Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Buddhisme Awal, Sekte dan Tradisi => Theravada => Topic started by: seniya on 18 April 2010, 06:15:23 PM

Title: Bagaimana kamma mengenali pelakunya?
Post by: seniya on 18 April 2010, 06:15:23 PM
Namo Buddhaya,

Dalam pemahaman saya, hukum kamma bekerja secara sebab akibat yang saling bergantungan: "melalui nama rupa ini suatu perbuatan dilakukan, melalui perbuatan tersebut nama rupa baru terbentuk". Nama rupa ini dengan nama rupa berikutnya tidak sama walaupun tidak berbeda karena keduanya berhubungan melalui kamma seperti ungkapan di atas. Namun bagaimana mekanismenya hukum kamma bisa "mengenali" nama rupa baru sebagai kelanjutan dari nama rupa sebelumnya? Apakah kekuatan kamma "tersimpan" pada citta (yang kemudian pada kondisi yang mendukung akan memberikan konsekuensinya)?

Mohon penjelasannya (dan koreksinya jika pemahaman saya di atas salah).

Terima kasih _/\_
Title: Re: Bagaimana kamma mengenali pelakunya?
Post by: Jerry on 18 April 2010, 08:10:42 PM
Itu mah Vijnana-vada banget :D
Title: Re: Bagaimana kamma mengenali pelakunya?
Post by: seniya on 18 April 2010, 08:49:34 PM
 [at] jerry:
Maaf,maksudnya apa? Mohon dijelaskan lebih rinci lagi. Thx.
Title: Re: Bagaimana kamma mengenali pelakunya?
Post by: Indra on 18 April 2010, 08:54:57 PM
bagaimana kamma bekerja? acinteyya
Title: Re: Bagaimana kamma mengenali pelakunya?
Post by: Jerry on 18 April 2010, 09:05:36 PM
Itu seperti pandangan vijnanavada dalam sekolah Yogacara mengenai alaya-vijnana, sebuah gudang kesadaran. Dan kemudian dari sana fenomena beremanasi dan mewujud, termasuk karma. Karena itu dalam Mahayana ada pandangan bahwa apa yang nyata adalah pikiran, ini merupakan pandangan filosofis yang berasal dari sekolah Yogacara.

Sementara dari pandangan konservatif, dalam Milinda Panha ketika ditanyakan oleh Raja Milinda, bhikkhu Nagasena memberikan analogi mengenai buah mangga. Sebelum buah mangga matang, apakah buah mangga tersimpan di akar pohon mangga? Di batang? Di ranting? Di daun?

Bagaimana menurut bro Seniya? Kira-kira di mana buah mangga tersimpan sebelum menjadi buah?

Tambahan:
tentang alaya-vijnana bisa dibaca dan dibahas di sini:
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=272.0 (http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=272.0)
Title: Re: Bagaimana kamma mengenali pelakunya?
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 18 April 2010, 10:19:28 PM
menurut saya, kamma dan vipaka adalah sebab akibat. jadi yang sambung menyambung adalah kamma dan vipaka.
sedangkan nama dan rupa adalah produk sampingan, dan gak berhubungan antara yang dulu dulu dengan yang sekarang.
Title: Re: Bagaimana kamma mengenali pelakunya?
Post by: seniya on 19 April 2010, 07:21:46 AM
Itu seperti pandangan vijnanavada dalam sekolah Yogacara mengenai alaya-vijnana, sebuah gudang kesadaran. Dan kemudian dari sana fenomena beremanasi dan mewujud, termasuk karma. Karena itu dalam Mahayana ada pandangan bahwa apa yang nyata adalah pikiran, ini merupakan pandangan filosofis yang berasal dari sekolah Yogacara.

Sementara dari pandangan konservatif, dalam Milinda Panha ketika ditanyakan oleh Raja Milinda, bhikkhu Nagasena memberikan analogi mengenai buah mangga. Sebelum buah mangga matang, apakah buah mangga tersimpan di akar pohon mangga? Di batang? Di ranting? Di daun?

Bagaimana menurut bro Seniya? Kira-kira di mana buah mangga tersimpan sebelum menjadi buah?

Tambahan:
tentang alaya-vijnana bisa dibaca dan dibahas di sini:
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=272.0 (http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=272.0)

Inilah yang saya maksud: bagaimana pandangan konservatif (Theravada) menjelaskan kamma sebelum memberikan buahnya?

Secara lebih spesifik: Jika tidak ada jiwa/roh yang berpindah dari satu kehidupan ke kehidupan lain, bagaimana hubungan satu kehidupan dengan kehidupan berikutnya tersebut? Misalnya A berbuat kejahatan dan B berbuat kebaikan. Kemudian A dan B meninggal dunia, A terlahir kembali sebagai X dan B sebagai Y. Di sini bagaimana hukum kamma mengetahui bahwa X adalah pewaris perbuatan dari A dan Y adalah pewari perbuatan B sedangkan keduanya sudah berbeda nama rupanya? Dalam filosofi Mahayana (Yogacara) dikatakan karma itu tersimpan dalam alaya vijnana dan ini dapat menjelaskan bagaimana karma bisa mengenali pewarisan karma dan tidak mungkin salah dalam memberikan akibatnya kepada orang yang salah.

Namun bagaimana pandangan Theravada dalam menjelaskan hal ini? Secara sederhana memang dianalogikan dengan buah mangga yang tidak tersimpan di mana pun di pohon mangga sebelum ia berbuah. Tetapi ini hanya perumpamaan yang mungkin hanya bisa memuaskan orang yang tidak begitu kritis (simple minded), namun perumpamaan ini tidak cukup untuk mereka yang cukup kritis. Misalnya kekuatan untuk membentuk buah mangga itu pasti tersimpan dalam pohon tersebut, kalau tidak bagaimana ia bisa berbuah.

Yang saya maksud bukan dengan perumpamaan hal ini dijelaskan karena satu perumpamaan bisa ditafsirkan berbeda dari kacamata yang berbeda. Yang saya maksud adalah secara Abhidhamma (karena ini board Theravada, jelas Abhidhamma Theravada yang saya maksud bukan aliran lain) bagaimana hubungan kamma dengan citta atau faktor batin lainnya? Apakah juga tersimpan dalam citta seperti pandangan Yogacara atau yang lainnya?
Title: Re: Bagaimana kamma mengenali pelakunya?
Post by: seniya on 19 April 2010, 07:27:54 AM
bagaimana kamma bekerja? acinteyya

Apakah cukup dengan menjelaskan bahwa bekerjanya kamma itu acinteyya sehingga kita manusia biasa tidak bisa memahaminya? Saya kira tidak. Orang-orang tertentu tidak akan puas dengan jawaban ini. Mereka butuh penjelasan, setidaknya yang dapat ditangkap oleh manusia biasa seperti kita. Oleh sebab itu, agama Buddha memiliki ajaran yang mendalam seperti Abhidhamma yang menjelaskan fenomena-fenomena kehidupan secara kebenaran mutlak. Menurut saya melalui Abhidhamma inilah mungkin hal ini bisa dijelaskan.
Title: Re: Bagaimana kamma mengenali pelakunya?
Post by: seniya on 19 April 2010, 07:29:18 AM
menurut saya, kamma dan vipaka adalah sebab akibat. jadi yang sambung menyambung adalah kamma dan vipaka.
sedangkan nama dan rupa adalah produk sampingan, dan gak berhubungan antara yang dulu dulu dengan yang sekarang.

Kalau hal ini saya juga sependapat, namun hal ini tidak bisa menjelaskan bagaimana vipaka itu tidak salah memberikan akibat pada pelaku kammanya.
Title: Re: Bagaimana kamma mengenali pelakunya?
Post by: K.K. on 19 April 2010, 08:47:52 AM
bagaimana kamma bekerja? acinteyya

Apakah cukup dengan menjelaskan bahwa bekerjanya kamma itu acinteyya sehingga kita manusia biasa tidak bisa memahaminya? Saya kira tidak. Orang-orang tertentu tidak akan puas dengan jawaban ini. Mereka butuh penjelasan, setidaknya yang dapat ditangkap oleh manusia biasa seperti kita. Oleh sebab itu, agama Buddha memiliki ajaran yang mendalam seperti Abhidhamma yang menjelaskan fenomena-fenomena kehidupan secara kebenaran mutlak. Menurut saya melalui Abhidhamma inilah mungkin hal ini bisa dijelaskan.

