II. PELINDUNG
11 (1) Tempat Tinggal <1973>
“Para bhikkhu, ketika seorang bhikkhu memiliki lima faktor mendatangi dan menggunakan sebuah tempat tinggal yang memiliki lima faktor, maka dalam waktu tidak lama, dengan hancurnya noda-noda, ia dapat merealisasikan untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, ia berdiam di dalamnya.
“Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seorang bhikkhu memiliki lima faktor?
(1) “Di sini, seorang bhikkhu memiliki keyakinan. Ia berkeyakinan pada pencerahan Sang Tathāgata sebagai berikut: : ‘Sang Bhagavā adalah seorang Arahant, tercerahkan sempurna, sempurna dalam pengetahuan sejati dan perilaku, berbahagia, pengenal dunia, pelatih terbaik bagi orang-orang yang harus dijinakkan, guru para deva dan manusia, Yang Tercerahkan, Yang Suci.’
(2) “Ia jarang sakit atau menderita, memiliki pencernaan yang baik yang tidak terlalu dingin juga tidak terlalu panas melainkan sedang dan sesuai untuk berusaha.
(3) “Ia jujur dan terbuka, seorang yang mengungkapkan dirinya sebagaimana adanya kepada Sang Guru dan teman-temannya para bhikkhu yang bijaksana.
(4) “Ia telah membangkitkan kegigihan untuk meninggalkan kualitas-kualitas yang tidak bermanfaat dan mendapatkan kualitas-kualitas yang bermanfaat; ia kuat, teguh dalam pengerahan usaha, tidak mengabaikan tugas melatih kualitas-kualitas bermanfaat.
(5) “Ia bijaksana; ia memiliki kebijaksanaan yang melihat muncul dan lenyapnya, yang mulia dan menembus dan mengarah menuju kehancuran penderitaan sepenuhnya.
“Dengan cara inilah seorang bhikkhu memiliki lima faktor.
“Dan bagaimanakah sebuah tempat tinggal memiliki lima faktor?
(6) “Di sini, tempat tinggal itu tidak terlalu jauh [dari tempat mengumpulkan dana makanan] juga tidak terlalu dekat, dan memiliki jalan untuk pergi dan kembali.
(7) “Pada siang hari tempat itu tidak terganggu oleh orang-orang dan pada malam hari tempat itu tenang dan hening.
(8 ) “Terdapat sedikit kontak dengan lalat, nyamuk, angin, dan panas matahari, dan ular-ular.
(9) “Orang yang menetap di dalam tempat itu dapat dengan mudah memperoleh jubah, makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan dan perlengkapan bagi yang sakit.
(10) “Di dalam tempat itu berdiam para bhikkhu senior yang terpelajar, pewaris warisan, [16] ahli dalam Dhamma, ahli dalam disiplin, ahli dalam kerangka. Ia dari waktu ke waktu mendatangi mereka dan bertanya: ‘Bagaimanakah ini, Bhante? Apakah makna dari ini?’ Para mulia itu kemudian mengungkapkan kepadanya apa yang belum diungkapkan, menjelaskan apa yang tersamar, dan menghalau kebingungan terhadap banyak hal yang membingungkan.
“Dengan cara inilah sebuah tempat tinggal memiliki lima faktor.
“Ketika seorang bhikkhu memiliki lima faktor mendatangi dan menggunakan sebuah tempat tinggal yang memiliki lima faktor, maka dalam waktu tidak lama, dengan hancurnya noda-noda, ia dapat merealisasikan untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, ia berdiam di dalamnya.”
12 (2) Lima Faktor <1974>
“Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang telah meninggalkan lima faktor dan memiliki lima faktor disebut, dalam Dhamma dan disiplin ini, sebagai seorang tertinggi yang sempurna dan telah sepenuhnya menjalani kehidupan spiritual.
“Dan bagaimanakah seorang bhikkhu yang telah meninggalkan lima faktor? Di sini, seorang bhikkhu telah meninggalkan keinginan indria, niat buruk, ketumpulan dan kantuk, kegelisahan dan penyesalan, dan keragu-raguan. Dengan cara inilah seorang bhikkhu telah meninggalkan lima faktor.
“Dan bagaimanakah seorang bhikkhu yang memiliki lima faktor? Di sini, seorang bhikkhu memiliki kelompok perilaku bermoral dari seorang yang melampaui latihan, kelompok konsentrasi dari seorang yang melampaui latihan, kelompok kebijaksanaan dari seorang yang melampaui latihan, kelompok kebebasan dari seorang yang melampaui latihan, dan kelompok pengetahuan dan penglihatan pada kebebasan dari seorang yang melampaui latihan. Dengan cara inilah seorang bhikkhu memiliki lima faktor.
