//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: AJAHN BRAHMAVAMSO: "Inilah bahaya vipassana."  (Read 23912 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: AJAHN BRAHMAVAMSO: "Inilah bahaya vipassana."
« Reply #45 on: 24 May 2008, 08:31:27 AM »
Yah harus tau dulu, sudah tahu baru lepaskan.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: AJAHN BRAHMAVAMSO: "Inilah bahaya vipassana."
« Reply #46 on: 24 May 2008, 08:48:57 AM »
Yah harus tau dulu, sudah tahu baru lepaskan.

Tahu dan melihat/menembus sangat berbeda.
Pengetahuan sering kali menghalangi penglihatan/penembusan ... sebaliknya, penglihatan/penembusan tidak membutuhkan pengetahuan lebih dulu.

Pengetahuan tentang Dukkha (yang kita pelajari dari Tipitaka) sangat berbeda dengan penglihatan/penembusan Dukkha (yang HANYA bisa dicapai dalam meditasi vipassana).
Pengetahuan tentang Dukkha sering kali membuat umat Buddha puas diri, merasa paham, dan malah tidak melakukan meditasi vipassana ... dengan demikian menghalangi penglihatan/penembusan.

Begitu orang melihat/menembus Dukkha, dalam meditasi vipassana, seketika itu juga terjadi pelepasan, tanpa perlu berbuat apa-apa lagi.

Penglihatan/penembusan tidak memerlukan pengetahuan. Orang tidak perlu belajar Budha-dhamma secara teoretis/intelektual untuk bisa melihat/menembus Dukkha.

Salam,
hudoyo
« Last Edit: 24 May 2008, 08:52:32 AM by hudoyo »

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: AJAHN BRAHMAVAMSO: "Inilah bahaya vipassana."
« Reply #47 on: 24 May 2008, 09:10:40 AM »
Quote
Itu disebabkan karena sudah ada ASUMSI lebih dulu dalam pikiran Anda bahwa jhana harus ada dalam batin yang mencapai Pencerahan.

Cobalah baca Bahiya-sutta & Malunkyaputta-sutta itu tanpa asumsi apa-apa ... tanpa dihubung-hubungkan dengan sutta-sutta lain dari Tipitaka. ...

Pada waktu itu Tipitaka belum ada ... para bhikkhu tidak belajar Tipitaka ... mereka langsung mendapat tuntunan meditasi dari Sang Buddha ... yang sering kali bersifat individual, khusus ditujukan untuk bhikkhu yang bersangkutan.

Jadi, sutta-sutta meditasi, terutama yang khusus ditujukan kepada bhikkhu perorangan, harus dibaca berdiri sendiri. ... Saya berpendapat bahwa Sang Buddha TIDAK mengajarkan SATU metode meditasi yang BAKU yang berlaku untuk semua orang--sebagaimana kita pelajari belakangan sebagai "meditasi Buddhis"--melainkan menyesuaikan tuntunan beliau dengan kebutuhan masing-masing pemeditasi.
Benar sekali Pak, itu adalah asumsi saya. Saya mencoba melihat hal itu yang tidak terlepas dari inti apa yang diajarkan oleh Sang Buddha tentang cattari ariya saccani, jalan menuju lenyapnya dukkha. Menurut saya ada komponen samma samadhi disana. Walaupun tdk secara eksplisit diajarkan ke orang2x tetapi komponen dari jalan menuju lenyapnya dukkha ada disana ketika menjalankan "petunjuk" Sang Buddha. Coba kita lihat definisi Samma Samadhi dalam SN 45.8, Magga-vibhanga Sutta

Quote
And what, monks, is right concentration? (i) There is the case where a monk — quite withdrawn from sensuality, withdrawn from unskillful (mental) qualities — enters & remains in the first jhana: rapture & pleasure born from withdrawal, accompanied by directed thought & evaluation. (ii) With the stilling of directed thoughts & evaluations, he enters & remains in the second jhana: rapture & pleasure born of concentration, unification of awareness free from directed thought & evaluation — internal assurance. (iii) With the fading of rapture, he remains in equanimity, is mindful & alert, and senses pleasure with the body. He enters & remains in the third jhana, of which the Noble Ones declare, 'Equanimous & mindful, he has a pleasurable abiding.' (iv) With the abandoning of pleasure & pain — as with the earlier disappearance of elation & distress — he enters & remains in the fourth jhana: purity of equanimity & mindfulness, neither pleasure nor pain. This, monks, is called right concentration."



Quote
Saya sudah melihat-lihat thread itu. ... Tampaknya teman-teman yang berdiskusi di situ tidak ada yang pernah mengalami jhana itu sendiri (entah apa pun definisinya) ... jadi saya teringat akan cerita tentang orang-orang buta yang berdiskusi tentang gajah ... Smiley

Di situ ada yang mengacu semata-mata pada Sutta (dengan mengabaikan uraian Visuddhimagga) ... ada yang menggunakan Visuddhimagga ... dan ada yang mengacu pada Master jhana yang hidup sekarang (Pa-Auk Sayadaw dan muridnya Sayalay Dipankara) ...

Yah kita masing2x punya pengalaman masing2x yang mencoba untuk mencocokan/cross cek dengan apa yang tertulis. Jika menurut Pak Hud kita tidak ada yang mengalami jhana, mungkin Pak Hud bisa menjelaskan pengalaman Pak Hud sendiri ? Tentu tidak ada salahnya kita cross cek untuk melihat apakah kita sudah align. Sama seperti Pak Hud mencocokan dengan pengalaman JK.

Quote
Menurut saya, sih, ketiga sumber informasi itu tidak bisa dipisahkan: (1) Sutta - (2) Visuddhimagga (yang ditulis seribu tahun setelah zaman Sang Buddha), sebagai rekaman pengalaman meditasi para bhikkhu yang mencoba menerapkan Sutta - (3) Master jhana yang hidup ...

Justru menurut hemat saya, Master jhana yang hidup inilah yang penting, kalau memang mau belajar jhana, dan bukan sekadar memuaskan intelek belaka ... orang tidak bisa bertanya kepada Sutta dan Visuddhi-magga, tetapi orang selalu bisa mengecek pengalaman meditasinya dengan Master jhana yang hidup.

Quote
Mengapa hanya baca Sutta? ... Kalau mau 'ehipassiko', belajarlah melalui ketiga-tiganya: Sutta, Visuddhimagga, dan Master jhana yang hidup.
Utk Sutta dan visuddhimagga yah memang ada perbedaan, kebetulan saya memprioritaskan sutta dahulu. Utk master jhana, definisi jhana seperti apa saja ada berbagai macam. Banyak diluaran sana yang mengaku telah mencapai jhana dan berbeda2x pengalamannya. Daripada saya meditation shopping (pinjem istilah Pak Hud :) ) Maka itu saya kembali ke definisi rujukan awal saya, ke sutta.
There is no place like 127.0.0.1

Offline bond

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.666
  • Reputasi: 189
  • Buddhang Saranam Gacchami...
Re: AJAHN BRAHMAVAMSO: "Inilah bahaya vipassana."
« Reply #48 on: 24 May 2008, 09:55:01 AM »
Quote
Menurut saya, sih, ketiga sumber informasi itu tidak bisa dipisahkan: (1) Sutta - (2) Visuddhimagga (yang ditulis seribu tahun setelah zaman Sang Buddha), sebagai rekaman pengalaman meditasi para bhikkhu yang mencoba menerapkan Sutta - (3) Master jhana yang hidup ...

Justru menurut hemat saya, Master jhana yang hidup inilah yang penting, kalau memang mau belajar jhana, dan bukan sekadar memuaskan intelek belaka ... orang tidak bisa bertanya kepada Sutta dan Visuddhi-magga, tetapi orang selalu bisa mengecek pengalaman meditasinya dengan Master jhana yang hidup.

Memang banyak pilihan dan harus membuat prioritas jalan mana yg mau kita tempuh , cuma kalo saya sendiri setuju dengan pernyataan Pak Hudoyo diatas. Ngomong-ngomong Pak Hudoyo bisa menceritakan pengalaman meditasi Pak Hudoyo misalnya : ketika pernah belajar Goenka, Mahasi dan MMD , semoga Pak Hudoyo berkenan ya(supaya ngak OOT bisa di jurnal meditasi).... :) biar kita2 juga ada wawasan lagi. _/\_
« Last Edit: 24 May 2008, 09:56:52 AM by bond »
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: AJAHN BRAHMAVAMSO: "Inilah bahaya vipassana."
« Reply #49 on: 24 May 2008, 09:51:49 PM »
Pengalaman meditasi saya ketika mengikuti retret vipassana metode Mahasi, metode Goenka, dan MMD biasa-biasa saja, kok ... :)
Tidak ada sesuatu yang istimewa yang patut di-share. ... :)

Yang perlu di-share sudah saya share dalam bentuk MMD dalam retret-retret MMD. ... :)

Salam,
hudoyo

« Last Edit: 24 May 2008, 09:53:43 PM by hudoyo »

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: AJAHN BRAHMAVAMSO: "Inilah bahaya vipassana."
« Reply #50 on: 24 May 2008, 10:28:38 PM »
Benar sekali Pak, itu adalah asumsi saya. Saya mencoba melihat hal itu yang tidak terlepas dari inti apa yang diajarkan oleh Sang Buddha tentang cattari ariya saccani, jalan menuju lenyapnya dukkha. Menurut saya ada komponen samma samadhi disana. Walaupun tdk secara eksplisit diajarkan ke orang2x tetapi komponen dari jalan menuju lenyapnya dukkha ada disana ketika menjalankan "petunjuk" Sang Buddha. Coba kita lihat definisi Samma Samadhi dalam SN 45.8, Magga-vibhanga Sutta [...]

Baiklah, asumsi Anda adalah bahwa jhana ada dalam cattari ariya saccani.

