaha untuk menangkap objek) dan vicara
(usaha perenungan untuk mengenal objek), yaitu mencapai piti (kegiuran) dan
sukha (perasaan bahagia).

Bersama vitakka, vicara, piti dan sukha, dengan Sati dan Sampajanna yang
tetap teguh, seseorang akan mencapai ekaggata (pemusatan pikiran pada objek)
yang ringan. Inilah yang dinamakan upacara samadhi. Ada pula yang menamakan
samadhi tetangga (entah tetangga siapa, hehehe...), suatu istilah yang
rancu.

Bila mampu tetap mempertahankan sati dan sampajanna dalam berkonsentrasi
pada objek, maka seseorang akan mencapai ekaggata yang kuat - memasuki jhana
pertama. Bila seseorang menggunakan objek napas, dalam jhana pertama ini,
napas terasa amat halus. Objek luar misalnya suara masih terdengar
sayup-sayup, namun sama sekali tak mampu mempengaruhi kekokohan batin pada
objek napas.

Untuk mencapai jhana pertama, pelaku Bhavana, berlatih untuk melepas
objek-objek luar dan membangun kondisi didalam batin yaitu : vitakka,
vicara, piti dan sukha untuk bisa 'menangkap' objek dan mencapai ekaggata.

Namun, dalam tahap-tahap selanjutnya, pelaku Bhavana berlatih mulai
'melepas' kondisi yang tadinya harus dibangun.

Untuk mencapai jhana kedua, seseorang harus mampu 'melepas' vitakka dan
vicara. Bila masih terikat pada unsur/pekerjaan vitakka dan vicara,
seseorang tak kan mampu mencapai jhana kedua. Kondisi yang masih dominan
pada jhana kedua adalah : piti, sukha dan ekaggata.

Untuk mencapai jhana ketiga, pelaku Bhavana harus mampu 'melepas' unsur
piti. Bila masih terikat pada piti (rasa kegiuran) dia tak akan bisa
memasuki jhana ketiga. Kondisi pada jhana ketiga adalah sukha dan ekaggata.

Untuk mencapai jhana keempat, pelaku Bhavana harus mampu melepas sukha. Bila
masih terikat pada sukha (rasa bahagia), maka ia tak mampu memasuki jhana
keempat. Kondisi pada jhana keempat adalah ekaggata dan upekkha
(keseimbangan batin). Batin terpusat pada satu titik dan penuh keseimbangan
sehingga tak tergoyahkan oleh objek apapun.

Dalam melakukan anapanasati, bila napas sudah amat halus, atau bahkan tak
terasa lagi, mungkin saja seseorang akan terkejut dan takut, lalu
mencari-cari napas yang hilang tersebut. Sehingga membuat gagalnya
pencapaian ketenangan (samadhi).

Bahkan, pada jhana keempat, seseorang tak lagi merasakan adanya napas dan
juga badan jasmani. Ia tak merasa berada dimana, karena batin berada dalam
batin, dan batin sifatnya universal. Bagaimana pula ia akan mampu mencapai
samadhi tingkat tinggi bila masih meresahkan tentang pancakkhanda?

Jadi jelaslah, dalam Samatha Bhavana pun, seseorang telah berlatih untuk
melepas keterikatan dengan pengertian tentang anicca, dukkha dan anatta. ***
 _/\_
Ketika Melihat Dengan Hati , Mendengar Dengan Mata ..