Jadi maksudnya dalam Abhidhamma semua hal bisa dijelaskan, juga dengan kata lain, tidak ada yang tidak bisa dijelaskan dalam Buddhisme?

Title: Re: Bagaimana kamma mengenali pelakunya?
Post by: sukuhong on 19 April 2010, 10:25:32 AM
bagaimana kamma bekerja? acinteyya

Apakah cukup dengan menjelaskan bahwa bekerjanya kamma itu acinteyya sehingga kita manusia biasa tidak bisa memahaminya? Saya kira tidak. Orang-orang tertentu tidak akan puas dengan jawaban ini. Mereka butuh penjelasan, setidaknya yang dapat ditangkap oleh manusia biasa seperti kita. Oleh sebab itu, agama Buddha memiliki ajaran yang mendalam seperti Abhidhamma yang menjelaskan fenomena-fenomena kehidupan secara kebenaran mutlak. Menurut saya melalui Abhidhamma inilah mungkin hal ini bisa dijelaskan.

Di dalam suatu kehidupan mengenai suatu ajaran, suatu cara, suatu penjelasan, dan masalah apapun pastilah tidak bisa memuaskan semua keinginan setiap makhluk hidup karena setiap makhluk hidup pastilah punya batin yang berbeda. serta keinginan yang berbeda juga dan 'susah terpuaskan'.

Dan bagi individu yang ingin mengetahui lebih lanjut dan lebih memahaminya perlulah semangat utk penyelidikan ajaran Buddha.

kam sia
Title: Re: Bagaimana kamma mengenali pelakunya?
Post by: tesla on 19 April 2010, 03:55:40 PM
bagaimana kamma bekerja? acinteyya

Apakah cukup dengan menjelaskan bahwa bekerjanya kamma itu acinteyya sehingga kita manusia biasa tidak bisa memahaminya? Saya kira tidak. Orang-orang tertentu tidak akan puas dengan jawaban ini. Mereka butuh penjelasan, setidaknya yang dapat ditangkap oleh manusia biasa seperti kita. Oleh sebab itu, agama Buddha memiliki ajaran yang mendalam seperti Abhidhamma yang menjelaskan fenomena-fenomena kehidupan secara kebenaran mutlak. Menurut saya melalui Abhidhamma inilah mungkin hal ini bisa dijelaskan.

dalam hal ini menurut saya yg acinteyya adalah karma in detail.
mis: si A bertindak begini, tar hasilnya begitu...
sedangkan cara kerja karma secara general telah di jelaskan oleh Sang Buddha. (Dhammapadda 1)

mengenai mengapa karma mengikuti pelakunya, menurut saya sebenarnya bukan mengikuti (mengenali), tetapi setiap karma (sebab) langsung menjadi bagian dari kita. hanya saja belum memberikan efek lanjut (akibat) karena belum ada kondisi pendukungnya.
Title: Re: Bagaimana kamma mengenali pelakunya?
Post by: fabian c on 19 April 2010, 05:04:39 PM
Itu seperti pandangan vijnanavada dalam sekolah Yogacara mengenai alaya-vijnana, sebuah gudang kesadaran. Dan kemudian dari sana fenomena beremanasi dan mewujud, termasuk karma. Karena itu dalam Mahayana ada pandangan bahwa apa yang nyata adalah pikiran, ini merupakan pandangan filosofis yang berasal dari sekolah Yogacara.

Sementara dari pandangan konservatif, dalam Milinda Panha ketika ditanyakan oleh Raja Milinda, bhikkhu Nagasena memberikan analogi mengenai buah mangga. Sebelum buah mangga matang, apakah buah mangga tersimpan di akar pohon mangga? Di batang? Di ranting? Di daun?

Bagaimana menurut bro Seniya? Kira-kira di mana buah mangga tersimpan sebelum menjadi buah?

Tambahan:
tentang alaya-vijnana bisa dibaca dan dibahas di sini:
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=272.0 (http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=272.0)

Inilah yang saya maksud: bagaimana pandangan konservatif (Theravada) menjelaskan kamma sebelum memberikan buahnya?

Secara lebih spesifik: Jika tidak ada jiwa/roh yang berpindah dari satu kehidupan ke kehidupan lain, bagaimana hubungan satu kehidupan dengan kehidupan berikutnya tersebut? Misalnya A berbuat kejahatan dan B berbuat kebaikan. Kemudian A dan B meninggal dunia, A terlahir kembali sebagai X dan B sebagai Y. Di sini bagaimana hukum kamma mengetahui bahwa X adalah pewaris perbuatan dari A dan Y adalah pewari perbuatan B sedangkan keduanya sudah berbeda nama rupanya? Dalam filosofi Mahayana (Yogacara) dikatakan karma itu tersimpan dalam alaya vijnana dan ini dapat menjelaskan bagaimana karma bisa mengenali pewarisan karma dan tidak mungkin salah dalam memberikan akibatnya kepada orang yang salah.

Namun bagaimana pandangan Theravada dalam menjelaskan hal ini? Secara sederhana memang dianalogikan dengan buah mangga yang tidak tersimpan di mana pun di pohon mangga sebelum ia berbuah. Tetapi ini hanya perumpamaan yang mungkin hanya bisa memuaskan orang yang tidak begitu kritis (simple minded), namun perumpamaan ini tidak cukup untuk mereka yang cukup kritis. Misalnya kekuatan untuk membentuk buah mangga itu pasti tersimpan dalam pohon tersebut, kalau tidak bagaimana ia bisa berbuah.

Yang saya maksud bukan dengan perumpamaan hal ini dijelaskan karena satu perumpamaan bisa ditafsirkan berbeda dari kacamata yang berbeda. Yang saya maksud adalah secara Abhidhamma (karena ini board Theravada, jelas Abhidhamma Theravada yang saya maksud bukan aliran lain) bagaimana hubungan kamma dengan citta atau faktor batin lainnya? Apakah juga tersimpan dalam citta seperti pandangan Yogacara atau yang lainnya?

Bro Seniya yang baik, memang agak sulit untuk menerangkan kamma dan akibatnya karena kita tidak memiliki kekuatan batin untuk melihat secara langsung, oleh karena itu lebih baik mengambil contoh dalam kehidupan nyata sehari-hari.

Umpamanya bro Seniya ketika umur 10 tahun menabung uang di bank... kemudian setelah bro Seniya berumur 24 tahun kemudian bro Seniya mengambil uang tsb.

Apakah Bro Seniya yang mengambil uang sama dengan bro Seniya yang menabung?
Apakah Bro Seniya yang mengambil uang berbeda dengan bro Seniya yang menabung?
Apakah tabungan bro Seniya jatuh ke tangan orang lain..?
Apakah jumlah uang yang diterima sama dengan jumlahnya ketika ditabung...?

Saya rasa cara kerja kamma kurang lebih demikian... sekedar sharing...

 _/\_
Title: Re: Bagaimana kamma mengenali pelakunya?
Post by: seniya on 19 April 2010, 08:17:14 PM
Terima kasih atas tanggapan rekan-rekan sekalian. Sebenarnya ide pertanyaan ini berasal dari diskusi di forum tetangga berikut (http://www.w****a.com/forum/ruang-abhidharma/6896-pokok-pokok-dasar-abhidhamma-ppda.html (http://www.w****a.com/forum/ruang-abhidharma/6896-pokok-pokok-dasar-abhidhamma-ppda.html)):

Quote
tanhadi:

Quote
Originally Posted by usnisha
 [at] tanhadi
1.
saya pernah berdiskusi tentang konsep anatta di forum lain, jawabannya kurang lebih sama karena diambil dari kitab abhidharma juga. yang tetap menjadi pertanyaan bagi saya tentang hubungan hukum karma, reinkarnasi, dengan konsep anatta adalah bagaimana mungkin bila tidak ada 'diri' yang tetap seseorang bisa membawa karma-nya dari reinkarnasi yang satu ke reinkarnasi yang lain?

jika tidak ada 'diri', apa gunanya melatih 'diri'? karena setelah kehidupan ini berakhir, 'diri' lenyap lalu tidak ada sesuatupun (termasuk karma) yang dapat dibawa ke kehidupan selanjutnya. (pertanyaan sdr farius ini pun pernah menjadi pertanyaan saya)

apapun namanya (jiwa, roh, atman, alaya vijnana, dll) , penjelasan tentang reinkarnasi dan hukum karma membutuhkan konsep tentang 'diri'.

