Kalau mana yg sah atau valid sebagai rujukan, masing2x aliran tentu punya rujukan masing2x yg berbeda pula. Misalnya sumber rujukan dari Theravada adalah Pali Kanon, dari Mahayana adalah Tripitaka.
Biasanya dari sumber2 ada urutan prioritas dimana ketika terjadi pertentangan akan dianggap lebih "benar"
Misalnya Tipitaka -> atthakatha -> Tika -> Anu-tika
nah kalau dari sisi mahayana tentu dalam tripitaka dianggap lebih valid dibanding kata/komentar seorang bhiksu. Mungkin itu maksudnya?
Tapi kembali lagi, soal sah tidak sah sebuah rujukan itu kembali ke orangnya. DC kan tidak bisa memaksa.
maafkan karena pertanyaan saya yg tidak jelas sehingga timbul kesalahanpahaman ini.
saya tidak menanyakan apakah Tripitaka lebih valid dari kata/komentar yg merupakan hasil interpretasi/penafsiran/mengartian seorang bhiksu/sangha dari Tripitaka yg bertujuan agar umat lebih mudah memahami apa yg tersirat didalamnya.
bagi saya, saat sebuah ceramah, buku, dll, yg merupakan hasil interpretasi/penafsiran/mengartian seorang bhiksu/sangha memiliki makna dan arti yg sama dengan Tripitaka, maka kedua2nya adalah memiliki nilai yg sama, yg tidak lebih tinggi antara satu dengan yg lainnya.
disini sudah jelas, terdapat perbedaan pandangan saya dengan yg lainnya, dan saya tidak ada maksud meminta admin untuk menunjuk mana yg benar dan mana yg salah
yg saya tanyakan adalah
referensi yang sah yg didefinisikan sebagai sebuah referensi yg dapat digunakan karena sudah memiliki nilai kebenaran,
atau,
referensi yang sah yg didefinisikan sebagai sebuah referensi yg dapat digunakan terlepas dari nilai benar atau salahnya referensi itu,
atau,
mungkin ada pendefinisian yg lainnya.
itu saja yg ingin saya tanyakan.