//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Topics - markosprawira

Pages: 1 ... 81 82 83 84 85 86 87 [88]
1306
Buddhisme untuk Pemula / T i r a t a n a
« on: 16 July 2007, 01:36:31 PM »
PENGERTIAN TIRATANA
Kata Tiratana terdiri dari kata Ti, yang artinya tiga dan Ratana, yang artinya permata / mustika; yang maknanya sangat berharga. Jadi, arti Tiratana secara keseluruhan adalah Tiga Permata (Tiga Mustika) yang nilainya tidak bisa diukur; karena merupakan sesuatu yang agung, luhur, mulia, yang perlu sekali dimengerti (dipahami) dan diyakini oleh umat Buddha.

ISI TIRATANA
Sesuai dengan arti katanya, yaitu Tiga Mustika atau Tiga Permata, maka isi Tiratana memang terdiri dari 3 permata atau tiga ratana, yaitu: Buddha Ratana; Dhamma Ratana; dan Sangha Ratana.

Buddha Ratana:


Sang Buddha adalah guru suci junjungan kita
Yang telah memberikan ajarannya kepada umat manusia dan para dewa
Untuk mencapai kebebasan mutlak (Nibbãna)
Dhamma Ratana:

Dhamma adalah kebenaran mutlak, dan juga merupakan ajaran Buddha
Yang menunjukkan umat manusia dan para dewa ke jalan yang benar, yaitu yang terbebas dari kejahatan, dan
Membimbing mereka mencapai kebebasan mutlak (Nibbãna)
Sangha Ratana

Sangha adalah persaudaraan Bhikkhu suci, yang telah mencapai tingkat-tingkat kesucian (Sotapana, Sakadagami, Anagami, Arahat)
Sebagai pengawal dan pelindung Dhamma
Mengajarkan Dhamma kepada orang lain untuk ikut melaksanakannya sehingga bisa mencapai kebebasan mutlak (Nibbãna)
Secara sistematik, dapat disimak pada skema berikut ini:



PENJELASAN TIRATANA

BUDDHA
Arti Buddha (dalam Khuddaka Nikaya) adalah:

Dia Sang Penemu (Bujjhita) Kebenaran
Ia yang telah mencapai Pengerangan Sempurna
Ia yang memberikan penerangan (Bodhita) dari generasi ke generasi
Ia yang telah mencapai kesempurnaan melalui 'penembusan', sempurna penglihatannya, dan mencapai kesempurnaan tanpa bantuan siapapun.
Di dalam Anguttara Nikaya Tikanipata 20/265, disebutkan tentang sifat-sifat mulia Sang Buddha, atau disebut Buddhaguna. Ada sembilan Buddhaguna, yaitu:

Araham= manusia suci yang terbebas dari kekotoran batin
Sammasambuddho = manusia yang mencapai penerangan sempurna dengan usahanya sendiri
Vijjacaranasampanno = mempunyai pengetahuan sempurna dan tindakannya juga sempurna
Sugato = yang terbahagia
Lokavidu = mengetahui dengan sempurna keadaan setiap alam
Anuttaro purisadammasarathi = pembimbing umat manusia yang tiada bandingnya
Satta devamanussanam = guru para dewa dan manusia
Buddho = yang sadar
Bhagava = yang patut dimuliakan (dijunjung)
Tingkat kebuddhaan adalah tingkat pencapaian penerangan sempurna. Menurut tingkat pencapaiannya, Buddha dibedakan menjadi 3 macam, yaitu:

Samma sambuddho

Orang yang mencapai tingkat kebuddhaan dengan usahanya sendiri, tanpa bantuan mahluk lain
Mampu mengajarkan ajaran yang ia peroleh (Dhamma) kepada mahluk lain
Yang diajar tersebut bisa mencapai tingkat-tingkat kesucian seperti dirinya
 

Pacceka Buddha

Orang yang mencapai tingkat kebuddhaan dengan usahanya sendiri, tanpa bantuan mahluk lain
Tidak mengajarkan ajaran yang ia peroleh kepada mahluk lain secara meluas
Yang diajar tersebut belum mampu mencapai tingkat-tingkat kesucian seperti dirinya.
 

Savaka Buddha

Orang yang mencapai tingkat kebuddhaan karena mendengarkan dan melaksanakan ajaran dari Sammasambuddha
Mampu mengajarkan ajaran yang ia peroleh kepada mahluk lain.
Yang diajar bisa mencapai tingkat-tingkat kesucian seperti dirinya.
 

Para Buddha pada dasarnya mempunyai tiga prinsip dasar ajaran, yaitu seperti yang tercantum di dalam Dhammapada 183 sebagai berikut:

Sabbapapassa akaranam = tidak melakukan segala bentuk kejahatan
Kusalasupasampada = senantiasa mengembangkan kebajikan
Sacittapariyodapanam = membersihkan batin atau pikiran
Etam buddhana sasanam = inilah ajaran para Buddha

Ajaran Sang Buddha memberikan bimbingan kepada kita untuk membebaskan batin dari kemelekatan kepada hal yang selalu berubah (anicca), yang menimbulkan ketidakpuasan (dukkha); karena semuanya itu tidak mempunyai inti yang kekal, tanpa kepemilikan (anatta). Usaha pembebasan ini dilakukan sesuai dengan kemampuan dan pengertian masing-masing individu.