Asumsi saya, kembali kepada sutta paling awal, Dhammacakkappavattana-sutta--di mana ketika mendengar itu Anna-Kondanna langsung menjadi Sotapanna--ariya-sacca keempat hanya menyebut 'samma-samadhi', tidak lebih. Penjabaran 'samma-samadhi' itu ternyata bisa bermacam-macam di seantero Tipitaka Pali, ada yang pakai jhana, ada yang tidak pakai jhana. Maka saya berasumsi--seperti sudah saya sampaikan sebelumnya--Sang Buddha TIDAK mengajarkan SATU metode meditasi yang BAKU yang berlaku untuk SEMUA orang--sebagaimana kita pelajari belakangan sebagai "meditasi Buddhis"--melainkan menyesuaikan tuntunan beliau dengan kebutuhan masing-masing pemeditasi.

Jadi jelas, asumsi Anda dan asumsi saya tidak bisa dipertemukan lagi. :)


Quote
Yah kita masing2x punya pengalaman masing2x yang mencoba untuk mencocokan/cross cek dengan apa yang tertulis. Jika menurut Pak Hud kita tidak ada yang mengalami jhana, mungkin Pak Hud bisa menjelaskan pengalaman Pak Hud sendiri ? Tentu tidak ada salahnya kita cross cek untuk melihat apakah kita sudah align. Sama seperti Pak Hud mencocokan dengan pengalaman JK.

MMD yang saya ajarkan (dan pernah Anda ikuti sekali) adalah pengalaman saya. Di situ saya menyebut tentang keheningan, di mana pikiran, si aku, ruang & waktu berhenti. Itu saja ... apakah itu jhana atau bukan, tidak relevan buat saya, oleh karena itu saya tidak bisa ikut serta dalam thread jhana itu.

Tentang "pengalaman JK", saya rasa Krishnamurti jarang sekali bercerita tentang pengalaman pribadinya. Apa yang diajarkan K justru adalah 'cermin kosong' di mana setiap orang bisa melihat batinnya sendiri; disebut 'kosong' karena di situ tidak ada apa pun yang bersifat "khas Krishnamurti".


Quote
Utk Sutta dan visuddhimagga yah memang ada perbedaan, kebetulan saya memprioritaskan sutta dahulu. Utk master jhana, definisi jhana seperti apa saja ada berbagai macam. Banyak diluaran sana yang mengaku telah mencapai jhana dan berbeda2x pengalamannya. Daripada saya meditation shopping (pinjem istilah Pak Hud :) ) Maka itu saya kembali ke definisi rujukan awal saya, ke sutta.

Baiklah, terserah kalau memang itu 'metode' Anda untuk mempelajari jhana secara intelektual.

Kalau saya, seandainya saya ingin iseng mempelajari jhana secara intelektual, maka saya akan menggunakan Sutta dan Visuddhimagga bersama-sama. Seandainya saya ingin belajar meditasi untuk mencapai jhana, maka saya akan mencari (shopping) Master jhana yang paling baik menurut saya.

Salam,
hudoyo
« Last Edit: 24 May 2008, 10:54:31 PM by hudoyo »

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: AJAHN BRAHMAVAMSO: "Inilah bahaya vipassana."
« Reply #51 on: 25 May 2008, 07:07:05 AM »
Quote
Baiklah, asumsi Anda adalah bahwa jhana ada dalam cattari ariya saccani.

Asumsi saya, kembali kepada sutta paling awal, Dhammacakkappavattana-sutta, ariya-sacca keempat hanya menyebut 'samma-samadhi', tidak lebih. Penjabaran 'samma-samadhi' ternyata bisa bermacam-macam, ada yang pakai jhana, ada yang tidak pakai jhana. Maka saya berasumsi--seperti sudah saya sampaikan sebelumnya--Sang Buddha TIDAK mengajarkan SATU metode meditasi yang BAKU yang berlaku untuk SEMUA orang--sebagaimana kita pelajari belakangan sebagai "meditasi Buddhis"--melainkan menyesuaikan tuntunan beliau dengan kebutuhan masing-masing pemeditasi.

Jadi jelas, asumsi Anda dan asumsi saya tidak bisa dipertemukan lagi. :)
Sepertinya Pak Hud salah tangkap apa yang saya maksud. IMO samma samadhi itu sudah cukup jelas tentang jhana, akan tetapi bukan seperti pandangan umum. Sering kali praktisi vipassana terlalu "sensi" sama kata jhana :P
Sang Buddha menjelaskan jhana sebagai kondisi bukan tehnik meditasi. Mau apapun tehnik meditasinya didalamnya bisa saja ada faktor jhana. Contohnya Anapanasati, itu adalah tehnik meditasi mengembangkan Sati lewat nafas, akan tetapi bisa saja ada faktor2x jhana. *tapi tidak seperti didalam visudhimagga*

Quote
There is the case where a monk — quite withdrawn from sensuality, withdrawn from unskillful qualities — enters and remains in the first jhana: rapture and pleasure born from withdrawal, accompanied by directed thought and evaluation

Faktor jhana tersebut bisa ada pada tehnik meditasi apapun karena itu bukan tehnik meditasi.

Quote
Baiklah, terserah kalau memang itu 'metode' Anda untuk mempelajari jhana secara intelektual.

Kalau saya, seandainya saya ingin iseng mempelajari jhana secara intelektual, maka saya akan menggunakan Sutta dan Visuddhimagga bersama-sama. Seandainya saya ingin belajar meditasi untuk mencapai jhana, maka saya akan mencari (shopping) Master jhana yang paling baik menurut saya.
Kejam amat Pak Hud, sampai "nuduh" mempelajari secara intelektual saja. hehehehe
Perbedaan antara yg secara intelektual dan praktisi adalah, di prakteknya bukan pak ? Tahu darimana pak saya tidak praktek dan cuma secara intelek saja?
Ketika kita punya pengalaman, kita mencoba mencocokan dengan kotbah dan ajaran sang Buddha, apakah itu mempelajari secara intelektual saja? Apakah itu tidak perlu? IMO sih ketika melangkah kita perlu memiliki pandangan yg benar dan tahu arah juga. Jangan sampai melangkah tanpa arah atau salah sarah.

Kalau saya sih sudah ketemu "tubrukan" antara sutta dan visuddhimagga, maka itu pak saya pilih satu dulu. Utk master jhana sama seperti yg sebelumnya, yang manakah master jhana yang benar ? definisi jhana saja beda :)
There is no place like 127.0.0.1

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: AJAHN BRAHMAVAMSO: "Inilah bahaya vipassana."
« Reply #52 on: 25 May 2008, 09:34:42 AM »
Sepertinya Pak Hud salah tangkap apa yang saya maksud. IMO samma samadhi itu sudah cukup jelas tentang jhana, akan tetapi bukan seperti pandangan umum. Sering kali praktisi vipassana terlalu "sensi" sama kata jhana :P
Sang Buddha menjelaskan jhana sebagai kondisi bukan tehnik meditasi. Mau apapun tehnik meditasinya didalamnya bisa saja ada faktor jhana. Contohnya Anapanasati, itu adalah tehnik meditasi mengembangkan Sati lewat nafas, akan tetapi bisa saja ada faktor2x jhana. *tapi tidak seperti didalam visudhimagga*

Mungkin saya perlu mengubah rumusan saya mengenai asumsi Anda: menurut Anda dalam semua meditasi yang diajarkan Sang Buddha terkandung jhana (faktor2 jhana). ... Apakah rumusan asumsi Anda itu sudah betul? ... CMIIW  ;D

Nah, asumsi saya dalam hal ini sudah saya jelaskan dalam posting terdahulu: Dalam sutta paling awal, Dhammacakkappavattana-sutta, Sang Buddha tidak bicara tentang jhana(faktor2 jhana), tapi cukup sampai di 'samma-samadhi' ketika menjelaskan ariya-atthangika-magga. Itu yang menjadi pegangan saya ... karena saya melihat bahwa penjabaran 'samma-samadhi' itu ternyata bisa bermacam-macam, sebagaimana tertulis di seantero Tipitaka Pali, ada yang pakai jhana (faktor2 jhana), ada yang tidak pakai itu.

Asumsi saya itu Anda sanggah dengan mengatakan bahwa sekalipun Sang Buddha dalam beberapa sutta tidak bicara tentang jhana(faktor2 jhana), tapi menurut Anda itu sudah implisit di dalam sutta-sutta itu. Begitu, bukan? ... karena memang itulah asumsi Anda :).

Maka saya berasumsi, Sang Buddha TIDAK mengajarkan SATU meditasi yang BAKU yang berlaku untuk SEMUA orang--sebagaimana kita pelajari belakangan sebagai "meditasi Buddhis"--melainkan menyesuaikan tuntunan beliau dengan kebutuhan masing-masing pemeditasi. Kepada satu bhikkhu Sang Buddha bicara tentang jhana (faktor2 jhana), kepada bhikkhu lain Sang Buddha tidak bicara tentang jhana (faktor-faktor jhana); persis seperti yang tercantum dalam Sutta-Sutta, tanpa ditambahi asumsi apa-apa. Saya tidak berasumsi bahwa, sekalipun Sang Buddha tidak bicara tentang jhana (faktor2 jhana) kepada Bahiya & Malunkyaputta, misalnya, PASTI DI SITU ada jhana (faktor2 jhana), sebagaimana Anda berasumsi.

Nah, jadi di situlah perbedaan asumsi Anda dan asumsi saya: Anda berasumsi bahwa jhana (faktor2 jhana) ada dalam semua meditasi yang diajarkan Sang Buddha, tidak peduli apakah Sang Buddha bicara secara eksplisit tentang jhana (faktor2 jhana) atau tidak; saya berasumsi--sesuai dengan yang tertulis dalam Sutta-Sutta--tidak selalu Sang Buddha mengajarkan jhana (faktor2 jhana) dalam setiap meditasi yang diajarkannya, tanpa memaksakan asumsi "tentu faktor-faktor jhana ada tersirat di situ". .. Nah, apakah sudah jelas bahwa asumsi Anda dan asumsi saya tidak bisa dipertemukan lagi? ... ;D


Quote
Kejam amat Pak Hud, sampai "nuduh" mempelajari secara intelektual saja. hehehehe
Perbedaan antara yg secara intelektual dan praktisi adalah, di prakteknya bukan pak ? Tahu darimana pak saya tidak praktek dan cuma secara intelek saja?

