saya pergi bukan hanya karena thread "Adakah aliran Theravada + Mahayana = TheraMahavadayana?", tetapi thread "Adakah aliran Theravada + Mahayana = TheraMahavadayana?" hanyalah penambah beban sehingga yg pada akhirnya penyangga beban tidak kuat lagi.
OK.
Menurut peraturan kebhikkhuan, seorang bhikkhu tidak dibolehkan untuk melihat pertunjukan tari-tarian atau nyanyian yang bertujuan untuk kesenangan indria semata.
Menurut peraturan kebhikkhuan, seorang bhikkhu tidak dibolehkan untuk melihat pertunjukan tari-tarian atau nyanyian.
Seorang Bhiksu yang dengan birahi menyentuh bagian apapun dari tubuh seorang wanita, telah melakukan satu kesalahan Sanghavasesa.
Seorang Bhiksu menyentuh bagian apapun dari tubuh seorang wanita, telah melakukan satu kesalahan Sanghavasesa.
OK, saya bahas sedikit saja, semoga tidak menambah beban.
"Seorang bhikkhu yang dikuasai nafsu, mengucapkan kata-kata yang merayu dan tidak sopan di hadapan seorang wanita, melakukan Sanghadisesa."
Bro wen78 melihatnya sebagai berikut:
"mengucapkan kata-kata yang merayu dan tidak sopan kepada wanita, ada yang karena dikuasai nafsu, ada yang tidak, maka bisa Sanghadisesa, bisa pula tidak."
Saya melihatnya seperti ini:
"kata-kata merayu dan tidak sopan kepada seorang wanita adalah karena dikuasai nafsu. Untuk apa seorang bhikkhu yang tidak dikuasai nafsu, merayu dan berkata tidak sopan pada wanita? Karena itu, perilaku demikian adalah Sanghadisesa."
Ini penafsiran kita masing-masing. Bolehlah saya anggap Bro wen78 punya juga benar.
saya rasa sudah jelas perbedaannya satu dengan yg lainnya. tapi jika di tafsirkan/artikan keduanya adalah memiliki arti yg sama, itu adalah hak anda menafsirkannya/mengartikannya demikian.
Saya menafsirkannya juga berbeda, sehingga saya bingung bagian mana dari sila berikut yang memuat "jika disertai nafsu indriah"
"Nacca-giita-vaadita-visuuka-dassanaa verama.nii sikkhapadam samadiyaami"
"Saya berlatih diri menghindari tarian, lagu, menyanyi, menikmati hiburan"
NB: Pembahasan lampau kita adalah bhikkhu Theravada, jadi saya pakai vinaya Theravada.
saya tidak menentang isi vinaya Mahayana maupun Theravada. dari pembahasan awal yaitu bhikku yg menyebrangkan kali, saya merasa sudah sesuai dengan isi vinaya.
jika yg lain mengatakan saya tidak sesuai vinaya dan menentang isi vinaya, ya itu hak anda.
Saya tidak ingin bahas yang ini lebih lanjut, karena nanti terlalu panjang.
saya memang suruh langsung tanya ke bhikku, karena berdasarkan diskusi sebelumnya, rasanya tidak ada gunanya bagi saya untuk menjelaskannya kembali.
nanti akan berputar2 disitu2 yg berbuntut mengkategorikan ini perilaku, ini pikiran.
jadi, lebih baik tanya ke pihak sangga monestik apa yg sebenarnya.
tidak percaya sangga, hanya percaya Tripitaka, itu hak anda.
ingin mengatakan bhikku tidak boleh main alat musik(gitar) karena dikatakan di vinaya dikatakan begitu,... silahkan itu hak anda.
Tentang vinaya mengatur perilaku atau pikiran, juga belum dijawab. Tidak apa, saya tidak memaksa.
bukan kita, tapi anda sekalian(kami dari sisi anda).
bhikku juga menggunakan Tripitaka sebagai sumber utama. benar atau salah hasil interpretasi seorang bhikku, umat bisa menilainya sendiri yaitu datang dan buktikan sendiri.
bila bagi anda ini adalah sebuah kesalahan, itu hak anda.
Betul, maka sebelum ke pendapat masing-masing, hendaknya (untuk aliran Theravada) menghormati Tipitaka, komentar, dan sub komentar di atas interpretasi pribadi.
eits..... tunggu dulu, valid diartikan benar atau sah?
saya tidak mempermasalahkan ketika dikatakan referensi yg saya gunakan adalah benar/salah, tapi saya akan mempertanyakan ketika dikatakan referensi yg saya gunakan adalah sah/tidak sah.
sah atau tidak sah, berarti ada ketentuan/peraturan yg dibuat sehingga dikatakan ini sah dan itu tidak sah.
dikatakan bahwa statement saya tidak didukung oleh referensi yg sah, berarti referensi saya adalah tidak sah.
maka dimanakah peraturan yg mengatakan bahwa interpretasi dari seorang bhikkhu adalah tidak sah?
sekali lagi, adalah hak masing2 jika mengatakan interpretasi dari seorang bhikkhu adalah benar/salah, tapi bila dikatakan sah/tidak sah.. eits... tunggu dulu, atas dasar kekuatan hukum/peraturan apa mengatakan ini sah dan itu tidak sah?
bagi saya pembahasan seharusnya seluruhnya menggunakan referensi terlepas benar atau salah referensi tsb, yaitu seluruh referensi yg berhubungan dengan Buddhism.
jika hanya ingin menggunakan Tripitaka, silahkan, itu hak anda dan hak kalian semua di forum ini.
OK, saya beri contoh. Misalkan di forum Buddhis, ada orang datang lalu bilang, "Buddha itu tidak parinibbana, tapi ada di neraka karena tidak percaya Y3sus" (berdasarkan dari artikel tentang kesaksian dari
"mantan bhikkhu") dan tentu saja ditentang karena sumbernya tidak sah dan hanya berdasarkan pendapat seorang "mantan bhikkhu". Lalu orang tersebut mengatakan, "eits... tunggu dulu, atas dasar kekuatan hukum/peraturan apa mengatakan ini sah dan itu tidak sah?"
Tentu saja kita sebagai Umat Buddha mengatakan referensi kitab suci Tipitaka/Tripitaka (serta komentar). Lalu orang itu berkata, "jika hanya ingin menggunakan Tripitaka, silahkan, itu hak anda dan hak kalian semua di forum ini." Kemudian orang itu menyatakan mundur dari forum.
Bukankah ada kesamaan tertentu antara orang itu dan Bro wen78?