Jadi, ajaran Buddha bukan merupakan paksaan untuk dilaksanakan. Sang Buddha hanya penunjuk jalan pembebasan, sedangkan untuk mencapai tujuan itu tergantung pada upaya masing-masing. Bagi mereka yang tidak ragu-ragu lagi dan dengan semangat yang teguh melaksanakan petunjuk-Nya itu, pasti akan lebih cepat sampai dibandingkan dengan mereka yang masih ragu-ragu dan kurang semangat.

Adalah bijaksana bila sebagai umat Buddha, setelah terlahir sebagai manusia janganlah tenggelam di dalam kepuasan sang 'aku'. Di dunia ini kita telah diberi warisan yang sangat berharga oleh para bijaksana. Sungguh bahagia bagi manusia yang bisa menerima ajaran Buddha yang telah dibabarkan di hadapan kita. Mengapa? Karena hadirnya seorang Buddha di alam kehidupan ini adalah sangat jarang. Di dalam Dhammapada 182 disebutkan demikian:

Kiccho manussapatilabho = sungguh sulit untuk dapat dilahirkan sebagai manusia
Kiccho maccana jivitam = sungguh sulit kehidupan manusia
Kiccho saddhammasavanam = sungguh sulit untuk dapat mendengarkan ajaran benar
Kiccho Buddhanam uppado = sungguh sulit munculnya seorang Buddha

Jadi, manfaatkanlah kehidupan kita sebagai manusia sekarang ini untuk lebih giat lagi mempelajari Dhamma yang telah diajarkan oleh Sang Buddha. Ajaran Sang Buddha yang telah dibabarkan kepada manusia dan bahkan juga kepada para dewa, adalah demi keuntungan manusia dan para dewa itu sendiri guna mencapai Kebebasan Mutlak (Nibbãna).

 

DHAMMA

Dhamma berarti kebenaran, kesunyataan, atau bisa juga dikatakan sebagai ajaran sang Buddha. Istilah Dhamma ini mempunyai arti yang sangat luas, yaitu mencakup tidak hanya segala sesuatu yang bersyarat saja, tetapi juga mencakup yang tidak bersyarat / yang mutlak. Untuk lebih jelasnya, dapat diuraikan dalam penjelasan berikut ini.

Dhamma terbagi menjadi dua bagian, yaitu Paramattha Dhamma dan Pannatti Dhamma.

Paramattha Dhamma = kenyataan tertinggi, ada 4, yaitu citta (kesadaran), cetasika (faktor batin), rupa (materi), dan Nibbana
Pannatti Dhamma = sebutan, konsep, untuk dijadikan panggilan atau sebutan sesuai dengan keinginan manusia.
Paramattha Dhamma terbagi lagi menjadi dua macam, yaitu Sankhata Dhamma dan Asankhata Dhamma.

Sankhata Dhamma, berarti keadaan yang bersyarat, yaitu:
Tertampak dilahirkan / timbulnya (uppado pannayati)
Tertampak padamnya (vayo pannayati)
Selama masih ada, tertampak perubahan-perubahannya (thitassa annathattan pannayati)
Asankhata Dhamma, berarti sesuatu yang tidak bersyarat, yaitu:
Tidak dilahirkan (na uppado pannayati)
Tidak termusnah (na vayo pannayati)
Ada dan tidak berubah (na thitassa annathattan pannayati)
 

Nibbana disebut Asankhata Dhamma.

Di dalam Anguttara Nikaya Tikanipata 20/266, disebutkan tentang sifat Dhamma, atau Dhammaguna. Ada enam Dhammaguna, yaitu:

Svakkhato Bhagavata Dhammo Dhamma
Ajaran Sang Bhagava telah sempurna dibabarkan.
Sanditthiko
Berada sangat dekat (kesunyataan yang dapat dilihat dan dilaksanakan dengan kekuatan sendiri).
Akaliko
Tak ada jeda waktu atau tak lapuk oleh waktu
Ehipassiko
Mengundang untuk dibuktikan
Opanayiko
Menuntun ke dalam batin (dapat dipraktikkan)
Paccattam veditabbo vinnuhi
Dapat diselami oleh para bijaksana dalam batin masing-masing
Untuk dapat mengerti dengan benar mengenai Dhamma tersebut, maka kita harus melaksanakan dengan tiga tahap, yaitu:

Pariyatti Dhamma
Mempelajari Dhamma secara teori, dalam hal ini, yaitu mempelajari dengan tekun Kitab Suci Tipitaka.
Patipatti Dhamma
Melaksanakan (mempraktikkan) Dhamma tersebut di dalam kehidupan sehari-hari.
Pativedha Dhamma Hasil (penembusan), yaitu hasil menganalisa dan merealisasi kejadian-kejadian hidup melalui meditasi pandangan terang (vipassana) hingga merealisasi Kebebasan Mutlak.
Istilah Dhamma di atas, meliputi Sutta Pitaka, Vinaya Pitaka dan Abhidhamma Pitaka atau Kitab Suci Tipitaka.

Dhamma akan melindungi mereka yang mempraktikkan Dhamma. Praktik Dhamma akan membawa kebahagiaan. Barang siapa mengikuti Dhamma, maka tidak akan jatuh ke alam penderitaan.