“Ketika seorang bhikkhu yang telah meninggalkan lima faktor dan memiliki lima faktor disebut, dalam Dhamma dan disiplin ini, sebagai seorang tertinggi yang sempurna dan telah sepenuhnya menjalani kehidupan spiritual.”
Ketika keinginan indria dan niat buruk,
Ketumpulan dan kantuk,
Kegelisahan, dan keragu-raguan
Sama sekali tidak ada pada seorang bhikkhu; [17]
Ketika seorang seperti ini memiliki
Moralitas dan konsentrasi
Dari seorang yang melampaui latihan,
Dan [demikian pula dengan] kebebasan dan pengetahuan;
Dengan memiliki lima faktor ini
Dan setelah melenyapkan lima faktor,
Ia benar-benar disebut seorang yang sempurna
Dalam Dhamma dan disiplin ini.
13 (3) Belenggu
“Para bhikkhu, ada sepuluh belenggu ini. Apakah sepuluh ini? Lima belenggu yang lebih rendah dan lima belenggu yang lebih tinggi. Dan apakah lima belenggu yang lebih rendah? Pandangan eksistensi-diri, keragu-raguan, genggaman salah pada ritual dan upacara, keinginan indria, dan niat buruk. Ini adalah kelima belenggu yang lebih rendah itu. Dan apakah lima belenggu yang lebih tinggi? Nafsu pada bentuk, nafsu pada tanpa-bentuk, keangkuhan, kegelisahan, dan ketidak-tahuan. Ini adalah kelima belenggu yang lebih tinggi itu. Ini, para bhikkhu, adalah kesepuluh belenggu itu.”
14 (4) Kemandulan Pikiran <1975>
“Para bhikkhu, jika bhikkhu atau bhikkhunī mana pun belum meninggalkan lima jenis kemandulan pikiran dan belum mematahkan lima belenggu pikiran, maka, apakah siang atau malam, hanya kemunduran dalam kualitas-kualitas bermanfaat dan bukan kemajuan yang akan menanti orang ini.
“Apakah kelima jenis kemandulan pikiran yang belum ia tinggalkan?
(1) “Di sini, seorang bhikkhu bingung terhadap Sang Guru, meragukanNya,tidak mempercayaiNya, dan tidak berkeyakinan padaNya. Ketika seorang bhikkhu bingung terhadap Sang Guru, meragukanNya, tidak mempercayaiNya, dan tidak berkeyakinan padaNya, maka pikirannya tidak condong pada semangat, usaha, ketekunan, dan perjuangan. Karena pikirannya tidak condong pada semangat … [18] … dan perjuangan, maka ini adalah jenis pertama kemandulan pikiran yang belum ia tinggalkan.
(2)-(5) “Kemudian, seorang bhikkhu bingung terhadap Dhamma … bingung terhadap Saṅgha … bingung terhadap latihan … menjadi jengkel karena teman-temannya para bhikkhu, tidak senang pada mereka, kesal terhadap mereka, bersikap jahat terhadap mereka, maka pikirannya tidak condong pada semangat, usaha, ketekunan, dan perjuangan. Karena pikirannya tidak condong pada semangat … dan perjuangan, maka ini adalah jenis ke lima kemandulan pikiran yang belum ia tinggalkan.
“Ini adalah kelima jenis kemandulan pikiran itu yang belum ia tinggalkan.
“Apakah kelima belenggu pikiran yang belum ia patahkan?
(6) “Di sini, seorang bhikkhu tidak hampa dari nafsu pada kenikmatan indria, tidak hampa dari keinginan, cinta, dahaga, kegemaran, dan ketagihan padanya. Ketika seorang bhikkhu tidak hampa dari nafsu pada kenikmatan indria, tidak hampa dari keinginan, cinta, dahaga, kegemaran, dan ketagihan padanya, maka pikirannya tidak condong pada semangat, usaha, ketekunan, dan perjuangan. Karena pikirannya tidak condong pada semangat … dan perjuangan, maka ini adalah belenggu pikiran yang pertama yang belum ia patahkan.