Sampai disini saya melihat bahwa pemahaman anda tentang anatta ini justeru lebih cenderung ke paham Attavada, yaitu paham atau ajaran yang menyatakan bahwa terdapat atta atau inti atau diri sejati yang tidak mengalami perubahan, yang ada sepanjang masa atau abadi meskipun melalui tahap kelahiran kembali. Paham ini juga disebut sebagai paham Eternalisme (paham ini tidak dibenarkan oleh Sang Buddha).

Penganut eternalis percaya bahwa jiwa perseorangan tetap ada dan tidak hancur setelah kematian, hidup dalam jasmani yang baru, tidak musnah.
Menurut para eternalis, tubuh dari suatu makhluk terdiri dari dua bagian: tubuh kasar dan tubuh halus. Di akhir kehidupan dari masing-masing makhluk itu, ketika kematian terjadi, tubuh kasar hancur tetapi tubuh halus meninggalkan tubuh lama dan memasuki tubuh baru, tetap kekal dan tidak pernah musnah. Pandangan eternalis ini, dijelaskan dalam literatur mereka, telah dijelaskan secara lengkap dalam Sub-komentar atas Visuddhi Magga.

Dari apa yang telah diajarkan oleh Sang Buddha, kita mengetahui, bahwa tubuh dan segenap yang ada padanya ini (makhluk hidup) ternyata terdiri dari 5 unsur penyusun kehidupan (pancakkhandha) yang semuanya tergantung pada proses-proses yang terjadi sebelumnya, terutaman kesinambungan Kamma/kehendak :

1). Proses Materi, yaitu yang membentuk tubuh/rupa ( air, api, udara, tanah ),
2). Perasaan,
3).Pencerapan,
4). Bentukan mental,
5). Kesadaran.

Bilamana seluruh fenomena bathin dan jasmani ditelaah dalam unsur-unsur penyusunnya tersebut, ternyata tidak ditemukan adanya unit lain yang oleh manusia umumnya disebut sebagai INTI DIRI, JIWA, ROH atau AKU.

Interaksi kelima kelompok energi dan unsur tersebut diatas ‘menjadi’ sebagai 'ego' atau kepribadian. Namun, adakah 'inti diri' ? Bagaimana mungkin bisa dikatakan ada 'inti diri' jika ternyata hanya terdiri dari kelima kelompok energi dan unsur tersebut ? Dari Kelimanya, adakah yang menjadi INTI ? Tidak ada yang menjadi inti, karena kelima kelompok tersebut saling tergantung satu sama lain, tidak ada yang berdiri sendiri, yang terpisah, sebagai yang memerintah diri.

Dalam kehidupan sehari-hari, kalau kita hendak mengungkapkan keberadaan wujud kita, selalu telunjuk kita menunjuk kepada tubuh/diri kita sendiri, demikian pula jika kita mengungkapkannya dengan kata-kata, maka kata-kata yang terucap adalah : “ Ini adalah aku, ini adalah diriku dan tubuh ini adalah milikku” ..... Ini adalah hal “biasa/wajar” yang dilakukan oleh semua orang. (ungkapan secara konvensional/umum).

Namun Badan/tubuh/jasmani ini bukanlah diri yang sejati. Kenapa bukan?
Seandainya ia memang benar-benar milik kita, maka Ia mestinya dapat dikendalikan dan tak akan menjadi sakit, tua, dan mati. Tetapi karena ia bukan milik kita, maka keberadaannya hanya tergantung situasi dan kondisi. Inilah yang disebut oleh Sang Buddha sebagai ‘tanpa aku.’ atau ‘tanpa inti diri‘.

Demikian pula secara umum/konvensional seseorang berpendapat/percaya bahwa “Roh atau Jiwa” yang berada didalam dirinya adalah bersifat KEKAL, ABADI , TIDAK PERNAH MATI.
Konsep atau Pengertian semacam ini oleh mereka memang diperlukan untuk membuktikan adanya kebahagiaan kekal dalam surga yang abadi dan siksaan tanpa akhir dalam neraka abadi. Kalau tidak, lalu apa yang dihukum dalam neraka dan apa yang dinikmati dalam surga? atau konsep tersebut diperlukan “Untuk mempermudah” menjawab pertanyaan-pertanyaan al.:

- Bagaimana mungkin bila tidak ada 'diri' yang tetap seseorang bisa membawa karma-nya dari reinkarnasi yang satu ke reinkarnasi yang lain?

- Jika tidak ada 'diri', apa gunanya melatih 'diri'? karena setelah kehidupan ini berakhir, 'diri' lenyap lalu tidak ada sesuatupun (termasuk karma) yang dapat dibawa ke kehidupan selanjutnya.

- Kalau tidak ada “Jiwa atau Roh yang kekal“ (“inti diri”)...lalu siapakah yang bertumimbal lahir? Siapakah yang menerima karma? “ ,“Siapakah si pelaku karma?”...

- Siapakah yang sedang mengarahkan pikiran dan memperhatikan semua kejadian yang bersifat ANATTA itu?

- Siapakah yang akhirnya mencapai Pembebasan?

Nah....seperti yang saya tuliskan sebelumnya diatas,...
Beberapa orang telah salah memahami mengenai ajaran anatta dengan beranggapan bahwa tidak ada diri, tidak ada yang namanya orang/person (puggala). Anggapan ini keliru! Sang Buddha tidak mengajarkan hal ini.

Beliau mengajarkan bahwa ada yang disebut dengan diri atau orang/person (puggala), tetapi diri atau orang/person (puggala) tersebut bukanlah benar-benar inti atau jati diri dari diri atau orang (person) tersebut, melainkan hanyalah merupakan perpaduan unsur-unsur yang membentuk, yang membuatnya ada atau eksis yang suatu saat akan mengalami perubahan. Karena perpaduan unsur-unsur inilah diri seseorang terbentuk. Dan karena segala sesuatu yang terbentuk dari perpaduan dari unsur-unsur pasti mengalami perubahan, maka diri seseorang pun mengalami perubahan, penguraian, yang akhirnya eksistensi dari diri seseorang tidak lagi ada atau eksis. Inilah mengapa dikatakan tidak memiliki inti atau bukan diri sejati.

Keberadaan dari kelima kelompok penyusun kehidupan ini sangat tergantung pada proses-proses yang terjadi sebelumnya, terutama kesinambungan KAMMA / KARMA / KEHENDAK, yang merupakan proses sebab dan akibat dari kehendak tersebut (hukum karma).

***
Banyak pula umat Buddhis sendiri salah mengerti bahwasanya KESADARAN yang nampaknya tetap ini dianggap sebagai sesuatu yang kekal dan malah menganggap bahwa kesadaran ini sebagai suatu roh yang tidak berubah, suatu attâ, sebagai pelaku dan wadah dari semua perbuatan. Jelas ini pengertian yang salah !

Karena Kesadaran (Vinanna), yang nampaknya kekal, ternyata ia hanyalah proses, arus berkesinambungan dari 'CITTA' ( suatu pergantian peristiwa mental individual yang bersifat SEMENTARA ) dan 'CETASIKA' ( Suatu kumpulan faktor-faktor mental yang kompleks ), yang keduanya berperanan khusus dalam pembentukan kesadaran. Dalam proses berkesinambungan ini tidak terlibat adanya 'diri', 'inti diri', 'jiwa', 'ruh', atau hal-hal lainnya.

Sedangkan pengertian Kesadaran didalam pancakkhandha (Vinnana-khanda) yaitu kesadaran yang timbul akibat indera mengadakan kontak dengan obyek yang sesuai. Kesadaran ini timbul sebelum terjadinya proses pencerapan atau pengenalan obyek yang kemudian menimbulkan perasaan-perasaan yang kemudian bisa berakhir dengan reaksi mental berupa kehendak untuk melakukan sesuatu yang berhubungan dengan obyek tersebut.