 

SANGHA
Sangha berarti pesamuan atau persaudaraan para Bhikkhu. Kata Sangha pada umumnya ditujukan untuk sekelompok Bhikkhu. Ada 2 jenis Sangha (persaudaraan para Bhikkhu), yaitu:

Sammuti Sangha = persaudaraan para Bhikkhu biasa, artinya yang belum mencapai tingkat-tingkat kesucian.
Ariya Sangha = persaudaraan para Bhikkhu suci, artinya yang telah mencapai tingkat-tingkat kesucian.
Pengertian "Sangha" di dalam Sangha Ratana ini, berarti kumpulan para Ariya atau kumpulan para mahluk suci. Di dalam ajaran Agama Buddha, dikenal adanya mahluk suci, yang disebut dengan istilah Ariya Puggala. Ariya puggala ini ada 4 tingkat, yaitu:

Sotapanna = orang suci tingkat pertama (sotapatti-phala) yang terlahir paling banyak tujuh kali lagi.
Sakadagami = orang suci tingkat kedua (sakadagami-phala) yang akan terlahir sekali lagi (di alam nafsu).
Anagami = orang suci tingkat ketiga (anagami-phala) yang tidak akan terlahir lagi (di alam nafsu).
Arahat = orang suci tingkat keempat (arahatta-phala) yang terbebas dari kelahiran dan kematian).
Selain ditinjau dari 'belenggu' yang mengikat pada roda kehidupan yang harus dipatahkan, pengertian mahluk suci ini juga dapat ditinjau dari segi Kekotoran batin (kilesa)-nya, yang telah berhasil mereka basmi.

Di dalam Anguttara Nikaya, Tikanipata 20/267, disebutkan tentang sifat-sifat mulia Sangha, yang disebut Sanghaguna. Ada 9 jenis Sanghaguna, yaitu:

Supatipanno
Bertindak / berkelakuan baik
Ujupatipanno
Bertindak jujur / lurus
Nayapatipanno
Bertindak benar (berjalan di 'jalan' yang benar, yang mengarah pada perealisasian Nibbana)
Samicipatipanno
Bertindak patut, penuh tanggung jawab dalam tindakannya
Ahuneyyo
Patut menerima pemberian / persembahan
Pahuneyyuo
Patut menerima (diberikan) tempat bernaung
Dakkhineyyo
Patut menerima persembahan / dana
Anjalikaraniyo
Patut menerima penghormatan (patut dihormati)
Anuttaram punnakhettam lokassa
Lapangan (tempat) untuk menanam jasa yang paling luhur, yang tiada bandingnya di alam semesta.
Dalam Tiratana, yang dimaksud Sangha di sini berarti Ariya Sangha. Jadi kita berlindung kepada Ariya Sangha. Kita tidak berlindung kepada Sammuti Sangha; tetapi kita menghormati Sammuti Sangha karena para beliau ini mengemban amanat Sang Buddha sebagai penyebar Dhamma yang jalan hidupnya mengarah ke jalan Dhamma.

Para Bhikkhu Sangha yang selalu kokoh dalam Dhamma-Vinaya adalah merupakan ladang yang subur juga bagi para umat. Oleh karena itu para umat diharapkan juga bersedia berkewajiban menyokong agar para Bhikkhu Sangha kokoh dalam moralitas dan tindak-tanduknya.

 

Disusun oleh: Dhamma Study Group Bogor


1307
Sutta Vinaya / TIROKUDDA SUTTA
« on: 16 July 2007, 01:01:33 PM »
1 Di luar dinding mereka berdiri dan menanti,
dan di persimpangan-persimpangan jalan,
mereka kembali ke rumah yang dulu dihuninya dan menanti di muka pintu.
2 Tetapi bila diadakan pesta yang meriah
dengan makanan dan minuman beraneka ragam
Ternyata, tidak seorangpun yang ingat kepada
makhluk-mahkluk itu yang merupakan leluhur mereka
3 Hanya mereka yang hatinya penuh welas asih
memberikan sesajen kepada sanak keluarganya
berupa makanan dan minuman yang lezat,
dan disukai pada waktu itu
4/5 "Semoga buah dari jasa-jasa baik kita
melimpah kepada sanak keluarga yang telah meninggal.
Semoga mereka berbahagia."
Arwah sanak keluarga kita yang sedang berkumpul di tempat ini,
dengan gembira akan memberikan doa restu mereka
karena diberi makanan dan minuman yang berlimpah.
"Semoga sanakku berusia panjang,
sebab karena merekalah kami memperoleh sesajen yang lezat ini."
6/7 "Karena kami diberi penghormatan yang tulus,
maka yang memberinya pasti akan memperoleh buah jasa yang setimpal.
Karena di sana tidak ada pertanian,
dan juga tidak ada peternakan,
juga tidak ada perdagangan,
juga tidak ada lalu lintas uang dan emas."
Arwah dari sanak keluarga yang telah meninggal, hidup di sana dari pemberian kita di sini.
8 Bagaikan air mengalir dari atas bukit
terjun ke bawah untuk mencapai lembah yang kosong
Demikianpun sesajen yang diberikan dapat menolong
arwah dari sanak keluarga yang telah meninggal dunia.
9 Bagaikan sungai, bila airnya penuh
dapat mengalirkan airnya ke laut.
Demikianpun sesajen yang diberikan dapat menolong
arwah dari sanak keluarga yang telah meninggal dunia.
10/11 "Ia memberikan kepadaku, bekerja untukku,
ia sanakku, sahabatku, kerabatku,"
Memberikan sesajen kepada mereka yang telah meninggal dunia
dan mengingatkan kembali kepada apa yang mereka biasa lakukan.
Bukan ratap tangis, bukan kesedihan hati,
bukan perkabungan dengan cara apapun juga dapat menolong
mereka yang telah meninggal dunia
yang dilakukan sanak keluarga yang telah ditinggalkan
(karena perbuatan-perbuatan di atas tidak bermanfaat).
12 Tetapi bila persembahan ini dengan penuh bakti
diberikan kepada Sangha atas nama mereka,
dapat menolong mereka untuk waktu yang lama,
di kemudian hari maupun pada saat ini.
13 Tetapi diperlihatkan hakekat sesungguhnya dari sesajen bagi arwah sanak keluarga,
dan bagaimana penghormatan yang lebih bernilai dapat diberikan,
dan bagaimana para bhikkhu dapat diberikan kekuatan
dan bagaimana Anda sendiri dapat menimbun buah-buah karma yang baik.