Oh, maaf, ternyata saya salah ... ;D Tadinya saya kira Anda tidak bermeditasi untuk mencapai jhana sebagaimana tertulis dalam Sutta-sutta: jhana ke-1, 2, 3, 4, terus ke arupa-jhana, dan sanna-vedayita-nirodha. ... ;D  Tapi ya sudah, kalau Anda berasumsi bahwa jhana (faktor2 jhana) ada dalam setiap meditasi yang diajarkan Sang Buddha; berarti dalam setiap meditasi yang Anda lakukan--apa pun itu--pasti di situ ada jhana (faktor2 jhana). ... ;D


Quote
Ketika kita punya pengalaman, kita mencoba mencocokan dengan kotbah dan ajaran sang Buddha, apakah itu mempelajari secara intelektual saja? Apakah itu tidak perlu? IMO sih ketika melangkah kita perlu memiliki pandangan yg benar dan tahu arah juga. Jangan sampai melangkah tanpa arah atau salah sarah.

Kalau Anda menganggap mengkaji meditasi dalam sutta-sutta itu "perlu", agar Anda "jangan sampai melangkah tanpa arah atau salah arah" ... ya, silakan, saya tidak akan mengutik-ngutik apa yang Anda lakukan.  ;D

Tapi dalam diskusi ini saya tentu juga boleh menyampaikan paham saya, bahwa untuk bisa bermeditasi vipassana sama sekali tidak perlu pembahasan sutta-sutta apa pun. (Banyak peserta retret MMD yang non-Buddhis, dan mereka tidak perlu belajar sutta-sutta untuk bisa melakukan MMD.) ... Bagi saya, meditasi vipassana BUKAN suatu perjalanan ke mana-mana, di mana orang bisa salah arah atau salah jalan ... Alih-alih, bagi saya meditasi vipassana adalah BERHENTI dan DIAM. ... Untuk berhenti/diam, orang tidak perlu bantuan Tipitaka. ... Malah PENGETAHUAN Tipitaka, kalau dibawa-bawa ke dalam meditasi, akan menjadi "beban meditasi". ... Maaf, itu pemahaman saya yang tampaknya bertolak belakang lagi dengan pemahaman Anda.  :)


Quote
Kalau saya sih sudah ketemu "tubrukan" antara sutta dan visuddhimagga, maka itu pak saya pilih satu dulu. Utk master jhana sama seperti yg sebelumnya, yang manakah master jhana yang benar ? definisi jhana saja beda :)

Menurut hemat saya, Sutta dan Visuddhimagga tidak bertabrakan ... Sutta bicara jauh lebih luas, kadang-kadang bicara tentang jhana & faktor2 jhana, kadang-kadang tidak bicara tentang jhana & faktor2 jhana (sebagaimana kepada Bahiya & Malunkyaputta), tanpa memaksakan asumsi faktor-faktor jhana kepada Bahiya & Malunkyaputta. Visuddhimagga mengembangkan ajaran Sutta--sesuai pengalaman meditasi Buddhaghosa--ke satu arah yang spesifik, yaitu kepada jhana sesuai dengan yang didefinisikannya sendiri di situ.

Dalam hal ini perlu saya tambahkan, ajaran Buddha tentang meditasi dalam sutta-sutta, setelah Sang Buddha meninggal dunia bukan hanya dikembangkan dalam Visuddhimagga, tapi juga dikembangkan dalam Zen, dalam Dzogchen dsb dsb. Menurut hemat saya, semua meditasi yang berkembang belakangan itu, selama bertujuan menembus Anatta/Sunyata, tidak terpisah dari meditasi dalam Sutta. Saya tidak berpendapat bahwa meditasi dalam Sutta itu "lebih baik", "lebih benar" atau "lebih tinggi" daripada meditasi-meditasi yang datang belakangan. Ajaran Sang Buddha tentang penembusan Anatta/Sunyata dapat dan harus dioperasionalkan sesuai dengan kebutuhan manusia dalam tempat dan zaman yang berbeda-beda, dan tidak bisa dibatasi dalam satu wujud implementasi tertentu saja.

Tentang master jhana yang hidup, apalagi yang sudah mempunyai nama internasional, masing-masing mengajarkan jhana menurut pengalaman meditasi dan pengertian masing-masing. Seandainya saya ingin belajar meditasi untuk mencapai jhana, ya saya akan mencari/shopping master yang cocok dengan pemahaman saya. ... Kalau Anda ingin bermeditasi mencapai jhana (faktor-faktor jhana) menurut pemahaman Anda sendiri, ... ya silakan, tidak ada salahnya, kok. ... ;D

Salam,
hudoyo
« Last Edit: 25 May 2008, 10:01:21 AM by hudoyo »

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: AJAHN BRAHMAVAMSO: "Inilah bahaya vipassana."
« Reply #53 on: 25 May 2008, 10:14:37 PM »
Quote
Mungkin saya perlu mengubah rumusan saya mengenai asumsi Anda: menurut Anda dalam semua meditasi yang diajarkan Sang Buddha terkandung jhana (faktor2 jhana). ... Apakah rumusan asumsi Anda itu sudah betul? ... CMIIW  Grin

Nah, asumsi saya dalam hal ini sudah saya jelaskan dalam posting terdahulu: Dalam sutta paling awal, Dhammacakkappavattana-sutta, Sang Buddha tidak bicara tentang jhana(faktor2 jhana), tapi cukup sampai di 'samma-samadhi' ketika menjelaskan ariya-atthangika-magga. Itu yang menjadi pegangan saya ... karena saya melihat bahwa penjabaran 'samma-samadhi' itu ternyata bisa bermacam-macam, sebagaimana tertulis di seantero Tipitaka Pali, ada yang pakai jhana (faktor2 jhana), ada yang tidak pakai itu.
So far sih yg saya ketemukan samma samadhi itu ada jhana pak. Boleh minta rujukannya pak tentang samma-samadhi yang bermacam2x ?

Quote
aka saya berasumsi, Sang Buddha TIDAK mengajarkan SATU meditasi yang BAKU yang berlaku untuk SEMUA orang--sebagaimana kita pelajari belakangan sebagai "meditasi Buddhis"--melainkan menyesuaikan tuntunan beliau dengan kebutuhan masing-masing pemeditasi. Kepada satu bhikkhu Sang Buddha bicara tentang jhana (faktor2 jhana), kepada bhikkhu lain Sang Buddha tidak bicara tentang jhana (faktor-faktor jhana); persis seperti yang tercantum dalam Sutta-Sutta, tanpa ditambahi asumsi apa-apa. Saya tidak berasumsi bahwa, sekalipun Sang Buddha tidak bicara tentang jhana (faktor2 jhana) kepada Bahiya & Malunkyaputta, misalnya, PASTI DI SITU ada jhana (faktor2 jhana), sebagaimana Anda berasumsi.
Kalau yang ini yah hanya logika biasa saja. Karena jalan menuju lenyapnya dukkha ada samma-samadhi, samma samadhi itu yg saya ketemukan kata jhana, kesimpulannya pencerahan ada faktor jhananya juga. kira2x sih gitu.

Quote

Nah, jadi di situlah perbedaan asumsi Anda dan asumsi saya: Anda berasumsi bahwa jhana (faktor2 jhana) ada dalam semua meditasi yang diajarkan Sang Buddha, tidak peduli apakah Sang Buddha bicara secara eksplisit tentang jhana (faktor2 jhana) atau tidak; saya berasumsi--sesuai dengan yang tertulis dalam Sutta-Sutta--tidak selalu Sang Buddha mengajarkan jhana (faktor2 jhana) dalam setiap meditasi yang diajarkannya, tanpa memaksakan asumsi "tentu faktor-faktor jhana ada tersirat di situ". .. Nah, apakah sudah jelas bahwa asumsi Anda dan asumsi saya tidak bisa dipertemukan lagi? ...
Akur pak :))


Quote
Oh, maaf, ternyata saya salah ... Grin Tadinya saya kira Anda tidak bermeditasi untuk mencapai jhana sebagaimana tertulis dalam Sutta-sutta: jhana ke-1, 2, 3, 4, terus ke arupa-jhana, dan sanna-vedayita-nirodha. ... Grin  Tapi ya sudah, kalau Anda berasumsi bahwa jhana (faktor2 jhana) ada dalam setiap meditasi yang diajarkan Sang Buddha; berarti dalam setiap meditasi yang Anda lakukan--apa pun itu--pasti di situ ada jhana (faktor2 jhana). ...
Awalnya sih tidak pak. Seiring jalan, baca definisi jhana, nah loh, koq faktor2x jhana ada disana. Jadi selama ini ..... ;D
AFAIK sih yg disebut samma samadhi itu jhana 1-4, sisanya bukan tuh pak.


Quote
Kalau Anda menganggap mengkaji meditasi dalam sutta-sutta itu "perlu", agar Anda "jangan sampai melangkah tanpa arah atau salah arah" ... ya, silakan, saya tidak akan mengutik-ngutik apa yang Anda lakukan.  Grin

Tapi dalam diskusi ini saya tentu juga boleh menyampaikan paham saya, bahwa untuk bisa bermeditasi vipassana sama sekali tidak perlu pembahasan sutta-sutta apa pun. (Banyak peserta retret MMD yang non-Buddhis, dan mereka tidak perlu belajar sutta-sutta untuk bisa melakukan MMD.) ... Bagi saya, meditasi vipassana BUKAN suatu perjalanan ke mana-mana, di mana orang bisa salah arah atau salah jalan ... Alih-alih, bagi saya meditasi vipassana adalah BERHENTI dan DIAM. ... Untuk berhenti/diam, orang tidak perlu bantuan Tipitaka. ... Malah PENGETAHUAN Tipitaka, kalau dibawa-bawa ke dalam meditasi, akan menjadi "beban meditasi". ... Maaf, itu pemahaman saya yang tampaknya bertolak belakang lagi dengan pemahaman Anda.
Pointnya adalah ada petunjuk pak, tidak harus sutta. Yah misalnya peserta MMD itu ada petunjuk dari Pak Hud pada awal retret misalnya.
Soal ketika sedang meditasinya yah laen cerita lagi pak. Meditasi tidak bisa kek senam atau beladiri, abis begini lalu begitu, ada step by stepnya. :)) Somehow saya tidak setuju dengan "doing things" ketika dalam meditasi. Saya sih pribadi nga pernah pakai "jurus" apapun ketika meditasi. yah seperti di postingan sebelumnya itu.