Quote
Originally Posted by usnisha
Lalu, Bagaimana mungkin bila tidak ada 'diri' yang tetap seseorang bisa membawa karma-nya dari reinkarnasi yang satu ke reinkarnasi yang lain?

Kembali pada pengertian pancakkhandha tsb. diatas,...ketika seseorang dalam keadaan sekarat (menjelang kematian) timbul padanya ‘kesadaran kematian’(cuti citta atau cuti vinnana) , disini ia berpegangan pada salah satu dari obyek-obyek yaitu, Kamma, Kamma nimitta atau Gati nimitta. dan ketika kesadaran-kematian ini berhenti pada saat kematian tubuh jasmaninya, secara otomatis (tanpa selang/jeda waktu) ia meneruskan kesan apapun yang tertanam padanya dengan dorongan kekuatan kamma (Kumulatif kamma masa lampau dan kamma yang pernah dilakukannya pada saat masih hidup) kepada “Kesadaran Penerusnya” (Patisandhi citta atau patisandhi vinnana) yang tidak lain merupakan kesadaran pada kehidupan yang baru, dan saat Inilah seseorang telah dilahirkan kembali. (rebirth)

Ketika Janin tumbuh, lahir dan berkembang sebagai pribadi baru, dengan diprasyarati, baik oleh karakteristik batin yang terbawa (dari kehidupan lampau) juga oleh lingkungan barunya. Kepribadiannya akan berubah dan bermodifikasi oleh usaha kesadaran, pendidikan, pengaruh orang tua dan lingkungan sosial. Watak menyukai atau tidak menyukai, bakat kemampuan dan sebagainya, yang dikenal sebagai "sifat bawaan" dari setiap individu sebenarnya adalah terbawa dari kehidupan sebelumnya.

Dengan kata lain, watak serta apa yang dialami pada kehidupan kita saat sekarang, pada tingkat-tingkat tertentu adalah hasil (vipaka) dari perbuatan (kamma) kehidupan lampau. Perbuatan-perbuatan kita selama hidup, demikian pula, akan menentukan di alam kehidupan mana kita akan dilahirkan.

Sehingga orang yang terlahir kembali tersebut bukanlah orang yang sama dengan yang telah meninggal, namun juga bukan orang yang sepenuhnya berbeda dengan yang telah meninggal.

Demikian penjelasan saya tentang Konsep anatta yang TIDAK TERPISAH hubungannya dengan Kamma dan Tumimbal lahir, sekaligus merupakan penjelasan untuk menepis anggapan anda tsb. dibawah ini :

Quote
Originally Posted by usnisha
konsep anatta yang demikian ini tidak bisa menjawab bagaimana hubungan anatta, hukum karma, dan reinkarnasi...
Namo Buddhaya.

Akhirnya diskusi ini menjadi berkepanjangan dan si penjawab tampaknya tidak dapat meyakinkan si penanya atas jawaban berdasarkan Abhidhamma yang sesuai dengan ajaran anatta dalam Theravada di atas. Sebenarnya menurut saya jawaban di atas sudah cukup dapat menjawab pertanyaan si penanya, namun tidak bagi orang-orang tertentu yang menginginkan penjelasan yang lebih dapat diterima.

Quote
ariyakumara:
Quote
Originally Posted by usnisha
jika kekuatan karma tidak berpindah, tentu ada mekanismenya bagaimana kekuatan karma itu bisa tinggal diam di suatu tempat, namun terdapat kehidupan baru.

Kekuatan karma di sini bukan berarti aliran energi yang disebabkan oleh karma masa lampu, melainkan kamma vipaka yang menghasilkan kehidupan baru. Saat kematian kamma menyebabkan batin berproses menjadi batin baru (dalam istilah Abhidhamma saat kematian kamma memunculkan kamma nimitta atau gati nimitta yang menjadi objek bagi kesadaran bhavanga untuk meneruskan prosesnya - mengenai proses kematian menurut Abhidhamma mungkin Suhu Tanhadi bisa menjelaskan lebih baik dari saya ). Jadi kamma tidak berpindah melainkan menentukan kondisi atau sebab untuk menghasilkan kehidupan baru.

Quote
Originally Posted by usnisha
bagaimana mekanismenya namarupa hasil bentukan karma tersebut bisa dikenali oleh kekuatan karma? bagaimana kekuatan karma bisa tersimpan dan mengenali namarupa bentukan kekuatan karma dan bagaimana kekuatan karma bisa membentuk namarupa?

Kamma itu perbuatan yang disertai kehendak dan tidak tersimpan di mana pun dalam pancakkhanda ataupun di luarnya, namun kamma bergantung pada nama rupa untuk bermanifestasi dan menghasilkan akibatnya.

Menurut Abhidhamma kamma terdiri atas 12 jenis kesadaran tidak bermoral/akusala, 8 jenis kesadaran bermoral/kusala yang berhubungan dengan alam nafsu (kamavacara), 5 jenis kesadaran bermoral yang berhubungan dengan alam berbentuk (rupavacara), dan 4 jenis kesadaran bermoral yang berhubungan dengan alam tak berbentuk (arupavacara). 9 jenis kesadaran rupavacara dan arupavacara tak lain berasal dari pencapaian rupa dan arupa jhana; oleh sebab itu murni bergantung pada batin saja. Namun 20 (12 + 8) jenis kesadaran duniawi bergantung pada batin dan jasmani untuk menghasilkan perbuatan melalui pikiran (mano kamma), tubuh (kaya kamma), dan ucapan (vaci kamma).

Dalam bahasa yang lebih sederhana hal ini dijelaskan dalam Milinda Panha:

Milinda (M): "Setelah perbuatan dilakukan oleh satu proses batin dan badan, di mana perbuatan (kamma) itu berada?"

Nagasena (N): "Perbuatan tersebut mengikutinya, O Baginda, seperti bayangan yang tidak pernah pergi. Namun orang tidak dapat menunjukkannya dan mengatakan, 'Perbuatan itu di sini atau di sana', sama seperti buah dari
sebatang pohon tidak akan dapat ditunjukkan sebelum buah itu muncul."

M:"Apakah ada makhluk yang berpindah dari satu tubuh ke tubuh yang lain [saat kelahiran kembali]?"

N: "Tidak, tidak ada."

M: "Jika begitu, apakah tidak ada jalan agar terlepas dari hasil perbuatan jahat?"

N: "Ya, ada jalan keluarnya jikalau mereka tidak dilahirkan kembali, tetapi jika dilahirkan kembali maka tidak akan ada jalan keluar. Proses batin dan badan ini menghasilkan perbuatan, yang suci (kusala) maupun yang tidak suci (akusala), dan karena kamma tersebut maka proses batin dan badan lainnya terlahir lagi. Karena itulah batin dan badan ini tidak terbebas dari perbuatan jahatnya."

M: "Berilah saya ilustrasi."

N: "Jika seorang pencuri mencuri mangga orang lain, apakah ia patut dihukum?"

M: "Tentu saja."

N: "Tetapi mangga yang dicurinya bukanlah mangga yang ditanam oleh si pemilik; mengapa ia patut dihukum?"

M: "Karena mangga yang dicuri itu berasal dari mangga yang ditanam orang itu."

N: "Demikianlah juga, 0 Baginda, proses batin dan badan ini melakukan perbuatan, baik yang suci maupun yang tidak suci, dan oleh karena kamma tersebut maka proses batin dan badan lainnya terlahir lagi. Karena itulah maka batin dan badan ini tidak terbebas dari perbuatan jahatnya."

Quote
Originally Posted by usnisha
bagaimana perpaduan ini bisa disebut melakukan karma serta penerima akibatnya apabila perpaduan ini terurai setelah kematian makhluk hidup?

Aduh, saya kewalahan menjawab pertanyaan anda yang terlalu tinggi levelnya Jadi saya kutipkan saja isi buku The Buddha anda His Teaching oleh Ven. Narada Mahathera yang berkaitan dengan pertanyaan anda:

Quote
If there be no soul, can there be any moral responsibility?

Yes, because there is a continuity or identity in process, which is substituted for an identical personality.