(Sumber: Aneka Sutta, Penyusun : Maha Pandita Sumedha Widyadharma,
Diterbitkan oleh Yayasan Dana Pendidikan Buddhis Nalanda 1992)

1308
Sutta Vinaya / Membagikan Jasa (Petikan Milinda Panha)
« on: 16 July 2007, 11:04:58 AM »
74. Membagikan Jasa
Petikan Milinda Panha
(Perdebatan Raja Milinda dengan YM Nagasena)


"Apakah ada kemungkinan bagi keluarga yang telah meninggal untuk ikut menerima jasa dari suatu perbuatan bajik?"

"Tidak. Hanya mereka yang dilahirkan sebagai setan kelaparan yang makanannya adalah perbuatan bajik orang lainlah yang dapat ikut menerima jasa. Mereka yang dilahirkan di neraka, surga, terlahir sebagai binatang, setan kelaparan yang makanannya muntahan, atau setan yang selalu lapar dan haus, atau setan kelaparan yang dipenuhi nafsu keinginan, tidak akan mendapatkan manfaat."

"Kalau begitu, persembahan di dalam kasus-kasus itu tidak ada gunanya, karena mereka yang diberi tidak mendapat manfaat."

"Tidak demikian, O baginda. Persembahan-persembahan itu bukannya tidak berbuah atau tanpa hasil, karena si pemberi sendiri mendapat manfaat darinya."

"Yakinkanlah aku dengan alasan."

"Bila beberapa orang telah menyiapkan hidangan dan mengunjungi sanak saudaranya, tetapi sanak saudara
mereka tidak menerima pemberian itu, apakah pemberian tersebut menjadi sia-sia?"

"Tidak, Yang Mulia, si pemilik sendiri dapat memakannya."

"Demikian juga, O baginda, si pemberi persembahan mendapatkan manfaat dari persembahan dana tersebut."

"Kalau begitu, apakah juga mungkin membagikan ketidakbajikan?"

"Ini bukanlah pertanyaan yang patut diajukan, O baginda. Anda kemudian akan bertanya kepada saya mengapa ruang angkasa tidak berbatas dan mengapa manusia dan burung berkaki dua sedangkan rusa berkaki empat!"
"Aku tidak bertanya begitu untuk menjengkelkan Anda, tetapi ada banyak orang di dunia ini yang bertujuan jahat atau tidak dapat melihat."

"Meskipun air dari dalam tangki dapat digunakan untuk membuat tanaman tumbuh dan berbuah, tetapi air laut tidak mungkin digunakan. Perbuatan jahat tidak dapat dibagikan kepada siapa pun yang tidak melakukannya dan tidak menyetujuinya. Orang dapat mengalirkan air ke tempat yang jauh dengan mengunakan pipa tetapi mereka tidak dapat mengalirkan batu yang padat dengan cara yang sama. Ketidakbajikan adalah sesuatu yang jahat, sedangkan kebajikan adalah sesuatu yang luar biasa."

"Berikanlah ilustrasi."

"Jika setetes air jatuh ke tanah, apakah air itu dapat mengalir sepanjang lima puluh atau enam puluh kilometer?"

"Tentu saja tidak, Yang Mulia. Titik air itu hanya akan mempengaruhi tanah di mana ia jatuh."

"Mengapa demikian?"

"Karena sifat sedikitnya."

"Demikian juga, O baginda, ketidakbajikan adalah sesuatu yang jahat dan karena sifat sedikitnya, ia hanya dapat mempengaruhi si pelaku saja dan tidak dapat dibagikan. Tetapi jika ada hujan badai yang sangat hebat, apakah airnya akan sampai ke mana-mana?"

"Tentu saja, Yang Mulia, bahkan bisa sejauh lima puluh atau enam puluh kilometer."

"Demikian juga, O baginda, kebajikan adalah sesuatu yang hebat dan karena sifat melimpahnya, ia dapat dibagikan baik kepada manusia maupun dewa."

"Yang Mulia Nagasena, mengapa ketidakbajikan begitu terbatas sifatnya, sedangkan kebajikan dapat menjangkau lebih Jauh?"