Quote
Menurut hemat saya, Sutta dan Visuddhimagga tidak bertabrakan ... Sutta bicara jauh lebih luas, kadang-kadang bicara tentang jhana & faktor2 jhana, kadang-kadang tidak bicara tentang jhana & faktor2 jhana (sebagaimana kepada Bahiya & Malunkyaputta), tanpa memaksakan asumsi faktor-faktor jhana kepada Bahiya & Malunkyaputta. Visuddhimagga mengembangkan ajaran Sutta--sesuai pengalaman meditasi Buddhaghosa--ke satu arah yang spesifik, yaitu kepada jhana sesuai dengan yang didefinisikannya sendiri di situ.

Dalam hal ini perlu saya tambahkan, ajaran Buddha tentang meditasi dalam sutta-sutta, setelah Sang Buddha meninggal dunia bukan hanya dikembangkan dalam Visuddhimagga, tapi juga dikembangkan dalam Zen, dalam Dzogchen dsb dsb. Menurut hemat saya, semua meditasi yang berkembang belakangan itu, selama bertujuan menembus Anatta/Sunyata, tidak terpisah dari meditasi dalam Sutta. Saya tidak berpendapat bahwa meditasi dalam Sutta itu "lebih baik", "lebih benar" atau "lebih tinggi" daripada meditasi-meditasi yang datang belakangan. Ajaran Sang Buddha tentang penembusan Anatta/Sunyata dapat dan harus dioperasionalkan sesuai dengan kebutuhan manusia dalam tempat dan zaman yang berbeda-beda, dan tidak bisa dibatasi dalam satu wujud implementasi tertentu saja.
Yah karena style ala buddhaghosa itu lah pak yg menurut saya kurang pas. dia seakan2x menyatakan semua harus seperti pengalaman dia. Padahal rumusan aslinya saja tidak menyatakan demikian.

Saya pribadi juga tidak menyatakan meditasi yg dikembangkan belakangan itu "kalah baik", "kurang benar", dst. Buktiknya saya asik2x aja sama MMD misalnya ;)


Quote
Tentang master jhana yang hidup, apalagi yang sudah mempunyai nama internasional, masing-masing mengajarkan jhana menurut pengalaman meditasi dan pengertian masing-masing. Seandainya saya ingin belajar meditasi untuk mencapai jhana, ya saya akan mencari/shopping master yang cocok dengan pemahaman saya. ... Kalau Anda ingin bermeditasi mencapai jhana (faktor-faktor jhana) menurut pemahaman Anda sendiri, ... ya silakan, tidak ada salahnya, kok. ...
Nah ini dia, kgk ada yg ketemu yg cucok, so... I did it my..... way.... *frank sinatra*
Saya masih mencari benang merah yg melilit, pemahaman saya juga banyak dipengaruhi oleh pak hud.
There is no place like 127.0.0.1

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: AJAHN BRAHMAVAMSO: "Inilah bahaya vipassana."
« Reply #54 on: 26 May 2008, 01:21:22 AM »
So far sih yg saya ketemukan samma samadhi itu ada jhana pak. Boleh minta rujukannya pak tentang samma-samadhi yang bermacam2x ?

Dalam khotbah pertama, Sang Buddha hanya menyebut 'samma-samadhi', tanpa definisi 'samma-samadhi'; saya berangkat dari khotbah pertama. ... setelah itu di seantero Tipitaka Sang Buddha mengajar meditasi kepada berbagai individu dengan berbagai cara: ada yang dengan memberikan "definisi" samma-samadhi, ada yang diajari arupa-jhana, ada yang sama sekali tidak bicara tentang jhana. Itu fakta yang saya lihat di dalam Sutta. ... Itulah yang menjadi dasar dari asumsi saya ...

Anda melihat di beberapa sutta, sesudah khotbah pertama, malah sesudah khotbah kedua (Anatta-lakkhana-sutta) dan khotbah ketiga (Aditta-pariyaya-sutta), ada "definisi" samma-samadhi. Lalu Anda berasumsi, bahwa "definisi" samma-samadhi itu berlaku untuk semua meditasi yang diajarkan oleh Sang Buddha. ... Di situlah perbedaan asumsi saya dan asumsi Anda. ...


Quote
Quote from: hudoyo
Maka saya berasumsi, Sang Buddha TIDAK mengajarkan SATU meditasi yang BAKU yang berlaku untuk SEMUA orang--sebagaimana kita pelajari belakangan sebagai "meditasi Buddhis"--melainkan menyesuaikan tuntunan beliau dengan kebutuhan masing-masing pemeditasi. Kepada satu bhikkhu Sang Buddha bicara tentang jhana (faktor2 jhana), kepada bhikkhu lain Sang Buddha tidak bicara tentang jhana (faktor-faktor jhana); persis seperti yang tercantum dalam Sutta-Sutta, tanpa ditambahi asumsi apa-apa. Saya tidak berasumsi bahwa, sekalipun Sang Buddha tidak bicara tentang jhana (faktor2 jhana) kepada Bahiya & Malunkyaputta, misalnya, PASTI DI SITU ada jhana (faktor2 jhana), sebagaimana Anda berasumsi.
Kalau yang ini yah hanya logika biasa saja. Karena jalan menuju lenyapnya dukkha ada samma-samadhi, samma samadhi itu yg saya ketemukan kata jhana, kesimpulannya pencerahan ada faktor jhananya juga. kira2x sih gitu.

Yang Anda katakan "logika biasa" itu adalah fakta yang saya lihat dalam Sutta, karena saya berangkat dari Dhammacakkappavattana-sutta, di mana tidak tercantum "definisi jhana". ... Justru Andalah yang berasumsi bahwa "definisi" samma-samadhi yang Anda baca dalam sutta-sutta belakangan itu berlaku untuk semua meditasi yang diajarkan oleh Buddha, ... Jadi, justru asumsi Anda itulah yang menurut saya adalah logika biasa. ... :)

Pada zaman Sang Buddha, Tipitaka belum ada ... para bhikkhu langsung menerima petunjuk meditasi dari Sang Buddha yang sering kali bersifat individual ... setelah menerima petunjuk meditasi dari Sang Buddha, para bhikkhu tidak berdiskusi tentang "jhana" dulu, tapi langsung mempraktikkan apa yang diajarkan Sang Buddha secara khusus kepada masing-masing orang ...

Jadi ketika Malunkyaputta menerima petunjuk Sang Buddha, beliau langsung praktik, tidak berdiskusi dulu tentang jhana, begitulah yang tertulis dalam Sutta, akhirnya menjadi arahat juga ... Jadi, seandainya asumsi Anda benar, bahwa dalam setiap meditasi yang diajarkan Sang Buddha ada jhana ... hal itu tidak relevan bagi Malunkyaputta ... :) 

Kalau soal jhana tidak relevan bagi Malunkyaputta, maka soal jhana pun tidak relevan bagi setiap orang yang bermeditasi MMD mengikuti jejak Malunkyaputta. ... Menurut saya, dilihat dari sudut pandang Malunkyaputta dan MMD, perbincangan & pemikiran tentang jhana tidak lebih daripada intellectual exercise, sebagaimana saya katakan terdahulu, yang bisa mengalihkan orang dari praktik meditasi sesungguhnya. ... :)  Oleh karena itu saya tidak pernah bicara tentang jhana (faktor2 jhana) dalam retret MMD.


Quote
Awalnya sih tidak pak. Seiring jalan, baca definisi jhana, nah loh, koq faktor2x jhana ada disana. Jadi selama ini ..... ;D
AFAIK sih yg disebut samma samadhi itu jhana 1-4, sisanya bukan tuh pak.

Menurut hemat saya, "definisi jhana" hanya relevan dalam sutta yang bersangkutan di mana Sang Buddha bicara tentang jhana, kecuali mau diasumsikan bahwa Sang Buddha mengajarkan samma-samadhi yang sama dan seragam kepada semua bhikkhu. Saya tidak menganut asumsi seperti itu. ...

Itu persis sama dengan keempat arupa-jhana, itu hanya relevan dalam sutta yang bersangkutan di mana Sang Buddha bicara tentang arupa-jhana, kecuali mau diasumsikan bahwa Sang Buddha mengajarkan samma-samadhi yang sama dan seragam kepada semua bhikkhu, yang "definisinya" mencakup arupa-jhana. ... Yang ini tentu Anda setuju dengan saya. ... ;D

Ada sutta di mana Sang Buddha mengajarkan bahwa melalui jhana pertama saja orang bisa mencapai nibbana ... nah, jadi ini lagi-lagi tidak sesuai dengan "definisi jhana" yang Anda pegang erat-erat ... karena dalam sutta ini ternyata jhana ke-2, 3 dan 4 menjadi redundant (berlebihan & tidak perlu). ... ;D ... Sutta inilah yang dipakai oleh Bhante Henepola Gunaratana untuk menyimpulkan bahwa jhana itu perlu untuk mencapai nibbana, sekurang-kurangnya jhana pertama. ... Tapi "definisi samma-samadhi" Anda kan mengharuskan ada 4 jhana, bukan? ... ;D


Quote
Pointnya adalah ada petunjuk pak, tidak harus sutta. Yah misalnya peserta MMD itu ada petunjuk dari Pak Hud pada awal retret misalnya.
Soal ketika sedang meditasinya yah laen cerita lagi pak. [...]

"tidak harus sutta" ... setuju. ... :)


Quote
Yah karena style ala buddhaghosa itu lah pak yg menurut saya kurang pas. dia seakan2x menyatakan semua harus seperti pengalaman dia. Padahal rumusan aslinya saja tidak menyatakan demikian.