A child, for instance, becomes a man. The latter is neither absolutely the same as the former – since the cells have undergone a complete change nor totally different – being the identical stream of life. Nevertheless, the individual, as man, is responsible for whatever he has done in his childhood. Whether the flux dies here and is reborn elsewhere, or continues to exist in the same life, the essential factor is this continuity. Suppose a person was ‘A’ in his last birth, and is ‘B’ in this. With the death of ‘A’ the physical vehicle, the outward manifestation of Kammic energy is relinquished and, with the birth of ‘B’ a fresh physical vehicle arises. Despite the apparent material changes, the invisible stream of consciousness (cittasantati) continues to flow, uninterrupted by death, carrying along with it all the impressions received from the tributary streams of sense. Conventionally speaking, must not ‘B’ be responsible for the actions of ‘A’ who was his predecessor?

Jadi, walaupun tidak ada sesuatu yang berpindah dari kehidupan satu ke kehidupan lainnya, namun tetap ada kontinuitas (kelanjutan) nama rupa sebelumnya menjadi nama rupa berikutnya (walaupun nama rupa tersebut hanya perpaduan unsur-unsur yang terurai setelah kematian). Hal ini karena proses batin yang disebut aliran kesadaran (cittasantati) tidak berhenti saat kematian, melainkan meneruskan kelanjutannya di kehidupan yang mendatang. Tentunya menurut Abhidhamma, aliran kesadaran ini tidak tetap (selalu berubah) setiap momen pikiran. Tidak ada waktu di mana kita tidak merasakan kesadaran tertentu bahkan dalam tidur sekalipun karena setiap momen pikiran satu jenis kesadaran selalu diikuti oleh jenis kesadaran yang lain (dengan kata lain setiap proses batin selalu diikuti dengan proses batin yang lain). Setiap unit kesadaran ini selalu terdiri atas tiga tahap yang sangat singkat: tahap pembentukan (uppada), statis atau perkembangan (thiti), dan penghentian atau kelenyapan (bhanga). Segera setelah tahap penghentian suatu kesadaran maka akan diikuti oleh tahap pembentukan kesadaran berikutnya tanpa jeda. Saat kematian pun batin juga mengalami proses kelanjutan yang demikian. Oleh sebab itu dikatakan batin tidak kekal dan bukan roh/jiwa (anatta).

Walaupun menurut saya jawaban di atas sudah cukup mewakili jawaban yang benar berdasarkan ajaran anatta, tetap saja si penanya (dan mungkin orang-orang yang berpandangan sama) tidak bisa terpuaskan dengan jawaban ini.

Di sinilah muncul ide untuk membuat topik diskusi ini dengan pokok bahasan: Jika seseorang yang berpandangan lain bertanya "Bagaimana kamma mengenali pelakunya sedangkan nama rupa si pelaku berbeda dengan nama rupa si pewaris kamma tersebut?", bagaimana kita umat Buddha yang berpandangan benar menjawab pertanyaan ini dengan tepat? Jika dari diskusi di atas terlihat bahwa perumpamaan dalam Milinda Panha dan ajaran Abhidhamma tidak cukup untuk menjelaskan hal ini, bagaimana kita bisa menjelaskan hal ini dengan lebih tepat dan lebih mudah dipahami/ditangkap oleh orang-orang yang demikian?

Bagaimana pendapat teman-teman se-Dhamma sekalian akan hal ini?
Title: Re: Bagaimana kamma mengenali pelakunya?
Post by: Jerry on 19 April 2010, 09:27:33 PM
Sebenarnya pertanyaannya dari awal sudah salah menurut pandangan konservatif. Di sini konservatif maksud saya tidak terbatas pada Theravada semata, tetapi juga pandangan dari Buddhisme awal yang terkandung dalam Nikaya/Agama. Karena itu dari awal saya tidak menggunakan term 'Theravada' melainkan 'konservatif'. Pertanyaan demikian berpijak dari pandangan bahwa "ada atta (diri)". Karenanya orang kemudian berusaha mencari penjelasan yang dirasa konkrit dan memuaskan bagaimana melalui konsep diri ini, karma dilakukan dan kemudian berbuah kembali pada diri individu yang sama dengan nama-rupa berbeda di masa depannya.

Sang Buddha sendiri di dalam berbagai sutta ketika ditanyakan hal demikian, menolak untuk menjawab sesuai pertanyaan si penanya. Misalnya dalam Aññatra Sutta dalam nidana vagga dalam Samyutta Nikaya. Ketika ditanyakan seorang Brahmana apakah si pembuat sama dengan si penerima [hasil tindakan], Sang Buddha menyatakan bahwa si pembuat adalah sama dengan si penerima merupakan satu ekstrim. Lalu ditanyakan lagi, apakah si pembuat berbeda dari si penerima? Kembali Sang Buddha menyatakan bahwa itu adalah ekstrim yang lain. Lalu apa jawaban Sang Buddha yang sesungguhnya? Yaitu paticca samuppada sebagai jalan tengah yang menjembatani antara 2 ekstrim ini, dari urutan kemunculannya berikut dengan penghentiannya.

Pertanyaan antara A&B yang terlahir menjadi X&Y lalu mengapa hukum Kamma tidak salah mengenali keduanya itu seperti bertanya "Di pekarangan rumah saya ada pohon mangga dan pohon duren. Mengapa pohon mangga tidak berbuah duren, dan pohon duren tidak berbuah mangga?" Pertanyaan tersebut bukan saja kurang rasional melainkan juga tidak membawa manfaat. Jika dikatakan bahwa ada sebuah substansi inheren tempat menyimpan bakal buah mangga dan duren tersebut, atau ada suatu kekuatan yang tersimpan, maka hal ini tidak benar. Sebagaimana kita tahu [tepatnya Ko Hedi lebih tahu, nyontek dr dianya sih hehe ;)] bahwa penyerbukan antara pohon mangga dan duren yang menghasilkan buah hanya dapat terjadi dalam spesies masing-masing.

Karena itu panduan yang diberi Sang Buddha bagi para konservatif yang masih awam dan belum memiliki pencapaian-pencapaian, mengenai Kamma-vipaka dan cara bekerjanya adalah acinteyya, tak terpikirkan. Jadi tidak perlu bersusah-payah memikirkan apalagi memaksakan diri berspekulasi. Dengan begini alih-alih daripada membiarkan kita dikendalikan oleh pikiran, kitalah yang mengendalikan pikiran ini. Kita dapat mengendalikan kehausan intelektual kita dan berkonsentrasi pada tujuan-tujuan yang lebih luhur.  Minimal, mengarahkan perhatian kita dengan seksama pada hal-hal yang tepat, bukan perhatian yang tidak seksama pada hal-hal (pertanyaan-pertanyaan) yang tidak tepat.

Soal analogi buah mangga, justru saya pikir analogi tersebut sangat masuk akal. Melalui berbagai proses kondisilah, mangga itu muncul. Apa saja kondisi-kondisi itu? Misalnya: sinar matahari yang tepat, kandungan zat dan mineral dalam tanah yang cukup, serangan hama&gulma yang tidak sampai menghambat pertumbuhan, udara, kondisi iklim&cuaca yang sesuai dan tidak berlebihan, jumlah suplai air yang mencukupi. Jika saja kurang salah 1 kondisi, misalnya sering terjadi badai maka pohon mangga tidak akan dapat bertahan dan tumbuh apalagi berbuah.

Dari sini, kekuatan macam apakah yang Bro inginkan tersimpan dalam pohon itu? Semuanya hanya rangkaian kondisi yang berproses dan membentuk. Dengan kondisi seperti di atas yang tepat, pada waktunya biji mangga akan tumbuh menjadi pohon mangga dan pada waktu yang tepat pula pohon mangga tersebut akan menghasilkan buah mangga. Tidak perlu sebuah substansi inheren penyimpan karena buah mangga bukan ada dengan sendirinya, melainkan tumbuh dari berbagai kondisi dan berproses mulai dari bunga mangga yang mengalami penyerbukan lalu bakal buah di dalamnya tumbuh menjadi buah yang matang. Thanks to Forte for this. _/\_

Akhir kata, kita tidak akan dapat memuaskan pertanyaan semua pihak. Hal yang sama dialami oleh Sang Buddha. Meski pun sebuah hal yang benar telah dinyatakan, bagi mereka yang menganut pandangan berbeda akan tetap tidak dapat menerimanya. Saya bukan ahli Abhidhamma, ini hanya pandangan dari seorang non-abhidhammist. Atau lebih tepatnya saya hinadhammika. :-[
Dan soal abhidhamma, kita dapat mengundang Om Markos untuk menjawab, atau Cik Lily, mungkinn.. :|

Sukhi Hotu,
_/\_
Title: Re: Bagaimana kamma mengenali pelakunya?
Post by: Peacemind on 19 April 2010, 10:21:57 PM

Walaupun menurut saya jawaban di atas sudah cukup mewakili jawaban yang benar berdasarkan ajaran anatta, tetap saja si penanya (dan mungkin orang-orang yang berpandangan sama) tidak bisa terpuaskan dengan jawaban ini.