"Siapa pun, O baginda, yang memberikan persembahan, menjalankan moralitas dan mempraktekkan Uposatha, dia akan merasa gembira dan damai. Karena damai, kebajikannya bahkan menjadi makin melimpah. Bagaikan kolam yang segera terisi penuh lagi dari segala arah setelah air mengalir keluar dari satu sisi. Demikian juga, O baginda, jika seseorang mengirimkan kebajikan yang telah dilakukannya kepada orang lain, bahkan selama seratus tahun pun kebajikannya akan semakin bertumbuh. Itulah sebabnya kebajikan begitu hebat. Tetapi dengan perbuatan jahat, O baginda, orang akan dipenuhi oleh penyesalan dan pikirannya tidak akan dapat terlepas dari buah pikir tentang hal itu. Dia akan merasa tertekan dan tidak memperoleh kedamaian, karena merasa sengsara dan putus asa dia menjadi tersia-sia. Seperti halnya, O baginda, setetes air yang jatuh di sungai yang kering tidak akan menambah isi sungai itu melainkan langsung tertelan di tempat itu juga. Itulah sebabnya ketidakbajikan sangat jahat dan mempunyai sifat sedikit."

1309
Sutta Vinaya / Membalas Budi Orang Tua
« on: 10 July 2007, 09:05:16 AM »
Kunyatakan, O para bhikkhu, ada dua orang yang tidak pernah dapat dibalas budinya oleh seseorang . Siapakah dua orang itu? Ibu dan Ayah.

Bahkan seandainya saja seseorang memikul ibunya ke mana-mana di satu bahunya dan memikul ayahnya di bahu yang lain, dan ketika melakukan ini dia hidup seratus tahun, mencapai usia seratus tahun; dan seandainya saja dia melayani ibu dan ayahnya dengan meminyaki mereka, memijit, memandikan, dan menggosok kaki tangan mereka, serta membersihkan kotoran mereka di sana-bahkan perbuatan itu pun belum cukup, dia belum dapat membalas budi ibu dan ayahnya. Bahkan seandainya saja dia mengakat orang tuanya sebagai raja dan penguasa besar di bumi ini, yang sangat kaya dalam tujuh macam harta, dia belum berbuat cukup untuk mereka, dia belum dapat membalas budi mereka. Apakah alasan untuk hal ini? Orang tua berbuat banyak untuk anak mereka; mereka membesarkannya, memberi makan, dan membimbingnya melalui dunia ini.

Tetapi, O para bhikkhu, seseorang yang mendorong orangtuanya yang tadinya tidak percaya, membiasakan dan mengukuhkan mereka di dalam keyakinan; yang mendorong orangtuanya yang tadinya tidak bermoral, membiasakan dan mengukuhkan mereka di dalam moralitas; yang mendorong orang tuanya yang tadinya kikir, membiasakan dan mengukuhkan mereka di dalam kedermawanan; yang mendorong orangtuanya yang tadinya bodoh batinya, membiasakan dan mengukuhkan mereka di dalam kebijaksanaan -seperti orang itu, O para bhikkhu, telah berbuat cukup untuk ibu dan ayahnya; dia telah membalas budi mereka dan lebih dari membalas budi atas apa yang telah mereka lakukan.

Kelompok Dua, Anguttara Nikaya.
(dikutip dari buku: Petikan Anguttara Nikaya, Kitab Suci Agama Buddha, terbitan Wisma Sambodhi, halaman 90 - 91)

1310
Sutta Vinaya / Nanda Sutta (Ud III.2) -- Mengenai Nanda
« on: 09 July 2007, 01:02:00 PM »
Demikian telah kudengar. Satu ketika Sang Bhagava tengah bersemayam dekat Savatthi, di Hutan Jeta, Taman Anathapindika. Adapun pada saat itu YM Nanda -- saudara tiri Sang Bhagava, putra bibi dari pihak ibu -- memberitahu sejumlah besar bhikkhu, "Aku tidak puas menjalani kehidupan suci, sobat-sobat. Aku tidak dapat memikul kehidupan suci. Berhenti dari latihan ini, aku akan kembali ke kehidupan awam."

Kemudian seorang bhikkhu tertentu pergi kepada Sang Bhagava dan, ketika tiba, setelah menyalami beliau, duduk di satu sisi. Sementara ia tengah duduk di sana, ia berkata kepada Sang Bhagava: "Bhante, YM Nanda -- saudara tiri Sang Bhagava, putra bibi dari pihak ibu -- telah memberitahu sejumlah besar bhikkhu, 'Aku tidak puas menjalani kehidupan suci, sobat-sobat. Aku tidak dapat memikul kehidupan suci. Berhenti dari latihan ini, aku akan kembali ke kehidupan awam.'"

Kemudian Sang Bhagava mengamanatkan seorang bhikkhu tertentu, "Mari, bhikkhu. Atas namaku, panggillah Nanda, katakan, 'Sang Guru memanggilmu, sobat.'"

"Baiklah, bhante," bhikkhu tersebut menjawab dan, setelah pergi kepada YM Nanda, ketika tiba ia berkata, "Sang Guru memanggilmu, sobat."

"Baiklah, sobat," YM Nanda menyahut. Kemudian ia pergi kepada Sang Bhagava dan, ketika tiba, setelah menyalami beliau, duduk di satu sisi. Sementara ia tengah duduk di sana, Sang Bhagava berkata kepadanya, "Apakah benar, Nanda, bahwa engkau telah memberitahu sejumlah besar bhikkhu, 'Aku tidak puas menjalani kehidupan suci, sobat-sobat. AKu tidak dapat memikul kehidupan suci. Berhenti dari latihan ini, aku akan kembali ke kehidupan awam.'?"

"Ya, bhante."

"Namun mengapa, Nanda, engkau tidak puas menjalani kehidupan suci?"