Saya belum pernah membaca Buddhaghosa berkata, "inilah satu-satunya meditasi yang diajarkan oleh Sang Buddha, meditasi yang lain salah". ... Tapi justru asumsi Andalah yang mengatakan, "keempat jhana--sesuai dengan definisi jhana--ada dalam setiap meditasi yang diajarkan oleh Sang Buddha", asumsi yang saya lihat tidak didukung oleh Sutta secara keseluruhan. ... ;D


Quote
Saya pribadi juga tidak menyatakan meditasi yg dikembangkan belakangan itu "kalah baik", "kurang benar", dst. Buktiknya saya asik2x aja sama MMD misalnya ;)

Setuju. ... :)


Quote
Quote from: hudoyo
Tentang master jhana yang hidup, apalagi yang sudah mempunyai nama internasional, masing-masing mengajarkan jhana menurut pengalaman meditasi dan pengertian masing-masing. Seandainya saya ingin belajar meditasi untuk mencapai jhana, ya saya akan mencari/shopping master yang cocok dengan pemahaman saya. ... Kalau Anda ingin bermeditasi mencapai jhana (faktor-faktor jhana) menurut pemahaman Anda sendiri, ... ya silakan, tidak ada salahnya, kok. ...
Nah ini dia, kgk ada yg ketemu yg cucok, so... I did it my..... way.... *frank sinatra*
Saya masih mencari benang merah yg melilit, pemahaman saya juga banyak dipengaruhi oleh pak hud.

OK ... semoga Anda mencapai jhana ke-4 dengan cepat, sesuai Sutta, your way ... :D

Salam,
hudoyo
« Last Edit: 26 May 2008, 02:08:55 AM by hudoyo »

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: AJAHN BRAHMAVAMSO: "Inilah bahaya vipassana."
« Reply #55 on: 26 May 2008, 04:30:04 PM »
Quote
Dalam khotbah pertama, Sang Buddha hanya menyebut 'samma-samadhi', tanpa definisi 'samma-samadhi'; saya berangkat dari khotbah pertama. ... setelah itu di seantero Tipitaka Sang Buddha mengajar meditasi kepada berbagai individu dengan berbagai cara: ada yang dengan memberikan "definisi" samma-samadhi, ada yang diajari arupa-jhana, ada yang sama sekali tidak bicara tentang jhana. Itu fakta yang saya lihat di dalam Sutta. ... Itulah yang menjadi dasar dari asumsi saya ...

Anda melihat di beberapa sutta, sesudah khotbah pertama, malah sesudah khotbah kedua (Anatta-lakkhana-sutta) dan khotbah ketiga (Aditta-pariyaya-sutta), ada "definisi" samma-samadhi. Lalu Anda berasumsi, bahwa "definisi" samma-samadhi itu berlaku untuk semua meditasi yang diajarkan oleh Sang Buddha. ... Di situlah perbedaan asumsi saya dan asumsi Anda. ...
Memang kita berbeda pak pandangannya :)

Mungkin saya bisa berikan contekan saya, yah bukan maksudnya merubah asumsi atau pandangan Pak Hud ataupun menyatakan yg paling benar, saya tetap menghargai perbedaan koq :)

Berikut ini penjelasan gamblang dari Sang Buddha tentang Jalan Mulia Berunsur 8

Quote from: SN 45.8 - Magga-vibhanga Sutta/An Analysis of the Path
I have heard that at one time the Blessed One was staying in Savatthi at Jeta's Grove, Anathapindika's monastery.

There he addressed the monks, saying, "Monks."

"Yes, lord," the monks responded to him.

The Blessed One said, "I will teach & analyze for you the Noble Eightfold Path. Listen & pay close attention. I will speak."

"As you say, lord," the monks responded to him.

The Blessed One said, "Now what, monks, is the Noble Eightfold Path? Right view, right resolve, right speech, right action, right livelihood, right effort, right mindfulness, right concentration.

"And what, monks, is right view? Knowledge with regard to stress, knowledge with regard to the origination of stress, knowledge with regard to the stopping of stress, knowledge with regard to the way of practice leading to the stopping of stress: This, monks, is called right view.

"And what is right resolve? Being resolved on renunciation, on freedom from ill will, on harmlessness: This is called right resolve.

"And what is right speech? Abstaining from lying, abstaining from divisive speech, abstaining from abusive speech, abstaining from idle chatter: This, monks, is called right speech.

"And what, monks, is right action? Abstaining from taking life, abstaining from stealing, abstaining from unchastity: This, monks, is called right action.

"And what, monks, is right livelihood? There is the case where a disciple of the noble ones, having abandoned dishonest livelihood, keeps his life going with right livelihood: This, monks, is called right livelihood.

"And what, monks, is right effort? (i) There is the case where a monk generates desire, endeavors, activates persistence, upholds & exerts his intent for the sake of the non-arising of evil, unskillful qualities that have not yet arisen. (ii) He generates desire, endeavors, activates persistence, upholds & exerts his intent for the sake of the abandonment of evil, unskillful qualities that have arisen. (iii) He generates desire, endeavors, activates persistence, upholds & exerts his intent for the sake of the arising of skillful qualities that have not yet arisen. (iv) He generates desire, endeavors, activates persistence, upholds & exerts his intent for the maintenance, non-confusion, increase, plenitude, development, & culmination of skillful qualities that have arisen: This, monks, is called right effort.

"And what, monks, is right mindfulness? (i) There is the case where a monk remains focused on the body in & of itself — ardent, aware, & mindful — putting away greed & distress with reference to the world. (ii) He remains focused on feelings in & of themselves — ardent, aware, & mindful — putting away greed & distress with reference to the world. (iii) He remains focused on the mind in & of itself — ardent, aware, & mindful — putting away greed & distress with reference to the world. (iv) He remains focused on mental qualities in & of themselves — ardent, aware, & mindful — putting away greed & distress with reference to the world. This, monks, is called right mindfulness.

"And what, monks, is right concentration? (i) There is the case where a monk — quite withdrawn from sensuality, withdrawn from unskillful (mental) qualities — enters & remains in the first jhana: rapture & pleasure born from withdrawal, accompanied by directed thought & evaluation. (ii) With the stilling of directed thoughts & evaluations, he enters & remains in the second jhana: rapture & pleasure born of concentration, unification of awareness free from directed thought & evaluation — internal assurance. (iii) With the fading of rapture, he remains in equanimity, is mindful & alert, and senses pleasure with the body. He enters & remains in the third jhana, of which the Noble Ones declare, 'Equanimous & mindful, he has a pleasurable abiding.' (iv) With the abandoning of pleasure & pain — as with the earlier disappearance of elation & distress — he enters & remains in the fourth jhana: purity of equanimity & mindfulness, neither pleasure nor pain. This, monks, is called right concentration."

That is what the Blessed One said. Gratified, the monks delighted at his words.

Dalam dhammapada 372 juga ada yg senada tentang jhana

Quote from: Dhampada 372
There's     no jhana
for one with    no discernment,
      no discernment
for one with    no jhana.
But one with    both jhana
      & discernment:
he's on the verge
      of Unbinding.


Quote
Ada sutta di mana Sang Buddha mengajarkan bahwa melalui jhana pertama saja orang bisa mencapai nibbana ... nah, jadi ini lagi-lagi tidak sesuai dengan "definisi jhana" yang Anda pegang erat-erat ... karena dalam sutta ini ternyata jhana ke-2, 3 dan 4 menjadi redundant (berlebihan & tidak perlu). ... Grin ... Sutta inilah yang dipakai oleh Bhante Henepola Gunaratana untuk menyimpulkan bahwa jhana itu perlu untuk mencapai nibbana, sekurang-kurangnya jhana pertama. ... Tapi "definisi samma-samadhi" Anda kan mengharuskan ada 4 jhana, bukan? ...
kalau yang saya tangkap sih bukan begitu pak. Jhana 1-4 adalah samma samadhi bukan jhana 4 saja.


Quote
Saya belum pernah membaca Buddhaghosa berkata, "inilah satu-satunya meditasi yang diajarkan oleh Sang Buddha, meditasi yang lain salah". ... Tapi justru asumsi Andalah yang mengatakan, "keempat jhana--sesuai dengan definisi jhana--ada dalam setiap meditasi yang diajarkan oleh Sang Buddha", asumsi yang saya lihat tidak didukung oleh Sutta secara keseluruhan. ...
Yang ini tidak seekstreme itu koq pak. :) Begini maksudnya, ketika sang buddha misalnya menjelaskan mobil adalah kendaraan roda 4 yang bisa dikendarai, Buddhagosa menjelaskan mobil merah dengan bahan bakar solar. Kalau kita ambil patokan Buddhagosa maka mobil biru bahan bakar bensin itu bukan mobil jadinya Pak.

Soal tidak didukung oleh sutta kan saya meng-"asumsi" bahwa itu implisit. Didukung juga oleh penjelasan The Path diatas koq.

Tentang malunkyaputta yah sama pak. Sesuai asumsi saya, ada jhana disana ketika melatih seperti apa yg dikatakan. Tidak harus dijelaskan dan dibahas juga IMO. Seperti orang nonton film ada konsentrasi disana, ketika mau nonton nga pake teori dan dibahas soal konsen ke film. Ketika nonton film ada konsentrasi disana. itu menurut saya loh pak  ;)

Quote
OK ... semoga Anda mencapai jhana ke-4 dengan cepat, sesuai Sutta, your way ...
Nga harus ke 4 koq  ;D amiiiinn


Btw sungguh beruntung bisa dapat teman diskusi bareng Pak. Terima kasih. Lanjot lagi pak.
There is no place like 127.0.0.1

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: AJAHN BRAHMAVAMSO: "Inilah bahaya vipassana."
« Reply #56 on: 26 May 2008, 07:39:47 PM »
Berikut ini penjelasan gamblang dari Sang Buddha tentang Jalan Mulia Berunsur 8

Quote from: SN 45.8 - Magga-vibhanga Sutta/An Analysis of the Path
[...]
"And what, monks, is right concentration? (i) There is the case where a monk — quite withdrawn from sensuality, withdrawn from unskillful (mental) qualities — enters & remains in the first jhana: rapture & pleasure born from withdrawal, accompanied by directed thought & evaluation. (ii) With the stilling of directed thoughts & evaluations, he enters & remains in the second jhana: rapture & pleasure born of concentration, unification of awareness free from directed thought & evaluation — internal assurance. (iii) With the fading of rapture, he remains in equanimity, is mindful & alert, and senses pleasure with the body. He enters & remains in the third jhana, of which the Noble Ones declare, 'Equanimous & mindful, he has a pleasurable abiding.' (iv) With the abandoning of pleasure & pain — as with the earlier disappearance of elation & distress — he enters & remains in the fourth jhana: purity of equanimity & mindfulness, neither pleasure nor pain. This, monks, is called right concentration."