Di sinilah muncul ide untuk membuat topik diskusi ini dengan pokok bahasan: Jika seseorang yang berpandangan lain bertanya "Bagaimana kamma mengenali pelakunya sedangkan nama rupa si pelaku berbeda dengan nama rupa si pewaris kamma tersebut?", bagaimana kita umat Buddha yang berpandangan benar menjawab pertanyaan ini dengan tepat? Jika dari diskusi di atas terlihat bahwa perumpamaan dalam Milinda Panha dan ajaran Abhidhamma tidak cukup untuk menjelaskan hal ini, bagaimana kita bisa menjelaskan hal ini dengan lebih tepat dan lebih mudah dipahami/ditangkap oleh orang-orang yang demikian?

Bagaimana pendapat teman-teman se-Dhamma sekalian akan hal ini?

Sesuai dengan problem di awal, yang menjadi masalah bagaimana hubungan antara anatta, kamma dan tumimbal lahir karena jika batin dan jasmani tidak ada atta, konsep tumimbal lahir sulit untuk diterima. Jika tidak ada diri, pertanyaan2 lain akan muncul, seperti siapa yang melakukan perbuatan, siapa yang merasakan hasil perbuatan dan siapa yang bertumimbal lahir. Pertanyaan di atas juga muncul yakni bagaimana kamma mengenali pelakunya jika si pelaku kamma berbeda dari pewaris kamma. Pertanyaan2 ini juga sering muncul pada jaman Sang BUddha. Ajaran Upanishad dan Brahmaṇa pada jaman Sang Buddha tidak menghadapi kesulitan dengan pertanyaan2 demikian. Mereka dengan mudah menjawab yang melakukan perbuatan, mengalami hasil perbuatan dan bertumimbal lahir adalah 'atta' / 'diri'. Ajaran2 lain khususnya (materialism / ucchedavāda) pada jaman Buddha yang tidak percaya dengan keberadaan atta yang kekal, karena tidak bisa mendapatkan jawaban siapa yang mengalami tumimbal lahir, secara gampang, menolak adanya kelahiran kembali dan hukum kamma. Namun demikian, Sang Buddha, meskipun menolak adanya diri yang melakukan kamma, mengalami hasil kamma dan terlahir lagi di alam selanjutnya, tidak menolak konsep hukum kamma dan tumimbal lahir. Pertanyaannya, jika tidak ada diri / atta, bagaimana hukum kamma dan tumimbal lahir masih berlaku? Jawabannya terletak pada hukum sebab musabab yang saling bergantungan (paṭiccasamuppāda). Hukum alam ini, selain menolak adanya diri / atta pada makhluk, di saat yang sama, mengajarkan hukum tumimbal lahir atau continuity. Dalam hukum ini yang mana mengajarkan sifat saling ketergantungan antara satu fenomena yang satu dengan lainnya, semua fenomena (dhamma) yang menyebabkan seseorang bertumimbal lahir dijelaskan HANYA SEBAGAI SEKEDAR FENOMENA tanpa adanya diri di dalamnya. Hukum anatta, kamma dan tumimbal lahir secara bersamaan bisa terlihat dengan jelas dalam 12 mata rantai yang saling bergantungan (dvadasaṅgapaṭiccasamuppāda). Di sana, Sang BUddha menjelaskan bagaimana seseorang terlahir lagi karena faktor2 faktor yang saling bergantungan. Dan faktor2 ini pun tidak dijelaskan sebagai inti / diri melainkan hanya sekedar fenomena seperti avijja, saṅkhara, viññāṇa, nāmarūpa, dst.

Hubungan antara konsep anatta dan tumimbal lahir yang tentu di dalamnya mencakup hukum kamma juga tampak dalam Moḷiyaphaggunasutta dari Saṃyuttanikāya. Dalam sutta ini Sang BUddha mengatakan adanya empat makanan yang membantu mempertahankan makhluk2 yang telah terlahir dan mengarahkan makhluk2 yang belum lahir untuk lahir (cattārome, bhikkhave, āhārā bhūtānaṃ vā sattānaṃ ṭhitiyā sambhavesīnaṃ vā anuggahāya). Empat makanan ini adalah makanan kasar, kontak, kehendak dan kesadaran (Kabaḷīkāro āhāro – oḷāriko vā sukhumo vā, phasso dutiyo, manosañcetanā tatiyā, viññāṇaṃ catutthaṃ). Ketika ini dijelaskan, bhikkhu Moḷiyaphagguna bertanya, 'SIAPA yang memakan makanan kesadaran? (ko nu kho, bhante, viññāṇāhāraṃ āhāretī’’ti?). Sang Buddha menjawab bahwa pertanyaan tersebut tidak sah / valid, karena beliau tidak pernah mengatakan, 'SESEORANG makan (makanan kesadaran - Āhāretī’)'. Selanjutnya Sang Buddha mengatakan bahwa pertanyaaan akan menjadi valid / benar, jika seseorang bertanya, 'Bhante, untuk apa makanan kesadaran ini ada?' (kissa nu kho, bhante, viññāṇāhāro’ti). Ditanya demikian, Sang Buddha akan menjawab bahwa makanan kesadaran adalah kondisi yang menyebabkan kehidupan mendatang (āyatiṃ punabbhavābhinibbattiyā paccayo). Dan ketika ini ada, enam landasan indria muncul, dan dengan adanya enam landasan indria, kontak muncul ( tasmiṃ bhūte sati saḷāyatanaṃ, saḷāyatanapaccayā phasso’’’ti). Anehnya setelah dijelaskan demikian, Bhikkhu Moḷiyaphagguna kemudian bertanya, 'Bhante, SIAPA yang membuat kontak?. Ditanya demikian, Sang Buddha juga mengatakan bahwa pertanyaan demikian tidak benar karena beliau tidak pernah mengatakan, SESEORANG membuat kontak. Pertanyaan yang benar adalah, 'Melalui kondisi apa, kontak muncul'. Ditanya demikian Sang BUddha akan menjawab bahwa melalui enam landansan indria, kontak muncul dan dikondisikan kontak, perasaan muncul. Dari sutta di sini, kita melihat bahwa kelahiran kembali terjadi karena hukum sebab-musabab yang saling bergantungan antara fenomena yang satu dengan lainnya di mana fenomena2 ini hanyalah SEKEDAR fenomena tanpa melibatkan adanya diri di dalamnya. Berbasis pada hukum Paṭiccasamuppāda ini, dengan benar, Visuddhimagga mengatakan:

"Dukkhameva hi, na koci dukkhito;
 kārako na, kiriyāva vijjati".

"Ada penderitaan, namun tidak ada 'diri' yang menderita,
ada perbuatan, namun tidak ditemukan si pembuat".

Jika kita menerima hukum anatta dan tumimbal lahir hanya sebagai proses fenomena2 yang bekerja saling bergantungan, sesungguhnya, pertanyaan bagaimana kamma mengenali si pelaku padahal si pelaku berbeda dari si pewaris bukan merupakan masalah. Ini disebabkan karena hukum kamma adalah sebuah proses fenomena2 yang saling bergantungan, the so called pelaku kamma dan juga pewaris kamma juga hanya merupakan proses fenomena2 yang saling bergantungan. Karena mereka hanya proses fenomena2 yang saling bergantungan sesuai dengan hukum paṭiccasamuppāda, pertanyaan tentang bagaimana kamma mengenali si pelaku juga kurang pas, karena jika dikatakan 'mengenali' di sana seakan-akan kamma merupakan satu kesatuan yang berdiri sendiri dan tidak berubah, seakan-akan satu kesatuan kamma ini mengawasinya dan akan menghantam si pelakunya jika ada kesempatan. Kata mengawasi ini juga memberikan kesan bahwa kamma ini seperti 'diri' padahal kamma juga merupakn proses.

