//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Messages - pannadevi

Pages: 1 ... 125 126 127 128 129 130 131 [132]
1966
DhammaCitta Press / Re: Proyek 6 - Samyutta Nikaya
« on: 13 October 2009, 03:16:13 PM »
yah mudah2an ada superdermawan yg mau dana untuk 10rb set, masya auloh...

koq masya auloh? insya auloh kali..  ^-^

kok InsyaAllah, InsyaBuddha aja dech...

1967
Keluarga & Teman / Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
« on: 13 October 2009, 03:06:32 PM »
bukan dari sutta. tetapi dari komentar dhammapada syair 43.
Dan yang berganti kelamin adalah Soreyya, karena melihat Maha Kacchayana.
http://web.ukonline.co.uk/buddhism/dmpada2b.htm

Verse 43

III (9) The Story of Soreyya

While residing at the Jetavana monastery, the Buddha uttered Verse (43) of this book, with reference to Soreyya, the son of a rich man of Soreyya city.

On one occasion, Soreyya accompanied by a friend and some attendants was going out in a luxurious carriage for a bath. At that moment, Thera Mahakaccayana was adjusting his robes outside the city, as he was going into the city of Soreyya for alms-food. The youth Soreyya, seeing the golden complexion of the thera, thought, "How I wish the thera were my wife, or else that the complexion of my wife were like that of his." As the wish arose in him, his sex changed and he became a woman. Very much ashamed, he got down from the carriage and ran away, taking the road to Taxila. His companions missing him, looked for him, but could not find him.

Soreyya, now a woman, offered her signet ring to some people going to Taxila, to allow her to go along with them in their carriage. On arrival at Taxila, her companions told a young rich man of Taxila about the lady who came along with them. The young rich man, finding her to be very beautiful and of a suitable age for him, married her. As a result of this marriage two sons were born; there were also two sons from the previous marriage of Soreyya as a man.

One day, a rich man's son from the city of Soreyya came to Taxila with five hundred carts. Lady-Soreyya recognizing him to be an old friend sent for him. The man from Soreyya city was surprised that he was invited, because he did not know the lady who invited him. He told the lady-Soreyya that he did not know her, and asked her whether she knew him. She answered that she knew him and also enquired after the health of her family and other people in Soreyya city. The man from Soreyya city next told her about the rich man's son who disappeared mysteriously while going out for a bath. Then the Lady-Soreyya revealed her identity and related all that had happened, about the wrongful thoughts with regard to Thera Mahakaccayana, about the change of sex, and her marriage to the young rich man of Taxila. The man from the city of Soreyya then advised the lady-Soreyya to ask pardon of the thera. Thera Mahakaccayana was accordingly invited to the home of Soreyya and alms-food was offered to him. After the meal, the lady-Soreyya was brought to the presence of the thera, and the man from Soreyya told the thera that the lady was at one time the son of a rich man from Soreyya city. He then explained to the thera how Soreyya was turned into a female on account of his wrongful thoughts towards the respected thera. Lady-Soreyya then respectfully asked pardon of Thera Mahakaccayana. The thera then said, "Get up, I forgive you." As soon as these words were spoken, the woman was changed back to a man. Soreyya then pondered how within a single existence and with a single body he had undergone change of sex and how sons were born to him, etc. And feeling very weary and repulsive of all these things, he decided to leave the household life and joined the Order under the thera.

After that, he was often asked, "Whom do you love more, the two sons you had as a man or the other two you had as a wife?" To them, he would answer that his love for those born of the womb was greater. This question was put to him so often, he felt very much annoyed and ashamed. So he stayed by himself and with diligence, contemplated the decay and dissolution of the body. He soon attained arahatship together with the Analytical Insight. When the old question was next put to him he replied that he had no affection for any one in particular. Other bhikkhus hearing him thought he must be telling a lie. When reported about Soreyya giving a different answer, the Buddha said, "My son is not telling lies, he is speaking the truth. His answer now is different because he has now realized arahatship and so has no more affection for anyone in particular. By his well-directed mind my son has brought about in himself a well-being which neither the father nor the mother can bestow on him."

Then the Buddha spoke in verse as follows:

Verse 43: Not a mother, nor a father, nor any other relative can do more for the well-being of one than a rightly-directed mind can.

At the end of the discourse many attained Sotapatti Fruition.

