Banyak orang mungkin menyangka kalau kondisi yang sedang dihadapi sekarang merupakan akibat dari perbuatan orang lain. Misalnya mungkin sampai saat ini hidup pas-pasan akibat kondisi ekonomi orangtua yang dulunya tak mapan. Atau contoh lainnya misalkan hasil ujian sekolah buruk karena kawan tak mau meminjami contekan.
Pendeknya kita kerap menyalahkan banyak hal di luar diri kita. Padahal, persoalan terbesarnya justru terdapat dalam diri kita sendiri. Apakah itu?
Musuh terbesar kita sebetulnya adalah pikiran negatif yang bersarang dalam pikiran kita. Saat kesulitan atau hambatan muncul, pikiran negatif itu mulai bekerja menghembuskan pikiran-pikiran buruk, mencari-cari pembenarannya, dan berujung pada sebuah penilaian atau bahkan penghakiman.
Umpamanya:
* “Oh wajar dia lekas naik pangkat karena dekat dengan si Bos.”
* “Oh pantas dia cepat berhasil, karena kata-katanya yang muluk-muluk dan bombastis.”
* “Oh lumrah saya tak sukses, orang itu menghalangi kesuksesan saya.”
Adakah kalimat yang familiar dengan anda? Semoga tidak…
Semua penilaian bermula dari pikiran kita. Di setiap kondisi yang tak diharapkan, pikiran negatif tersebut akan memuntahkan kalimat-kalimat pembenaran yang mungkin sementara membuat anda “senang” karena memuaskan ego anda, namun sama sekali tak membantu mengubah hidup anda menjadi lebih baik.
Pikiran itu ibarat sopir yang menyetir dan mengarahkan kemana langkah anda selanjutnya. Andaikan anda mencari sopir, pastinya anda tak akan mencari sopir yang ugal-ugalan dan suka melanggar lalu lintas. Anda pastinya lebih memilih sopir yang patuh peraturan dan bertatakrama dalam berkendara sehingga membuat anda sampai ke tujuan dengan selamat.
Boleh saja anda membantah dan kembali menolak. Tapi sejatinya jika kita ingin mengubah diri kita menjadi lebih baik: mengapa kita fokus pada hal yang tidak kita inginkan dan bukan pada hal yang kita inginkan?