Semoga jelas.

Be happy.
         
Title: Re: Bagaimana kamma mengenali pelakunya?
Post by: hendrako on 20 April 2010, 07:50:16 PM
Bagaimana kamma mengenali pelakunya?

Sebagaimana sebuah benda dengan bayangannya.
Title: Re: Bagaimana kamma mengenali pelakunya?
Post by: kamyapinus on 21 November 2012, 07:47:29 PM
Namo Sakya Muni Buddhaya.
Namo Amithabaya.
Namo Avalokitesvaraya Bodhisatvaya.

Saya mencari adakah guru guru yg mahir pada aliran Mahayana disini ?
Karna tentang kamma bisa mengenali pelakunya cuma bisa dijabarkan oleh org yg belajar di aliran Mahayana.

Seorang Mahayana, mempelajari alaya vinnana lebih mendalam dari pada aliran lainnya.
Sebenarnya, semua jawaban ada di Surangama Sutta.

Dari pembicaraan begitu banyak, tak satupun pernah berpikir ttg alaya vinnana.

Kamma bisa mengenali pelakunya karna kamma disimpan dlm alaya vinnana.
Mengapa org yg dilahirkan tak tahu masa kehidupan sebelumnya tp hrs menanggung akibat  perbuatannya dimasa ini ?
Karna alaya vinnanalah yg menjadi kamma berjalan berbuah secara adil dan benar.

Amithofo
Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
May all being be happy

Berbahagialah bagi mereka yg hidup dalam dharma Buddha

Title: Re: Bagaimana kamma mengenali pelakunya?
Post by: Indra on 21 November 2012, 07:58:03 PM
Namo Sakya Muni Buddhaya.
Namo Amithabaya.
Namo Avalokitesvaraya Bodhisatvaya.

Saya mencari adakah guru guru yg mahir pada aliran Mahayana disini ?

Dan apakah yg ingin anda tanyakan kepada guru guru yg mahir pada aliran Mahayana disini ?
Title: Re: Bagaimana kamma mengenali pelakunya?
Post by: will_i_am on 21 November 2012, 08:12:09 PM
Saya mencari adakah guru guru yg mahir pada aliran Mahayana disini ?
Djoe.. =))
Title: Re: Bagaimana kamma mengenali pelakunya?
Post by: seniya on 21 November 2012, 11:25:39 PM
Namo Sakya Muni Buddhaya.
Namo Amithabaya.
Namo Avalokitesvaraya Bodhisatvaya.

Saya mencari adakah guru guru yg mahir pada aliran Mahayana disini ?
Karna tentang kamma bisa mengenali pelakunya cuma bisa dijabarkan oleh org yg belajar di aliran Mahayana.

Seorang Mahayana, mempelajari alaya vinnana lebih mendalam dari pada aliran lainnya.
Sebenarnya, semua jawaban ada di Surangama Sutta.

Dari pembicaraan begitu banyak, tak satupun pernah berpikir ttg alaya vinnana.

Kamma bisa mengenali pelakunya karna kamma disimpan dlm alaya vinnana.
Mengapa org yg dilahirkan tak tahu masa kehidupan sebelumnya tp hrs menanggung akibat  perbuatannya dimasa ini ?
Karna alaya vinnanalah yg menjadi kamma berjalan berbuah secara adil dan benar.

Amithofo
Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
May all being be happy

Berbahagialah bagi mereka yg hidup dalam dharma Buddha



Salah tempat bro, ini thread Theravada....

Btw thread ini sudah saya anggap closed krn udah terjawab.... :)
Title: Re: Bagaimana kamma mengenali pelakunya?
Post by: Sostradanie on 29 May 2019, 07:19:12 PM
..........pengetahuan si bos . saya sudah tidak berminat setelah melihat beberapa cara didalam kurungan.aku tidak akan menambah dukha.
Bagaikan pergi berbisnis ke suatu negara . ada hal2 yang kuambil dari pengalaman secara otomatis . jadi carilah yang lain.
Title: Re: Bagaimana kamma mengenali pelakunya?
Post by: Why me on 29 May 2019, 09:08:45 PM
Buat apa karma mengenali dirinya sendiri... Perbuatan yg disertai kehendak adalah kamma... Kamma adalah pelaku(namarupa), (namarupa)pelaku adalah karma... Saya rasa saya tidakperlu dikenali oleh diriku...
Jadi untuk mengakhiri siklus ini, konsep annata, tanpa diri, bukan aku bukan milikku, asing, kosong menurut saya adalah jawaban paling pas...
Title: Re: Bagaimana kamma mengenali pelakunya?
Post by: Sostradanie on 29 May 2019, 09:21:50 PM
Buat apa karma mengenali dirinya sendiri... Perbuatan yg disertai kehendak adalah kamma... Kamma adalah pelaku(namarupa), (namarupa)pelaku adalah karma... Saya rasa saya tidakperlu dikenali oleh diriku...
Jadi untuk mengakhiri siklus ini, konsep annata, tanpa diri, bukan aku bukan milikku, asing, kosong menurut saya adalah jawaban paling pas...
Telah kubuka dunia ini . Jika telah selesai dengan dunia ini kubuka galaksi untukmu.

Kehendak mu adalah kamma.Pedang yang diberikan pada setiap makhluk . Yang akan mengikuti mu dan tidak pernah meninggalkan mu sedetikpun.
Title: Re: Bagaimana kamma mengenali pelakunya?
Post by: Why me on 29 May 2019, 09:25:19 PM
Telah kubuka dunia ini . Jika telah selesai dengan dunia ini kubuka galaksi untukmu.

Kehendak mu adalah kamma.Pedang yang diberikan pada setiap makhluk . Yang akan mengikuti mu dan tidak pernah meninggalkan mu sedetikpun.
Ga perlu repot2 terima kasih, saya bisa liat di youtube
Title: Re: Bagaimana kamma mengenali pelakunya?
Post by: Sostradanie on 29 May 2019, 10:08:51 PM
Ga perlu repot2 terima kasih, saya bisa liat di youtube
Berpuas dengan yang sedikit kukatakan.
 =))
Title: Re: Bagaimana kamma mengenali pelakunya?
Post by: Sostradanie on 29 May 2019, 10:14:02 PM
Berpuas dengan yang sedikit kukatakan.
 =))
Dan tidak perlu sampai mencuri atau memaksa mendapatkan pengetahuan yang bukan untukku. ..I like it.😍
Title: Re: Bagaimana kamma mengenali pelakunya?
Post by: Sostradanie on 29 May 2019, 10:35:35 PM
Buat apa karma mengenali dirinya sendiri... Perbuatan yg disertai kehendak adalah kamma... Kamma adalah pelaku(namarupa), (namarupa)pelaku adalah karma... Saya rasa saya tidakperlu dikenali oleh diriku...
Jadi untuk mengakhiri siklus ini, konsep annata, tanpa diri, bukan aku bukan milikku, asing, kosong menurut saya adalah jawaban paling pas...
Ga perlu repot2 terima kasih, saya bisa liat di youtube
Dunia sedang terbakar teman,jangan bermain2 juga.

☝perkataan anda kwmarin,sudah anda jawab sendiri  kan bos walau agak berputar dan di thread lain . dan itulah sumber yang akan padam.
Title: Re: Bagaimana kamma mengenali pelakunya?
Post by: Sostradanie on 29 May 2019, 10:36:57 PM
Dunia sedang terbakar teman,jangan bermain2 juga.