 [at]  Bro Gachapin, thanks banget, dlm wkt 17 menit sdh lgs terposting jwban anda, sungguh cepat sekali (dlm hati sy berharap semoga ujian bisa nanya ya...)...just kidding...skali lagi thanks...nambah boleh ya...ada lagi ngga? krn klo mo buat paper setidaknya ada 2 ato 3 referensi, mungkin bukan dijaman Sang Buddha, ada ngga ya?

 [at]  Sis Melia, thanks banget,wah anda dlm wkt 30 menit sdh lgs terposting, anda memberikan secara lengkap, ini sy butuhkan buat paper, ada lagi ngga ya? (bukan dikasih hati minta rempela lho, ini beneran nanya, thx)

may all beings be happy

mettacittena,

1968
Keluarga & Teman / Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
« on: 13 October 2009, 12:54:01 PM »
_/\_  _/\_  _/\_

Apakah menurut anda GAY/LESBIAN itu wajar ?
Apakah orang tua yg mendukung hal tersebut sehingga menjadi suatu ke-"wajar"-an ?

Wajar kah menurut anda ?


salam sejahtera selalu Bro Sumana,
semula avatar anda mirip Bro Gachapin yaitu Sang Buddha, apakah benar ?

tentang pertanyaan anda, jika saya amati anda selalu menggunakan metoda Sang Buddha, yaitu pengulangan hingga 3 kali, sejak namaste (3x) hingga pertanyaan anda ini juga 3x. tetapi yg anda minta adalah 3 sisi, yaitu secara pandangan umum, orang tua dan pribadi (CMIIW).

saya rasa secara umum orang timur masih menolak, sedang orang barat lebih liberal. para orang tua selalu bersedih hati dan hancur bila putra/i nya menjadi berkepribadian demikian. secara pribadi saya sendiri melihat hal tsb masih belum bisa diterima baik dari sisi sosial maupun agama, klo mo nikah juga repot, klo bersosialisasi juga repot, namun ini semua kembali ke pribadi masing2.

sebenarnya sy ingin merujuk pada sutta, tapi blm ketemu di sutta mana, sysedang mencari di sutta mana yang mengisahkan hal ini, yaitu di Jaman Sang Buddha ada seorang Bhikkhu yang bernama YM.Kacchayana (atau YM.Kacchana yg mana yg benar blm ketemu suttanya), beliau karena berpikiran bagaimana klo menjadi seorang wanita (tepatnya waktu itu beliau bangga dg kulitnya yg halus, seperti wanita layaknya), maka berubah menjadi wanita, dan memiliki suami serta melahirkan 2 orang anak, yang dilahirkan sendiri dari rahim beliau serta menyusuinya sendiri. Karena timbunan kebajikan beliau cukup untuk mencapai arahat maka beliau mampu meraih arahat dan kembali menjadi semula. mohon para glomod, mod dan rekan2 DC yang bisa bantu untuk menemukan sutta ini mohon bantuan sharingnya, seblm n sesdhnya diucapkan terima kasih.

may all beings be happy

mettacittena,

1969
DhammaCitta Press / Re: Proyek 6 - Samyutta Nikaya
« on: 13 October 2009, 12:36:32 PM »
salam sejahtera selalu Bro Gachapin,
thanks atas follow up yg cepat, skrg no rek udah muncul lengkap dg contact person, sekali lagi thanks.
klo ikutan berdana mo dptin buku ga bisa ya klo jarak jauh? kirim file boleh ga?
seblm n sesdhnya diucapkan terima kasih.
sukses sll utk para pejuang penyebaran dhamma melalui cetak maupun internet.

may all beings be happy

mettacittena,

1970
DhammaCitta Press / Re: Proyek 6 - Samyutta Nikaya
« on: 13 October 2009, 12:21:04 PM »
 _/\_

salam sejahtera selalu utk para glomod, mod dan seluruh rekan2 DC yg baik,
mohon info transfer ke rekening mana ya?
seblm n sesdhnya diucapkan terima kasih. Sukses sll utk proyek2 dhamma DC...

mettacittena,

1971
Tolong ! / Re: Design Fashion
« on: 12 October 2009, 03:05:31 PM »
maksudnya, untuk seseorang yang lulusan sma tahun 2006. di tahun 2009, ingin study design fashion. menurut anda, apakah lebih baik mengambil kursus ataukah kuliah untuk bidang tersebut?
tq atas rekomendasinya. terima kasih.

