Alih bahasa dari bahasa Sanskekerta ke bahasa Han :
Maha Bhiksu Sanghavarman A.D. 252.Alihbasa Indonesia :
Upa.Arya Rasmiprabhamegha 1986.Penerbit : SASANA, Jakarta, Agustus 1991Di paripurnakan oleh : Arya Mahayanaom namo ratnatrayāya (Om Terpujilah Tiga Permata)
om namah śrīsarvabuddhabodhisattvebhyah (Om Terpujilah Semua Yang Maha Mulia Buddha dan Bodhisattva)
namo daśadiganantāparyantalokadhātupratisthitebhyah sarvabuddhabodhisattvāryaśrāvakapratyekabuddhebhyo 'tītānāgatapratyutpannebhyah (Terpujilah Yang Menghuni Sistem Dunia Yang Tiada Batas Dan Tiada Akhir Di Sepuluh Penjuru Semua Buddha Bodhisattva Arya Sravaka dan PratyekaBuddha dari Masa Lampau, Masa Sekarang dan Masa Depan)
namo Amitābhāya (Terpujilah Amitabha)
namo 'cintyagunāntarātmane (Terpujilah Yang Memiliki Kebajikan Tidak Terbayangkan)
(Vaidya 221)
Maha Sukhāvatīvyūhah Sutra / [vistaramātrkā](Sutra Panjang Tanah Suci Kebahagiaan)
Demikianlah telah kudengar : Pada suatu ketika, Sang Bhagavan berdiam di Vihara, Kota Rajagrha, di gunung Grdhrakuta, negeri Magadha bersama-sama dengan 32.000 Maha Bhiksu-Sangha, semuanya Arhat, bebas dari kelemahan dan perawatan, yang telah menyelenggarakan kewajiban keagamaan, yang memiliki pikiran yang sepenuhnya bebas melalui pengetahuan sempurna. dengan gagasan yang mengandung pertanyaan, yang telah mematahkan belenggu kehidupan, yang telah mencapai keinginan Mereka, yang telah menaklukkan, yang telah mencapai pengendalian diri tertinggi, yang memiliki pikiran dan pengetahuan tak terbelenggu, Para Pahlawan Agung, yang memiliki 6 jenis pengetahuan, pengendalian diri, meditasi pada 8 jenis keselamatan, yang memiliki kekuatan, bijaksana dalam kebijaksanaan, Para Sesepuh, yakni :
ājñātakaundinyena, aśvajitā, bāspena,mahānāmnā, bhadrajitā, yaśodevena, vimalena,subāhunā, pūrnamaitrāyanīputrena, urubilvākāśyapena, nadīkāśyapena, gayākāśyapena, kumārakāśyapena, mahākāśyapena, śāriputrena, mahāmaudgalyāyanena, mahākausthilyena, mahākaphilena, mahācundena, aniruddhena, nandikena, kampilena, subhūtinā, revatena, khadiravanikena, vakulena, svāgatena, amogharājena, pārāyanikena, patkena, cullapatkena, nandena,rāhulena, āyusmatānandena (Yang Terberkati Ananda) dengan ini dan dengan Para Sesepuh Sthavira lainnya, Para Murid yang bijaksana dalam kebijaksanaan, dengan pengecualian pada seorang yang masih maju di jalan Para Murid, Dia adalah, Yang terberkati Ananda dan dengan banyak Bodhisattva berpikiran luhur yang dipimpin oleh Maitreya.
Para rombongan Bodhisattva Mahasattva yang telah menguasai ajaran Mahayana pada masa ini yaitu masa yang disebut “Bhadra Kalpa” menemani Sang Buddha dan mereka itu ialah: Bodhisattva Samantabhadra, Bodhisattva Manjusri, Bodhisattva Maitreya dan lain-lainnya. Hadir pula Bodhisattva yang bergelar “Sodasa Satpurusa” (16 tokoh suci) yang dipimpin oleh Arya Bhadrapala dan mereka itu ialah: Bhadrapala, Ratnakara, Susarthavaha, Naradatta, Guhyagupta, Varunadatta, Indradatta, Utaramati, Visesamati, Vardhamanamati, Amoghadarsin Susam Prasthita, Suvikrantavikramin, Anupamamati, Suryagarbha, Dharanidhara.
