Pada bulan Mei yg lalu saya berkesempatan mengunjungi Dili, Timor Leste (TL)
Memang Timor Leste sangat kaya akan bahan tambang, selain granit, marmer, bijih besi, bijih tembaga , bahkan emas (dan mungkin Uranium, karena ada bukit yg sama sekali tidak ada tumbuhan maupun hewan, ayam yg dilepas disitu, dalam 15 menit akan mati).
Timor Leste sangat kaya akan minyak, menurut rekan saya yg tinggal disana, di provinsi Sula (di bagian Barat), ada daerah yg deposit minyak bumi sangat dekat dengan permukaan, cukup dgn menancapkan pipa 3 sampai 4 meter, minyak sudah keluar.
Dan Presiden yg sekarang Xanana Gusmao, melarang semua perusahaan asing utk beroperasi disana, dia menunggu para mahasiswa yg sekarang sedang kuliah perminyakan di berbagai negara, dan sdh pernah bekerja di perusahaan minyak, untuk kembali dan mengerjakannya.
Mata uang yg dipakai andalah US$.
Bahasa yang dipakai dgn urutan dari yg paling banyak dipakai: Indonesia, Tetum, Porto dan sedikit yg mengerti bhs Inggris.Ti
Tidak semua orang Timor Leste berkulit hitam dengan profil wajah saudara kita di Indonesia Timur; banyak yg sudah bercampur dgn Portugis dan memiliki wajah seperti bintang film Italy, terutama yg dari provinsi Los Palos, mereka tidak berkulit hitam, cenderung putih, seperti Tionghoa di Indonesia, tetapi profil wajah seperti Eropa. Lihat saja Raoul suami Krisdayanti; yg seperti dia, banyak banget.
Saya sempat ketemu dengan seorang pejabat dari menteri dalam negeri, dia bilang "yg lalu biarlah berlalu, mari kita melupakan sejarah yg kelam dan pedih". Dia membicarakan bahwa pemerintah TL balik mengacu pada administrasi negara Indonesia, dengan mengirimkan pemuda ataupun pegawai pemerintah untuk menempuh pendidikan administrasi negara di Indonesia. begitu pula di bidang teknik yg lain, mereka mengirimkan mahasiswa ke Indonesia.
Saya tanyakan mengapa tidak ke Australia? Jawabnya, masalah bahasa Inggris yg tidak dikuasai mayoritas disana, dan yg lebih penting lagi, Australia sdh terlalu maju, sudah komputerisasi semua, sedangkan di TL, yg melek komputer masih kurang dari 1%. Karena itu mereka putar haluan ke Indonesia. Pilihan yg bijak juga.
Sdh menjadi rahasia umum disana , perjanjian penambangan minyak di Celah Timor dengan Australia, sangat merugikan Timor Leste, tetapi mereka tidak bisa apa apa , mesti menunggu masa konsesi habis. Bahkan hasil profit sharing utk Timor Leste, tidak bisa dipakai langsung oleh pemerintah Timor Leste, semuanya di simpan di bank di luar negeri dan pencairannya diawasi oleh PBB, sesuai dengan anggaran kebutuhan pemerintah.
Karena itu pemerintah TL sangat mendorong investasi dari luar untuk masuk ke TL.
Kondisi geografi, banyak sekali gunung batu disekitar Dili, sangat gersang karena curah hujan yg minim, tetapi tidak semua Timor Leste spt itu, di bagian Utara ada pegunungan yg lebat, dengan sebuah danau yg besar yg sekarang sedang dibuat bendungan yg jika sudah selesai, dapat mencukupi kebutuhan listrik seluruh rakyat Timor Leste secara gratis.
Begitu banyaknya pasir dan batu di Timor Leste, sehingga disana tidak ada yg menjual pasir atau batu untuk pembangunan. Kontraktor dipersilahkan ambil sendiri di sungai , dengan mengajukan permintaan kepada departemen pengairan untuk mendapatkan area yang diijinkan untuk diambil batu dan pasirnya.
Karena belum ada industri sama sekali, semua kebutuhan diimport. Bahan pangan biasanya dari Indonesia, lewat Kupang/Atambua. Bahkan sayur pun tidak ada yg menanam, hanya beberapa keluarga dari RRT yg mengadu nasib disana, saya lihat yg wanita sedang berkebun sayur, kacang panjang, pare , tomat dll.
Perusahaan konstruksi yg beroperasi disana, rata rata dari Indonesia, 7 kontraktor BUMN Indonesia mempunyai perwakilan disana, dan ada 4 yg swasta.
Pekerja konstruksi, masih sangat tergantung dari Indonesia; karena ada jumlah pembatasan karyawan yg diijinkan masuk dari Indonesia, maka pekerjaan konstruksi disana berjalan dengan sangat lambat, kekurangan tenaga kerja.