That is what the Blessed One said. Gratified, the monks delighted at his words.

Lho, ini kok ditampilkan lagi ... kan sudah pernah Anda tampilkan (sekalipun dari sutta lain)? ;D

Ini tidak menambah informasi baru bagi diskusi kita. :)



Quote
Dalam dhammapada 372 juga ada yg senada tentang jhana

Quote from: Dhampada 372
There's     no jhana
for one with    no discernment,
      no discernment
for one with    no jhana.
But one with    both jhana
      & discernment:
he's on the verge
      of Unbinding.

Menurut Anda, sesuai dengan definisi 'samma-samadhi', jhana di sini adalah jhana 1 - 4, bukan? ... :)



Quote
Quote from: hudoyo
Ada sutta di mana Sang Buddha mengajarkan bahwa melalui jhana pertama saja orang bisa mencapai nibbana ... nah, jadi ini lagi-lagi tidak sesuai dengan "definisi jhana" yang Anda pegang erat-erat ... karena dalam sutta ini ternyata jhana ke-2, 3 dan 4 menjadi redundant (berlebihan & tidak perlu). ... Grin ... Sutta inilah yang dipakai oleh Bhante Henepola Gunaratana untuk menyimpulkan bahwa jhana itu perlu untuk mencapai nibbana, sekurang-kurangnya jhana pertama. ... Tapi "definisi samma-samadhi" Anda kan mengharuskan ada 4 jhana, bukan? ...
kalau yang saya tangkap sih bukan begitu pak. Jhana 1-4 adalah samma samadhi bukan jhana 4 saja.

Sutta ini, Maha-malunkyaputta-sutta (M.N.64), menarik bagi saya, karena dalam sutta ini Sang Buddha bercerita tentang:

Quote from: Maha-malunkyaputta-sutta
(1) seorang bhikkhu yang mencapai jhana pertama, lalu merenungkan bahwa segenap nama-rupa ini bersifat anicca, dukkha & anatta, lalu merenungkan unsur yang tanpa-mati (amata dhatu) ... akhirnya mencapai berakhirnya keinginan, nibbana (ta.nhakkhayo viraago nirodho nibbananti), atau kalau keinginan tidak lenyap seluruhnya, ia terlahir menjadi Anagami.

(2) seorang bhikkhu yang mencapai jhana kedua, lalu merenungkan bahwa segenap nama-rupa ini bersifat anicca, dukkha & anatta, lalu merenungkan unsur yang tanpa-mati (amata dhatu) ... akhirnya mencapai berakhirnya keinginan, nibbana (ta.nhakkhayo viraago nirodho nibbananti), atau kalau keinginan tidak lenyap seluruhnya, ia terlahir menjadi Anagami.

(3) seorang bhikkhu yang mencapai jhana ketiga, lalu merenungkan bahwa segenap nama-rupa ini bersifat anicca, dukkha & anatta, lalu merenungkan unsur yang tanpa-mati (amata dhatu) ... akhirnya mencapai berakhirnya keinginan, nibbana (ta.nhakkhayo viraago nirodho nibbananti), atau kalau keinginan tidak lenyap seluruhnya, ia terlahir menjadi Anagami.

(4) seorang bhikkhu yang mencapai jhana keempat, lalu merenungkan bahwa segenap nama-rupa ini bersifat anicca, dukkha & anatta, lalu merenungkan unsur yang tanpa-mati (amata dhatu) ... akhirnya mencapai berakhirnya keinginan, nibbana (ta.nhakkhayo viraago nirodho nibbananti), atau kalau keinginan tidak lenyap seluruhnya, ia terlahir menjadi Anagami."

Jadi, misalnya Bhikkhu A mencapai jhana pertama, lalu mencapai nibbana ... berarti "definisi samma-samadhi = 4 jhana" tidak berlaku untuknya, karena dari jhana pertama ia langsung masuk ke nibbana, tanpa lewat jhana ke-2, 3 dan 4.

... misalnya Bhikkhu B mencapai jhana kedua, lalu mencapai nibbana ... berarti "definisi samma-samadhi = 4 jhana" tidak berlaku untuknya, karena dari jhana kedua ia langsung masuk ke nibbana, tanpa lewat jhana ke-3 dan 4.

... misalnya Bhikkhu C mencapai jhana ketiga, lalu mencapai nibbana ... berarti "definisi samma-samadhi = 4 jhana" tidak berlaku untuknya, karena dari jhana ketiga ia langsung masuk ke nibbana, tanpa lewat jhana ke-4.

... barulah ketika Bhikkhu D mencapai jhana keempat, lalu mencapai nibbana ... barulah "definisi samma-samadhi = 4 jhana" berlaku untuknya, karena ia lewat jhana ke-1 sampai ke-4, baru masuk ke nibbana.

Bagaimana? ;D  ... Hanya pada kasus Bhikkhu D "definisi samma-samadhi" dipenuhi ... sedangkan pada kasus Bhikkhu A - C "definisi samma-samadhi" itu dipintasi, sedikit atau banyak.  ;D


Quote
Yang ini tidak seekstreme itu koq pak. :) Begini maksudnya, ketika sang buddha misalnya menjelaskan mobil adalah kendaraan roda 4 yang bisa dikendarai, Buddhagosa menjelaskan mobil merah dengan bahan bakar solar. Kalau kita ambil patokan Buddhagosa maka mobil biru bahan bakar bensin itu bukan mobil jadinya Pak.

Buddhaghosa, seribu lima ratus tahun lalu, mengajarkan sistem meditasi vipassana yang sampai sekarang dipakai sebagai rujukan oleh guru-guru vipassana kenamaan di dunia.


Quote
Tentang malunkyaputta yah sama pak. Sesuai asumsi saya, ada jhana disana ketika melatih seperti apa yg dikatakan. Tidak harus dijelaskan dan dibahas juga IMO. Seperti orang nonton film ada konsentrasi disana, ketika mau nonton nga pake teori dan dibahas soal konsen ke film. Ketika nonton film ada konsentrasi disana. itu menurut saya loh pak  ;)

Dari kacamata si penonton film, dia gak perlu teori tentang konsentrasi apa pun, yang malah bisa mengganggu menontonnya sehingga tujuannya tidak kesampaian ... yang penting baginya ialah menonton film tanpa teori apa-apa, ... lalu tercapai tujuannya.  :)

Menurut Sutta, kan Malunkyaputta setelah mendengar tuntunan Sang Buddha, langsung menjalankan tuntunan itu ...  Then, dwelling alone, secluded, heedful, ardent, & resolute, he in no long time reached & remained in the supreme goal of the holy life ... tanpa belajar dulu teori jhana ini-itu ... Malunkyaputta tidak berdiskusi dulu di DC tentang jhana seperti Anda dan saya sekarang ... dan ia toh menjadi arahat juga.

Jadi dari kacamata Malunkyaputta, ia tidak peduli ada jhana atau tidak; ia tetap menjalankan tuntunan Sang Buddha, dan menjadi arahat. Itulah yang saya maksud dengan mengatakan: "... hal itu tidak relevan bagi Malunkyaputta." ... Pokoknya ia tetap menjalankan tuntunan Sang Buddha ... dan menjadi arahat.

Begitu pula para pemeditasi MMD yang mengikuti retret MMD mengikuti jejak Malunkyaputta, apalagi yang bukan Buddhis dan sama sekali tidak pernah belajar tentang jhana, mereka tidak peduli teori-teori jhana, tidak peduli dengan "definisi samma-samadhi" ... pokoknya menjalankan tuntunan Sang Buddha kepada Malunkyaputta, yang saya ajarkan kepada mereka ... pada akhirnya, cepat atau lambat, diyakini toh mencapai nibbana (kepadaman, pembebasan) juga. :)

*****

Rekan Sumedho,

Tampaknya kita sudah mendekati akhir diskusi tentang "definisi samma-samadhi" ini, karena saya lihat tidak ada lagi hal-hal baru yang belum diungkapkan di sini.

Kalau tidak ada hal-hal baru yang perlu ditampilkan dalam diskusi ini, saya akan membuat ringkasan dari posisi kita masing-masing dan kalau ada yang kurang tepat mohon dibetulkan. Setelah itu diskusi ini bisa diakhiri.


Quote
Btw sungguh beruntung bisa dapat teman diskusi bareng Pak. Terima kasih. Lanjot lagi pak.

Salam,
Hudoyo
« Last Edit: 26 May 2008, 07:52:43 PM by hudoyo »

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: AJAHN BRAHMAVAMSO: "Inilah bahaya vipassana."
« Reply #57 on: 26 May 2008, 10:19:04 PM »
Quote
Lho, ini kok ditampilkan lagi ... kan sudah pernah Anda tampilkan (sekalipun dari sutta lain)?
Pointnya sih maksudnya dalam jalan mulia berunsur 8, sang buddha sendiri menjelaskan tentang samma samadhi secara umum. Disana dijelaskan tentang jhana. Artinya samma samadhi itu berlaku untuk siapa saja yang mencapai pencerahan. demikian pak.

Quote
Jadi, misalnya Bhikkhu A mencapai jhana pertama, lalu mencapai nibbana ... berarti "definisi samma-samadhi = 4 jhana" tidak berlaku untuknya, karena dari jhana pertama ia langsung masuk ke nibbana, tanpa lewat jhana ke-2, 3 dan 4.

... misalnya Bhikkhu B mencapai jhana kedua, lalu mencapai nibbana ... berarti "definisi samma-samadhi = 4 jhana" tidak berlaku untuknya, karena dari jhana kedua ia langsung masuk ke nibbana, tanpa lewat jhana ke-3 dan 4.

... misalnya Bhikkhu C mencapai jhana ketiga, lalu mencapai nibbana ... berarti "definisi samma-samadhi = 4 jhana" tidak berlaku untuknya, karena dari jhana ketiga ia langsung masuk ke nibbana, tanpa lewat jhana ke-4.