Setiap dari 16 Tokoh Suci Para Bodhisattva ini beserta tokoh-tokoh suci lainnya, mengikuti kebajikan dan pernah melakukan “Pelaksanaan Bodhisattva Samantabhadra”, diberkati dengan latihan-latihan dan janji-janji dari jalan Bodhisattva. dan dengan sungguh-sungguh tinggal didalam semua perbuatan berjasa. Mereka juga senantiasa melaksanakan banyak macam tekad utama dari para Bodhisattva Mahasattva yang terkemuka, dan mereka juga dapat mempergunakan cara-cara untuk mengumpulkan berbagai jasa, kemudian disalurkan kepada para makhluk di alam semesta. Mereka juga sering menjelajahi sepuluh penjuru semesta untuk menyelamatkan para makhluk yang sengsara dengan memberi berbagai metode yang berguna; mereka sering menerjunkan dirinya ke dalam lautan Buddha Dharma, cara-cara untuk menyeberangkan dirinya ke “Pantai-Sana” semua telah diperolehnya. Apabila telah tiba saatnya mereka akan menjadi Buddha di pelbagai dunia Buddha.
Ketahuilah, langkah-langkah yang akan dialami oleh mereka, terutama apabila mereka telah mengakhiri kehidupannya mereka harus bersemayam di Surga Tusita dulu, guna mengkhotbahkan Saddharma (Dharma sejati nan luhur) kepada para makhluk luhur. Jika waktu tugasnya telah selesai dan saatnya telah matang, barulah sang calon Buddha ini meninggalkan istana Tusita dan terus dilahirkan di dunia yang dimaksudkan, melalui sebelah rusuk dari badan ibunya. Umpamanya, pada saat Maha Guru kita turun dari Surga Tusita, pernah Beliau turun dengan peristiwa yang jarang ada, yang mengharukan seluruh semesta! Ketahuilah, saat “Sang Bayi” baru mengunjungi ke dunia manusia. Ia pernah menlangkahkan kakinya 7 tapak di atas bunga teratai, dengan kaki yang sedemikian mungil dan lembut di depan ibunya. Demikian pula sinar hidup yang keluar dari tubuhnya yang terang benderang, secepat kilat memancar ke 10 penjuru, sehingga pada segala alam Buddha terasa ada 6 macam guncangan! Setelah Sang Bayi berjalan 7 tapak lantas ia menegakkan tubuhnya yang meliputi sinar itu dengan sikap amat perkasa seraya mengucapkan kata-kata sebagai berikut:
artinya:
"Akulah Pemimpin dalam dunia ini!"
"Akulah Yang Tertua dalam dunia ini!"
"Akulah Yang Teragung dalam dunia ini!"
"Akulah Yang Dihormati oleh Raja Indra, Raja Brahmana;"
"juga Yang Dipuja oleh Dewa-dewa dan umat manusia!"