"Bhante, sewaktu aku meninggalkan rumah, seorang gadis Sakya -- tercantik di seluruh negeri -- mengerling kepadaku, dengan rambutnya yang setengah tersisir, dan berkata, 'Kembalilah segera, tuan.' Mengingat itu, aku tidak puas menjalani kehidupan suci. Aku tidak dapat memikul kehidupan suci. Berhenti dari latihan ini, aku akan kembali ke kehidupan awam."

Kemudian, memegang tangan YM Nanda -- bagai seorang lelaki yang kuat dapat melenturkan lengannya yang terjulur atau menjulurkan lengannya yang terlentur -- Sang Bhagava lenyap dari Hutan Jeta dan muncul kembali di antara para dewa di Surga Tavatimsa. Adapun pada saat itu kira-kira 500 bidadari berkaki-merah-muda telah datang untuk melayani Sakka, penguasa para dewa. Dan Sang Bhagava berkata kepada YM Nanda, "Nanda, apakah engkau melihat 500 bidadari berkaki-merah-muda itu?"

"Ya, bhante."

"Bagaimana pendapatmu, Nanda: Yang mana lebih cantik, lebih indah dipandang, lebih mempesona -- si gadis Sakya, yang tercantik di seluruh negeri, atau 500 bidadari berkaki-merah-muda ini?"

"Bhante, dibanding dengan 500 bidadari berkaki-merah-muda ini, si gadis Sakya, yang tercantik di seluruh negeri itu, seperti seekor monyet hangus dengan telinga dan hidung buntung. Dia tidak masuk hitungan. Dia bahkan tidak nempil sedikitpun. Sama sekali tidak bisa diperbandingkan. Lima ratus bidadari ini jauh lebih cantik, lebih indah dipandang, lebih mempesona."

"Lalu bergembiralah, Nanda. Bergembiralah! Aku adalah jaminanmu untuk memperoleh 500 bidadari berkaki-merah-muda."

"Bila Sang Bhagava adalah jaminanku untuk memperoleh 500 bidadari berkaki-merah-muda, aku akan puas menjalani kehidupan suci di bawah Sang Bhagava."

Kemudian, memegang tangan YM Nanda -- bagai seorang lelaki yang kuat dapat melenturkan lengannya yang terjulur atau menjulurkan lengannya yang terlentur -- Sang Bhagava lenyap dari antara para dewa di Surga Tavatimsa dan muncul kembali di Hutan Jeta. Para bhikkhu mendengar, "Mereka bilang bahwa YM Nanda -- saudara tiri Sang Bhagava, putra bibi dari pihak ibu -- menjalani kehidupan suci demi para bidadari. Mereka bilang bahwa Sang Bhagava adalah jaminannya untuk memperoleh 500 bidadari berkaki-merah-muda."

Kemudian para bhikkhu yang adalah sahabat dari YM Nanda berkeliling dengan menyebutnya sebagai orang upahan dan pedagang: "Sahabat kita Nanda, mereka bilang, adalah orang upahan. Sahabat kita Nanda, mereka bilang, adalah pedagang. Ia menjalani kehidupan suci demi para bidadari. Sang Bhagava adalah jaminannya untuk memperoleh 500 bidadari berkaki-merah-muda."

Kemudian YM Nanda -- merasa terhina, malu, dan muak bahwa para bhikkhu yang adalah sahabatnya menyebutnya sebagai orang upahan dan pedagang -- pergi untuk bersemayam menyendiri, waspada, tekun, dan penuh tekad. Ia tak lama kemudian masuk dan bersemayam dalam tujuan utama dari kehidupan suci yang untuk itu para putra kaum dengan benar berkelana dari kehidupan berumah ke tak-berumah, mengetahui dan menyadari itu untuk dirinya di sini dan sekarang. Ia mengetahui: "Kelahiran berakhir, kehidupan suci terpenuhi, tugas terlaksana. Tiada lagi demi dunia ini." Dan dengan demikian YM Nanda
menjadi salah seorang dari para arahat.

Kemudian satu dewa tertentu, pada malam yang sangat larut, cahayanya yang sangat luar biasa menerangi seluruh Hutan Jeta, menghampiri Sang Bhagava. Ketika tiba, setelah menyalami beliau, ia berdiri di satu sisi. Sementara ia tengah berdiri di sana, ia berkata kepada Sang Bhagava: "Bhante, YM Nanda --
saudara tiri Sang Bhagava, putra bibi dari pihak ibu -- lewat habisnya noda-noda, telah masuk dan bersemayam dalam pembebasan benak serta pembebasan kebijaksanaan yang tanpa noda, mengetahui dan menyadari itu untuk dirinya di sini dan sekarang." Dan pada Sang Bhagava, pengetahuan muncul: "Nanda, lewat habisnya noda-noda, telah masuk dan bersemayam dalam pembebasan benak serta pembebasan kebijaksanaan yang tanpa noda, mengetahui dan menyadari itu untuk dirinya di sini dan sekarang."

Kemudian, ketika malam telah berlalu, YM Nanda pergi kepada Sang Bhagava dan, ketika tiba, setelah menyalami beliau, duduk di satu sisi. Sementara ia tengah duduk di sana, ia berkata kepada Sang Bhagava: "Bhante, mengenai Sang Bhagava sebagai jaminanku untuk memperoleh 500 bidadari berkaki-merah-muda, aku dengan ini membebaskan Sang Bhagava dari janji tersebut."