... barulah ketika Bhikkhu D mencapai jhana keempat, lalu mencapai nibbana ... barulah "definisi samma-samadhi = 4 jhana" berlaku untuknya, karena ia lewat jhana ke-1 sampai ke-4, baru masuk ke nibbana.

Bagaimana? Grin  ... Hanya pada kasus Bhikkhu D "definisi samma-samadhi" dipenuhi ... sedangkan pada kasus Bhikkhu A - C "definisi samma-samadhi" itu dipintasi, sedikit atau banyak
Mungkin ini kesalahan saya ketik sehingga jadi salah tangkap. Saya coba lengkapi yah pak

"kalau yang saya tangkap sih bukan begitu pak. Jhana 1 sampai 4 masing2x adalah samma samadhi bukan jhana 4 saja. Jadi Jhana 1 merupakan samma samadhi, Jhana 2 adalah samma samadhi, Jhana 3 samma samadhi, demikian pula jhana 4"

Quote
Buddhaghosa, seribu lima ratus tahun lalu, mengajarkan sistem meditasi vipassana yang sampai sekarang dipakai sebagai rujukan oleh guru-guru vipassana kenamaan di dunia.
Sepertinya kita sedang pada konteks jhana. Saya agak kurang setuju dengan generalisasi beliau bahwa jhana harus ada nimitta dkk, padahal belum tentu semua orang akan mengalami sama seperti dia.

Quote
Dari kacamata si penonton film, dia gak perlu teori tentang konsentrasi apa pun, yang malah bisa mengganggu menontonnya sehingga tujuannya tidak kesampaian ... yang penting baginya ialah menonton film tanpa teori apa-apa, ... lalu tercapai tujuannya.  Smiley

Menurut Sutta, kan Malunkyaputta setelah mendengar tuntunan Sang Buddha, langsung menjalankan tuntunan itu ...  Then, dwelling alone, secluded, heedful, ardent, & resolute, he in no long time reached & remained in the supreme goal of the holy life ... tanpa belajar dulu teori jhana ini-itu ... Malunkyaputta tidak berdiskusi dulu di DC tentang jhana seperti Anda dan saya sekarang ... dan ia toh menjadi arahat juga.

Jadi dari kacamata Malunkyaputta, ia tidak peduli ada jhana atau tidak; ia tetap menjalankan tuntunan Sang Buddha, dan menjadi arahat. Itulah yang saya maksud dengan mengatakan: "... hal itu tidak relevan bagi Malunkyaputta." ... Pokoknya ia tetap menjalankan tuntunan Sang Buddha ... dan menjadi arahat.

Begitu pula para pemeditasi MMD yang mengikuti retret MMD mengikuti jejak Malunkyaputta, apalagi yang bukan Buddhis dan sama sekali tidak pernah belajar tentang jhana, mereka tidak peduli teori-teori jhana, tidak peduli dengan "definisi samma-samadhi" ... pokoknya menjalankan tuntunan Sang Buddha kepada Malunkyaputta, yang saya ajarkan kepada mereka ... pada akhirnya, cepat atau lambat, diyakini toh mencapai nibbana (kepadaman, pembebasan) juga.
Setuju. Dari awal juga saya tidak pernah berkata harus berteori jhana dkk. Saya hanya mencoba mengemukakan, ketika MMD. vipassana atau anapanasati *sutta* misalnya, ada faktor jhana disana, terlepas dari pengetahuan jhana orang tersebut. Lah wong definisi jhana 1 simple koq
rapture & pleasure born from withdrawal, accompanied by directed thought & evaluation.


Quote
Rekan Sumedho,

Tampaknya kita sudah mendekati akhir diskusi tentang "definisi samma-samadhi" ini, karena saya lihat tidak ada lagi hal-hal baru yang belum diungkapkan di sini.

Kalau tidak ada hal-hal baru yang perlu ditampilkan dalam diskusi ini, saya akan membuat ringkasan dari posisi kita masing-masing dan kalau ada yang kurang tepat mohon dibetulkan. Setelah itu diskusi ini bisa diakhiri.
Saya sih sudah mengerti point2x dan pandangan Pak Hudoyo. Kalau dari Pak Hudoyo tidak ada yang ingin disampaikan lagi, kita bisa wrap up :)
There is no place like 127.0.0.1

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: AJAHN BRAHMAVAMSO: "Inilah bahaya vipassana."
« Reply #58 on: 27 May 2008, 12:32:48 AM »
Quote
"kalau yang saya tangkap sih bukan begitu pak. Jhana 1 sampai 4 masing2x adalah samma samadhi bukan jhana 4 saja. Jadi Jhana 1 merupakan samma samadhi, Jhana 2 adalah samma samadhi, Jhana 3 samma samadhi, demikian pula jhana 4"

* Kalau jhana 1 yang "begitu simple" sudah bisa dibilang "samma-samadhi", buat apa lagi jhana-2 sampai jhana-4 dibilang "samma-samadhi"? Itu namanya redundant, berlebihan & tidak perlu.
* Kenapa Sang Buddha tidak bilang "samma-samadhi adalah jhana-1, cukup, karena lewat jhana-1 orang bisa mencapai nibbana"?
* Kalau jhana-2 sampai jhana-4 yang sebetulnya tidak dibutuhkan lagi untuk mencapai nibbana dibilang "samma-samadhi" juga, kenapa "arupa-jhana"--yang juga tidak dibutuhkan--tidak dibilang "samma-samadhi" juga?

Itulah akibatnya kalau sutta yang satu mau dicocok-cocokkan dengan sutta yang lain. ... :)

Ini yang tidak bisa saya pahami karena tidak logis. Menurut saya, kalau memang rumusan baku yang Anda tampilkan itu mau diterima sebagai "definisi samma-samadhi", maka urutan jhana-1 sampai dengan jhana-4 yang bertingkat itu--BEGITULAH YANG TERTULIS--harus diterima juga, bukan cuma jhana-1 saja, atau cuma jhana-2 saja ... dst ...

Tapi kok tidak cocok dengan Maha-malunkyaputta-sutta, ya, di mana ternyata lewat jhana-1 saja orang sudah bisa mencapai nibbana. ... Jadi Anda pusing ... karena definisi 'samma-samadhi' mulai goyah. ...  ;D


Quote
Sepertinya kita sedang pada konteks jhana. Saya agak kurang setuju dengan generalisasi beliau bahwa jhana harus ada nimitta dkk, padahal belum tentu semua orang akan mengalami sama seperti dia. ... Lah wong definisi jhana 1 simple koq, rapture & pleasure born from withdrawal, accompanied by directed thought & evaluation.

Karena nimitta itulah sesungguhnya tanda bagi tercapainya "jhana"  ... itu yang dialami dan diajarkan oleh para master jhana selama 2500 tahun sampai sekarang.

Jhana tidak se-simple itu seperti rumusan dalam sutta itu. ... Kalau jhana sesimple itu, maka dalam waktu 1-2 jam saja setiap orang yang melakukan anapanasati akan mencapai jhana-1 ... lalu mudah sekali orang mencapai nibbana melalui jhana-1 saja. ... Kenyataannya jauh dari harapan ... apa daya tangan tak sampai. ... :)

Tahukah Anda, bahwa rumusan jhana yang terbatas pada Sutta, tanpa diperinci (bukan diubah) oleh Visuddhimagga, plus rumusan belenggu-belenggu yang patah pada seorang Sotapanna, inilah yang digunakan oleh seorang bule bernama Jeff Brooks, untuk mengklaim dirinya sebagai Sotapanna, dan memakai nama "Sotapanna Jhanananda". Ia menahbiskan dirinya menjadi bhikkhu, karena permintaan upasampada kepada beberapa Sangha di Thailand dan Sri Lanka tidak dikabulkan (mungkin karena ia tidak mau menetap untuk beberapa lama di sana), lalu membentuk The Western Buddhist Order, yang diklaimnya sebagai Yana Keempat. Dalam beberapa tulisannya, ia bahkan mengimplikasikan dirinya sudah menjadi arahat. Baginya, jhana ya sesimple yang tercantum dalam Sutta. Dia banyak menulis di internet, mempertahankan tesisnya itu, dengan banyak mengutip sutta-sutta. Kalau orang tidak hati-hati, mudah sekali terbawa oleh argumentasinya. ... Kabarnya dia sekarang sedang kesulitan keuangan di Colorado sana. ...  ;D ;D


Quote
Setuju. Dari awal juga saya tidak pernah berkata harus berteori jhana dkk.

Jadi, bagi seorang pemeditasi, apa yang kita bicarakan sampai sekarang ini sama sekali tidak perlu, malah bisa mengalihkan perhatian dan menghalangi latihan. ;D

*****

OK, ini saya coba membuat  kesimpulan posisi masing-masing:

SUMEDHO:

(1) Sang Buddha mengajarkan 'samma-samadhi' sebagai bagian dari 'ariya-atthangika-magga';
(2) dalam beberapa sutta, 'samma-samadhi' berarti "jhana-1, jhana-2, jhana-3, jhana-4" atau "jhana-1 sampai dengan jhana-4" (?) -- inilah definisi 'samma-samadhi' dari 'ariya-atthangika-magga';
(3) lalu diasumsikan bahwa definisi 'samma-samadhi' ini terdapat dalam setiap samadhi yang diajarkan oleh Sang Buddha di seluruh Tipitaka, tidak peduli bahkan ketika Sang Buddha tidak menyebut-nyebut jhana sama sekali, atau ketika Sang Buddha menyebut cukup hanya lewat jhana-1 saja orang bisa mencapai nibbana.