Kemudian, Beliau semakin dewasa dan Ia dapat mempertunjukan berbagai ketrampilan seperti: Pandai ilmu Matematika, Kesusasteraan, disamping pandai mengendalikan kuda sambil memanah; Beliau juga
mampu menguasai dengan sangat mendalam seluruh Pancavidya dan kitab-kitab Caturveda. Beliau sering berada di lapangan Taman Istana guna melakukan latihan jasmani dan menguraikan kecakapan kepada
pengikutNya. Suatu saat Beliau tengah menampakkan diriNya di istana mewah yang demikian banyak kebahagiaan diliputi bau sedap dan barang-barang indah; akan tetapi, tidak selang beberapa waktu tiba-tiba sifat kemuliaanNya berubah menjadi sifat pendiam, bahkan amat sadar terhadap segala peristiwa duniawi setelah Ia menyaksikan duniaNya yang demikian bahagia tetapi tidak luput dari berbagai belenggu penderitaan seperti penyakit, usia tua, kematian, bencana-bencana alam dan lain-lainnya. Sehingga Beliau bertekad mencari suatu “obat” atau Saddharma untuk menghancurkan belenggu penderitaan tersebut. Kemudian Beliau meninggalkan segala harta dan takhta singgasanaNya dan terus pergi ke dalam hutan kemudian semua baju indah, beberapa jenis perhiasan yang berharga, sebuah mahkota permata dan Keyuran-keyuran (untaian) mustika yang dikenakannya, serta seekor kuda Kanthaka yang disayanginya dikirim kembali ke istanaNya; demikian pula rambut dan kumis dicukurNya’ habis, seluruh badan hanya dilindungi oleh jubah kasar saja!
Sejak itu, Beliau tiap hari duduk bersila di bawah pohon, kecuali waktu hendak buang air atau makan, guna melatih berbagai jenis Vipasyana dan Samatha di dalam SamadhiNya. Beliau hidup bertapa di hutan Uruvilva, hingga genap 6 tahun, akhirnya cita-cita agung beliau itu terwujud! Beliau memberitahukan kepada para umat manusia yang berada di dunia yang sedang mengalami Pancakasaya (5 macam kekeruhan) ini, baik lahir maupun batin sudah dicemari kekeruhan harus dibersihkan segera. Maka Beliau memandikan diri di dalam arus emas atau Sungai Nairanjana, untunglah, setangkai dahan pohon sengaja di tekankan ke muka sungai oleh para Dewata yakni Pelindung Dharma, barulah Beliau mendapat kesempatan ke luar dari badanNya yang telah bersih itu dari dalam air. Saat Ia hendak pergi ke tempat MandalaNya, terdapatlah banyak unggas-unggas yang berbulu aneka-warna datang mengikuti, riang gembira. Terdapat juga berbagai Margasatwa datang menemaniNya. Bahkan banyak tanda-tanda kebahagiaan yang jarang terlihat juga menampakkan diri di depanNya guna memuji jasa-jasa Beliau yang demikian agung dan tak terhingga! Setelah tiba di tempat MandalaNya Beliau menerima seberkas rumput halus dari seorang dermawan yaitu pengembala Nanda dengan perasaan terharu, rumput tersebut lalu dihamparkan di bawah pohon Bodhi-Indra. Di situlah Beliau duduk bersila dan seluruh tubuhNya terus mengeluarkan sinar hidup yang amat terang benderang. Dengan cara ini Beliau memberitahu kepada para Mara jahat yang berada di Maraloka. Kemudian datanglah pasukan-pasukan Marakayika berbondong-bondong di sekeliling Mandala Beliau, mereka bermaksud hendak mengadakan percobaan terhadap kesaktian Buddha yang baru itu. Akhirnya kalahlah para Mara jahat di bawah kewibawaan Abhijnabala Buddha yang demikian hebat dari Beliau, sehingga semua pasukan Mara di taklukkan oleh Maha Guru kita! Kini Maha Guru kita telah memperoleh Dharma yang paling luhur, bahkan Beliau benar-benar sudah mencapai Anuttara Samyaksambodhi, menjadi seorang Buddha di dunia Saha!