"Nanda, setelah meliput benakmu dengan benakku sendiri, aku menyadari bahwa 'Nanda, lewat habisnya noda-noda, telah masuk dan bersemayam dalam pembebasan benak serta pembebasan kebijaksanaan yang tanpa noda, mengetahui dan menyadari itu untuk dirinya di sini dan sekarang.' Dan satu dewa memberitahuku bahwa 'YM Nanda, lewat habisnya noda-noda, telah masuk dan bersemayam dalam pembebasan benak serta pembebasan kebijaksanaan yang tanpa noda, mengetahui dan menyadari itu untuk dirinya di sini dan sekarang.' Ketika pikiranmu terbebas dari noda-noda lewat ketaklekatan, aku dengan begitu terbebas dari janji tersebut."

Kemudian, menginsyafi pentingnya hal tersebut, Sang Bhagava ketika itu mengutarakan sabda ini:

Orang yang telah
menyeberangi lumpur,
meremukkan duri keinderawian,
mencapai akhir ketidaktahuan,
adalah seorang bhikkhu yang tak terganggu
oleh kebahagiaan & penderitaan.

1311
Sutta Vinaya / Yasoja Sutta (Ud III.3) -- Mengenai Yasoja
« on: 09 July 2007, 12:46:43 PM »
Demikian telah kudengar. Satu ketika Sang Bhagava tengah bersemayam dekat Savatthi, di Hutan Jeta, Taman Anathapindika. Adapun pada saat itu kira-kira 500 bhikkhu, diketuai oleh YM Yasoja, telah tiba di Savatthi untuk menemui Sang Bhagava. Sementara para bhikkhu pengunjung ini tengah bertukar salam
dengan para bhikkhu tuan-rumah, membenahi pemondokan, dan menyimpan jubah & mangkuk, mereka membuat suara yang keras, kegaduhan yang hingar bingar. Kemudian Sang Bhagava berkata kepada YM Ananda, "Ananda, apakah suara yang keras itu, kegaduhan yang hingar bingar itu, bagai para nelayan dengan ikan tangkapan mereka?"

"Bhante, mereka kira-kira 500 bhikkhu, diketuai oleh YM Yasoja, yang telah tiba di Savatthi untuk menemui Sang Bhagava. Sementara para bhikkhu pengunjung ini tengah bertukar salam dengan para bhikkhu tuan-rumah, membenahi pemondokan, dan menyimpan jubah & mangkuk, mereka membuat suara yang keras, kegaduhan yang hingar bingar."

"Kalau demikian, Ananda, amanatkan para bhikkhu itu atas namaku, 'Sang Guru memanggil kalian, sobat-sobat.'"

Menanggapi, "Baiklah, bhante," YM Ananda pergi kepada para bhikkhu tersebut dan berkata, "Sang Guru memanggil kalian, sobat-sobat."

"Baiklah, sobat," para bhikkhu menanggapi YM Ananda dan lalu pergi kepada Sang Bhagava. Setelah tiba mereka menyalami beliau dan duduk di satu sisi. Sementara mereka tengah duduk di sana, Sang Bhagava berkata kepada mereka, "Para bhikkhu, mengapa kalian membuat suara yang keras itu, kegaduhan yang
hingar bingar itu, bagai para nelayan dengan ikan tangkapan mereka?"

Ketika ini dikatakan, YM Yasoja berkata kepada Sang Bhagava, "Bhante, 500 bhikkhu ini telah tiba di Savatthi untuk menemui Sang Bhagava. Sementara mereka tengah bertukar salam dengan para bhikkhu tuan-rumah, membenahi pemondokan, dan menyimpan jubah & mangkuk, mereka membuat suara yang keras, kegaduhan yang hingar bingar."

"Pergilah, para bhikkhu. Aku membubarkan kalian. Kalian hendaknya tidak berada di sekitarku."

Menanggapi, "Baiklah, bhante," para bhikkhu bangkit dari tempat duduk mereka, menyalami Sang Bhagava, mengitarinya -- menjaganya tetap di sisi kanan mereka -- dan berangkat. Setelah membenahi pemondokan dan mengambil jubah & mangkuk, mereka pergi mengembara di antara orang-orang Vajji. Setelah mengembara secara bertahap di antara orang-orang Vajji, mereka sampai di sungai Vaggamuda. Di sana di tepi sungai Vaggamuda mereka membuat pondok-pondok dari daun dan memasuki masa Vassa [musim hujan].

Kemudian YM Yasoja berbicara kepada para bhikkhu selagi mereka memasuki masa Vassa: "Sobat-sobat, Sang Bhagava membubarkan kita, demi kebaikan kita, demi kesejahteraan kita, karena kewelasasihan, dan terdorong kewelasasihan. Mari kita bersemayam dalam sebuah cara sedemikian hingga Sang Bhagava akan merasa senang dengan persemayaman kita."

"Baiklah, sobat," para bhikkhu menanggapi YM Yasoja. Dan dengan bersemayam menyendiri, waspada, tekun, & penuh tekad, masing-masing dari mereka mencapai Tiga Pengetahuan [yakni, pengingatan mengenai kehidupan-kehidupan lampau, pengetahuan mengenai muncul & berlalunya makhluk-makhluk hidup, dan pengetahuan mengenai habisnya noda-noda batiniah] dalam masa Vassa itu juga.

