hehehe... Rekan Evo, tampaknya
orang sadar dan
orang gila itu memang
sukar dibedakan secara lahiriah.
... Lihat saja, bagaimana para
Master Zen sering bertingkah laku
seperti orang gila ... masak
buddharupang dijadikan
kayu bakar ...
... Masak ada Master yang bilang:
"Kalau ketemu Buddha di jalan, bunuh dia." Nah, kesimpulan dari kegilaan MMD ialah:
Bila Anda mengamati
lobha, dosa, moha bermunculan dalam
batin Anda ... maka
aku/atta Anda
makin lama makin tipis ... bersama dengan semakin tipisnya aku/atta, maka
metta &
karuna pun berkembang dalam batin Anda,
tanpa Anda
menyadari bahwa Anda punya
metta-karuna, karena Anda
tidak pernah berlatih mengembangkan metta-karuna ... Tetapi, begitu Anda menyadari
"Aku penuh cinta kasih", maka di situ
atta Anda
muncul kembali, dan
metta Anda menjadi
palsu atau
munafik. (Kalau saya sadar bahwa saya sudah
berdana, dan berpikir
"Wah, saya sudah berdana besar", maka dana saya menjadi
palsu atau
munafik.) ...
Jadi, yang perlu kita lakukan sederhana sekali:
amati saja lobha, dosa, moha itu (semua itu
aku/atta) bermunculan dalam batin,
terus-menerus ... tanpa khusus
ber-metta-bhavana, yang cuma
memperkuat si aku/atta ini. ... Nah, gila nggak?
...
Lebih gila lagi: jangan berlatih
sati-patthana ("mengembangkan kesadaran") ... Alih-alih,
sadari saat-saat Anda tidak sadar (penuh
lobha, dosa, moha) ... dengan sendirinya
sati akan berkembang, tanpa disengaja-kembangkan, dan
lobha, dosa, moha lenyap ... tanpa punya pikiran:
"Wah, sati-ku sudah berkembang,", yang kembali lagi adalah
atta &
lobha.
...
Dan
mengamati lobha, dosa, moha itu adalah
pekerjaan seumur hidup ... sampai tercapai
KEPADAMAN (
nibbana). ... Dalam MMD yang ditekankan adalah
kepadaman ... bukan mencapai
"kebahagiaan tertinggi" (sekalipun ada pepatah
"nibbanam paramam sukham"). ...
Dalam
Bahiya-sutta, Sang Buddha menegaskan:
"... kalau kamu bisa berada dalam keadaan itu, maka KAMU TIDAK ADA. ... Inilah, dan hanya inilah, akhir dari dukkha."*****
Membaca cerita Anda, tampaknya Anda sudah memperoleh salah satu
pencerahan (
nyana,
insight), biarpun "kecil": yakni
tidak adanya roh/diri/jiwa yang kekal-abadi, kalau memang
pemahaman ini berasal dari
KESADARAN LANGSUNG dan
BUKAN hasil
perenungan atau
pemikiran.
Pencerahan ini
sangat penting; anggapan tentang adanya roh/diri yang kekal disebut
sakkaya-ditthi. Maka, menurut teori Buddhis, tinggal
dua belenggu lagi perlu patah dalam batin Anda sebelum Anda menjadi
Sotapana, yakni:
(1)
vicikiccha (
keraguan) - ragu-ragu akan kenyataan
pembebasan itu sendiri - ini bukan
keraguan intelektual, melainkan
keraguan EKSISTENSIAL, keraguan yang dirasakan dalam
lubuk kesadaran yang paling dalam;
(2)
silabbata-paramasa -
melekat pada ritualisme (misalnya: namaskara, baca paritta, buang sial, melepas burung dsb), menganggap bahwa ritualisme seperti itu bisa menyelamatkan kita.
Tapi, semua itu kan bagi kita sebatas teori/pengetahuan Buddhis. Kalau mau menjadi Sotapana, jangan sekali-kali mengharapkan menjadi Sotapana. ... Gila lagi, nggak?
*****
Tentang "makhuk lain" silakan kirimkan posting Anda.
... Tapi saya sudah menyiapkan jawabannya, kok; pakai bahasa Betawi: "Nape lo mikirin makhluk lain??" ... Bersikaplah, "EGP ..."
... Gila, nggak?
Salam,
Hudoyo