HUDOYO:

(1) Sang Buddha menyebut 'samma-samadhi' sebagai bagian dari 'ariya-atthangika-magga' sejak khotbah pertamanya, Dhammacakkappavattana-sutta -- 'samma-samadhi' ini tidak didefinisikan dalam khotbah pertama itu;
(2) Di seluruh Sutta Pitaka, terdapat bukti-bukti bahwa Sang Buddha mengajar samadhi untuk mencapai nibbana secara berbeda-beda kepada individu-individu yang berbeda:
* ada yang berisi jhana-1 bertingkat-tingkat sampai jhana-4;
* ada yang cukup sampai jhana-1 saja;
* ada yang mencakup arupa-jhana sampai tercapai sanna-vedayita-nirodha;
* ada yang melalui jhana-4, lalu mengembangkan abhinna sampai abhinna ke-6;
* ada yang melalui vipassana murni tanpa menyebut-nyebut jhana sama sekali.
(3) Oleh karena itu TIDAK MUNGKIN dibuat SATU definisi BAKU tentang 'samma-samadhi', karena membuat satu definisi seperti itu berarti mengingkari FAKTA bahwa Sang Buddha mengajarkan samadhi yang berbeda-beda kepada individu-individu yang berbeda.

Nah, silakan Anda koreksi rumusan posisi Anda, dan diskusi ini bisa diakhiri. :)

Salam,
hudoyo

« Last Edit: 27 May 2008, 01:27:51 AM by hudoyo »

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: AJAHN BRAHMAVAMSO: "Inilah bahaya vipassana."
« Reply #59 on: 27 May 2008, 08:12:07 AM »
Quote
* Kalau jhana 1 yang "begitu simple" sudah bisa dibilang "samma-samadhi", buat apa lagi jhana-2 sampai jhana-4 dibilang "samma-samadhi"? Itu namanya redundant, berlebihan & tidak perlu.
* Kenapa Sang Buddha tidak bilang "samma-samadhi adalah jhana-1, cukup, karena lewat jhana-1 orang bisa mencapai nibbana"?
* Kalau jhana-2 sampai jhana-4 yang sebetulnya tidak dibutuhkan lagi untuk mencapai nibbana dibilang "samma-samadhi" juga, kenapa "arupa-jhana"--yang juga tidak dibutuhkan--tidak dibilang "samma-samadhi" juga?

Itulah akibatnya kalau sutta yang satu mau dicocok-cocokkan dengan sutta yang lain. ...
Cara berpikir saya sih tidak demikian. Sang Buddha menjelaskan apa itu Samma Samadhi, dari ke-4 jhana itu bisa digunakan. Kalau Sang Buddha hanya menyebutkan Jhana 1, nanti dikira jhana 2-4 itu tidak bisa. Sang Buddha dalam menjelaskan agak repetitive untuk mencegah kesalahpahaman, yah contohnya diskusi kita ini pak, sering saya tulis singkat, ditangkap berbeda oleh Pak Hud.

Quote
Ini yang tidak bisa saya pahami karena tidak logis. Menurut saya, kalau memang rumusan baku yang Anda tampilkan itu mau diterima sebagai "definisi samma-samadhi", maka urutan jhana-1 sampai dengan jhana-4 yang bertingkat itu--BEGITULAH YANG TERTULIS--harus diterima juga, bukan cuma jhana-1 saja, atau cuma jhana-2 saja ... dst ...
Sesuai cara berpikir saya yg sudah saya jelaskan diatas, hal tersebut logis. Mungkin buat pak hud tidak, sama seperti menurut saya pencerahan tanpa jhana adalah tidak logis. :)

Quote
Tapi kok tidak cocok dengan Maha-malunkyaputta-sutta, ya, di mana ternyata lewat jhana-1 saja orang sudah bisa mencapai nibbana. ... Jadi Anda pusing ... karena definisi 'samma-samadhi' mulai goyah. ...
Coba pak hud periksa ke postingan saya sebelumnya selalu konsisten koq. Masih belum berubah. coba saya posting komentar saya atas postingan pak hud
Quote
Quote
OK ... semoga Anda mencapai jhana ke-4 dengan cepat, sesuai Sutta, your way ...
Nga harus ke 4 koq  Grin amiiiinn
Menurut Pak Hud saya berpikir harus mencapai jhana ke 4, saya menjawab TIDAK harus sampai jhana ke 4.


Quote
Karena nimitta itulah sesungguhnya tanda bagi tercapainya "jhana"  ... itu yang dialami dan diajarkan oleh para master jhana selama 2500 tahun sampai sekarang.
Didalam thread "apa itu jhana" jg sudah dibahas hal ini. Masalahnya nimitta itu dijelaskan oleh para guru meditasi yg menggunakan visuddhimagga sebagai pegangan. yah rujukannya demikian, hasilnya juga demikian. Dikatakan nimitta itu faktor PENTING untuk mencapai jhana dalam visuddhimagga, yah tetapi Sang Buddha "lupa" menjelaskannya dalam kotbahnya. Saya lebih memilik definisi dari Sang Buddha dibanding Buddhaghosa.

Quote
Jhana tidak se-simple itu seperti rumusan dalam sutta itu. ... Kalau jhana sesimple itu, maka dalam waktu 1-2 jam saja setiap orang yang melakukan anapanasati akan mencapai jhana-1 ... lalu mudah sekali orang mencapai nibbana melalui jhana-1 saja. ... Kenyataannya jauh dari harapan ... apa daya tangan tak sampai. ... Smiley
Yang sudah mencapai jhana 4 kenapa tidak langsung nibbana pak ? Kenapa orang yang bisa melihat kehidupan lampau tidak langsung nibbana ? Kenapa orang yang sempat sesaat hilang akunya lewat mmd kenapa tidak nibbana pak?

IMO, pencerahan itu tidak sesimple itu perlu banyak faktor2x, ketika jalan mulia berunsur 8 terpenuhi, disana "path to the deathless" terbentang.

Quote
Tahukah Anda, bahwa rumusan jhana yang terbatas pada Sutta, tanpa diperinci (bukan diubah) oleh Visuddhimagga, plus rumusan belenggu-belenggu yang patah pada seorang Sotapanna, inilah yang digunakan oleh seorang bule bernama Jeff Brooks, untuk mengklaim dirinya sebagai Sotapanna, dan memakai nama "Sotapanna Jhanananda". Ia menahbiskan dirinya menjadi bhikkhu, karena permintaan upasampada kepada beberapa Sangha di Thailand dan Sri Lanka tidak dikabulkan (mungkin karena ia tidak mau menetap untuk beberapa lama di sana), lalu membentuk The Western Buddhist Order, yang diklaimnya sebagai Yana Keempat. Dalam beberapa tulisannya, ia bahkan mengimplikasikan dirinya sudah menjadi arahat. Baginya, jhana ya sesimple yang tercantum dalam Sutta. Dia banyak menulis di internet, mempertahankan tesisnya itu, dengan banyak mengutip sutta-sutta. Kalau orang tidak hati-hati, mudah sekali terbawa oleh argumentasinya. ... Kabarnya dia sekarang sedang kesulitan keuangan di Colorado sana. ...  Grin Grin
Tahu koq. Saya kan ada mempelajari pendapat dia juga. Cuma nga begitu sreg karena interpretasinya agak berbeda. Setahu saya dia itu awalnya mengaku sotapanna dan kemudia mengaku anagami, bukan arahat.
Dia banyak menggabungkan pandangan2x mistik seperti kabalist, christian contemplative, sufi, rumi, kabir dst.
Kalau pak Hud kan hanya Buddha, JK dan Bernadette Roberts sejauh ini.

Quote
Jadi, bagi seorang pemeditasi, apa yang kita bicarakan sampai sekarang ini sama sekali tidak perlu, malah bisa mengalihkan perhatian dan menghalangi latihan
Tergantung sudut pandang orangnya. Mungkin buat saya dan pak hud yang memang tidak, buat orang yg masih berteori ketika meditasi tentu itu menganggu. ;)

----------------------

Saya coba update yah menurut saya:

SUMEDHO:

(1) Sang Buddha mengajarkan dibutuhkannya 'samma-samadhi' sebagai bagian dari 'ariya-atthangika-magga';
(2) dalam beberapa sutta, 'samma-samadhi' berarti "jhana-1, jhana-2, jhana-3, jhana-4" -- inilah definisi 'samma-samadhi' dari 'ariya-atthangika-magga', tercatat pada SN 45.8, Magga-vibhanga Sutta (An Analysis of the Path) dan definisi ini tidak "setinggi" yang dikatakan dalam visudhimagga;
(3) lalu diasumsikan bahwa definisi 'samma-samadhi' ini terdapat dalam setiap petunjuk yang diajarkan oleh Sang Buddha di seluruh Tipitaka, tidak peduli bahkan ketika Sang Buddha tidak menyebut-nyebut jhana sama sekali, atau ketika Sang Buddha menyebut cukup hanya lewat jhana-1 saja orang bisa mencapai nibbana selama jalan berunsur 8 terpenuhi.

HUDOYO:

(1) Sang Buddha menyebut 'samma-samadhi' sebagai bagian dari 'ariya-atthangika-magga' sejak khotbah pertamanya, Dhammacakkappavattana-sutta -- 'samma-samadhi' ini tidak didefinisikan dalam khotbah pertama itu; Akan tetapi definisi dari ariya-atthangika-magga' pada kotbah selanjutkan tidak bisa dijadikan rujukan karena itu tidak selalu berlaku, tergantung individu-nya.
(2) Di seluruh Sutta Pitaka, terdapat bukti-bukti bahwa Sang Buddha mengajar samadhi untuk mencapai nibbana secara berbeda-beda kepada individu-individu yang berbeda:
* ada yang berisi jhana-1 bertingkat-tingkat sampai jhana-4;
* ada yang cukup sampai jhana-1 saja;
* ada yang mencakup arupa-jhana sampai tercapai sanna-vedayita-nirodha;
* ada yang melalui jhana-4, lalu mengembangkan abhinna sampai abhinna ke-6;
* ada yang melalui vipassana murni tanpa menyebut-nyebut jhana sama sekali.
(3) Oleh karena itu diasumsikan TIDAK MUNGKIN dibuat SATU definisi BAKU tentang 'samma-samadhi', karena membuat satu definisi seperti itu berarti mengingkari FAKTA bahwa Sang Buddha mengajarkan samadhi yang berbeda-beda kepada individu-individu yang berbeda.

----------

Saya ada sedikit revisi sedikit utk kesimpulan dua belah pihak pak. Kalau sudah cukup, kita akhiri :)
There is no place like 127.0.0.1