Tenaga lokal disana, selain kurang terampil, juga punya masalah sikap, kurang disiplin, lamban, dan malas. Mungkin karena pemerintah memberikan uang tunai setiap minggu pada setiap keluarga yg dianggap tidak mampu (dan ditiru oleh pemerintah kita), maka mereka menjadi sangat tergantung pada pemberian.
Yg menyedihkan adalah segera setelah menerima uang bantuan, sebagian besar dari mereka langsung ke supermarket, membeli alkohol lalu 'pigi bapesta'.
Ada sedikit koreksi thd tulisan pak Kaffii yg wartawan, patung yg berada diatas bukit adalah patung Kristus Raja bukan Bunda Maria, sangat besar 37 meter dari atas pijakan yang berupa bola dunia. Dan ini adalah pemberian dari Pemerintah RI. Jalan salib yg dibuat sangat lebar, kurang lebih 4 meter, terus mendaki bukit. Pemandangan dari atas bukit sangat indah, karena berada di semenanjung, 3 sisi di kelilingi oleh laut.
Dalam menilai apa yg terjadi, kita tidak boleh hanya melihat pada sesaat yg terjadi menjelang Timor Leste merdeka.
Jaman Orde Lama adalah jaman represif, dan ini sangat dirasakan di TL, walaupun kehidupan ratarata masyarakat menjadi lebih baik dibandingkan pada masa pemerintahan Portugal.
Pertikaian antara yg ingin merdeka dengan TNI, tetap menyisakan bayang bayang kelam.
Bahkan ada kekejaman yg sangat diluar peri kemanusiaan yg dilakukan kepada wanita Timor Leste ; yg paling keterlaluan adalah perkosaan sampai ibu hamil melahirkan sebelum waktunya; seluruh desa tsb tewas dibantai, hanya beberapa orang yg sempat sembunyi dan memotret kejadian tsb.
Pada saat rekan saya mendapat pekerjaan membuat air mancur di kota Dili, air mancur tidak terlalu besar sekitar 500 meter persegi, ditemukan lebih dari 300 kerangka manusia, bertumpuk tumpuk, yg jelas merupakan korban pembantaian.
Sebuah bangunan kuno milik keuskupan yg merupakan peringatan kedatangan kapal portugis pertama ke Timor, sekarang hanya tinggal kerangkanya karena dibakar pada saat kerusuhan Dili, berikut wanita dan anak anak yang berlindung di dalamnya.
Maka dari itu, tidak bisa disalahkan pula jika ada warga negara negara yg menjunjung tinggi perikemanusiaan sangat marah, berusaha sekuat tenaga, dengan cara apapun agar TL bisa lepas dari Indonesia; termasuk dengan cara curang.
Biarlah sejarah yg kelam berlalu, kita lihat hari esok yg lebih baik.
Apa yg menarik disana?
Harga mobil sangat murah, apalagi yg second. Pajero ex UN, hanya 100 juta.
Bagi pencinta makan, BB ala Porto dan BB Asap ala Timor sangat enak.
Yg paling berkesan bagi saya adalah makan ikan Napoleon, 2 kg harganya cuma Rp 80.000,- beli dipinggir pantai dan minta restoran untuk memasakkan. Katanya ikan ini di restoran di Hongkong, bisa mencapai Rp 10 juta per kilo.
Jadi kitta ber empat menghabiskan ikan senilai Rp 20 juta (kalau di hongkong).
Daging sapi dan kambing sangat mahal, tukang sate menjual sate kambing 10 tusuk Rp 75.000,- pakai ngotot lagi mengunyahnya karena liat.
Mutu kopi di Timor LEste sangat baik, yg premium grade semua di export ke Eropa, yg second pun masih sangat enak. Mutu kopi Ameriicano/Long black di gerai franchise spt Cafe ****buck dll, lewat dah, ngga ada apa apanya.
Dan secangkir kopi di hotel yg paling mahal di Dili, dihargai 1,5 USD termasuk pajak dan service.
Kalau beli di warung/resto, cuma sekitar Rp 3.000,- secangkir dgn kualitas yg sama bagusnya, cuma beda penampilan saja dan tanpa AC.
Roti/bakery yg saya makan utk breakfast di hotel, berkualitas sangat bagus, seperti di Eropa.
Bagi yg senang Wine, disana murah sekali, teman teman saya yg hobby dan tidak pantang, mengatakan kualitas Red Wine yg mereka minum (beli dgn harga US$ 8 di Supermarket) kalau di Jkt harganya bisa sejuta rupiah.
Artis pujaan merekan masih artis Indonesia, tetapi yg sdh lebih dari 20 thn yg lalu mengalami keemasan di Indonesia , bahkan acara hiburan dgn artis senior spt Grace Simon, masih dipenuhi penggemar, maklum radio swasta hanya memiliki kaset lagu lagu lama.
Artis Indonesia yg dipuja puja oleh masyarakat sana adalah Krisdayanti.
Nah, ayo siapa yg berniat bertualang ke sana, silahkan berangkat dan bayar sendiri.
Cuma 1 jam 40 menit dari Ngurah Rai, Bali.