(7)-(10) “Kemudian, seorang bhikkhu tidak hampa dari nafsu pada jasmani, tidak hampa dari keinginan, cinta, dahaga, kegemaran, dan ketagihan padanya ... Ia tidak hampa dari nafsu pada bentuk, tidak hampa dari keinginan, cinta, dahaga, kegemaran, dan ketagihan padanya … setelah makan sebanyak yang ia inginkan hingga perutnya penuh, ia condong pada kenikmatan beristirahat, kenikmatan kelambanan, kenikmatan tidur … ia menjalani kehiduapn spiritual demi [kelahiran kembali dalam] kelompok deva tertentu, [dengan berpikir]: ‘Dengan perilaku bermoral, pelaksanaan, praktik keras, atau kehidupan spiritual ini aku akan menjadi salah satu deva atau salah satu [pengikut] para deva.’ Ketika ia menjalani kehiduapn spiritual demi [kelahiran kembali dalam] kelompok deva tertentu … maka pikirannya tidak condong [19] pada semangat, usaha, ketekunan, dan perjuangan. Karena pikirannya tidak condong pada semangat … dan perjuangan, maka ini adalah belenggu pikiran yang ke lima yang belum ia patahkan.
“Ini adalah kelima belenggu pikiran itu yang belum ia patahkan.”
“Para bhikkhu, jika bhikkhu atau bhikkhunī mana pun belum meninggalkan lima jenis kemandulan pikiran dan belum mematahkan lima belenggu pikiran, maka, apakah siang atau malam, hanya kemunduran dan bukan kemajuan dalam kualitas-kualitas bermanfaat yang akan menanti orang ini. Seperti halnya, selama paruh bulan gelap, apakah malam atau siang, rembulan hanya mengalami kemunduran dalam hal keindahan, kebulatan, dan cahaya, dalam hal diameter dan kelilingnya, demikian pula jika bhikkhu atau bhikkhunī mana pun belum meninggalkan kelima jenis kemandulan pikiran ini … hanya kemunduran … yang akan menanti orang ini.
“Para bhikkhu, jika bhikkhu atau bhikkhunī mana pun telah meninggalkan lima jenis kemandulan pikiran dan telah mematahkan lima belenggu pikiran,<1976> maka, apakah siang atau malam, hanya kemajuan dalam kualitas-kualitas bermanfaat dan bukan kemunduran yang akan menanti orang ini.
“Dan apakah kelima jenis kemandulan pikiran yang telah ia tinggalkan?
(1) “Di sini, seorang bhikkhu tidak bingung terhadap Sang Guru, tidak meragukanNya, mempercayaiNya, dan berkeyakinan padaNya. Ketika seorang bhikkhu tidak bingung terhadap Sang Guru, tidak meragukanNya, mempercayaiNya, dan berkeyakinan padaNya, maka pikirannya condong pada semangat, usaha, ketekunan, dan perjuangan. Karena pikirannya condong pada semangat … dan perjuangan, maka ini adalah jenis pertama kemandulan pikiran yang telah ia tinggalkan.
(2)-(5) “Kemudian, seorang bhikkhu tidak bingung terhadap Dhamma … tidak bingung terhadap Saṅgha … tidak bingung terhadap latihan [20] … tidak menjadi jengkel karena teman-temannya para bhikkhu, senang pada mereka, tidak kesal terhadap mereka, tidak bersikap jahat terhadap mereka, maka pikirannya condong pada semangat, usaha, ketekunan, dan perjuangan. Karena pikirannya condong pada semangat … dan perjuangan, maka ini adalah jenis ke lima kemandulan pikiran yang telah ia tinggalkan.
“Ini adalah kelima jenis kemandulan pikiran itu yang telah ia tinggalkan.
“Apakah kelima belenggu pikiran yang telah ia patahkan dengan baik?
(6) “Di sini, seorang bhikkhu hampa dari nafsu pada kenikmatan indria, hampa dari keinginan, cinta, dahaga, kegemaran, dan ketagihan padanya. Ketika seorang bhikkhu hampa dari nafsu pada kenikmatan indria, hampa dari keinginan, cinta, dahaga, kegemaran, dan ketagihan padanya, maka condong pada semangat, usaha, ketekunan, dan perjuangan. Karena pikirannya condong pada semangat … dan perjuangan, maka ini adalah belenggu pikiran yang pertama yang telah ia patahkan dengan baik.
(7)-(10) “Kemudian, seorang bhikkhu hampa dari nafsu pada jasmani, hampa dari keinginan, cinta, dahaga, kegemaran, dan ketagihan padanya ... Ia hampa dari nafsu pada bentuk, hampa dari keinginan, cinta, dahaga, kegemaran, dan ketagihan padanya … ia tidak makan sebanyak yang ia inginkan hingga perutnya penuh juga ia tidak condong pada kenikmatan beristirahat, kenikmatan kelambanan, kenikmatan tidur … ia tidak menjalani kehidupan spiritual demi [kelahiran kembali dalam] kelompok deva tertentu, [dengan berpikir]: ‘Dengan perilaku bermoral, pelaksanaan, praktik keras, atau kehidupan spiritual ini aku akan menjadi salah satu deva atau salah satu [pengikut] para deva.’ Karena ia tidak menjalani kehidupan spiritual demi [kelahiran kembali dalam] kelompok deva tertentu … maka pikirannya condong pada semangat, usaha, ketekunan, dan perjuangan. Karena pikirannya condong pada semangat … dan perjuangan, maka ini adalah belenggu pikiran yang ke lima yang telah ia patahkan dengan baik.