Ketahuilah, waktu kabar baik ini baru sampai di Surga, datanglah raja-raja seperti Raja Sakra Deva Indra, Raja Brahmana dan sebagainya. Mereka turun dari Surga dengan maksud ingin memberi penghormatan
kepada Buddha baru ini, juga ingin memohon kepada Beliau untuk memutar roda Dharma. Mereka ingin mengikuti langkah-langkah Buddha dengan mendemonstrasikan suara Simhanada (laksana auman singa) dan
belajar berbagai ketrampilan seperti membunyikan gendang Dharma, meniup siput Dharma, memegang keris Dharma, memasang Dhvaja Dharma, menggemuruhkan guruh Dharma, mengilatkan petir Dharma,
mencurahkan hujan Dharma dan menyedekahkan Dana Dharma, agar suara-suara dari Dharma luhur dapat membangkitkan Bodhicitta para umat di semesta terus-menerus!
Pada saat sinar hidup Sang Buddha menjadi 6 macam guncangan hingga ke 10 penjuru alam Buddha, loka Mara bahkan istana Mara pun tidak luput merasakan guncangan itu sehingga para anak-buah Sang Mara pun tunduk semua atas kewibawaan Buddha! Akan tetapi, Beliau tak segan-segan memberhentikan kesibukan duniawi; juga tak segan-segan merusakkan pelubang-pelubang nafsu dan sebagainya. Meskipun kota DharmaNya tiada hari tanpa dijaga ketat, tapi pintu DharmaNya tetap dibuka untuk para umat, guna membersihkan keringat-kotor dari para umat agar lahir dan batinnya bisa suci murni seperti semula. Kemudian disinari Buddha Dharma yang bercahaya kepada mereka semua, agar ajaran-ajaran sejati ini dapat melimpah ke seluruh semesta hingga seluas-luasnya!
Karena Beliau tak segan-segan mengamalkan kebajikan sebanyak-banyaknya dan kemudian disalurkan lagi kepada para simpatisan Dharma, maka saat Ia memohon sedekah di pelbagai negeri asing yang dikunjungiNya itu; Ia selalu dihadiahi bermacam-macam makanan yang lezat. Ketahuilah apabila Beliau akan mengkhotbahkan DharmaNya pastilah sikapNya selalu riang gembira. Apalagi Beliau sering mengobati para umat yang tengah mengalami 3 macam Duhkha dengan obat yang sangat berkhasiat yakni Dharma sejati. Demikian pula, apabila Beliau berada di depan para pendengar Ia sering mengatur cara-cara untuk
menimbun jasa-jasa, agar para suci cepat di-vyakaranakan (wisudha) hingga setingkat dengan Bodhisattva, agar cepat mencapai Samyaksambodhi, agar dapat mencontoh caranya ber-Pari Nirvana kepada para umat, agar dapat memanfaatkan segala makhluk yang jumlahnya tak terhingga, agar mereka cepat menghilangkan cela-celanya, dan banyak menanam benih kebajikan sehingga jasa-jasanya lengkap semua, kemudian langsung menjelajahi pelbagai alam Buddha guna mengembangkan Buddha Dharma di sepuluh penjuru dunia.
Sungguh, Maha Guru kita bukan saja lahir dan batinNya telah suci murni, akan tetapi ketrampilanNya pun sangat luar biasa, Beliau dapat Nirmita (menjelma) kedalam bermacam-macam rupa, baik berupa wanita
maupun lelaki, kesemuanya menurut keperluanNya! Nah, ketahuilah! Para Bodhisattva, para Arya yang berada di arena Pasamuan Agung ini, semua mempunyai status seperti Sang Buddha! Mereka rajin mempelajari bermacam-macam metode, lalu dipahami, disintesa, dianalisa dan dilaksanakannya. Dharma-Dharma yang DialihkanNya merupakan inti-sari sehingga banyak umat senang mengamalkannya. Mereka sering berada dipelbagai negeri Buddha, di sanalah mereka tidak pandang bulu, kepada siapapun selalu sopan, sikapnya tidak sombong sedikitpun. Hatinya senantiasa mengibakan hatinya kepada segala makhluk apapun, agar semua dapat membebaskan belenggu penderitannya!