salam kenal salam sejahtera selalu sis Augustine,

Saya ingin ikutan sharing cerita ...., smg bermanfaat, ada seorang sahabat memiliki putri yg kuliah di jurusan bhs.Inggris, tapi anak ini senang fashion, lalu ikut lomba design fashion temanya waktu itu membuat gaun dari tissue, dia ikutan, padahal mama nya bingung, bagaimana mungkin mampu berlaga dg para ahli design ? ternyata dia menang juara I (pertama) dengan hadiah kuliah design fashion di Australia. Sekarang dia sudah lulus kuliah jurusan Inggrisnya, tapi malah buka toko fashion, benang, asesoris dan yang sejenis.

Apabila Sis Augustine ingin mendalami design fashion, tidak berarti harus melalui jalur akademik, karena segala sesuatu yang seni sifatnya bisa langsung tdk harus selalu jalur akademik (CMIIW), sehingga jika mau kursus itu lebih menghemat waktu dan biaya, sering ikutan lomba, akan mendapat banyak inspirasi dari sana. semoga anda sukses...

may all beings be happy

mettacittena,

1972
Theravada / Re: SEJARAH PENULISAN TIPITAKA (PALI)
« on: 07 October 2009, 11:01:08 PM »
[at] pannadevi

Anumodana  _/\_

senang bro/sis ::) mao share disini .....(bro/sis..??  :o  :o klo nama pake devi kyk nya org langsung tahu gendernya deh..)
bole share relik gigi Sang Buddha
buka aja thread baru ......

Sadhu3x...(setahu saya Anumodana itu smg anda menikmati kebahagiaan yg sama dg saya rasakan, CMIIW)

senang juga bisa sedikit memberi info, smg ada manfaat.
sebenarnya yang mencatat pertama kali kisah penulisan kitab suci Tipitaka adalah Dipavamsa, sedangkan Dipavamsa telah ada sejak abad 3 Masehi sedang Mahavamsa abad 5 Masehi. Dalam Dipavamsa (hal.103, bab.20, syair 20-21) tertuliskan "pitakattayapalin ca tassa atthakatham pi ca mukhapathena anesum pubbe bhikkhu mahamti/20. hanim disvana sattanam tada bhikkhu samagata ciratthitattham dhammassa potthakesu likkhapayum/21" yang artinya :(maafkan saya copas bhs.inggris) "before this time , the wise Bhikkhus had orally handed down the text of the three Pitakas and also the Atthakatha/20, At this time, the Bhikkhus who perceived the decay of created beings, assembled and in order that the religion might endure for a long time, they recorded (the above - mention texts) in written books/21". Author dari Dipavamsa adalah kaum Bhikkhunis sehingga yang selalu digembor2kan dalam penulisan pitaka pali adalah Mahavamsa dimana authornya Bhikkhus (kembali ke masalah gender, maaf jika kurang berkenan)...

saya mencantumkan Dipavamsa ini selain bermaksud menambahkan dan melengkapi info tentang penulisan kitab suci Tipitaka pertama kali juga ingin menyampaikan kepada kaum perempuan bahwa sebenarnya sejak jaman dulu kami kaum perempuan telah mampu berprestasi, terbukti adanya Dipavamsa yang mencatat First Buddhist Council (persamuan Agung Pertama) hingga Third Buddhist Council (Persamuan Agung Ketiga) terlebih dahulu dibanding Mahavamsa. (kalo cerita Dipavamsa OOT juga ya mod)

Thanks atas saran anda Bro Virya utk membuka Thread baru ttg Relik Gigi Sang Buddha (Relik Gigi beliau hanya ada 2, satu di Tavatimsa, satu di Srilanka).

semoga info saya ada manfaat.

may all beings be happy

mettacittena,

1973
Studi Sutta/Sutra / Re: Visudhi Magga
« on: 07 October 2009, 10:53:35 AM »
http://www.online-dhamma.net/anicca/downloads/purification.pdf

coba aja.........128mb



yang dari lirs.ru lebih kecil, cuma 32mb
tapi daripada scanan, mending tunggu taon depan deh
yang bilang sih Bhante Nyanatusita langsung, katanya mudah-mudahan pdf bisa didownload free dari access to insight ato bps

boleh nitip ? jika tidak keberatan, tp kirim berupa file nya aja ya Bro.Gachapin...seblm n sesdhnya diucapkan terima kasih yg sebesar2nya...

may u always keeping well n happy

may all beings be happy

mettacittena,

1974
Theravada / Re: SEJARAH PENULISAN TIPITAKA (PALI)
« on: 07 October 2009, 10:29:12 AM »
 _/\_

salam kenal bro Virya,

salam sejahtera selalu buat anda,
ijinkan saya menambah info di thread anda, jika kurang berkenan dapat dihapus saja.