☝perkataan anda kwmarin,sudah anda jawab sendiri  kan bos walau agak berputar dan di thread lain . dan itulah sumber yang akan padam.
☝tak akan terjangkau oleh anda.
Title: Re: Bagaimana kamma mengenali pelakunya?
Post by: Sostradanie on 30 May 2019, 10:10:34 AM
Buat apa karma mengenali dirinya sendiri... Perbuatan yg disertai kehendak adalah kamma... Kamma adalah pelaku(namarupa), (namarupa)pelaku adalah karma... Saya rasa saya tidakperlu dikenali oleh diriku...
Jadi untuk mengakhiri siklus ini, konsep annata, tanpa diri, bukan aku bukan milikku, asing, kosong menurut saya adalah jawaban paling pas...
Selamat melanjutkan. ....kammamu pedoman mu. .kenapa aku harus pelajari kammaku?kenapa aku harus percaya kamma?kammaku adalah diri ku sendiri.kenapa aku mau membunuh?kenapa aku tergila2 dengan seks?kenapa aku tergila2 dengan kekuasaan?bukan aku pelakunya. ...bukannya begitu teori nya? Hahaha...aku muak siluman. ..begini lah cara kamma mengenali pelakunya
Title: Re: Bagaimana kamma mengenali pelakunya?
Post by: Sostradanie on 30 May 2019, 10:14:09 AM
Telah lebih dahulu mereka menempuh dan meninggalkan kotoran . dilanjutkan oleh yang lebih kotor lebih tolol dan lebih g****k.
Title: Re: Bagaimana kamma mengenali pelakunya?
Post by: Candra Taruna on 05 September 2019, 06:42:05 PM
Tampaknya ada yang salah pada pemikiran anda sehingga jadi bingung dan anda memikir dari arah yang salah Nak ......
Coba perhatikan, renungkan, pikirkan, analisa, apa yang saya katakan berikut ini :

Pertama :
Semua yang terjadi, yang kemudian timbul, bentuk dan bukan bentuk, terwujud dari Kehendak Pikiran, dari Perbuatan yang dilakukan (Jasmani), dari Perkataan
Jadi seseorang terlahir jelek itu bukan kerjaan sesuatu Mahluk (atau bukan Mahluk) yang bernama Karma, tetapi karena dirinya sendiri yang pemarah, galak dan judes
Masih kurang paham?

Gini, Apapun yang dilakukan seseorang dengan (landasan) Pikiran, Perkataan dan Perbuatan badan jasmani, itu akan berbalik kembali untuk diterima oleh dirinya di Masa mendatang
Diterima kembali itu di Masa mendatang, cara kerja yang demikian itu, yang terjadi pada setiap Mahluk, disebut sebagai Hukum Karma (Hukum Sebab Akhibat)
Sampai disini ... Paham belon?

Belon ......
He..He..He.. Gini ... perhatikan lagi :

Jadi Karma/Kamma itu adalah Hukum atau tepatnya cara kerja sesuatu kejadian, dari kejadian A menjadi kejadian B, penamaan sebagai Karma itu hanya sebagai penamaan (anda bisa saja menamakannya yang lain), BUKAN sesuatu yang bisa memilih, semisalnya, anda melihat Kodok Menangkap Nyamuk, maka itu Kodok (dinamakan) menangkap Nyamuk, kalo anda bertanya bagaimana menangkap itu bisa memilih nyamuknya, itu jadi keblinger

Masih bingung?
Gini :

Pada saat timbul kehendak pikiran pada seseorang, seperti misalkan ingin menjadi Buddha, maka ia bisa saja menjadi Buddha di Masa mendatang (jika syarat²/faktor² pendukungnya terpenuhi), Pikiran seseorang, Perkataan seseorang, Perbuatan seseorang akan timbul di Masa Mendatang dalam Bentuk Jasmani dan Bathin (Bentuk ataupun Bukan Bentuk), Jadi semisalnya seseorang melakukan kejahatan tertentu (istilahkanlah A) maka itu akan timbul menjadi Jasmaninya dan Bathinnya di Masa Mendatang, merupakan perwujudan dari A tersebut, entah baik atau buruk, bahkan, Alam² saja, terbentuk karena kekuatan Perbuatan, Perkataan dan Pikiran ini ... dikatakan, ada Masanya beberapa Alam Dewa tertentu akan kosong dan Lenyap, karena tidak adanya Mahluk yang punya keselarasan dalam Perbuatan, Perkataan dan Pikiran untuk terlahir disana

Jadi ...

Tidak perlu, tidak ada Kamma yang mengenali si Pelaku dan menimpakan akhibat (seperti Hakim menghukum orang bersalah), tetapi orang itu dari si A menjadi B, dari si B terlahir lagi menjadi C, kemudian menjadi D, E, F, G, H ...... dst adalah sesuai dengan perbuatannya sendiri (secara pikiran, perkataan dan perbuatan Jasmani)
Jadi semisalkan, seseorang menyembelih Kambing, maka di Masa Mendatang, dia pasti akan menjadi Kambing yang disembelih secara begitu juga, tidak perlu si Karma yang memilih, atau dikenali sebagai acchhh ini nich si A yang dulu menyembelih ... sekarang udah mati dan terlahir sebagai B, dia harus terima balasan disembelih juga ... bukan begitu ... tetapi kemanapun si A terlahir dan sebagai siapapun, tanpa perlu si Karma memilihnya, maka dia pasti akan disembelih ... koncinya : semua perbuatannya pasti kembali padanya ... apapun ... baik atau buruk ... besar atau kecil (kecuali Ahosi)

Jadi sebenernya sangat mengerikan melakukan kejahatan itu, karena seperti Cermin yang merefleksikan secara tepat benda² yang tergambar disana, maka saat seseorang melakukan kejahatan, secara Jasmani, perkataan bahkan Pikiran, dia akan terima kembali itu di Masa Mendatang, tanpa tawar-menawar ! ... dan hasil di Masa mendatang, akan berkali² lipat dari yang sekarang karena ketambahan unsur² Bathin (dengan ajakan, tanpa ajakan, dengan pengertian, tanpa pengertian, dengan Metta, dengan Dosa, dengan Hormat, tanpa Hormat dll) yang walaupun tidak berwujud, tidak ketara, unsur² Bathin ini memainkan peran yang sangat hebat dan jauh lebih kuat, inilah sebabnya seseorang yang membunuh 1 domba, bisa terlahir 500x menjadi domba yang terbunuh, bisa 1000x, bahkan bisa sejumlah bulu² yang ada di domba tersebut ... mengerikan sekali penderitaan pelaku kejahatan

OK ... lanjut

Peristiwa terjadinya A menerima kembali perbuatannya dan dia disembelih juga (padahal di kehidupan akan datang itu dia sudah lupa dan tidak ingat, ingatannya beku karena tertutup Tumimbal Lahir) itu menjadi Hukum (cara kerja), bahwa setiap perbuatan apapun yang dilakukan oleh Pikiran, Perkataan dan Badan Jasmani itu menjadi Hukum dan oleh Buddha Gotama dinamakan Hukum Kamma atau Hukum Perbuatan (Kamma = perbuatan)

Arus yang bekerja sehingga seseorang harus menerima kembali apa yang dilakukannya (Baik atau Buruk) itu dinamakan arus Kamma, kekuatannya dinamakan kekuatan Kamma, kekuatan ini adalah merupakan kekuatan terbesar di Jagad ini, bahkan seseorang SammaSamBuddha, Paccekha Buddha dan Arahat seperti Mogalanna harus menerima kembali apa yang sudah diperbuatnya sebelum Beliau memasuki Nibbana, tanpa diterima kembali semua perbuatan ini maka seseorang belum dapat memasuki Nibbana

Kalo disetarakan dengan hukum Fisika, Hukum ini seperti Hukum Momentum dan Impuls, dimana suatu Daya yang dilepaskan di ruang hampa akan terus berlanjut kecuali bertemu dengan daya yang berlawanan yang besarnya setara untuk menghentikannya, jadi semua perbuatan² buruk yang dilakukan itu akan terus bergulir (Tumimbal Lahir), dari abad ke abad, dari Jaman ke Jaman, dalam bentuk Akhibat, terus dan terus, tanpa henti, sebelum seseorang itu melakukan Hal yang berlawanan (Parami) yang setara dengan kekuatan tersebut untuk memberhentikan bergulirnya, saat berhenti, itulah Nibbana, berhentinya Tumimbal Lahir, lenyapnya penderitaan ...

Ngai cape juga nicchhh ... kalo masih ga' paham juga coba pikir sendiri dalam meditasi yach  :))