“Ini adalah kelima belenggu pikiran itu yang telah ia patahkan dengan baik.”
“Jika bhikkhu atau bhikkhunī mana pun telah meninggalkan kelima jenis kemandulan pikiran ini dan telah mematahkan kelima belenggu pikiran ini, [21] maka, apakah siang atau malam, hanya kemajuan dalam kualitas-kualitas bermanfaat dan bukan kemunduran yang akan menanti orang ini. Seperti halnya, selama paruh bulan terang, apakah malam atau siang, rembulan hanya mengalami kemajuan dalam hal keindahan, kebulatan, dan cahaya, dalam hal diameter dan kelilingnya, demikian pula jika bhikkhu atau bhikkhunī mana pun telah meninggalkan kelima jenis kemandulan pikiran ini dan telah mematahkan kelima jenis belenggu pikiran ini, apakah siang atau malam, hanya kemajuan dalam kualitas-kualitas bermanfaat dan bukan kemunduran yang akan menanti orang ini.”
15 (5) Ketekunan
(1) “Para bhikkhu, makhluk-makhluk apa pun juga, apakah tanpa kaki atau berkaki dua, berkaki empat, atau berkaki banyak, apakah berbentuk atau tanpa bentuk, apakah memiliki persepsi atau tanpa persepsi, atau bukan tanpa persepsi juga bukan bukan-tanpa-persepsi, Sang Tathāgata, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna dinyatakan sebagai yang terunggul.<1977> Demikian pula, semua kualitas bermanfaat berakar pada ketekunan dan bertemu pada ketekunan dan ketekunan dinyatakan sebagai yang terunggul di antaranya.
(2) “Seperti halnya jejak-jejak kaki semua binatang yang berkeliaran di atas tanah dapat masuk ke dalam jejak kaki gajah, dan jejak kaki gajah dinyatakan sebagai yang terunggul di antaranya, yaitu, dalam hal ukuran, demikian pula, semua kualitas bermanfaat berakar pada ketekunan dan bertemu pada ketekunan dan ketekunan dinyatakan sebagai yang terunggul di antaranya.
(3) “Seperti halnya semua kasau dari sebuah rumah beratap lancip condong ke arah puncak atap, miring kea rah puncak atap, bertemu di puncak atap, dan puncak atap dinyatakan sebagai yang terunggul di antaranya, demikian pula, semua kualitas bermanfaat berakar pada ketekunan dan bertemu pada ketekunan dan ketekunan dinyatakan sebagai yang terunggul di antaranya. [22]
(4) “Seperti halnya, di antara semua akar harum, orris hitam dinyatakan sebagai yang terunggul di antaranya, demikian pula …
(5) “Seperti halnya, di antara semua inti kayu, kayu cendana merah dinyatakan sebagai yang terunggul di antaranya, demikian pula …
(6) “Seperti halnya, di antara semua bunga harum, bunga melati dinyatakan sebagai yang terunggul di antaranya, demikian pula …
(7) “Seperti halnya semua pangeran kecil adalah bawahan dari seorang raja pemutar-roda, dan raja pemutar-roda dinyatakan sebagai yang terunggul di antaranya, demikian pula …
(8 ) “Seperti halnya cahaya semua bintang tidak sebanding dengan seper enam belas dari cahaya rembulan, dan cahaya rembulan dinyatakan sebagai yang terunggul di antaranya, demikian pula …
(9) “Seperti halnya, di musim gugur, ketika langit cerah dan tanpa awan, matahari, naik ke langit, menghalau segala kegelapan dari angkasa sewaktu bersinar dan menyorot dan memancarkan cahayanya, demikian pula …
(10) “Seperti halnya, sungai besar mana pun juga – yaitu, Gangga, Yamunā, Aciravatī, Sarabhū, dan Mahī – semuanya mengarah menuju samudra, menurun, miring, dan condong ke arah samudra, dan samudra dinyatakan sebagai yang terunggul di antaranya, demikian pula, semua kualitas bermanfaat berakar pada ketekunan dan bertemu pada ketekunan dan ketekunan dinyatakan sebagai yang terunggul di antaranya.” [23]