Berdasarkan on the spot saya th.2006 (entah klo sekarang) bangunan museum disana tidak terawat, penuh debu, meja berserakan, lemari utk menyimpan Tipitaka juga tidak rapi tersusun, berdebu, sehingga tidak ada kesan kita memasuki ruangan suci, dimana untuk pertama kalinya Kitab Suci Tipitaka di tuliskan (sekitar abad 1Masehi).

proses pembuatan daun lontar dapat kita ikuti dari gambar2 foto di dinding, sehingga kita tahu utk mendapatkan buku Tipitaka yang berasal dari daun lontar itu dengan cara merebus daun mudanya, kemudian dikeringkan, setelah kering, baru dituliskan dengan pena yg ujungnya lancip, tentunya tulisan blm dapat dibaca krn blm diberi warna, setelah selesai apa yg dituliskan tsb, baru dimasak dg pewarna, kemudian dikeringkan, dari situ baru proses penulisan selesai kitab dapat kita baca hingga sekarang, warna tulisan tidak luntur karena proses pewarna melalui dimasak.

Beda penulisan kitab "Visuddhimagga" di Srilanka dengan di Burma oleh YM.Buddhaghosa adalah bahan baku lontar, di Srilanka yang muda, sedangkan di Burma yang tua, bahkan YM.Buddhaghosa memunguti dari yang sudah jatuh2.

Di Srilanka jaman kuno Vinayadhara memilih tinggal di gua2 batu, jauh dari penduduk, sehingga banyak sekali terdapat vihara batu di Srilanka, dimana Vinayadhara dipercaya selalu mencapai arahat.

Alu Vihara di Matale, juga merupakan gua batu pertama kalinya, tapi sekarang museumnya berupa bangunan berdinding, bukan museum di dlm gua batu, gua batu berisi rupang2 para arahat yg menceritakan bagaimana proses penulisan Tipitaka, ada yg disangga punggungnya dg batu, ada yg rebahan, hal ini menurut kepala arama saya (saya mengunjungi bersama beliau) karena kelaparan selama proses penulisan Tipitaka, sehingga kondisi tubuh melemah, walau sudah arahat, tapi tubuh tetap membutuhkan makanan, sehingga kondisi tubuh mereka melemah krn kelaparan. Sungguh prihatin kondisi mereka saat itu mengingat karya mereka demi menyelamatkan dhamma dari pembelokkan (counterfeit dhamma).

Lempengan emas ada di istana Kandy (Kerajaan Srilanka yang terakhir istananya di Kandy, raja yang terakhir yang masih berumur 9 thn dipancung oleh Inggris), Relik Gigi Sang Buddha juga disini (tdk saya beri tambahan info nanti OOT).

semoga tambahan sedikit ini ada manfaatnya

may all beings be happy

mettacittena,

1975
Studi Sutta/Sutra / Re: Visudhi Magga
« on: 07 October 2009, 10:02:20 AM »
Menurut gosip yang sangat terpercaya, kemungkinan besar tahun depan versi bahasa inggris akan dibebaskan, bisa didownload dalam bentuk elektronik

salam sejahtera selalu utk smw glomod, mod n rekan2 DC terkasih,

saya th.2006 membeli buku ini di toko buku buddhist setempat cukup mahal, tapi ternyata th.2008 wkt pulang ke tanah air, saya menemukan di BEC, dimana ternyata semua buku2 BEC dapat diperoleh secara gratis, cukup mengejutkan bagi saya, karena saya membutuhkan beberapa buku dhamma yang lain saya manfaatkan sekalian memilih beberapa buku dhamma yang saya butuhkan, jika anda tidak percaya silahkan kunjungi toko2 buku BEC dikota anda. semoga info ini dapat bermanfaat.

sayangnya saya tidak bisa ke BEC lagi, jika minta kiriman buku dhamma pasti ongkos kirim mahal...

may all beings be happy

mettacittena,

Pages: 1 ... 125 126 127 128 129 130 131 [132]