Kalau menurut saya, masih terlalu kompleks.
Pertama-tama, dari mana kita tahu kalau orang itu benar-benar mengerti 4 Kesunyataan Mulia tersebut? Apa kriterianya?
Karena kalau orang tidak mengerti dan mempersepsikannya secara berbeda juga, jadinya 'kan tidak valid.
Kemudian bagaimana mengukur bertambahnya kebahagiaan seseorang? Apakah lebih banyak senyum, lebih santai, atau bagaimana? Untuk meditasi, lebih susah lagi, kecuali mungkin kalau punya perlengkapan yang memadai untuk mengukur gelombang otak, misalnya.
Kalau boleh saya sarankan, lebih baik yang praktikal saja, yang mudah dicari dan jelas batasannya. Mungkin masalah Buddhisme dengan sosial-budaya, misalnya pola pikir dhamma dan toleransi terhadap tradisi. Berikan tolok ukur misalnya pengertian dari sutta tertentu tentang kebudayaan. Misalnya orang itu, walaupun Buddhist, tidak paham isinya, maka tidak dikategorikan ke orang yang mengaplikasikan dhamma tersebut.
Nanti surveynya mencakup orang-orang yang tidak mengaplikasikan dhamma tersebut (bisa Buddhist, juga termasuk non-Buddhist) dan yang mengaplikasikan dhamma tersebut. Nanti Coba analisa bagaimana perbedaan sudut pandang masing-masing terhadap toleransi kebudayaan. Dengan begitu, bisa diambil kesimpulan.