Kemudian Sang Bhagava, setelah bersemayam di Savatthi selama waktu yang disukai, berangkat mengembara dalam arah menuju Vesali. Setelah mengembara secara bertahap, beliau tiba di Vesali dan bersemayam di sana di Aula Beratap Bubungan di Hutan Besar. Kemudian, setelah meliput dengan benak
beliau benak dari para bhikkhu yang bersemayam di tepi Sungai Vaggamuda, Sang Bhagava berkata kepada YM Ananda, "Arah ini tampak cerah bagiku, Ananda. Arah ini tampak cemerlang bagiku. Sama sekali tidak buruk bagiku untuk pergi & memperhatikan di mana para bhikkhu di tepi Sungai Vaggamuda tengah bersemayam. Kirimlah seorang utusan kepada mereka dan katakan, 'Sang Guru memanggil kalian, sobat-sobat. Sang Guru ingin menemui kalian.'"

Menanggapi, "Baiklah, bhante," YM Ananda pergi kepada seorang bhikkhu tertentu dan berkata, "Marilah, sobat. Pergilah kepada para bhikkhu di tepi Sungai Vaggamuda dan katakan pada mereka, 'Sang Guru memanggil kalian, sobat-sobat. Sang Guru ingin menemui kalian.'"

"Baiklah, sobat," bhikkhu tersebut menanggapi YM Ananda. Kemudian -- bagai seorang lelaki yang kuat dapat menjulurkan lengannya yang terlentur atau melenturkan lengannya yang terjulur -- ia lenyap dari Aula Beratap Bubungan di Hutan Besar dan muncul di hadapan para bhikkhu di tepi Sungai Vaggamuda.
Kemudian ia berkata kepada mereka, "Sang Guru memanggil kalian, sobat-sobat. Sang Guru ingin menemui kalian."

"Baiklah, sobat," para bhikkhu menanggapinya. Setelah membenahi pemondokan dan mengambil jubah & mangkuk, mereka lenyap dari tepi Sungai Vaggamuda -- bagai seorang lelaki yang kuat dapat menjulurkan lengannya yang terlentur atau melenturkan lengannya yang terjulur -- dan muncul di hadapan Sang Bhagava di Aula Beratap Bubungan di Hutan Besar.

Adapun pada saat itu Sang Bhagava tengah duduk dalam konsentrasi yang tak tergoyahkan [entah di dalam jhana keempat, tataran ruang tanpa batas atau tataran kesadaran tanpa batas]. Kemudian para bhikkhu itu membatin, "Nah, dalam persemayaman batiniah apakah Sang Bhagava tengah bersemayam?" Kemudian mereka menyadari, "Beliau tengah bersemayam dalam persemayaman batiniah yang tak tergoyahkan." Maka mereka semua duduk dalam konsentrasi tak tergoyahkan.

Kemudian YM Ananda -- ketika malam telah sangat larut, pada akhir jaga pertama -- bangkit dari duduknya, mengatur jubahnya menutupi satu bahu, berdiri menghadap Sang Bhagava dengan tangan dirangkapkan di depan dadanya, dan berkata kepada Sang Bhagava: "Malam telah sangat larut, bhante. Jaga pertama telah usai. Para bhikkhu pengunjung telah duduk lama di sini. Sudilah Sang Bhagava menyambut mereka." Ketika ini dikatakan, Sang Bhagava tetap membungkam.

Kemudian kedua kalinya, ketika malam telah sangat larut, pada akhir jaga kedua, YM Ananda bangkit dari duduknya, mengatur jubahnya menutupi satu bahu, berdiri menghadap Sang Bhagava dengan tangan dirangkapkan di depan dadanya, dan berkata kepada Sang Bhagava: "Malam telah sangat larut, bhante.
Jaga kedua telah usai. Para bhikkhu pengunjung telah duduk lama di sini. Sudilah Sang Bhagava menyambut mereka." Ketika ini dikatakan, Sang Bhagava tetap membungkam.

Kemudian ketiga kalinya, ketika malam telah sangat larut, pada akhir jaga ketiga, sewaktu fajar akan menyingsing dan wajah malam mulai berseri-seri, YM Ananda bangkit dari duduknya, mengatur jubahnya menutupi satu bahu, berdiri menghadap Sang Bhagava dengan tangan dirangkapkan di depan dadanya,
dan berkata kepada Sang Bhagava: "Malam telah sangat larut, bhante. Jaga ketiga telah usai. Fajar akan menyingsing dan wajah malam mulai berseri-seri. Para bhikkhu pengunjung telah duduk lama di sini. Sudilah Sang Bhagava menyambut mereka."

Kemudian Sang Bhagava, keluar dari konsentrasinya yang tak tergoyahkan, berkata kepada YM Ananda, "Ananda, seandainya engkau tahu, engkau tidak akan berbicara seperti itu. Aku, beserta ke-500 bhikkhu ini, telah duduk dalam konsentrasi yang tak tergoyahkan."

Kemudian, menginsyafi pentingnya hal tersebut, Sang Bhagava ketika itu mengutarakan sabda ini:

Pada siapa ini telah terkalahkan --
duri keinderawian
caci maki,
penyerangan,
& keterikatan:
bagai sebuah gunung, ia berdiri kokoh,
tak terganggu oleh kebahagiaan atau penderitaan
: seorang bhikkhu.

1312
Theravada / Abhidhamma in Daily Life by Nina van Gorkom
« on: 06 July 2007, 04:53:37 PM »

Pages: 1 ... 81 82 83 84 85 86 87 [88]
anything